11
BAB II
KAJIAN REFERENSI
2.1 State of the Art
Dalam rangka menunjang penelitian ANALISIS PELAKSANAAN
KEGIATAN CSR “HEALTH IN PINK” OLEH PUBLIC RELATIONS HOTEL
CIPUTRA CIBUBUR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN BRAND
AWARENESS DI MATA MASYARAKAT CIBUBUR, untuk memperkaya
konstruk penelitian, perlu dilakukan peninjauan terhadap beberapa penelitian
sebelumnya yang memiliki bahasa yang hampir sama dengan penelitian ini. Dengan
bahan rujukan ini, diharapkan dapat terbentuk kerangka berpikir yang sama untuk
menunjang penelitian ini. Maka dari itu, berikut ini adalah beberapa penelitian
terdahulu yang digunakan sebagai bahan rujukan penelitian :
Table 2.1 State of The Art
No. Judul
Penelitian Nama Peneliti Metodologi Hasil Penelitian
1.
CSR influence
on hotel brand
image and
loyalty
(Academia
Revista
Latinoamericana
de
Administración,
Vol. 27, No. 2,
267-283)
Patricia
Martinez,
Andrea Perez,
Rodriguez del
Bosque,
University of
Cantabria,
Spain
(2013)
Penelitian
kuantitatif
merupakan
metode yang
digunakan untuk
menguji hipotesis
penelitian ini.
Citra fungsional
memiliki
pengaruh lebih
besar terhadap
loyalitas merek.
Melihat hal
tersebut, maka
CSR dapat dilihat
memiliki efek
langsung yang
positif terhadap
loyalitas merek.
12
2.
The Impact of
Corporate
Social
Responsibility
on Brand
Awareness :
A case study of
Unilever
Zimbabwe
Private Ltd.
(International
Journal of
Innovative
Research and
Development,
Vol 4, No. 5)
Rangga Gilbert
Chirimubwe,
Bindura
University of
Science
Education,
Zimbabwe
(2015)
Penelitian ini
menggunakan
metode penelitian
kuantitatif.
Digunakan teknik
random sampling
untuk mewakili
berbagai kategori
hingga
memperoleh
jumlah sample
sebanyak 90
responden.
Pelaksanaan
kegiatan CSR
yang dilakukan
oleh Unilever
Zimbabwe
Privste Ltd.
Menghasilkan
adanya hubungan
positif antara
CSR dan brand
awareness.
3.
The Impact of
Interactive
Corporate
Social
Responsibility
Communication
on Corporate
Reputation
(Journal of
Business Ethics,
David Eberle,
Guido Berens,
Ting Li
(2013)
Pendekatan yang
digunakan pada
penelitian ini
adalah
pendekatan
kuantitatif
eksperimental.
Dibuat sebuah
perusahaan fiktif
dengan untuk
meniru
perusahaan nyata
Peningkatan
interaktivitas
yang dirasakan
menyebabkan
kredibilitas pesan
yang lebih tinggi
dan perasaan
identifikasi yang
lebih kuat
sehingga dapat
meningkatkan
reputasi
13
Vol. 118, No. 4,
731-746)
untuk
meminimalisir
gangguan.
perusahaan dari
mulut ke mulut.
Hasil tersebut
menyiratkan
bahwa dengan
saluran interaktif
CSR dapat
memperbaiki
reputasi
perusahaan.
4.
Marketing
Communication
dan Brand
Awareness
Jurnal
Humaniora, Vol.
3, No. 1, 215-
222.
Dominikus
Tulasi
BINUS
University,
Jakarta.
(2012)
Dalam penelitian
ini, digunakan
metode kualitatif.
Mencapai
kesadaran merek
adalah tantangan
awal untuk merek
– merek baru,
sementara
mempertahankan
kesadaran merek
tingkat tinggi
adalah tugas yang
berkelanjutan
untuk semua
merek. Faktanya,
komunikasi
pemasaran dapat
mempengaruhi
kesadaran merek
ketika semua alat
bauran pemasaran
dilakukan secara
optimal dalam
penerapannya.
14
5.
Program
Corporate Social
Responsibility di
Industri Hotel :
Sebuah
Keuntungan atau
Kerugian untuk
Hotel ?
Jurnal Binus
Business
Review, Vol. 3,
No.1, 502-512)
Maria Pia
Adiati,
BINUS
University,
Jakarta.
(2012)
Penelitian ini
menggunakan
metode kualitatif
dengan
mengumpulkan
data dari buku,
jurnal, dan
laporan
perkembangan
CSR dari tiga
grup hotel besar
berskala
internasional.
Komitmen yang
kuat dan program
yang terarah
dalam
pelaksanaan
kegiatan CSR
pada industri
hotel bukan
merupakan suatu
kerugian untuk
hotel walaupun
perlu dilakukan
inovasi yang
dapat
mempengaruhi
kegiatan
operasional hotel.
2.2 Landasan Konseptual
2.2.1 Public Relations
2.2.1.1 Definisi Public Relations
Public relations telah didefinikan oleh begitu banyak ahli dalam berbagai
pengertian. Meskipun demikian, hingga saat ini belum terdapat konsensus
mutlak mengenai pengertian dari public relations. Menurut Ruslan (2012),
terdapat tiga hal yang menjadi penyebab definisi public relations yang hingga
kini masih belum mutlak. Pertama, beragamnya definisi public relations yang
telah dirumuskan baik oleh pakar maupun profesional public relations didasari
oleh perbedaan sudut pandang mereka terhadap public relations. Kedua,
perbedaan latar belakang, misalnya definisi yang dilontarkan oleh kalangan
akademisi perguruaan tinggi akan lain bunyinya dengan apa yang diungkapkan
oleh kalangan parktisi public relations. Ketiga, adanya indikasi baik teoritis
15
maupun praktis bahwa kegiatan public relations itu bersifat dinamis dan
fleksibel terhadap perkembangan dinamika kehidupan masyarakat yang
mengikuti kemajuan zaman, khususnya memasuki era globalisasi dan
milenium ketiga saat ini.
Walaupun definisi public relations memiliki pengertian yang berbeda –
beda, namun prinsip dan pengertiannya sama. Sebagai acuan, Cutlip & Center
dalam Wilcox et. al. (2015) mendefinisikan public relations is management
function that identifies, establish, and maintains mutually beneficial
relationship between an organization and the various publics on whom it
success or failure deepens. Jadi, public relations adalah fungsi manajemen
yang mengidentifikasi, menetapkan, dan memelihara hubungan yang saling
menguntungkan antara organisasi dengan berbagai publik yang dengannya
menjadi penentu kesuksesan dan kegagalannya.
Menurut Public Relations Society of America dalam Wilcox et. al.
(2015), public relations is a strategic communication process that builds
mutually beneficial relationship between organizations and their publics.
Melalui definisi PRSA dan PR Modern lainnya, menekankan pembangunan
hubungan saling menguntungkan antara organisasi dan berbagai publiknya.
Sedangkan, menurut Cameron dalam Wilcox et. al. (2015) public relations
didefinisikan sebagai manajemen strategis dalam menghadapi persaingan dan
konflik untuk kepentingan organisasi sendiri - dan bila memungkinkan - juga
untuk keuntungan bersama organisasi dan berbagai pemangku kepentingan
atau masyarakatnya.
2.2.1.2 Kegiatan Public Relations
Menurut Fayol dalam Ruslan (2012), beberapa kegiatan dan sasaran
praktisi public relations adalah sebagai berikut :
1. Membangun identitas dan citra perusahaan (Building Corporate
Identitiy and Image)
a. Menciptakan identitas dan citra perusahaan yang positif.
b. Mendukung kegiatan komunikasi timbal balik dua arah
dengan berbagai pihak.
16
2. Menghadapi Krisis (Facing Crisis)
a. Menangani keluhan dan menghadapi krisis yang terjadi
dengan membentuk manajemen krisis dan PR Recovery of
Image yang bertugas memperbaiki lost of image dan damage.
3. Mempromosikan Aspek Kemasyarakatan (Promotion Public
Causes)
a. Mempromosikan yang menyangkut kepentingan publik.
b. Mendukung kegiatan kampanye sosial (Ruslan, 2012).
2.2.1.3 Fungsi dan Tujuan Public Relations
Terdapat bergitu banyak fungsi yang dijalankan oleh praktisi public
relations di setiap perusahaan. Beberapa fungsi public relations menurut
Corporate Communication International (CCI) of Baruch College / CUNY di
New York dalam Wilcox et. al. (2015) merupakan strategi komunikasi, dimana
100 persen departmen melaporkan bahwa mereka melakukan fungsi – fungsi
ini. Sepuluh fungsi utama seorang praktisi public relations tersebut, yakni :
Sedangkan, tujuan utama praktisi public relations menurut Rumanti
dalam Puspokusumo (2011) adalah membantu tercapainya tujuan organisasi.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka seorang praktisi public relations dapat
melaksanakan hal-hal seperti berikut :
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Gambar 1.1 Fungsi Public Relations menurut CCI of Baruch College dalam Wilcox et. al. (2015)
17
1. Persuasi dengan pengertian mengubah sikap dan tingkah laku
publik terhadap organisasi demi keuntungan kedua belah pihak.
2. Usaha untuk mengintegrasikan sikap dan perbuatan organisasi
dengan sikap atau perbuatan publik atau sebaliknya.
3. Secara terus menerus menciptakan dan memperbaiki relasi dengan
publik khusus, potensial, umum, pribadi maupun kelompok,
merupakan kelanjutan kehidupan organisasi. Hal ini merupakan
tugas vital yang harus ditingkatkan secara lokal, nasional maupun
internasional. Inilah tugas penting dalam manajemen modern
dewasa ini.
4. Semua kegiatan supaya berhasil baik, perlu perencanaan yang
tepat. Dalam public relations, penelitian sangat mendasar,
merupakan instrumen dengan tujuan untuk menemukan perspektif
yang strategis (Puspokusumo, 2011).
2.2.1.4 Peran Public Relations
Menurut Dozier dalam Puspokusumo (2011) peran praktisi public
relations dapat dibagi menjadi dua, yakni peranan manajerial (communication
manager role) dan peranan teknis (communication technical role). Peranan
manajerial dikenal dengan peranan ditingkat messo (manajemen) dapat
diuraikan menjadi tiga peranan, yakni expert preciber communication, problem
solving process facilitator, dan communication facilitator. Sehingga bila
dijelaskan lebih jauh terdapat empat peranan seorang praktisi public relations,
meliputi:
1. Expert Prescriber Communication
Praktisi public relations dianggap sebagai orang yang ahli. Ia
menasihati pimpinan perusahaan dan organisasi. Hubungan mereka
diibaratkan seperti hubungan dokter dan pasien.
2. Problem Solving Process Facilitator
Praktisi public relations memiliki peranan sebagai fasilitator dalam
proses pemecahan masalah. Pada peranan, ini praktisi public
relations melibatkan diri atau dilibatkan dalam setiap manajemen
(krisis). Ia menjadi anggota tim, bahkan bila memungkinkan
menjadi pemimpin dalam penanganan krisis manajemen.
18
3. Communication Facilitator
Praktisi public relations memiliki peranan sebagai fasilitator
komunikasi perusahaan atau organisasi dengan publik. Baik dengan
publik eksternal maupun internal. Istilah yang paling umum adalah
praktisi public relations sebagai jembatan komunikasi antara publik
dengan perusahaan. Sebagai media atau penengah bila terjadi
miskomunikasi.
4. Technician Communication
Praktisi public relations dianggap sebagai pelaksana teknis
komunikasi. Ia menyediakan layanan di bidang teknis, sementara
kebijakan dan keputusan teknik komunikasi mana yang akan
digunakan bukan merupakan keputusan manajemen dan pihak lain
yang melaksanakannya (Puspokusumo, 2011).
2.2.2 Event & Event Management
2.2.2.1 Definisi Event
Begitu banyak ahli menempatkan event sebagai strategi ataupun media
komunikasi. Pendapat ini misalnya merujuk pada Schmitt (2010) yang
menempatkan event sebagai media komunikasi pemasaran yang fokus pada
pengalaman konsumen yang memberikan kesempatan kepada konsumen untuk
berinteraksi secara langsung dengan perusahaan, merek, dan komunitas. Selain
itu, Ruslan (2012) juga menambahkan pernyataan di atas dengan juga
mendefinisikan bahwa event merupakan pengembangan aktivitas public
relations sebagai salah satu media komunikasi untuk menarik perhatian dan
liputan media pers dan umum terhadap lembaga atau produk tertentu yang
ditampilkan.
Pendapat lain diungkapkan oleh Noor (2013) yang mendefinisikan event
sebagai salah satu kegiatan yang diselenggarakan untuk memperingati hal – hal
penting sepanjang hidup manusia baik secara individu atau kelompok yang
terkait secara adat, budaya, tradisi, dan agama yang diselenggarakan pada
waktu tertentu. Akan tetapi, saat ini konsep perkembangan event sejalan
dengan kemajuan teknologi serta perkembangan kegiatan masyarakat.
19
Perkembangan ini menjadikan jenis event yang berlangsung lebih beraneka
ragam dan tidak terbatas pada kegiatan yang memiliki nilai keragaman, adat,
dan budaya asli saja. Penyelenggaraan event telah berkembang sesuai dengan
keinginan konsumen untuk dapat melihat event tersebut, misalnya event
bersifat keolahragaan, event pengenalan produk, eksibitas, atau lainnya.
Semua aktivitas hidup manusia baik yang diselenggarakan dengan skala
kecil (seperti perayaan ulang tahun atau pernikahan) maupun besar (seperti
acara internasional, yakni olympic games) dikenal dengan sebutan special
event. Melalui penyelenggaraan special event, perusahaan akan memperoleh
begitu banyak keuntungan seperti salah satunya mendapatkan perhatian dari
media dan juga publik. Dengan begitu, diharapkan media akan memberikan
pemberitaan positif mengenai perusahaan, produk, atau klien yang
menyelenggarakan special event tersebut. Dari jenis kegiatannya, setiap event
memiliki kekhasannya dan dirancang untuk menyampaikan suatu pesan kepada
publik.
Dan di sini, ditunjukan bahwa event merupakan salah satu program
public relations yang dapat dijadikan sebagai langkah untuk mendekatkan diri
dengan target pasarnya. Pengelolaan event apabila dilakukan dengan baik, akan
kemudian menghasilkan event yang berkualitas. Dengan begitu, maka event
merupakan salah satu senjata dalam persaingan menarik perhatian pengunjung
atau customer sebanyak - banyaknya. Divisi public relations atau humas-lah
yang mengambil peran dalam penyelenggaraan tersebut. Hal tersebut
dikarenakan divisi public relations yang memang erat kaitannya dengan segala
bentuk aktivitas mengenai perusahaan, antara lain menjalin hubungan baik
dengan media (media relations), membuat press release, customer relations,
merencanakan serta mengorganisasikan event, dan masih banyak lagi.
2.2.2.2 Karakteristik Special Event
Event memiliki beberapa karakteristik karena setiap penyelenggaraan
event harus memiliki ciri tersendiri. Karakteristik tersebut, yakni (Noor, 2013) :
1. Keunikan
Kunci utama suksesnya sebuah event adalah pengembangan ide.
Jika organizer dapat merealisasikan ide sesuai dengan harapan,
maka event yang diselenggarakan akan memiliki keunikan
20
tersendiri. Event yang pernah diselenggarakan tentunya masih
dapat diulangi pada kesempatan lain. Tetapi keunikan harus
muncul pada setiap penyelenggaraan event meskipun memiliki
tema yang sama.
2. Perishability
Apabila event yang diselenggarakan memiliki keunikan yang khas,
tentunya event tersebut tidak dapat diulangi lagi percis seperti event
sebelumnya. Meskipun penyelenggara dan penetapan standar yang
digunakan sama, akan tetapi tetap saja event yang diselenggarakan
akan sangat berbeda hasilnya. Perishability juga berhubungan
dengan penggunaan fasilitas untuk penyelenggaraan event.
3. Intangibility
Setelah menghadiri event, yang tertinggal dalam benak adalah
pengalaman yang mereka dapatkan dari penyelenggaraan event.
Bagi penyelenggara, ini merupakan tantangan untuk mengubah
bentuk pelayanan intangible menjadi suatu yang berwujud,
sehingga sekecil apapun wujud yang digunakan dalam event
mampu mengubah persepsi pengunjung.
4. Suasana dan pelayanan
Suasana merupakan salah satu karakteristik yang penting pada saat
berlangsungnya event. Event yang diselenggarakan dengan suasana
yang tepat akan menghasilkan sukses besar, tetapi sebaliknya
kegagalan event dihasilkan karena suasana yang tidak tepat. Selain
itu, meskipun suasana yang dibangun telah sesuai dengan tema
yang diharapkan, namun menjadi pengalaman yang tidak menarik
misalnya hanya karena undangan yang tidak sesuai dengan suasana
hati.
5. Interaksi Personal
Interaksi personal dari pengunjung merupakan kunci sukses
penyelenggaraan event. Misalanya, pada penyelenggaraan konser
musik, penonton dilibatkan untuk ikut bernyanyi walaupun hanya
sesekali. Namun, suasana dapat dibangun dan mereka merasa ikut
dilibatkan dalam terselenggaranya event tersebut (Noor, 2013).
21
2.2.2.3 Tahap Pelaksanaan Event
Goldblatt (2014) membagi perencanaan penyelenggaraan event ke dalam
beberapa tahapan agar event berlangsung dengan efektif dan efisien. Tahapan –
tahapan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Research (Riset)
Penelitian yang dilakukan dengan baik akan mengurangi resiko
kegagalan dalam pelaksanaan. Penelitian dilakukan untuk
menentukan kebutuhan, keinginan, dan ekspektasi khalayak
sasaran. Jadi, mereka diharapkan untuk hadir dalam ajang khusus.
Penelitian yang berlangsung harus dilakukan dengan teliti dan
komperhensif.
2. Design (Desain)
Ada banyak cara untuk memulai proses desain, namun penting
untuk diingat bahwa desainer acara terbaik terus mengunjungi
perpustakaan, menghadiri penayangan film perdana dan opera,
mengunjungi galeri seni, dan review majalah untuk mendapatkan
inspirasi. Hal ini dilakukan untuk menemukan ide baru untuk
memperkuat konsep acara yang diusulkan. Tahap desain dapat
diaplikasikan melalui brainstorming dan mind mapping.
3. Planning (Perencanaan)
Research
Design
Planning
Coordination
Evaluation
Gambar 2.2 Model Event Management Goldblatt (2014)
22
Tahap perencanaan dilakukan setelah riset dan desain dilakukan.
Kegiatan ini memerlukan waktu paling panjang dalam seluruh
tahap. Banyak hal yang harus dipertimbangkan pada saat
perencanaan sehingga susunan perencanaan sering kali mengalami
perubahan, penambahan, atau pengurangan sesuai kondisi.
Peraturan pemerintah, kondisi politik, cuaca, dan sebagainya dapat
mengubah perencanaan yang sebelumnya dilakukan.
4. Coordination (Koordinasi)
Penyelenggara acara harus mengelola sumber daya secara efisien.
Sumber daya tersebut meliputi kemampuan administrasi,
koordinasi, marketing, dan risk management. Menghubungkan
empat kompetensi bersama dengan hati – hati selama proses acara
akan mengoptimalkan hasil event.
5. Evaluation (Evaluasi)
Riset, tahap pertama terhubung dengan tahap akhir, evaluasi. Pada
fase ini, perencanaan acara akan bertanya: “Apa yang ingin
dievaluasi, dan bagaimana cara mencapainya?” Perencana dapat
mengevaluasi acara tiap tahapan dari proses manajemen event
untuk mendapatkan review secara komperhensif dari semua tahap
(Goldblatt, 2014).
2.2.2.4 Penyelenggaraan Event yang Efektif
Banyak ahli memiliki pendapat yang hampir sama mengenai
penyelenggaraan event yang efektif. Menurut Shone & Parry (2002); Rogers
(2003), untuk memudahkan event dapat diselenggarakan dengan baik, maka
ada beberapa pertanyaan dasar yang harus ditanya dan dijawab. Pertanyaan
tersebut adalah sebagai berikut (Noor, 2013) :
1. Kenapa event harus diselenggarakan?
2. Siapa yang akan terlibat dalam proses penyelenggaraan event?
3. Informasi atau riset apa saja yang dibutuhkan untuk mengambil
keputusan pada penyelenggaraan event?
4. Informasi apa saja yang dibutuhkan untuk terselenggaranya event
tersebut?
5. Bagaimana event akan diselenggarakan?
23
6. Dimanakah event akan diselenggarakan?
7. Kapan event akan diselenggarakan? (Noor, 2013).
Kesemua pertanyaan di atas tentunya berbeda untuk setiap event yang
akan diselenggarakan, maka diperlukan pertanyaan lainnya yang berhubungan
dengan event secara khusus untuk setiap event.
2.2.3 Corporate Social Responsibility (CSR)
2.2.3.1 Definisi Corporate Social Responsibility (CSR)
Tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility
(CSR) merupakan tanggung jawab yang diberikan oleh perusahaan kepada
masyarakat sehingga terjadi kontribusi yang positif. Definisi CSR sangatlah
beragam, bergantung pada visi dan misi korporat yang disesuaikan dengan
needs, desire, wants, dan interest komunitas (Rahman, 2009). Begitu banyak
tokoh dan komunitas mengungkapkan definisi dari CSR. Beberapa
diantaranya, yakni :
1. Trinidads & Tobacco Bureau of Standarts dalam Rahman (2009)
mengungkapkan bahwa Corporate Social Responsibity (CSR)
merupakan komitmen usaha untuk bertindak etis, beroperasi secara
legal, dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan
dengan peningkatan kualitas hidup karyawan dan keluarganya,
komunitas lokal, dan masyarakat luas.
2. The World Business Council for Sustainable Develompment dalam
Rahman (2009) mengungkapkan bahwa Corporate Social
Responsibity (CSR) merupakan komitmen bisnis untuk
berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja
dengan karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut, berikut
komunitas setempat (lokal) dan masyarakat secara keseluruhan
dalam rangka meningkatkan kualitas hidup.
Selain itu, Baker dalam Simpson & Taylor (2013) menegaskan bahwa
Corporate Social Responsibility tentang bagaimana perusahaan mengelola
proses bisnis untuk menghasilkan dampak positif keseluruhan pada
masyarakat.
24
Meskipun begitu banyak definisi, namun esensi dari CSR merupakan
wujud dari timbal balik dari korporat kepada komunitas. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara melakukan dan menghasilkan bisnis berdasar pada niat
tulus guna memberi kontribusi yang paling positif pada komunitas.
Berdasarkan definisi dari tokoh dan komunitas diatas, menekankan bahwa
perusahaan memiliki tanggung jawab yang lebih luas terhadap masyarakat
dalam hal beretika, sosial, ekonomi, lingkungan dan membentuk pemahaman
dasar tentang istilah CSR.
2.2.3.2 Unsur Corporate Social Responsibility
Rahman (2009) mengungkapkan dalam prakteknya di lapangan, suatu
kegiatan disebut CSR ketika memiliki sejumlah unsur sebagai berikut :
1. Continuity and Sustainability (Berkesinambungan dan
Berkelanjutan)
Continuity and Sustainability (Berkesinambungan dan
Berkelanjutan) merupakan unsur vital dari Corporate Social
Responsibility (CSR). Suatu kegiatan amal yang berdasar tren
ataupun incidental, bukanlah CSR. CSR merupakan hal yang
bercirikan pada long term perspective bukan instan, happening,
CSR
Two Ways Communication
Community EmpowermentContinuity & Sustainability
Gambar 2.3 Karakter CSR menurut Rahman (2009)
25
ataupun booming. CSR adalah suatu mekanisme kegiatan yang
terencakana, sistematis, dan dapat dievaluasi.
2. Community Empowerment (Pemberdayaan Komunitas)
Membedakan CSR dengan kegiatan yang bersifat charity ataupun
philanthropy semata. Tindakan – tindakan kedermawanan
meskipun membantu komunitas, tetapi tidak menjadikannya
mandiri. Salah satu indikasi dari suksesnya program CSR adalah
adanya kemandirian yang lebih pada komunitas, dibandingkan
dengan sebelum program CSR hadir.
3. Two Ways Communication (Dua Arah)
Artinya program CSR bersifat dua arah. Korporat bukan lagi
berperan sebagai komunikator semata, tetapi juga harus mampu
mendengarkan aspirasi dari komunitas. Ini dapat dilakukan dengan
need assessment, yaitu sebuah survei untuk mengetahui needs,
desires, interest, dan wants dari komunitas (Rahman, 2009).
2.2.3.3 Triple Bottom Line
Menurut Badri dalam Pahlevi & Rossy (2015) CSR merupakan sebuah
gagasan. Perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak
pada singgle bottom line saja melainkan pada triple bottom line, yang berarti
bahwa nilai perusahaan tidak didasarkan pada kondisi keuangan saja melainkan
kondisi sosial dan lingkungan juga berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Jadi, keberlangsungan perusahaan didasarkan pada keuangan, kondisi
lingkungan, dan kondisi sosial (triple bottom line).
Elkington dalam Simpson & Taylor (2013) juga mengemukakan
pemahaman yang serupa sehingga memperkuat pendapat yang dikemukakan
oleh Badri di atas. Menurutnya, konsep Triple Bottom Line digunakan sebagai
landasan prinsipal dalam aplikasi program CSR pada sebuah perusahaan. Tiga
kepentingan yang menjadi satu ini merupakan garis besar dan tujuan utama
tanggung jawab sosial sebuah perusahaan. Unsur Triple Buttom Line tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Keuangan
Pada diagram di atas, Profit atau Keuntungan istilahnya disamakan
dengan Keuangan. Keuntungan merupakan unsur terpenting dan
26
menjadi tujuan utama dari setiap kegiatan usaha. Keuntungan
sendiri pada hakikatnya merupakan tambahan pendapatan yang
dapat digunakan untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan.
2. Kondisi Sosial
Pada diagram di atas, People atau Masyarakat istilahnya disamakan
dengan Kondisi Sosial. Menyadari bahwa masyarakat sekitar
perusahaan merupakan salah satu stakeholder penting bagi
perusahaan karena dukungan masyarakat sekitar sangat diperlukan
untuk keberadaan, kelangsungan hidup dan perkembangan
perusahaan. Perusahaan perlu berkomitmen untuk berupaya
memberikan manfaat sebesar - besarnya kepada masyarakat. Selain
itu, operasi perusahaan berpotensi memberikan dampak kepada
masyarakat sekitar. Tanggung jawab sosial perusahaan didasarkan
pada keputusan perusahaan tersebut tidak bersifat paksaan atau
tuntutan masyarakat sekitar. Untuk memperkokoh komitmen dalam
tanggung jawab sosial diperlukan pandangan menganai Corporate
Social Responsibility (CSR). Melalui kegiatan sosial perusahaan
maka itu dapat dikatakan melakukan investasi masa depan dan
timbal baliknya masyarakat juga akan ikut serta menjaga eksistensi
perusahaan.
3. Kondisi Lingkungan
Pada diagram di atas, Planet atau Lingkungan istilahnya disamakan
dengan Kondisi Lingkungan. Lingkungan merupakan sesuatu yang
terkait dengan seluruh bidang kehidupan perusahaan. Hubungan
perusahaan dan lingkungan adalah hubungan sebab akibat yaitu
jika perusahaan merawat lingkungan maka lingkungan akan
bermanfaat bagi perusahaan. Sebaliknya jika perusahaan merusak
lingkungan maka lingkungan juga akan tidak memberikan manfaat
kepada perusahaan (Pahlevi & Rossy, 2015).
27
Dengan demikian, penerapan konsep Triple Bottom Line yakni profit,
people, dan planet sangat diperlukan sebuah perusahaan dalam menjalankan
operasinya. Sebuah perusahaan tidak hanya mencari keuntungan saja,
melainkan juga memperdulikan masyarakat dan lingkungan sekitar perusahaan.
2.2.4 Brand dan Branding
2.2.4.1 Merek / Brand
Merek atau brand adalah salah satu faktor yang sangat menentukan
keberhasilan suatu produk. Merek juga berfungsi untuk membedakan produk
yang satu dengan produk yang lain. Itulah yang membuat banyak perusahaan
dan investor menyadari bahwa merek merupakan salah satu aset perusahaan
yang paling berharga. Hal ini disebabkan karena nama atau merek suatu
produk maupun suatu perusahaan menyangkut citra dan persepsi, yang
merupakan salah satu kriteria pertimbangan yang digunakan oleh konsumen
untuk membeli produknya. Merek merupakan hal yang menentukan masa
depan suatu perusahaan. Merek haruslah memiliki jiwa dan karakter karena
Keberlangsungan Perusahaan
Keuangan
Kondisi Lingkungan
Kondisi Sosial
Gambar 2.4 Konsep Triple Buttom Line menurut Elkington
dalam Simpson & Taylor (2013)
28
merek juga berfungsi sebagai pembeda atas produk yang sama dari pesaing
(Muhammad & Abdurachman, 2009).
Menurut Aaker dalam Durianto (2004), merek adalah nama, istilah,
tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi hal-hal tersebut untuk medefinisikan
barang atau jasa seseorang atau sekelompok penjual dan untuk
membedakannya dari produk pesaing. Sedangkan, menurut Rahendy (2014),
suatu merek adalah suatu nama, istilah, simbol, desain, atau gabungan
keempatnya, yang mengidentifikasikan produk para penjual dan
membedakannya dari produk pesaing. Nama atau merek merupakan bagian
yang dapat diucapkan, termasuk huruf - huruf, kata - kata dan angka - angka.
Merek mempunyai manfaat utama: identifikasi produk, penjualan berulang dan
penjualan produk baru. Tujuan yang paling utamanya adalah identifikasi
produk. Merek memperbolehkan para pemasar membedakan produk mereka
dari semua produk lainnya.
Dari beberapa pengertian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa
merek mempunyai dua unsur, yaitu brand name yang terdiri dari huruf - huruf
atau kata - kata yang dapat dibaca, serta brand mark yang berbentuk simbol,
desain, atau warna tertentu yang spesifik. Kedua unsur tersebut, selain berguna
untuk membedakan satu produk dari produk pesaingnya juga berguna untuk
mempermudah konsumen untuk mengenali dan mengidentifikasi barang atau
jasa yang hendak dibeli.
Adapun, merek juga dibagi dalam pengertian lainnya (Rangkuti, 2002),
yakni:
1. Brand name (nama merek), yang merupakan bagian yang dapat
diucapkan misalnya, Pepsoden, BMW, Toyota, dan sebagainya.
2. Brand mark (tanda merek), yang merupakan bagian dari merek
yang dapat dikenali namun tidak dapat diucapkan, seperti lambang,
desain huruf atau warna khusus.
3. Trade mark (tanda merek dagang), yang merupakan merek atau
sebagian merek yang dilindungi hukum karena kemampuannya
untuk menghasilkan sesuatu yang istimewa. Tanda dagang ini
melindungi penjual untuk menggunakan nama merek (tanda
merek).
29
4. Copyright (hak cipta), yang merupakan hak istimewa yang
dilindungi oleh undang-undang untuk memproduksi, menerbitkan
dan menjual karya tulis, karya musik, ataupun karya seni
(Rangkuti, 2002).
2.2.4.2 Branding
Mulai sekitar akhir tahun 1980, merek mulai mendapatkan perhatian
khusus setelah para pelaku usaha menilai bahwa brand memiliki peran penting
dalam penjualan produk mereka (Aaker, 2014). Mulai titik ini pula, menurut
Aaker, mulai disadari bahwa brand adalah aset, memiliki ekuitas, dan
menggerakkan strategi serta performa bisnis. Kesadaran ini menimbulkan arus
perubahan yang cukup dramatis dan berpengaruh besar dalam mengubah
persepsi pemasaran serta manajemen brand. Pengelolaan dan manajemen
brand yang tadinya diserahkan begitu saja oleh perusahaan kepada pihak luar,
kini menjadi isu yang penting untuk dibahas terkait strategi perusahaan dalam
menjaga kesetiaan konsumennya. Selaras dengan hal itu maka begitu pun
dengan branding.
Menurut Boomsma & Arnoldus dalam Lestari & Dewi (2016) secara
awam, branding dipahami sebagai kegiatan promosi, iklan, atau publisitas.
Penggiat pemasaran umumnya mengartikan branding sebagai cara sebuah
produk atau jasa dirancang terlihat bagi konsumen apakah menyangkut
pengemasan, logo, atau tagline. Branding merupakan salah satu elemen
penting yang harus dipertimbangkan ketika merencanakan strategi pemasaran
suatu produk (Hamid et. al., 2012). Branding dapat dimanfaatkan untuk
menciptakan image sebuah brand dari sebuah produk dalam benak konsumen
sehingga diharapkan konsumen mengkonsumsi atau membeli produk tersebut.
Dalam sebuah konsep branding, yang perlu dilihat bukan hanya
membuat target pemasaran kita memilih kita di dalam pasar yang penuh
kompetisi namun juga membuat prospek – prospek pemasaran melihat merek
(brand) kita sebagai satu-satunya yang dapat mengatasi atau memberikan
solusi bagi mereka. Berdasarkan hal tersebut maka dalam membangun sebuah
brand diperlukan teknik branding yang tepat. Menurut Knapp dalam Wijaya
(2013) teknik branding diantaranya, yakni differentiation, relevance, esteem,
awareness, dan mind. Adapun, Knapp mengemukakan strategi branding
30
berdasarkan apa yang telah ia teliti. Dasar dari brand strategy adalah rencana
tindakan komprehensif yang digunakan oleh sebuah organisasi untuk
menentukan intisari, menciptakan paradigma merek, dan mendapatkan
keunggulan kompetitif yang terus menerus.
2.2.5 Brand Awareness
2.2.5.1 Definisi Brand Awareness
Kesadaran akan sebuah merek menggambarkan keberadaan merek di
dalam pikiran konsumen, juga menunjukkan kesanggupan seorang calon
pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali suatu merek yang dapat
menjadi penentu dalam beberapa kategori dan biasanya mempunyai peranan
kunci dalam ekuitas merek. Menurut Aaker dalam Rahendy (2014) kesadaran
merek adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau
mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori merek
tertentu. Durianto dalam Ariyan (2013) juga menjelaskan bahwa kesadaran
(awareness) menggambarkan keberadaan merek di dalam pikiran konsumen,
yang dapat menjadi penentu dalam beberapa kategori dan biasanya mempunyai
peranan kunci dalam brand equity.
Secara umum, kesadaran merek menggambarkan persepsi seseorang dan
reaksi kognitif pada sebuah kondisi atau peristiwa. Kesadaran tidak
memerlukan pemahaman penuh karena ia adalah sebuah konsep yang abstrak.
Kesadaran bisa difokuskan pada keadaan internal, seperti insting atau pada
kegiatan eksternal seperti persepsi panca indra. Kesadaran merek adalah
kapasitas konsumen untuk mengenal atau mengingat sebuah merek dan
terdapat hubungan antara merek dan kelas produk, tetapi hubungan tersebut
tidak harus kuat.
Meningkatkan kesadaran adalah suatu mekanisme untuk memperluas
pasar merek. Kesadaran juga mempengaruhi persepsi dan tingkah laku. Peran
kesadaran merek merupakan komponen penyusun ekuitas merek yang sangat
penting. Pada umumnya konsumen cenderung membeli produk yang sudah
terkenal dengan dasar pertimbangan-pertimbangan tertentu yang mampu
menyesuaikan kebutuan konsumen. Peran kesadaran merek dalam ekuitas
31
merek tergantung pada tingkat pencapaian kesadaran merek di benak
konsumen. Jadi, jika kesadaran itu sangat rendah maka hampir dipastikan
bahwa ekuitas mereknya juga rendah. Sehingga, peran brand awareness dalam
keseluruhan brand equity tergantung dari sejauh mana tingkatan kesadaran
yang dicapai oleh suatu merek (Durianto, 2004).
2.2.5.2 Nilai Brand Awareness
Menurut Durianto (2004), peranan kesadaran merek dalam membantu
merek dapat dipahami dengan mengkaji bagaimana kesadaran merek
menciptakan suatu nilai.
Penjelasan dari keempat nilai tersebut adalah sebagai berikut :
1. Perangkat agar menjadi pusat perhatian bagi asosiasi lain
Suatu merek yang kesadarannya tinggi akan membantu asosiasi -
asosiasi melekat pada merek tersebut karena daya jelajah merek
tersebut menjadi sangat tinggi di benak konsumen.
2. Familier / Rasa suka
Jika kesadaran merek kita sangat tinggi, konsumen akan sangat
akrab dengan merek kita, dan lama - kelamaan akan timbul rasa
suka yang tinggi terhadap merek yang kita pasarkan.
3. Substansi / Komitmen
Kesadaran merek dapat menandakan keberadaan, komitmen, dan
inti yang sangat penting bagi suatu perusahaan. Jadi, jika kesadaran
Brand Awareness (Kesadaran Merek)
Perangkat agar menjadi pusat perhatian bagi asosiasi lain
Familier / Rasa Suka
Substansi / Komitmen
Mempertimbangkan Merek
Gambar 2.5 - Nilai Brand Awareness menurut Durianto (2004)
32
atas merek tinggi, kehadiran merek itu akan selalu dapat kita
rasakan.
4. Mempertimbangkan Merek
Langkah pertama dalam suatu proses pembelian adalah menyeleksi
merek - merek yang dikenal dalam suatu kelompok untuk
dipertimbangkan dan diputuskan merek mana yang akan dibeli.
Merek dengan Top of Mind yang tinggi mempunyai nilai
pertimbangan yang tinggi. Sebuah merek dengan kesadaran
konsumen tinggi disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
a. Diiklankan secara luas
b. Eksistensi telah teruji oleh waktu jangkauan distribusi yang
luas
c. Merek tersebut dikelola dengan baik (Durianto, 2004).
2.2.5.3 Level Brand Awareness
Peran brand awareness tergantung pada sejauh mana kadar kesadaran
yang dicapai suatu merek. Tingkatan brand awareness secara berurutan adalah
sebagai berikut menurut Simamora dalam Kamil et. al. (2011) :
Top of Mind(Puncak Pikiran)
Brand Recall(Pengingatan Kembali Merek)
Brand Recognation(Pengenalan Merek)
Unware of Brand(Tidak Menyadari Merek)
Gambar 2.6 - Piramida Brand Awareness menurut Simamora
dalam Kamil et. al. (2011)
33
1. Top of Mind (Puncak Pikiran)
Top of mind menggambarkan merek yang pertama kali diingat
responden atau pertama kali disebut ketika yang bersangkutan
ditanya tentang suatu kategori produk. Top of Mind adalah single
respons question, artinya satu responden hanya boleh memberikan
satu jawaban untuk pertanyaan ini. Jawaban yang disebutkan
pertama kali oleh responden termasuk katagori Top of Mind.
2. Brand Recall (Pengingatan Kembali Merek)
Kategori ini meliputi merek dalam suatu produk yang diingat
konsumen tanpa harus dilakukan pengingatan kembali. Brand
Recall atau pengingatan kembali merek yang mencerminkan merek
– merek apa yang diingat setelah menyebutkan merek pertama kali
tersebut. Brand Recall merupakan multi-response dan diistilahkan
dengan pengingatan kembali tanpa bantuan (unaided recall).
Jawaban berikutnya yang disebutkan oleh responden termasuk
dalam katagori Brand Recall.
3. Brand Recognition (Pengenalan Merek)
Brand Recognition atau pengenalan brand awareness merupakan
pengukuran brand awareness responden di mana kesadaranya
diukur dengan memberikan bantuan. Pertanyaan yang diajukan
dibantu dengan menyebutkan ciri-ciri dari produk merek tersebut
(aided question). Pertanyaan diajukan untuk mengetahui seberapa
banyak responden yang perlu diingatkan akan keberadaan merek
tersebut. Untuk mengukur pengenalan brand awareness selain
mengajukan pertanyaan dapat dilakukan dengan menunjukan foto
yang menggambarkan ciri - ciri merek tersebut (cara ini lebih
efektif dilakukan).
4. Unware of brand (tidak menyadari merek).
Kategori ini termasuk merek yang tetap tidak dikenal walaupun
sudah dilakukan pengingatan kembali lewat bantuan (Kamil et. al.,
2011).
34
2.2.5.4 Upaya memperoleh Brand Awareness
Upaya meraih kesadaran merek, baik dalam tingkat pengenalan maupun
pengingatan kembali, melibatkan dua kegiatan, yaitu berusaha memperoleh
identitas merek dan berusaha mengaitkannya dengan kelas produk tertentu
(Rangkuti, 2004). Pengenalan maupun pengingatan merek akan melibatkan
upaya mendapatkan identitas nama dan menghubungkannya ke kategori
produk. Menurut Durianto (2004) agar brand awareness dapat dicapai dan
diperbaiki dapat ditempuh beberapa cara berikut:
1. Pesan yang disampaikan oleh suatu merek harus mudah diingat
oleh konsumen.
2. Pesan yang disampaikan harus berbeda dibandingkan dengan
lainnya serta harus ada hubungan antara merek dengan kategori
produknya.
3. Memakai slogan atau jingle lagu yang menarik sehingga membantu
konsumen untuk mengingat merek.
4. Jika produk memiliki simbol, hendaknya simbol yang dipakai dapat
dihubungkan dengan mereka.
5. Perluasan merek dapat dipakai agar merek semakin banyak diingat
pelanggan.
6. Brand awareness dapat diperkuat dengan memakai suatu isyarat
yang sesuai kategori produk, merek, atau keduanya.
7. Melakukan pengulangan untuk meningkatkan pengingatan karena
membentuk ingatan lebih sulit dibandingkan membentuk
pengenalan (Durianto, 2004).
35
2.3 Kerangka Pemikiran
Sumber : Hasil Olahan Peneliti (2018)
Kerangka pemikiran di atas merupakan acuan dan pedoman yang digunakan
untuk mengetahui pelaksanaan event yang digelar oleh public relations Hotel Ciputra
Cibubur. Bahwa dalam pelaksanaannya, event ini dirangkai dengan tiga kegiatan
untuk sekaligus berpartisipasi memperingati bulan peduli kanker payudara. Pertama,
Breast Cancer Awareness Corner dimana merupakan tempat memberikan dukungan
secara moril dan materil kepada penderita kanker yang berada di lobby hotel selama
27 hari. Kedua, melangsungkan kegiatan talkshow dengan topik “Early Detection of
Cancer”. Ketiga, kegiatan ditutup dengan olahraga Yoga dan Zumba bersama.
Dengan berjalannya ketiga kegiatan tersebut, maka diharapkan tujuan dari
pelaksanaan event ini dapat tercapai. Keberhasilan pelaksanaan event tersebut tentu
juga akan memberikan pengaruh positif bagi perusahaan yang
menyelenggarakannya. Terutama bagi Hotel Ciputra Cibubur yang mengharapkan
agar terjadi peningkatan brand awareness setelah event ini berlangsung.
Yoga & Zumba
Hotel Ciputra Cibubur
Breast Cancer Awareness Corner
Talkshow
BRAND AWARENESS
Gambar 2.7 Kerangka Pemikiran
Top Related