1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagaimana terdapat dalam Alinea Keempat Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI 1945)1
yang sangat otentik menyebutkan mengenai tujuan negara salah satunya melalui
pendidikan yakni “mencerdaskan kehidupan bangsa” tentunya berkaitan erat
dengan peran Pemerintah sebagai pemegang amanat Konstitusi dan pengampu
amanat penderitaan rakyat. Esensi selanjutnya adalah melakukan penjabaran poin
“mencerdaskan kehidupan bangsa” yakni terdapat dalam Pasal 31 UUD NRI 1945
yang pada intinya adalah 1) Setiap rakyat Indonesia berhak mendapatkan
Pendidikan, 2) Pemerintah haruslah memberikan sistem Pendidikan yang tepat
dan layak.
Dalam Analisis kaum Marxian (penganut paham Marxisme yang dibawa
oleh seorang filsuf Rusia, Karl Marx) tentang sebuah paham yang dikatakan
sebagai paham Neo-liberalisme yang menganggap bahwa semua sektor kehidupan
bermasyarakat harus diserahkan kepada mekanisme Pasar Bebas, termasuk juga
dalam sektor pendidikan. Isu yang diangkat oleh kaum-kaum Neo-liberal adalah
globalisasi, memang dalam hal ini globalisasi dapat berperan positif dalam
perkembangan pendidikan berkaitan dengan teknologi dan informasi yang mudah
diakses oleh siapapun, namun dalam hal yang lain teori Pasar Bebas dalam paham
Neo-liberal yang meletakkan pendidikan semata-mata untuk mengeruk
1 Negara Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Alinea Keempat Pembukaan
(Preambule)
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)
RYAN SURYA PRADHANA
2
keuntungan. Ada beberapa cara yang dilakukan kaum Neo-liberal untuk mengeruk
keuntungan dari pendidikan dan melebarkan paham yang mereka anut melalui
pendidikan. Pertama, berusaha melepaskan tanggung jawab pemerintah terhadap
pembiayaan sektor pendidikan yang menjadi hak dari rakyat sehingga dapat
menjadi lahan bagi pihak swasta untuk mengambil alih peran Pemerintah sebagai
lahan bisnis mereka. Kedua, adalah menjadikan pendidikan sebagai upaya
industrialisasi, dalam hal ini pendidikan bukan menjadi hak masyarakat. Namun,
pemodal akan menjual pendidikan sehingga barangsiapa yang bisa membayar
lebih maka dia akan mendapat pendidikan yang lebih, sedangkan yang tidak
mampu membayar maka akan mendapatkan pendidikan yang ala kadarnya. Selain
itu, pendidikan hanya dibatasi sebagai upaya melakukan pola pikir atau mindset
masyarakat agar mudah dijadikan budak industrialisasi yang menjadi agenda dari
kaum Neo-liberalis. Ketiga, adalah pendidikan menjadi sebuah upaya
indoktrinasi kaum Neo-Liberal terhadap masyarakat sehingga akan terjadi
perubahan gaya hidup dan pola-pola kehidupan seperti kaum Neo-Liberal seperti
hilangnya kesadaran berbangsa, bernegara, dan berbudaya sesuai dengan
kehidupan bangsa dan negaranya.
Seiring dengan berkembangnya zaman dalam menyikapi liberalisasi
pendidikan yang begitu masif terjadi adalah pola berpikir kritis dalam mahzab
atau aliran Pendidikan Kritis. Aliran Pendidikan Kritis (critical pedagogy)2
merupakan suatu aliran yang meyakini adanya muatan politik pada semua aspek
2 M. Agus Nuryatno.,Mahzab Pendidikan Kritis : Menyingkap Relasi Pengetahuan, Politik, dan
Kekuasaan., Resist Book, 2010, Sleman, h.1
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)
RYAN SURYA PRADHANA
3
kependidikan. Aliran ini menjadi antitesa dari mahzab pendidikan liberal yang
telah berkembang pada saat ini bahwa posisi masyarakat golongan menengah ke
atas saja yang boleh mengenyam pendidikan dan kekuasaan seperti memanfaatkan
posisi tersebut sehingga pendidikan merupakan komoditas utama yang diperjual
belikan.
Sebagai ideologi yang mendunia, Kapitalisme tidak hanya dalam wilayah
ekonomi, melainkan sudah merambah kepada dunia pendidikan. Dampak yang
terlihat jelas adalah pendidikan yang digambarkan melalui determinasi ilmu yang
ditujukan kepada peserta didik hanya digunakan sebagai jalan menuju dunia
industri saja. Peserta didik serasa dibutakan sehingga tidak mampu mengasah
critical subjectivity, yakni kemampuan untuk melihat dunia secara kritis.
Pendidikan Tinggi yang seharusnya diselenggarakan sebagai bentuk badan publik
akan semakin berkurang dengan adanya intervensi asing. Pendidikan Tinggi yang
memiliki nilai-nilai yang luhur, demokratis, dan dibentengi oleh kekuatan “civil
society”3 sekarang mulai mengedepankan pertimbangan-pertimbangan komersial
yang dikemas menjadi macam-macam bentuk pengelolaan Perguruan Tinggi
Negeri. Terlebih terdapat legalitas yang mendukung keberadaan komersialisasi
tersebut.
Di Indonesia terdapat beberapa Peraturan Perundang-Undangan yang
disinyalir sebagai “pesanan asing” seperti Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009
3 Civil society diartikan sebagai rakyat atau masyarakat suatu negara
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)
RYAN SURYA PRADHANA
4
tentang Badan Hukum Pendidikan4 (UU BHP) terutama dalam bidang Pendanaan
dan otonomi perguruan tinggi sehingga pemerintah dapat secara perlahan-lahan
menarik diri dari kewajiban untuk menjamin kecerdasan kehidupan berbangsa
dalam upaya pendidikan nasional. Namun, keberadaan UU BHP tidak
berlangsung lama karena dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
11-14-21-126-136/PUU-VII/20095 yang membatalkan UU BHP yang dinilai
bertentangan dengan UUD NRI 1945. Dalam Amar Putusan Mahkamah
Konstitusi tersebut menyebutkan bahwa “kerugian seperti negara melepaskan
tanggung jawabnya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang merata bagi
masyarakat dan menurunkan kualitas pengelolaan institusi pendidikan oleh karena
adanya kegiatan lain diluar peningkatan keilmuan”6.
Namun, kewaspadaan masyarakat sekejap sirna setelah dibatalkannya UU
BHP muncul metamorfosis UU BHP berupa Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2012 tentang Pendidikan Tinggi7 (UU Dikti) yang disahkan dan mulai berlaku
pada tanggal 10 Agustus 2012 yang menambah kerisauan masyarakat terhadap
pelaksanaan Pendidikan Tinggi. UU Dikti merupakan peraturan yang terkesan
dipaksakan oleh Pemerintah setelah Pencabutan UU BHP oleh Mahkamah
4 Indonesia, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan,
Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2009 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4965. 5 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14-11-21-126-136/PUU-VII/2009 perihal pengujian
Undang-Undang No. 9 tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan terhadap Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, tanggal 31 Maret 2010. 6 Ibid., Konsideran Menimbang Amar Putusan, Hal 15-16,
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/putusan/Putusan%20Perkara%20No.11-14-21-126%20-
136PUU-VII-2009.pdf, dikunjungi pada tanggal 22 Agustus 2014 7 Indonesia, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Lembaran
Negara Republik Indonesia tahun 2012 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5336.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)
RYAN SURYA PRADHANA
5
Konstitusi yang bisa diartikan sebagai pelaksanaan misi “melepas kewajiban”
terhadap pendidikan nasional. Dalam hal ini pemaksaan kehendak Pemerintah
untuk melakukan komersialisasi juga dapat dilihat dalam Pasal 24 ayat (4)
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU
Sisdiknas 2003)8 yang seharusnya amanat membuat peraturan mengenai
pendidikan harusnya berbentuk Peraturan Pemerintah (PP) dan bukan berbentuk
Undang-Undang (UU). Oleh karena itu, keberadaan UU Dikti sangatlah janggal9.
UU Dikti menyebutkan bahwa otonomi perguruan tinggi menjadi “roh” dari
Undang-Undang tersebut. Dampak otonomi tersebut yang dapat diartikan sebagai
upaya “Privatisasi PTN” sehingga segala bentuk pengelolaannya dikelola secara
mandiri oleh PTN tanpa melibatkan hal-hal yang berhubungan dengan keuangan
negara. Didalam UU Dikti yang dijelaskan sebagai Otonomi Perguruan Tinggi
bersifat sebagai Otonomi Perguruan Tinggi terhadap bidang keilmuan yang
dijelaskan dalam Pasal 8 ayat (1) UU Dikti menyatakan bahwa dalam
penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
berlaku kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi
keilmuan.
Selain pada Pasal 8 ayat (1) UU Dikti yang menyebutkan mengenai
otonomi keilmuan, terdapat peristilahan otonomi yang berbeda lagi dalam UU
8 Indonesia, Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4301. 9 Mahesa Danu, “Alasan Menolak UU Pendidikan Tinggi”,
http://www.berdikarionline.com/kabar-rakyat/20120714/alasan-menolak-uu-perguruan-
tinggi.html, 14 Juli 2012, dikunjungi pada tanggal 29 Agustus 2014
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)
RYAN SURYA PRADHANA
6
Dikti yang terdapat dalam Pasal 62 ayat (1) UU Dikti yakni mengenai otonomi
pengelolaan perguruan tinggi. Pasal 62 ayat (1) UU Dikti menyatakan bahwa
perguruan tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai
pusat penyelenggaraan tridharma. Dari kedua peristilahan tersebut tampakt
adanya hubungan kausalitas yang dapat diartikan dalam beberapa pengertian,
Pertama agar dapat melakukan otonomi keilmuan maka Perguruan Tinggi Negeri
harus memiliki otonomi pengelolaan Perguruan Tinggi yang dapat diartikan
bahwa otonomi keilmuan merupakan hasil dari otonomi pengelolaan Perguruan
Tinggi Negeri. Dalam hal ini diartikan bahwa otonomi pengelolaan Perguruan
Tinggi sebagai upaya “swastanisasi” perguruan tinggi merupakan langkah untuk
melakukan otonomi Keilmuan, atau Kedua otonomi pengelolaan Perguruan
Tinggi Negeri dapat diberikan oleh Pemerintah jika Perguruan Tinggi Negeri
telah berhasil melakukan otonomi keilmuan. Dalam pengertian yang kedua ini
masih terdapat sisi positif dikarenakan dengan keberhasilan Perguruan Tinggi
Negeri melakukan otonomi keilmuan, Pemerintah dapat memberikan “reward”
berupa otonomi pengelolaan Perguruan Tinggi Negeri yang tentunya dalam
pengawasan Pemerintah.
Tidak berhenti pada keganjilan makna otonomi tersebut, bentuk Badan
Hukum Perguruan Tinggi Negeri disini juga menimbulkan pertanyaan, dalam
Pasal 65 ayat (1) UU Dikti disebutkan sebagai imbas daripada kegiatan otonomi
maka terdapat pembedaan jenis Perguruan Tinggi Negeri yang didasarkan evaluasi
kinerja dari menteri yakni Perguruan Tinggi Negeri yang menerapkan fungsi
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)
RYAN SURYA PRADHANA
7
Badan Layanan Umum dan/atau Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum yang
ketentuannya berbunyi sebagai berikut
Pasal 65
(1) Penyelenggaraan otonomi Perguruan Tinggi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 64 dapat diberikan secara selektif berdasarkan evaluasi kinerja oleh
Menteri kepada PTN dengan menerapkan Pola Keuangan Badan Layanan
Umum atau dengan membentuk PTN badan Hukum untuk menghasilkan
Peendidikan Tinggi bermutu
(2) PTN yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki tata kelola dan
kewenangan pengelolaan sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan
(3) PTN badan Hukum sebagaimana dimaksud ayat (1) memiliki :
a. kekayaan awal berupa kekayaan negara yang dipisahkan kecuali tanah;
b. tata kelola dan pengambilan keputusan secara mandiri;
c. unit yang melaksanakan fungsi akuntabilitas dan transparansi;
d. hak mengelola dana secara mandiri, transparan, dan akuntabel;
e. wewenang mengangkat dan memberhentikan sendiri dosen dan tenaga
kependidikan;
f. wewenang mendirikan badan usaha dan mengembangkan dana abadi;
dan
g. wewenang untuk membuka, menyelenggarakan, atau menutup program
studi
Berdasarkan Pasal tersebut dapat dibandingkan mengenai bentuk Badan Hukum
PTN dengan ketentuan yang ada pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN)10 yang berbunyi :
Pasal 1
1. Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah
badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh
negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan
negara yang dipisahkan
2. ... dst.
Berdasarkan ketentuan pasal-pasal tersebut terdapat kesamaan istilah dalam dua
Undang-Undang yang berbeda tersebut yakni dalam peristilahan “kekayaan
10 Indonesia, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara,
Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4297
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)
RYAN SURYA PRADHANA
8
negara yang dipisahkan”, sehingga dapat ditarik pemikiran apakah terdapat
kesamaan dalam istilah dalam kedua Peraturan Perundang-Undangan tersebut
yang jelas-jelas berbeda penerapannya. Hal tersebut yang dapat menjadi pekerjaan
rumah bagi segenap “stakeholder” Perguruan Tinggi Negeri agar dapat menyikapi
kebijakan Pemerintah terkait Pendidikan Tinggi yang jika tidak dikaji lebih jauh
maka akan menimbulkan kerugian yang semakin banyak pula.
1.2 Rumusan Masalah
Pada bagian Latar Belakang telah dipaparkan beberapa masalah terkait
Pengelolaan Pendidikan Tinggi melalui mekanisme pembentukan Perguruan
Tinggi Badan Hukum (PTN-BH), karena terdapat banyak masalah terkait hal
tersebut maka penulisan skripsi ini akan difokuskan pada 2 (dua) permasalahan
yang timbul, yaitu:
1. Status Badan Hukum PTN-BH yang diatur dalam UU Dikti
2. Akibat hukum atas otonomi pengelolaan keuangan yang diberikan kepada
PTN-BH
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun tujuan Penulisan Skripsi ini adalah untuk :
1. Memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada
Fakultas Hukum Universitas Airlangga;
2. Mengulas mengenai kedudukan Perguruan Tinggi Badan Hukum dalam
UU Dikti;
3. Mengkaji bentuk kekayaan negara pada status Perguruan Tinggi Negeri
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)
RYAN SURYA PRADHANA
9
Badan Hukum yang memiliki beragam makna.
4. Membahas mengenai akibat hukum yang ditimbulkan oleh bentuk Badan
Hukum Perguruan Tinggi Negeri.
Sedangkan manfaat penulisan skripsi ini adalah untuk :
1. Sarana pembelajaran masyarakat tentang fungsi dan kedudukan Perguruan
Tinggi Negeri yang sekarang memiliki bentuk Badan Hukum dan
dampaknya bagi kelangsungan Pendidikan Tinggi di Indonesia;
2. Sarana pendidikan terhadap seluruh Mahasiswa di Indonesia agar lebih
kritis terhadap segala bentuk implikasi positif maupun negatif yang
ditimbulkan dari peraturan perundang-undangan tentang Pendidikan
Tinggi tersebut;
3. Sarana penulisan yang lebih luas dan mendalam terkait masalah Perguruan
Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH) dalam rezim UU Dikti terkait
dampak positif dan negatif dalam peraturan perundang-undangan tersebut.
1.4 Metode Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penulisan skripsi
sebagai berikut :
1.4.1 Tipe Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode Yuridis-Normatif.
Metode Yuridis-Normatif adalah sebuah metode penulisan yang menggunakan
cara meneliti norma-norma serta kaidah-kaidah hukum dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku (hukum positif), yang berkaitan dengan topik
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)
RYAN SURYA PRADHANA
10
permasalahan yang sedang ditulis. Selain itu, metode penulisan Yuridis Normatif
ini dilakukan dengan tujuan memberikan preskripsi mengenai apa yang
seharusnya atas masalah yang diajukan, oleh karena itu saran yang dihasilkan dari
penelitian harus sedapat mungkin dapat diterapkan
1.4.2 Pendekatan Masalah
Berdasarkan pendapat Peter Mahmud Marzuki, pendekatan-pendekatan
yang dapat digunakan dalam metode penelitian hukum adalah “Pendekatan
Undang-Undang (Statute Approach), Pendekatan Kasus (Case Approach),
Pendekatan Historis (Historical Approach), Pendekatan Komparatif (Comparative
Approach), dan Pendekatan Konseptual (Conseptual Approach)”11.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan beberapa pendekatan
masalah sebagai berikut :
1. Statute Approach yaitu dilakukan dengan menelaah peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan yang berkaitan dengan isu hukum yang sedang
diangkat oleh Penulis dengan cara mencari ratio legis dan dasar ontologis
lahirnya peraturan perundang-undangan yang terkait dengan adanya
Perguruan Tinggi Badan Hukum (PTN-BH) dan peraturan yang terkait
lainnya.
2. Conseptual Approach yaitu dilakukan dengan menelaah sebuah konsep
melalui kajian-kajian terhadap doktrin yang berkembang dalam ilmu
hukum. Dalam hal ini penulis berusaha untuk mengkaji konsepsi
11 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2011, hal.133
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)
RYAN SURYA PRADHANA
11
“kekayaan negara yang dipisahkan” dalam Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
3. Historical Approach yaitu dilakukan dengan melacak peraturan
perundang-undangan terkait keberadaan Perguruan Tinggi Badan Hukum
(PTN-BH) atau lembaga yang sejenis sehingga penulis dapat
membandingkan landasan konsep filosofis terkait peraturan perundang-
undangan tersebut.
1.4.3 Sumber Bahan Hukum
Dikarenakan dalam penelitian hukum tidak mengenal adanya data sebagai
sumber penelitian, maka untuk memecahkan isu hukum, diperlukan sebuah
sumber-sumber bahan penelitian, antara lain :
1. Bahan Hukum Primer
Bahan Hukum Primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif
yang berarti bahwa Bahan Hukum tersebut mempunyai kekuatan mengikat
dikarenakan otoritasnya dan dapat dipertanggungjawabkan sebagai
peraturan perundang-undangan, yaitu :
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
telah diamandemen beserta penjelasannya.
2) BW (Burgerlijk Wetboek)
3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria, Lembaran Negara tahun 1960 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2043.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)
RYAN SURYA PRADHANA
12
4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi,
Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 302, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 2361.
5) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1969 tentang
Bentuk-bentuk Usaha Negara Menjadi Undang-Undang, Lembaran
Negara Tahun 1969 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor
2904.
6) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 6, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3390.
7) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Pendapatan Negara
Bukan Pajak, Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3687.
8) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian,
Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3502.
9) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok Kepegawaian
Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3890.
10) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, Lembaran
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)
RYAN SURYA PRADHANA
13
Negara Tahun 2001 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4132.
11) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4279.
12) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4286.
13) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik
Negara, Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4297.
14) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4301.
15) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara, Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4355.
16) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan,
Pengelolaan, dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Lembaran
Negara Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4400.
17) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)
RYAN SURYA PRADHANA
14
Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4586.
18) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4756.
19) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum
Pendidikan, Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 10, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4965.
20) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi,
Lembaran Negara Tahun 2012 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 5336.
21) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparartur Sipil Negara,
Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 5494.
22) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan, Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 5601.
23) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 tentang Penunjukan
Badan-Badan Hukum yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah.
Lembaran Negara Tahun 1963 Nomor 61
24) Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998 tentang Perusahaan
Umum (PERUM). Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 16,
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)
RYAN SURYA PRADHANA
15
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3732.
25) Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 1999 tentang Penetapan
Perguruan Tinggi Negeri sebagai Badan Hukum. Lembaran Negara
Tahun 1999 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3860.
26) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2000 tentang Perusahaan
Jawatan (PERJAN). Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 12,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3928.
27) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum, Lembaran Negara Tahun 2005
Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4502
28) Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum, Lembaran Negara Tahun 2012
Nomor 171, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5340.
29) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2013 tentang Hak Guna Usaha,
Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah, Lembaran Negara
Tahun 2013 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3643.
30) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2013 tentang Bentuk dan
Mekanisme Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum,
Lembaran Negara Tahun 2013 Nomor 142, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 5348.
31) Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2013 tentang Statuta
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)
RYAN SURYA PRADHANA
16
Universitas Indonesia, Lembaran Negara Tahun 2013 Nomor 166,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5455.
32) Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan
Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Pendidikan Tinggi, Lembaran
Negara Tahun 2014 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Nomor
5500.
33) Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2014 tentang Statuta
Universitas Airlangga, Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 100,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5535.
34) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 75 Tahun 2013 tentang Statuta Universitas Bengkulu, Berita
Negara Nomor 847.
35) Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor. 14-11-21-
126-136/PUU/VII tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 9 Tahun
2009 tentang Badan Hukum Pendidikan terhadap Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
36) Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor. 111/PUU-
X/2012 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012
tentang Pendidikan Tinggi terhadap Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
37) Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor. 103/PUU-
X/2012 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)
RYAN SURYA PRADHANA
17
tentang Pendidikan Tinggi terhadap Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
38) Fatwa Mahkamah Agung RI Nomor WKMA/Yud/20/VIII/2006
tanggal 6 Agustus 2006 terkait Surat Menteri Keuangan RI Nomor S-
324/MK.01/2006 tanggal 26 Juli 2006.
2. Bahan Hukum Sekunder
Bahan Hukum Sekunder bersumber dari bahan kepustakaan berupa buku-
buku, artikel dari majalah maupun Internet, karya ilmiah tentang hukum ,
serta bacaan lainnya yang dianggap relevan dengan topik pembahasan
yang sedang diteliti.
1.4.4 Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Hukum
1. Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Hukum
Bahan Hukum Primer dikumpulkan dengan cara meneliti
ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Perundang-Undangan yang
mengatur tentang Permasalahan yang diteliti, sedangkan Bahan
Hukum Sekunder dikumpulkan dengan menggunakan sistem studi
kepustakaan.
2. Analisa Bahan Hukum
Bahan hukum yang sudah diolah, kemudian dianalisa dengan
menggunakan metode preskiptif. Metode preskriptif digunakan dalam
penelitian ini guna menemukan koherensi diantara norma hukum dan
prinsip hukum, antara aturan hukum yang terdapat dalam peraturan
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)
RYAN SURYA PRADHANA
18
perundang-undangan terhadap norma hukum, serta koherensi antara
tingkah laku (act) individu dengan norma hukum. Dalam penulisan ini
digunakan metode preskriptif untuk menguji kesesuaian aturan
perundang-undangan dengan norma hukum. Metode penelitian secara
pragmatis juga digunakan dalam penulisan ini diakrenakan penulisan
ini mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
mengacu pada pendapat para ahli hukum yang relevan dengan tulisan
ini.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)
RYAN SURYA PRADHANA
Top Related