Download - BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Kulit 2.1

Transcript
Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Kulit 2.1

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit Kulit

2.1.1 Pengertian Penyakit Kulit

Penyakit kulit adalah kelainan kulit yang diakibat adanya jamur,

kuman, parasit, virus maupun infeksi yang dapat menyerang siapa saja.

Penyakit kulit dapat menyerang seluruh atau sebagian tubuh tertentu dan

dapat membahayakan kondisi kesehatan penderita jika tidak ditangani

dengan serius. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan gangguan pada

kulit yang sering ditemui misalnya faktor lingkungan, iklim, tempat

tinggal, kebiasaan hidup yang kurang sehat, alergi dan lain-lain (Putri,

Furqon, & Perdana, 2018).

2.1.2 Jenis-Jenis Penyakit Kulit

1. Dermatitis

Dermatitis adalah peradangan kulit pada epidermis dan dermis yang

disebabkan oleh faktor eksogen maupun endogen dengan ditandai gejala

objektif lesi bersifat polimorf dan gejala subjektif gatal (Maryunani,

2010). Gejala utama yang dirasakan pada penderita penyakit dermatitis

adalah gatal, alergi, kulit melepuh, kulit meradang, perih, keluar nanah,

muncul kemerahan pada wajah, lutut, tangan dan kaki, tetapi tidak

menutup kemungkinan kemerahan muncul di daerah lain, daerah yang

terkena sangat kering dan panas pada area tersebut.

2. Abses

Abses merupakan sebuah penimbunan nanah yang terakumulasi di

sebuah kabitas jaringan karena akibat infeksi bakteri atau karena adanya

benda asing seperti serpihan, luka peluru, atau jaruh suntik. Gejala yang

dirasakan biasanya gatal pada bagian kulit tertentu, timbul benjolan kecil

dengan warna kemerahan, keluar nanah, nyeri tekan, nyeri kepala, kulit

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Kulit 2.1

7

meradang, bengkak dan demam. Penyebab penyakit abses antara lain

infeksi bakteri melalui cara bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang

berasal dari tusukan jarum yang tidak steril.

3. Scabies

Scabies merupakan penyakit infeksi kulit yang menular dengan adanya

rasa gatal pada lesi ketika malam hari yang disebabkan oleh tungau

sarcoptes scabiei var hominis (Prativi, M. Yunita, & Linda, 2013). Gejala

yang sering dirasakan adalah gatal terutama malam hari, bentol/bintik

merah seperti jerawat kulit meradang, panas pada area tersebut, perih, dan

keluar nanah. Faktor berkembangnya penyakit scabies antara lain penyakit

tersebut banyak diderita oleh masyarakat dengan hygiene buruk, sosial

ekonomi yang rendah, hubungan seksual dengan gonta-ganti pasangan,

kesalahan dalam mendiagnosis dan perkembangan demografi serta

ekologi.

4. Herpes

Herpes merupakan penyakit radang kulit yang disebabkan oleh virus

dengan ditandai munculnya bintik yang berisi cairan pada bagian kulit

tertentu. World Health Organization (WHO) melaporkan prevalensi

herpes di Negara berkembang seperti Indonesia lebih tinggi dibandingkan

dengan di negara maju. Gejala yang dirasakan pada penderita herpes

biasanya gatal, demam, nyeri kepala, nyeri tekan, kulit meradang, kulit

melepuh, perih dan muncul gelembung air.

5. Urtikaria

Urtikaria merupakan penyakit yang ditandai dengan adanya edema

kulit superfisial setempat dengan ukuran yang bervariasi dikelilingi oleh

halo eritem disertai rasa gatal atau panas dan terkadang perut terasa mulas

serta demam. Pada bagian tengan bintul tampak kepucatan yang biasanya

kelainan ini bersifat sementara, gatal, dan dapat terjadi dimanapun di

seluruh permukaan kulit. Ruam urtikaria cepat timbul dan hilang perlahan-

lahan sekitar dalam waktu 1-24 jam (Fitria, 2013). Gejala yang dirasakan

pada penderita urtikaria biasanya gatal, demam, muncul ruam merah,

alergi, bengkak, dan panas pada area tersebut.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Kulit 2.1

8

6. Pioderma

Pioderma merupakan penyakit infeksi bakterial kulit. Penyebab utama

pioderma adalah bakteri staphylococcus aureus maupun streptococcus sp.

Pioderma merupakan infeksi bakteri pada kulit yang sering dijumpai.

Penyakit ini dapat menyerang laiki-laki maupun perempuan pada semua

kalangan usia. Gejala pada penyakit pioderma biasanya gatal, terdapat

benjolan merah pada kulit, membesar dan kemudian menjadi nanah, kulit

meradang, serta demam. Terjadinya pioderma di pengaruhi oleh gizi,

kondisi imunologis, integritas kulit, serta faktor lingkungan seperti panas,

lembab, kurangnya sanitasi dan hygiene.

7. Ektrim (Ekzema)

Ektrim (ekzema) merupakan penyakit kulit manusia yang ditandai

dengan kulit kemerah-merahan, bersisik, pecah-pecah, terasa gatal

terutama pada malam hari, timbul gelembung-gelembung kecil yang

mengandung air atau nanah, bengkak, melepuh, tampak merah, sangat

gatal dan terasa panas.

8. Kudis

Kudis adalah penyakit kulit manusia yang menular, memiliki gejala

gatal, dan rasa gatal tersebut akan lebih parah pada malam hari. Sering

muncul di tempat-tempat lembab di tubuh seperti misalnya, tangan, ketiak,

pantat, dan terkadang di celah jari tangan atau kaki.

9. Kurap

Penyakit kurap merupakan penyakit kulit manusia yang menular yang

disebabkan oleh jamur. Gejala kurap mulai dapat dikenali ketika terdapat

baitan kecil yang kasar pada kulit dan dikelilingi lingkaran merah mda.

Bisul (Furunkel), merupakan penyakit kulit manusia berupa benjolan,

tampak memerah, yang akan membesar, berisi nanah dan terasa panas,

dapat tumbuh di semua bagian tubuh, namun biasanya tumbuh pada

bagian tubuh yang lembab, seperti : leher, lipatan lengan, atau lipatan

paha, kulit kepala.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Kulit 2.1

9

10. Panu

Panu merupakan penyakit kulit manusia yang disebabkan jamur.

Penyakit panu ditandai dengan bercak yang terdapat pada kulit disertai

rasa gatal pada saat berkeringat. Bercak-bercak ini bisa berwarna putih,

coklat atau merah tergantung warna kulit si penderita.

2.1.3 Gejala Penyakit Kulit

Menurut hasil penelitian (Maharani, 2015), untuk mendiagnosis

penyakit kulit dan untuk melakukan penanganan terapeutik, makan harus

dapat dikenali perubahan pada kulit yang dapat diamati secara klinis yaitu

efloresen. Efloresensi kulit dapat berubah pada waktu berlangsungnya

penyakit. Untuk mempermudah diagnosis, ruam kulit dibagi menjadi

beberapa kelompok yaitu efloresen primer dan sekunder. Efloresen primer

terdapat pada kulit normal, sedangkan efloresen sekunder berkembang

pada kulit yang berubah.

1. Eflorsen primer

a. Bercak (macula), adalah perubahan warna kulit

b. Urtica, adalah bentol-bentol pada kulit yang berwarna merah muda

sampah putih dan disebabkan oleh udem.

c. Papula, bentuknya sebesar kepala jarum pentul sampai sebesar kecang

hujau terjadi karena penebalan epidermis secara lokal.

d. Tuber (nodus), mirip dengan papula, akan tetapi tuber jauh lebih besar.

e. Vesikel, memiliki ukuran sebesar kepala jarum pentul sampai sebesar

biji kapri merupakan rongga beruang satu atau banyak yang berisi

cairan.

f. Bulla, mirip dengan vesikel tetapi agak besar dan biasanya beruang

satu.

g. Pustule, merupakan vesikel yang berisi nanah, biasanya terdapat pada

kulit yang berubah karena radang.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Kulit 2.1

10

h. Urtika, penonjolan di atas kulit akibat edema setempat dan dapat

hilang perlahan-lahan, misalnya pada dermatitis medikamentosa dan

gigitan serangga.

i. Tumor, penonjolan di atas permukaan kulit berdasrakan pertumbuhan

sel.

j. Kista, penonjolan di atas permukaan kulit berupa kantong yang berisi

cairan serosa.

k. Plak, peninggian di atas permukaan kulit, permukaannya rata atau

berisi zat padat.

l. Abses, kumpulan nanah dalam jaringan.

2. Eflorsen sekunder

a. Ketombe (squama)

b. Crusta, terbentuk akibat mengeringnya eksudar, nanah, darah.

c. Erosion, kerusakan kulit permukaan yang ada dalam epidermis.

d. Ulcus, disebabkan oleh hilangnya komponen kulit pada bagian yang

lebih dalam, epidermis, dan kelengkapannya juga rusak.

e. Likenifikasi, penebalan kulit sehingga garis lipatan tampak lebih jelas.

f. Ekskoriasi, kerusakan kulit sampai ujung stratum papilaris sehingga

kulit tampak merah disertai bintik-bintik pendarahan. Ditemukan pada

dermatitis kontak dan ektima.

g. Keloid, hipertropi yang pertumbuhannya melampaui batas.

h. Rhagade, kerusakan kulit dalam bentuk celah misalnya ada telapak

tangan, ujung bibir, atau diantara jari kaki.

i. Hiperpigmentasi, penimbunan pigmen berlebihan sehingga kulit

tampak lebih hitam dari sekitarnya.

j. Hipopigmentasi, kelainan yang menyebabkan kulit menjadi lebih putih

dari sekitarnya.

k. Atrofi, terjadinya pengecilan semua lapisan kulit, rambut tidak ada

kulit berkerut dan mudah diangkat dari lapisan dibawahnya.

l. Abses, kantong berisi nanah di dalam jaringan.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Kulit 2.1

11

2.1.4 Penatalaksaan Pengobatan Topikal Pada Penyakit Kulit

Pengobatan topikal adalah pemberian obat secara lokal pada kulit atau

pada membran pada area mata, hidung, lubang telinga, dan sebagainya.

Kegunaan dan khasiat pengobatan dari pengaruh fisik dan kimiawi obat-

obatan yang diaplikasikan di atas kulit yang sakit. Pengaruh fisik

diantaranya mengeringkan, membasahi, melembutkan, medinginkan,

melindungi dari pengaruh buruk dari luar, serta menghilangkan rasa gatal

dan panas (Hatami, 2013).

Terapi topikal juga dapat menghindari risiko dari ketidaknyaman

seperti pada terapi yang diberikan secara intravena, serta berbagai hal yang

mempengaruhi penyerapan obat pada terapi peroral, misalnya perubahan

pH, aktivitas enzim, dan pengosongan lambung. Meskipun demikian,

pengobatan topikal juga memiliki kelemahan, diantaranya dapat

menimbulkan iritasi dan alergi (dermatitis kontak), permeabilitas beberapa

obat melalui kulit yag relatif rendah sehingga tidak semua obat dapat

diberikan secara topikal, dan terjadinya denaturasi obat enzim pada kulit

(Asmara, 2012).

Efektivitas terapeutik obat topikal bergantung dari potensi bahan aktif

yang dibawa oleh bahan dasar (vehikulum) yang mampu berpenetrasi

menembus lapisan kulit.vehikulum diantaranya cairan, bedak dan salep.

Cairan merupakan solusi antara dua subtansi atau lebih menjadi satu

larutan homogen yang bening. Cairan selain sebagai obat oles dapat

dipakai sebagai kompres atau perendam. Bedak bersifat menyerap cairan,

mendinginkan dan mengurang gesekan. Sedangkan salap adalah sediaan

semisolid yang mudah menyebar, bersifat protektif, hifrasi dan lubrikasi.

Salep dengan dasar hidrokarbon tidak mampu menyerap air, bersifat

lengkep, berpentrasi sangat baik, dapat mengatasi dermatosis tebal

(Sjamsoe, 2005).

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Kulit 2.1

12

2.1.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Penyakit Kulit

Hendrik L. Blum (1974) dalam (Notoatmodjo, 2007) menyatakan secara

ringkas mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi derajat

kesehatan masyarakat yaitu:

1. Lingkungan

Lingkungan terdiri atas tiga komponen yaitu lingkungan fisik,

lingkungan biologi dan lingkungan sosial. Lingkungan yang tidak

sehat atau sanitasinya tidak terjaga dapat menimbulkan masalah

kesehatan. Lingkungan dapat menjadi penyebab langsung, sebagai

faktor yang berpengaruh dalam menunjang terjangkitnya penyakit,

sebagai medium transmisi penyakit dan sebagai faktor yang

mempengaruhi perjalanan penyakit (Maharani, 2015).

2. Perilaku

Perilaku hidup yang tidak sehat seperti membuang sampah

sembarangan, tidak mencuci tangan sebelum atau sesudah makan,

buang air besar atau kecil di sembarang tempat, mencuci atau mandi

dengan air kotor merupakan perilaku yang mengudang terjangkitnya

berbagai jenis penyakit (Maharani, 2015).

3. Pelayanan kesehatan

Pelayanan kesehatan yang minim atau sulit dijangkau dapat

membuat penduduk yang sakit tidak dapat diobati secara cepat dan

menularkan penyakit pada yang lain (Maharani, 2015).

4. Genetik

Keturunan adalah faktor-faktor yang menunjukkan sejumlah sifat-

sifat yang menurun dari generasi ke generasi turunannya. Kesehatan

masyarakat dipengaruhi oleh faktor keturunan karena sebagian

penyakit diturunkan dari orang tuanya (Maharani, 2015).

Dari empat unsur diatas faktor lingkungan sangat besar kaitnya

dengan kesehatan manusia. Lingkungan yang bersih dan sehat akan

menjadi penghalang tumbuhnya bibit penyakit yang dapat menjadi

penyebab manusia terjengkitnya penyakit. Untuk mewujudkan

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Kulit 2.1

13

lingkungan bersih dan sehat diperlukan sanitasi yang menekankan

kegiatannya pada bidang pencegahan terjadinya penyakit.

Adapun faktor penyebab tidak langsung yaitu faktor penyebab

tidak langsung (faktor predisposisi) bukan merupakan faktor utama

terjadinya penyakit kulit. Akan tetapi, apabila faktor-faktor ini terjadi

pada pekerja, maka akan meningkatkan risiko terkena penyakit kulit.

Menurut (Lestari, 2007), faktor-faktor tersebut diantaranya:

1. Usia

Usia merupakan salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dari

individu. Usia dewasa adalah masa produktif atau disebut masa bekerja.

Usia dewasa dibagi menjadi 3, yaitu:

a. Masa dewasa awal adalah periode perkembangan yang bermula pada

akhir usia belasan tahun atau awal usia dua puluhan tahun dan yang

berakhir pada usia tiga puluhan tahun.

b. Masa pertengahan dewasa adalah periode perkembangan yang bermula

pada usia kira-kira 30 hingga 45 tahun dan merentang hingga usia

enam puluhan tahun.

c. Masa akhir dewasa adalah periode perkembangan yang bermula pada

usia enam puluhan atau tujuh puluh tahun dan berakhir pada kematian.

Pekerja yang usianya lebih muda cenderung bekerja kurang

memperhatikan keselamatan dan kebersihan, sehingga lebih berpotensi

terkena bahan kimia. Pada pekerja usia lanjut terjadi perubahan

struktur kulit. Kulit menjadi kurang elastis, kehilangan lapisan lemak

diatasnya, menjadi lebih kering dan menipis. Hal ini dapat

mengakibatkan peningkatan kerentanan terhadap bahan iritan.

2. Lama Bekerja

Lama bekerja dapat mempengaruhi terjadinya penyakit kulit. Hal

ini berhubungan dengan pengalaman bekerja, sehingga pekerja yang lebih

lama bekerja lebih jarang terkena penyakit kulit dibandingkan dengan

pekerja yang sedikit pengalamannya. Tetapi, pekerja yang sudah lebih

lama bekerja akan meningkatkan risiko terkena penyakit kulit karena lebih

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Kulit 2.1

14

banyak terpajan bahan kimia. Lamanya seseorang bekerja dengan baik

dalam sehari pada umumnya 8 jam.

3. Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya

Dalam melakukan diagnosis, dapat dilakukan dengan berbagai cara

diantaranya dengan melihat sejarah dermatologi termasuk riwayat

keluarga, riwayat alergi, dan riwayat penyakit sebelumnya.

4. Riwayat Alergi

Alergi adalah suatu penyakit yang berupa perubahan reaksi tubuh

yang berlebihan terhadap suatu bahan tertentu di lingkungan yang disebut

alergen. Reaksi alergi timbul segera dalam beberapa menit setelah ada

rangsangan alergen pada seseorang yang hipersensitif. Penyebab alergi

ditimbulkan oleh interaksi antara faktor genetik dan lingkungan.

Menurut (Swasto, 2011) mengemukakan bahwa ada beberapa

faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan kerja antara lain:

1. Kondisi Lingkungan Tempat Kerja, kondisi ini meliputi:

a. Kondisi fisik

Berupa penerangan, suhu udara, ventilasi ruang tempat bekerja,

tingkat kebisingan, getaran mekanis, radiasi dan tekanan kerja.

b. Kondisi fisiologi

Kondisi ini dapat dilihat dari konstruksi mesin/peralatan, sikap

badan dan cara kerja dalam melakukan pekerjaan, hal-hal yang dapat

menimbulkan kelelahan fisik dan bahkan dapat mengakibatkan

perubahan fisik karyawan.

c. Kondisi khemis

Kondisi yang dapat dilihat dan uap gas, debu, kabut, asap, cairan,

dan benda padat.

2. Mental Psikologis

Kondisi ini meliputi hubungan kerja dalam kelompok/teman

sekerja, hubungan kerja antara bawahan dengan atasan dan sebaliknya,

suasana kerja, dan lain-lain.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Kulit 2.1

15

3. Alat Pelindung Diri (APD)

Yang menjadi dasar hukum dari alat pelindung diri ini adalah Udang-

Undang Nomor 2 Tahun 1970 Bab IX Pasal 13 Tentang Kewajiban Bila

Memasuki Tempat Kerja yang berbunyi: “ Barangsiapa akan memasuki

sesuatu tempat kerja, diwajibkan menaati semua petunjuk keselamatan

kerja dan memkai alat-alat tersebut terdiri dari:

a. Safety Helmet, berfungsi sebagai pelindung kepala dari benda yang

bisa mengenai kepala secara langsung.

b. Baju pelindung, berfungsi untuk melindungi seluruh atau sebagian

tubuh dari bahan-bahan zat kimia, mikroorganisme patogen dari

manusia, binatang, tumbuhan dan lingkungan seperti virus, bakteri,

dan jamur yang dapat menimbulkan penyakit.

c. Sepatu karet (sepatu boot), berfungsi sebagai alat pengaman saat

bekerja di tempat becek ataupun berlumpur.

d. Sarung tangan, berfungsi sebagai alat pelindung tangan saat bekerja id

tempat atau situasi yang dapat mengakibatkan cedera tangan.

e. Masker (respirator), berfungsi sebagai penyaring udara yang dihirup

saat bekerja di tempat dengan kualitas udara yang buruk (misal

berdebu, beracun, berasap, dan sebagainya).

4. Personal Hygiene

Personal hygiene adalah usaha untuk memelihara dan

mempertimbangkan derajat kesehatan, atau ilmu yang mempelajari cara-

cara yang berguna bagi kesehatan (Jerusalem, 2010). Personal hygiene

atau kebersihan diri merupakan perawatan diri sendiri yang dilakukan

untuk mempertahankan kesehatan baik secara fisik maupun psikologis

(Hidayat, 2008).

Menurut penelitian oleh (Sajida, 2012) tentang personal hygiene

dengan keluhan penyakit kulit di kelurahan denai kota medan, didapatkan

hasil bahwa terdapat hubungan antara personal hygiene, yakni kebersihan

kulit, kebersihan kaki, kuku dan tangan, serta kebersihan pakaian dengan

timbulnya keluhan penyakit kulit.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Kulit 2.1

16

2.2 Konsep Pengalaman

2.2.1. Pengertian Pengalaman

Pengalaman dapat diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami,

dijalani maupun dirasakan, baik sudah lama maupun yang baru saja

terjadi (Saparwati, 2012). Pengalaman dapat diartikan sebagai memori

episodik, yaitu memori yang menerima dan menyimpang peristiwa yang

terjadi atau dialami individu pada waktu dan tempat tertentu, yang

berfungsi sebagai referensi otobiografi (Saparwati, 2012).

Pengalaman merupakan peristiwa yang tertangkap oleh panca

indera dan tersimpan dalam memori. Pengalaman dapat diperoleh ataupun

dirasakan saat peristiwa baru saja terjadi maupun sudah lama

berlangsung. Pengalaman yang terjadi dapat diberikan kepada siapa saja

untuk digunakan dan menjadi pedoman serta pembelajaran manusia

(Notoatmodjo, 2012).

Pengalaman adalah pengamatan yang merupakan kombinasi

penglihatan, penciuman, pendengaran serta pengalaman masa lalu

(Saparwati, 2012). Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan

bahwa pengalaman adalah sesuatu yang sudah pernah dialami, dijalani

maupun dirasakan yang tersimpan didalam memori.

Pengetahuan adalah suatu hasil dari manusia atas penggabungan

atau kerjasama antara suatu subyek yang mengetahui dan objek yang

diketahui tentang sesuatu objek tertentu (Suriasumantri, 2010). Menurut

(Notoatmodjo, 2012), pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia,

atau hasil pemahaman seseorang terhadap objek memlalui indera yang

dimiliki (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Jadi pengetahuan adalah

berbagai macam hal yang diperoleh seseorang melalui alat indera.

2.2.2. Faktor yang mempengaruhi pengalaman

Setiap orang mempunyai pengalaman yang berbeda walaupun melihat

suatu objek yang sama, hal ini dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan

pendidikan seseorang, pelaku atau faktor pada pihak yang mempunyai

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Kulit 2.1

17

pengalaman, faktor objek atau target yang dipersepsikan dan faktor situasi

dimana pengalaman itu dilakukan. Umur, tingkat pendidikan, latar

belakang, sosial, ekonomi, budaya, lingkungan fisik, pekerjaan,

kepribadian setiap individu juga dapat mempengaruhi atau menentukan

terjadinya sebuah pengalaman hidup (Notoatmodjo, 2012).

Pengalaman setiap orang terhadap suatu objek dapat berbeda-beda

karena pengalaman bersifat subyektif, yang dipengaruhi oleh isi

memorinya. Adapun hal yang ditangkap oleh indera dan diperhatikan

akan disimpan didalam memori dan akan digunakan sebagai referensi

untuk menanggapi hal yang baru. Menurut (Sulaiman, 2011) tingkatan

pengetahuan terdiri dari 4 macam, yaitu:

1. Pengetahuan deskriptif

Yaitu jenis pengetahuan yang dalam cara penyampaian atau

penjelasannya berbentuk secara objektif dengan tanpa adanya unsur

subyektivitas.

2. Pengetahuan kausal

Yaitu suatu pengetahuan yang memberikan jawaban tentang sebab

dan akibat.

3. Pengetahuan normatif

Yaitu suatu pengetahuan yang senantiasa berkaitan dengan suatu

ukuran dan norma atau aturan.

4. Pengetahuan esensial

Adalah suatu pengetahuan yang menjawab suatu pertanyaan

tentang hakikat segala sesuatu dan hal ini sudah dikaji dalam bidang

ilmu filsafat.

Sedangkan menurut (Daryanto, 2010), pengentahuan sesorang terhdap

objek mempunyai intensitas yang berbeda-beda, dan menjelaskan bahwa ada

enam tingkatan pengetahuan yaitu sebagai berikut: Pengetahuan (knowledge)

diartikan hanya sebagai recall (ingatan). Sesorang dituntut untuk mengetahui

fakta tanpa dapat menggunakannya.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Kulit 2.1

18

1. Pemahaman (comprehension) yaitu memahami suatu objek bukan sekedar

tahu, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi harus dapat

menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui.

2. Penerapan (application) aplikasi diartikan apabila orang yang telah

memahami objek tersebut dapat menggunakan dan mengaplikasikan

prinsip yang diketahui pada situasi yang lain.

3. Analisis (Analysis) adalah kemampuan sesorang untuk menjabarkan dan

memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponene

yang terdapat dalam suatu objek.

4. Sintesis (synthesis) adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi

baru dari formullasi-formulasi yang telah ada. Sintesis menunjukan suatu

kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakan dalam suatu

hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang

dimiliki.

5. Penilaian (evaluation) yaitu suatu kemampuan sesorang untuk melakukan

penilaian terhadap suatu objek tertentu didasarkan pada suatu kriteria atau

norma-norma yang berlaku di masyarakat.

2.3 Konsep Sampah

2.3.1 Definisi Sampah Rumah Tangga

Peraturan Pemerintah nomor 81 Tahun 2012 tentang sampah

rumah tangga adalah sampah tinjak atau sampah spesifik. Limbah rumah

tangga adalah limbah yang berasal dari dapur, kamar mandi, cucian,

limbah bekas industri rumah tangga dan kotoran manusia. Limbah ini

dihasilkan oleh kegiatan rumah tangga, bisa berupa sisa-sisa sayuran,

bisa juga berupa kertas, kardus atau karton.yang berasal dari kegiatan

sehari-hari dalam rumah tangga yang tidak termasuk.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Kulit 2.1

19

2.3.2 Jenis-Jenis Sampah Rumah Tangga

Adapun sumber limbah rumah tangga sebagai berikut:

a. Limbah Organik

Berdasarkan pengertian secara kimiawi limbah organik merupakan

segala limbah yang mengandung unsur Karbon (C), sehingga

meliputi limbah dari makhluk hidup (misalnya kotoran hewan dan

manusia seperti tinja (feaces) berfungsi mengandung mikroba

potogen, air seni (urine) umumnya mengandung Nitrogen dan Posfor

sisa makanan, sayuran, wortel, kol, bayam, salada dan lain-lain.

Kertas, kardus, karton, air cucian, minyak goreng bekas dan lain-lain.

Limbah tersebut mempunyai racun yang tingi misalnya : sisa obat,

baterai bekas, dan air aki.

Limbah tersebut tergolong (B3) yaitu bahan berbahaya dan

beracun, sedangkan limbah air cucian, limbah kamar mandi, dapat

mengandung bibit-bibit penyakit atau pencemaran biologis seperti

bakteri, jamur, virus dan sebagainya. Namun secara teknis sebagian

orang mendefinisikan limbah organik sebagai limbah yang hanya

berasal dari makhluk hidup (alami) dan sifatnya mudah busuk.

Artinya bahan-bahan organik alami namun sulit membusuk/atau

terurai, seperti kertas, dan bahan organik sintetik (buatan) yang sulit

membusuk atau terurai (Dahruji, 2017).

b. Limbah Anoganik

Limbah anorganik merupakan limbah yang tidak dapat

membusuk/terurai secara alami oleh mikroorganisme. Apabila bahan

buangan anorganik ini masuk ke air lingkungan maka akan terjadi

peningkatan jumlah ion logam di dalam air. Berdasarkan pengertian

secara kimiawi, limbah yang tidak mengandung unsur karbon, seperti

logam (misalnya besi dari mobil bekas atau perkakas dan lauminium

dari kaleng bekas atau peralatan rumah tangga), kaca dan pupuk

anorganik (misalnya yang mengandung unsur nitrogen dan posfor).

Limbah-limbah ini tidak memiliki unsur karbon sehingga tidak

dapat diurai oleh mikro organisme. Seperti halnya limbah organik,

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Kulit 2.1

20

pengertian limbah organik yang sering diterapkan dilapangan

umumnya limbah anorganik dalam bentuk padat (sampah) agak

sedikit berbeda dengan pengertian diatas secara teknis limbah

anorganik didefinisikan sebagai limbah yang tidak dapat atau sulit

terurai atau busuk secara alami oleh mikro organism pengurai. Dalam

hal ini bahan organik seperti plastik, karet, kertas, juga

dikelompokkan sebagai limbah anorganik. Bahan-bahan tersebut sulit

terurai oleh mikroorganisme sebab unsur karbonnya membentuk

rantai kimia yang kompleks dan panjang (Dahruji, 2017).

2.3.3 Cara Mengatasi Penyakit Kulit Akibat Sampah

1. Pemakaian APD (Alat Pelindung Diri)

Anjuran penggunaan APD telah tercantum pada Undang-Undang

RI No. 1 Tahun 1970 yang menyatakan bahwa pengurus atau

pimpinan tempat kerja berkewajiban menyediakan alat pelindung diri

(APD) untuk para pekerja dan para pekerja berkewajiban memakai

APD dengan tepat dan benar, dimana tujuan dari peraturan ini adalah

untuk melindungi kesehatan pekerja tersebut dari risiko bahaya di

tempat kerja. Perlindungan diri yang dapat digunakan yakni

penggunaan alat perlindungan diri (APD) untuk kepala, wajah,

telinga, pernapasan tangan, dan bagian kaki harus tetap diperhatikan

sesuai amanat dari Permenakertrans No. 8 Tahun 2010 tentang alat

pelindung diri pada pasal 4 yang menyatakan bahwa pemakaian APD

wajib digunakan di tempat kerja yang berhubungan dengan

pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah.

2. Menjaga Personal Hygiene

Personal hygiene berasal dari kata yunani, berasal dari kata

personal yang artinya perorangan dan hygiene berarti sehat (Isro' in,

2012). Personal hygiene (kebersihan perorangan) adalah suatu

tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang

untuk kesejahteraan, baik fisik maupun psikisnya. Faktor-faktor yang

memengaruhi personal hygiene diantaranya:

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Kulit 2.1

21

a. Citra Tubuh, yakni cara pandang seseorang terhadap bentuk

tubuhnya, citra tubuh sangat memengaruhi dalam praktik hygiene

seseorang.

b. Praktik Sosial, hal tersebut karena manusia merupakan makhluk

sosial dan karenanya berada dalam kelompok sosial. Personal

hygiene atau kebersihan diri seseorang sangat memengaruhi

praktik sosial seseorang. Selama masa kanak-kanak, kebiasaan

keluarga memengaruhi praktik hygiene, misalnya mandi, waktu

mandi. Pada masa remaja, hygiene pribadi dipengaruhi oleh

kelompok teman sebaya. Pada masa dewasa, teman dan kelompok

kerja membentuk harapan tentang penampilan pribadi. Sedangkan

pada lansia, akan terjadi beberapa perubahan dalam praktik

hygiene karena perubahan dalam kondisi fisiknya.

c. Status sosial dimana hal tersebut akan memengaruhi jenis dan

tingkat praktik hygiene perorangan. Sosial ekonomi yang rendah

memungkinkan hygiene per orangan rendah pula.

d. Pengetahuan dan motivasi, hal tersebut akan memengaruhi

praktik hygiene seseorang. Sedangkan motivasi merupakan kunci

penting dalam pelaksanaan hygiene tersebut. Permasalahan yang

sering terjadi adalah ketiadaan motivasi karena kurangnya

pengetahuan.

e. Budaya, yakni suatu kepercayaan budaya dan nilai pribadi yang

akan memengaruhi perawatan hygiene seseorang. Di Asia

kebersihan dipandang penting bagi kesehatan sehingga mandi

bisa dilakukan 2–3 kali sehari.

Menurut (Hidayat, 2008), dalam memelihara kesehatan kulit,

kebiasaan yang sehat harus sering diperhatikan seperti: mandi

menggunakan sabun mandi secara rutin minimal 2 kali sehari,

menggunakan pakaian yang bersih dan rapi (pakaian diganti 1 kali

sehari atau jika pakaian sudah kotor atau basah), menghindari

penggunaan pakaian, handuk, selimut, sabun mandi, dan sarung

tangan secara bersama-sama, menghindari penggunaan pakaian yang

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Kulit 2.1

22

lembab atau basah, serta menggosok gigi 2 kali sehari atau sehabis

makan.

Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh (Faridawati,

2013) tentang hubungan antara personal hygiene dan karakteristik

individu dengan keluhan gangguan kulit pada pemulung di

Kecamatan Bantar Gebang, yang menyatakan ada hubungan yang

bermakna antara kebersihan kulit dengan keluhan gangguan kulit.

Hasil itu juga sejalan dengan pernyataan (Hidayat, 2008) yang

berpendapat bahwa seringkali gangguan pada kesehatan yang dialami

seseorang diakibatkan karena kurangnya sikap kebersihan diri yang

baik.

Beberapa gangguan pada fisik yang umum terjadi yakni gangguan

pada kulit seperti penyakit kulit, infeksi mata dan telinga, serta

gangguan pada lapisan mukosa mulut, dan kuku. Siahaan (1999)

dalam (Indriastuti, 2015) juga berpendapat yakni kurangnya sikap

kebersihan seperti tidak mandi dapat menyebabkan buruknya kondisi

kebersihan badan, hal tersebut dapat mengakibatkan munculnya

gangguan kulit seperti infeksi kulit, skabies, celulitis, panu, jamuran

seperti Tinea korporis dan penyakit kulit lain. Meskipun tidak

berdampak pada angka kematian, tetapi hal ini dapat mengurangi

kualitas kesehatan mereka.