7
BAB II
KERANGKA TEORI
2.1 Pelatihan (Training)
2.1.1 Pengertian Pelatihan
Pelatihan sering kita dengar dalam dunia kerja di perusahaan, organisasi,
lembaga, atau bahkan dalam instansi pendidikan. Hal ini dapat diasumsikan
bahwa pelatihan sangat penting bagi tenaga kerja maupun karyawan untuk bekerja
lebih menguasai dan lebih baik terhadap pekerjaan yang dijabat atau akan dijabat
kedepan. Pada suatu perusahaan yang bergerak dibidang jasa perbankan, pelatihan
sering dilakukan sebagai upaya meningkatkan kinerja para karyawan. Hal ini yang
mendorong pihak instansi perbankan untuk memfasilitasi pelatihan para karyawan
guna mendapatkan hasil kinerja yang balk, etèktif dan efisien.
Menurut Mathis (2002), Pelatihan adalah suatu proses dimana orang-orang
mencapai kemampuan tertentu untuk membantu mencapai tujuan organisasi. Oleh
karena itu, proses ini terikat dengan berbagai tujuan organisasi, dan pelatihan
dapat dipandang secara sempit maupun luas. Secara terbatas, pelatihan
menyediakan para pegawai dengan pengetahuan yang spesifik dan dapat diketahui
serta keterampilan yang digunakan dalam pekerjaan mereka saat ini. Terkadang
ada batasan yang ditarik antara pelatihan dengan pengembangan, dengan
pengembangan yang bersifat lebih luas dalam cakupan serta memfokuskan pada
individu untuk mencapai kemampuan baru yang berguna baik bagi pekerjaannya
saat ini maupun di masa mendatang.
19
Sedangkan pelatihan menurut Gary Dessler (2009) adalah Proses
mengajarkan karyawan baru atau yang ada sekarang, ketrampilan dasar yang
mereka butuhkan untuk menjalankan pekerjaan mereka”. Pelatihan merupakan
salah satu usaha dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam dunia
kerja. Karyawan, baik yang baru ataupun yang sudah bekerja perlu mengikuti
pelatihan karena adanya tuntutan pekerjaan yang dapat berubah akibat perubahan
lingkungan kerja, strategi, dan lain sebagainya.
Menurut Mathis dan Jackson (2004:318) pelatihan dapat dirancang untuk
memenuhi tujuan berbeda dan dapat diklasifikasikan ke dalam berbagai cara, yang
meliputi:
1. Pelatihan yang dibutuhkan dan rutin: dilakukan untuk memenuhi berbagai
syarat hukum yang diharuskan dan berlaku sebagai pelatihan untuk semua
karyawan (orientasi karyawan baru).
2. Pelatihan pekerjaan/teknis: memungkinkan para karyawan untuk melakukan
pekerjaan, tugas dan tanggung jawab mereka dengan baik.
3. Pelatihan antarpribadi dan pemecahan masalah: dimaksudkan untuk mengatasi
masalah operasional dan antarpribadi serta meningkatkan hubungan dalam
pekerjaan organisasional.
4. Pelatihan perkembangan dan inovatif : menyediakan fokus jangka panjang
untuk meningkatkan kapabilitas individual dan organisasional untuk masa
depan.
20
2.1.2 Metode Pelatihan
Menurut Cherrington (1995:358), dikatakan bahwa metode dalam
pelatihan dibagi menjadi dua yaitu on the job traning dan off the job training. On
the joh training lebih banyak digunakan dibandingkan dengan off the job training.
Hal ini disebabkan karena metode on the job training lebih berfokus pada
peningkatan produktivitas secara cepat. Sedangkan metode off the joh training
lebih cenderung berfokus pada perkembangan dan pendidikan jangka panjang.
1. On The Job Training dibagi menjadi 6 macam yaitu:
a. Job instruclion training
Pelatihan ini memerlukan analisa kinerja pekerjaan secara teliti. Pelatihan
ini dimulai dengan penjelasan awal tentang tujuan pekerjaan, dan menunjukkan
langkah - langkah pelaksanan pekerjaan.
b. Apprenticeship
Pelatihan ini mengarah pada proses penerimaan karyawan baru, yang
bekerja bersama dan dibawah bimbingan praktisi yang ahli untuk beberapa waktu
tertentu. Keefektifan pelatihan ini tergantung pada kemampuan praktisi yang ahli
dalam mengawasi proses pelatihan.
c. Internship dan assistantships
Pelatihan ini hampir sama dengan pelatihan apprenticeship hanya saja
pelatihan ini mengarah pada kekosongan pekerjaan yang menuntut pendidikan
formal yang lebih tinggi. Contoh internship training adalah cooperalive education
project, maksudnya adalah pelatihan bagi pelajar yang menerima pendidikan
21
formal di sekolah yang bekerja di suatu perusahan dan diperlakukan sama seperti
karyawan dalam perusahaan tetapi tetap dibawah pengawasan praktisi yang ahli.
d. Job rotation dan transfer
Pelatihan ini adalah proses belajar yang biasanya untuk mengisi
kekosongan dalam manajemen dan teknikal. Dalam pelatihan ini terdapat 2
kerugian yaitu: yang pertama, peserta pelatihan hanya merasa dipekerjakan
sementara dan tidak mempunyai komitmen untuk terlibat dalam pekerjaan dengan
sungguh - sungguh. Dan yang kedua, banyak waktu yang terbuang untuk memberi
orientasi pada perserta terhadap kondisi pekerjaan yang baru.
Pelatihan ini juga mempunyai keuntungan yaitu: jika pelatihan ini
diberikan oleh manajer yang ahli maka peserta akan memperoleh tambahan
pengetahuan mengenai pelaksanaan dan praktek dalam pekerjaan.
e. Junior boards dan committee assingments
Ini merupakan alternatif pelatihan dengan memindahkan perserta pelatihan
kedalam komite untuk bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan
administrasi. Dan juga menempatkan peserta dalam anggota eksekutif agar
memperoleh kesempatan dalam berinteraksi dengan eksekutif yang lain.
f. Couching dan counseling
Pelatihan ini merupakan aktifitas yang mengharapkan timbal balik dalam
penampilan kerja, dukungan dari pelatih, dan penjelasan secara perlahan
bagaimana melakukan pekerjaan secara tepat.
22
2. off the job training dibagi menjadi 13 macam:
a. Vestibule training
Pelatihan dimana dilakukan ditempat tersendiri yang dikondisikan seperti
tempat aslinya. Pelatihan ini digunakan untuk mengajarkan keahlian kerja yang
khusus.
b.Lecture
Pelatihan ini merupakan pelatihan dimana menyampaikan berbagai macam
informasi kepada sejumlah besar orang pada waktu bersamaan.
c. Independent self-study
Pelatihan yang mengharapkan peserta untuk melatih diri sendiri misalnya
dengan membaca buku, majalah profesional, mengambil kursus pada universitas
lokal dan mengikuti pertemuan profesional.
d.Visual presentations
Pelatihan ini dengan mengunakan televisi, film, video, atau persentasi
dengan menggunakan slide.
e.Conferences dan discusion
Pelatihan ini biasa digunakan untuk pelatihan pengambilan keputusan
dimana peserta dapat belajar satu dengan yang Iainnya.
f.Teleconferencing
Pelatihan dengan menggunakan satelit, dimana pelatih dan perseta
dimungkinkan untuk berada di tempat yang berbeda.
23
g.Case studies
Pelatihan yang digunakan dalam kelas bisnis, dimana peserta dituntut
untuk menemukan prinsip - prinsip dasar dengan menganalisa masalah yang ada.
h.Role playing
Pelatihan dimana peserta dikondisikan pada suatu permasalahan tertentu,
peserta harus dapat menyelesaikan permasalahan dimana peserta seolah - olah
terlibat langsung.
i.Simulation
Pelatihan yang menciptakan kondisi belajar yang sangat sesuai atau mirip
dengan kondisi pekerjaan, pelatihan ini digunakan untuk belajar secara teknikal
dan skill.
i.Programmed instruction
Pelatihan ini merupakan aplikasi prinsip dalam kondisi operasional,
biasanya menggunakan komputer.
j.Computer - based training
Pelatihan ini merupakan program pelatihan yang diharapkan mempunyai
hubungan interaktif antara komputer dan peserta, dimana peserta diminta untuk
merespon secara langsung selama proses belajar.
k.Laboratory training
Pelatihan ini terdiri dari kelompok - kelompok diskusi yang tak beraturan
dimana peserta diminta untuk mengungkapkan perasaan mereka terhadap satu
dengan yang lain. Tujuan pelatihan ini adalah menciptakan kewaspadaan dan
24
meningkatkan sensitivitas terhadap perilaku dan perasaan orang lain maupun
dalam kelompok.
l.Programmed group exercise
Pelatihan yang melibatkan peserta untuk bekerja sama dalam memecahkan
suatu permasalahan.
2.1.3 Indikator Pelatihan
Indikator - indikator pelatihan menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2013:62),
diantaranya:
1. Jenis Pelatihan
Berdasarkan analisis kebutuhan program pelatihan yang telah dilakukan,
makaperlu dilakukan pelatihan peningkatkan kinerja pegawai dan etika kerja
bagitingkat bawah dan menengah.
2. Tujuan Pelatihan
Tujuan pelatihan harus konkrit dan dapat diukur, oleh karena itu
pelatihanyang akan diselenggarakan bertujuan untuk meningkatkan keterampilan
kerjaagar peserta mampu mencapai kinerja secara maksimal dan
meningkatkanpemahaman peserta terhadap etika kerja yang harus diterapkan.
3. Materi
Materi pelatihan dapat berupa: pengelolaan (manajemen), tata
naskah,psikologis kerja, komunikasi kerja, disiplin dan etika kerja,
kepemimpinankerja dan pelaporan kerja.
25
4. Metode Yang Digunakan
Metode pelatihan yang digunakan adalah metode pelatihan dengan
teknikpartisipatif yaitu diskusi kelompok, konfrensi, simulasi, bermain
peran(demonstrasi) dan games, latihan dalam kelas, test, kerja tim dan study
visit(studi banding).
5. Kualifikasi Peserta
Peserta pelatihan adalah pegawai perusahaan yang memenuhi
kualifikasipersyaratan seperti karyawan tetap dan staf yang mendapat
rekomendasipimpinan.
6. Kualifikasi Pelatih
Palatih/instruktur yang akan memberikan materi pelatihan harus
memenuhikualifikasi persyaratan antara lain: mempunyai keahlian yang
berhubungandengan materi pelatihan, mampu membangkitkan motivasi dan
mampumenggunakan metode partisipatif.
7. Waktu (Banyaknya Sesi).
Banyaknya sesi materi pelatihan terdiri dari 67 sesi materi dan 3
sesipembukaan dan penutupan pelatihan kerja. Dengan demikian jumlah
sesipelatihan ada 70 sesi atau setara dengan 52,2 jam. Makin sering petugas
mendapat pelatihan, maka cenderung kemampuan dan keterampilan
pegawaisemakin meningkat.
26
2.1.4Tujuan dan Manfaat Pelatihan
Menurut Cut Zurnali (2004), the goal of training is for employees to
master knowledge, skills, and behaviors emphasized in training programs and to
apply them to their day to day activities. Hal ini berarti bahwa tujuan pelatihan
adalah agar para pegawai dapat menguasai pengetahuan, keahlian dan perilaku
yang ditekankan dalam program - program pelatihan dan untuk diterapkan dalam
aktivitas sehari - hari para karyawan. Pelatihan juga mempunyai pengaruh yang
besar bagi pengembangan perusahaan.
Cut Zurnali (2004) memaparkan beberapa manfaat pelatihan yang
diselenggarakan oleh perusahaan yang dikemukakan oleh Noe, Hollenbeck,
Gerhart, Wright (2003), yaitu:
1. Meningkatkan pengetahuan para karyawan atas budaya dan para pesaing luar.
2. Membantu para karyawan yang mempunyai keahlian untuk bekerja dengan
teknologi baru.
3. Membantu para karyawan untuk memahami bagaimana bekerja secara efektif
dalam tim untuk menghasilkan jasa dan produk yang berkualitas.
4. Memastikan bahwa budaya perusahaan menekankan pada inovasi, kreativitas
dan pembelajaran.
5. Menjamin keselamatan dengan memberikan cara - cara baru bagi para
karyawan untuk memberikan kontribusi bagi perusahaan pada saat pekerjaan
dan kepentingan mereka berubah atau pada saat keahlian mereka menjadi
absolut.
27
6. Mempersiapkan para karyawan untuk dapat menerima dan bekerja secara
lebih efektif satu sama lainnya, terutama dengan kaum minoritas dan para
wanita.
2.2 Disiplin Kerja
2.2.1 Pengertian Disiplin Kerja
Disiplin berasal dari kata bahasa latin, discipline yang berarti latihan atau
pendidikan kesopanan dan kerohanian serta pengembangan tabiat. Jadi disiplin
berkaitan dengan pengembangan sikap yang layak terhadap pekerjaan. Disiplin
sangat penting untuk pertumbuhan organisasi, digunakan terutama untuk
memotivasi pegawai agar dapat mendisiplinkan diri dalam melaksanakan
pekerjaan baik secara perorangan maupun kelompok. Disamping itu disiplin
bermanfaat mendidik pegawai untuk mematuhi dan menyenangi peraturan,
prosedur, maupun kebijakan yang ada, sehingga dapat menghasilkan kinerja yang
baik.
Menurut Hasibuan (2005:193-194) Kedisiplinan merupakan fungsi
operatif MSDM yang terpenting karena semakin baik disiplin karyawan, semakin
tinggi prestasi kerja yang dapat dicapainya. Tidak adanya disiplin karyawan baik,
sulit bagi organisasi perusahaan mencapai hasil yang optimal. Disiplin yang baik
mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas - tugas
yang diberikan kepadanya. Hal ini mendorong gairah kerja, semangat kerja dan
terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Oleh karena itu,
setiap manajer selalu berusaha agar para bawahannya mempunyai disiplin yang
baik. Seorang manajer dikatakan efekif dalam kepemimpinannya, jika para
28
bawahannya berdisiplin baik. Untuk memelihara dan meningkatkan kedisiplinan
yang baik adalah hal yang sulit, karena banyak faktor yang mempengaruhinya.
Terkadang kekurang tahuan pegawai tentang peraturan, prosedur, dan akan
kebijakan yang ada merupakan penyebab terbanyak tindakan indisipliner. Salah
satu upaya untuk mengatasi hal tersebut pihak pimpinan sebaiknya memberikan
program orientasi kepada tenaga kerja. Selain memberikan orientasi, pimpinan
harus menjelaskan secara rinci peraturan - peraturan yang sering dilanggar,
berikut rasional, dan konsekuensinya. Demikian pula peraturan/prosedur atau
kebijakan yang mengalami perubahan atau diperbaharui, sebaiknya
diinformasikan kepada staf melalui diskusi aktif. Disiplin harus ditegakkan dalam
suatu organisasi, karena tanpa dukungan disiplin kerja yang baik, maka sulit bagi
perusahaan atau organisasi untuk mencapai tujuannya
2.2.2Bentuk – Bentuk Disiplin Kerja
Berikut ini adalah bentuk - bentuk disiplin kerja menurut Veitzal Rivai
(2005:444):
1. Disiplin retributif adalah berusaha menghukum orang yang berbuat salah
2. Disiplin korektif adalah berusaha membantu karyawan mengkoreksi
perilakunya yang tidak tepat.
3. Perspektif hak - hak individu adalah berusaha melindungi hak - hak dasar
individu selama tindakan - tindakan disipliner.
4. Perspektif utilitarian adalah berfokus kepada penggunaan disiplin hanya pada
saat konsekuensi tindakan disiplin melebihi dampak - dampak negatifnya.
29
2.2.3 Pendekatan Disiplin Kerja
Dalam pelaksanaan tindakan disipliner, Veitzal Rivai (2005:445)
menjelaskan tiga pendekatan yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Aturan tungku panas (hot stove rule). Pendekatan tungku panas ini terfokus
pada perilaku masa lalu.
2. Tindakan disiplin progresif (progressive discipline). Tindakan ini dimaksudkan
untuk memastikan bahwa terdapat hukuman minimal yang tepat terhadap
setiap pelanggaran. Tujuan tindakan ini adalah membentuk program disiplin
yang berkembang mulai dari hukuman yang ringan hingga yang sangat keras.
Disiplin progressif dirancang untuk memotivasi karyawan agar mengkoreksi
kekeliruannya secara sukarela.
3. Tindakan disiplin positif (positive discipline). Disiplin positif tertumpukan
pada konsep bahwa para karyawan mesti memikul tanggung jawab atas tingkah
laku pribadi mereka dan persyaratan – persyaratan pekerjaan.
2.2.4 Indikator Disiplin Kerja
Indikator - indikator disiplin kerja menurut Hasibuan (2000), yaitu :
1. Tujuan dan kemampuan
Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta
cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan
(pekerjaan) yang dibebankan kepada seseorang karyawan harus sesuai dengan
kemampuan karyawan bersangkutan. Tetapi jika pekerjaan itu di luar
kemampuannya atau pekerjaannya itu jauh dibawah kemampuannya, maka
30
kesungguhan dan kedisiplinan karyawan akan rendah. Di sini letak pentingnya
asas the right man in the right place and the right man in the right job.
2. Teladan pimpinan
Dalam menentukan disiplin kerja karyawan maka pimpinan dijadikan
teladan dan panutan oleh para bawahannya. Pimpinan harus memberi contoh yang
baik, berdisiplin baik, jujur, adil, serta sesuai kata dengan perbuatan. Pimpinan
jangan mengharapkan kedisiplinan bawahannya baik, jika dia sendiri kurang
berdisiplin. Pimpinan harus menyadari bahwa perilakunya akan dicontoh dan
diteladani oleh para bawahannya. Hal inilah yang mengharuskan agar pimpinan
mempunyai kedisiplinan yang baik, supaya para bawahan pun berdisiplin baik.
3. Balas jasa
Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut memengaruhi kedisplinan
karyawan, karena akan memberikan kepuasan dan kecintaan karyawan terhadap
perusahaan/pekerjaannya. Perusahaan harus memberikan balas jasa yang sesuai.
Kedisiplinan karyawan tidak mungkin baik apabila balas jasa yang mereka terima
kurang memuaskan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuannya beserta
keluarganya. Karyawan sulit untuk berdisiplin baik jika selama kebutuhan-
kebutuhan primernya tidak terpenuhi dengan baik.
4. Keadilan
Keadilan mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan, karena ego dan
sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta diperlakukan sama
dengan manusia lainnya. Apabila keadilan yang dijadikan dasar kebijaksanaan
dalam pemberian balas jasa (pengakuan) atau hukuman, akan merangsang
terciptanya kedisiplinan karyawan yang baik. Pimpinan atau manajer yang cakap
31
dalam kepemimpinannya selalu bersikap adil terhadap semua bawahannya, karena
dia menyadari bahwa dengan keadilan yang baik akan menciptakan kedisplinan
yang baik pula
5. Pengawasan melekat
Pengawasan melekat harus dijadikan suatu tindakan yang nyata dalam
mewujudkan kedisplinan karyawan perusahaan, karena dengan pengawasan ini,
berarti atasan harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah
kerja, dan prestasi bawahan. Hal ini berarti atasan harus selalu ada/hadir di tempat
kerjanya, supaya dia dapat mengawasi dan memberikan petunjuk, jika ada
bawahannya yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan pekerjaannya.
6. Sanksi hukuman
Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan
karyawan. Karena dengan adanya sanksi hukuman yang semakin berat, karyawan
akan semakin takut melanggar peraturan-peraturan perusahaan, sikap dan perilaku
yang indisipliner karyawan akan berkurang. Berat ringannya sangksi hukuman
yang akan diterapkan ikut mempengaruhi baik buruknya kedisiplinan karyawan.
Sanksi hukuman harus ditetapkan berdasarkan pertimbangan logis, masuk akal
dan diinformasikan secara jelas kepada semua karyawan.
7. Ketegasan
Pemimpin harus berani tegas bertindak untuk menghukum setiap
karyawan yang indispliner sesuai dengan sanksi hukuman yang telah ditetapkan.
Pimpinan yang berani bertindak tegas menerapkan hukuman bagi karyawan
indisipliner akan disegani dan diakui kepemimpinanya. Tetapi bila seorang
pimpinan kurang tegas atau tidak menghukum karyawan yang indisipliner, maka
32
sulit baginya untuk memelihara kedisiplinan bawahannya, bahkan sikap
indispliner karyawan tersebut akan semakin meningkat.
8. Hubungan kemanusiaan
Hubungan kemanusiaan yang harmonis di antara sesama karyawan ikut
menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu perusahaan. Hubungan-hubungan
itu baik bersifat vertical maupun horizontal yang hendaknya horizontal. Pimpinan
atau manajer harus berusaha menciptakan suasana hubungan kemanusiaan yang
serasi serta mengikat, vertical maupun horizontal. Jika tercipta human
relationship yang serasi, maka terwujud lingkungan dan suasana kerja yang
nyaman. Hal ini akan memotivasi kedisiplinan yang baik pada perusahaan.
2.2.5 Tujuan dan Manfaat Disiplin Kerja
Sutrisno (2012:88) mengemukakan tujuan disiplin kerja, yaitu:
1. Disiplin dibutuhkan untuk tujuan organisasi mencapai efisiensi dengan
mencegah dan mengoreksi tindakan - tindakan individu dalam itikat tidak
baiknya terhadap kelompok. Lebih jauh lagi, disiplin berusaha untuk
melindungi perilaku yang baik dengan menetapkan respon yang dikehendaki.
2. Disiplin kerja sangat diperlukan untuk menunjang kelancaran segala aktivitas
organisasi agar tujuan organisasi dapat dicapai secara maksimal. Meskipun
bukan hal yang mustahil bahwa menghindari kondisi - kondisi yang
memerlukan disiplin itu lebih baik daripada program pendisiplinan yang
paling memuaskan, namun disiplin itu sendiri menjadi penting karena
manusia dan kondisinya yang tidak sempurna, seharusnya mempunyai tujuan
yang positif.
33
Manfaat disiplin kerja menurut Sutrisno (2012:88) adalah:
1. Bagi organisasi, adanya disiplin kerja akan menjamin terpeliharanya tata
tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas, sehingga diperoleh hasil yang
optimal.
2. Bagi karyawan, akan diperoleh suasana kerja yang menyenangkan sehingga
akan menambah semangat kerja dalam melaksanakan pekerjaannya. Dengan
demikian, karyawan dapat melaksanakan tugasnya dengan penuh kesadaran
serta dapat mengembangkan tenaga dan pikirannya semaksimal mungkin
demi terwujudnya tujuan organisasi.
2.3Kinerja Karyawan
2.3.1Pengertian Kinerja
Kinerja berasal dari kata jobperformance atau actualperformance yang
berarti prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang.
Kinerja adalah hasil kerja baik secara kualitas maupun kuantitas yang dicapai oleh
seseorang dalam melaksanakan tugas sesuai tanggung jawab yang diberikan
kepadanya (Mangkunagara, 2002:22).
Sedangkan Mathis dan Jackson (2006:65) menyatakan bahwa kinerja pada
dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan pegawai. Manajemen
kinerja adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja
perusahaan atau organisasi, termasuk kinerja masing-masing individu dan
kelompok kerja di perusahaan tersebut.
Menurut Miner dalam Sutrisno (2010:172-173) mengemukakan secara
umum dapat dinyatakan empat aspek dari kinerja, yaitu sebagai berikut:
34
1. Kualitas yang dihasilkan, menerangkan tentang jumlah kesalahan, waktu dan
ketepatan dalam melakukan tugas.
2. Kuantitas yang dihasilkan, berkenaan dengan berapa jumlah produk atau jasa
yang dapat dihasilkan.
3. Waktu kerja, menerangkan akan berapa jumlah absen, keterlambatan, serta
masa kerja yang telah dijalani individu pegawai tersebut.
4. Kerja sama, menerangkan akan bagaimana individu membantu atau
menghambat usaha dari teman sekerjanya.
Dengan keempat aspek kinerja diatas dapat dikatakan bahwa individu
mempunyai kinerja yang baik bila dia berhasil memenuhi keempat aspek tersebut
sesuai dengan target atau rencana yang telah ditetapkan oleh organisasi. Menurut
Swanson dan Graudous dalam Sutrisno (2010:173) menjelaskan bahwa dalam
sistem, berapa pun ukurannya, semua pekerjaan saling berhubungan. Hasil dari
seperangkat kinerja pekerjaan adalah masukan bagi usaha kinerja lainnya. Karena
saling bergantung, apa yang tampaknya merupakan perolehan kinerja yang kecil
dalam suatu aspek pekerjaan dapat menghasilkan perolehan besar secara
keseluruhan. Jadi, produktivitas suatu sistem bergantung pada kecermatan dan
efisiensi perilaku kinerja.
2.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja
Terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk suatu organisasi
mempunyai kinerja yang baik, yaitu menyangkut pernyataan tentang maksud dan
nilai-nilai, manajemen strategis, manajemen sumber daya manusia,
pengembangan organisasi, konteks organisasi, desain kerja, fungsionalisasi,
budaya, dan kerja sama.(Wibowo, 2007:67).
35
Menurut Armstrong dan Baron dalam Wibowo (2007:74), faktor-faktor
yang mempengaruhi kinerja adalah sebagai berikut:
1. Personal factors, ditunjukkan oleh tingkat keterampilan, kompetensi yang
dimiliki, motivasi, dan komitmen individu.
2. Leadership factors, ditentukan oleh kualitas dorongan, bimbingan, dan
dukungan yang dilakukan manajer dan team leader.
3. Team factors, ditunjukkan oleh kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan
sekerja.
4. System factors, ditunjukkan oleh adanya sistem kerja dan fasilitas yang
diberikan organisasi.
5. Contextual/situational factors, ditunjukkan oleh tingginya tingkat tekanan dan
perubahan lingkungan internal dan eksternal.
Seperti diketahui tujuan organisasi hanya dapat dicapai, karena organisasi
tersebut didukung oleh unit-unit kerja yang terdapat didalamnya. Terdapat
beberapa cara untuk peningkatan kinerja karyawan. Menurut Stoner dalam
Sutrisno (2010:184-185), mengemukakan adanya empat cara, yaitu:
1. Diskriminasi
Seorang manajer harus mampu membedakan secara objektif antara mereka
yang dapat memberi sumbangan berarti dalam pencapaian tujuan organisasi
dengan mereka yang tidak. Dalam konteks penilaian kinerja memang harus ada
perbedaan antara karyawan yang berprestasi dengan karyawan yang tidak
berprestasi. Oleh karena itu, dapat dibuat keputusan yang adil dalam berbagai
bidang, misalnya pengembangan SDM (Sumber Daya Manusia), penggajian, dan
sebagainya.
36
2. Pengharapan
Dengan memerhatikan bidang tersebut diharapkan bisa meningkatkan
kinerja karyawan. Karyawan yang memiliki nilai kinerja tinggi mengharapkan
pengakuan dalam bentuk berbagai penghargaan yang diterimanya dari organisasi.
untuk mempertinggi motivasi dan kinerja, mereka yang tampil mengesankan
dalam bekerja harus diidentifikasi sedemikian rupa sehingga penghargaan
memang jatuh pada tangan yang memang berhak.
3. Pengembangan
Bagi yang bekerja dibawah standar, skema untuk mereka adalah mengikuti
program pelatihan dan pengembangan. Sedangkan yang di atas standar, misalnya
dapat dipromosikan kepada jabatan yang lebih tinggi. Berdasarkan hasil laporan
manajemen, bagaimanapun bentuk kebijakan organisasi dapat terjamin keadilan
dan kejujurannya. Untuk itu diperlukan suatu tanggung jawab yang penuh pada
manajer yang membawahinya.
4. Komunikasi
Para manajer bertanggung jawab untuk mengevaluasi kinerja para
karyawan dan secara akurat mengomunikasikan penilaian yang dilakukannya.
Untuk dapat melakukan secara akurat, para manajer harus mengetahui kekurangan
dan masalah apa saja yang dihadapi para karyawan dan bagaimana cara
mengatasinya. Di samping itu, para manajer juga harus mengetahui program
pelatihan dan pengembangan apa saja yang dibutuhkan. Untuk memastikannya,
para manajer perlu berkomunikasi secara intens dengan karyawan.
37
2.3.3 Indikator Kinerja
Menurut Bernardin dan Russel dalam Sutrisno (2010:179) ada enam
kinerja primer yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja, yaitu:
1. Quality, merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan
kegiatan mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan.
2. Quantity, merupakan jumlah yang dihasilkan, misalnya jumlah rupiah, unit,
dan siklus kegiatan yang dilakukan.
3. Timeliness, merupakan sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada waktu
yang dikehendaki, dengan memerhatikan koordinasi output lain serta waktu
yang tersedia untuk kegiatan orang lain.
4. Cost effectiveness, merupakan tingkat sejauh mana penggunaan sumber daya
organisasi (manusia, keuangan, teknologi, dan material) dimaksimalkan untuk
mencapai hasil tertinggi atau pengurangan kerugian dari setiap unit
penggunaan sumber daya.
5. Need for supervision, merupakan tingkat sejauh mana seorang pekerja dapat
melaksanakan suatu fungsi pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan seorang
supervisior untuk mencegah tindakan yang kurang diinginkan.
6. Interpersonal impact, merupakan tingkat sejauh mana pegawai memelihara
harga diri, nama baik, dan kerja sama di antara rekan kerja dan bawahan.
38
2.4 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian telah dilakukan seblumnya menunjukkan bahwa
adanya pelatihan dan disiplin kerja sangat membantu kinerja karyawan dalam
pencapaian suatu tujuan perusahaan. Sehingga perusahaan tersebut dapat berjalan
dengan baik dan mempunyai karyawan yang benar – benar mempunyai skill
dibidangnya masing – masing.
Dalam penelitian ini, penulis mencoba mengambil rujukan dari beberapa
penelitian sebelumnya yang mempunyai kaitan yang kurang lebih sama dengan
penelitian yang dilakukan oleh penulis. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan
pendalaman mengenai topik penelitian yang akan dilakukan. Adapun penelitian
terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No Nama
Peneliti Variabel
Penelitian Judul
Penelitian Metode
Penelitian Hasil Penelitian
1. Afni Fuanida
Pelatihan, Disiplin Kerja, Motivasi Kerja, dan Produktivitas Karyawan.
Pengaruh Pelatihan, Disiplin Kerja, Dan Motivasi Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan CV. Sapu Dunia Semarang
Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel pelatihan, disiplin kerja, dan motivasi mempunyai pengaruh yang positif terhadap variabel produktivitas kerja sehingga hipotesis diterima. Nilai koefisien determinasi sebesar 69,3 persen menunjukkan
39
bahwa variabel pelatihan, disiplin kerja, dan motivasi memberi pengaruh sebesar 69,3 persen terhadap produktivitas kerja. Sedangkan sisanya 30,7 persen adalah pengaruh dari variabel lain yang tidak diamati pada tabel signifikan variabel pelatihan 0,000 , disiplin kerja 0,000 dan motivasi 0,029.
2. Titin Olga Silvia
Pelatihan, Disiplin, dan Kinerja Pegawai.
Pengaruh Pelatihan Dan Disiplin Terhadap Kinerja Pegawai Kesehatan Kabupaten Dharmasraya
Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan kausatif dengan menggunakan program SPSS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya pengaruh signifikan antara variabel disiplin terhadap kinerja pegawai dinas kesehatan kabupaten Dharmasraya dengan nilai t hitung4.497 > 1.995, dan tingkat signifikan sebesar 0.000 < 0.05.
40
3. Yerri Suryoadi
Pelatihan, Kepuasan Kompensasi, dan Kinerja Karyawan.
Pengaruh Pelatihan dan Kepuasan Kompensasi Pada Kinerja Karyawan PT Bank Muamalat Cabang Semarang
Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelatihan dan kepuasan kopensasi mempunyai ubungan yang saling mempengaruhi sehingga dapat memaksimalkan kinerja karyawan serta dapat mempertahankan kesetiaan karyawan dalam pekerjaannya.
4. Sahat Harefa
Disiplin Kerja dan Pelatihan
Pengaruh Disiplin Dan Pelatihan Terhadap Kinerja Petugas Pada Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran Kota Medan
Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif menggunakan program SPSS..
Dari hasil perhitungan, terlihat bahwa F hitung = 34,888. Sedangkan dengan α (taraf signifikansi) = 0,05 (5 %), dk pembilang = k = jumlah variabel independen = 2 dan dk penyebut = n-k-1 = 70-2-1 = 67 maka F tabel = 3,150. Jadi,
41
F hitung > F tabel (34,888>3,150). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengaruh variabel disiplin (X1) dan variabel pelatihan (X2) secara bersama-sama terhadap variabel kinerja petugas (Y) signifikan dan memiliki kebermaknaan.
5. Astri Wulandari
Pelatihan, Disipli Kerja dan Kinerja Karyawan
Pengaruh Pelatihan dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada Yayasan Pendidikan Telkom
Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa disiplin kerja berdampak signifikan terhadap kinerja karyawan pada yayasan pendidikan Telkom karena nilai t hitung 13,341 lebih besar dari nilai t tabel 1,984 dan nilai signifikansi yang dihasilkan 0,000 lebih kecil dari level ofsignificant0,0
42
5. Besarnya dampak pelatihan dan disiplin kerja terhadap kinerja karyawan pada Yayasan Pendidikan Telkom adalah 63,6% dan sisanya sebesar 36,4% dipengaruhi oleh selain variabel pelatihan dan disiplin kerja, misalnya motivasi kerja, kepuasan kerja, kompetensi karyawan, dan lain-lain.
Top Related