12
BAB II
KERJASAMA SEKOLAH DAN MASYARAKAT DENGAN
KEDISIPLINAN BELAJAR
A. Kerjasama Sekolah dan Masyarakat
1. Pengertian Kerjasama Sekolah dan Masyarakat
Secara sederhana hubungan atau komunikasi dapat diartikan
sebagai proses penyimpanan berita dari seorang kepada orang lain. Hal ini
bisa dilaksanakan secara intern, yaitu di dalam organisasi sekolah dengan
pihak lain (ke luar) masyarakat lembaga/instansi yang lain (Yusak
Burhanuddin, 1998: 90).
Ada hubungan saling memberi dan saling menerima antara
lembaga pendidikan dengan masyarakat sekitarnya. Lembaga pendidikan
merealisasi apa yang dicita-citakan oleh warga masyarakat tentang
pengembangan putra-putra mereka. Hampir tidak ada orang tua siswa
yang mampu membina sendiri putra-putra mereka untuk dapat
pertumbuhan dan perkembangan secara total, integratif, dan optimal
seperti yang dicita-citakan oleh bangsa indonesia. Itulah sebabnya
lembaga-lembaga pendidikan mengambil alih tugas ini. Lembaga
pendidikan memberikan sesuatu yang sangat berharga kepada masyarakat
(Made Pidarta, 2004: 180-181).
Hubungan sekolah dengan masyarakat pada hakikatnya merupakan
suatu saran yang sangat berperan dalam membina dan mengembangkan
pertumbuhan pribadi peserta didik di sekolah. Dalam hal ini, sekolah
sebagai sistem sosial merupakan bagian integral dari sitem sosial yang
lebih besar, yaitu masyarakat. Sekolah dan masyarakat memiliki
hubungan yang sangat erat dalam mencapai tujuan sekolah atau
pendidikan secara efektif dan efisien. Sekolah juga harus menunjang
pencapaian tujuan atau pemenuhan kebutuhan masyarakat, khususnya
kebutuhan pendidikan. Oleh karena itu, sekolah berkewajiban untuk
memberi penerangan tentang tujuan-tujuan, pogram-program, kebutuhan,
serta keadaan masyarakat. Sebaliknya, sekolah juga harus mengetahui
13
dengan jelas apa kebutuhan, harapan dan tuntutan masyarakat, terutama
terhadap sekolah. Dengan perkataam lain, antara sekolah dan masyarakat
harus dibina suatu hubungan yang harmonis (Mulyasa, 2012: 74-75).
Esensi hubungan sekolah dengan masyarakat adalah untuk
meningkatkan keterlibatan, kepedulian, kepemilikan, dan dukungan dari
masyarakat, terutama dukungan moral dan finansial. Dalam arti yang
sebenarnya, hubungan sekolah dan masyarakat sudah didesentralisasikan
sejak lama. Oleh karena itu, hampir sama halnya dengan pelayanan siswa,
yang dibutuhkan adalah peningkatan intensitas dan ekstensintas hubungan
sekolah dan masyarakat (Rohiat, 2012: 67).
Peran serta masyarakat sangat diperlukan dalam upaya peningkatan
mutu pendidikan di sekolah. Peran serta masyarakat itu tidak hanya
berupa dukungan dana atau sumbangan fisik saja, tetapi bisa lebih dari
itu. Dukungan masyarakat terhadap peningkatan mutu pendidikan sekolah
melibatkan peran serta tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh agama.
Penyertaan mereka dalam pengelolaan sekolah hendaknya dilakukan
secara intens dan terus-menerus dengan memperhatikan keterbukaan
sekolah untuk menumbuhkan rasa memiliki dan tanggung jawab
masyarakat dalam meningkatkan mutu sekolah.
Perlibatan orang tua dan masyarakat dalam program sekolah
bertujuan antara lain untuk (1) memajukan kualitas pembelajaran dan
pertumbuhan peserta didik; (2) memperkokoh tujuan serta meningkatkan
kualitas hidup dan penghidupan masyarakat; dan (3) menggairahkan
masyarakat untuk menjalin hubungan dengan sekolah. Untuk
merealisasikan tujuan tersebut, banyak cara yang biasa dilakukan oleh
sekolah dalam menarik simpati masyarakat terhadap sekolah dan menjalin
hubungan yang harmonis antara sekolah dan masyarakat. Hal tersebut
antara lain dapat dilakukan dengan memberitahu masyarakat mengenai
program-program sekolah, baik program yang telah dilaksanakan, yang
sedang dilakukan, maupun yang akan dilaksanakan sehingga masyarakat
mendapat gambaran yang jelas tentang sekolah yang bersangkutan
(Mulyasa, 2012: 75).
14
Orang tua merupakan salah satu aspek yang penting dalam
pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Sebagai pihak yang sangat
berkepentingan dengan kemajuan belajar anaknya, orang tua sudah
selayaknya dilibatkan secara aktif oleh sekolah untuk membantu
peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Komitmen dan kerjasama
sangat diperlukan dalam upaya realisasi peran serta ini. Antara sekolah
dan orang tua idealnya saling berkomunikasi agar saling mengetahui
perkembangan anak dalam pembelajaran di sekolah maupun di rumah.
Sekolah yang berorintasi penuh kepada kehidupan masyarakat
disebut community school“ sekolah masyarakat” . sekolah ini berorientasi
pada masalah-masalah kehidupan dalam masyarakat seperti maslah usaha
manusia melestarikan alam, memanfaatkan sumber-sumber alam dan
manusia, masalah kesehatan, kewarganegaraan, penggunaan waktu
senggang, komunikasi, transport, dan sebagainya. Dalam kurikulum ini
anak dididik agar turut serta dalam kegiatan masyarakat. Pelajaran
mengutamakan kerja kelompok. Apa yang akan dikerjakan didasarkan
atas perencanaan bersama. Dengan sendirinya kurikulum itu fleksibel,
berbeda dari sekolah ke sekolah, dari tahun ke tahun dan tidak dapat
ditentukan secara uniform. Murid-murid mempelajari lingkungan
sosialnya untuk mengidentifikasikan masalah-masalah yang dapat
dijadikan pokok bagi suatu unit pelajaran, khususnya yang memberi
kesempatan kepada murid-murid untuk meningkatkan mutu kehidupan
dalam masyarakat sekitarnya (Nasution, 2011: 149).
Hubungan antara sekolah dengan masyarakat, paling tidak bisa
dilihat dari dua segi yaitu:
a. Sekolah sebagai partner dari masyarakat di dalam melakukan fungsi
pendidikan. Fungsi pendidikan di sekolah, sedikit banyak dipengaruhi
pula oleh corak pengalaman seseorang di lingkungan masyarakat.
Pengalaman pada berbagai kelompok pergaulan di dalam masyarakat,
jenis bacaan, tontonan serta aktivitas-aktivitas lainnya di tengah
masyarakat, kesemuanya membawa pengaruh terhadap fungsi
pendidikan yang dimainkan oleh sekolah terhadap diri seseorang.
15
Kondusif tidaknya dan positif tidaknya pengalaman seseorang
dilingkungan masyarakat, tak dapat dielakan pengaruhnya terhadap
keberhasilan fungsi pendidikan di sekolah. oleh karena itu, sekolah
juga berkepentingan dengan perubahan lingkungan seseorang di
tengah-tengah masyarakatnya, antara lain bisa dilakukan dengan
melalui fungsi layanan konseling, penciptaan forum komunikasi antara
organisasi sekolah dengan organisasi serta lembaga-lembaga lainnya di
masyarakat. Sebaliknya, partisipasi sadar seseorang untuk senantiasa
belajar dari lingkungan masyarakat, sedikit banyak juga ditentukan
oleh tugas-tugas belajar serta pengarahan belajar yang dilancarkan di
sekolah. Fungsi sekolah untuk mengoptimal mungkin membelajarkan
anak asuhnya yang tak terbatas pada dinding kelas, tetapi juga dari
sumber-sumber belajar di lingkungan masyarakatnya, hal tersebut akan
secara langsung mencari partisipasi belajar seseorang di dalam
lingkungan sosial dan budaya sekelilingnya.
b. Sekolah sebagai prosedur yang melayani pesan-pesan pendidikan dari
masyarakat lingkungan. Fungsi pendidikan di sekolah, sedikit banyak
akan dipengaruhi oleh sedikit banyaknya serta fungsional tidaknya
pendayagunaan sumber-sumber belajar di masyarakat. Kekayaan
sumber-sumber belajar di tengah masyarakat, seperti adanya orang-
orang sumber, adanya perpustakaan umum, adanya museum, adanya
kebun binatang, adanya peredaran koran atau majalah serta sumber-
sumber belajar lainnya, di samping berfungsi sebagai medium
pendidikan bagi masyarakat luas, sumber-sumber tersebut bisa dan
juga berfungsi pula untuk didaya-gunakan bagi fungsi pendidikan
sistem persekolahan. Pendayagunaan sumber-sumber belajar
dimasyarakat bagi kepentingan fungsi pendidikan di sekolah,
peningkatannya bisa dilakukan dengan jalan penentuan strategi belajar
mengajar yang mengktifkan keterlibatan mental siswa di dalam
mengkaji sumber-sumber belajar di lingkungannya (Tim Dosen FIP-
KIP Malang, 1981: 148-150).
16
Sekolah dan masyarakat merupakan dua jenis lingkungan yang
berbeda, namun keduanya tidak dapat dipisahkan bahkan saling
membutuhkan khususnya dalam upaya mendidik generasi muda. Agar
tercipta hubungan dan kerjasama yang baik antara sekolah dan masyarakat,
maka masyarakat perlu mengatahui dan memiliki gambaran yang jelas
tentang sekolah baik dari sarana dan prasarana maupun persoalan yang
sedang dihadapi sekolah, karena berbagai persoalan yang dihadapi sekolah
juga merupakan bagian dari persoalan masyarakat. Dengan demikian,
terdapat kerjasama serta situasi saling membantu antara sekolah dan
masyrakat.
2. Tujuan Kerjasama Sekolah dengan Masyarakat
Mengenai tujuan hubungan sekolah dengan masyarakat
meninjaunya dari sudut kepentingan kedua lembaga tersebut, yaitu
kepentingan sekolah dan kepentingan masyarakat itu sendiri. Ditinjau dari
kepentingan sekolah, pengembangan penyelenggaraan hubungan sekolah
dan masyarakat bertujuan untuk:
a. Memelihara kelangsungan hidup sekolah.
b. Meningkatkan mutu pendidikan di sekolah yang bersangkutan.
c. Memperlancar proses belajar mengajar.
d. Memperoleh dukungan dan bantuan dari masyarakat yang diperlukan
dalam pengembangan dan pelaksanaan program sekolah.
Sedangkan jika ditinjau dari kebutuhan masyarakat itu sendiri, tujuan
hubungannya dengan sekolah adalah untuk:
a. Memajukan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama
dalam bidang mental-spiritual.
b. Memperoleh bantuan sekolah dalam memecahkan berbagai masalah
yang dihadapi oleh masyarakat.
c. Menjamin relevansi program sekolah dengan kebutuhan masyarakat.
d. Memperoleh kembali anggota-anggota masyarakat yang makin
meningkat kemampuannya.
Secara lebih konkret lagi, tujuan diselenggarakannya hubungan sekolah
dengan masyarakat adalah:
17
a. Mengenalkan pentingnya sekolah bagi masyarakat.
b. Mendapatkan dukungan dan bantuan morel maupun finansial yang
diperlukan bagi pengembangan sekolah.
c. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang isi dan
pelaksanaan program sekolah.
d. Memperkaya atau memperluas program sekolah sesuai dengan
perkembangan dan kebutuhan masyarakat.
e. Mengembangkan kerjasama yang lebih erat antara keluarga dan
sekolah dalam mendidik anak-anak.
Menurut Elsbree dan McNally, bermacam-macam tujuan seperti
dikemukakan di atas dapat dikelompokkan menjadi tiga tujuan pokok,
yaitu:
a. Untuk mengembangkan mutu belajar dan pertumbuhan anak-anak.
b. Untuk mempertinggi tujuan-tujuan dan mutu kehidupan masyarakat.
c. Untuk mengembangkan pengertian, antusiasme masyarakat dalam
membantu pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah.
Ketiga tujuan pokok tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Mengembangkan mutu belajar dan pertumbuhan anak-anak
Makin majunya konsep-konsep pendidikan menunjukkan
kepada para pendidik, terutama guru-guru di sekolah, agar
pendidikan dan pengajaran tidak lagi subject centered, tetapi
hendaknya community life centered; tidak lagi berpusat pada buku,
tetapi berorientasi pada kebutuhan kehidupan di dalam masyarakat.
Konsep pendidikan yang demikian mengandung implikasi-implikasi
yang berhubungan dengan masyaraka, seperti antara lain:
1) Personel sekolah, terutama guru-guru, perlu mengetahui benar-
benar kondisi-kondisi masyarakat lingkungan hidup anak-anak
yang sangat penting bagi program pendidikan seperti lingkungan
alam tempat anak itu hidup, macam-macam masalah pendidikan
yang timbul di dalam masyarakat itu, adat-istiadat dan
kepercayaan masyarakat, keadaan penghidupan dan ekonomi
merek, kesempatan dan sarana rekreasi bagi anak-anak.
18
2) Kepala sekolah dan guru-guru hendaknya selalu berusaha untuk
dapat bekerjasama dan memanfaatkan sumber-sumber di dalam
masyarakat yang diperlukan untuk memperkaya program sekolah.
dengan memandang masyarakat itu sebagai laboratorium untuk
belajar, berarti penting bagi guru-guru untuk mengetahui fasilitas-
fasilitas apa yang tersedia di dalam masyarakat yang diperlukan
dalam belajar, seperti minat masyarakat terhadap industri,
pertanian, perikanan.
3) Sekolah hendaknya dapat bekerjasama dengan organisasi-
organisasi dan instansi-instansi lain di dalam masyarakat yang
mempunyai tugas dan kepentingan yang sama terhadap
pendidikan anak-anak. Misalnya lembaga-lembaga keagamaan,
organisasi kepramukaan, kesenian, lembaga kesehatan,
perkumpulan-perkumpulan olah raga, kerjasama dengan
kepolisian. Semua itu dapat membantu pendidikan anak-anak,
baik pendidikan di sekolah maupun di luar sekolah.
4) Guru-guru hendaknya selalu mengikuti perkembangan
masyarakat dan selalu siap memahami dan mengkaji sumber-
sumber masyarakat yang dapat dimasukan kedalam rencana
perkembangan pendidikan. Dengan demikian, dapat diharapkan
bahwa pengajaran yang dapat diberikan kepada murid-murid
bukanlah bahan pengajaran yang diberikkan kepada murid-murid
bukanlah bahan yang statis dan usang, melainkan merupakan
bahan yang fungsional dan akurat bagi kebutuhan murid itu
sekarang dan kehidupan masa datang. Mengikut sertakan
masyarakat dalam merencanakan kebijakan dan program sekolah
adalah peting bagi perkembangan pendidikan, dan berarti pula
menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang kewajiban dan
tanggung jawabnya terhadap pendidikan pada umumnya.
b) Meningkatkan tujuan dan mutu kehidupan masyarakat
Di dalam masyarakat yang demokratis, sekolah seyogyanya
dapat menjadikan dirinya sebagai pelopor dan pusat perkembangan
19
bagi perubahan-perubahan masyarakat di dalam bidang-bidang
kehidupan ekonomi, kebudayaan, tekhnologi dan sebagainya, ke
tingkat yang lebih tinggi. Jadi di dalam hal ini, bukan sekolah yang
harus mengekor secara pasif kepada perkembangan masyarakat,
tetapi sebaliknya sekolahan justru yang harus memepelopori
bagaimana dan ke mana masyarakat itu harus dikembangkan.
c) Mengembangkan pengertian, antusiasme, dan partisipasi masyarakat
Hal tersebut penting, apalagi bagi masyarakat kita Indonesia,
yang pada umumnya masih belum begitu menyadari bahwa tuggas
dan tanggung jawab mendidik anak-anak adalah juga tugas dan
tanggung jawab masyarakat di samping sekolah dan pemerintah.
Seperti yang dikemukakan oleh mantan menteri P dan K Mashuri,
S.H sebgai berikut:
“sekolah itu hendaknya merupakan bagian integral dari
masyarakat sekitarnya. Sesuai dengan azas pendidikan seumur
hidup, sekolah itu hendaknya mempunyai dwifungsi: mampu
memberikan pendidikan formal dan juga pendidikan informal, baik
untuk para pemuda maupun untuk orang dewasa pria wanita” .
Dalam hubungannya dengan antusiasme dan partisipasi masyarakat
terhadap pendidikan, Mantan menteri P dan K pernah pula
mengusulkan dalam salah satu tulisannya a.I. sebagai berkut: “Azas
pendidikan nasional Indonesia ialah pendidikan sepanjang umur
hidup manusia, dari sejak lahir sampai meninggal, bagi semua jenis
kelamin, umur, golongan, dan keyakinan.
Azas ini menetapkan, bahwa wadah pendidikan tidak hanya
terbatas pada sekolah, tetapi juga lembaga-lembaga lain tempat
bekerja, bermain, dan bergaul serta hidup pada umumnya, seperti
keluarga, pabrik, kantor, perkebunan, pusat-pusat rekreasi, olahraga,
dan seni, lembaga-lembaga permasyarakatan (Ngalim Purwanto,
2002: 189-193).
Untuk mengetahui keberhasilan suatu kegiatan, maka perlu
diketahui terlebih dahulu apakan tujuan kegiatan tersebut. dalam hal
20
ini, Bent dan Kronenberg mengemukakan tiga hal tujuan utama
hubugan sekolah dengan masyarakat yaitu:
1) Untuk mencegah kesalahpahaman antara masyarakat terhadap
sekolah ( To prevent misunderstanding ) .
2) Untuk memperoleh sumbangan-sumbangan finansial dan material
( To secure financial support )
3) Untuk menjalin kerjasama dalam pembuatan kebijaksanaan-
kebijaksanaan ( To secure cooperation in policy making ).
Karena itu sekolah hendaknya bekerjasana dengan masyarakat
dalam membina dan mewujudkan kehidupan sosial yang baik (
Yusak Burhanuddin, 1998: 93-94 ).
Dengan terselenggaranya hubungan antara sekolah dengan
masyarakat maka mutu pendidikan di sekolah akan meningkat, proses
pendidikan di sekolah akan terlaksana secara produktif, efektif, efisien
sehingga menghasilkan out-put yang berkualitas secara intelektual, spritual
dan sosial, serta mendapatkan bantuan dan dukungan morel maupun
finansial yang dibutuhkan bagi pengembangan sekolah. Selain itu,
mengenalkan pentingnya sekolah bagi masyarakat.
3. Bentuk-Bentuk Kerjasama Sekolah dengan Masyarakat
Sebagai lingkungan pendidikan yang terorganisasi secara
sistematis, sekolah merupakan wadah yang menempatkan anak dalam
kelompok-kelompok tertentu berdasarkan tingkat kemampuan dan
kesesuaian umur, sehingga anak mempunyai wilayah interaksi secara
intens dengan teman sebaya yang sedikit banyak memiliki kesamaan
wawasan dan kemampuan. Berbeda dengan sekolah, di dalam keluarga,
anak menempati posisi subordinat di bawah kendali orang tua dan tidak
mendapatkan hubungan sebaya sebagaimana yang ia dapatkan dalam
lingkungan sebaya di sekolah.
Pada dasarnya banyak cara yang dapat ditempuh untuk menjalin
kerjasama antara keluarga dengan sekolah, di antaranya melalui cara-cara
sebagai berikut:
a. Kunjungan pihak sekolah (guru) kerumah anak didik
21
Cara ini berdampak positif bagi anak karena merasa selalu
diperhatikan, dan juga bagi orang tua karena termotivasi untuk selalu
mengadakan kerjasama dengan sekolah. Bagi guru dan pihak sekolah
manfaat yang biasa diambil adalah adanya kesempatan untuk
melakukan observasi secara langsung dan melakukan wawancara.
b. Kunjuangan orang tua ke sekolah
Kalau ada acara yang diselenggarakan oleh sekolah yang
memungkinkan untuk dihadiri oleh orang tua maka akan berdampak
positif jika orang tua diundang untuk menghadiri acara tersebut.
Kegiatan tersebut biasa berupa class meeting yang berisi lomba-
lomba, pameran hasil karya dan lain sebagainya.
c. Case conference
Merupakan rapat atau konferensi tentang kasus tertentu yang
berkaitan dengan proses yang ada di sekolah dan keluarga. Kegiatan
ini biasanya dilaksanakan dalam konteks bimbingan dan konseling.
d. Badan pembantu sekolah
Adalah organisasi atau lembaga orang tua murid dan guru untuk
menjalin kerjasama secara terorganisasi antara keduanya. Sampai
sekarang ini organisasi semacam ini telah mengalami berbagai
perubahan karena disesuaikan dengan situasi pendidikan dan
masyarakat (Abdul Kadir, 2012: 180-181).
e. Mengadakan surat menyurat antara sekolah dengan keluarga
Surat-menyurat ini diperlukan terutama pada waktu-waktu
yang sangat diperlukan bagi perbaikan pendidikan anak didik, seperti
surat peringatan dari guru kepada orang tua jika anaknya perlu lebih
giat, sering membolos, sering berbuat keributan, dan sebagainya.
Surat-menyurat ini juga sebenarnya sangat baik bila dilakukan
oleh orang tua kepada guru atau langsung ke kepala sekolah/madrasah
untuk memantau keadaan anaknya di sekolah.
f. Adanya daftar nilai atau raport
Raport yang biasanya diberikan setiap catur wulan kepada para
murid ini dapat dipakai sebagai penghubung antara sekolah dengan
22
orang tua. Sekolah dapat memberi surat peringatan atau meminta
bantuan orang tua bila hasil raport anaknya kurang baik, atau
sebaliknya jika anaknya mempunyai keistimewaan dalam suatu
pelajaran, agar dapat lebih giat mengembangkan bakatnya atau
minimal mampu mempertahankan apa yang sudah dapat diraihnya
(Hasbullah, 2012: 93-94).
Komunikasi yang terjalin antara guru dan orang tua tidak hanya
membicarakan kenakalan-kenakalan anak saja, tapi terlebih pada masalah
keseharian yang nampaknya sederhana, namun sebenarnya penting untuk
diketahui bersama. Anak akan merasa diperhatikan karena guru yang
perduli dengan perkembangannya dan tentunya anak akan bangga dengan
dirinya apabila prestasinya menjadi bahan pembicaraan antara guru dan
orang tuanya.
Agar kerjasama lembaga pendidikan dengan masyarakat efektif,
mendapat respon yang positif dari masyarakat, sekolah dengan masyarakat
harus selalu dipelihara dengan baik karena sekolah akan selalu
berhubungan dengan masyarakat, tidak bisa lepas darinya sebagai partner
sekolah dalam mencapai kesuksesan sekolah itu sendiri. Sekolah semakin
tinggi di mata masyarakat jika sekolah mampu melahirkan peserta didik
yang cerdas, berkepribadian dan mampu mengaplikasikan ilmu yang
diperolehnya dalam memajukan masyarakat.
Stoop mengusulkan agar bentuk program itu memenuhi syarat
berikut (1981, h. 465): (1) jujur, (2) mulia, (3) mencakup segala yang
diperlukan, (4) komprehensif, (5) sensitif terhadap masyarakat, dan (6)
dapat dipahami oleh mereka. Program lembaga yang menyangkutkan
masyarakat dalam usaha meningkatkan pendidikan semuanya berifat mulia
dan jujur selama hal itu dilaksanakan secara terbuka. Keterbukaan ini
sangat diperlukan untuk mempertahankan kegairahan warga masyarakat
berpartisipasi. Mereka tidak akan segan-segan membantu demi
peningkatan pendidikan dan prestasi putra-putranya asal mereka tahu
dengan jelas dimanfaatkan untuk apa dana dan material yang telah mereka
23
sumbangkan. Manajer perlu mempertahankan kejujuran atau keterbukaan
pemakaian dana dan material tersebut.
Jones (1969, h. 395-400) menyebutkan lima cara lembaga
pendidikan mengadakan kontak hubungan dengan masyarakat yaitu: (1)
melalui aktivitas-aktivitas kurikuler, (2) aktivitas-aktivitas para pengajar,
(3) ekstra kulikuler, (4) kunjungan masyarakat atau para orang tua ke
lembaga pendidikan, dan (5) melalui media masa. Kegiatan proses belajar
mengajar dapat dipakai alat untuk menghubungkan lembaga pendidikan
dengan masyarakat. Kegiatan itu bisa berupa mencari bahan-bahan
pelajaran di masyarakat, mengenai objek-objek di masyarakat, tanya
jawab tentang sesuatu dengan warga masyarakat, magang, dan melakukan
penelitian (Made Pidarta, 2004: 191-193).
Lembaga pendidikan memberikan layanan kepada masyarakat
terhadap kebutuhan-kebutuha mereka, termasuk sebagai agen pembaruan
terhadap masyarakat dengan penemuan-penemuan dan inovasi-
inovasinya. Sebaliknya masyarakat mengimbangi pemberian lembaga
pendidikan dengan ikut berpartisipasi dan bertanggung jawab terhadap
kelangsungan hidup dan kemajuan lembaga. Kerjasama seperti ini
mengisyaratkan adanya informasi yang kontinu di antara lembaga
pendidikan dengan masyarakat. Tingkat partisipasi masyarakat dalam
proses pendidikan di sekolah memberikan pengaruh yang positif bagi
kemajuan sekolah, kualitas pelayanan pembelajaran di sekolah yang pada
akhirnya akan berpengaruh terhadap kemajuan dan prestasi belajar anak-
anak di sekolah. Oleh karena itu, untuk lebih memaksimalkan tujuan
pendidikan yang ingin dicapai, diperlukan adanya hubungan antara
sekolah dengan masyarakat yang baik melalui partisipasi masyarakat.
Untuk memberi gambaran bahwa tidak sedikit usaha-usaha yang
dapat dilakukan sekolah untuk mengadakan kerjasama itu, kami
memberikan contoh. Tentu saja bukan maksudnya supaya tiap-tiap
sekolah mengadakan semua usaha yang tertera di bawah ini.
1. Mengadakan pertemuan dengan orang tua pada hari penerimaan murid
baru. Setiap tahun sekolah selalu mengadakan pendaftaran untuk
24
menerima murid baru. Nah, kesempatan itu dapat digunakan oleh
kepala sekolah dan guru-guru mengadakan pertemuan dengan para
orang tua murid. Selain untuk pada pendaftaran, dapat juga dipakai
untuk menanyakan segala sesuatu tentang anak-anaknya oleh kepala
sekolah, llebih baik pula jika pada hari pertama masuk sekolah para
orang tua murid diminta datang untuk mengadakan pertemuan-
pertemuan dengan guru-guru. Dalam pertemuan itu kepala sekolah dan
guru-guru dapat merencanakan apa-apa yang perlu dibicarakan.
Umpamanya, pembicaraan tentang perlunya kerjasama dalam
mendidik anak-anaknya agar jangan sampai timbul salah paham;
mengadakan sekadar ceramah tentang cara-cara mendidik anak-anak
yang baru masuk sekolah itu, dan lain-lain.
2. Mengadakan surat-menyurat antara sekolah dengan keluarga. Surat-
menyurat itu perlu diadakan, terutama pada waktu-waktu yang sangat
diperlukan bagi perbaikan pendidikan anak-anak. Seperti surat
peringatan dari guru kepada rang tua jika anaknya perlu lebih giat,
sering mangkir atau membolos, dan lain-lain. Alangkah baiknya pula
jika surat-menyurat timbul dari orang tua memerlukan keterangan-
keterangan bagaimana tingkah laku anaknya di sekolah, adakah
anaknya itu tidak menyusahkan guru dan sebagainya. Sebab, ternyata
banyak anak-anak yang menunjukkan tingkah laku yang berlawanan di
rumah dengan di sekolah.
3. Adanya daftar nilai raport yang setiap catur wulan atau semester
dibagikan kepada murid-murid pun dapat dipakai sebagai penghubung
antara sekolah dengan orang tua murid. Sekolah dapat memberi surat
peringatan atau meminta bantuan kepada orang tua yang hasil raport
anaknya kurang baik, atau sebaliknya jika anaknya mempunyai
keistimewaan dalam suatu mata pelajaran, agar dapat lebih giat
mengembangkan bakatnya.
Untunglah orang tua zaman sekarang ini umumnya sudah
menginsafi apa ari dan maksud raport yang setiap catur wulan atau
semester harus ditandatangani itu.
25
4. Kunjungan guru ke rumah orang tua murid, atau sebaliknya kunjungan
orang tua murid ke sekolah. Hal ini lebih menguntungkan dari pada
hanya mengadakan surat-menyurat saja. Tentu saja kunjungan guru ke
rumah orang tua murid itu dilakukan bilamana diperlukan, misalnya,
untuk membicarakan kesulitan-kesulitan yang dialami di sekolah
terhadap anak-anaknya atau mengunjungi murid yang sembuh dari
sakitnya untuk sekedar memberi hiburan. Umumnya, orang tua murid
akan merasa senang senang sekali atas kunjungan guru itu karena ia
merasa bahwa anaknya itu sungguh-sungguh diperhatikan. Bagi anak
sendiri merasa segan dan hormat kepada gurunya yang telah mengenal
keluarganya atau orang tuanya.
Demikian pula, kepala sekolah dapat memberi surat kepada orang
tua untuk datang ke sekolah bilamana ada sesuatu tentangnya anaknya,
yang perlu dibicarakan di sekolah atau bersama dengan guru.
5. Mengadakan perayaan, pesta sekolah atau pameran-pameran hasil
karya murid-murid. Pada umumnya tiap ahir tahun pelajaran, tiap-tiap
sekolah mengadakan ulang tahun atau perayaan kenaikan kelas, juga
perpisahan dengan anak-anak yang akan meninggalkan sekolah itu
karena sudah tamat. Dalam pernyataan-pernyataan tersebut, yang
dikunjungi oleh orang tua murid, sekolah dapat mempertunjukkan
kepandaian-kepandaian dan kecakapan murid-muridnya, seperti tarian-
tarian, olahraga, nyanyian-nyanyian, dan perlombaan menggambar.
Orang tua tentu akan gembira atas undangan mengunjungi perayaan-
perayaan semacam itu karena dengan demikian orang tua dapat
menyaksikan sendiri bagaimana kecakapan anak-anaknya dan dapat
mengetahui serba sedikit usaha-usaha dan kemajuan sekolah tempat
anaknya belajar.
Kesempatan itu dapat dipergunakan oleh kepala sekolah dan guru-
guru untuk berkenalan dan sekedarnya pembicaraan-pembicaraan
secara perseorangan ataupun secara kolektif. Sebaliknya, para orang
tua murid ada kesempatan untuk meminta keterangan-keterangan
26
tentang kemajuan dan kesulitan-kesulitan anaknya kepada guru yang
bersangkutan.
6. Yang terpenting adalah mendirikan Perkumpulan Orang Tua Murid
dan Guru (POMG). Jika perkumpulan semacam ini sudah dapat
diusahakan, segala usaha yang telah diuraikan di muka lebih mudah
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Selain itu, sekolah dapat
mengadakan pertemuan-pertemuan secara teratur untuk membicarakan
masalah-maslah mendidik yang masih banyak kesalah yang terdapat
pada orang tua. Adanya POMG dapat membentuk kelancaran jalannya
pengajaran di sekolah itu. Berbagai masalah pengajaran, seperti
pengumpulan uang untuk memperindah sekolah untuk menambah
ruangan baru, melengkapi kekurangan alat-alat pelajaran, mengadakan
perpustakaan sekolah, mengadakan pesta sekolah, mengadakan
karyawisata, dan lain-lain, dapat diusahakan dengan lebih mudah.
Semuanya itu dapat dimintakan bantuan dan permufakatan dengan
pengurus POMG (Ngalim Purwanto, 2011: 128-129).
Orang tua menjadi salah satu pemegang peranan penting dalam proses
perkembangan belajar anak. Oleh karena itu, belajar di sekolah tidak bisa
dipisahkan dari peran serta orang tua. Demi kepentingan anak, sekolah dan
orang tua harus mempunyai keterikatan yang baik, hubungan yang
harmonis sehingga anak pun dapat bertumbuh-kembang secara maksimal.
B. Disiplin Belajar
1. Arti, Tujuan dan Fungsi Disiplin Belajar
a. Pengertian Disiplin Belajar
Secara etimologis disiplin berasal dari bahasa latin yaitu desclipina
yang menunjukkan pada kegiatan belajar mengajar. Istilah tersebut sangat
dekat dengan istilah bahasa inggris, disciple yang berarti mengikuti orang
untuk belajar dibawah pengawasan seorang pemimpin. Istilah bahasa
inggris lainnya yaitu discipline yang berarti tertib, taat, atau
mengendalikan tingkah laku, penguasaan diri, dan kendali diri (Tulus
Tu’u, 2004: 30).
27
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang
sangat fundametal dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang
pendidikan. Ini berarti, bahwa berhasil atau gagalnya pecapaian tujuan
pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa
baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau
keluarganya sendiri.
Oleh karenanya, pemahaman yang benar mengenai arti belajar dengan
segala aspek, bentuk, dan manifestasinya mutlak diperlukan oleh para
pendidik. Keliruan atau ketidaklengkapan persepsi mereka terhadap proses
belajar dan hal-hal yang berkaitan dengannya mungkin akan
mengakibatkan kurang bermutunya hasil belajar yang dicapai peserta didik
(Muhibbin Syah, 2012: 63).
Definisi lain dari belajar adalah penembahan pengetahuan. Definisi ini
dalam praktek sangat banyak dianut di sekolah di mana guru-guru
berusaha memberikan ilmu sebanyak mungkin dan murid bergiat untuk
mengumpulkannya. Sering belajar itu disamakan dengan menhafal. Bukti
bahwa seorang anak belajar ternyata dari hasil ujian yang diadakan
(Nasution, 1986:38).
Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
Usaha dan keberhasilan belajar dipengaruhi oleh banyak. Faktor-
faktor tersebut dapat bersumber pada dirinya atau di luar dirinya atau
lingkungannya.
1) Faktor-faktor dalam diri individu
Banyak faktor yang ada dalam diri individu atau si pelajar yang
mempengaruhi usaha dan keberhasilan belajarnya. Faktor-faktor
tersebut menyangkut aspek jasmaniah maupun rohaniah dari individu.
2) Faktor-faktor lingkungan
Keberhasilan belajar juga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar
diri siswa, baik faktor fisik maupun sosial-psikologis yang berada
pada lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat (Nana Syaodih
Sukmadinata, 2005: 162-163).
28
Dari pengertian disiplin dan pengertian belajar di atas maka yang
dimaksud disiplin belajar dalam penelitian ini adalah sikap atau tingkah
laku siswa yang taat dan patuh untuk dapat menjalankan kewajibannya
untuk belajar, baik belajar di sekolah maupun belajar di rumah.
Disiplin diperlukan oleh siapapun dan di manapun, begitupun
seorang siswa dia harus disiplin baik itu disiplin dalam menaati tata tertib
sekolah, disiplin dalam belajar di sekolah, disiplin dalam mengerjakan
tugas, maupun disiplin dalam belajar di rumah, sehingga akan dicapai hasil
belajar yang optimal. Disiplin berperan penting dalam membentuk
individu yang berciri keunggulam. .
Untuk kebanyakan sekolah, disiplin merupakan titik masuk bagi
pendidikan karakter. Dari kedisiplinan yang dijalankan akan membentuk
pribadi yang kuat bertanggung jawab terhadap kemajuan dirinya.
Pendidikan karakter sangat berkaitan erat dengan kedisiplinan yaitu salah
satu kunci keberhasilan individu. Memang membangun pendidikan
karakter bagi para pelajar tidaklah mudah dan butuh proses yang ekstra
untuk memberikan bimbingan terhadap para pelajar.Jika tidak ada rasa
hormat terhadap aturan, otoritas, dan hak-hak orang lain, maka tidak ada
lingkungan yang baik bagi pengajaran dan pembelajaran. Banyak sekolah
berpaling kepada pendidikan karakter karena sekolah-sekolah tersebut
tertekan oleh penurunan yang dilihatnya dalam rasa hormat dan tanggung
jawab para siswa dan berharap pendidikan karakter dapat membalikkan
keadaan tersebut.
Pendidikan karakter menegaskan bahwa disiplin, apabila ingin
berhasil, harus mengubah anak-anak dari dalam diri. Disiplin harus
mengubah sikap mereka, cara mereka berpikir dan merasa. Disiplin
mengarahkan mereka untuk ingin berperilaku berbeda. Disiplin harus
membantu mereka mengembangkan kebaikan seringkali berubah rasa
hormat,emapati, penilaian yang baik,dan kontrol diri yang, pada pokoknya,
ketiadaannya mengarah kepermasalahan disiplin. Apabila kebaikan yang
tiadak ada tersebut tiadak dikembangkan, bersama-sama dengan komitmen
untuk mempraktikannya, maka permasalahan perilaku akan terjadi lagi.
29
Ringkasnya, disiplin yang efektif harus berbasis karakter, disiplin ini harus
memperkuat karakter siswa, semata-mata bukan mengontrol perilaku
mereka.Disiplin terbagi menjadi dua kategori: pemecahan dan koreksi.
Strategi pemecahan yang baik sangat akan mereduksi frekuensi
permasalahan ini (Thomas Lickona, 2013: 175-176).
Menurut Tulus Tu’u (2004:33) menyebutkan unsur-unsur disiplin
adalah sebagai berikut.
1) Mengikuti dan menaati peraturan, nilai dan hukum yang berlaku.
2) Pengikutan dan ketaatan tersebut terutama muncul karena adanya
kesadaran diri bahwa hal itu berguna bagi kebaikan dan keberhasilan
dirinya. Dapat juga muncul karena rasa takut, tekanan, paksaan dan
dorongan dari luar dirinya.
3) Sebagai alat pendidikan untuk mempengaruhi, mengubah, membina,
dan membentuk perilaku sesuai dengan nilai-nilai yang ditentukan
atau diajarkan.
4) Hukuman yang diberikan bagi yang melanggar ketentuan yang
berlaku, dalam rangka mendidik, melatih, mengendalikan dan
memperbaiki tingkah laku.
5) Peraturan-peraturaan yang berlaku sebagai pedoman dan ukuran
perilaku.
Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa untuk membentuk
sikap disiplin siswa dapat mengembangkannya melalui kesadaran diri dan
kebebasan dirinya dalam menaati dan mengikuti aturan yang ada.
Peraturan dan tata tertib merupakan dua hal yang sangat penting bagi
kehidupan siswa yang sedang menyelenggarakan pendidikan di sekolah.Di
dalam kehidupan sekolah peraturan dan tata tertib dimaksudkan untuk
menjaga terlaksananya kegiatan belajar mengajar siswa, disamping itu
juga untuk memenuhi kebutuhan setiap pribadi yang terlibat di dalamnya
karena mereka adalah individu yang mesti dipandang sebagai manusia
seutuhnya. Peraturan-peraturan yang berlaku sebagai pedoman dan ukuran
perilaku.
b. Fungsi Disiplin
30
Disiplin sangat penting dan dibutuhkan oleh setiap siswa. Disiplin
menjadi prasyarat bagi pembentukan sikap, perilaku ,dan tata kehidupan
berdisiplin, yang akan mengantar seorang siswa sukses dalam belajar dan
kelak ketika bekerja. Berikut ini akan dibahas beberapa fungsi disiplin
yaitu.
1) Menata Kehidupan Bersama
Fungsi disiplin adalah mengatur tata kehidupan manusia, dalam
kelompok tertentu atau dalam masyarakat. Dengan begitu, hubungan
antara individu satu dengan yang lain menjadi baik dan lancar.
2) Membangun Kepribadian
Lingkungan yang berdisiplin baik, sangat berpengaruh terhadap
kepribadian seseorang. Apalagi seorang siswa yang sedang tumbuh
kepribadiannya, tentu lingkungan sekolah yang tertib, teratur, tenang,
tenteram, sangat berperan dalam membangun kepribadian yang baik.
3) Melatih Kepribadian
Sikap, perilaku dan pola kehidupan yang baik dan berdisiplin tidak
terbentuk serta-merta dalam waktu singkat. Namun, terbentuk melalui
satu proses yang membutuhkan waktu panjang. Salah satu proses
untuk membentuk kepribadian tersebut dilakukan melalui latihan.
4) Pemaksaan
Dari pendapat itu, disiplin dapat terjadi karena dorongan kesadaran
diri. Disiplin dengan motif kesadaran diri ini lebih baik dan kuat.
Dengan melakukan kepatuhan dan ketaatan atas kesadaran diri,
bermanfaat bagi kebaikan dan kemajuan diri. Sebaliknya, disiplin
dapat pula terjadi karena adanya pemaksaan dan tekanan dari luar.
5) Hukuman
Tata tertib sekolah biasanya berisi hal-ha1 positif yang harus
dilakukan oleh siswa. Sisi lainnya berisi sanksi atau hukuman bagi
yang melanggar tata tertib tersebut. Ancaman sanksi / hukuman sangat
penting karena dapat memberi dorongan dan kekuatan bagi siswa
untuk menaati dan mematuhinya. Tanpa ancaman hukuman / sanksi,
31
dorongan ketaatan dan kepatuhan dapat diperlemah. Motivasi untuk
hidup mengikuti aturan yang berlaku menjadi lemah.
6) Menciptakan Lingkungan yang Kondusif
Disiplin sekolah berfungsi mendukung terlaksananya proses dan
kegiatan pendidikan agar berjalan lancar. Ha1 itu dicapai dengan
merancang peraturan sekolah, yakni peraturan bagi guru-guru, dan
bagi para siswa, serta peraturan-peraturan lain yang dianggap perlu.
Kemudian diimplementasikan secara konsisten dan konsekuen.
Dengan demikian, sekolah menjadi lingkungan pendidikan yang
aman, tenang, tenteram, tertib dan teratur. Lingkungan seperti ini
adalah lingkungan yang kondusif bagi pendidikan (Tulus Tu’u,
2004:38).
Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa sekolah perlu
menjamin terselenggaranya proses pendidikan yang baik. Kondisi yang
baik bagi proses pembelajaran yaituterciptanya kondisi aman, tenang,
tertib, teratur, dan saling menghargai. Apabila kondisi ini terwujud,
sekolah akan menjadi lingkungan kondusif bagi kegiatan dan proses
pendidikan.Dengan adanya disiplin maka proses belajar mengajar akan
lebih terarah dan dapat mencapai tujuan pendidikan secara maksimal.
2. Menumbuhkan Disiplin Peserta Didik
Disiplin diri peserta didik bertujuan untuk membantu menemukan diri,
mengatasi, dan mencegah timbulnya problem-problem disiplin, serta
berusaha menciptakan suasana yang aman, nyaman dan menyenangkan bagi
kegiatan pembelajaran, sehingga mereka mentaati segala peraturan yang
ditetapkan.
Dalam rangka menyukseskan pendidikan karakter, guru harus mampu
menumbuhkan disiplin peserta didik, terutama disiplin diri (self-discipline).
Guru harus mampu membantu peserta didik mengembangkan pola
perilakunya, meningkatkan standar peilakunya, dan melaksanakan aturan
sebagai alat untuk menegakan disiplin. Untuk mendisiplinkan peserta didik
perlu dimulai dengan prinsip yang sesuai dengan tujuan pendidikan
nasional, yakni sikap demokratis, sehingga peraturan disiplin perlu
32
berpedoman pada hal tersebut, yakni dari, oleh dan untuk peserta didik,
sedangkan guru tut wuri handayani. Soelaeman (1985:77) mengemukakan
bahwa guru berfungsi sebagai pengemban ketertiban, yang patut digugu dan
ditiru, tapi tidak diharapkan sikap yang otoriter.
Memperhatikan pendapat Reisman and Payne (1985:239-241), dapat
dikemukan sembilan strategi untuk mendisiplikan peserta didik, sebagai
berikut.
a. Konsep diri (self-concecpt), strategi ini menekankan bahwa konsep-
konsep diri masing-masing individu merupakan faktor penting dari setiap
perilaku. Untuk menumbuhkan konsep diri, guru disarankan bersikap
empatik, menerima, hangat, dan terbuka, sehingga peserta didik dapat
mengeksplorasikan pikiran dan perasaannya dalam memecahkan
masalah.
b. Ketrampilan dalam berkomunikasi (communication skills), guru harus
memiliki ketrampilan komunikasi yang efektif agar mampu menerima
semua perasaan, dan mendorong timbulnya kepatuhan peserta didik.
c. Konsekuensi-konsekuensi logis dan alami (natural and logical
consequences), perilaku-perilaku yang salah terjadi karena peserta didik
telah mengembangkan kepercayaan yang salah terhadap dirinya. Hal ini
mendorong munculnya perilaku-perilaku salah. Untuk itu, guru
disarankan: 1) menunjukkan secara tepat tujuan perilaku yang salah,
sehingga membantu peserta didik dalam mengatasi perilakunya, dan 2)
memanfaatkan akibat-akibat logis dan alami dari perilaku yang salah.
d. Klarifikasi nilai (values clarification), strategi ini dilakukan untuk
membantu peserta didik dalam menjawab pertanyaan sendiri tentang
nilai-nilai dan membentuk sistem nilainya sendirinya.
e. Analisis transaksional (transactional analysis), disarankan agar guru
belajar sebagai orang dewasa, terutama apabila berhadapan dengan
peserta didik yang menghadapi maslah.
f. Terapi realitas (relity therapy), sekolah harus berupaya mengurangi
kegagalan dan meningkatkan keterlibatan. Dalam hal ini guru harus
bersikap positif dan bertanggung jawab.
33
g. Disiplin yang terintegrasi (assertive discipline), metode ini menekankan
pengendalian penuh oleh guru untuk mengembangkan dan
mempertahankan peaturan. Prinsip-prinsip modifikasi perilaku yang
sistematik diimplementasikan di kelas, termasuk pemanfaatan papan tulis
untuk menuliskan nama-nama peserta didik yang berperilaku
menyimpang.
h. Modifikasi perilaku (behavior modification), perilaku salah disebabkan
oleh lingkungan, sebagai tindakan remediasi. Sehubungan dengan hal
tersebut, dalam pembelajaran perlu diciptakan lingkungan yang kondusif.
i. Tantangan bagi disiplin (dare to discipline), guru diharapkan cekatan,
sangat terorganisasi, dan dalam pengendalian yang tegas. Pendekatan ini
mengasumsikan bahwa peserta didik akan menghadapi berbagai
keterbatan pada hari-hari pertama di sekolah, dan guru perlu membiarkan
mereka untuk mengetahui siapa yang berada dalam posisi sebagai
pemimpin (Mulyasa, 2014: 26-28).
Menurut Sudarwan Danim (2013: 169-170) Banyak tindakan yang
harus dilakukan oleh guru, sebanyak perilaku siswanya sendiri. Namun,
ketika guru mengajar di kelas dengan rombongan yang banyak, sering
tindakan itu pukul rata, teramsuk dalam kerangka mendisiplinkan
siswanya.
Ada beberapa teori yang diterapkan dalam mendisiplinkan siswa.
Teori-teori tersebut memberikan sebuah asumsi bahwa semua guru ingin
melakukan yang terbaik bagi siswanya. Namun, pendekatan yang berbeda
sering bertentangan dengan lainya, beberapa di antaranya berada dalam
posisi total. Isu utama yang tidak mereka setujui adalah tingkat di mana
siswa harus diberi semangat dalam memperbaiki sikapnya sendiri. Satu isu
ekstrem, yaitu pendekatan yang merekomendasi bahwa siswa harus
sepenuhnya bertanggung jawab dalam memperbaiki sikap mereka. Isu
ekstrem lainnya, yaitu pendekatan yang memperdebatkan bahwa guru
harus memegang kontrol total karena kepentingan siswa ada di dalamnya
sewaktu guru melakukan hal tersebut.
34
Teori yang dipergunakan dan pendekatan yang diaplikasikan oleh
seorang guru harus beragam, dan mugkin berhubungan dengan beberapa
faktor. Faktor seperti kepercayaan guru kepada siswa berpengaruh kuat
terhadap model pendekatan paling nyaman, yang digunakan oleh guru.
Jika kurang lebih guru percaya bahwa siswa harus melakukan apa yang
diperintahkan kepada mereka sesegera mungkin, kelompok mengambil
keputusan yang mengikat semua anggota kelas. Jika guru percaya bahwa
siswa harus belajar cara bekerja sama dan membuat keputusan
berkelompok, mungkin guru menyukai model manajemen.
Kepercayaan guru tentang bagaimana seharusnya siswa bersikap,
akan memengaruhi tindakannya. Ada beberapa faktor yang mungkin
mempengaruhi pilihan pendekatan atau tindakan guru di kelas. Faktor-
faktor tersebut, yaitu:
a. usia dan kepribadian siswa
b. waktu dan energi yang guru miliki saat sikap tidak layak muncul
c. bentuk sikap tidak layak dari siswa
d. tujuan utama disiplin kelas.
Beberapa faktor di atas berubah menurut waktu dan tempat,
misalnya sikap tidak layak dari siswa dapat terjadi saat tugas individu, saat
guru menerangkan, atau kegiatan praktik. Hal lain yang sedikit sekali
berubah, yaitu kepribadian guru.
Perlunya kedisiplinan dalam pembelajaran di kelas, untuk itu
seorang guru perlu membina disiplin peserta didik. Oleh karena itu,
dirasakan kepada guru untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Memulai seluruh kegiatan dengan disiplin waktu, dan patuh/taat
aturan
b. Mempelajari pengalaman peserta didik di sekolah melalui kartu
catatan kumulatif
c. Mempelajari nama-nama peserta didik secara langsung, misalnya
melalui daftar hadir di kelas
d. Mempertimbangkan lingkungan pembelajaran dan lingkungan peserta
didik
35
e. Memberikan tugas yang jelas, dapat dipahami, sederhana dan tidak
bertele-tele
f. Menyiapkan kegiatan sehari-hari agar apa yang dilakukan dalam
pembelajaran sesuai dengan yang direncanakan, tidak terjadi banyak
penyimpangan
g. Bergairah dan seamangat dalam melakukan pembelajarn, agar
dijadikan teladan oleh peserta didik
h. Berbuat sesuatu yang berbeda dan bervariasi, jangan menonton,
sehingga membantu disiplin dan gairah belajar peserta didik
i. Menyesuaikan argumentasi dengan kemampuan peserta didik, jangan
memaksakan peserta didik sesuai dengan pemahaman guru, atau
mengukur peserta didik dari kemampuan gurunya; dan
j. Membuat peraturan yang jelas dan tegas agar bisa dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya oleh peserta didik dan lingkungannya
Melalui berbagai upaya tersebut diharapkan tercipta iklim yang kondusif
bagi implementasi pendidikan karakter, sehingga peserta didik dapat
menguasai berbagai kompetensi sesuai dengan tujuan (Mulyasa, 2014: 173-
174).
Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa tujuan pembinaan
kedisiplinan merupakan upaya guru dalam melakukan kontrol terhadap anak,
agar anak dapat menghindari perilaku-perilau negatif. Keberhasilan
melakukan disiplin ditentukan dengan cara-cara yang digunakan, akan tetapi
pendisiplinan secara otoriter bukanlah pendisiplinan yang tepat sebab anak
merasa terancam, bahkan anak bisa saja berontak dan tidak mau lagi belajar.
3. Cara Menanamkan Disiplin
Menurut Elizabeth B. Hurlock (1978: 93) cara menanamkan disiplin ada
tiga yaitu sebagai berikut:
a. Cara Mendisiplin Otoriter
Peraturan dan pengaturan yang keras untuk memaksakan perilaku
yang diinginkan menandai semua jenis disiplin yang otoriter. Tekniknya
mencakup hukuman yang berat bila terjadi kegagalan memenuhi standar
36
dan sedikit, atau sama sekali tidak adanya persetujuan, pujian atau tanda-
tanda penghargaan lainnya bila anak memenuhi standar yang diharapkan.
Disiplin otoriter dapat berkisar antara pengendalian perilaku anak
yang wajar hingga yang kaku yang tidak memberi kebebasan bertindak,
kecuali yang sesuai dengan standar yang ditentukan. Disiplin otoriter
selalu berarti mengendalikan melalui kekuatan eksternal dalam bentuk
hukuman, terutama hukuman badan.
b. Cara Mendisiplin Permisif
Disiplin permisif sebetulnya berarti sedikit disiplin atau tidak
berdisiplin. Biasanya disiplin permisif tidak membimbing anak ke pola
perilaku yang disetujui secara sosial dan tidak menggunakan hukuman.
Beberapa orang tua dan guru, yang menganggap kebebasan
(permissiveness) sama dengan laissezfaire, membiarkan anak-anak
meraba-raba dalam situasi yang terlalu sulit untuk ditanggulangi oleh
mereka sendiri tanpa bimbingan atau pengendalian
Bagi banyak orang tua, disiplin permisif merupakan tes terhadap
disiplin yang kaku dan keras masa kanak-kanak mereka sendiri. Dalam
hal seperti ini, anak sering tidak diberi batas-batas atau kendala yang
mengatur apa saja yang dilakukan; mereka diijinkan untuk mengambil
keputusan sendiri dan berbuat kesehendaknya mereka sendiri.
c. Cara Mendisiplin Demokratis
Metode demokratis menggunakan penjelasan, diskusi dan
penalaran untuk membantu anak mengerti mengapa perilaku tertentu
diharapkan. Meteode ini lebih menekankan aspek edukatif dari disiplin
dari pada aspek hukumannya.
Bila anak masih kecil, mereka diberi penjelasan mengenai
peraturan yang harus dipatuhi dalam kata-kata yang dapat dimengerti.
Misalnya, bila ada peraturan bahwa mereka tidak boleh menyentuh
kompor di dapur, mereka diberitahu bahwa perbuatan itu akan menyakiti
mereka, atau diperlihatkan, dengan mendekatkan tangan tangan mereka
pada kompor, arti kata “sakit” dan mengapa mereka tidak boleh
menyentuh kompor. Dengan bertambahnya usia, mereka tidak saja diberi
37
penjelasan tentang peraturan, melainkan juga diberi kesempatan untuk
menyatakan pendapat mereka tentang peraturan.
Disiplin demokratis menggunakan hukuman dan penghargaan,
dengan penekanan yang lebih besar pada penghargaan, dengan
penekanan yang lebih besar pada penghargaan. Hukuman tidak perah
keras dan biasanya tidak berbentuk hukuman badan. Hukuman hanya
digunakan bila terdapat bukti bahwa anak-anak secara sadar menolak
melakukan apa yang diharapkan dari mereka. Bila perilaku anak
memenuhi standar yang diharapkan, orang tua yang demokratis akan
menghargainya dengan pujian atau pernyataan persetujuan yang lain.
Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa cara
mendisiplin siswa ada tiga yaitu mendisiplin dengan cara otoriter,
mendisiplin siswa dengan cara permisif dan mendisiplin siswa dengan
cara demokratis. Mendisiplin dengan cara otoriter yaitu guru menentukan
aturan-aturan batasan yang harus ditaati oleh anak-anak, dan anak harus
tunduk dan patuh dan tidak ada pilihan lain. Akan tetapi dengan
mempergunakan sikap otoriter ini anak akan memperlihatkan reaksinya
missal: Menantang atau melawan karena anak merasa dipaksa.
Mendisiplin siswa pada cara permisif ini pengawasan menjadi
berkurang, anak sudah terbiasa mengatur dan nentukan sendiri apa yang
dianggapnya benar, pada umumnya kesadaran ini terjadi pada keluarga.
Sedangkah orang tua sendiri hanya mengawasi, menegor dan mungkin
memarahi.
Sedangkan mendisiplin siswa dengan cara demokrasi yaitu
dilakukan dengan cara memperhatikan dan menghargai kebebasan anak,
namun kebebasan disini tidak mutlak yaitu perlu adanya bimbingan yang
penuh pengertian antara anak dan guru atau orang tuanya.Dengan cara
dimokratis anak akan tumbuh rasa tanggung jawab untuk memperlihatkan
sesuatu tingkah laku dan memupuk kepercayaan dirinya, dan jika tingkah
lakunya tidak berkenan bagi teman-temanya maka anak mampu
menghargai tuntutan pada lingkungan sekolah.
38
Ada empat faktor dominan yang mempengaruhi dan membentuk
disiplin yaitu:
1. Kesadaran diri
Sebagai pemahaman diri bahwa disiplin penting bagi kebaikan dan
keberhasilan dirinya. Selain itu kesadaran diri menjadi motif sangat kuat
bagi terwujudnya disiplin. Disiplin yang terbentuk atas kesadaran diri
akan kuat pengaruhnya dan akan lebih tahan lama dibandingkan dengan
disiplin yang terbentuk karena unsur paksaan atau hukuman.
2. Pengikutan dan ketaatan
Sebagai langkah penerapan dan praktik atas peraturan-peraturan yang
mengatur perilaku individunya. Hal ini sebagai kelanjutan dari adanya
kesadaran diri yang dihasilkan oleh kemampuan dan kemauan diri yang
kuat.
3. Alat pendidikan
Untuk mempengaruhi, mengubah, membina, dan membentuk perilaku
yang sesuai dengan nilai-nilai yang ditentukan atau diajarkan.
4. Hukuman
Seseorang yang taat pada aturan cenderung disebabkan karena dua hal,
yang pertama karena adanya kesadarn diri, kemudian yang kedua karena
adanya hukuman. Hukuman akan menyadarkan, mengoreksi, dan
meluruskan yang salah, sehingga orang kembali pada perilaku yang
sesuai dengan harapan Tulus Tu’u (2004:48-49).
Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwadisiplin sangat penting
dan dibutuhkan oleh setiap siswa. Disiplin menjadi prasyarat bagi
pembentukan sikap, perilaku ,dan tata kehidupan berdisiplin, yang akan
mengantar seorang siswa sukses dalam belajar. Di dalam kehidupan sekolah
peraturan dan tata tertib dimaksudkan untuk menjaga terlaksananya kegiatan
belajar mengajar siswa, disamping itu juga untuk memenuhi kebutuhan setiap
pribadi yang terlibat di dalamnya perlumenanamkan pendidikan pada anak
dengan adanya kedisiplinan agar proses dalam melatih dan mengajarkan anak
bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan harapan.
39
Lebih lanjut Tu’u (2004:49-50) menambahkan masih ada faktor-faktor
lain yang berpengaruh dalam pembentukan disiplin yaitu:
a) Teladan
Teladan adalah contoh yang baik yang seharusnya ditiru oleh orang lain.
Dalam hal ini siswa lebih mudah meniru apa yang mereka lihat sebagai
teladan (orang yang dianggap baik dan patut ditiru) daripada dengan apa
yang mereka dengar. Karena itu contoh dan teladan disiplin dari atasan,
kepala sekolah dan guru-guru serta penata usaha sangat berpengaruh
terhadap disiplin para siswa.
b) Lingkungan berdisiplin
Lingkungan berdisiplin kuat pengaruhnya dalam pembentukan disiplin
dibandingkan dengan lingkungan yang belum menerapkan disiplin. Bila
berada di lingkungan yang berdisiplin, seseorang akan terbawa oleh
lingkungan tersebut.
c) Latihan berdisiplin
Disiplin dapat tercapai dan dibentuk melalui latihan dan kebiasaan.
Artinya melakukan disiplin secara berulang-ulang dan membiasakannya
dalam praktik-praktik disiplin sehari-hari.
Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwaapabila siswatidak
displin maka akan muncul perilaku yang tidak tertib, tidak teratur, tidak
terkontrol, dan mengganggu kegiatan pembelajaran. Suasana kondusif yang
dibutuhkan dalam pembelajaran menjadi terganggu. Dalam hal ini, penerapan
dan pelaksanaan peraturan sekolah, menolong para siswa agar dilatih dan
dibiasakan hidup teratur, dan bertanggung jawab. Disiplin sekolah apabila
dikembangkan dan diterapkan dengan baik, dan konsisten akan berdampak
positif bagi kehidupan dan perilaku siswa. Disiplin dapat mendorong mereka
belajar melakukan hal-hal yang lurus dan benar, dan menjauhi hal-hal yang
negatif.
Menurut Tulus Tu’u (2004:53) menyatakan bahwa pelanggaran disiplin
dapat terjadi karena tujuh hal berikut ini:
1) Disiplin sekolah yang kurang direncanakan dengan baik dan mantap.
40
2) Perencanaan yang baik, tetapi implementasinya kurang baik dan kurang
dimonitor oleh kepala sekolah.
3) Penerapan disiplin yang tidak konsisten dan tidak konsekuen.
4) Kebijakan kepala sekolah yang belum memprioritaskan peningkatan dan
pemantapan disiplin sekolah.
5) Kurang kerjasama dan dukungan guru-guru dalam perencanaan dan
implementasi disiplin sekolah.
6) Kurangnya dukungan dan partisipasi orang tua dalam menangani disiplin
sekolah, secara khusus siswa yang bermasalah.
7) Siswa di sekolah tersebut banyak yang berasal dari siswa bermasalah
dalam disiplin diri. Mereka ini cenderung melanggar dan mengabaikan tata
tertib sekolah.
Dalam penanggulangan disiplin, beberapa hal berikut ini perlu mendapat
perhatian, yaitu:
a. Adanya tata tertib. Dalam mendisiplinkan siswa, tata tertib sangat
bermanfaat untuk membiasakannya dengan standar perilaku yang sama
dan diterima oleh individu lain dalam ruang lingkupnya. Dengan standar
yang sama ini, diharapkan tidak ada diskriminasi dan rasa ketidakadilan
pada individu-individu yang ada di lingkungan tersebut. Di samping itu,
adanya tata tertib, para siswa tidak dapat lagi bertindak dan berbuat
sesuka hatinya.
b. Konsisten dan konsekuen. Masalah umum yang muncul dalam disiplin
adalah tidak konsistennya penerapan disiplin. Ada perbedaan antara tata
tertib yang tertulis dengan pelaksanaan di lapangan. Dalam sanksi atau
hukuman ada perbedaan antara pelanggar yang satu dengan yang lain.
Hal seperti ini akan membingungkan siswa. Perlu sikap konsisten dan
konsekuen orang tua dan guru dalam implementasi disiplin.
c. Hukuman. Hukuman bertujuan mencegah tindakan yang tidak baik atau
tidak diinginkan.
d. Kemitraan dengan orang tua. Pembentukan individu berdisiplin dan
penanggulangan masalah-masalah disiplin tidak hanya menjadi tanggung
41
jawab sekolah, tetapi juga tanggung jawab orang tua atau keluarga (Tulus
Tu’u, 2004: 55-56).
Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa disiplin diri
merupakan salah satu aspek yang perlu ditanamkan dan dikembangkan pada
diri anak, sehingga mereka tidak mengalami kesulitan dalam memasuki usia
remaja.Orang tua dan keluarga menduduki posisi kunci untuk menanamkan
dan mengembangkan disiplin dari anak, karena keluarga merupakan lembaga
pendidikan yang pertama dan utama dalam masyarakat. Bentuk serta cara-cara
pendidikan di dalam keluarga akan selalu mempengaruhi tumbuh dan
berkembangnya kepribadian, budi pekerti setiap manusia. Pendidikan yang
diterima dalam keluarga ini yang akan digunakan oleh anak sebagai dasar
untuk mengikuti pendidikan selanjutnya di sekolah.
C. Urgensi Hubungan Kerjasama Sekolah dan Masyarakat dengan Tingkat
Disiplin Belajar
Keterlibatan orang tua adalah indikator utama bagi kesuksesan sekolah.
tingkat pendapatan keluarga dan latar belakang pendidikan, menurut
penelitian, tidak terlalu penting bagi keberhasilan siswa dibandingkan minat
dan dukungan orang tua. Dan ketika sekolah dengan orang tua menyajikan
sebuah persatuan tentang masalah katakter menghormati aturan dan tanggung
jawab otoritas terhadap pekerjaan rumah, kejujuran pada tes dan makalah,
sportivitas pada kegiatan olahraga siswa mendapatkan kejelasan dan
informasi yang konsisten dan lebih cenderung untuk menganggapnya serius.
Dalam pembelaan agresif bagi anak-anak mereka, orang tua tersebut
tampaknya tidak menyadari bahwa intervensi mereka yang terus-menerus
cenderung akan menyakiti mereka dari pada membantu anak mereka dengan
menuntun mereka menjadi manipulatif, kurang menghormati pada semua
otoritas, dan tidak mau bertanggung jawab atas semua tindakan mereka.
Sekolah, pada beberapa hak juga sering bertindak merusak hubungan
kemitraan antara rumah dan sekola. Ketika sekolah gagal dalam menetapkan
standar yang tinggi pada pembelajaran dan sikap dan membiarkan anak-anak
dengan pekerjaan yang buruk dan berperilaku nakal, hal ini merusak
hubungan. Saat siswa menjadi korban kekejaman teman sebaya dan sekolah
42
tidak merespon keluhan orang tua, hal ini merusak hubungan. Saat sekolah
menyatakan”kami ahli” dalam menyikapi pendidikan seksual dan gagal untuk
menangani dengan serius bersama orang tua tentang materi yang melanggar
moral dan kepercayaan agama hal ini merusak hubungan.
Untungnya banyak sekolah besar, khususnya sekolah yang berkomitmen
dengan pendidikan karakter, membuat upaya untuk membangun hubungan
kemitraan rumah dan sekolah. sekolah semacam ini menjangkau orang tua
dengan semangat kerendahan hati, bertanya “apa yang bisa sekolah lakukan
untuk membantu kita bekerja bersama untuk memberikan pendidikan yang
terbaik bagi anak-anakmu?”. Hubungan seperti ini, sekolah dan keluarga
mendukung dengan berbagai harapan mengenai pembelajaran anak-anak dan
perilaku (Thomas Lickona, 2013: 79-80).
Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa orang tua merupakan
salah satu aspek yang penting dalam pelaksanaan kegiatan belajar anakanya.
Sebagai pihak yang sangat berkepentingan dengan kemajuan belajar anaknya,
orang tua sudah selayaknya dilibatkan secara aktif oleh sekolah untuk
membantu peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Peran serta mereka tidak
hanya berupa dana, tetapi juga pemikiran atau tenaga dalam pembelajaran,
perencanaan pengembangan sekolah, dan pengelolaan kelas. Kerjasama
sangat diperlukan dalam meningkatan mutu pendidikan di sekolah. Karena
dengan adanya peran serta sekolah dengan orang tua anak-anak akan
terkontor belajarnya baik di sekolah ataupun di rumah.
Top Related