13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kepatuhan Minum Obat pada ODHA
1. Pengertian Kepatuhan Minum Obat
Secara umum, kepatuhan (adherence atau compliance) didenifisikan
sebagai tindakan perilaku seseorang yang mendapatkan pengobatan,
mengikuti diet, dan melaksanakan gaya hidup sesuai dengan rekomendasi
pemberi pelayanan kesehatan (WHO dalam Hardiyatmi, 2016).
Sarafino (Smet, 1994) menambahkan kepatuhan adalah sebagai suatu
tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan
oleh dokternya atau oleh tim medis lainnya.
Di dalam konteks psikologi kesehatan, kepatuhan merujuk kepada
situasi ketika perilaku individu sesuai dengan tindakan yang dianjurkan atau
nasehat yang direkomendasikan oleh seorang praktisi kesehatan atau
informasi yang diperoleh dari suatu sumber informasi lainnya seperti
nasehat yang diberikan dalam suatu brosur promosi kesehatan melalui suatu
kampanye media massa (Ian & Marcus, 2011).
Urquhart dan Chevalley (deKlerk, 2001) mendefinisikan kepatuhan
minum obat sebagai tingkat kesediaan pasien untuk mengikuti pemakaian
aturan dosis yang sebenarnya. Hal ini sejalan dengan definisi yang
dikemukakan oleh Yosep (2011) bahwa kepatuhan minum obat adalah suatu
perilaku dalam menyelesaikan menelan obat sesuai dengan jadwal dan dosis
14
obat yang telah dianjurkan sesuai kategori yang ditentukan, tuntas jika
pengobatan tepat waktu, dan tidak tuntas jika tidak tepat waktu.
Istilah kepatuhan digunakan untuk menggambarkan perilaku pasien
dalam minum obat secara benar sesuai dosis, frekuensi, dan waktunya.
Ketaatan sendiri memiliki arti pasien menjalankan apa yang telah dianjurkan
oleh dokter atau apotekernya (Nursalam & Kurniawati, 2007)
Kepatuhan minum obat diperlukan oleh ODHA yaitu sebutan untuk
orang yang hidup dengan HIV/AIDS di Indonesia (Organisasi Perburuhan
Internasional dan Organisasi Kesehatan Dunia, 2005) dalam mengkonsumsi
obat secara rutin (Spiritia, 2010).
HIV (Human Immunodeficiency Virus) sendiri merupakan virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia sehingga tubuh rentan terhadap
berbagai penyakit. AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) sendiri
dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh
menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV. AIDS
merupakan tahap akhir dari infeksi HIV (Djoerban, 2006).
Saat ini infeksi HIV hanya dapat dikendalikan dengan pengobatan
ARV, meskipun pengobatan ini tidak dapat menyembuhkan ODHA.
Menurut Nasronudin (2014) salah satu target pemberian terapi ARV adalah
mempertahankan dan menaikkan kadar CD4+ di atas 350 sel/mm. ARV
dalam penggunaannya, diperlukan tingkat kepatuhan tinggi untuk
mendapatkan keberhasialn terapi dan mencegah resistensi obat (Martoni,
Arifin, & Raveinal, 2013).
15
Tingkat kepatuhan terapi ARV yang sangat tinggi diperlukan agar
mencapai supresi virologis yang baik. Penelitian menunjukkan untuk
mencapai tingkat supresi virus yang optimal, setidaknya 95% dari semua
dosis tidak boleh terlupakan (Kemenkes RI, 2011)
ARV diminum dalam dosis sesuai jenis obat yang diberikan oleh
dokter pada jadwal yang telah ditentukan. Obat tidak diperbolehkan
terlupakan sesuai dengan jadwal minum obat yang telah disepakati dan
keterlambatan yang dianjurkan tidak melebihi 45 menit dari jadwal minum
obat (Kemenkes RI, 2011). Terapi ARV lebih efektif jika menggunakan
kombinasi obat ARV karena mempunyai khasiat yang lebih baik sesuai
anjuran dokter (Nursalam & Kurniawati, 2007).
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa kepatuhan minum
obat ialah suatu perilaku menelan obat sesuai dengan anjuran dokter atau
tenaga kesehatan, secara tuntas dan tepat waktu penggunaannya. Bentuk
perilaku kepatuhan ini merupakan sebuah interaksi yang terjalin baik antara
petugas kesehatan dan pasien menyetujui rencana obat yang diberikan,
sampai pasien menelan obat sesuai dengan anjuran yang diberikan.
2. Aspek-Aspek Kepatuhan
Aryono (2008) mengemukakan aspek kepatuhan minum obat yang
antara lain:
a) Minum obat sesuai dengan waktu yang dianjurkan, yaitu dengan
tidak mengubah jam minum obat yang telah ditentukan.
16
b) Tidak mengganti obat dengan obat lain yang tidak dianjurkan, yaitu
dengan tidak melakukan penggantian obat dengan obat lain yang
tidak dianjurkan tanpa sepengetahuan dokter.
c) Jumlah obat yang dikonsumsi sesuai dengan dosis yang ditentukan,
yaitu dengan tidak mengurangi atau menambah jumlah dosis yang
dikonsumsi.
Menurut Wilkinson (2006) kepatuhan berobat dibagi menjadi
beberapa aspek yaitu:
a) mencari informasi yang berhubungan dengan kesehatan dari
berbagai sumber,
b) menjelaskan strategi untuk mengurangi perilaku tidak sehat,
c) melaporkan penggunaan strategi untuk memaksimalkan kesehatan,
d) melakukan pemeriksaan diri dan pemantauan diri,
e) menggunakan layanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan.
Berdasarkan dari kedua tokoh yaitu Aryono dan Wilkinson di atas,
dapat diambil kesimpulan bahwa aspek kepatuhan minum obat terdiri atas:
minum obat sesuai jadwal, tidak mengganti obat, jumlah obat sesuai dosis,
mencari informasi mengenai kesehatan, melakukan pemeriksaan diri, dan
menggunakan layanan kesehatan. Dari dua teori tersebut peneliti memilih
untuk menggunakan aspek kepatuhan minum obat dari Aryono (2008) sebab
lebih dapat mengukur kepatuhan ODHA dalam meminum obat ARV.
17
3. Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan
Menurut Sarafino dalam Smet (1994) faktor yang memengaruhi
kepatuhan seseorang dalam berobat yaitu:
a. Faktor petugas
Karakteristik petugas yang memengaruhi kepatuhan antara lain jenis
petugas, tingkat pengetahuan, lamanya bekerja, dan frekuensi
penyuluhan yang dilakukan.
b. Faktor obat
Faktor obat yang memengaruhi kepatuhan adalah pengobatan yang
sulit dilakukan tidak menunjukkan ke arah penyembuhan, waktu
yang lama, adanya efek samping obat.
c. Faktor penderita.
Faktor penderita yang menyebabkan ketidakpatuhan antara lain:
a) Umur, semakin berkembangnya umur, tingkat kematangan dan
kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir. Hal ini
sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya. Semakin
dewasa seseorang, maka cara berfikir semakin matang dan teratur
melakukan antenatal care (Notoatmodjo, 2007). Semakin matang
usia ODHA maka akan semakin terbentuk sikap untuk
memperhatikan diri sendiri, sehingga semakin patuh ODHA dalam
meminum obat ARV (Febriana dalam Pradana, 2015).
b) Jenis kelamin, merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
perilaku kesehatan (Hawk, 2005). Tingkat kepatuhan lebih tinggi
18
pada jenis kelamin perempuan dalam menjalankan pengobatan
dibandingkan laki-laki, penelitian dilakukan oleh Hannan dalam
Pradana (2015).
c) Pekerjaan
Orang yang bekerja cenderung memiliki sedikit waktu untuk
mengunjungi fasilitas kesehatan sehingga akan semakin sedikit pula
ketersediaan waktu dan kesempatan untuk melakukan pengobatan
(Notoatmodjo, 2007).
d) Anggota keluarga, keluarga dapat menjadi faktor yang sangat
berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan
individu serta dapat juga menentukan program pengobatan yang
dapat mereka terima (Niven, 2000).
e) Saudara atau teman khusus, ialah mereka yang dapat memberikan
pengaruh penting terhadap kepatuhan ODHA dalam meminum obat
ARV. Teman dalam hal ini dapat memberikan dorongan atau
motivasi terhadap diskriminasi yang terjadi terhadapnya. (Yuniar et
al, 2013)
Niven (2002) menambahkan faktor-faktor yang mempengaruhi
kepatuhan adalah:
a. Faktor penderita atau individu
1) Sikap atau motivasi ingin sembuh
Sikap atau motivasi yang paling kuat berasal dari individu
sendiri. Motivasi individu ingin tetap mempertahankan
19
kesehatannya, ini sangat berpengaruh terhdap faktor-faktor yang
berhubungan dengan perilaku pasien dalam mengontrol
penyakitnya.
2) Keyakinan
Keyakinan adalah suatu dimensi spiritual untuk dapat menjalani
kehidupan. Individu yang berpegang teguh terhadap
keyakinannya akan memiliki jiwa yang tabah dan tidak mudah
putus asa serta dapat menerima keadaannya. Demikian pula cara
perilaku akan lebih baik. Kemampuan untuk melakukan kontrol
terhadap penyakitnya dapat dipengaruhi oleh keyakinan
individu. Individu yang memiliki keyakinan kuat akan lebih
tabah terhadap anjuran dan larangan jika mengetahui akibatnya
(Niven, 2002).
b. Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga merupakan wilayah sosial paling dekat
dengan individu/penderita yang tidak dapat terpisahkan. Apabila
mendapatkan perhatian dan dukungan dari keluarga, individu atau
penderita akan merasa senang dan tentram, karena dengan dukungan
tersebut akan menimbulkan kepercayaan dirinya untuk menghadapi
ataupun mengelola penyakitnya dengan lebih baik. Serta individu
mau menuruti saran-saran yang diberikan oleh keluarga sebagai
penunjang pengelolaan penyakitnya (Niven, 2002).
20
c. Dukungan sosial
Dalam hal ini dukungan emosional dari anggota keluarga lain
merupakan faktor-faktor yang penting dalam kepatuhan terhadap
program-program yang diberikan medis. Keluarga dapat mengurangi
kecemasan yang disebabkan oleh penyakit tertentu dan dapat
mengurangi godaan terhadap ketidakpatuhan (Niven, 2002).
d. Dukungan petugas kesehatan
Dukungan petugas kesehatan/medis merupakan faktor lain yang
dapat mempengaruhi kepatuhan. Dukungan mereka terutama
berguna saat pasien dalam menghadapi tentang perilaku sehat yang
baru tersebut merupakan hal yang penting, begitu pula mereka dapat
mempengaruhi perilaku pasien dengan cara menyampaikan antusias
mereka terhadap tindakan tertentu dari pasien, dan secara
berkelanjutan memberikan penghargaan yang positif bagi pasien
yang telah mampu beradaptasi dengan program pengobatannya
(Niven, 2002).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa
faktor yang mempengaruhi kepatuhan ODHA minum obat ARV yaitu faktor
penderita atau individu yang dibagi menjadi dua: sikap dan keyakinan,
dukungan keluarga, dukungan sosial, dan dukungan petugas kesehatan.
Peneliti memilih faktor dukungan keluarga untuk dijadikan variabel yang
mempengaruhi kepatuhan minum obat ARV pada ODHA.
21
Hal ini sejalan dengan hasil observasi dan wawancara di lapangan,
peneliti menemukan faktor yang berpengaruh terhadap kepatuhan minum
obat adalah dukungan keluarga. Terdapat 7 dari 10 ODHA yang
mengatakan dukungan keluarga belum dapat dirasakan ODHA selama
menderita penyakit HIV. Penelitian yang dilakukan Bachrun (2016)
menunjukan bahwa terdapat hubungan dukungan keluarga dengan
kepatuhan minum obat antiretroviral pada orang dengan HIV/AIDS di KDS
Sehati Madiun. Penelitian lain yang juga relevan dilakukan oleh Hardiyatmi
(2016) di Poliklinik VCT (Voluntary Counselling Test) RSUD dr. Soediran
Mangun Sumarso Wonogiri.
Dukungan keluarga ialah sebuah transaksi interpersonal yang paling
utama atau dekat dengan ODHA, yang diberikan berupa pemberian
dukungan atau motivasi yang ditunjukkan oleh orang-orang terdekat untuk
memberikan perhatian, bantuan, dorongan, dan penerimaan ketika ODHA
mengalami kesulitan maupun permasalahan.
ODHA pada Yayasan Victory Plus Yogyakarta mendapatkan
pendampingan penuh dari Kelompok Dukungan Sebaya (KDS). Fungsi
KDS adalah memberikan dukungan psikososial, memberikan wadah bagi
ODHA untuk berkomunikasi, memfasilitasi ODHA untuk mengakses
layanan kesehatan, serta memberdayakan ODHA dan OHIDHA (Orang
Hidup Dengan HIV AIDS). Tujuan dari hal tersebut agar mereka dapat
secara produktif menjalankan hidup layaknya manusia biasa pada umumnya
tanpa adanya stigma dan diskriminasi dari masyarakat, sehingga nantinya
22
ODHA dan OHIDHA dapat mencapai kualitas hidup yang lebih baik
(http://www.victoryplusaids.org/, 2013).
B. Dukungan Keluarga
1. Pengertian Dukungan Keluarga
Manusia hidup membutuhkan orang lain dalam menjalankan
kehidupannya. Keberadaan orang lain sebagai suatu interaksi sosial
melibatkan perhatian, pemberian motivasi, informasi, atau bantuan secara
nyata, dan penilaian positif terhadap individu yang dikenal dengan istilah
dukungan sosial (Johnson & Johnson, 1991)
Menurut Sarafino (1998) menyatakan dukungan sosial merupakan
suatu dorongan yang dirasakan, penghargaan, dan kepedulian yang
diberikan oleh orang-orang yang berada di sekeliling individu sehingga
dukungan yang dirasakan amat sangat penting. Menurut Cobb (dalam Smet,
1994) dukungan sosial adalah informasi yang menuntut orang meyakini
bahwa dirinya diurus dan disayang. Dukungan sosial memberikan informasi
baik secara verbal maupun non-verbal, pemberian bantuan tingkah laku atau
pemberian materi yang menuntut seseorang meyakini bahwa dirinya diurus
dan disayang (Sarafino, 1998).
Sarafino (1998) mengatakan bahwa keluarga merupakan lingkungan
pertama yang dikenal oleh individu dalam proses sosialisasinya. Dalam
penelitian ini dukungan keluarga mempunyai kaitan dengan penilaian
ODHA terhadap ada tidaknya kesediaan dan kepedulian yang dirasakan
23
ODHA dari anggota keluarga lainnya. Hal ini sejalan dengan pendapat
Johnson & Johnson (1991) mengungkapkan bahwa dukungan sosial berasal
dari orang-orang terdekat (significant others) seperti suami, istri, serta anak-
anak. Keluarga adalah tempat pertumbuhan dan perkembangan setiap
individu. Kebutuhan akan fisik maupun psikologis pada awalnya dapat
terpenuhi dari lingkungan keluarga. Seseorang akan menjadikan keluarga
sebagai tempat bercerita, tempat mengeluarkan keluhan, dan sebagai
tumpuan harapan bila individu tersebut mengalami persoalan-persoalan
dalam hidupnya (Irwanto, 2002).
Friedman (1998) mendefinisikan dukungan keluarga sebagai suatu
sikap, tindakan, dan penerimaan keluarga terhadap anggotanya. Anggota
disini sebagai kesatuan utuh yang tidak terpisahkan dalam lingkungan
keluarga. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat
mendukung akan siap memberikan kontribusi pertolongan dan bantuan jika
diperlukan.
Berdasarkan uraian di atas yang dapat penulis simpulkan dukungan
keluarga adalah suatu bentuk dukungan sosial yang diterima dan dirasakan
individu dari keluarga inti yaitu ibu, bapak, istri, kakak dan atau anak
berupa perhatian, bantuan, dorongan atau motivasi, semangat ketika ODHA
mengalami kesulitan maupun permasalahan yang melibatkan adanya
dukungan penilaian atau penghargaan, dukungan emosional memberikan
rasa nyaman dan tentram, maupun dukungan instrumentalis.
24
2. Aspek-Aspek Dukungan Keluarga
Apek-aspek dukungan keluarga menurut Friedman (1998), antara lain:
a. Dukungan emosional
Dukungan emosiaonal ialah media untuk mengkomunikasikan cinta,
peduli, percaya pada anggota keluarganya (ODHA). Keluarga
merupakan tempat yang aman dan damai untuk beristirahat dan
pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Dukungan
ini dilakukan melibatkan ekspesi rasa empati, peduli terhadap
seseorang sehingga memberikan rasa nyaman, dan membuat
individu merasa lebih baik. Individu memperoleh kembali keyakinan
diri, merasa dimiliki serta merasa dicintai pada saat mengalami
stress. Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh sosial support
jenis ini akan merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau
kesan yang menyenangkan pada dirinya.
b. Dukungan instrumental
Dukungan instrumental ialah membantu orang secara langsung
mencakup tugas rumah dan memberi uang. Dukungan ini mengacu
pada penyediaan barang atau jasa, yang dapat digunakan untuk
memecahkan masalah-masalah praktis. Menurut Johnson & Johnson
(1991) menyatakan dukungan instrumental adalah sebagai
penyediaan sarana yang dapat mempermudah tujuan yang ingin
dicapai dalam bentuk materi, akan tetapi juga berupa pemberian
kesempatan dan peluang waktu.
25
c. Dukungan Informasi
Dukungan ini berupa informasi mengenai nasehat, usulan, saran,
petunjuk, dan pemberian informasi. Keluarga mempunyai fungsi
sebagai kolektor dan penyebar informasi tentang dunia. Informasi
yang diberikan yaitu tentang pemberian saran, sugesti, dan informasi
yang dapat digunakan untuk mengungkap suatu masalah. Manfaat
dari dukungan ini adalah menekan munculnya suatu stressor sebab
informasi yang diberikan dapat menyumbangkan sugesti khusus
pada individu. Keluarga menjelaskan bagaimana cara menolong agar
dapat mendefinisikan suatu informasi untuk mengetahui lingkungan
sosial. Seperti: memberikan nasehat terkait pentingnya minum obat
ARV dan akibat dari ketidakpatuhan minum obat.
d. Dukungan penghargaan
Dukungan penghargaan terjadi melalui ungkapan penghargaan yang
positif untuk individu, dorongan positif atau persetujuan tentang
sebuah gagasan atau perasaan individu lain. Keluarga bertindak
sebagai umpan balik, membimbing dan sebagai penengah dari
perpecahan masalah, serta sebagai sumber maupun validator
identitas keluarga. Membantu orang dalam belajar mengenai dirinya
sendiri dan menjadi seseorang pada situasi yang sama atau
pengalaman yang serupa atau membuat perasaan dirinya didukung
oleh karena berbagai gagasan dan perasaan.
26
Menurut Sarafino (1998) bentuk atau dimensi dukungan keluarga,
antara lain:
a. Perhatian emosional, diwujudkan dalam bentuk kelekatan,
kehangatan, kepedulian, dan ungkapan empati sehingga timbul
keyakinan bahwa individu dicintai atau diperhatikan. Perhatian
emosional ditunjukan dalam bentuk bantuan yang memberikan
dorongan untuk memberikan kehangatan dan kasih sayang, percaya
terhadap individu serta pengungkapan empati.
b. Penilaian dan penghargaan positif, diberikan dalam wujud
penghargaan, pujian yang mendukung perilaku atau gagasan.
c. Bantuan instrumental, berupa barang, pelayanan, dukungan
keuangan, menyediakan perlatan yang dibutuhkan, serta
memberikan bantuan dalam melaksanakan berbagai aktivitas. Hal
ini mencakup bantuan secara langsung, seperti menolong dengan
melakukan suatu pekerjaan guna menyelesaikan suatu tugas.
d. Bantuan informatif, dalam bentuk nasehat, bimbingan dan
pemberian informasi. Bantuan yang diberikan dapat membantu
ODHA dalam menentukan keputusan yang akan diambil.
Memberikan nasehat, sugesti, informasi ataupun umpan balik
mengenai apa yang sebaiknya dilakukan ODHA dalam usaha
menyelesaikan tugas.
27
Berdasarkan dari kedua tokoh yaitu Friedman dan Sarafino di atas,
dapat diambil kesimpulan bahwa aspek dukungan keluarga terdiri atas:
dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informasi, dan
dukungan penghargaan. Dari dua teori tersebut peneliti memilih untuk
menggunakan aspek dukungan keluarga dari Friedman (1998) sebab lebih
dapat mengukur dukungan keluarga yang dirasakan oleh ODHA mengenai
kepatuhannya terhadap obat ARV.
C. Hubungan Dukungan Keluarga dan Kepatuhan Minum Obat ARV
Keluarga dalam proses pengobatan, memegang peran sangat penting
sebab keluarga adalah lingkungan sosial pertama yang ODHA kenali.
Keluarga juga dapat menjadi peran penting dalam rencana perawatan
ODHA dan memantau ODHA terhadap kepatuhan pemakaian obat ARV
(Spiritia, 2009). Keluarga memberikan perawatan kesehatan yang bersifat
preventif dan secara bersama-sama merawat anggota keluarga yang sakit
karena keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang paling dekat
hubungannya dengan penderita (Niven, 2002).
Keluarga adalah tempat pertumbuhan dan perkembangan setiap
individu. Kebutuhan akan fisik maupun psikologis pada awalnya dapat
terpenuhi dari lingkungan keluarga. Seseorang akan menjadikan keluarga
sebagai tempat bercerita, tempat mengeluarkan keluhan, dan sebagai
tumpuan harapan bila individu tersebut mengalami persoalan-persoalan
dalam hidupnya (Irwanto, 2002). Keterlibatan keluarga sejak awal dalam
28
pengobatan merupakan langkah yang harus ditempuh guna memberikan
dukungan yang akan berdampak positif bagi kelangsungan pengobatan
(Dharmono, 2007).
Dukungan keluarga sangat diperlukan dalam proses perawatan pada
orang dengan HIV/AIDS yaitu dengan kepatuhan minum obat ARV
(Spiritia, 2009). Kepatuhan pasien yaitu sejauhmana perilaku pasien sesuai
dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan (Niven, 2002).
Kepatuhan ialah ketaatan pasien dalam melaksanakan tindakan terapi.
Kepatuhan pasien berarti bahwa pasien dan keluarganya harus meluangkan
waktu dalam menjalankan pengobatan yang dibutuhkan (Potter & Perry,
2006).
Dibutuhkan kepatuhan ARV sehingga akan membuahkan
kemanfaatan pengobatan dalam penelitian Sarna et al (2008) menunjukan,
untuk mencapai supresi virologis yang optimal dari semua dosis obat tidak
boleh terlupakan setidaknya 90-95% yaitu dengan kepatuhan berobat ARV.
Adapun faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat pada ODHA,
menurut Niven (2002) menyatakan salah satunya adalah faktor dukungan
keluarga.
Adapun dukungan keluarga sebagai suatu sikap, tindakan, dan
penerimaan keluarga terhadap anggotanya. Anggota disini sebagai kesatuan
utuh yang tidak terpisahkan dalam lingkungan keluarga (Friedman, 1998).
Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung akan
siap memberikan kontribusi pertolongan dan bantuan jika diperlukan.
29
Adapun aspek-aspek dari dukungan keluarga yaitu dukungan emosional,
dukungan instrumental, dukungan informasi, dan dukungan penghargaan
(Friedman, 1998).
Aspek dukungan keluarga menurut Friedman (1998) meliputi:
dukungan emosional, seperti memberikan kasih sayang dari keluarga,
kepedulian, dan perhatian, dukungan instrumental mencakup dukungan
secara langsung, seperti memberikan uang pinjaman atau pertolongan dari
anggota keluarga, dukungan informasi mencakup pemberian nasehat,
informasi, sugesti ataupun umpan balik, dan dukungan penghargaan yaitu
berupa pemberian dorongan positif, umpan balik, dan penilaian yang
mendukung perilaku atau gagasan tertentu pada individu.
Dukungan emosional seperti kasih sayang, perasaan dimilki, dan
dicintai dapat menguatkan dan menggantikan perasaan-perasan yang
dirasakan seseorang akan meningkatkan kepatuhan terhadap program-
program medis (Niven, 2002). Ketika seseorang merasa disayangi, dimiliki
maka seseorang akan merasa dibutukan dan timbul keinginan untuk sembuh
dari penyakitnya, sehingga seseorang akan termotivasi untuk patuh terhadap
pengobatan ARV dengan mengikuti anjuran dokter yaitu minum obat sesuai
dengan waktu yang dianjurkan, tidak mengganti obat ARV, dan jumlah obat
yang diminum sesuai dengan dosis yang ditentukan. Senada dengan
penelitian DiMatteo (2004) menemukan bahwa dukungan emosional
merupakan salah satu pendukung kepatuhan pasien dalam pengobatan
medis. Penelitian yang dilakukan oleh Sherwood dalam Brannon & Feist
30
(2010) menemukan bahwa kepatuhan yang tertinggi diperoleh saat keluarga
tidak menunjukkan jarak emosional ataupun saat keluarga terlibat secara
berlebihan.
Aspek dukungan instrumental seperti dukungan secara langsung,
bantuan maupun pertolongan berupa uang atau materi lainnya sehingga
dapat membantu keluarga yang sakit dalam mengobati penyakitnya dengan
rutin melakukan pengobatan. Keluarga merupakan sebuah sumber
pertolongan praktis dan kronkrit sehingga penting dalam hal memberikan
dukungan pada keluarga yang sakit (Friedman, 1998).
Caplan dalam Friedman (1998) menjelaskan dukungan instrumental
dibutuhkan pasien atau orang yang sedang sakit untuk mendapatkan sarana
pendukung dalam memenuhi segala kebutuhannya. Keluarga adalah sumber
pertolongan yang praktis dan konkrit bagi anggota-anggota keluarganya
seperti, memberikan dukungan langsung berupa uang untuk membeli obat.
Dalam hal ini keluarga membantu keuangan ODHA untuk menjalani
pengobatan, agar ODHA dapat minum obat ARV sesuai dengan ajuran
tenaga kesehatan (Gonzalez et al, 2004 dalam Chamroonsawasdi, Insri, &
Pitikultang, 2011). Ketika ODHA tidak mendapatkan dukungan berupa
uang untuk membeli obat dari keluarga, maka ODHA tidak dapat membeli
obat sesuai dengan anjuran dokter sehingga ODHA tidak patuh minum obat
sesuai dengan obat yang dianjurkan, waktu minum obat, maupun dosis obat
yang dianjurkan. Sebaliknya, jika ODHA mendapatkan dukungan berupa
uang, ODHA dapat membeli obat sesuai dengan ajuran dokter yaitu ARV
31
sehingga patuh minum obat sesuai dengan waktu, jenis obat, dan dosis obat
yang dianjurkan.
Smet (1994) menjelaskan bahwa dukungan keluarga dalam bentuk
dukungan informasi yaitu dengan memberikan saran, sugesti, serta
informasi yang dapat digunakan untuk membantu ODHA menyelesaikan
masalah yang dihadapinya. Pemberian informasi yang diperoleh akan
membuat ODHA mendapatkan pengetahuan yang menyangkut pengobatan,
sehingga semakin banyak pengetahuan yang didapatkannya maka akan
menambah informasi mengenai pentingnya minum obat sesuai jadwal yang
ditentukan (Kemenkes RI, 2011).
Informasi yang didapatkan akan menambah perbendahaaran
informasi kaitannya dengan pengetahuan pengobatan yang sedang dijalani
sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pengobatan (Niven, 2002).
Diharapkan adanya informasi yang memadahi akan meningkatkan
kepatuhan minum obat dengan mengikuti anjuran dokter, sebab ODHA
paham terhadap dampak apabila tidak patuh minum obat serta paham
mengenai cara dan aturan minum obat yaitu minum obat sesuai waktu yang
dianjurkan, tidak mengganti obat ARV dengan yang lain, dan tidak
mengubah dosis obat.
Keluarga memilki fungsi sebagai kolektor dan diseminator. Hal ini
berarti keluarga sebagai penyebar suatu informasi mengenai dunia kepada
anggota keluarganya (Caplan dalam Friedman, 1998). Berdasarkan kutipan
pernyataan tersebut memperkuat bahwa dukungan informasi yang berasal
32
dari keluarga selain dari tenaga kesehatan memilki peran dalam memberikan
dukungan.
Keluarga juga dapat memberikan dukungan penghargaan misalnya
melalui perbandingan positif individu dengan orang lain, ungkapan hormat,
dan dorongan maju dengan gagasan atau perasaan individu (Smet, 1994).
Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing,
dan menengahi pemecahan masalah serta sebagai sumber dan validator
identitas anggota (Friedman, 1998). Dengan dukungan ini, ODHA akan
merasa bangga ketika mereka patuh terhadap pengobatan ARV,
menumbuhkan rasa percaya diri dalam hidup karena mereka dihargai
keberadaanya. Penghargaan dari anggota keluarga memberikan kepuasan
sendiri pada individu. Kepuasan yang dirasakan akan menumbuhkan
motivasi dan semangat untuk tetap hidup sehat dengan meminum obat
sesuai jadwal dengan tidak mengubah dosis obat maupun hal lain yang tidak
dianjurkan (Niven, 2002).
Siagan dalam Koizer (2004) menyatakan bahwa sebuah perilaku
seseorang itu mendapatkan pujian ataupun sebuah dorongan positif dari
orang lain, mereka yang mendapatkan hal tersebut akan cenderung
mengulangi perilaku yang sama. Berdasarkan pemaparan di atas, ketika
ODHA mendapatkan dukungan penghargaan dalam bentuk pujian ataupun
dorongan positif, maka perilaku yang dilakukan akan cenderung meningkat
dalam hal meminum obat sesuai jam dan dosis yang telah ditentukan.
33
Dukungan sosial dari keluarga memberikan pengaruh penting
terhadap kepatuhan ODHA dalam minum ARV. Biasanya orang tua, suami
atau istri, anak menjadi orang-orang terdekat yang dapat mengingatkan
untuk minum obat. Keluarga dalam hal ini bisa berfungsi sebagai Pengawas
Minum Obat (PMO) bagi ODHA (Yuyun et al, 2013).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan
keluarga dapat diberikan dalam bentuk dukungan emosional, instrumental,
informasi dan dukungan penghargaan yang dapat mendukung kepatuhan
minum obat yaitu dengan patuh minum obat sesuai waktu yang dianjurkan,
tidak mengganti obat ARV dengan obat lain, dan tidak mengubah dosis
obat. Apabila dukungan keluarga yang diterima ODHA tinggi, maka akan
meningkatkan kepatuhan minum obat pada ODHA, sehingga obat yang
bekerja lebih maksimal, virus dapat ditekan, tidak berkembang penyakit
lain, sehingga ODHA dapat memaksimalkan potensi yang ada dalam dirinya
untuk tetap hidup sehat dengan patuh terhadap ARV.
D. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara
dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat ARV pada ODHA di
Yayasan Victory Plus Yogyakarta. Semakin tinggi dukungan keluarga yang
diterima ODHA, maka semakin tinggi pula kepatuhan ODHA untuk minum
obat ARV. Sebaliknya, semakin rendah dukungan keluarga yang diterima
ODHA, semakin rendah pula kepatuhan minum obat ARV pada ODHA.
Top Related