5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kehamilan
2.1.1 Definisi Kehamilan
Kehamilan merupakan proses fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan
ovum, dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Dihitung dari saat fertilisasi
sampai kelahiran bayi, kehamilan normal biasanya berlangsung dalam waktu 40
minggu. Usia kehamilan tersebut dibagi menjadi 3 trimester yang masing-masing
berlangsung dalam beberapa minggu. Trimester 1 selama 12 minggu, trimester 2
selama 15 minggu (minggu ke-13 sampai minggu ke-27), dan trimester 3 selama 13
minggu (minggu ke-28 sampai minggu ke-40) (Prawirohardjo, 2008).
2.1.2 Diagnosis Kehamilan
2.1.2.1 Diagnosis Tidak Pasti Kehamilan (presumptive)
a. Nausea dan vomiting
Mual dengan atau tanpa muntah yang biasanya terjadi pada bulan
awal hinggan trimester 1. Gejala ini sering dikenal dengan istilah
morning sickness.
b. Gangguan miksi
Terjadi gangguan berkemih karena adanya penekanan pada kandung
kemih yang disebabkan oleh pembesaran rahim.
c. Fatigue atau rasa mudah lelah.
d. Persepsi adanya gerakan janin.
6
e. Amenorea
Terhentinya menstruasi dapat menjadi alat untuk penghitungan usia
kehamilan.
f. Perubahan pada mammae
Terjadi perubahan payudara yang disebabkan oleh hormon estrogen
dan progesteron seperti payudara membesar, tegang, dan terkadang
terasa nyeri.
g. Pigmentasi kulit
Meningkatnya pigmentasi kulit dan timbulnya striae pada daerah
abdomen, mammae.
2.1.2.2 Diagnosis Kemungkinan Kehamilan
a. Pembesaran abdomen.
b. Tanda Hegar
Perubahan bentuk, ukuran, dan konsistensi uterus yang dapat
ditemukan pada kehamilan 6-12 minggu.
c. Tanda Chadwick
Perubahan warna menjadi kebiruan pada serviks dan vagina.
d. Kontraksi Braxton Hicks
Kontraksi-kontraksi kecil pada uterus bila dirangsang.
e. Ballotement.
2.1.2.3 Diagnosis Pasti Kehamilan
a. Adanya gonadotropin corionic di urin atau serum.
b. Denyut Jantung Janin
7
Identifikasi kerja jantung janin yang terpisah dan tersendiri dari kerja
jantung ibu dapat dilihat dengan stetoskop monoral leannec dan
Doppler.
c. Persepsi gerakan janin aktif oleh pemeriksa. Pengenalan mudigah dan
janin setiap saat selama kehamilan dengan USG atau pengenalan janin
yang lebih tua secara radiografis pada paruh kedua kehamilan
(Cunningham et al., 2012).
2.1.3 Tahap Kehamilan
Kehamilan dibagi menjadi tiga periode yaitu (Prawirohardjo, 2008) :
a. Kehamilan triwulan pertama (antara 0 sampai 12 minggu).
b. Kehamilan triwulan kedua (antara > 12 sampai 28 minggu).
c. Kehamilan triwulan terakhir (antara > 28 sampai 40 minggu).
2.1.4 Perubahan Hormonal Selama Kehamilan
Wanita mengalami perubahan fisiologis pada seluruh tubuhnya dikarenakan
peran berbagai hormon, yaitu:
1. Human Chorionic Gonadotropin (HCG)
Hormon peptida yang memperpanjang lama kehidupan korpus luteum oleh
korion yang sedang berkembang. Untuk menjaga kehidupan korpus luteum,
sekresi HCG meningkat pada awal kehamilan, dan mengalami puncaknya
kurang lebih selama 60 hari setelah periode menstruasi berakhir. Pada minggu
ke-10 kehamilan kadar HCG mulai mengalami penurunan, hal ini terjadi karena
plasenta sudah mulai mengeluarkan estrogen dan progesteron dalam jumlah
yang bermakna.
8
2. Estrogen
Estrogen dalam tubuh terdiri dari 17β-estradiol, estron dan estriol. Sekresi
estrogen oleh plasenta meningkat 30 kali dari kadar normal setiap harinya.
Estrogen dibentuk dari senyawa androgen, dehidroepiandrosteron dan 16-
hidroksidehidroepiandrosteron yang dibentuk di kelenjar adrenal ibu dan
kelenjar adrenal fetus (Schorge, 2008).
3. Progesteron
Sekresi progesteron meningkat selama kehamilan. Progesteron disekresi oleh
korpus luteum dan disintesis dari kolesterol. Pembentukan progesteron saat
kehamilan cukup tinggi, sekitar 250mg/hari (Norwitz, 2008).
(Guyton et al., 2010)
Gambar 2.1
Tingkat Sekresi Hormon Plasenta
2.2 Air Mata
2.2.1 Sistem Lakrimal
Air mata melewati empat proses yaitu produksi dari aparatus atau sistem
sekretori lakrimalis, distribusi melalui mekanisme berkedip, evaporasi dari
permukaan okuler, dan drainase melalui aparatus atau sistem ekskretori lakrimalis.
9
Abnormalitas salah satu saja dari keempat proses ini dapat menyebabkan mata
kering (Kanski et al., 2011). Sistem lakrimal terdiri dari 2 sistem, yaitu:
1. Sistem Sekresi
Sistem sekresi terdiri dari kelenjar yang menghasilkan berbagai unsur
pembentuk air mata yaitu kelenjar lakrimal utama, kelenjar lakrimal assesoris
yaitu kelenjar Krausse dan Wolfring, glandula sebasea palpebra atau kelenjar
Meibom, dan sel-sel goblet dari konjungtiva yang berupa musin. Sekresi air
mata diperkirakan sekitar 0,75-1,1 gram dan cenderung menurun seiring
bertambahnya usia (Kanski et al., 2011). Kelenjar air mata utama terletak di
fossa lakrimalis di kuadran temporal atas orbita, kelenjar ini adalah penghasil
volume terbesar air mata. Selain itu terdapat kelenjar air mata tambahan yang
juga memiliki peran yang penting walau hanya memproduksi sepersepuluh dari
massa utama (Roestijawati, 2007).
Komponen lipid pada air mata disekresi oleh kelenjar meibom dan zeis di
tepian palpebra. Sekresi ini dipengaruhi oleh hormon androgen dan testosteron
yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan sekresi, sedangkan hormon
antiandrogen dan estrogen akan menekan sekresi kelenjar lipid (Roestijawati,
2007). Kelenjar lakrimal dipersarafi oleh saraf kranial trigeminus dan fasialis
dan mendapatkan pasokan darah dari arteri lakrimalis yang bercabang dari arteri
meningeal. Refleks mengedip juga memegang peranan penting dalam sekresi
oleh kelenjar meibom dan zeis. Mengedip menyebabkan lipid mengalir ke
lapisan air mata (Roestijawati, 2007).
10
2. Sistem Ekskresi
Selain sistem sekresi, kelenjar air mata juga terdiri dari sistem ekskresi.
Terdiri atas punktum lakrimalis, kanalikuli lakrimalis, sakkus lakrimalis,
duktus nasolakrimalis, dan meatus nasi inferior. Saat berkedip palpebra
menutup seperti risleting dari lateral ke medial, hal itu menyebabkan
penyebaran air mata secara merata di atas kornea dan penyaluran ke dalam
sistem ekskresi di sisi medial palpebra. Dalam keadaan normal, air mata
dihasilkan dengan kecepatan yang sesuai dengan jumlah yang diuapkan,
sehingga hanya sedikit yang sampai ke sistem ekskresi (Roestijawati, 2007).
(Parwar., 2013)
Gambar 2.2
Anatomi Sistem Lakrimalis
2.2.2 Lapisan Air Mata
Lapisan air mata (tear film) yang terdapat pada permukaan mata berfungsi untuk
membasahi serta melumasi mata agar terasa nyaman. Lapisan air mata menyebar
ke seluruh permukaan mata melalui mekanisme mengedip yang dikontrol oleh
saraf. Terdapat 3 faktor untuk melapisi kembali permukaan mata:
1. Refleks normal mengedip
11
2. Kontak antara permukaan mata bagian luar dan kelopak mata
3. Epitel normal kornea (Kanski et al., 2011).
Lapisan air mata ini terdiri atas 3 komponen yaitu:
1. Lapisan lipid dengan ketebalan 0,1 μm, merupakan lapisan paling luar yang
diseksresi oleh kelenjar meibom. Lapisan ini berfungsi menghambat
penguapan air berlebihan dan merupakan sawar kedap bila palpebra ditutup.
Lapisan lemak ini mengandung ester, gliserol dan asam lemak yang
diproduksi oleh kelenjar meibom yang terdapat pada kelopak mata atas dan
bawah. Infeksi atau kerusakan berulang pada kelenjar ini (seperti hordeolum,
kalazion serta blefaritis) akan menyebabkan gangguan lapisan lemak.
Disfungsi meibom menyebabkan lapisan air mata tidak stabil, hal tersebut
memicu gangguan permukaan kornea dan konjungtiva sehingga terjadi lipid
deficiency dry eye akibat penguapan berlebihan. (American Academy of
Ophtalmology, 2010).
2. Lapisan aqueous dengan ketebalan 7 μm merupakan komponen yang paling
besar. Lapisan ini dihasilkan oleh kelenjar lakrimal yang terletak pada orbita
serta kelenjar lakrimal asesorius krause dan wolfring pada konjungtiva.
Lapisan aqueous berfungsi sebagai pelarut bagi oksigen, karbondioksida dan
mengandung elektrolit, protein, antibodi, enzim, mineral, glukosa, dan
sebagainya. Lysozyme, suatu enzim glikolitik, merupakan komponen protein
terbanyak (20-40%), bersifat alkali dan mampu menghancurkan dinding sel
bakteri yang masuk ke mata. Lactoferrin juga memiliki sifat antibakteri serta
antioksidan sedangkan epidermal growth factor (EGF) berfungsi
12
mempertahankan integritas permukaan mata normal serta mempercepat
penyembuhan jika terjadi luka kornea. Albumin, transferrin, immunoglobulin
A (IgA), immunoglobulin M (IgM), dan immunoglobulin G (IgG) juga
terdapat dalam lapisan aqueous air mata. Defisiensi lapisan aqueous
bersamaan dengan disfungsi kelenjar meibom merupakan penyebab umum
mata kering (American Academy of Ophtalmology, 2010).
3. Lapisan paling dalam adalah lapisan musin dengan ketebalan sangat tipis
0,02-0,05 μm. Lapisan ini dihasilkan oleh sel goblet yang banyak terdapat
pada selaput konjungtiva (konjungtiva bulbi, forniks dan caruncula). Lapisan
musin terdiri atas glikoprotein yang merupakan karbohidrat yang melekat
pada gugus protein, melapisi sel-sel kornea dan konjungtiva. Membran sel
epitel terdiri atas lipoprotein sehingga relatif hidrofobik. Lapisan musin ini
akan melapisi sel-sel epitel tersebut dan menjadikannya bersifat hidrofilik
agar dapat dibasahi oleh air mata. Lapisan musin juga berfungsi menangkap
leukosit dan sitokinin, serta berfungsi mempertahankan stabilitas lapisan air
mata (American Academy of Ophtalmology, 2010).
2.2.3 Fungsi Air Mata
Fungsi air mata yang paling penting adalah melindungi serta mempertahankan
integritas sel-sel permukaan mata, terutama kornea dan konjungtiva (Meliala et al.,
2007). Fungsi lainnya yaitu:
1. Sebagai optik dimana lapisan air mata akan membentuk serta
mempertahankan permukaan kornea untuk selalu rata dan licin sehingga
dapat memperbaiki tajam penglihatan pada saat setelah berkedip.
13
2. Secara mekanis dengan berkedip air mata akan mengalir membersihkan
kotoran debu yang masuk ke mata.
3. Sebagai lubrikasi agar ketika berkedip dan menggerakan bola mata ke segala
arah terasa nyaman.
4. Menjaga agar sel-sel permukaan kornea dan konjungtiva tetap lembab.
5. Sebagai mekanisme pertahanan mata dan proteksi terhadap kemungkinan
infeksi karena mengandung antibakteri, lisozim, betalisin dan antibodi.
6. Sebagai media transpor bagi produk metabolisme yang menuju ataupun
meninggalkan sel-sel epitel kornea dan konjungtiva, terutama oksigen dan
karbondioksida (40% oksigen di dapat dari atmosfer).
7. Sebagai nutrisi karena air mata mengandung sumber nutrisi seperti glukosa,
elektrolit, enzim, dan protein (Meliala et al., 2007).
2.3 Mata Kering
2.3.1 Definisi Mata Kering
Mata kering merupakan gangguan pada unit fungsional lakrimal yang terdiri dari
kelenjar lakrimal, permukaan mata (kornea, konjungtiva dan kelenjar meibomian),
kelopak mata, saraf sensorik dan motorik yang menghubungkannya (Lemph et al.,
2007). Defisiensi fungsi air mata atau penguapan air mata yang berlebihan itu akan
menyebabkan kerusakan pada permukaan kornea dan konjungtiva (Smith et al.,
2007). Pasien akan mengeluh gatal, mata seperti berpasir, silau, dan penglihatan
kabur. Mata akan memberikan gejala sekresi mukus yang berlebihan, sukar
menggerakkan kelopak mata, mata tampak kering dan terdapat erosi kornea.
Konjungtiva bulbi edema, hyperemia, menebal, dan kusam. Kadang-kadang
14
terdapat benang mukus kekuning-kuningan pada forniks konjungtiva bagian bawah.
(Ilyas & Yulianti, 2011).
2.3.2 Etiologi dan Faktor Risiko Mata Kering
1. Usia lanjut
Dry eye dialami oleh hampir semua penderita usia lanjut, 75% diatas 65
tahun baik laki-laki maupun perempuan. Pada proses penuaan akan terjadi
perubahan struktur kelenjar lakrimal yang dipicu karena inflamasi.
2. Faktor hormonal
Mata kering lebih sering dialami oleh wanita seperti kehamilan, menyusui,
pemakaian obat kontrasepsi, dan menopause.
3. Penyakit penyerta
Beberapa penyakit sering dihubungkan dengan kejadian mata kering, seperti:
artritis rematik, diabetes, kelainan tiroid, asma, lupus erythematosus,
pemphigus, Stevens-johnsons syndrome, Sjogren syndrome, scleroderma,
polyarteritis, nodosa, sarcoidosis.
4. Obat-obatan
Obat-obatan dapat menurunkan produksi air mata karena mengganggu jalur
eferen pada lengkung reflek menurunkan sekresi lakrimal, seperti
antidepresan, dekongestan, antihistamin, antihipertensi, kontrasepsi, oral,
diuretik, obat-obat tukak lambung, tranquilizers, antimuskarinik, anestesi
umum.
5. Lensa kotak
15
Pemakai lensa kontak mata terutama lensa kontak lunak yang mengandung
kadar air tinggi akan menyerap air mata sehingga mata terasa perih, iritasi, nyeri,
menimbulkan rasa tidak nyaman/intoleransi saat menggunakan lensa kontak,
dan menimbulkan deposit protein.
6. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan dapat memicu kejadian mata kering seperti, udara panas
dan kering, asap, polusi udara, angin, berada diruang ber-AC terus menerus akan
meningkatkan evaporasi air mata.
7. Gaya hidup
Mata yang menatap secara terus menerus sehingga lupa berkedip seperti saat
membaca, menjahit, menatap monitor TV, komputer, ponsel
8. Pasien yang telah menjalani operasi refraktif seperti PRK, LASIK akan
mengalami dry eye sementara waktu (Dexa Media, 2007) dan (Williams, 2012)
2.3.3 Klasifikasi Mata Kering
a. Defisiensi lapisan aqueous
1. Sjogren syndrome
2. Non – sjogren
b. Evaporasi
1. Meibomian gland disease
2. Paparan alergen
3. Defective blinking
4. Pengaruh penggunaan lensa kontak
5. Faktor lingkungan (Kanski et al., 2011)
16
2.3.3 Penilaian Sekresi lakrimalis
Mengukur sekresi air mata dapat menggunakan tes Schirmer karena merupakan
indikator tidak langsung untuk menilai produksi air mata (Lydia et al.,
2010). Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan kertas filter Whatmann 41
bergaris 5mm–30mm dan salah satu ujung kertasnya berlekuk. Lekukan tersebut
berjarak 5mm dari ujung kertas (Sardi I, 2013). Kertas diletakkan pada palpebra
bawah sampai ke cul-de-sac, biasanya diltetakkan pada sepertiga temporal palpebra
lateral. Pasien dianjurkan menutup mata perlahan-lahan tetapi adapula sebagian
peneliti yang menganjurkan mata tetap dibuka dan melihat keatas. Pemeriksaan
dilakukan selama 5 menit, kemudian diukur panjang bagian kertas yang basah.
diukur mulai dari lekukan kertas. Nilai normal panjang kertas yang basah adalah 10
mm–25 mm, bila dibawah 10 mm dinyatakan mengalami penurunan sekresi air
mata, sedangkan bila dibawah 5,5 mm merupakan diagnosis dari aqueous tear
deficiency (ATD) (Dry Eye Workshop, 2007; American Academy of
Ophthalmology, 2011-2012a).
(Effendi et al., 2010)
Gambar 2.3
Pemeriksaan Schirmer Tes
17
Tes Schirmer 1 dilakukan tanpa didahului pemberian tetes mata anestesi yang
berfungsi untuk mengukur sekresi basal dan sekresi reflek lakrimasi. Pemeriksaan
ini dikerjakan dengan cara meneteskan anestesi topikal kemudian dilanjutkan
dengan meletakkan kertas Schirmer (Lemp, 2011).
2.4. Hubungan Kehamilan dan Produksi Air Mata
Perubahan hormonal yang terjadi selama kehamilan terutama meliputi perubahan
konsentrasi hormon seks yaitu progesteron dan estrogen. Pada awal kehamilan, terjadi
peningkatan hormon hCG dari sel-sel trofoblas. Juga terdapat perubahan dari korpus
luteum menjadi korpus luteum gravidarum yang memproduksi estrogen dan
progesteron (Cunningham et al, 2012). Pada pertengahan trimester satu, produksi hCG
menurun, fungsi korpus luteum gravidarum untuk menghasilkan estrogen dan
progesteron pun digantikan oleh plasenta. Pada trimester dua dan tiga, produksi
estrogen dan progesteron terus megalami peningkatan hingga mencapai puncaknya
pada akhir trimester tiga. Kadar puncak progesteron dapat mencapai 400 mg/hari dan
estrogen 20mg/hari (Hacker, 2011).
Status hormonal dan khususnya seks steroid mempunyai peranan pada homeostasis
dan fungsi permukaan okular, selama hidup dan pada kedua jenis kelamin,
dilaksanakan oleh reseptor estrogen dan androgen yang terletak pada epitel kornea dan
konjungtiva, kelenjar lakrimal serta kelenjar meibom (Idu et al., 2013). Permukaan
okular merupakan satu kesatuan, sehingga adanya disfungsi apapun berakibat pada
ketidakstabilan lapisan air mata yang menghasilkan dry eye (Cheung et al., 2012).
Estrogen dan progesteron memiliki peran penting yang mempengaruhi sistem organ
termasuk mata. Peningkatan estrogen dan progesteron akan menyebabkan penurunan
18
dari ukuran, aktivitas, dan produksi lipid pada kelenjar meibom (Daryati dan
Solahuddin, 2006). Reseptor mRNA estrogen dan progesteron terdapat dalam jaringan
mata manusia yang mengatur fungsi dan sekresi kelenjar lakrimal dan meibom (Idu et
al., 2013). Sebuah penelitian mengatakan adanya reseptor estrogen dan progesteron di
sel asinar (Suzuki, 2008). Sel asinar pada kelenjar lakrimal merupakan penghasil
aqueous yang berfungsi membasahi permukaan mata, bila terjadi disfungsi sel asinar
akan menyebabkan produksi air mata menurun. Sedangkan sel asinar pada kelenjar
meibom adalah penghasil lipid yang berfungsi mencegah penguapan berlebihan. Oleh
karena itu, mata kering dapat terjadi karena dipicu oleh disfungsi sel asinar (Carlos,
2007).
Top Related