Melindungi Dokter Yang Mengeruk keuntungan dari pasien

26

Click here to load reader

Transcript of Melindungi Dokter Yang Mengeruk keuntungan dari pasien

Page 1: Melindungi Dokter Yang Mengeruk keuntungan dari pasien

TEACHING HEALTH ETHICS

MELINDUNGI DOKTER YANG MENGERUK

KEUNTUNGAN DARI PASIEN

PENDAHULUAN

Etik adalah cabang ilmu filsafat yang mempelajari moralitas. Etik harus

dibedakan dengan sains yang mempelajari moralitas, yaitu etik deskriptif. Etik

deskriptif mempelajari pengetahuan empiris tentang moralitas atau menjelaskan

pandangan moral yang saat ini berlaku tentang issue-issue tertentu. Istilah etika

berasal dari bahasa Yunani kuno. Kata Yunani ethos dalam bentuk tunggal

mempunyai banyak arti: tempat tinggal yang biasa; padang rumput, kandang;

kebiasaan, adat; akhlak, watak; perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam bentuk jamak

( ta etha ) artinya adalah: adat kebiasaan. Dan arti terakhir inilah yang menjadi latar

belakang bagi terbentuknya istilah “etika” yang oleh filsuf Yunani besar Aristoteles

( 384-322 S.M ) sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, jika kita

membatasi diri pada asal-usul kata ini, maka etika berarti: ilmu tentang apa yang biasa

dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Selain itu etika juga berarti nilai-nilai

atau norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok

dalam mengatur tingkah lakunya.

Pada dasarnya manusia memiliki 4 kebutuhan dasar, yaitu : (a) kebutuhan

fisiologis yang dipenuhi dengan makanan dan minuman, (b) kebutuhan psikologis

yang dipenuhi dengan rasa kepuasan, istirahat, santai, dll, (c) kebutuhan sosial yang

dipenuhi melalui keluarga, teman dan komunitas, serta (d) kebutuhan kreatif dan

spiritual yang dipenuhi dengan melalui pengetahuan, kebenaran, cinta dll. Kebutuhan-

kebutuhan tersebut harus dipenuhi secara berimbang. Apabila seseorang memilih

untuk memenuhi kebutuhan tersebut secara tidak berimbang, maka ia telah

menentukan secara subyektif apa yang baik bagi dirinya, yang belum tentu baik

secara obyektif. Baik disebabkan oleh ketidaktahuan atau akibat kelemahan moral,

seseorang dapat saja tidak mempertimbangkan semua kebutuhan tersebut dalam

membuat keputusan etik, sehingga berakibat terjadinya konflik di bidang keputusan

moral.

1

Page 2: Melindungi Dokter Yang Mengeruk keuntungan dari pasien

Bioetika adalah studi interdisipliner tentang problem-problem yang

ditimbulkan oleh perkembangan di bidang biologi dan ilmu kedokteran, baik dalam

skala mikro maupun pada skala makro, serta tentang dampaknya atas masyarakat luas

serta sistem nilainya, kini dan masa mendatang. Dorongan utama yang mengakibatkan

kelahiran bioetika sebagai suatu pendekatan intelektual yang baru adalah

perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya biologi dan ilmu kedokteran, yang

menimbulkan problem-problem etis yang luar biasa. Kemajuan ilmu pengetahuan

menuntut diadakannya eksperimen baru. Banyak masalah dalam bioetika masih

sejalan dengan apa yang dulu dibicarakan dalam etika kedokteran. Namun sering kali

konteksnya berbeda. Misalnya, menghormati kehidupan merupakan salah satu prinsip

maha penting dalam etika kedokteran tradisional, tapi teknologi memaksa kita untuk

mempertimbangkan kualitas kehidupan. Bioetika tidak terikat dengan suatu agama

tertentu tapi merupakan suatu sumber utama yang menghasilkan pertimbangan dan

evaluasi etis.

Beauchamp dan Childress (1994) menguraikan bahwa untuk mencapai ke

suatu keputusan etik diperlukan 4 kaidah dasar moral (moral principle) dan beberapa

aturan dibawahnya. Keempat kaidah tersebut adalah :

1. Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak

pasien, terutama hak otonomi pasien (the right to self determination).

Prinsip moral inilah yang kemudian melahirkan doktrin informed

consent.

2. Prinsip beneficence, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan

yang ditujukan untuk kebaikan pasien. Dalam beneficence tidak hanya

dikenal perbuatan untuk kebaikan saja, melainkan juga perbuatan yang

sisi baiknya (manfaat) lebih besar daripada sisi buruknya.

3. Prinsip non-maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan

yang memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai

“primum non nocere” atau “above all do no harm”.

4. Prinsip justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan

keadilan dalam bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya.

Sedangkan aturan dibawahnya adalah veracity (berbicara benar, jujur dan

terbuka), privacy (menghormati hak privasi pasien), confidentiality (menjaga

kerahasiaan pasien) dan fidelity (loyalitas dan promise keeping).

2

Page 3: Melindungi Dokter Yang Mengeruk keuntungan dari pasien

Selain prinsip atau kaidah dasar moral diatas yang harus dijadikan pedoman

dalam mengambil keputusan klinis, profesional kedokteran juga mengenal etika

profesi sebagai panduan dalam bersikap dan berperilaku (code of ethical conduct).

Nilai-nilai etika profesi tersebut tercermin di dalam sumpah dokter dan kode etik

kedokteran.

Dalam dunia kedokteran, terdapat beberapa kode etik yang berlaku secara

internasional dan nasional untuk negara tertentu. Kode etik internasional yang

dideklarasikan oleh Ikatan Dokter Sedunia antara lain :

1. Deklarasi Helsinki tahun 1964 tentang penelitian dengan Objek Manusia,

2. Deklarasi Sydney tahun 1968 dan Deklarasi Venice tahun 1983 tentang

Kriteria Mati dan Penyakit Terminal yang dikaitkan dengan Transplantasi

Organ,

3. Deklarasi Oslo tahun 1970 tentang Pengguguran Kandungan,

4. Deklarasi Munich tahun 1973 tentang Penerapan Teknologi Administrasi,

5. Deklarasi Tokyo tahun 1975 tentang pengguguran Obat-obatan Terlarang

6. Deklarasi Brussel tahun 1985 tentang Bayi Tabung, dan

7. Deklarasi Madrid tahun 1987 tentang Euthanasia dan Rekayasa Genetika.

Sedangkan di Indonesia Kode Etik Kedokteran Indonesia pertama kali disusun

tahun 1969 dalam musyawarah kerja Susila Kedokteran yang dilaksanakan di Jakarta.

Bahan rujukan yang digunakan adalah Kode Etik Kedokteran Internasional yang telah

disempurnakan pada tahun 1968 melalui Muktamar ke-22 Ikatan Dokter Sedunia.

Kode Etik tersebut mengalami beberapa kali perubahan, pada musyawarah kerja

nasioal IDI XIII, 1993, Kode Etik Kedokteran Indonesia itu telah diubah menjadi 20

pasal yang dibagi menjadi lima bagian, yaitu :

1. Kewajiban umum seorang dokter (sembilan pasal)

2. Kewajiban dokter terhadap penderita (lima pasal)

3. Kewajiban dokter terhadap teman sejawat (dua pasal)

4. kewajiban dokter terhadap diri sendiri (dua pasal)

5. Penutup (satu pasal)

KASUS

Melindungi dokter yang berusaha mengeruk keuntungan dari pasien

3

Page 4: Melindungi Dokter Yang Mengeruk keuntungan dari pasien

DOKTER

Seorang dokter A sedang bertugas di luar negeri. Pada saat yang bersamaan, saudara

iparnya mengeluh nyeri saat buang air kecil. Setelah ke rumah sakit dan ditangani

oleh seorang urologis, dokter B, dikatakan bahwa harus dilakukan terapi laser karena

kemungkinan ada gangguan di prostat. Sejauh ini hanya pemeriksaan USG yang telah

dilakukan. Dokter tersebut menakut-nakuti dengan mengatakan jika tidak dilakukan

terapi laser akan menyebabkan kematian. Sesuatu hal yang sangat menakutkan

sehingga istri pasien menangis. Dokter tersebut kemudian berencana untuk melakukan

IVP (intravenous pyelography). Kemudian pasien tersebut diintruksikan untuk

melakukan terapi laser di malam yang sama dengan membayar 750 USD. Dan kalau

menggunakan kartu kredit dikenakan biaya 1.500 USD. Pasien tersebut menjadi

bingung dan menghubungi suami dokter A yang kebetulan bekerja di bidang

kesehatan juga. Dia menyarankan kepada pasien untuk menunda satu hari hingga ia

datang, namun dokter B menjadi marah dan mengatakan jika tidak dilakukan sekarang

ia tidak akan mau menangani pasien tersebut lagi. Namun hal itu tidak berlanjut

menjadi lebih gawat setelah dokter B menyadari bahwa pasien tersebut adalah kerabat

dari dokter A. Ia lalu meminta maaf atas perbuatannya. Hingga pada akhirnya direktur

rumah sakit beserta salah stafnya meminta maaf pada suami dokter A. Pasien tersebut

akhirnya memutuskan untuk berobat ke rumah sakit swasta lain, dan melalui USG dan

pemeriksaan laboratorium ditemukan bahwa terdapat inflamasi.

I. APA MASALAH MORAL YANG TERJADI?

Bagaimana menurut anda hubungan dokter-pasien pada kasus diatas?

Bagaimana sikap anda terhadap rekan sejawat anda tersebut?

II. FAKTA-FAKTA

Dimensi Kedokteran

Prostatitis

Prostatitis adalah inflamasi atau peradangan dari kelenjar prostat. Prostatitis

dapat menimbulkan berbagai gejala, diantaranya :

Susah atau nyeri saat buang air kecil

Frekeunsi berkemih yang meningkat

4

Page 5: Melindungi Dokter Yang Mengeruk keuntungan dari pasien

Demam

Nyeri punggung

Nyeri di selangkangan

Tidak mampu ereksi

Menurunnya gairah seksual

Prostatitis susah dibedakan dengan gejala infeksi saluran kencing lainnya, sehingga

untuk memastikan diperlukan pemeriksaan lebih lanjut oleh dokter.

Pengobatan prostatitis tergantung penyebabnya, umumnya bakteri, sehingga

pengobatannya yaitu dengan pemberian antibiotik, seperti misalnya :

flouroquinolones (Avelox, Levaquin) dan trimethoprim-sulfamethoxazole (Bactrim,

Cotrim). Pada kasus prostatitis bakteri yang kronik, pembedahan diperlukan untuk

mengangkat prostat tersebut. Terapi ini diberikan pada pasien yang menderita nyeri

yang kronik dan komplikasi yang serius, seperti : gagal ginjal, infeksi saluran kencing

yang berulang, ketidakmampuan untuk berkemih, dan batu pada buli-buli.

Pembesaran Prostat Jinak (BPH)

Pembesaran Prostat Jinak (BPH, Benign Prostatic Hyperplasia) adalah

pertumbuhan jinak pada kelenjar prostat, yang menyebabkan prostat membesar.

Pembesaran prostat sering terjadi pada pria di atas 50 tahun. Penyebabnya tidak

diketahui, tetapi mungkin akibat adanya perubahan kadar hormon yang terjadi karena

proses penuaan. Kelenjar prostat mengeliling uretra (saluran yang membawa air

kemih keluar dari tubuh), sehingga pertumbuhan pada kelenjar secara bertahap akan

mempersempit uretra. Pada akhirnya aliran air kemih mengalami penyumbatan.

Akibatnya, otot-otot pada kandung kemih tumbuh menjadi lebih besar dan lebih kuat

untuk mendorong air kemih keluar.Jika seorang penderita BPH berkemih, kandung

kemihnya tidak sepenuhnya kosong. Air kemih tertahan di dalam kandung kemih,

sehingga penderita mudah mengalami infeksi dan membentuk batu. Penyumbatan

jangka panjang bisa menyebabkan kerusakan pada ginjal. Pada penderita BPH,

pemakaian obat yang mengganggu aliran air kemih (misalnya antihistamin yang dijual

bebas) bisa menyebabkan penyumbatan.

Gejala awal timbul jika prostat yang membesar mulai menyumbat aliran air

kemih. Pada mulanya, penderita memiliki kesulitan untuk memulai berkemih.

Penderita juga merasakan bahwa proses berkemihnya belum tuntas. Penderita menjadi

5

Page 6: Melindungi Dokter Yang Mengeruk keuntungan dari pasien

lebih sering berkemih pada malam hari (nokturia) dan jika berkemih harus mengedan

lebih kuat. Volume dan kekuatan pancaran berkemih juga menjadi berkurang dan

pada akhir berkemih air kemih masih menetes. Akibatnya kandung kemih terisi penuh

sehingga terjadi inkontinensia uri (beser). Pada saat penderita mengedan untuk

berkemih, vena-vena kecil pada uretra dan kandung kemih bisa pecah sehingga pada

air kemih terdapat darah. Penyumbatan total menyebabkan penderita tidak dapat

berkemih sehingga penderita merasakan kandung kemihnya penuh dan timbul nyeri

hebat di perut bagian bawah.Jika terjadi infeksi kandung kemih, akan timbul rasa

terbakar selama berkemih, juga demam. Air kemih yang tertahan di kandung kemih

juga menyebabkan bertambahnya tekanan pada ginjal, tetapi jarang menyebabkan

kerusakan ginjal yang menetap.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.

Dilakukan pemeriksaan colok dubur untuk merasakan/meraba kelenjar prostat.

Dengan pemeriksaan ini bisa diketahui adanya pembesaran prostat, benjolan keras

(menunjukkan kanker) dan nyeri tekan (menunjukkan adanya infeksi). Biasanya

dilakukan pemeriksaan darah untuk mengetahui fungsi ginjal dan untuk penyaringan

kanker prostat (mengukur kadar antigen spesifik prostat atau PSA). Pada penderita

BPH, kadar PSA meningkat sekitar 30-50%. Jika terjadi peningkatan kadar PSA,

maka perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan apakah penderita

juga menderita kanker prostat. Untuk mengukur jumlah air kemih yang tersisa di

dalam kandung kemih setelah penderita berkemih, dilakukan pemasangan kateter atau

penderita diminta untuk berkemih ke dalam sebuah uroflometer (alat yang digunakan

untuk mengukur laju aliran air kemih).

Dengan menggunakan USG, bisa diketahui ukuran kelenjar dan ditentukan

penyebab terjadinya BPH. Kadang dilakukan pemeriksaan dengan endoskopi yang

dimasukkan melalui uretra untuk mengetahui penyebab lainnya dari penyumbatan

aliran air kemih. Untuk mengetahui adanya penyumbatan aliran air kemih bisa

dilakukan pemeriksaan rontgen IVP. Analisa air kemih dilakukan untuk melihat

adanya darah atau infeksi.

Terapi BPH yaitu dengan pemberian obat-obatan, seperti golongan alfa-1

bloker, finasterid, dan antibiotik. Pembedahan biasanya dilakukan terhadap penderita

yang mengalami:inkontinensiauri, hematuria (darah dalam air kemih), retensio uri (air

kemih tertahan di dalam kandung kemih), infeksi saluran kemih berulang. Pemilihan

6

Page 7: Melindungi Dokter Yang Mengeruk keuntungan dari pasien

prosedur pembedahan biasanya tergantung kepada beratnya gejala serta ukuran dan

bentuk kelenjar prostat.

Nilai-nilai Pasien dan Sosial

Budaya, kebiasaan dan tingkat pendidikan juga mempengaruhi cara dan

keadekuatan berkomunikasi antara dokter dan pasien. Penelitian yang dilakukan oleh

Cassileth menunjukkan bahwa dari 200 pasien pengidap kanker yang ditanyai sehari

sesudah dijelaskan, hanya 60% yang memahami tujuan dan sifat tindakan medis,

hanya 55% yang dapat menyebut komplikasi yang mungkin timbul, hanya 40% yang

membaca formulir dengan cermat, dan hanya 27 % yang dapat menyebut tindakan

alternatif yang dijelaskan.

Sebagai orang yang menderita suatu penyakit, seorang pasien tentunya ingin

mengetahui segala sesuatu tentang penyakitnya dan mendapatkan pengobatan yang

terbaik. Untuk mengatur hal tersebut maka dibuatlah Deklarasi Lisabon 1981 yang

mengatur tentang hak yang dimiliki oleh pasien, yaitu :

1. Pasien berhak memilih dokternya secara bebas. Seseorang mempunyai

hak unutuk memilih dokter yang ia harapkan dapat memberikan suatu

pertolongan. Pada dasarnya hubungan dokter dengan pasien dilandasi

oleh suatu kepercayaan. Meskipun demikian, seseorang memilih

dokter mungkin didasarkan atas beberapa pertimbangan lain, seperti:

a. keadaan sosial ekonomi pasien,

b. kepopuleran dokter,

c. kelengkapan peralatan kedokteran,

d. jarak tempat antara dokter dan pasien, atau

e. prestise pasien.

2. Pasien berhak menerima atau menolak tindakan pengobatan sesudah ia

memperoleh informasi yang jelas.

a. salah satu hak pasien yang penting dalam hukum kedokteran

adalah hak atas informasi. Setiap manusia dewasa dan

berpikiran sehat berhak menentukan apa yang hendak

dilakukan terhadapnya. Setiap pembedahan atau tindakan

invasif lainnya harus memperoleh persetujuan pasien terlebih

7

Page 8: Melindungi Dokter Yang Mengeruk keuntungan dari pasien

dahulu. Untuk itu, dokter harus menjelaskan tindakan dengan

bahasa yang dapat dimengerti pasien.

Informasi ini meliputi:

1. tindakan yang diambil,

2. resikonya,

3. kemungkinan akibat yang timbul berikut jenis tindakan yag

dilakukan untuk dapat mengatasinya,

4. Kemungkinan yang akan terjadi bila tindakan tidak

dilakukan,

5. prognosis.

b. Informasi yang diberikan disampaikan dalam bahasa yang

sederhana, tetapi cukup lengkap. Pasien harus dibimbing agar

dapat memutuskan secara mandiri dan bertanggung jawab.

Persetujuan pasien atas tindakan setelah diinformasikan terlebih

dahulu disebut informed consent. Dokter juga harus tahu kapan

informasi itu tidak baik diberikan, misalnya bila informasi

tersebut akan menambah keadaan sakit pasien atau jika pasien

masih di bawah umur sehingga tidak dapat memahami

informasi yang diberikan, informasi itu bisa diberikan kepada

keluarga pasien.

3. Pasien berhak mengakhiri atau memutuskan hubungan dengan

dokternya dan bebas untuk memilih atau menggantinya dengan dokter

lain. Dengan perkataan lain, dokter tidak berhak

mencegah/melarang/menghalangi pasien yang ingin berobat ke dokter

lain.

Dalam situasi tertentu kadang-kadang pasien memerlukan pertolongan

dokter yang biasa dihubungi, misalnya karena pindah kerja ke tempat

lain, dan sebagainya. Jika pasien tidak sedang dalam perawatan aktif

dokternya terdahulu, dokter lain bebas menerimanya sebagai pasien.

Bila sebaliknya kemudian dia memilih untuk berkonsultasi dengan

dengan dokter lain, ia seharusnya menyadari bahwa dokter tersebut

akan menolak untuk merawatnya kecuali bila pasien tersebut

mengakhiri hubungan dengan dokter yang terdahulu. Hal yang sama

juga terjadi jika pasien ingin beralih dari dokter umum ke dokter

8

Page 9: Melindungi Dokter Yang Mengeruk keuntungan dari pasien

spesialis. Dokter spesialis tidak akan menerima pasien tersebut tanpa

persetujuan dokter umumnya. Seseorang dokter dapat mengambil alih

pasien yags sedang dalam perawatan aktif dokter lain, tetapi ia harus

segera memberitahukannya kepada dokter yang bersangkutan.

4. Pasien berhak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan

pendapat klinis dan pedapat etisnya tanpa campur tangan dari pihak

luar. Seseorang yang sedang berada dalam keadaan sakit, apapun yang

dideritanya berhak untuk ditolong oleh seorang dokter. Dalam

menjalankan praktek kedokterannya seorang dokter tidak terbatas pada

satu bidang ilmu kedokteran saja, terutama dalam keadaan darurat.

Yang menjadi batasnya adalah rasa tanggung jawab dan kemampuan

dari dokter itu. Pertolongan yang diterima pasien hendaknya

merupakan usaha tertinggi dari dokter yang bersangkutan.

5. pasien berhak atas privacy yang harus dilindungi, ia pun berhak atas

sifat kerahasiaan data-data mediknya.

6. Pasien berhak mati secara bermartabat dan terhormat.

7. Pasien berhak menerima/menolak bimbingan moril ataupun spiritual.

8. Pasien berhak mengadukan dan berhak atas penyelidikan

pengaduannya serta berhak diberi tahu hasilnya.

Di sisi lain dokter juga mempunyai hak, yaitu :

1. Hak untuk menolak bekerja di luar standar profesi medik.

Seseorang dokter dapat saja menolak untuk melakukan tindakan medik

tertentu walaupun pihak pasien mendesaknya. Penolakan ini berdasarkan

pada pertimbangan bahwa pasien itu meminta tindakan medis yang

menurut prosedur tidak dikenal dan dilakukan dalam profesi medik. Hal

ini perlu ditegakkan agar setiap dokter memperoleh kepastian bahwa

tindakan-tindakannya perlu dipercayai sebagai suatu tidakan medik yang

profesional.

2. Hak untuk menolak tindakan yang tidak sesuai dengan kode etik profesi

dokter. Hak ini dimiliki oleh dokter agar setiap dokter diberi kesempatan

untuk menjaga martabat profesinya.

3. Hak untuk memilih pasien dan mengakhiri hubungan dengan pasien,

kecuali dalam keadaan gawat darurat.

9

Page 10: Melindungi Dokter Yang Mengeruk keuntungan dari pasien

Hal ini dimiliki dokter untuk memiliki hak pribadinya, berdasarkan

pertimbangan dokter itu sendiri. Misalnya dalam hubungan itu timbul hal-

hal yang kurang baik yang akan mengganggu integritas profesi kedokteran.

Akan tetapi, hak ini hanya terbatas pada keadaan yang bukan termasuk

keadaan gawat darurat. Pasien masih berkesempatan untuk mencari dokter

lain tanpa resiko pada keselamatan.

4. Hak atas privacy dokter.

Dalam hubungan dokter dengan pasien dapat saja pasien ingin mengetahui

kehidupan pribadi dokter. Dalam hal ini dokter mempunyai hak atas

privacy tentang kehidupan pribadinya sehingga pasien harus menghormati

hak dokter atas privacy.

5. Hak untuk menerima balas jasa atau honorarium yang pantas.

Hak ini telah diakui dan diterima sejak dulu. Permasalahan dapat timbul

apabila besar imbalannya itu tidak dapat ditetapkan dengan pasti. Untuk

itu, kode etik kedokteran akan memberikan patokan-patokan tertentu.

Yang jelas adalah besar atau kecilnya imbalan itu tidak boleh

mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan yang diberikan. Mutu tersebut

tetap akan diberikan setinggi-tingginya tanpa terpengaruh hanya oleh

adanya suatu imbalan.

Dimensi Organisasi Profesi

Etika kedokteran merupakan pedoman yang ideal bagi dokter dalam

menjalankan profesinya, dan yang semula tidak tertulis, hanya tersirat dalam sumpah

dokter. Oleh World Medical Association (WMA) dalam Muktamarnya di London

pada Oktober 1949, dirumuskan secara tertulis menjadi Internasional Code of Medical

Ethics. Ikatan Dokter Indonesia yang juga menjadi anggota WMA pada tahun 1960

merumuskannya menjadi Kode Etik Kedokteran Indonesia ( KODEKI ). Pemerintah

RI dengan peraturan pemerintah (PP) No.26 tahun 1960 menetapkan lafal sumpah

dokter, dan dengan PP No.10 tahun 1966, menetapkan wajib simpan rahasia

kedokteran.

Surat Keputusan Menteri Kesehatan (SK Menkes) RI No. 80/DPK/I/K/196,

menetapkan KODEKI berlaku bagi semua dokter di Indonesia. Pada Tahun 1981,

KODEKI diubah dan disempurnakan, dan dengan SK Menkes

10

Page 11: Melindungi Dokter Yang Mengeruk keuntungan dari pasien

No.434/MENKES/SK/X/1983, ditetapkan berlakunya bagi para dokter di Indonesia.

Pedoman pelaksanaan KODEKI yang ditetapkan oleh IDI pada tahun 1991 memberi

petunjuk lebih terperinci dalam pelaksanaan KODEKI.

Pola hidup materialistis, konsumeristis, perkembangan teknologi canggih,

pengaruh lingkungan yang menyebabkan perubahan tata nilai umum maupun khusus,

adat istiadat, berbagai pandangan baru yang kadang bertolak belakang dengan

pandangan lama, perbedaan kebiasaan di satu tempat dengan tempat lain, dan

perbedaan kondisi dan situasi, semakin mengaburkan batas toleransi antara yang etis

dan tidak etis, atau antara yang masih etis dan yang sudah kurang etis.

Meskipun dokter sudah memperhatikan situasi, kondisi, dan toleransinya

mengenai kemampuan dan keinginan pasiennya, tetapi tidak dapat sepenuhnya

menjamin kepuasan pasien maupun keluarganya. Hampir semua ketidaksesuaian

antara dokter dan pasiennya atau keluarganya disebabkan oleh adanya jurang

komunikasi. Komunikasi yang baik menunjukkan kepedulian yang baik pula, dan

itulah yang diharapkan pasien dan keluarganya.

Sumpah dokter dan beberapa ketentuan dalam KODEKI sudah diatur dalam

peraturan perundang-undangan, sedang KODEKI sendiri sudah diberlakukan dengan

keputusan Menteri Kesehatan, sehingga sebagian dari etik kedokteran sudah masuk

dalam wilayah hukum kedokteran. Hal ini membawa konsekuensi bahwa pelanggaran

memang sulit dinilai dan sulit dibuktikan, dan juga tidak dapat dihukum karena

adanya hak dasar individu (The right of self-determination), berdasar The Universal

declaration of human rights.

Bunyi pasal-pasal KODEKI adalah sebagai berikut :

Pasal 1. Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan

sumpah dokter.

Pasal 2. Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya

sesuai dengan standar profesi yang tertinggi.

Pasal 3 . Dalam melaksanakan pekerjaan seorang dokter tidak boleh

dipengaruhi oleh sesuatu yang mengkibatkan hilangnya kebebasan

dan kemandirian profesi.

Pasal 4. Setiap dokter harus menghindari diri dari perbuatan yag bersifat

memuji diri.

11

Page 12: Melindungi Dokter Yang Mengeruk keuntungan dari pasien

Pasal 5. Setiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan

psikis maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan

pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien.

Pasal 6. Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan

menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yag belum

diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan

masyarakat.

Pasal 7. Setiap dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang

telah diperiksa sendiri kebenarannya.

7a. Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya

memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan

teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compasion)

dan penghormatan atau martabat manusia.

7b. Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan

pasien dan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam

karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau

penggelapan, dalam menangani pasien.

7c. Seorang dokter harus senantiasa menghormati hak-hak pasien,

hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus

menjaga kepercayaan pasien.

Pasal 8. Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan

kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan

kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif, dan

rehabilitatif), baik fisik maupun psikososial, serta berusaha menjadi

pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.

Pasal 9.Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang

kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus saling

menghargai.

Pasal 10.Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala

ilmu dam keterampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ia

tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka

atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang

mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.

12

Page 13: Melindungi Dokter Yang Mengeruk keuntungan dari pasien

Pasal 11.Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar

senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya

dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya.

Pasal 12.Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya

tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal.

Pasal 13.Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu

tugas perikemanusiaan, kecuali bila yakin ada orang lain bersedia

dan mampu memberikannya.

Pasal 14.Setiap dokter memperlakukan teman sejawat sebagaimana ia ingin

diperlakukan.

Pasal 15. Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien teman sejawat,

kecuali dengan persetujuan berdasarkan prosedur yang etis.

Pasal 16. Setiap dokter harus memelihara kesehatannya dapat bekerja dengan

baik.

Pasal 17. Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi kedokteran/kesehatan.

III. ASSESSMENT

Keadaan Pasien

Seorang dokter A sedang bertugas di luar negeri. Pada saat yang bersamaan, saudara

iparnya mengeluh nyeri saat buang air kecil. Setelah ke rumah sakit dan ditangani

oleh seorang urologis, dokter B, dikatakan bahwa harus dilakukan terapi laser karena

kemungkinan ada gangguan di prostat. Sejauh ini hanya pemeriksaan USG yang telah

dilakukan. Dokter tersebut menakut-nakuti dengan mengatakan jika tidak dilakukan

terapi laser akan menyebabkan kematian. Sesuatu hal yang sangat menakutkan

sehingga istri pasien menangis. Dokter tersebut kemudian berencana untuk melakukan

IVP (intravenous pyelography). Kemudian pasien tersebut diintruksikan untuk

melakukan terapi laser di malam yang sama dengan membayar 750 USD. Dan kalau

menggunakan kartu kredit dikenakan biaya 1.500 USD. Pasien tersebut menjadi

bingung dan menghubungi suami dokter A yang kebetulan bekerja di bidang

kesehatan juga. Dia menyarankan kepada pasien untuk menunda satu hari hingga ia

datang, namun dokter B menjadi marah dan mengatakan jika tidak dilakukan sekarang

13

Page 14: Melindungi Dokter Yang Mengeruk keuntungan dari pasien

ia tidak akan mau menangani pasien tersebut lagi. Namun hal itu tidak berlanjut

menjadi lebih gawat setelah dokter B menyadari bahwa pasien tersebut adalah kerabat

dari dokter A. Ia lalu meminta maaf atas perbuatannya. Hingga pada akhirnya direktur

rumah sakit beserta salah stafnya meminta maaf pada suami dokter A. Pasien tersebut

akhirnya memutuskan untuk berobat ke rumah sakit swasta lain, dan melalui USG dan

pemeriksaan laboratorium ditemukan bahwa terdapat inflamasi.

Otonomi dari Pasien

Otonomi adalah prinsip yang mengakui hak setiap pribadi untuk memutuskan

sendiri mengenai masalah kesehatannya, kehidupannya, serta kematiannya. Jadi

otonomi merupakan bentuk kebebasan bertindak dari seseorang dalam mengambil

keputusan sesuai dengan rencana yang ditentukannya sendiri. Dalam kasus ini, hak

otonomi pasien dilanggar oleh dokter. Pasien diharuskan melakukan pengobatan yang

belum diinformasikan sebelumnya dan tidak dimintai persetujuan terlebih dahulu.

Sehingga membuat pasien dan keluarga pasien menjadi bingung. Jadi kebebasan

pasien untuk memilih perawatan selanjutnya yang dia perlukan tetapi hendaknya tidak

bertentangan dengan etika dan hukum yang berlaku dalam negara ini, dan juga sesuai

indikasi medis yang jelas.

Tanggung jawab seorang dokter

Dokter itu sendiri jika dilihat dari empat prinsip yang mendasar dari bioetika

akan selalu menggunakan 2 prinsip yaitu prinsip beneficence dan non-maleficence

dalam menangani pasien. Seorang dokter akan memberikan hal yang terbaik dan

bermanfaat lebih besar daripada sisi buruk bagi pasiennya sesuai dengan pengetahuan

yang dimiliknya yang dilandasi oleh etika. Dalam kasus ini, seorang dokter harus

mampu memberikan informasi-informasi yang jelas yang perlu dipikirkan oleh pasien

mengenai terapi laser yang dilakukan dan menerangkan apa keuntungan dan kerugian

sehingga pasien bisa memutuskan apa yang terbaik bagi pasien. Dan hendaknya

seorang dokter menjaga hubungan yang baik dengan keluarga pasien dan

menghindari hubungan yang paternalistik.

IV. PENGAMBILAN KEPUTUSAN

14

Page 15: Melindungi Dokter Yang Mengeruk keuntungan dari pasien

Argumen

Setiap hubungan dokter-pasien harus dibina dengan baik. Namun pada kasus

diatas, dokter B telah menyalahgunakan profesinya untuk mengeruk keuntungan yang

lebih pada pasiennya. Tanpa mengindahkan indikasi medis dan tidak memberikan

informasi yang jelas kepada pasien dan keluarga pasien. Hak-hak pasien adalah hak-

hak yang dimiliki pribadi manusia sebagai pasien, termasuk di dalamnya adalah hak

untuk memilih dokternya dan berhak untuk dirawat oleh dokter. Seorang pasien juga

memiliki hak atas privacy yang dilindungi dan dihormati oleh seorang dokter. Selain

itu seorang pasien juga berhak untuk memperoleh informasi mengenai penyakitnya

dan juga apa terapi yang akan diberikan kepadanya. Untuk itulah seorang dokter harus

meminta persetujuan terlebih dahulu kepada pasien mengenai tindakan yang akan

diberikan kepadanya.

Seorang dokter juga tidak boleh membeda-bedakan pasien, dalam kasus ini

adalah pasien yang dianggapnya mampu diberikan pengobatan yang semestinya tidak

perlu karena semata-mata alasan materi. Oleh karena itu dokter semestinya bertindak

sesuai standar profesi yang berlaku. Dalam hal hubungan antar rekan sejawat, seorang

dokter wajib untuk mengingatkan rekannya apabila melakukan kesalahan, tentunya

dengan cara-cara yang dapat dipertanggungjawabkan.

Keputusan yang Diambil

Menurut saya, hubungan dokter-pasien itu tidaklah berupa hubungan yang

paternal, dimana pasien menuruti semua kata dokter. Seorang dokter harus

memberikan informasi yang tepat dan benar kepada pasien dan juga meminta

persetujuan untuk apa yang akan dilakukan, karena pada era modern seperti sekarang,

dimana pasien dapat mengakses informasi seluas-luasnya, pasien berhak menolak

tindakan yang akan diberikan apabila ia merasa itu tidak perlu. Untuk itulah informed

consent diperlukan. Dari beberapa literatur, dikatakan bahwa tidak semua keluhan

nyeri saat berkemih, yang dicurigai gangguan pada prostat diobati dengan pengobatan

invasif. Karena harus dipastikan apakah itu adalah memang benar pembesaran prostat,

atau merupakan infeksi prostat (prostatitis), atau bahkan infeksi saluran kencing

lainnya. Dan terapi invasif tersebut juga biasanya diberikan pada kasus-kasus yang

kronik. Jadi tindakan dokter pada kasus diatas bisa dikatakan overdiagnoses, karena

melakukan sesuatu tanpa memperhatikan standar yang berlaku. Itupun ditambah

15

Page 16: Melindungi Dokter Yang Mengeruk keuntungan dari pasien

dengan tindakannya yang memaksa pasien dan mengancam tidak mau menangani

lagi, padahal hal tersebut bertentangan dengan etika seorang dokter, dimana ia tidak

boleh menolak untuk merawat pasien.

Tindakan yang saya lakukan apabila rekan sejawat saya melakukan hal

tersebut adalah mengingatkannya, terlepas dari kenyataan bahwa pasien yang

ditanganinya adalah keluarga saya, karena menurut saya tindakannya keliru. Karena

berdasarkan kaidah moral seorang dokter, dokter harus senantiasa bertindak otonomi,

yaitu menghormati hak-hak pasien, beneficence, yaitu semua untuk kebaikan pasien,

nonmaleficence, yaitu tidak merugikan atau memperparah keadaan pasien. Serta

justice, bersikap adil dan tidak membeda-bedakan pasien.

Evaluasi

Keputusan yang diambil harus berdasarkan etika yang berlaku dilandasi niat

yang murni untuk berbuat kebaikan. Pasien sebagai orang yang mempunyai penyakit

harus mendapatkan pelayanan kesehatan yang terbaik dan informasi mengenai

penyakit dan konsekuensi yang ditimbulkan yang harus dijelaskan dengan lengkap

oleh dokter. Serta sebagai rekan sejawat sudah seharusnya saling ingat-mengingatkan,

karena dokter juga manusia, yang tidak terlepas dari kesalahan-kesalahan.

16