5
BAB IIKAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
Dalam landasan ini menguraikan berbagai teori – teori yang telah
dikemukakan oleh para ahli dari berbagai sumber yang mendukung penelitian.
Landasan teori ini dikumpulkan dari berbagai sumber pustaka yang berbeda.
Walaupun dalam landasan teori ini ada beberapa ahli yang mengungkapkan
pendapatnya sama dengan ahli lain, akan tetapi dalam pendapatnya masing –
masing ahli memiliki ciri khas tersendiri. Hal tersebut dapat terjadi karena
perbedaan pandangan dan penelitian masing – masing ahli.
Sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian,pembahasan teori dalam
penelitian ini berisi tinjauan sejumlah kajian teori mengenai (1) Model
Pembelajaran Inovatif, (2) Model Problem Solving, (3) Permainan, (4) gambar,
dan (5) hasil belajar .
2.1.1 Pengertian Inovasi Dalam Pendidikan
Menurut Hamijoyo dalam Suprayekti dkk (2009: 1.14) menyatakan
bahwa inovasi pendidikan adalah suatu yang baru dan kwalitatif berbeda dari hal
yang ada sebelumnya serta sengaja diusahakan untuk meningkatjan kemampuan
guna mencapai tujuan tertentu dalam pendidikan.
Menurut Ibrahim dalam Suprayekti dkk (2009: 1.14) menyatakan bahwa
inovasi pendidikan adalah perubahan dalam bidang pendidikan atau inovasi yang
dilakukan untuk memecahkan masalah – masalah pendidikan. Inovasi pendidikan
merupakan suatu ide, barang, metode yang dirasakan atau diamati sebagai hal
yang baru bagi seseorang atau kelompok orang baik berupa hasil inversi
diskonvesi yang digunakan yang digunakan untuk mencapai Tujuan atau
memecahkan masalah – masalah pendidikan.
Melihat pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa inovasi adalah suatu
perubahan yang terjadi dalam pendidikan yang dimana perubahan tersebut
6
digunakan untuk memecahkan masalah – masalah yang ada dalam dunia
pendidikan.
2.1.1.1 Model Pembelajaran Inovatif
Menurut Eggen dan Kauchuk sebagaimana dikutip oleh Wardani dalam
artikel Wardani (2013) model pembelajaran adalah pedoman berupa program atau
petunjuk strategi mengajar yang dirancang untuk mencapai suatu pembelajaran.
Pedoman itu memuat tanggung jawab guru dalam merencanakan, melaksanakan,
dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran. Salah satu tujuan dari penggunaan
model pembelajaran adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa selama
belajar.
Anggar Tombak (2011) dalam artikelnya yang di tulis dalam
kawanews.com menyatakan bahwa pembelajaran inovatif sebenarnya merupakan
suatu pemaknaan terhadap proses pembelajaran yang bersifat komprehensif yang
berkaitan dengan berbagai teori pembelajaran modern yang berlandaskan pada
inovasi pembelajaran. Seperti halnya teori belajar konstruktivis dan teori lainnya.
Mengacu dari pengertian diatas dapat di jabarkan lebih luas bahwa
pembelajaran inovatif adalah pembelajaran yang lebih mementingkan proses
pembelajaran yang menanamkan konsep - konsep yang ada dalam materi
pelajaran menjadi lebih bermakna. Dalam hal ini pembelajaran inovatif cenderung
mengarakan siswa untuk aktif dalam pembelajaran dan membangun konsepnya
sendiri mengenai materi pelajaran yang diberikan. Dengan kata lain pembelajaran
inovatif adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa sehingga guru berrtugas
sebagai fasilitator dalam pembelajaran.
Berbagai kegiatan guru dalam melakukan inovasi pembelajaran inovatif
menurut Moh. Ansyar dan H. Nurtain dalam Hermanto (1999) dalam anggar
Tombak (2011) meliputi beberapa kegiatan sebagai berikut. Pertama adalah
mengetahui dan menemukan masalah. Kedua adalah mengidentifikasi dan
menyeleksi alternatif pemecahan masalah. Ketiga adalah penentuan alternatif
7
pemecahan masalah. Keempat melaksanakan. Kelima adalah menilai. Dan
terakhir adalah perbaikan produk inovasi”.
2.1.2 Pengertian Model Pembelajarn Problem Solving
Problem solving dalam pengajaran matematika memiliki arti yang khusus
(Branca, 1980, h. 3). ‘Problem solving dalam matematika adalah proses dimana
seorang siswa atau kelompok siswa (cooperative group) menerima tantangan yang
berhubungan dengan persoalan matematika dimana penyelesaiannya dan caranya
tidak langsung bisa ditentukan dengan mudah dan penyelesaiannya memerlukan
ide matematika’ (Dalam Mathematics Course Development Support Material
1989: di Blane dan Evans, 1989, h. 367) dalam Mutadi 2010).
Hunsaker, 2005 (dalam Anicahyani(2012), Problem solving) menyatakan
bahwa problem solving / Pemecahan masalah didefinisikan sebagai suatu proses
penghilangan perbedaan atau ketidak-sesuaian yang terjadi antara hasil yang
diperoleh dan hasil yang diinginkan. Pengambilan keputusan yang tidak tepat,
akan mempengaruhi kualitas hasil dari pemecahan masalah yang dilakukan.
Sedangkan definis masalah itu sendiri adalah suatu keadaan yang tidak sesuai
dengan harapan yang kita inginkan. Kemampuan untuk melakukan pemecahan
masalah adalah ketrampilan yang dibutuhkan oleh hampir semua orang dalam
setiap aspek kehidupannya. Jarang sekali seseorang tidak menghadapi masalah
dalam kehidupannya sehari-hari.
Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran problem solving adalah suatu model pembelajaran yang menuntut
siswa aktif dan kreatif dalam menyelesaikan soal matematikan yang dimana
penyelasaiannya membutuhkan ide - ide kreatif matematika dari siswa.
2.1.3 Ciri – Ciri Model Pembelajaran Problem Solving
Karakteristik khusus model pemecahan masalah menurut Taplin dalam
Murni (2011) adalah sebagai berikut:
1. Adanya interaksi antar siswa dan interaksi antara guru dan siswa.
8
2. Adanya dialog matematis dan konsensus antar siswa.
3. Guru menyediakan informasi yang cukup mengenai masalah, dan siswa
mengklarifikasi, menginterpretasi, dan mencoba mengkonstruksi
penyelesaiannya.
4. Guru menerima jawaban “ya” atau “tidak” dan bukan untuk mengevaluasi.
5. Guru membimbing, melatih dan menanyakan dengan pertanyaan-
pertanyaan berwawasan dan berbagi dalam proses pemecahan masalah.
6. Sebaiknya guru mengetahui kapan campur tangan dan kapan mundur
membiarkan siswa menggunakan caranya sendiri.
7. Karakteristik lanjutan adalah bahwa pendekatan problem solving dapat
menggiatkan siswa untuk melakukan generalisasi aturan dan konsep,
sebuah proses sentral dalam matematika
2.1.4 Langkah Langkah Model Pembelajaran Problem Solving
Menurut berinderjeet dalam Ibnu (2011) langkah pembelejarn problem
solving sebagai berikut.
1. Buru menjelaskan Tujuan pembelajaran.
2. Geru mengelompokan siswa.
3. Guru mendifinisikan dan mengorganisasikan tugas yang berhumbungan
dengan masalah.
4. Guru mendorong siswa untuk mencari informasi dan berdiskusi.
5. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan hasil diskusi.
6. Guru membantu siswa untuk refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan
mereka dan proses – proses yang mereka gunakan.
Sedangkan menurut Hudojo dan Sutawijaya 2003 (dalam Model
pembelejaran problem solving, bangedu:2010), menjelaskan bahwa langkah-
langkah yang diikuti dalam penyelesaian problem solving yaitu sebagai berikut.
1. Pemahaman terhadap masalah.
2. Perencanaan penyelesaian masalah
3. Melaksanakan perencanaan
9
4. Melihat kembali penyelesaian.
Model pembelajaran problem solving menurut J. Dewey (dalam Hudojo,
2003 dalam Model pembelejaran problem solving, bangedu:2010), ada enam
tahap:
1. Merumuskan masalah: mengetahui dan menemukan masalah secara jelas.
2. Menelaah masalah: menggunakan pengetahuan untuk memperinci,
menganalisis masalah dari berbagai sudut.
3. Merumuskan hipotesis: berimajinasi dan menghayati ruang lingkup, sebab
akibat dan alternatif penyelesaian.
4. Mengumpulkan dan mengelompokkan data sebagai bahan pembuktian
hipotesis: kecakapan mencari dan menyusun data, menyajikan data dalam
bentuk diagram, gambar.
5. Pembuktian hipotesis: cakap menelaah dan membahas data, menghitung
dan menghubungkan, keterampilan mengambil keputusan dan kesimpulan.
6. Menentukan pilihan penyelesaian: kecakapan membuat alternatif
penyelesaian kecakapan menilai pilihan dengan memperhitungkan akibat
yang akan terjadi pada setiap langkah.
Dari beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa beberapa
tahapan yang dilakukan dalam model pembelajaran problem solving adalah
sebagai berikut.
1. Merumuskan masalah : dalam hal ini hal yang harus dilakukan adalah
menemukan masalah yang ada dalam soal secara jelas dan terperinci
2. Memahami masalah : dalam hal ini yang harus dilakukan adalah
menganalisis lebih dalam mengenai masalah yang disajikan.
3. Menentukan hipotesis : dalam hal ini yang harus dilakukan adalah
menentukan jawaban sementara dan alternatif jawaban dari masalah yang
di sajikan.
4. Uji hipotesis : dalam hal ini yang dilakukan adalah melaksanakan
alternative jawaban terhadap hipotesis yang dikemukakan.
10
5. Melakukan tinjauan kembali dan menyimpulkan pemecahan masalh untuk
masalah yang disajikan.
2.1.5 Pengertian Permainan
“Bermain” (play) merupakan istilah yang digunakan secara bebas sehingga
arti utamanya mungkin hilang. Arti yang paling tepat ialah setiap kegiatan yang
dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkan, tanpa mempertimbangkan hasil
akhir. Bermain dilakukan secara suka rela, dan tidak ada paksaan atau tekanan
dari luar atau kewajiban. Pernyatan Hurlock (1978) dalam Andang Ismail
(2006:12)
Piaget dalam Andang Ismail (2006:13) menjelaskan bahwa bermain
“terdiri atas tanggapan yang diulang sekedar untuk kesenangan fungsional”.
Menurut Bettelheim kegiatan bermain adalah kegiatan yang “tidak mempuyai
peraturan lain kecuali yang ditetapkan pemain sendiri dan tidak ada hasil akhir
yang dimaksudkan dalam realita luar”. Bermain secara garis besar dapat dibagi ke
dalam dua kategori, aktif dan pasif (“hiburan”). Pada semua usia, anak melakukan
permainan aktif dan pasif. Proporsi waktu yang dicurahkan ke masing-masing
jenis bermain itu tidak bergantung pada usia, tetapi pada kesehatan dan
kesenangan yang diperoleh dari masing-masing kategori.
Menurut Hughes dalam Andang Ismail (2006 : 14) permainan merupakan
hal yang berbeda dengan belajar dan bekerja. Suatu kegiatan dikatakan berbain
bila mengandung lima unsure yaitu mempunyai Tujuan mendapatkan kepuasan,
memilih dengan bebas dan atas kehendak sendiri, menyenangkan dan dapat
dinikmati, menghayal untuk mengembangkan daya imajinasi dan kreatifitas, dan
melakukan secara aktif dan sadar ( DWP, 2005)
Joan Freeman dan utami munandar dalam Andang Ismail (2006 : 16)
menyatakan bahwa ada beberapa manfaat dari permmainan yaitu sebagai penyalur
energy berlebihyang dimiliki anak, sebagai sarana menyiapkan hidup kelak
dewsa, sebagai citra pelanjut kemanusiaan, untuk membangun energy yang
11
hilang,untuk memperoleh kompenssi atas hal – hal yang tidak diperolehnya,
bermai juga dapat memungkinkan anak untuk melepaskan perasaan – perasaan
dan emosi – emosi yang dalam realitannya belum dapat terungkapkan.dan
member stimulus dalam membentuk kepribadian.
Dalam usia anak sekolah permainan yang sedang lebih di gemari anak
adalah permainan yang cenderung aktif sehingga dalam penelitian ini
menggunakan salah satu dari permainan yang membuat siswa aktif. Permainan ini
diberi nama ular tangga juara. . Dalam permainan ular tangga ini terdapat 25
petak bernomer. Dan setiap nomernya terdapat sebuah permasalahan yang harus
diselesaian oleh pemain. Selain itu juga di sediakan sebuah dadu yang memiliki
nomer 1 sampai 6 yang akan digunakan untuk menentukan langkah pemain. Ada
juga gambar ular da gambar tangga dalam permainan ini.
Cara memainkanya hampir sama dengan ular tangga biasa yaitu dengan
melemparkan dadu untuk menentukan langkah pemain. Pemain yang mendapat
tangga berarti naik tinggkat sesuai tangga dan yang mendapat kotak ular akan
meluncur turun ke bawah sesuai kotaak yang ditunjukan oleh mulut ular.
Permainian ini dilakukan dalam kelompok dan yang mencapai angka 25 paling
dahulu, maka dialah yang menjadi juara. Pemain harus menyelesaikan masalah
yang ada dalam petak terlebih dahulu baru diperbolehkan melanjudkan permainan
berikutnya. Hal itu dilakukan sampai salah satu kelompok menjadi juara.
2.1.6 Pengertian Gambar
Menurut Sudjana (1990: 71) Gambar fotografi merupakan salah satu
media pengajaran yang amat dikenal dalam setiap kegiatan pengajaran. Hal ini
disebabkan kesederhanaanya, tanpa memerlukan perlengkapan, dan tidak perlu
memproyeksikan untuk mengamatnya.
Menurut Oemar Hamalik (1986:43) yang dikutip oleh Ian dalam
wordpress.com berpendapat bahwa “ Gambar adalah segala sesuatu yang
diwujudkan secara visual dalam bentuk dua dimensi sebagai curahan perasaan
12
atau pikiran”. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001: 329) “
Gambar adalah tiruan barang, binatang, tumbuhan dan sebagainya.”
Secara khusus gambar berfungsi pula untuk menarik perhatian,
memperjelas sajian ide, mengilustrasikan atau menghiasi fakta yang mungkin
cepat akan dilupakan atau diabaikan tidak digambarkan. Gambar termasuk media
yang relatif mudah ditinjau dari segi biayanya. Dalam penelitian ini digunakan
gambar kartun yang warna - warni, dan lucu . Gambar ini digunakan untuk
menarik minat siswa terhadap materi yang akan disampaikan.
Syarat-syarat Gambar
Subana (I998) dalam Fauzi (2012) menjelaskan syarat-syarat gambar sebagai
media pembelajaran antara lain:
l. Bagus, jelas, menarik dan mudah dipahami.
2. Cocok dengan materi pembelajaran
3. Benar dan otentik artinya menggambarkan situasi yang sebenarnya
4. Sesuai dengan tingkat umur dan kemampuan siswa
5. Walaupun tidak mutlak baiknya gambar menggunakan warna yang menarik
sehingga tampak lebih realistis dan merangsang minat siswa untuk mengamatinya
6. Perbandingan ukuran gambar harus sesuai dengan ukuran obyek yang
sebenarnya, agar siswa lebih tertarik dan memahami gambar, hendaknya
menunjukkan hal-hal yang sedang mereka perbuat.
7. Gambar yang dipilih hendaknya mengandung nilai-nilai murni dalam
kehidupan sosial.
Contoh : gambar sawah
13
2.1.7 Langkah – Langkah Model Pembelajaran Problem Solving
Berpaduan Dengan Permainan.
Berdasarkan langkah – langkah pembelajaran problem solving yang sudah
di simpulkan di atas maka dapat ditarik beberapa langkah yang dapat dilakukan
dalam model pembelajaran problem solving berpaduan dengan permainan ular
tangga juara sebagi berikut :
1. Guru memberikan pengantar yang mengarah pada materi yang akan diajarkan
2. Siswa dibagi dalam kelompok 4 kelompok.
3. Setiap kelompok diberikan papan permainan ular tangga juara
Dalam permainan ular tangga juara terdapat 25 kotak, beberapa ular, tangga
dan sebuah dadu. Dari 25 kotak tersebut ada 15 kotak yang berisi masalah -
masalah mengenai materi pelajaran yang dilakukan. Permainan ini cukup
mudah, hanya dengan melemparkan dadu dan berjalan sesuai dengan angka
pada dadu. Setelah berjalan dan berhenti di sebuah kotak masalah, kelompok
tersebut mulai mengerjakan masalah yang dihadapkan. Kelompok belum
boleh berjalan lagi kalau masalah yang diberikan belum terselesaikan.
Kelompok yang lebih dahulu mencapai angka 25 adalah kelompok pemenang,
kelompok yang menang akan mendapatkan hadiah.
4. Setalah dibagikan maka siswa mulai memainkan ular tangga tersebut.
5. Kelompok yang berhasil mencapai puncak ular tangga juara akan menjadi
pemenang dan membacakan masalah dan penyelesaian masalah yang di
dapatkan dalam ular tangga juara.
6. Kelompok yang lain menjadi penanya mengenai masalah yang di dapatkan.
7. Siswa bersama guru menyimpulkan materi pembelajaran yang telah
disampaikan.
2.1.8 Langkah – Langkah Model Pembelajaran Problem Solving
Berpaduan Dengan Gambar.
Berdasarkan langkah – langkah pembelajaran problem solving yang sudah
di simpulkan di atas maka dapat ditarik beberapa langkah yang dapat dilakukan
14
dalam model pembelajaran problem solving berpaduan dengan permainan ular
tangga juara sebagi berikut :
1. Guru memberikan pengantar yang mengarah pada materi yang akan diajarkan
2. Siswa dibagi dalam kelompok 4 kelompok.
3. Setiap kelompok diberikan beberapa masalah yang harus dipecahkan dengan
bentuk cerita bergambar
4. Siswa bersama kelompok berdiskusi untuk memecahkan masalah yang sudah
diberikan oleh guru.
5. Masing – masing kelompok maju kedepan untuk mempresentasikan masalah
dan penyelesaian masalah yang didapat kelompoknya.
6. Kelompok lain menanggapi presentasi kelompok yang ada di depan.
7. Siswa bersama guru menyimpulkan materi pembelajaran yang telah
dilaksanakan.
2.1.9 Pengertian Belajar
Menurut Skiner dalam Nasution ( 2008 : 52) belajar ialah pemberian
stimulus ( S1) kepada seseorang dan apa bila orang tersebut memberrikan respon
(R1) sesuai yang dinginkan maka respon (R1) akan diberi penguatan atau
reinforce sehingga memililiki ikatan yang kuat antara S1 dan R1.kemudian R1
akan menjadi S2 dan akan menimbulkan terjadinya R2 yang lebih mendekati
kelakuan yang diharapkan. Begitu terus stimulus dan respon diberikan sampai
mencapai kelakuan yang di inginkan.
Belajar menurut pandangan tradisional dalam ( Hamalik : 1998) belajar
adalah usaha memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan. Pengetahuan mendapat
tekanan yang penting sehingga pengetahuan memegang peranan utama dalam
kehidupan manusia. Untuk memperoleh penetahuan itu sendiri, siswa harus
mengikuti pelajaran di sekolah dan buku pelajaran adalah sumber ilmu
pengetahuan yang utama sehingga sering ditafsirkan bahwa belajar adalah
mempelajari buku pelajaran.
Belajar menurut pandangan modern dalam (Hamalik : 1998) belajar adalah
proses peubahan tingkah laku berkat interaksi dengan lingkungan. Seseorang
15
dinyatakan belajar apabila terjadi perubahan tingkah laku segagai hasil dari
belajar itu sendiri. Dalam hal ini siswa yang belajar dipandang sebagai organisme
yang hidup sebagai satu kesatuan yang utuh. Mereka bersifat aktif dan senantiasa
mengadakan interaksi terhadap lingkungannya.
Lingkungan itu sendiri bersifat luas bukan kanya buku bacaan saja tetapi semua
aspekyang ada disekolah ikut tergabung didalamnya.
Thomas dalam ( Hamalik :1998) menyatakan bahwa ada tiga tingkatan
pengalaman belajar yaitu pengalaman melalui bennda sebenarnya, pengalamaman
melalui benda pengganti dan pengalaman melalui bahasa.
Pengalaman melalui benda sebenarnya adalah pengalaman yang diperoleh bengan
cara mengalami secara lang sung dalam kondisinyang sesungguhnya.pengalaman
melalui benda pengganti dalah pengalaman yang diperoleh dari mengamati benda
benda pengganti, dalam hal ini seperiti alat peraga. Sedangkan pengalaman
melalui bahasa adalah pengalaman yang diperoleh melaiui membaca media cetak
seperti buku dan majalah.
Menurut Sudjana (1989: 28) belajar adalah suatu proses yang ditandai
dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai proses hasil
belajar dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuanya,
pemahamanya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilanya, kecakapan dan
kemampuanya, daya reaksinya, daya penerimaanya, dan lain – lain aspek yang
ada pada individu.
2.1.10 Hasil Belajar
Menurut Nasution ((2006:36) dalam ppg-pgsd plogspot.com) hasil belajar
adalah hasil dari suatu interaksi tindak belajar mengajar dan biasanya ditunjukkan
dengan nilai tes yang diberikan guru.
Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono (2002) dalam ppg-pgsd
plogspot.com menyatakan hasil belajar adalah hasil yang ditunjukkan dari suatu
interaksi tindak belajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan
guru.
16
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
adalah suatu hasil yang diperoleh seseorang setelah mengikuti proses
pembelajaran dan dapat diketahui melalui ujian yang diberikan oleh guru.
Hasil belajar dibagi menjadi tiga macam hasil belajar yaitu : (a).
Keterampilan dan kebiasaan; (b). Pengetahuan dan pengertian; (c). Sikap dan cita-
cita, yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ada pada
kurikulum sekolah, ((Nana Sudjana, 2004) dalam Sanjaya (2011) ).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasik belajar. Diantaranya
sebagai berikut ini
Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor dari
dalam diri siswa dan faktor dari luar diri siswa (Sudjana, 1989 : 39). Dari
pendapat ini faktor yang dimaksud adalah faktor dalam diri siswa perubahan
kemampuan yang dimilikinya seperti yang dikemukakan oleh Clark (1981 : 21)
menyatakan bahwa hasil belajar siswa disekolah 70 % dipengaruhi oleh
kemampuan siswa dan 30 % dipengaruhi oleh lingkungan. Demikian juga faktor
dari luar diri siswa yakni lingkungan yang paling dominan berupa kualitas
pembelajaran (Sudjana, 2002) dalam Sanjaya (2011).
2.2 Penelitian Yang Relvan
Menurut Irhasyuarna Yudha dalam penenelitianya yang berjudul Pengaruh
Model Pembelajaran Problem Solving-Kooperatif terhadap Pemahaman
Konseptual dan Algoritmik, serta Motivasi Belajar Mahasiswa pada Pokok
Bahasan Termodinamika Kimia. Dalam penelitianya Irhas merumuskan tujuan
penelitiannya untuk mengetahui perbedaan pemahaman konseptual mahasiswa
antara pembelajaran yang menggunakan model problem solving kooperatif
dengan model pembelajaran konvensional pada pokok bahasan termodinamika
kimia, perbedaan pemahaman algoritmik mahasiswa antara pembelajaran yang
menggunakan model problem solving kooperatif dengan pembelajaran secara
konvensional pada pokok bahasan termodinamika kimia, perbedaan motivasi
belajar mahasiswa antara pembelajaran yang menggunakan model problem
17
solving kooperatif dengan pembelajaran secara konvensional, dan hubungan
antara motivasi belajar mahasiswa dengan pemahaman konseptual dan algoritmik
mahasiswa. Dari uji coba instrumen tes diketahui reliabilitas tes dihitung dengan
rumus Alpha dari Cronbach adalah 0,981 dan validitas isi adalah 79,40%.
Motivasi belajar siswa diukur dengan menggunakan angket. Teknik analisis data
yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis kovarian (Anacova).
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pemahaman konseptual mahasiswa
yang mendapat perlakuan dengan model pembelajaran problem solving kooperatif
lebih tinggi daripada mahasiswa yang mendapat perlakuan dengan pembelajaran
konvensional, pemahaman algoritmik mahasiswa yang mendapat perlakuan
dengan model pembelajaran problem solving kooperatif lebih tinggi daripada
mahasiswa yang mendapat perlakuan dengan pembelajaran konvensional,
motivasi belajar mahasiswa yang mendapat perlakuan dengan model
pembelajaran problem solving kooperatif lebih tinggi daripada mahasiswa yang
mendapat perlakuan dengan pembelajaran konvensional, terdapat hubungan yang
positip dan kuat antara motivasi belajar dan pemahaman konseptual mahasiswa.
Selain itu, terdapat hububungan yang positip dan kuat antara motivasi belajar dan
pemahaman algoritmik mahasiswa.
Menurut Agus Imam Handoko, - Madlazim dalam penelitianya yang
berjudul pengaruh penerapan model pembelajaran problem solving terhadap hasil
belajar siswa kelas x pada materi arus listrik di sma negeri 1 kedungpring,
lamongan. Dalam penelitianya agus nerumuskan Tujuan penelitianya untuk
menganalisis pengaruh Penerapan model pembelajaran problem solving terhadap
hasil belajar siswa kelas X pada materi arus listrik di SMA Negeri 1
Kedungpring, Lamongan,
Rancangan penelitian eksperimental ini adalah kontrol group pretest
posttest dengan populasi penelitian sebanyak 5 kelas dari kelas X dan sampel
terdiri dari satu kelas eksperimen (X3), dan satu kelas kontrol (X4). Analisis
homogenitas sampel dilakukan dengan uji homogenitas nilai rapor dan
18
menunjukkan populasi berdistribusi homogen. Analisis uji t dua pihak pada aspek
kognitif diperoleh thitung kelas X4 sebesar 28,38 dengan ttabel sebesar 2,00, hal ini
menunjukkan bahwa hasil belajar kelas eksperimen lebih baik dari pada kelas
kontrol karena thitung>ttabel sedangkan pada ranah psikomotor diperoleh rata-rata
kelas kontrol sebesar 70 dan kelas eksperimen sebesar 82,untuk ranah afektif nilai
rata-rata dari kelas eksperimen sebesar 97 sedangkan kelas kontrol sebesar
78.sedangkan nilai untuk ketrampilan proses sains untuk kelas kontrol memeliki
rata-rata sebesar 79 dan kelas eksperimen sebesar 93 Hasil penelitian
menunjukkan bahwa hasil belajar siswa melalui penerapan model pembelajaran
problem solving lebih baik daripada hasil belajar siswa melalui penerapan model
konvensional dengan peningkatan sebesar 11,17% pada ranah kognitif, 12,5%
untuk ranah psikomotor dan 15,21% untuk ranah afektif.
2.3 Kerangka Berfikir
Dalam proses belajar mengajar ada dua komponen yang berperan yaitu
guru dan siswa. Keberhasilan seorang siswa sebagian besar dipengaruhi oleh guru
yang mengajar. Siswa akan berhasil apabila guru yang mengajar juga bagus dalam
mengajar, tetapi sebaliknya jika guru kurang baik dalam proses pembelajaran
kemungkinan besar siswa juga kurang maksimal hasil belajarnya.Seorang guru
memiliki tugas untuk menyampaikan pembelajaran kepada siswa sehingga dalam
hal ini guru harus kreatif dalam memlaksanakan pembelajaran. Proses
pembelajaran yang hendaknya digunakan bukan hanya pembelajaran yang seperti
biasanya, Guru hanya memberikan materi kepada siswa terus menerus sehingga
harus ada perubahan paradigm pembelajaran. Paradigma pembelajarn yang
semula siswa menghafal menjadi siswa belajar. Jadi dalam hal ini siswa diberikan
kebebasan untuk belajar berfikir kreatif dan melakukan pembelajaran yang
bermakna.sesuai dengan hal tersebut, di dalam dunia pendidikan sekarang ini
sudah mulai diterapkan beberapa model inovatif yang mulai mengarahkan siswa
untuk belaajar bukan menghafal. Salah satunya adalah model pembelajaran
problem solving atau pemecahan masalah. Model ini menuntut siswa untuk
19
berfikir kritis, kreatif dan cerdas dalam memecahkan suatu masalah yang
disajikan.
Melihat uraian diatas, penelitian ini akan difokuskan pada eksperimen
untuk membuktikan apakah ada pengaruh yang signifikan penggunaan model
pembelajaran problem solvingterhadap hasi belajar siswa. Untuk menambah
motifasi siswa pada kelas kontrol model pembelajarn problem solving akan
dipadukan dengan gambar, sedang untuk kelas eksperimen akan digunakan model
pembelajaran problem solving dipadukan dengan permainan ular tangga juara.
Eksperimen ini dilakukan pada sekolah dasar kelas 4 mata pelajaran matematika.
Gambar 1.1Bagan Kerangka Berfikir
..
Perlakuan A adalah problem solving dengan permainan
Perlakuan B adalah problem solving dengan gambar
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan tinjauan pustaka yang dilakukan dan kerangka berfikir
tersebut maka dapat ditarik hipotesis tindakan dalam penelitian eksprimen ini
sebagai berikut diduga bahwa penggunaan model pembelajaran problem solving
berpaduan dengan ular tangga juara memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
hasil belajar matematika kelas 4 sekolah dasar.
Kelas Eksperimen
Perlakuan B
Perlakuan A
Posttest Prettest
Kelas Kontrol
Top Related