8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Perilaku
2.1.1 Definisi
Perilaku seseorang tidak dapat lepas dari keadaan individu itu sendiri dan
lingkungan dimana individu tersebut tinggal. Definisi perilaku dari aspek biologis
adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang
bersangkutan. Skinner dalam Notoadmodjo (2010), seorang ahli psikologi
merumuskan bahwa perilaku adalah suatu respons atau reaksi seseorang terhadap
stimulus (rangsangan dari luar) dengan rumus Stimulus-Organisme-Respons,
sehingga ada dua jenis respons yakni Respondent respons atau reflexive dan
Operant respons atau instrumental respons. Menurut Maryunani (2013), Perilaku
adalah merupakan perbuatan / tindakan dan perkataan seseorang yang sifatnya
dapat diamati, di gambarkan dan dicatat oleh orang lain ataupun orang yang
melakukannya. Perilaku diatur oleh prinsip dasar perilaku yang menjelaskan
bahwa ada hubungan antara perilaku manusia dengan peristiwa lingkungan.
2.1.2 Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap
stimulus atau obyek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan (Notoatmodjo, 2010).
Notoatmodjo (2010) mengklasifikasikan perilaku kesehatan yaitu :
9
1. Perilaku hidup sehat
Perilaku hidup sehat adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan
upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan
kesehatannya.
2. Perilaku sakit (illness behavior)
Perilaku sakit ini mencakup respons seseorang terhadap sakit dan
penyakit, persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang: penyebab dan
gejala penyakit, pengobatan penyakit dan sebagainya.
3. Perilaku peran sakit (the sick role behavior)
Dari segi sosiologi, orang sakit (pasien) mempunyai peran yang mencakup
semua hak-hak orang sakit (right) dan kewajiban sebagai orang sakit
(obligation). Hak dan kewajiban ini harus diketahui oleh orang sakit
sendiri maupun orang lain (terutama keluarga) yang selanjutnya disebut
perilaku peran orang sakit (the sick role). Perilaku ini meliputi:
a) Tindakan untuk memperoleh kesembuhan.
b) Mengenal/mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan / penyembuhan
penyakit yang layak.
c) Mengetahui hak (misalnya: hak memperoleh perawatan, memperoleh
pelayanan kesehatan, dan sebagainya) dan kewajiban orang sakit
(memberitahukan penyakitnya kepada orang lain terutama kepada
dokter/petugas kesehatan, tidak menularkan penyakitnya kepada orang
lain, dan sebagainya).
10
2.2 Konsep Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
2.2.1 Definisi
PHBS adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikan atas dasar kesadaran
sebagai hasil dari serangkaian pembelajaran yang dapat menjadikan seseorang
dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam
mewujudkan kesehatan masyarakat (Dinkes Prov Jabar, 2010). Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS) adalah cerminan pola hidup keluarga yang senantiasa
memperhatikan dan menjaga kesehatan seluruh anggota keluarga. Semua perilaku
kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga
dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesahatan dan dapat berperan aktif
dalam kegiatan-kegiatan kesehatan dalam masyarakat (Proverawati, 2012).
2.2.2 Manfaat PHBS
Keluarga yang melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat maka setiap
rumah tangga akan meningkatkan kesehatannya dan tidak mudah sakit. Rumah
tangga yang sehat dapat meningkatkan produktivitas kerja anggota keluarga.
Dengan meningkatnya kesehatan anggota rumah tangga maka biaya yang tadinya
dialokasikan untuk kesehatan dapat dialihkan untuk biaya investasi seperti biaya
pendidikan dan usaha lain yang dapat meningkatkan kesejahteraan anggota rumah
tangga. Salah satu indikator menilai keberhasilan pemerintah daerah
kabupaten/kota dibidang kesehatan adalah pelaksanaan Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS) (Maryunani, 2013).
2.2.3 Program Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS)
Menurut Maryunani (2013), adalah upaya untuk memberikan pengalaman
belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan
11
masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan
melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku, melalui
pendekatan pimpinan, bina suasana dan pemberdayaan masyarakat. Dengan
demikian masyarakat dapat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri,
terutama dalam tatanan masing-masing, dan masyarakat dapat menerapkan cara
hidup sehat sehat dengan menjaga kesehatan, memelihara dan meningkatkan
kesehatannya.
Menurut Proverawati (2012), terdapat lima tatanan Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat (PHBS) yaitu: rumah tangga, sekolah, tempat kerja, sarana kesehatan
dan tempat tempat umum.
1. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Rumah Tangga
PHBS di rumah tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota
rumah tangga agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih
dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat. Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat di Rumah Tangga dilakukan untuk mencapai Rumah
Tangga ber Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Rumah tangga yang berperilaku
hidup berish dan sehat adalah rumah tangga yang melakukan 10 Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di rumah tangga yaitu:
a. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan,
b. Memberi bayi ASI eksklusif
c. Menimbang balita setiap bulan
d. Menggunakan air bersih
e. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
f. Menggunakan jamban sehat
g. Memberantas jentik nyamuk
12
h. Makan buah dan sayur setiap hari
i. Melakukan aktifitas fisik setiap hari
j. Tidak merokok dalam rumah
2. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Sekolah
PHBS yang diberlakukan di tatanan sekolah mempunyai kesamaan dengan
enam indikator PHBS di tatanan rumah tangga, untuk tatanan sekolah
mempunyai delapan indikator PHBS terdiri dari :
a. Mencuci tangan dengan air mengalir dan menggunakan sabun ketika
berada di sekolah
b. Menggunakan jamban yang bersih dan sehat ketika di sekolah
c. Membuang sampah pada tempatnya
d. Mengikuti kegiatan olahraga
e. Jajan di kantin sekolah
f. Memberantas jentik nyamuk
g. Mengukur berat badan dan tinggi badan setiap bulan
h. Tidak merokok di sekolah.
3. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Tempat Kerja
Di tempat kerja (kantor, pabrik dan lain-lain), sasaran primer harus
mempraktikkan perilaku yang dapat menciptakan tempat kerja ber-PHBS, yang
mencakup :
a. Mencuci tangan dengan sabun
b. Mengkonsumsi makanan dan minuman sehat
c. Menggunakan jamban sehat
d. Membuang sampah di tempat sampah
13
e. Tidak merokok
f. Tidak mengonsumsi NAPZA,
g. Tidak meludah sembarang tempat
h. Memberantas jentik nyamuk.
4. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Tempat Umum
Di tempat umum (tempat ibadah, pasar, pertokoan, terminal, dermaga dan lain-
lain), sasaran primer harus mempraktikkan perilaku yang dapat menciptakan
tempat umum ber-PHBS, yang mencakup :
a. Mencuci tangan dengan sabun
b. Menggunakan jamban sehat
c. Membuang sampah di tempat sampah
d. Tidak merokok
e. Tidak mengonsumsi NAPZA
f. Tidak meludah di sembarang tempat
g. Memberantas jentik nyamuk.
5. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Di fasilitas pelayanan kesehatan (klinik, puskesmas, rumah sakit dan lain-lain),
sarana primer harus mempraktikkan perilaku yang dapat menciptakan fasilitas
pelayanan kesehatan ber-PHBS, yang mencakup :
a. Mencuci tangan dengan sabun
b. Menggunakan jamban sehat
c. Membuang sampah di tempat sampah
d. Tidak merokok
e. Tidak mengonsumsi NAPZA
14
f. Tidak meludah di sembarang tempat
g. Memberantas jentik nyamuk
2.2.4 Strategi Pembinaan PHBS
Menyadari rumitnya hakikat perilaku, maka perlu dilaksanakan stategi
Promosi Kesehatan untuk pembinaan PHBS yang bersifat menyeluruh. Mengacu
pada Piagam Ottawa (Ottawa Charter) yang merupakan hasil dari Konferensi
Internasional Promosi Kesehatan Pertama di Ottawa (Kanada), tiga strategi pokok
yang harus dilaksanakan dalam promosi adalah (1) advokasi, (2) bina suasana (3)
pemberdayaan. Di Indonesia, strategi pokok tersebut kemudian diformulasikan
kembali dalam (1) gerakan pemberdayaan yang didukung oleh (2) bina suasana,
(3) advokasi, serta dilandasi oleh semangat (4) kemitraan (Kemenkes RI, 2012).
1. Gerakan Pemberdayaan
Pemberdayaan merupakan proses memosisikan masyarakat agar memiliki
peran yang besar (kedaulatan) dalam pengambilan keputusan dan penetapan
tindakan yang berkaitan dengan kesehatannya. Pemberdayaan adalah proses
pemberian informasi kepada individu, keluarga atau kelompok (sasaran)
secara terus-menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan
sasaran, serta proses membantu sasaran, agar sasaran tersebut berubah dari
tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau
(aspek attitude), dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang
diperkenalkan (aspek practice). Oleh sebab itu, sesuai dengan sasarannya
dapat dibedakan adanya (a) pemberdayaan individu, (b) pemberdayaan
keluarga, (c) pemberdayaan kelompok atau masyarakat.
2. Bina Suasana
15
Bina suasana adalah upaya menciptakan lingkungan sosial yang mendorong
individu anggota masyarakat mau melakukan perilaku yang diperkenalkan.
Terdapat tiga kategori proses bina suasana, yaitu:
a. Bina Suasana Individu
Bina suasana individu dilakukan oleh individu-individu tokoh masyarakat.
Dalam kategori ini tokoh-tokoh masyarakat menjadi individu-individu
panutan dalam hal perilaku yang sedang diperkenalkan, yaitu dengan
mempraktikkan perilaku yang sedang diperkenalkan tersebut.
b. Bina Suasana Kelompok
Bina suasana kelompok dilakukan oleh kelompok-kelompok dalam
masyarakat, seperti pengurus Rukun Tetangga (RT), pengurus Rukun
Warga (RW), majelis pengajian, perkumpulan seni, organisasi profesi,
organisasi siswa/mahasiswa, dan lain-lain. Bina suasana ini dapat
dilakukan bersama pemuka/tokoh masyarakat yang telah peduli. Dalam
kelompok-kelompok tersebut menjadi menjadi kelompok yang peduli
terhadap perilaku yang sedang diperkenalkan dan menyetujui atau
mendukungnya.
c. Bina Suasana Publik
Bina suasana publik dilakukan oleh masyarakat umum melalui
pengembangan kemitraan dan pemanfaatan media komunikasi, seperti
radio, televisi, koran, majalah, situs internet dan lain-lain. Dalam kategori
ini media massa tersebut peduli dan mendukung perilaku yang sedang
diperkenalkan. Dengan demikian, maka media massa tersebut lalu menjadi
mitra dalam rangka menyebarluaskan infomasi tentang perilaku yang
16
sedang diperkenalkan dan menciptakan pendapat umum atau opini publik
yang positif tentang perilaku tersebut.
3. Advokasi
Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk
mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait
(stakeholders). Pihak-pihak yang terkait ini berupa tokoh-tokoh masyarakat
(formal dan informal) yang umumnya berperan sebagai narasumber (opinion
leader), atau penentu kebijakan (norma) atau penyandang dana (termasuk
swasta dan dunia usaha). Juga berupa kelompok-kelompok dalam masyarakat
dan media massa yang dapat berperan dalam menciptakan suasana kondusif,
opini publik dan dorongan bagi terciptanya PHBS masyarakat. Advokasi
merupakan upaya untuk menyukseskan bina suasana dan pemberdayaan atau
proses pembinaan PHBS secara umum.
4. Kemitraan
Kemitraan harus digalang baik dalam rangka pemberdayaan maupun bina
suasana dan advokasi guna membangun kerjasama dan mendapatkan
dukungan. Dengan demikian kemitraan perlu digalang antar individu,
keluarga, pejabat atau instansi pemerintah yang terkait dengan urusan
kesehatan (lintas sektor), pemuka atau tokoh masyarakat, media massa dan
lain-lain. Kemitraan yang digalang harus berlandaskan pada tiga prinsip dasar,
yaitu (1) kesetaraan, (2) keterbukaan, dan (c) saling menguntungkan.
17
2.3 Konsep Diare
2.3.1 Pengertian
Diare adalah keluarnya tinja yang lunak atau cair sebanyak 3 kali atau
lebih per hari, atau yang lebih sering daripada orang yang sehat. Diare biasanya
merupakan gejala dari infeksi gastrointestinal, yang bisa disebabkan oleh beragam
bakteri, virus, maupun parasit (WHO, 2009). Menurut Staf Pengajar Ilmu
Kesehatan Anak FK UI (2007), diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak
normal atau bentuk tinja yang encer dan frekuensinya lebih banyak dari biasanya.
Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali.
Sedangkan untuk bayi berumur lebih dari satu bulan dan anak dikatakan diare bila
frekuensinya lebih dari 3 kali. Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar
lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, dengan konsisten feses
encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah
(Ngastiyah, 2005).
Diare merupakan mekanisme perlindungan tubuh untuk mengeluarkan
sesuatu yang merugikan atau racun dari dalam tubuh, namun banyaknya cairan
tubuh yang dikeluarkan bersama tinja akan mengakibatkan dehidrasi yang dapat
berakibat kematian. Oleh karena itu, diare tidak boleh dianggap sepele, keadaan
ini harus dihadapi dengan serius mengingat banyaknya cairan yang keluar dari
tubuh, sedangkan tubuh manusia pada umumnya 60% terdiri dari air, oleh karena
itu bila seseorang menderita diare berat maka dalam waktu singkat saja tubuh
penderita sudah kelihatan sangat kurus (Masri, 2004).
2.3.2 Patofisiologi
18
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih dari patofisiologi berikut ini:
(WHO 2009)
1. Gangguan Osmotik
Terjadi apabila ada zat makanan yang tidak diserap di usus halus. Hal tersebut
dapat menyebabkan tekanan osmotik di dalam usus meninggi. Sehingga
terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus.
2. Gangguan Sekretorik
Akibat rangsangan enterotoksin, terjadi perubahan status ion transport pada
sel-sel epitel usus halus menjadi aktif sekresi (Guandalini, 2009). Hal ini
menyebabkan peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi
rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus mengeluarkannya
sehingga timbul diare.
Berdasarkan patofisiologinya, penyebab diare dibagi menjadi (Noerasid,
2003):
1. Diare Sekresi
a. Infeksi, penyebab utama oleh virus yang terutama ialah Rotavirus, virus
Norwalk, Adenovirus.
b. Hiperperistaltis usus halus
c. Defisiensi imun, terutama SIgA (secretory Immunoglobulin A).
2. Diare Osmotik
a. Malabsorbsi makanan
b. Kekurangan kalori protein
c. Bayi dengan berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir
19
2.3.3 Jenis-Jenis Diare
Menurut Maryanti (2011), jenis-jenis diare yaitu :
1. Diare akut
Dimulai dengan keluarnya tinja yang cair tanpa terlihat adanya darah dan
berakhir dalam 14 hari dan biasanya kurang dari 7 hari.
2. Diare kronik
Dengan terlihat darah di dalam tinja, keluar tinja sedikit-sedikit dan sering,
anak yang lebih besar akan mengeluh sakit perut, sakit waktu BAB. Efek
yang lama anorexia, kehilangan berat badan yang cepat dan kerusakan
mukosa usus karena invasi bakteri.
3. Diare persisten
Diare yang berakhir 14 hari atau lebih. Episodenya dapat dimulai dengan
diare akut atau disentri, kehilangan BAB yang nyata sering terjadi dehidrasi.
2.3.4. Gejala Diare
Menurut Wijoyo (2013), gejala diare atau mencret ialah tinja yang encer
dengan frekuensi tiga kali atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai muntah,
badan lesu atau lemah, panas, tidak nafsu makan dan terdapat darah dan lendir
dalam kotoran. Rasa mual dan muntah-muntah dapat mendahului diare yang
disebabkan oleh infeksi virus. Secara tiba-tiba infeksi dapat menyebabkan diare,
muntah, tinja berdarah, demam, penurunan nafsu makan, atau kelesuan. Selain itu,
dapat menyebabkan sakit perut dan kejang perut serta gejala-gejala lain seperti
flu, misalnya agak demam, nyeri otot, atau kejang dan sakit kepala.
20
Gejala diare umumnya terjadi pada anak-anak ialah Bayi atau anak
menjadi cengeng dan gelisah, suhu badannya meninggi, tinja bayi encer,
berlendir, atau berdahak, warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan
empedu, anus dan sekitarnya lecet, gangguan gizi akibat intake asupan makanan
yang kurang, muntah, baik sebelum maupun sesudah diare, hipoglikemia
(menurunnya kadar gula dalam darah), dehidrasi yang ditandai dengan
berkurangnya berat badan, ubun-ubun besar cekung, tonus, dan turgor kulit
berkurang, dan selaput lendir, mulut, dan bibir kering, nafsu makan berkurang.
2.3.5 Konsistensi Feses
Menurut Wijoyo (2013), Konsistensi feses yang dikeluarkan selama Buang
Air Besar (BAB) memiliki berbagai variasi bentuk. Sebagai penentu adanya diare,
terdapat berbagai konsistensi feses sebagai berikut:
a. Tipe 1: gumpalan keras terpisah, seperti kacang (keras sekali saat keluar).
b. Tipe 2: bentuknya seperti sosis tetapi bergumpal-gumpal.
c. Tipe 3: bentuknya seperti sosis tetapi ada retakan dipermukaanya.
d. Tipe 4: bentuknya seperti sosis atau ular, lembut dan lunak.
e. Tipe 5: bergumpal lunak, tepinya tumpul (keluarnya lancar atau mudah)
f. Tipe 6: potongan-potongan lunak dengan tepi bergerigi, tinja seperti bubur.
g. Tipe 7: cair, tidak ada potongan-potongan padat, semuanya encer.
Berdasarkan uraian di atas terdapat berbagai kondisi feses sebagai berikut:
1. Kondisi normal, yaitu konsistensi feses tipe 3 dan 4.
2. Kondisi konstipasi, yaitu konsistensi feses tipe 1 dan
3. Kondisi diare, yaitu konsistensi feses tipe 5, 6, dan 7
2.3.6. Etiologi Diare
21
Menurut Banister (2006) dalam Wijoyo (2013), diare bukanlah penyakit
yang datang dengan sendirinya, melainkan terdapat pemicunya. Secara umum,
berikut ini beberapa penyebab diare.
1. Diare karena infeksi oleh bakteri, virus, atau parasit
a. Diare karena virus
Diare karena virus disebabkan oleh rotavirus dan adenovirus. Virus ini
melekat pada sel-sel mukosa usus, akibatnya sel mukosa usus menjadi
rusak sehingga kapasitas resorpsi menurun dan sekresi air maupun
elektrolit meningkat. Diare yang terjadi bertahan terus sampai beberapa
hari (3-6 hari), sesudah itu virus yang paling umum sebagai virus yang
paling umum sebagai virus patogen yang menyebabkan 70-75% viral
gastroenteritis, sedangkan rotavirus menyebabkan 12% viral
gastroenteritis. Anak dengan usia 3-24 bulan paling banyak mengalami
kasus infeksi rotavirus. Gejala yang biasa timbul akibat infeksi rotavirus,
yaitu muntah, demam, mual dan diare cair akut. Kondisi ini dalam waktu
5-8 hari. Diare karena virus norovirus biasanya disertai dengan gejala
muntah tiba-tiba, mual, sakit kepala, badan pegal-pegal (myalgia), demam,
dan diare cair.
b. Diare karena bakteri invasif
Memiliki tingkat kejadian yang cukup sering, tetapi akan berkurang
dengan sendirinya seiring dengan peningkatan sanitasi lingkungan di
masyarakat. Mekanisme terjadinya, yaitu bakteri pada keadaan tertentu
menjadi invasif dan menyerbu ke dalam mukosa, terjadinya perbanyakan
diri sambil membentuk toksin. Enterotoksin ini dapat diresorpsi ke dalam
22
darah dan menimbulkan gejala hebat, seperti demam tinggi, nyeri kepala,
dan kejang-kejang. Selain itu, mukosa usus yang telah dirusak
mengakibatkan mencret berdarah dan berlendir. Penyebab utama
pembentukan enterotoksin ialah bakteri escherichia coli, shigella,
salmonella, dan campylobacter. Diare ini dalam waktu kurang lebih lima
hari tanpa pengobatan, setelah sel-sel yang rusak diganti dengan sel-sel
mukosa yang baru.
c. Diare karena parasit
Diare karena parasit disebabkan oleh protozoa seperti entamoeba
histolytica dan giardia lamblia, yang terutama terjadi di daerah subtropis.
Diare karena infeksi parasit ini biasanya bercirikan mencret cairan yang
berkala dan bertahan lama lebih dari satu minggu. Gejala lainnya dapat
berupa nyeri perut, rasa letih umum (malaise), demam, anoreksia, nausea,
dan muntah-muntah.
2. Diare karena makanan
Adanya intoleransi terhadap makanan dapat memicu diare. Alergi terhadap
laktosa, banyak terjadi pada bayi dan balita karena tubuhnya tidak
mempunyai atau hanya sedikit memiliki enzim laktose yang berfungsi
mencerna laktosa yang terkandung dalam susu sapi. Makanan yang
mengandung lemak tinggi, dan makanan terlalu pedas atau mengandung
terlalu banyak serat dan kasar.
Menurut Ngastiyah (2005), penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor :
1. Faktor infeksi
23
a. Infeksi interal ialah infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan
penyebab diare pada anak, meliputi infeksi interal sebagai berikut :
1) Infeksi bakteri : vibrio, E coli, salmonella, higella campylobacter,
yersinia, neromonas dan sebagainya.
2) Infeksi virus : enterovirus (virus ECHO, coxsaikie poliomyelitis),
adenovirus, rotavirus, astrovirus, dan lain-lain
3) Infeksi parasit : cacing (ascaris, trishuris, oxyuris, strongyloides),
protozoa (entamoeba histolytica, giardia lambria, triehomonas
hominis) jamur (candida albicans).
4) Infeksi parenteral ialah infeksi di luar penceraan makan seperti Otitis
Media Akut (OMA), tonsilitis/ tonsilofuringitis, bronkopneomonia,
ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi
dan akan berumur dibawah 2 tahun.
2. Faktor malabsorbsi
a. Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intolerasi lanctosa, maltosa dan
sukrosa), monoskarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada
bayi dan anak yang terpenting dan tersering intoleransi laktosa).
b. Malabsorbsi lemak
c. Malabsorbsi protein.
3. Faktor makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
4. Faktor psikologis
Rasa takut dan cemas jarang tetapi dapat terjadi pada anak-anak yang lebih
besar.
24
2.3.7 Faktor Risiko Terjadinya Diare
1. Umur
Kebanyakan episode diare terjadi pada dua tahun pertama kehidupan. Insiden
paling tinggi pada pada golongan umur 6 sampai 11 bulan pada masa diberikan
makanan pendamping. Hal ini karena belum terbentuknya kekebalan alami dari
anak pada umur di bawah 24 bulan.
2. Jenis Kelamin
Risiko kesakitan diare pada golongan perempuan lebih rendah daripada laki-
laki karena aktifitas anak laki-laki dengan lingkungan lebih tinggi.
3. Musim
Variasi pola musim di daerah tropis memperlihatkan bahwa diare terjadi
sepanjang tahun, frekuensinya meningkat pada peralihan musim kemarau ke
musim penghujan.
4. Status Gizi
Status gizi berpengaruh sekali pada diare, pada anak yang kurang gizi karena
pemberian makanan yang kurang, episode diare akut lebih berat, berakhir lebih
lama dan lebih sering. Kemungkinan terjadinya diare presisten juga lebih
sering dan disentri lebih berat. Risiko meninggal akibat diare persisten atau
disentri sangat meningkat bila anak mengalami kurang gizi.
5. Lingkungan
Di daerah kumuh yang padat penduduk, kurang air bersih dengan sanitasi yang
jelek penyakit mudah menular. Pada beberapa tempat shigellosis yaitu salah
satu penyebab diare merupakan penyakit endemik, infeksi berlangsung
25
sepanjang tahun, terutama pada bayi dan anak-anak yang berumur atara 6 bulan
sampai 3 tahun.
6. Status Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi yang rendah akan mempengaruhi status gizi anggota
keluarga. Hal ini nampak dari ketidakmampuan ekonomi keluarga untuk
memenuhi kebutuhan keluarga khususnya pada anak balita sehingga mereka
cenderung memiliki status gizi kurang bahkan status gizi buruk yang
memudahkan balita tersebut terkena diare.
7. Perilaku
Beberapa perilaku menyebabkan penyebaran kuman enterik dan dapat
meningkatkan risiko terjadinya diare, antara lain tidak memberikan ASI secara
penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan, menggunakan botol susu,
menyimpan makanan masak pada suhu kamar, menggunakan air minum
tercemar, tidak mencuci tangan dengan sabun sesudah buang air besar atau
sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan atau menyuapi anak, dan
tidak membuang tinja dengan benar.
2.3.8 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam menegakkan diagnosis
yang tepat sehingga kita dapat memberikan obat yang tepat pula. Pemeriksaan
yang perlu dikerjakan antara lain:
1. Pemeriksaan tinja, meliputi pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis,
biakan kuman untuk mencari kuman penyebab, dan tes resistensi terhadap
antibiotik.
26
2. Pemeriksaan darah, meliputi pemeriksaan darah lengkap, pH darah dan
elektrolit, dan kadar ureum untuk mengetahui faal ginjal.
2.3.9 Komplikasi
Menurut Noerasid (2003), beberapa komplikasi diare yang dapat terjadi,
antara lain:
1. Dehidrasi
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air lebih banyak daripada pemasukan air.
Derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan gejala klinis dan kehilangan berat
badan. Derajat dehidrasi menurut kehilangan berat badan, diklasifikasikan
menjadi empat, dapat dilihat dari tabel berikut :
Tabel 2.1 Derajat Dehidrasi Berdasarkan Kehilangan Berat Badan
Derajat dehidrasi Penurunan berat badan (%)
Tidak dehidrasi < 2 ½
Dehidrasi ringan 2 ½ - 5
Dehidrasi sedang 5-10
Dehidrasi berat 10
Sumber: Noerasid, 2003
Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dehidrasi dapat dikategorikan
menjadi 3 antara lain tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan sedang, dehidrasi berat.
Pada diare tanpa dehidrasi, anak tampak sadar, kelopak mata tidak cekung,
bibir dan lidah basah, turgor kulit kembali dengan cepat, dalam hal inii dapat
diberikan larutan oralit sebanyak 5 sampai 10 ml per kgBB. Pada dehidrasi
ringan sedang ditemukan tanda mata cekung, anak gelisah atau rewel, haus,
cubitan kulit perut kembali dengan lambat. Pada keadaan ini anak harus
mendapatkan larutan oralit sebanyak 75 ml per kgBB yang diberikan selama 3
jam dengan memantau kemajuan dehidrasi. Pada dehidrasi berat anak terlihat
27
tidak sadar, mata cekung, tidak bisa minum atau malas minum, cubitan kulit
perut kembalinya sangat lambat. Pada keadaan inii anak harus dirawat di
rumah sakit dan mendapatkan cairan 100cc/kgBB selama 6 jam pada bayi
berumur di bawah 12 bulan dan 3 jam pada bayi berumur di atas 12 bulan.
(Suraatmaja, 2007).
2. Gangguan Keseimbangan Asam-Basa
Gangguan keseimbangan asam basa yang biasa terjadi adalah metabolik
asidosis. Metabolik asidosis ini terjadi karena kehilangan Na-bikarbonat
bersama tinja, terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan,
produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat
dikeluarkan oleh ginjal, pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler ke dalam
cairan intraseluler.
3. Hipoglikemia
Pada anak-anak dengan gizi cukup/baik, hipoglikemia ini jarang terjadi, lebih
sering terjadi pada anak yang sebelumnya sudah menderita kekurangan kalori
protein (KKP). Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah
menurun sampai 40 mg% pada bayi dan 50 mg% pada anak-anak. Gejala
hipoglikemia tersebut dapat berupa lemas, apatis, tremor, berkeringat, pucat,
syok, kejang, sampai koma.
4. Gangguan Gizi
Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi dengan akibat
terjadinya penurunan berat badan dalam waktu yang singkat. Hal ini
disebabkan karena makanan sering dihentikan oleh orang tua. Walaupun susu
28
diteruskan, sering diberikan pengenceran. Makanan yang diberikan sering tidak
dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik karena adanya hiperperistaltik.
5. Gangguan Sirkulasi
Gangguan sirkulasi darah berupa renjatan atau shock hipovolemik. Akibatnya
perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat
mengakibatkan perdarahan dalam otak, kesadaran menurun dan bila tidak
segera ditolong penderita dapat meninggal.
2.3.10 Penatalaksanaan
Menurut Depkes RI (2007), prinsip penatalaksanaan diare akut antara lain
dengan rehidrasi, nutrisi dan medikamentosa.
1. Rehidrasi
Diare cair membutuhkan penggantian cairan dan elektrolit tanpa melihat
etiologinya. Jumlah cairan yang diberi harus sama dengan jumlah cairan yang
telah hilang melalui keringat, urin, pernapasan dan ditambah dengan
banyaknya cairan yang hilang melalui diare dan muntah yang masih terus
berlangsung. Jumlah ini tergantung pada derajat dehidrasi serta berat badan
masing-masing anak atau golongan umur.
Berdasarkan derajat dehidrasi maka terapi pada penderita diare dibagi
menjadi tiga, yakni rencana pengobatan A, B dan C.
a. Rencana Pengobatan A
Digunakan untuk mengatasi diare tanpa dehidrasi, meneruskan terapi
diare di rumah, memberikan terapi awal bila anak terkena diare lagi.
Cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti oralit, makanan cair (sup,
29
air tajin), air matang. Gunakan larutan oralit untuk anak seperti
dijelaskan dalam tabel berikut :
Tabel 2.2 Kebutuhan Oralit per Kelompok Umur
Umur
Jumlah oralit yang
diberikan tiap
BAB
Jumlah oralit yang disediakan di
rumah
< 12 bulan 50-100 ml 400 ml/hari ( 2 bungkus)
1-4 tahun 100-200 ml 600-800 ml/hr (3-4 bungkus)
> 5 tahun 200-300 ml 800-1000 ml/hr (4-5 bungkus)
Sumber: Depkes RI, 2007
b. Rencana Pengobatan B
Digunakan untuk mengatasi diare dengan derajat dehidrasi ringan dan
sedang, dengan cara memberikan oralit 75 ml/KgBB dalam 3 jam pertama.
Berikan oralit paling sedikit sesuai tabel berikut:
Tabel 2.3 Jumlah Oralit yang Diberikan pada 3 Jam Pertama
Umur Sampai 4
bulan
4-12 bulan 12-24
bulan
2-5 tahun
Berat badan < 6 kg 6 - <10 kg 10- <12 kg 12 - 19 kg
Jumlah oralit 200-400 ml 400-700 ml 700-900 ml 900-1400 ml
Sumber: Depkes RI, 2007
c. Rencana Pengobatan C
Digunakan untuk mengatasi diare dengan derajat dehidrasi berat. Pertama-
tama berikan cairan intravena, nilai setelah 3 jam. Jika keadaan anak sudah
cukup baik maka berikan oralit. Setelah 1-3 jam berikutnya nilai ulang
anak dan pilihlah rencana pengobatan yang sesuai (Depkes RI, 2007).
2. Nutrisi
Makanan harus diteruskan bahkan ditingkatkan selama diare untuk
menghindarkan efek buruk pada status gizi. Agar pemberian diet pada anak
30
dengan diare akut dapat memenuhi tujuannya, serta memperhatikan faktor
yang mempengaruhi keadaan gizi anak, maka diperlukan persyaratan diet
sebagai berikut yakni, pasien segera diberikan makanan oral setelah rehidrasi
yakni 24 jam pertama, makanan cukup energi dan protein, makanan tidak
merangsang, makanan diberikan bertahap mulai dengan yang mudah dicerna,
makanan diberikan dalam porsi kecil dengan frekuensi sering. Pemberian ASI
diutamakan pada bayi, pemberian cairan dan elektolit sesuai kebutuhan,
pemberian vitamin dan mineral dalam jumlah yang cukup. Khusus untuk
penderita diare karena malabsorbsi diberikan makanan sesuai dengan
penyebabnya, antara lain: Malabsorbsi lemak berikan trigliserida rantai
menengah, Intoleransi laktosa berikan makanan rendah atau bebas laktosa,
malabsorbsi berikan makanan rendah laktosa, parenteral nutrisi dapat dimulai
apabila ternyata dalam 5-7 hari masukan nutrisi tidak optimal
3. Medikamentosa
Antibiotik dan antiparasit tidak boleh digunakan secara rutin, karena pada
umumnya diare merupakan self-limiting disease, kecuali bila penyebabnya
telah diketahui. Obat-obat anti diare meliputi antimotilitas seperti loperamid,
difenoksilat, kodein, opium, dapat menyebabkan terkumpulnya cairan di
lumen usus dan akan menyebabkan bacterial overgrowth, gangguan absorpsi
dan digesti. Adsorben seperti Norit, kaolin, attapulgit telah terbukti tidak ada
manfaatnya. Anti muntah termasuk prometazin dan klorpromazin terbukti
selain mencegah muntah, juga dapat mengurangi sekresi dan kehilangan
cairan bersama tinja .
2.3.11 Pencegahan Terjadinya Diare
31
Kegiatan pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif menurut
Subdirektorat Pengendalian Diare dan Infeksi Saluran Pencernaan dalam
Kementerian Kesehatan RI (2011) yang dapat dilakukan adalah:
1. Perilaku Sehat
Perilaku sehat terdiri dari pemberian ASI, makanan pendamping ASI,
menggunakan air bersih yang cukup, mencuci tangan, menggunakan jamban,
membuang tinja bayi dengan benar, pemberian imunisasi campak.
a. Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan
tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap
secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga
pertumbuhan sampai umur 6 bulan, tidak ada makanan lain yang
dibutuhkan selama masa ini. ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber
susu lain seperti susu formula atau cairan lain yang disiapkan dengan air
atau bahan-bahan dapat terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian
ASI saja, tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol,
menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan
menyebabkan diare. Keadaan seperti ini disebut memberikan ASI
Eksklusif.
b. Makanan Pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap
mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Perilaku pemberian
makanan pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan,
apa, dan bagaimana makanan pendamping ASI diberikan.
32
c. Menggunakan Air Bersih Yang Cukup
Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui Fecal-Oral.
Kuman tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui
makanan, minuman atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-
jari tangan, makanan yang wadah atau tempat makan dan minum yang
dicuci dengan air tercemar.
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih
mempunyai risiko menderita diare lebih kecil dibanding dengan
masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih. Masyarakat dapat
mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu dengan menggunakan air
yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari
sumbernya sampai penyimpanan di rumah. Yang harus diperhatikan oleh
keluarga :
1) Ambil air dari sumber air yang bersih.
2) Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung
khusus untuk mengambil air
3) Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi anak-
anak.
4) Minum air yang sudah matang (dimasak sampai mendidih).
5) Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air yang
bersih dan cukup.
d. Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting
dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan
33
dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja
anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak dan
sebelum makan mempunyai dampak dalam kejadian diare, yaitu
menurunkan angka kejadian diare sebesar 47%.
e. Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan
jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko terhadap
penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat
jamban dan keluarga harus buang air besar di jamban. Yang harus
diperhatikan oleh keluarga :
1) Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat
dipakai oleh seluruh anggota keluarga.
2) Bersihkan jamban secara teratur.
3) Gunakan alas kaki bila akan buang air besar
f. Membuang Tinja Bayi Yang Benar
Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini
tidak benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-
anak dan orang tuanya. Tinja bayi harus dibuang secara benar. Yang harus
diperhatikan oleh keluarga:
1) Kumpulkan segera tinja bayi dan buang di jamban.
2) Bantu anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah di jangkau
olehnya.
3) Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja seperti di
dalam lubang atau di kebun kemudian ditimbun.
34
4) Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan dengan
sabun.
g. Pemberian Imunisasi Campak
Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk mencegah
agar bayi tidak terkena penyakit campak. Anak yang sakit campak sering
disertai diare, sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah
diare. Oleh karena itu berilah imunisasi campak segera setelah bayi
berumur 9 bulan.
2. Penyehatan Lingkungan
a. Penyediaan Air Bersih
Mengingat bahwa ada beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui air
antara lain adalah diare, kolera, disentri, hepatitis, penyakit kulit, penyakit
mata, dan berbagai penyakit lainnya, maka penyediaan air bersih baik
secara kuantitas dan kualitas mutlak diperlukan dalam memenuhi
kebutuhan air sehari-hari termasuk untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan. Untuk mencegah terjadinya penyakit tersebut, penyediaan air
bersih yang cukup disetiap rumah tangga harus tersedia. Disamping itu
perilaku hidup bersih harus tetap dilaksanakan.
b. Pengelolaan Sampah
Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang biaknya
vektor penyakit seperti lalat, nyamuk, tikus, kecoa dsb. Selain itu sampah
dapat mencemari tanah dan menimbulkan gangguan kenyamanan dan
estetika seperti bau yang tidak sedap dan pemandangan yang tidak enak
dilihat. Oleh karena itu pengelolaan sampah sangat penting, untuk
35
mencegah penularan penyakit tersebut. Tempat sampah harus disediakan,
sampah harus dikumpulkan setiap hari dan dibuang ke tempat
penampungan sementara. Bila tidak terjangkau oleh pelayanan
pembuangan sampah ke tempat pembuangan akhir dapat dilakukan
pemusnahan sampah dengan cara ditimbun atau dibakar.
c. Sarana Pembuangan Air Limbah
Air limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga harus dikelola
sedemikian rupa agar tidak menjadi sumber penularan penyakit. Sarana
pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat akan menimbulkan
bau, mengganggu estetika dan dapat menjadi tempat perindukan nyamuk
dan bersarangnya tikus, kondisi ini dapat berpotensi menularkan penyakit
seperti leptospirosis, filariasis untuk daerah yang endemis filaria. Bila ada
saluran pembuangan air limbah di halaman, secara rutin harus dibersihkan,
agar air limbah dapat mengalir, sehingga tidak menimbulkan bau yang
tidak sedap dan tidak menjadi tempat perindukan nyamuk.
2.4 Peran Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Kejadian Diare pada Bayi 0-3
tahun
Peran Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dalam mencegah diare
pada bayi 0-3 tahun dapat dilakukan pada PHBS di tatanan rumah tangga. Adapun
indikator PHBS rumah tangga yang berkaitan dengan kejadian diare meliputi:
1. Pemberian ASI Eksklusif
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia
dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara
optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai
36
umur 6 bulan, tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini. ASI
bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu formula atau
cairan lain yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan dapat terkontaminasi
dalam botol yang kotor. Pemberian ASI eksklusif, tanpa cairan atau makanan
lain dan tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri
dan organisme lain yang akan menyebabkan diare. ASI mempunyai khasiat
preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat lain yang
dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare. Pada bayi
yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali
lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu
botol (Kemenkes RI, 2011).
1. Penggunakan air bersih
Penggunaan air bersih merupakan salah satu mengurangi risiko diare,
masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air bersih mempunyai risiko
menderita diare lebih kecil daripada masyarakat yang tidak mendapatkan air
bersih. Mengurangi risiko terhadap serangan diare, yaitu menggunakan air
bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya
sampai penyimpanan di rumah. Kebiasaan yang berhubungan dengan
kebersihan perorangan yang penting dalam penularan kuman diare ialah
mencuci tangan dengan menggunakan sabun (Wijoyo, 2013).
2. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
Mencuci tangan menggunakan air mengalir dan bersih akan membuang
kuman-kuman yang ada pada tangan kotor, sedangkan menggunakan sabun
untuk memudahkan membersihkan kotoran di tangan juga membunuh kuman-
37
kuman yang ada di tangan. Mencuci tangan menggunakan sabun masih jarang
dilakukan oleh anak usia sekolah, karena mereka harus memperpanjang proses
cuci tangan mereka dan itu membuat mereka enggan menggunakan sabun.
Mencuci tangan menghindarkan anak dari berbagai penyakit seperti penularan
penyakit diare, thyfoid, cacingan, penyakit kulit, ISPA dan flu burung (Depkes
RI, 2009).
3. Menggunakan jamban sehat
Penggunaan jamban sehat mempunyai dampak yang besar dalam penurunan
risiko terhadap penyakit diare, jamban dibersihkan secara teratur, jamban
sehat bila dilengkapi dengan proses pembuangan tinja yang sesuai dengan
pemeliharaan kesehatan lingkungan. Jangan biarkan anak-anak pergi
ketempat buang air sendiri, hindari buang air bersih tanpa alas kaki (Wijoyo,
2013).
38
2.5 Penelitian Terkait
1. Meilya farika indah, fahruazi, Nurul Husna
Kejadian diare pada balita di tinjau dari perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS) Tatanan Rumah Tangga Di Kabupaten Hulu Sungai Utara
Kalimantan Selatan
2. Taufan Awin maulana
Hubungan anatar perilaku Hidup Bersih dan sehat pada Tatanan Rumah
Tangga Dengan Kejadian Diare Pada Anak Umur 6-12 Tahun di wilayah
kerja Puskesmas Kersana Kabupaten Brebes Tahun 2008
39
2.5.1 Tabel Keaslian Penelitian berupa Leratur Review Yang Artikel ini Di
Dapatkan Dari Jurnal Ilmiah.
No Judul Artikel, Penulis ,
Tahun
Metode
( Desain, Sample , Variable,
instrumen, Analaisis)
Hasil Penelitian
1 Judul : Kejadian diare pada
balita di tinjau dari perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS)
di kabupaten \hulu sungai utara
kaliamantan selatan .
Penulis : Meilya Farika indah,
Fahruazi, Nurul Husna
Tahun 2017
Desain : Penelitian ini
menggunakan survey analitik
dengan pendekatan cross
sectional study. Sample adalah
sebagian dari populasi yang
berjumlah 74 Keluarga dengan
menggunakan rumus besar
sample dan teknik pengambilan
dengan sample random
sampling. Data yang
dikumpulkan yaitu variable
bebas ( PHBS) dan variable
terikat ( kejadian diare) .uji
analisis dengan menggunakan
uji spearman’s rho.instrumen
data sekunder dari profil
puskesmas dan dinas kesehatan
kabupaten HSU.
Berdasarkan hasil penelitian
Tentang PHBS menunjukkan
kepala keluarga sebagian besar
tidak sehat banyak 55,4% dan
sehat sebanyak 44,6 %.
Balita yang mengalami diare
sebanyak 58,1%.
40
No Judul Artikel, Penulis ,
Tahun
Metode
( Desain, Sample , Variable,
instrumen, Analaisis)
Hasil Penelitian
2 Judul : Hubungan PHBS dan
sehat di tatanan rumah tangga
dengan kejadian diare
kabupaten brebes tahun 2008 .
Penulis : Taufan Azwin
Muliawan
Tahun 2008
Desain : dengan metode survey
dan pendekatan cross sectional,
sample penelitian 35 anak yang
diperoleh dengan menggunakan
teknik purposive sampling .
variable itu bermakna yaitu
perilaku mencuci tangan,
perilaku membuang sampah,
menggunakan jamban sehat .
instrumen penelitian kousioner
dan catatan rekam medik analisis
Menggunakan uji Chi-Square
Berdasarkan hasil penelitian
Semua variable penelitian ini
bermakna , yaitu perilaku
mencuci tangan ( P = 0,003;
CC = 0,455), perilaku
membuang sampah (p=0,001;
CC =0.449), perilaku
menggunakan memanfaatkan
air bersih (p= 0,0001; CC =
0,515)
Top Related