5/13/2018 Bab I - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a75242067f2 1/3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Cuaca merupakan faktor yang amat penting dan
berpengaruh langsung bagi kehidupan manusia. Ciri kondisiwilayah Indonesia yang antara lain dikelilingi oleh lautan ±
2/3 bagian, serta tingginya pemanasan yang bersumber dari
sinar matahari, kaya akan butiran uap air serta tingginya
kelembaban udara, secara fisis hal ini merupakan lahan yang
subur bagi pembentukan cuaca terutama bagi pertumbuhan
awan-awan konvektif (Cumulonimbus) yang menyebabkan
terjadinya badai guntur/Thunderstorm [kurniawan et.al,
2004].
Data statistik di Amerika Serikat menyatakan bahwa
terdapat ± 50.000 kejadian Thunderstorm setiap harinya di
dunia [Balloon Life, 2000]. Thunderstorm atau badai guntur
sendiri merupakan manifestasi dari peristiwa kelistrikan udara
dalam atmosfer. Secara meteorologis kondisi tersebut
(terbentuknya guntur), sebenarnya merupakan dampak dari
aktivitas awan Comulonimbus (Cb) yang syarat dengan
muatan listrik. Dalam proses terbentuknya badai guntur bahwa
unsur suhu, kelembaban, dan kecepatan angin cukup
memegang faktor penting, karena faktor-faktor inilah dalam
suatu keadaan tertentu akan menimbulkan adanya gradient
potensial, yang mengakibatkan terjadinya kilat dan guntur.
Cuaca buruk terutama adanya awan Cumulonimbus (Cb)
merupakan salah satu faktor utama yang dapat menghambat
dalam operasi penerbangan. Data statistik kecelakaan pesawat
komersial menunjukkan bahwa persentasi kecelakaan pesawat
57 % disebabkan oleh human error , dan 17 % disebabkan oleh
faktor cuaca, 4 % disebabkan oleh pemeliharaan, 4 %
disebabkan oleh bandara/ATC, serta 4% oleh faktor lainnya.
Dan data statistik pula menyatakan bahwa sejak tahun 1988
sampai dengam tahun 2008 telah terjadi 4154 kali kecelakaan
pesawat yang dikarenakan oleh faktor cuaca dengan 1356
kejadiannya dikarenakan oleh awan Cumulonimbus (Cb) yang
menghasilkan Thunderstorm [http://akama.arc.nasa.gov/
ASRSDBOnline/]. Hal ini tentu saja dikarenakan seperti telah
disebutkan pada uraian diatas bahwa biasanya dari a
Cumulonimbus besar inilah terbentuk badai. Badai ters
berupa badai guntur (Thunderstorm), kilat (lightning ), put
angin yang kecepatan dan arah anginya berubah sangat ce
dan hujan lebat. Cumulonimbus yang telah membentuk b
pada ketinggian tertentu didalamnya terdapat tetes-tetes
yang sudah membeku membentuk kristal-kristal es
dengan areal yang luas. Hal ini disebabkan karena stabil
udara yang labil akibat pola tekanan udara yang fluktu
Pesawat yang terbang melewati wilayah dimana terben
kejadian badai guntur ini tentu sangat sulit u
diterbangkan, karena pesawat terbang akan menga
goncangan hebat dan kehilangan kontrol arah [Soeharso
1981].
Terbentuknya awan-awan konvektif dalam hal ini a
Cumulonimbus (Cb), tidak terlepas dari faktor adanya g
udara vertikal. Gerakan udara keatas akan terjadi bila ada g
dorong dari sekitarnya pada sesuatu parsel udara. Den
adanya gaya dorong tersebut dapat terjadi 3 kemungk
bentuk gerakan persel udara tertentu. Ketiga kondisi
gerak parsel udara tersebut dapat dikatakan sebagai stabil
udara, yaitu stabil apabila parsel udara diberi gangguan a
bergerak tetapi akan kembali ke posisi awal, labil apa
parsel udara diberi gangguan akan bergerak terus menja posisi awal, dan seimbang netral apabila jika parsel u
diberi gangguan akan bergerak tetapi kemudian akan berh
pada lapisan tertentu setelah gaya dorong berhenti.
Sistem gerak udara vertikal sendiri disebabkan
beberapa faktor (gangguan) yaitu konveksi, oro
konvergensi dan front. Dari macam-macam gerak (ganggu
inilah sebagai cikal-bakal pemicu terbentuknya awan-a
konvektif.
Dari uraian diatas dapat kita ketahui bahwa peruba
cuaca dari cerah menjadi berawan atau hujan
terbentuknya badai guntur yang hebat terjadi bila
gangguan. Kondisi atmosfer yang stabil bila mend
gangguan akan kembali ke kondisi semula, artinya tidak
perubahan yang signifikan. Sebaliknya bila kondisi atmo
yang tidak stabil (labil), dengan adanya gangguan a
1
5/13/2018 Bab I - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a75242067f2 2/3
mengakibatkan perubahan yang cukup berarti, seperti
pebentukan awan dan dilanjutkan dengan hujan dan badai
guntur/Thunderstorm [Marjuki, 2007]. Sehingga dari uraian
diatas dapat kita tarik suatu kesimpulan bahwa labilitas
atmosfer menjadi faktor yang amat penting dalam proses
pembentukan awan badai guntur (Cb).
Dalam prakteknya stabilitas atmosfer ini dapat ditentukan
melalui penerapan dari teori-teori parsel udara dengan
menggunakan hasil dari data sounding atmosfer yang diplot
pada peta tephigram (skew T - Log P) atau diagram
thermodinamik/aerological. Meskipun teori parsel udara itu
dikembangakan atas dasar konsep sekelompok udara dari hasil
pengukuran permenit, namun dalam praktek pembuatan
prakiraan cuaca aplikasinya dapat diperluas dan biasanya
menghasilkan tingkat keberhasilan yang relatif cukup baik
[Suwignyo, 1999].
Peterson S.Phd seorang peneliti asal New York Amerika
Serikat mengemukakan suatu metode untuk menetukan
kriteria labilitas untuk Thunderstorm dengan menggunakan
diagram aerologi. Metode cukup mudah dan sederhana di
aplikasikan dan persentasi hasilnya mendekati dengan
keberadaan Thunderstorm setelah diuji di negara asalnya.
Tom Hamilton seorang ilmuan lainnya pun tertarik untuk
mengembangan metode lain untuk penentuan kriteria labilitas
Thunderstorm. Ia mengembangkan metode Lifted Index (LI).
Metode Lifted Index sendiri memiliki langkah-langkah yaitu
dengan menaikkan 100mb dari permukaan, kemudian bagi
suhu (T) dan titik embun (TD) dari permukaan sampai
dinaikkan 100 mb sama luasnya. Dengan T sejajar adiabatis
kering dan Td sejajar mixing ratio. Pertemuan ditarik sampai
lapisan 500 mb sejajar adiabatis basah sehingga ditemukan T’,
kemudian dicari selisih harga T dan T’.Benny A Humphery pada tahun 1983 pun mengemukakan
metode K-Index yaitu suatu metode yang digunakan untuk
memprediksi Thunderstorm dengan melihat labilitas vertikal
atmosfer. Dalam metode ini apabila hasil perhitungan
menunjukkan nilai >40, maka prediksi kemungkinan
terjadinya Thunderstorm adalah 100%. Semakin kecil nilai
hasil perhitungan maka makin kecil pula persentase pred
kemungkinan terjadinya Thunderstorm.
Selain penelitian-penelitian diatas masih terdapat cu
banyak metode lain untuk memprediksi terja
Thunderstorm seperti metode COX, Stabilitas Value (SV),
Namun metode-metode tersebut diatas untuk wilayah tr
dalam hal ini secara khusus untuk wilayah Indonesia sen
belum menjadi metode yang tepat/paling mendekati keben
untuk memprediksi kejadian thundestorm atau dapat dikata
hasilnya terkadang masih belum mendekati kebena
Metode-metode diatas dinilai berhasil ditempat dim
metode tersebut dikembangkan, namun apabila diguna
untuk wilayah lainnya, presentase keberhasilannya m
sangat bervariasi.
Dalam penelitian kali ini penulis mengkaji me
Frekuensi Osilasi Buoyancy (Brunt Vaisala Frequen
Penulis mengambil metode ini dikarenakan metode ini ad
rumusan yang mendasari semua metode perhitungan stabil
atmosfer (rumusan dasar) [Byers, 1974]. Sesungguh
metode-metode yang telah disebutkan pada uraian sebelum
diatas pada dasarnya pun berreferensi pada rumusan Freku
Osilasi Buoyancy, yang kemudian dikembangkan me
eksperimen sehingga dihasilkan suatu rumusan baru y
cocok untuk suatu wilayah. Karena itu penulis pun menc
mengembangkan pula rumusan Frekuensi Osilasi Buoya
tersebut sebagai dasar untuk menentukan suatu krit
labilitas Thunderstorm yang baru untuk wilayah Hasanud
Makassar. Secara lebih lengkap metode ini akan dibahas p
bab-bab selanjutnya.
Pada penelitian kali ini, penulis mengambil wila
Makassar, Sulawesi Selatan sebagai wilayah penelit
dikarenakan keunikan karakteristik topografi wilayah ini y berbatasan dengan laut di sebelah timur, barat dan selatann
dan sedangkan pada bagian tengahnya terdapat der
pegunungan. Pola topografi seperti ini akan menghasi
pola stabilitas yang unik pula, dan hal inilah pula y
mendasari penulis mengkaji wilayah ini.
5/13/2018 Bab I - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a75242067f2 3/3
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis
menuangkan dalam bentuk tulisan dengan judul
“PENENTUAN KRITERIA LABILITAS UDARA SAAT
KEJADIAN THUNDERSTORM DENGAN METODE
BRUNT VAISALA (STUDI KASUS STASIUN
METEOROLOGI PENERBANGAN KLAS I
HASANUDDIN MAKASSAR)”.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Yang membedakan kejadian cuaca yang terjadi di suatu
wilayah dengan wilayah yang lain pada dasarnya adalah apa
yang kita sebut dengan stabilitas atmosfer. Untuk itu
dibutuhkan suatu metode yang tepat untuk mendeteksi
stabilitas atmosfer, dengan demikian kita dapat
memprediksikan kondisi cuaca yang akan terjadi. Maka yang
menjadi permasalahan dalam tulisan ini adalah:
• Bagaimana kriteria labilitas udara saat kejadian
Thunderstorm dengan metode Brunt Vaisala
untuk studi kasus Stasiun Meteorologi
Penerbangan Klas I Hasanuddin Makassar?
1.3 TUJUAN PENELITIANMencermati permasalahan diatas, tulisan ini bertujuan :
• Untuk mengetahui kriteria kriteria labilitas
udara saat kejadian Thunderstorm dengan
metode Brunt Vaisala untuk studi kasus Stasiun
Meteorologi Penerbangan Klas I Hasanuddin
Makassar.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian nantinya
adalah :
• Dapat melatih penulis dalam penyusunan sebuah
karya tulis ilmiah.
• Dapat dijadikan sebagai salah satu metode
analisis aerologi.
• Dapat dijadikan sebagai masukan da
memprediksi cuaca terutama cuaca eks
seperti Thunderstorm.
Top Related