1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia yang berjalan seiring
dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas dimana
manusia tumbuh dan berkembang pula. Belakangan ini, sering terjadi berbagai
perubahan dalam masyarakat Indonesia yang kemudian dikenal sebagai krisis
moral. Tingkat kesejahteraan yang rendah mengakibatkan sebagian masyarakat
lebih cenderung tidak mempedulikan norma atau kaidah hukum yang berlaku.
Tingginya tuntutan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan untuk mempertahankan
hidup, sebagian masyarakat akhirnya memilih untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya dengan caracara yang tidak sesuai dengan norma serta kaidah hukum
yang berlaku. 1
Kemajuan peradaban dan budaya manusia, dibidang ilmu pengetahuan dan
teknologi terutama kecanggihan informasi, komunikasi, dan transportasi sudah
mendunia, dan menjadikan planet bumi menjadi semakin kecil dan seolah olah
tidak terbatas, sehingga kejadian di salah satu tempat di bumi ini dengan cepat dan
dalam waktu yang singkat bahkan bersamaan dapat diketahui di belahan bumi
lainnya. Globalisasi di segala bidang berjalan ekstra cepat sehingga tidak mungkin
satu Negara mengisolasi diri secara politik, social-budaya, ekonomi dan hokum
dalam keterkaitan antarnegara.
1Soedjono Dirdjosisworo, Hukum Pidana Indonesia dan Gelagat Kriminalitas Masyarakat
Pascaindustri,Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Pada FH-UNPAR, (Bandung, 1991), hlm.
10
2
Kehidupan ekonomi antar Negara dengan Negara lain semakin saling
tergantung, sehingga ketentuan hokum dibidang perdagangan internasional dan
bisnis transnasional semakin diperlukan. Soedjono Dirdjosisworo menyatakan
bahwa :
“Kejahatan sekarang menunjukkan bahwa kemajuan ekonomi juga
menimbulkan kejahatanbentuk baru yang tidak kurang bahaya dan
besarnya korban yang diakibatkannya. Indonesia dewasa ini sudah
dilanda kriminalitas kontemporer yang cukup mengancam
lingkungan hidup, sumber energi, dan pola-pola kejahtan di bidang
ekonomi seperti kejahatan bank, kejahtan komputrt, penipuan
terhadap konsumen berupa barang-barang produksi kualitas rendah
yang dikemas indah dan dijajakan lewat advertensi secara besar-
besaran, dan bebagai pola kejahatan korporasi yang beroperasi lewat
penetrasi dan penyamaran.”2
Salah satu bentuk kejahatan yang masih sangat banyak terjadi di
masyarakat yaitu penipuan, dan penggelapan. Bagi para oknum, tindak pidana
tersebut tidaklah begitu sulit untuk dilakukan. Penipuan dapat terlaksana cukup
dengan bermodalkan kemampuan berkomunikasi yang baik sehingga seseorang
dapat meyakinkan orang lain. Saat ini banyak terjadi tindak pidana penipuan,
bahkan telah berubah dengan berbagai macam bentuk. Perkembangan ini
menunjukkan semakin tingginya tingkat intelektualitas dari pelaku kejahatan
penipuan dan penggelapan.
2ibid
3
Penipuan terhadap harta kekayaan akan timbul karena adanya 2 tingkat kehidupan
masyarakat rendah sehingga berakibat semakin melunturnya nilai-nilai
kehidupan.3
Nilai-nilai kehidupan masyarakat yang rendah, memiliki peluang tertentu
kepada sebagian masyarakat untuk melakukan suatu tindak pidana yang erat
hubungannya dengan kepercayaan dan harta kekayaan, yaitu tindak pidana
penipuan. Tindak pidana penipuan merupakan salah satu kejahatan yang
mempunyai objek terhadap benda atau barang untuk dimiliki secara pribadi.
Penipuan adalah suatu bentuk obral janji. Sifat umum dari obral janji itu adalah
bahwa orang dibuat keliru, dan oleh karena itu ia rela menyerahkan barang atau
uangnya.
Kejahatan penipuan itu termasuk “materieel delict” artinya untuk
kesempurnaannya harus terjadi akibat. Sebagaimana diatur dalam Buku Kedua
Bab XXV Pasal 378 KUHP, yaitu:
"Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau
orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau
martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian
kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda
kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang,
3Tri Andrisman .Delik Tertentu dalam KUHP . Bandar Lampung :Unila 2011.hlm. 176
4
diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
tahun. 4
Kejahatan berupa penipuan dan penggelapan diancam dengan sanksi
pidana, dalam penegakannya masih kurang memiliki efek jera terhadap
pelanggarannya, karena dalam penegakan hukum pidana tidak hanya cukup
dengan diaturnya suatu perbuatan yang diatur dalam undang-undang, namun
dibutuhkan juga aparat hukum sebagai pelaksana atas ketentuan undang-undang
serta lembaga yang berwenang untuk menangani suatu kejahatan seperti
kepolisian, kejaksaan dan pengadilan.
Salah satu kejahatan yang masih banyak terjadi yaitu penipuan yang
menawarkan harga paket promo perjalanan umrah yang sangat murah di bawah
harga standart yang dilakukan oleh Biro Perjalanan Umrah. Biro perjalanan
Umroh adalah usaha penyedia jasa perencanaan atau jasa pelayanan
penyelenggaraan ibadah Umroh. Biro perjalanan Umroh merupakan suatu badan
usaha yang dapat memberikan pelayanan tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan dunia perjalanan ibadah umroh dan umroh. Keberadaan biro
perjalanan akan lebih memudahkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan yang
diinginkan. Biro perjalanan umroh dan umroh memberikan jasa dengan tanggung
jawab penuh terjadap pengguna jasa sehingga memberi perlindungan penuh
terhadap pengguna jasa apabila terjadi sesuatu kejadian yang tidak diinginkan.
4 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 378
5
Penipuan yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab yang
terhadap calon jamaah terutama kepada calon jamaah yang kurang jeli dalam
memilih biro perjalanan. Penipuan terhadap penyelenggaraan ibadah umrah yang
melanggar kewenangan dan penyalahgunaan hak, walaupun pemerintah telah
mengeluarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Ibadah Umroh yang telah berlangsung kurang lebih 4 tahun diberlakukannya,
namun masih banyak biro perjalanan umrah yang melakukan penipuan kepada
calon jemaah umrah.5
Di tahun 2017, kembali terjadi biro perjalanan umrah “nakal” yang saat ini
sedang menjadi sorotan yaitu Biro Perjalanan Umrah PT. First Anugerah Karya
Wisata (First Travel). Pemilik First Travel diduga telah melakukan tindak pidana
penipuan, penggelapan, dan pencucian uang dengan modus umrah. Dalam kasus
ini Polisi telah menetapkan tiga tersangka yaitu pemimpin dan pemilik First
Travel, pasangan suami-istri Andika Surachman dan Anniesa Devitasari Hasibuan
serta Direktur Keuangan First Travel yaitu Siti Nuraidah Hasibuan. 6Terkait
dengan kasus First Travel, tulisan ini bermaksud untuk mengkaji tanggung jawab
First Travel atas dugaan tindak pidana penggelapan, penipuan, dan pencucian
uang dengan modus umrah yang telah dilakukannya karena selaku pemilik dan
pemimpin First Travel, tersangka harus mempertanggungjawabkan tindak pidana
yang diduga telah dilakukannya. First Travel diduga telah melakukan penipuan
dengan modus menawarkan paket promo umrah yang sangat murah yaitu
5Undang-Undang No.13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Umrah 6Pelapor Terus Bertambah Calon Jemaah Rugi Rp 848 M”, Media Indonesia, 23 Agustus 2017,
hlm. 23.
6
Rp14,3juta untuk paket regular dan Rp54 juta untuk paket VIP. Paket promo
umrah tersebut berhasil menarik banyak calon jamaah. Jumlah calon jamaah yang
terdaftar di First Travel mencapai 72.672 orang. Namun sebagian besar calon
jamaah tersebut gagal berangkat umrah, dengan total nilai kerugian Rp848,7
miliar. Sejak Desember 2016 hingga Mei 2017, First Travel hanya mampu
memberangkatkan 14.000 jamaah, sedangkan 58.682 calon jamaah lainnya
merugi. Para calon jamaah yang merugi tersebut menyampaikan laporannya ke
crisis centre Bareskrim Polri. Total pelapor mencapai 4.043 orang. Terdapat
laporan lainnya yang disampaikan melalui email yaitu sebanyak 2.280 laporan.
Dalam kasus penipuan umrah oleh First Travel tersebut, jamaah dijanjikan
mendapatkan fasilitas umrah sekelas VIP dengan biaya umrah hanya sebesar
Rp14,3 juta. Biaya tersebut jauh di bawah harga standar minimal biaya umrah
yang ditetapkan oleh Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah RI
(AMPHURI) dan Kemenag RI yaitu sebesar 1.700 USD atau setara dengan
Rp22,61 juta per orang. Selisih biaya Rp8,31 juta tidak diperoleh dari hasil
keuntungan perusahaan, melainkan ditutupi dengan menggunakan uang yang
terkumpul dari jamaah umrah periode berikutnya. First Travel sengaja
memberangkatkan jamaah dalam jumlah kecil sehingga ada tenggang waktu untuk
dapat menggunakan uang yang ada untuk memberangkatkan jamaah yang terlebih
dahulu mendaftar. Kerugian calon jamaah umrah mencapai Rp839,12 miliar.
7Angka tersebut belum termasuk biaya tambahan Rp2,5 juta yang diminta First
Travel pada bulan Mei dengan dalih biaya carter pesawat. First Travel juga
7First Travel Yakin Umrahkan Jamaah”, Republika, 22 Agustus 2017, hlm. 3
7
menawarkan paket Ramadhan dengan biaya tambahan Rp3 juta hingga Rp8 juta
per jamaah. Total kerugian jamaah dengan dalih ini mencapai Rp9,54 miliar.
Tidak hanya merugikan jamaah, Bareskrim Polri juga telah menerima aduan utang
sebesar Rp9,7 miliar First Travel ke provider visa, tiga hotel di Mekah dan tiga
hotel di Madinah dengan total Rp24 miliar, serta ke penyedia tiket penerbangan
sebesar Rp85 miliar.8
Dari aspek hukum, tanggung jawab hukum First Travel dapat dilihat dari
aspek perdata, pidana, dan administratif. Dari aspek perdata, First Travel telah
melakukan wanprestasi tidak memberangkatkan calon jamaah umrah, selain juga
telah melakukan perbuatan melawan hukum (onrechmatige daad dalam Bahasa
Belanda dan Tort dalam Bahasa Inggris). Oleh karena itu First Travel dapat
dituntut secara perdata untuk memenuhi perikatan yaitu memberangkatkan calon
jamaah untuk umrah ke tanah suci. Pemenuhan kewajiban ini tidak boleh
dilakukan sendiri oleh First Travel karena ijin operasional First Travel sebagai
penyelenggara ibadah umrah telah dicabut oleh Kemenag RI. Pemenuhan
kewajiban First Travel tersebut dapat diselenggarakan oleh Biro Perjalanan
Umrah lainnya, namun atas biaya First Travel. Alternatif lainnya, First Travel
dapat dituntut dengan pembatalan perikatan sehingga harus mengembalikan uang
yang telah disetorkan oleh calon jamaah umrah untuk berangkat ke tanah suci.
Terkait dengan pertanggungjawaban perdata tersebut, Majelis Hakim sidang
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat memutuskan First Travel memiliki hutang ke penggugat dan mengabulkan
8 ibid
8
gugatan PKPU dari 3 nasabah First Travel. Ketiga nasabah tersebut adalah
Hendarsih, Ananda Perdana Saleh, dan Euis Hilda Ria. Berdasarkan Pasal 225
ayat (3) dan ayat (4) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang, Majelis menganggap permohonan PKPU
beralasan untuk dikabulkan. Dengan dikabulkannya PKPU maka First Travel
dinyatakan “hidup” dan dapat dimintai pertanggungjawabannya secara perdata
untuk memberangkatkan calon jamaah umrah atau mengembalikan biaya umrah.
9Dari aspek pidana, pertanggungjawaban pidana dapat dimintakan kepada First
Travel karena dinilai telah melakukan kesalahan. Kesalahan merupakan hal yang
sangat penting untuk mempidana seseorang karena di dalam hukum pidana
dikenal asas “tiada pidana tanpa kesalahan (geen straf zonder schuld)”.10 Terkait
dengan hal ini, ada beberapa kesalahan atau tindak pidana yang diduga telah
dilakukan oleh First Travel. Dari aspek administratif, pertanggungjawaban
administratif telah dikenakan kepada First Travel karena telah melakukan
pelanggaran kebijakan atau ketentuan hukum administratif. First Travel telah
dikenai sanksi administratif berupa pencabutan ijin operasional oleh Kemenag RI.
Dengan adanya pencabutan izin tersebut, First Travel tidak dapat
menyelenggarakan ibadah umrah lagi.
Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian terkait tindak
pidana yang mengatasnamakan Biro Perjalanan Umrah dengan judul :
9Erdianto Effendi, Hukum Pidana Indonesia Suatu Pengantar, Bandung: Refika Aditana, 2011 10 ibid
9
“ TINJAUAN HUKUM PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA
KORPORASI SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA DITINJAU DARI
HUKUM PIDANA INDONESIA”
B. RumusanMasalah
Dari uraianlatarbelakangdiatasdapatdiidentifikasikanbeberapamasalah
yang kemudiandirumuskansebagaiberikut :
1. Bagaimana konstruksi hukum yang menjadikan korporasi sebagai pelaku
tindak pidana ?
2. Bagaimana rekonstruksi hukum pertanggungjawaban pidana terhadap
korporasi sebagai pelaku tindak pidana ?
C. TujuanPenelitian
Tujuan dari penelitian dari skripsi ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan mengkaji korporasi dapat dijadikan pelaku tindak
pidana sesuai dengan Hukum Pidana yang berlaku di Indonesia.
2. Untuk Mengetahui dan Mengkaji Rekonstruksi Hukum
Pertanggungjawaban PidanaKorporasi sebagai pelaku tindak pidana
sesuai dengan Hukum yang berlaku di Indonesia.
D. ManfaatPenelitian
Manfaat penelitian ini ialah sebagai berikut:
1. bagi mahasiswa, memberikan pengetahuan tentang Konstruksi Hukum
yang menjadikan Korporasi sebagai pelaku tindak pidana beserta
rekonstruksi hukum Pertanggungjawaban Pidana korporasi sebaga pelaku
tindak pidana sesuai dengan Hukum yang berlaku di Indonesia.
10
2. bagi masyarakat memberikan sumbangsih dari hasil penelitian ini untuk
meningkatkan pengetahuan dan wacana baru mengenai Konstruksi Hukum
yang menjadika korporasi sebagai pelaku tindak pidana beserta
rekonstruksi hukum Pertanggungjawaban Pidana korporasi sesuai dengan
Hukum yang berlaku di Indonesia.
3. bagi penulis, penelitian ini sebagai sarana dalam mengembangkan
wawasan pengetahuan penulis dalam hal Pertanggungjawaban Pidana yang
menjadikan korporasi sebagai pelaku tindak pidana sesuai dengan Hukum
yang berlaku di Indonesia. Selain itu, juga sebagai penulisan tugas akhir
yang merupakan syarat agar dapat memperoleh gelar sarjana hukum di
Fakultas Hukum Muhammadiyah Malang.
E. Kegunaan
Dengan diadakannya penulisan penelitian ini diharapkan dapat
memberikan sumbangsih pemikiran bagi Pemerintah dan para penegak
hukum yang berkaitan dengan Konstruksi hukum yang menjadikan korporasi
sebagai pelaku tindak pidana beserta Rekonstruksi hukum
Pertanggungjawaban Pidana sesuai dengan Hukum yang berlaku di Indonesia.
F. Metodepenulisan
1. Metode Pendekatan
Metode pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini ialah
metode yuridis normatif. Yuridis normatif ialah bentuk penelitian hukum
yang melihat hukum sebagai norma khususnya yang berkaitan dengan
Pertanggung Jawaban Pidana korporasi sebagai pelaku tindak pidanasesuai
11
dengan Hukum yang berlaku di Indonesia.Pendekatan-pendekatan yang
digunakan sebagaimana lazimnya dalam penelitian hukum adalah
pendekatan undang-undang (statute approach), dan pendekatan konseptual
(conceptual approach).
Pendekatan Undang-Undang ditujukan dengan penggunaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan Peraturan Perundang-
undangan dibawahnya. Sedangkan pendekatan konseptual dilakukan
dengan cara menelaah doktrin atau pandangan ahli yang berkembang
dalam konsep tindak pidana dan pertanggung jawaban pidana. Sehingga
penulisan/penelitian ini dapat menghasilkan sebuah kajian yang
komprehensif.
2. JenisBahanHukum
Proses penulis dalam hal mengumpulkan bahan hukum, penulis
menggunakan tiga jenis bahan hukum yaitu:
a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat Autoratif,
artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari
Perundang-undangan, catatan-catatan resmi, atau risalah didalam
pembuatan Peraturan Perundang-undangan dan putusan-putusan
hakim.11 Bahan hukum primer yang digunakan penulis dalam penulisan
ini antara lain:
1) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun
1945
11 Peter Mahmud Marzuki.2009.Penelitian Hukum.Jakarta. Kencana Prenada Mulia.Hal.141
12
2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan
Ibadah Haji dan Umrah
4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
b. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang menunjang bahan
hukum primer. dalam hal ini berupa semua publikasi tentang hukum
yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tersebut
meliputi buku-buku teks, jurnal-jurnal hukum, artikel ilmiah internet,
pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum dan penulisan-penulisan
lainnya12 yang berkaitan dengan keilmuan Hukum Pidana, seperti tema
Tindak Pidana, Pertanggung Jawaban Pidana dan lainnya yang
berkaitan dengan variabel-variabel penelitian ini.
c. Bahan hukum tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang menunjang bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder. Dalam hal ini memberikan
petunjuk atau penjelasan bahan-bahan hukum primer dan sekunder
seperti kamus besar bahasa indonesia, kamus hukum dan eksilopedia.
3. TeknikPengumpulanBahanHukum
Teknik yang dipergunakan untuk menelusuri dan mengumpulkan
bahan hukum yang diperlukan melalui library research (studi
12 Jhony Ibrahim.2006.Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif.Malang. Bayumedia.Hal.
392
13
kepustakaan). Proses penelusuran dan pengumpulan bahan hukum
tersebut dengan melakukan pencarian ke beberapa perpustakaan di
perguruan tinggi antara lain di Universitas Muhammadiyah Malang,
Universitas Brawijaya dan Universitas lainnya,
4. AnalisaBahanHukum
Analisa bahan hukum adalah analisa terhadap bahan hukum dalam
penulisan hukum yang normatif adalah analisa isi (content analysis),
analisa kesesuaian dan analisa keselarasan.13
Setelah keseluruhan bahan hukum telah terkumpul selanjutnya
penulis akan memulai analisis. Analisis yang mana permasalahan hukum
yang diatur dalam Peraturan Perundang-undangan akan dikaji dan
dianalisa dengan kaidah-kaidah dan teori-teori hukum, agar dapat
menjawab permasalahan dengan ilmiah, obyektif, komprehensif dan
dapat dipertanggungjawabkan. Untuk memfokuskan analisa tersebut,
norma-norma dan teori-teori yang harus diutamakan ialah yang berkaitan
langsung dengan Pertanggung Jawaban Pidana dalam kasus Pelayanan
Jasa Umrah oleh PT Anugerah Karya Wisata sesuai dengan Hukum yang
berlaku di Indonesia.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan hukum ini dibagi dalam empat bab. Adapun sistematika yang
dimaksud adalah sebagai berikut.
13Pedoman penulisan hukum.2012.fakultas hukum UMM.hal 19
14
BAB I: PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan pendahuluan yang diawali dengan latar belakang,
rumusan permasalahan yang yang diturunkan dari latar belakang masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian
dan sistematika penelitian. Sub-bab metode penelitian di uraikan lebih lanjut
mengenai metode pendekatan, jenis bahan hukum, tehnik pengumpulan bahan
hukum dan analisa bahan hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang kajian-kajian teoritik yang berkaitan dengan
permasalahan Pertanggung Jawaban Pidana korporasi sebagai pelaku tindak
pidana berdasarkan Hukum yang berlaku di Indonesia.
BAB III: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi pembahasan konstruksi hukum yang menjadikan korporasi
sebagai pelaku tindak pidana beserta Rekonstruksihukum Pertanggung
Jawaban Pidana korporasi sebagai pelaku tindak pidana. Yang berdasarkan
teori-teori dan konsep-konsep yang terdapat di dalam bab sebelumnya.
BAB IV: PENUTUP
Terdapat dua sub-bab dalam bab penutup yaitu kesimpulan yang berisikan
hasil dari BAB III. Selanjutnya saran yang berisikan rekomendasi penulis
terhadap pihak-pihak yang berkaitan atas permasalahan yang dikaji/diteliti.
Top Related