13
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Etos Kerja 2.1.2 Pengertian Etos Kerja Etos sendiri berasal dari bahasa Yunani yang berarti
adat dan kebiasaan. Dalam bahasa Inggris etos dapat
diterjemahkan menjadi beberapa pengertian antar lain
“starting point,”to appear”, ‘disposition’ hingga disimpulkan
sebagai ‘character’ dalam bahasa Indonesia dapat
diterjemahkannya sebagai ‘sifat dasar’, ‘pemunculan’ atau
‘disposisi/watak’. Webster Online Dictionary (2010)
mendefinisikan etos sebagai, keyakinan yang menuntun
seseorang, kelompok atau suatu institusi guiding beliefs of
a person, group or institution. Dari sini dapat diperolehan
pengertian bahwa etos merupakan seperangkat
pemahaman dan keyakinan terhadap nilai-nilai yang secara
mendasar mempengaruhi kehidupan, menjadi prinsif-
prinsif pergerakan, dan cara berekspresi yang khas pada
sekelompok orang dengan budaya serta keyakinan yang
sama.
Etos kerja adalah sebagai kesuksesan yang dapat
dicapai individu di dalam melaksanakan pekerjaannya yang
ukuran kesuksesannya tidak dapat disamakan begitu saja
dengan individu lainnya
(Munir, 2003:225). Etos adalah aspek evaluatif yang
bersifat menilai. Etos antara lain: 1) nilai dan ide dari suatu
kebudayaan, dan 2) karakter umum suatu kebudayaan
Soekanto (2003:174). Etos berasal dari bahasa yunani
(ethos), artinya watak atau karakter”. Secara lengkap etos
ialah watak atau karakter dan sikap, kebiasaan serta
14
kepercayaan dan seterusnya yang bersifat khusus tentang
seorang individu atau sekelompok manusia Nurcholis
dalam Tasmara (2004:110). Etos kerja dapat diartikan
sebagai nilai kerja positif yang dimiliki seseorang dengan
ciri-ciri seperti: 1) kerja sebagai kewajiban moral dan
religius untuk mengisi hidupnya, 2) disiplin kerja yang
tinggi dan 3) kebanggaan atas hasil karyanya Siagian
(2005:4).
Etos kerja adalah seperangkat perilaku positif yang
berakar pada keyakinan fundamental yang disertai
komitmen total pada paradigma kerja yang integral Sinamo
(2005: 24), lebih memilih menggunakan istilah etos karena
menemukan bahwa kata etos mengandung pengertian tidak
saja sebagai perilaku khas dari sebuah organisasi atau
komunitas tetapi juga mencakup motivasi yang
menggerakan mereka, karakteristik utama, spirit dasar,
pikiran dasar, kode etik, kode moral, kode perilaku, sikap-
sikap, aspirasi-aspirasi, keyakinan-keyakinan, prinsif-
prinsif, dan standar-standar.
Melalui pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
etos kerja diartikan sebagai sikap positif terhadap
pekerjaan yang memberikan semangat terhadap diri sendiri
sehingga dapat bekerja atau menyelesaikan pekerjaan
dengan baik. Etos kerja yang profesional penting dimiliki
oleh para karyawan untuk mengahasilkan sikap kerja dan
hasil kerja yang unggul.
2.1.3 Aspek-Aspek Etos Kerja Setiap manusia memiliki spirit/roh keberhasilan, yaitu
motivasi murni untuk meraih dan menikmati
keberhasilan Sinamo (2005:98). Roh inilah yang
menjelma menjadi perilaku yang khas seperti kerja
15
keras, disiplin, teliti, tekun, integritas, rasional,
bertanggung jawab dan sebagainya melalui keyakinan,
komitmen, dan penghayatan atas paradigma kerja
tertentu. Dengan ini maka orang berproses menjadi
manusia kerja yang positif, kreatif dan produktif. Dari
ratusan teori sukses yang beredar di masyarakat
sekarang ini, Sinamo (2005:99) menyederhanakannya
menjadi empat pilar teori utama. Keempat pilar inilah
yang sesungguhnya bertanggung jawab menopang
semua jenis dan sistem keberhasilan yang berkelanjutan
(sustainable success system) pada semua tingkatan.
Keempat elemen itu lalu dia konstruksikan dalam
sebuahkonsep besar yang disebutnya sebagai Catur
Dharma Mahardika (bahasa Sanskerta) yang berarti
Empat Darma Keberhasilan Utama, yaitu: 1) Mencetak
prestasi dengan motivasi superior, 2) Membangun masa
depan dengan kepemimpinan visioner, 3) Menciptakan
nilai baru dengan inovasi kreatif, 4) Meningkatkan mutu
dengan keunggulan insani.
Keempat darma ini kemudian dirumuskan pada delapan
aspek Etos Kerja sebagai berikut: a) Kerja adalah
rahmat; karena kerja merupakan pemberian dari Yang
Maha, b) Kerja adalah amanah; kerja merupakan
titipan berharga yang dipercayakan pada kita sehingga
secara moral kita harus bekerja dengan benar dan penuh
tanggung jawab, c) Kerja adalah panggilan; kerja
merupakan suatu dharma yang sesuai dengan panggilan
jiwa kita sehingga kita mampu bekerja dengan penuh
integritas, d) Kerja adalah aktualisasi; pekerjaan adalah
sarana bagi kita untuk mencapai hakikat manusia yang
tertinggi sehingga kita akan bekerja keras dengan penuh
semangat, e) Kerja adalah ibadah; bekerja merupakan
16
bentuk bakti dan ketaqwaan kepada Sang Khalik,
sehingga melalui pekerjaan individu mengarahkan
dirinya pada tujuan agung Sang Pencipta dalam
pengabdian, f) Kerja adalah seni; kerja dapat
mendatangkan kesenangan dan kegairahan kerja
sehingga lahirlah daya cipta, kreasi baru, dan gagasan
inovatif, g) Kerja adalah kehormatan; pekerjaan dapat
membangkitkan harga diri sehingga harus dilakukan
dengan tekun dan penuh keunggulan, h) Kerja adalah
Pelayanan; manusia bekerja bukan hanya untuk
memenuhi kebutuhannya sendiri saja tetapi untuk
melayani sehingga harus bekerja dengan sempurna dan
penuh kerendahan hati.
Etos Kerja menggambarkan suatu sikap, maka ia
menggunakan lima indikator untuk mengukur etos kerja
Kusnan (2004:47). Menurutnya etos kerja mencerminkan
suatu sikap yang memiliki dua alternatif, positif dan
negatif. Suatu individu atau kelompok masyarakat dapat
dikatakan memiliki etos kerja yang tinggi, apabila
menunjukkan tanda-tanda sebagai berikut:
1. Mempunyai penilaian yang sangat positif terhadap hasil kerja manusia. 2. Menempatkan pandangan tentang kerja, sebagai suatu hal yang amat luhur bagi eksistensi manusia. 3. Kerja yang dirasakan sebagai aktivitas yang bermakna bagi kehidupan manusia. 4. Kerja dihayati sebagai suatu proses yang membutuhkan ketekunan dan sekaligus sarana yang penting dalam mewujudkan cita-cita. 5. Kerja dilakukan sebagai bentuk ibadah.
Menurut Strauss G dan Saytes K (2000:147), terdapat
enam aspek yang mempengaruhi etos kerja adalah sebagai
berikut:
17
1. Pertimbangan dalam bekerja. 2. Kreativitas dalam bekerja. 3. Tanggung jawab dalam pekerjaan. 4. Kemampuan dalam melaksanakan tugas. 5. Pengetahuan tentang pekerjaan. 6. Antusias terhadap pekerjaan.
Dalam penelitian ini yang menjadi indikator dalam
penelitian ini adalah:
1. Pertimbangan dalam bekerja.
2. Kreativitas dalam bekerja.
3. Tanggung jawab dalam pekerjaan.
4. Kemampuan dalam melaksanakan tugas.
5. Pengetahuan tentang pekerjaan.
6. Antusias terhadap pekerjaan.
2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Etos Kerja Terdapat beberapa faktor internal yang mempengaruhi
etos kerja, yaitu:
a) Usia
Menurut hasil penelitian Buchholz’s dan Gooding’s,
(2000) pekerja yang berusia dibawah 30 tahun memiliki
etos kerja lebih tinggi dari pada pekerja yang berusia diatas
30 tahun (dalam Boatwright & Slate, 2000).
b) Jenis kelamin
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Boatwright dan
Slate (2000), wanitamemiliki etos kerja yang lebih tinggi
dari pada pria.
c) Latar belakang pendidikan
Hasil penelitian Boatwright dan Slate (2000)
menyatakan bahwa etos kerja tertinggi dimiliki oleh
pekerja dengan latar belakang pendidikan S1 dan
terendah dimiliki oleh pekerja dengan latar belakang
pendidikan SMU.
d) Lama bekerja
18
Menurut penelitian Boatwright dan Slate (2000)
mengungkapkan bahwa pekerja yang sudah bekerja selama
1-2 tahun memiliki etos kerja yang lebih tinggi dari pada
yang bekerja dibawah 1 tahun. Semakin lama individu
bekerja, semakin tinggilah kemungkinan individu untuk
memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan
menggunakan kapasitasnya dan memperoleh peluang
untuk pertumbuhan dan mendapatkan jaminan. Kedua hal
diatas akan membentuk persepsi seseorang terhadap
kualitas kehidupan bekerjanya
2.2 Hakikat Guru Guru adalah pendidik yang sekaligus juga sebagai
tenaga kependidikan, oleh karena itu perlu kiranya kita
bahas satu demi satu antara tenaga kependidikan, guru,
dan guru sekolah dasar
2.2.2 Pendidik dan Tenaga Kependidikan Seperti yang tercantum dalam Bab XI pasal 39 ayat (1)
dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, yang menyebutkan bahwa:
(1) Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan
administrasi, pengelolaan, pengembangan,
pengawasan, dan pelayanan teknik untuk
menunjang proses pendidikan pada satuan
pendidikan.
(2) Pendidik merupakan tenaga professional yang
bertugas merencakan dan melaksanakan proses
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
melakukan pembimbingan, dan pelatihan, serta
melakukan penelitian, dan pengabdian kepada
19
masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan
tinggi
Karena tugas seorang guru adalah sebagai pendidik
yang sekaligus pula sebagai tenaga kependidikan tentunya
mempunyai hak dan kewajiban yang melekat padanya.
Tentang kewajiban guru tersebut digariskan pada Bab XI
pasal 40 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menyebutkan
bahwa pendidik dan tenaga pendidikan berkewajiban:
a. menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenagkan, kreatif, dinamis, dan dialogis; b. mempunyai komitmen secara professional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan c. member teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
Berdasarkan pengertian di atas, serta kaitannya dengan
judul tesis yang penulis ajukan, etos kerja yang menjadi
asumsi penulis adalah jiwa dan semangat kerja yang khas
yang dilaksanakan dengan penuh keyakinan oleh guru-
guru sekolah dasar di Kecamatan Dempet yang telah
mengikuti kegiatan Kelompok Kerja Guru (KKG) baik secara
perorangan maupun kelompok. Etos kerja dimaksud adalah
suatu semangat dan keseriusan yang penuh dengan
keyakinan, yang didasari oleh sikap disiplin, produktif,
tekun ulet, dan penuh dengan tanggung jawab dan jiwa
pengabdian serta professional dalam melaksanakan
tugasnya.
2.3 Profesionalitas Guru Guru adalah tenaga pengajar yang bertugas mengajar
pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Walaupun
20
sudah tidak terlalu kompleks seperti halnya tenaga
pendidik maupun tenaga pengajar jika ditinjau dari
spesifikasi tugasnya, pengertian tentang guru masih
mengandung pengertian yang bersifat umum. Jika kita
mendengan istilah guru, kita belum dapat menentukan
posisinya, yakni dia guru pada jenjang pendidikan dasar
atau jenjang pendidikan menengah.
Secara umum pengertian guru adalah seorang pegawai
negeri sipil di suatu lembaga pendidikan yang diberi tugas,
tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh
pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pendidikan
dengan tugas utama pengajar peserta didik pada jenjang
pendidikan dasar atau jenjang pendidikan menengah
termasuk juga Taman Kanak-kanak. Atau membimbing
peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah. Pengertian tersebut adalah bagi guru yang
bertugas sebagai pegawai negeri sipil. Sedangkan untuk
guru swasta, pengertiannya kurang lebih sama, hanya
bedanya ia mengajar dan digaji oleh penyelenggara sekolah
atau yayasan tempat ia bernaung/bertugas Samana
(2004:27).
Istilah profesionalitas/profesionalisme berasal dati kata
profession yang mengandung arti pekerjaan yang
memerlukan keahlian atau kompetensi yang diperoleh
melalui pendidikan atau latihan khusus. Kompetensi dan
professional memiliki hubungan yang erat: profesi tanpa
kompetensi akan kehilangan makna, dan kompetensi tanpa
profesi akan kehilangan guna. A profession is a disciplined
group of individuals who adhere to ethical standards and
who hold themselves out as, and are accepted by the public
as, possessing special knowledge and skills in a widely recognised body of learning derived from research, education
21
and training at a high level, and who are prepared to apply
this knowledge and exercise these skills in the interest of
others MacBeath (2012: 15). Gibson dalam Suandi
(2008:12) menjelaskan bahwa cirri-ciri profesionalisme
adalah:
1) Masyarakat mengakui layanan yang diberikan atas dasar dimilikinya seperangkat ilmu dan keterampilan yang mendukung profesi tersebut; 2) Diperlukan proses pendidikan tertentu bagi seseorang sebelum melaksanakan tugas profesi tersebut; 3) Adanya mekanisme seleksi sehingga hanya yang berkompeten yang dapat melaksanakan profesi tersebut; dan 4) Adanya organisasi profesi untuk melindungi kepentingan anggotanya serta meningkatkan layanan kepada masyarakat termasuk adanya kode etik profesi sebagai landasan perilaku keprofesionalannya.
Diterbitkannya Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005
atau yang lebih dikenal dengan sebutan Undang-Undang
Guru dan Dosen, merupakan suatu kabar gembira di
kalangan guru sebagai tenaga pendidik yaitu diakuinya
guru sebagai tenaga professional. Pasal 1 butir (4) Undang-
Undang yang sama dinyatakan bahwa professional adalah
pekerjaan atau kegiatan yang dilakukanoleh seseorang
menjadi sumber penghasilan bagi kehidupan yang
memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang
memenuhi standard mutu atau norma tertentu serta
memerlukan pendidikan profesi. Ini artinya, di satu sisi ada
pengakuan yang sangat berharga bagi guru, namun di sisi
yang lain terdapat tuntutan kerja keras bagi para guru,
karena untuk menjadi professional sebenarnya diperlukan
beberapa persyaratan yang tidak mudah memenuhinya;
antara lain menyangkut dimilikinya kompetensi yang
22
diperlukan. Pasal 8 Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005
secara eksplisit menyebutkan bahwa guru wajib memiliki
kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat
jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Mengacu pada
substansi pasal 8 tersebut, jelas bahwa kepemilikan
kompetensi hukumnya adalah wajib, artinya bagi guru yang
tidak mampu memiliki kompetensi akan gugur
keguruannya. Selanjutnya pada pasal 10 ayai (1)
disebutkan bahwa kompetensi guru sebagaimana yang
disebutkan pada pasal 8 di atas mencakup kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi professional. Guru dalam melaksanakan tugas
keprofesionalannya berkewajiban meningkatkan dan
mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensinya
secara berkesinambungan sejalan dengan perkembangan
ilmu, pengetahuan, teknologi dan seni (UU RI No. 14 tahun
2005 pasal 20 bagian b).
Mengacu pada model pendidik professional, seorang
guru professional harus memiliki 4 (empat) kemampuan
dasar dan 4 (empat) komponen penting. 4 (empat)
kemampuan dasar tersebut adalah:
1) Kemampuan komunikasi, yaitu kemampuan
menyampaikan materi pelajaran;
2) Kemampuan kolaborasi, yaitu kemampuan
bekerjasama dengan pihak terkait untuk
meningkatkan mutu pendidikan;
3) Kemampuan teknologi, yaitu kemampuan
menggunakan perangkat teknologi informasi dalam
pembelajaran; dan
4) Kemampuan evaluasi, yaitu kemampuan melakukan
penilaian terhadap pencapaian peserta didik.
23
Selanjutnya, mengenai 4 (empat) komponen penting
yang harus dimiliki guru, adalah:
1) Basis pengetahuan, yaitu:
a) Guru memahami teori belajar, pengembangan
kurikulum, pengembangan peserta didik, dan
mengetahui cara menggunakan pengetahuan
tersebut di dalam merencanakan pembelajaran
untuk mencapai tujuan kurikulum;
b) Guru professional selalu aktif mencari
pengetahuan dalam pembelajaran; dan
c) Guru harus memahami kebutuhan siswa baik
berdasar budaya, komunitas, suku, ekonomi,
dan bahasa.
2) Pedagogik, yaitu:
a) Guru yang aktif selalu meningkatkan
pembelajaran untuk mencapai prestasi peserta
didik sesuai dengan harapan standard yang
ditentukan;
b) Pembelajaran yang menekankan pembelajaran
aktif yang menggunakan berbagai macam teknik,
materi, dan pengalaman belajar untuk semua
peserta didik; dan
c) Guru yang efektif mengandalkan pengetahuan
pedagogik yang berkualitas untuk penentuan
kurikulum, pemilihan strategi pembelajaran,
perencanaan pengembangan pembelajaran, dan
merumuskan penilaian untuk mengukur
kemajuan belajar peserta didik.
3) Kepemimpinan, yaitu:
a) Kepemimpinan yang fokus pada peningkatan
prestasi peserta didik yang lebih baik;
24
b) Sebagai pemimpin, para guru menempatkan
prioritas pada keunggulan (excellent), juga
mengandalkan pengetahuan dan
keterampilannya untuk merumuskan berbagai
strategi dalam belajar mengajar yang lebih efektif
dan efisien; dan
c) Guru menjalin kerjasama (networking) dengan
sesama pendidik dan pihak lain untuk
meningkatkan kualitas program dan berbagi
pengetahuan yang lebih maju.
4) Personal Attributes, yaitu:
a) Guru harus bersikap jujur dan adil;
b) Guru memiliki visi pribadi (personal vision) yang
bisa membimbing peserta didik untuk mencapai
tujuan belajar;
c) Guru yang efektif selalu melakukan evaluasi diri
atas sikap/tindakan yang dilakukan demi
kemajuan peserta didik.
Ada 3 (tiga) jenis kompetensi yang harus dimiliki
oleh guru, (Sudrajat, 2007), yaitu:
1) Kompetensi professional, yaitu memiliki pengetahuan yang luas dari bidang studi yang diajarkannya, memilih dan menggunakan berbagai metode mengajar di dalam proses belajar mengajar yang diselenggarakannya; 2) Kompetensi kemasyarakatan, yaitu mampu berkomunikasi, baik dengan siswa, dengan sesama guru, maupun dengan masyarakat luas; 3) Kompetensi personal, yaitu memiliki kepribadian yang mantap dan patut diteladani. Dengan demikian seorang guru akan mampu menjadi seorang pemimpin yang menjalankan peran: Ing ngarsa sung tuladha, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani
Sementara itu, dalam perspektif kebijakan pemerintah
yakni kebijakan bidang pendidikan nasional, pemerintah
25
telah merumuskan empat jenis kompetensi guru
sebagaimana tercantum dalam penjelasan Peraturan
Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan sebagai berikut:
1) Kompetensi Pedagogik, yaitu merupakan kemampuan
dalam pengelolaan peserta didik, yang meliputi:
a) Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan;
b) Pemahaman terhadap peserta didik;
c) Pengembangan kurikulum/silabus;
d) Perancangan pembelajaran;
e) Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan
dialogis;
f) Evaluasi hasil belajar; dan
g) Pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya.
2) Kompetensi kepribadian, yaitu merupakan
kemampuan kepribadian, yang meliputi:
a) Mantap;
b) Stabil;
c) Dewasa
d) Arif dan bijaksana;
e) Berwibawa;
f) Berakhlak mulia;
g) Menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat;
h) Mengevaluasi kinerja sendiri; dan
i) Mengembangkan diri secara berkelanjutan.
3) Kompetensi sosial, yaitu merupakan kemampuan
pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk:
a) Berkomunikasi lisan dan tulisan;
b) Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi
secara fungsional;
26
c) Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesame
pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali
peserta didik; dan
d) Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.
4) Kompetensi professional, yaitu merupakan
kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara
luas dan mendalam yang meliputi:
a) Konsep, skruktur, dan metode
keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren
dengan materi ajar;
b) Materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah;
c) Hubungan konsep antar mata pelajaran terkait;
d) Penerapan konse-konsep keilmuan dalam
kehidupan sehari-hari; dan
e) Kompetisi secara professional dalam konteks global
dengan tetap melestarikan nilai dan budaya bangsa.
Dalam pasal 20 Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005
dikemukakan juga, bahwa dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan guru berkewajiban sebagai berikut:
1) Merencanakan pembelajaran, yaitu melaksanakan
proses pembelajaran yang bermutu serta menilai dan
mengevaluasi hasil pembelajaran;
2) Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi
akademik dan kompetensi secara berkelanjutan
sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni;
3) Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar
pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan
kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga,
dan status sosial ekonomi peserta didik dalam
pembelajaran;
27
4) Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan,
hokum, dank ode etik guru, serta nilai-nilai agama
dan etika; dan
5) Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan
bangsa.
2.4 Guru Sekolah Dasar Guru sekolah dasar adalah tenaga pengajar yang diberi
tugas mengajar, melatih dan membimbing peserta didik
pada sekolah dasar. Profesi guru termasuk guru SD, bukan
sekedar wahana untuk menyalurkan hoby ataupun sebagai
pekerjaan sambilan, melainkan merupakan suatu
pekerjaan yang harus ditekuni secara serius guna
mewujudkan keahlian professional secara maksimal. Guru
adalah tenaga professional, dan sebagai tenaga professional
guru harus mempunyai syarat kemampuan dasar atau
kompetensi yang jumlahnya ada lima, yaitu: menguasai
kurikulum, menguasai materi tiap-tiap mata pelajaran yang
diampunya, menguasai metode dan teknik evaluasi,
senantiasa komitmen terhadap tugas dan pengabdiannya,
serta memiliki kedisiplinan dalam arti luas. Predikat
professional atau ahli dalam tugasnya akan layak
disandang oleh guru, jika kelima kompetensi dasar tersebut
di atas benar-benar dimiliki oleh seorang guru.
Secara formal, seorang guru tugasnya adalah mengajar
di depan kelas, tetapi lebih dari pada itu, seorang guru juga
mempunyai tanggung jawab kemasyarakatan,
kemanusiaan, dan harus peka dengan lingkungan sekitar.
Karena hakekat guru seperti ditulis oleh Setyowati L.S. dkk.
dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Kewargaan
Negara, mengenai guru sebagai berikut:
1) Guru adalah agen pembaruan;
28
2) Guru berperan sebagai pemimpin dan pendukung nilai-nilai dalam masyarakat yang baik; 3) Guru sebagai fasilitator yang memungkinkan tercapainya kondisi yang baik, yaitu baik bagi subjek didik untuk belajar; 4) Guru bertanggung jawab atas tercapainya hasil belajar subjek didik; 5) Guru bertanggung jawab secara professional untuk terus-menerus meningkatkan kemampuannya; dan 6) Guru menjunjung tinggi kode etik professional (Landep, 2002:14).
Dengan melihat hakekat guru seperti yang telah ditulis
oleh Landep Setyowat, (2002) tersebut di atas, terkesan
bahwa guru adalah sosok manusia hebat yang ditempatkan
dan harus mampu menempatkan diri dalam berbagai sisi
kehidupan dan kegiatan baik dalam kedinasan,
kemasyarakatan, dan kemanusiaan. Dengan segala
keterbatasan yang ada padanya, guru senantiasa dituntut
untuk meningkatkan kinerjanya, profesionalismenya, serta
memiliki kreativitas yang tinggi guna menunjang dan
mewujudkan sosok yang serba mampu.
Sementara guru kreatif adalah guru yang mempunyai
kemampuan untuk menciptakan hal-hal baru yang dapat
menunjang dan membantu pelaksanaan bidang tugasnya.
Yang dimaksud dengan hal baru tersebut tidak mesti baru
sama sekali, tetapi dapat juga berupa gabungan dari hal-
hal yang sudah ada sebelumnya untuk dimodifikasi lagi.
2.5 Kelompok Kerja Guru (KKG)
2.5.1 Pengertian KKG Kegiatan Kelompok Kerja Guru (KKG) termasuk dalam
upaya peningkatan mutu pendidikan melalui strategi
inservice training secara penataran non kualifikasi. Lebih
29
spesifik KKG merupakan penataran atau pelatihan yang
bersifat penyegaran bagi guru-guru atau penyampai materi
pelajaran yang dilaksanakan di tingkat UPTD Dikpora yang
penyelenggaraannya dilakukan di daerah-daerah binaan
termasuk di wilayah Kecamatan Dempet.
KKG merupakan suatu wadah dalam pembinaan
kemampuan professional guru, pelatihan dan tukar
menukar informasi dalam suatu mata pelajaran tertentu
sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi, Ginting (2004: 27).
Sependapat dengan pendapat Ginting di atas, Direktorat
Pendidikan Dasar dalam Roosilawati (2009: 7), mengatakan
bahwa KKG merupakan wadah bagi guru yang tergabung
dalam gugus sekolah yang terdapat dalam suatu wilayah
kepenilikan atau didasarkan atas kelompok sekolah yang
berdekatan yang ingin maju bersama di dalam upaya
peningkatan mutu pendidikan melalui sistem pembinaan
professional.
Dengan demikian, KKG adalah sebuah forum/organisasi
atau perkumpulan guru-guru yang mempunyai kegiatan
khusus memberikan informasi-informasi pendidikan dalam
rangka meningkatkan kualitas pribadi guru dalam proses
belajar mengajar.
2.5.2 Tujuan dan Fungsi KKG Secara umum KKG bertujuan meningkatkan mutu
pendidikan dan sekaligus merupakan upaya peningkatan
penghayatan dan pengamalan Pancasila serta nilai-nilai
luhur kejuangan, sehingga semakin membudaya dan
mempribadi di kalangan para guru. Secara khusus KKG ini
bertujuan untuk meningkatkan mutu dan kemampuan
tenaga pendidik dan tenaga kependidikan melalui
30
peningkatan kemampuan dan keterampilan dalam
pelaksanaan proses belajar mengajar.
Menurut Didaksmen dalam Syofriani (2006),
mengatakan bahwa tujuan KKG adalah sebagai berikut: “Kelompok Kerja Guru (KKG) bertujuan untuk memperlancar upaya peningkatan mutu, pengetahuan, wawasan, kemampuan, dan keterampilan professional para tenaga kependidikan khususnya bagi guru sekolah dasar dalam meningkatkan mutu kegiatan/proses belajar mengajar dan mendayagunakan segala sumber daya dan potensi yang dimiliki sekolah, yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu belajar”.
Secara umum hadirnya KKG bertujuan untuk
meningkatkan mutu pendidikan dalam artian yang luas,
dan secara khusus untuk meningkatkan profesionalisme
guru Wayan (2010). Selanjutnya mengutip Depdiknas
dalam Wayan (2010) melanjutkan pendapatnya tersebut
bahwa sesungguhnya kehadiran KKG adalah untuk
meningkatkan sumber daya tenaga kependidikan yang
tersedia.
Berdasarkan beberapa pengertian yang sampaikan noleh
beberapa pakar di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan
Kelompok Kerja Guru (KKG) adalah suatu kegiatan yang
dilaksanakan oleh para guru dalam upaya meningkatan
kemampuan dan keterampilan melalui serangkaian
kegiatan yang dilaksanakan di tiap gugus sekolah atau tiap
wilayah kepenilikan atau pula dalam wilayah Daerah
Binaan (Dabin) yang kegiatannya antara lain berupa:
pendalaman materi pelajaran, analisis materi pelajaran,
penyusunan program tahunan, penyusunan program
semester, penyusunan program satuan pelajaran,
menyiapkan media dan alat pembelajaran, menyusun
rencana pembelajaran, melaksanakan program,
31
mengevaluasi pelaksanaan program, menyusun dan
menganalisis alat evaluasi, serta menyusun program
kegiatan Kelompok Kerja Guru itu sendiri bersama-sama
dengan peserta/guru.
2.6 Etos Kerja Guru Dalam Mengikuti KKG Etos kerja guru dalam mengikuti KKG adalah sikap
positif terhadap kegiatan KKG yang merupakan
merupakan wadah pembinaan profesional guru yang
memberikan bantuan serta layanan terhadap kemampuan
profesional guru. Segala bentuk usaha yang dilakukan oleh
guru untuk menciptakan proses belajar mengajar yang
efektif di kelas dapat dibahas bersama-sama di KKG, dan
juga permasalahan yang muncul dalam proses belajar
mengajar dapat dicarikan solusinya melalui program bedah
masalah di KKG. “KKG adalah wadah kerjasama guru-guru
dan sebagai tempat mendiskusikan masalah yang berkaitan
dengan kemampuan profesional, yaitu dalam hal
merencanakan, melaksanakan, dan menilai kemajuan
murid
2.7 Supervisi Akademik 2.7.1 Pengertian Supervisi Akademik Supervisi adalah semua usaha yang sifatnya membantu
guru atau melayani guru agar ia dapat memperbaiki,
mengembangkan, dan bahkan meningkatkan
pengajarannya, serta dapat pula menyediakan kondisi
belajar siswa yang efektif dan efisien demi pertumbuhan
jabatannya untuk mencapai tujuan pendidikan dan
meningkatkan mutu pendidikan. Bantuan atau pelayanan
yang diberikan yang dimaksud adalah bantuan yang
32
diberikan dengan jalan memberikan bimbingan dan
pengarahan kepada guru untuk dapat mengembangkan
pengelolaan pembelajaran yang terdiri dari penyusunan
rencana pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran dan
penilaian prestasi belajar (Purwanto, 2006: 76-79).
Salah satu tugas kepala sekolah/madrasah adalah
melaksanakan supervisi akademik. Untuk melaksanakan
supervisi akademik secara efektif diperlukan keterampilan
konseptual, interpersonal dan teknikal (Glickman, at al;
2007). Oleh sebab itu, setiap kepala sekolah/madrasah
harus memiliki dan menguasai konsep supervisi akademik
yang meliputi: pengertian, tujuan dan fungsi, prinsip-
prinsip, dan dimensi-dimensi substansi supervisi
akademik.
Supervisi akademik yang menitikberatkan pengamatan
supervisor pada masalah-masalah akademik, yaitu hal-hal
yang langsung berada dalam lingkungan kegiatan
pembelajaran pada waktu siswa sedang dalam proses
belajar Arikunto (2004: 5). Fungsi supervisi adalah
membantu sekolah menciptakan lulusan yang baik dalam
kuantitas dan kualitatas, serta membantu para guru agar
bisa dan dapat bekerja secara profesional sesuai dengan
kondisi masyarakat tempat sekolah itu berada Pidarta
(2009: 3). Supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan
membantu guru mengembangkan kemampuannya
mengelola proses pembelajaran untuk mencapai tujuan
pembelajaran Daresh, (2000 Glickman, et al; 2007: 28).
Supervisi akademik tidak terlepas dari penilaian kinerja
guru dalam mengelola pembelajaran.
2.7.2 Teknik Supervisi Akademik
33
Teknik supervisi akademik ada dua, yaitu teknik
supervisi individual dan teknik supervisi kelompok.
1) Teknik supervisi individual Teknik supervisi individual adalah pelaksanaan
supervisi perseorangan terhadap guru. Supervisor di sini
hanya berhadapan dengan seorang guru sehingga dari hasil
supervisi ini akan diketahui kualitas pembelajarannya.
2) Macam-macam teknik supervisi individual Teknik supervisi individual ada lima macam yaitu:
Kunjungan kelas, Observasi kelas, Pertemuan individual,
Kunjungan antar kelas, dan Menilai diri sendiri.
a) Kunjungan kelas Kunjungan kelas adalah teknik pembinaan guru oleh
kepala sekolah untuk mengamati proses pembelajaran di
kelas. Tujuannya adalah untuk menolong guru dalam
mengatasi masalah di dalam kelas. Cara melaksanakan
kunjungan kelas:
a. Dengan atau tanpa pemberitahuan terlebih dahulu
tergantung sifat tujuan dan masalahnya,
b. Atas permintaan guru bersangkutan,
c. Sudah memiliki instrumen atau catatan-catatan,
dan
d. Tujuan kunjungan harus jelas.
Tahap-tahap kunjungan kelas. Ada empat tahap
kunjungan kelas.
1) Tahap persiapan. Pada tahap ini, supervisor
merencanakan waktu, sasaran, dan cara
mengobservasi selama kunjungan kelas.
34
2) Tahap pengamatan selama kunjungan. Pada tahap
ini, supervisor mengamati jalannya proses
pembelajaran berlangsung.
3) Tahap akhir kunjungan. Pada tahap ini, supervisor
bersama guru mengadakan perjanjian untuk
membicarakan hasil-hasil observasi.
4) Tahap terakhir adalah tahap tindak lanjut.
Kriteria kunjungan kelas, dengan menggunakan enam
kriteria yaitu:
a. Memiliki tujuan-tujuan tertentu;
b. Mengungkapkan aspek-aspek yang dapat
memperbaiki kemampuan guru;
c. Menggunakan instrumen observasi untuk
mendapatkan data yang obyektif;
d. Terjadi interaksi antara pembina dan yang dibina
sehingga menimbulkan sikap saling pengertian;
e. Pelaksanaan kunjungan kelas tidak menganggu
proses pembelajaran; dan
f. Pelaksanaannya diikuti dengan program tindak
lanjut.
b) Observasi kelas Observasi kelas adalah mengamati proses
pembelajaran secara teliti di kelas. Tujuannya adalah
untuk memperoleh data obyektif aspek-aspek situasi
pembelajaran, kesulitan-kesulitan guru dalam usaha
memperbaiki proses pembelajaran. Aspek-aspek yang
diobservasi di dalam kelas, (Glickman, et al; 2007).
Secara umum, aspek-aspek yang diobservasi adalah:
a. Usaha-usaha dan aktivitas guru-siswa
dalam proses pembelajaran,
35
2. Cara menggunakan media pengajaran
3. Variasi metode,
4. Ketepatan penggunaan media dengan materi
5. Ketepatan penggunaan metode dengan
materi, dan
6. Reaksi mental para siswa dalam proses
belajar mengajar.
Pelaksanaan observasi kelas ini melalui tahap:
a. Persiapan,
b. Pelaksanaan,
c. Penutupan,
d. Penilaian hasil observasi; dan
e. Tindak lanjut. Supervisor: 1) sudah siap
dengan instrumen observasi, 2) menguasai
masalah dan tujuan supervisi, dan 3)
observasi tidak mengganggu proses
pembelajaran.
Aspek-aspek yang diobservasi:
a. Usaha dan aktifitas guru-siswa dalam proses
pembelajaran.
b. Cara penggunaan media pembelajaran.
c. Reaksi mental para peserta didik dalam
proses pembelajaran.
d. Keadaan media yang digunakan.
e. Lingkungan social, fisik sekolah, baik di
dalam maupun di luar kelas dan factor-
faktor penunjang lainnya.
Alat-alat Observasi:
36
Check-List, yakni alat yang digunakan untuk
mengumpulkan data dalam melengkapi keterangan-
keterangan yang lebih obyektif terhadap situasi
pembelajaran dalam kelas,
c) Pertemuan Individual Pertemuan individual adalah satu pertemuan,
percakapan, dialog, dan tukar pikiran antara
supervisor guru. Tujuannya adalah:
a. Memberikan kemungkinan pertumbuhan jabatan
guru melalui pemecahan kesulitan yang dihadapi;
b. Mengembangkan hal mengajar yang lebih baik;
c. Memperbaiki segala kelemahan dan kekurangan
pada diri guru; dan
d. Menghilangkan atau menghindari segala
prasangka.
Supervisor harus berusaha mengembangkan segi-
segi positif guru, mendorong guru mengatasi
kesulitan-kesulitannya, memberikan pengarahan, dan
melakukan kesepakatan terhadap hal-hal yang masih
meragukan.
d) Kunjungan antar kelas Kunjungan antar kelas adalah guru yang satu
berkunjung ke kelas yang lain di sekolah itu sendiri.
Tujuannya adalah untuk berbagi pengalaman dalam
pembelajaran. Cara-cara melaksanakan kunjungan
antar kelas:
37
a. Harus direncanakan;
b. Guru-guru yang akan dikunjungi harus diseleksi;
c. Tentukan guru-guru yang akan mengunjungi;
d. Sediakan segala fasilitas yang diperlukan;
e. Supervisor hendaknya mengikuti acara ini dengan
pengamatan yang cermat;
f. Adakah tindak lanjut setelah kunjungan antar
kelas selesai, misalnya dalam bentuk percakapan
pribadi, penegasan, dan pemberian tugas-tugas
tertentu;
g. Segera aplikasikan ke sekolah atau ke kelas guru
bersangkutan, dengan menyesuaikan pada situasi
dan kondisi yang dihadapi;
h. Adakan perjanjian-perjanjian untuk mengadakan
kunjungan antar kelas berikutnya.
e) Menilai diri sendiri Menilai diri adalah penilaian diri yang dilakukan
oleh diri sendiri secara objektif. Untuk maksud itu
diperlukan kejujuran diri sendiri. Caranya sebagai
berikut.
a. Suatu daftar pandangan atau pendapat yang
disampaikan kepada murid-murid untuk menilai
pekerjaan atau suatu aktivitas. Biasanya disusun
dalam bentuk pertanyaan baik secara tertutup
maupun terbuka, dengan tidak perlu menyebut
nama.
b. Menganalisa tes-tes terhadap unit kerja.
c. Mencatat aktivitas murid-murid dalam suatu
catatan, baik mereka bekerja secara individu
maupun secara kelompok.
38
3) Teknik supervisi Kelompok Teknik supervisi kelompok adalah satu cara
melaksanakan program supervisi yang ditujukan pada
dua orang atau lebih. Guru-guru yang diduga, sesuai
dengan analisis kebutuhan, memiliki masalah atau
kebutuhan atau kelemahan-kelemahan yang sama
dikelompokkan atau dikumpulkan menjadi
satu/bersama-sama. Kemudian kepada mereka
diberikan layanan supervisi sesuai dengan
permasalahan atau kebutuhan yang mereka hadapi.
ada tiga belas teknik supervisi kelompok yaitu:
a. kepanitiaan-kepanitiaan,
b. kerja kelompok,
c. laboratorium dan kurikulum,
d. membaca terpimpin,
e. demonstrasi pembelajaran,
f. darmawisata,
g. kuliah/studi,
h. diskusi panel,
i. perpustakaan,
j. organisasi profesional,
k. buletin supervisi,
l. pertemuan guru,
m.lokakarya atau konferensi kelompok
Tidak satupun di antara teknik-teknik supervisi
individual atau kelompok di atas yang cocok atau bisa
diterapkan untuk semua pembinaan guru di sekolah.
Oleh sebab itu, seorang kepala sekolah harus mampu
menetapkan teknik-teknik mana yang sekiranya
mampu membina keterampilan pembelajaran seorang
39
guru. Untuk menetapkan teknik-teknik supervisi
akademik yang tepat tidaklah mudah. Seorang kepala
sekolah, selain harus mengetahui aspek atau bidang
keterampilan yang akan dibina, juga harus
mengetahui karakteristik setiap teknik di atas dan
sifat atau kepribadian guru sehingga teknik yang
digunakan betul-betul sesuai dengan guru yang
sedang dibina melalui supervisi akademik.
2.8 Teknik Supervisi Diskusi 2.8.1 Pengertian Supervisi Diskusi Diskusi adalah merupakan salah satu teknik supervisi
yang dilakukan melalui pertukaran pendapat tentang
sesuatu masalah untuk mengembangkan ketrampilan para
guru dalam mengatasi kesulitan-kesulitan yang mereka
hadapi bersama Bafadal (2004:56) . Melalui diskusi
kelompok, guru-guru merasa turut bertanggung jawab dan berpartisipasi dalam kelompok, adanya interaksi antar
guru, serta kontrol yang teliti dan mantap dalam
mengemukakan pendapat mereka masing-masing. Dengan
diskusi ini pula guru-guru dapat memperoleh informasi dan
banyak pengalaman dari peserta diskusi yang besar
manfaatnya untuk pengembangan profesinya.
Diskusi adalah pertukaran pikiran atau pendapat
melalui suatu percakapan tentang suatu masalah untuk
mencari alternatif pemecahannya. (Sagala, 2010:
213). Diskusi merupakan salah satu teknik supervisi
kelompok yang digunakan supervisor untuk
mengembangkan berbagai ketrampilan pada diri para guru
dalam mengatasi berbagai masalah atau kesulitan dengan
cara melakukan tukar pikiran antara satu dengan yang
40
lain. Melalui teknik ini supervisor dapat membantu para
guru untuk saling mengetahui, memahami, atau
mendalami suatu permasalahan, sehingga secara bersama–
sama akan berusaha mencari alternatif pemecahan
masalah tersebut
Tujuan pelaksanaan supervisi diskusi adalah untuk
memecahkan masalah–masalah yang dihadapi guru dalam
pekerjaannya sehari – hari dan upaya meningkatkan profesi
melaluii diskusi. Teknik supervisi ini diikuti oleh sejumlah
guru dan satu atau beberapa supervisor. Namun,
diharapkan yang terlibat dalam diskusi adalah para guru.
Di dalam setiap diskusi, supervisor diharapkan atau kepala
sekolah dapat memberikan pengarahan, bimbingan,
nasehat-nasehat, ataupun saran-saran yang diperlukan
Pertemuan-pertemuan yang berwujud diskusi sering
terjadi, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Diskusi
terjadi pada pelbagi bentuk pertemuan, bisa dalam rapat
sekolah, dalam mimbar ilmiah, dalam laporan penelitian,
dalam pertemuan ilmiah, dan pertemuan-pertemuan
lainnya. Materi yang didiskusikan pun bermacam-macam
sesuai dengan tema dan materi yang dibahas. Pengikut
diskusi pun bisa berbagai kalangan. Bisa antar guru, bisa
antar pemuda, pemuda dengan orang-orang dewasa,
dewasa dengan orag-orang tua, guru dengan siswa, guru
dengan anggota masyarakat, dan sebagainya. Peserta
diskusi itu juga bergantung pada tema pertemuan, judul
diskusi, dan materi yang dibahas. Kalau yang dibahas
kurikulum muatan lokal misalnya, tentu yang terlibat
dalam diskusi itu adalah para guru dan para tokoh
masyarakat di daerah. Begitu pula halnya dengan
pembahasan tentang arah pendidikan masa depan yeng
dilibatkan dalam diskusi ini adalah para guru, para
41
pemuda, dan warga masyarakat. Menurut, Sagala (2010:
215) hal–hal yang harus diperhatikan supervisor sebagai
pemimpin diskusi sehingga setiap anggota mau
berpartisipasi selama diskusi berlangsung supervisor harus
mampu:
a) Menentukan tema perbincangan yang lebih spesifik ; b) Melihat bahwa setiap anggota diskusi senang dengan keadaan dan topik yang dibahas dalam diskusi. c) Melihat bahwa masalah yang dibahas dapat dimengerti oleh semua anggota dan dapat memecahkan masalah dalam pengajaran. d) Melihat bahwa kelompok merasa diperlukan dan diikutsertakan untuk mencapai hasil bersama. e) Mengakui pentingnya peranan setiap anggota yang dipimpinnya.
2.8.2 Ciri-Ciri Teknik Supervisi Diskusi Ciri-ciri teknik supervisi diskusi adalah sebagai berikut:
1) Supervisi bersifat kelompok, yaitu sejumlah guru dan
satu atau beberapa supervisor.
2) Tempat supervisi bisa di sekolah dan bisa juga di luar
sekolah.
3) Guru yang disupervisi tidak dalam keadaan mengajar
dalam kelas atau membimbing para siswa belajar.
4) Waktu melaksanakan supervisi bisa mendadak kalau
supervisor dan atau guru menghendaki, atau waktu
sudah direncanakan sejak awal.
5) Materi yang didiskusikan adalah masalah-masalah yang
bertalian dengan upaya meningkatkan profesi guru,
mencakup proses pembelajaran, kepribadian dan
dedifikasi guru, belajar seumur hidup, study lanjut,
hubungan dengan masyarakat, memanfaatkan objek-
42
objek di masyarakat untuk kepentingan pembelajaran,
dan sejenisnya.
6) Proses supervisi didominasi oleh diskusi multiarah dari
para peserta baik yang disupervisi maupun supervisor.
Namun diharapkan guru-guru lebih banyak aktif
dibandingkan dengan supervisor.
7) Diskusi beakhir setelah para peserta menemukan jalan
keluar sebagai jawaban terhadap masalah yang dibahas.
Berarti supervisi telah selesai.
8) Tindak lanjut diadakan manakala para guru yang
menjadi peserta supervisi sepakat untuk menindak
lanjuti hasil supervisi itu.
2.8.3 Langkah-Langkah Teknik Supervisi Diskusi Menurut Sagala (2010: 218) langkah-langkah teknik
supervisi ini adalah sebagai berikut
1) Proses supervisi dimulai dengan ada suatu permasalahan yang bertalian dengan upaya meningkatkan profesi guru. 2) Masalah atau sejumlah masalah di atas bisa terjadi pada guru dan bisa juga ditangkap oleh supervisor. 3) Inisiatif mengadakan pertemuan atau diskusi muncul, bisa dari guru dan bisa juga dari supervisor. 4) Undangan dibuat untuk para peserta, tetapi kalau supervisi mendadak sebab membutuhkan penyelesaian masalah dengan segera, tidak dibutuhkan undangan resmi, pemberitahuan cukup secara lisan. 5) Proses supervisi terjadi. Para peserta, yaitu guru-guru dan supervisor atau para supervisor berdiskusi, setelah guru menyampaikan masalahnya atau supervisor berdiskusi, setelah guru menyampaikan masalahnya atau supervisor
43
mengemukakan informasi yang diterimanya. Wujud diskusi tidak selalu stabil, tetapi dapat dinamis, berdebat, mempertahankan pendapat, mengemukakan argumentasi, dan sebagainya. Yang perlu dijaga adalah berdebat secara ilmiah berdasarkan data dan hati tetap dingin. 6) Perdebatan atau diskusi berhenti setelah peserta menemukan jalan keluar permasalahan-permasalahan yang dibahas. Jalan keluar ini harus disepakati bersama oleh peserta. Ini berarti supervisi sudah selesai 7) Tindak lanjut diadakan kalau para peserta menghendakinya.
Langkah-langkah teknik supervisi diskusi adalah
Pidarta (2009: 80).
1. Proses supervisi dimulai dengan ada suatu permasalahan yang bertalian dengan upaya meningkatkan profesi guru. 2. Masalah atau sejumlah masalah di atas bisa terjadi pada guru dan bisa juga ditangkap oleh supervisor. 3. Inisiatif mengadakan pertemuan atau diskusi muncul, bisa dari guru dan bisa juga dari supervisor. 4. Undangan dibuat untuk para peserta, tetapi kalau supervisi mendadak sebab membutuhkan penyelesaian masalah dengan segera, tidak dibutuhkan undangan resmi, pemberitahuan cukup secara lisan. 5. Proses supervisi terjadi. Para peserta, yaitu guru-guru dan supervisor atau para supervisor berdiskusi, setelah guru menyampaikan masalahnya atau supervisor berdiskusi, setelah guru menyampaikan masalahnya atau supervisor mengemukakan informasi yang diterimanya. Wujud diskusi tidak selalu stabil, tetapi dapat dinamis, berdebat, mempertahankan pendapat, mengemukakan argumentasi, dan sebagainya. Yang perlu dijaga adalah berdebat secara ilmiah berdasarkan data dan hati tetap dingin.
44
6. Perdebatan atau diskusi berhenti setelah peserta menemukan jalan keluar permasalahan-permasalahan yang dibahas. Jalan keluar ini harus disepakati bersama oleh peserta. Ini berarti supervisi sudah selesai. 7. Tindak lanjut diadakan kalau para peserta menghendakinya. 8. Tukar menukar pengalaman (Sharing of Experience and Sharing of Idea)
Dari kedua indikator di atas dalam penelitian ini, kisi-
kisi supervisi diskusi adalah
1. Ada suatu permasalahan yang bertalian dengan upaya
meningkatkan profesi guru.
2. Masalah terjadi pada guru dan bisa juga ditangkap
oleh supervisor.
3. Inisiatif mengadakan pertemuan atau diskusi
4. Undangan dibuat undangan resmi, atau cukup secara
lisan.
5. Proses supervisi terjadi.
6. Adanya Solusi yang didapat
7. Tindak lanjut
8. Tukar menukar pengalaman (Sharing of Experience
and Sharing of Idea)
2.9 Penelitian Yang Relevan Sutari (2013). Pengelolaan Program Kelompok Kerja
Guru (KKG) di Gugus Kecamatan Kraton
Yogyakarta.Penelitian ini termasuk penelitian evaluasi
dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Model
evaluasi yang digunakan adalah model evaluasi
formatif. Penelitian dilaksanakan di Kelompok Kerja Guru
(KKG) Gugus Kecamatan Kraton Yogyakarta yang terdiri
dari lima sekolah dasar dan dilaksanakan mulai bulan
45
Maret sampai dengan bulan April 2013. Populasi
sebanyak 78 orang terdiri dari 73 orang guru kelas dan 5
orang kepala sekolah. Sampel penelitian sama dengan
jumlah populasi. Teknik pengumpulan data yang
digunakan untuk memperoleh data penelitian ini terdiri
dari angket dan dokumentasi. Instrumen yang digunakan
adalah lembar angket dan review dokumen. Instrumen
dilakukan pengujian validitas isi dan konstruk sebelum
digunakan. Data yang diperoleh dari instrumen dianalisis
secara deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian
memperlihatkan bahwa pengelolaan program KKG di
Gugus Kecamatan Kraton Yogyakarta bernilai 3,75 dengan
kriterian penilaian baik pada skala nilai 5 atau 1,00 s.d.
5,00. Dilihat dari masing-masing variabel diperoleh: 1)
perencanaan program KKG bernilai 4,01 dengan kriteria
penilaian baik, 2) pengorganisasian program KKG bernilai
4,00 dengan kriteria penilaian baik, 3) penggerakan
program KKG bernilai 3,65 dengan kriteria penilaian
baik, dan 4) pengawasan program KKG bernilai 3,25
dengan kriteria penilaian cukup.
Fahrawaty.2012. Upaya Optimalisasi Kelompok Kerja
Guru di Daerah Terpencil di Provinsi Sulawesi Selatan.
Program Kelompok Kerja Guru (KKG) di sejumlah
daerah terpencil di wilayah provinsi Sulawesi Selatan
memerlukan perhatian khusus dalam pelaksanaannya
terutama menyangkut aspek administratif, finansial dan
akademik. Untuk itu, kerjasama yang baik antara pengelola
kelompok, kepala sekolah, pengawas sekolah dengan
dinas pendidikan kabupaten/kota masing-masing dan
Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Provinsi Sulawesi
Selatan sangat diperlukan. Dengan demikian, seluruh
program yang menjadi prioritas kelompok dapat terkawal
46
dengan baik yang berdampak pada optimalnya peran
KKG dalam meningkatkan kompetensi dan
profesionalisme para pejuang pendidikan di daerah
terpencil.
Purnanda (2013). Pelaksanaaan Fungsi Kelpmpok Kerja
Guru ( KKG ) Di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kecamatan
Sungai Tarab Kabupaten Tanah Datar Berdasarkan temuan
dalam penelitian, maka dapat diambil beberapa kesimpulan
yaitu pelaksanaan fungsi kelompok kerja guru di Sekolah
Dasar Negeri di Kecamatan Sungai Tarab dilihat dari aspek
wahana pengembangan profesional tenaga pendidik berada
pada kategori baik dengan skor rata-rata 4,53, pelaksanaan
fungsi kelompok kerja guru di Sekolah Dasar Negeri di
Kecamatan Sungai Tarab dilihat dari aspek wahana
penyelesaian atas berbagai masalah berada pada kategori
baik dengan skor rata-rata 4,40, pelaksanaan fungsi
kelompok kerja guru di Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan
Sungai Tarab dilihat dari aspek wahana sumber belajar dan
kerjasama para anggota berada pada kategori baik dengan
skor rata-rata 4,27, pelaksanaan fungsi kelompok kerja
guru di Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Sungai Tarab
dilihat dari aspek wahana menemukan dan menjabarkan
gagasan baru berada pada kategori baik dengan skor rata-
rata 4,16, secara umum pelaksanaan fungsi kelompok kerja
guru di Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Sungai Tarab
berada pada kategori baik dengan skor rata-rata 4,34.
Peneltian ini merupakan penelitian tindakan yang
berjudul supervisi teknik diskusi kelompok untuk
meningkatan etos kerja guru yang tergabung dalam Gugus
Sekolah Sultan Agung yang berpusat di SDN Kuwu dalam
mengikuti kegiatan KKG. Rumusan masalah penelitian ini
adalah Apakah supervisi teknik diskusi kelompok dapat
47
meningkatan etos kerja guru yang tergabung dalam Gugus
Sekolah Sultan Agung yang berpusat di SDN Kuwu dalam
mengikuti kegiatan KKG. Adapun penelitian ini dilakukan
untuk mendeskripsikan mengenai Supervisi teknik diskusi
kelompok dapat meningkatan etos kerja guru yang
tergabung dalam Gugus Sekolah Sultan Agung yang
berpusat di SDN Kuwu dalam mengikuti kegiatan KKG
2.10 Kerangka Berfikir Keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan tidak dapat
lepas dari peran guru sebagai transformator ilmu
pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang seiiring
dengan perkembangan jaman. Jabatan guru adalah jabatan
professional yang membutuhkan keahlian dan keterampilan
khusus dalam rangka memberikan layanan pendidikan
yang lebih baik. Layanan pendidikan ini diharapkan agar
peningkatan mutu pendidikan dapat meningkat, untuk itu
diperlukan etos kerja guru yang baik. Peningkatan kualitas
dan kemampuan guru dalam proses belajar mengajar
adalah bagian integral dari upaya peningkatan mutu
pendidikan secara keseluruhan, hal ini dilihat dari
fungsinya bahwa guru adalah berperan sangat penting
sebagai dinamisator kurikulum serta bahan pelajaran.
Guna meningkatkan etos kerja guru yang baik, maka guru
perlu mendapatkan pembinaan dan latihan professional
secara tersistem dan terstruktur yang baik. Wahana
pembinaan professional ini adalah kegiatan Kelompok Kerja
Guru (KKG).
48
Etos Kerja Guru
Dalam Mengikuti KKG
Supervisi teknik
diskusi kelompok
Profesionalisme Guru Meningkat
Mutu
Pembelajaran Meningkat
Top Related