11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Fisiologi
Terowongan karpal terdapat di bagian sentral dari pergelangan
tangan yang dibatasi oleh dinding kaku yang di bentuk oleh tulang dan sendi
karpal serta ligamentum carpal tranversum (flexor retinaculum) yang tebal.
Terowongan karpal dibatasi oleh tulang distal radius, lunatum dan
capitatum di sisi dorsal; tulang skaphoid, jaringan fibrous untuk terowongan
flexor carpi radialis di sisi radial; tulang triquetrum dan ligamentum
pisohamatum di sisi ulnar; ligamentum carpal transversum yang tebal
membentang dari tulang pisiform ke skaphoid-trapezoid di sisi volar. Carpal
tunnel berisi ligamentum flexor digitorum superficialis (FDS) dan flexor
digitorum profundus (FDP), flexor pollicis longus (FPL), dan nervus
medianus yang lebih ke radial (Megerian et al., 2007).
1. Persarafan
Serabut-serabut saraf yang membentuk nervus medianus berasal dari
nervus spinalis C5, C6, C7, C8 dan T1 yang membentuk pleksus
brakhialis. Nervus medianus merupakan saraf campuran yang berfungsi
motorik maupun sensorik dan mempersarafi otot-otot pada sisi anterior
dari lengan bawah, terkecuali muskulus fleksor carpi ulnaris dan separuh
sisi ulnar dari muskulus fleksor digitorum profundus. Nervus medianus
meninggalkan fossa cubiti dengan melewati batas antara kepala dari
pronator teres dan bercabang di sana. Selanjutnya, nervus medianus
lewat ke dalam menuju flexor digitorum superficialis (FDS) dan
12
berlanjut ke distal sepanjang lengan bawah antara flexor digitorum superficialis
(FDS) dan flexor digitorum profundus (FDP). Dekat pergelangan, nervus medianus
muncul ke superficial lewat di antara tendon flexor digitorum profundus dan flexor
carpi radialis, di dalam tendon palmaris longus.
Menurut Huldani (2013) nervus medianus adalah saraf yang paling
sering mengalami cedera oleh trauma langsung, yang diakibatkan oleh luka pada
pergelangan tangan. Nervus medianus yang mengalami tekanan menyebabkan rasa
kesemutan dan rasa nyeri. Menurut Ilyas (2015) penakanan pada nervus medianus
dapat disebabkan oleh penyempitan yang terjadi pada terowongan karpal,
membesarnya atau membengkaknya ukuran jaringan yang masuk di dalamnya
(pembengkakan terjadi pada jaringan lubrikasi pada tendon-tendon fleksor) gerakan
fleksi pada pergelangan tangan dengan sudut kemiringan 90 derajat dapat berisiko
mengecilkan ukuran terowogan karpal. Berikut ini merupakan gambar struktur
anatomi nervus medianus
Gambar 2.1 Struktur Anatomi Nervus Medianus
(Sumber : Lukluaningsih, 2014)
2. Tendon
Tendon adalah struktur yang menghubungkan antara otot dengan tulang.
Ketika otot mulai berkontraksi maka tendon yang akan menarik tulang dan akan
13
menjadikan sebuah gerakan. Pada bagian tubuh terdapat sebuah otot rangka yang
akan menggerakkan tulang sehingga dapat melakukan kegiatan berjalan,
mengangkat, bergerak dan melompat (Hadi, 2015). Berikut ini merupakan
gambar tendon wrist
Gambar 2.2 Tendon Wrist
(Sumber : Spalteholz, 2014)
Berikut ini merupakan gambar tendon phalange
Gambar 2.3 Tendon Phalange
(Sumber : Spalteholz, 2014)
3. Tulang
Beberapa tulang yang membentuk pergelangan tangan dan sekitarnya, antara
lain :
1) Tulang radius
14
Tulang yang terletak di lateral dan merupakan tulang yang lebih pendek dari
dua tulang lengan bawah. Ujung proksimal meliputi collum, caput pendek dan
tuberositas yang menghadap ke medial. Processus styloideus radii lebih besar
daripada processus styloideus ulnae dan memanjang jauh ke distal (Hartanto,
2013).
2) Tulang Ulnar
Tulang stabilisator pada lengan bawah yang terletak di medial dan
merupakan tulang yang lebih panjang dari dua tulang lengan bawah. Ujung
proksimal ulna besar dan disebut dengan olecranon, struktur ini yang
membentuk tonjolan di siku (Hartanto, 2013).
3) Tulang Carpalia
Tulang karpal terdiri dari delapan tulang yang dibagi ke dalam dua daretan
yaitu deretan proksimal dan deretan distal. Pada deretan proksimal terdapat os.
Navikulare, os. Lunatum, os. Triquetrum dan os. Pisiforme. Sedangkan pada
deretan distal terdapat os. Trapezium, os. Trapezoideum, os. Capitatum dan os.
Hamatum (Putz et al., 2007). Berikut ini merupakan gambar tulang carpal.
Gambar 2.4 Anatomi Tulang Carpal
(Sumber : Putz et al., 2007)
15
4. Otot
Otot pergelangan tangan dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu, otot flexor
dan extensor yang terbagi ke dalam dua bagian superfisialis dan profunda. Otot-
otot flexor superficialis yaitu : m. flexor carpi ulnaris, m. flexor carpi radialis, m.
flexor digitorum dan m. palmaris longus. Pada pergelangan tangan terdapat
gerakan fleksi yang dibantu oleh m.flexor carpi ulnaris dan m.flexor carpi
radialis. Otot-otot extensor carpi radialis longus brevis dan m.extensor carpi
ulnaris yang berfungsi untuk pergerakan extensi pergelangan tangan. Gerakan
ulnar deviasi dilakukan oleh m.extensor carpi ulnaris dan flexor carpi ulnaris.
Pada, gerakan radial deviasi dilakukan oleh m.extensor carpi radialis, m.flexor
carpi radialis, m.extensor pollicis brevis dan m.abduktor pollicis longus
(Spalteholz, 2014). Berikut ini merupakan gambar otot wrist
Gambar 2.5 Otot Wrist
(Sumber : Spalteholz, 2014)
Keterangan Gambar :
a. Bagian anterior
b. Bagian posterior
5. Sendi
16
Sendi merupakan struktur khusus pada tubuh sebagai penghubung antar tulang
sehingga tulang dapat digerakkan. Berikut adalah gambar sendi-sendi yang terdapat
pada tangan :
Gambar 2.6 Anatomi Sendi
(Sumber : Sobota, 2002)
Keterangan Gambar :
1. Distal radio ulnar
2. Articulatio radio carpalis 3. Articulatio medial carpalis 4. Carpo metacarpal (CMC) 5. Meta carpo phalangeal (MCP) 6. Proximal interphalang 7. Distal interphalang
6. Biomekanik Wrist
Menurut Pearce (2008) dari morfologinya termasuk articulasio ellipsoidea,
tetapi fungsinya sebagai erticulation gluboidea. Gerakan pada persendian yaitu
fleksi dengan lingkup gerak sendi 80%, ekstensi 70%, ulnar deviasi 30%, dan radial
deviasi 20%. Derajat pada gerakan fleksi dan ulnar deviasi lebih besar dibandingkan
dengan gerakan ekstensi dan radial deviasi. Hal ini disebabkan karena bentuk pada
permukaan sendi radius dari ligament pada bagian dorsal lebih fleksibel daripada
bagian palmar.
B. Lingkup Gerak Sendi
17
1. Definisi
Lingkup Gerak Sendi (LGS) adalah gerak dengan derajat tertentu diantara awal
hingga akhir gerakan dalam sebuah bidang yang spesifik. Posisi untuk memulai
untuk mengukur LGS adalah posisi netral atau posisi anatomi. Posisi anatomi
adalah postur awal dengan ekstremitas atas pada bagian telapak tangan ekstensi
menghadap ke depan, sedangkan untuk ekstremitas bawah kedua tungkai
menghadap kedepan. (Norkin et al., 2016). Terdapar tiga sistem penulisan untuk
mendapatkan LGS yang biasa disebut the neutral zero method, yang banyak
digunakan diseluruh dunia. Sistem 0- sampai 180-derajat, sistem 180- sampai 0-
derajat dan sistem 360- derajat. Normalnya LGS dimulai pada 0 derajat dan
bergerak sampai 180 derajat.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi LGS
Menurut Pristianto (2018) faktor-faktor yang mempengaruhi LGS dibagi
menjadi dua yaitu :
a. Faktor Intrinsik
1) Struktur Sendi
Beberapa jenis sendi dalam tubuh manusia secara anatomis memiliki
lingkup gerak sendi yang berbeda-beda, ada beberapa sendi yang memiliki
struktur lebih besar sehingga ukuran lingkup gerak sendi lebih besar dari
sendi yang lain.
2) Umur dan Jenis Kelamin
LGS dan fleksibilitas akan menurun seiring dengan bertambahnya usia
manusia. Hal ini disebabkan karena sebagian jaringan ikat fibrosa yang
mengalami fibrosis. Sesuai dengan bentuk anatomis dan aktivitasnya wanita
cenderung lebih fleksibilitas daripada laki-laki.
18
3) Struktur Jaringan Ikat
Jaringan ikat seperti fascia dan tendon mampu membatasi pergerakan
lingkup gerak sendi. Terkait dengan karakteristik jaringan ikat yang terdiri
dari elastisitas dan platisitas. Ligamen tidak dapat bertambah elastisitasnya,
namun plastisitasnya dapat bertambah yang dipengaruhi oleh umur dan
kejadian cedera.
4) Cedera yang Dialami Sebelumnya
Penyakit sistemik yang menyebabkan terjadi degenerasi pada otot (DM,
hipertensi, dan jantung), kelainan pada sendi, kelainan neurologis, ataupun
otot, akibat pengaruh cedera atau pembedahan serta inaktivitas atau
imobilisasi dapat menyebabkan penebalan fibrosis pada daerah yang terkena.
Jaringan fibrosis bersifat kurang elastis dan dapat menyebabkan kontraktur
pada ekstremitas dan mengurangi LGS.
b. Faktor Ekstrinsik
1) Postur Tangan
Posisi kerja statis dan postur tangan yang tidak ergonomis pada bahu,
lengan dan pergelangan tangan dalam jangka waktu yang lama akan
menyebabkan peradangan pada jaringan otot dan saraf yang dapat
menyebabkan pembengkakan. Sehingga pembengkakan dapat menekan saraf
medianus sehingga menimbulkan resiko terjadinya CTS (Gingsberg, 2008).
2) Gerakan Repetitif
Merupakan gerakan yang memiliki sedikit variasi gerakan dan dilakukan
secara terus-menerus dengan durasi waktu yang cukup lama, sehingga
mengakibatkan kelelahan dan ketengan pada otot dan tendon. Menyebabkan
19
risiko terjadinya kerusakan pada jaringan dan masalah muskuloskeletal
lainnya (Kuniawan et al., 2008).
3) Durasi Kerja
Aktifitas kerja yang dilakukan dengan waktu yang lama dan gerakan
statis selama lebih dari 4 jam per hari dapat meningkatkan resiko gejala
musculoskeletal pada pergelangan tangan sehingga menyebabkan terjadinya
nyeri pada saat digerakkan, penderita merasa takut dan berhati-hati untuk
menggerakkan tangan terutama ekstensi dan fleksi. Apabila dibiarkan akan
mengakibatkan penurunan stabilitas dari jaringan sekitar pergelangan tangan
dan dapat menghambat pergerakan sendi (Fitriani, 2012).
3. Lingkup Gerak Sendi Phalanges
Metode International Standard Orthopedic Measurement (ISOM) (Djohan et
al., 2016)
Tabel 2.1 Lingkup Gerak Sendi Phalanges
Gerakan Letak Goniometer Rom Normal
Metacarpophalanges
Ekstensi/Fleksi thumb Bagian dorsum MCP S: - -
Ekstensi/Fleksi jari 2-3 Bagian dorsum MCP S: - -
Abduksi/Adduksi thumb Bagian dorsum MCP F: - -
Proximal
Interphalanges
Ekstensi/Fleksi thumb Bagian dorsum IP S: - -
Ekstensi/Fleksi jari 2-3 Bagian dorsum IP F: - -
Distal Interphalanges
Ekstensi/Fleksi jari 2-3 Bagian dorsum IP S: - -
4. Alat Ukur
Pada pengukuran lingkup gerak sendi menggunakan alat ukur goniometer.
Istilah goniometer berasal dari dua kata dalam bahasa yunani yaitu gonia artinya
20
sudut dan meter yang artinya ukur (Fitriani, 2012). Goniometri digunakan untuk
mengukur dan mendata kemampuan gerakan suatu sendi yang aktif dan pasif.
Goniometri merupakan bagian penting dari keseluruhan evaluasi sendi. Tujuan
dilakukannya pengukuran adalah untuk mengetahui besarnya LGS suatu sendi,
membantu menegakkan diagnosis fisioterapi, membantu menentukan tindakan
fisioterapi, dan mengevaluasi keberhasilan program terapi. Berikut ini merupakan
gambar goniometer phalanges
Gambar 2.7 Goniometer Phalanges
(Sumber : Fitriani, 2012)
Pada pemeriksaan LGS pasif struktur pada tiap sendi dapat terasa. Beberapa
sendi LGS nya dibatasi oleh kapsul sendi, ligamen. Ketegangan otot, benturan
permukaan sendi dan jaringan lunak. Rasa yang dapat dirasakan oleh seseorang
yang melakukan pemeriksaan pada akhir ROM pasif disebut dengan end feel.
Menentukan end feel harus dilakukan secara perlahan untuk merasakan akhir
gerakan sendi dan membedakan antara fisiologi end feel dan patologi end feel.
C. Carpal Tunnel Syndrome
1. Definisi
21
Carpal Tunnel Syndrome (CTS) adalah salah satu penyakit yang mengenai
nervus medianus dikarenakan adanya tekanan pada neuropati (entrapment
neuropathy). Penyebabnya edema fascia pada terowongan karpal maupun kelainan
pada tulang-tulang tangan yang dapat menimbulkan penekanan pada nervus
medianus di pergelangan tangan. CTS merupakan kelemahan yang terjadi pada
pergelangan tangan yang disertai adanya nyeri, paraestesia jari-jari yang mendapat
inervasi dari saraf medianus, kelamahan dan atrofi otot tenar. (Bahrudin, 2013).
Gejala yang ditimbulkan umumnya dimulai dengan gejala sensorik walaupun
pada akhirnya dapat pula menimbulkan gejala motorik. Pada awalnya gejala yang
sering dijumpai adalah adanya rasa nyeri, tebal (numbness), dan rasa seperti
kesetrum/aliran listrik (tingling) pada daerah yang diinervasi oleh nervus
medianus. Seringkali gejala ini timbul di malam hari yang menyebabkan penderita
terbangun dari tidurnya. Jika, dibiarkan terus-menerus penyakit ini dapat
berlangsung terus secara progresif dan semakin memburuk (Wiqcek, 2007).
Berikut ini merupakan gambar carpal tunnel syndrome
Gambar 2.8 Carpal Tunnel Syndrome
(Sumber : Harvey, 2012)
22
2. Epidemiologi
Menurut Bahrudin (2011) National Health Interview Study (NIHS)
memperkiran bahwa prevalensi carpal tunnel syndrome yang pada populasi dewasa
adalah sebesar 1.55% (2,6 juta). Kejadian CTS pada populasi diperkirakan 3% pada
wanita dan 2% pada laki-laki dengan prevalensi CTS dialami sekitar umur 40-60
tahun dan tertinggi pada wanita dengan usia >55 tahun.
3. Patofisiologi
Gerakan yang dilakukan secara berulang-ulang dan statis menyebabkan
kontraksi otot secara terus-menerus yang akan menimbulkan spasme dan sirkulasi
darah tidak lancar. Hal ini menyebabkan penumpukan asam laktat dan zat-zat kimia
seperti bradikinesia dan histamine. Penumpukan zat-zat tersebut merangsang ujung-
ujung saraf nyeri dan akan diteruskan ke medulla spinalis. Kemudian akan
dilanjutkan oleh saraf acendent disampaikan ke otak lalu timbullah rasa nyeri.
Adanya rasa nyeri menyebabkan penderita mengalami keterbatasan gerak. Jika hal
ini terus dibiarkan maka akan menimbulkan kelemahan otot dan menyebabkan
gangguan pada fungsi dan gerak yang berhubungan dengan fungsi pada pergelangan
tangan (Abdullah, 2013).
4. Etiologi
Penyebab dari CTS masih belum diketahui atau idiopatik secara pasti, namun
ada beberapa kelainan anatomis dan struktural yang menyebabkan terjadinya
penyakit ini, disebut dengan secondary CTS (Chammas et al., 2013).
a. Idiopathic Carpal Tunnel Syndrome
Idiophatic CTS sebagian besar dialami oleh wanita (65%-80%) dan antara
usia 40-60 tahun. 50- 60% terjadi pada kasus bilateral. Berhubungan dengan
23
hipertrofi membran synovial dan tendon fleksor yang dipicu oleh degenerasi
jaringan ikat, sclerosis pembuluh darah, edema dan fragmentasi kolagen. Data
medis meta-analisis didapatkan bahwa jenis kelamin, umur, genetik, dan
antropometri adalah fakor dari predisposisi yang penting. Gerakan yang
berulang, paparan terhadap getaran, suhu dingin, obesitas, dan merokok juga
menjadi faktor terjadinya CTS.
b. Secondary Carpal Tunnel Syndrome
Kategori Secondary CTS lebih ditekankan pada abnormalitas dari struktur
disekitar terowongan karpal yang menyebabkan tertekannya saraf medianus.
Beberapa kondisi yang menyebabkan terjadinya kelainan struktur:
1) Abnormalitas dari bentuk atau posisi dari tulang karpal: dislokasi atau
subluksasi pada tulang karpal,
2) Abnormalitas dari bentuk distal tulang radius: fraktur dengan translasi lebih
dari 35% atau skewedconsolidation dari tulang distal radius, osteosynthesis
materialon anterior tulang radius,
3) Kelainan persendian: arthosis pada pergelangan tangan, arthritis inflamasi,
arthritis infeksius, rhizarthrosis dan villonodular synovitis.
5. Faktor Yang Mempengaruhi CTS
Carpal Tunnel Syndrome (CTS) termasuk Cummulative Trauma Disorder yang
memiliki beberapa faktor sebagai berikut: (Chammas et al., 2013)
a. Gerakan repetitive,
b. Gerakan dengan tekanan: menekan, mendorong, mengangkat barang, dan
menarik,
c. Posisi tubuh yang statis: posisi tubuh menahan beban tanpa bergerak,
d. Gerakan cepat,
24
e. Kurangnya istirahat,
f. Masa kerja: pekerja dengan lama bekerja ≥20 tahun lebih beresiko mengalami
CTS,
g. Durasi kerja,
h. Usia
6. Gejala Klinis
Beberapa gejala yang umum pada CTS adalah nyeri pada pergelangan tangan,
rasa kesemutan, rasa nyeri, atau kebas pada bagian distal (jempol, telunjuk, jari
tengah dan sebagian jari manis), kemampuan menggenggam akan berkurang
sehingga akan mempengaruhi gerak fungsional (Ibrahim et al., 2012). Menurut
Ibrahim (2012) tanda dan gejala CTS dapat diklasifikasikan menjadi tiga tahap :
a. Tahap pertama : pasien mengalami gangguan tidur pada malam hari, adanya
rasa kebas dan bengkak pada tangan. Beberapa merasakan adanya nyeri berat
yang terasa dari pergelangan tangan sampai bahu seperti tertusuk yang
menyebabkan rasa tidak nyaman dari pergelangan tangan hingga jari-jari.
b. Tahap kedua : gejala mulai muncul disepanjang hari terutama saat melakukan
aktivitas statis dalam waktu yang lama dan pekerjaan yang berulang-ulang pada
pergelangan tangan. Terdapat gangguan motor deficit.
c. Tahap akhir : atropi pada otot thenar dan respon saraf medianus menjadi lambat
akibat kompresi pada carpal tunnel. Fase ini sensorik mulai berkurang,
kelemahan dan atropi pada m.abductor pollicis, terasa nyeri pada otot thenar dan
kompresi semakin berat.
25
7. Pemeriksaan Spesifik
Menurut Park (2019) terdapat beberapa tes yang dapat dilakukan untuk
menegakkan diagnosa CTS, antara lain :
a. Test Tinel
Dilakukan untuk mendukung diagnosa bila timbul parastesia atau nyeri pada
distribusi nerve medianus. Dilakukan dengan cara melakukan perkusi pada
daerah terowongan karpal dengan posisi lengan tangan sedikit dorso flexi. Hasil
tes dinyakatakan positif jika timbul rasa kesemutan atau nyeri. Berikut ini
merupakan gambar test tinel
Gambar 2.9 Tinel test
(Sumber: Huldani, 2013)
b. Test Phalen
Penderita diminta melakukan fleksi tangan secara maksimal dengan
punggung tangan. Tahan hingga 60 detik, bila timbul rasa kebas,
kesemutan,nyeri menjalar pada pergelangan tangan hingga jari-jari maka
hasilnya postif CTS. Tes ini sangat sensitif untuk menegakkan diagnosa CTS
(Huldani, 2013). Berikut ini merupakan gambar test phalen
26
Gambar 2.10 Phalen Test
(Sumber : Huldani, 2013)
c. Wrist Compression Test
Kompresi di atas nervus medianus poximal wrist dengan ibu jari selama
30 detik. Positif jika nyeri (Badrunnesa et al., 2018). Berikut ini merupakan
gambar struktur anatomi writ compression test
Gambar 2.11 Wrist Compression Test
(Sumber: Park et al., 2019)
8. Diagnosa Banding
Menurut Rambe (2014) diagnosa banding carpal tunnel syndrome antara lain :
a. Cervical radiculopathy. Gejalanya berupa nyeri leher yang menyebar ke bahu,
lengan atas dan bawah, parasthesia dan kelemahan atau spasme otot. Keluhan
berukurang saat leher diistirahatkan. Distribusi gangguan sensorik sesuai
dermatom.
27
b. Thoracic outlet syndrome. Gejala berupa atrofi pada otot-otot tangan lainnya
selain otot thenar. Gangguan sensorik dijumpai dari tangan dan lengan bawah
pada sisi ulnaris
c. Pronator teres syndrome. Keluhan lebih menonjol pada rasa nyeri di telapak
tangan daripada CTS karena percabangan nervus medianus ke kulit telapak
tangan tidak melalui terowongan karpal
d. De Quervain’s syndrome. Gejalanya rasa nyeri dan nyeri tekan pada
pergelangan tangan di dekat ibu jari. Tenosivitis dari tendon muskulus abductor
pollicis dan ekstensor pollicis brevis.
D. Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation
1. Definisi
TENS adalah alat yang menghasilkan arus listrik dan bekerja dengan cara
merangsang saraf untuk mengurangi rasa sakit. Alat ini dilengkapi elektroda yang
berfungsi untuk menyalurkan arus listrik yang dapat merangsang saraf pada daerah
yang mengalami nyeri. Arus listrik yang dihantarkan melalui elektroda akan terasa
dibawah kulit dan otot (Pranata, 2017). Sinyal dari tens berfungsi untuk
mengganggu sinyal nyeri mempengaruhi saraf-saraf dan memutus sinyal nyeri
sehingga penderita merasakan nyerinya berkurang. Dapat membantu tubuh untuk
memproduksi endorfin yang dapat menghalangi persepsi nyeri. TENS akan
mengaktifkan serat raba berdiameter besar (Aβ) tanpa mengaktifkan serat
nociceptive berdiameter yang lebih kecil (Aδ dan C), yang akan menghasilkan
substansi analgetik segmental yang di keluarkan otak secara cepat dan terlokalisir
pada dermatom yang bekerja pada sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer untuk
mengurangi nyeri. Penggunaan metode TENS akan memberikan efek vasodilatasi
28
sehingga secara otomatis otot akan terulur dan menambah lingkup gerak sendi
(Klaus, 2013).
2. Indikasi
Penggunaan TENS tidak menimbulkan ketagihan, tidak menyebabkan mual
muntah atau ngantuk dan dapat dilakukan kapan saja sesuai kebutuhan (Josimari et
al., 2008). Indikasinya antara lain nyeri akut, pada penggunaan nyeri akut jenis
TENS yang digunakan konvensional. Efektif untuk pengobatan nyeri tulang
belakang akut, strain, sprain tulang belakang. Pada beberapa kondisi kronis TENS
juga bisa diberikan seperti nyeri punggung bawah, rematoid arthritis, sendi
degeneratif, neuropati perifer, migran dan cedera saraf perifer.
3. Kontraindikasi
Adanya fraktur baru (menghindari gerakan yang tidak diinginkan), perdarahan
aktif, phlebitis, dan kerusakan pada sistem pacemaker jantung (Ganong, 2003).
4. Manfaat
TENS konvensial menghasilkan efek analgesia yang menginhibisi neuron
nosiseptif di kornu posterior medulla spinalis, hal ini dapat mengacu pada teori gate
control. TENS yang bersifat nosiseptif yang akan memacu algogenic chemical pain
(zat P: histamine, prostaglandin, dan bradikinin) yang berperan meneruskan
stimulus nosiseptif dengan merangsang reseptor enkepalin. Rangsangan pada
resepotor enkepalin merupakan stimulus prodomik yang akan diikuti dengan
pembebasan endorphin sehingga nyeri akan berkurang dan sendi mudah untuk
digerakkan (Haryanto & Kuntono, 2016).
5. Teknik Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation & Dosis
Pengaplikasian TENS pada kasus carpal tunnel syndrome yaitu dengan
menggunakan dua elektroda, yaitu dengan satu elektroda ditempatkan pada
29
ligamentum carpal, dan satu elektroda lainnya ditempatkan pada 10 cm diatasnya.
Waktu pemberian 20 menit dan dilakukan tiga kali dalam seminggu. Dengan
frekuensi 80-100Hz, dengan intensitas sesuai kemampuan pasien (Koca et al.,
2014). Berikut ini merupakan gambar penempatan elektroda TENS pada carpal
tunnel syndrome.
Gambar 2.12 Location of The TENS Electrodes
(Sumber : Tabatabai et al., 2016)
E. Neurodynamic Mobilization
1. Definisi
Neurodynamic Mobilization adalah teknik manipulatif dimana jaringan saraf
digerakkan dan diulurkan baik gerakan yang relatif terhadap sekitarnya (mechanical
interface) atau dengan pengembangan ketegangan (Nurfitriyah, 2013). Mechanical
Interface adalah sebagian besar jaringan yang secara anatomis berdekatan dengan
jaringan saraf yang dapat digerakkan secara bebas dari sistem saraf. NDM
menggunakan teknik tensioners dan sliding. Teknik sliding merupakan teknik
neurodynamic yang menggunakan pergerakan tubuh untuk menggerakkan saraf
dalam arah yang sama. Sedangkan untuk teknik tensioner merupakan teknik yang
menggerakkan struktur saraf kearah yang berlawanan. Teknik ini efektif diberikan
untuk permasalahan yang berfokus pada flexibilitas saraf dan nyeri kronis (Nugraha,
2019). Pada pemberian Neurodynamic mobilization secara perlahan akan
memberikan efek mekanik dengan adanya gerakan pada sendi-sendi, otot, dan saraf
30
yang akan ter-strech, sehingga nyeri akan berkurang dan lingkup gerak sendi
meningkat (Huldani, 2013).
2. Indikasi
Pemberian bisa dilakukan pada kelainan saraf tepi yang kondisinya masih baik
tetapi sensitifitasnya terganggu seperti parestesia, kesemutan dan kondisi nyeri
seperti nyeri tajam dan menjalar (Shacklock, 2005).
3. Kontraindikasi
Pada kondisi tertentu teknik ini tidak dianjurkan untuk dilakukan, seperti adanya
iritable, peradangan yang masih baru, tumor dan gejala lesi medulla spinalis
(Shacklock, 2005).
4. Manfaat
Menurut Brown, et al (2011) NDM memiliki manfaat berupa: melepaskan iritasi
saraf karena adnya penjempitan saraf, meningkatkan kelenturan pada saraf,
mobilisasi pada jaringan lunak, dan normalisasi sirkulasi darah pada jaringan saraf.
5. Teknik Neurodynamic Mobilization & Dosis
Pada teknik tension menggerakkan tangan dan leher secara berlawanan, yaitu
dengan posisi tangan abduksi shoulder dengan wrist dalam keadaan dorso flexi,
sedangkan leher dalam keadaan lateral flexi. Gerakan ini dilakukan secara
perlahan. Pada teknik sliding berkebalikan dari teknik sebelumnya, yaitu dengan
posisi tangan abduksi shoulder, elbow dalam posisi flexi dan wrist posisi palmar
flexi. Sedangkan posisi kepala lateral flexi kearah tangan tersebut. Gerakan
tersebut dilakukan dengan kepala akan bergerak dalam waktu yang sama secara
ipsilateral (Santana et al., 2019). Dilakukan sebanyak 20 kali (gerakan pertama 10
31
gerakan dan gerakan kedua 10 gerakan) dilakukan sebanyak tiga kali dengan
interval waktu istirahat 15 detik. Berikut ini merupakan gambar gerakan
neurodynamic mobilization
Gambar 2.13 Neurodynamic Mobilization
(Sumber : Henrique et al., 2009)