BAB II 2 - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2017_1_364_Bab2.pdf ·...

26
11 BAB II KAJIAN REFERENSI 2.1 State of the Art Dalam rangka menunjang penelitian ANALISIS PELAKSANAAN KEGIATAN CSR “HEALTH IN PINK” OLEH PUBLIC RELATIONS HOTEL CIPUTRA CIBUBUR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN BRAND AWARENESS DI MATA MASYARAKAT CIBUBUR, untuk memperkaya konstruk penelitian, perlu dilakukan peninjauan terhadap beberapa penelitian sebelumnya yang memiliki bahasa yang hampir sama dengan penelitian ini. Dengan bahan rujukan ini, diharapkan dapat terbentuk kerangka berpikir yang sama untuk menunjang penelitian ini. Maka dari itu, berikut ini adalah beberapa penelitian terdahulu yang digunakan sebagai bahan rujukan penelitian : Table 2.1 State of The Art No. Judul Penelitian Nama Peneliti Metodologi Hasil Penelitian 1. CSR influence on hotel brand image and loyalty (Academia Revista Latinoamericana de Administración, Vol. 27, No. 2, 267-283) Patricia Martinez, Andrea Perez, Rodriguez del Bosque, University of Cantabria, Spain (2013) Penelitian kuantitatif merupakan metode yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian ini. Citra fungsional memiliki pengaruh lebih besar terhadap loyalitas merek. Melihat hal tersebut, maka CSR dapat dilihat memiliki efek langsung yang positif terhadap loyalitas merek.

Transcript of BAB II 2 - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2017_1_364_Bab2.pdf ·...

11

BAB II

KAJIAN REFERENSI

2.1 State of the Art

Dalam rangka menunjang penelitian ANALISIS PELAKSANAAN

KEGIATAN CSR “HEALTH IN PINK” OLEH PUBLIC RELATIONS HOTEL

CIPUTRA CIBUBUR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN BRAND

AWARENESS DI MATA MASYARAKAT CIBUBUR, untuk memperkaya

konstruk penelitian, perlu dilakukan peninjauan terhadap beberapa penelitian

sebelumnya yang memiliki bahasa yang hampir sama dengan penelitian ini. Dengan

bahan rujukan ini, diharapkan dapat terbentuk kerangka berpikir yang sama untuk

menunjang penelitian ini. Maka dari itu, berikut ini adalah beberapa penelitian

terdahulu yang digunakan sebagai bahan rujukan penelitian :

Table 2.1 State of The Art

No. Judul

Penelitian Nama Peneliti Metodologi Hasil Penelitian

1.

CSR influence

on hotel brand

image and

loyalty

(Academia

Revista

Latinoamericana

de

Administración,

Vol. 27, No. 2,

267-283)

Patricia

Martinez,

Andrea Perez,

Rodriguez del

Bosque,

University of

Cantabria,

Spain

(2013)

Penelitian

kuantitatif

merupakan

metode yang

digunakan untuk

menguji hipotesis

penelitian ini.

Citra fungsional

memiliki

pengaruh lebih

besar terhadap

loyalitas merek.

Melihat hal

tersebut, maka

CSR dapat dilihat

memiliki efek

langsung yang

positif terhadap

loyalitas merek.

12

2.

The Impact of

Corporate

Social

Responsibility

on Brand

Awareness :

A case study of

Unilever

Zimbabwe

Private Ltd.

(International

Journal of

Innovative

Research and

Development,

Vol 4, No. 5)

Rangga Gilbert

Chirimubwe,

Bindura

University of

Science

Education,

Zimbabwe

(2015)

Penelitian ini

menggunakan

metode penelitian

kuantitatif.

Digunakan teknik

random sampling

untuk mewakili

berbagai kategori

hingga

memperoleh

jumlah sample

sebanyak 90

responden.

Pelaksanaan

kegiatan CSR

yang dilakukan

oleh Unilever

Zimbabwe

Privste Ltd.

Menghasilkan

adanya hubungan

positif antara

CSR dan brand

awareness.

3.

The Impact of

Interactive

Corporate

Social

Responsibility

Communication

on Corporate

Reputation

(Journal of

Business Ethics,

David Eberle,

Guido Berens,

Ting Li

(2013)

Pendekatan yang

digunakan pada

penelitian ini

adalah

pendekatan

kuantitatif

eksperimental.

Dibuat sebuah

perusahaan fiktif

dengan untuk

meniru

perusahaan nyata

Peningkatan

interaktivitas

yang dirasakan

menyebabkan

kredibilitas pesan

yang lebih tinggi

dan perasaan

identifikasi yang

lebih kuat

sehingga dapat

meningkatkan

reputasi

13

Vol. 118, No. 4,

731-746)

untuk

meminimalisir

gangguan.

perusahaan dari

mulut ke mulut.

Hasil tersebut

menyiratkan

bahwa dengan

saluran interaktif

CSR dapat

memperbaiki

reputasi

perusahaan.

4.

Marketing

Communication

dan Brand

Awareness

Jurnal

Humaniora, Vol.

3, No. 1, 215-

222.

Dominikus

Tulasi

BINUS

University,

Jakarta.

(2012)

Dalam penelitian

ini, digunakan

metode kualitatif.

Mencapai

kesadaran merek

adalah tantangan

awal untuk merek

– merek baru,

sementara

mempertahankan

kesadaran merek

tingkat tinggi

adalah tugas yang

berkelanjutan

untuk semua

merek. Faktanya,

komunikasi

pemasaran dapat

mempengaruhi

kesadaran merek

ketika semua alat

bauran pemasaran

dilakukan secara

optimal dalam

penerapannya.

14

5.

Program

Corporate Social

Responsibility di

Industri Hotel :

Sebuah

Keuntungan atau

Kerugian untuk

Hotel ?

Jurnal Binus

Business

Review, Vol. 3,

No.1, 502-512)

Maria Pia

Adiati,

BINUS

University,

Jakarta.

(2012)

Penelitian ini

menggunakan

metode kualitatif

dengan

mengumpulkan

data dari buku,

jurnal, dan

laporan

perkembangan

CSR dari tiga

grup hotel besar

berskala

internasional.

Komitmen yang

kuat dan program

yang terarah

dalam

pelaksanaan

kegiatan CSR

pada industri

hotel bukan

merupakan suatu

kerugian untuk

hotel walaupun

perlu dilakukan

inovasi yang

dapat

mempengaruhi

kegiatan

operasional hotel.

2.2 Landasan Konseptual

2.2.1 Public Relations

2.2.1.1 Definisi Public Relations

Public relations telah didefinikan oleh begitu banyak ahli dalam berbagai

pengertian. Meskipun demikian, hingga saat ini belum terdapat konsensus

mutlak mengenai pengertian dari public relations. Menurut Ruslan (2012),

terdapat tiga hal yang menjadi penyebab definisi public relations yang hingga

kini masih belum mutlak. Pertama, beragamnya definisi public relations yang

telah dirumuskan baik oleh pakar maupun profesional public relations didasari

oleh perbedaan sudut pandang mereka terhadap public relations. Kedua,

perbedaan latar belakang, misalnya definisi yang dilontarkan oleh kalangan

akademisi perguruaan tinggi akan lain bunyinya dengan apa yang diungkapkan

oleh kalangan parktisi public relations. Ketiga, adanya indikasi baik teoritis

15

maupun praktis bahwa kegiatan public relations itu bersifat dinamis dan

fleksibel terhadap perkembangan dinamika kehidupan masyarakat yang

mengikuti kemajuan zaman, khususnya memasuki era globalisasi dan

milenium ketiga saat ini.

Walaupun definisi public relations memiliki pengertian yang berbeda –

beda, namun prinsip dan pengertiannya sama. Sebagai acuan, Cutlip & Center

dalam Wilcox et. al. (2015) mendefinisikan public relations is management

function that identifies, establish, and maintains mutually beneficial

relationship between an organization and the various publics on whom it

success or failure deepens. Jadi, public relations adalah fungsi manajemen

yang mengidentifikasi, menetapkan, dan memelihara hubungan yang saling

menguntungkan antara organisasi dengan berbagai publik yang dengannya

menjadi penentu kesuksesan dan kegagalannya.

Menurut Public Relations Society of America dalam Wilcox et. al.

(2015), public relations is a strategic communication process that builds

mutually beneficial relationship between organizations and their publics.

Melalui definisi PRSA dan PR Modern lainnya, menekankan pembangunan

hubungan saling menguntungkan antara organisasi dan berbagai publiknya.

Sedangkan, menurut Cameron dalam Wilcox et. al. (2015) public relations

didefinisikan sebagai manajemen strategis dalam menghadapi persaingan dan

konflik untuk kepentingan organisasi sendiri - dan bila memungkinkan - juga

untuk keuntungan bersama organisasi dan berbagai pemangku kepentingan

atau masyarakatnya.

2.2.1.2 Kegiatan Public Relations

Menurut Fayol dalam Ruslan (2012), beberapa kegiatan dan sasaran

praktisi public relations adalah sebagai berikut :

1. Membangun identitas dan citra perusahaan (Building Corporate

Identitiy and Image)

a. Menciptakan identitas dan citra perusahaan yang positif.

b. Mendukung kegiatan komunikasi timbal balik dua arah

dengan berbagai pihak.

16

2. Menghadapi Krisis (Facing Crisis)

a. Menangani keluhan dan menghadapi krisis yang terjadi

dengan membentuk manajemen krisis dan PR Recovery of

Image yang bertugas memperbaiki lost of image dan damage.

3. Mempromosikan Aspek Kemasyarakatan (Promotion Public

Causes)

a. Mempromosikan yang menyangkut kepentingan publik.

b. Mendukung kegiatan kampanye sosial (Ruslan, 2012).

2.2.1.3 Fungsi dan Tujuan Public Relations

Terdapat bergitu banyak fungsi yang dijalankan oleh praktisi public

relations di setiap perusahaan. Beberapa fungsi public relations menurut

Corporate Communication International (CCI) of Baruch College / CUNY di

New York dalam Wilcox et. al. (2015) merupakan strategi komunikasi, dimana

100 persen departmen melaporkan bahwa mereka melakukan fungsi – fungsi

ini. Sepuluh fungsi utama seorang praktisi public relations tersebut, yakni :

Sedangkan, tujuan utama praktisi public relations menurut Rumanti

dalam Puspokusumo (2011) adalah membantu tercapainya tujuan organisasi.

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka seorang praktisi public relations dapat

melaksanakan hal-hal seperti berikut :

0%

20%

40%

60%

80%

100%

Gambar 1.1 Fungsi Public Relations menurut CCI of Baruch College dalam Wilcox et. al. (2015)

17

1. Persuasi dengan pengertian mengubah sikap dan tingkah laku

publik terhadap organisasi demi keuntungan kedua belah pihak.

2. Usaha untuk mengintegrasikan sikap dan perbuatan organisasi

dengan sikap atau perbuatan publik atau sebaliknya.

3. Secara terus menerus menciptakan dan memperbaiki relasi dengan

publik khusus, potensial, umum, pribadi maupun kelompok,

merupakan kelanjutan kehidupan organisasi. Hal ini merupakan

tugas vital yang harus ditingkatkan secara lokal, nasional maupun

internasional. Inilah tugas penting dalam manajemen modern

dewasa ini.

4. Semua kegiatan supaya berhasil baik, perlu perencanaan yang

tepat. Dalam public relations, penelitian sangat mendasar,

merupakan instrumen dengan tujuan untuk menemukan perspektif

yang strategis (Puspokusumo, 2011).

2.2.1.4 Peran Public Relations

Menurut Dozier dalam Puspokusumo (2011) peran praktisi public

relations dapat dibagi menjadi dua, yakni peranan manajerial (communication

manager role) dan peranan teknis (communication technical role). Peranan

manajerial dikenal dengan peranan ditingkat messo (manajemen) dapat

diuraikan menjadi tiga peranan, yakni expert preciber communication, problem

solving process facilitator, dan communication facilitator. Sehingga bila

dijelaskan lebih jauh terdapat empat peranan seorang praktisi public relations,

meliputi:

1. Expert Prescriber Communication

Praktisi public relations dianggap sebagai orang yang ahli. Ia

menasihati pimpinan perusahaan dan organisasi. Hubungan mereka

diibaratkan seperti hubungan dokter dan pasien.

2. Problem Solving Process Facilitator

Praktisi public relations memiliki peranan sebagai fasilitator dalam

proses pemecahan masalah. Pada peranan, ini praktisi public

relations melibatkan diri atau dilibatkan dalam setiap manajemen

(krisis). Ia menjadi anggota tim, bahkan bila memungkinkan

menjadi pemimpin dalam penanganan krisis manajemen.

18

3. Communication Facilitator

Praktisi public relations memiliki peranan sebagai fasilitator

komunikasi perusahaan atau organisasi dengan publik. Baik dengan

publik eksternal maupun internal. Istilah yang paling umum adalah

praktisi public relations sebagai jembatan komunikasi antara publik

dengan perusahaan. Sebagai media atau penengah bila terjadi

miskomunikasi.

4. Technician Communication

Praktisi public relations dianggap sebagai pelaksana teknis

komunikasi. Ia menyediakan layanan di bidang teknis, sementara

kebijakan dan keputusan teknik komunikasi mana yang akan

digunakan bukan merupakan keputusan manajemen dan pihak lain

yang melaksanakannya (Puspokusumo, 2011).

2.2.2 Event & Event Management

2.2.2.1 Definisi Event

Begitu banyak ahli menempatkan event sebagai strategi ataupun media

komunikasi. Pendapat ini misalnya merujuk pada Schmitt (2010) yang

menempatkan event sebagai media komunikasi pemasaran yang fokus pada

pengalaman konsumen yang memberikan kesempatan kepada konsumen untuk

berinteraksi secara langsung dengan perusahaan, merek, dan komunitas. Selain

itu, Ruslan (2012) juga menambahkan pernyataan di atas dengan juga

mendefinisikan bahwa event merupakan pengembangan aktivitas public

relations sebagai salah satu media komunikasi untuk menarik perhatian dan

liputan media pers dan umum terhadap lembaga atau produk tertentu yang

ditampilkan.

Pendapat lain diungkapkan oleh Noor (2013) yang mendefinisikan event

sebagai salah satu kegiatan yang diselenggarakan untuk memperingati hal – hal

penting sepanjang hidup manusia baik secara individu atau kelompok yang

terkait secara adat, budaya, tradisi, dan agama yang diselenggarakan pada

waktu tertentu. Akan tetapi, saat ini konsep perkembangan event sejalan

dengan kemajuan teknologi serta perkembangan kegiatan masyarakat.

19

Perkembangan ini menjadikan jenis event yang berlangsung lebih beraneka

ragam dan tidak terbatas pada kegiatan yang memiliki nilai keragaman, adat,

dan budaya asli saja. Penyelenggaraan event telah berkembang sesuai dengan

keinginan konsumen untuk dapat melihat event tersebut, misalnya event

bersifat keolahragaan, event pengenalan produk, eksibitas, atau lainnya.

Semua aktivitas hidup manusia baik yang diselenggarakan dengan skala

kecil (seperti perayaan ulang tahun atau pernikahan) maupun besar (seperti

acara internasional, yakni olympic games) dikenal dengan sebutan special

event. Melalui penyelenggaraan special event, perusahaan akan memperoleh

begitu banyak keuntungan seperti salah satunya mendapatkan perhatian dari

media dan juga publik. Dengan begitu, diharapkan media akan memberikan

pemberitaan positif mengenai perusahaan, produk, atau klien yang

menyelenggarakan special event tersebut. Dari jenis kegiatannya, setiap event

memiliki kekhasannya dan dirancang untuk menyampaikan suatu pesan kepada

publik.

Dan di sini, ditunjukan bahwa event merupakan salah satu program

public relations yang dapat dijadikan sebagai langkah untuk mendekatkan diri

dengan target pasarnya. Pengelolaan event apabila dilakukan dengan baik, akan

kemudian menghasilkan event yang berkualitas. Dengan begitu, maka event

merupakan salah satu senjata dalam persaingan menarik perhatian pengunjung

atau customer sebanyak - banyaknya. Divisi public relations atau humas-lah

yang mengambil peran dalam penyelenggaraan tersebut. Hal tersebut

dikarenakan divisi public relations yang memang erat kaitannya dengan segala

bentuk aktivitas mengenai perusahaan, antara lain menjalin hubungan baik

dengan media (media relations), membuat press release, customer relations,

merencanakan serta mengorganisasikan event, dan masih banyak lagi.

2.2.2.2 Karakteristik Special Event

Event memiliki beberapa karakteristik karena setiap penyelenggaraan

event harus memiliki ciri tersendiri. Karakteristik tersebut, yakni (Noor, 2013) :

1. Keunikan

Kunci utama suksesnya sebuah event adalah pengembangan ide.

Jika organizer dapat merealisasikan ide sesuai dengan harapan,

maka event yang diselenggarakan akan memiliki keunikan

20

tersendiri. Event yang pernah diselenggarakan tentunya masih

dapat diulangi pada kesempatan lain. Tetapi keunikan harus

muncul pada setiap penyelenggaraan event meskipun memiliki

tema yang sama.

2. Perishability

Apabila event yang diselenggarakan memiliki keunikan yang khas,

tentunya event tersebut tidak dapat diulangi lagi percis seperti event

sebelumnya. Meskipun penyelenggara dan penetapan standar yang

digunakan sama, akan tetapi tetap saja event yang diselenggarakan

akan sangat berbeda hasilnya. Perishability juga berhubungan

dengan penggunaan fasilitas untuk penyelenggaraan event.

3. Intangibility

Setelah menghadiri event, yang tertinggal dalam benak adalah

pengalaman yang mereka dapatkan dari penyelenggaraan event.

Bagi penyelenggara, ini merupakan tantangan untuk mengubah

bentuk pelayanan intangible menjadi suatu yang berwujud,

sehingga sekecil apapun wujud yang digunakan dalam event

mampu mengubah persepsi pengunjung.

4. Suasana dan pelayanan

Suasana merupakan salah satu karakteristik yang penting pada saat

berlangsungnya event. Event yang diselenggarakan dengan suasana

yang tepat akan menghasilkan sukses besar, tetapi sebaliknya

kegagalan event dihasilkan karena suasana yang tidak tepat. Selain

itu, meskipun suasana yang dibangun telah sesuai dengan tema

yang diharapkan, namun menjadi pengalaman yang tidak menarik

misalnya hanya karena undangan yang tidak sesuai dengan suasana

hati.

5. Interaksi Personal

Interaksi personal dari pengunjung merupakan kunci sukses

penyelenggaraan event. Misalanya, pada penyelenggaraan konser

musik, penonton dilibatkan untuk ikut bernyanyi walaupun hanya

sesekali. Namun, suasana dapat dibangun dan mereka merasa ikut

dilibatkan dalam terselenggaranya event tersebut (Noor, 2013).

21

2.2.2.3 Tahap Pelaksanaan Event

Goldblatt (2014) membagi perencanaan penyelenggaraan event ke dalam

beberapa tahapan agar event berlangsung dengan efektif dan efisien. Tahapan –

tahapan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Research (Riset)

Penelitian yang dilakukan dengan baik akan mengurangi resiko

kegagalan dalam pelaksanaan. Penelitian dilakukan untuk

menentukan kebutuhan, keinginan, dan ekspektasi khalayak

sasaran. Jadi, mereka diharapkan untuk hadir dalam ajang khusus.

Penelitian yang berlangsung harus dilakukan dengan teliti dan

komperhensif.

2. Design (Desain)

Ada banyak cara untuk memulai proses desain, namun penting

untuk diingat bahwa desainer acara terbaik terus mengunjungi

perpustakaan, menghadiri penayangan film perdana dan opera,

mengunjungi galeri seni, dan review majalah untuk mendapatkan

inspirasi. Hal ini dilakukan untuk menemukan ide baru untuk

memperkuat konsep acara yang diusulkan. Tahap desain dapat

diaplikasikan melalui brainstorming dan mind mapping.

3. Planning (Perencanaan)

Research

Design

Planning

Coordination

Evaluation

Gambar 2.2 Model Event Management Goldblatt (2014)

22

Tahap perencanaan dilakukan setelah riset dan desain dilakukan.

Kegiatan ini memerlukan waktu paling panjang dalam seluruh

tahap. Banyak hal yang harus dipertimbangkan pada saat

perencanaan sehingga susunan perencanaan sering kali mengalami

perubahan, penambahan, atau pengurangan sesuai kondisi.

Peraturan pemerintah, kondisi politik, cuaca, dan sebagainya dapat

mengubah perencanaan yang sebelumnya dilakukan.

4. Coordination (Koordinasi)

Penyelenggara acara harus mengelola sumber daya secara efisien.

Sumber daya tersebut meliputi kemampuan administrasi,

koordinasi, marketing, dan risk management. Menghubungkan

empat kompetensi bersama dengan hati – hati selama proses acara

akan mengoptimalkan hasil event.

5. Evaluation (Evaluasi)

Riset, tahap pertama terhubung dengan tahap akhir, evaluasi. Pada

fase ini, perencanaan acara akan bertanya: “Apa yang ingin

dievaluasi, dan bagaimana cara mencapainya?” Perencana dapat

mengevaluasi acara tiap tahapan dari proses manajemen event

untuk mendapatkan review secara komperhensif dari semua tahap

(Goldblatt, 2014).

2.2.2.4 Penyelenggaraan Event yang Efektif

Banyak ahli memiliki pendapat yang hampir sama mengenai

penyelenggaraan event yang efektif. Menurut Shone & Parry (2002); Rogers

(2003), untuk memudahkan event dapat diselenggarakan dengan baik, maka

ada beberapa pertanyaan dasar yang harus ditanya dan dijawab. Pertanyaan

tersebut adalah sebagai berikut (Noor, 2013) :

1. Kenapa event harus diselenggarakan?

2. Siapa yang akan terlibat dalam proses penyelenggaraan event?

3. Informasi atau riset apa saja yang dibutuhkan untuk mengambil

keputusan pada penyelenggaraan event?

4. Informasi apa saja yang dibutuhkan untuk terselenggaranya event

tersebut?

5. Bagaimana event akan diselenggarakan?

23

6. Dimanakah event akan diselenggarakan?

7. Kapan event akan diselenggarakan? (Noor, 2013).

Kesemua pertanyaan di atas tentunya berbeda untuk setiap event yang

akan diselenggarakan, maka diperlukan pertanyaan lainnya yang berhubungan

dengan event secara khusus untuk setiap event.

2.2.3 Corporate Social Responsibility (CSR)

2.2.3.1 Definisi Corporate Social Responsibility (CSR)

Tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility

(CSR) merupakan tanggung jawab yang diberikan oleh perusahaan kepada

masyarakat sehingga terjadi kontribusi yang positif. Definisi CSR sangatlah

beragam, bergantung pada visi dan misi korporat yang disesuaikan dengan

needs, desire, wants, dan interest komunitas (Rahman, 2009). Begitu banyak

tokoh dan komunitas mengungkapkan definisi dari CSR. Beberapa

diantaranya, yakni :

1. Trinidads & Tobacco Bureau of Standarts dalam Rahman (2009)

mengungkapkan bahwa Corporate Social Responsibity (CSR)

merupakan komitmen usaha untuk bertindak etis, beroperasi secara

legal, dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan

dengan peningkatan kualitas hidup karyawan dan keluarganya,

komunitas lokal, dan masyarakat luas.

2. The World Business Council for Sustainable Develompment dalam

Rahman (2009) mengungkapkan bahwa Corporate Social

Responsibity (CSR) merupakan komitmen bisnis untuk

berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja

dengan karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut, berikut

komunitas setempat (lokal) dan masyarakat secara keseluruhan

dalam rangka meningkatkan kualitas hidup.

Selain itu, Baker dalam Simpson & Taylor (2013) menegaskan bahwa

Corporate Social Responsibility tentang bagaimana perusahaan mengelola

proses bisnis untuk menghasilkan dampak positif keseluruhan pada

masyarakat.

24

Meskipun begitu banyak definisi, namun esensi dari CSR merupakan

wujud dari timbal balik dari korporat kepada komunitas. Hal ini dapat

dilakukan dengan cara melakukan dan menghasilkan bisnis berdasar pada niat

tulus guna memberi kontribusi yang paling positif pada komunitas.

Berdasarkan definisi dari tokoh dan komunitas diatas, menekankan bahwa

perusahaan memiliki tanggung jawab yang lebih luas terhadap masyarakat

dalam hal beretika, sosial, ekonomi, lingkungan dan membentuk pemahaman

dasar tentang istilah CSR.

2.2.3.2 Unsur Corporate Social Responsibility

Rahman (2009) mengungkapkan dalam prakteknya di lapangan, suatu

kegiatan disebut CSR ketika memiliki sejumlah unsur sebagai berikut :

1. Continuity and Sustainability (Berkesinambungan dan

Berkelanjutan)

Continuity and Sustainability (Berkesinambungan dan

Berkelanjutan) merupakan unsur vital dari Corporate Social

Responsibility (CSR). Suatu kegiatan amal yang berdasar tren

ataupun incidental, bukanlah CSR. CSR merupakan hal yang

bercirikan pada long term perspective bukan instan, happening,

CSR

Two Ways Communication

Community EmpowermentContinuity & Sustainability

Gambar 2.3 Karakter CSR menurut Rahman (2009)

25

ataupun booming. CSR adalah suatu mekanisme kegiatan yang

terencakana, sistematis, dan dapat dievaluasi.

2. Community Empowerment (Pemberdayaan Komunitas)

Membedakan CSR dengan kegiatan yang bersifat charity ataupun

philanthropy semata. Tindakan – tindakan kedermawanan

meskipun membantu komunitas, tetapi tidak menjadikannya

mandiri. Salah satu indikasi dari suksesnya program CSR adalah

adanya kemandirian yang lebih pada komunitas, dibandingkan

dengan sebelum program CSR hadir.

3. Two Ways Communication (Dua Arah)

Artinya program CSR bersifat dua arah. Korporat bukan lagi

berperan sebagai komunikator semata, tetapi juga harus mampu

mendengarkan aspirasi dari komunitas. Ini dapat dilakukan dengan

need assessment, yaitu sebuah survei untuk mengetahui needs,

desires, interest, dan wants dari komunitas (Rahman, 2009).

2.2.3.3 Triple Bottom Line

Menurut Badri dalam Pahlevi & Rossy (2015) CSR merupakan sebuah

gagasan. Perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak

pada singgle bottom line saja melainkan pada triple bottom line, yang berarti

bahwa nilai perusahaan tidak didasarkan pada kondisi keuangan saja melainkan

kondisi sosial dan lingkungan juga berpengaruh terhadap nilai perusahaan.

Jadi, keberlangsungan perusahaan didasarkan pada keuangan, kondisi

lingkungan, dan kondisi sosial (triple bottom line).

Elkington dalam Simpson & Taylor (2013) juga mengemukakan

pemahaman yang serupa sehingga memperkuat pendapat yang dikemukakan

oleh Badri di atas. Menurutnya, konsep Triple Bottom Line digunakan sebagai

landasan prinsipal dalam aplikasi program CSR pada sebuah perusahaan. Tiga

kepentingan yang menjadi satu ini merupakan garis besar dan tujuan utama

tanggung jawab sosial sebuah perusahaan. Unsur Triple Buttom Line tersebut

adalah sebagai berikut :

1. Keuangan

Pada diagram di atas, Profit atau Keuntungan istilahnya disamakan

dengan Keuangan. Keuntungan merupakan unsur terpenting dan

26

menjadi tujuan utama dari setiap kegiatan usaha. Keuntungan

sendiri pada hakikatnya merupakan tambahan pendapatan yang

dapat digunakan untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan.

2. Kondisi Sosial

Pada diagram di atas, People atau Masyarakat istilahnya disamakan

dengan Kondisi Sosial. Menyadari bahwa masyarakat sekitar

perusahaan merupakan salah satu stakeholder penting bagi

perusahaan karena dukungan masyarakat sekitar sangat diperlukan

untuk keberadaan, kelangsungan hidup dan perkembangan

perusahaan. Perusahaan perlu berkomitmen untuk berupaya

memberikan manfaat sebesar - besarnya kepada masyarakat. Selain

itu, operasi perusahaan berpotensi memberikan dampak kepada

masyarakat sekitar. Tanggung jawab sosial perusahaan didasarkan

pada keputusan perusahaan tersebut tidak bersifat paksaan atau

tuntutan masyarakat sekitar. Untuk memperkokoh komitmen dalam

tanggung jawab sosial diperlukan pandangan menganai Corporate

Social Responsibility (CSR). Melalui kegiatan sosial perusahaan

maka itu dapat dikatakan melakukan investasi masa depan dan

timbal baliknya masyarakat juga akan ikut serta menjaga eksistensi

perusahaan.

3. Kondisi Lingkungan

Pada diagram di atas, Planet atau Lingkungan istilahnya disamakan

dengan Kondisi Lingkungan. Lingkungan merupakan sesuatu yang

terkait dengan seluruh bidang kehidupan perusahaan. Hubungan

perusahaan dan lingkungan adalah hubungan sebab akibat yaitu

jika perusahaan merawat lingkungan maka lingkungan akan

bermanfaat bagi perusahaan. Sebaliknya jika perusahaan merusak

lingkungan maka lingkungan juga akan tidak memberikan manfaat

kepada perusahaan (Pahlevi & Rossy, 2015).

27

Dengan demikian, penerapan konsep Triple Bottom Line yakni profit,

people, dan planet sangat diperlukan sebuah perusahaan dalam menjalankan

operasinya. Sebuah perusahaan tidak hanya mencari keuntungan saja,

melainkan juga memperdulikan masyarakat dan lingkungan sekitar perusahaan.

2.2.4 Brand dan Branding

2.2.4.1 Merek / Brand

Merek atau brand adalah salah satu faktor yang sangat menentukan

keberhasilan suatu produk. Merek juga berfungsi untuk membedakan produk

yang satu dengan produk yang lain. Itulah yang membuat banyak perusahaan

dan investor menyadari bahwa merek merupakan salah satu aset perusahaan

yang paling berharga. Hal ini disebabkan karena nama atau merek suatu

produk maupun suatu perusahaan menyangkut citra dan persepsi, yang

merupakan salah satu kriteria pertimbangan yang digunakan oleh konsumen

untuk membeli produknya. Merek merupakan hal yang menentukan masa

depan suatu perusahaan. Merek haruslah memiliki jiwa dan karakter karena

Keberlangsungan Perusahaan

Keuangan

Kondisi Lingkungan

Kondisi Sosial

Gambar 2.4 Konsep Triple Buttom Line menurut Elkington

dalam Simpson & Taylor (2013)

28

merek juga berfungsi sebagai pembeda atas produk yang sama dari pesaing

(Muhammad & Abdurachman, 2009).

Menurut Aaker dalam Durianto (2004), merek adalah nama, istilah,

tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi hal-hal tersebut untuk medefinisikan

barang atau jasa seseorang atau sekelompok penjual dan untuk

membedakannya dari produk pesaing. Sedangkan, menurut Rahendy (2014),

suatu merek adalah suatu nama, istilah, simbol, desain, atau gabungan

keempatnya, yang mengidentifikasikan produk para penjual dan

membedakannya dari produk pesaing. Nama atau merek merupakan bagian

yang dapat diucapkan, termasuk huruf - huruf, kata - kata dan angka - angka.

Merek mempunyai manfaat utama: identifikasi produk, penjualan berulang dan

penjualan produk baru. Tujuan yang paling utamanya adalah identifikasi

produk. Merek memperbolehkan para pemasar membedakan produk mereka

dari semua produk lainnya.

Dari beberapa pengertian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa

merek mempunyai dua unsur, yaitu brand name yang terdiri dari huruf - huruf

atau kata - kata yang dapat dibaca, serta brand mark yang berbentuk simbol,

desain, atau warna tertentu yang spesifik. Kedua unsur tersebut, selain berguna

untuk membedakan satu produk dari produk pesaingnya juga berguna untuk

mempermudah konsumen untuk mengenali dan mengidentifikasi barang atau

jasa yang hendak dibeli.

Adapun, merek juga dibagi dalam pengertian lainnya (Rangkuti, 2002),

yakni:

1. Brand name (nama merek), yang merupakan bagian yang dapat

diucapkan misalnya, Pepsoden, BMW, Toyota, dan sebagainya.

2. Brand mark (tanda merek), yang merupakan bagian dari merek

yang dapat dikenali namun tidak dapat diucapkan, seperti lambang,

desain huruf atau warna khusus.

3. Trade mark (tanda merek dagang), yang merupakan merek atau

sebagian merek yang dilindungi hukum karena kemampuannya

untuk menghasilkan sesuatu yang istimewa. Tanda dagang ini

melindungi penjual untuk menggunakan nama merek (tanda

merek).

29

4. Copyright (hak cipta), yang merupakan hak istimewa yang

dilindungi oleh undang-undang untuk memproduksi, menerbitkan

dan menjual karya tulis, karya musik, ataupun karya seni

(Rangkuti, 2002).

2.2.4.2 Branding

Mulai sekitar akhir tahun 1980, merek mulai mendapatkan perhatian

khusus setelah para pelaku usaha menilai bahwa brand memiliki peran penting

dalam penjualan produk mereka (Aaker, 2014). Mulai titik ini pula, menurut

Aaker, mulai disadari bahwa brand adalah aset, memiliki ekuitas, dan

menggerakkan strategi serta performa bisnis. Kesadaran ini menimbulkan arus

perubahan yang cukup dramatis dan berpengaruh besar dalam mengubah

persepsi pemasaran serta manajemen brand. Pengelolaan dan manajemen

brand yang tadinya diserahkan begitu saja oleh perusahaan kepada pihak luar,

kini menjadi isu yang penting untuk dibahas terkait strategi perusahaan dalam

menjaga kesetiaan konsumennya. Selaras dengan hal itu maka begitu pun

dengan branding.

Menurut Boomsma & Arnoldus dalam Lestari & Dewi (2016) secara

awam, branding dipahami sebagai kegiatan promosi, iklan, atau publisitas.

Penggiat pemasaran umumnya mengartikan branding sebagai cara sebuah

produk atau jasa dirancang terlihat bagi konsumen apakah menyangkut

pengemasan, logo, atau tagline. Branding merupakan salah satu elemen

penting yang harus dipertimbangkan ketika merencanakan strategi pemasaran

suatu produk (Hamid et. al., 2012). Branding dapat dimanfaatkan untuk

menciptakan image sebuah brand dari sebuah produk dalam benak konsumen

sehingga diharapkan konsumen mengkonsumsi atau membeli produk tersebut.

Dalam sebuah konsep branding, yang perlu dilihat bukan hanya

membuat target pemasaran kita memilih kita di dalam pasar yang penuh

kompetisi namun juga membuat prospek – prospek pemasaran melihat merek

(brand) kita sebagai satu-satunya yang dapat mengatasi atau memberikan

solusi bagi mereka. Berdasarkan hal tersebut maka dalam membangun sebuah

brand diperlukan teknik branding yang tepat. Menurut Knapp dalam Wijaya

(2013) teknik branding diantaranya, yakni differentiation, relevance, esteem,

awareness, dan mind. Adapun, Knapp mengemukakan strategi branding

30

berdasarkan apa yang telah ia teliti. Dasar dari brand strategy adalah rencana

tindakan komprehensif yang digunakan oleh sebuah organisasi untuk

menentukan intisari, menciptakan paradigma merek, dan mendapatkan

keunggulan kompetitif yang terus menerus.

2.2.5 Brand Awareness

2.2.5.1 Definisi Brand Awareness

Kesadaran akan sebuah merek menggambarkan keberadaan merek di

dalam pikiran konsumen, juga menunjukkan kesanggupan seorang calon

pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali suatu merek yang dapat

menjadi penentu dalam beberapa kategori dan biasanya mempunyai peranan

kunci dalam ekuitas merek. Menurut Aaker dalam Rahendy (2014) kesadaran

merek adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau

mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori merek

tertentu. Durianto dalam Ariyan (2013) juga menjelaskan bahwa kesadaran

(awareness) menggambarkan keberadaan merek di dalam pikiran konsumen,

yang dapat menjadi penentu dalam beberapa kategori dan biasanya mempunyai

peranan kunci dalam brand equity.

Secara umum, kesadaran merek menggambarkan persepsi seseorang dan

reaksi kognitif pada sebuah kondisi atau peristiwa. Kesadaran tidak

memerlukan pemahaman penuh karena ia adalah sebuah konsep yang abstrak.

Kesadaran bisa difokuskan pada keadaan internal, seperti insting atau pada

kegiatan eksternal seperti persepsi panca indra. Kesadaran merek adalah

kapasitas konsumen untuk mengenal atau mengingat sebuah merek dan

terdapat hubungan antara merek dan kelas produk, tetapi hubungan tersebut

tidak harus kuat.

Meningkatkan kesadaran adalah suatu mekanisme untuk memperluas

pasar merek. Kesadaran juga mempengaruhi persepsi dan tingkah laku. Peran

kesadaran merek merupakan komponen penyusun ekuitas merek yang sangat

penting. Pada umumnya konsumen cenderung membeli produk yang sudah

terkenal dengan dasar pertimbangan-pertimbangan tertentu yang mampu

menyesuaikan kebutuan konsumen. Peran kesadaran merek dalam ekuitas

31

merek tergantung pada tingkat pencapaian kesadaran merek di benak

konsumen. Jadi, jika kesadaran itu sangat rendah maka hampir dipastikan

bahwa ekuitas mereknya juga rendah. Sehingga, peran brand awareness dalam

keseluruhan brand equity tergantung dari sejauh mana tingkatan kesadaran

yang dicapai oleh suatu merek (Durianto, 2004).

2.2.5.2 Nilai Brand Awareness

Menurut Durianto (2004), peranan kesadaran merek dalam membantu

merek dapat dipahami dengan mengkaji bagaimana kesadaran merek

menciptakan suatu nilai.

Penjelasan dari keempat nilai tersebut adalah sebagai berikut :

1. Perangkat agar menjadi pusat perhatian bagi asosiasi lain

Suatu merek yang kesadarannya tinggi akan membantu asosiasi -

asosiasi melekat pada merek tersebut karena daya jelajah merek

tersebut menjadi sangat tinggi di benak konsumen.

2. Familier / Rasa suka

Jika kesadaran merek kita sangat tinggi, konsumen akan sangat

akrab dengan merek kita, dan lama - kelamaan akan timbul rasa

suka yang tinggi terhadap merek yang kita pasarkan.

3. Substansi / Komitmen

Kesadaran merek dapat menandakan keberadaan, komitmen, dan

inti yang sangat penting bagi suatu perusahaan. Jadi, jika kesadaran

Brand Awareness (Kesadaran Merek)

Perangkat agar menjadi pusat perhatian bagi asosiasi lain

Familier / Rasa Suka

Substansi / Komitmen

Mempertimbangkan Merek

Gambar 2.5 - Nilai Brand Awareness menurut Durianto (2004)

32

atas merek tinggi, kehadiran merek itu akan selalu dapat kita

rasakan.

4. Mempertimbangkan Merek

Langkah pertama dalam suatu proses pembelian adalah menyeleksi

merek - merek yang dikenal dalam suatu kelompok untuk

dipertimbangkan dan diputuskan merek mana yang akan dibeli.

Merek dengan Top of Mind yang tinggi mempunyai nilai

pertimbangan yang tinggi. Sebuah merek dengan kesadaran

konsumen tinggi disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

a. Diiklankan secara luas

b. Eksistensi telah teruji oleh waktu jangkauan distribusi yang

luas

c. Merek tersebut dikelola dengan baik (Durianto, 2004).

2.2.5.3 Level Brand Awareness

Peran brand awareness tergantung pada sejauh mana kadar kesadaran

yang dicapai suatu merek. Tingkatan brand awareness secara berurutan adalah

sebagai berikut menurut Simamora dalam Kamil et. al. (2011) :

Top of Mind(Puncak Pikiran)

Brand Recall(Pengingatan Kembali Merek)

Brand Recognation(Pengenalan Merek)

Unware of Brand(Tidak Menyadari Merek)

Gambar 2.6 - Piramida Brand Awareness menurut Simamora

dalam Kamil et. al. (2011)

33

1. Top of Mind (Puncak Pikiran)

Top of mind menggambarkan merek yang pertama kali diingat

responden atau pertama kali disebut ketika yang bersangkutan

ditanya tentang suatu kategori produk. Top of Mind adalah single

respons question, artinya satu responden hanya boleh memberikan

satu jawaban untuk pertanyaan ini. Jawaban yang disebutkan

pertama kali oleh responden termasuk katagori Top of Mind.

2. Brand Recall (Pengingatan Kembali Merek)

Kategori ini meliputi merek dalam suatu produk yang diingat

konsumen tanpa harus dilakukan pengingatan kembali. Brand

Recall atau pengingatan kembali merek yang mencerminkan merek

– merek apa yang diingat setelah menyebutkan merek pertama kali

tersebut. Brand Recall merupakan multi-response dan diistilahkan

dengan pengingatan kembali tanpa bantuan (unaided recall).

Jawaban berikutnya yang disebutkan oleh responden termasuk

dalam katagori Brand Recall.

3. Brand Recognition (Pengenalan Merek)

Brand Recognition atau pengenalan brand awareness merupakan

pengukuran brand awareness responden di mana kesadaranya

diukur dengan memberikan bantuan. Pertanyaan yang diajukan

dibantu dengan menyebutkan ciri-ciri dari produk merek tersebut

(aided question). Pertanyaan diajukan untuk mengetahui seberapa

banyak responden yang perlu diingatkan akan keberadaan merek

tersebut. Untuk mengukur pengenalan brand awareness selain

mengajukan pertanyaan dapat dilakukan dengan menunjukan foto

yang menggambarkan ciri - ciri merek tersebut (cara ini lebih

efektif dilakukan).

4. Unware of brand (tidak menyadari merek).

Kategori ini termasuk merek yang tetap tidak dikenal walaupun

sudah dilakukan pengingatan kembali lewat bantuan (Kamil et. al.,

2011).

34

2.2.5.4 Upaya memperoleh Brand Awareness

Upaya meraih kesadaran merek, baik dalam tingkat pengenalan maupun

pengingatan kembali, melibatkan dua kegiatan, yaitu berusaha memperoleh

identitas merek dan berusaha mengaitkannya dengan kelas produk tertentu

(Rangkuti, 2004). Pengenalan maupun pengingatan merek akan melibatkan

upaya mendapatkan identitas nama dan menghubungkannya ke kategori

produk. Menurut Durianto (2004) agar brand awareness dapat dicapai dan

diperbaiki dapat ditempuh beberapa cara berikut:

1. Pesan yang disampaikan oleh suatu merek harus mudah diingat

oleh konsumen.

2. Pesan yang disampaikan harus berbeda dibandingkan dengan

lainnya serta harus ada hubungan antara merek dengan kategori

produknya.

3. Memakai slogan atau jingle lagu yang menarik sehingga membantu

konsumen untuk mengingat merek.

4. Jika produk memiliki simbol, hendaknya simbol yang dipakai dapat

dihubungkan dengan mereka.

5. Perluasan merek dapat dipakai agar merek semakin banyak diingat

pelanggan.

6. Brand awareness dapat diperkuat dengan memakai suatu isyarat

yang sesuai kategori produk, merek, atau keduanya.

7. Melakukan pengulangan untuk meningkatkan pengingatan karena

membentuk ingatan lebih sulit dibandingkan membentuk

pengenalan (Durianto, 2004).

35

2.3 Kerangka Pemikiran

Sumber : Hasil Olahan Peneliti (2018)

Kerangka pemikiran di atas merupakan acuan dan pedoman yang digunakan

untuk mengetahui pelaksanaan event yang digelar oleh public relations Hotel Ciputra

Cibubur. Bahwa dalam pelaksanaannya, event ini dirangkai dengan tiga kegiatan

untuk sekaligus berpartisipasi memperingati bulan peduli kanker payudara. Pertama,

Breast Cancer Awareness Corner dimana merupakan tempat memberikan dukungan

secara moril dan materil kepada penderita kanker yang berada di lobby hotel selama

27 hari. Kedua, melangsungkan kegiatan talkshow dengan topik “Early Detection of

Cancer”. Ketiga, kegiatan ditutup dengan olahraga Yoga dan Zumba bersama.

Dengan berjalannya ketiga kegiatan tersebut, maka diharapkan tujuan dari

pelaksanaan event ini dapat tercapai. Keberhasilan pelaksanaan event tersebut tentu

juga akan memberikan pengaruh positif bagi perusahaan yang

menyelenggarakannya. Terutama bagi Hotel Ciputra Cibubur yang mengharapkan

agar terjadi peningkatan brand awareness setelah event ini berlangsung.

Yoga & Zumba

Hotel Ciputra Cibubur

Breast Cancer Awareness Corner

Talkshow

BRAND AWARENESS

Gambar 2.7 Kerangka Pemikiran

36