BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1. INTRA UTERINE FETAL DEATH
1.1. DEFINISI INTRA UTERI FETAL DEATH
IUFD adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dalam
kandungan baik pada kehamilan yang besar dari 20 minggu atau kurang dari 20
minggu (Rustam Muchtar, 1998)
IUFD adalah kematian hasil konsepsi sebelum dikeluarkan dengan sempurna
dari rahim ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan (Sarwono, 2005) Intra Uterine
Fetal death ( IUFD) adalah terjadinya kematian janin ketika masih berada dalam
rahim yang beratnya 500 gram dan atau usia kehamilan 20 minggu atau lebih.
IUFD atau stilbirth adalah kelahiran hasil konsepsi dalam keadaan mati yang
telah mencapai umur kehamilan 28 minggu (atau berat badan lahir lebih atau sama
dengan 1000gr). IUFD adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin
dalam kandungan. Kematian janin dalam kandungan (KJDK) atau intra uterine fetal
deadth (IUFD). Kematian janin dapat terjadi dan biasanya berakhir dengan abortus.
Bila hasil konsepsi yang sudah mati tidak dikeluarkan dan tetap tinggal dalam rahim
disebut missed abortion. Sesudah 20 minggu biasanya ibu telah merasakan gerakan
janin sejak kehamilan 20 minggu. Apabila wanita tidak merasakan gerakan janin
dapat disangka terjadi kematian dalam rahim.
IUFD menurut ICD 10 – International Statistical Classification of Disease and
Related Health Problems adalah kematian fetal atau janin pada usia gestasional ≥ 22
minggu. 2. WHO dan American College of Obstetricians and Gynecologist (1995)
menyatakan Intra Uterine Fetal Death ( IUFD ) ialah janin yang mati dalam rahim
dengan berat badan 500 gram atau lebih tau kematian janin dalam rahim pada
kehamilan 20 minggu atau lebih. 2,3 The US National Center for Health Statistics
menyatakan bahwa Intrauterine fetal death adalah kematian pada fetus dengan berat
badan 350 gram atau lebih dengan usia kehamilan 20 minggu atau lebih.
1.2. FAKTOR RESIKO
Beberapa studi yang dilakukan pada akhir-akhir ini melaporkan sejumlah
faktor risiko kematian fetal, khususnya IUFD. Peningkatan usia maternal juga akan
1
meningkatkan risiko IUFD. Wanita diatas usia 35 tahun memiliki risiko 40-50% lebih
tinggi akan terjadinya IUFD dibandingkan dengan wanita pada usia 20-29 tahun.
Risiko terkait usia ini cenderung lebih berat pada pasien primipara dibanding
multipara. Alasan yang mungkin dapat menjelaskan sebagian risiko terkait usia ini
adalah insiden yang lebih tinggi akan terjadinya kehamilan multiple, diabetes
gestasional, hipertensi, preeklampsia dan malformasi fetal pada wanita yang lebih tua.
Merokok selama kehamilan berhubungan dengan sejumlah risiko kematian fetal.
Sejumlah hubungan kausatif juga telah dideskripsikan. Merokok
meningkatkan risiko retardasi pertumbuhan intrauterine dan solusio plasenta.
Merokok menjadi faktor kausatif utama stillbirth khususnya pada kehamilan
prematur.Berat maternal pada kunjungan antenatal care juga mempengaruhi risiko
IUFD.
Hubungan antara indeks massa tubuh (IMT) dan IUFD telah dilaporkan oleh
Little dan Cnattingius. Stephansson dkk dalam studi kasus kontrol terhadap 700
primipara dengan IUFD dan 700 kontrol melaporkan bahwa primipara yang
mengalami kelebihan berat badan(IMT 25-29,9) ternyata memiliki risiko dua kali lipat
akan terjadinya IUFD dibandingkan wanita dengan IMT ≤ 19,9. Risiko ini akan jauh
berlipat pada primipara obesitas (IMT ≥ 30). Kenaikan berat badan yang terjadi
selama kehamilan tampaknya tidak memperngaruhi risiko IUFD. 2
Faktor sosial seperti status sosioekonomi dan edukasi juga mempengaruhi
risiko terjadinya IUFD. Mereka yang berada dalam status sosioekonomi rendah
ternyata memiliki risiko dua kali lipat menderita IUFD.2
1.3. ETIOLOGI INTRA UTERI FETAL DEATH
Pengetahuan akan etiologi stillbirth menjadi penting untuk mencapai
penurunan angka mortalitas perinatal. Pemahaman kausa IUFD yang lebih baik sangat
dibutuhkan untuk perencanaan kesehatan yang adekuat dan penentuan prioritas dalam
kesehatan perinatal. 2
1.4. KLASIFIKASI INTRA UTERI FETAL DEATH
Kematian janin dibagi menjadi 4 golongan: (wiknjosastro,2002)
a. golongan I : kematian sebelum masa kehamilan mencapai 20 minggu
penuh
b. golongan II : kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu
2
c. golongan III : kematian sesudah masa kehamilan > 28 minggu (late fetal
death)
d. golongan IV : kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan
diatas.
Bila janin mati dalam kehamilan yang telah lanjut terjadilah perubahan-
perubahan
sebagai berikut : 3,8
1. Rigor mortis (tegang mati) : Berlangsung 2,5 jam setelah mati, kemudian lemas
kembali.
2. Maserasi grade 0 (durasi < 8 jam) : kulit kemerahan ‘setengah matang’
3. Maserasi grade I (durasi > 8 jam) : Timbul lepuh-lepuh pada kulit, mula-mula
terisi cairan jernih tapi kemudian menjadi merah dan mulai mengelupas.
4. Maserasi grade II (durasi 2-7 hari) : kulit mengelupas luas, efusi cairan serosa di
rongga toraks dan abdomen. Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi
merah coklat.
1.5. PENYEBAB INTRA UTERI FETAL DEATH
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kematian Janin Dalam Kandungan:
1. Faktor Ibu
a. Umur
Bertambahnya usia ibu, maka terjadi juga perubahan perkembangan dari
organ-organ tubuh terutama organ reproduksi dan perubahan emosi atau kejiwaan
seorang ibu. Hal ini dapat mempengaruhi kehamilan yang tidak secara langsung
dapat mempengaruhi kehidupan janin dalam rahim. Usia reproduksi yang baik untuk
seorang ibu hamil adalah usia 20-30 tahun (Wiknjosastro, 2005).
Pada umur ibu yang masih muda organ-organ reproduksi dan emosi belum
cukup matang, hal ini disebabkan adanya kemunduran organ reproduksi secara umum
(Wiknjosastro, 2005).
b. Paritas
Paritas yang baik adalah 2-3 anak, merupakan paritas yang aman terhadap
ancaman mortalitas dan morbiditas baik pada ibu maupun pada janin. Ibu hamil yang
telah melahirkan lebih dari 5 kali atau grandemultipara, mempunyai risiko tinggi
3
dalam kehamilan seperti hipertensi, plasenta previa, dan lain-lain yang akan dapat
mengakibatkan kematian janin (Saifuddin, 2002).
c. Pemeriksaan Antenatal
Setiap wanita hamil menghadapi risiko komplikasi yang mengancam jiwa,
oleh karena itu, setiap wanita hamil memerlukan sedikitnya 4 kali kunjungan selama
periode antenatal.
1) Satu kali kunjungan selama trimester pertama (umur kehamilan 1-3 bulan)
2) Satu kali kunjungan selama trimester kedua (umur kehamilan 4-6 bulan).
3) Dua kali kunjungan selama trimester ketiga (umur kehamilan 7-9 bulan).
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan sedini mungkin pada seorang wanita
hamil penting sekali sehingga kelainan-kelainan yang mungkin terdapat pada ibu
hamil dapat diobati dan ditangani dengan segera.
Pemeriksaan antenatal yang baik minimal 4 kali selama kehamilan dapat mencegah
terjadinya kematian janin dalam kandungan berguna untuk mengetahui pertumbuhan
dan perkembangan dalam rahim, hal ini dapat dilihat melalui tinggi fungus uteri dan
terdengar atau tidaknya denyut jantung janin (Saifuddin, 2002).
d. Penyulit / Penyakit
1) Anemia
Hasil konsepsi seperti janin, plasenta dan darah membutuhkan zat besi dalam
jumlah besar untuk pembuatan butir-butir darah pertumbuhannya, yaitu sebanyak
berat zat besi. Jumlah ini merupakan 1/10 dari seluruh zat besi dalam tubuh.
Terjadinya anemia dalam kehamilan bergantung dari jumlah persediaan zat besi
dalam hati, limpa dan sumsum tulang.
Selama masih mempunyai cukup persediaan zat besi, Hb tidak akan turun dan
bila persediaan ini habis, Hb akan turun. Ini terjadi pada bulan kelima sampai bulan
keenam kehamilan, pada waktu janin membutuhkan banyak zat besi. Bila terjadi
anemia, pengaruhnya terhadap hasil konsepsi salah satunya adalah kematian janin
dalam kandungan (Mochtar, 2004).
Menurut Manuaba (2003), pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan
dengan menggunakan alat sahli, dapat digolongkan sebagai berikut :
a) Normal : 11 gr%
b) Anemia ringan : 9-10 gr%
4
c) Anemia sedang : 7-8 gr%
d) Anemia berat : <7 gr%.
2) Pre-eklampsi dan eklampsi
Pada pre-eklampsi terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi
garam dan air. Jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan
darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar
oksigen jaringan dapat dicukupi. Maka aliran darah menurun ke plasenta dan
menyebabkan gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi
gawat janin (Mochtar, 2004).
3) Solusio plasenta
Solusio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya normal
terlepas dari perlekatannya sebelum janin lahir. Solusio plasenta dapat terjadi akibat
turunnya darah secara tiba-tiba oleh spasme dari arteri yang menuju ke ruang
intervirale maka terjadilah anoksemia dari jaringan bagian distalnya. Sebelum ini
terjadi nekrotis, spasme hilang darah kembali mengalir ke dalam intervilli, namun
pembuluh darah distal tadi sudah demikian rapuh, mudah pecah terjadinya hematoma
yang lambat laun melepaskan plasenta dari rahim. Sehingga aliran darah ke janin
melalui plasenta tidak ada dan terjadilah kematian janin (Wiknjosastro, 2005).
4) Diabetes Mellitus
Penyakit diabetes melitus merupakan penyakit keturunan dengan ciri-ciri
kekurangan atau tidak terbentuknya insulin, akibat kadar gula dalam darah yang tinggi
dan mempengaruhi metabolisme tubuh secara menyeluruh dan mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan janin. Umumnya wanita penderita diabetes
melarikan bayi yang besar (makrosomia). Makrosomia dapat terjadi karena glukosa
dalam aliran darahnya, pancreas yang menghasilkan lebih banyak insulin untuk
menanggulangi kadar gula yang tinggi. Glukosa berubah menjadi lemak dan bayi
menjadi besar. Bayi besar atau makrosomia menimbulkan masalah sewaktu
melahirkan dan kadang-kadang mati sebelum lahir (Stridje, 2000).
5
5) Rhesus Iso-Imunisasi
Jika orang berdarah rhesus negatif diberi darah rhesus positif, maka antigen
rhesus akan membuat penerima darah membentuk antibodi antirhesus. Jika transfusi
darah rhesus positif yang kedua diberikan, maka antibodi mencari dan menempel
pada sel darah rhesus negatif dan memecahnya sehingga terjadi anemia ini disebut
rhesus iso-imunisasi. Hal ini dapat terjadi begitu saja di awal kehamilan, tetapi
perlahan- lahan sesuai perkembangan kehamilan. Dalam aliran darah, antibodi
antihresus bertemu dengan sel darah merah rhesus positif normal dan menyelimuti
sehingga pecah melepaskan zat bernama bilirubin, yang menumpuk dalam darah, dan
sebagian dieklaurkan ke kantong ketuban bersama urine bayi. Jika banyak sel darah
merah yang hancur maka bayi menjadi anemia sampai akhirnya mati (Llewelyn,
2005)
6) Infeksi dalam kehamilan
Kehamilan tidak mengubah daya tahan tubuh seorang ibu terhadap infeksi,
namun keparahan setiap infeksi berhubungan dengan efeknya terhadap janin. Infeksi
mempunyai efek langsung dan tidak langsung pada janin. Efek tidak langsung timbul
karena mengurangi oksigen darah ke plasenta. Efek langsung tergantung pada
kemampuan organisme penyebab menembus plasenta dan menginfeksi janin,
sehingga dapat mengakibatkan kematian janin in utero (Llewellyn, 2001).
7) Ketuban Pecah Dini
Ketuban pecah dini merupakan penyebab terbesar persalinan prematur dan
kematian janin dalam kandungan. Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban
sebelum terdapat tanda persalinan, dan ditunggu satu jam belum dimulainya tanda
persalinan. Kejadian ketuban pecah dini mendekati 10% semua persalinan. Pada umur
kehamilan kurang dari 34 mninggu, kejadiannya sekitar 4%.
Ketuban pecah dini menyebabkan hubungan langsung antara dunia luar dan
ruangan dalam rahim, sehingga memudahkan terjadinya infeksi. Salah satu fungsi
selaput ketuban adalah melindungi atau menjadi pembatas dunia luar dan ruangan
dalam rahim sehingga mengurangi kemungkinan infeksi. Makin lama periode laten,
makin besar kemungkinan infeksi dalam rahim, persalinan prematuritas dan
selanjutnya meningkatkan kejadian kesakitan dan kematian ibu dan kematian janin
dalam rahim (Manuaba, 2003).
6
8) Letak lintang
Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang di dalam uterus
dengan kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong berada pada sisi yang lain. Pada
letak lintang dengan ukuran panggul normal dan cukup bulan, tidak dapat terjadi
persalinan spontan. Bila persalinan dibiarkan tanpa pertolongan, akan menyebabkan
kematian janin. Bahu masuk ke dalam panggul sehingga rongga panggul seluruhnya
terisi bahu dan bagian-bagian tubuh lainnya. Janin tidak dapat turun lebih lanjut dan
terjepit dalam rongga panggul. Dalam usaha untuk mengeluarkan janin, segmen
bawah uterus melebar serta menipis, sehingga batas antara dua bagian ini makin lama
makin tinggi dan terjadi lingkaran retraksi patologik sehingga dapat mengakibatkan
kematian janin (Wiknjosastro, 2005). (4)
2. Faktor Janin
Antara 25 dan 40 persen kasus lahir mati memiliki kausa janin dan mencakup
anomali kongenital, infeksi, malnutrisi, hidrops nonimun, dan isoimunisasi anti-D.
Insidensi malformasi kongenital mayor yang dilaporkan pada bayi lahir mati sangat
bervariasi, dan bergantung pada apakah dilakukan otopsi. Sekitar sepertiga kematian
janin disebabkan oleh anomali struktural, dan yang tersering karena cacat neural-tube,
hidrops, hidrosefalus terisolasi dan penyakit jantung kongenital kompleks. Anomali
struktural dan aneuploidi ini dapat didiagnosis secara antenatal. (williams)
Insidensi lahir mati akibat infeksi pada janin tampaknya sangat konsisten.
Enam persen kasus bayi lahir mati disebabkan oleh infeksi. Sebagian besar
didiagnosis sebagai “korioamnionitis”, dan sebagian sebagai “sepsis janin atau
intrauterus”. Sifilis kongenital merupakan kausa kematian janin yang lebih sering
pada wanita dari golongan sosial ekonomi lemah. Infeksi lain yang berperan
menyebabkan kematian adalah infeksi sitomegalovirus. Parvovirus B19, rubela,
varisela, dan listeriosis. (williams)
a. Kelainan congenital
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi
yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat
merupakan sebab penting terjadinya kematian janin dalam kandungan, atau lahir mati.
Bayi dengan kelainan kongenital, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir
rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya.
7
Dilihat dari bentuk morfologik, kelainan kongenital dapat berbentuk suatu
deformitas atau bentuk malformitas. Suatu kelainan kongenital yang berbentuk
deformitas secara anatomik mungkin susunannya masih sama tetapi bentuknya yang
akan tidak normal. Kejadian ini umumnya erat hubungannya dengan faktor penyebab
mekanik atau pada kejadian oligohidramnion. Sedangkan bentuk kelainan kongenital
malformitas, susunan anatomik maupun bentuknya akan berubah.
Kelainan kongenital dapat dikenali melalui pemeriksaan ultrasonografi,
pemeriksaan air ketuban, dan darah janin (Kadri, 2005).
b. Infeksi intranatal
Infeksi melalui cara ini lebih sering terjadi daripada cara yang lain. Kuman
dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion setelah ketuban pecah. Ketuban
pecah dini mempunyai peranan penting dalam timbulnya plasentitis dan amnionitis.
Infeksi dapat pula terjadi walaupun ketuban masih utuh, misalnya pada partus lama
dan seringkali dilakukan pemeriksaan vaginal. Janin kena infeksi karena
menginhalasi likuor yang septik, sehingga terjadi pneumonia kongenital atau karena
kuman-kuman yang memasuki peredaran darahnya dan menyebabkan septicemia.
Infeksi intranatal dapat juga terjadi dengan jalan kontak langsung dengan kuman yang
terdapat dalam vagina, misalnya blenorea dan oral thrush (Monintja, 2006).
c. Kelainan Tali Pusat
Tali pusat sangat penting artinya sehingga janin bebas bergerak dalam cairan
amnion, sehingga pertumbuhan dan perkembangannya berjalan dengan baik. Pada
umumnya tali pusat mempunyai panjang sekitar 55 cm.
Tali pusat yang terlalu panjang dapat menimbulkan lilitan pada leher, sehingga
mengganggu aliran darah ke janin dan menimbulkan asfiksia sampai kematian janin
dalam kandungan.
1) Kelainan insersi tali pusat
Insersi tali pusat pada umumnya parasentral atau sentral. Dalam keadaan
tertentu terjadi insersi tali pusat plasenta battledore dan insersi velamentosa. Bahaya
insersi velamentosa bila terjadi vasa previa, yaitu pembuluh darahnya melintasi
kanalis servikalis, sehingga saat ketuban pecah pembuluh darah yang berasal dari
janin ikut pecah. Kematian janin akibat pecahnya vase previa mencapai 60%-70%
8
terutama bila pembukaan masih kecil karena kesempatan seksio sesaria terbatas
dengan waktu (Wiknjosastro, 2005).
2) Simpul tali pusat
Pernah ditemui kasus kematian janin dalam rahim akibat terjadi peluntiran
pembuluh darah umblikalis, karena selei Whartonnya sangat tipis. Peluntiran
pembuluh darah tersebut menghentikan aliran darah ke janin sehingga terjadi
kematian janin dalam rahim. Gerakan janin yang begitu aktif dapat menimbulkan
simpul sejati sering juga dijumpai (Manuaba, 2002).
3) Lilitan tali pusat
Gerakan janin dalam rahim yang aktif pada tali pusat yang panjang besar
kemungkinan dapat terjadi lilitan tali pusat. Lilitan tali pusat pada leher sangat
berbahaya, apalagi bila terjadi lilitan beberapa kali. Tali pusat yang panjang
berbahaya karena dapat menyebabkan tali pusat menumbung, atau tali pusat
terkemuka. Dapat diperkirakan bahwa makin masuk kepala janin ke dasar panggul,
makin erat lilitan tali pusat dan makin terganggu aliran darah menuju dan dari janin
sehingga dapat menyebabkan kematian janin dalam kandungan (Wiknjosastro,
2005). (5)
1.6. EVALUASI KEMATIAN JANIN
Penyebab kematian janin dapat dibagi menjadi faktor ibu, janin, plasenta/tali
pusat dan faktor eksternal. Dalam beberapa kasus, kematian janin mungkin hasil dari
kombinasi penyebab tersebut. Secara signifikan, penyebab kematian tidak dapat
dijelaskan meskipun dengan pemeriksaan yang luas.
Penyebab umum kematian janin
Kondisi ibu: sepsis, diabetes dan preeklamsia.
Kondisi janin: malformasi, kromosom dan kelainan genetik, infeksi, pembatasan
pertumbuhan dan hidrops.
Komplikasi plasenta dan tali pusat: abrupsi, infark, simpul ketat pada tali pusat dan
lilitan tali pusat yang abnormal.
Kondisi Fetomaternal: fetomaternal pendarahan.
9
Penyebab lain (dan beberapa kasus eksternal): obesitas maternal, penyalahgunaan
obat, ibu lanjut usia >40 tahun, sosial rendah, trauma, faktor medis yang tidak
terkontrol termasuk masalah penyakit tiroid, kolestasis, sindrom antifosfolipid dan
trombofilia yang diwariskan. (Bode Williams and Sujata Datta)
1.7. MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS INTRA UTERI FETAL DEATH
1. Anamnesis :
Pasien mengaku tidak lagi merasakan gerakan janinnya.
Perut tidak bertambah besar, bahkan mungkin mengecil (kehamilan tidak seperti
biasanya )
Perut sering menjadi keras dan merasakan sakit seperti ingin melahirkan
Penurunan berat badan
2. Pemeriksaan Fisik :
Inspeksi : Tinggi fundus uteri berkurang atau lebih rendah dari usia kehamilannya.
Tidak terlihat gerakan-gerakan janin yang biasanya dapat terlihat pada ibu yang
kurus.
Palpasi : Tonus uterus menurun, uterus teraba flaksid. Tidak teraba gerakan-
gerakan janin.
Auskultasi : Tidak terdengarnya denyut jantung janin setelah usia kehamilan 10-12
minggu pada pemeriksaan ultrasonic Doppler merupakan bukti kematian janin
yang kuat.
3. Pada foto radiologik dapat dilihat adanya :
a. Tulang-tulang tengkorak tutup menutupi (tanda Spalding)
yaitu tumpang tindih (overlapping) secara ireguler tulang tengkorak, yang terjadi
akibat likuefaksi massa otak dan melemahnya struktur ligamentosa yang
membentuk tengkorak. Biasanya tanda ini muncul 7 hari setelah kematian.
Namun ciri-ciri yang sama dapat ditemukan pada kehamilan ekstrauterin dengan
janin hidup.
b. Tulang punggung janin sangat melengkung (tanda Naujokes)
c. Hiperekstensi kepala tulang leher janin (tanda Gerhard)
d. Ada gelembung-gelembung gas pada badan janin (tanda Robert)
e. Femur length yang tidak sesuai dengan usia kehamilan.
10
Digunakan untuk menentukan usia kehamilan dan adanya kelainan dari sistem Skelet.
4. Bila janin yang mati tertahan 5 minggu atau lebih,kemungkinan
hypofibrinogenemia 25%.
5. Untuk diagnosis pasti penyebab kematian sebaiknya dilakukan otopsi
janin,pemeriksaan plasenta serta selaput. Diperlukan evaluasi secara komprehensif
untuk mencari penyebab kematian janin termasuk hal-hal yang berhubungan dengan
penyakit maternal, yaitu perlunya diperiksa kadar TSH, HbA1c dan TORCH.
Sehingga dapat mengantisipasi pada kehamilan selanjutnya. 7
5.1. PROTOKOL PEMERIKSAAN PADA JANIN DENGAN IUFD MENURUT
CUNNINGHAM DAN HOLLIER:1
1. Deskripsi bayi
malformasi
bercak/ noda
warna kulit – pucat, pletorik
derajat maserasi
2. Tali pusat
prolaps
pembengkakan - leher, lengan, kaki
hematoma atau striktur
jumlah pembuluh darah
panjang tali pusat
3. Cairan Amnion
warna – mekoneum, darah
konsistensi
volume
4. Plasenta
berat plasenta
bekuan darah dan perlengketan
malformasi struktur – sirkumvalata, lobus aksesorius
edema – perubahan hidropik
11
5. Membran amnion
bercak/noda
ketebalan
5.2. PENATALAKSANAAN INTRA UTERI FETAL DEATH
Ketika bayi mati sebelum dilahirkan, untuk penatalaksanaannya adalah
menunggu saat persalinan atau induksi persalinan. Banyak wanita (90%) mulai
merasa kontraksi dan persalinan pada 3 minggu setelah bayi mati dalam kandungan,
tapi bila tidak ada tanda persalinan, ada resiko dari terjadinya disseminated
intravascular coagulopathy (DIC) berupa infeksi intra uterine jika membran rupture.
Induksi persalinan pada kasus IUFD mungkin melibatkan penggunaan
oksitosin atau prostaglandin. Persoalan yang berkaitan dengan jenis dan dosis agen
induksi sedikit berbeda bagi wanita yang mengalami induksi untuk IUFD
dibandingkan dengan induksi persalinan aterm dengan adanya janin hidup. Sementara
efek samping (termasuk uterus hiper-stimulasi, mual, muntah, dan diare) dan
keamanan (komplikasi seperti ruptur uterus) adalah pertimbangan penting bagi
wanita. Selain itu, perlu untuk mempertimbangkan penerimaan dari rahim untuk obat
prostaglandin, terutama pada usia kehamilan awal, di mana penggunaan dosis rendah
mungkin efektif dalam menginduksi persalinan, atau dikaitkan dengan interval
induksi.
1. Jika pemeriksaan Radiologik tersedia, konfirmasi kematian janin setelah 5 hari.
Tanda-tandanya berupa overlapping tulang tengkorak, hiperfleksi columna vertebralis,
gelembung udara didalam jantung dan edema scalp.
2. USG merupakan sarana penunjang diagnostik yang baik untuk memastikan
kematian janin dimana gambarannya menunjukkan janin tanpa tanda kehidupan, tidak
ada denyut jantung janin, ukuran kepala janin dan cairan ketuban berkurang.
3. Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien. Sebaiknya pasien
selalu didampingi oleh orang terdekatnya. Yakinkan bahwa kemungkinan besar dapat
lahir pervaginam.
4. Pilihan cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun ekspektatif, perlu
dibicarakan dengan pasien dan keluarganya sebelum keputusan diambil.
5. Bila pilihan penanganan adalah ekspektatif maka tunggu persalinan spontan hingga
2 minggu dan yakinkan bahwa 90 % persalinan spontan akan terjadi tanpa komplikasi
12
6. Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan spontan, lakukan
penanganan aktif.
7. Jika penanganan aktif akan dilakukan, nilai servik yaitu :
a. Jika servik matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin atau
prostaglandin.
b. Jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan prostaglandin
atau kateter foley, dengan catatan jangan lakukan amniotomi karena berisiko
infeksi
c. Persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternatif terakhir
8. Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun dan
serviks belum matang, matangkan serviks dengan misoprostol:
a. Tempatkan misoprostol 25 mcg dipuncak vagina, dapat diulang sesudah 6 jam
b. Jika tidak ada respon sesudah 2x25 mcg misoprostol, naikkan dosis menjadi
50mcg setiap 6 jam. Jangan berikan lebih dari 50 mcg setiap kali dan jangan
melebihi 4 dosis.
9. Jika ada tanda infeksi, berikan antibiotika untuk metritis.
10. Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah pecah,
waspada koagulopati
11. Berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya untuk melihat dan melakukan
kegiatan ritual bagi janin yang meninggal tersebut.
12.Pemeriksaan patologi plasenta adalah untuk mengungkapkan adanya patologi
plasenta dan infeksi.
5.3. METODE-METODE TERMINASI
1. Terminasi harus selalu dilakukan dengan induksi, yaitu :
a. Infus Oksitosin
Cara ini sering dilakukan dan efektif pada kasus-kasus dimana telah terjadi
pematangan serviks. Pemberian dimulai dengan 5-10 unit oksitosin dalam 500 ml
larutan Dextrose 5% melalui tetesan infus intravena. Dua botol infus dapat diberikan
dalam waktu yang bersamaan. Pada kasus yang induksinya gagal, pemberian
dilakukan dengan dosis oksitosin dinaikkan pada hari berikutnya. Infus dimulai
dengan 20 unit oksitosin dalam 500 ml larutan Dextrose 5% dengan kecepatan 30
tetes per menit. Bila tidak terjadi kontraksi setelah botol infus pertama, dosis
dinaikkan menjadi 40 unit. Resiko efek antidiuretik pada dosis oksitosin yang tinggi
13
harus dipikirkan, oleh karena itu tidak boleh diberikan lebih dari dua botol pada waktu
yang sama. Pemberian larutan ringer laktat dalam volume yang kecil dapat
menurunkan resiko tersebut.
Apabila uterus masih refrakter, langkah yang dapat diulang setelah pemberian
prostaglandin pervaginam. Kemungkinan terdapat kehamilan sekunder harus
disingkirkan bila upaya berulang tetap gagal menginduksi persalinan.
b. Prostaglandin
Pemberian gel prostaglandin (PGE2) per vaginam di daerah forniks posterior
sangat efektif untuk induksi pada keadaan dimana serviks belum matang. Pemberian
dapat diulang setelah 6-8 jam. Langkah induksi ini dapat ditambah dengan pemberian
oksitosin.
2. Operasi Sectio Caesaria (SC)
Pada kasus IUFD jarang dilakukan. Operasi ini hanya dilakukan pada kasus
yang dinilai dengan plasenta praevia, bekas SC ( dua atau lebih) dan letak lintang.
5.4. PENCEGAHAN
Upaya mencegah kematian janin, khususnya yang sudah atau mendekati aterm
adalah bila ibu merasa gerakan janin menurun, tidak bergerak, atau gerakan janin
terlalu keras, perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi. Perhatikan adanya solusio
plasenta. Pada gemelli dengan T+T (twin to twin transfusion) percegahan dilakukan
dengan koagulasi pembuluh anastomosis.
Resiko kematian janin dapat sepenuhnya dihindari dengan antenatal care yang
baik. Ibu menjauhkan diri dari penyakit infeksi, merokok, minuman beralkohol atau
penggunaan obat-obatan.
Tes-tes antepartum misalnya USG, tes darah alfa-fetoprotein, dan non-stress
test fetal elektronik dapat digunakan untuk mengevaluasi kegawatan janin sebelum
terjadi kematian dan terminasi kehamilan dapat segera dilakukan bila terjadi gawat
janin.
14
6. PIJAT PADA KEHAMILAN
6.1. DEFINISI PIJAT PADA KEHAMILAN
Pijat kehamilan adalah istilah untuk penekanan dengan tangan selama atau setelah
kehamilan (prenatal atau pijat setelah melahirkan).
Sebuah pijat kehamilan biasanya berlangsung satu jam. Beberapa praktisi
menggunakan meja pijat kehamilan. Itu meja dirancang untuk mengakomodasi perut
hamil wanita. Lainnya menggunakan bantal yang dirancang khusus yang disebut
guling untuk posisi seorang wanita nyaman di sisinya. Ini membantu terutama selama
tahap akhir kehamilan. Berbaring pada posisi yang paling nyaman.
6.2. MANFAAT PIJAT PADA KEHAMILAN
Pijat kehamilan umumnya sangat aman dan memuaskan, tetapi tidak untuk
semua orang di semua tahap kehamilan. Itulah mengapa penting untuk menggunakan
terapis pijat prenatal.
Pijat pada titik reflek di mata kaki-daerah pergelangan kaki yang sesuai
dengan rahim dan ovarium- harus dihindari kecuali seorang wanita pada masa
menjelang melahirkan. Pijat langsung di atas varises adalah bukan sesuatu yang baik,
tetapi perawatan yang dilakukan ke daerah-daerah sekitarnya akan meningkatkan
sirkulasi dan meredakan ketegangan dalam jaringan varises .
Secara umum, beberapa pembengkakan normal terjadi pada kehamilan, dan
pijat dapat membantu meringankan beberapa ketidaknyamanan. Namun,
pembengkakan yang terjadi cukup cepat dan/atau berat pada tangan dan wajah pada
akhir kehamilan dapat menjadi tanda kondisi yang berpotensi berbahaya dan
membutuhkan perawatan medis segera, pijat bukanlah terapi yang tepat dalam kasus
ini .
Jika memiliki kondisi lain, penting bahwa harus berbicara dengan dokter
sebelum menjadwalkan janji dengan terapis pijat. Sebagai contoh, jika memiliki
kehamilan berisiko tinggi, tekanan darah tinggi, atau pre-eclampsia, dapatkan nasihat
dari dokter terlebih dahulu. Jika mengalami persalinan prematur, pijat dapat
membantu meningkatkan sirkulasi, tapi pijat perut harus dihindari.
15
Hanya sedikit dari penelitian yang fokus pada pemijatan pada kehamilan.
Tidak ada manfaat pasti yang ditetapkan.tapi satu penelitian dari University of Miami
School of Medicine mengusulkan mungkin memiliki beberapa efek positif yang
meliputi:
- Menurunkan kecemasan
- Mengurangi nyeri pada punggung dan kaki
- Memperbaiki pola tidur
- Mengurangi kadar hormon stress norepinephrine
Pada penelitian lain dari pijat kehamilan pada wanita dengan depresi,
didapatkan hasil:
- Peningkatan kadar hormon dopamin dan serotonin yang membuat “merasa nyaman”
- Penurunan kadar hormon kortisol, sebuah indikator dari stress
- Memperbaiki suasana hati secara menyeluruh
Penelitian telah menunjukan, pada populasi secara umum, pemijatan memiliki
manfaat potensial lain. Antara lain mengatasi nyeri, atau memperbaiki sistem imun
untuk melawan virus dan tumor.
Dari sudut pandang ilmu pengetahuan, mekanisme untuk terapi pemijatan
masih banyak tidak diketahui. Banyak penelitian yang perlu pemahaman bagaimana
menerima jenis yang berbeda-beda dari penekanana manual pada tubuh sebagai:
- Pereda nyeri
- Merangsang pelepasan hormon tertentu seperti serotonin
- Memperbaiki kualitas tidur
- Meningkatkan respon relaksasi fisiologis
Terapis pijat mengadopsi teknik pijat tradisional untuk mengatasi perubahan
tubuh wanita dalam kehamilan. Misalnya, tekanan darah meningkat secara drastis –
mencapai 50%- dalam kehamilan. Aliran darah ke kaki menjadi lamban. Dan kadar
antikoagulan di darah –yang dirancang untuk mencegah perdarahan saat persalinan-
secara alami meningkat.
16
Banyak terapis pijat tidak bersedia melakukan pemijatan pada trimester
pertama. Alasannya karena potensial untuk terjadinya keguguran. Beberapa terapis
pijat kehamilan berpendapat bahwa pemijatan kehamilan itu sendiri tidak
menyebabkan keguguran, tetapi tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa pijat
kehamilan dan keguguran saling berhubungan.
Karena penelitian tentang pijat kehamilan kurang, banyak dokter yang
menyarankan pendekatan konservatif. Mereka bahkan mungkin menyarankan semua
wanita hamil untuk menghindari pijat. Namun secara ilmiah tidak ada di dalam
pedoman. Pastikan mendapatkan izin dari dokter sebelum mencoba pijat, terutama
jika:
1. Mengalami mual, muntah, atau morning sickness
2. Beresiko tinggi terjadi abortus
3. Memiliki kehamilan berisiko tinggi seperti solusio plasenta atau persalinan
prematur
6.3. TEKNIK AMAN PIJAT PADA KEHAMILAN
6.3.1. PIJAT TANGAN
Persiapan:
Minta ibu hamil duduk atau berbaring. Sementara pemijat duduk atau berdiri di
sebelahnya.
Caranya:
1. Gunakan telapak tangan dan dorong telapak pemijat dari pergelangan tangan
sampai ke bahu. Lakukan pijatan dengan gerakan memutar kecil dengan ibu jari
dan telunjuk.
2. Gerakan yang sama bisa juga diterapkan di sekitar pergelangan tangan.
3. Pada bagian bawah lengan dan telapak tangan, pemijat bisa meremas-remas dengan
memberikan tekanan lebih kuat. (ayahbunda)
6.3.2. PIJAT KAKI
Persiapan:
17
Minta ibu hamil berbaring miring atau duduk bersandar. Sementara pemijat
duduk atau berdiri di sampingnya.
Caranya:
1. Letakkan tangan kanan atau kiri pemijat di atas kaki ibu hamil yang sebelah kiri atau
kanan dengan posisi telapak telentang. Pijatllah kaki dari bawah ke atas.
2. Masih dengan telapak tangan, pijat secara memutar besar-besar, lalu turun perlahan
sampai ke betis.
3. Pijat bagian paha dan betis seperti mengusap-usap dengan gerakan naik turun.
Lakukan bergantian antara tangan kanan dan kiri.
4. Pijat bagian ruas-ruas jari kaki dengan ibu jari dan jari telunjuk.
5. Hindari memijat bagian paha atau menekan kaki terlalu keras apalagi jika ibu hamil
memiliki varises karena dikhawatirkan akan memecahkan gumpalan darah tersebut.
(ayahbunda)
6.4. VERSI LUAR DALAM SUNGSANG
6.4.1. DEFINISI VERSI
Prosedur untuk melakukan perubahan presentasi janin melalui manipulasi
fisik dari satu kutub ke kutub lain yang lebih menguntungkan bagi
berlangsungnya proses persalinan pervaginam dengan baik.
Versi luar pada 2 dekade terakhir ini menjadi populer kembali seiring
dengan adanya penggunaan yang luas dari alat ultrasonografi, peralatan
elektronik untuk pengamatan kesehatan janin (electronic fetal monitoring) dan
obat-obat tokolitik yang efektif.
American College Of Obstetrics and Gynecology (2001), memberikan
rekomendasi usaha untuk mengurangi kejadian presentasi sungsang dengan
tindakan versi luar bilamana memungkinkan.
Keberhasilan tindakan versi luar berkisar antara 35-85% atau rata-rata 60%.
(American College of Obstericians and Gynecologist 2000)
18
Chan dkk (2004) dan Vezina dkk (2004) : keberhasilan tindakan versi luar
tidak selalu diikuti dengan penurunan angka kejadian sectio caesar. Distosia,
kelainan presentasi kepala, gawat janin sering terjadi pasca keberhasilan versi
luar dan hal ini pada akhirnya memerlukan tindakan sectio caesar.
Batasan : proses pemutaran kutub tubuh janin dimana proses manipulasi
seluruhnya dilakukan diluar cavum uteri.
6.4.2. KLASIFIKASI
1. Berdasarkan arah pemutaran
1. Versi Sepalik : merubah bagian terendah janin menjadi presentasi kepala
2. Versi Podalik : merubah bagian terendah janin menjadi presentasi bokong
2. Berdasarkan cara pemutaran
1. Versi luar (external version)
2. Versi internal ( internal version)
3. Versi Bipolar ( “Braxton Hicks” version)
6.4.3. SYARAT VERSI LUAR
1. Janin dapat lahir pervaginam atau diperkenankan untuk lahir pervaginam ( tak
ada kontraindikasi )
2. Bagian terendah janin masih dapat dikeluarkan dari pintu atas panggul (belum
engage)
3. Dinding perut ibu cukup tipis dan lentur sehingga bagian-bagian tubuh janin
dapat dikenali (terutama kepala) dan dapat dirasakan dari luar dengan baik
4. Selaput ketuban utuh.
5. Pada parturien yang sudah inpartu : dilatasi servik kurang dari 4 cm dengan
selaput ketuban yang masih utuh.
6. Pada ibu yang belum inpartu :
1. Pada primigravida : usia kehamilan 34 – 36 minggu.
2. Pada multigravida : usia kehamilan lebih dari 38 minggu.
19
6.4.4. INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI
Indikasi :
1. Letak bokong.
2. Letak lintang.
3. Letak kepala dengan talipusat atau tangan terkemuka.
4. Penempatan dahi.
Kontra indikasi :
1. Perdarahan antepartum.
o Pada plasenta praevia atau plasenta letak rendah, usaha memutar janin
dikhawatirkan akan menyebabkan plasenta lepas dari insersionya sehingga
akan menambah perdarahan.
2. Hipertensi.
o Pada penderita hipertensi pada umumnya sudah terjadi perubahan pembuluh
arteriole plasenta sehingga manipulasi eksternal dapat semakin merusak
pembuluh darah tersebut sehingga terjadi solusio plasenta.
3. Cacat uterus.
o Jaringan parut akibat sectio caesar atau miomektomi pada mioma intramural
merupakan locus minoris resistancea yang mudah mengalami ruptura uteri.
4. Kehamilan kembar.
5. Primitua, nilai sosial anak yang tinggi atau riwayat infertilitas
6. Insufisiensi plasenta atau gawat janin.
Faktor yang menentukan keberhasilan tindakan versi luar :
1. Paritas.
2. Presentasi janin.
3. Jumlah air ketuban.
Faktor yang mempengaruhi terjadinya kegagalan tindakan versi luar:
20
1. Bagian terendah janin sudah engage .
2. Bagian janin sulit diidentifikasi (terutama kepala).
3. Kontraksi uterus yang sangat sering terjadi.
4. Hidramnion.
5. Talipusat pendek.
6. Kaki janin dalam keadaan ekstensi (“frank breech”)
6.4.5. TEKNIK VERSI LUAR
1. Versi Luar harus dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas tindakan SC emergensi
dan dilakukan atas persetujuan penderita setelah mendapatkan informasi yang
memadai dari dokter.
2. Sebelum melakukan tindakan VL, lakukan pemeriksaan ultrasonografi untuk:
Memastikan jenis presentasi.
Jumlah cairan amnion.
Kelainan kongenital.
Lokasi plasenta.
(ada tidaknya lilitan talipusat).
3. Sebelum melakukan tindakan VL, harus dilakukan pemeriksaan kardiotokografi
(non-stress test) untuk memantau keadaan janin.
4. Pasang “intravenous line” sambil dilakukan pengambilan darah darah untuk
pemeriksaan darah lengkap (persiapan bilamana harus segera dilakukan tindakan
sectio caesar).
5. Pasien diminta untuk mengosongkan kandung kemih.
6. (berikan terbutaline 0.25 mg subcutan sebagai tokolitik).
7. Tahapan versi luar :
1. Tahap mobilisasi : mengeluarkan bagian terendah janin dari panggul
1. Ibu berbaring telentang atau posisi Trendelenburg ringan dengan posisi tungkai
dalam keadaan fleksi pada sendi paha dan lutut.
21
2. Perut ibu diberi bedak (talcum) atau jelly.
3. Penolong berdiri disamping kanan dan menghadap kearah kaki ibu.
4. Dengan kedua telapak tangan diatas simfisis menghadap kebagian kepala ibu,
bokong anak dibawa keluar dari panggul.
2. Tahap eksenterasi : membawa bagian terendah ke fossa iliaca
a) Setelah diluar panggul, bokong ditempatkan pada salah satu dari fossa iliaca
agar radius putaran tidak terlalu jauh.
Tahap rotasi : memutar janin ke kutub yang dikehendaki.
a. Pada waktu akan melakukan rotasi, penolong menghadap kearah muka ibu.
b. Satu tangan memegang bokong (bagian terendah) dan tangan lain memegang
kepala; dengan gerakan bersamaan dilakukan rotasi sehingga janin berada
presentasi yang dikehendaki.
Catatan :
Pemutaran dilakukan kearah dimana tahanannya paling rendah (kearah perut
janin) atau presentasi yang paling dekat (bila VL dilakukan pada presentasi lintang
atau oblique)
Bila pemutaran kearah perut janin gagal maka dapat diusahakan pemutaran
pada arah sebaliknya.
Setelah tahap rotasi, dilakukan pemeriksaan NST ulang (baik pada tindakan
VL yang berhasil maupun gagal) ; bila kondisi janin baik maka dilanjutkan dengan
tahap fiksasi.
Tahap fiksasi : mempertahankan presentasi janin agar tidak kembali presentasi
semula (pemasangan gurita)
Catatan : Versi Luar pada letak lintang dilakukan hanya melalui 2 tahap yaitutahap
rotasi dan tahap fiksasi.
Kriteria Versi Luar dianggap gagal:
1. Ibu mengeluh nyeri saat dilakukan pemutaran.
22
2. Terjadi gawat janin atau hasil NST memperlihatkan adanya gangguan terhadap
kondisi janin.
3. Bagian janin tidak dapat diidentifikasi dengan baik oleh karena sering terjadi
kontraksi uterus saat dilakukan palpasi.
4. Terasa hambatan yang kuat saat melakukan rotasi.
Masalah kontroversial dalam tindakan versi luar :
1. Penggunaan tokolitik
2. Penggunaan analgesia epidural
6.4.5.KOMPLIKASI VERSI LUAR
1. Solusio plasenta
2. Ruptura uteri
3. Emboli air ketuban
4. Hemorrhagia fetomaternal
5. Isoimunisasi
6. Persalinan Preterm
7. Gawat janin dan IUFD
7. TALI PUSAT DAN KELAINANNYA
7.1. ANATOMI STRUKTUR TALI PUSAT
Pembuluh darah tali pusat berbeda dalam struktur dan fungsi dibandingkan
dengan pembuluh darah besar di dalam tubuh. Kedua arteri tali pusat melilit dalam
model putaran. Darah mengalir dengan cara yang berdenyut dari janin ke plasenta
melalui arteri. Sebuah pulsasi kecil dalam transpor pasif di dalam darah masuk ke
janin melalui vena umbilikalis. Vinci mempostulatkan bahwa panjang tali pusat
seiring dengan bertambahnya usia kehamilan memiliki panjang rata-rata sesuai
23
dengan panjang janin sendiri. Tali pusat terdiri dari lapisan luar dari epitel amnion,
dengan massa internal mesodermal, wharton’s jelly. Dalam wharton’s jelly terdapat
dua saluran endodermal, yaitu : duktus allantois dan duktus vitellini, serta pembuluh
darah umbilikalis.5
Struktur tali pusat normal terdiri dari dua arteri umbilikalis, dan satu vena
umbilikalis yang dikelilingi oleh wharton jelly lapisan luar, dan lapisan tunggal
selaput amnion. Arteri tali pusat timbul dari aorta embrio setelah berdiferensiasi dan
mengalami pertumbuhan, mereka menjadi cabang-cabang arteri iliaka interna pada
janin.5
Tali pusat dan jaringan penyusunnya terdiri dari : lapisan luar amnion,
wharton’s jelly, dua arteri umbilikalis dan satu vena umbilikalis, yang dirancang
untuk melindungi aliran darah ke janin selama masa kehamilan sampai aterm. Lapisan
luar amnion dapat mengatur tekanan fluida di dalam tali pusat. Wharton's jelly diisi
cairan jelly untuk mencegah kompresi pembuluh darah. Aliran darah diatur oleh otot
polos di sekitar arteri yang bercampur dengan kolagen berdasarkan matriks
ekstraseluler.
7.2. FUNGSI TALI PUSAT
Tali pusat berfungsi untuk mengalirkan darah ke janin untuk pertumbuhan dan
perkembangan janin. Jaringan dari tali pusat harus bekerja untuk mempertahankan
aliran darah selama perkembangan janin dengan gerakan yang normal. Tali pusat
merupakan perpanjangan dari sistem kardiovaskular janin sehingga memiliki potensi
besar dalam mempelajari dan menilai perubahan dalam jaringan pembuluh darah
janin.
7.3. KELAINAN PLASENTA DAN TALI PUSAT
Penyebab kematian janin terkait dengan adanya abnormalitas pada plasenta,
tali pusat dan membran plasenta.
1. Plasenta : Pada kehamilan, janin yang normal mendapatkan sirkulasi dari
pembuluh darah umbilikal dengan jumlah 350 – 400 ml/menit. 8,19
24
2. Tali Pusat : terdiri dari 2 arteri umbilikalis dan 1 vena umbilikalis allantois dan
mesoderm primer. Panjang tali pusat N ialah 50 – 60 cm dengan diameter 12 mm.
Hal ini berkaitan dengan aktivitas janin di dalam dua trimeter pertama.
1. Tali pusat abnormal : Tali pusat panjang : > 100 cm
2. Tali pusat pendek : < 30 cm.
Sejumlah kelainan plasenta berhubungan dengan IUFD misalnya inflamasi
membran, kompresi tali pusat, lesi akibat insufisiensi vaskular uteroplasental yang
tampak sebagai infark dan arteriopati desidua dan tanda adanya solusio. Komplikasi
talipusat juga dilaporkan memicu IUFD secara langsung. 2 Kompresi tali pusat dapat
menghambat aliran darah dan oksigen ke janin,sehingga dapat menyebabkan
iskemik, hipoksia dan kematian.
Perdarahan fetomaternal masif (FMH) juga berhubungan dengan IUFD dan
anomali fetal. Samadi dkk melaporkan angka kejadian IUFD akibat FMH sebesar
4%.2
Trauma terhadap uterus dan solusio plasenta dapat memicu terjadinya transfusi
fetomaternal. Solusio plasenta atau disebut juga abruptio placenta atau ablasio
placenta adalah separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya di uterus,
dilaporkan sebanyak 12 % menyebabkan IUFD. 10
7.3.1. TALI PUSAT PENDEK
Kadang tali pusat sedemikian pendeknya hingga perut anak berhubungan
dengan plasenta, dalam hal ini selalu disertai hernia umbilikaslis. Tali pusat harus
lebih panjang dari 20-35 cm untuk memungkinkan kelahiran anak, bergantung pada
apakah plasenta terletak di bawah atau di atas. Tali pusat itu dapat pendek absolut
disebabkan ukurannya memang mutlak kurang, tetapi mungkin juga pendek relatif,
artinya panjangnya cukup, tetapi menjadi pendek karena adanya lilitan tali pusat.
(william)
Tali pusat yang terlalu pendek dapat menimbulkan hernia umbilikalis, solusio
plasenta, persalinan tak maju dalam kala pengeluaran dan karena tali pusat tertarik
mungkin bunyi jantung menjadi buruk dan inversio uteri. (pajajaran)
7.3.2. TALI PUSAT TERLALU PANJANG
25
Memudahkan terjadinya lilitan tali pusat, tali pusat yang menumbung, dan simpul
benar.
Simpul tali pusat ada 2 macam, yaitu:
1. Simpul yang palsu – Bagian yang menonjol dari tali pusat yang menyerupai
simpul itu dibentuk oleh penumpukan sele Wharton atau variks dari vena
umbilikalis.
2. Simpul yang benar – Biasanya tidak mempunyai arti klinis, tetapi kadang simpul
dapat tertarik sedemikian eratnya hingga menyebabkan kematian janin.
Hal ini paling besar kemungkinan dalam kala pengeluaran. (pajajaran)
7.3.3. LILITAN TALI PUSAT
Biasanya terdapat pada leher anak. Lilitan tali pusat menyebabkan tali pusat
menjadi relatif pendek dan mungkin juga menyebabkan letak defleksi. Setelah
kepala anak lahir, lilitan perlu segera dibebaskan melalui kepala atau digunting
antara 2 kocher. (william)
7.3.4. TALI PUSAT TERKEMUKA DAN TALI PUSAT MENUMBUNG
Dikatakan bahwa tali pusat menumbung jika tali pusat teraba disamping atau
lebih rendah pada bagian depan, sedangkan ketuban sudah pecah. Apabila tali pusat
teraba di dalam ketuban, disebut tali pusat terkemuka. Tali pusat menumbung dan
tali pusat terkemuka menyebabkan penyulit di dalam persalinan, akan dibicarakan
lebih lanjut dalam patologi persalinan. (william)
26
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Ny. Lisa Pujiastutik
Umur : 17 tahun
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Alamat : jl. Tambak Sari Dringu
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia/ Jawa
RM : 481207
Nama Suami : Tn. Samsul Arifin
Umur : 23 tahun
Pekerjaan : Buruh Tani
II. ANAMNESA (tanggal : 13-12-2013 pukul 09.15 WIB)
Keluhan Utama :
Pasien dirujuk dari Sp.OG dengan diagnosa G1P0-0Ab0 umur kehamilan 25-26
minggu + IUFD. Janin tidak bergerak sejak 1 bulan yang lalu.
RPP (Riwayat Perjalanan Penyakit) :
Pasien merasa hamil 7 bulan. Tapi janin tidak bergerak sejak 1 bulan yang lalu.
Sebulan lalu pasien melakukan pijat perut di dukun pijat karena khawatir bayinya
sungsang. Sehari setelah dipijat, pasien merasa bayinya tidak lagi bergerak. 5 hari
kemudian pasien periksa ke bidan, namun dikatakan tidak ada masalah pada
kehamilannya. Saat itu pasien hanya dilakukan pemeriksaan dengan perabaan di
perut. 1 hari sebelum ke RS, pasien periksa ke bidan dan dirujuk ke dokter
spesialis kandungan. Saat dilakukan pemeriksaan oleh spesialis kandungan,
dinyatakan bahwa janin telah mati.
Riwayat Penyakit Dahulu :
27
Pasien rajin kontrol ke bidan setiap bulan, janin dinyatakan sehat sebelum
dilakukan pemijatan perut, pasien tidak pernah mengkonsumsi jamu dan obat
tanpa sepengetahuan bidan, dan selama kehamilan pasien tidak mengalami
masalah dengan rasa mual dan muntah yang berlebihan. Tekanan darah pasien
normal. Tidak bermasalah dengan sesak nafas selama kehamilan.
Riwayat Kehamilan Sekarang :
Pasien memiliki riwayat muntah pada awal kehamilan namun tidak terlalu sering
dan masih dapat menerima asupan makanan dengan baik. Riwayat kaki bengkak,
penglihatan terganggu, sakit kepala, kencing terlalu sering, defekasi tidak teratur,
keluar darah dari jalan lahir, tekanan darah tinggi dan kejang disangkal oleh
pasien.
Pemeriksaan Ante Natal :
Pasien memeriksakan kehamilannya ke bidan setiap bulan sejak bulan kedua
kehamilan. Dan 1 kali ke dokter spesialis kandungan sebelum dirujuk ke RS.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Hipertensi (-), Diabetes melitus (-), Asma (-)
Riwayat Alergi :
Tidak ada
Anamnesa Umum :
- Haid : teratur
Sebulan : 1 kali
Selama : 7 hari
Nyeri pada saat haid , darah banyak pada hari pertama sampai hari ketiga.
- Menarche : 12 tahun
- Hari pertama haid terakhir :
- Fluor albus : -
- Tidak pernah mengikuti program KB
III. ANAMNESA OBSTETRIK
- G1P000Ab0
- Bersuami : 1 kali, lama pernikahan ± 1 tahun.
- Jumlah anak : 0
Anak Suami Tempat Bersalin Tahun Jenis persalinan
28
ke- ke-
- 1 - - -
- Kelainan lain :
- Nafsu makan : biasa
- Berat badan : tetap
- BAB : biasa
- BAK : biasa
- Batuk-batuk : -
- Sesak : -
- Berdebar-debar : -
- Pusing : -
- Mata kabur : -
- Epigastric pain : -
- Anamnesa keluarga :
- Tumor : -
- Gemeli : -
- Operasi : -
IV. STATUS PRAESENS
Keadaan umum : Cukup
Kesadaran : Compos mentis
- a/i/c/d : -/-/-/-
- Gizi : cukup
- Tensi : 100/60
- Nadi : 84 x/menit
- Respirasi : 20x/menit
- Suhu : 36,6o C
Kepala
- Bentuk : simetris
- Tumor : -
- Rambut :
29
- Mata :
Conjungtiva : konjungtiva anemis -/-, skelra ikterik -/-
Sklera : ikterik (-)
Pupil : Bulat/isokor : ( )/( )
- Telinga dan hidung : sekret -/-
- Mulut :
Gigi sakit : -
Lidah tumor : -
Beslag : -
Hipersalivasi : -
Leher
- Struma : -
- Bendungan vena : -
Thorax
- Jantung :
- Paru-paru : suara nafas vesikuler, wheezing/rhonki -/-
- Payudara :
Abdomen
- Hepar : Tidak teraba
- Lien : Tidak teraba
Genetalia externa : DBN
Extremitas
- Oedema : (-)
- Reflex fisiologis : (+)
- Reflex patologis : (-)
- Reflex orthopaedic : (-)
V. STATUS OBSTETRI (Tanggal 13-12-2013 pukul 10.00 WIB)
Muka
- Chloasma gravidarum : -
- Exopthalmus : -
Leher
30
- Struma : -
Thorax
- Mammae :
Membesar : +
Hyperpigmentasi : +
Lembek/ tegang : Lembek
Colostrum : -
Abdomen
- Inspeksi :
Perut membesar : +
Striae gravidarum alba : +
Hyperpigmentasi linea alba : +
- Palpasi :
Leopold I :
TFU 3 jari bawah pusat (21 cm) , teraba massa lunak
Leopold II :
Teraba massa panjang keras pada sisi kanan ibu
Leopold III :
Tidak teraba massa di bagian bawah ibu
Leopold IV :
Belum masuk pintu atas panggul
- Auskultasi
Cortonen : tidak ada
- Genetalia eksterna
Fluor : -
Fluksus : -
- Perineum
Cicatrix : - , sepanjang – cm
- Anus
Haemorrhoid externa : -
VI. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
- Darah :
Diff. Count :-/-/6/66/26/2
31
Hb : 11,3 gr/ dl
Lekosit : 8.100
PVC : 34
Trombosit : 234.000
- Faal :
Bleeding time : 1,00
Cloting time : 6,00
VII. DIAGNOSA
G1P0-0Ab0 UK 25-26 minggu belum inpartu janin intra uterine tunggal mati
VIII. PENATALAKSANAAN
- MRS
- USG
- Pemeriksaan laboratorium
- Terminasi kehamilan dengan drip sintosinon bertingkat
32
BAB III
PEMBAHASAN
1. PENYEBAB TERJADINYA INTRA UTERI FETAL DEATH
Dari faktor ibu adalah Usia ibu saat hamil, paritas, pemeriksaan antenatal,
trauma eksternal, dan penyulit lain selama kehamilan (anemia, pre-eklamsia dan
eklamsia, solusio plasenta, diabetes melitus, rhesus iso-imunisasi, infeksi dalam
kehamilan, ketuban pecah dini, letak lintang).
Dari faktor janin adalah kelainan kongenital, infeksi intranatal, kelainan tali
pusat (kelainan insersi tali pusat, simpul tali pusat, lilitan tali pusat).
Pada kasus ini, terjadi intra uteri fetal death di mungkinkan karena faktor eksternal
dari ibu, dalam kasus ini pijat pada abdomen yang dilakukan ibu pada usia kehamilan
20-21 minggu (5 bulan) dan usia kehamilan 21-22 minggu. Serta diakibatkan karena
adanya kelainan simpul tali pusat. Sehingga oksigenansi pada janin terhambat. Janin
menjadi asfiksia dan mati dalam kandungan.
2. HUBUNGAN PIJAT PADA KEHAMILAN DENGAN INTRA UTERI FETAL
DEATH
Tidak ada manfaat pasti dari intra uteri fetal death yang ditetapkan.tapi satu
penelitian dari University of Miami School of Medicine mengusulkan mungkin
memiliki beberapa efek positif yang meliputi:
- Menurunkan kecemasan
- Mengurangi nyeri pada punggung dan kaki
- Memperbaiki pola tidur
- Mengurangi kadar hormon stress norepinephrine
Karena penelitian tentang pijat kehamilan kurang, banyak dokter yang
menyarankan pendekatan konservatif. Mereka bahkan mungkin menyarankan semua
33
wanita hamil untuk menghindari pijat. Namun secara ilmiah tidak ada di dalam
pedoman. Pastikan mendapatkan izin dari dokter sebelum mencoba pijat, terutama jika:
- Mengalami mual, muntah, atau morning sickness
- Beresiko tinggi terjadi abortus
- Memiliki kehamilan berisiko tinggi seperti solusio plasenta atau persalinan prematur
Banyak terapis pijat tidak bersedia melakukan pemijatan pada trimester pertama.
Alasannya karena potensial untuk terjadinya keguguran. Beberapa terapis pijat
kehamilan berpendapat bahwa pemijatan kehamilan itu sendiri tidak menyebabkan
keguguran, tetapi tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa pijat kehamilan dan
keguguran saling berhubungan.
Namun, jika memiliki kehamilan berisiko tinggi, tekanan darah tinggi, atau
pre-eclampsia, dapatkan nasihat dari dokter terlebih dahulu. Jika mengalami
persalinan prematur, pijat dapat membantu meningkatkan sirkulasi, tapi pijat perut
harus dihindari.
Dalam kasus ini ibu pernah melakukan pijat sebanyak 2 kali sebelum pada
akhirnya merasakan gerakan janinnya tidak ada. Pasien melakukan pijat pada perutnya
dengan dilakukan oleh dukun pijat. Pada tinjauan teori pijat perut harus dihindari
karena dikhawatirkan bisa mencederakan janin.
3. KELAINAN TALI PUSAT YANG TERJADI
Ada beberapa kelainan pada tali pusat yang bisa mengakibatkan IUFD, antara lain
lilitan tali pusat, simpul tali pusat, dan tali pusat menumbung.
Pada kasus ini di dapatkan simpul tali pusat pada janin yang masihterselubung
plasenta setelah dibuka terdapat simpul dengan panjang ± 1,5 cm yang dapat
menyebabkan janin menjadi asfiksia. Kematian janin dapat terjadi akibat simpul tali
pusat ini, karena selain asfiksia, nutrisi untuk janin juga terhambat.
4. MENGAPA JANIN HARUS DIKELUARKAN?
Kematian janin dalam kandungan 3 – 4 minggu, biasanya tidak membahayakan
ibu. Setelah lewat 4 minggu maka kemungkinan terjadinya kelainan darah
(hipofibrinogenemia) akan lebih besar. Kematian janin akan menyebabkan desidua
34
plasenta menjadi rusak menghasilkan tromboplastin masuk ke dalam peredaran darah
ibu, pembekuan intravaskuler yang dimulai dari endotel pembuluh darah oleh trombosit
terjadilah pembekuan darah yang meluas menjadi disseminated intravascular
coagulation hipofibrinogenemia (kadar fibrinogen < 100 mg%). Kadar normal
fibrinogen pada wanita hamil adalah 300-700 mg%. Akibat kekurangan fibrinogen
maka dapat terjadi hemoragik postpartum. Partus biasanya berlangsung 2-3 minggu
setelah janin mati. Karena itu pemeriksaan pembekuan darah harus dilakukan setiap
minggu setelah diagnosa ditegakan jika terjadi hipofibrigemia, bahayanya adalah
perdarahan postpartum.
Disamping itu juga dapat menyebabkan trauma emosional yang berat terjadi bila
waktu antara kematian janin dan persalinan cukup bulan. Dapat juga terjadi infeksi bila
air ketuban pecah, serta dapat terjadi koagulasi bila kematian janin berlangsung lebih
dari 2 minggu.
Kematian janin pada pasien telah terjadi sejak 4 minggu sebelum pasien datang
ke RS. Dan tidak didapatkan tanda pasien akan partus, sehingga di induksi dengan
oksitosin untuk merangsang terjadinya persalinan. Pada pasien tidak didapatkan
perdarahan post partum yang bisa menjadi komplikasi dari IUFD.
5. APA PENATALAKSANAAN PADA KASUS INI?
Drip oksitosin sering dilakukan dan efektif pada kasus-kasus dimana telah
terjadi pematangan serviks. Pemberian dimulai dengan 5-10 unit oksitosin dalam 500
ml larutan Dextrose 5% melalui tetesan infus intravena. Dua botol infus dapat
diberikan dalam waktu yang bersamaan. Pada kasus yang induksinya gagal,
pemberian dilakukan dengan dosis oksitosin dinaikkan pada hari berikutnya. Infus
dimulai dengan 20 unit oksitosin dalam 500 ml larutan Dextrose 5% dengan
kecepatan 30 tetes per menit. Bila tidak terjadi kontraksi setelah botol infus pertama,
dosis dinaikkan menjadi 40 unit. Resiko efek antidiuretik pada dosis oksitosin yang
tinggi harus dipikirkan, oleh karena itu tidak boleh diberikan lebih dari dua botol pada
waktu yang sama. Pemberian larutan ringer laktat dalam volume yang kecil dapat
menurunkan resiko tersebut.
Apabila uterus masih refrakter, langkah yang dapat diulang setelah pemberian
prostaglandin pervaginam. Kemungkinan terdapat kehamilan sekunder harus
disingkirkan bila upaya berulang tetap gagal menginduksi persalinan.
35
Pada kasus ini juga digunakan drip oksitosin bertingkat sebagai penatalaksanaan.
Dilakukan dengan pemberian 10 unit oksitosin dalam 500 ml ringer laktat dengan
kecepatan 20 tetes per menit. Bila sampai dengan 100 ml his tidak adekuat maka
tambahkan oksitosin 10 ml dengan kecepatan tetesan tetap. Pemberian maksimal 40
unit. Bila dam 500 ml belum terjadi proses kelahiran maka pemberian diulang dengan
pemberian 40 unit dalam 500 ml ringer laktat dengan kecepatan 20 tetes per menit.
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta :
YBP-SP
Moechtar R. Pedarahan Antepartum. Dalam: Synopsis Obstetri, Obstetri Fisiologis
dan Obstetri Patologis, Edisi II. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1998; 279
Cunningham, F. Gary [et.al..]. 2005. Obstetri Williams. Jakarta : EGC
2. Mansjoer A,et al. 2001. Kapita Selekta. Jakarta : Penerbit Media Aesculapius FKUI
3. WHO. Managing Complications in Pregnancy and Childbirth. Geneva: WHO, 2003.
518-20
4. Winknjosastro H. Ilmu Kebidanan Edisi III,cetakan enam. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 2008. 732-35.5. Patel PK. Profile of Fetal Deaths in Dhahira Region, Oman. Oman Medical6. Journal 2008, ;23(1)7. Mu J, Kanzaki T, Si X, Tomimatsu T, Fukuda H, Shioji M. Apoptosis and Related8. Proteins in Placenta of Intrauterine Fetal Death in Prostaglandin F Receptor Deficient9. Mice. Biology or Reproduction 2003;68:1968-7410. Ezechi OC, Kalu Bke, Ndububa VI, Nwokoro CA. Induction of Labour by11. Vaginal Misoprostol for Intrauterine Fetal Death. J Obstet Gynecol Ind
2004;54(6):561-312. James L Lindsey, MD. Evaluation of Fetal Death. Stanford School of Medicine,13. Department of Obstetrics and Gynecology, Santa Clara Valley Medical Center. 200814. Cuningham FG., Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC, Hauth, JC., Wenstrom15. KD. Williams Obstetrics Edisi ke 21. New York : McGraw-Hill 2001
16. Weeks A. Misoprostol in obstetrics and gynecology. International Journal of Gynecology and Obstetrics 2007 99 : S156–S159
17. Gibbs RS, Roberts DJ. Case 27-2007: A 30-Year-Old Pregnant Woman with18. Intrauterine Fetal Death. N Engl J Med 2007;357:918-25.
19. Field, T. (2004). Massage Therapy Effects on Depressed Pregnant Women. Journal of
Psychosomatic Obstetrics and Gynaecology, Jun;25(2):115-22.
37