1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Era globalisasi mendorong persaingan industri masuk ke dalam era revolusi
industri 4.0 yang mengandalkan penguasaan dan pengelolaan teknologi informasi
dan ilmu pengetahuan. Istilah revolusi industri 4.0 pertama kali diperkenalkan
oleh pemerintah Jerman pada tahun 2011 dalam event pameran industri Hannover
(Sniderman et al, 2016). Revolusi industri 4.0 merupakan revolusi industri yang
ditandai dengan meningkatnya konektivitas dan interaksi serta adanya peleburan
batas antara sumber daya manusia, mesin, dan sumber daya lainnya yang
mengandalkan teknologi informasi dan komunikasi (kemenperin.go.id). Revolusi
industri 4.0 menuntut perusahaan untuk bisa beradaptasi dengan cepat serta
memiliki kemampuan bersaing yang tinggi. Melalui penggunaan teknologi
informasi dan ilmu pengetahuan yang tepat akan membuat perusahaan tumbuh
menjadi organisasi yang berbasis pengetahuan serta memberikan keunggulan
kompetitif agar perusahaan dapat memenangkan persaingan bisnis (Yusuf dan
Sawitri, 2009 dalam Roviko dan Suaryana, 2018).
Revolusi industri 4.0 mendorong perubahan arah persaingan perusahaan
yang dahulu mengandalkan penguasaan aset fisik menjadi persaingan yang
berbasis penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut Tarigan (2011)
dalam Roviko dan Suaryana (2018) semakin ketatnya persaingan dalam dunia
bisnis menuntut pimpinan perusahaan untuk mengubah pola bisnisnya yang
sebelumnya berfokus pada sumber daya fisik menjadi pola bisnis yang berbasis
2
pengetahuan. Menurut Solikha (2010) dalam Roviko dan Suaryana (2018)
pengetahuan telah diakui sebagai komponen bisnis yang penting dan sumber daya
strategis yang lebih berkelanjutan untuk memperoleh dan mempertahankan
keunggulan bersaing. Penguasaan dan pengelolaan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang baik di dalam perusahaan akan membawa pengaruh positif bagi
perusahaan. Perusahaan yang dapat menghasilkan aset tidak berwujud yang baru,
mengembangkan, memelihara, serta memperbaharui aset tersebut maka akan
memiliki kemampuan dalam menghasilkan suatu nilai dalam melakukan
persaingan bisnis (Santosus, 2002 dalam Roviko dan Suaryana, 2018). Contoh
dari sumber daya tidak berwujud yang dimaksud adalah ilmu pengetahuan dan
teknologi, desain dan implementasi sistem atau proses baru, lisensi, hak kekayaan
intelektual, pengetahuan mengenai pasar serta merk dagang (Mahardika et al,
2014).
Gambar 1.1
Laju Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Besar dan Sedang
Sumber: bps.go.id
3
Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS)
dapat dilihat bahwa produksi industri manufaktur besar dan sedang pada triwulan
kedua 2019 mengalami pertumbuhan sebesar 4.01% dibandingkan dengan tahun
2018. Meski peningkatan pada tahun 2019 sebesar 4.01% tidak sebesar
peningkatan pada tahun 2018 (4.07%) namun data tersebut masih menunjukkan
bahwa industri manufaktur bertumbuh dari tahun 2018. Sektor manufaktur
memiliki beberapa subsektor di dalamnya, dua di antaranya adalah subsektor
consumer goods dan basic industry and Chemical. Sektor consumer goods terdiri
dari perusahaan-perusahaan yang melakukan pengolahan bahan baku menjadi
barang jadi yang digunakan dalam keperluan sehari-hari masyarakat, seperti
contohnya pengolahan makanan dan minuman, dan obat-obatan. Sedangkan
sektor basic industry and chemical terdiri dari perusahaan-perusahaan yang
melakukan pengolahan bahan baku menjadi barang jadi dan bahan-bahan kimia
yang nantinya akan digunakan sebagai bahan dasar pengolahan oleh industri
lainnya, seperti contohnya pengolahan bahan kimia, semen dan formalin.
Selanjutnya menurut Menteri Perindustrian Agus Gumiwang pada kuartal
I tahun 2020 industri manufaktur memberikan kontribusi yang signifikan terhadap
nilai investasi yang masuk ke dalam negeri sebesar 30,4% atau Rp 64 triliun dari
total Rp 210,7 triliun. Nilai ini meningkat 44,7% dibandingkan dengan periode
yang sama pada tahun 2019. Sektor-sektor yang tergolong ke dalam kelompok
consumer goods dan basic industry and chemical menyumbang nilai investasi
yang signifikan seperti contohnya industri makanan dan minuman (Rp 11,6
triliun), dan Industri kimia dan farmasi (Rp 9,83 triliun) (Setkab.go.id).
4
Peningkatan nilai investasi pada kuartal pertama tahun 2020 menunjukkan bahwa
investor memiliki keyakinan yang tinggi terhadap kinerja sektor manufaktur pada
subsektor consumer goods dan basic industry and chemical di tengah masa
pandemi covid-19 di awal tahun 2020. Selain itu momentum meningkatnya modal
dari investasi yang lebih besar terhadap perusahaan dapat dimanfaatkan
perusahaan untuk meningkatkan kinerjanya. Oleh sebab itu penelitian mengenai
faktor-faktor yang memengaruhi kemampuan produksi industri manufaktur
subsektor consumer goods dan basic industry and chemical menjadi penting, dan
salah satunya adalah kemampuan perusahaan dalam melakukan efisiensi dalam
mengelola sumber dayanya.
Gambar 1.2
Indeks Daya Saing 4.0 Indonesia Tahun 2019
5
Sumber: www.weforum.org
Berdasarkan data Global Competitive Index 4.0 yang dirilis oleh World
Econimics Forum pada gambar 1.2 tahun 2019 menunjukkan bahwa Indonesia
menempati posisi ke – 50 dari 141 negara dalam indeks daya saing 4.0 dunia.
Global Competitive Index merupakan peta terperinci tentang faktor dan atribut
yang mendorong produktivitas, pertumbuhan, dan pengembangan sumber daya
manusia pada era revolusi industri 4.0. Penilaian indeks daya saing yang
dilakukan oleh World Economics Forum didasarkan pada 12 pilar daya saing yang
telah ditetapkan sebagai standar penilaian. Pilar-pilar penilaian daya saing tersebut
antara lain institusi, infrastruktur, adopsi informasi komunikasi dan teknologi,
stabilitas makro ekonomi, kesehatan sumber daya manusia, kemampuan sumber
daya manusia, pasar produk, pasar tenaga kerja, sistem finansial, ukuran pasar,
dinamika bisnis, dan kemampuan inovasi. Poin penelitian pada setiap pilar indeks
memiliki rentang dari nol (0) sampai dengan seratus (100), dan jumlah negara
yang diperingkatkan pada tahun 2019 adalah 141 negara. Indeks daya saing 4.0
menunjukkan kemampuan daya saing dari para pelaku industri yang terdapat di
dalam satu negara secara agregat.
Berdasarkan gambar 1.2 dapat dilihat bahwa pada pilar penilaian human
capital skill Indonesia mendapatkan 64 poin dan menempatkan Indonesia pada
peringkat ke-65 untuk kategori penilaian ini. Poin-poin yang menjadi tolak ukur
penilaian pada pilar kemampuan sumber daya manusia adalah rata-rata tahun
lamanya bersekolah, tingkat pelatihan karyawan yang diberikan oleh perusahaan,
6
kualitas pelatihan vokasional, tingkat keahlian lulusan sekolah, kemampuan
digitalisasi pada populasi, tingkat kemudahan menemukan karyawan yang handal,
umur harapan sekolah, tingkat pemikiran kritis dalam belajar mengajar, serta
komposisi jumlah pelajar untuk setiap satu orang pengajar.
Kemudian pada pilar penilaian innovation capability Indonesia
mendapatkan 38 poin dan menempati posisi ke-74 pada kategori penilaian ini.
Poin-poin yang menjadi tolak ukur pengukuran pada pilar kategori ini adalah
keberagaman tenaga kerja, persebaran pusat pengembangan, tingkat ko-invensi
internasional, tingkat kolaborasi multi-pihak, jumlah publikasi ilmiah, jumlah
penerapan paten, keunggulan lembaga penelitian, jumlah penerapan trademark.
Selanjutnya pada pilar kategori information communication and
technology (ICT) adoption Indonesia mendapatkan 55 poin dan menempati posisi
ke-72. Poin-poin yang menjadi tolak ukur dalam pilar kategori ini adalah jumlah
pengguna layanan langganan telepon seluler, jumlah penggunaan layanan mobile
broadband, persebaran layanan internet, serta jumlah pengguna internet. Ketiga
pilar penilaian ini menunjukkan bahwa kemampuan sumber daya manusia serta
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi memainkan peran penting dalam
persaingan industri 4.0. Pemerintah bersama dengan pelaku industri Indonesia
dapat menggunakan data penilaian ini sebagai untuk mengambil kebijakan yang
dianggap perlu untuk meningkatkan kemampuan saing industri Indonesia secara
keseluruhan.
Dalam rangka mempersiapkan Indonesia dalam persaingan industri 4.0
Pemerintah melalui Kementrian Perindustrian telah menyiapkan sebuah program
7
yang bernama Making Indonesia 4.0. Program Making Indonesia merupakan
serangkaian peta strategi pemerintah Indonesia dalam mempersiapkan Indonesia
untuk mampu bersaing dalam era industri 4.0. Program making Indonesia 4.0
dirilis oleh Kemenperin sejak 4 April 2018. Terdapat sepuluh langkah antisipasi
menghadapi revolusi industri 4.0.
Langkah pertama dalam mempersiapkan Indonesia untuk mampu
bersaing di era revolusi industri 4.0 adalah memperbaiki alur aliran barang dan
material dengan memperkuat produksi material pada sektor hulu. Langkah kedua,
mendesain ulang zona industri dengan mendesain peta jalan zona industri
nasional. Langkah ketiga, mengakomodasi standar-standar berkelanjutan seperti
menggunakan sumber daya terbaru dan terbarukan. Langkah keempat,
memberdayakan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dengan teknologi.
Langkah kelima, membangun infrastruktur digital nasional dengan membangun
jaringan dan platform digital terkini. Langkah keenam, menarik minat investasi
asing hal ini dapat mendorong transfer teknologi ke perusahaan lokal. Langkah
ketujuh, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Langkah kedelapan,
pembangunan ekosistem inovasi. Langkah kesembilan, insentif untuk investasi
teknologi. Langkah kesepuluh adalah harmonisasi aturan dan kebijakan lintas
kementerian (www.kemenperin.go.id). Dengan sepuluh langkah ini pemerintah
telah menyiapkan suatu paradigma baru dalam persaingan industri untuk
menghadapi revolusi industri 4.0.
Selain mempersiapkan Indonesia dengan 10 langkah prioritas nasional,
Pemerintah melalui Kementrian Perindustrian juga menyiapkan program skill for
8
competitiveness. Program skill for competitiveness merupakan program kerja sama
Kemenristekdikti, Kemenperin, dan Pemerintah Federal Swiss yang bertujuan
untuk menciptakan pekerja yang berkompetensi (Kemenperin.go.id). Program ini
memiliki 5 sebagai berikut:
1. Memberikan pendidikan vokasi industri menuju dual system model Jerman.
2. Melakukan pembangunan politeknik / akademi komunitas di kawasan industri.
3. Melakukan pembangunan link dan match antara lembaga pendidikan dengan
kebutuhan industri.
4. Memberikan pendidikan dan pelatihan kerja
5. Serta menerbitkan sertifikasi kompetensi.
Terdapat hal yang menarik karena kemampuan dan pengetahuan sumber daya
manusia menjadi salah satu faktor yang memiliki peranan yang sangat penting dan
mendapatkan perhatian dalam menghadapi persaingan revolusi industri 4.0.
Untuk dapat bersaing dalam revolusi industri 4.0 perusahaan diharuskan
untuk dapat mengelola sumber daya perusahaan yang berwujud maupun tidak
berwujud dengan mengandalkan pengembangan pengetahuan dan teknologi di
dalam proses bisnis perusahaan. Barney (1991) dalam Ulum (2017) menyatakan
bahwa dalam sudut pandang resource-based theory sumber daya perusahaan
meliputi seluruh aset, kapabilitas, proses organisasional, atribut-atribut
perusahaan, informasi, pengetahuan, dan lain-lain yang dikendalikan oleh
perusahaan yang memungkinkan perusahaan untuk memahami dan
mengimplementasikan strategi guna meningkatkan efisiensi dan efektivitas
perusahaan. Sumber daya yang baik bagi perusahaan adalah sumber daya yang
9
bersifat unik dan sulit untuk ditiru sehingga dapat menimbulkan keunggulan
kompetitif dari para pesaingnya. Salah satu sumber daya yang sulit untuk ditiru
oleh pesaing adalah kemampuan dan kompetensi yang dimiliki perusahaan.
Menurut Absah (2008) dalam Ulum (2017) semakin tidak terlihat suatu
kompetensi, semakin sulit bagi perusahaan untuk mencari penggantinya dan
semakin besar tantangan bagi para pesaing untuk meniru strategi penciptaan nilai
perusahaan.
Perubahan perhatian perusahaan yang tidak lagi hanya berfokus pada
sumber daya berwujud melainkan juga memerhatikan pengelolaan sumber daya
tidak berwujud melahirkan konsep modal intelektual. Modal intelektual adalah
seluruh pengetahuan, informasi, dan properti intelektual yang mampu mengontrol
ancaman dan menemukan kesempatan sehingga perusahaan dapat meningkatkan
kemampuan kompetitifnya (Pradita dan Solikha, 2017). Brooking (1996) dalam
Ulum (2017) menjelaskan bahwa intellectual capital adalah istilah yang diberikan
kepada kombinasi dari aset tak berwujud, properti intelektual, karyawan, dan
infrastruktur yang memungkinkan perusahaan untuk dapat berfungsi. Selanjutnya
menurut Stewart (1997) dalam Ulum (2017) modal intelektual adalah jumlah dari
segala sesuatu yang ada di perusahaan yang dapat membantu perusahaan untuk
berkompetisi di pasar yang meliputi intellectual material seperti pengetahuan,
informasi, pengalaman, dan intellectual property yang dapat digunakan untuk
menciptakan kesejahteraan. Selanjutnya pengukuran kinerja modal intelektual
menjadi hal yang penting karena para stakeholder perlu suatu alat ukur dalam
10
menilai kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan modal intelektual sebagai
salah satu sumber daya fisik dan non-fisiknya.
Pada tahun 1998 Pulic mengembangkan suatu metode pengukuran
kinerja modal intelektual yang disebut dengan Value Added Intellectual
Coefficient (VAIC™). Kinerja modal intelektual diukur dengan nilai VAIC™.
Nilai VAIC™ mempresentasikan kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan
modal intelektual dalam menghasilkan nilai tambah berdasarkan efisiensi modal
intelektual atau sumber daya intelektual. Perhitungan VAIC™ berfokus pada
kemampuan perusahaan menghasilkan Value Added (VA) yang didasarkan pada:
1. Efisiensi Human Capital (HC) atau modal sumber daya manusia yang
diekspresikan oleh biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk
karyawan seperti contohnya gaji, upah, dan biaya pelatihan dalam
melakukan penciptaan Value Added (VA). Hubungan Human capital
dengan Value Added di ekspresikan dengan nilai Value Added Human
Capital (VAHU).
2. Efisiensi capital employed (CE) yang diekspresikan oleh nilai buku dari
aset perusahaan dalam melakukan penciptaan Value Added (VA),
hubungan Capital Employed dan Value Added diekspresikan oleh nilai
Value Added Capital Employed (VACA).
3. Efisiensi structural capital (SC) / modal struktural dalam melakukan
penciptaan Value Added. Hubungan Structural Capital (SC) dan Value
Added (VA) diekspresikan dengan nilai Structural Capital Value Added
(STVA).
11
Kepemilikan manajerial merupakan proporsi kepemilikan saham yang
dimiliki oleh pihak manajerial perusahaan dengan seluruh saham perusahaan yang
beredar. Purwanto (2011) dalam Ningsih et al (2017) mendefinisikan contoh
kepemilikan manajerial adalah para pemegang saham yang mempunyai
kedudukan di manajemen perusahaan baik sebagai direktur maupun sebagai
dewan komisaris. Kepemilikan manajerial menunjukkan bahwa pihak manajemen
memiliki kepemilikan atas perusahaan yang dikelola yang kemudian akan
memunculkan rasa ikut memiliki yang baik terhadap perusahaan yang
dikelolanya. Oleh karena itu pihak manajemen akan lebih berusaha untuk menjaga
pengelolaan yang optimal atas seluruh sumber daya yang dimiliki perusahaan
termasuk salah satunya adalah modal intelektual. Semakin tinggi proporsi
kepemilikan pihak manajerial mendorong pihak manajerial untuk turut serta
dalam proses penciptaan nilai yang dapat meningkatkan keunggulan kompetitif
jangka panjang (Saleh et al, 2009 dalam Oktavian dan Ahmar, 2019).
Kepemilikan manajerial mendorong pihak manajemen perusahaan untuk
mengurangi sifat oportunis yang berfokus pada keuntungan jangka pendek. Agar
dapat memelihara keuntungan jangka panjang pihak manajerial yang turut
memiliki kepemilikan atas perusahaan yang dikelolanya akan lebih berhati-hati
ketika memilih suatu kebijakan. Pihak manajerial yang juga bertindak sebagai
pemilik perusahaan akan memerhatikan strategi yang akan diambilnya dalam
melakukan penciptaan nilai. Sebagai contoh pihak manajerial perusahaan dapat
menerapkan kebijakan yang mengatur bahwa untuk posisi dan jabatan strategis di
dalam perusahaan memerlukan rekrutan yang memiliki kompetensi, dan sertifikasi
12
yang tepat dalam rangka melakukan efisiensi sumber daya manusia untuk
meningkatkan nilai VAHU. Kebijakan syarat kompetensi ini dapat membantu
perusahaan dalam melakukan penciptaan nilai karena karyawan yang memiliki
kompetensi tertentu dinilai lebih kreatif dalam melakukan penciptaan nilai dan
lebih mampu meningkatkan output perusahaan sehingga nilai VA perusahaan
akan meningkat. Dengan syarat kompetensi yang ditetapkan maka dapat
menghemat pengeluaran perusahaan karena perusahaan tidak perlu lagi
mengeluarkan biaya pelatihan tertentu bagi pegawai untuk dapat menguasai jenis
kompetensi yang dibutuhkan perusahaan, hal ini dapat menghemat jumlah input
perusahaan.
Sebagai contoh selanjutnya pihak manajerial dapat menerapkan
kebijakan bahwa aset-aset produksi perusahaan harus dibeli memenuhi standar
kelayakan yang diinginkan manajerial. Kebijakan ini dapat memungkinkan
perusahaan untuk meningkatkan output perusahaan karena mesin-mesin yang
diperoleh ditujukan untuk meningkatkan output perusahaan. Ketika ouput
perusahaan meningkat dan disertai dengan efisiensi input, atau ketika peningkatan
output perusahaan lebih besar daripada peningkatan input perusahaan maka nilai
VA perusahaan akan meningkat. Jika peningkatan nilai VA diikuti dengan
efisiensi sumber daya aset fisik perusahaan, maka nilai VACA perusahaan akan
meningkat.
Selanjutnya pihak manajerial juga dapat menerapkan kebijakan bahwa
perusahaan harus menggunakan sistem informasi dengan standar kriteria tertentu
sebagai penunjang proses produksi perusahaan. Sistem informasi perusahaan yang
13
digunakan merupakan salah satu modal struktural perusahaan. Modal struktural
yang efisien akan mendorong peningkatan produktivitas perusahaan. Selain itu
ketika manajemen perusahaan mampu melakukan efisiensi human capital dalam
proses penciptaan nilai, maka kontribusi modal struktural perusahaan dalam
menciptakan value added juga akan meningkat. Tingginya nilai structural capital
perusahaan yang diandalkan akan meningkatkan nilai SC dalam proses penciptaan
nilai. Peningkatan kontribusi SC dalam penciptaan value added akan
meningkatkan nilai STVA perusahaan. Sehingga jika perusahaan mampu
meningkatkan nilai VAHU, VACA, dan STVA yang dimilikinya maka kinerja
modal intelektual yang ditunjukkan dengan nilai VAIC™ juga akan meningkat.
Perusahaan mengharapkan nilai VAIC™ yang semakin tinggi karena berarti
perusahaan berhasil melakukan efisiensi sumber daya human capital, capital
employed, dan structural capital dalam proses penciptaan nilai. Penelitian
Oktavian dan Ahmar (2019) menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial
memiliki pengaruh terhadap kinerja modal intelektual. Sedangkan penelitian
Supradnya dan Ulupui (2016) menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial tidak
memiliki pengaruh terhadap kinerja modal intelektual.
Kepemilikan institusional adalah proporsi kepemilikan saham suatu
perusahaan yang dimiliki oleh institusi lokal lain terhadap seluruh jumlah saham
yang beredar. Kepemilikan saham oleh perusahaan efek, perusahaan asuransi,
perusahaan investasi, perbankan, perusahaan pengelola dana pensiun dan
kepemilikan institusi lain merupakan contoh dari kepemilikan institusional (Tarjo,
2008 dalam Supradnya dan Ulupui, 2016). Proporsi kepemilikan saham
14
institusional yang tinggi dapat menjadi alat kontrol yang baik dalam mengawasi
kinerja perusahaan sehingga hal tersebut akan meningkatkan kinerja modal
intelektual (Roviko dan Suaryana, 2018). Dengan adanya dukungan dan
pengawasan yang optimal dari kepemilikan institusional maka efisiensi
pengelolaan dan pemanfaatan modal intelektual akan semakin meningkat
sehingga kinerja modal intelektual juga akan meningkat (Oktavian dan Ahmar,
2019). Kepemilikan institusional perusahaan dapat memberikan pengawasan atas
kebijakan yang dilakukan pihak manajerial dalam mengelola sumber daya yang
dimilikinya. Pihak kepemilikan institusi dapat menempatkan perwakilannya di
dalam perusahaan pada posisi jabatan strategis, hal ini dilakukan guna
mempermudah pengawasan yang dilakukan pihak kepemilikan institusi terhadap
perusahaan dalam melakukan pengelolaan modal intelektual. Selain itu
penempatan perwakilan kepemilikan institusi dalam perusahaan juga
dimaksudkan agar pihak kepemilikan institusi memiliki kuasa dan wewenang
dalam pengambilan putusan strategis perusahaan terkait dengan pengelolaan aset
dan sumber daya perusahaan. Dengan pengawasan yang tepat maka pelatihan
sumber daya manusia yang dilakukan oleh perusahaan akan tepat sasaran dan
efisien. Seperti contohnya dalam hal kualitas dan intensitas pelatihan yang
diberikan kepada pegawai perusahaan sehingga akan meningkatkan produktivitas
sumber daya manusia. Program pelatihan yang tepat akan meningkatkan
kemampuan sumber daya manusia perusahaan untuk menghasilkan output yang
nantinya akan meningkatkan nilai value added yang perusahaan hasilkan. Selain
itu pemberian pelatihan yang tepat akan mengakibatkan biaya yang perusahaan
15
keluarkan terkait pengelolaan sumber daya manusia akan menjadi lebih efisien.
Peningkatan kompetensi sumber daya manusia perusahaan akan meningkatkan
kemampuan inovasi dan kreativitas sumber daya manusia sehingga internal dan
external failure dapat berkurang. Efisiensi human capital dalam proses penciptaan
nilai yang selanjutnya akan meningkatkan nilai VAHU. Pengawasan pihak
kepemilikan institusi dalam optimalisasi kapasitas produksi aset fisik perusahaan
akan meningkatkan efisiensi capital employed dalam proses penciptaan nilai.
Meningkatnya kemampuan produksi aset perusahaan akan meningkatkan output
yang perusahaan hasilkan. Meningkatnya output perusahaan yang disertai dengan
efisiensi input dan pengelolaan aset yang efisien akan meningkatkan nilai VACA
perusahaan. Pengawasan dan usulan pihak kepemilikan institusi dalam hal
pengembangan sumber daya teknologi dalam perusahaan akan meningkatkan nilai
structural capital. Selain itu ketika human capital perusahaan efisien dalam
melakukan penciptaan nilai, maka kontribusi modal struktural perusahaan dalam
penciptaan nilai akan meningkat selanjutnya maka nilai STVA juga akan semakin
besar. Peningkatan nilai VAHU, VACA, dan STVA perusahaan akan
meningkatkan kinerja modal intelektual yang ditunjukkan dengan peningkatan
nilai VAIC™. Perusahaan mengharapkan nilai VAIC™ yang semakin tinggi
karena berarti perusahaan berhasil melakukan efisiensi sumber daya human
capital, capital employed, dan structural capital dalam proses penciptaan nilai.
Penelitian Roviko dan Suaryana (2018) menunjukkan bahwa kepemilikan
institusional tidak berpengaruh terhadap kinerja modal intelektual.
16
Kepemilikan asing merupakan proporsi kepemilikan saham atas suatu
perusahaan yang dimiliki oleh investor asing baik individu maupun institusi
dengan seluruh jumlah saham yang beredar. Kepemilikan asing dapat bertindak
sebagai agen pengawas terhadap kinerja suatu perusahaan. Investor asing
cenderung memilih kebijakan yang akan berdampak meningkatkan keuntungan
jangka panjang. Salah satu cara meningkatkan keuntungan jangka panjang adalah
dengan mendukung kebijakan-kebijakan pengelolaan modal intelektual yang
tepat. Hadirnya investor asing dapat meningkatkan good corporate governance
karena investor asing dianggap sebagai pihak yang concern terhadap hal tersebut
(Supradnya dan Ulupui, 2016). Hadirnya kepemilikan asing perusahaan dapat
mendorong adanya pertukaran informasi pengetahuan ke dalam perusahaan.
Kepemilikan asing bertindak mengawasi kinerja pihak manajerial. Kehadiran
kepemilikan asing dapat mendorong pihak manajemen untuk mengelola sumber
daya perusahaan dengan sebaik-baiknya dalam tujuannya mencapai keuntungan
jangka panjang termasuk di dalamnya pengelolaan modal intelektual. Investor
asing cenderung memilih kebijakan yang akan berdampak meningkatkan
keuntungan jangka panjang. Salah satu cara meningkatkan keuntungan jangka
panjang adalah dengan mendukung kebijakan-kebijakan pengelolaan modal
intelektual yang baik. Selain itu kepemilikan asing dapat membuka pertukaran
informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi ke dalam perusahaan di mana hal ini
baik untuk pertumbuhan modal intelektual perusahaan. Pihak kepemilikan asing
yang memiliki kepemilikan atas entitas dapat menempatkan perwakilannya dalam
posisi strategis perusahaan untuk membantu membuat kebijakan strategis
17
perusahaan terkait dengan pengelolaan sumber daya manusia. Salah satu contoh
pengawasan kepemilikan asing terkait pengelolaan sumber daya manusia adalah
pemberian pelatihan berstandar internasional agar kompetensi sumber daya
manusia perusahaan lebih tinggi. Ketika kompetensi sumber daya manusia
perusahaan lebih tinggi, maka produktivitasnya juga akan meningkat.
Meningkatnya produktivitas sumber daya manusia akan meningkatkan output
perusahaan. Ketika output perusahaan meningkat dan input perusahaan efisien
maka nilai value added perusahaan akan meningkat. Meningkatnya nilai value
added yang disertai pengelolaan sumber daya manusia yang efisien akan
meningkatkan nilai VAHU perusahaan. Kemudian pihak kepemilikan asing dapat
memberikan masukan mengenai pengelolaan atau pemberdayaan aset-aset fisik
dimiliki perusahaan untuk mendorong peningkatan produktivitas. Dengan
menggunakan aset-aset yang sesuai dengan kriteria yang ditentukan dan
melakukan optimalisasi kapasitas produksi. Ketika kapasitas produksi aset
perusahaan meningkat, maka nilai output perusahaan akan meningkat. Ketika
peningkatan output meningkat dan disertai dengan efisiensi input, nilai value
added perusahaan akan meningkat. Meningkatnya nilai value added perusahaan
yang disertai dengan pengelolaan capital employed perusahaan yang efisien akan
meningkatkan nilai VACA perusahaan. Pihak kepemilikan asing juga dapat
membantu memberikan masukan dan melakukan pengawasan terkait
pengembangan sistem informasi teknologi, prosedur, dan proses manajemen yang
lebih efisien untuk meningkatkan kemampuan produksi perusahaan. Semakin
besar dan efisien sistem informasi teknologi yang diandalkan perusahaan dalam
18
melakukan penciptaan nilai akan meningkatkan nilai STVA perusahaan. Selain itu
ketika perusahaan mampu melakukan efisiensi human capital perusahaan dalam
proses penciptaan nilai, maka nilai kontribusi modal struktural perusahaan akan
meningkat. Meningkatnya nilai kontribusi modal struktural perusahaan atau
structural capital (SC) akan meningkatkan nilai STVA perusahaan.
Meningkatnya nilai VAHU, VACA, dan STVA akan meningkatkan kinerja modal
intelektual yang ditunjukkan oleh nilai VAIC™. Perusahaan mengharapkan nilai
VAIC™ yang semakin tinggi karena berarti perusahaan berhasil melakukan
efisiensi sumber daya human capital, capital employed, dan structural capital
dalam proses penciptaan nilai. Hasil penelitian Mahardika et al (2014)
menunjukkan bahwa kepemilikan asing tidak memiliki pengaruh terhadap kinerja
modal intelektual.
Rasio profitabilitas merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan
suatu perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan dan sumber daya
yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang
dan sebagainya (Astuti, dalam Ningsih dan Marta D, 2017). Dalam penelitian ini
tingkat profitabilitas diukur menggunakan rasio return on equity (ROE). Rasio
ROE menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih dari total
nilai ekuitas yang diinvestaikan oleh investor. Tingkat rasio ROE yang semakin
tinggi menunjukkan bahwa perusahaan mampu menghasilkan laba yang lebih
besar dari nilai total ekuitas yang dimilikinya. Peningkatan laba bersih perusahaan
dapat berasal dari peningkatan jumlah output perusahaan yang disertai efisiensi
input perusahaan. Ketika perusahaan berhasil meningkatkan jumlah produksi
19
output dan melakukan efisiensi input maka nilai value added (VA) perusahaan
akan meningkat. Meningkatnya laba dapat digunakan perusahaan untuk
meningkatkan kualitas pengembangan dan pelatihan kompetensi sumber daya
manusia. Ketika pengembangan sumber daya manusia perusahaan ditingkatkan
maka kompetensi sumber daya manusia perusahaan akan meningkat.
Meningkatnya kompetensi sumber daya manusia perusahaan akan meningkatkan
efisiensi sumber daya manusia dalam memproduksi output dan melakukan
penciptaan nilai. Meningkatnya efisiensi sumber daya manusia akan
meningkatkan nilai VAHU. Selanjutnya nilai keuntungan yang meningkat dari
laba dapat digunakan perusahaan untuk memperoleh aset-aset produksi dengan
teknologi yang lebih canggih dan memiliki kemampuan produksi yang lebih
tinggi. Pengoptimalan kapasitas produksi dari mesin-mesin yang lebih canggih
dapat meningkatkan efisiensi capital employed perusahaan dalam proses
penciptaan nilai. Meningkatnya efisiensi capital employed perusahaan dalam
proses penciptaan nilai yang akan meningkatkan VACA perusahaan.
Meningkatnya nilai return on equity menunjukkan meningkatnya nilai laba
perusahaan, selanjutnya keuntungan yang meningkat dapat digunakan perusahaan
untuk mengembangkan sistem informasi dan teknologi perusahaan yang lebih
canggih dan terintegrasi yang dapat diandalkan. Pengembangan sistem informasi
dan teknologi perusahaan akan meningkatkan nilai structural capital. Selain itu
meningkatnya efisiensi sumber daya manusia dalam menghasilkan value added
akan meningkatkan kontribusi structural capital (SC) dalam penciptaan value
added yang kemudian akan meningkatkan nilai STVA. Meningkatnya nilai
20
VAHU, VACA, dan STVA akan meningkatkan kinerja modal intelektual
perusahaan yang ditunjukkan dengan nilai VAIC™. Hal ini berarti semakin tinggi
tingkat ROE akan mendorong semakin baiknya kinerja modal intelektual
perusahaan. Perusahaan mengharapkan nilai VAIC™ yang semakin tinggi karena
berarti perusahaan berhasil melakukan efisiensi sumber daya human capital,
capital employed, dan structural capital dalam proses penciptaan nilai. Penelitian
Ningsih et al (2017) menunjukkan bahwa profitabilitas berpengaruh positif
terhadap kinerja modal intelektual.
Ukuran perusahaan juga menjadi salah satu faktor yang diduga
memengaruhi kinerja modal intelektual. Ukuran perusahaan memberikan
gambaran mengenai besar kecilnya suatu perusahaan yang ditunjukkan oleh total
aset, jumlah penjualan, rata-rata total penjualan dan rata-rata total aset (Roviko
dan Suaryana, 2018). Ukuran perusahaan yang semakin besar menunjukkan
kemampuan perusahaan dalam menginvestasikan sumber dayanya yang semakin
besar pula. Ketersediaan dana dalam jumlah yang besar akan membuat
pengelolaan dan pemeliharaan modal intelektual menjadi semakin optimal dan
akan menghasilkan kinerja modal intelektual yang lebih tinggi. Semakin besar
ukuran perusahaan maka semakin besar pula sumber pendanaan yang dapat
digunakan dalam memelihara dan mengembangkan sumber daya intelektual yang
dimiliki perusahaan. Ukuran perusahaan dalam penelitian ini diukur menggunakan
logaritma natural dari total aset perusahaan. Ukuran aset yang semakin besar dan
efisiensi dalam penggunaannya dapat mendorong peningkatan kapasitas produksi
perusahaan. Peningkatan kapasitas produksi perusahaan berarti peningkatan
21
output perusahaan yang bilamana diikuti dengan efisiensi input maka nilai VA
perusahaan akan meningkat. Perusahaan yang memiliki ukuran yang lebih besar
dan melakukan optimalisasi serta efisiensi kapasitas produksi aset-asetnya dalam
proses penciptaan nilai akan meningkatkan nilai VACA. Kemudian semakin besar
ukuran perusahaan berarti perusahaan memiliki sumber daya yang lebih besar.
Sumber daya aset yang lebih besar akan meningkatkan kemampuan perusahaan
untuk melakukan pengelolaan sumber daya manusia yang tepat. Perusahaan
dengan ukuran yang lebih besar akan lebih mampu untuk memberikan pelatihan
dan pengembangan sumber daya manusia yang dimilikinya. Kemampuan
perusahaan untuk memberikan pelatihan dan pengembangan yang tepat kepada
sumber daya manusianya akan meningkatkan kompetensi dan produktivitas
sumber daya manusia perusahaan. Peningkatan kompetensi dan produktivitas
sumber daya manusia dalam proses penciptaan nilai yang disertai dengan
pengelolaan yang efisien akan meningkatkan nilai VAHU. Selanjutnya
perusahaan yang memiliki aset yang lebih besar memiliki kemampuan untuk
menggunakan sistem informasi dan prosedur operasi yang terintegrasi dalam
menjalankan proses bisnisnya dengan alasan keperluan koordinasi dan kontrol.
Sistem informasi dan prosedur yang dibangun oleh perusahaan merupakan modal
struktural perusahaan. Selain itu ketika efisiensi human capital dalam
menciptakan value added meningkat, maka nilai kontribusi modal struktural (SC)
dalam penciptaan nilai akan meningkat pula. Semakin besar modal struktural yang
diandalkan oleh perusahaan dalam menghasilkan nilai tambah (VA) akan
meningkatkan nilai STVA. Peningkatan nilai VAHU, VACA, dan STVA akan
22
meningkatkan kinerja modal intelektual yang ditunjukkan oleh nilai VAIC™.
Perusahaan mengharapkan nilai VAIC™ yang semakin tinggi karena berarti
perusahaan berhasil melakukan efisiensi sumber daya human capital, capital
employed, dan structural capital dalam proses penciptaan nilai. Penelitian
Mahardika et al (2014) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap kinerja modal intelektual.
Umur perusahaan menggambarkan seberapa lama perusahaan tersebut
dapat bertahan dalam dunia persaingan bisnis. Lamanya perusahaan berdiri dan
beroperasi berdampak kepada pengalaman perusahaan terhadap pengelolaan dan
pemeliharaan modal intelektual. (Mahardika et al, 2014 dalam Roviko dan
Suaryana, 2018). Selain berdampak terhadap pengalaman perusahaan, umur
perusahaan juga berdampak pada jumlah informasi yang dimiliki perusahaan
terkait dengan kebutuhan konstituen dari proses bisnis yang dilaksanakannya.
Informasi-informasi terkait proses bisnis yang dikumpulkan perusahaan seiring
dengan bertambahnya umur perusahaan selanjutnya dapat dijadikan pertimbangan
dalam pengambilan kebijakan dan putusan bisnis. Contoh informasi yang dapat
membantu perusahaan dalam mengambil kebijakan adalah daftar supplier yang
dimiliki perusahaan, pengalaman perusahaan dalam memilih pemasok yang dapat
diandalkan dapat berakibat pada penurunan biaya kerusakan barang, dan kerugian
akibat pengiriman bahan baku yang terlambat. Penurunan biaya persediaan yang
dikeluarkan perusahaan jika diikuti dengan optimalisasi kapasitas produksi atau
output perusahaan dapat mendorong meningkatnya value added perusahaan.
Dengan bertambahnya umur perusahaan maka bertambah pula pengalaman
23
perusahaan dalam memahami kebutuhannya. Salah satu bentuk kebutuhan
perusahaan terkait sumber daya manusia adalah melakukan proses perekrutan.
Pengalaman perusahaan dalam melakukan proses rekrutmen akan membuat
mekanisme perekrutan perusahaan semakin tepat dan disesuaikan dengan
kebutuhan perusahaan. Proses rekrutmen yang tepat akan membantu perusahaan
dalam memilih sumber daya manusia yang berkompetensi sesuai seperti yang
diinginkan perusahaan. Dengan merekrut pegawai yang memiliki kompetensi
yang sesuai dengan yang diinginkan maka kemampuan sumber daya manusia
dalam menghasilkan output akan semakin meningkat. Meningkatnya output yang
dihasilkan perusahaan yang disertai dengan efisiensi input akan berdampak pada
peningkatan nilai value added. Meningkatnya value added yang disertai dengan
efisiensi sumber daya manusia dalam proses penciptaan nilai akan meningkatkan
nilai VAHU perusahaan. Selanjutnya, umur perusahaan juga akan memengaruhi
pengalaman perusahaan dalam memperoleh aset-aset. Perusahaan akan lebih
berpengalaman dalam menentukan kriteria aset yang diinginkannya. Penggunaan
aset-aset produksi yang lebih canggih secara efisien akan meningkatkan kapasitas
produksi perusahaan. Peningkatan kapasitas produksi perusahaan akan
meningkatkan output. Meningkatnya output perusahaan yang disertai dengan
efisiensi input akan membuat nilai value added perusahaan akan meningkat.
Meningkatnya value added perusahaan yang disertai dengan penggunaan aset
yang tepat dan efisien dalam proses penciptaan nilai akan meningkatkan nilai
VACA perusahaan. Selanjutnya perusahaan yang berumur lebih lama memiliki
pengalaman yang lebih banyak dalam mengenali proses bisnisnya. Dengan
24
mengenali proses bisnisnya dengan tepat perusahaan dimungkinkan untuk
mengembangkan sistem informasi dan teknologi untuk mendukung proses
bisnisnya. Semakin lengkap dan terintegrasi sistem informasi dan teknologi yang
diandalkan perusahaan dalam melakukan penciptaan nilai akan meningkatkan
nilai SC. Selain itu ketika perusahaan berhasil melakukan efisiensi sumber daya
manusia dalam melakukan penciptaan value added maka nilai kontribusi modal
struktural atau structural capital (SC) dalam menciptakan nilai tambah akan
meningkat. Meningkatnya nilai SC perusahaan akan meningkatkan nilai STVA
perusahaan. Ketika nilai VAHU, VACA, dan STVA meningkat maka kinerja
modal intelektual yang ditunjukkan oleh nilai VAIC™ akan meningkat pula.
Perusahaan mengharapkan nilai VAIC™ yang semakin tinggi karena berarti
perusahaan berhasil melakukan efisiensi sumber daya human capital, capital
employed, dan structural capital dalam proses penciptaan nilai. Penelitian
Mahardika et al (2014) menunjukkan bahwa umur perusahaan berpengaruh positif
signifikan terhadap kinerja modal intelektual perusahaan.
Objek penelitian ini adalah perusahaan manufaktur subsektor consumer
goods dan basic industry and chemical yang terdaftar di papan utama pencatatan
Bursa Efek Indonesia pada periode 2016-2018. Perusahaan manufaktur adalah
jenis perusahaan yang menerapkan, mesin, peralatan, dan tenaga kerja untuk
mengolah bahan mentah menjadi barang jadi yang layak dijual. Sektor consumer
goods terdiri dari perusahaan-perusahaan yang melakukan pengolahan bahan baku
menjadi barang jadi yang digunakan dalam keperluan sehari-hari masyarakat,
seperti contohnya pengolahan makanan dan minuman, dan obat-obatan.
25
Sedangkan sektor basic industry and chemical terdiri dari perusahaan-perusahaan
yang melakukan pengolahan bahan baku menjadi barang jadi dan bahan-bahan
kimia yang nantinya akan digunakan sebagai bahan dasar pengolahan oleh
industri lainnya, seperti contohnya pengolahan bahan kimia, semen dan formalin.
Pemilihan objek penelitian sektor Consumer Goods dan Basic Industry and
Chemical yang tercatat dalam papan utama Bursa Efek Indonesia (BEI) dilakukan
karena berdasarkan Panduan Go Public yang dirilis oleh Bursa Efek Indonesia
emiten yang tercatat pada papan utama adalah perusahaan yang memiliki ukuran
besar dan track record serta memiliki jumlah pemegang saham lebih dari 1.000
pihak, sehingga emiten memiliki akuntabilitas publik yang lebih besar daripada
emiten yang tercatat pada papan pengembangan. Penelitian ini mereplikasi
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Roviko dan Suaryana (2018) dengan
perbedaan sebagai berikut:
1. Penelitian ini menambahkan 3 variabel independen yakni kepemilikan
manajerial yang mengacu pada penelitian Supradnya dan Ulupui (2016),
profitabilitas yang mengacu pada penelitian Ningsih et al (2017), dan
kepemilikan asing yang mengacu pada penelitian Pradono dan Widowati
(2016).
2. Penelitian menggunakan periode 2016-2018, sedangkan penelitian Roviko
dan Suaryana (2018) menggunakan periode 2015-2017.
3. Objek penelitian yang digunakan adalah sektor manufaktur dengan
subsektor consumer goods dan basic industry and chemical yang tercatat
26
pada papan utama Bursa Efek Indonesia sedangkan penelitian Roviko dan
Suaryana (2018) menggunakan sektor industri keuangan.
Berdasarkan latar belakang permasalahan, ditetapkan judul dari penelitian ini
sebagai berikut: “Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan
Institusional, Kepemilikan Asing, Profitabilitas, Ukuran Perusahaan, dan
Umur Perusahaan Terhadap Kinerja Modal Intelektual”.
1.2 Batasan Masalah
1. Penelitian ini menggunakan faktor-faktor yang diperkirakan memiliki
pengaruh terhadap kinerja modal intelektual, yakni kepemilikan
manajerial, kepemilikan institusional, kepemilikan asing, profitabilitas
yang diproksikan dengan return on equity, ukuran perusahaan, dan umur
perusahaan.
2. Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan yang
dimiliki oleh institusi lokal.
3. Kepemilikan asing adalah kepemilikan saham perusahaan yang dimiliki
oleh individu dan institusi asing.
4. Penelitian ini ditujukan untuk perusahaan manufaktur subsektor consumer
good dan basic industry and chemical yang terdaftar di papan utama
pencatatan Bursa Efek Indonesia periode 2016-2018.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, permasalahan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
27
1. Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap kinerja
modal intelektual kapital ?
2. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kinerja
modal intelektual kapital ?
3. Apakah kepemilikan asing berpengaruh positif terhadap kinerja modal
intelektual kapital ?
4. Apakah Profitabilitas yang diproksikan dengan ROE berpengaruh positif
terhadap kinerja modal intelektual ?
5. Apakah Ukuran perusahaan yang diproksikan dengan log natural total aset
berpengaruh positif terhadap kinerja modal intelektual ?
6. Apakah Umur perusahaan berpengaruh positif terhadap kinerja modal
intelektual ?
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris mengenai:
1. Pengaruh positif kepemilikan manajerial terhadap kinerja modal
intelektual.
2. Pengaruh positif kepemilikan institusional terhadap kinerja modal
intelektual.
3. Pengaruh positif kepemilikan asing terhadap kinerja modal intelektual.
4. Pengaruh positif profitabilitas yang diproksikan dengan ROE terhadap
kinerja modal intelektual.
5. Pengaruh positif ukuran perusahaan terhadap kinerja modal intelektual.
28
6. Pengaruh positif umur perusahaan terhadap kinerja modal intelektual.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Bagi manajemen perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat membantu
manajemen perusahaan dalam mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang
perlu diperhatikan dalam melakukan pengelolaan sumber daya modal
intelektual.
2. Bagi investor, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi investor
dalam kebutuhannya untuk dapat mengukur kinerja modal intelektual
perusahaan sebagai salah satu alat alternatif pengukuran kinerja emiten.
3. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini diharapkan dapat digunakan
sebagai sumber referensi guna melengkapi studi empiris dalam bidang
akuntansi bagi pengembangan di masa akan datang.
4. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai studi
akademis dan pengetahuan mengenai kinerja modal intelektual,
pengukurannya, serta faktor-faktor yang diperkirakan memengaruhi
kinerja modal intelektual.
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang terdiri dari:
BAB I: PENDAHULUAN
29
Bab ini berisi latar belakang penelitian, batasan masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB II: TELAAH LITERATUR
Bab ini membahas teori-teori yang digunakan sebagai dasar
penelitian, uraian mengenai penelitian-penelitian terdahulu,
kerangka berpikir, dan pembuatan hipotesis yang akan diuji
kebenarannya.
BAB III: METODE PENELITIAN
Menggambarkan pendekatan yang dilakukan selama penelitian dan
menjelaskan alasan penggunaan pendekatan tersebut. Penjabaran
variabel-variabel yang digunakan serta mendefinisikannya secara
ringkas. Penjelasan mengenai teknik pengumpulan data dan teknik
pengumpulan sampel.
BAB IV: ANALSISI DAN PEMBAHASAN
Pemaparan hasil dari penelitian serta menjelaskan bagaimana
analisa terhadap data yang ada dan juga mengenai pengolahan data.
BAB V: SIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisikan simpulan, keterbatasan dan saran berdasarkan
penelitian yang dilakukan.
Top Related