BAB 1 2 3 4 5 6
-
Upload
hendri-dwi-kristianto -
Category
Documents
-
view
52 -
download
5
Transcript of BAB 1 2 3 4 5 6
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan ibu (safe motherhood) merupakan upaya yang penting dalam
pelaksanaan “Kesehatan Utama”, dengan mengikutsertakan partisipasi
masyarakat, mendekatkan pelayanan di masyarakat dan meningkatkan mutu
pelayanan. Hal ini sesuai dengan Sistem Kesehatan Nasional yang merupakan
terjemahan dari gagasan “Primary Health Care” melalui kongres WHO dan
UNICEF di Almaata (IBG, Manuaba, 1998). Gagasan ini sangat mendukung
terhadap pembangunan khususnya pembangunan di bidang kesehatan. Dimana
pembangunan kesehatan diarahkan pada peningkatan kualitas sumber daya
manusia melalui upaya kesehatan keluarga, termasuk upaya kesehatan ibu dan
anak untuk mewujudkan derajat kesehatan yanga optimal.
(Harian Merdeka, 20 Juli 2002).
Dalam kegiatan antenatal care selain aktif dilakukan oleh bidan, ibu hamil
juga harus proaktif dalam kegiatan tersebut, salah satunya adalah melakukan
kegiatan fisik yang dapat membantu proses relaksasi pada otot-otot jalan lahir saat
persalinan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Melliana H (2001) dalam bukunya
“Panduan Menjalani Kehamilan Sehat”, bahwa senam hamil (prenatal) adalah
suatu latihan gerak yang diberikan pada ibu hamil untuk mempersiapkan dirinya,
baik persiapan fisik maupun mental guna menghadapi dan mempersiapkan
persalinan yang cepat, aman dan spontan.
1
Dengan senam hamil secara rutin dan benar, diharapkan kehamilan dan
persalinan pada seorang ibu merupakan suatu proses yang alamiah. Agar proses
alamiah ini berjalan dengan lancar dan baik serta tidak berkembang menjadi
keadaan yang pathologis dan diperolehnya ibu dan bayi yang sehat diperlukan
upaya dini (Depkes RI, 1993:105). Persalinan yang alami dan lancar dapat
dicapai, jika uterus berkontraksi dengan baik, rythmis dan kuat, dengan segmen
bawah rahim, cervix dan otot-otot dasar panggul dalam keadaan relaxasi, sehingga
bayi dengan mudah melewati jalan lahir. Keadaan ini dapat dicapai dengan
bantuan wanita hamil itu sendiri yang merupakan ketenangan dan relaksasi tubuh
yang sempurna. Keadaan ini dapat dicapai dengan mengikuti latihan senam hamil
(Bagian Obsgym, FK UNPAD;..5). Berdasarkan beberapa buku yang
menyebutkan bahwa melakukan senam hamil selama kehamilan akan
membimbing wanita menghadapi persalinan dengan tenang dan penuh percaya
diri, sehingga persalinan berjalan normal (Hasanah P, 1997).
Dalam kenyataanya selama observasi sesaat peneliti melalui praktek klinik
kebidanan di puskesmas Tanah Merah, masih banyak ditemukan ibu yang belum
melakukan senam hamil, yaitu sekitar 98% dari seluruh populasi ibu hamil di
wilayah itu (1128 ibu hamil). Kondisi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara
lain faktor internal yakni karakteristik orang yang bersangkutan, antara lain ; (1)
tingkat kecerdasan, (2) tingkat emosional, (3) jenis kelamin dan faktor eksternal
yaitu ; (1) lingkungan fisik, (2) lingkungan sosial, (3) lingkungan budaya, (4)
lingkungan ekonomi, (5) lingkungan politik dan sebagainya.
(Notoatmodjo. S, 2003:120).
2
Dengan masih belum optimalnya pelaksanaan senam hamil dalam program,
kesehatan ibu dan anak, muncullah beberapa pendapat dari bidan yang ada di
puskesmas, antara lain : (1) Kurangnya pengetahuan ibu hamil tentang senam
hamil, (2) Sikap ibu hamil yang kurang menerima terhadap senam hamil, (3)
Tingkat pendidikan ibu yang relatif masih rendah, (4) Anggapan senam hamil
yang tidak mungkin dilakukan oleh ibu hamil di desa, dan (5) Masyarakat masih
menganggap tabu untuk melakukan senam hamil.
Di dalam harian suara pembaruan (25 Agustus 2002) menyebutkan bahwa
angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi, yaitu 334 (100.000 kelahiran
hidup). Angka ini merupakan angka tertinggi di kawasan Asean. Jika
dibandingkan dengan angka kematian ibu di Negara Asean yang lain. Tiga
penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan 41- 60%, infeksi 30%, eklamsi
20%. Penyebab perdarahan salah satunya adalah atonia uteri sebagai dampak dari
kelemahan kontraksi uterus (kelemahan ibu) (Djoko Wiyono, 1997). Dampak
yang ditimbulkan selain perdarahan juga terjadinya partus lama. Partus lama
adalah persalinan yang berjalan lebih dari 24 jam untuk primigravida dan atau 18
jam bagi multigravida (IBG. Manuaba, 1998:292).
Penyebabnya antara lain karena kelainan His dan kekuatan mengejan yang
salah, selain beberapa faktor lagi, maka kontraksi uterus yang baik dapat
diupayakan melalui latihan senam hamil.
Oleh karena itu perlu penyempurnaan upaya yang komprehensif yang
dilakukan oleh Pemerintah (Dinas Kesehatan), tenaga bidan dan masyarakat
sendiri dalam mensosialisasikan pelaksanaan senam hamil ini. Mengingat
manfaanya yang besar apabila dilakukan senam hamil, beberapa alternatif upaya
3
itu antara lain : (1) Penambahan dana program kesehatan ibu dan anak khususnya
dibidang antenatal care (senam hamil), (2) Pengadaan insstruktur senam hamil,
dan (3) Penyuluhan kesehatan ke masyarakat tentang senam hamil/ khususnya
ibu-ibu yang ada di posyandu ataupun di beberapa organisasi yang lain (PKK).
1.2 Identifikasi Masalah
Faktor-faktornya antara lain, adalah sebagai berikut :
1.2.1 Faktor Eksternal
1) Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik sangat mempengaruhi perilaku seseorang, dengan fisik
yang sehat seseorang bisa melakukan aktifitas secara sempurna. Sering karena
kondisi seseorang karena sudah lelah melakukan kegiatan sehari-hari, orang jadi
malas mengikuti senam.
4
Faktor eksternal
- Lingkungan fisik
- Lingkungan Sosial
- Budaya
- Ekonomi
alokasi dana
- Lingkungan politik
Kebijakan
Peran Bidan
Faktor internal
- Tingkat kecerdasan
Pendidikan
Pengetahuan
- Tingkat Emosional
Sikap
anggapan
- Jenis kelamin
Banyaknya ibu-ibu yang belum aktif melakukan
senam hamil
2) Lingkungan sosial
Ada beberapa ibu yang mengetahui tentang senam hamil, namun mereka
enggan melakukan karena dianggap masih tabu dan mereka merasa malu sehingga
tidak biasa untuk melakukannya.
3) Lingkungan budaya
Pengaruh budaya sangat menentukan sikap dan perilaku seseorang.
Seringkali sikap seseorang menyimpang dari realita hanya karena memegang
teguh budaya yang selama ini dianutnya. Diwilayah Puskesmas Tanah Merah
senam hamil masih belum berjalan dengan baik, sehingga hal ini masih belum
membudaya.
4) Lingkungan ekonomi alokasi dana
Latihan senam hami memerlukan instruktur senam yang sebelumnya harus
dibekali dengan ilmu dan latihan yang cukup baik dan benar sesuai dengan
panduan senam khsusus untuk ibu hamil, untuk itulah diperlukan dana yang
cukup, disamping dana untuk pelaksanaan senam itu sendiri.
5) Lingkungan politik
(1) Kebijakan
Adanya anggapan bahwa senam hamil tidak mungkin dilakukan oleh wanita
hamil di masyarakat desa, karena mereka masih menganggap hal itu jarang atau
tidak pernah dilakukan.
5
(2) Peran bidan
Tugas yang diemban oleh bidan tidaklah sedikit. Tugas bidan dalam hal ini
bidan desa tidak hanya dalam bidang KIA dan pelayanan KB saja, tetapi juga
bertugas sebagai Primary Health Officer, sehingga tugas mereka menjadi lebih
kompleks yang akhirnya mereka beranggapan masih banyak tugas-tugas yang lain
yang dipandang harus didahulukan.
1.2.2 Faktor Internal
1) Tingkat kecerdasan
(1) Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin mudah orang
tersebut menerima informasi, sehingga makin banyak pengetahuan yang dimiliki.
Namun sebaliknya, jika tingkat pendidikan seseorang rendah, maka orang tersebut
sulit menerima informasi, dalam hal ini informasi tentang kesehatan yang
mencakup informasi tentang senam hamil.
(2) Pengetahuan
Pengetahuan adalah suatu wahana untuk mendasari seseorang untuk
berperilaku secara ilmiah. Oleh karena itulah diperlukan suatu pengetahuan yang
cukup, dalam mendorong ibu aktif untuk melakukan senam hamil. Pengetahuan
tersebut meliputi : pengertian senam hamil, tujuan, manfaat, syarat-syarat dan
beberapa latihan dalam senam hamil.
6
2) Tingkat Emosional
(1) Sikap
Sikap berkaitan dengan perilaku yang berada dalam batas kewajaran dan
kenormalan yang merupakan respon atau reaksi terhadap stimulus lingkungan
sosial (Syaifuddin A, 2003:10). Hal ini mencakup perasaan mendukung atau
memihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung atau tak memihak
(unfavourable) pada orang tersebut. Dengan masih sedikitnya pengetahuan ibu
tentang senam hamil dapat menimbulkan sikap tidak mendukung (unfavourable)
dalam pelaksanaan senam hamil tersebut.
(2) Anggapan / Opini
Masyarakat disana menganggap bahwa tidak mungkin melakukan senam hamil
oleh karena masih terasa asing / belum begitu dikenal.
3) Jenis kelamin
Dalam hal ini dikhususkan bagi ibu-ibu yang sedang hamil.
1.3 Batasan Masalah
Dalam penelitian ini, peneliti membatasinya pada faktor pendidikan ibu,
pengetahuan dan sikap yang berpengaruh terhadap keaktifan ibu dalam
pelaksanaan senam hamil.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan batasan masalah, maka perumusan
masalahnya adalah sebagai berikut :
1.4.1 Bagaimanakah gambaran tingkat pendidikan ibu.
7
1.4.2 Bagaimanakah gambaran pengetahuan ibu tentang senam hamil
1.4.3 Bagaimanakah gambaran sikap ibu terhadap pelaksanaan senam hamil.
1.5 Tujuan Penelitian
1.5.1 Tujuan Umum
Diketahuinya gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi keaktifan ibu dalam
melakukan senam hamil.
1.5.2 Tujuan Khusus
1) Mengidentifikasi gambaran tingkat pendidikan ibu.
2) Mengidentifikasi gambaran pengetahuan ibu tentang senam hamil
3) Mengidentifikasi gambaran sikap ibu terhadap pelaksanaan senam hamil.
1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Manfaat Bagi Ilmu Pengetahuan Dan Tehnologi Kesehatan
Untuk bahan informasi tambahan pengetahuan dan kajian dalam penelitian
selanjutnya.
1.6.2 Bagi Institusi
Sebagai bahan pengetahuan atau informasi untuk pembaca dan menambah
jumlah buku bacaan di perpustakaan dan sebagai salah satu bukti pencapaian
target dalam kurikulum akhir program.
1.6.3 Bagi Profesi
Sebagai bahan atau sumbangan pemikiran dalam upaya peningkatan
pemberdayaan kesehatan ibu hamil sehingga nantinya dapat meningkatkan standar
praktek pelayanan kebidanan melalui profesionalisasi bidan.
8
1.6.4 Bagi Mahasiswa
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan program senam hamil dan sebagai pra syarat untuk
memenuhi predikat Ahli Madya Bidang Kebidanan.
1.7 Relevansi
Senam hamil merupakan salah satu bentuk pelayanan antenatal care dalam
program kesehatan ibu dan anak. Senam ini sangat bermanfaat bagi ibu baik
selama hamil, persalinan maupun saat nifas. Namun ada beberapa faktor dapat
merupakan kendala dalam aktifnya ibu untuk melakukan senam hamil. Faktor-
faktor itu antara lain : Pendidikan, pengatahuan, dan sikap ibu, serta kebijakan,
sosial budaya dan peranan bidan, alokasi dana. Di harapkan dapat sebagai
masukan bagi institusi terkait dan khususnya Puskesmas setempat untuk
membantu aktifnya ibu dalam pelaksanaan senam hamil.
9
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini akan dibahas beberapa konsep yang berhubungan dengan
karakteristik ibu yaitu (1) Konsep dasar pendidikan, (2) Konsep dasar
pengetahuan yang meliputi ; pengertian pengetahuan, tingkatan pengetahuan, cara
memperoleh pengetahuan, (3) Konsep dasar perilaku meliputi ; definisi perilaku,
perilaku kesehatan, domain perilaku, pengukuran hasil pendidikan kesehatan
terhadap perilaku (4) Konsep dasar senam hamil yang meliputi ; pengertian,
tujuan, manfaat, syarat-syarat mengikuti senam hamil beserta latihan yang
dikerjakan pada senam hamil.
2.1 Konsep Dasar Pendidikan
2.1.1 Pengertian
Dalam rencana pembangunan 5 tahun keenam di bidang kesehatan di
sebutkan bahwa tingkat pendidikan merupakan faktor yang mempengaruhi derajat
kesehatan (Depkes. RI, 1994:9). Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka
makin mudah menerima informasi, sehingga makin banyak pula pengetahuan
yang dimilikinya, sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat
perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan, hal
ini dikemukakan oleh Kuntjoroningrat (1997) yang dikutip oleh Nursalam dan Siti
Pariani (2001:133).
Faktor pendidikan seseorang sangat menentukan kecemasan klien, dengan
pendidikan tinggi akan mampu mengatasi, menggunakan koping yang efektif dan
10
konstruktif dari pada seseorang yang berpendidikan rendah. Menurut I.B Mantra
yang dikutif oleh Notoatmodjo (1985), pendidikan dapat mempengaruhi
seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi sikap untuk berperan serta
dalam pembangunan masyarakat.
Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi
orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan
apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan (Soekidjo Notoatmodjo, 2003:16).
Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti dalam pendidikan itu
terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan kearah yang lebih
dewasa lebih baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau
masyarakat. (Soekidjo Notoatmodjo, 2003:97).
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap
perkembangan orang lain menuju ke arah suatu cita-cita tertentu (Suwarno, 1992
dikutip oleh Nursalan dan Pariani, 2001:132).
Menurut YB Matra yang dikutip oleh Nursalam (2001) pendidikan dapat
mempengaruhi seseorang termasuk perilaku akan pola hidup terutama dalam
memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Untuk itu
melalui pendidikan diharapkan seseorang mampu meningkatkan kemampuan
intelektual, mampu membebaskan diri dari keterbelakangan serta menghargai
kemajuan yang antara lain memberikan perubahan yang berkesinambungan
(Hartomo, 2000:122).
Pendidikan di perlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang
menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Pada
umumnya semakin tinggi pendidikan maka akan semakin baik pula tingkat
11
pengetahuaannya, pengetahuan itu sendiri kemampuan seseorang untuk
mengingat fakta , simbul, prosedur, tehnik dan teori.
(Notoatmodjo S, 1996 dikutip Nursalam 2001, 163).
Unsur-unsur pendidikan meliputi :
1) Input adalah sasaran pendidikan (individu, kelompok masyarakat) dan
pendidikan (pelaku pendidikan).
2) Proses (upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain).
3) Output (melaksanakan apa yang diharapkan atau perilaku).
2.2 Konsep Dasar Pengetahuan
2.2.1 Pengertian
Pengetahuan (Knowledge) adalah hasil tahu dari manusia. Pengetahuan pada
dasarnya terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang
untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengetahuan tersebut
diperoleh baik dari pengalaman langsung maupun melalui pengalaman orang lain
(Notoatmodjo, 2002:10). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour), karena
dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan
akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari pengetahuan
(Notoatmodjo, 1997:127).
12
2.2.2 Tingkatan Pengetahuan
Pengetahuan dapat di bedakan dalam beberapa tingkatan, yaitu :
1) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (Recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari
atau rangsangan yamg telah diterima. Tahu merupakan tingkat yang paling
rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang telah
dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan dan
menyatakan.
2) Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya
terhadap obyek yang dipelajari.
3) Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat
diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus metode, prinsip
dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
13
4) Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau obyek
kedalam komponen-komponen, tapi masih didalam struktur organisasi tersebut,
dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan (membuat bagan),
membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
5) Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk melakukan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dari formulasi-formulasi yang ada, misalnya dapat menyusun, merencanakan,
meringkas, menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan yang
ada.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian berdasarkan suatu kriteria
yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada. Pengukuran
pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menyatakan
tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden ke
dalam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan
dengan tingkat-tingkat tersebut diatas (Notoatmodjo, 1993:94-96).
14
2.2.3 Cara Memperoleh Pengetahuan
1) Cara tradisional atau non ilmiah
(1) Cara coba salah (trial and error)
Merupakan cara yang tradisional yang dipakai orang sebelum adanya
kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Pada waktu itu
seseorang apabila menghadapi persoalan atau masalah, upaya pemecahannya
dilakukan dengan dicoba-coba. Cara coba-coba ini dilakukan dengan
menggunakan kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang
lain. Apabila kemungkinan dua ini gagal pula, maka dicoba kembali dengan
kemungkinan yang ketiga dan seterusnya, sampai masalah tersebut dapat
dipecahkan itu sebabnya maka cara ini disebut metode trial (coba) and error
(gagal atau salah) atau metode coba salah atau coba-coba.
(2) Cara kekuasaan atau otoritas
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan-kebiasaan
dan tradisi yang dilakukan oleh orang tanpa melalui penalaran apakah yang
dilakukan tersebut baik atau tidak. Kebiasaan-kebiasaan ini biasanya diwariskan
turun-temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Kebiasaan-kebiasaan ini
seolah-olah diterima dari sumbernya sebagai kebenaran yang mutlak. Sumber
pengetahuan tersebut dapat berupa pemimpin-peminpin masyarakat baik formal
maupun informal, ahli agama, pemegang pemerintahan dan sebagainya. Dengan
kata lain pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan, baik
tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli ilmu
pengetahuan. Para pemegang otoritas pada prinsipnya mempunyai mekanisme
yang sama didalam penemuan pengetahuan. Prinsip ini adalah orang lain
15
menerima pendapat yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas,
tanpa terlebih dahulu menguji atau membuktikan kebenarannya, baik berdasarkan
fakta empiris ataupun berdasarkan penalaran sendiri.
(3) Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman merupakan sumber pengatahuan atau suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan. Pengalaman pribadipun dapat digunakan
sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara
mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan
permasalahan yang dihadapi pada masa lalu. Apabila dengan cara yang dilakukan
tersebut orang dapat memecahkan masalah yang dihadapi, maka untuk
memecahkan masalah lain yang sama, orang dapat pula menggunakan cara
tersebut. Tetapi bila ia gagal menggunakan cara tersebut, ia tidak akan
mengulangi cara tersebut dan berusaha untuk mencari cara yang lain, sehingga
dapat berhasil memecahkannya. Tetapi tidak semua pengalaman pribadi dapat
menarik kesimpulan dengan benar. Untuk dapat menarik kesimpulan dari
pengalaman dengan benar diperlukan berfikir kritis dan logis.
(4) Melalui jalan pikiran
Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan
jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi. Induksi dan deduksi pada
dasarnya merupakan cara melahirkan pemikiran secara tidak langsung melalui
pernyataan-pernyataan yang dikemukakan, kemudian dicari hubungannya
sehingga dapat dibuat suatu kesimpulan. Apabila proses pembuatan kesimpulan
itu melalui pengertian-pengertian khusus kepada yang umum dinamakan induksi,
16
sedangkan deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari pernyataan-pernyataan
umum kepada yang khusus.
2) Cara modern atau ilmiah
Cara ini lebih sistematis, logis dan ilmiah serta disebut metode penelitian
ilmiah atau metodologi penelitian (research metodology). Mula-mula
dikembangkan oleh Francis Bacon (1561-1626) dengan menggunakan metode
berfikir induktif. Kemudian dilanjutkan oleh Doebold Van Pavlen yang
mengatakan bahwa dalam memperoleh kesimpulan dilakukan dengan cara
mengadakan observasi langsung dan membuat pencatatan, pencatatan terhadap
semua fakta sehubungan dengan obyek yang diamati. Dari hasil pencatatan,
kemudian ditetapkan ciri atau unsur yang pasti ada pada suatu gejala, selanjutnya
dijadikan dasar pengambilan kesimpulan atau generalisasi.
(Notoatmodjo, 2002:11-18).
2.3 Konsep Dasar Perilaku
2.3.1 Definisi Perilaku
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme
(makhluk hidup) yang bersangkutan. Skinner (1938) seorang ahli psikologi,
merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap
stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses
adanya stimulus terhadap organisme, maka teori Skinner ini disebut teori "S-O-R"
atau stimulus-organisme-respon. Skinner membedakan adanya dua respon, yaitu :
17
1) Respondent respons atau reflexive
Yakni respon yang ditimbulkan oleh rangsangan – rangsangan (stimulus)
tertentu. Stimulus ini disebut eliciting stimulation karena menimbulkan respon-
respon yang relatif tetap.
2) Operant respon atau instrumental respons
Yakni respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus
atau perangsang tertentu. Perangsang ini disebut Reinforcing stimulation atau
reinforcer, karena memperkuat respon.
2.3.2 Perilaku Kesehatan
Menurut Skinner, perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang
(organisme) terhadap stimulus atau obyek yang berkaitan dengan sakit dan
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan.
Sehingga dari batasan ini perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi tiga
kelompok, yaitu :
1) Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance),antara lain :
(1) Perilaku pencegahan penyakit
(2) Perilaku peningkatan kesehatan
(3) Perilaku gizi (makanan) dan minuman
2) Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan,
atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health secking behaviour)
3) Perilaku kesehatan lingkungan, antara lain :
(1) Perilaku hidup sehat
(2) Olahraga teratur
18
(3) Tidak merokok
(4) Tidak minum minuman keras dan narkoba
(5) Istirahat cukup
(6) Mengendalikan stress
(7) Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan
2.3.3 Domain Perilaku
Perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan
dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respon sangat tergantung
pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Jadi
meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respon tiap-tiap orang
berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda
inilah yang disebut determinan (domain perilaku). Dan determinan perilaku ini
ada dua yakni:
1) Determinan faktor internal
Yakni karakteristik orang yang bersangkutan, misalnya: tingkat kecerdasan,
tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya.
2) Determinan faktor eksternal
Yakni lingkungan baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dan
sebagainya.
19
2.3.4 Pengukuran Hasil Pendidikan Kesehatan
Menurut Benyamin Bloom (1908) yang dikutp oleh Notoatmodjo (2003:121), ada
dua cara untuk mengukur hasil pendidikan kesehatan, yaitu:
1) Pengetahuan
(seperti yang telah dijelaskan diatas)
2) Sikap
(1) Pengertian sikap
Sikap (attitude) secara historis digunakan pertama kali oleh Herbert Spender
di tahuan 1862 yang pada saat itu diartikan olehnya sebagai status mental
seseorang (Allen, Gay dan Edgley, 1980). Di masa-masa awal itu pula
penggunaan konsep sikap sering dikaitkan dengan konsep mengenai postur fisik /
posisi tubuh seseorang (Wrightsman dan Deux, 1981).
Puluhan definisi dan pengertian itu pada umumnya dapat di masukkan ke
dalam salah satu diantara 3 kerangkan pemikiran. Pertama adalah kerangka
pemikiran yang diwarnai oleh para ahli psikologi seperti Lovis Thurstone (1928 ;
salah seorang tokoh terkenal di bidang pengukuran sikap). Rensis Likert
(1932 ;juga seorang pioner di bidang pengukuran sikap) dan Chorles Osgood,
menurut mereka sikap adalah suatu obyek, adalah perasaan mendukung atau
memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak
(unfavourable) pada obyek tersebut (Berkowitz, 1972). Secara lebih spesifik,
Thurstone sendiri menginformasikan sikap sebagai “derajat afek positif atau
negatif terhadap suatu obyek psikologis” (Edwards, 1957).
Kelompok pemikiran yang kedua diwakili oleh para ahli seperti Chove
(1982), Bogardus (1913), Lapiere (1934), Mead (1934) dan Gordon Allport
20
(1935;tokoh terkenal di bidang psikologi sosial dan psikologi kepribadian) yang
konsepsi mereka mengenai sikap lebih kompleks. Menurut kelompok ini sikap
merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu obyek dengan cara-
cara tertentu.
Kelompok pemikiran yang ketiga adalah kelompok yang berorientasi
kepada skema triadik (triadic scheme), menurut kerangka pemikiran ini suatu
sikap merupakan konstelasi komponen “kognitif, afektif dan konatif yang saling
berinteraksi dalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu obyek.
Dari berbagai definisi diatas bisa dikatakan bahwa sikap selalu dikaitkan
dengan perilaku yang berada dalam batas kewajaran dan kenormalan yang
merupakan respon atau reaksi terhadap stimulus lingkungan sosial.
(Syaifuddin, A, 2003:10).
Menurut Breckler dan Wiggins dalam definisi mereka mengenai sikap
mengatakan bahwa sikap yang diperoleh lewat pengalaman akan menimbulkan
pengaruh langsung terhadap prilaku berikutnya (Syaifuddin, A, 2003:18).
(2) Sturktur Sikap
Mengikuti skema triadik, struktur sikap terdiri atas 3 komponen yang saling
menunjang yaitu komponen kognitif (cognitive), komponen efektif (affective) dan
komponen konatif (conative). Komponen kognitif merupakan representatif apa
yang dipercayai oleh individu pemilik sikap emosional dan komponen konatif
merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang
dimiliki oleh seseorang.
Menurut Mann (1969) mengatakan bahwa komponen kognitif berisi
persepsi, kepercayaan dan strereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu.
21
Komponen kognitif dapat disamakan dengan pandangan (opini), terutama bila
menyangkut masalah isu atau problem yang kontraversial. Komponen afektif
merupakan perasaan individu terhadap obyek sikap dan menyangkut masalah
emosi (Syaifuddin, A, 2002:23-24).
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan
yaitu, sebagai berikut : (1) Menerima (receiving), diartikan bahwa orang (subjek)
mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap
seseorang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatiannya terhadap
ceramah-ceramah, (2) Merespon (responding), artinya memberikan jawaban
apabila ditanya, mengerjakan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari
sikap, karena suatu usaha untuk menjawab pertanyaan / mengerjakan tugas yang
diberikan, (3) Menghargai (valuing), diartikan mengajak orang lain untuk
mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap sesuatu masalah
adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga, misalnya seorang ibu mengajak
tetangganya untuk menimbangkan bayinya, dan (4) Bertanggung jawab
(responsible), artinya bertanggung jawab atas segala yang telah dipilihnya dengan
segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi, misalnya seseorang ibu
mau menjadi akseptor KB meskipun mendapat tentangan dari mertua.
22
(3) Pembentukan Sikap
Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh
individu. Interaksi sosial mengandung arti lebih dari pada sekedar adanya kontak
sosial dan hubungan antar individu sebagai anggota kelompok sosial.
Dalam interaksi sosialnya individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu
terhadap berbagai obyek psikologis yang dihadapinya. Diantara berbagai faktor
yang mempengaruhi pembentukan sikap, adalah sebagai berikut : (1) Pengalaman
Pribadi, Menurut Middle Brook (1974) mengatakan bahwa tidak ada pengalaman
sama sekali dengan suatu obyek psikologis cenderung akan membetuk sikap
reaktif terhadap suatu obyek tertentu. Apa yang telah dan sedang dialami akan
ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan terhadap stimulus sosial.
Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat
menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan
kesan kuat. Karena itu sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman
pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional dan
berulang–ulang. Karena pengalaman yang tunggal jarang sekali dapat menjadi
dasar pembentukan sikap. Kesan negatif terhadap suatu objek juga akan
membentuk sikap yang negatif terhadap objek tersebut. Sehingga pengalaman
masa lalu penting bagi pembentukan sikap karena melalui pengalaman akan
terbentuk penghayatan dan tanggapan yang merupakan dasar pembentukan sikap,
(2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting, Orang lain di sekitar kita
merupakan salah satu diantara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap
kita. Seseorang yang dianggap penting, seseorang yang diharapkan
persetujuannya bagi setiap gerak tingkah dan pendapat, seseorang yang tidak ingin
23
dikecewakan atau seseorang yang berarti khusus (significant others), akan banyak
mempengaruhi pembentukan sikap terhadap sesuatu. Seseorang yang kita anggap
penting cenderung kita ikuti, (3) Pengaruh kebudayaan, Kebudayaan dimana kita
hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap
kita. Karena kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individu–individu
yang menjadi anggota kelompok masyarakat asuhannya. Dan hanya kepribadian
individu yang mapan dan kuatlah yang dapat memudarkan dominansi kebudayaan
dalam pembentukan sikap individual.
Ahli Psikologi, Burrhus Frederic Skinner dalam Azwar (2003) sangat
menekankan pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk
pribadi seseorang. Karena kepribadian tidak lain adalah pola perilaku yang
konsisten yang menggambarkan sejarah reinforcement (penguatan, pengajaran)
yang dialami. Kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap
berbagai masalah dan telah mewarnai sikap masyrakat, (4) Media massa, Sebagai
sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat
kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan
opini dan kepercayaan orang. Adanya informasi mengenai sesuatu hal
memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap, (5) Lembaga
Pendidikan dan Lembaga Agama, Lembaga pendidikan serta lembaga agama
sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap karena
keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu.
Pendidikan mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan sikap karena dalam
pendidikan diletakkan dasar pengertian dan konsep sehingga terbentuklah
pemahaman terhadap sesuatu yang merupakan dasar terbentuknya sikap.
24
Menurut Y. B. Mantra yang dikutup oleh Notoatmodjo (1993) dalam
Nursalam dan Siti Pariani (2001:133), pendidikan dapat mempengaruhi seseorang,
termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi
sikap untuk berperan dalam pembangunan masyarakat.
Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin mudah menerima
informasi sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya,
pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang
terhadap nilai–nilai baru yang diperkenalkan, hal ini dikemukakan oleh
Koentjoroningrat (1997) yang dikutip oleh Nursalam & Siti Pariani (2001:133),
dan (6) Faktor emosional, Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi
lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang–kadang, suatu bentuk
sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai
semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.
(Syaifuddin A, 2000:30-37).
Faktor media massa sebagai sarana komunikasi seperti televisi, radio, surat
kabar, dan majalah juga mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini/
kepercayaan seseorang.
2.4 Konsep Dasar Senam Hamil
2.4.1 Pengertian Senam Hamil
Senam hamil merupakan suatu bentuk latihan fisik yang akan meningkatkan
kesehatan, membentuk sikap yang tenang dan sikap yang baik serta mekanika
tubuh yang baik selama dan setelah kelahamilan (Depkes.RI, 1993;106).
Senam hamil adalah latihan gerak yang diberikan kepada ibu hamil untuk
mempesiapkan dirinya, baik persiapan fisik maupun mental untuk menghadapi
25
dan mempersiapkan persalinan yang cepat, aman dan spontan.
(Melliana H, 2001:90)
Berdasarkan pengertian diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa senam
hamil adalah suatu latihan senam khusus wanita hamil yang merupakan latihan
fisik dan psikhis untuk mempersiapkan wanita tersebut menghadapi persalianan
dan membentuk mekanika tubuh yang baik selama dan setelah melahirkan.
2.4.2 Tujuan Senam Hamil
1) Melalui latihan senam hamil yang teratur dapat dijaga kondisi otot-otot dan
persendian yang berperan dalam proses mekanisme persalinan.
2) Mempertinggi kesehatan fisik dan psikis serta kepercayaan pada diri sendiri
dan penolong dalam menghadapi persalinan.
3) Membimbing wanita menuju suatu persalinan yang fisiologis.
2.4.3 Manfaat Senam Hamil
1) Memperbaiki sirkulasi.
2) Membangun ketahanan (lebih mampu menghadapi persalinan yang lama).
3) Senam Kegel dapat membantu meningkatkan elastisitas dan penyembuhan
post partum (Arlene Eisenberg, 2000:137).
4) Membentuk sikap yang tenang dan baik serta mekanik tubuh yang baik selama
dan setelah persalinan.
5) Mengurangi bengkak-bengkak.
6) Mengurangi resiko gangguan gastrointestinal, termasuk, sembelit.
7) Mengurangi kejang kaki.
8) Membantu mengontrol berat badan.
26
9) Mencegah terjadinya kelainan letak, seperti posisi sungsang bisa diperbaiki
dengan berbagai gerakan.
10) Dapat membantu mempersiapkan mental menjelang melahirkan, melalui
latihan mengendurkan perasaan cemas.
11) Mencegah terjadinya primer gestasional diabetes melitus.
12) Membantu pada saat kala II menjadi lebih pendek.
13) Membantu memperoleh relaksasi tubuh yang sempurna dengan memberikan
latihan-latihan kontraksi dan relaksasi.
14) Melatih dan mengusai pernafasan yang berperan penting selama kehamilan
dan proses persalinan.
15) Memperkuat dan mempertahankan elastisitas otot-otot dinding perut,
ligamentum, otot-otot dasar panggul dan otot-otot paha bagian dalam.
2.4.4 Syarat Mengikuti Senam Hamil
Diikuti mulai umur kehamilan 22 minggu, seizin dan sepengetahuan dokter yang
merawat, yaitu sebagai berikut :
1) Latihan I untuk kehamilan minggu 22-25
2) Latihan II untuk kehamilan minggu 26-30
3) Latihan III untuk kehamilan minggu 30-34
4) Latihan IV untuk kehamilan minggu > 35
Dalam latihan senam dianjurkan memakai baju senam yang mempermudah
gerakan-gerakam senam hamil. Selama mengikuti senam hamil juga harus
memperhatikan kebutuhan cairan dan kalori sesuai dengan kebutuhan selama
hamil. Senam dilaksanakan selama 20 – 30 menit untuk setiap babak, sebaiknya
dilakukan secara teratur dan disiplin.
27
Senam harus dihentikan bila terdapat keluhan dan gejala sebagai berikut :
1) Timbul rasa nyeri terutama nyeri dada, nyeri kepala dan nyeri pada
persendiaan.
2) Kontraksi rahim yang lebih sering.
3) Perdarahan pervaginam, keluar cairan ketuban.
4) Nafas pendek yang berlebihan.
5) Denyut jantung yang meningkat (> 140 x/mnt).
6) Mual dan muntah menetap.
7) Kesulitan berjalan.
8) Pembengkakan yang menyeluruh.
9) Aktifitas jantung yang berkurang.
Sedangkan ibu hamil yang tidak diperbolehkan mengikuti senam hamil, adalah
ibu yang mempunyai penyakit sebagai berikut :
1) Absolut
(1) Penyakit jantung yang aktif
(2) Gagal jantung
(3) Penyakit rematik
(4) Tromboplebitis
(5) Emboli paru
(6) Penyakit infeksi acut
(7) Tidak pernah ANC
(8) Preeklampsi
(9) Resiko kehamilan prematur
(10) Perdarahan pervaginam
28
(11) Pecahnya ketuban
(12) Gangguan pertumbuhan janin
(13) Riwayat obstetri yang jelek
(14) Hypertensi berat
(15) Gawat janin
2) Relatif
(1) Anemi
(2) Kelainan darah
(3) Kencing manis
(4) Letak sungsang pada trimester akhir
(5) Obesitas
(6) BBLR pada partus sebelumnya
(7) Gemelli
(8) Lingkungan yang panas
2.4.5 Latihan-latihan yang Dikerjakan Pada Senam Hamil
1) Latihan pendahuluan
Tujuannya adalah untuk mengetahui daya kontraksi otot-otot tubuh, luas gerakan
persendian dan mengurangi serta menghilangkan rasa nyeri.
2) Latihan inti, yang terdiri dari :
(1) Latihan pembentukan sikap tubuh
(2) Latihan kontraksi dan relaksasi
(3) Latihan pernafasan
29
3) Latihan penenangan dan relaksasi
Latihan penenangan bertujuan untuk menghilangkan tekanan (stress) pada
waktu melahirkan dan latihan relaksasi berguna untuk memberikan ketenangan
dan mengurangi nyeri oleh His, karena itu dapat dilakukan pada kala pendahuluan
dan kala pembukaan.
Latihan penenangan ini juga dapat membatu agar mulut rahim / kandungan
dapat membuka dengan wajar dan cepat sehinga proses persalinan dapat berjalan
lancar.
30
2.5 Kerangka Konsep
Keterangan :
: Diteliti
: Tidak diteliti
Faktor eksternal seperti lingkungan fisik, lingkungan sosial, lingkungan
budaya, lingkungan ekonomi (alokasi dana), kebijakan Pemerintah, dan peran
bidan, sangat mendukung terhadap keaktifan ibu dalam melakukan senam hamil,
begitu juga faktor internal yaitu pengetahuan, sikap dan pendidikan ibu sangat
menentukan apakah ibu tersebut mau melakukan senam atau tidak.
Persalinan
Lancar Kurang/ Tidak lancar
Faktor eksternalLingkungan fisik
Lingkungan Sosial BudayaEkonomi
alokasi danaLingkungan politik
KebijakanPeran Bidan
Faktor internalTingkat kecerdasan
PendidikanPengetahuan
Tingkat EmosionalSikapanggapan
Jenis kelamin
Keaktifan ibu dalam melakukan senam hamil
31
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian adalah suatu cara memecahkan masalah menurut metode
kelimuan (Nursalam @ Pariani. S, 2002:135). Pada bab ini akan dijelaskan
tentang desain penelitian, kerangka operasional, identifikasi variabel, definisi
operasional, sampling desain, pengumpulan data, pengolahan data, analisa data,
masalah etika penelitian, dan keterbatasan.
3.1 Desain Penelitian
Desain penelitian adalah seluruh dari perencanaan untuk menjawab
pertanyaan penelitian dan untuk mengantisipasi beberapa kesulitan yang mungkin
timbul selama proses penelitian (Nursalam @ Pariani. S, 2002:54). Dalam hal ini
metode penelitian yang dipakai adalah cross sectional yang artinya peneliti
melakukan observasi atau pengukuran variabel sesaat, dimana variabel yang di
amati dan dikumpulkan dalam variabel yang bersamaan dan dalam waktu yang
tertentu (Soekidjo, 2002:26).
3.2 Kerangka Operasional
Keterangan :
: Diteliti
: Tidak diteliti
32
Pendidikan ibu
Pengetahuan ibu
Sikap ibu
Keaktifan ibu dalam
melakukan senam
hamil
3.3 Identifikasi Variabel
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai diri, sifat atau ukuran yang
dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep pengertian
tertentu (Soekidjo. N, 2002:70). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah variabel bebas (variebel independent), yang artinya adalah faktor yang
diduga sebagai faktor yang mempengaruhi variabel dependen, dalam penelitian ini
variabel bebasnya adalah pendidikan, pengetahuan, dan sikap ibu.
3.4 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati
dari sesuatu yang didefinisikan tersebut (Nursalam @ Pariani. S, 2000). Adapun
definisi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
VariabelDepinisi
OperasionalParameter Alat ukur
Skala
PengukuranSkor
1. Pendidikan Jenjang
pendidikan
yang telah
ditempuh
responden
Pendidikan yang
telah ditempuh oleh
responden :
1) Tidak tamat SD
2) Tamat SD
3) SMP
4) SMA
5) Diploma/ PT
Kuesioner Ordinal 1. Rendah, bila :
Tidak tamat SD
SD
SMP
2. Menengah / sedang
bila :
Tamat SMA
3. Tinggi, bila :
Diploma / PT
2. Pengetahuan Kemampuan
pemahaman
responden
terhadap
senam hamil
1) Pengertian
senam hamil
2) Tujuan senam
hamil.
3) Manfaat senam
hamil.
4) Pengetahuan
tentang ibu-ibu
Kuesioner Ordinal 3 = Bila bisa
menjawab 15-20
soal dengan
benar, kategori
baik (76-100%
soal benar).
2 = Bila bisa
menjawab -4 soal
33
yang tidak
melakukan
senam hamil.
5) Latihan-latihan
yang dilakukan
dalam senam
hamil.
dengan benar,
kategori cukup
(56-75% soal
benar).
= Bila bisa
menjawab 8-0
soal dengan
benar, kategori
kurang (40-55%
soal benar).
0 = Bila menjawab <
8 soal yang benar
(< 40% dari
soal).
3. Sikap Perasaan
menolak atau
menerima
terhadap
pelaksanaan
senam hamil
Penilaian
responden tentang :
1) Pentingnya
senam hamil.
2) Keteraturan ibu
dalam
melakukan
senam hamil
Kuesioner
dengan
skala likert
Nominal Menerima =
Menolak = 0
STS = 0
TS =
R = 2
S = 3
SS = 4
(favourable), jika
skor t 50.
(anfovorable), jika
skor t 50.
3.5 Sampling Desain
Sampling adalah cara atau metode pengambilan sampel atau suatu proses
dalam menyeleksi proporsi dari populasi untuk mewakili populasi (Nursalam @
Pariani. S, 2000). Sampling dalam penelitian ini menggunakan non probality
sampling, adalah pengambilan sampel yang tidak didasarkan atas kemungkinan
yang dapat diperhitungkan, tetapi semata-mata hanya berdasarkan kepada segi-
segi kepraktisan belaka.dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu
34
suatu pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti
sendiri, berdasarklan ciri atau sifat-aifat populasi yang sudah diketahui
sebelumnya. Caranya, mula-mula peneliti menidentifikasi semua karakteristik
populasi, kemudian peneliti menetapkan berdasarkan pertimbangan tertentu, lalu
sebagian dari anggota populasi menjadi sampel penelitian. (Soekidjo. N,
2002:89). Kelompok yang diambil dalam sampel ini terdiri dari kelompok ibu
hamil yang berada di wilayah kerja Puskesmas Tanah Merah Bangkalan.
3.5.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau objek yang diteliti
(Notoatmodjo. S, 2002:79). Pada penelitian ini populasinya adalah ibu-ibu hamil
yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Merah dan yang ada di Puskesmas
Pembantu Poter.
3.5.2 Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti yang
dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo. S, 2002:79.
3.5.3 Kriteria Sampel
Adalah kriteria sampel yang dapat dimasukkan atau yang layak untuk diteliti
(Nursalam @ Pariani. S, 2002:37), adalah :
1) Kriteria inklusi :
(1) Ibu hamil yang ada di wilayah kerja Puskesmas Tanah Merah.
(2) Ibu hamil yang kooperatif.
(3) Ibu hamil yang bersedia dijadikan responden.
35
2) Kriteria eksklusi
Adalah kriteria sampel yang tidak layak untuk diteliti menjadi sampel (Nursalam
@ Pariani. S, 2002:37), adalah :
(1) Ibu hamil yang ada di wilayah kerja Puskesmas Tanah Merah.
(2) Ibu hamil yang tidak kooperatif.
(3) Ibu hamil yang tidak bersedia dijadikan responden.
3.5.4 Jumlah Sampel
Dalam penelitian ini berhubung jumlah populasinya sebesar .275 ibu hamil,
maka peneliti mengambil sampel di dua tempat, yaitu di KIA Puskesmas Tanah
Merah Bangkalan dan di Puskesmas Pembantu Poter. Untuk di KIA Puskesmas
Tanah Merah sendiri peneliti mengambil sampel sebesar 35 ibu hamil sedangkan
di Puskesmas Pembantu Poter, peneliti mengambil sampel sebesar 25 ibu hamil.
3.6 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah Puskesmas Tanah Merah Bangkalan, sedangkan
waktu penelitian dilaksanakan selama 6 bulan, mulai bulan Desember sampai
dengan bulan Mei 2004.
3.7 Cara Pengumpulan Data
Setelah mendapat ijin dari Dinas Kesehatan dan Kepala Puskesmas Tanah
Merah Bangkalan, peneliti melakukan pendekatan dengan responden untuk
mendapatkan persetujuan sebagai responden, kemudian peneliti melakukan
pengumpulan data dengan cara menyebar kuesioner untuk di isi yang kemudian
ditarik lagi oleh peneliti.
36
3.8 Pengolahan Data
Setelah kuesioner di isi oleh responden dan ditarik kembali oleh peneliti, data
yang telah di peroleh kemudian di olah dengan cara :
3.8.1 Editing
Yaitu meneliti kembali jawaban responden untuk mengetahui jawaban tersebut
sudah cukup baik dan dapat disiapkan untuk keperluan proses berikutnya.
3.8.2 Coding
Usaha untuk mengklasifikasikan jawaban responden menurut macam-macamnya
dalam bentuk angka.
3.8.3 Tabulating
Data tersebut di tabulasi dalam bentuk tabel menurut sifat-sifatnya
3.8.4 Analisa data
Tehnik dan analisa data untuk aspek pendidikan, pengetahuan, sikap
menggunakan analisis univariate yang menghasilkan prosentase dari setiap
variabel. Setelah data dikumpulkan, selanjutnya adalah sebagai berikut :
1) Data pendidikan
Untuk menganalisis data tingkat pendidikan, dituangkan dalam bentuk tabel
silang yang berisi pengklasifikasian hasil tabulasi menurut dua kategori yaitu
tingkat pendidikan rendah dan tinggi.
(1) Termasuk ketegori pendidikan rendah, bila :
Tidak tamat SD
Tamat SD
Tamat SMP
37
(2) Termasuk kategori pendidikan menengah/sedang, bila :
Tamat SMA
(3) Termasuk kategori pendidikan tinggi, bila :
Diploma / Perguruan Tinggi (PT)
2) Pengetahuan
Untuk data pengetahuan secara umum dituangkan dalam tabel distribusi
frekuensi yang berisikan hasil tabulasi data (dari 20 soal), yang mana untuk
jawaban benar (B) diberi skor dan jawaban yang salah (S) diberi skor 0,
kemudian hasilnya diklasifikasikan menurut kategori :
(1) Baik : 76% - 00% (5-20 soal benar)
(2) Cukup : 56% - 75% (-4 soal benar)
(3) Kurang : 40% - 55% (8-0 soal benar)
(4) Sangat kurang : < 40% (< 8 soal benar)
(Arikunto. S, 997:246).
Sedangkan untuk menganalisa data pengatahuan perparameter dituangkan
dalam tabel silang yang berisi pengklasifikasian hasil tabulasi menurut kategori :
(1) Tentang pengertian (4 soal)
Baik : 4 soal benar
Cukup : 3 soal benar
Kurang : 2 soal benar
Sangat kurang : soal benar / salah semua
38
(2) Tentang manfaat (4 soal)
Baik : 4 soal benar
Cukup : 3 soal benar
Kurang : 2 soal benar
Sangat kurang : soal benar / salah semua
(3) Tentang latihan-latihan yang dikerjakan (5 soal)
Baik : 4 – 5 soal benar
Cukup : 3 soal benar
Kurang : 2 soal benar
Sangat kurang : soal benar / salah semua
(4) Tentang pengetahuan ibu tentang syarat-syarat mengikuti senam hamil (7
soal)
Baik : 6 -7 soal benar
Cukup : 4 - 5 soal benar
Kurang : 2 - 3 soal benar
Sangat kurang : soal benar / salah semua
Hasil pengklasifikasian data dari 60 responden ini kemudian di prosentasikan.
39
3) Data sikap
Untuk data ini tabulasi dari 0 soal yang diambil dari 60 responden menggunakan
skor skala likert yaitu :
Pernyataan positif (+) Pernyataan negatif (-) Keterangan
STS : 0
TS :
N : 2
S : 3
SS : 4
STS : 4
TS : 3
N : 2
S :
SS : 0
STS : Sangat Tidak Setuju
TS : Tidak Setuju
RR : Ragu-ragu
S : Setuju
SS : Sangat Setuju
Kemudian hasil tabulasi ini digunakan untuk menentukan kategori perannya
dengan terlebih dahulu dihitung dengan memakai rumus skor T.
T = 50 + 0
Keterangan : x = Skor responden yang akan diubah skala T
= Nilai mean
S = Nilai standart deviasi.
Kemudian hasil tabulasi dikelompokkan sesuai kategori :
(1) Menerima (Favourable) :Skor T 50
(2) Menolak (unfavourable) :Skor T < 5
40
3.9 Masalah Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini peneliti mendapatkan rekomendasi dari
Dinas Kesehatan Kabupaten Bangkalan, Kepala Puskesmas Tanah Merah
Bangkalan untuk mendapatkan persetujuan, barulah peneliti melakukan penelitian
dengan menekankan pada masalah etika penelitian, yang meliputi :
3.9.1 Lembar Persetujuan Menjadi Responden (Informed Concent)
Saat pengambilan sampel terlebih dahulu peneliti meminta ijin pada setiap
subyek yang akan diteliti baik secara lisan maupun lembar persetujuan atas
kesediaan dijadikan subyek penelitian.
3.9.2 Tanpa Nama (Anominity)
Subyek tidak perlu mencamtumkan nama dalam kuesioner untuk menjaga
privacy, untuk mengetahui keikutsertaan subyek, peneliti menulis kode pada
masing-masing lembar.
3.9.3 Kerahasiaan (Confidentiality)
Peneliti harus menjamin kerahasiaan subyek yang diteliti dengan tidak
membeberkan sesuatu hal yang tidak layak diaungkapkan dari hasil jawaban
keusioner kepada orang lain.
41
3.10 Keterbatasan
Adalah suatu kelemahan dan hambatan dalam penelitian, adapun keterbatasan
yang dihadapi oleh peneliti adalah sebagai berikut :
3.10.1 Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner memiliki jawaban
yang tidak banyak di pengaruhi oleh sikap dan harapan-harapan pribadi
yang bersifat subyektif.
3.10.2 Tenaga, sarana, dana dan waktu penelitian yang terbatas.
42
BAB 4
HASIL
Pada bab ini akan diuraikan tentang diskripsi daerah penelitian yang
dilaksanakan di Puskesmas Tanah Merah Kabupaten Bangkalan, mulai tanggal 3
Mei 2004 sampai dengan 20 Mei 2004. hasil penelitian ini merupakan gambaran
karakteristik responden dari variabel yang diteliti meliputi pendidikan,
pengetahuan dan sikap yang disajikan dalam bentuk prosentase dan penjelasan
dari masing-masing karakteristik.
4.1 Data Umum
Lokasi penelitian dilaksanakan di wilayah Desa Tanah Merah kabupaten
Bangkalan. Berdasarkan data dari kantor puskesmas Tanah Merah Kabupaten
Bangkalan, kami dapat menggambarkan sekilas tentang wilayah kerja Puskesmas
Tanah Merah.
4.1.1 Data Geografi
Wilayah Puskesmas Tanah Merah terdiri dari wilayah dataran rendah
dengan luas 68 km2 dan dataran tinggi dengan luas 04 km2. Puskesmas Tanah
Merah berbatasan dengan : sebelah utara Kecamatan Geger dengan jarak 3 km,
sebelah selatan berbatasan dengan kecamatan Kwanyar dengan jarak 0 km,
sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Trageh dan Burneh dengan jarak 0
km, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Galis dengan jarak 7 km.
diwilayah Puskesmas Tanah Merah terdiri dari 23 Desa yang bersifat geografis.
43
4.1.2 Data Demografi
Jumlah penduduk seluruhnya 56.042 jiwa yang terdiri dari laki-laki 26.474 jiwa
dan perempuan 29.568 jiwa.
4.1.3 Data Sasaran
Dari jumlah perempuan yang ada di wilayah kerja Puskesmas Tanah Merah, di
dapatkan 28 ibu hamil dan didapatkan sampel sebanyak 60 ibu hamil.
4.2 Data Khusus
4.2.1 Pendidikan
Tabel 4.1 Distribusi frekwensi tingkat pendidikan responden di wilayah kerja Puskesmas Tanah Merah pada bulan Mei 2004
TingkatPendidikan
Hasil
Jumlah Prosentase (%)Tinggi
Menengah/sedang
Rendah
3
7
50
5
11,7
83,3
Total 60 100
Sumber : Data primer (2004) yang diolah
Dari tabel 4.1 diatas diketahui bahwa mayoritas responden mempunyai
tingkat pendidikan rendah, yaitu sebanyak 50 orang (83,33%) sedangkan
responden yang mempunyai tingkat pendidikan menengah 7 orang (11,7 %), dan
yang tingkat pendidikan tinggi sebanyak 3 orang (5%).
44
4.2.2 Tingkat Pengetahuan
Tabel 4.2Distribusi frekwensi tingkat pengetahuan responden di wilayah kerja Puskesmas Tanah Merah pada bulan Mei 2004
TingkatPengetahuan
Hasil
Jumlah Prosentase (%)Baik
Cukup
Kurang
Sangat kurang
16
17
21
6
26,66
28,33
35
10
Total 60 100
Sumber : Data primer (2004) yang diolah
Dari tabel 4.2 diatas dapat diketehui bahwa mayoritas responden
mempunyai tingkat pengetahuan kurang yaitu sebanyak 21 orang (35%),
responden yang berpengetahuan baik sebanyak 16 orang (26,66%),
berpengetahuan cukup sebanyak 17 orang (28,33%), dan berpengetahuan sangat
kurang sebanyak 6 orang (10%).
4.2.3 Sikap
Tabel 4.3Distribusi frekwensi sikap responden terhadap pelaksanaan senam hamil di wilayah kerja Puskesmas Tanah Merah pada bulan Mei 2004
SikapResponden
Hasil
Jumlah Prosentase (%)Menerima
menolak
27
33
45
55
Total 60 100
Sumber : Data primer (2004) yang diolah
Dari tabel 4.3 diatas diketahui bahwa mayoritas responden mempunyai
sikap menolak terhadap pelaksanaan senam hamil, yaitu sebanyak 33 orang (55%)
sedangkan yang menerima sebanyak 27 orang (45%).
45
BAB 5
PEMBAHASAN
5.1 Pendidikan
Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa mayoritas responden mempunyai
tingkat pendidikan rendah, yaitu sebanyak 50 orang (83,3 %), sedangkan yang
mempunyai tingkat pendidikan tinggi hanya 3 orang (5 %).
Fakta yang sering ditemukan di masyarakat kita bahwa faktor pendidikan
membuat saran seseorang dapat dijadikan pertimbangan dalam suatu proses
pengambilan keputusan, dalam hal ini adalah usaha pelaksanaan senam hamil bagi
dirinya.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Kunjtoroningrat (1997) yang dikutip oleh
Nursalam dan Pariani yang menyatakan bahwa makin tinggi tingkat pendidikan
seseorang, maka makin mudah menerima informasi, sehingga makin banyak pula
pengatahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan
menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai baru yang
diperkenalkan.
Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang
menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kwalitas hidup. Pada
umumnya semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan semakin baik pula tingkat
pengetahuannya. Menurut Y.B Mantra yang dikutip oleh Nursalam (2001)
Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk perilaku akan pola hidup,
terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan
kesehatan. Untuk itu melalui pendidikan diharapkan seseorang mampu
46
meningkatkan kemampuan intelektual, mampu membebaskan diri dari
keterbelakangan, serta menghargai kemajuan yang antara lain memberikan
perubahan yang berkesinambungan.
5.2 Pengetahuan
Berdasarkan hasil tabulasi tingkat pengetahuan responden pada tabel 4.2
didapatkan gambaran bahwa mayoritas responden mempunyai tingkat
pengetahuan kurang, yaitu sebanyak 21 orang (35 %), sedangkan yang
berpengetahuan baik sebanyak 16 orang (26,66 %).
Dari data diatas menggambarkan bahwa tingkat pengetahuan responden
sebagian besar adalah kurang. Kurangnya pengetahuan ibu tentang senam hamil
ini tidak terlepas dari proses adopsi pengetahuan yang dikemukakan oleh Rogers
(1974) yang terdiri dari lima tahap, diantaranya menyebutkan bahwa pertama kali
seseorang berusaha tahu akan suatu materi melalui informasi, media massa, media
cetak maupun media yang lain. Dengan rasa tahunya tersebut akan menimbulkan
rasa tertarik untuk tahu lebih banyak. Setelah itu dia akan menimbang-nimbang
untung ruginya dari materi yang didapat. Apabila dia memutuskan bahwa materi
tersebut menguntungkan, maka ia akan mencoba untuk mempraktekkan, jika hasil
yang dirasakan memuaskan, maka dengan sendirinya dia menerima materi
tersebut dan begitu pula sebaliknya.
Selain itu pengetahuan tidak hanya dipengaruhi oleh proses adopsi saja, ada
faktor lain yang mempengaruhi proses penerimaan pengetahuan. Menurut Y.B
Mantra (1994:3) bahwa untuk memperoleh suatu pengetahuan, tidak terlepas dari
proses penerimaan pengetahuan yang baru (inovasi). Selain itu situasi masyarakat
dimana individu itu hidup juga sangat berpengaruh. Apakah masyarakatnya
47
termasuk masyarakat yang sudah maju atau masih tradisional. Hal ini bisa saja
terjadi, mengingat kondisi masyarakat diwilayah Tanah Merah mayoritas
penduduknya dengan lingkungan tradisional, sehingga akan sulit sekali bagi
mereka untuk mengadopsi pengetahuan tentang senam hamil.
Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indra manusia yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, raba dan
telinga. Pengetahuan menimbulkan minat seseorang untuk mengenal lebih jauh
tentang obyek/topik (Solita S, 1997:7). Sehingga dapat dimengerti apabila
seseorang jarang atau tidak pernah mendapatkan informasi tentang senam hamil
sebagai kegiatan penginderaan terhadap suatu obyek, sulit sekali bagi mereka
untuk menaruh minat sebagai upaya untuk mengetahui lebih dalam tentang senam
hamil. Adanya kegiatan-kegiatan seperti penyuluhan, promosi, praktek senam
hamil dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang senam hamil.
5.3 Sikap
Berdasarkan hasil tabulasi sikap responden terhadap pelaksanaan senam hamil
pada tabel 4.2 didapatkan gambaran bahwa mayoritas responden mempunyai
sikap menolak terhadap pelaksanaan senam hamil, yaitu sebanyak 33 orang (55
%), sedangkan yang menerima sebanyak 27 orang (45 %).
Sikap responden yang menolak tersebut bisa disebabklan oleh beberapa faktor,
antara lain faktor pendidikan. Y.B Mantra menyatakan bahwa "Pendidikan dapat
mempengaruhi seseorang akan pola hidup, terutama dalam memotivasi sikap
untuk berperan serta dalam pembangunan masyarakat". Begitu juga dengan faktor
pengetahuan, makin tinggi tingkat pengetahuan seseorang, maka makin mudah
48
menerima informasi, sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki.
Sebaliknya pengetahuan yang kurang akan menghambat perkembangna sikap
seseorang akan nilai-nilai baru yang diperkenalkan. Hal ini dikemukakan oleh
Kunjoroningrat (1997) yang dikutip oleh Nursalam dan Siti pariani (2001:33)
Namun pada kenyataannya tidak jarang orang yang mempunyai tingkat
pendidikan dan pengetahuan tinggi, menolak terhadap inovasi yang diberikan,
walaupun mereka sudah benar-benar mengerti tentang manfaat yang diperoleh
dari inovasi tersebut, dalam hal ini tentang senam hamil. Hal ini bisa saja terjadi
mengingat sikap seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh kedua faktor tersebut
diatas, yaitu tingkat pendidikan dan pengetahuan saja, melainkan masih banyak
hal yang turut mempengaruhi pembentukan sikap, sebab dalam interaksi sosialnya
individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai obyek
psikologis yang dihadapinya.
Diantara beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukasn sikap antara lain
faktor pengalamam pribadi. Menurut Middle Brook (1974) mengatakan bahwa
tidak ada pengalamam sama sekali dengan suatu obyek psikologis cenderung akan
membentuk sikap reaktif terhadap suatu obyek tertentu. Begitu juga dengan
pengaruh orang lain yang dianggap penting dalam hal ini adalah bidan puskesmas
setempat. Instruksi bidan dapat menjadi sumber motivasi keaktifan ibu dalam
melaksanakan senam hamil sebab adanya anggapan bahwa segala program yang
diberikan kepada masyarakat pasti mempunyai manfaat.
Yang tidak kalah pentingnya adalah pengaruh kebudayaan setempat.
Kebudayaan dimana individu hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar
terhadap pembentukan sikap individu tersebut. Karena kebudayaanlah yang
49
memberi corak pengalaman individu-individu yang menjadi anggota anggota
kelompok masyarakat asuhannya. Kenyataan ini bisa saja kita mengerti sebab
pelaksanaan senam hamil masih belum membudaya dimasyarakat setempat,
sehingga akan sulit bagi mereka untuk menerima dan mendukung
pelaksanaannya.
Faktor media massa sebagai sarana komunikasi seperti televisi, radio, surat
kabar, majalah mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini kepercayaan
orang. Adanya informasi mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif
baru bagi terbentuknya sikap.
Begitu juga faktor lembaga/ institusi/ Puskesmas setempat. Keaktifan ibu
sangat dipengaruhi oleh adanya sarana/ prasarana serta instruktur senam hamil
yang disediakan. Keberadaan sarana dan instruktur senam hamil yang memadai
dapat meningkatkan minat mereka untuk mempraktekkan senam hamil. Sehingga
walaupun mereka sudah mengetahui dan mengerti tentang senam hamil tetapi bila
tidak ditunjang oleh instruktur senam yang profesional, sulit sekali bagi mereka
untuk mempraktekkan senam hamil tersebut.
50
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang gambaran beberapa
faktor yang mempengaruhi keaktifan ibu untuk melaksanakan senam hamil, maka
dapat diuraikan kesimpulan dan saran sebagai berikut.
6.1 Kesimpulan
Pelaksanaan senam hamil masih sulit diterapkan, hal ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya : tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, dan sikap
ibu yang berkaitan dengan senam hamil. Kondisi ini dikarenakan masih
rendahnya tingkat pendidikan ibu, kurangnya tingkat pengetahuan serta sikap ibu
yang mayoritas menolak terhadap pelaksanaan senam hamil.
6.2 Saran
Saran yang disampaikan peneliti berdasarkan kesimpulan diatas, sebagai berikut :
6.2.1 Ibu dan Keluarga
1) Aktif mengikuti penyuluhan-penyuluhan di posyandu, balai desa, ataupun
organisasi lain (PKK) khususnya tentang senam hamil.
2) Bagi sebagian ibu yang sudah mengetahui tentang senam hamil dan
melaksanakannya, dapat menyalurkan pengetahuan kepada ibu-ibu yang lain.
6.2.2 Bagi Petugas
1) Dapat menyebar luaskan imformasi (penyuluhan) tentang senam hamil dan
manfaatnya.
51
2) Lebih mengaktifkan lagi kegiatan senam hamil.
3) Perlunya kerjasama dengan tokoh-tokoh masyarakat (ibu kades, ibu kasun dan
lain-lain) dalam pelaksanaan senam hamil ini, agar masyarakat bisa dengan
mudah menjadikan mereka sebagai contoh untuk diikuti.
4) Untuk Dinas Kesehatan, diharapkan menyediakan dana /sarana / instruktur,
sesuai dengan program yang berkaitan dengan senam hamil.
5) Dapat melestarikan kegiatan senam hamil secara rutin dan kontinyu
6) Dibentuknya kelompok-kelompok kecil peminat senam hamil diwilayah kerja
Puskesmas Tanah Merah
7) Pemegang program bertanggung jawab mengkondisikan masyarakat untuk
pelaksanaan program senam hamil.
52
DAFTAR PUSTAKA
Aerlin Eisenberg. (2001). Kehamilan Apa Yang Anda Hadapi Bulan Perbulan. EGC. Jakarta.
Anton M. Moeliono, Depdikbud. (1988). Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka.
Arikunto, S. (1998). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Penelitian. PT Rineka Cipta, Jakarta
Bagian Obgyn Universitas Padjajaran. Senam Hamil. Bandung, Universitas Padjajaran.
Depkes RI. (2000). Kesehatan Maternal. Jakarta, Depkes.
Depkes RI. (1993). Asuhan Kebidanan Ibu Dalam Konteks Keluarga, Jakarta, Depkes RI.
Glade B. Curtis MD, FACOG. (1999). Kehamilan di atas Usia 30, Alih Bahasa : Yasmin Asih, Jakarta, Arcan.
Gloria Cyber Minitries. Dunia Wanita. Bersumber dari : http://www.//gloria.com Diakses tanggal 9 Nopember 2003.
Harian Suara Pembaruan : (Nasional-m) 50 Persen Desa Tak Punyu Bidan. Ambon mailto : nasional-m@polarhome. Com. Sun Aug 25 20 : 48 :17 2002. Diakses tanggal 9 Nopember 2003.
IBG Manuaba. (1998). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB, Jakarta, EGC.
IBI. (1996). Profesi Bidan Sebuah Perjalanan Karir, Jakarta, IBI.
Kep. Mankes. RI. No. 900 Mankes SK VII. 2002 Tentang Registrasi dan Praktek Bidan, Jakatra.
Melliana Huliana, A. Md. Keb. (2003). Panduan Menjalani Kehamilan Sehat, Jakarta, Puspa Swara.
Notoatmodjo, S. (1993). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta, Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S(1997). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta, Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta, Rineka Cipta
Nursalam Pariani, S. (1997). Ilmu Kesehatan masyarakat. Jakarta, Rineka Cipta.
53
Rustam Mochtar, MPH. (1998). Sinopsis Obstetri, Jakarta, EGC.
Sumber : Warta Tanah Air, Edisi Juni 2003 Konsultat Jenderal Republik Indonesia 25 Bd Carmegnole 13008 Marseille-France. Telp. 0491230160-Fax. 0491714032. Email:[email protected] dari Website http://www.indonesia-mrs.com. [Diakses tanggal 9 Nopember 2003].
Saifuddin Azwar, MA. (2000). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, edisi II Yogyakarta. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Thomas W. Hanton. (2001). Ibu Kuat Bayi Sehat, Panduan Senam Kebugaran Untuk Wanita Hamil, Jakarta, Raja Gravindo Persada.
54