7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TINJAUAN TEORI
1. Kehamilan
a. Definisi
Masa kehamilan di mulai dari konsepsi sampai lahirnya janin.
Lamanya kehamilan adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari)
dihitung dari hari pertama haid terakhir (saifuddin, 2007, p.89)
Lamanya kehamilan mulai dari ovulasi sampai partus adalah kira-kira
280 hari (40 minggu), dan tidak lebih dari 300 hari (43 minggu)
(Wiknjosastro, 2006, p.125).
b. Tanda-tanda Kehamilan
Menurut Mochtar (1998, pp. 43-45)
1) Tanda-tanda presumptif:
a) Amenorea (tidak dapat haid)
Wanita harus mengetahui tanggal hari pertama haid terakhir
(HPHT) supaya dapat ditaksir umur kehamilan dan taksiran
tanggal persalinan (TTP), yang dihitung menggunakan rumuys
Naegele:
TTP= ( hari pertama haid terakhir + 7 ) dan ( bulan haid
terakhir + 3 ).
7
8
b) Mual dan Muntah ( nausea and vomiting)
Biasanya terjadi pada bulan- bulan pertama kehamilan hingga
akhir triwulan pertama. Karena sering terjadi pada pagi hari,
disebut morning sickness ( sakit pagi). Bila mual dan muntah
terlalu sering disebut hiperemesis.
c) Mengidam ( ingin makanan khusus)
Ibu hamil sering meminta makanan atau minuman tertentu
terutama pada bulan- bulan triwulan pertama.
d) Tidak tahan bau-bau
e) Pingsan
Bila berada pada tempat- tempat ramai yang sesak dan padat
bisa pingsan.
f) Tidak ada selera makan ( anoreksia)
Hanya berlangsung pada triwulan pertama kehamilan,
kemudian nafsu makan timbul kembali.
g) Lelah ( fatigue)
h) Payudara membesar, tegang, dan sedikit nyeri, disebabkan
pengaruh estrogen dan progesteron yang merangsang duktus
dan alveoli payudara. Kelenjar Montgomery terlihat lebih
membesar.
i) Miksi sering, karena kandung kemih tertekan oleh rahim yang
membesar. Gejala ini akan hilang pada triwulan kedua
9
kehamilan. Pada akhir kehamilan, gejala ini kembali, karena
kandung kemih ditekan oleh kepala janin.
j) Konstipasi/ obstipasi karena tonus otot-otot usus menurun oleh
pengaruh hormon steroid.
k) Pigmentasi kulit oleh pengaruh hormon kortekosteroid
plasenta, dijumpai di muka ( cloasma gravidarum), areola
payudara, leher, dan dinding perut (linea nigra= grisea).
l) Epulis: Hipertrofi dan papil gusi.
m) Pemekaran vena-vena (varices) dapat terjadi pada kaki, betis,
dan vulva biasanya dijumpai pada triwulan akhir.
2) Tanda- tanda kemungkinan hamil:
a) Perut membesar.
b) Uterus membesar: terjadi perubahan dalam bentuk, besar, dan
konsistensi dari rahim.
c) Tanda Hegar.
d) Tanda Chadwick.
e) Tanda Piscaseck.
f) Kontraksi-kontraksi kecil uterus bila dirangsan= Braxton-
Hicks.
g) Teraba ballotement
h) Reaksi kehamilan positif.
10
3)Tanda pasti ( tanda positif):
a) Gerakan janin yang dapat dilihat atau dirasa, juga bagian-
bagian janin.
b) Denyut jantung janin:
(1) Didengar dengan stetoskop- monoral Laennec.
(2) Dicatat dan didengar dengan alat Doppler.
(3) Dicatat dengan feto- elektro kardiogram.
(4) Dilhat pada ultrasonografi.
c) Terlihat tulang- tulang janin.
c. Pembagian Umur Kehamilan
Menurut Wiknjosastro (2006, p.125) ditinjau dari tuanya kehamilan
dibagi dalam 3 bagian:
1) Kehamilan Triwulan pertama (antara 0 sampai 12 minggu).
2) Kehamilan Triwulan kedua (antara 12 sampai 28 minggu).
3) Kehamilan Triwulan terakhir (antara 28 sampai 40 minggu).
d. Perubahan Fisiologis Pada Ibu hamil
Menurut Wiknjosastro (2006):
a) Uterus
Uterus akan membesar pada bulan-bulan peratama di bawah
pengaruh estrogen dan progesteron yang kadarnya meningkat.
Berat uterus normal lebih kurang 30 gram, pada akhir
kehamilan (40 minggu) berat uterus ini menjadi 1000 gram,
dengan panjang lebih kurang 20 cm dan dinding lebih kurang
11
2,5 cm. Pada minggu-minggu pertama ismus uteri mengadakan
hipertrofi seperti korpus uteri. Hipertrofi ismus pada triwuan
pertama membuat ismus menjadi panjang dan lebih lunak. Hal
ini dikenal dengan tanda Hegar
Menurut Wiknjosastro (2006)
b) Serviks uteri
Serbiks uteri pada kehamilan juga mengalami perubahan
karena hormon estrogen. Akibat kadar estrogen meningkat, dan
dengan adanya hipervaskularisasi maka konsistensi serviks
menjadi lunak yang disebut tanda Goodell.
c) Vagina dan vulva
Vagina dan vulva akibat hormon estrogen mengalami
perubahan pula. Adanya hipervaskularisasi mengakibatkan
vagina dan vulva tampak lebih merah, agak kebiru-biruan,
tanda ini disebut tanda Chadwick.
d) Ovarium
Pada permulaan kehamilan masih terdapat korpus luteum
graviditatis sampai terbentuknya plasenta kira-kira kehamilan
16 minggu.
e) Mammae
Mamma akan membesar dan tegang akibat hormon
somatomammotropin, estrogen, dan progesteron, akan tetapi
belum mengeluarkan air susu. Papilla mamma akan membesar,
12
lebih tegak, dan tampak lebih hitam, seperti seluruh areola
mamma karena hiperpegmentasi. Glandula Montgomery
tampak lebih jelas menonjol di permukaan areola mamma.
Pada kehamilan 12 minggu ke atas dari putting susu dapat
keluar cairan berwarna putih agak jernih, disebut kolostrum.
f) Sirkulasi darah
Sirkulasi darah ibu dalam kehamilan dipengaruhi oleh adanya
sirkulasi ke plasenta, uterus yang membesar dengan pembuluh-
pembuluh darah yang membesar pula, mamma dan alat lain-
lain yang memang berfungsi berlebihan dalam kehamilan.
Volume darah akan bertambah banyak, kira-kira 25% , dengan
puncak kehamilan 32 minggu, didikuti dengan cardiac output
yang meninggi sebanyak kira-kira 30%. Jumlah leukosit
meningkat sampai 10.000 per ml, dan produksi trombositpun
meningkat pula. Gambaran protein dalam serum berubah,
jumlah protein, albumin, dan gammaglobulin menurun dalam
triwulan pertama dan baru meningkat perlahan-lahan pada
akhir kehamilan, sedangkan betaglobulin dan bagian-bagian
fibrinogen terus meningkat.
g) Sistem respirasi
Wanita hamil pada kelanjutan kehamilannya tidak jarang
mengeluh tentang rasa sesak dan pendek nafas. Hal ini
ditemukan pada kehamilan 32 minggu ke atas oleh karena
13
usus-usus tetekan oleh uterus yang membesar ke arah
diafragma, sehingga diafragma kurang leluasa bergerak.
h) Traktus digestivus
Pada bulan-bulan pertama kehamilan terdapat perasan enek
(nausea). Mungkin ini akibat kadar hormon estrogen yang
meningkat.
i) Traktus urinarius
Pada bulan-bulan pertama kehamilan kandung kencing tertekan
oleh uterus yang mulai membesar, sehingga timbul sering
kencing. Keadaan ini hilang dengan makin tuanya kehamilan
bila uterus gravidus keluar dari rongga panggul. Pada akhir
kehamilan, bila kepal janin mulai turun ke bawah pintu atas
panggul, keluhan sering kencing akan timbul lagi karena
kandung kencing mulai tertekan kembali.
j) Kulit
Pada kulit terdapat deposit pigmen dan hiperpigmentasi alat-
alat tertentu, daerah yang megalami hiperpegmentasi, muka:
cloasma gravidarum, payudara: puting susu dan areola
payudara, perut: linea nigra strie, vulva.
k) Metabolisme dalam kehamilan
Dengan terjadinya kehamilan, metabolisme tubuh mengalami
perubahan yang mendasar, di mana kebutuhan nutrisi makin
14
tinggi untuk pertumbuhan janin dan persiapan memberikan
ASI.
Menurut Wiknjosastro (2006, pp. 89-100)
Komplikasi pada ibu hamil yang perlu dapat perhatian adalah:
1) Hamil dengan Diabetes Melitus.
2) Hamil dengan Hipertensi.
3) Hamil yang lewat waktu.
4) Komplikasi hamil, pre-eklampsia dan eklampsia.
5) Hamil dengan infeksi virus, malaria, sifilis.
Dalam upaya meningkatkan kesehatan ibu hamil maka pengawasan
hamil sangat penting dilaksanakan dengan teratur. Dengan melakukan
pengawasan hamil, penyakit yang menyertai hamil dan penyulit hamil
dapt ditentukan sehingga mendapat pengobatan yang adekuat
(Manuaba, 1998, p.120).
2. Pre-Eklampsia dan Eklampsia
Pre-Eklampsia adalah suatu kondisi yang spesifik pada kehamilan,
terjadi setelah minggu ke-20 gestasi, ditandai dengan hipertensi dan
proteinuria. Edema juga dapat terjadi (Widyastuti, 2002, p.11). Eklampsia
adalah terjadinya kejang pada seorang wanita dengan Pre-Eklampsia yang
tidak dapat disebabkan oleh hal lain (Cuningham, 2006, p.628).
Pre-Eklampsia dan Eklampsia merupakan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, penyebab dari penyakit ini sampai sekarang
belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, Pre-Eklampsia dan Eklampsia
15
merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting
dalam ilmu kebidanan. Karena itu, diagnosa dini amatlah penting, yaitu
mampu mengenali dan mengobati Pre-Eklampsia ringan agar tidak
berlanjut menjadi Eklampsia. (Mochtar, 2002, p.199).
3. Etiologi
Apa yang menjadi penyebab Pre-Eklampsia dan Eklampsia
sampai sekarang belum diketahui. Telah terdapat banyak teori yang
mencoba menerangkan sebab-musabab penyakit tersebut, akan tetapi
tidak ada yang dapat memberi jawaban yang memuaskan (Wiknjosastro,
2006, p.282).
Teori yang sekarang dipakai sebagai penyebab Pre-Eklampsia
adalah “Ischemia Placenta”. Namun teori ini belum dapat menerangkan
semua hal yang bertalian dengan penyakit ini (Mochtar, 2002, p.199).
Pada pemeriksaan darah kehamilan normal terdapat peningkatan
angiotesin, renin dal aldosteron sebagai kompensasi sehingga peredaran
darah dan metabolisme dapat berlangsung. Pada Pre-Eklampsia dan
Eklampsia terjadi penurunan angiotesin, renin, dan aldosteron, tetapi
juga dijumpai edema, hipertensi dan proteinurin. Berdasarkan teori
ischemia implantasi placenta, bahan trofoblas akan diserap ke dalam
sirkulasi yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap angiotesin II,
renin dan aldosteron, spasme pembuluh darah arteriol dan tertahannya
garam dan air. Teori ischemia daerah implantasi plasenta didukung
kenyataan sebagai berikut:
16
a. Pre-Eklampsia dan Eklampsia lebih banyak terjadi pada
Primigravida, hamil ganda dan molahidatiosa.
b. Kejadiannya makin meningkat dengan makin tuanya umur
kehamilan.
c. Gejala penyakit berkurang bila terjadi kematian janin.
(Manuaba, 1998, pp.239-240).
4. Patofisiologi
Perjalanan klinis dan temuan anatomis memberikan bukti persumtif bahwa
penyakit ini disebabkan oleh sirkulasi suati zat beracun dalam darah yang
menyebabkan trombosis di banyak pembuluh halus, selanjutnya
mengakibatkan nerkosis di berbagai organ (Cuningham, 2006, p.644).
Semua teori yang memuaskan tentang Pre-Eklampsia harus dapat
menjelaskan pengamatan bahw hipertensi pada kehamilan jauh lebih besar
kemungkinannya pada wanita yang:
a. Terpajan ke vilus korion unruk pertama kali.
b. Terpajan ke vilus korion dalam jumlah sangat besar, seperti pada
kehmilan kembar atau mola hidatidosa.
c. Sudah mengidap penyakit vaskular.
d. Secara genetis rentan terhadap hipertensi yang timbul saat hamil.
(Cuningham, 2006, p.266).
Perubahan patologis berbagai organ penting dijabarkan sebagai berikut:
Menurut Mochtar (1998)
17
a. Otak
Pada Pre-Eklampsia aliran darah dan pemakaian oksigen tetap dalam
batas-batas normal. Pada Eklampsia, resistensi pembuluh darah
meninggi, ini terjadi pula pada pembuuh darah otak. Edema yang
terjadi pada otak dapt menimbulkan kelainan serebral dan gangguan
visus, bahkan pada keadaan lanjut dapat terjadi perdarahan.
b. Plasenta dan rahim
Aliran darah menurun ke plasenta dan menyebabkan gangguan
plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena
kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada Pre-Eklampsia dan
Eklampsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaannya
terhadap rangsang, sehingga terjadi partus prematurus.
c. Ginjal
Filtrasi glomerolus berkurang oleh karena aliran ke ginjal menurun.
Hal ini menyebabkan filtras natrium melalui glomerulus menurun,
sebagai akibatnya terjadilah retensi garam dan air. Filtrasi
glomerolus dapat turun sampai 50% dari normal sehingga pada
keadaan lanjut dapat terjadi oliguria dan arunia.
d. Paru-paru
Kematian ibu pada Pre-Eklampsia dan Eklampsia biasanya
disebabkan oleh edema paru yang menimbulkan dekompensasi
kordis. Bisa pula karena terjadinya aspirasi pnemonia, atau abses
paru.
18
e. Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah.
Bila terdapat hal-hal tersebut, maka harus dicurigai terjadinya Pre-
Eklampsia berat. Pada Pre-Eklampsia dapat terjadi ablasio retina
yang disebabkan edema intra-okuler dan merupakan salah satu
indikasi untuk melakukan terminasi kehamlina. Gejala lain yang
dapat menunjukkan tanda Pre-Eklampsai berat yang mengarah pada
Eklampsia adalah adanya perubahan peredaran darah dalam pusat
penglihatan di korteks serebiri atau dalam retina.
f. Keseimbangan air dan elektrolit
Pada Pre-Eklampsia ringan biasanya tidak dijumpai perubahan yang
nyata pada metabolisme air, elektroit, kristaloid, dan protein serum.
Jadi, tidak terjadi gangguan keseimbangan elektrolit. Gula darah,
kadar natrium bikarbonat, dan pH darah berada pada batas normal.
Pada Pre-eklampsia berat dan Eklampsia, kadar gula darah naik
sementara, asam laktat dan asam organik lainnya naik, sehingga
cadangan alkali akan turun. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh
kejang-kejang. Setelah konvulsi selesai zat-zat organik dioksidasi,
dan dilepaskan natrium yang lalu bereaksi dengan karbonil sehingga
terbentuk natrium karbonat. Dengan demikian cadangan alkali dapat
kembali pulih normal.
(Mochtar, 1998, p.220).
19
5. Gejala
Biasanya tanda-tanda Pre-Eklampsia timbul dalam urutan:
a. Pertambahan Berat Badan yang berlebihan.
b. Edema.
c. Hipertensi.
d. Proteiuria.
Pada Pre-Eklampsia ringan tidak ditemukan gejala-gejala subyektif.
Pada Pre-Eklampsia berat didapatkan sakit kepala di daerah frontal,
skotoma, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium,
mual atau muntah-muntah. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada
Pre-Eklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa
Eklampsia akan timbul. Tekanan darah pun meningkat lebih tinggi,
edema menjadi lebih umum, dan proteinuria bertambah banyak
(Wiknjosastro, 2006, pp.287-288)
6. Macam-macam Pre-Eklampsia
Menurut Mochtar (1998, p.201) macam-macam Pre-Eklampsia
dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
a. Pre-Eklampsia ringan:
1) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi
berbaring terlentang; atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih;
atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara pengukuran
sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa
1 jam, sebaiknya 6 jam.
20
2) Edema umum, kaki, jari tangan, damn muka; atau kenaikan berat
badan 1 kg atau lebih per minggu.
3) Proteinuria kwantitatif 0,3 gr atau lebih per liter, kwalitatif 1+ atau
2+ pada urin kateter atau midstream.
b. Pre-Eklampsia Berat:
2) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
3) Proteinyria 5 gr atau lebih per liter.
4) Oliguria, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.
5) Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri di
epigastrium.
6) Terdapat odema paru dan sianosis.
c. Eklampsia:
Pada umumnya kejangan didahului oleh memburuknya pre-eklampsia.
Serangan Eklampsia dibagi menjadi 4 tingkat:
1) Tingkat awal atau aura. Keadaan ini berlangsung kira-kira 30
detik. Mata penderita terbuka tanpa melihat, kelopak mata
bergetar demikian pula tangannya, dan kepala diputar ke kanan
dan ke kiri.
2) Kemudian timbul tingkatan kejangan tonik yang berlangsung
kurang lebih 30 detik. Dalam tingkatan ini seluruh otot menjadi
kaku, wajahnya kelihatan kaku, tangan menggenggam, dan kaki
membengkok ke dalam. Pernafasan berhenti, muka mulai
menjadi sianotik, lidah dapat tergigit.
21
3) Stadium ini kemudian disusul oleh tingkat kejangan klonik yang
berlangsung antara 1-2 menit. Spasmus tonik menghilang. Semua
otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam tempo yang cepat.
Mulut membuka dan menutup dan lidah dapat tergigit lagi. Bola
mata menonjol. Dari mulut keluar ludah yang berbusa, muka
menunjukkan kongestian sianosis. Penderita menjai tidak sadar.
Kejangan klonik ini dapat demikian hebatnya, sehingga penderita
dapat terjatuh dari tempat tidurnya. Akhirnya, kejangan terhenti
dan penderita menarik nafas secara mendengkur.
4) Sekarang ia memasuki tingkat koma. Lamanya ketidaksadaran
tidak selalu sama. Secar perlahan-lahan penderita menjadai sadar
lagi, akan tetapi dapat terjadi pula bahwa sebelum timbul
serangan baru dan yang berulang, sehingga ia tetap dalam koma.
(Wiknjosastro, 2006, pp.295-296).
7. Penanganan/ Penatalaksanaan
Menurut Wiknjisastro (2006, p.290) pengobatan pada Pre-Eklampsia
hanya dapat dilakukan secara simtomatis karena etiologi pre-eklampsia,
dan faktor-faktor apa dalam kehamilan yang menyebabkannya, belum
diketahui. Tujuan utama penanganan ialah:
a. Mencegah terjadinya pre-eklampsia berat dan eklampsia.
b. Melahirkan janin hidup.
c. Melahirkan janin dengan trauma sekecil-kecilnya.
1) Penanganan Pre-eklampsia ringan (140/90 mmHg)
22
a) Jika tekanan darah diastolik berkisar 80-90 mmHg atau naik
kurang dari 15 mmHg dan tidak ditemukan proteinuria, wanita
tersebut diizinkan untuk tinggal di rumah dan dianjurkan untuk
beristirahat sebanyak mungkin. Pada setiap kunjungan:
(1) Periksa tekanan darah.
(2) Periksa urine untuk menemukan adanya protein.
(3) Timbang berat badan pasien.
(4) Periksa untuk menemukan adanya edema.
(5) Singkirkan gejala-gejala pre-ekalmpsia berat.
(6) Pantau pertumbuhan janin, tanyakan pada ibu tentang
gerakan janin.
(7) Periksa denyut jantung janin.
Pesan tempat di rumah sakit untuk wanita tersebut
b) Jika tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih atau
meningkat lebih dari 15 mmHg, jika ada gejala pre-eklampsia
berat, atau jika ditemukan adanya pertumbuhan buruk pada
janin, wanita tersebut harus masuk ke rumah sakit untuk
diobservasi dan diberikan penatalaksanaan. Di rumah sakit:
(1) Biarkan wanita tersebut beristirahat di ruang yang
tenang.
(2) Periksa tekanan darah setiap 4 jam (setiap 2 jam bila
keadaannya sangat parah).
(3) Lakukan pemeriksaan protein urine dua kali sehari.
23
(4) Pantau frekuensi jantung janin dua kali sehari.
(5) Timbang berat badan wanita tersebut dua kai seminggu
jika mungkin.
(6) Berikan sedasi (misanya: diazepam- dosis intravena 10
mg diazepam. Kemudian berikan dosis intravena
ulangan 10 mg, setiap 4-6 jam, maksimum 100 mg per
24 jam)
(7) Berikan obat antihipertensi hanya jika tekanan
diastoliknya 110 mmHg atau lebih dan harus sesuai
dengan perintah dokter.
c) Menurut Widyastuti (2002, pp.53-54) penanganan Pre-
Eklampsia, jika kehamilan < 37 minggu, dan tidak ada tanda-
tanda perbaikan, lakukan penilaian 2 kali seminggu secara
rawat jalan:
(1) Pantau tekanan darah, proteinuria, refleks, dan kondisi
janin.
(2) Lebih banyak istirahat.
(3) Diet biasa.
(4) Tidak perlu obat-obatan.
(5) Jika rawat jalan tidak mungkin, rawat di rumah sakit:
(a) Diet biasa;
(b) Pantau tekanan darah 2x sehari, proteinuria 1 sehari;
(c) Tidak perlu obat-obatan;
24
(d) Tidak perlu diuretik, kecuali jika terdapat edema
paru, dekompensasi kordis atau gagal ginjal akut;
(e) Jika tekanan diastolik turun sampai normal pasien
dapat dipulangkan:
1. Nasehatkan untuk istirahat dan perhatikan
tanda-tanda pre-eklampsia berat;
2. Kontrol 2 kali seminggu;
3. jika tekanan diastolik naik lagi maka rawat
kembali;
(f) jika tidak ada tanda-tanda perbiakan, maka tetap
dirawat;
(g) jika terdapat tanda-tanda pertumbuhan janin
terhambat, pertimbangkan terminasi kehamilan;
(h) jika protein meningkat, tamgani sebagai pre-
eklampsia berat.
d) Jika kehamilan > 37 minggu, pertimbangkan terminasi:
(1) Jika serviks matang, lakukan induksi dengan oktisin 5
IU dalam 500 ml dekstrose IV 10 tetes/ menit atau
dengan prostaglandin.
(2) Jika serviks belum matang, berikan prostaglandin,
misoprostol atau kateter Foley, atau terminasi dengan
seksio sesarea.
25
2) Menurut Saifuddin (2007, pp. 211-212), penanganan Pre-elampsia
berat dan eklampsia (160/110 mmHg dan pre-eklampsi disertai
kejang)
Penatalaksanaan pre-eklampsi berat sama dengan eklampsi.
Dengan tujuan utama menghentikan berulangnya serangan
konvulsi dan mengakhiri kehamilan secepatnnya digunakan cara
yang aman setelah keadaan ibu mengizinkan.
Penanganan kejang:
a) beri obat antikonvulsan.
b) Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, sedotan,
masker oksigen, oksigen).
c) Lindungi pasien dari kemungkinan trauma.
d) Aspirasi mulut dan tenggorokan
e) Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi Trendelenburg untuk
mengurangi risiko aspirasi.
f) Beri O2 4-6 liter/ menit.
Menurut Saifuddin (2006) penanganan umum Pre-Eklampsia Berat
yaitu:
(1) Jika tekanan darah diastolik > 110 mmHg, berikan
antihipertensi, sampai tekanan diastolik di antara 90-100
mmHg.
(2) Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum besar (16 gauge atau
>).
26
(3) Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload.
(4) Kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteinuria.
(5) Jika jumlah urin <30ml per jam;
(a) Infus cairan dipertahankan 1 1/8 jam;
(b) Pantau kemungkinan edema paru.
(6) Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi
dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin.
(7) Observasi tanda-tanda vital, refleks, dan denyut jantung janin
setiap jam.
(8) Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda edema paru.
Krepitasi merupakan tanda edema paru. Jika ada edema paru,
stop pemberian cairan, dan berikan diuretik misalnya
furosemide 40 mg IV.
(9) Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan bedside. Jika
pembekuan tidak terjadi sesudah 7 menit, kemungkinan
terdapat koagulopati.
Antikonvulsan:
Magnesium sulfat merupakan obat pilihan untuk mencegah dan
mengatasi kejang pada pre-eklampsi. Alternatif lain adalah
diazepam, dengan terjadinya depresi neonatal.
Pemberian Magnesium Sulfat:
(1) Dosis awal
(a) MgSO4 gr IV sebagai larutan 20% selama 5 menit.
27
(b) Diikuti dengan MgSO4 (50%) 5gr IM dengan ml
ligokain 2% (dalam semprit yang sama).
(c) Pasien akan merasa agak panas sewaktu pemberian
MgSO4.
(2) Dosis pemeliharaan
(a) MgSO4 (50%) 5 gr+ ligokain 2% 1 ml IM setiap 4 jam.
(b) Lanjutkan sampai sampai 24 jam pascapersalinan atau
kejang terakhir.
(3) Sebelum pemberian MgSO4, periksa:
(a) frekuensi pernafasan minimal 16/ menit.
(b) Reflek patella (+).
(c) Urin <30 ml/jam.
(4) Stop pemberian MgSO4, jika:
(a) frekuensi pernafasan < 16/ menit.
(b) Refleks patella (-).
(c) Urin <30 ml/ jam.
(5) Siapkan antiotum:
Jika terjadi henti nafas:
(a) Bantu dengan ventilator
(b) Beri kalsium glukonat 2 gr (20 ml dalam larutan 10%)
IV peerlahan-lahan sampai pernafasan mulai lagi.
Pemberian Diazepam
(1) Pemberian intravena
28
(a) Dosis awal
1. Diazepam 10 mg I.V pelan-pelan selama 2 menit
2. Jika kejang berulang, ulangi dosis awal
(b) Dosis pemeliharaan
1. Diazepam 40 mg dalam 500 ml larutan RL per
infus.
2. Depresi pernafasan ibu mungkin akan terjadi jika
dosis >30 mg/ jam.
3. jangan berikan > 100 mg/ 24 jam.
(2) Pemberian melalui rektum
(a) Jika pemberian IV tidak mungkin, diazepam dapat
diberikan per rektal, dengan dosis awal 20 mg dalam
semprit 10 ml.
(b) Jika masih terjadi kejang, beri tambahan 10 mg/ jam.
(c) Dapat pula diberikan melalui kateter urin yang
dimasukkan ke dalam rektum.
Antihipertensi:
(1) Obat pilihan adalah hidralazin, yang diberikan 5 mg IV pelan-
pelan selam 5 menit sampai tekanan darah turun.
(2) Jika perlu, pemberian hidralazin dapat diulang setiap jam, atau
12,5 mg IM setiap 2 jam.
(3) Jika hidralazin tidak tersedia, dapat diberikan:
29
(a) Nifedipin 5 mg sublingual. Jika respons tidak baik
setelah 10 menit, beri tambahan 5 mg sublingual;
(b) Labelatol 10 mg IV, yang jika respons tidak baik
setelah 10 menit, diberikan lagi abelatol 20 mg IV.
Menurut Saifuddin (2006) penanganan persalinan Pre-Eklampsia
Berat:
(1) Pada pre-eklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24
jam, sdang pada eklampsia dalam 12jam sejak gejala
eklampsia timbul.
(2) Jika terdapat gawat janin, atau persalinan tidak dapat terjadi
dalam 12 jam (pada eklampsia) , lakukan seksio sesarea.
(3) Jika seksio sesarea akan dilakukan, perhatikan bahwa:
(a) Tidak terdapat koagulopati;
(b) Anestesia yang aman/ terpilih adalah anestesia umum.
Jangan lakukan anestesi lokal, sedang anestesi spinal
berhubungan dengan risiko hipotensi.
(4) Jika anestesia yang umum tidak tersedia, atau janin mati, aterm
terlalu kecil, lakukan persalinan pervaginam.
(a) Jika serviks matang, lakukan induksi dengan oksitosin
2-5 IU dalam 500 ml dekstrose 10 tetes/ menit atau
dengan prostaglandin.
30
Perawatan postpartum
(1) Anti konvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau
kejang terakhir.
(2) Teruskan terapi antihipertensi jika tekanan diastolik masih >
110 mmHg.
(3) Pantau urin.
Rujukan:
Pasien dirujuk ke fasilitas yang lebih lengkap jika:
(1) Terdapat oliguria (<400 ml/ 24 jam).
(2) Terdapat sindrom HELLP (Haemolysis Evalted enzym Low
Platelet)
Menurut Capman (2006, p. 174) begitu sindrom HELLP
muncul, harus dilakukan kelahiran darurat. Namun menjadi
masalah karena hal-hal sebagai berikut:
(a) Masalah dengan trombosit rendah, maka blok regional
merupakan kontraindikasi.
(b) Ibu merupakan calon yang buruk untuk anestesia
umum karena intubasi meningkat TD.
(c) Ibu akan mengalami perdarahan berat saat seksio
sesaria.
(d) Ibu ini telah mengalami koagulopati, dengan penurunan
volume intravaskuler, maka perdarahan postpartum
khususnya juga menjadi masalah.
31
Konsekuensi penatalaksanaan meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Ambang rendah untuk alur tekanan vena sentral
(CVP).
2. Keharusan mencatat dengan akurat keseimbangan
cairan.
(3) Koma berlanjut lebih dari 24 jam sesudah kejang.
(Saifuddin, 2006, pp. 212-214)
8. Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Pengrtahuan
a. Pengetahuan
1) Pengertian
Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu
(Notoatmodjo, 2007, p.145).
Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indra
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba,. Sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
2) Pentingnya Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior)
(Notoatmodjo, 2007, p.145).
Penelitian Rogers (1974) mengungkan bahwa sebelum orang
mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), dalam diri orang
tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:
32
a) Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari
dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus
(objek).
b) Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut.
Di sini subjek sudah mulai timbul.
c) Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya
stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden
sudah lebih baik lagi.
d) Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai
dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
e) Adoption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnay terhadap stimulus.
Namun demikian, dari penelitian selanjutnya Rogers
menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati
tahap-tahap tersebut (Notoatmodjo, 2007, p.144).
3) Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan yang dicakup alam domain kognitif mempunyai 6
tingkat, yakni:
a) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat
ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang
33
spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima.
b) Memahami (Comprehension)
Menahami diartikan sebagai suat kemampuan menjeaskan
secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
menginterpretasi materi tersebut secara benar.
c) Aplikasi (Application)
Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).
d) Analisis (Analysis)
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu
struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama
lain.
e) Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru.
f) Evaluasi ( Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
(Notoatmodjo, 2007, pp.145-147).
34
4) Cara mengukur Pengetahuan
Pengukur pengetahuan dapat dilakukan dengan memberikan
seperangakat alat tes/kuesioner tentang objek pengetahuan yang mau
diukur, selanjutnya dilakukan penilaian dimana setiap jawaban benar
dari masing-masing pertanyaan diberi nilai 1 dan jika salah diberi
nilai 0 (Notoatmodjo, 2003, p.130).
Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan jumlah skor
jawaban dengan skor yang diharapkan (tertinggi) kemudian
dikalikan 100% dan hasinya berupa persentasi dengan rumus yang
digunakan sebagai berikut:
P = persentase
f= Frekuensi dari seluruh alternatif jawaban yang menjadi pilihan
yang telah dipilih responden atas pernyataan yang diajukan
n= Jumlah frekuensi seluruh alternatif jawaban yang menjadi pilihan
responden selaku peneliti
100% = bilangan senap (Sabarguna, 2008, p.61)
Selanjutnya persentase jawaban diinterpretasikan dalam kalimat
kualitatif dengan acuan sebagai berikut:
a) Tingkat pengetahuan baik bila skor atau nilai 76-100%
b) Tingkat pengetahuan cukup bila skor atau nilai 56-75%
c) Tingkat pengetahuan kurang bila skor atau nilai ≤ 56%
(Nursalam, 2003, p.124)
35
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara
atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur
dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang
ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan
tingkatan-tingkatan di atas (Notoatmodjo, 2007, p.142).
5) Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut
Notoatmodjo (2003) adalah:
a) Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberi
respon yang datang dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi
akan memberi repon yang lebih rasional terhadap informasi yang
datang dan akan berfikir sejauh mana keuntungan yang mungkin
akan mereka peroleh dari gagasan tersebut.
b) Paparan Media Masa
Melalui berbagai media cetak maupun elektronik berbagai
informasi dapat diterima oleh masyarakat sehingga seseorang
yang sering terpapar media massa (tv, radio, majalah, pamflet
dan lain-lain) akan memperoleh informasi media berarti paparan
media massa mempunyai tingkat pengetahuan yang dimiliki
seseorang.
c) Ekonomi
Dalam memenuhi kebutuahan primer ataupun sekunder, keluarga
dengan status ekonomi baik ebih mudah tercukupi dibanding
36
dengan keluarga dengan status ekonomi rendah, hal ini akan
mempengaruhi kebutuhan akan informai termasuk kebutuhan
sekunder. Jadi dapat disimpulkan bahwa ekonomi dapat
mempengaruhi pengetahuan seseorang tentang berbagai hal.
d) Hubungan sosial
Manusia adalah makhluk sosial dimana dalam kehidupan saling
berinteraksi satu sama lain. Individu yang berinteraksi kontinyu
akan lebih mudah terpapar informasi. Sementara faktor hubungan
sosial juga mempengaruhi kemampuan individu sebagai
komunikasi untuk menerima pesan model komunikasi media.
Dengan demikian hubungan sosial dapat mempengaruhi tingkat
pengetahuan seseorang tentang suatu hal.
e) Pengalaman
Pengalaman seseorang individu tentang berbagai hal bisa
diperoleh dari lingkungan kehidupan dalam proses
perkembangan misal sering mengikuti kegiatan yang mendidik,
misalnya seniman. Organisasi dapat memperluas jangkauan
pengalaman karna dari berbagai kenyataan tersebut, informasi
tentang suatu hal dapat diperoleh.
6) Sumber-Sumber Pengetahuan
Menurut Nursalam (2001, pp. 9-10) sumber pengetahuan manusia
dipengaruhi beberapa hal, diantaranya:
37
a) Tradisi
Tradisi adalah suatu dasar pengetahuan dimana setip orang
tidak dianjurkan untuk memulai mencoba memecahkan
masalah.
b) Autoritas
Ketergantungan terhadap suatu autoritas tidak dapat
dihindarkan karena kita tidak dapat secara otomatis menjadi
seorang ahli dalam mengetahui setiap permasalahan yang
sedang dihadapi.
c) Pengalaman seseorang
Setiap pengalaman seseorang mungkin terbatas untuk
membuat kesimpulan yang valid tentang situasi dan
pengaaman sesorang diwarnai dengan penelitian yang
bersifat subjektif.
d) Trial dan Error
Dalam menyelesaikan suatu permasalahan keberhasilan kita
dalam menggunakan alternatif pemecahan melalui ”coba
dan salah”.
e) Alasan yang logis
Pemikiran ini merupakan komponen yang penting dalam
pendekatan ilmiah, akan tetapi alasan yang rasional
38
7) Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku
Pengetahuan kesehatan akan berpengaruh kepada perilaku
sebagai hasil jangka menengah (intermediate impact) dari pendidikan
kesehatan. Selanjutnya perilaku pendidikan akan berpengaruh pada
meningkatnya indikator kesehatan masyarakat sebagai hasil keluaran
(outcome) pendidikan kesehatan (Notoatmodjo, 2009, p.106-107).
Lewrence Green menjelaskan bahwa perilaku itu dilatarbelakangi
atau dipengaruhi oleh tiga faktor pokok, yaitu:
a) Faktor Predisposisi (predisposing factor)
Dalam hal ini pendidikan kesehatan ditujukan untuk
menggugah kesadaran, memberikan atau meningkatkan
pengetahuan masyarakat tentang pemeliharan dan peningkatan
kesehatan. Faktor – faktor ini mencakup : Tingkat Pengetahuan,
umur ibu, Paritas, dan Pendikakan.
b) Faktor Pemungkin (enabling factor)
Faktor pemungkin ini berupa fasilitas atau sarana dan
prasarana kesehatan, maka bentuk pendidikan kesehatannya
adalah memberdayakan masyarakat agar mampu mengadakan
sarana dan prasarana kesehatan. Termasuk juga fasilitas
pelayanan kesehatan. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung
atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan.
(1) Ketersediaan fasilitas
39
Salah satu wujud kepedulian Pemerintah Indonesia terhadap
kesehatan masyarakat adalah dibangunnya sejumlah
Puskesmas dan Posyandu. Pembangunan Puskesmas
dimaksudkan sebagai salah satu lembaga pelayanan
kesehatan yang terdepan. Artinya, sebagai lembaga yang
diharapkan menjadi ujung tombak kesehatan masyarakat akan
dapat meningkatkan peranannya untuk melayani masyarakat
terbawah di berbagai daerah di Indonesia. Sementara itu,
terdapat berbagai pilihan fasilitas kesehatan yang
dimanfaatkan masyarakat untuk mencari kesembuhan ketika
mengalami sakit. Fasilitas dimaksud adalah pengobatan
keluarga yang dilakukan sendiri misalnya minum jamu,
fasilitas pengobatan Non Medis misalnya dengan pertolongan
dukun atau alternatif lain serta fasilitas pertolongan Medis
misalnya dengan pertolongan dokter atau bidan berdasarkan
ilmu kedokteran. Konsep sakit dan penyakit dibentuk atas
dasar nilai budaya setempat dengan demikian, akan terjadi
berbagai variasi perilaku pemanfaatan fasilitas kesehatan
yang dipengaruhi oleh struktur sosial setempat.
(2) Keterjangkauan fasilitas
Perilaku masyarakat dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan
ditunjukkan dengan perilaku berganti atau meneruskan
menggunakan lebih dari satu fasilitas. Fasilitas kesehatan
40
yang dimanfaatkan pertama kali pada umumnya dilakukan
secara Sendiri lebih dahulu.
Untuk mewujudkan peningkatan derajat dan status kesehatan
penduduk, ketersediaan dan keterjangkauan fasilitas dan
sarana kesehatan meruapakan salah satu faktor penentu
utama.
c) Faktor penguat (reinforcing factor)
Faktor ini menyangkut sikap dan perilaku tokoh masyarakat
(toma) dan tokoh agama (toga), serta petugas termasuk petugas
kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat bukan hanya
perlu pengetahuan dan sikap positif, dan dukungan fasilitas saja,
melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh
masyarakat, tokoh agama, para petugas dan para petugas
kesehatan.
(1) Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri
atas Kepala Keluarga dan beberapa orang yang berkumpul
dan tinggal di suatu tempat dibawah suatu atap dalam
keadaan saling ketergantungan (Depkes RI, 1998).
Tugas-Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan
Untuk dapat mencapai tujuan asuhan keperawatan keluarga,
keluarga mempunyai tugas dalam pemeliharaan kesehatan
para anggotanya dan saling memelihara (Friedman, 1981).
41
Membagi 5 tugas kesehatan yang harus dilakukan oleh
keluarga yaitu :
(a) Mengenai gangguan perkembangan kesehatan setiap
anggotanya.
(b) Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang
tepat.
(c) Memberikan keperawatan kepada anggota keluarganya
yang sakit dan yang tidak membantu dirinya karena
cacat / usia yang terlalu muda.
(d) Mempertahankan suasana di rumah yang
menguntungkan kesehatan dan perkembangan
kepribadian anggota keluarga.
(e) Mempertahankan hubungan timbal balik antara
keluarga dari lembaga-lembaga kesehatan yang
menunjukkan pemanfaatan dengan fasilitas-fasilitas
kesehatan yang ada.
(2) Suami
Menurut Wirawan (1991) hubungan perkawinan
merupakan hubungan akrab yang diikuti oleh minat yang
sama, kepentingan yang sama, saling membagi perasaan,
saling mendukung, dan menyelesaikan permaslahan
bersama. Sedangkan, Santi (1985) mengungkapkan
hubungan dalam perkawinan akan menjadikan suatu
42
keharmonisan keluarga, yaitu kebahagiaan dalam hidup
karena cinta kasih suami istri yang didasari kerelaan dan
keserasian hidup bersama.
Dukungan dan peran serta suami dalam masa kehamilan
terbukti meningkatkan kesiapan ibu hamil dalam
menghadapi proses persalinan, termasuk mereka ngidam.
(3) Teman
Menurut Kail dan Neilsen (Suhita, 2005) teman dekat
merupakan sumber dukungan sosial karena dapat
memberikan rasa senang dan dukungan selama mengalami
suatu permasalahan. Sedangkan menurut Ahmadi (1991)
bahwa persahabatan adalah hubungan yang saling
mendukung, saling memelihara, pemberian dalam
persahabatan dapat terwujud barang atau perhatian tanpa
unsur eksploitasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan, dilihat dari
karakteristik ibu hamil
b. Umur
Umur adalah rentang kehidupan yang diukur dengan tahun, umur
adalah lamanya hidup dalam tahun yang dihitung sejak dilahirkan
(Hurlock, 2004, p.13).
Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk
kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal
43
pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun
ternyata 2-5 kali lebih tinggi dari pada kematin maternal yang terjadi
pada usia 20-29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali
sesudah usia 30-35 tahun (Winkjosastro, 2007, p.23).
Usia juga mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang karena
semakin bertambahnya usia maka lebih banyak mendapatkan
informasi dan pengalaman sehingga secara tidak langsung tingkat
pengetahuan terutama tentang kehamilan lebih tinggi daripada usia
muda (Notoatmodjo, 2006).
Hipertensi pada kehamilan paling sering mengenai wanita nulipara.
Wanita yang lebih tua, yang memperlihatkan peningkatan insiden
hipertensi kronik seiring dengan pertambahan usia, berisiko lebih
besar mengalami pre-eklampsia pada hipertensi kronik. Dengan
demikian, wanita di kedua ujung usia reproduksi dianggap lebih
rentan (Cuningham, 2006, p.630).
c. Paritas
Paritas adalah Jumlah anak yang dilahirkan oleh seorang wanita
(Widyastuti, 2002, p.106).
Paritas sangat berpengaruh sekali terhadap penerimaan seseorang
terhadap pengetahuan dimana semakin banyak pengalaman seorang
ibu maka penerimaan akan semakin mudah. Menurut Nursalam dan
Pariani (2001), pengalaman merupakan pendekatan yang penting
dalam memecahkan masalah. Paritas dibedakan menjadi tiga yaitu :
44
Menurut Mochtar (1998, p.92)
1) Primipara: wanita yang pernah melahirkan bayi hidup untuk
pertama kali.
2) Multipara: wanita yang pernah melahirkan bayi viable beberapa
kali.
3) Grandemultipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi 6
kali atau lebih hidup atau mati.
Pada primigravida frekuensi pre-eklampsia lebih tinggi bila
dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda
(Wiknkjosastro, 2006, p.281).
d. Pendidikan
Pendidikan adalah ilmu yang mempelajari serta memproses perubahan
sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang. Usahakan
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan
proses dan cara (http//:www.pendidikan.net).
Pada penelitian ini pengukuran variabel tingkat pendidikan dapat
digolongkan berdasarkan undang-undang: Republik Indonesia sistem
pendidikan nasional tahun 2003, yaitu: pendidikan dasar terdiri dari
SD dan SMP, pendidikan menengah terdiri dari diploma, sarjana,
magister spesialis (UU. Sisdiknas, 2003).
Tingkat pendidikan ibu yang masih mengakibatkan kurangnya
pengetahuan ibu dalam menghadapi masalah. Pengetahuan ini
diperoleh baik secara formal maupun non formal. Sedangkan ibu-ibu
45
yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi, umumnya
terbuka dalam menerima perubahan/ hal-hal baru, guna pemeliharaan
kesehatan (Depkes RI, 1999).
Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan, dan untuk
kepentingan pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain ini diukur
dari:
1) Pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang
diberikan (knowlege).
2) Sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan
yang diberikan (attitude).
3) Praktik atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik
sehubungan dengan materi pendidikan yang diberikan (practice).
(Notoatmodjo, 2007, pp. 142-143).
e. Pekerjaan
Pekerjaan adalah kegiatan yang harus dilakukan tertentu, terutama
untuk menunjang kehidupannya dan keluarganya (Nursalam, 2001).
Pekerjaan ibu yang diperkirakan dapat mempengaruhi pengetahuan
dan kesempatan ibu dalam memberikan pengetahuan responden yang
bekerja lebih baik bila dibandingkan dengan pengetahuan responden
yang tidak bekerja, semua ini disebabkan karena ibu yang bekerja
diluar rumah (Sektor Formal) memiliki akses yang lebih baik terhadap
berbagai informasi (DepKes RI, 1999). Seorang ibu yang bekerja akan
mempunyai tambahan pendapatan bagi keluarganya, apabila dia tidak
46
bekerja maka tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok keluarganya.
Bahkan untuk perempuan seringkali bukan pilihan tetapi karena
pendapatan suami tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah
tangganya (Yasir, 2009)
f. Pendapatan
Bila ditinjau dari faktor sosial ekonomi, maka pendapatan
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat wawasan
masyarakat mengenai sanitasi, lingkungan dan perumahan.
Kemampuan anggaran rumah tangga juga mempengaruhi kecepatan
untuk meminta pertolongan apabila anggota keluarganya sakit
(Widoyono, 2008).
Pendapatan menurut (Dinas Pendapatan Kota Semarang, 2009)
adalah Rp.938.000;00. Pendapatan yang diterima tidak secara
langsung berhubungan dalam memberi keuntungan atau kerugian atau
memberi manfaat kesehatan. Akibatnya, tingkat optimalisasi dalam
permintaan kesehatan untuk setiap individu menurun dan penurunan
dalam permintaan perawatan kesehatan. Menurut Faturrahman dan
Mollo (1995) tingkat pendapatan berkaitan dengan kemiskinan yang
akan berpengaruh pada status kesehata masyarakat. Faktor-faktor lain
yang mempengaruhi antara lain adalah jenis pekerjaan, pendidikan
formal kepala keluarga, jumlah anggota keluarga dan lain-lain
(Sumiarto, 1993).
47
g. Sosial Budaya
1) Pengertian Kebudayaan
Menurut (A.L. Kroeber & C. Kluckhohn, 2002, p. 181) kata
kebudayaan berasal dari kata Sanskerta buddhayah, yaitu bentuk
jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Dengan demikian
kebudayaan dapat diartikan hal-hal yang bersangkutan denngan
akal. Ada sarjana lain yang mengupas kata budaya sebagai suatu
perkembangan dari majemuk budidaya, yang berarti daya dari budi.
Jadi Kebudayaan atau cultral adalah keseluruhan sistim gagasan,
tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehudupan
masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Unsur kebudayaan:
a) Bahasa
b) Sistim pengetahuan
c) Organisasi sosial
d) Sistim peralatan hidup dan teknologi
e) Sistim mata pencaharian hidup
f) Sistim religi
g) Kesenian
2) Proses belajar kebudayaan
a) Proses internalisasi
Adalah proses panjang dari manusia dilahirkan sampai ia
meninggal, dimana ia hampir meninggal, dimana ia belajar
48
menanamkan kepribadianya selain perasaan, hasrat, nafsu, serta
emosi yang diperlukan sepanjang hidupnya.
b) Proses sosialisasi
Adalah suatu proses sosialisasi yang bersangkutan dengan
proses belajar kebudayaan dalam hubungan dengan sistim
sosial. Yang merupakan proses sosialisasi adalah sebagai
berikut:
Adat istiadat pengasuhan anak
Adat istiadat pengasuhan anak diantaranya adalah cara-cara
memandikan dan membersihkan bayi cara-cara mempelajari
disiplin buang air, cara melatih disiplin makan, adat istiadat
penyapihan, cara-cara menggendong bayi dan anal-anak, dsb
(Mac. Gregor, 1951, p.233).
c) Proses enkulturasi
Adalah suatu proses seseorang individu mempelajari dan
menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat istiadat,
sistim norma, dan peraturan-peraturan yang hidup dalam
kebudayaanya.
49
B. KERANGKA TEORI
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan dapat digunakan
kerangka teori sebagai berikut:
Bagan 2.1 Skema Kerangka Teori
Pengetahuan ibu tentang Pre-Eklampsia dan Eklampsia
Sosial Budaya
Pendapatan
Pendidikan
Paritas
Umur
Pekerjaan
50
C. KERANGKA KONSEP
Berdasarkan tujuan penelitian dan kerangka teori tersebut, dengan
keterbatasan yang ada, maka disusun kerangka dalam penelitian ini.
Variabel Independen Variabel Dependen
Bagan 2.2 Skema Kerangka Konsep
D. HIPOTESIS
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
b. Ada hubungan umur dengan pengetahuan ibu tentang Pre-
Eklampsia dan Eklampsia.
c. Ada hubungan paritas dengan pengetahuan ibu tentang Pre-
Eklampsia dan Eklampsia.
d. Ada hubungan pendidikan dengan pengetahuan ibu tentang Pre-
Eklampsia dan Eklampsia.
Umur
Paritas
Pendidikan
Pengetahuan tentang Pre-Eklampsia dan Eklampsia
Top Related