11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Limbah Tambak Udang
2.1.1 Pengertian Limbah Tambak Udang
Limbah merupakan hasil akvitas manusia yang berupa sampah cair dari
suatu lingkungan masyarakat dan terutama terdiri dari air yang telah
dipergunakan, dengan kurang lebih 0,1% daripadanya berupa benda padat yang
terdiri dari zat organik dan anorganik (Soemarwoto, 1992). Menurut peraturan
pemerintah republik indonesia nomor 82 tahun 2001, air limbah adalah sisa dari
suatu usaha kegiatan yang berwujud cair. Air limbah dapat berasal dari rumah
tangga (domestik) maupun industri yang mengandung zat-zat berbahaya yang
dapat menganggu kesehatan manusia dan lingkungan hidup.
Air limbah yang merupakan hasil sisa dari berbagai aktivias, oleh karena itu
air limbah merupakan benda yang sudah tidak dimanfaatkan lagi. Air limbah yang
tidak termanfaatkan masih memerlukan pengolahan. Limbah yang pengolahan
kurang baik akan menyebabkan permasalahan lingkungan dan kehidupan makhluk
hidup sekitar. Air limbah yang tanpa pengolahan dengan baik saat bahaya
terhadap kesehatan manusia, hal ini dikarenakan banyak dampak kesehatan yang
ditimbulkan akibat adanya limbah (Agustira, Lubis, & Jamilah, 2013).
Tambak merupakan kolam yang digunakan untuk memelihara ikan, udang
atau hewan air lainnya yang dapat hidup di air payau. Limbah tambak udang
12
merupakan cairan buangan yang berasal dari kolam yang dibangun untuk
budidaya udang (Sudarmo & Ranoemihardjo, 1992).
2.1.2 Kandungan Limbah Tambak Udang
Limbah budidaya udang dihasilkan dari pakan udang yang tidak
termanfaatkan. Limbah tersebut berupa limbah organik dalam bentuk hasil
metabolisme dan sisa pakan udang. Limbah hasil budidaya udang merupakan
limbah organik terutama dari pakan, feses dan bahan terlarut yang jika dibuang ke
perairan akan menganggu ekosistem di perairan tersebut. Pakan udang
menyediakan nitrogen 92%,, fosfor 51% dan bahan organik lainnya 40% (Dimas
Wahyu Meidi Vanto, 2016).
Pertumbuhan udang yang semakin meningkat akan semakin meningkat pula
pakan yang diberikan. Meningkatnya jumlah pakan maka limbah yang dihasilkan
akan meningkat pula. Limbah hasil budidaya udang menghasilkan kira-kira 35%
limbah organik, sisa pakan 15% dan sisa metabolisme udang 20%. Limbah yang
semakin meningkat akan mengalami proses dekomposisi (penguraian) yang akan
menghasilkan nitrit dan ammonia, karena tidak semua pakan dikonsumsi udang
(Wulandari, Widyorini, & Wahyu, 2015).
2.1.3 Karakteristik Limbah Tambak Udang
a. Karakter fisika
Karakter fisika yang penting dalam limbah tambak adalah total padatan
(total solid), suhu, warna dan bau. Total padatan meliputi padatan terlarut,
13
terendam, terapung, tersuspensi dan koloid. Suhu tambak berkisar 40-46 0C.
Limbah cair tambak udang berwarna kuning keruh dan berbau busuk (Dimas
Wahyu Meidi Vanto, 2016)
b. Karakteristik kimia
Limbah tambak udang mengandung bahan organik yang terdiri dari protein,
karbohidrat dan bahan anorganik lain seperti nitrogen, fosfor dan ammonia.
Protein berasal dari sisa pakan udang. Dimas Wahyu Meidi Vanto (2016)
menyatakan bahwa limbah tambak udang bersifat basa dengan kisaran pH 7-9.
2.2 Pencemaran Sungai
Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukannya makhluk hidup, zat
energi dan atau komponen lain ke dalam badan air oleh manusia, sehingga
kualitas air turun sampai pada tingkat tertentu dan menyebabkan air tidak dapat
berfungsi sesuai diperuntukannya (PP Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran air).
Pencemaran di sungai disebabkan oleh adanya pencemar organik dan
pencemar anorganik. Pencemar organik dapat meningkatkan BOD dalam sungai
yang mengindikasi penurunan kualitas air. Sumber pencemar berasal dari
pencemaran secara alamiah (dari alam) dan pencemaran antropogenik (kegiatan
manusia). Terjadinya peningkatan buangan air limbah serta sampah yang tidak
terkendali akan menyebabkan bertambahnya beban pencemar yang masuk ke
sungai, yang pada gilirannya akan mengakibatkan penurunan kualitas air sungai
(Rahman, Alim, & Utami, 2011).
14
2.2.1 Parameter Air
Parameter yang digunakan untuk penentuan kualitas air yaitu :
a. Parameter fisika
1. Suhu
Suhu pada suatu badan air di pengaruhi musim, waktu dalam hari,
sirkulasi udara serta kedalaman badan air. Perubahan suhu suatu badan
air akan berpengaruh terhadap proses fisis, khemis dan biologi badan
air. Peningkatan suhu akan menyebabkan kecepatan metabolisme dan
respirasi ikan akan meningkat sehiingga meningkatnya pula konsumsi
oksigen, oleh karena itu oksigen terlarut dalam air akan menurun.
Kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan
berkisar 200C -30
0C (Effendi, 2003).
2. Total padatan
Total padatan akan meningkatkan kekeruhan pada air. Total padatan
ini tidak dapat larut dalam air dan tidak dapat mengendap secara
langsung serta ada yang dapat larut dalam air. Kandungan total
padatan dalam air dapat mengurangi penetrasi cahaya masuk ke dalam
air sehingga mempengaruhi regenerasi oksigen dalam proses
fotosintesis (Fardiaz, 1995).
3. Warna
Warna ditimbulkan akibat adanya bahan organik dan bahan anorganik
yang masuk ke perairan, misalnya adanya plankton, humus dan ion-ion
logam. Bahan organik yang berasal dari dekomposisi tumbuhan yang
15
telah mati menimbulkan warna kecoklatan. Warna dapat diamati secara
visual (langsung) dengan cara membandingkan dengan warna standar.
Warna perairan biasanya disebabkan peledakan (blooming)
fitoplankton (Effendi, 2003).
4. Kecerahan
Kecerahan pada peraiaran merupakan suatu keadaan yang menunjukan
kemampuan cahaya menempus kedalaman perairan. Kecerahan sangat
penting karena berkaitan dengan fotosistesis. Kecerahan air tergantung
pada warna dan kekeruhan pada perairan. Kekeruhan merupakan
ukuran transparansi pada suatu perairan (Effendi, 2003). Tingkat
kecerahan perairan menunjukan sejauh mana penetrasi cahaya
matahari menembus kolom perairan. Tingkat kecerahan sangat
dipengaruhi oleh kekeruhan, maka semakin tinggi kekeruhan perairan
maka semakin rendah tingkat kecerahan air, sehingga penetrasi cahaya
juga rendah (Nuriya, Hidayah, & Syah, 2010).
b. Parameter Kimia
1. pH
Air limbah yang dibuang ke suatu badan air akan menganggu
kehidupan hewan akuatik yang peka terhadap perubahan pH. Untuk
memenuhi syarat suatu kehidupan, air harus mempunyai kisaran pH
6,5-7,5. Asam basanya suatu perairan ditentukan oleh nilai pH
(Agustiningsih, 2012).
16
2. Salinitas
Salinitas merupakan konsentrasi ion total yang terdapat di suatu
perairan. Nilai salinitas air tawar biasanya kurang dari 0,5%, perairan
payau antara 0,5%-30% dan perairan laut 30%-40%. Pada perairan
pesisir, nilai salinitas sangat dipengaruhi oleh masukan air tawar dari
sungai (Effendi, 2003).
3. Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen)
Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar tanaman dan hewan
akuatik. Oksigen terlarut berasal dari hasil fotosintesis tanaman air dan
udara yang masuk ke dalam air. Oksigen terlarut di butuhkan semua
jasad makhluk hidup untuk proses metabolisme untuk pertumbuhan
(Salmin, 2005). Fardiaz (1995) menyatakan bahwa konsentrasi oksigen
terlarut berbanding terbalik dengan suhu. Semakin tinggi suhu air
semakin rendah konsentrasi oksigen. Rendahnya konsentrasi oksigen
terlarut akan menganggu kehidupan hewan-hewan perairan.
4. Kebutuhan oksigen kimia (Biochemiycal Oxygen Demand).
BOD merupakan jumlah oksigen yang digunakan mikroorganisme
untuk mendegradasi bahan organik dalam air. BOD dinyatakan dalam
mg/l atau ppm. Sumber BOD alami dalam air berasal dari pembusukan
tanaman dan kotoran hewan, sedangkan sumber BOD dari kegiatan
manusia berasal dari feses, urine, detergent, minyak dan lemak.
Semakin besar kadar BOD dalam suatu perairan merupakann indikasi
bahwa perairan tersebut tercemar. Kadar maksimun BOD yang
17
diperkenankan untuk air minum dan kehidupan organisme akuatik
berkisar 2-12 mg/l (PP 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas
Air dan Pengendalian Pencemaran Air).
5. Kebutuhan oksigen kimiawi (Chemiycal Oxygen Demand, COD)
COD merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan agar bahan buangan
yang ada dalam air dapat teroksidasi secara kimiawi. Secara umum
kadar COD yang tinggi akan mencerminkan konsentrasi bahan organik
yang tinggi sehingga diperlukan oksigen yang tinggi dan menyebabkan
terjadi penurunan kadar oksigen dalam perairan. Semakin tinggi kadar
COD maka tingkat populasi perairan akan semakin rendah (Pribadi,
2005).
6. Nitrogen
Nitrogen dalam perairan berupa nitrogen organik dan anorganik.
Nitrogen organik terdiri dari ammonia (NH3), ammonium (NH4), nitrit
(NO2), nitrat (NO3) dan molekul nitrogen (N2) dalam bentuk gas.
Nitrogen organik berupa protein, asam amino dan urea. Ammonia
(NH3) dan garamnya mudah larut dalam air. Kadar ammonia bebas
tidak boleh melebihi 0,5 mg/l sementara bagi ikan kandungan
ammonia bebas adalah kurang dari 0,02 mg/l (PP 82 Tahun 2001
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air).
Kadar ammonia yang tinggi mengindikasikan bahawa perairan tersebut
tercemar bahan organik yang berasal dari limbah domestik, industri
ataupun pupuk pertanian (Effendi, 2003).
18
2.3 Makrozoobenthos
2.3.1 Pengertian Makrozoobenthos
Makrozoobenthos merupakan organisme akuatik yang hidup di dasar
perairan dan tinggal dalam suatu sedimen di perairan. Nybbakken (1992) dalam
Simamora (2009) mengatakan b habitat makrozoobenthos dikelompokan menjadi
infauna dan epifauna. Infauna merupakan makrozoobenthos yang hidup
terpendam dalam substrat perairan dengan cara menggali lubang. Kelompok
infauna mendominasi komunitas substrat yang lunak, sedangkan epifauna
merupakan makrozoobenthos yang hidup di permukaan dasar perairan dengan
pergerakan relatif lambat dan menempel pada substrat yang keras.
Makrozoobenthos menurut Odum (1994) dapat dimasukan ke dalam jenis
hewan makroinvertebrata. Taksa utama kelompok ini umumnya adalah insekta,
moluska, chaetopoda, crustaceae dan nematoda. Makrozoobenthos yang sering
ditemukan pada perairan adalah kelompok crustaceae, moluska dan insecta.
2.3.2 Pengelompokan Benthos
Berdasarkan ukurannya, Laili & Parson (1993) dalam Simamora (2009)
mengklasifikasikan zoobenthos menjadi dua kelompok besar yaitu
mikrozoobenthos dan makrozoobenthos. Berdasarkan kategori tersebut benthos
dapat dibagi atas :
1. Mikrofauna adalah hewan yang berukuran lebih kecil dari 0,1 mm dan
digolongkan ke dalam protozoa atau bakteri.
19
2. Mesofauna adalah hewan yang berukuran 0,1 - 1,0 mm dan digolongkan
ke dalam beberapa kelas yaitu protozoa berukuran besar, crustacea yang
sangat kecil, cacing dan larva invertebrata.
3. Makrofauna adalah hewan berukuran lebih besar dari 1,0 mm dan
digolongkan ke dalam hewan moluska, echinodermata, crustasea serta
beberapa filum annelida.
Berdasarkan tempat hidupnya, zoobenthos dibagi atas dua kelompok, yaitu :
1. Epifauna merupakan hewan bentik yang hidup dan berasosiasi di
permukaan substrat.
2. Infauna merupakan hewan bentik yang hidup di dalam sedimen (substrat)
berupa lumpur atau pasir dengan cara menggali lubang (Simamora, 2009).
2.3.3 Faktor Yang Mempengaruhi Makrozoobenthos
(Simamora, 2009) menyatakan bahwa sifat fisis dan khemis pada suatu
perairan sangat penting dalam suatu ekologi. Faktor biotik seperti
makrozoobenthos dan faktor abiotik seperti fisika kimia di perairan saling
berinteraksi. Faktor abiotik (fisika-kimia) perairan yang mempengaruhi kehidupan
makrozoobenthos adalah :
a. Suhu
Suhu merupakan parameter fisik yang sangat mempengaruhi pola kehidupan
organisme perairan, seperti distribusi, komposisi, kelimpahan dan mortalitas.
Peningkatan suhu air dapat mengakibatkan peningkatan kecepatan metabolisme
20
dan respirasi organisme air, sehingga mengakibatkan konsumsi oksigen juga
meningkat. Peningkatan suhu sebesar 100C dapat mengakibatkan peningkatan
konsumsi oksigen oleh organisme air 2-3 kali lipat (Effendi, 2003).
Dwi Novita Retnowati (2003) menyatakan organisme akuatik memiliki
kisaran suhu tertentu yang sesuai untuk pertumbuhannya. Semakin tinggi suhu,
maka semakin sedikit jumlah oksigen yang ada dalam perairan. Suhu yang
dianggap berbahaya bagi kehidupan makrozoobenthos adalah lebih dari 350C.
Suhu diatas 300C dapat menekan pertumbuhan makrozoobenthos.
b. pH (derajat keasaman)
pH merupakan faktor pembatas bagi organisme yang hidup di suatu
perairan. Perairan dengan pH yang terlalu tinggi atau rendah akan mempengaruhi
ketahanan hidup organisme yang hidup didalamnya (Odum, 1994).
Kehidupan organisme akuatik dipengaruhi oleh perubahan pH. Hewan
akuatik akan lebih toleran pada pH netral. pH yang ideal bagi kehidupan
organisme akuatik pada umumnya adalah 7 - 8,5. Kondisi pH yang terlalu asam
ataupun terlalu basa dapat menganggu kelangsungan hidup organisme karena
berpengaruh dalam proses metabolisme dan respirasi (Effendi, 2003).
21
Tabel 1.1Pengaruh pH terhadap komunitas biologi perairan Nilai pH Pengaruh Umum
6,0-6,5 1. Keanekaragaman planton dan benthos sedikit menurun
2. Kemelimpahan total, biomassa dan produktivitas tidak mengalami
perubahan
1. Penurunan nilai keanekaragaman plankton dan benthos semakin tampak
2. Kemelimpahan total, biomassa dan produktivitas masih belum mengalami
perubahan yang berarti
3. Algae hijau berfilamen mulai tampak pada zona litoral
5,0-5,5 1. Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifiton dan
benthos semakin besar
2. Terjadi penurunan kemelimpahan total biomassa zoo-plankton dan benthos
3. Algae hijau berfilamen semakin banyak
4. Proses nitrifikasi terhambat
4,5-5,0 1. Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifiton dan
benthos semakin besar
2. Penurunan kemelimpahan total biomassa zoo-plankton dan benthos
3. Algae hijau berfilamen semakin banyak
4. Proses nitrifikasi terhambat
(Sumber : Effendi, 2003)
c. Salinitas
Perubahan salinitas akan memengaruhi keseimbangan di dalam tubuh
organisme melalui perubahan berat jenis air dan perubahan tekanan osmosis.
Semakin tinggi salinitas, semakin besar pula tekanan osmosisnya sehingga
organisme harus memiliki kemampuan beradaptasi terhadap perubahan salinitas
sampai batas tertentu melalui mekanisme osmoregulasi. Osmoregulasi yaitu
kemampuan mengatur konsentrasi garam atau air di cairan internal. Kisaran
salinitas yang dianggap layak bagi kehidupan makrozoobentos berkisar 15-45 %,
karena pada perairan yang bersalinitas rendah maupun tinggi dapat ditemukan
makrozoobentos seperti siput, cacing (Annelida) dan kerang-kerangan (Marpaung,
2013).
d. DO (Oksigen terlarut)
Disolved Oxygen atau DO adalah oksigen terlarut yang ada dalam perairan.
DO dibutuhkan oleh organisme perairan terutama untuk proses respirasi. Oksigen
22
terlarut dalam air dipengaruhi oleh suhu, semakin tinggi suhu maka semakin
rendah konsentrasi oksigen terlarut sedangkan semakin rendah suhu akan semakin
tinggi konsentrasi oksigen terlarut (Simamora, 2009).
Air pada perairan tercemar, memiliki oksigennya sangat rendah.
Dekomposisi dan oksidasi bahan organik dapat memicu pengurangan kadar
oksigen terlarut hingga mencapai nol (anaerob). Peningkatan suhu 10C dapat
meningkatkan konsumsi O2 sekitar 10% (Effendi, 2003).
Kelarutan maksimum oksigen di dalam air terdapat pada suhu 00C yaitu
sebesar 14,16 mg/l. Kehidupan dalam suatu perairan dapat bertahan jika oksigen
terlarut minimum 5 mg/l selebihnya bergantung pada ketahanan organisme,
kehadiran pencemaran, derajat keaktifan, dan suhu (Simamora, 2009).
Keberadaan oksigen terlarut dalam substrat dapat berkurang disebabkan
karena banyaknya plankton dalam perairan tersebut. Tingginya jumlah bahan
organik dan populasi bakteri pada sedimen dapat menyebabkan besarnya
kebutuhan oksigen terlarut. Kadar oksigen terlarut pada perairan alami kurang dari
10 mg/l (Effendi, 2003).
e. Jenis substrat
Jenis substrat berkaitan dengan kandungan oksigen dan ketersediaan nutrien
dalam sedimen di suatu perairan. Substrat yang berupa pasir memiliki kandungan
oksigen yang lebih besar daripada dengan substrat yang halus, hal ini dikarenakan
substrat berpasir memiliki pori udara yang memungkinkan terjadinya
pencampuran yang lebih intensif dengan air di atasnya akan tetapi untuk substrat
pasir memiliki kandungan nutrien yang lebih rendah dari pada substrat halus.
23
Substrat yang halus memiliki oksigen yang tidak begitu banyak akan tetapi
nutrien yang terkandung dalamnya memiliki jumlah yang cukup besar . Substrat
lumpur maupun berpasir merupakan habitat yang disukai untuk kehidupan
makrozoobenthos. Benthos tidak menyukai dasar perairan yang berupa batuan,
tetapi jika dasar perairan tersebut kaya akan bahan organik , maka habitat tersebut
akan kaya makrozoobenthos (Marpaung, 2013).
2.4 Sumber Belajar
Pembelajaran merupakan serangkaian proses kerja sama antara guru dan
siswa dalam memanfaatkan segala potensi dan sumber yang ada, baik potensi
yang bersumber dari dalam diri siswa seperti minat, bakat dan kemampuan dasar
yang dimiliki maupun potensi yang ada di luar diri siswa seperti lingkungan.
Sarana dan sumber belajar dimanfaatkan sebagai upaya untuk mencapai tujuan
belajar tertentu. Sebagai suatu proses kerja sama pembelajaran menitikberatkan
pada kegiatan guru atau kegiatan siswa saja demi mencapai tujuan pembelajaran
yang telah ditentukan. Kesadaran dan keterpahaman guru maupun siswa akan
tujuan yang harus dicapai dalam proses pembelajaran merupakan syarat mutlak
yang tidak bisa ditawar sehingga dalam prosesnya guru dan siswa mengarah pada
tujuan yang sama (Pratiwi, 2014).
Sumber belajar menurut Lindiani (2009) merupakan segala sesuatu hal yang
ada di lingkungan sekitar yang secara fungsional dapat membantu optimalisasi
hasil belajar. Sumber belajar berupa data, orang dan barang yang dipergunakan
sendiri ataupun kelompok untuk mempermudah proses belajar mengajar.
24
Sujadwo (1989) menjelaskan bahwa sumber belajar biologi merupakan
segala sesuatu baik benda maupun gejala yang dapat dipergunakan untuk
mendapatkan pengalaman untuk memecahan suatu permasalahan biologi. Sumber
belajar biologi dalam proses pembelajaran biologi dapat diperoleh di sekolah
ataupun di luar sekolah. Penggunaan sumber belajar biologi sebagai bahan ajar
tergantung dari macam sumber belajarnya.
2.4.1 Poster
Poster adalah media yang dibuat dengan tujuan untuk menangkap perhatian
orang, akan tetapi didalamnya terdapat gagasan yang berarti untuk diingatnya.
Poster salah satu bentuk publikasi dua dimensional yang digunakan untuk
menyajikan informasi, data, jadwal, atau penawaran dan juga dapat digunakan
untuk mempromosikan orang, acara, tempat, produk, perusahaan, jasa atau
organisasi (Supriyono, 2010).
Kriteria desain poster menurut Supriyono (2010) adalah :
a. Poster dibuat besar sehingga terbaca dari jarak yang diperkirakan. Poster
berukuran (sekitar 10-15 kali lebar poster) jika lebar poster 30 cm maka harus
terbaca dari jarak sekitar 3-4,5 meter.
b. Layout harus dibuat simpel agar tidak membingungkan pembaca.
c. Informasi yang dimasukan merupakan informasi dibutuhkan pembaca misalnya
tanggal, jam, tempat, harga tiket, kontak person, dan sebagainya.
d. Ada salah satu elemen yang harus dominankan baik judul ataupun ilustrasi
sehingga sekilas dapat menarik perhatian.
25
e. Berisikan satu informasi penting dan ditonjolkan dengan ukuran, warna, atau
value (kontras).
f. Menampilkan unsur seni yang sesuai dengan pesan atau informasi yang
diberikan.
g. Font dan elemen visual disusun dalam urutan yang logis ( dibaca dari kiri
kekanan dan dari atas kebawah).
h. Foto hendaknya dipilih yang tidak lazim dan bila perlu di crop agar lebih
terlihat jelas.
i) Huruf untuk poster sebaiknya tebal dengan warna-warna kontras sehingga
terlihat dari kejauhan.
Poster menurut Supriyono (2010) bertujuan menyampaikan informasi secara
jelas dan mudah dipahami, menciptakan design yang seketika dapat dibaca dan
dipahami, menciptakan disain yangg mudah dibaca , menyajikan informasi yang
penting yang dibutuhkan pembaca, menyusun informasi dengan urutan yang
mudah diikuti, menyusun elemen visual secara hierarki dan menyatu, menyusun
elemen-elemen poster berdasarkan prinsip-prinsip desain grafis, membuat desain
yang sesuai dengan subjek, audiens, dan lingkungannya, mengekspresikan spirit
dari subjek atau pesan yang disampaikan.
26
2.5 Kerangka konseptual
Limbah tambak udang
(protein, karbohidrat,
lemak, amonia)
Tidak diolah secara intensif/ tidak IPAL
Limbah di buang ke sungai Kali Jeruk
Mempengaruhi lingkungan
perairan
Faktor fisis (warna, suhu,
kecerahan, total solid)
Mempengaruhi
keanekaragaman
makrozoobenthos
Keanekaragaman Keseragaman Dominansi
Komunitas
makrozoobenthos
Sumber belajar
berupa poster
Faktor khemis (DO, salinitas,
ammonia, pH)
Top Related