4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Lansia
Lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun, baik pria
maupun wanita, yang masih aktif beraktivitas dan bekerja ataupun mereka yang tidak berdaya
untuk mencari nafkah sendiri sehingga bergantung kepada orang lain untuk menghidupi
dirinya(Maryam, 2011 ; Nugroho, 2008).
2.1.1.1 Klasifikasi Lansia
Klasifikasi lansia dalam Darmojo, 2009 dibagi menjadi 5, yaitu :
1. Pralansia (Prasenile) adalah seseorang yang berusia antara 45–59 tahun.
2. Lansia adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
3. Lansia Resiko Tinggi adalah seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih dan bermasalah
dengan kesehatannya, seperti menderita rematik, demensia, mengalami kelemahan dan
lain–lain.
4. Lansia Potensial adalah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan / kegiatan
yang dapat menghasilkan barang/jasa.
5. Lansia Tidak Potensial adalah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga
hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
2.1.1.2 Perubahan Proses Menua
Maryam, 2008 menyebutkan pada lansia akan mengalami perubahan yang meliputi perubahan
fisik, sosial, dan psikologis.
1. Perubahan fisik
Perubahan fisik yang dapat ditemukan pada lansia adalah :
a. Sistem saraf pusat (otak) dan saraf otak
Meningen menebal, giri dan sulci otak berkurang kedalamannya. Pada pembuluh darah
terjadi penebalan inti akibat proses aterosklerosis dan tunika media berakibat terjadi
gangguan vaskularisasi otak yang dapat menyebabkan stroke dan demensia vaskuler
sedangkan pada daerah hipotalamus menyebabkan terjadinya gangguan saraf otak
akibat pengaruh berkurangnya berbagai neurotransmitter (Martono,2009).
b. Kardiovaskuler : kemampuan memompa darah menurun, elastis pembuluh darah
menurun, meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer sehingga tekanan darah
meningkat.
5
c. Respirasi : elastisitas paru menurun, kapasitas residu meningkat sehingga menarik napas
lebih berat, dan terjadi penyempitan bronkus.
d. Persyarafan : saraf panca indra mengecil sehingga fungsinya menurun serta lambat
dalam merespon dan waktu bereaksi khususnya yang berhubungan dengan stres.
e. Muskuloskeletal : cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh (osteoporosis),
bungkuk (kifosis), persendian membesar dan menjadi kaku.
f. Gastrointestinal : esofagus membesar, asam lambung menurun, lapar menurun, dan
peristaltik menurun.
g. Vesika urinaria : otot-otot melemah, kapasitasnya menurun, dan retensi urine.
h. Kulit : keriput serta kulit kepala dan rambut menipis, elastisitas menurun, vaskularisasi
menurun, rambut memutih (uban), dan kelenjar keringat menurun.
(Nugroho, 2011)
2. Perubahan sosial
Perubahan fisik yang dialami lansia seperti berkurangnya fungsi indera pendengaran,
penglihatan, gerak fisik, dan sebagainya menyebabkan gangguan fungsional atau bahkan
kecacatan pada lansia, sehingga sering menimbulkan keterasingan. Keterasingan ini akan
menyebabkan lansia semakin depresi, menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain
(Darmojo, 2009).
3. Perubahan psikologis
Perubahan psikologis pada lansia meliputi short term memory, frustasi, kesepian, takut
kehilangan kebebasan, takut menghadapi kematian, perubahan keinginan, depresi, dan
kecemasan (Maryam, dkk, 2008).
2.1.2 Depresi
Depresi merupakan gangguan suasana hati atau mood yang dalam edisi DMS (Dignostic and
Statistical Manual of Mental Disorders) yang dikenal sebagai gangguan afektif
(Kaplan&Sadock,2010).Depresi merupakan perubahan fungsi psikososial yang sering terjadi
pada lansia. Para gerontologis telah mengembangkan teori untuk menjelaskan fenomena
depresi pada lansia, mereka menemukan terminologi terbaru untuk depresi, yakni depresi
akhir kehidupan (late life depression) (Miller, 2004).
2.1.2.1 Tanda dan Gejala Depresi
PPDGJ-III (Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa III) dalam penelitian
Trisnapati (2011) yang menyebutkan depresi gejala menjadi utama dan lainnya seperti
dibawah ini:
6
Gejala utama :
1. Perasaan depresif atau perasaan tertkan
2. Kehilangan minat dan semangat
3. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
Gejala lain meliputi :
1. Konsentrasi dan perhatian berkurang
2. Perasaan bersalah dan tidak berguna
3. Tidur terganggu
4. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
5. Perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri
6. Pesimistik
7. Nafsu makan berkurang
2.1.2.2 Tingkat Depresi
Berpedoman pada PPDGJ III dalam penelitian Trisnapati (2011) dijelaskan bahwa,depresi
digolongkan sebagai berikut,yaitu:
1. Ringan, sekurang–kurangnya harus ada dua dari tiga gejala depresi ditambah dua dari
gejala diatas ditambah dua darigejala lainnya namun tidak boleh ada gejala berat
diantaranya.Lama periode depresi sekurang–kurangnya selama dua minggu.Hanya
sedikit kesulitan kegiatan sosial yang umum dilakukan.
2. Sedang,sekurang–kurangnya harus ada dua dari tiga gejala utama depresi seperti pada
episode depresi ringan ditambah tiga atau empat dari gejala lainnya. Lama episode
depresi minimum dua minggu serta menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan
kegiatan sosial.
3. Berat, tanpa gejala psikotik yaitu semua tiga gejala utama harus ada ditambah sekurang-
kurangnya empat dari gejala lainnya. Lama episode sekurang–kurangnya dua minggu
akan tetapi apabila gejala sangat berat dan onset sangat cepat maka dibenarkan untuk
menegakkan diagnosa dalam kurun waktu dalam dua minggu. Orang sangat tidak
mungkin akan mampu meneruskan kegiatan sosialnya.
Faktor yang mempengaruhi depresi seperti psikodinamik, psikososial,dan biologis semuanya
berperan penting dalam pengendalian impuls (Kaplan&Sadock, 2011).
2.1.2.3 Penyebab Depresi
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) dalam Azizah, 2011, faktor penyebab depresi adalah:
2.1.2.3.1 Faktor Predisposisi
a. Faktor genetik
b. Teori agresi menyerang ke dalam, bahwa depresi terjadi karena perasaan marah yang
7
ditujukan kepada diri sendiri
c. Teori kehilangan obyek, bahwa depresi terjadi akibat perpisahan traumatika individu
dengan benda atau yang sangat berarti
d. Teori organisasi kepribadian, bahwa depresi terjadi akibat konsep diri yang negatif dan
harga diri rendah mempengaruhi sistem keyakinan dan penilaian seseorang terhadap
stresor
e. Model kognitif, depresi merupakan masalah kognitif yang didominasi oleh evaluasi
negatif seseorang terhadap diri seseorang, dunia seseorang, dan masa depan seseorang.
f. Model ketidakberdayaan yang dipelajari, menunjukkan bahwa bukan semata–mata trauma
menyebabkan depresi tetapi keyakinan bahwa seseorang tidak mempunyai kendali
terhadap hasil yang penting dalam kehidupannya, oleh karena itu ia mengulang respon
yang tidak adaptif.
g. Model perilaku, penyebab depresi terletak pada kurangnya keinginan positif dalam
berinteraksi dengan lingkungan
h. Model biologik, perubahan kimia dalam tubuh yang terjadi selama depresi, termasuk
defisiensi katekolamin, disfungsi endokrin, hipersekresi kortisol, dan variasi periodik
dalam irama biologis.
2.1.2.3.2 Stresor Pencetus
Ada 4 sumber utama stresor yang dapat mencetuskan gangguan alam perasaan menurut Stuart
dan Sundeen (1998) dalam Azizah, 2011, yaitu :
a. Kehilangan cinta, seseorang, fungsi fisik, kedudukan, atau harga diri.
b. Peristiwa besar dalam kehidupan yang mempunyai dampak terhadap masalah-masalah
yang dihadapi sekarang dan kemampuan menyelesaikan masalah
c. Peran dan ketegangan peran, terutama pada wanita
d. Perubahan fisiologik diakibatkan oleh obat-obatan atau berbagai penyakit fisik.
2.1.2.3.3 Penyebab Depresi pada lanjut usia
Depresi pada lansia merupakan permasalahan kesehatan jiwa yang serius dan kompleks, tidak
hanya dikarenakan aging process tetapi juga faktor-faktor lain yang saling terkait. Menurut
Samiun (2006) dalam Azizah (2011) ada 5 pendekatan yang menjelaskan terjadinya depresi
yaitu:
2.1.2.3.1 Pendekatan Psikodinamik
Salah satu kebutuhan manusia adalah kebutuhan mencintai dan dicintai, rasa aman dan
terlindungi, keinginan untuk dihargai, dihormati, dan lain-lain. Menurut Hawari (1996),
seseorang yang kehilangan akan kebutuhan afeksional tersebut (loss of love object) dapat jatuh
ke dalam kesedihan yang dalam.
8
2.1.2.3.2 Pendekatan Perilaku Belajar
Salah satu hipotesis untuk menjelaskan depresi pada lansia adalah individu yang kurang
mendapatkan hadiah (reward) dan hukuman (punishment) yang lebih banyak dibandingkan
individu yang tidak depresi (Lewinsohn, 1974; Libet & Lewinsohn, 1977; Samiun, 2006).
Dampak dari kurang hadiah dan hukuman yang lebih banyak ini mengakibatkan lansia
merasakan kehidupan yang kurang menyenangkan, kecenderungan memiliki self-esteem
yang kurang dan mengembangkan self-concept yang rendah.
2.1.2.3.3 Pendekatan Kognitif
Menurut Beck (1967; 1976); Samiun (2006), seseorang yang mengalami depresi karena
memiliki kemapanan kognitif yang negatif (negative cognitive sets) untuk
menginterpretasikan diri sendiri, dunia dan masa depan mereka. Akibat dari persepsi yang
negatif, individu akan memiliki self concept sebagai orang yang gagal, menyalahkan diri,
merasa masa depannya suram dan penuh dengan kegagalan.
2.1.2.3.4 Pendekatan Humanistik-Eksistensial
Teori humanistik dan eksistensial berpendapat bahwa depresi terjadi karena adanya
ketidakcocokan antara reality self dan ideal self . Individu yang menyadari jurang yang
dalam antara reality self dan ideal self dan tidak dapat dijangkau, sehingga menyerah
dalam kesedihan dan tidak berusaha mencapai aktualisasi diri.
2.1.2.3.5 Pendekatan Fisiologis
Teori fisiologis menerangkan bahawa depresi terjadi karena aktifitas neurologis yang rendah
(neurotransmitter noreepinefrin dan serotonin) pada sinaps-sinaps otak yang berfungsi
mengatur kesenangan. Neurotransmitter ini memainkan peranan yang penting dalam fungsi
hipotalamus, seperti mengontrol tidur, selera makan, seks, dan tingkah laku motor (Sachar,
1982; Samiun, 2006), sehingga seringkali seseorang mengalami depresi disertai dengan
keluhan-keluhan tersebut.
2.1.2.4 Skala Pengukuran Depresi pada lanjut usia
Pentingnya mendeteksi depresi semakin disadari apalagi depresi yang terjdi pada lansia sulit
diketahui.Untuk itu alat pendeteksi depresi dibuat untuk memudahkan professional kesehatan
mendeteksi gejala depresi. Nama instrument pendeteksi ini adalah Geriatric Depression
Scale yang terdiri dari 30 pertanyaan untuk melihat screening oleh Sherry A.Greenberg,
PhD(c), MSN, GNP-BC, Harthford Institute for Geriatric Nursing, NYU College of Nursing.
Skala GD Sini awalnya sudah diuji dan digunakan secara intensiv oleh populasi sebelumnya
oleh Yessevageet.All.
9
GDS menggunakan format laporan sederhana yang diisi sendiri dengan menjawab “ya”
atau “tidak” setiap pertanyaan, yang memrlukan waktu sekitar 5-10 menit untuk
menyelesaikannya. GDS merupakan alat psikomotorik dan tidak mencakup hal-hal somatic
yang tidak berhubungan dengan pengukuran mood lainnya. Skor 0-10 menunjukkan tidak
ada depresi, nilai 11-20 menunjukkan depresi ringan dan skor 21-30 termasuk depresi
sedang/berat yang membutuhkan rujukan guna mendapatkan evaluasi psikiatrik terhadap
depresi secara lebih rinci, karena GDS hanya merupakan alat penapisan. Spesifikasi
rancangan pernyataan perasaan (mood) depresi seperti tabel berikut:
Tabel 2.1 Spesifikasi rancangan kuesioner GDS
Butir Soal Favorable Unfavorable
Minat aktivitas 2, 12, 20, 28 27
Perasaan sedih 16, 25 9, 15, 19 Perasaan sepi dan bosan 3, 4
Perasaan tidak berdaya 10, 17, 24
Perasaan bersalah 6, 8, 11, 18, 23 1
Perhatian/konsentrasi 14, 26, 30 29
Semangat atau harapan terhadap masa depan 13, 22 5, 7, 21
Skoring nilai 1 diberikan pada pernyataan Favorable untuk jawaban “ya” dan nilai 0
untuk jawaban “tidak” sedangkan pernyataan Unfavorable, jawaban “tidak” diberi nilai 1
dan jawaban “ya” diberi nilai 0.
2.1.3 Emotional Freedom Technique (EFT)
2.1.3.1 Definisi EFT
EFT merupakan teknik penyembuhan emosional yang juga ternyata dapat menyembuhkan
gejala–gejala penyakit fisik Hal ini berdasar pada revolusi yang berkembang dalam keyakinan
psikologi konvensional. Hal ini menjelaskan bahwa “segala emosi negatif yang muncul dapat
merusak energi sistem dalam tubuh”. Dengan hasil yang mengejutkan (50–90% tergantung
dari pengalaman), EFT menghilangkan gejala–gejala penyakit yang timbul secara rutin EFT
dilakukan dengan mengetukkan dua ujung jari pada beberapa lokasi di tubuh. Ketukan–
ketukan tersebut bertujuan untuk menyeimbangkan energi meridian dalam tubuh ketika terjadi
gejala–gejala kemunduran fisik dan emosional yang mengganggu. Memori secara aktual tetap
sama, namun gejala penyakit hilang. Pada umumnya hal ini akan bertahan lama. Kesadaran
biasanya merubah perilaku sehat sebagai konsekuensi dari penyembuhan (Iskandar, 2009).
10
2.1.3.2 Indikasi EFT
EFT ditemukan untuk lebih mengefektifkan proses penyembuhan pada beberapa penyakit
seperti berikut :
- Kecanduan (makanan, rokok, alkohol,
obat-obatan)
- Alergi
- Kegelisahan dan rasa panik
- Mudah marah
- Tekanan dan gangguan pikiran
- Depresi dan sedih
- Merubah citra diri
- Takut dan phobia
- Kehilangan dan kesedihan
- Rasa bersalah
- Insomnia
- Ingatan buruk
- Rasa sakit dan nyeri
- Penyembuhan fisik
- Meningkatkan kinerja (olahraga,
berbicara di depan umum)
- Trauma
- Pelecehan seksual
- Menghilangkan rasa nyeri seperti :
migrain, radang sendi, dll
(Iskandar, 2009)
2.1.3.3 Cara Melakukan EFT
Prosedur dalam melakukan EFT adalah sebagai berikut :
1. The Set - Up
Bertujuan untuk memastikan agar aliran energi tubuh terarah dengan tepat. Langkah ini
dilakukan untuk menetralisir “Psychological Reversal” atau “Perlawanan Psikologis”
(Pikiran negatif spontan atau keyakinan bawah sadar negatif)
1. Sebutkan masalah yang dialami.
Contoh Psychological Reversal diantaranya adalah :
“Walaupun saya…. (jelaskan masalah anda), saya pasrah dan ikhlas kepadaMu”
2. Tentukan skala intensitas permasalahan
Derajat kesulitan masalah ini menurut penilaian subjektif klien [skala 0–10, 0 = tidak
ada kesulitan, 10 = paling sulit]
Gambar 2.1 Skala Intensitas Masalah
11
3. The Tune – In
Untuk masalah emosi, Tune – In dilakukan dengan cara memikirkan sesuatu atau peristiwa
spesifik tertentu yang dapat membangkitkan emosi negatif (marah, sedih, takut, cemas,
dll) yang ingin dihilangkan, sambil mengetuk-ngetuk “titik karate” (karate chop) di tangan
anda atau mengusap-usap “titik nyeri” (sore spot) di dada bagian jantung anda, ucapkan:
“Meskipun [Saya mempunyai masalah ini], saya menerima diri saya dengan tulus dan apa
adanya.” Ucapkan tiga kali dengan keras.Pada proses Tune – In ini bertujuan untuk
menetralisir emosi negatif atau rasa sakit fisik (Zainuddin, 2009; Thayib, 2010).
Gambar 2.2 Area Proses Tune – In
4. Tapping
Tapping adalah mengetuk ringan dengan dua ujung jari pada titik–titik tertentu di tubuh
sambil terus Tune–In. Titik–titik ini adalah titik–titik kunci dari “The Major Energy
Meridians”,yang dilakukan ketukan akan menetralisir gangguan emosi atau rasa sakit
yang dirasakan. Tapping menyebabkan aliran energi tubuh berjalan dengan normal dan
seimbang kembali (Zainuddin, 2009). Adapun titik yang ditapping adalah sebagai berikut
:
Tappingpada titik 1 – 11 masing-masing titik lakukan ketukan 7 – 8 kali ketukan.
Lakukan The 9 Gamut Procedure
The 9 Gamut Procedure dalam psikoterapi kontemporer disebut dengan teknik EMDR
(Eye Movment Desensitization Repatterning).
Gambar 2.3 Titik di area kepala dan dada Gambar 2.4 Titik di area tangan
12
Ketukan pada titik gamut dilakukan pada area jari kelingking dan jari manis.
Sambil melakukan ketukan pada titik gamut, lakukan gerakan sebagai berikut :
1. Tutup mata
2. Buka mata
3. Dengan tetap menghadap ke depan, arahkan pandangan ke kanan bawah
4. Gerakkan pandangan ke kiri bawah.
5. Putar bola mata searah jarum jam.
6. Putar bola mata ke arah sebaliknya.
7. Menggumamkan lagu (misalnya, “Happy birthday to you”)
8. Hitung 1-5.
9. Menggumamkan lagu (“happy birthday to you”)
Langkah terakhir adalah mengulang lagi tapping dari titik pertama hingga titik ke tujuh
sambil mengucapkan kata kunci permasalahan, lakukan sebanyak 2 putaran. Tarik
nafas dalam dan keluarkan secara perlahan, minum air putih secukupnya, cek kembali
skala intensitas.
(Iskandar, 2009)
Gambar 2.5 Titik Gamut
Gambar 2.6 Titik 1 - 7
13
2.2 Penelitian Yang Telah Dilakukan
1. Penelitian yang dilakukan oleh Steve Wells, dkk dari Curtin University di Western
Australia pada tahun 2000, membuktikan bahwa EFT jauh lebih efektif untuk
menyembuhkan phobia (hanya dalam 30 menit) dibandingkan dengan terapi
“deepbreathing treatment” dan hasilnya tetap bertahan selama 6-9 bulan pasca
therapy
2. Penelitian replikasi oleh Harvey Baker dan Linda Siegal dari Queens College di
New York tahun 2000 membuktikan EFT jauh lebih efektif dibandingkan dengan
pendekatan konseling.
3. Jack Rawe, Phd. psikolog dari Texas A&M University, Kingsville membuktikan
bahwa efek pelatihan EFT tidak hanya dalam jangka pendek, tetapi tetap bertahan
dalam jangka panjang. Dr. Rowe mengevaluasi tingkat stress 102 peserta EFT
workshop dengan alat psychological distress SCL-90-R(SA-45), sebulansebelum
workshop, sesaat menjelang workhop dimulai, sesaat seusai workshop, sebulan
kemudian, dan enam bulan setelah workshop. Hasilnya terdapat penurunan yang
signifikan dalam tingkat stress dalam lima tahap pengukuran tersebut (p<0.0005).
style="">Counseling & Clinical Psychology
4. Swingle, Pulos & Swingle (2000) meneliti efek EFT pada penderita PTSD yang
mengalaminya setelah kecelakaan mobil. Mereka menemukan bahwa terjadi
perubahan signifikan pada “gelombang elektrik otak” dan keluhan pasien setelah
diberikan 2xsesi (@1 jam) EFT. Sebelas dari 12 pasien yang diteliti menunjukkan
peningkatan signifikan slow brain activity sebesar 3-7 Hz di bagian occipital lobe
dan greater frontal lobe, dan peningkatan sebesar 13-15 Hz (sensory motor
rhythm) di bagian sensory cortex. Hasil ini sejalan dengan hasil observasi berupa
ketenangan fisik dan mental pasien serta kondisi mood yang positif.
5. Penelitian yang dilakukan Rebecca E Marina dan Dr. Patricia Felici penulis buku
“The Power of Emotions In Our Blood” membuktikan adanya pengaruh EFT
terhadap perubahan emosi dan sel darah. Rebecca Marina menyimpulkan:
a. EFT dapat meningkatkan intensitas emosi kita, dan menimbulkan dampak
perubahan drastis baik emosi maupun fisik
b. EFT dapat digunakan secara sengaja untuk meningkatkan baik emosi negatif
maupun Positif
c. Emosi yang berbeda menimbulkan efek yang berbeda secara drastis pada darah
kita
14
d. Kita dapat menggunakan EFT untuk mengubah kondisi emosi kita dengan
sengaja
e. EFT dapat menstimulasi pengalaman religius, karena sebenarnya potensi ilahi
itu sudah ada secara inherent dalam diri kita
15
Kerangka Konsep
Bagan 2.1 Kerangka Konsep
Keterangan :
: diteliti : tidak diteliti : mempengarui
Lansia
Perubahan Pada Lansia
Perubahan Psikologis :
1. Short term
memmory
2. Frustasi
3. Kesepian
4. Takut Kehilangan
Kebebasan
5. Takut Menghadapi
Kematian
6. Perubahan
Keinginan
7. Kecemasan
8. Depresi
Perubahan Sosial :
1. Peran
2. Berkurangnya kontak
sosial dengan anggota
keluarga, teman, dan
masyarakat
Perubahan Fisik :
1. Sistem Saraf Pusat
2. Kardiovaskuler
3. Respirasi
4. Persyarafan
5. Muskuloskeletal
6. Gastrointestinal
7. Vesika Urinaria
8. Kulit
Faktor Presipitasi :
1. Kehilangan
2. Peristiwa Besar dalam
Kehidupan
3. Peran dan Ketegangan
Peran
4. Perubahan Fisiologik
Faktor Predisposisi :
1. Faktor genetik
2. Teori Agresi Menyerang
ke Dalam
3. Teori Kehilangan Obyek
4. Teori Organisasi
Kepribadian
5. Model Kognitif
6. Model
Ketidakberdayaan yang
dipelajari
7. Model Perilaku
8. Model Biologik
Terapi Emotional
Freedom Technique
(EFT)
Efektif Menurunkan
Tingkat Depresi
Tidak Efektif Menurunkan
Tingkat Depresi
Top Related