BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah
MPMBS dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikan
otonomi lebih besar kepada sekolah, fleksibilitas kepada sekolah, dan
mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah dan masyarakat untuk
meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta
peraturan perundang-undangan yang berlaku (Nurkolis, 2003:107).
MPMBS merupakan bagian dari manajemen berbasis sekolah (MBS). Jika
MBS bertujuan untuk meningkatkan semua kinerja sekolah (efektivitas,
kualitas/mutu, efisiensi, inovasi, relevansi dan pemerataan serta akses
pendidikan), maka MPMBS lebih difokuskan pada peningkatan mutu
(Depdiknas, 2002:3-4).
Otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus
kepentingan warga sekolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan
pendidikan nasional yang berlaku. Sedangkan pengambilan keputusan
partisipatif adalah cara untuk mengambil keputusan melalui penciptaan
lingkungan yang terbuka dan demokratik di mana warga sekolah didorong
untuk terlibat secara langsung dalam proses pengambilan keputusan yang
dapat berkontribusi terhadap pencapaian tujuan sekolah. Sehingga diharapkan
sekolah akan menjadi mandiri dengan ciri-ciri sebagai berikut : tingkat
kemandirian tinggi, adaptif, antisipatif, dan proaktif, memiliki jiwa
kewirausahawan yang tinggi, bertanggung-jawab terhadap kinerja sekolah,
memiliki kontrol yang kuat terhadap input manajemen dan sumber dayanya,
memiliki kontrol yang kuat terhadap kondisi kerja, komitmen yang tinggi
pada dirinya dan prestasi merupakan acuan bagi penilaiannya. Tujuan
MPMBS adalah memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui
pemberian kewenangan (otonomi) kepada sekolah, pemberian fleksibilitas
yang lebih besar kepada sekolah untuk mengelola sumberdaya sekolah, dan
mendorong partisipasi warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan
mutu pendidikan (Depdiknas,2002:4).
B. Komponen-Komponen Manajemen Pendidikan
1. Manajemen Kesiswaan
Manajemen Kesiswaan bertujuan untuk mengatur berbagai kegiatan
kesiswaan agar kegiatan belajar-mengajar di sekolah dapat berjalan lencar,
tertib, dan teratur, serta mencapai tujuan yang diinginkan.
Manajemen Kesiswaan meliputi antara lain:
a. Penerimaan Siswa Baru;
b. Program Bimbingan dan Penyuluhan;
c. Pengelompokan Belajar Siswa;
d. Kehadiran Siswa;
e. Mutasi Siswa;
f. Papan Statistik Siswa;
g. Buku Induk Siswa.
2. Manajemen Kurikulum
Kurikulum mencakup kurikulum nasional dan kurikulum muatan lokal.
Kurikulum nasional merupakan standar nasional yang dikembangkan oleh
Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Sedangkan kurikulum
muatan lokal merupakan kurikulum yang disesuaikan dengan keadaan dan
kebutuhan lingkungan, yang disusun oleh Dinas Pendidikan Propinsi dan
atau Kabupaten/Kota.
Kurikulum yang digunakan di kelas dapat disesuaikan (dimodifikasi)
sesuai dengan kemampuan awal dan karakteristik siswa. Modifikasi dapat
dilakukan dengan cara:
a. Modifikasi alokasi waktu,
b. Modifikasi isi/materi,
c. Modifikasi proses belajar-mengajar,
d. Modifikasi sarana-prasarana,
e. Modifikasi lingkungan belajar, dan
f. Modifikasi pengelolaan kelas.
Manajemen Kurikulum (program pengajaran) Sekolah antara lain
meliputi:
a. Modifikasi kurikulum nasional sesuai dengan kemampuan awal dan
karakteristik siswa;
b. Menjabarkan kalender pendidikan;
c. Menyusun jadwal pelajaran dan pembagian tugas mengajar;
d. Mengatur pelaksanaan penyusunan program pengajaran persemester
dan persiapan pelajaran;
e. Mengatur pelaksanaan penyusunan program kurikuler dan
ekstrakurikuler;
f. Mengatur pelaksanaan penilaian;
g. Mengatur pelaksanaan kenaikan kelas;
h. Membuat laporan kemajuan belajar siswa;
i. Mengatur usaha perbaikan dan pengayaan pengajaran.
3. Manajemen Tenaga Kependidikan
Tenaga kependidikan bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar,
melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola, dan/atau memberikan
pelayanan teknis dalam bidang pendidikan.
Tenaga kependidikan di sekolah meliputi Tenaga Pendidik (Guru),
Pengelola Satuan Pendidikan, Pustakawan, Laboran, dan Teknisi sumber
belajar.
Manajemen tenaga kependidikan antara lain meliputi:
a. Inventarisasi pegawai;
b. Pengusulan formasi pegawai;
c. Pengusulan pengangkatan, kenaikan tingkat, kenaikan berkala, dan
mutasi;
d. Mengatur usaha kesejahteraan;
e. Mengatur pembagian tugas.
4. Manajemen Sarana-Prasarana
Manajemen sarana-prasarana sekolah bertugas merencanakan,
mengorganisasikan, mengarahkan, mengkoordinasikan, mengawasi, dan
mengevaluasi kebutuhan dan penggunaan sarana-prasarana agar dapat
memberikan sumbangan secara optimal pada kegiatan belajar-mengajar.
5. Manajemen Keuangan/Dana
Komponen keuangan sekolah merupakan komponen produksi yang
menentukan terlaksananya kegiatan belajar-mengajar bersama komponen-
komponen lain. Dengan kata lain, setiap kegiatan yang dilakukan sekolah
memerlukan biaya.
Dalam rangka penyelenggaraan pendidikan, perlu dialokasikan dana
khusus, yang antara lain untuk keperluan:
a. Kegiatan identifikasi input siswa,
b. Modifikasi kurikulum,
c. Insentif bagi tenaga kependidikan yang terlibat,
d. Pengadaan sarana-prasarana,
e. Pemberdayaan peranserta masyarakat, dan
f. Pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar.
Dalam pelaksanaannya, manajemen keuangan menganut asas pemisahan
tugas antara fungsi :
a. Otorisator;
Otorisator adalah pejabat yang diberi wewenang untuk mengambil
tindakan yang mengakibatkan penerimaan dan pengeluaran anggaran.
b. Ordonator;
Ordonator adalah pejabat yang berwenang melakukan pengujian dan
memerintahkan pembayaran atas segala tindakan yang dilakukan
berdasarkan otorisasi yang telah ditetapkan.
c. Bendaharawan.
Bendaharawan adalah pejabat yang berwenang melakukan penerimaan,
penyimpanan, dan pengeluaran uang serta diwajibkan membuat
perhitungan dan pertanggungjawaban.
Kepala Sekolah, sebagai manajer, berfungsi sebagai Otorisator dan
dilimpahi fungsi Ordonator untuk memerintahkan pembayaran. Namun,
tidak dibenarkan melaksanakan fungsi Bendaharawan karena
berkewajiban melakukan pengawasan ke dalam. Sedangkan
Bendaharawan, di samping mempunyai fungsi-fungsi Bendaharawan, juga
dilimpahi fungsi Ordonator untuk menguji hak atas pembayaran.
6. Manajemen Lingkungan (Hubungan Sekolah dengan Masyarakat)
Sekolah sebagai suatu sistem sosial merupakan bagian integral dari sistem
sosial yang lebih besar, yaitu masyarakat. Maju mundurnya sumber daya
manusia (SDM) pada suatu daerah, tidak hanya bergantung pada upaya-
upaya yang dilakukan sekolah, namun sangat bergantung kepada tingkat
partisipasi masyarakat terhadap pendidikan. Semakin tinggi tingkat
partisipasi masyarakat terhadap pendidikan di suatu daerah, akan semakin
maju pula sumber daya manusia pada daerah tersebut. Sebaliknya,
semakin rendah tingkat partisipasi masyarakat terhadap pendidikan di
suatu daerah, akan semakin mundur pula sumber daya manusia pada
daerah tersebut.
Oleh karena itu, masyarakat hendaknya selalu dilibatkan dalam
pembangunan pendidikan di daerah. Masyarakat hendaknya ditumbuhkan
“rasa ikut memiliki” sekolah di daerah sekitarnya. Maju-mundurnya
sekolah di lingkungannya juga merupakan tanggungjawab bersama
masyarakat setempat. Sehingga bukan hanya Kepala Sekolah dan Dewan
Guru yang memikirkan maju mundurnya sekolah, tetapi masyarakat
setempat terlibat pula memikirkannya.
Untuk menarik simpati masyarakat agar mereka bersedia berpartisipasi
memajukan sekolah, perlu dilakukan berbagai hal, antara lain dengan cara
memberitahu masyarakat mengenai program-program sekolah, baik
program yang telah dilaksanakan, yang sedang dilaksanakan, maupun
yang akan dilaksanakan sehingga masyarakat mendapat gambaran yang
jelas tentang sekolah yang bersangkutan.