Bab 4
Batuan Reservoir
Reservoir adalah bagian kerak bumi yang mengandung minyak dan gasbumi. Cara
terdapatnya minyakbumi di bawah permukaan haruslah memenuhi beberapa syarat, yang
merupakan unsur-unsur suatu reservoir minyak bumi.
Unsur tersebut adalah:
1) BATUAN RESERVOIR, sebagai wadah yang diisi dan dijenuhi oleh minyak dan
gasbumi. Biasanya batuan reservoir berupa lapisan batuan yang berongga-rongga
ataupun berpori-pori.
2) LAPISAN PENUTUP (cap-rock), yaitu suatu lapisan yang tidak permeabel atau lulus
minyak, yang terdapat di atas suatu reservoir dan menghalangi minyak dan gas yang
keluar dari reservoir.
3) PERANGKAP RESERVOIR (reservoir trap), yaitu suatu unsur pembentuk reservoir
yang bentuknya sedemikian rupa sehingga lapisan beserta penutupnya merupakan
bentuk konkav ke bawah dan menyebabkan minyak dan gasbumi berada di bagian
teratas reservoir. Bentuk perangkap ini sangat ditentukan oleh cara terdapatnya
minyakbumi, yaitu selalu berasosiasi dengan air di mana air mempunyai berat jenis
yang jauh lebih tinggi.
4.1 PENGERTIAN BATUAN RESERVOIR, POROSITAS, DAN PERMEABILITAS
Batuan reservoir adalah wadah di bawah permukaan yang mengandung minyak dan gas.
Ruangan penyimpanan minyak dalam reservoir berupa rongga-rongga atau pori-pori yang
terdapat di antara butiran mineral atau dapat pula di dalam rekahan batuan yang mempunyai
porositas rendah. Pada hakekatnya setiap batuan dapat bertindak sebagai batuan reservoir asal
mempunyai kemampuan untuk dapat menyimpan serta melepaskan minyakbumi. Dalam hal
ini batuan reservoir harus mempunyai porositas yang memberikan kemampuan untuk
menyimpan; juga kelulusan atau permeabilitas, yaitu kemampuan untuk melepaskan
minyakbumi itu. Jadi, secara singkat dapat disebutkan bahwa reservoir harus berongga-rongga
atau berpori-pori yang berhubungan. Porositas dan permeabilitas sangat erat hubungannya,
sehingga dapat dikatakan bahwa permeabilitas tidak mungkin tanpa adanya porositas,
walaupun sebaliya belum tentu demikian. Batuan dapat bersifat sarang, tetapi tidak
permeabel.
Menurut Payne (1942), perbedaan antara porositas dan permeabilitas ialah, bahwa porositas
menentukan jumlah cairan yang terdapat sedangkan permeabilitas menentukan jumlahnya
yang dapat diproduksikan. Di lain pihak, suatu batuan reservoir dapat juga bertindak sebagai
lapisan penyalur aliran minyak dan gasbumi dari tempat minyakbumi tersebut keluar dari
batuan induk (migrasi primer) ke tempat berakumulasinyadalam suatu perangkap. Bagian
suatu perangkap yang mengandung minyak atau gas disebut reservoir. Jadi, reservoir
merupakan bagian kecil daripada batuan reservoir yang berada dalam keadaan sedemikian
sehingga membentuk suatu perangkap.
4.2 POROSITAS
4.2.1 PENERTIAN POROSITAS
Porositas suatu medium adalah perbandingan volum rongga-rongga pori terhadap volum total
seluruh batuan. Perbandingan ini biasanya dinyatakan dalam persen dan disebut porositas.
RUMUS: Porositas = ϕ = volum pori−pori
volumkeseluruhanbatuan x 100%
Porositas dapat juga dinyatakan dalam ‘acre-feet’, yang berartu volum yang dinyatakan
sebagai luas dalam ‘acre’ dan ketebalan reservoir dalam kaki (feet).
Selain itu dikenal juga istilah porositas efektif, yaitu apabila bagian rongga-rongga di dalam
batuan berhubungan, sehingga dengan demikian porositas efektif biasanya lebih kecil
daripada rongga pori-pori total yang biasanya berkisar dari 10 sampai 15 persen.
RUMUS: Porositas = ϕe = volum pori−pori bersambunganvolumbatuankeseluruhan
x 100%
4.2.2 BESARAN POROSITAS
Porositas tentu dapat berkisar dari nol sampai besar sekali, namun biasanya berkisar antara 5
sampai 40 persen, dan dalam praktiknya berkisar hanya dari 10 sampai 20 persen saja.
Porositas 5 persen biasanya disebut porositas tipis (marginal porosity) dan umumnya bersifat
non-komersil, kecuali jika dikompensasikan oleh adanya beberapa faktor lain. Secara teoritis
porositas tidak bisa lebih besar dari 47,6 persen. Hal ini disebabkan karena keadaan
sebagaimana terlihat pada Gambar 4.4, yang berlaku untuk porositas jenis intragranuler.
Dalam gambar tersebut dapat dilihat suatu kubus yang terdiri dari 8 seperdelapan bola,
sebagaimana dapat dilihat pada butir-butir oolit. Porositas maximum yang didapatkan adalah
dalam susunan kubus dan secara teoritis nilai yang didapatkan adalah sebagai berikut:
RUMUS: Porositas = ϕ = volum pori−porivolumkeseluruhan
x 100%
Jari-jari butirbole = r
Isi setiap bola = 4 π r3
3
Umpamakan dalam kubus terdapat 8 bola penuh (dan bukan 8 seperdelapan bola), sehingga
isi seluruh butiran dalam kubus:
8 x 43π r3
= 323πr 3
Sisi kubus = 2 x 2r = 4r, sehingga isi seluruh kubus = (4r)3 = 64r3
Ruang pori-pori dalam kubus = isi kubus – isi seluruh bola
=64r3 - 323πr 3
= 64r3 – 33,5r3 = 30,5r3
Porositas = 30,5 r3
64 r3 x 100% = 47,6%
Jika susunan merupakan rhombohedron, maka volum kubus
= 4r x 4r x 4r sin 60o = 64 sin 60r3 = 48,8r3
Volum rongga = 48,8r3 - 33,5r3 = 15,3r3
ϕ = 15,348,5
x 100% = 25,9%
Jelaslah bahwa dalam hal ini porositas tidak tergantung daripada besar butir. Jika kita
subtitusikan r untuk angka berapa saja maka kita akan tetap mendapatkan angka 47,6 tersebut.
Besarnya porositas itu ditentukan dengan berbagai cara, yaitu
1) Di laboratorium, dengan porositometer yang didasarkan hukum Boyle: gas digunakan
sebagai penggantu cairan untuk menentukan volum pori tersebut;
2) Dari log listrik, log sonik, dan log radioaktivitas;
3) Dari log kecepatan pemboran;
4) Dari pemeriksaan dan perkiraan secara mikroskopi;
5) Dari hilangnya inti pemboran.
4.2.3 SKALA VISUL PEMERIAN POROSITAS
Di lapangan bisa kita dapatkan perkiraan secara visuil dengan menggunakan peraga visuil.
Penentuan ini bersifat semi-kuantitatif dan dipergunakan suatu skala sebagai berikut:
0 – 5%, dapat diabaikan (negligible)
5 – 10%, buruk (poor)
10 – 15%, cukup (fair)
15 – 20%, baik (good)
20 – 25%, sangat baik (very good)
>25%, istimewa (excellent)
Pemeriksaan secara mikroskopi untuk jenis porositas dapat pula dilakukan secara kualitatif.
Antara lain ialah jenis:
1) Antar butir (intergranuler), yang berarti bahwa pori-pori didapat di antara butir-butir.
2) Antara kristal (interkristalin), di mana pori-pori berada di antara kristal-kristal.
3) Celah dan rekah, yaitu rongga terdapat di antara celah-celah.
4) Bintik-bintik jarum (point-point porosity), berarti bahwa pori-pori merupakan bintik-
bintik terpisah-pisah, tanpa kelihatan bersambungan.
5) Ketat (tight), yang berarti butir-butir berdekatan dan kompak sehingga pori-pori kecil
sekali dan hampir tidak ada porositas.
6) Padat (dense), berarti batuan sangat kecil sehingga hampir tidak ada porositas.
7) Gerowong (vugular), yang berarti rongga-rongga besar berdiameter beberapa mili dan
kelihatan sekali bentuk-bentuknya tidak beraturan, sehingga porositas besar.
8) Bergua-gua (cavernous), yang berarti rongga-rongga besar sekali malahan benar-benar
merupakan gua-gua, sehingga porositas sangat besar.
4.3 PERMEABILITAS
4.3.1 PENGERTIAN PERMEABILITAS
Kelulusan atau permeabilitas adalah suatu sifat batuan reservoir untuk dapat meluluskan
cairan melalui pori-pori yang berhubungan, tanpa merusak partikel pembentuk atau kerangka
batuan tersebut.
Definisikan permeabilitas dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut:
q = km
. dpdy
(Hukum Darcy)
dimana q dinyatakan dalam sentimeter per sekon, k dalam darcy (permeabilitas), viskositas m
dinyatakan dalam sentipoise, dan dpdx
adalah gradien hidrolik yang dinyatakan dalam atmosfer
per sentimeter.
Dengan demikian jelaslah bahwa permeabilitas adalah k yang dinyatakan dalam Darcy.
Definisi API untuk 1 Darcy: suatu medium berpori mempunyai kelulusan (permeabilitas)
sebesar 1 darcy, jika cairan berfasa satu dengan kekentalan 1 sentipoise mengalir dengan
kecepatan 1 cm/sekon melalui penampang seluas 1 cm2 pada gradien hidrolik satu atmosfer
(76,0 mmHg) per sentimeter dan jika cairan tersebut seluruhnya mengisi medium tersebut.
Dari definisi di atas tidak dijelaskan hubungan antara permeabilitas dan porositas. Memang
sebetulnya tidak ada hubungan antara permeabilitas dengan porositas. Batuan yang permeabel
selalu sarang (porous), tetapi sebaliknya, batuan yang sarang belum tentu permeabel. Hal ini
disebabkan karena batuan yang berporositas lebih tinggi belum tentu pori-porinya
berhubungan satu dengan yang lain. Juga sebaliknya dapat dilihat, bahwa porositas tidak
tergantung dari besar butir, dan permeabilitas merupakan suatu fungsi yang langsung terhadap
besar butir.
4.3.2 BESARAN PERMEABILITAS
Sebagaimana telah disebutkan di atas, biasanya permeabilitas dinyatakan dalam ‘darcy’, yaitu
untuk menghormati DARCY yang memproklamasikan pertama kalinya hukum aliran dalam
medium yang berpori. Jadi suatu permeabilitas dengan k = 2 darcy berarti suatu aliran sebesar
2 cc per sekon yang didapatkan melalui suatu penampang seluas 1 sentimeter persegi panjang
1 sentimeter, di bawah suatu tekanan perbedaan satu atmosfer untuk suatu cairan yang
mempunyai kekentalan (viskositas) 1 sentipoise. Pada hakekatnya permeabilitas suatu batuan
biasanya kurang dari satu darcy dan oleh karenanya dalam praktek permeabilitas dinyatakan
dalam milidarcy (1 md = 0,001 darcy).
Sebagai contoh untuk batuan yang sarang tetapi tidak permeabel, dapat ditunjukkan misalnya:
suatu serpih mempunyai permeabilitas yang sangat rendah, sedangkan porositasnya bisa sama
dengan batupasir. McKelvey (1962) memberikan nilai permeabilitas 9 x 10-6 md untuk serpih
yang telah kompak, tetapi porositasnya yaitu 24%. Untuk batupasir dengan porositas sama,
misalnya 22,7% (batupasir Bradford; dari daerah Pennsylvania) ternyata mempunyai
permeabilitas 36,6 md (Fettke, 1934). Dalam prakteknya permeabilitas berkisar antara 5
sampai 1000 milidarcy.
Cara penentuan permeabilitas adalah:
1) Dengan parameter, suatu alat pengukur yang mempergunakan gas.
2) Dengan penaksiran kehilangan sirkulasi dalam pemboran
3) Dari kecepatan pemboran.
4) Berdasarkan test produksi terhadap penurunan tekanan dasar lubang (bottom-hole
pressure-decline).
4.3.3 SKALA PERMEABILITAS SEMI-KUANTITATIF
Secara perkiraan di lapangan dapat juga dilakukan pemerian semikuantitatif sebagai berikut:
1. Ketat (tight), kurang dari 5 md.
2. Cukup (fair), antara 5 sampai 10 md.
3. Baik (good), antara 10 sampai 100 md.
4. Baik sekali (very good), antara 100 sampai 1000 md.
4.3.4 PERMEABILITAS RELATIF DAN EFEKTIF
Permeabilitas bergantung sekali kepada ada atau tidaknya cairan ataupun gas di dalam rongga
yang sama. Sebagai contoh, misalnya saja adanya air dan minyak. Gambar 4.1
memperlihatkan permeabilitas relatif.
Gambar 4.1
Penjenuhan air diperlihatkan pada absis dan dinyatakan dalam persen air, koordinat
menunjukkan fraksi permeabilitas daripada fluida yang bersangkutan terhadap keadaan jika
seluruh batuan tersebut dijenuhi oleh cairan tersebut saja. Maka pada penjenuhan air kira-kira
20%, permeabilitas relatif minyak terhadap permeabilitas jika seluruhnya diisi oleh minyak
adalah sedikit di bawah 0,7 kali, sedangkan jika penjenuhan air itu kira-kira 50% maka
permeabilitas keseluruhannya adalah 0,3 kali daripada jika seluruh batuannya diisi oleh air
saja atau oleh minyak saja. Pada penjenuhan 90% maka minyak sudah tidak mempunyai
permeabilitas lagi sehingga air sendiri saja yang bergerak. Dari grafik ini jelaslah, bahwa
minyak baru dapat bergerak jika mempunyai penjenuhan lebih daripada 10% dan air sama
sekali tidak bisa bergerak jika penjenuhannya di bawah 20%.
Gambar 4.2
Hal ini juga jelas sama untuk gas dan minyak (Gambar 4.2). Hal yang sama dapat dilihat, jika
penjenuhan minyak sama sekali tidak bisa bergerak dan hanya gas saja yang dapat bergerak.
Secara berangsur-angsur permeabilitas meningkat maupun secara relatif sangat lambat yaitu
sampai 100% dijenuhi oleh minyak.
4.4 HAKEKAR RONGGA PORI
4.4.1 KLASIFIKASI RONGGA PORI
Dilihat dari segi asal terjadinya, rongga-rongga pori dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
1. PORI PRIMER (rongga primer), atau disebut juga antar-butir (inter-granuler).
2. PORI SEKUNDER atau pori yang dibentuk kemudian. Pori sekunder disebut juga
terinduksikan, yang berarti porositasnya dibentuk oleh beberapa gejala dari luar,
seperti gejala tektonk dan pelarutan. Pada umumnya porositas sekunder mengubah
bentuk hubungan antara pori-pori dan dengan demikian juga mempengaruhi
permeabilitas.
Porositas primer dibentuk pada waktu batuan diendapkan, jadi sangat tergantung pada faktor
sedimentasi. Batuan yang telah mempunyai porositas primer dapat juga kemudian
dimodifikasikan oleh porositas sekunder misalnya saja perubahan bentuk, dan sebagainya.
Pada umumnya porositas antar butiran atau primer merupakan sifat porositas batuan pasir atau
klastik, sedangkan jenis yang ke dua terutama merupakan sifat batuan karbonat. Dalam batuan
karbonat pori-pori primer itu tidak saja bersifat intragranuler tetapi dapat juga terjadi karena
berbagai macam jenis proses intergranuler lainnya: suatu klasifikasi pori-pori primer menurut
Choquette dan Pray (1970) memberikan pembagian jenis porositas yang lebih menyeluruh
yang terbagi dalam 15 jenis utama, serta memberikan pula pembagian faktor genesis serta
ukuran-ukurannya. Jenis porositas tersebut khususnya berlaku untuk batuan karbonat, dan
hanya sebagian kecil saja berlaku untuk batuan pasir.
Jenis dasarnya adalah: (1) memilih kemas, (2) tidak memilih kemas, dan (3) memilih kemas
atau tidak. Jenis yang tidak memilih kemas (2) dan yang memilih kemas atau tidak (3)
termasuk porositas yang sekunder.
1) Jenis porositas yang memilih kemas (fabric-selective) adalah:
a. Antar-partikel. Pori-pori terdapat di antara partikel atau intergranular; berlaku
terutama untuk batupasir dan jga untuk batuan karbonat.
b. Intra-partikel. Pori-pori terdapat di dalam butirannya sendiri. Sebagai contoh ialah
suatu fosil yang di dalamnya terdapat lubang-lubang, dan sebagainya.
c. Antar-kristal. Pori-pori terdapat antara kristal-kristal.
d. Cetakan (moldic). Suatu rongga terjadi karena terdapatnya suatu fosil dalam lumpur
karbonat. Hilangnya fosil oleh pelarutan, meninggalkan rongga yang tercetak oleh
fosil itu.
e. Fenestral. Beberapa butir pembentuk batuan hilang sama sekalisehingga membentuk
rongga-rongga yang sangat besar.
f. Perlindungan (shelter). Rongga-rongga telah dilindungi misalnya oleh fosil, dan
sebagainya, sehingga tidak diisi oleh batuan sedimen.
g. Kerangka pertumbuhan (growth framework). Pertumbuhan kerangka, misalkan
kerangka binatang koral yang mengakibatkan rongga yang diisi oleh binatang tersebut
menjadi rongga terbuka.
2. Porositas yang tidak memilih kemas ada 4 macam, yaitu:
a. Rekahan (fracture). Rongga-rongga yang terjadi karena tekanan luar menyebabkan
terjadinya celah-celah dalam batuan.
b. Saluran (channel). Pelarutan dan sebagainya menyebabkan terjadinya saluran antar
rongga-rongga.
c. Gerowong (vug). Lubang-lubang besar terjadi biasanya karena pelarutan.
d. Gua-gua (cavern). Pelarutan lubang-lubang yang seringkali terjadi sehingga membesar
menjadi rongga yang dapat dimasuki orang.
3. Porositas yang memilih kemas atau tidak, ada 4 macam, yaitu:
a. Retakan (breksi). Karena pematahan atau retakan, maka batuan hancur menjadi
bongkah-bongkah kecil dan terjadilah rongga-rongga di antaranya.
b. Pemboran batuan. Rongga-rongga terjadi karena suatu kerangka ataupun batuan yang
yang telah keras mengalami pemboran oleh hewan, terutama moluska.
c. Bioturbasi (burrow). Batuan yang baru saja diendapkan mengalami berbagai
penggalian oleh binatang sehingga timbul rongga-rongga.
d. Penciutan. Sedimen yang telah diendapkan menjadi kering dan menciut, sehingga
terjadi berbagai retakan yang dapat menimbulkan pori-pori.
Choquette and Pray (1970) juga memberikan pembagian ukuran pori-pori, misalnya batas
antara 4 sampai 256 milimeter disebut suatu megapori, yang dibagi antara megapori kecil
dengan ukuran antara 4 sampai 32 milimeter dan megapori besar antara 32 sampai dengan
126 milimeter. Mesopori berukuran antara 1/16 sampai 4 milimeter: mesopori kecil 1/16
sampai ½ milimeter, dan mesopori besar ½ sampai 4 milimeter. Mikropori berukuran di
bawah 1/16 milimeter (lihat Tabel 4.1).
Tabel 4.1
4.4.2 RONGGA PORI PRIMER
Rongga-rongga primer dalam hal pori-pori antar butir terjadi pada waktu batuan tersebut
terbentuk. Jadi pada waktu butiran diendapkan terjadilah rongga-rongga di antara butiran.
Berbagai faktor yang mempengaruhi besar kecilnya pori-pori adalah:
1) BESAR BUTIR. Besar butir mempengaruhi ukuran pori-pori, tetapi sama sekali tidak
mempengaruhi porositas total daripada batuan, setidak-tidaknya tidak untuk untuk
pasir kasar ataupun halus. Misalnya satu meter kubik kelereng mempunyai porositas
yang sama dengan satu meter kubik mimis, dengan syarat bahwa cara penumpukannya
sama. Lain halnya dengan permeabilitas, yaitu apabila butir-butir lebih besar sehingga
terjadi pori-pori yang lebih besar, maka juga permeabilitasnya jauh lebih besar.
Menurut Mutting (1934) , batuan pasir yang menghasilkan minyakbumi biasanya tidak
banyak yang lebih halus daripada 0,09 mm dan jarang sekali yang lebih kasar dari
0,21 mm. Pasir yang ukurannya sama kalau diendapkan akan memberikan porositas
39% dan jika diagitasikan dapat menjadi 38, malah lebih kecil lagi tetapi biasanya
lebih besar dari 30%. Dalam hal pasir yang demikian garis pori maksimal rata-rata
adalah 0,2 kali diamater butir. Dengan demikian permeabilitas merupakan fungsi
daripada besar butir: lebih besar pori-porinya, lebih besar juga permeabilitasnya.
Hubungan antara ukuran pori dengan permeabilitas adalah bahwa di bawah tekanan
yang sama, dengan pori-pori 5 kali lebih besar akan didapatkan minyak 25 kali lebih
banyak. Dengan demikian kita melihat hubungan lebih langsung antara ukuran pori
dengan permeabilitas.
2) PEMILAHAN. Pemilahan (sorting) adalah cara penyebaran berbagai macam besar
butir. Misalnya, jika sedimen itu diendapkan dalam arus yang kuat maka
pemilahannya akan lebih baik dan dengan demikian memberikan besar butir yang
hampir sama. Jika pemilahan sangat buruk, batuan akan terdiri daripada butir-butir
dari berbagai ukuran.
Gambar 4.3
Dengan demikian rongga yang terdapat di antara butiran besar akan diisi butiran yang
lebih kecil lagi sehingga porositasnya berkurang. Telah dijelaskan bahwa hanya 0,3
bagian pasir yang mempunyai besar butir rata-rata 0,2 mm dapat masuk ke dalam pori-
pori pasir yang aslinya. Dengan demikian, serpih dan juga lanau akan mempunyai
porositas sangat tinggi karena besar butirnya yang sama. Tetapi jika bagian yang halus
cukup banyak mengisi pori-pori batupasir maka batuan tersebut tidak terlalu baik.
Sebagai contoh ialah batuan ‘greywacke’ yang termasuk suatu turbidit. Greywacke
daripada suatu turbidit terdiri dari butiran pasir dalam massa dasar lempung. Selain
pemilahan besar butir, terdapatnya matriks juga berpengaruh pada porositas dan
permeabilitas batuan. Pengaruh pemilahan dapat dilihat pada Gambar 4.3, di mana
porositas juga dipengaruhi tetapi terutama permeabilitasnya.
3) BENTUK DAN KEBUNDARAN BUTIR. Bentuk suatu butiran klastik didefinisikan
sebagai suatu hubungan terhadap suatu bole yang dipakai sebagai standar, sedangkan
kebundaran didasarkan atas ketajaman atau penyudutan daripada pinggiran butir. Jika
bentuk butir menyeleweng dari bentuk bola, maka hal ini akan mempengaruhi
permeabilitas batuan. Bentuk butiran menghasilkan suatu penyusunan butir yang lebih
ketat atau lebih lepas dan dengan demikian menentukan bentuk dan besaran rongga.
Pada umumnya, jika bentuk butiran mendekati bentuk bola maka porositas dan
permeabilitasnya meningkat. Segala bentuk yang menyudut biasanya memperkecil
rongga, karena masing-masing sudutnya akan mengisi rongga yang ada, dan
karenanya akan memberikan kemas yang lebih ketat. Hal ini terutama akan
memperbesar permukaan butir dan memperkecil porositas, terutama juga
permeabilitasnya.
4) PENYUSUNAN BUTIR. Penyusunan butir adalah pengaturan kepadatan daripada
susunan bola butir satu terhadap yang lainnya. Suatu batuan klastik terdiri dari butiran
yang merupakan unsur bundar yang berukuran seragam dan memberikan berbagai
macam kemungkinan bagaimana semua bole tersebut dapat diatur. Dalam bentuk dan
ukuran yang lebih beranekaragam lagi akan memberikan cara pengaturan yang lebih
kontras lagi.
Gambar 4.4
Penyusunan butiran dan kemas saling berhubungan dengan eratnya, tetapi tidaklah
merupakan hal yang sama. Penyusunan butir sangat mempengaruhi porositas. Butiran
yang berbentuk bola dan seragam akan memberikan angka porositas 47,6% untuk
penyusunan kubus yang paling terbuka, dan 25,9% untuk penyusunan rhombohedral
(Gambar 4.4). Permeabilitas tergantung pada besar butir, bentuk, dan juga pada
penyusunan butiran tersebut. Untuk besar butir yang seragam maka porositas hanya
tergantung pada cara penyusunan butiran (packing) dan secara teoritis tak tergantung
dari besar butir. Penyusunan butir ditentukan oleh kompaksi setelah sedimentasi.
5) KOMPAKSI DAN SEMENTASI. Kompaksi dan sementasi juga mempengaruhi besar
kecilnya rongga-rongga yang ada, dan pada umumnya memperkecil atau menyusutkan
pori-pori yang telah ada. Kompaksi akan menyebabkan penyusunan yang lebih ketat
sehingga sebagian rongga-rongga akan hilang. Sementasi terjadi jika rongga-rongga
terisi oleh larutan yang diendapkan semen, misalnya ‘sparry calcite’. Suatu batupasir
yang tidak tersementasikan, misalnya, akan mempunyai porositas lebih besar tetapi
biasanya bersifat lepas-lepas.
Penyebaran butir dalam reservoir sangat tergantung pada tekstur batuan dan tekstur erat sekali
hubungannya dengan mekanika pengendapannya. Misalnya, batupasir yang diendapkan oleh
arus traksi pada umumnya lebih baik karena pemilahannya lebih baik, kebundarannya lebih
sempurna dan besar butirnya lebih seragam. Di lain pihak kalau terjadi suatu sementasi atau
penyusunan, maka terjadilah penyusutan daripada rongga-rongga pori. Batupasir yang
diendapkan arus turbidit sama sekali tidak memperlihatkan pemilahan, sehingga berbagai
macam besar butir didapatkan bersama-sama. Selain itu didapatkan pula masadasar lempung
di antara butiran sehingga membuat lapisan batupasir turbinit suatu reservoir yang kurang
baik. Dalam hal batugamping, banyak sekali butirannya yang khusus terdiri daripada klastik
atau yang disebut kalkarenit. Bagi batugamping berlaku pula pengaruh berbagai faktor
geologi yang sama seperti pada batupasir yaitu pemilahan, penyusunan butir, besar butir, dan
sebagainya. Misalnya saja, sebagai suatu contoh ekstrim adalah gamping oolit, yang terdiri
daripada susunan bola yang hampir sempurna, sehingga porositasnya besar sekali.
Di lain pihak batugamping yang terdiri dari berbagai fragmen fosil (misalnya bioklastik)
dengan butiran yang menyudut, memberikan penyusunan butir yang ketat sehingga
porositasnya kurang baik karena rongga-rongga akan sangat kecil. Dalam hal batuan karbonat,
sementasi merupakan faktor yang sangat penting, terutama karena semen berasal dari
butirannya sendiri sehingga terdapat sementasi dalam klastik batuan karbonat. Hal yang
demikian sering sekali terjadi.
PEMBESARAN DAN PENYUSUTAN PORI-PORI
Rongga-rongga yang telah terbentuk dapat mengalami pembesaran ataupun penyusutan
karena beberapa proses tertentu. Penyusutan biasanya terjadi karena kompaksi dan
penyemenan sebagaimana telah dibahas di atas, sedangkan pembesaran biasanya dibentuk
karena pelarutan. Proses ini terutama terjadi di dalam batuan karbonat dan lebih jarang di
dalam batuan pasir.
4.4.3 RONGGA PORI SEKUNDER
Pori-pori yang terjadi setelah batuan dibentuk biasanya tidak mempunyai hubungan dengan
proses sedimentasi. Porositas sekunder terjadi karena diinduksikan. Proses pembentukan pori-
pori sekunder adalah sebagai berikut:
1) PORI-PORI PELARUTAN. Proses ini terutama terjadi dalam batuan karbonat. Selain
merupakan proses utama dalam menambah porositas merupakan pula proses
pembesaran rongga-rongga pori yang telah ada. Rongga-rongga terjadi atau
dibesarkan karena daya larut yang berbeda-beda daripada mineral pembentuknya,
misalnya perbedaan daya larut antara mineral kalsit, aragonit, dolomit, dan magnesit.
Pori-pori pelarutan biasanya terjadi di dekat jalur pelapukan atau pada bidang
ketidakselarasan. Macam porositas yang didapatkan adalah gerowong. (vug).
2) PORI-PORI RETAKAN ATAU REKAH-REKAH. Rongga-rongga jenis ini terutama
didapatkan dalam batuan yang pegas, misalnya batuan karbonat, batuan serpih, dan
juga rijang. Beberapa penyebab terbentuknya rekahan ialah:
a. DILATANSI PADA GEJALA STRUKTUR. Dislokasi sering sering menyangkut
perubahan volum batuan yang sering diimbangi oleh terjadinya kekosongan. Hal ini
dapat terjadi karena patahan dan perlipatan,
Patahan. Lapisan batuan yang mengalami pematahan dapat retak-retak dan rekah-rekah
sepanjang bidang pematahan ataupun dapat menutup, terutama dalam keadaan penyobekan
(shearing). Tertutupnya atau terbukanya sobekan yang terjadi tergantung dari kompetensi
batuan, di mana terutama sudut gesekan dalam (angle of internal friction) memegang peranan.
Gambar 4.5 memperlihatkan patahan melalui 3 lapisan batuan dengan perbedaan sudut
sehingga menyebabkan refraksi yang mengakibatkan kekosongan dalam lapisan tengah yang
dikompensir oleh rekahan yang membuka sehingga memberikan porositas (Billings, 1960).
Gambar 4.5
Contoh porositas rekahan yang berasosiasi dengan patahan ialah lapangan minyak Tanjung di
Kalimantan dan mungkin juga lapangan minyak Jatibarang di Jawa Barat.
Pelipatan. Pada pelipatan konsentris, terjadilah tegangan atau gaya tarikan pada puncak-
puncak antiklin dan lembah-lembah sinklin sehingga menimbulkan retak-retak. Contoh dari
gejala ini adalah lapangan minyak Kirkuk di Irak, di mana gamping dari formasi Asmari
retak-retak pada puncak antiklin.
b. PENGEMBANGAN BATUAN PADA PENGHILANGAN BEBAN YANG
BERADA DI ATASNYA. Dalam keadaan terpendam, lapisan batuan terdapat dalam
kompresi. Pengangkatan serta erosi menghilangkan beban ini dapat mengakibatkan
dilantasi atau perekahan. Jenis rekahan semacam itu dapat diharapkan pada bidng
ketidakselarasan.
c. REDUKSI VOLUM KARENA KOMPAKSI. Pengendapan lempung biasanya disertai
kadar air yang tinggi. Kompaksi mengakibatkan keluarnya air tersebut dan reduksi
volum terjadi karena kompaksi yang dikompensasi oleh adanya rekahan-rekahan.
Menurut Waldschmidt, Fitzgerald, dan Lunsford (1956), rekahan dapat dibagi menjadi 4
golongan besar:
Terbuka, dengan pemisahan dinding rekahan yang jelas.Sebagian terisi, dengan dinding rekahan dilapisi oleh kristal.Terisi, dengan rekahan seluruhnya diisi oleh kristal.Tertutup, tidak kelihatan adanya pemisahan dinding rekahan.
Retakan dan rekahan ini dapat tertambahkan di atas pori-pori intergranular dan memperbaiki
porositas.
Pada suatu batuan reservoir bisa didapatkan 2 jenis permeabilitas oleh karena retakan ini:
Permeabilitas dan porositas rendah di dalam bongkahan di antara retakan; permeabilitas dan
porositas tinggi di dalam rekahannya sendiri.
Porositas dan rekahan biasanya dapat ditentukan dari perbedaan perhitungan log sonik dan log
densitas. Log sonik tidak dapat mendeteksi rekahan yang vertikal.
Gambar 4.6
4.5 BATUAN RESERVOIR KLASTIK DETRITUS – BATUPASIR
Dua macam batuan yang penting untuk bertindak sebagai reservoir adalah: BATUPASIR dan
GAMPING atau KARBONAT. Diagram pada Gambar 4.6 memperlihatkan bahwa 60 persen
daripada reservoir minyak terdiri daripada batupasir, 30 persen terdiri daripada batugamping
dan sisanya batuan lainnya. Namun dewasa ini batugamping memegang peranan besar sekali
dan pada suatu ketika akan merupakan batuan yang jauh lebih penting daripada batupasir.
4.5.1 JENIS-JENIS KLASTIK DETRITUS
4.5.1.1 Batupasir
Batupasir termasuk golongan batuan klastik detritus dan sebetulnya yang dimaksud batupasir
di sini adalah batuan detritus pada umumnya yang berkisar dari lanau sampai konglomerat.
Namun secara praktis hanyalah batupasir yang dibahas.
Batupasir merupakan reservoir yang paling penting dan yang paling banyak di dunia ini, 60%
daripada semua batuan reservoir adalah batupasir. Porositas yang didapatkan di dalam
batupasir ini hanya bersifat intergranuler. Pori-pori terdapat di antara butir-butir dan
khususnya terjadi secara primer, jadi rongga-rongga terjadi pada waktu pengendapan. Namun
tidak dapat dipungkiri, bahwa setelah pengendapat tersebut dapat terjadi berbagai modifikasi
daripada rongga-rongga, misalnya sementasi ataupun pelarutan daripada semen dan juga
proses sekunder lainnya seperti peretakan. Batupasir terutama terdiri dari mineral kuarsa dan
dapat dibagi atas 3 jenis, yaitu:
1) BATUPASIR KUARSA. Batuan ini sangat penting dan kebanyakan reservoir
batupasir adalah pasir kuarsa. Batupasir kuarsa biasanya merupakan batuan reservoir
sangat baik karena pemilahannya sangat baik, butirannya berbentuk bundar dan
padanya tidak terdapat matriks kecuali semen saja. Contoh di Indonesia adalah
misalnya, Formasi Talang Akar di Sumatera Selatan dan di Laut Jawa bagian barat,
Formasi Air Benakat di Sumatera Setalan, juga Formasi Tanjung di Kalimantan dan
formasi Keutapang di Aceh.
2) BATUPASIR GREYWACKE. Batupasir greywacke biasanya terdiri dari fragmen
berbagai macam batuan seperti rijang, batuan beku seperti basalt, feldspar, dan juga
mineral mafik serta mineral lainnya. Yanng sangat penting adalah bahwa greywacke
itu mempunyai matriks dan hal ini mengurangi porositasnya. Juga pemilahannya tidak
baik, sehingga sebagai batuan reservoir, greywacke tidak terlalu baik.
3) BATUPASIR ARKOSE. Batupasir ini terutama terdiri dari kuarsa dan felspar.
Biasanya cukup bersih tetapi kebundaran daripada butirannya tidak terlalu baik karena
bersudut-sudut dan juga pemilahan tidak terlalu baik. Arkose biasanya didapatkan
sebagai hasil pelapukan batuan granit. Sebagai contoh adalah ‘ganite wash’ di
Pendopo, Sumatera Selatan yang bisa bertindak sebagai batuan reservoir.
4.5.1.2 Konglomerat dan Detritus Kasar
Konglomerat dan detritus kasar dapat juga bertindak sebagai batuan reservoir. Misalnya saja,
pada Formasi Talang akar di Sumatera Selatan terdapat apa yang dinamakan ‘Gritsand
member’ yang merupakan juga suatu reservoir di dalam formasi tersebut. Juga jelas, bahwa
makin kasar batuan itu, pori-porinya makin besar dan karenanya permeabilitasnya menjadi
lebih baik. Juga di Formasi Tanjung, konglomerat bertindak sebagai batuan reservoir.
4.5.1.3 Batulanau
Batulanau kadang-kadang juga dapat bertindak sebagai batuan reservoir, tetapi karena besar
butirnya yang halus maka permeabilitas batulanau ini kurang begitu baik. Namun jika
seandainya kemudian mengalami retak-retak atau pelarutan maka permeabilitasnya sangat
banyak ditolong dan batulanau ini dapat juga bertindak sebagai batuan reservoir.
4.5.2 FASIES, BENTUK, DAN UKURAN TUBUH BATUPASIR
FASIES, GEOMETRI, DAN PENYEBARAN BATUAN RESERVOIR DETRITUS
Fasies, geometri, dan penyebaran batuan reservoir saling erat berhubungan. Sering-sering
geometri serta penyebaran ini ditentukan oleh fasies atau lingkungan pengendapan. Oleh
karenanya seringkali dilakukan penelitian terhadap lingkungan pengendapan lapisan pasir.
Pada umumnya kita mendapatkan 3 macam fasies:
Batupasir yang diendapkan sebagai endapan sungai (fluviatil), misalnya Formasi Talang Akar
bagian bawah, ‘the Gritsand Member’ dan Formasi Tanjung
Batupasir yang diendapkan dalam lingkungan campuran atau dekat pantai. Batupasir yang
diendapkan ke dalam lingkungan ini adalah yang paling banyak dan akan dibahas lebih
lanjut,, antara lain pengendapan dari suatu delta, pengendapan pantai, dan lain sebagainya.
Batupasir marin yaitu batupasir yang diendapkan dalam laut, misalnya saja batupasir paparan
(shelf-sand), lensa pasir neritik dan turbidit.
Bentuk ukuran dan orientasi daripada lapisan reservoir tergantung sekali pada asal mula
jadinya batuan tersebut. Maka hal ini juga memperlihatkan bagaimana pentingnya mekanisme
pengendapan/sedimentasi terhadap lapisan-lapisan reservoir.
UKURAN DAN BENTUK: ukuran suatu lapisan reservoir dapat dinyatakan dalam tebal dan
luas. Tebal suatu lapisan reservoir, baik lapisan itu batupasir maupun batugamping, dapat
berkisar dari 1 ½ sampai 500 m. Di Amerika Serikat ketebalan rata-ratanya adalah 13 m (39
kaki). Di Indonesia ketebalan lapisan suatu reservoir, terutama lapisan pasir, jika kurang dari
2 m sudah tidak lagi dianggap ekonomis.
Luas lapisan reservoir ataupun penyebaran batuannya tentu saja beraneka ragam, dari mulai
lensa kecil seluas beberapa ratus meter saja, sampai ke suatu lapisan selimut (blanket sand).
Tentu luas lapisan reservoir ini merupakan salah satu parameter daripada bentuk lapisan
reservoir tersebut. Berbagai penulis telah membuat penggolongan ukuran serta bentuk batuan
reservoir. Penggolongan Krynine (1940) didasarkan atas perbandingan lebar atau luas
terhadap tebal atau kira-kira luas berbanding volum. Dalam klasifikasi ini Krynine sama
sekali tidak melihatnya dalam hubungan bentuk 3 dimensii, tetapi hanya 2 dimensi.
Klasifikasinya adalah sebagai berikut:
1) Pasir lapisan selimut (blanket sand, sheet sand), jika perkiraan luas (lebar) lapisan
reservoir terhadap volum (tebal) lebih besar dari 1000 : 1.
2) Tabuler, jika perkiraan luas (lebar) terhadap volum (tebal) berbanding 1000 : 1 sampai
5 : 1.
3) Prisma, jika perkiraan luas (lebar) berbanding volum (tebal) di antara 50 : 1 sampai 5 :
1.
4) Tali-sepatu (shoe-string sand), jika lebar terhadap tebal adalah 5 : 1 atau lebih kecil
lagi.
Dalam praktek sangatlah sulit untuk mengklasifikasi jenis lapisan pasir menurut cara ke satu
Krynine, yaitu penggolongan pasir selimut. Untuk ini terjadi berbagai pengertian. Konsep
Krynine untuk mengklasifikasikan berbagai macam bentuk serta ukuran lapisan pasir yang
berdasarkan perbandingan lebar terhadap tebal, sebagai perkiraan luas terhadap volum,
diteruskan oleh McGugan (1965) dengan konsepsinya yang disebut sebagai faktor presistensi
(persistent factor) dan dinyatakannya sebagai berikut:
Faktor presistensi = luasarea satuan
ketebalanrata−rata satuan
Jadi pada hakekatnya cara ini sama dengan konsepsi Krynine, hanya sekarang perhitungan
dilakukan dengan luas dan bukan dengan lebar, dan dibandingkan terhadap ketebalan rata-
rata, dan bukan terhadap volum. Menurut faktor presistensi, suatu lapisan pasir dikatakan
suatu selimut (sheet atau blanket) jika memenuhi anngka lebih dari 396 x 106 dan biasanya hal
ini terdapat pada lapisan pasir neritis-litoral pada suatu paparan (shelf) atau kraton.
Jelas klasifikasi Krynine maupun presistensi McGugan tidaklah membedakan antara bentuk
sama-sisi (equant) dengan bentuk memanjang (elongate). Justru bentuk ini penting untuk
dibedakan, karena dalam eksplorasi penyebaran serta arah penyebaran lapisan pasir sangat
diperhatikan sebagai ternyata pengertian dari ‘trend’ atau arah jalur pasir tersebut berorientasi.
Klasifikasi yang berikutnya adalah oleh Rich (1923) dan Potter (1962). Kedua penulis ini
membedakan:
1) Tubuh barupasir yang sama sisi. Sebagai contoh misalnya, lapisan selimut (blanket)
atau lembaran (sheet) dan menurut penulis, sekarang juga termasuk lensa-lensa.
2) Tubug batupasir memanjang. Misalnya, bentuk prisma, bentuk tali-sepatu (shoe-
string), dan sebagainya. Dalam hal ini bentuk memenjang harus mempunyai dimensi
panjang minimal 100 kali lebar.
4.5.2.1 Tubuh Batupasir Sama-Sisi
Perbedaan antara lensa dengan suatu lapisan pasir selimut (blanket sand) tidak mudah dapat
dikatakan, tetapi untuk hal ini dapat dipergunakan faktor presistensi. Jadi menurut McGugan,
untuk dapat dikatakan ‘blanket sand’ harus dipenuhi faktor 396 x 106; atau menurut Krynine,
perbandingan lebar terhadap tebal harus minimal 1000 : 1. Untuk hal yang disebut terakhir,
maka tentu suatu lensa dapat dikatakan terhadap suatu lapisan pasir yang lebarnya 1000 meter
dengan ketebalan 1 meter atau yang lebarnya 1 km dengan ketebalan 10 meter. Tetapi dalam
prakteknya, lensa lebih kecil dan penyebarannya hanya beberapa kilometer saja kadangkala
kurang dari 1 kilometer, sedangkan ketebalannya beberapa meter. Mungkin lebih cocok
disebut sebagai suatu prisma dari Krynine.
LENSA PASIR. Lensa terjadi dengan berbagai macam cara:
1) Pembentukan di darat, yaitu dalam endapan fluvial sebagai suatu gosong tanjung
(point bar). Pada meander sungai terjadi endapan pasir pada bagian dalam belokan-
belokan yang kemudian karena terjadi proses penyelewengan aliran, meander potong
memotong, dan terbentuklah lensa pasir yang terisolasi. Karena cara meander ini sagat
tergantung juga pada lereng lembah tempat meander ini terdapat, maka lensa dapat
saja berkoalesi menjadi suatu lapisan batupasir tali-sepatu (shoe-string sand). Lensa
biasanya bersifat sedikit banyak ‘elongate’ tetapi belum merupakan bentuk yanng
betul-betul memanjang. Contoh daripada point bar sand, yaitu di Amerika Serikat
dalam cekungan J – D di daerah Nebraska, misalnya saja dalam formasi Redfork di
mana jelas pasir membentuk lensa (Gambar 4.7).
2) Lensa dapat juga terbentuk dalam pengendapan suatu delta, terutama dalam suatu
delta yang dangkal. Di dalam delta terdapat saluran penyebar (distributary channels)
yang pada dasarnya terendapkan lapisan pasir. Maka sama juga halnya seperti pada
suatu meander, karena memanjangnya aliran sungai maka pada suatu ketika saluran
menjadi terlalu panjang dan terjadilah suatu pembobolan tanggul (crevasse) sebagai
suatu penyelewengan aliran.
Gambar 4.7
Terbentuklah aliran baru, sedang aliran yang lama boleh dikatakan mati. Sedimen dari
saluran penyebar juga diendapkan di mulut delta sebagai endapan pasir, lanau, dan
lempung dalam lingkungan laut dangkal dan kadang-kadang juga dalam payau-payau
sehingga membentuk semacam suatu kipas di muka delta. Jika saluran ini kemudian
mati, maka seluruh aliran pasir tersebut menjadi suatu lensa yang sering berbentuk
‘lobate’ (Gambar 4.8).
Lensa yang dibentuk oleh suatu delta di laut yang dangkal menjadi kompleks sekali
dengan sering terjadinya perpindahan saluran, terjadilah suatu sistem lensa yang
tumpuk menumpuk.
Tergantung daripada proses kecepatan serta dalamnya air tempat pasir diendapkan,
maka didapatkan juga kemungkinan koalesi lensa menjadi satu. Hal ini terjadi di delta
yang dangkal (Koesoemadinata, 1970 atau Vischer, 1968).
Perbedaan lensa delta dan gosong tanjung (point bar). Dalam hal lensa pasir yang dibentuk
oleh suatu delta, maka pasir bergradasi secara lateral terhadap lanau dan serpih. Lain halnya
dengan tubuh pasir di dalam endapan meander, yang memperlihatkan suatu kontak erosi yang
tajam dengan dasarnya dan juga secara lateral sedangkan ke atas bergradasi ke lapisan
endapan aluvial yang halus. Lensa yang diendapkan oleh suatu gosong tanjung biasanya
membentuk suatu sistem yang memanjang dan tegak lurus terhadap pinggiran daripada
cekungan terhadap mana sungai mengalir. Delta umumnya dibentuk pada laut yang dangkal,
misalnya bagian dalam dari suatu paparan (shelf). Pasir yang dibawa oleh saluran penyebar
diendapkan di mulut sungai sebagai gosong pasir dalam lingkungan lautan yang dangkal,
sehingga membentuk tubuh pasir yang menerus di sekitar delta yang sedang tumbuh, dan
kemudian membentuk suatu kipas yang menerus selama delta tersebut maju.
Gambar 4.8
Walaupun demikian bentuk lensa dengan jelas memperlihatkan suatu sumbu yang
berorientasikan dengan sudut yang besar terhadap pinggiran cekungan. Dalam hal ini lensa
yang demikian bergradasi secara lateral ataupun secara ke bawah terhadap lapisan yang lebih
halus dari pro-delta dan kadang-kadang ditutupi dengan suatu ketidakselarasan oleh suatu
endapan delta halus lainnya. Jika delta terbentuk di laut yang dalam, maka tubuh batupasir
yang terjadi akan bersifat lebih memanjang daripada lensa.
Lensa pasir yang terbentuk oleh proses pembentukan delta sangat penting bagi akumulasi
minyakbumi. Misalnya di Indonesia, hal ini khas sekali, terdapat di lapangan minyak Attaka,
di mana lensa-lensanya terpisah satu dengan yang lain. Juga di Nigeria lensa pasir dari delta
sungai Niger sangat penting bagi adanya akumulasi minyakbumi.
SELIMUT PASIR. Banyak lapisan pasir dinyatakan sebagai suatu ‘sheet’ atau ‘blanket sand’.
Hal ini memang merupakan konsepsi yang ideal daripada suatu lapisan reservoir yang
diperlihatkan di dalam diagram. Namun sebetulnya suatu bentuk lapisan pasir yang demikian
itu jarang sekali didapat. Biasanya didapatkan di daerah paparan di atas suatu kraton,
misalnya saja lapisan pasir berumur Kambrium di Amerika Serikat seperti ‘Postdam
Sandstone’ yang lapisan pasirnya tersebar luas sekali. Pasir ini biasanya sangat murni,
berbutir bundar-bundar, terpilah baik, dan berasosiasi dengan karbonat. Pembentukan lapisan
pasir yang demikian mungkin terjadi di laut yang sangat dangkal di mana pengendapan terjadi
di atas alas gelombang dan tersebar sangat meluas.
Mungkin sekali pasir tersebut adalah hasil pengendapan kembali dari perombakan batupasir
yang sebelumnya, juga mungkin terbentuk sebagai jalur yang mengalami retribusi. Namun
ada kalanya pasir yang demikian itu berbentuk lensa yang lebih daripada satu, yang berkoalesi
menjadi selimut yang luas. Kebanyakan lapisan pasir yang terdapat secara meluas seperti
Formasi Air Benakat di Sumatera bukanlah merupakan lapisan selimut (sheet sand) dalam arti
yang sebenarnya, tetapi lebih merupakan amalgamasi koalesi daripada lapisan yang
memanjang yang bersifat lensa yang mengalami proses koalesi lateral ataupun vertikal.
4.5.2.2 Tubuh Batupasir Memanjang
Bentuk tubuh batupasir yang memanjang mungkin lebih banyak terdapat daripada yang
berbentuk lensa ataupun yang berbentuk selimut. Pada umumnya dapat dibagi 2 macam
bentuk yang memanjang:
1) TUBUH PASIR BERBENTUK TALI-SEPATU (shoe-string sand)
2) TUBUH BATUPASIR GOSONG PENGHALANG (bar-sand atau sand bar)
Tubuh batupasir penghalang ini pada umumnya terjadi pada pengendapan di pantai. Tubuh
lapisan batupasir yang bersifat memanjang pada permulaannya memang diketahui di daerah
Pensylvania pada tahun 1860-an, demikian pula pengetahuan bahwa lapisan tersebut biasanya
membentuk suatu jalur yang memanjang dan diketahui dari sering mengelompoknya lapangan
minyak ataupun telaga minyak pada suatu garis lurus atau memperlihatkan adanya suatu
‘trend’. Bentuk batupasir yang demikian mungkin lebih banyak dan lebih normal daripada
yang bersifat sama-sisi dan merupakan lapisan reservoir utama. Arah (trend) lapisan pasir
yang demikian juga membentuk perangkap yang dinamakan perangkap stratigrafi.
Pengetahuan mengenai bentuk lapisan pasir yang memanjang ini diketahui dari pengalaman
pemboran di Amerika Serikat ataupun di negara lain, dari geologi bawah permukaan atau dari
penyelidikan mengenai endapan batupasir pantai (beach sand) yang dilakukan di berbagai
bagian dunia, terutama di sekitar daerah Teluk Mexico.
PASIR TALI-SEPATU. Beberapa pengetahuan mengenai bentuk ini terutama berdasarkan
pengkajian batupasir Venango, oleh Carell (1876, 1886) di Amerika Serikat. Dari pengkajian
ini, ternyata lapisan minyak terjadi pada satu garis yang lurus atau berbelok-belok di seluruh
daerah. Dalam hal ini orientasi atau trend daripada tubuh-tubuh batupasir yang memanjang
sangatlah penting, dan sangat mempengaruhi lokasi pemboran. Salah satu lapisan batupasir
minyak berbentuk tali-sepatu yang terkenal adalah dari Kansas sebelah Timur, dari lapisan
yang berumur Karbon (zaman Pensylvania). Rich (1923) berkesimpulan bahwa pasir ini
merupakan pengisian satu saluran yang telah tersayat ke dalam lapisan yang ada di bawahnya,
yaitu Formasi Cherokee. Terlihat sangat jelas tidak adanya peralihan antara pasir dengan
serpih, sehingg batasnya bersifat tajam atau sebagai batas erosi. Contoh lain adalah lapisan
Bartlesville di Kansas, yang terkenal dengan nama Golden Lane. Selain itu juga batupasir
(umur kapur) di Nebraska merupakan contoh daripada pengisian suatu saluran ataupun
lembah. Mengenai batupasir ini, Exum, Dunham, dan Harms (1967) berkesimpulan, bahwa
reservoirnya diendapkan sebagai suatu pengisian lembah berbentuk prisma batupasir yang
panjangnya 20 mil, lebarnya 2000 kaki dan tebalnya 50 sampai 80 kaki. Batas-batas daripada
tubuh ini adalah batas erosi. Minyak terperangkap di tempat di mana arah pengisian lembah
memotong antiklin (Gambar 4.9). Cara terbentuknya lapisan berbentuk tali-sepatu ini dapat
juga terjadi pada meander atau pada gososng tanjung sungai (point bar sand) yang terkoalesi
ke hilir. Dengan demikian sebetulnya pasir tali-sepatu tediri daripada lensa yang mengarah
dan memberikan suatu bentuk yang lenggak-lenggok atau sinuous.
Gambar 4.9
PASIR PANTAI. Tubuh batupasir gosong sebetulnya terdiri dari berbagai macam, antara lain:
1) Pulau gosong atau barrier island. Dalam zaman sekarang gejala ini terdapat di
sepanjang Atlantik dan di Amerika Serikat. Contoh lapisan pasir yang demikian
adalah Formasi Foxhill yang berumur Kapur Atas di daerah Rocky Mountains yang
dibuktikan oleh Weimer (1963).
2) Batupasir gosong lepas pantai (offshore bar). Seringkali pulau gosong (barrier island)
dan gosong lepas pantai (offshore bar) dikacaukan satu dengan yang lain.
3) Pasir pesisir (beach sand).
Penyelidikan lingkungan modern di teluk Mexico oleh Could (dikutip dalam buku ‘Source
book of Petroleum Geology’, 1967) memperlihatkan bahwa tubuh batupasir yang berbentuk
di lingkungan dekat pantai pada pinggiran suatu cekungan biasanya berorientasi sejajar
dengan jurus pengendapan. Batupasir ini dan juga sedimen lainnya ditransport oleh arus
sepanjang pantai (longshre current), dan karena proses akresi sedimen terbentuklah suatu
dataran pantai. Tubuh batupasir jenis ‘pulau gosong’yang merupakan suatu mata rantai yang
panjangnya 3000 mil sepanjang pantai Texas lebih merupakan lingkungan pasir yang khas.
Pulau Galveston (suatu contoh pulau gosong) mempunyai lebar rata-rata 2 mil dan panjang 28
mil. Tebal maksimal lapisan ini adalah 40 kaki. Menurut Exam dan Harm (1967) reservoir
yang dibentuk sebagai gosong laut dangkal bertubuh lensa dengan bentuk elips yang
panjangnya 2 sampai 5 mil, lebarnya ½ sampai 2 ½ mil, dan tebalnya kurang dari 25 kaki.
Batupasir ini secara lateral berangsur-angsur menjadi batulumpur lautan. Posisi gosong laut
reservoir ini dapat diramalkan dengan memetakan perbandingan pasir/serpih, hal mana tidak
dapat dilakukan untuk reservoir pengisi lembah karena batas-batasnya adalah batas erosi.
Bentuk tubuh batupasir gosong lepas pantai biasanya berbentuk linier dan sejajar dengan jurus
pengendapan, sedangkan suatu pengendapan sungai biasanya tegak lurus atau memotong
jurus pengendapan dan mempunyai bentuk yang lenggak-lenggok (sinuous).
TUBUH BATUPASIR TURBIDIT. Adanya endapan turbidit dikemukakan pertama kali oleh
Daly (1936), kemudian disusul oleh Kuenen (1947). Batuan yang terbentuk dari arus ini
disebut turbidit (Sanders dan Carozzi, 1957). Banyak lapangan minyak kemudian
reservoirnya dikenal sebagai turbidit, antara lain di cekungan Los Angelos (Barbat, 1958) dan
cekungan Ventura di California (Sullwold, 1961). Suatu hal yang penting daripada lapisan
turbidit ialah adanya lapisan pasir yang kasar yang berbentuk interkalasi dalam lapisan serpih
yang diendapkan di laut yang dalam. Misalnya saja di cekungan Ventura, berbagai bukti
foraminifera menunjukkan bahwa kedalaman laut dari cekungan tersebut pada zaman Tersier
Atas adalah beberapa ribu kaki (Natland dan Kuenen, 1951). Sejumlah tulisan mengenai
beberapa turbidit dalam eksplorasi minyakbumi disusun oleh Passega (1954). Bentuk lapisan
turbidit itu tidak begitu jelas, tetapi dapat berupa bentuk lensa, bentuk saluran, ataupun bentuk
kipas.
4.5.3 KESIMPULAN MENGENAI TUBUH BATUPASIR
Dari pembahasan di atas jelaslah, bahwa lapisan pasir tidaklah seperti kue lapis sebagaimana
diharapkan oleh para ahli reservoir. Pada umumnya lapisan pasir berbentuk lensa atau
memanjang yang tebatas, oleh karena itu, proses regresi-transgersi, proses meander dan
proses-proses lainnya menyebabkan tubuh-tubuh yang terbatas ini merupakan suatu susunan
yang sangat kompleks dan ruwet. Menurut Krynine (1948) tubuh berbentuk tali-sepatu dan
juga lensa merupakan batubata dari bentuk lain yang disebabkan karena proses coalescing,
anastomising, bifurcating, branching, dendritic, dan en-echelon. Dapatlah dipahami batupasir
selimut pada hakekatnya terdiri dari lensa, prisma, atau bentuk tabular yang merapat menjadi
satu atau berbentuk multi-lateral. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.10. Jika cara
merapatnya tidak sempurna, yang biasanya demikian maka akan terdapat interkalasi serpih di
antaranya.
Gambar 4.10
Ini justru memperlihatkan bahwa suatu lapisan yang kelihatannya seolah-olah merupakan
suatu lapisan yang luas, sebetulnya terdiri dari berbagai macam lapisan yang merapat secara
lateral dan disisipi oleh lapisan serpih.
Walaupun masing-masing lapisan kelihatannya dapat dikorelasikan, tetapi pada dasarnya hal
ini tidak dapat dilakukan karena memang di antaranya terhalanng lapisan serpih. Dengan
demikian tidak terdapat kesinambungan dalam sifat reservoir dan tiap lensa merupakan
reservoir yang berdiri sendiri.
Kompleks tubuh batupasir tersebut juga dikatakan bertingkat banyak (multistory) atau berupa
suatu berkas (bundle) (Sulwold, 1958). Sebagai contoh lapisan batupasir semacam itu ialah
Formasi Talang akar, yang antara lain terdiri dari 52 lapisan di struktur Pendopo. Suatu hal
yang penting lagi mengenai tubuh batupasir tersebut adalah adanya konsepsi ‘arah’ (trend)
yang biasanya sering dipergunakan dalam eksplorasi minyakbumi. Apakah hal ini diketahui
dengan pengetahuan mengenai mulajadi batupasir atau tidak, namun jelas bahwa lapisan
reservoir batupasir ini memperlihatkan berbagai pole tertentu. Dengan mengetahui asal mula
jadi lapisan batupasir tersebut, tentu peramalan yang lebih tepat dapat dilakukan.
Dalam hal geometri batupasir, ada tiga masalah utama yaitu:
1) Merekonstruksikan geometri secara tepat;
2) Mengetahui apa artinya dari segi asal mula jadi;
3) Mengetahui pola penyebaran lapisan sedimen dari asal-mulajadi tertentu dengan suatu
situasi pengendapan yang analog.
Dalam hal ini gejala-dalam seperti struktur sulang-siur, orientasi butir, bekas aliran, lapisan
dengan urutan besar butir tertentu serta hubungan suatu tubuh batupasir terhadap lapisan yang
ada di atas dan di bawahnya maupun secara lateral adalah sangat penting dalam
menginterpretasikan asal-mulajadinya. Terutama jika sumur kontrol sangat sedikit untuk
mendefinisikan bentuk tubuh tersebut.
BEBERAPA GEJALA YANG MENCIRIKAN BERBAGAI MACAM TUBUH
BATUPASIR:
Shelton (1967) memperlihatkan bahwa lingkungan batupasir dapat ditentukan dengan
membandingkan geometri dan gejala-dalam lapisan pasir dengan model stratigrafi. Misalnya
saja antara aluvial, gosong laut, dan batupasir turbidit, ciri dari setiap model dapat ditentukan
dari segi:
a) Geometri: Posisi geografi dan arah (trend), posisi vertikal, panjang lebar, ketebalan,
dan perbatasan .
b) Gejala-dalam (internal features): Struktur sedimen, tekstur, susunan butir.
Pemisahan bentuk geometri berdasarkan berbagai gejala tadi juga berpengaruh terhadap
penyebaran porositas dan permeabilitas. Sebagai contoh misalnya, suatu lapisan pasir pengisi
lembah atau saluran biasanya lebih berpori di bagian bawah dan menjadi kurang di bagian
atas. Pada log listrik ini nampak bentuk kurva yang sifatnya seperti suatu lonceng. Di lain
pihak suatu lapisan pasir pantai yang regresif, biasanya porositasnya berkurang ke bawah atau
menjadi lebih tinggi ke atas sehingga dalam kurva log listrik diperlihatkan suatu bentuk
seperti kipas.
Di Amerika Serikat, dari semua perangkap stratigrafi diketahui bahwa:
a. Pasir pengisi saluran: 7%
b. Pasir gosong (bar): 23%
c. Pasir pesisir (beach): 19%
d. Pasir dekat pantai laut: 19%
e. Perubahan fasies lainnya: 7%
Pada umumnya lensa pasir dan tubuh pasir merupakan unsur utama dalam pembentukan
perangkap stratigrafi, namun selain itu diperlukan juga unsur perangkap lainnya, seperti unsur
tektonik, pelengkungan ataupun kemiringan wilayang (Milikan, 1940).
Dapat pula disimpulkan di sini bahwa penggolongan bentuk lapisan batupasir ini sering
dilakukan atas dasar asal mulajadi semua lapisan tersebut. Misalnya, istilah yang
dipergunakan mempunyai makna kombinasi asal-mulajadi dan geometri, seperti pasir selimut
(blanket sand), pasir lembaran (sheet sand), pasir paparan (shelf sand), kipas aluvial (alluvial
fans), pasir saluran (channel sand), pasir tali-sepatu (shoe-string sand), delta, jari-jari gosong
(bar finger), lidah (tongue), pesisir (beach), gosong (bar), onggokan/angin (dunes), cheniers,
estuary, teras-teras terbentuk gelombang (wave-build terrace), pasir sayap (flank sand),
saluran sungai (fluvial channel), saluran delta (delta channel), turbidit, pasir neritik (neritic
sand), dan sebagainya.
4.5.4 BERBAGAI CONTOH RESERVOIR BATUPASIR
Contoh batupasir sebagai batuan reservoir, misalnya ialah dari Amerika Serikat, di daerah
Midcontinent yang berumur Karbon dan Ordovisium yang mempunyai porositas 15 sampai
25 persen dan permeabilitas antara 25 sampai 400 milidarcy (Milikan, 1940).
Contoh lain adalah pasir yang berumur Kapur dari Texas Timur dan Louisiana Utara dan
Arkansas Selatan dengan porositas berkisar dari 20 sampai 30 persen sedangkan permeabilitas
berkisar dari 50 sampai 2000 milidarcy. Lapisan reservoir berumur Tersier di Gulfcoast dan
Texas Barat Daya mempunyai porositas 25 sampai 32 persen dan permeabilitas berkisar dari
100 sampai 2000 milidarcy. Di California, lapisan pasir berumur Tersier yang berbentuk lensa
mempunyai porositas berkisar dari 12 sampai 25 persen dan permeabilitas dari 25 sampai
5000 milidarcy (Milikan 1940).
Menurut Levorsen (1967), lapangan minyak Burgan di Kuwait merupakan lapangan minyak
terbesar di dunia yang sampai dewasa ini memproduksi minyakbumi dari lapisan batupasir
sebagai reservoir. Menurut Gregg (1958) batupasir Burgan yang berumur Kapur Tengah
mempunyai ketebalan bersih kira-kira 8000 kaki. Beberapa dari lapisan pasir tersebut
mempunyai permeabilitas sampai 4000 milidarcy. Ini barulah dapat dikatakan batupasir yang
istimewa.
Di Amerika Serikat, reservoir batupasir yang paling besar adalah di lapangan minyak Texas
yang memproduksikan minyakbumi dari batupasir Woodbine yang berumur Kapur Atas.
Lapisan ini menurut Hudnal dan Eaton (1968) panjangnya 44,32 mil yang memanjang arah
Timur Laut-Barat Daya, lebarnya 4,94 mil memanjang dalam arah Barat-Timur dan luasnya
meliputi 40.000 acres dengan ketebalan rata-rata 35 kaki dan berkisar dari 0 sampai 102 kaki.
Lapisan pasir ini mempunyai porositas 25% dan permeabilitas rata-rata 1,5 darcy dengan
maksimum 4 darcy (Minor dan Hanna, 1941). Produksi dari lapangan Texas Timur ini sampai
Januari 1968 adalah 3 milyar barrel.
Contoh lain daripada batupasir reservoir yang berbentuk lensa adalah lapangan Bell Creek di
Montana, Amerika Serikat, yang ditemukan pada tahun 1967 (McGregor dan Biggs, 1968).
Lapangan ini panjangnya 12 mil, lebarnya 1 sampai 3 mil dan memproduksi 50.000 barrel per
hari, dengan cadangan yang diperkirakan 200.000.000 barrel. Reservoir ini yang dinamakan
‘Muddy Sandstone’, terbentuk dalam suatu kompleks pengendapan air dangkal dekat pantai
dalam keadaan fasa regresif di antara dua transgresi laut besar pada zaman Kapur Tua. Lensa
tipis batupasir ini tebalnya hanya 20 kaki, tetapi porositasnya berkisar sampai 13.500
milidarcy. Batupasirnya sangat halus sampai halus.
Lapangan minyak Pembina di Alberta, Canada, ditemukan pada tahun 1953 yang juga
didapatkan dari reservoir batupasir dengan porositas/permeabilitas rendah. Ketebalan bersih
dari batuan ini berkisar dari beberapa kaki sampai maksimum 67 kaki dan rata-rata 12,5 kaki.
Porositas dan permeabilitasnya juga berkisar banyak sekali, dengan rata-rata 12,5 persen dan
24 milidarcy. Tetapi lapangan minyak yang berumur Kapur Atas ini menempati daerah seluas
755.000 acre. Minyak yang telah dihasilkan telah lebih dari 390 juta barrel dan gas sebanyak
291 milyar kaki kubik. Sampai akhir 1965 cadangan yang masih didapatkan berjumlah
1.298.000.000 barrel minyakbumi dan 981 milyar kaki kubik gas.
Lapangan minyak Saring di Libia yang ditemukan pada tahun 1961 adalah salah satu
lapangan minyak raksasa dan menurut Sandford (1968), batupasirnya berumur Kapur dan
mempunyai porositas rata-rata 18 sampai 19 persen sedangkan permeabilitas rata-ratanya
beberapa ratus milidarcy dengan beberapa lapisan tipis dari 2 sampai 3 darcy. Setiap sumur
mempunyai kapasitas 28.000 barrel per hari. Cadangan minyaknya 12 sampai 15 milyar barrel
di tempat dengan ketinggian kolom minyak maksimum 3000 meter.
Sebagai contoh lapisan pasir yang bersifat arkosa ialah misalnya, di Texas-Panhandle.
Lapisan arkosa ini terdapat dalam suatu jalur yang lebarnya 5 mil dan panjangnya 70 mil.
Reservoir sebetulnya terdiri daripada jari-jemari antara serpih merah dan arkosa yang bersih
dengan ketebalan yang berkisar dari 0 sampai 2800 kaki atau lebih, sebagaimana terdapat
dalam salah satu jalur. Seluruh lapangan ini panjangnya 125 mil dan meliputi kelompok
pegunungan yang terkubur (Amarillo Mountains). Ketebalan bersih arkosa di suatu daerah
adalah 10 sampai 20 kaki, produksi kumulatif telah mencapai 1,09 milyar barrel (sampai akhir
1967). Contoh batupasir turbidit yang penting adalah dari Los Angeles dan Ventura Basin,
California. Di sini batuan utamanya adalah greywacke. Produksi kumulatif dari 2 daerah ini
telah mencapai 4,9 milyar barrel. Data lebih lanjut mengenai lapisan ini tidak didapatkan.
Hal ini dapat kita bandingkan dengan lapangan minyak Caltex di Indonesia yang sampai kini
telah memproduksi lewat 1 milyar barrel.
4.6 BATUAN RESERVOIR KARBONAT – GAMPING
Batuan karbonat merupakan batuan reservoir penting untuk minyak dan gasbumi. Dari 75
persen daratan yang dibawahi oleh batuan sedimen, kira-kira 1/5 dari masa sedimen ini terdiri
dari batuan karbonat (gamping dan dolomit). Menurut Knebel dan Rodriguez (1956), 59
persen lapangan minyak yang besar terdapat dalam batuan reservoir batupasir, tetapi 40
persen terdapat dalam batuan karbonat. Jadi keseluruhannya meliputi suatu cadangan 87,3
milyar barrel. Di Timur Tengah saja terdapat 79 milyar barrel. Beberapa daerah penting yang
mempunyai batuan karbonat sebagai reservoir adalah Texas Barat, sebelah Utara Mexico, di
sebelah Barat Canada, dan di Venezuela. Dewasa ini batuan karbonat merupakan batuan
reservoir yang cukup penting di Indonesia dengan ditemukannya minyak di Formasi Baturaja
di Laut Jawa, Formasi Kujung di Laut Jawa Timur dan juga dengan ditemukannya lapangan
minyak dengan produksi yang besar dari Formasi Kais di Irian Jaya. Lain halnya dengan
batuan pasir pasir, reservoir batugamping lebih sulit dan lebih kompleks sifatnya. Hal ini
disebabkan karena adanya berbagai macam porositas sebagaiman telah dibahas. Selain
berbagai macam jenis porositas, juga struktur sangat memperngaruhi porositas tersebut dan
juga adanya dolomitasi. Di tahun enam puluhan pengetahuan mengenai batuan karbonat
menjadi sangat luas karena penelitian yang dilakukan secara besar-besaran oleh banyak
perusahaan minyak.
Pada umumnya batuan karbonat dapat dibagi 4 macam, yaitu:
1) BATUAN KARBONAT YANG BERSIFAT KERANGKA atau yang secara populer
dikatakan sebagai suatu terumbu (reef).
2) BATUAN KARBONAT YANG BERSIFAT KLASTIK.
3) BATUAN KARBONAT YANG BERSIFATAFANITIK ATAU BATUGAMPING
HALUS.
4) BATUAN KARBONAT YANG BERSIFAT DOLOMIT DAN KRISTALIN.
Dari keempat batugamping tersebut semuanya dapat bertindak sebagai batuan reservoir, tetapi
yang sangat menarik perhatian dan sangat penting bagi batuan reservoir adalah: terumbu,
dolomit, dan batugamping klastik.
Dalam bab ini lebih dulu akan dibahas mengenai batugamping ‘reef’ kemudian batugamping
klastik dan baru terakhir mengenai dolomit. Dalam hal ini juga akan langsung dibahas
mengenai bentuk tubuh batuan reservoir karbonat. Perlu dicatat di sini bahwa penyebaran
porositas dan bentuk daripada batuan reservoir sangat erat hubungannya dengan perangkap
minyak atau yang disebut perangkap stratigrafi.
4.6.1 TERUMBU KARBONAT SEBAGAI BATUAN RESERVOIR
Terumbu (reef) dapat merupakan batuan reservoir yang sangat penting. Pada umumnya
terumbu terdiri daripada suatu kerangka dari koral, ganggang, dan sebagainya yang tumbuh
dalam laut yang bersih, berenergi gelombang tinggi dan mengalami banyak pembersihan
sehingga rongga-rongga antaranya khususnya menjadi sangat bersih. Juga di antara kerangka
tersebut terdapat banyak fragmen koral, dan foraminifera dari butiran bioklastik lainnya.
Tetapi karena pertumbuhan ini terjadi di daerah yang berenergi tinggi maka biasanya menjadi
lebih bersih. Dalam hal ini porositas yang didapatkan terutama berada dalam kerangka yang
berbentuk rongga-rongga bekas binatang hidup yang biasanya kemudian disemen dengan
sparry calcite sehingga porositasnya diperkecil. Adakalanya porositasnya juga diperbesar
karena mengalami pelarutan lebih lanjut sehingga menjadi sangat gerowong atau bergua-gua.
Seringkali dalam reservoir semacam itu didapatkan lubang-lubang atau gerowong, yang
dalam pemboran mengakibatkan hilangnya banyak lumpur pemboran sehingga pipa bor tiba-
tiba jatuh.
4.6.1.1 Bentuk Reservoir Terumbu
Bantuk batuan reservoir kerangka terumbu ini terbatas sekali karena terumbu koral yang juga
diikat oleh ganggang dan sebagainya hanya tumbuh pada beberapa keadaan tertentu. Pada
umumnya dapat dibedakan menjadi 2 macam reservoir terumbu, yaitu:
1) Terumbu yang bersifat ‘fringing’, atau merupakan suatu bentuk yang memanjang di
lepas pantai.
2) Terumbu yang bersifat terisolir di sana-sini, yang disebut sebagai suatu ‘pinnacle’ atau
‘patch reef’ atau secara tepat dikatakan sebagai bioherm, yang muncul di sana-sini
sebagai berbagai bentuk kecil secara tidak teratur.
Suatu terumbu juga berasosiasi dengan bioklastik lainnya dan membentuk suatu akumulasi
sedimen. Kadang-kadang terumbu itu menjadi satu sehingga membentuk suatu kompleks
terumbu. Terumbu yang terbentuk linier, atau sebagai penghalang (barrier) biasanya
bentuknya selain memanjang juga seringkali cukup besar serta memperlihatkan suatu asimetri
dan biasanya terdapat pada pinggiran suatu cekungan. Seringkali terumbu jenis demikian
terdapat pada pinggiran suatu paparan, yaitu di tempat di mana suatu paparan yang landai dan
berenergi rendah tiba-tiba berubah menjadi suatu cekungan yang dalam, sehingga pada ujung
paparan ini terbentuk kompleks terumbu yang merupakan pennghalang (Gambar 4.11).
Gambar 4.11
Biasanya terdapat suatu struktur tubuh tertentu yang terdiri dari inti terumbu (reef-core) dan di
mukanya dalam arah laut terbuka terhimpun hancuran akibat erosi gelombang pada terumbu
tersebut dan membentuk suatu terumbu-muka (fore-reef). Inti terumbu yang memanjang itu
merupakan suatu penghalang yang efektif sehingga di belakangnya terjadi suatu laguna yang
airnya tenang. Laguna ini sering disebut suatu terumbu belakang (back-reef), yang sangat baik
untuk pembentukan evaporit atau pengkonsentrasian garam air laut sehingga memungkinkan
terjadinya dolomit. Laguna ini kadang-kadang bisa merupakan daerah yang sangat luas di
mana gamping yang berenergi rendah terbentuk yang sebetulnya adalah gamping afanatik. Di
sini kadang-kadang juga tumbuh terumbu yang terpisah-pisah yang disebut ‘patch reef’. Jelas
sekali, bahwa terumbu muka dan juga bioklastik yang berasosiasi dengan terumbu ini
merupakan suatu bentuk tubuh yang memanjang, berselang-seling antara terumbu dengan
klastik karbonat yang berenergi tinggi dan seringkali merupakan trend yang sangat khusus.
Contoh suatu terumbu yang memanjang yang merupakan suatu trend yang terkenal adalah
Golden Lane di daerah Tampico, Mexico. Bentuk reservoir ini merupakan suatu trend atau
jalur yang panjangnya 70 sampai 145 km. Panjang yang mempunyai produksi adalah 85 km
dan lebar rata-rata 1 km, Terumbu ini biasanya terdiri dari cetakan-cetakan moluska, rudista,
dan koral sehingga diperoleh porositas jenis primer. Selain itu juga porositas dibentuk karena
patahan, retakan, dan lain-lain.
Contoh lain adalah terumbu Leduc-Woodbend di Canada sebelah Barat. Terumbu yang
disebut D-reefs terdapat dalam formasi Nisku dan Formasi Leduc (Gambar 4.12) terdiri dari
kerangka crinoid dan merupakan juga terumbu yang memanjang. Tetapi pada beberapa
tempat terdapat kombinasi yang lebih merupakan sebagai suatu bioherm. Misalnya saja
Rainbow Member mempunyai tebal 756 kaki dan terdiri daripada terumbu yang
didolomitasikan dan porositas yang didapatkan adalah jenis gerowong (vug) dan interkristal
yang baik sekali. Terumbu di Leduc/Woodbend itu mungkin dapat menghasilkan 284 juta
barrel.
Contoh yang penting daripada suatu terumbu di Timur Tengah adalah di Irak. Di sini terdapat
suatu terumbu yang berumur Kapur dan Tersier. Lapangan minyak yang terdapat di sini
adalah lapangan minyak Kirkuk di Irak Utara yang terdiri daripada suatu kompleks terumbu
Tersier dan juga terumbu fosil lainnya yang berumur Kapur Atas Tengah maupun Bawah.
Singkapannya sangat berbitumina. Lapangan kirkuk ini 60 mil panjangnya dan produksi di
tahun 1954 telah mencapai 165,9 juta barrel dan cadangan yang dieprkirakan adalah 7 milyar
barrel.
4.6.1.2 Terumbu Tiang
Lapangan yang bersifat terumbu tiang (pinnacle) ditemukan di Libya yaitu lapangan Idris
dalam cekungan Sirte yang didapatkan dari suatu terumbu berumur Paleosen. Satu umur
kadang-kadang bisa menghasilkan 17 ribu barrel sampai 74.000 barrel per hari. Jenis terumbu
ini kadang-kadang mempunyai suatu garis tengah yang hanya 2 sampai 3 km saja.
Gambar 4.12
Contoh yang baik untuk terumbu tiang sebagai reservoir ialah yang didapatkan baru-baru ini
di Irian Jaya, yaitu lapangan minyak Kasim dan Jaya. Sebetulnya telah pula ditemukan
sebelumnya lapangan minyak Klamono-Klamanuk dan juga lapangan minyak Wasian dan
Mogoi, tetapi dengan produksi yang tidak begitu menyolok. Lapangan minyak Kasim-Jaya
(Gambar 9.48) merupakan suatu akumulasi terumbu yang tumbuh di atas suatu kompleks
terumbu yang merupakan suatu landasan. Bentuk terumbu Kasim-Jaya itu terdiri daripada
batuan karbonat berenergi tinggi yang panjangnya 7 km dan lebarnya 2,5 sampai 3,5 km dan
mempunyai ketinggian atau relief vertikal 760 m di atas landasan tempat terumbu tersebut
tumbuh. Porositasnya berkisar dari 14 persen sampai 40 persen dengan rata-rata 20 sampai 25
persen. Kolom minyak yang terdapat di sini adlaah 128 m. Sumur Jaya mempunyai nilai yang
sangat menyolok, yaitu dengan porositas lebih dari 30 persen dalam suatu kolom minyak
setinggi lebih dari 100 m, malah kadang-kadang porositasnya melebihi 42 persen. Sumur
Kasim juga memberikan suatu produksi antara 21 sampai 23.000 barrel per hari (Vincellete,
1973).
Contoh lain daripada batuan reservoir ini ialah di dalam Formasi Baturaja di Laut Jawa
sebelah Barat yaitu lapangan minyak Kitty yang menghasilkan minyaknya juga dari terumbu
batugamping (lihat Gambar pada bab mengenai Geologi Minyak Indonesia).
Lapangan minyak Jaya dan Kasim merupakan terumbu yang bersifar pinnacle dan bukan
terumbu yang memanjang seperti di Leduc atau Golden Lane di Mexico dan tidak pula seperti
yang terdapat di lapangan minyak Kirkuk. Dewasa ini terumbu yang bersifat pinnacle ini
menjadi penting sekali. Jelas pula bahwa terumbu berasosiasi dengan dolomitisasi.
Mengingat bahwa bentuk tubuh batuan terumbu ini sangat terbatas, malahan kadang-kadang
kecil sekali, maka sering pada suatu eksplorasi bentuk tubuh kecil ini terlewat. Oleh karena
itu eksplorasi harus sangat teliti dan harus pula didasarkan pada beberapa analisis fasies
batuan karbonat.
4.6.2 GAMPING KLASTIK
Gamping klastik sering juga merupakan reservoir yang sangat baik, terutama dalam
asosiasinya dengan oolit, dan sering disebut sebagai kalkarenit.
Jadi jelas, bahwa batuan reservoir yang terdapat di dalam oolit itu merupakan pengendapan
yang berenergi tinggi dan didapatkan dalam jalur sepanjang pantai atau jalur dangkal dengan
arus arus gelombang kuat. Porositas yang didapatkan biasanya ialah jenis porositas
intergranuler, yang kadang-kadang juga diperbesar oleh adanya pelarutan. Porositas bisa
mencapai setinggi 32 persen tetapi hanya mempunyai permeabilitas 5 milidarcy.
Batuan reservoir oolit terdapat misalnya di cekungan Illinnois (Amerika Serikat), di mana
terdapat oolit dalam gamping yang berumur Karbonat. Lapisan oolit ini disebut McClosky
sand. Batuan ini terdiri daripada oolit yang kadang-kadang juga bersifat dolomit. Pori-pori
terdapat di antara butirannya, dan porositasnya bisa mencapai 10,3 persen dengan
permeabilitas rata-rata 429 milidarcy (Arnold, 1939). Ketebalan rata-rata adalah 3 meter
dengan faktor ‘recovery’ 3.000 barrel per acre. Dari suatu daerah seluas 10.000 acre,
diperkirakan seluruhnya dapat menghasilkan minyakbumi 30.000.000 barrel.
Contoh yang paling penting adalah di Saudi Arabia yaitu dari formasi Arab berumur Jura
Muda, terutama dari anggota D. Formasi Arab ini memberikan hampir semua minyak yang
diproduksikan di Saudi Arabia dan terdiri terutama dari oolit yang telah terkristalisasi dan
terdolomitisasi. Selain itu porositas yang besar diperoleh karena terjadinya gerowong (vug)
yang besar dengan cara pelarutan. Lapangan minyak yang produksinya berasal dari batuan ini
adalah lapangan minyak Ghawar yang panjangnya 140 mil dan luasnya 875 mil persegi
dengan kolom minyak maksimal 1.300 kaki. Satu sumur berpotensi memproduksikan 8.000
sampai 19.000 barrel per hari. Dari lapangan ini pada tahun 1957 telah diproduksikan 1,216
milyar barrel dari 229 sumur. Produksi total dari lapangan ini diperkirakan 35 milyar barrel.
4.6.3 DOLOMIT
Dolomit merupakan batuan reservoir karbonat yang jauh lebih penring dari jenis batuan
karbonat lainnya. Harus diingat pula, bahwa kebanyakan dari batuan karbonat seperti terumbu
ataupun oolit sedikit banyak telah pula ikut didolomitasikan. Cara terjadinya dolomit ini tidak
begitu jelas, tetapi pada umumnya dolomit ini bersifat sekunder atau sedikit banyak dibentuk
sesudah sedimentasi. Masalah cara pembentukan porositas dalam dolomit banyak
menghasilkan berbagai macam interpretasi. Salah satu teori mengenai hal ini ialah bahwa
porositas timbul karena dolomitisasi batuan gamping sehingga molekul kalsit diganti oleh
molekul dolomit, dan karena molekul dolomit lebih kecil daripada molekul kalsit maka
hasilnya akan merupakan pengecil volum sehingga timbullah rongga-rongga. Jadi jelaslah
adanya hubungan antara dolomitisasi dan porositas.
Dolomit yang biasanya mempunyai porositas yang baik bersifat sukrosik yaitu berbentuk
hampir menyerupai gula pasir. Rupa-rupanya dolomit ini terbentuk karena pembentukan
kristal dolomit yang bersifat euhedron dan tumbuh secara tidak teratur di antara kalsit. Kalsit
yang belum digantikan oleh dolomit terlarutkan, oleh karena daya larut kalsit lebih besar
daripada dolomit. Dengan demikian terbentuk porositas interkristalin, karena kristal dolomit
yang masih tertinggal sulit larut. Pelarutan kalsit ini menyebabkan terjadinya pori-pori. Hal
ini terjadi dalam gamping afanatik dengan partikel-partikel yang berukuran pasir tersebar
sana-sini, yang kemudian mudah sekali didolomitisasikan. Sering juga di dalam dolomit ini
terdapat porositas yang bersifat gerowong yang mungkin disebabkan karena banyak kalsit
yang belum diganti oleh dolomit, dan berbentuk ‘patches’ atau bentuk yang lebih besar
daripada satu kristal. Semua bentuk itu kemudian dilarutkan dan menghasilkan porositas
gerowong ini. Dolomitisasi juga terjadi dalam batuan gamping yang bersifat terumbu. Bahkan
banyak koral yang besar sehingga memperlihatkan porositas interkristalin.
Porositas yang terjadi karena dolomitisasi ini telah menimbulkan banyak diskusi di masa yang
lalu. Dewasa ini pengetahuan mengenai dolomitisasi diketahui lebih baik, antara lain bahwa
dolomitisasi terjadi tidak lama setelah sedimentasi atau dalam bahasa Inggrisnya
‘penecontemporaneous’. Dalam hal ini ada dua macam dolomit yang terjadi, yaitu:
1) DOLOMIT YANG BERSIFAT PRIMER, terbentuk dalam suatu laguna atau laut
tertutup yang sangat luas, dengan temperatur sangat tinggi. Misalnya, di tepi laut
Persia (Illing, Welles, dan Taylor, 1965) terdapat suatu paparan yang dangkal tetapi
luas dan tertutup dari laut terbuka di mana terjadi evaporasi sangat cepat. Keadaan
demikian menghasilkan air laut yang kadar garamnya jauh lebih tinggi dari pada laut
biasa. Selain itu terjadi pula pengendapan kalsir secara kimia, karena keluarnya CO2
oleh temperatur yang tinggi, dan kemudian menghasilkan pengendapan kalsiumsulfat
ataupun gipsum dan anhydrit. Dengan demikian kadar Mg/Ca akan lebih tinggi
daripada air laut biasa. Air yang demikian akan menyerap ke dalam sedimen gamping
yang telah terendapkan lebih dulu dan kemudian merubah gamping tersebut menjadi
dolomit yang bersifat sukrosik. Cara pembentukan dolomit yang serupa terjadi di
daerah gurun di tepi teluk tersebut dan disebut ‘sebkha’. Di sini air tanah yang bersifat
air laut menguap dibantu oleh gerakan kapiler, dan dalam pori-pori diendapkan
dolomit primer.
2) DOLOMIT YANG BERSIFAT RUBAHAN (replacement), terutama terjadi pada
dolomitisasi gamping yang bersifat terumbu. Proses pembentukan dolomit ini
dikemukakan oleh Deffeyef, Lucia, dan Weyl (1965) dengan suatu teori yang disebut
teori Supratidal Seepage Reflux. Di sini dijelaskan bahwa terumbu yang bersifat
penghalang akan membentuk suatu laguna di belakangnya. Laguna ini hanya terisi air
laut pada waktu-waktu badai, dan air laut yang terdapat di belakang terumbu yang
menghalangi itu menjadi sangat tinggi kegaramannya sehingga terjadi peningkatan
perbandingan Mg/Ca. Sebelumnya tentu CaCO4 atau gipsumdapat diendapkan terlebih
dahulu. Tetapi endapan gipsum yang demikian itu biasanya mudah sekali larut
kembali dalam air tawar yang berasal dari hujan dan juga karena air laut. Akan tetapi
air garam yang terjebak di dalam laguna yang demikian, Mg-nya akan sangat tinggi
dan juga berat jenisnya akan meningkat. Oleh karena itu terjadi suatu perembasan
kembali (reflux) melalui pori-pori yang terdapat dalam gamping kerangka maupun
terumbu tersebut untuk kembali lagi ke laut bebas. Pada waktu perembasan melalui
kerangka gamping, terjadilah dolomitisasi. Teori ini dapat diterima terutama untuk
terumbu Perm (El-Capitan Reef di Amerika Serikat) yang dikemukakan oleh King
(1946). Teori ini disebut juga reflux rembasan (seepage reflux) yang pertama kali
ditemukan oleh Adams dan Rhodes (1960) dan dapat menerangkan terjadinya
dolomitisasi gamping terumbu. Dengan demikian jelaslah, bahwa dolomitisasi ini
merupakan proses yang paling penting dan asosiasinya dengan porositas sangatlah
jelas.
Sebagai contoh batuan reservoir dolomit, misalnya ialah di Chio Barat dan Indiana bagian
Timur di mana batugamping Trenton yang berumur Ordovisium juga terdolomitisasikan.
Salah satu lapangannya adalah lapangan Lima, Indiana, yang panjangnya 150 mil dan
lebarnya dari 1 sampai 20 mil. Lapangan ini menghasilkan sumur yang berproduksi dari 100
sampai 20 barrel, tetapi kadang-kadang 1000 sampai 2000 barrel per hari. Contoh daripada
suatu reservoir yang telah didolomitisasikan adalah lapangan minyak Pozarica di Mexico. Di
sini jelas kelihatan bahwa litologi yang bersifat kerangka, terdolomitisasi sangat kuat dan
memperlihatkan porositas yang bersifat gerowong dan kadang-kadang bersifat intergranuler.
Mungkin pada permulaannya porositas bersifat kerangka dan kemudian dimodifikasikan
karena pelarutan dan dolomitisasi.
4.6.4 GAMPING AFANITIK
Batugamping yang bersifat afanitik dapat pula bertindak sebagai batuan reservoir, terutama
kalau porositasnya didapatkan secara sekunder (inducted), misalnya karena peretakan ataupun
karena pelarutan di bawah suatu ketidakselarasan. Salah satu contoh adalah lapangan minyak
di Iran. Menurut Hull dan Warman (1968), lapangan minyak di Iran itu produksinya berasal
dari gamping Formasi Asmari yang berumur Oligo-miocene. Salah satu lapangannya adalah
Lapangan Mesjid’i Sulaeman. Gamping itu sangat halus dan ketat dan tidak memperlihatkan
adanya porositas, tetapi lapangan minyak di Formasi Asmari ini betul-betul berukuran raksasa
dengan cadangan lebih dari 1 milyar barrel. Seluruh porositas di sini dibentuk dalam rekahan
yang disebabkan karena perlipatan. Lapangan tersebut terdapat dalam suatu daerah yang
stratigrafinya sangat konstan, tetapi terdapat dalam perlipatan dengan amplitudo besar dalam
lapisan gamping yang sangat ketat ini.
Juga di lapangan minyak lainnya, seperti Kirkuk dan Ain Zalah di Irak, lapangan minyak
Durham di Qatar, rekahan serta pematahan memegang peranan penting dalam batuan
reservoir yang secara primer bersifat sangat ketat.
4.7 BATUAN RESERVOIR ANEKA RAGAM
Berbagai macam batuan lainnya dapat pula bertindak sebagai batuan reservoir walaupun tidak
dalam jumlah cukup besar. Misalnya saja dalam serpih batu lanau ataupun dalam batu rijang
bisa terbentuk suatu reservoir disebabkan karena rekahan sehingga meeupakan suatu lapangan
minyak.
Lapangan Florence di Colorado yang menghasilkan minyak dan serpih bernama Pierce Shale,
berumur Kapur Bawah-Kapur Atas dan produksi sama sekali didapatkan dari serpih ini.
Lapangan minyak Rangley di Colorado sebelah barat juga memproduksi 2 ½ juta barrel
minyak dari serpih yang berumur Kapur Atas.
Lapangan minyak Roosevelt dan lapangan minyak Duchesne di Utah dalam Formasi Green
River dan Wasatch berumur Miosen dan bersifat non-marin. Minyak di lapangan ini
didapatkan dari serpih dan lanau yang rekah-rekah atau patah-patah. Produksi untuk lapangan
Roosevelt diperkirakan bisa mencapai 58 juta barrel.
Lapangan minyak Spraberry di Texas Barat merupakan suatu ‘trend’ yang lebarnya 50 sampai
70 mil dan panjang sampai 150 mil. Formasi yang menghasilkan adalah suatu serpih hitam
yang kadang-kadang lanauan dengan ketebalan kira-kira seribu kaki. Di antaranya juga
terdapat selang-seling gamping dan dolomit yang tipis. Reservoir itu mempunyai
permeabilitas 0,5 milidarcy dengan porositas 8 persen, tetapi karena rekahan maka terdapat
produksi cukup besar yang pada tahun 1955 secara kumulatif telah mencapai 67, 5 juta barrel.
Jelaslah, bahwa walaupun serpih tidak merupakan batuan reservoir yang utama tetapi tetap
memberikan cadangan yang cukup besar. Di Amerika Serikat sampai tahun 1953 saja, telah
terdapat produksi sebanyak 45,5 milyar barrel di mana 1,5 persen atau 0,7 milyar barrel
terdapat dari reservoir jenis demikian.
Batuan beku dan batuan metamorf dapat pula bertindak sebagai batuan reservoir jika terdapat
dalam keadaan rekah-rekah. Menurut Landes (1960), minyak bisa didapatkan dalam batuan
dasar yang bersifat batuan beku atau metamorf seperti terdapat di Venezuela, California,
Kansas, Maroko, dan yang secara total telah memproduksi minyak sebanyak 100 juta barrel.
Produksi permulaan dari batuan reservoir jenis terpecah-pecah atau rekah-rekah biasanya
dapat mencapai 17.000 barrel tiap hari. Salah satu contoh misalnya, ialah di Kuba di mana
reservoir didapatkan dari batuan beku-ultra basa seperti serpentin. Di sana terdapat 8 lapangan
minyak yang pada tahun 1964 menghasilkan 710 barrel minyak tiap hari, antara lain juga dari
batuan vulkanik yang bersifat patah-patah atau rekah-rekah. Di Kuba minyak lebih banyak
diproduksi dari batuan beku daripada batuan sedimen.
BATUAN VULKANIK. Di Indonesia batuan ini mendapatkan perhatian yang khusus karena
didapatkannya minyak di Jatibarang (Jawa Barat) yaitu dalam lava dan tufa. Di sini
sebetylnya produksi didapatkan dari rekahan atau retak-retak yang terjadi dalam batuan
tersebut dan bukan dari porositas primer. Contoh lain adalah lapangan minyak Tanjung
(Kalimantan Tenggara), di mana minyak didapatkan pada dasar cekungan. Di sini batuan
diabas yang terlibat dalam retakan-retakan dan patahan-patahan merupakan reservoir yang
cukup penting.
Ciri-ciri daripada reservoir batuan vulkanik tersebut adalah bahwa karena sifat retakan
tersebut, produksi permulaan tinggi sekali, tetapi kemudian produksi menurun dengan cepat
pula. Dapat disimpulkan bahwa batuan reservoir vulkanik atau batuan beku ini merupakan
kekecualian daripada suatu aturan umum. Hanya di berbagai tempat saja di mana secara
kebetulan batuan dasar atau batuan beku itu retak-retak karena patahan, atau karena beberapa
sebab tektonik lainnya berada dekat dengan batuan sedimen yang mengandung miyak, maka
mereka bertindak sebagai batuan reservoir. Hal seperti itu sama sekali bukan merupakan suatu
yang umum.
Bab 5
Perangkap Reservoir
Perangkap reservoir merupakan unsur paling penting dalam cara terdapatnya minyak dan
gasbumi. Malahan explorasi atau pencaharian minyak dan gasbumi sampai kini ditujukan
kepada pencaharian perangkap. Istilah perangkap atau jebakan (trap), mengandung arti
seolah-olah minyak terjebak atau tersangkut dalam suatu keadaan sehingga tidak bisa lepas
lagi. Hal ini disebabkan karena walaupun minyak merupakan suatu fasa tersendiri, namun
selalu berada bersama-sama dengan air (air formasi).
PENGERTIAN PERANGKAP HIDROSTATIK DAN HIDRONDINAMIK – TEORI
POTENSIAL
Adanya perbedaan fisik antara minyak dengan air yang tidak saling melarutkan dan terutama
juga perbedaan berat-jenis ke dua zat itu, maka minyak akan selalu naik ke atas dan menurut
teori akan mencari tempat dengan potensi yang paling rendah. Dari segi teori medan, maka
setiap tetes minyak akan mengikuti garis-garis gaya sampai berada di suatu titik dengan
potendi yang paling rendah. Dalam keadaan hidrostatik, maka satu-satunya gaya adalah gaya
berat yang arahnya vertikal. Karena sifat minyak yang lebih ringan daripada air, maka gaya
tersebut akan berarah ke atas. Setiap tetes minyak akan terus mengikuti garis vertikal sampai
tetes-tetes itu mendapatkan tempat di mana ia tidak dapat kemana-mana lagi, yaitu suatu titik
di mana potensialnya paling rendah. Dengan demikian setiap tetes minyak itu akan selalu
mencari daerah di mana bidang potensialnya paling rendah. Semua bidang potensial itu
biasanya horizontal atau tegak lurus pada garis-garis gaya dan makin ke atas letaknya nilai
potensialnya makin rendah.
Sepanjang bidang potensial yang sama besar gayanya akan sama, sehingga untuk
menggerakkan atau menahan setiap tetes minyak sepanjang bidang ini tidak diperlukan gaya.
Bidang potensial ini sangat penting dipandang dari segi pengertian tutupan (closure). Dalam
prakteknya bidang ini adalah batas antara air dan minyak dalam reservoir. Jika air berada
dalam keadaan statik maka satu-satunya gaya adalah vertikal ke atas. Keadaan ini disebut
suatu perangkap hidrostatik. Tetapi jika terdapat berbagai gaya lain, misalnya air bergerak ke
suatu arah, maka resultannya adalah suatu gaya yang tidak vertikal ke atas tetapi agak miring
(Gambar 5.1).
Dengan demikian juga bidang potensial, dalam hal ini bidang batas air-minyak akan miring.
Maka dalam keadaan ini ada atau tidak adanya perangkap harus juga diterangkan oleh bidang
potensial yang miring ini. Dengan demikian perangkap dikatakan dalam keadaan
hidrodinamik. Dipandang dari segi sejarahnya, teori perangkap dikemukakan oleh Sterry Hunt
yang mengatakan, bahwa minyak bumi selalu terdapat di atas atau di puncak suatu antiklin.
Gambar 5.1
Berbagai prinsip mengenai minyak dan air serta prinsip lainnya yang menyatakan, bahwa
miyak itu selalu mencari tempat yang tinggi belum begitu jeals pada waktu itu dan mungkin
diberikan untuk menerangkan mengapa minyak berakumulasi di atas puncak suatu antiklin.
Sebetulnya perangkap adalah tidak lain daripada bentuk lapisan penyekat.
Lapisan penyekat itu dibentuk sedemikian rupa sehingga minyak tidak dapat lari ke mana-
mana lagi. Bentuk ini akan menahan tetes-tetes minyak dalam perjalanannya sepanjang garis-
garis gaya.
Oleh karena itu kita bisa membagi perangkap dalam 2 jenis:
1) PERAGKAP DALAM KEADAAN HIDROSTATIK
2) PERANGKAP DALAM KEADAAN HIDRODINAMIK
5.1 PERANGKAP DALAM KEADAAN HIDROSTATIK – KLASIFIKASI UMUM
Di dalam perangkap yang berada dalam keadaan hidrostatik, tetes minyak akan selalu
berusaha bergerak vertikal ke atas. Untuk ini harus terdapat suatu pembentuk dari lapisan
reservoir sedemikian rupa sehingga tetes-tetes ini tidak akan lari kemana-mana lagi. Dalam
hal ini dapat kita analogikan dengan air pada permukaan bumi; karena gaya berat air akan
selalu berusaha bergerak ke bawah dan dengan demikian untuk menangkap air yang selalu
meluncur ke bawah harus dibentuk suatu wadah yang menutup air itu dari segala arah kecuali
dari atas. Misalnya, suatu mangkok yang bisa diisi sampai pinggirannya. Dalam hal
perangkap minyak maka dapat dimisalkan mangkok ini dibalikkan, dan di sini mangkoknya
ialah lapisan penyekat. Pembentukan lapisan penyekat dan lapisan reservoir pada umumnya
dapat terjadi secara: struktur, stratigrafi, dan kombinasi antara struktur dan stratigrafi.
Dalam hal perangkap yang lapisan penyekatnya dibentuk karena keadaan struktur maka
lapisan ini dapat dilipat ataupun dipatahkan sehingga lapisan reservoir ini pun ikut dibentuk
dari berbagai arah disebabkan karena struktur. Dalam hal perangkap stratigrafi maka
pembentukan disebabkan karena sedimentasi, antara lain karena sedimentasi lapisan penyekat
itu mengelilingi lapisan reservoir sedemikian rupa sehingga lapisan penyekat tersebut secara
otomatis menutupnya dari berbagai macam arah terutama dari arah atas. Dalam hal perangkap
kombinasi maka penutupan mempergunakan elemen struktur ataupun elemen stratigrafi.
Pembagian perangkap semacam ini dikemukakan oleh Levorsen (1958). Sebetulnya terdapat
juga beberapa klasifikasi lainnya misalnya oleh Clap, de Sitter dan lain-lain, (Tabel 5-1 dan
Tabel 5-2) namun klasifikasi Levorsen sangat sederhana dan pokoknya asal unsur-unsur
penutup tadi memenuhi persyaratan sehingga sebetulnya kemungkinan dari pada ini banyak
sekali.
Tabel 5.1
5.2 PERANGKAP STRUKTUR
Perangkap struktur merupakan perangkap yang paling orisinil dan sampai dewasa ini
merupakan perangkap yang paling penting. Jelas di sini berbagai unsur perangkap yang
membentuk lapisan penyekat dan lapisan reservoir sehingga dapat menangkap minyak,
disebabkan karena gejala tektonik atau struktur, misalnya pelipatan dan pematahan.
Sebetulnya, kedua unsur ini merupakan unsur utama dalam pembentukan perangkap.
5.2.1. PERANGKAP LIPATAN (PETA STRUKTUR BERKONTUR PENGERTIAN
TUTUPAN)
Perangkap yang disebabkan perlipatan ini merupakan perangkap utama, perangkap yang
paling penting dan merupakan perangkap yang pertama kali dikenal dalam pengusahaan
minyakbumi. Unsur yang mempengaruhi pembentukan perangkap ini ialah lapisan penyekat
dan penutup yang berada di atasnya dan dibentuk sedemikian rupa sehingga minyak tidak bisa
lari kemana-mana, (Gambar 5.2). Minyak tidak bisa lari ke atas karena terhalang oleh lapisan
penyekat, juga ke pinggir terhalang oleh lapisan penyekat yang melengkung ke daerah
pinggir, sedangkan ke bawah terhalang oleh adanya batas air-minyak atau bidang
ekipotensial. Namun harus diperhatikan pula bahwa perangkap ini harus ditinjau dari segi 3
dimensi, jadi bukan saja ke barat dan timur, tetapi juga ke arah utara-selatan harus terhalang
oleh lapisan penyekat.
Gambar 5.2
PETA STRUKTUR BERKONTUR: Cara menggambarkan keadaan yang demikian itu, selain
dengan penampang juga harus dinyatakan dalam 3 dimensi antara lain dengan adanya suatu
denah yang memperlihatkan lengkungan daripada bidang perlapisan tadi. Cara pengutaraan
demikian disebut cara sistem kontur struktur. Sebetulnya kontur struktur ini diperlihatkan oleh
garis-garis kontur yang tidak lain merupakan garis-garis batas lapisan penyekat dengan
lapisan reservoir yang mewakilinya pada ketinggian yang sama. Apabila kita bayangkan
sekarang suatu antiklin sebagai suatu mangkok yang memanjang dan tertelungkup dan pada
beberapa kedalaman tertentu dipotong oleh bidang horizontal (Gambar 5.3). Misalnya pada
setiap interval 5 atau 100 meter terdapat bidang-bidang horizontal yang memotong bidang
mangkok atau bidang lengkung daripada antiklin itu.
Gambar 5.3
Garis potong yang terjadi biasanya berbentuk garis lengkung yang tertutup. Untuk suatu
bentuk bola, garis potong berbentuk lingkaran. Dengan memproyeksikan semua garis ini pada
bidang horizontal yang terdapat pada bagian atasnya, kita mendapatkan garis-garis kontur,
yang secara jelas memperlihatkan penutupan lapisan reservoir dari berbagai arah. Makin di
luar kedudukan bentuk ini, makin rendahlah kedudukan lapisan penyekat. Jelaslah di sini,
bahwa untuk terdapatnya suatu perangkap bukan semata-mata struktur antiklin saja yang
diperlukan tetapi juga bentuk lapisan penyekat yang sedemikian rupa (misalnya disebabkan
karena struktur) sehingga karena pelengkungan ataupun karena patahan atau gejala struktur
lainnya penutupan penyekat lapisan reservoir terjadi dari semua arah kecuali dari bawah.
Gambar 5.4
PENGERTIAN TUTUPAN (closure)
Batas bawah suatu akumulasi minyak ditentukan oleh batas air-minyak yang disebut bidang
ekipotensial. Dalam keadaan hidrostatik bidang ekipotensial horizontal. Jadi, titik tertinggi di
mana bidang horizontal menyinggung, lapisan penyekat merupakan bidang atas maksimal dari
air-minyak, karena jika batas ini lebih rendah, minyak akan melimpah keluar dari perangkap.
Dengan demikian, juga sebagaimana wadah suatu cairan pada permukaan bumi, maka suatu
perangkap mempunyai titik limpah, dan batas maksimal wadah dapat diisi oleh cairan disebut
‘tutupan’ (closure). Tutupan ini ditentukan oleh adanya titik limpah (spill-point). Titik limpah
adalah suatu titik pada perangkap di mana kalau minyak bertambah, minyak mulai melimpah
ke bagian lainnya yang lebih tinggi dari kedudukannya dalam perangkap ini. Gambar 5.4
memperlihatkan hubungan titik limpah dengan batas maksimal perangkap itu dapat diisi
minyak. Batas maksimal ini yang secara areal diperlihatkan dalam peta strukutur disebut
tutupan areal (areal closure), sedangkan tinggi kolom minyak yang maksimal disebut tutupan
vertikal (vertical closure). Dalam mengevaluasi suatu perangkap minyak, tutupan ini sangat
penting karena menentukan besar kecilnya cadangan yang mungkin didapatkan dalam suatu
perangkap. Jadi jelaslah, bahwa yang dimaksud dengan ‘closure’ ini bukan semata-mata batas
air-minyak atau batas minyak, tetapi batas maksimal di mana minyak dapat menempato
perangkap. Dengan demikian, terdapatnya berbagai macam jenis lipatan tidaklah menjadi soal
yang penting perangkap harus tertutup dari segala arah. Gambar 5.5 dan 5.6 memperlihatkan
berbagai macam contoh perangkap lipatan, terutama antiklin.
Gambar 5.5 Gambar 5.6
Di sini terlihat berbagai macam bentuk perangkap, yaitu memanjang, melengkung asimetris,
simetris, pendek, dan sebagainya. Ditinjau dari segi peristilahan, maka lipatan yang tertutup
dan melengkung dari segala arah ini disebut juga suatu antiklin yang menujam-ganda (double
plunging).
Jadi antiklin ini menujam ganda dan sumbu panjangnya dibandingkan terhadap sumbu
pendeknya lebih besar dari pada 2/3, maka bentuk lipatan yang demikian disebut kubah
(dome).
Jika antiklin mempunyai perbandingan sumbu panjang terhadap sumbu pendeknya di antara
2/3 dan 1/3, maka pelipatan ini disebut suatu branchi-antiklin, jika kurang daripada 1 : 3
disebut suatu struktur antiklin. Perangkap lipatan didapatkan dalam berbagai jenis, tetapi
seringkali merupakan rangkaian antiklin yang mengikuti suatu arah sumbu tertentu. Maka
seringkali di atas rangkaian antiklin ini terdapat tutupan tersendiri yang dinamakan
‘kulminasi’ daripada antiklin. Kulminasi inilah yang merupakan perangkapnya dan bukan
antiklinnya sendiri. Contoh daripada kulminasi di atas suatu sumbu antiklin adalah antiklin
Ledok-Wonocolo-Kidangan. Lapangan minyak itu semuanya terdapat di atas suatu antiklin
tetapi merupakan kulminasi sendiri (Gambar 5.7). Terdapatnya suatu antiklin dalam arah
(trend) tertentu merupakan hal yang biasa sekali. Di lain pihak sering antiklin tidak panjang
tetapi bersifat seperti kubah yang penempatannya tidak beraturan. Tetapi sering pula kubah ini
berada sepanjang sumbu antiklin yang lebih memanjang.
PENILAIAN SUATU PERANGKAP LIPATAN:
Persoalan yang dihadapi dalam mengevaluasikan suatu perangkap lipatan terutama ialah
mengenai ada tidaknya tutupan, jadi tidak dipersoalkan apakah lipatan itu ketat atau landai,
yang penting adalah tutupan.
Gambar 5.7 Gambar 5.8
Suatu lipatan dapat saja terbentuk tanpa terjadinya suatu tutupan sehingga tidak dapat disebut
suatu perangkap. Selain itu juga ada tidaknya tutupan sangat tergantung pada faktor struktur
dan posisinya ke dalam. Misalnya, pada permukaan dapat saja kita mendapatkan suatu
tutupan tetapi makin ke dalam, tutupan itu menghilang. Menurut Levorsen (1958)
menghilangnya tutupan ini disebabkan faktor bentuk lipatan serta pengaruhnya ke dalam,
antara lain:
1) Bentuk lipatan, yaitu apakah lipatan sejajar atau sebangun. Dalam hal lipatan sejajar
atau konsentrik, maka lipatan makin ke dalam makin menghilang atau makin kecil
tutupannya dan kadang-kadang menghilang sama sekali. Di lain pihak apabila lapisan
terlipat sedang, maka makin ke dalam akan lebih baik (Gambar 5.8).
2) Pelipatan bersifat diapir atau tidak selaras,yaitu cara pelipatan di atas, dan di bawah
suatu lapisan tertentu yang tidak sama. Hal ini disebabkan karena pengaruh adanya
berbagai lapisan yang tidak kompeten. Lapisan bisa saja terlihat bagus sekali menjadi
antiklin dengan tutupan, tetapi bisa pula terdapat suatu lapisan yang tidak kompeten
yang di bawahnya ternyata tidak terdapat pelipatan sama sekali, atau telah berubah
menjadi suatu bentuk diapir. Sebagai contoh misalnya, lapangan Kirkuk, Irak (Gambar
5.9).
Gambar 5.9 sampai Gambar 5.13
3) Pelipatan berulang, yaitu pelipatan yang terjadi secara berulang-ulang pada waktu
berlangsungnya sedimentasi. Jadi, dari atas bisa kelihatan suatu lipatan yang landai
yang memperlihatkan tutupan pada permukaan, tetapi ke bawah makin berubah atau
menjadi lebih ketat serta tidak memperlihatkan tutupan (Gambar 5.10).
4) Ketidakselarasan, jelas mempunyai efek yang penting. Suatu lipatan yang ada di atas
suatu ketidakselarasan mungkin saja tidak terdapat di bawahnya, karena struktur yang
di atas dan di bawah tentu akan berlainan (Gambar 5.11).
5) Lipatan asimetris, memberikan bidang sumbu yang miring, sehingga menentukan pula
lokasi daripada penutupan atau kulminasi. Maka dalam mengevaluasi suatu lipatan
yang asimetris ada kalanya kulminasi pada permukaan itu telah tergeser ke arah
miringnya sumbu kelipatan (Gambar 5.12).
6) Konvergensi lapisan, yaitu menipisnya lapisan ke suatu arah. Karena pengaruh
penipisan per lapisan ke suatu arah, maka adanya suatu tutupan pada permukaan dapat
saja menghilang pada kedalaman di mana lapisan reservoir terdapat (Gambar 5.13).
Dalam mengevaluasikan suatu tutupan, kita harus yakin apakah semua lapisan itu
berkonvergensi atau tidak.
Dalam hal mengevaluasikan pelipatan sebagai perangkap selain dari adanya tutupan juga
harus dievaluasi apakah tutupan tersebut terdapat pada lapisan reservoir. Jika kita menemukan
berbagai macam lapisan reservoir pada berbagai kedudukan stratigrafi, maka tutupan yang
terdapat pada suatu lapisan reservoir belum tentu terdapat pada lapisan yang berada di
bawahnya atau di atasnya. Dalam menilai prospek-prospek yang terdapat pada berbagai
macam lapisan reservoir menyebabkan keharusan dievaluasinya pula tutupan untuk setiap
lapisan reservoir. Misalnya diadakan pemetaan kontur struktur pada bagian atas lapisan
reservoir tertentu, maka peta ini hanya berlaku untuk satu perangkap dan tidak bisa dipakai
untuk mengevaluasikan semua perangkap yang ada pada berbagai lapisan reservoir. Hal ini
dapat diatasi dengan membuat berbagai penampang seismik serta memetakan kontur struktur
untuk tiap lapisan reservoir. Tetapi dalam prakteknya tentu tidak semua lapisan reservoir
dapat dikontur, misalnya tidak terdapatnya lapisan penunjuk yang jelas.
Walaupun demikian dengan memperhatikan berbagai faktor di atas tadi, maka dalam
mempelajari penampang seismik serta mengevaluasi setiap lapisan reservoir harus
diperhatikan beberapa pengaruh faktor tersebut sehingga diketahui apakah di dalam lapisan
reservoir tersebut betul-betul terdapat perangkap serta tutupan ataukan tidak.
5.2.2 PERANGKAP PATAHAN
Patahan dapat juga bertindak sebagai unsur penyekat minyak dalam penyaluran penggerakan
minyak selanjutnya. Kadang-kadang dipersoalkan pula apakah patahan tersebut bersifat
penyekat ataukah penyalur. Dalam hal ini Smith (1966) berpendapat bahwa persoalan patahan
sebagai penyekat sebetulnya tergantung dari tekanan kapiler. Pengkajian teoritis
memperlihatkan bahwa patahan dalam batuan yang basah air tergantung pada tekanan kapiler
dari medium dalam jalur patahan tersebut. Besar-kecilnya tekanan yang disebabkan karena
pelampungan minyak atau kolom minyak terhadap besarnya tekanan kapiler menentukan
sekali apakah patahan itu bertindak sebagai suatu penyalur atau penyekat. Jika tekanan
tersebut lebih besar daripada tekanan kapiler maka minyak masih dapat tersalurkan melalui
patahan, tetapi jika lebih kecil maka patahan tersebut akan bertindak sebagai suatu penyekat.
Patahan yang berdiri sendiri tidaklah dapat membentuk suatu perangkap. Ada beberapa unsur
lain yang harus dipenuhi untuk terjadinya suatu perangkap yang betul-betul hanya disebabkan
karena patahan:
Gambar 5.14
1) ADANYA KEMIRINGAN WILAYAH. Lapisan yang tidak miring atau sama sekali
sejajar tidak dapat membentuk perangkap, karena walaupun minyak tersekat dalam
arah pematahan tetapi dalam arah lain tidak ada penyekatan kecuali kalau ketiga pihak
lainnya tertutup oleh berbagai macam patahan. Dalam hal yang disebut akhir ini sukar
sekali dapat dibayangkan bagaimana minyak itu masuk ke dalam perangkap tersebut.
2) HARUS ADA PALING SEDIKIT DUA PATAHAN YANG BERPOTONGAN. Jika
hanya terdapat suatu kemiringan wilayang dan suatu patahan di satu pihak, maka
dalam suatu penampang mungkin kelihatannya sudah terjadi suatu perangkap. Tetapi
harus dipenuhi pula syarat bahwa perangkap atau penutupan itu terjadi dalam 3
dimensi. Maka dalam dimensi lainnya harus juga terjadi pematahan untuk menutup ke
arah tersebut (Gambar 5.14).
Gambar 5.15 Gambar 5.16
3) ADANYA SUATU PELENGKUNGAN LAPISAN ATAU SUATU PELIPATAN.
Dalam hal ini patahan merupakan suatu unsur penyekat dalam satu arah, sedangkan
arah lainnya tertutup oleh adanya pelengkungan dari perlapisan atau bagian daripada
pelipatan (Gambar 5.15).
4) PELENGKUNGAN DARIPADA PATAHANNYA SENDIRI DAN KEMIRINGAN
WILAYAH. Dalam hal ini di suatu arah mungkin lapisan itu miring, tetapi di pihak
lainnya justru terdapat patahan yang melengkung sehingga semua arah tertutup oleh
patahan dan kemiringan wilayah (Gambar 5.16).
Dalam prakteknya jarang sekali terdapat perangkap patahan yang mmurni. Patahan biasanya
hanya merupakan suatu pelengkungan daripada suatu perangkap struktur. Yang lebih banyak
terjadi adalah asosisasi dengan lipatan, seperti misalnya di satu arah terdapat suatu
pelengkungan atau hidung suatu antiklin, dan di daerah lainnya terdapat patahan yang
menyekat perangkap dari arah lain. Dalam hal ini patahan pada perangkap dapat dibagi atas
tiga macam.
5.2.2.1 Patahan Normal
Patahan normal biasa sekali terjadi sebagai suatu unsur perangkap. Biasanya minyak lebih
sering terdapat di dalam ‘hanging wall’ daripada di dalam ‘foot wall’, terutama dalam
kombinasi dengan adanya lipatan. Contoh patahan normal sebagai unsur pelengkap suatu
perangkap dari lapangan minyak di Laut Jawa adalah lapangan minyak Arjuna (Gambar
5.17), Cinta (Gambar 9.15) dan sebagainya.
Juga lapangan minyak di Mangun-Jaya dan Tanjung tiga merupakan contoh lain (Gambar
5.17).
Jadi pelipatan lemah atau pelengkungan lapisan dilengkapi oleh suatu patahan normal.
Gambar 5.17
5.2.2.2 Patahan Naik
Patahan naik juga dapat bertindak sebagai suatu unsur perangkap dan biasanya selalu
berasosiasi dengan lipatan yang ketat ataupun asimetris. Patahan naik itu dapat dibagi lagi
dalam asosiasi:
1) PATAHAN NAIK DENGAN LIPATAN ASIMETRI. Sebagai contoh misalnya,
lapangan minyak Talang Akar Pendopo (Gambar 9.11) di Sumatera Selatan. Di satu
pihak terdapat lipatan dan di pihak lain terdapat patahan naik. Juga Kampung Minyak
di Sumatera Selatan sebagaimana terlihat pada Gambar 9.12 memperlihatkan sesar
naik yang hampir mendatar sebagai suatu patahan perangkap. Tepat dikatakan di sini
bahwa perangkap dapat terbentuk di bawah patahan tersebut ataupun di atasnya, tetapi
terutama di bawahnya.
2) PATAHAN NAIK YANG MEMBENTUK SUATU SESAR SUNGKUP ATAU
SUATU ‘NAPPE’. Misalnya di Canada sebelah Barat di lapangan Turner Valley. Di
sini sesar sungkup merupakan suatu unsur penting untuk terdapatnya suatu perangkap
(Gambar 5.18).
Gambar 5.18
5.2.2.3 Patahan Tumbuh
Dewasa ini dikenal semacam patahan yang dinamakan patahan tumbuh, yaitu suatu patahan
normal yang terjadi secara bersamaan dengan akumulasi sedimen. Di satu pihak (footwall)
sedimen tetap tipis sedangkan di ‘hanging wall’ selain terjadinya penurunan, sedimentasi
berlangsung terus sehingga dengan demikian terjadi suatu lapisan yang sangat tebal.
Gambar 5.19
Seringkali patahan tumbuh ini menyebabkan adanya suatu ‘roll-over’ sehingga juga di sini
kita lihat suatu kombinasi antara pelipatan yang memperlihatkan tutupan dan di pihak lain
suatu patahan. Suatu ‘roll-ober’ dalam patahan tumbuh sanngat penting karena asosiasinya
dengan terdapatnya minyakbumi.
Struktur ‘roll-over’ ini terutama didapatkan di daerah Gulfcoast. Jadi, perangkap ini
merupakan kombinasi antara patahan dan pelipatan; di sini pelipatan disebabkan karena
pematahan. Sering patahan tumbuh ini ke bawah menghilang atau kemudian membelok
menjadi patahan yang sejajar dengan suatu perlapisan (Gambar 5.19).
5.2.2.4 Patahan Transversal
Patahan transversal/horizontal atau disebut pula wrench-faults atau strike-slip fault dapat juga
bertindak sebagai perangkap. Harding (1974, hal. 1920-1304), menekankan pentingnya unsur
patahan transversal sebagai pelengkap perangkap struktur. Pada umumnya perangkap patahan
transversal merupakan pemancungan oleh penggeseran patahan terhadap kulminasi setengah
lipatan dan pelengkungan struktur pada bagian penujaman yang terbuka. Harding (1974)
memberikan beberapa contoh yang bersifat penggeseran kecil, yaitu Scipio-Albion di
Michigan dan Sussex-Meadow Creek di Cekungan Powder River, Wyoming, Amerika
Serikat; penggeseran menengah, misalnya, di Cekungan Los Angeles;
Gambar 5.20
dan penggeseran besar, misalnya, sepanjang patahan San Andreas di California dan beberapa
lapangan minyak di Sumatera, di mana kedudukan en echelon dari perangkap antiklin
ditafsirkan sebagai berasosiasi dengan sesar Sumatera. Dalam ketiga hal ini ternyata
komponen naik masih memegang peranan. Mertosono (1975) membahas lapangan minyak
Pungut dan Tandun di Sumatera Tengah sebagai contoh untuk perangkap patahan transversal
(Gambar 5.20). Di sini pula ternyata komponen gerakan vertikal yang merupakan patahan
naik di lapangan Tandun dan patahan normal di lapangan Pungut masih memegang peranan
penting (Gambar 5.21).
Gambar 5.21
5.2.2.5 Perangkap Kubah Garam
Kubah garam merupakan salah satu perangkap yang penting untuk akumulasi minyakbumi.
Kubah garam merupakan semacam suatu perlipatan bersifat diapir. Suatu lapisan garam yang
terdapat pada kedalaman tertentu, karena sifat garam yang plastis dan juga karena berat jenis
yang rendah sering menusuk ke dalam sedimen yang berada di atasnya dan membentuk
semacam suatu tiang atau suatu pilar dan menyundul sedimen yang ada di atasnya sehingga
berbentuk suatu kubah. Beberapa lapisan yang tertusuk biasanya ikut terangkat dan seolah-
olah ‘membaji’ terhadap kolom garam ini dan sering merupakan suatu jebakan minyak yang
baik.
Gambar 5.22
Di sini sulit untuk disebut sebagai suatu perangkap patahan, tetapi sangat khas sebagai
perangkap kubah garam. Seringkali kubah garam itu ke atas mengembang berbentuk seperti
jamur dan didapatkan perlapisan pasir yang membentuk perangkap itu berada di bawah
naungan ‘payung’ garam tersebut (Gambar 5.22).
Selain itu, juga di atas kubah tersebut pelapisan pasir dapat membentuk kubah yang seolah-
olah terlipat dan membentuk suatu kubah yang bundar. Sering pula terjadi pematahan normal
yang radier sehingga membagi kubah itu dalam beberapa segmen. Di atas lapisan garam itu
seringkali terjadi lapisan gips, dan karena aktivitas bakteri gips ini diuraikan menjadi kalsium
karbonat (batugamping) dan belerang sehingga seringkali merupakan suatu tambang belerang.
Istilah ‘caprock’ berasal dari perangkap kubah garam yang sebetulnya ialah gamping yang
menutupp kubah garam ini.
5.2.2.6 Tektonik dan Penjebakan Minyak
Dewasa ini dipersoalkan mengenai apakah perlipatan itu terbentuk karena gaya tangensial
atau gaya vertikal. Dengan konsep tektonik lempeng dewasa ini, maka pada pinggiran
pertemuan dua lempeng (misalnya lempeng samudera dan lempeng benua) terjadi berbagai
gaya kompresi yang menyebabkan terjadinya perlipatan yang ketat sekali. Namun dalam
cekungan sedimen, perlipatan yang ketat ini tidaklah terlalu baik untuk terjebaknya minyak
karena struktur menjadi terlalu ruwet. Minyakbumi lebih banyak terjebak dalam struktur
perlipatan yang sangat landai dan seringkali perlipatan ini berasosiasi dengan patahan normal.
Hal ini terbukti di Laut Jawa, di Utara Jawa Barat di mana lipatan itu berhubungan dengan
patahan yang terdapat menerus ke dalam dasar cekungan. Juga dewasa ini timbul suatu
konsepsi mengenai terbentuknya lipatan karena gaya vertikal, yaitu pematahan dalam batuan
dasar menyebabkan gerakan turun naik daripada balok-balok atau bongkah-bongkah patahan
ini, sehingga menyebabkan perlipatan di atasnya. Perlipatan ini sering berhubungan dengan
pelipatan patahan tumbuh sebagaimana telah diutarakan sebelumnya. Juga dengan sistem ini
lipatan yang didapatkan sering merupakan lipatan yang sangat landai, tetapi juga dapat
berkembang membentuk sesar naik. Dalam tektonik patahan bongkah ini (block-faulting)
seringkali bentuk antiklin lebih menyerupai suatu kubah daripada antiklin yang memanjang.
Tetapi adakalanya juga semua bentuk ini memanjang sepanjang patahan dan dibarengi dengan
adanya sesar naik. Sebagai contoh misalnya, Talang Akar Pendopo.
Di lain pihak jelas pula, bahwa lipatan dapat memperlihatkan adanya patahan yang terus naik
ke atas. Patahan ini kebanyakan bersifat patahan tumbuh (growth fault) sehingga seringkali
patahan itu mati sebelum mencapai ke permukaan. Adanya patahan tumbuh ini terlihat sangat
baik di Laut Jawa Utara sebagaimana tampak pada Gambar 5.23. Terdapatnya patahan
sebagai penyebab pelipatan itu terutama terdapat dalam cekungan sedimen di belakang suatu
busur lipatan yang ketat atau yang disebut sebagai cekungan daratan muda (foreland-basin)
dan juga dalam cekungan penarik pisahan (pull-apart), misalnya di pantai samudra Atlantik
atau mungkin juga di Pantai Kalimantan Timur.
Gambar 5.23
Selain itu, sering pula lipatan terjadi bukan semata-mata karena gaya tektonik tetapi karena
pembebanan atau kompaksi yang terdapat di atas suatu peninggian batuan dasar (basement
high). Lipatan yang demikian disebut ‘supratenous folding’ dan biasanya merupakan tempat
tumbuhnya terumbu. Dengan demikian dalam eksplorasi regional batuan dasar itu selain
mendapatkan perhatian khusus. Peninggian batuan dasar itu selain memperlihatkan lipatan
juga ada kemungkinan membentuk suatu sumber sedimen yang memungkinkan
diendapkannya sedimen kasar di sekitarnya. Di lain pihak justru di dalam lapisan sedimen
klastik dasar tidak didapatkan basement high, karena tempat terjadinya sedimentasi itu bukan
merupakan daerah sedimentasi tetapi daerah erosi.
5.3 PERANGKAP STRATIGRAFI
Menurut Levorsen (1958), perangkap stratigrafi adalah suatu istilah umum untuk perangkap
yang terjadi karena berbagai variasi lateral dalam litologi suatu lapisan reservoir atau
penghentian dalam kelanjutan penyaluran minyak dalam bumi.
Konsepsi perangkap stratigrafi sebetulnya telah dikenal dikenal sejak ditemukannya
akumulasi minyakbumi yang dihubungkan degan fasies, seperti dikemukakan oleh Carll
(1880) untuk lapangan minyak di daerah Venango (Amerika Serikat), oleh Orton (1889)
untuk lapangan dalam reservoir gamping di Ohio-Indiana, dan oleh Phinney (1891), juga
untuk lapangan gas di Indiana. Akan tetapi konsepsi ini secara resmi diusulkan dan diberi
nama ‘Perangkap Stratigrafi’ oleh Levorsen (1936). Ia pada waktu itu sadar akan banyaknya
perangkap yang tidak ditemukan tanpa memanfaatkan pengetahuan geologi.
5.3.1 PRINSIP PERANGKAP STRATIGRAFI
Prinsip perangkap stratigrafi adalah bahwa minyak dan gasbumi terjebak dalam perjalanannya
ke atas terhalang dari segala arah terutama dari bagian atas dan pinggir, karena batuan
reservoir menghilang atau berubah fasies menjadi batuan lain atau batuan yang karakteristik
dari pada reservoir menghilang sehingga merupakan penghalang permeabilitas (permeability
barrier).
Gambar 5.24
Beberapa unsur utama perangkap stratigrafi (Gambar 5.24), ialah:
1) Adanya perubahan sifat litologi dengan beberapa sifat reservoir, ke satu atau beberapa
arah sehingga merupakan penghalang permeabilitas.
2) Adanya lapisan penutup/penyekat yang menghimpit lapisan reservoir tersebut ke arah
atas atau ke pinggir.
3) Kedudukan struktur lapisan reservoir yang sedemikian rupa sehingga dapat menjebak
minyak yang naik. Kedudukan struktur ini sebetulnya melokalisasi posisi tertinggi dari
pada daerah potensial rendah dalam lapisan reservoir yang telah tertutup dari arah atas
dan pinggir oleh beberapa unsur tersebut di atas.
Kedudukan struktur ini dapat disebabkan oleh kedudukan pengendapan atau juga karena
kemiringan wilayah. Perubahan sifat litologi/sifat reservoir ke suatu arah daripada lapisan
reservoir dapat disebabkan:
a) Pembajian, di mana lapisan reservoir yang dihimpit di antara lapisan penyekat menipis
dan menghilang (Gambar 5.25).
b) Penyerpihan (shale-out), di mana ketebalan lapisan tetap, akan tetapi sifat litologi
berubah; misalnya reservoir batupasir, secara berangsur-angsur menjadi serpih. Pada
umumnya perubahan ini disertai dengan jari-jemari antara batupasir dan serpih.
Kadnag-kadang penyerpihan disebut pula permukaan fasies (Gambar 5.26).
c) Persentuhan dengan bidang erosi, di mana suatu lapisan reservoir dapat berakhir ke
suatu arah karena:
Gambar 5.25 Gambar 5.26
1) TERPANCUNG OLEH EROSI: Hal ini terutama terdapat di bawah bidang
ketidakselarasan (Gambar 5.27).
2) LAPISAN RESERVOIR TERBATAS OLEH BIDANG EROSI: Hal ini disebabkan
lapisan diendapkan di atas suatu permukaan erosi, yang terutama terdapat di atas
bidang ketidakselarasan, misalnya terdapat dalam ‘channel-sand’, ‘strikevalley-sand’
(Gambar 5.28).
Gambar 5.27 Gambar 5.29
Pada hakekatnya, perangkap stratigrafi didapatkan karena letak posisi struktur tubuh batuan
reservoir sedemikian sehingga batas lateral tubuh tersebut merupakan penghalang
permeabilitas ke arah atas atau ke pinggir. Jika tubuh batuan reservoir itu kecil dan sangat
terbatas, posisi struktur tidak begitu penting, karena seluruhnya atau sebagian besar dari tubuh
tersebut merupakan perangkap. Posisi struktur hanya menyesuaikan letak hidrokarbon pada
bagian tubuh reservoir (Gambar 5.29).
Jika tubuh reservoir memanjang atau meluas, maka posisi struktur sangat penting. Perangkap
tidak akan terjadi jika tubuh reservoir berada dalam keadaan horizontal. Jika bagian tengah
tubuh terlipat, maka perangkap yang terjadi adalah perangkap struktur (antiklin). Untuk
terjadinya perangkap stratigrafi, maka posisi struktur lapisan reservoir harus sedemikian
sehingga salah satu batas lateral tubuh reservoir (yang dapat berupa umur di atas tadi),
merupakan penghalang permeabilitas ke atas (Gambar 5.24 sampai 5.28). Dalam hal ini,
minyak bumi mula-mula dapat terkumpul secara stratigrafi pada salah satu ujung lapisan
tubuh reservoir miringan wilayah atau kemiringan pengendapan asli; bisa pula karena gerakan
tektonik, minyak bumi berpindah dan berakumulasi pada tengah-tengah lapisan reservoir,
yang karena perlipatan mendapat posisi tertinggi (potensial rendah lokal yang terisolir),
sehingga merupakan perangkap struktur (Gambar 9.20).
5.3.1.1 Pengutaraan Perangkap Stratigrafi
Perangkap stratigrafi dinyatakan dalam:
1) Penampang geologi. Gejala penyerpihan, pembajian, dan sebagainya diperlihatkan
oleh bidang perlapisan yang nyata. Sumur pengendali diperlihatkan secara tegas.
2) Bentuk peta reservoir. Mengingat unsur pembentukan perangkap maka peta reservoir
harus dinyatakan sebagai:
a. Peta struktur berkontur, yang memperlihatkan kedudukan lapisan reservoir terutama
kemiringan wilayah.
b. Peta fasies, yang memperlihatkan berbagai perubahan yang terjadi secara lateral pada
lapisan, yang dapat dinyatakan dalam:
Gambar 5.30
I. PETA ISOPACH: yang memperlihatkan ketebalan lapisan reservoir. Peta seperti ini sangat
baik memperlihatkan tubuh reservoir yang dibatasi secara lateral oleh ‘pembajian’ dan batas
erosi, karena dalam hal ini lapisan secara tegas dipisahkan oleh bidang perlapisan. Jika lensa-
lensa atau lapisan individuil yang dipetakan, maka pemetaan disebut ‘lense mapping’
(Gambar 5.30).
II. PETA ISOLITH: yang seperti ‘net-sand-map’, memperlihatkan ketebalan bersih atau
interval lapisan yang terdiri dari beberapa lapisan reservoir, yang menghilang satu per satu ke
suatu arah. Peta seperti ini memperlihatkan perubahan fasies atau berkurangnya tubuh lapisan
reservoir, misalnya untuk suatu delta (Gambar 5.31).
Gambar 5.31 dan 5.32
III. PETA PERBANDINGAN PASIR-SERPIH (sand-shale ratio map), yang memperlihatkan
dengan garis kontur perbandingan jumlah ketebalan interkalasi pasir terhadap sisipan serppih
pada suatu interval lapisan. Peta ini lebih tepat untuk perubahan fasies yang bersifat
penyerpihan yang diwujudkan oleh jari-jemari (Gambar 5.32).
IV. PETA PALEOTOPOGRAFI, yang sering pula disebut isobath map; memperlihatkan
struktur atau kedalamandari bidang ketidakselarasan. Hal ini terutama penting untuk
perangkap ketidakselarasan (Gambar 5.44).
5.3.2 KLASIFIKASI PERANGKAP STRATIGRAFI
Perangkap stratigrafi biasanya diklasifikasikan bersama-sama dengan perangkap struktur
seperti oleh Clapp (1929), Wilhem (1945), de sitter (1949). Klasifikasi khas perangkap
stratigrafi yang pertama tercerminkan dalam publikasi Seismograph Service Coorporation
sebagai berikut (Dott dan Reynolds, 1969):
a. Perubahan porositas atau permeabilitas
b. Penumpangan (overlap) lateral dan vertikal
c. Perangsuran (gradation) dari fasies atau pelensaan
d. Pemancungan (truncation)
e. Ketidakselarasan
f. Keadaan lingkungan pengendapan
Klasifikasi terakhir yang dilakukan oleh Rittenhouse (1972), merupakan perbaikan klasifikasi
Levorsen (1954) yang terlampir pada Tabel 5-2. Penggolongan ini didasarkan atas hubungan
perangkapp terhadap ketidakselarasan, dan selanjutnya atas asal mula jadi tubuh batuan
reservoir, sehingga tidak lain terutama merupakan klasifikasi tubuh batuan reservoir. Perlu
dinyatakan di sini bahwa klasifikasi ini memasukkan pula perangkap yang terjadi karena
pematahan dan retakan lokal.
Klasifikasi yang akan dipergunakan di sini adalah menurut Levorsen (1954), karena
klasifikasi ini cukup sederhana, memberikan pengertian yang luas, dan tidak bertele-tele
kepada hal yang detail, walaupun juga memperlihatkan ketidak-konsekuenan. Klasifikasi ini
diadaptasikan/disederhanakan sebagai berikut:
Perangkap stratigrafi primer Levorsen (1954)
I. TUBUH BATUAN RESERVOIR TERBATAS (LENSA)
a. Batuan reservoir klastik detritus dan volkanik.
b. Batuan reservoir karbonat; terumbu, bioherm.
II. PEMBAJIAN, PERUBAHAN FASIES ATAUPUN POROSITAS DARI LAPISAN
RESERVOIR KE SUATU ARAH REGIONAL ATAUPUN LOKAL DARI:
a. Batuan reservoir klastik detritus
b. Batuan reservoir karbonat
Perangkap stratigrafi sekunder Levorsen (1954).
III. PERANGKAP KETIDAKSELARASAN
PEMBAHASAN:
Dalam membahas perangkap stratigrafi tidak dapat diberikan contoh dari Indonesia, kecuali
terumbu. Hal ini disebabkan karena eksplorasi di Indonesia belum meningkat
kepadapencaharian perangkap stratigrafi.
5.3.3 PERANGKAP TUBUH BATUAN RESERVOIR TERBATAS
5.3.3.1 Batuan Reservoir Klastik
Batuan reservoir klastik sering membentuk lensa-lensa ataupun juga tubuh-tubuh yang
memanjang tetapi terbatas penyebarannya, seperti ‘point-bar sand’, ‘bar-finger sand’, atau
‘epineritic lenticular sand’. Dalam hal ini lensa-lensa jarang berdiri sendiri dan terdapat secara
berkelompok, bertumpuk satu dengan yang lain merupakan satu kompleks. Seringkali
kompleks ini merupakan suatu seri lapisan dan jika terlipat secara kebetulan dan terdapat pada
sumbu suatu antiklin akan dikirakan sebagai suatu perangkap struktur. Namun dalam hal ini
akan kelihatan, karena setiap lensa mempunyai batas air-minyak tersendiri, malahan jenis
minyakbumi yang berbeda. Hal ini akan lebih jelas lagi jika ternyata minyak juga didapatkan
dalam lensa-lensa pada struktur sinklin (Contoh: Red Wash field, White River Unit,
Koesoemadinata, 1970).
Gambar 5.33
Tubuh batupasir tali-sepatu (shoe-string sand) juga dapat seluruhnya diisi oleh minyak dan
gasbumi dan dengan demikian merupakan pula perangkap stratigrafi jenis ini. Sebagai contoh
lain mengenai hal ini dapat dilihat dalam bab 4, mengenai batuan reservoir. Juga gosong pasir
pantai (beach sand, bar sand) dapat merupakan perangkap tersendiri. ‘Channel sand’ dapat
bertindak sebagai perangkap, terutama jika berasosiasi dengan lipatan landai. Dengan
demikian minyak sebagian terperangkap karena terbatasnya penyebaran batuan reservoir, dan
sebagaian karena letak ketinggian daripada penyebaran tersebut (Gambar 5.33).
5.3.3.2 Batuan Reservoir Karbonat
Batuan reservoir karbonat secara mutlak diwakili oleh terumbu (reef) atau bioherm yang
secara tegas merupakan perangkap yang terjadi karena terbatasnya penyebaran tubuh batuan
reservoir. Sangat spektakuler adalah terumbu tiang (pinnacle reeefs), seperti yang terdapat di
lapangan Kasim dan Jaya di Irian Jaya (Gambar 5.34). Terumbu penghalang (barrier reef)
atau yang memanjang dapat diklasifikasikan sebagai perangkap stratigrafi dalam kategori
dalam kategori ini, terutama jika akumulasi terdapat pada kulminasi daripada jajaran terumbu
ini.
Tabel 5.2 – tabel 5-2a
Gambar 5.34 gambar 5.35
Dalam peta, perangkap ditunjukkan dengan garis kontur yang menyatakan batas atas batuan
reservoir dengan lapisan penyekat di atasnya, yang merupakan bentuk morfologi yang sering
memotong bidang per lapisan, karena pada umumnya merupakan batas perubahan fasies yang
agak tajam (Gambar 5.35). Perangkap lain dalam kategori ini adalah terjadinya porositas lokal
yang terisolir dalam tubuh batuan karbonat yang sering-sering disebabkan oleh dolomitisasi
ataupun pelarutan dan perubahan diagenesa lainnya. Sering perangkap demikian disebut
‘replacement trap’. Dalam kategori demikian juga retakan dalam batuan karbonat yang
terlokalisasi dan dapat dimasukkan sebagai ‘lensa’. Di dalam peta, perangkap yang demikian
hanya dapat diperlihatkan oleh garis-garis kontur iso-porositas.
5.3.3.3 Batuan Reservoir Lainnya
Batuan reservoir jenis lain dapat pula merupakan perangkap stratigrafi, misalnya batuan yang
mengalami retakan secara lokal (contoh dalam serpih: lapangan Duschesne, Utah) dan
menurut Levorsen (1954) terutama lensa-lensa batuan volkanik.
Tubuh batuan seperti basalt ataupun serpentin diintrusikan ke dalam formasi penutupnya, dan
batuan volkanik tersebut retak-retak pada waktu pendinginan. Juga lensa-lensa tuff dalam
bentuk kerucut aslinya yang tertutup sedimen sebagai lapisan penyekat dapat dimasukkan
sebagai perangkap dalam kategori ini. Perangkap macam ini sangat jarang. Levorsen (1958)
memberikan sebagai contoh, yaitu di daerah Texas (Hilbig pool) dan di Cuba.
5.3.4 PERANGKAP PEMBAJIAN FASIES – POROSITAS LAPISAN RESERVOIR
Perangkap jenis ini lebih umum terdapat, akan tetapo unsur kedudukan struktur atau
kemiringan wilayah lapisan reservoir ini memegang peranan penting. Bahkan pada umumnya
kombinasi dengan perangkap struktur lebih sering terdapat, seperti misalnya, pelengkungan
lapisan sebagai pelengkap. Untuk menunjukkan jenis perangkap ini harus pula disertakan peta
struktur wilayah.
5.3.4.1 Reservoir Klastik Detritus
Reservoir jenis ini sering merupakan perangkap stratigrafi dalam kategori ketidaklanjutan
posositas atau sifat reservoir yang disebabkan pembajian ke atas atau penyerpihan ke atas.
1) PEMBAJIAN KE ATAS, biasanya berasosiasi dengan pasir pantai yang bersifat
transgresif pada suatu bidang ketidakselarasan yang bersifat penumpangan progresif
(progressive onlapping). Seringkali kemiringan sedimen asli (original dipslope) cukup
bertindak sebagai kemiringan wilayah. Penyekatan dari atas biasanya disebabkan sifat
transgresi yang melompat-lompat, sehingga di atas lapisan pasir pantai diendapkan
lapisan serpih marin (Gambar 5.36). Tutupan (closure) biasanya ditentukan oleh
stratigrafi. Batas pembajian biasanya tidak lurus tetapi bergerigi, karena ketidakrataan
paleotopografi di atasmana transgresi berlangsung. Lapisan batupasir ini ke arah
cekungan juga dapat berubah fasies menjadi serpih dan terjadi perangkap yang
tergantung pula dari kemiringan wilayah.
Gambar 5.36
Dalam hal ini bentuk lapisan reservoir adalah suatu prisma, akan tetapi hanya bagian
yang menaik ke atas (updip) saja bertindak sebagai perangkap. Peta yang dapat
memperlihatkan perangkap jenis ini dengan baik adalah peta isopach, di mana garis
nol merupakan batas perangkap dan menentukan tutupan.
2) PENYERAPAN KE ATAS, biasanya berasosiasi dengan pasir pantai yang bersifat
regresif dan juga transgresif jika tidak berasosiasi dengan ketidakselarasan.
Penyerpihan terjadi karena pasir pantai berjari-jemari dengan serpih non-marin, seperti laguna
atau rawa dan lapisan batubara. Juga seringkali kemiringan wilayah sesuai dengan kemiringan
lereng sedimentasi aslinya (original dip-slope).
Gambar 5.37
Ke arah cekungan, penyerpihan dapat terjadi seperti halnya dengan lapisan pasir pantai
transgresif, tetapi perangkap stratigrafi hanya dapat terjadi jika kemiringan wilayah terbalik
dengan kemiringan lereng pengendapan aslinya (Gambar 5.37).
Peta terbaik untuk menunjukkan jenis perangkap ini adalah peta perbandingan pasir-serpih, di
mana nilai tertentu merupakan batas perangkap dan menentukan tutupan stratigrafi. Untuk
cara lebih mendetail, misalnya memetakan satu lapisan reservoir, lebih baik dipetakan
berdasarkan ‘isolith’ dari pasir dengan porositas minimal tertentu, misalnya 5%. Data diambil
dari micro-log.
Perangkap pembajian atau penyerpihan ke atas ini jarang berdiri sendiri dan sering merupakan
jalur-jalur lapangan minyak sejajar terhadap garis pantai-purba, dan berada secara tersusun
(regional wedge belt of permeabilities).
Sebagai contoh misalnya Frio sand, oligoscene di Gulfcoast, Texas (Gambar 5.38).
Gambar 5.38
5.3.4.2 Reservoir Karbonat
Dalam hal pembatasan porositasnya ke arah atas kemiringan lebih ruwet daripada reservoir
klastik detritus. Hal ini disebabkan karena perubahan pengendapan, tetapi juga karena
perubahan diagenesa dan dolomitisasi, dan mungkin hal yang disebut terakhir ini merupakan
faktor yang lebih penting.
Pembedaan antara pembajian dengan perubahan fasies sukar dilakukan dan pada umumnya
penghalang permeabilitas disebabkan karena perubahan fasies.
Dalam hal terumbu perangkap perubahan fasies dapat pula terjadi jika terumbu tumbuh dalam
keadaan transgresi atau regresi (Link, 1951), sehingga merupakan suatu kompleks terumbu.
Ke arah daratan kompleks ini dapat berubah fasies menjadi gamping laguna yang tidak
permeabel, sehingga arah kemiringan regional ke arah daratan akan memberikan perangkap.
Gambar 5.39
Juga kemiringan ke arah cekungan akan memberikan hal yang sama, karena fasies terumbu
akan kembali menjadi fasies gamping cekungan (basinal limestone). Hal yang sama akan
didapatkan dalam gamping klastik, seperti oolit dan kalkarenit, yang ke arah darat berubah ke
fasies gamping laguna yang berenergi rendah ke arah laut berubah ke gamping cekungan yang
juga berenergi rendah. Dari segi perubahan fasies perubahan ke arah darat mungkin lebih
cepat daripada ke arah laut, sehingga lereng ke atas darat mungkin lebih cepat daripada ke
arah laut. Dengan demikian lereng ke arah darat akan memberikan perangkap stratigrafi yang
lebih baik (Gambar 5.39).
Perubahan diagenesa mungkin merupakan faktor yang lebih penting daripada perubahan
fasies pada perangkap stratigrafi karbonat. Pembentukan perangkap diagenesa dapat terjadi
tidak lama sesudah atau pada waktu pengendapan atau setelah pengukuran yang lumayan,
malahan mungkin setelah litifikasi yang extensif. Menurut Rittenhouse (1972) penghalang
permeabilitas dapat terjadi secara lateral karena:
1) Suatu batuan non-reservoir telah dirubah ke arah bawah kemiringan menjadi batuan
reservoir. Batuan yang tidak diubah atau diubah secara kurang extensif bertindak
sebagai penghalang permeabilitas pada bagian atas atau secara lateral. Pengubahan
batuan non-reservoir menjadi berpori terutama terjadi karena dolomitisasi, pelarutan,
dan juga breksiasi dan peretakan. Di antara beberapa faktor itu, penggantian oleh
dolomitisasi adalah yang paling penting.\
Sebagai contoh misalnya, lapangan Empire Abo, di New Mexico (Le May, 1972,
Gambar 5.40) dan Black Lake di Lousiana (White, 1972).
2) Suatu batuan reservoir sebagian telah diubah menjadi batuan non-reservoir dalam ke
arah atas kemiringan dan bertindak sebagai penghalang permeabilitas. Dalam hal ini,
kompaksi dan sementasi yang disebabkan oleh pemasukan air tawar merupakan faktor
penting (Friedman, 1967).
Gambar 5.40
5.3.5 PERANAN DAERAH BATUAN DASAR TINGGI DALAM PEMBENTUKAN
PERANGKAP STRATIGRAFI
Daerah peninggian batuan dasar penting dalam pembentukan perangkap stratigrafi. Daerah
peninggian ini merupakan perbukitan atau paleotopografi. Pada waktu transgresi, daerah
tersebut merupakan pulau dari nama klastik detritus dierosi dan diendapkan sebagai pantai
sekelilingnya. Transgresi selanjutnya akan menenggelamkan pulau tersebut dan serpih atau
karbonat akan menutupinya, sehingga sekeliling daerah tinggi itu terdapat pembajian lapisan
pasir ke atas kemiringan terhadap bukit-bukit terpendam tadi. Contoh yang demikian
didapatkan pada bukit Pendopo dalam Formasi Talang Akar.
Di lain pihak setelah bukit itu tenggelam, daerah itu menjadi daerah dangkal dan merupakan
tempat terbentuknya terumbu.
5.4 PERANGKAP KOMBINASI STRUKTUR DAN STRATIGRAFI
Tanpa disadari, perangkap minyakbumi kebanyakan merupakan kombinasi perangkap struktur
dan stratigrafi, di mana setiap unsur stratigrafi dan unsur struktur merupakan faktor bersama
dalam membatasi bergeraknya atau menjebak minyak bumi. Perlu diketahui bahwa dalam
perangkap itu selalu terdapat bagian yang terbuka ke bawah. Beberapa kombinasi antara unsur
struktur dan unsur stratigrafi adalah:
5.4.1 KOMBINASI LIPATAN – PEMBAJIAN
Dalam Gambar 5.41 dapat dilihat bahwa kombinasi lipatan – pembajian dapat terjadi karena
di salah satu pihak pasir menghilang dan di lain pihak hidung antiklin menutup arah lainnya.
Maka jelas hal ini sering terjadi pada perangkap stratigrafi yang normal. Kombinasi lain
adalah antara perangkap stratigrafi yang berbentuk lensa dan pelipatan. Hal ini terjadi dalam
endapan delta, di mana sebetulnya unsur struktur hanya merupakan pelengkap saja, yaitu
tanda bahwa dengan adanya struktur akan terjadi akumulasi.
Tetapi dengan adanya pelipatan maka penyebaran daripada akumulasi akan terkonsentrasi
dalam bagian tertinggi dari tiap lensa dalam kompleks. Contoh lain kombinasi pembajian –
pelipatan, adalah yang hanya terjadi pada suatu peninggian dasar (basement high)
sebagaimana telah dibahas sebelumnya, di mana kompaksi serpih akan mengakibatkan
pelipatan. Juga seringkali peninggian ini menjadi lokus daripada suatu pelipatan di kemudian
hari dan dengan demikian di sini akan didapatkan suatu kombinasi antara pelipatan dan
pembajian.
Gambar 5.41
5.4.2 KOMBINASI PATAHAN – PEMBAJIAN
Kombinasi ini merupakan aspek penting pada perangkap stratigrafi. Pembajian yang
berkombinasi dengan patahan jauh lebih biasa daripada pembajian yang berdiri sendiri.
Gambar 5.42
Misalnya di satu pihak terdapat suatu kemiringan wilayah yang membatasi geraknya minyak
ke suatu arah dan di arah lain ditahan oleh suatu patahan sedangkan di arah yang lainnya lagi
dibatasi oleh pembajian. Maka di sini jelas suatu kemiringan wilayah adalah sangat penting
(Gambar 5.42).
Hal ini dapat juga terjadi pada kombinasi antara patahan dengan suatu bentuk tubuh batupasir
ataupun batuan karbonat yang terbatas. Misalnya suatu lensa dan patahan, suatu bentuk tali-
sepatu dengan patahan, bahkan juga suatu terumbu dengan patahan. Dapat disimpulkan di sini
bahwa berbagai kemungkinan antara pelipatan, patahan, dan perubahan stratigrafi dapat
terjadi untuk membentuk perangkap. Dalam hal ini kemungkinan itu terlalu banyak untuk
dapat diperinci satu per satu.
5.5 PERANGKAP KETIDAKSELARASAN DAN PERANGKAP SEKUNDER
5.5.1 PERANGKAP PALEOMORFOLOGI
Perangkap ketidakselarasan sedikit banyak juga merupakan kombinasi antara stratigrafi
dengan pelipatan. Stratigrafi dalam arti kata bahwa gejala ketidakselarasam merupakan gejala
stratigrafi, sedangkan perangkap lainnya misalkan pelipatan dan patahan merupakan gejala
struktur. Sebagaimana diketahui terdapat berbagai macam ketidakselarasan antara lain:
a. Ketidakselarasan sejajar (disconformity)
b. Ketidakselarasan bersudut (angular unconformity)
c. Bukan keselarasan (nonconformity)
Pada umumnya yang dapat membentuk suatu perangkap ialah ketidakselarasan bersudut,
sedangkan untuk ketidakselarasan lainnya diperlukan juga unsur lain. Suatu ketidakselarasan
dapat menghilang ke suatu arah, bahkan dapat berpotongan atau berkonvergensi menjadi satu.
Pada suatu gejala ketidakselarasan, gejala stratigrafi dapat terjadi selain di bawah bidang
ketidakselarasan tersebut juga di atasnya dalam bentuk suatu penjangkauan transgresi
(transgressive overlap) (Gambar 5.43).
Gambar 5.43
Dalam hal yang disebut terakhir, maka masing-masing lapisan pasir yang berada pada urutan
di atasnya akan berada jauh ke suatu arah daripada yang berada di bawahnya. Dengan
demikian hal ini memberi kesempatan akan adanya perangkap stratigrafi seperti suatu
pembajian. Dalam hal ini jelas bahwa perangkap stratigrafi yang berada di atas
ketidakselarasan dapat kita golongkan sebagai perangkap stratigrafi. Sebagaimana telah
dibahas sebelumnya, di bawah bidang ketidakselarasan biasanya semua lapisan yang berpori-
pori dan permeabel, terpancung oleh berbagai lapisan yang ada di atasnya. Seringkali lapisan
di atasnya itu merupakan suatu lapisan yang kedap, misalnya suatu lapisan serpih yang
diendapkan pada waktu transgresi yang mendadak di atas permukaan ketidakselarasan. Selain
itu juga lapisan yang berada di bawah ketidakselarasan itu mungkin sangat peka terhadap
pelapukan sehingga rongga-rongga pororsitas yang baik. Misalnya, batugamping yang pada
pelapukan sering membentuk gua-gua dan rongga-rongga yang disebabkan karena pelarutan.
Hal ini jelas sangat menguntungkan dan selain akan merupakan bentuk-bentuk perangkap,
juga akan menghasilkan porositas sekunder.
Jelaslah, bahwa perangkap ketidakselarasan yang disebabkan pemancungan ini harus ditinjau
juga dalam 3 dimensi. Maka dalam hal ini pembuatan suatu peta paleontologi atau sering
disebut juga sebagai peta bawah singkapan (subcorp map) atau peta pandangan cacing
(worm’s eye view map) sangat penting. Peta paleontologi tidak lain adalah suatu peta yang
memperlihatkan penyebaran berbagai macam formasi serta satuan batuan di bawah bidang
ketidakselarasan, seolah-olah bidang lapisan yang berada di atas bidang ketidakselarasan itu
dihilangkan. Maka dari peta ini akan kelihatan adanya jalur-jalur lapisan yang berpori seperti
batupasir ataupun batugamping.
Gambar 5.44
Hal lain yang juga sangat penting untuk dihayati adalah bahwa permukaan suatu
ketidakselarasan tidaklah selalu rata, malahan seringkali terdapat bekas-bekas bukit yang
terpendam sebagai sisa daripada erosi. Dengan mengadakan pengonturan bidang erosi ini,
akan didapatkan peta paleotopografi atau paleomorfologi yang memperlihatkan berbagai
bentuk struktur dan suatu penutupan (closure), dan melengkapi gejala perangkap tadi.
Perangkap yang terbentuk sering dinamai perangkap paleomorfologi (paleomorphic traps,
Martin, 1966). Maka perangkap ini boleh dikatakan sebagai kombinasi daripada penyebaran
perlapisan yang yang terpancung dengan paleotopografi yang merupakan daerah tinggi.
Secara teori, perangkap yang demikian tidak terjadi pada ketidakselarasan sejajar, jika saja
lapisan penutupnya merupakan lapisan permeabel. Akan tetapi dalam hal ini erosi dapat
membentuk pegunungan ataupun perbukitan pada lapisan reservoir sebelum kemudian ditutup
oleh lapisan penutup di atasnya. Juga jelas di sini, bahwa suatu pengkonturan daripada bidang
erosi atau peta paleomorfologi sangatlah penting dalam penentuan perangkap (Gambar 5.44).
5.5.2 PERANGKAP PENYUMBATAN ASPAL
Perangkap jenis ini juga dapat dikaitkan sebagai perangkap yang berhubungan dengan bidang
erosi atau disebut pula perangkap sekunder. Seringkali lapisan minyak yang tererosi
membentuk suatu rembasan sebagaimana telah dibahas di dalam Bab 3. Dalam rembasan ini
seringkali bagian cairan yang mudah menguap meninggalkan suatu residu yang kemudian
menjadi suatu sumbat bagi perembasan minyak selanjutnya. Dengan demikian terbentuklah
suatu perangkap minyak. Juga dalam hal ini harus diperhatikan mengenai keadaan 3 dimensi
dari penyebaran lapisan secara lateral. Perangkap jenis ini tidak banyak terjadi.
5.5.3 PERANGKAP STRATIGRAFI DALAM TIGA DIMENSI
Untuk pencarian perangkap stratigrafi dan juga perangkap kombinasi stratigrafi dan struktur
dimintakan pengertian lebih mendalam mengenai stratigrafi dan juga dalam metoda untuk
memperlihatkan perubahan yang terjadi dalam lapisan atau yang juga disebut sebagai
perubahan fasies. Dalam hal ini pemetaan di bawah permukaan berdasarkan data yang
didapatkan dari sumur sangatlah penting, seperti misalnya, pembuatan peta isopach, iso-
fasies, perbandingan pasir-serpih dan sebaginya. Juga dapat dilihat di atas bahwa peta seperti
peta paleotopografi ataupun peta paleogeologi akan sangat membantu dalam memberi
pengertian yang lebih baik mangenai penyebaran lapisan dan juga bagaimana kelakuan
lapisan itu secara lateral.
Gambar 5.45
Dewasa ini metode seismik telah maju sekali, sedemikian rupa sehingga sering dapat
memperlihatkan gejala paleomorfologi itu secara jelas. Cara seismik untuk
menginterpretasikan adanya suatu terumbu telah dikembangkan. Misalnya saja dengan
penemuan terumbu di Irian Jaya, metode seismik telah memperlihatkan kemampuannya
seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5.45. metode seismik selain dapat memperlihatkan
pembajian dan sebagainya, juga dapat menginterpretasikan litologi dengan menggunakan
analisa kecepatan, sehingga seringkali dapat dibuat peta perbandingan pasir serpih atau juga
perbandingan klastik karbonat.
5.6 KLASIFIKASI PERANGKAP DE SITTER
Beberapa klasifikasi perangkap telah diusulkan oleh Clapp (1910, 1917), Wilson (1934),
Heald (1940), Heroy (1941), Sanders (1943), Wilhem (1945), dan Brod (1945) (Tabel 5-2).
Semua klasifikasi tersebut tentunya mengutamakan berbagai hal yang pada waktu itu
dianggap penting. Klasifikasi ini sebetulnya merupakan pengetahuan secara ikhtisar mengenai
jenis perangkap. Telah dibahas sebelumnya bahwa kemungkinan jenis perangkap banyak
sekali, sehingga klasifikasi hanya sekedar merupakan suatu ikhtisar saja. Pada Gambar 5.46
diberikan klasifikasi oleh de Sitter (1950) yang didasarkan atas dua unsur terpenting, yaitu
unsur struktur (tektonik) dan unsur stratigrafi. Dalam hal ini de Sitter mengadakan klasifikasi
dinyatakan dalam suatu matriks A, B, C, masing-masing merupakan kelompok unsur
perangkap utama, stratigrafi, ketidakselarasan, berbagai bentuk bentuk tektonik dan intrusi.
Gambar 5.46
A. VARIASI LATERAL DALAM PERMEABILITAS:
a. Lensa-lensa pasir dan gamping, khususnya batupasir berbentuk tali-sepatu. Ini
merupakan saluran ataupun pantai yang telah menjadi fosil dan juga terumbu koral
yang fosil.
b. Berbagai variasi permeabilitas dan porositas lokal, primer ataupun sekunder dalam
batugamping, misalnya karena pelarutan, breksi, dan karena tekstur oolit.
c. Variasi lateral dalam permeabilitas pada batupasir, di mana dalam hal yang ekstrim
ssama dengan lensa-lensa pasir.
d. Penyumbatan pori-pori oleh aspal dan gejala lain.
B. KETIDAKSELARASAN:
a. Batuan reservoir adalah lenih muda atau berada di atas ketidakselarasan.
b. Batuan reservoir pasir, konglomerat dasar atau breksi dasar sebagai eluvial di atas
ketidakselarasan.
c. Batuan reservoir yang merupakan formasi yang terpancung.
C BERBAGAI BENTUK TEKTONIK:
a.1 Pelipatan landai, α; teras, β; hidung, γ: kubah, δ; dan ambang. Dalam berbagai bentuk
tektonik yang landai in, perubahan variasi permeabilitas terjadi secara primer, di mana besar
butir memegang peranan penting. Dalam hal yang terakhir ini kadang-kadang perbedaan
dalam kompaksi juga memperlihatkan bentuk yang menyerupai bentuk tektonik.
a.2 Antiklin, α; simetris, β; asimetris, γ: tersungkup, δ; struktur diapir.
b Kubah pada umumnya dapat dimasukkan dalam C a.1.
1. Patahan yang terdapat dalam lipatan, misalnya patahan yang memanjang dan patahan
yang memotong suatu antiklin.
2. Patahan yang disebabkan karena efek kubah patahan radier.
3. Patahan bongkah (block-faulting), patahan dalam moniklin.
4. Akumulasi pada breksi tektonik dalam jalur-jalur patahan (misalnya breksi serpih,
breksi pasir, ataupun breksi gamping).
c Intrusi:
1. Intrusi garam, α; di atas garam dalam formasi yang terlipat, β; dalam penutup garam,
γ: dalam formasi yang terpancung oleh tiang garam.
2. Intrusi batuan beku.
Dalam golongan pertama, berbagai varisai dalam permeabilitas dan porositas memegang
peranan yang penting, terutama permeabilitas dalam lapisan yang tidak terlipatkan.
Kemiringan kecil cukup untuk dapat menjebak minyak. Akumulasi antiklin yang minyaknya
terdapat di bagian bawah struktur yang landai, pada umumnya termasuk dalam golongan ini,
akumulasi ketidakselarasan sangat penting dan merupakan akumulasi yang menjadi satu,
misalnya dalam lapangan minyak Texas Timur dan juga akumulasi gas dalam Texas
Panhandle.
Pada hakekatnya, akumulasi tektonik adalah yang paling berbeda. Pada golongan pertama
pelipatan landai memperlihatkan perubahan dari golongan ketidakselarasan menjadi golongan
perubahan atau variasi dalam permeabilitas. Dalam hal ini bentuk yang disebabkan karena
kompaksi, oleh de Sitter dimasukkan sebagai tektonik, karena punggungan tempat sedimen
diendapkan sebetulnya mempunyai asal tektonik, dan kompaksi dari serpih yang berlebihan
pada sampingan punggung itu sebetulnya justru hanya berfungsi untuk lebih menonjolkannya
lagi.
Pembentukan kubah seringkali terjadi karena tiang garam yang mendesak ke atas. Misalnya
saja pada C. a. 1 sama dengan C. c. 1. Di sini harus dibedakan antara struktur yang lemah dan
struktur yang kuat yang disebabkan karena perbedaan dalam sifat serta juga jarangnya ada
bentuk peralihan. Tetapi banyak sekali kasus yang sedikit disangsikan. Akumulasi atau
perangkap patahan banyak sekali teradapat, biasanya berada dalam struktur yang dilipat
secara keras, tetapi kadang-kadang juga berdiri sendiri dalam kombinasi dengan
ketidakselarasan. Intrusi garam memegang peranan penting dalam beberapa daerah di dunia.
Hanya masalahnya adalah apakah antiklin diapir dengan inti garam dimasukkan dalam C. a.
atau C. a. 2.
5.7 PERANGKAP DALAM KEADAAN HIDRODINAMIK
Dalam keadaan hidrodinamik, minyak dapat terjebak selain dalam keadaan yang telah dibahas
di atas, juga dalam keadaan struktur dan stratigrafi lainnya, sehingga menambah kemungkinan
terdapatnya akumulasi minyak dan gas bumi.
Gambar 5.47
Gradien hidrodinamik didapatkan jika lapisan reservoir tersingkap pada permukaan dan
menerima air, kemudian mengalirkannya ke luar pada titik yang lebih rendah, sehingga timbul
perbedaan potensial.
Hal ini akan menyebabkan adanya permukaan potensiometri yang miring (ketinggian sampai
mana air akan naik pada setiap titik jika tempat tersebut dibor) yang merupakan gradien.
Gradien tersebut dinyatakan dalam dhdx
= meter/kilometer atau feet/mile (Gambar 5.47).
Dalam keadaan hidrodinamik, akumulasi dapat diterangkan oleh teori King Hubbert (1953).
Dalam teori ini diterangkan bahwa minyak dan gas bumi (setelah beraada dalam fase
menerus) akan bergerak dan berkumpul pada bagian kerak bumi (perangkap) yang secara
lokal mempunyai potensial paling rendah. Tidak mungkin minyak dan gas bumi bergerak
menuju medan potensial yang lebih tinggi, walaupun perjalanannya ke potensial yang lebih
rendah. Dengan demikian bidang batas air-minyak akan selalu merupakan suatu bidang
ekipotensial.
Dalam keadaan hidrostatik, maka bidang ini horizontal, karena yang bekerja hanyalah gaya
gravitasi/pelampungan. Jika ada gradien hidrodinamik maka resultan kedua gaya ini menjadi
miring, dengan demikian bidang ekipotensial (OWC) juga miring, dengan rumus kemiringan:
tan θ = dzdl
= pw
ρw−ρo x dhdl
untuk:
θ = sudut kemiringan batas air-minyak atau bidang ekipotensial
dzdl
= gradien kemiringan bidang ekipotensial
ρw = berat jenis air
ρo = berat jenis minyak/gas
dhdl
= gradien hidrodinamik (gradien bidang ekipotensial)
Gambar 5.48
Dengan demikian kemiringan bidang batas air-minyak tergantung dari besar kecilnya gradien
hidrodinamik dan perbedaan berat jenis air dan minyak/gas, terutama yang terakhir ini.
Gradien hidrodinamik tergantung dari letak topografi tempat lapisan reservoir masukan air
(intake) dan di mana air keluar, yang menyebabkan bidang potensiometri miring (permukaan
kenaikan air jika dibor dan permeabilitas, lebih besar gradien hidrodinamik (dhdl
¿ dan lebih
miring bidang potensiometri. Perbedaan berat jenis, terutama disebabkan derajat API minyak
dan gas bumi. Dari rumus jelas sekali, bahwa lebih besar ρo, ρw – ρo makin kecil dan
kemiringan lebih besar.
A Perbedaan berat jenis minyak dan gas dapat menimbulkan perbedaan kemiringan (Gambar
5.48; 5.49), dan dalam keadaan extreme ada pemisahan minyak dan gas (Gambar 5.49).
Dalam suatu lapisan reservoir yang tipis, dapat terjadi bahwa gas hanya terdapat di satu sayap
saja.
Gambar 5.49 – 5.52
B Keadaan hidrodinamik dapat menimbulkan perangkap baru, dengan konsepsi tutupan yang
berlainan. Tutupan hidrodinamik (hydrodinamic closure) di sini, adalah jarak tegak dari
bidang ekipotensial yang menutup suatu wadah yang konkav ke atas sehingga timbul
perangkap hidrodinamik.
a. Hitung antiklin atau teras, dapat bertindak sebagai perangkap, jika arah gerak air
diketahui (Gambar 5.50).
b. Perubahan permeabilitas lokal, dapat menyebabkan mencuramnya bidang
potensiometri, sehingga gradien hidrodinamik menjadi tinggi secara lokal yang
menyebabkan bidang ekipotensial melengkung. Dalam keadaan suatu komoklin dapat
ditimbulkan suatu perangkap hidrodinamik (Gambar 5.51).
c. Dalam bidang perangkap stratigrafi hidrodinamik dapat timbul pemikiran baru (Hill,
Colburn, and Knights, 1963). Tekanan hidrodinamik dapat menambah atau
mengurangi tekanan masuk (entry pressure) atau tekanan penggeser (displacement
pressure).
Perubahan fasies, tak selalu memberikan suatu ‘shale-out’ atau ‘wedge-out’, atau terutama
perubahan porositas/permeabilitas. Dari porositas besar kecil terjadilah kapilaritas, karena
perbedaan tegangan permukaan antara air dan minyak. Pada Gambar 5.52 terlihat bahwa air
dapat masuk ke dalam lanau, tetapi untuk minyak diperlukan tekanan masuk (entry pressure)
yang sesuai dengan tekanan ini (dalam fase menerus). Tetapi jika arah gradien hidrodinamik
dari atas ke bawah (down-dip) maka akan terjadi suatu akumulasi, karena tekanan ini akan
melawan pelampungan (buoyancy), sehingga tekanan masuk tak dapat diarungi. Sebaluknya,
jika gradien hidrodinamik ke arah atas dari kemiringannya, yaitu jika ada perbedaan
permeabilitas dan arah gradien hidrodinamik ke arah bawah dari kemiringan.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa gradien hidrodinamik menimbulkan beberapa konsepsi baru
dalam akumulasi minyak. Akumulasi ini dalam 3 dimensi dapat terlihat pada Gambar 5.54.
Jelas terlihat bahwa perubahan dalam arah dan besar gradien sangat sensitif untuk menambah
atau meniadakan suatu akumulasi. Suatu akumulasi dapat terusir sama sekali dari suatu
struktur antiklin dengan tutupan yang baik, karena adanya gradien hidrodinamik yang cukup
besar dengan arah tertentu. Konsepsi hidrodinamik masih dalam taraf penelitian, dan belum
dapat diterapkan secara operasionil. Di Indonesai baru di Irian Barat (Lapangan Minyak
Klamono) terdapat bukti adanya keadaan hidrodinamik, namun perangkap dalam konsepsi ini
belum ditemukan.
Gambar 5.53 – 5.54