10
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1. Analisis Strategi Bisnis
Strategi bisnis merupakan point yang sangat penting jika kita ingin
melakukan penilaian bisnis terhadap laporan keuangan perusahaan. Analisis
strategi memungkinkan kita untuk melakukan penilaian terhadap faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi perusahaan dalam realita bisnisnya, dan
mengidentifikasi penggerak profit serta resiko-resiko yang ada, sehingga kita
dapat memperkirakan kinerja perusahaan di masa yang akan datang. Analisis
strategi bisnis yang digunakan dalam melakukan penilaian terhadap kinerja PT.
Kalbe Farma, Tbk adalah:
II.1.1. Analisis SWOT
Berdasarkan pada penjelasan David, Fred. R. yang diterjemahkan oleh
Sunardi, D. (2009), matriks SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, and
Threats) adalah sebuah alat pencocokan penting yang dapat membantu para
manajer dalam menilai faktor-faktor internal dan eksternal yang dapat
mempengaruhi kinerja suatu perusahaan. Dalam melakukan analisis ini, kita
perlu untuk mengidentifikasi terlebih dahulu kekuatan dan kelemahan yang
dimiliki oleh perusahaan, serta melihat berbagai peluang dan ancaman yang ada
di luar perusahaan sebagai pedoman bagi manajer untuk mengembangkan
strategi-strategi selanjutnya.
11
Setelah mengidentifikasi faktor-faktor di atas, maka langkah berikutnya
adalah merumuskan strategi-strategi yang tepat bagi perusahaan dengan
menggunakan diagram SWOT sebagai berikut:
Gambar II.1. Diagram SWOT
Keterangan Gambar:
SO strategies: strategi-strategi yang digunakan untuk memanfaatkan kekuatan
internal perusahaan untuk menarik keuntungan dari peluang
eksternal.
WO strategies: strategi-strategi yang digunakan untuk memperbaiki kelemahan
internal dengan cara mengambil keuntungan dari peluang
eksternal.
ST strategies: strategi-strategi yang menggunakan kekuatan sebuah perusahaan
untuk menghindari atau mengurangi dampak dari ancaman
eksternal perusahaan.
WT strategies: strategi defensif yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan
internal dan menghindari ancaman eksternal.
Internal Factors
External Factors
STRENGTHS
(S)
WEAKNESS
(W)
OPPORTUNITIES (O)
SO Strategies
WO Strategies
THREATS (T)
ST Strategies
WT Strategies
12
II.1.2. Analisis Porter
Berdasarkan pada penjelasan Tandelilin (2010), menurut Michael Porter
(1985) ada 5 faktor persaingan yang menentukan profitabilitas suatu industri
yakni:
• Persaingan antar perusahaan yang ada dalam industri
Persaingan dalam suatu industri akan semakin meningkat jika terdapat
banyak perusahaan yang ukurannya relatif sama bersaing dalam industri
tersebut. Beberapa faktor yang menentukan intensitas persaingan antar
perusahaan yang ada dalam industri adalah tingkat pertumbuhan industri,
konsentrasi dan keseimbangan antar pesaing yang ada, adanya
diferensiasi dari produk-produk dan switching cost dari customer, skala
ekonomi dan kapasitas yang berlebihan pada industri daripada jumlah
permintaan terhadap produk.
• Ancaman masuknya pemain baru
Besarnya ancaman terhadap masuknya pemain-pemain baru dalam suatu
industri dipengaruhi oleh adanya hambatan masuk (barriers to entry)
dalam industri seperti: tingginya biaya investasi, peraturan pemerintah,
akses pada saluran distribusi, hubungan antara perusahaan dengan
customer, dan harga barang yang relatif kecil bila dibandingkan dengan
biaya produksi.
• Ancaman adanya produk substitusi
Produk substitusi akan membatasi profit potensial perusahaan, karena
produk substitusi akan memunculkan alternatif lain bagi produk
13
perusahaan. Dalam kondisi seperti ini, kemampuan perusahaan untuk
menentukan harga produk akan semakin berkurang karena dibatasi oleh
adanya produk substitusi dari perusahaan kompetitor.
• Adanya peningkatan kekuatan posisi tawar (bargaining power) pembeli
Bargaining power pembeli akan terjadi apabila jumlah industri yang ada
lebih banyak daripada jumlah konsumen dan jika konsumen dapat
menawar harga/meminta kualitas yang lebih tinggi dengan kemungkinan
adanya pilihan dari produk yang diberikan oleh pesaing lain.
• Adanya peningkatan kekuatan posisi tawar (bargaining power) pemasok
Pemasok dapat mempengaruhi return industri di masa yang akan datang,
karena mereka mempunyai kekuatan untuk menentukan harga dan
kualitas dari produk. Jika jumlah pemasok lebih sedikit bila dibandingkan
dengan jumlah industri, maka pemasok memiliki bargaining power yang
besar, begitu juga sebaliknya.
Gambar II.2. Model Lima Kekuatan Porter
14
II.1.3. Analisis PESTLE (Politic, Economy, Social, Technology, Legal, and
Environment)
Berdasarkan pada penjelasan David, Fred. R. yang diterjemahkan oleh
Sunardi, D. (2009), analisis PESTLE dapat membantu para manajer dan
pemimpin organisasi untuk menyusun gambaran yang komprehensif mengenai
lingkungan mereka dari berbagai aspek eksternal seperti: aspek politik, ekonomi,
sosial, teknologi, hukum, dan lingkungan yang dapat mempengaruhi kinerja
perusahaan.
Aspek politik berkaitan dengan faktor-faktor politik, pemerintahan, dan
hukum yang mempresentasikan adanya peluang dan ancaman bagi organisasi
kecil atau besar. Aspek ekonomi berhubungan dengan keadaan perekonomian
saat ini yang berdampak secara langsung terhadap kinerja bisnis dari suatu
perusahaan. Dari aspek teknologi, kita melihat dari teknologi apa saja yang
digunakan oleh perusahaan dalam kegiatan produksi, dimana produk yang
dihasilkan juga harus disesuaikan dengan tren-tren yang ada saat ini. Sedangkan
dari aspek sosial dan lingkungan, kita melihat dari kegiatan apa saja yang telah
dilakukan oleh perusahaan kepada masyarakat dan lingkungan selama proses
produksi.
II.1.4. Shareholder Analysis
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui dan menemukan informasi-
informasi penting tentang individu dan kelompok yang memiliki saham di
perusahaan seperti: besarnya persentase kepemilikan saham dari masing-masing
15
shareholders dalam perusahaan, jumlah saham perusahaan yang beredar,
peringkat pemegang saham (shareholders) berdasarkan saham yang dimiliki,
lokasi, dan status hukum yang telah ditentukan oleh perusahaan.
Selain itu, ROE (Return on Equity) dan dividen juga menjadi salah satu
fokus dalam analisis ini, dimana setiap pemegang saham/shareholders pasti ingin
mengetahui seberapa besar tingkat pengembalian atas ekuitas dan dividen yang
akan diterima dengan total dana yang diinvestasikan dalam perusahaan. Semakin
besar jumlah ROE dan dividen yang diterima, maka pemegang
saham/shareholders akan semakin tertarik untuk berinvestasi pada perusahaan.
II.1.5. Mendelow Matrix Analysis
Mengacu pada penjelasan Chinyio dan Olomolaiye (2010), Mendelow
Matrix Analysis dikenal juga dengan nama Stakeholder Analysis. Stakeholders
adalah individu/kelompok yang memiliki kepentingan dalam suatu perusahaan,
yang dapat berdampak secara positif maupun negatif bagi perusahaan itu sendiri.
Terdapat 4 jenis pihak pemangku kepentingan (multi-stakeholders) yang
memiliki peran, tingkat kekuatan, dan kepentingan yang berbeda dalam proses
perencanaan, pengembangan, dan pengoperasian produk perusahaan mulai dari
tahap awal sampai pada tahap operasi akhir, yang saling mempengaruhi satu
sama lainnya. Keempat jenis stakeholders tersebut adalah:
• Key player stakeholders (high level of power and interest)
Mereka adalah pemangku kepentingan (stakeholders) yang memiliki
peran penting sebagai pemain kunci dan memiliki pengaruh yang
16
signifikan terhadap implementasi dan penyelesaian proyek suatu
perusahaan. Pemangku kepentingan ini terdiri dari pekerja, perwakilan
klien, konsultan, kontraktor, dan pemasok nasional yang berhubungan
secara langsung dengan perusahaan.
• Keep satisfied stakeholders (high level of power but low level of interest)
Kategori stakeholders ini termasuk dalam kategori dimana pihak
pemangku kepentingan memiliki kekuatan yang besar, namun memiliki
kepentingan yang rendah terhadap perusahaan. Contohnya: lembaga
pemerintah yang memiliki otorisasi penuh dalam mengeluarkan dan
merevisi peraturan baru yang berhubungan dengan bidang usaha
perusahaan.
• Keep informed stakeholders (high level of interest but low level of power)
Yang termasuk dalam kategori pemangku kepentingan ini adalah
penduduk lokal, kelompok lingkungan, dan media masa lokal yang
memiliki kepentingan yang tinggi dan kekuatan terbatas dalam
mengambil keputusan atas proyek perusahaan, namun mereka masih
dapat mempengaruhi proyek perusahaan secara langsung dengan
melemahkan citra perusahaan.
• Minimal effort stakeholders (low level of interest and power)
Tipe dari pemangku kepentingan ini memiliki tingkat resiko yang lebih
kecil bila dibandingkan dengan pihak lainnya, karena mereka memiliki
tingkat kekuatan dan kepentingan yang rendah terhadap perusahaan.
17
Gambar II.3. Mendelow Matrix Analysis
II.1.6. Critical Success Factor (CSF) Analysis
Analisis ini merupakan suatu analisis kritis yang dilakukan untuk
mengetahui hal-hal apa saja yang telah dilakukan oleh perusahaan/organisasi
untuk mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan. Terdapat banyak faktor yang
menjadi penentu kesuksesan dari suatu perusahaan, dan hal ini tergantung pada
jenis perusahaan itu sendiri.
Berdasarkan pada penjelasan Howell (2010), Critical Success Factor
Analysis dimulai dari tahap penentuan visi dan misi perusahaan, yang pada
akhirnya diimplementasikan ke dalam bentuk strategi-strategi bisnis dan
didukung juga dengan kontrol dari pihak manajemen untuk mengevaluasi apakah
strategi yang dijalankan telah sesuai atau tidak dengan strategi yang telah
direncanakan untuk mencapai visi dan misi perusahaan. Setelah itu, kita dapat
membuat suatu keputusan/target mengenai hal-hal lain yang harus dilakukan oleh
perusahaan untuk meningkatkan sinergi/kinerja bisnis di masa depan.
18
II.1.7. Good Corporate Governance (GCG) Analysis
Mengacu pada penjelasan Arief (2009), GCG dapat diartikan sebagai
seperangkat sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk
menciptakan nilai tambah (value added) bagi para pemangku kepentingan,
dimana dengan adanya GCG ini diharapkan dapat terbentuknya pola manajemen
yang bersih, transparan, dan profesional dalam perusahaan.
Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), terdapat 5
prinsip penerapan GCG (Good Corporate Governance) yaitu:
1. Transparansi (Transparency)
Perusahaan harus dapat menyediakan informasi yang material dan relevan
dengan cara yang mudah diakses dan dipahami, serta mengungkapkan hal-hal
penting yang akan berpengaruh di dalam proses pengambilan keputusan oleh
pemegang saham, kreditor, dan pemangku kepentingan lainnya.
2. Akuntabilitas (Accountability)
Perusahaan harus dapat mempertanggung-jawabkan kinerjanya secara
transparan, wajar, benar, dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap
memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan
lainnya.
3. Tanggung jawab (Responsibility)
Dalam menjalankan usahanya, perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan melaksanakan tanggung jawab kepada masyarakat
dan lingkungan agar tercipta usaha yang berkesinambungan dan mendapatkan
pengakuan dari masyarakat sebagai Good Corporate Citizen.
19
4. Independensi (Independency)
Perusahaan harus dikelola secara independen, sehingga masing-masing organ
dalam perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh
pihak lainnya.
5. Kewajaran dan kesetaraan (Fairness)
Perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan
pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan
dalam kegiatan usaha.
II.2. Pengertian Laporan Keuangan
Setiap perusahaan baik yang bergerak dalam bidang manufaktur maupun
jasa pasti memiliki transaksi atau aktivitas bisnis dalam menjalankan kegiatan
usahanya untuk mendukung proses produksi dan penjualan, yang nantinya
transaksi-transaksi tersebut akan dirangkum dan dituangkan dalam bentuk
catatan yang dinamakan dengan laporan keuangan.
Fahmi (2011:22) menyatakan bahwa “Laporan keuangan merupakan
suatu informasi yang menggambarkan kondisi suatu perusahaan, dimana
selanjutnya itu akan menjadi suatu informasi yang menggambarkan tentang
kinerja suatu perusahaan”.
Berdasarkan pada penjelasan Weygandt & Kieso yang diterjemahkan
oleh Salim (2007), laporan keuangan merupakan sarana pengkomunikasian
antara informasi-informasi keuangan yang ada dalam perusahaan kepada pihak-
20
pihak di luar perusahaan, yang bertujuan untuk membantu para pemakainya
dalam membuat keputusan alokasi modal perusahaan.
Berdasarkan definisi Harahap (2010), laporan keuangan adalah laporan
yang menggambarkan kondisi perusahaan dalam jangka waktu tertentu, dimana
kita dapat melakukan analisis dan memberikan penilaian yang berguna sebagai
bahan informasi dalam proses pengambilan keputusan.
Dari definisi-definisi di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa
laporan keuangan adalah laporan yang dikeluarkan oleh perusahaan, yang
memberikan gambaran secara komprehensif mengenai kinerja non-keuangan dan
keuangan perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan atau publik, yang
dapat membantu para penggunanya dalam memberikan penilaian dan sebagai
bahan informasi/pedoman dalam mengambil keputusan bisnis.
II.2.1. Tujuan dan Manfaat Laporan Keuangan
Menurut IAI (2009:3), tujuan dari laporan keuangan adalah
“Menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta
perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah
besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi”.
Semakin baik kualitas dari laporan keuangan yang disampaikan oleh
perusahaan kepada masyarakat, maka akan semakin meyakinkan kinerja
perusahaan tersebut bagi para investor, kreditor, dan pihak-pihak yang
berkepentingan lainnya. Tentunya laporan keuangan yang dijadikan sebagai
dasar penilaian adalah laporan keuangan yang telah diaudit oleh seorang auditor,
21
dengan alasan bahwa laporan keuangan yang telah diaudit biasanya lebih valid
daripada laporan keuangan yang belum diaudit.
II.2.2. Karakteristik Laporan Keuangan
Beberapa karakteristik kualitatif laporan keuangan menurut Gibson
(2009) antara lain:
1. Dapat dipahami (understandability)
Informasi yang ada pada laporan keuangan akan menjadi lebih bermanfaat
apabila informasi tersebut dapat dipahami oleh pengguna, dengan asumsi
bahwa pengguna laporan keuangan telah memahami istilah-istilah yang
terdapat dalam laporan keuangan perusahaan dan memiliki kemauan untuk
mempelajari informasi yang ada dengan tekun.
2. Relevan (relevant)
Informasi keuangan yang ada pada laporan perusahaan harus dapat
membantu pengguna untuk melihat atau memprediksi kondisi perusahaan di
masa yang akan datang, mereview kejadian-kejadian atau transaksi
perusahaan di masa lalu, dan harus disajikan secara tepat waktu agar dapat
dijadikan sebagai pedoman dalam mengambil keputusan bisnis.
3. Handal (reliability)
Agar dapat lebih dipercaya, informasi yang ada pada laporan keuangan harus
dapat diverifikasi dan penyajiannya dilakukan secara jujur dan bebas dari
bias/netral.
22
4. Dapat diperbandingkan (comparability)
Laporan keuangan harus dapat diperbandingkan antara satu periode dengan
periode lainnya untuk mengetahui perkembangan/kinerja perusahaan dari
tahun ke tahun. Selain itu, laporan keuangan suatu perusahaan juga harus
dapat diperbandingkan antara perusahaan sejenis lainnya, yang bertujuan
untuk mengetahui di mana posisi perusahaan berada bila dibandingkan
dengan perusahaan sejenis lainnya yang bergerak dalam industri yang sama.
II.2.3. Pengguna Laporan Keuangan
Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap posisi keuangan atau
perkembangan suatu perusahaan menurut penjelasan Munawir (2004) antara lain:
1. Pemilik perusahaan
Pemilik perusahaan memiliki kepentingan terhadap laporan keuangan,
dengan tujuan agar mereka dapat mengetahui dan menilai sukses atau tidak
seorang manajer dalam mengelola perusahaan, yang dapat diukur dari laba
yang diperoleh. Selain itu, laporan keuangan juga dapat dijadikan sebagai
dasar untuk memprediksi kondisi perusahaan di masa yang akan datang dan
untuk mengetahui perkembangan harga saham yang dimilikinya.
2. Manajer perusahaan yang bersangkutan
Bagi manajer, laporan keuangan dapat dijadikan sebagai dasar untuk menilai
kinerja perusahaan di masa lalu, apakah kinerja sebelumnya telah sesuai
dengan target yang telah ditetapkan atau tidak. Jika belum memenuhi target,
maka manajer dapat mencari solusi dan menyusun rencana yang lebih baik
23
lagi di masa depan untuk memenuhi target perusahaan, sehingga pada
akhirnya manajer dapat mempertanggung-jawabkan segala pekerjaan yang
telah diserahkan oleh pemilik perusahaan kepada mereka.
3. Investor
Investor membutuhkan informasi yang ada pada laporan keuangan untuk
membantu mereka dalam mengambil keputusan untuk berinvestasi dalam
suatu perusahaan. Investor berpegang terhadap prospek keuntungan (rate of
return) yang baik di masa mendatang dan perkembangan perusahaan
selanjutnya untuk mengetahui jaminan investasi mereka dan kondisi
keuangan jangka pendek perusahaan.
4. Kreditor dan Bankers
Sebelum mengambil keputusan untuk memberikan atau menolak permintaan
kredit dari suatu perusahaan, para kreditor dan bankers perlu untuk
mengetahui posisi keuangan perusahaan yang bertujuan untuk memastikan
bahwa perusahaan tersebut mampu untuk membayar kredit yang telah
diberikan guna menghindari kredit macet di masa depan.
5. Pemasok
Pemasok (supplier) merupakan mereka yang menerima order untuk
memasok setiap kebutuhan perusahaan mulai dari hal-hal yang dianggap
kecil sampai yang besar, yang mana semua itu dihitung dengan skala
finansial. Perusahaan dapat melakukan transaksi pembelian dengan dua cara
yaitu: secara tunai dan kredit.
24
Jika transaksi pembelian dilakukan secara kredit, maka pemasok perlu untuk
melakukan analisis lebih mendalam mengenai posisi keuangan perusahaan
untuk mengetahui apakah perusahaan layak diberikan fasilitas kredit atau
tidak, seberapa lama jangka waktu kredit tersebut akan diberikan, dan sejauh
mana potensi resiko yang dimiliki perusahaan untuk menjamin terjadinya
kelancaran pembayaran yang akan dilakukan di kemudian hari.
6. Pemerintah
Pemerintah perlu untuk melakukan analisis terhadap laporan keuangan
perusahaan untuk menghitung besarnya pajak yang harus ditanggung oleh
perusahaan, menilai kepatuhan perusahaan terhadap aturan-aturan yang
ditetapkan oleh pemerintah, dan sebagai bahan penyusunan data dan statistik.
7. Karyawan dan Buruh
Karyawan dan buruh perlu untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan
atau tempat di mana mereka bekerja untuk memastikan atau memperoleh
keyakinan bahwa perusahaan akan membayar mereka dengan tingkat upah/
gaji yang layak, pemberian bonus, dan terselenggaranya jaminan sosial yang
lebih baik.
II.2.4. Jenis Laporan Keuangan
Mengacu pada penjelasan Gibson (2009), laporan keuangan terdiri atas:
Laporan Neraca (Statement of Financial Position), Laporan Laba Rugi
(Statement of Comprehensif Income), Laporan Perubahan Ekuitas (Statement of
25
Stockholders Equity), Laporan Arus Kas (Statement of Cash Flow), dan Catatan
Atas Laporan Keuangan Perusahaan (Notes to Financial Statement).
1. Laporan Neraca (Statement of Financial Position)
Laporan neraca menggambarkan posisi keuangan perusahaan dalam
periode tertentu. Unsur-unsur yang terdapat dalam laporan neraca adalah aset
yang merupakan sumber daya bagi perusahaan, kewajiban, dan ekuitas yang
merupakan kepemilikan dari pemegang saham dalam perusahaan.
Aset
Merupakan suatu manfaat ekonomi yang diperoleh perusahaan, baik di saat
sekarang maupun di masa depan yang dapat dinilai dengan uang. Aset terbagi
atas 2 macam yakni:
- Aset tidak tetap (Current Asset), merupakan kekayaan berupa uang tunai dan
kekayaan lain yang dapat dicairkan atau diuangkan dalam jangka waktu
kurang dari satu tahun. Yang termasuk dalam aset tidak tetap adalah kas,
piutang usaha, persediaan, pembayaran uang muka pembelian aset tidak
tetap, dan surat-surat berharga yang mudah dijual yang tidak dimaksudkan
untuk ditahan.
- Aset tetap (Fixed Asset), merupakan aset perusahaan yang memiliki masa
manfaat dan hanya dapat diconvert ke dalam bentuk kas dalam jangka waktu
lebih dari satu tahun. Aset ini terbagi atas 3 kategori yaitu: investasi yang
terdiri atas saham dan obligasi, aset tetap berwujud yang terdiri atas gedung,
tanah, peralatan, mesin, kendaraan, dan aset tetap tidak berwujud yang terdiri
atas hak paten, hak cipta, merk dagang, goodwill, dan franchise.
26
Kewajiban
Merupakan hutang yang dimiliki oleh perusahaan di masa sekarang sebagai
akibat dari peristiwa atau transaksi yang terjadi di masa lalu, yang
mengakibatkan terjadinya arus kas keluar dari sumber daya perusahaan yang
mengandung manfaat ekonomi. Sama halnya dengan aset perusahaan, kewajiban
perusahaan juga terbagi atas 2 macam yakni:
- Kewajiban jangka pendek (Current Liabilities) merupakan kewajiban yang
dimiliki oleh perusahaan akibat transaksi yang terjadi di masa lalu, yang
harus dibayar dalam jangka waktu kurang dari satu tahun. Kewajiban jangka
pendek terdiri atas: hutang usaha, pendapatan/sewa diterima di muka, hutang
wesel, dan hutang beban yang masih harus dibayar.
- Kewajiban jangka panjang (Long Term Liabilities) merupakan kewajiban
yang harus dibayarkan oleh perusahaan dalam jangka waktu lebih dari satu
tahun. Kewajiban jangka panjang digolongkan dalam 2 bentuk umum yakni:
yang berhubungan dengan pembiayaan pengaturan aset meliputi pembayaran
hutang obligasi perusahaan dan pelunasan perjanjian kredit, dan yang
berhubungan dengan kewajiban operasional perusahaan yang meliputi
kewajiban pensiun, pajak tangguhan, dan layanan jaminan.
Ekuitas
Merupakan kekayaan yang dimiliki oleh pemilik perusahaan yang didapat
dari pengurangan aset dengan kewajiban. Ekuitas terdiri atas: modal disetor,
saham biasa dan saham preferen, dan laba ditahan.
27
2. Laporan Laba Rugi (Statement of Comprehensif Income)
Laporan laba rugi adalah suatu laporan keuangan, yang mana di
dalamnya dijelaskan mengenai besarnya pendapatan dan beban yang terjadi
dalam siklus operasi perusahaan yang bertujuan untuk menghitung jumlah
laba bersih yang dihasilkan selama satu periode akuntansi.
Bentuk laporan laba rugi ada 2 macam yakni:
- Multiple Step Income Statement, dimana dalam laporan ini disajikan secara
terpisah laba kotor, laba operasi, laba sebelum pajak penghasilan, dan laba
bersih yang diperoleh. Laporan ini menyajikan secara terperinci dan lebih
mendetail mengenai akun-akun yang terdapat dalam laporan laba rugi yang
dapat dilihat dalam format sebagai berikut:
- Single Step Income Statement, dimana dalam laporan ini perusahaan
menggabungkan antara total pendapatan (revenue) dan laba (gain) yang
didapat oleh perusahaan dari penjualan, yang dikurangi dengan biaya-biaya
Net Sales (revenues) xxx COGS (xxx) Gross profit xxx Operating expenses (selling & administrative) (xxx) Operating income xxx Other income / expense xxx +/- Income before income taxes xxx Income taxes (xxx) Net Income xxx Earnings per share xxx
28
yang terjadi dan kerugian yang ditanggung oleh perusahaan untuk
memperoleh laba bersih. Formatnya adalah sebagai berikut:
3. Laporan Perubahan Ekuitas (Statement of Stockholders Equity)
Adalah suatu laporan yang menjelaskan tentang perubahan posisi ekuitas
yang terjadi dalam perusahaan, baik yang dikarenakan oleh adanya
pembagian dividen kepada pemegang saham maupun akibat kenaikan saldo
laba yang dikaitkan dengan laba bersih perusahaan.
4. Laporan Arus Kas (Statement of Cash Flow)
Dalam laporan arus kas, perusahaan melakukan klasifikasi atas seluruh
aktivitas perusahaan yang terdiri atas: aktivitas operasi (operating activities),
aktivitas investasi (investing activities), dan aktivitas pembiayaan (financing
activities).
• Aktivitas operasi mencakup seluruh kegiatan/transaksi yang berhubungan
dengan arus kas masuk dan arus kas keluar dari seluruh kegiatan operasi
Revenue: Net sales xxx Other income xxx Total revenue xxx Expenses: COGS xxx Operating expenses (selling & administrative) xxx Other expenses xxx Income tax expenses xxx Total expenses (xxx) Net income xxx Earnings per share xxx
29
perusahaan. Arus kas masuk dari aktivitas ini timbul dari penjualan
barang/jasa kepada customer, pendapatan bunga dari pinjaman yang
diberikan, dan laba atas ekuitas. Sedangkan arus kas keluar dari aktivitas
operasi perusahaan timbul dari aktivitas pembelian persediaan,
pembayaran gaji kepada karyawan, pembayaran pajak, dan beban operasi
lainnya.
• Aktivitas investasi berkaitan dengan investasi yang dilakukan oleh
perusahaan dalam bentuk penjualan dan pembelian PPE (Plant, Property
and Equipment), penjualan hutang perusahaan, pemberian pinjaman
kepada pihak di luar entitas perusahaan atau pihak lain, dan penerimaan
kas atas pelunasan pinjaman dari pihak lain.
• Aktivitas pembiayaan berkaitan dengan surat-surat berharga yang
dimiliki oleh perusahaan dan mencakup seluruh kegiatan yang
berhubungan dengan investasi oleh pemilik, penjualan saham,
pembayaran dividen, dan lain-lain.
5. Catatan Atas Laporan Keuangan Perusahaan (Notes to Financial Statement)
Catatan ini menyajikan informasi tambahan atas item-item yang terdapat
pada laporan keuangan dengan tujuan agar pengguna laporan keuangan dapat
mengetahui prosedur/kebijakan dan metode yang digunakan oleh perusahaan
dalam menghitung item-item yang ada. Contohnya: metode dalam
menghitung persediaan dan kebijakan metode penyusutan, pengungkapan
30
tentang adanya kewajiban kontijensi dan peristiwa setelah tanggal neraca
(Event After Reporting Period).
II.2.5. Keterbatasan Laporan Keuangan
Munawir (2004:9) menyatakan bahwa laporan keuangan mempunyai
beberapa keterbatasan, antara lain:
1. Laporan keuangan yang dibuat secara periodik pada dasarnya merupakan
Interim Report, dimana laporan tersebut dibuat di antara waktu tertentu yang
sifatnya sementara dan bukan merupakan laporan final.
2. Laporan keuangan menunjukkan angka dalam rupiah yang kelihatannya
bersifat pasti dan tepat, tetapi sebenarnya dasar penyusunannya
menggunakan standar nilai yang mungkin berbeda atau berubah-ubah.
3. Laporan keuangan disusun berdasarkan hasil pencatatan transaksi keuangan
atau nilai rupiah dari berbagai waktu atau tanggal yang lalu, sehingga apabila
terjadi kenaikan atau penurunan nilai mata uang, maka kita harus membuat
penyesuaian terhadap perubahan tingkat harga sehingga tidak terjadi
misleading.
4. Laporan keuangan tidak dapat mencerminkan berbagai faktor yang dapat
mempengaruhi posisi atau keadaan keuangan perusahaan karena faktor-faktor
tersebut tidak dapat dinyatakan dalam satuan uang.
31
II.3. Jenis Analisis Laporan Keuangan
II.3.1. Analisis Horizontal
Mengacu pada pendapat Munawir (2004), analisis horizontal dilakukan
dengan cara membandingkan akun-akun yang terdapat pada laporan neraca dan
laporan laba rugi perusahaan dalam periode dua atau beberapa tahun dengan
menggunakan persentase tertentu dan menjadikan tahun dasar sebagai
penyebutnya, sehingga dapat diketahui bagaimana perkembangan perusahaan
dari tahun ke tahun. Biasanya data/laporan keuangan dari tahun yang paling awal
dalam deretan laporan keuangan yang dianalisa dianggap sebagai tahun dasar
(base year).
Hal ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
II.3.2. Analisis Vertikal
Mengacu pada pendapat Munawir (2004), analisis vertikal dilakukan
dengan cara membandingkan akun-akun yang terdapat pada laporan neraca dan
laporan laba rugi perusahaan dalam periode satu tahun dengan menggunakan
persentase tertentu. Pada laporan neraca, kita membandingkan antara akun-akun
yang ada dengan seluruh total aset perusahaan, sedangkan pada laporan laba rugi,
akun-akun yang ada dibandingkan dengan total dari penjualan bersih perusahaan.
32
Hal ini dirumuskan sebagai berikut:
II.3.3. Analisis Rasio Keuangan
Gitman (2012:67) menyatakan: “Ratio analysis involves methods of
calculating and interpreting financial ratios to analyze and monitor the firm’s
performance. The basic inputs to ratio analysis are the firm’s income statement
and balance sheet”.
Berdasarkan pernyataan dari Gitman, dapat diketahui bahwa antara rasio
keuangan dan kinerja perusahaan memiliki hubungan yang erat, dimana dari
analisis rasio yang dilakukan dapat diketahui bagaimana perkembangan kinerja
suatu perusahaan dan dapat dijadikan sebagai pedoman bagi para pengguna
laporan keuangan untuk mengambil keputusan bisnis. Rasio keuangan itu banyak
sekali dan tidak dapat digunakan sama untuk setiap jenis perusahaan yang
berbeda. Perbedaaan jenis perusahaan dapat menimbulkan perbedaan rasio-rasio
yang penting.
33
Berikut ini akan diuraikan beberapa jenis rasio yang digunakan untuk
menilai kinerja keuangan PT. Kalbe Farma, Tbk, seperti yang telah dijelaskan
oleh Munawir (2004) dan Gibson (2009):
Rasio Likuiditas (Liquidity Ratio)
Rasio likuiditas menggambarkan kemampuan suatu perusahaan untuk
memenuhi kewajiban jangka pendek secara tepat waktu atau lebih sering
dikenal dengan nama short term liquidity. Rasio-rasio ini dapat dihitung
melalui sumber informasi tentang modal kerja yaitu: pos-pos aset tidak tetap
dan kewajiban jangka pendek.
1. Rasio Lancar (Current Ratio)
Rasio ini menunjukkan sejauh mana aset tidak tetap perusahaan dapat
menutupi kewajiban-kewajiban jangka pendek yang dimiliki. Semakin besar
perbandingan antara aset tidak tetap dengan kewajiban jangka pendek, maka
semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka
pendeknya (likuid).
Current Ratio dapat dihitung dengan rumus:
Current Ratio =
34
2. Rasio Cepat (Acid Test Ratio/Quick Ratio)
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban-kewajiban jangka pendeknya dengan tidak memperhitungkan
persediaan, karena persediaan membutuhkan waktu yang relatif lama untuk
diconvert ke dalam bentuk kas. Rasio ini lebih tajam daripada Current Ratio,
karena hanya membandingkan antara asset yang sangat likuid dengan
kewajiban jangka pendek. Apabila Current Ratio tinggi, tetapi Quick Ratio-
nya rendah berarti menunjukkan adanya investasi yang sangat besar dalam
jumlah persediaan.
Acid Test Ratio dapat dihitung dengan rumus:
3. Tingkat Perputaran Piutang (Account Receivable Turnover)
Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efektivitas perusahaan
dalam menggunakan asetnya dalam periode penagihan piutang. Semakin
tinggi rasio ini akan semakin baik bagi perusahaan, karena menunjukkan
bahwa modal kerja yang ditanamkan dalam piutang rendah. Sebaliknya, jika
rasio ini semakin rendah berarti ada over investment dalam jumlah piutang
perusahaan sehingga memerlukan analisis lebih lanjut.
Rasio ini dihitung dengan rumus:
Acid Test ratio =
Acc Receivable Turnover =
35
4. Jumlah Waktu Pengumpulan Piutang (Day’s Sales in Receivables)
Rasio ini menggambarkan jumlah hari yang dibutuhkan oleh perusahaan
untuk mengconvert piutang usaha ke dalam bentuk kas. Semakin lama
jumlah hari yang dibutuhkan, maka akan semakin tidak baik bagi perusahaan
karena tingginya resiko akan tidak tertagihnya piutang tersebut. Oleh karena
itu, pihak perusahaan diharuskan untuk membuat akun cadangan piutang tak
tertagih/piutang ragu-ragu dengan tujuan agar laba perusahaan tidak
overstated nantinya. Rasio ini dihitung dengan rumus:
5. Tingkat Perputaran Persediaan (Inventory Turnover)
Rasio ini menunjukkan berapa kali jumlah persediaan barang dagangan
diganti dalam setahun atau seberapa cepat perputaran persediaan dalam siklus
produksi normal. Semakin besar rasio ini semakin baik, karena dianggap
bahwa kegiatan penjualan perusahaan berjalan dengan cepat dan semakin
baik kontrol pihak manajemen terhadap persediaan dalam meminimalkan
jumlah persediaan usang.
Rasio ini dihitung dengan rumus:
Day’s Sales in Receivables =
Inventory Turnover =
36
6. Jumlah Waktu Penjualan Persediaan (Day’s Sales in Inventory)
Rasio ini menggambarkan jumlah hari yang dibutuhkan oleh perusahaan
untuk menghabiskan jumlah persediaan melalui kegiatan penjualan. Semakin
cepat jumlah hari yang dibutuhkan berarti bahwa kegiatan penjualan
perusahaan berjalan dengan cepat dalam menghasilkan arus kas. Hal ini
sangat bagus bagi perusahaan.
Rasio ini dihitung dengan rumus:
7. Tingkat Perputaran Hutang (Account Payable Turnover)
Rasio ini menunjukkan seberapa cepat kemampuan perusahaan dalam
melunasi hutang usahanya. Semakin cepat tingkat perputaran hutang usaha,
maka dianggap bahwa perusahaan mampu untuk melakukan pembayaran
hutang usaha dalam jangka waktu yang telah ditetapkan/cepat sehingga
terhindar dari denda.
Rasio ini dihitung dengan rumus:
8. Jumlah Waktu Pembayaran Hutang (Day’s Sales in Payable)
Rasio ini menggambarkan jumlah waktu/hari yang dibutuhkan oleh
perusahaan untuk melunasi hutang usahanya. Semakin cepat jumlah hari
Acc Payable Turnover =
Day’s Sales in Inventory =
37
yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk melunasi hutang usaha, maka akan
semakin bagus yang menunjukkan bahwa perusahaan termasuk dalam
kategori likuid. Rasio ini dihitung dengan rumus:
9. Siklus Konversi Kas (Cash Conversion Cycle)
Siklus ini mengukur jumlah waktu antara pengeluaran kas dan pemulihan
kas atau seberapa cepat suatu perusahaan dapat mengkonversi produknya
menjadi uang tunai melalui kegiatan penjualan. Rasio ini sangat penting
dalam mengukur tingkat likuiditas suatu perusahaan, karena semakin cepat
siklus konversi arus kas perusahaan maka akan semakin bagus, yang berarti
bahwa perusahaan memiliki perputaran modal kerja yang baik untuk kegiatan
produksi dan dalam menghasilkan arus kas masuk.
Cash Convertion Cycle dapat diilustrasikan dalam diagram berikut:
Gambar II.4. Cash Convertion Cycle
Day’s Sales in Payable =
38
Berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa Cash Conversion Cycle
dimulai dari adanya pengeluaran kas suatu perusahaan yang timbul dari
kegiatan pembelian bahan baku baik secara tunai maupun kredit untuk
menghasilkan produk yang akan dijual oleh perusahaan kepada pelanggan.
Jika pembelian bahan baku dilakukan secara tunai, maka akan mengurangi
jumlah kas perusahaan. Sebaliknya, apabila pembelian bahan baku dilakukan
secara kredit, maka akan timbul hutang usaha perusahaan.
Selanjutnya, bahan baku yang telah ada akan diproses hingga menjadi
finished goods dan dijual kepada pelanggan baik secara tunai maupun kredit.
Apabila penjualan dilakukan secara tunai, maka akan menghasilkan arus kas
masuk bagi perusahaan, dan jika penjualan dilakukan secara kredit, maka
berdampak pada timbulnya piutang usaha bagi perusahaan. Jumlah piutang
usaha ini akan ditagih oleh perusahaan sesuai dengan jangka waktu yang
telah ditetapkan, sehingga menghasilkan arus kas masuk kembali yang
nantinya akan digunakan untuk perputaran usaha perusahaan selanjutnya.
Rasio Solvabilitas (Solvability Ratio)
Dengan melakukan analisis rasio solvabilitas, kita dapat mengetahui
apakah perusahaan termasuk dalam kategori solvable atau insolvable, yaitu:
dengan melihat kemampuan perusahaan dalam melunasi seluruh kewajiban
Cash Conversion Cycle =
Day’s Sales in Receivables + Day’s Sales in Inventory – Day’s Sales in Payable
39
jangka pendek dan kewajiban jangka panjang, terutama ketika akan
dilikuidasi. Semakin tinggi rasio solvabilitas maka semakin tinggi pula resiko
kerugian yang akan dihadapi, tetapi juga ada kesempatan bagi perusahaan
untuk mendapatkan laba yang besar, begitu juga sebaliknya.
1. Rasio Hutang Atas Aset (Debt Ratio)
Rasio ini menunjukkan seberapa besar jumlah dana/hutang yang
diberikan oleh kreditor untuk membiayai aset perusahaan. Semakin tinggi
rasio ini semakin jelek bagi pihak luar, karena total kewajiban yang ada
melebihi dari total aset yang dimiliki sehingga terdapat kemungkinan bahwa
perusahaan tidak mampu untuk membayar kewajiban mereka apabila terjadi
kerugian.
Debt Ratio dapat dihitung dengan rumus:
2. Rasio Hutang Atas Modal (Debt to Equity Ratio)
Rasio ini menunjukkan seberapa besar persentase jumlah kewajiban bila
dibandingkan dengan ekuitas pemilik yang digunakan untuk kegiatan
pendanaan perusahaan. Semakin kecil rasio ini semakin baik dan lebih aman,
karena jumlah ekuitas yang ada lebih besar daripada jumlah kewajiban
perusahaan atau minimal sama.
Debt Ratio =
40
Rasio ini dihitung dengan rumus:
3. Rasio Bunga Berjangka (Time Interest Earned)
Rasio ini menunjukkan seberapa besar/cepat kemampuan perusahaan
dalam membayar beban bunga dalam setahun dari jumlah laba yang
diperoleh. Semakin tinggi rasio ini semakin baik bagi perusahaan, karena
dianggap bahwa perusahaan mampu untuk membayar beban bunga secara
cepat dan jumlah laba perusahaan yang ada melebihi daripada jumlah beban
bunga perusahaan.
Rasio ini dihitung dengan rumus:
Dimana:
Recurring Earnings = EBIT (Earnings Before Interest and Tax) yaitu: laba
sebelum bunga dan pajak.
Interest Expense adalah beban bunga yang harus dibayarkan oleh perusahaan
pada periode berjalan yang memperlihatkan pengeluaran uang dalam laporan
laba rugi.
Debt/Equity Ratio =
Time Interest Earned =
41
Rasio Profitabilitas (Profitability Ratio)
Rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan untuk mendapatkan
laba melalui semua kemampuan dan sumber daya yang ada seperti: kegiatan
penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang, dan lain sebagainya
pada periode tertentu.
1. Marjin Laba Kotor (Gross Profit Margin) dan Marjin Laba Bersih (Net Profit
Margin)
Rasio-rasio ini menunjukkan besarnya persentase laba bersih dan laba
kotor yang diperoleh perusahaan dari setiap rupiah penjualan. Semakin tinggi
rasio ini semakin bagus, yang berarti bahwa perusahaan dapat memperoleh
tingkat keuntungan/laba yang tinggi dari setiap rupiah penjualan.
Rasio-rasio ini dapat dihitung dengan rumus:
2. Marjin Laba Operasional (Operating Income Margin)
Rasio ini menunjukkan seberapa efisien perusahaan dalam mengelola
beban pokok penjualan dan beban usahanya. Semakin tinggi rasio ini
semakin bagus, karena dianggap bahwa perusahaan mampu untuk
Gross Profit =
Net Profit Margin =
42
menciptakan efisiensi terhadap beban pokok penjualan dan beban usaha,
yang berarti juga bahwa dari setiap rupiah penjualan yang dilakukan oleh
perusahaan, jumlah biaya yang terserap rendah. Operating Income Margin
dapat dihitung dengan rumus:
3. Tingkat Perputaran Total Aset (Total Asset Turnover)
Rasio tingkat perputaran total aset menggambarkan kemampuan
perusahaan untuk melakukan/menghasilkan penjualan dari penggunaan aset
yang ada. Semakin tinggi tingkat rasio yang dihasilkan berarti bahwa
kegiatan penjualan perusahaan berlangsung dengan cepat dari penggunaan
aset yang ada secara maksimal.
Rasio ini dihitung dengan rumus:
4. Tingkat Pengembalian Aset (Return On Assets)
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam menggunakan asetnya
untuk memperoleh keuntungan/laba. Semakin besar rasio ini semakin bagus
bagi perusahaan.
Total Asset Turnover =
Operating Income Margin =
43
Return on Assets dapat dihitung dengan rumus:
5. Tingkat Pengembalian Ekuitas (Return on Equity)
Rasio ini digunakan untuk mengukur seberapa besar tingkat
pengembalian ekuitas yang akan diterima oleh pemegang saham/investor saat
berinvestasi di perusahaan. Semakin tinggi tingkat ROE, maka akan semakin
bagus dan mendorong investor untuk berinvestasi pada perusahaan.
Rasio ini dapat dihitung dengan rumus:
6. Tingkat Pengembalian Investasi (Return on Investment)
Return on Investment merupakan salah satu bentuk dari rasio
profitabilitas yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
mengembalikan jumlah investasi dari debtholders dan equity investor yang
dananya digunakan untuk kegiatan operasi perusahaan. Semakin besar rasio
ini semakin bagus, karena dianggap bahwa perusahaan efektif dalam
menggunakan dana yang berasal dari debtholders dan equity investor dalam
meraih keuntungan.
Return on Assets =
ROE =
44
Return on Investment dihitung dengan rumus:
Rasio Penilaian Pasar (Market Ratio)
Rasio penilaian pasar yaitu rasio yang menggambarkan kondisi yang
terjadi di pasar. Rasio ini juga sering dipakai untuk melihat kondisi perolehan
keuntungan yang potensial dari suatu perusahaan jika investor ingin
menempatkan dana di perusahaan, terutama untuk masa yang akan datang.
1. Pendapatan Per Lembar Saham (Earning Per Share)
Earning Per Share menggambarkan tingkat keuntungan yang diberikan
oleh perusahaan kepada investor untuk tiap lembar saham yang dimiliki
dalam perusahaan setelah dikurangi dengan dividen. Investor akan semakin
tertarik untuk berinvestasi terhadap perusahaan jika EPS yang diberikan
tinggi.
Rasio ini dapat dihitung dengan rumus:
Earning Per Share =
Return on Investment =
45
2. Pembayaran Dividen (Dividend Payout Ratio)
Rasio ini berkaitan dengan jumlah dividen yang akan dibayarkan oleh
perusahaan kepada investor dari laba per saham yang diperoleh. Semakin
tinggi rasio ini maka akan semakin bagus. Umumnya, kebijakan pembagian
dividen tergantung dari perusahaan yang biasanya akan diumumkan dalam
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Dividend Payout Ratio (DPR) dihitung dengan rumus:
3. Price Earning Ratio
Rasio ini menunjukkan seberapa besar tingkat kenyamanan (confident)
para investor dalam berinvestasi di perusahaan. Secara umum, perusahaan
dengan pertumbuhan yang tinggi akan memiliki PER yang tinggi, begitu juga
sebaliknya. Semakin tinggi PER akan semakin bagus, yang mencerminkan
besarnya tingkat kenyamanan dari para investor dalam berinvestasi di
perusahaan dengan melihat kinerja perusahaan saat ini maupun di masa
depan.
Price Earning Ratio dihitung dengan rumus:
DPR =
Price Earning Ratio =
46
4. Imbal Hasil Dividen (Dividend Yield)
Dividend yield adalah rasio nilai dividen terhadap harga pasar saham di
bursa. Semakin tinggi dividend yield yang dibagikan, maka akan semakin
menarik bagi investor, dan tentunya harga saham perusahaan tersebut adalah
murah. Rasio ini dihitung dengan rumus:
II.3.3.1. Manfaat Analisis Rasio Keuangan
Manfaat analisis rasio keuangan menurut Fahmi (2011:47) antara lain:
1. Analisis rasio keuangan sangat bermanfaat untuk dijadikan sebagai alat untuk
menilai kinerja dan prestasi perusahaan.
2. Analisis rasio keuangan sangat bermanfaat bagi pihak manajemen sebagai
rujukan untuk membuat perencanaan.
3. Analisis rasio keuangan dapat dijadikan sebagai alat untuk mengevaluasi
kondisi perusahaan dari perspektif keuangan.
4. Analisis rasio keuangan juga bermanfaat bagi para kreditor yang dapat
digunakan untuk memperkirakan potensi resiko yang akan dihadapi dan
dikaitkan dengan adanya jaminan atas kelangsungan pembayaran bunga dan
pengembalian pokok pinjaman.
5. Analisis rasio keuangan dapat dijadikan sebagai penilaian bagi pihak
stakeholders organisasi.
Dividend Yield =
47
II.3.3.2. Keterbatasan Analisis Rasio
Berdasarkan pada penjelasan Harahap (2010), analisis rasio memiliki
beberapa keterbatasan diantaranya:
1. Kesulitan dalam memilih rasio yang tepat, mengingat bahwa setiap
perusahaan memiliki jenis transaksi bisnis dengan metode pencatatan
akuntansi yang berbeda-beda sehingga analisis rasio yang digunakan untuk
menilai kinerja keuangan antara satu perusahaan dengan perusahaan lain
dapat saja berbeda.
2. Nilai yang terkandung dalam laporan keuangan dan rasio adalah nilai
perolehan (cost), bukan harga pasar.
3. Bahan perhitungan rasio atau laporan keuangan banyak yang mengandung
taksiran dan judgment yang dapat menimbulkan bias.
4. Kesulitan dalam menghitung nilai rasio apabila datanya tidak tersedia dan
tidak sinkron.
5. Terdapat kemungkinan terjadinya kesalahan dalam perhitungan nilai rasio,
apabila kita membandingkan antara dua perusahaan yang teknik dan standar
akuntansinya tidak sama.
II.4. Analisis Akuntansi
Analisis akuntansi adalah suatu bentuk analisis yang perlu dilakukan oleh
seorang akuntan atau analis untuk mengetahui dan mengevaluasi sejauh mana
proses/hasil akuntansi yang dilaporkan oleh perusahaan mencerminkan realitas
ekonomi perusahaan yang sebenarnya. Selain itu, juga dapat diketahui tingkat
48
fleksibilitas akuntansi perusahaan, kesesuaian antara estimasi dan kebijakan yang
dibuat oleh perusahaan dengan realitas yang terjadi, dan untuk menilai apakah
terdapat distorsi dalam angka akuntansi perusahaan atau tidak.
Secara keseluruhan, analisis akuntansi dapat lebih meningkatkan
kehandalan atas kesimpulan dari analisis keuangan yang ada dan mengurangi
resiko-resiko yang berhubungan dengan adanya tindakan memanipulasi laporan
keuangan (window dressing).
Berdasarkan pada penjelasan Palepu, Healy, dan Peek (2010), ada 6 tahap yang
harus dilakukan dalam melakukan analisis akuntansi:
1. Identifikasi kebijakan akuntansi yang digunakan
Dalam melakukan analisis akuntansi, seorang analis perlu untuk
mengidentifikasi dan mengevaluasi kebijakan-kebijakan dan estimasi akuntansi
yang digunakan oleh perusahaan untuk mengukur faktor-faktor penentu
kesuksesan dan melihat bagaimana cara perusahaan mengelola resiko-resiko
yang ada terkait dengan transaksi bisnisnya untuk mencapai visi dan tujuan yang
telah ditetapkan.
2. Lakukan penilaian terhadap fleksibilitas akuntansi
Data akuntansi suatu perusahaan dapat dikatakan informatif atau tidak
tergantung pada tingkat fleksibilitas seorang manajer dalam memilih kebijakan
dan estimasi, terkait dengan kegiatan atau transaksi bisnis perusahaan. Semakin
fleksibel seorang manajer dalam memilih kebijakan dan estimasi yang akan
49
digunakan maka data akuntansi tersebut akan menjadi semakin informatif, begitu
juga sebaliknya.
3. Evaluasi strategi akuntansi
Seorang manajer yang memiliki fleksibilitas yang tinggi dalam memilih
dan menentukan kebijakan, serta estimasi akuntansi yang akan digunakan oleh
perusahaan, maka manajer tersebut harus mengkomunikasikan seluruh kebijakan
yang ada kepada pihak-pihak lain yang terlibat agar dapat diketahui dan
diterapkan di dalam perusahaan secara tepat. Di sisi lain, fleksibilitas yang tinggi
yang dimiliki oleh seorang manajer juga dapat menimbulkan dampak negatif
bagi perusahaan seperti: mudahnya dilakukan Earning Management oleh
manajer. Oleh karena itu, analis perlu untuk mengevaluasi sejauh mana tingkat
fleksibilitas seorang manajer dalam suatu perusahaan.
4. Evaluasi kualitas dari pengungkapan laporan keuangan
Pengungkapan dari item-item yang ada pada laporan keuangan sangat
membantu bagi para analis untuk menilai kualitas informasi akuntansi
perusahaan, pengakuan kebijakan dan estimasi akuntansi, dan kondisi/realitas
bisnis perusahaan yang terjadi.
5. Identifikasi potensi adanya red flag dalam akuntansi
Tahap ini merupakan tahap dimana seorang analis harus dapat
mendeteksi dan mengevaluasi kemungkinan-kemungkinan potensial adanya red
flag dalam sistem akuntansi perusahaan. Tujuannya adalah untuk menghasilkan
informasi akuntansi yang berkualitas dan dapat mendeteksi kecurangan yang
terjadi (bila ada). Beberapa kondisi red flag yang sering terjadi:
50
• Perubahan akuntansi yang tidak dijelaskan di dalam laporan keuangan,
terutama ketika kinerja perusahaan sedang dalam kondisi yang tidak baik.
Hal ini memungkinkan bagi pihak manajer untuk melakukan window
dressing/dress up terhadap laporan keuangan perusahaan.
• Adanya transaksi-transaksi yang tidak dijelaskan untuk meningkatkan
profit perusahaan.
• Peningkatan yang tidak biasa dalam persediaan sehubungan dengan
kenaikan penjualan perusahaan.
6. Telusuri kembali kemungkinan terjadinya distorsi/penyimpangan akuntansi
Jika analisis akuntansi yang dilakukan menunjukkan bahwa angka-angka
yang dilaporkan oleh perusahaan adalah menyesatkan, maka analis diharuskan
untuk menyajikan kembali angka-angka yang dilaporkan dengan nilai yang
sebenarnya untuk mengurangi adanya distorsi lebih jauh lagi. Hal ini dapat
dilakukan oleh para analis dengan cara menghitung kembali angka-angka
akuntansi untuk menghilangkan bias/distorsi yang terjadi dalam angka akuntansi
perusahaan.
II.5. Analisis Kebangkrutan
Analisis kebangkrutan pertama kali dikembangkan oleh Edward Altman
pada tahun 1968, dengan tujuan untuk menilai tingkat kesehatan keuangan
perusahaan dan apakah perusahaan akan going concern di masa depan atau tidak.
Terdapat banyak faktor penyebab terjadinya kebangkrutan pada suatu perusahaan
seperti: menurunnya daya saing produk perusahaan yang menyebabkan produk
51
tidak laku di pasaran serta pendapatan dan laba menurun, naiknya biaya bahan
baku dan biaya upah buruh yang tidak disertai dengan adanya peningkatan
terhadap pendapatan dan laba perusahaan, dan naiknya biaya operasional seperti
listrik, air, dll.
Sampai saat ini, analisis kebangkrutan yang lebih dikenal dengan nama
analisis Z-score ini masih tetap dipakai oleh para analis yang ingin melakukan
analisis terhadap tingkat kesehatan keuangan perusahaan dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
Z’score Altman:
Keterangan Rumus:
Zi= Prediktor peluang kebangkrutan
X1= Modal kerja bersih/total aset
X2= Laba ditahan/total aset
X3= Pendapatan sebelum pajak/total aset
X4= Ekuitas pemegang saham/total kewajiban
X5= Penjualan/total aset
Zi= 0,717 X1 + 0,847 X2 + 3,11 X3 + 0,420 X4 + 0,998 X5
52
Dari hasil perhitungan di atas, akan dapat ditentukan suatu perusahaan bangkrut
atau tidak dengan indikator sebagai berikut:
Zscore < 1,20 = kemungkinan perusahaan bangkrut (distress zone)
Zscore 1,20 < Z< 2,90 =kemungkinan perusahaan bangkut meragukan (gray
zone)
Zscore > 2,90 = kemungkinan perusahaan tidak bangkrut (safe zone)
II.6. Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai penilaian bisnis ini sudah banyak dilakukan.
Penilaian bisnis tersebut dapat dilakukan dengan berbagai macam metode yang
ada.
II.6.1. Strategi Bisnis Pada PT. Wirapati Garuda Paksi
Astini, R. dan Adhiprasetyo, R. (2010) melakukan penilaian bisnis
terhadap PT Wirapati Garuda Paksi (WGP), salah satu perusahaan swasta yang
bergerak di Bidang Usaha Jasa Pengamanan dan Penyelamatan (BUJPP) dalam
penjagaan (guarding). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis
proses formulasi strategi bisnis PT Wirapati Garuda Paksi (WGP) pada tahap
masukan (Input Stage), tahap pencocokan (Matching Stage), dan tahap keputusan
(Decision Stage), serta memberikan usulan strategi bisnis yang efektif untuk PT
Wirapati Garuda Paksi (WGP).
53
Proses perumusan strategi bisnis tersebut dimulai dari tahap masukan
(Input Stage), yakni: dengan mengembangkan matriks IFE (Internal Factor
Evaluation), CPM (Competitive Profile Matrix), dan matriks EFE (External
Factor Evaluation). Selanjutnya pada tahap pencocokan (Matching Stage),
yakni: dengan menentukan alternatif strategi yang layak dengan menggunakan
matriks SWOT (Strength-Weekness-Opportunities-Threats), matriks SPACE
(Strategy Positioning and Action Evaluation), matriks IE (Internal-External),
dan matriks Strategi Besar (Grand Strategy). Dan pada tahap keputusan
(Decision Stage), peneliti merumuskan alternatif strategi terbaik dengan
menggunakan QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix).
Dari penelitian bisnis yang dilakukan diperoleh kesimpulan akhir bahwa
usulan strategi bisnis yang efektif untuk PT. Wirapati Garuda Paksi (WGP)
berdasarkan matriks QSPM adalah strategi penetrasi pasar, dimana strategi ini
dinilai dapat mengurangi resiko bisnis perusahaan yang timbul akibat adanya
perubahan yang signifikan pada lingkungan eksternal perusahaan.
II.6.2. Analisis Perbedaan Kinerja Keuangan PT. Telkom, Tbk dan PT. Indosat,
Tbk
Prasetiyaningtiyas, S. (2006) melakukan penelitian terhadap kinerja
keuangan pada 2 perusahaan yang bergerak di bidang jasa telekomunikasi yaitu:
PT. Telkom, Tbk dan PT. Indosat, Tbk pada periode 2002-2004. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menilai dan mengetahui sejauh mana hasil yang
diperoleh perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya, apakah telah
54
mengalami peningkatan atau sebaliknya, sehingga perusahaan dapat mengetahui
kekuatan dan kelemahan yang dihadapi oleh perusahaan di bidang keuangan,
mengingat bahwa saat ini banyak bermunculan perusahaan telekomunikasi yang
bersaing ketat untuk memperebutkan pangsa pasar yang sempit.
Penilaian kinerja keuangan ini dilakukan dengan melakukan analisis
terhadap kondisi keuangan perusahaan dengan menggunakan rasio-rasio
keuangan seperti: rasio dalam aspek likuiditas, leverage, aktivitas, dan
profitabilitas, yang mana datanya berasal dari laporan neraca dan laporan laba
rugi perusahaan serta menggunakan uji hipotesis Kolmogorov-Smirnov.
Dari penelitian yang dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa:
- Berdasarkan rasio likuiditas dan leverage, kinerja keuangan PT. Indosat, Tbk
lebih baik bila dibandingkan dengan PT. Telkom, Tbk.
- Berdasarkan rasio aktivitas dan profitabilitas, kinerja keuangan PT. Telkom,
Tbk lebih baik bila dibandingkan dengan PT. Indosat, Tbk.
- Berdasarkan hasil uji Kolmogorov-Smirnov Test disimpulkan bahwa dari
rasio likuiditas dan profitabilitas, antara PT. Telkom, Tbk dan PT. Indosat,
Tbk memiliki kinerja keuangan yang berbeda secara signifikan. Sedangkan,
untuk rasio leverage dan aktivitas, kinerja keuangan antara PT. Telkom, Tbk
dan PT. Indosat, Tbk tidak berbeda secara signifikan.
Top Related