BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kepemimpinan
2.1.1 Definisi Kepemimpinan
Nilai kepemimpinannya tidak lagi ditentukan oleh bakat alamnya akan tetapi
oleh kemampuannya menggerakkan banyak orang melakukan satu karya bersama,
berkat pengaruh kepemimpinannya yang diperoleh melalui pelatihan dan pendidikan.
Menurut (Kartono, 2014) mengemukakan bahwa :
“Kepemimpinan tidak lagi didasarkan pada bakat dan pengalaman saja, tetapi
pada penyiapan secara berencana, melatih calon – calon pemimpin.
Semuanya dilakukan lewat perencanaan, penyelidikan,
percobaan/eksperimen, analisis, supervise, dan penggemblengansecara
sistematis untuk membangkitkan sifat – sifat pemimpin yang unggul, agar
mereka berhasil dalam tugas – tugasnya”.
Menurut (Effendi, 2014) “Kepemimpinan atau leading merupakan bagian
penting dan salah satu fungsi dari manajemen, tetapi tidak bisa disamakan dengan
manajemen. Kepemimpinan merupakan kemampuan yang dipunyai seseorang untuk
memengaruhi orang lain agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran yang diinginkan”.
Menurut (Syahyuni, 2017) “Kepemimpinan merupakan aktivitas yang utama
yang mana tujuan organisasi dapat dicapai pada umumnya kepemimpinan
didefinisikan sebagai suatu kelompok untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu”.
Menurut (Widiyanti, et al, 2019), “Kepemimpinan adalah kemampuan untuk
memengaruhi kelompok menuju pencapaian sasaran”.
Sedangkan menurut (Rosmita dan Kaman Ninggolan, 2015) “Kepemimpinan
adalah seni untuk membuat orang lain mengikuti kehendak kita. Dengan kata yang
lain kepemimpinan adalah proses untuk mempengaruhi. Proses mempengaruhi
hendaknya dimulai dari dalam diri sendiri, agar bisa memimpin orang lain”.
Seperti telah dijelaskan, pengertian dari kepemimpinan dapat disimpulkan
bahwa kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk memengaruhi suatu
kelompok untuk mencapai tujuan dan sasaran tertentu.
2.1.2 Teori Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan menurut (Sutikno, 2014) mengatakan “gaya
kepemimpinan atau perilaku kepemimpinan atau sering disebut Tipe
Kepemimpinan”. Berikut ini merupakan definisi gaya kepemimpinan yang
dikemukakan oleh beberapa ahli :
(Hasibuan, 2016) menyatakan bahwa, “Gaya Kepemimpinan adalah cara
seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan yang bertujuan untuk
mendorong gairah kerja, kepuasan kerja dan produktivitas karyawan yang tinggi,
agar dapat mencapai tujuan organisasi yang maksimal”.
Menurut (Rohaeni, 2016) “Gaya Kepemimpinan adalah cara yang digunakan
dalam proses kepemimpinan yang mengimplementasikan dalam perilaku
kepemimpinan seseorang untuk mengetahui orang lain untuk bertindak sesuai dengan
apa yang dia inginkan”.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan
merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok,
kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau kelompok dengan memiliki
kemampuan atau keahlian khusus dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya,
untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok.
Gaya kepemimpinan menurut (Sutikno, 2014) mengatakan “gaya
kepemimpinan atau perilaku kepemimpinan atau sering disebut Tipe
Kepemimpinan”. Tipe kepemimpinan yang luas dikenal dan diakui keberadaannya
adalah sebagai berikut:
1. Tipe Otokratik
Tipe kepemimpinan ini menganggap bahwa kepemimpinan adalah hak
pribadinya (pemimpin), sehingga ia tidak perlu berkonsultasi dengan orang
lain dan tidak boleh ada orang lain yang turut campur. Seorang pemimpin
yang tergolong otokratik memiliki serangkaian karakteristik yang biasanya
dipandang sebagai karakteristik yang negatif.
2. Tipe Kendali Bebas atau Masa Bodo (Laisez Faire)
Tipe kepemimpinan ini merupakan kebalikan dari tipe kepemimpinan
otokratik. Dalam kepemimpinan tipe ini sang pemimpin biasanya
menunjukkan perilaku yang pasif dan seringkali menghindar diri dari
tanggung jawab. Seorang pemimpin yang kendali bebas cenderung memilih
peran yang pasif dan membiarkan organisasi berjalan menurut temponya
sendiri.
3. Tipe Paternalistik
Persepsi seorang pemimpin yang paternalistik tentang peranannya dalam
kehidupan organisasi dapat dikatakan diwarnai oleh harapan bawahan
kepadanya.Harapan bawahan berwujud keinginan agar pemimpin mampu
berperan sebagai bapak yang bersifat melindungi dan layak dijadikan sebagai
tempat bertanya dan untuk memperoleh petunjuk, memberikan perhatian
terhadap kepentingan dan kesejahteraan bawahannya.
2.1.3 Variabel Dimensi Kepemimpinan
Menurut (Suntoyo, 2015) variabel – variabel kepemimpinan adalah :
1. Cara Berkomunikasi
Setiap pemimpin harus mampu memberikan informasi yang jelas dan untuk
itu harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik dan lancar.
Karena dengan komunikasi yang baik dan lancer, tentu hal ini akan
memudahkan bagi bawahannya guna menangkap apa yang dikehendaki oleh
seorang pemimpin baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Jika
seorang pemimpin dalam mentransfer informasi sulit dipahami dan
dimengerti oleh para bawahannya atau karyawannya, maka menimbulkan
permasalahan.Sebab di satu sisi ingin program kerja dalam pencapaian tujuan
perusahaan tercapai, namun di sisi lainnya para karyawan atau bawahan
merasa bingung atau kesulitan harus bekerja yang bagaimana sehingga
mampu mencapai tujuan perusahaan.
2. Pemberian Motivasi
Seorang pemimpin selain mempunyai kemampuan untuk berkomunikasi yang
baik dan lancar, tentu saja mempunyai kemampuan untuk memberi dorongan
– dorongan atau memberi motivasi kepada bawahannya baik motivasi secara
finansial atau nonfinansial. Perhatian seorang pemimpin akan sangat berarti
bagi bawahan, bahwa dari segi penghargaan ataupun pengakuan sangat
memberikan makna yang sangat tinggi bagi karyawan atau bawahan. Hal ini
akan dapat menciptakan prestasi dan suasana kondusif bagi keberhasilan
usaha, dimana bawahan atau karyawan akan merasa diperhatikan oleh
pemimpinnya yang mewakili perusahaan, dengan harapan prestasi yang
dicapai selama ini mendapatkan penghargaan yang sepadan.
3. Kemampuan Memimpin
Tidak setiap orang atau pemimpin mampu memimpin, karena yang berkenan
dengan bakat seseorang untuk mempunyai kemampuan memimpin adalah
berbeda – beda. Hal ini dapat terlihat dari gaya kepemimpinannya, apakah
mempunyai gaya kepemimpinan autokratik, partisipatif, atau bebas kendali.
Masing – masing mempunyai kelebihan dan kekurangan.
4. Pengambilan Keputusan
Seorang pemimpin harus mampu mengambil keputusan berdasarkan fakta
dan peraturan yang berlaku di perusahaan serta keputusan yang diambil
mampu memberikan motivasi bagi karyawan untuk bekerja lebih baik bahkan
mampu memberikan kontribusi bagi peningkatan produktivitas kerja.Dengan
demikian keputusan yang telah diambil tersebut berlaku efektif dalam
menanamkan rasa percaya diri para karyawannya.
5. Kekuasaan yang Positif
Seorang pemimpin dalam menjalankan organisasi atau perusahaan walaupun
dengan gaya kepemimpinan yang berbeda – beda tentu saja harus
memberikan rasa aman bagi karyawan (bawahan) yang bekerja (positif
leadership). Hal ini sesuai sekali dengan gaya kepemimpinan melalui
pendekatan manusiawi, dimana para karyawan dituntut untuk bekerja dengan
sepenuh hati untuk menghasilkan produk yang berkualitas baik, tanpa adanya
penekanan dari pihak manapun.
2.2 Prestasi Kerja
2.2.1 Definisi Prestasi Kerja
Prestasi kerja adalah hasil yang dicapai atau yang diinginkan oleh semua
orang dalam bekerja melalui beberapa indikator diantaranya kualitas kerja, kuantitas
kerja, dan waktu kerja.
Menurut (Yusuf, 2015) :
“Prestasi Kerja adalah hasil kerja SDM dalam suatu organisasi. Prestasi kerja
dapat merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja SDM.
Penampilan hasil kerja tidak terbatas pada pegawai yang memangku jabatan
fungsional maupun struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran SDM
dalam suatu organisasi atau perusahaan”.
Menurut (Martina & Syarifuddin, 2014) “Prestasi kerja adalah salah satu
faktor penting yang dapat memberikan kontribusi pada perusahaan dengan cara lebih
menekankan pada hasil atau yang diperoleh dari sebuah pekerjaan”.
Berdasarkan pendapat tersebut, prestasi kerja adalah hasil karya atau hasil
kerja dari seorang individu terhadap tugas yang diembannya sesuai dengan
banyaknya kewajiban yang dipikulnya.Prestasi kerja didorong oleh adanya motif dari
diri sendiri untuk bisa berbuat yang lebih baik lagi.
2.2.2 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Kerja
Menurut Steers dalam (Sutrisno, 2015) mengatakan bahwa pada umumnya
orang percaya bahwa prestasi kerja individu merupakan fungsi dari tiga faktor, yaitu:
1. Kemampuan, perangai, dan minat seorang pekerja.
2. Kejelasan dan penerimaan atas penjelasan peranan seorang pekerja.
3. Tingkat motivasi kerja.
Menurut Byars, et al. dalam (Sutrisno, 2015) mengemukakan “ada dua faktor
yang memengaruhi prestasi kerja, yaitu faktor individu dan faktor lingkungan”.
Faktor – faktor individu yang dimaksud adalah:
1. Usaha (effort) yang menunjukkan sejumlah sinergi fisik dan mental yang
digunakan dalam menyelenggarakan gerakan tugas.
2. Abilities, yaitu sifat – sifat personal yang diperlukan untuk melaksanakan
suatu tugas.
3. Persepsi tugas, yaitu segala perilaku dan aktivitas yang dirasa perlu oleh
individu untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.
Menurut (Mangkunegara, 2014), faktor – faktor yang mempengaruhi prestasi
kerja adalah faktor kemampuan dan faktor motivasi, yaitu:
1. Faktor kemampuan secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri
dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill).
Artinya pegawai yang memiliki IQ diatas rata – rata: (110 – 120) dengan
pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan
pekerjaan sehari – hari, maka ia akan lebih mudah mencapai 20 kinerja yang
diharapkan. Oleh sebab itu pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang
sesuai dengan keahlian.
2. Faktor motivasi berbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam
menghadapi situasi kerja.
2.2.3 Indikator – Indikator Prestasi Kerja
Indikator prestasi kerja karyawan indikator prestasi kerja menurut (Sutrisno,
2015) sebagai berikut:
1. Hasil Kerja
Tingkat kuantitas maupun kualitas yang telah dihasilkan dan sejauh mana
pengawasan dilakukan.
2. Pengetahuan Pekerjaan
Tingkat pengetahuan yang terkait dengan tugas pekerjaan yang akan
berpengaruh langsung terhadap kuantitas dan kualitas dari hasil kerja.
3. Inisiatif
Tingkat inisiatif selama melaksanakan tugas pekerjaan khususnya dalam hal
penanganan masalah – masalah yang timbul.
4. Kecelakaan Mental
Tingkat kemampuan dan kecepatan dalam menerima instruksi kerja dan
menyelesaikan dengan cara kerja situasi kerja yang ada.
5. Sikap
Tingkat semangat kerja serta sikap positif dalam melaksanakan tugas
pekerjaan.
6. Disiplin Waktu dan Absensi
Tingkat ketepatan waktu dan tingkat kehadiran.
2.2.4 Metode Penilaian Prestasi Kerja
Yang dimaksud dengan “sistem penilaian prestasi kerja ialah suatu
pendekatan dalam melakukan penilaian prestasi kerja para pegawai dimana terdapat
berbagai faktor”, yaitu (Siagian, 2014):
1. Yang dinilai adalah manusia yang disamping memiliki kemampuan tertentu
juga tidak luput dari berbagai kelemahan dan kekurangan.
2. Penilaian yang dilakukan pada serangkaian tolak ukur tertentu yang realistic,
berkaitan langsung dengan tugas seseorang serta kriteria yang ditetapkan
secara objektif.
3. Hasil penilaian harus disampaikan kepada pegawai yang dinilai dengan tiga
maksud yaitu berkaitan dengan penilaian positif, penilaian negatif maupun
penilaian yang tidak objektif.
4. Hasil penilaian yang dilakukan secara berkala itu terdokumentasi dengan rapi
dalam arsip kepegawaian setiap orang sehingga tidak ada informasi yang
hilang, baik yang sifatnya menguntungkan maupun merugikan pegawai.
Hasil penilaian prestasi kerja setiap orang menjadi bahan yang selalu turut
dipertimbangkan dalam setiap keputusan yang diambil mengenai mutasi pegawai,
baik dalam arti promosi, alih tugas maupun dalam pemberhentian tidak atas
permintaan sendiri.
2.3 Konsep Dasar Operasional dan Perhitungan
2.3.1 Kisi – Kisi Operasional Variabel
Konsep dasar operasional berisi dimensi – dimensi, dalam dimensi tersebut
diuraikan indikator – indikator yang dapat dijadikan pernyataan – pernyataan
kuesioner dalam penelitian tugas akhir ini.Dimensi – dimensi tersebut diambil
berdasarkan pendapat para ahli yang ada di dalam buku – buku untuk dijadikan
pedoman sesuai dengan materi dan bahan yang bersangkutan dengan variabel
kepemimpinan dan prestasi kerja karyawan.
Berikut ini adalah tabel yang berisi konsep dasar operasional variabel
kepemimpinan (X) dan variabel prestasi kerja karyawan (Y) yang dijadikan sebagai
pernyataan kuesioner, yaitu:
Tabel II. 1
Konsep Dasar Operasional Variabel Kepemimpinan (X)
Variabel
Penelitian Dimensi Indikator
Nomor
Butir
Kepemimpinan
(X)
1. Cara
Berkomunikasi
a. Kejelasan informasi
b. Penerangan
c. Kegiatan organisasi
1,2,3
2. Pemberian
Motivasi
a. Dorongan
b. Perhatian
c. Penghargaan
4,5,6
3. Kemampuan
Memimpin
a. Pengarahan
pelaksanaan tugas
dan tanggung jawab
7
4. Pengambilan
Keputusan
a. Konsultasi
b. Pertimbangan saran
8,9
5. Kekuasaan yang
Positif
a. Mengerjakan tugas
tanpa paksaan
10
Sumber: (Suntoyo, 2015)
Sedangkan kisi – kisi operasional variabel yang peneliti gunakan untuk
varibel prestasi kerja karyawan (Y) adalah sebagai berikut:
Tabel II. 2
Konsep Dasar Operasional Variabel Prestasi Kerja (Y)
Variabel
Penelitian Dimensi Indikator
Nomor
Butir
Prestasi Kerja
(Y)
1. Hasil Kerja a. Kuantitas
b. Kualitas 1,2
2. Pengetahuan
Pekerjaan
a. Tingkat pengetahuan
tugas pekerjaan 3
3. Inisiatif
a. Tingkat inisiatif
melaksanakan tugas
b. Cara menangani
masalah – masalah
yang timbul
4,5
4. Kecelakaan Mental
a. Kemampuan dan
kecepatan
b. Menyelesaikan
pekerjaan dengan
situasi kerja yang ada
6,7
5. Sikap a. Semangat kerja 8
6. Disiplin Waktu dan
Absensi
a. Ketepatan waktu
bekerja
b. Kehadiran
9,10
Sumber: (Sutrisno, 2014)
2.3.2 Uji Instrumen Penelitian
Uji instrumen penelitian mencakup cara untuk menentukan uji validitas dan
uji realibilitas. Dalam penulisan tugas akhir ini penulis menggunakan aplikasi SPSS
versi 22 untuk menguji validitas dan realibilitas.
1. Uji Validitas
Menurut (Sugiyono, 2017), “Pengujian validitas tiap butir digunakan
analisis item, yaitu mengkorelasikan skor tiap butir dengan skor total yang
merupakan jumlah tiap skor butir”.
Dalam hal analisis item ini Masrun dalam (Sugiyono, 2017)
menyatakan “Teknik Korelasi untuk menentukan validitas item ini sampai
sekarang merupakan teknik yang paling banyak digunakan”. Selanjutnya
dalam memberikan interpretasi terhadap koefisien korelasi, Masrun
menyatakan “Item yang mempunyai korelasi positif dengan kriterium (skor
total) serta korelasi yang tinggi, menunjukkan bahwa item tersebut
mempunyai validitas yang tinggi pula. Biasanya syarat minimum untuk
dianggap memenuhi syarat adalah kalau r = 0,3”. Jadi kalau korelasi antara
butir dengan skor total kurang dari 0,3 maka butir dalam instrumen tersebut
dinyatakan tidak valid.
2. Uji Reliabilitas
Menurut (Priyatno, 2017) “Uji reliabilitas digunakan untuk
mengetahui konsistensi alat ukur pada kuesioner”. Metode yang sering
digunakan dalam penelitian untuk mengukur skala rentangan (seperti skala
likert 1 – 5) adalah Cronbach Alpha. Uji reliabilitas merupakan kelanjutan
dari item yang valid saja. Untuk menentukan apakah instrumen reliable atau
tidak, gunakan batasan 0,6.
Tabel II. 3
Skala Alpha Cronbach
Nilai Alpha Cronchbach’s Keterangan
0,00 – 0,20 Kurang reliable
0,21 – 0,40 Agak reliable
0,41 – 0,60 Cukup reliable
0,61 – 0,80 Reliable
0,81 – 1,00 Sangat reliable Sumber: (Priyatno, 2017)
2.3.3 Konsep Dasar Perhitungan
Konsep dasar perhitungan yang digunakan oleh peneliti adalah perhitungan
dengan menggunakan SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 22 serta
perhitungan menggunakan Microsoft Excel 2013. Untuk menentukan nilai pada tabel
penolong, analisis data dilakukan untuk dapat menjelaskan tentang masalah yang
diselidiki dalam tugas akhir ini yaitu masalah pelaksanaan Kepemimpinan sebagai
variabel bebas atau Independent (X) dan Prestasi kerja karyawan sebagai variabel
terikat atau Dependent (Y) serta pengaruh Variabel X terhadap Variabel Y melalui
analisis berikut:
1. Populasi dan Sampel
Menurut (Sugiyono, 2017) “Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri
atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya”. Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga obyek dan
benda – benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada
pada obyek/subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat
yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu.Populasi dalam penelitian ini
karyawan di PT Rekayasa Industri Jakarta berjumah 40 karyawan.
Sedangkan sampel menurut (Sugiyono, 2017) “Sampel adalah bagian dari
jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Bila populasi
besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi,
misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat
menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari
sampel itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu
sampel yang diambil dari populasi harus betul – betul representatif
(mewakili).
Menurut (Sugiyono, 2017) “Teknik sampling adalah merupakan teknik
pengambilan sampel”. Cara menentukan teknik pengambilan sampel Tugas
Akhir ini ialah sampel jenuh.Responden yang dijadikan sebagai sampel dalam
penelitian ini berjumlah 40 karyawan di UnitKnowledge Management PT
Rekayasa Industri Jakarta.
2. Skala Likert
Menurut (Sugiyono, 2017), “Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap,
pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena
social”. Dalam penelitian, fenomena sosial ini telah ditetapkan secara spesifik
oleh peneliti, yang selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian. Dengan
skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator
variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk
menyusun item – item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau
pertanyaan.Berikut contoh tabel skala Likert.
Tabel II. 4
Skala Likert
Skor/Bobot Alternatif Jawaban Kode
5 Sangat Setuju SS
4 Setuju S
3 Ragu – Ragu RR
2 Tidak Setuju TS
1 Sangat Tidak Setuju STS
Sumber: (Sugiyono, 2016)
3. Uji Koefisien Korelasi
Menurut (Siregar, 2014) “Koefisien korelasi adalah bilangan yang
menyatakan kekuatan hubungan antara dua variabel atau lebih atau juga dapat
menentukan arah dari kedua variabel”.
Rumus untuk mencari Uji Koefisien Korelasi:
(∑ ) (∑ )(∑ )
√( ∑ ( ) )( ∑ ( ) )
Keterangan:
r = Koefisien Korelasi
n = Total responden
∑ = Total jumlah dari variabel x
∑ = Total jumlah dari variabel y
∑ = Kuadrat dari total jumlah dari variabel x
∑ = Kuadrat dari total jumlah variabel y
∑ = Hasil perkalian dari total jumlah variabel x dan y
Tabel II. 5
Pedoman Untuk Mengukur Hubungan Kedua Variabel
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199 Sangat Lemah
0,20 – 0,399 Lemah
0,40 – 0,599 Sedang
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,000 Sangat Kuat
Sumber: (Siregar, 2014)
4. Uji Koefisien Determinasi
Menurut (Siregar, 2014) adalah “angka yang menyatakan atau digunakan
untuk mengetahui kontribusi atau sumbangan yang diberikan sebuah variabel
atau lebih X (bebas) terhadap variabel Y (terikat)”.
Rumus untuk mencari Koefisien Determinasi:
Keterangan:
KD = Koefisien Determinasi
r = Koefisien Relasi
5. Regresi Linear Sederhana
Menurut (Siregar, 2014) adalah “salah satu alat yang dapat digunakan dalam
memprediksi permintaan dimasa akan datang berdasarkan masa lalu atau
untuk mengetahui pengaruh satu variabel bebas (independent) terhadap
variabel tak bebas (dependent)”.
Dimana:
Y = Variabel Terikat
X = Variabel Bebas
a dan b = Konstanta
KD = r2
x 100%
Y = a + bX
Untuk mencari nilai konstanta a dan b dapat menggunakan rumus berikut ini :
(∑ )(∑ ) (∑ )(∑ )
∑ (∑ )
∑ (∑ )(∑ )
∑ (∑ )
Keterangan :
a = Harga Y ketika harga X=0 (harga konstan).
b =Angka arah atau koefisien regresi, yang menunjukkan angka
peningkatan ataupun penurunan variabel dependent yang didasarkan pada
variabel independent.
Y = Subjek dalam variabel; dependent yang di prediksi.
X = Subjek pada variabel independent yang mempunyai nilai tertentu.