BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem Kesehatan Nasional menyatakan bahwa segala upaya
dalam pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan untuk
mencapai derajat kesehatan yang lebih tinggi yang memungkinkan
orang hidup lebih produktif baik sosial maupun ekonomi. Dengan
meningkatnya status sosial dan ekonomi, pelayanan kesehatan
masyarakat, perubahan gaya hidup, bertambahnya umur harapan
hidup, maka di Indonesia mengalami pergeseran pola dari penyakit
menular menjadi penyakit tidak menular, hal ini dikenal dengan
transisi epidemiologi. Kecenderungan meningkatnya prevalensi
penyakit tidak menular salah satunya adalah Diabetes Mellitus (DM)
menurut Tarwoto (2012).
Jumlah penderita DM didunia dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan, menurut survei yang dilakukan oleh organisasi
kesehatan (WHO), jumlah penderita DM di Indonesia pada tahun
2000 terdapat 8,4 juta orang, jumlah tersebut menempati urutan ke-4
terbesar didunia, sedangkan urutan diatasnya adalah India (31,7 juta),
Cina (20,8 juta), Amerika Serikat (30,3 juta) dan Indonesia (21,3 juta).
Jumlah penderita DM pada tahun 2000 didunia termasuk Indonesia
tercatat 175,4 juta orang dan diperkirakan tahun 2010 menjadi 279,3
1
2
juta orang, tahun 2020 menjadi 300 juta orang dan tahun 2030
menjadi 366 juta orang (Long, 2002).
DM merupakan penyakit kelainan metabolisme yang disebabkan
oleh kekurangan hormon insulin yang dihasilkan oleh sekelompok sel
beta dikelenjar pankreas, ditandai dengan kadar glukosa darah
melebihi normal dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein. Kadar glukosa yang tinggi dalam tubuh tidak bisa diserap
semua dan tidak mengalami metabolisme dalam sel dan
mengakibatkan kekurangan energi, sehingga mudah lelah dan berat
badan terus turun (Mirza, 2009).
Pada pasien DM diharuskan untuk mengukur kadar gula darah
secara rutin. Kadar gula darah yang melebihi batas normal (60 mg/dl
sampai 120 mg/dl waktu puasa dan kurang dari 140 mg/dl pada dua
jam setelah makan) atau hiperglikemia (lebih dari 120 mg/dl atau 120
mg. Jika penyakit DM tidak dikendalikan maka dapat mengakibatkan
kerusakan yang serius dalam jangka panjang (Long, 2002).
Dengan meningkatnya kadar gula darah pada pasien DM, maka
dapat menimbulkan kecemasan pada penderita DM. Kecemasan yaitu
respon emosional terhadap sesuatu hal yang dapat diekspresikan
secara langsung melalui perubahan fisiologi dan perilaku. Secara
tidak langsung melalui timbulnya gejala atau mekanisme koping
sebagai upaya untuk melawan kecemasan. Intensitas perilaku akan
3
meningkat sejalan dengan peningkatan tingkat kecemasan (Stuart
dan sundeen, 2002).
Berdasarkan observasi selama penulis praktek di rumah sakit,
pada pasien DM akan diukur kadar gula darahnya belum pernah
menemukan pada pasien DM diobservasi tingkat kecemasannya.
Menurut buku diit yang ada di Ruang Bougenville di RSUD Wates
Kulon Progo pada tanggal 02 Maret 2011 sampai dengan tanggal 29
Desember 2011, pasien yang menderita DM berjumlah 357 orang.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan
studi kasus tentang “Tingkat Kecemasan Pada Pasien Diabetes
Melitus Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Gula Darah di Ruang
Bougenville RSUD Wates”.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat diambil berdasarkan latar belakang
adalah: Bagaimana Tingkat Kecemasan Pada Pasien Diabetes
Melitus Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Gula Darah di Ruang
Bougenville RSUD Wates?
C. Tujuan Studi Kasus
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Studi Kasus terhadap Tingkat Kecemasan
4
pada Pasien Diabetes Melitus Berdasarkan Hasil Pemeriksaan
Gula Darah di Ruang Bougenville RSUD Wates.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya hasil pemeriksaan gula darah di Ruang
Bougenville RSUD Wates.
b. Diketahuinya tingkat kecemasan pada pasien DM di Ruang
Bougenville RSUD Wates.
D. Manfaat Studi Kasus
1. Manfaat Teoritis
Dapat memberikan masukan bahwa hasil pengukuran gula
darah dapat meningkatkan tingkat kecemasan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Perawat
Sebagai pengembangan ilmu keperawatan, terutama pada
keperawatan medikal bedah bahwa untuk memberikan
ketenangan untuk mencegah terjadinya peningkatan
kecemasan pada pasien DM yang diukur gula darah.
b. Bagi Ilmu Keperawatan
Sebagai bahan masukan untuk perkembangan ilmu
keperawatan khususnya keperawatan medikal bedah pada
gangguan endokrin.
5
c. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan pengalaman bagi penulis
sendiri tentang tingkat kecemasan terhadap hasil pengukuran
gula darah.
d. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan bagi rumah sakit khususnya
pelayanan di Ruang Bougenville RSUD Wates agar lebih
memperhatikan pasien DM yang diukur kadar gula darahnya.
e. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai masukan dalam kegiatan proses belajar mengajar
mengenai tingkat kecemasan terhadap hasil pengukuran gula
darah.
E. Ruang Lingkup
1. Subyek Studi Kasus
Subyek studi kasus ini yaitu pasien yang menderita penyakit
DM di Ruang Bougenville RSUD Wates.
2. Lokasi Studi Kasus
Studi Kasus ini dilakukan di Ruang Bougenville RSUD Wates,
karena disini ditemukan adanya pasien yang menderita DM.
3. Waktu
Waktu pengambilan data dilaksanakan pada tanggal 19
sampai dengan 31 Agustus 2013.
6
4. Materi
Studi Kasus ini terkait dengan keperawatan medikal bedah
khususnya tentang penyakit DM.
F. Keaslian Studi Kasus/Penelitian yang Relevan
Tri Hastuti (2008), mengenai “Studi Kasus Asuhan Keperawatan
Faktor-Faktor Resiko Ulkus Diabetika pada Ny. R dengan DM di
Ruang Bougenville RSUD Dr. Moewardi Surakarta”. Metode studi
kasus yang digunakan adalah dengan metode deskriptif dalam bentuk
laporan studi kasus yaitu memaparkan suatu masalah serta
pemecahan masalah dalam waktu tiga hari yang dilakukan secara
langsung. Persamaan studi kasus penulis dengan studi kasus yang
dilakukan oleh Tri Hastuti (2008) adalah pada subyeknya yaitu pasien
DM, sedangkan perbedaannya adalah tempat pengambilan data,
perlakuan yang diberikan dan metode yang digunakan.
Ernawati (2011), mengenai “Studi Kasus Asuhan Keperawatan
Tingkat Kecemasan dan Beban Keluarga pada Ny. A dengan DM di
Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. Kariadi”. Metode studi kasus yang
digunakan adalah dengan metode deskriptif dalam bentuk laporan
studi kasus yaitu memaparkan pengumpulan data apa yang ada pada
saat observasi. Persamaan studi kasus penulis dengan studi kasus
yang dilakukan oleh Ernawati (2011) adalah pada subyeknya yaitu
7
pasien DM, sedangkan perbedaannya adalah tempat studi kasus,
perlakuan yang diberikan dan metode yang digunakan.
G. Metode Komprehensif
1. Metode
Metode yang digunakan pada studi kasus ini adalah metode
observasi dengan rancangan Hamilton Anxiety Rating scale
(HARS) oleh Max Hamilton. Studi kasus ini akan diambil pada
pasien yang menderita DM dan akan diukur kadar gula darah
sewaktunya, menurut hasil pemeriksaan tersebut maka dapat
menimbulkan tingkat kecemasan pada pasien DM (Ernawati,
2011).
Waktu studi kasus yaitu selama dua minggu dengan
pengambilan sampel secara purposive sampling. Sampel studi
kasus ini adalah pasien di RSUD Wates sebanyak 2 pasien
dengan kriteria inklusi sebagai berikut:
a. Pasien DM yang dirawat di Ruang Bougenville RSUD Wates
baik laki-laki maupun perempuan.
b. Pasien dengan kasus DM yang dilihat dari diagnosa medis,
hasil pemeriksaan gula darah yang mengalami peningkatan.
c. Pasien kooperatif
d. Bersedia menjadi responden
Kriteria eksklusi sebagai berikut:
8
a. Pasien DM.
b. Tingkat kesadaran pasien: komposmentis, apatis, delirium,
somnolen, stupor dan koma.
2. Definisi Operasional
a. DM
DM adalah penyakit gangguan metabolisme kronis yang
ditandai peningkatan glukosa darah (hiperglikemia),
disebabkan karena ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan insulin. Insulin dalam tubuh dibutuhkan untuk
memfasilitasi masuknya glukosa dalam sel agar dapat
digunakan untuk metabolisme dan pertumbuhan sel
(Tarwoto, 2012).
b. Hasil pengukuran Gula Darah
DM diartikan pula sebagai penyakit metabolisme yang
termasuk dalam kelompok gula darah yang melebihi batas
normal (60 mg/dl sampai 120 mg/dl waktu puasa, dan
kurang dari 140 mg/dl pada dua jam setelah makan) atau
hiperglikemia (lebih dari 120 mg/dl atau 120 mg %) menurut
Suliswati (2005).
c. Tingkat kecemasan
Tingkat kecemasan yaitu dengan melihat 14 point
seperti: perasaan cemas, ketegangan, ketakutan, gangguan
tidur, gangguan kecerdasan, perasaan depresi, gejala
9
somatik, gejala sensorik, gejala kardiovaskuler, gejala
pernafasan, gejala gastrointestinal, gejala urogenital, gejala
vegetative, perilaku sewaktu wawancara .
Cara penilaian kecemasan adalah dengan memberikan
nilai dengan kategori:
0 = tidak ada kategori sama sekali
1 = satu dari gejala yang ada (ringan)
2 = sedang atau separuh dari gejala yang ada
3 = berat lebih dari sebagian gejala yang ada
4 = sangat berat, semua gejala ada (panik).
Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah
nilai skor dan item 1-14 dengan hasil:
a) Skor kurang dari 6 adalah tidak ada kecemasan.
b) Skor 7-14 adalah kecemasan ringan.
c) Skor 15-27 adalah kecemasan sedang.
d) Skor 28-41 adalah kecemasan berat.
e) Skor diatas 42 adalah panik.
3. Instrument Pengambilan data
Instrument dalam studi kasus ini adalah dengan Hamilton
Anxiety Rating scale (HARS) oleh Max Hamilton yang sudah
layak diuji validitas maupun rehabilitas, tiap point mempunyai
penilaian dari satu sampai empat dan dapat dilihat ada 14 gejala
kecemasan kemudian data yang sudah terkumpul akan diberikan
10
nilai rata-rata dengan rumus jumlah data dibagi dengan
banyaknya data.
4. Tekhnik Pengolahan Data
Tekhnik pengumpulan data pada studi kasus ini adalah
menggunakan alat ukur questioner tingkat kecemasan pada
pasien DM dengan melihat gejala Hamilton Anxiety Rating scale
(HARS) oleh Max Hamilton sebanyak 14 gejala yang akan dilihat
oleh penulis setiap hari selama dua minggu. Penulis yang akan
melakukan observasi apakah pasien tersebut termasuk didalam
14 gejala tersebut dan memiliki kecemasan panik, berat, sedang,
ringan atau bahkan tidak ada kecemasan terhadap hasil
pemeriksaan gula darah.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. DM
a. Definisi DM
DM merupakan penyakit kelainan metabolisme yang
disebabkan kurangnya hormon insulin. Hormon insulin
dihasilkan oleh sekelompok sel beta dikelenjar pankreas dan
sangat berperan dalam metabolisme glukosa dalam sel tubuh.
Kadar glukosa yang tinggi dalam tubuh tidak bisa diserap
semua dan tidak mengalami metabolisme dalam sel.
Akibatnya, seseorang akan kekurangan energi, sehingga
mudah lelah dan berat badan terus turun. Kadar glukosa yang
berlebih dikeluarkan melalui ginjal melalui urine. Gula memiliki
sifat menarik air sehingga menyebabkan seseorang banyak
mengeluarkan urine dan selalu merasa haus (Mirza, 2009).
Secara normal, glukosa masuk kedalam sel-sel dan
kelebihannya dibersihkan dari darah dalam waktu dua jam.
Jika tubuh tidak memproduksi insulin dalam jumlah yang
cukup atau insulin yang tersedia tidak bekerja sebagaimana
mestinya, maka sel-sel tidak dapat terbuka dan ini akan
11
12
menyebabkan glukosa terkumpul dalam darah sehingga
terjadilah DM (Long, 2002).
Selain itu kadar gula darah yang tinggi akan dibuang
melalui urine. Penderita DM akan kekurangan energi/tenaga,
mudah lelah, lemas, mudah haus dan lapar, sering
kesemutan, sering buang air kecil, gatal-gatal dan sebagainya.
Kandungan atau kadar gula penderita DM saat puasa lebih
dari 126 mg/dl dan saat tidak puasa atau normal lebih dari 200
mg/dl (Tarwoto, 2012).
Peningkatan gula darah setelah makan atau minum
merangsang pankreas untuk menghasilkan insulin sehingga
mencegah kenaikan gula darah yang lebih lanjut dan
menyebabkan kadar gula darah menurun secara perlahan.
Ada cara lain untuk menurunkan kadar gula darah, yaitu
dengan melakukan aktivitas fisik seperti berolahraga, karena
otot menggunakan glukosa dalam darah untuk dijadikan
energi (Suliswati, 2005).
b. Etiologi DM
Menurut Mirza (2009) DM disebabkan karena
berkurangnya produksi dan ketersediaan insulin dalam tubuh
atau terjadinya gangguan fungsi insulin yang sebenarnya
berjumlah cukup, beberapa faktor yang menyebabkan DM
sebagai berikut:
13
1) Genetik atau faktor keturunan
DM cenderung diturunkan bukan ditularkan, anggota
keluarga penderita DM memiliki kemungkinan lebih besar
terserang penyakit. Para ahli kesehatan juga
menyebutkan DM merupakan penyakit yang terpaut
kromosom seks atau kelamin, penderita terbanyak adalah
kaum laki-laki, sedangkan kaum perempuan sebagai
pihak yang membawa gen untuk diwariskan kepada anak-
anaknya.
2) Virus dan bakteri
Virus penyebab DM adalah rubella, mumps dan
human cytomegalovirus B4. Melalui mekanisme infeksi
sitolitik dalam sel beta, virus ini menyebabkan destruksi
atau perusakan sel.
3) Bahan toksik atau beracun
Pemicu terjadinya autoimun dan bahan beracun yang
mampu menghancurkan atau merusak sel beta pankreas
secara langsung adalah obat-obatan dan zat kimia.
4) Nutrisi
Nutrisi yang berlebihan (overnutrition) merupakan
faktor resiko pertama yang menyebabkan DM.
14
5) Hipertensi
Tekanan darah lebih dari atau sama dengan 140/90
mmHg.
6) HDL kolesterol lebih dari atau sama dengan 35 mg/dl,
atau trigliserida lebih dari 250 mg/dl.
7) Riwayat gestasional DM.
8) Kadar kortikosteroid yang tinggi.
9) Kebiasaan diet.
10)Kurang olahraga.
c. Patofisiologi DM
Menurut Suliswati (2005) DM merupakan kumpulan gejala
yang kronik dan bersifat sistemik dengan karakteristik dengan
peningkatan gula darah/ hiperglikemia yang disebabkan
menurunnya sekresi atau aktivitas dari insulin sehingga
mengakibatkan terhambatnya metabolisme karbohidrat,
protein dan lemak.
Glukosa secara normal bersikulasi dalam jumlah tertentu
dalam darah dan sangat dibutuhkan untuk kebutuhan sel dan
jaringan. Glukosa dibentuk dihati dari makanan yang
dikonsumsi. Makanan yang masuk sebagian digunakan untuk
kebutuhan energi dan sebagian lagi disimpan dalam bentuk
glikogen dihati dan jaringan lainnya dengan bantuan insulin.
Pada orang dewasa rata-rata diproduksi 40-50 unit, untuk
15
mempertahankan gula darah tetap stabil antara 70-120 mg/dl
(Tarwoto, 2012).
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah
menumpukan glukosa dalam darah, peningkatan sejumlah
insulin harus disekresi dalam mengatur kadar glukosa darah
dalam batas normal atau sedikit lebih tinggi kadarnya. Namun
jika sel beta tidak dapat menjaga dengan meningkatkan
kebutuhan insulin, mengakibatkan kadar glukosa meningkat
(Mirza, 2009), yaitu sebagai berikut:
1) Menurunnya penggunaan glukosa
Pada diabetes, sel-sel membutuhkan insulin untuk
membawa glukosa hanya sekitar 25% untuk energi. Sel-
sel lain seperti jaringan adipose, otot jantung
membutuhkan insulin untuk transport glukosa. Tanpa
adekuatnya jumlah insulin yang mengakibatkan glukosa
darah meningkat karena hati tidak dapat menyimpan
glukosa menjadi glikogen, agar gula darah kembali
menjadi normal maka tubuh mengeluarkan glukosa
melalui ginjal, sehingga banyak glukosa berada dalam
urin.
2) Meningkatnya metabolisme lemak
Mobilisasi lemak yang dipecahkan untuk energi jika
cadangan glukosa tidak ada. Hasil metabolisme lemak
16
adalah keton yang akan terkumpul didalam darah,
dikeluarkan lewat ginjal dan paru.
3) Meningkatkan penggunaan protein
Kurangnya insulin berpengaruh pada pembuangan
protein, pada keadaan normal insulin berfungsi
menstimulasikan sintesis protein, jika terjadi
ketidakseimbangan, asam amino dikonversi menjadi
glukosa di hati sehingga kadar glukosa menjadi tinggi.
Keadaan patologi tersebut akan berdampak sebagai
berikut:
a) Hiperglikemia
Hiperglikemia merupakan glukosa yang tinggi
pada rentang non puasa 140-160 mg/100 ml darah.
Proses terjadinya hiperglikemia karena defisit insulin
tergambar pada perubahan metabolik sebagai
berikut:
(1) Transport glukosa yang melintasi membrane
sel-sel berkurang.
(2) Glukogenesis (membentuk glikogen dari
glukosa) berkurang.
(3) Glikolisis (pemecahan glukosa) meningkat,
sehingga cadangan glikogen berkurang.
17
(4) Glukoneogenesis (pembentukan glukosa dari
unsur non karbohidrat) meningkat dan lebih
banyak glukosa hati yang tercurah kedalam
darah.
b) Hiperosmolaritas
Hiperomolaritas adalah adanya kelebihan
tekanan osmotik pada pasma sel karena adanya
peningkatan konsentrasi zat.
c) Starvasi selluler
Starvasi selluler merupakan kondisi kelaparan
yang dialami oleh sel karena glukosa sulit masuk
karena tidak ada yang memfasilitasi untuk masuk
sel.
d. Klasifikasi DM
Klasifikasi DM menurut Brunner & Suddarth (2002) adalah
yang sesuai dengan anjuran klasifikasi DM American Diabetes
Assosiation sebagai berikut:
1) DM tipe 1 (insulin dependent)
DM tipe 1 atau disebut juga dengan insulin
dependent (tergantung insulin) adalah penderita
diabetes yang menggunakan insulin dikarenakan tubuh
tidak dapat menghasilkan insulin, terjadi karena masalah
genetik, virus atau penyakit autoimun dan injeksi insulin
18
diperlukan setiap hari. Penyebab dari kehilangan sel
beta adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang
menghancurkan sel beta pankreas, reaksi autoimunitas
tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.
DM tipe 1 dapat diobati dengan menggunakan
insulin, dengan pengawasan yang teliti terhadap tingkat
glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah.
Pengobatan dasar DM tipe 1, bahkan untuk tahap paling
awal sekalipun, adalah penggantian insulin. Tanpa
insulin, ketosis dan diabetik ketoakidosis bisa
menyebabkan koma bahkan bisa menyebabkan
kematian serta penekanan juga diberikan pada
penyesuaian gaya hidup (diet dan olahraga).
2) DM tipe 2 (insulin requirement)
DM tipe 2 atau disebut juga dengan insulin
requirement (membutuhkan insulin) adalah mereka yang
membutuhkan insulin sementara atau seterusnya. Pada
tahap awal abnormalitas yang paling utama adalah
berkurangnya sensitivitasnya terhadap insulin, yang
ditandai dengan meningkatnya kadar insulin dalam
darah.
Pada tahap ini, hiperglikemia dapat diatasi dengan
berbagai cara dan obat anti diabetes yang dapat
19
meningkatkan sensitivitas terhadap insulin atau
mengurangi produksi glukosa dari hepar, namun
semakin parah penyakit, sekresi insulinpun semakin
berkurang dan terapi dengan insulin akan dibutuhkan.
Faktor yang mempengaruhi DM yaitu usia lebih dari 65
tahun, obesitas dan riwayat keluarga.
3) DM tipe 3 (gestasional)
DM gestasional yaitu DM yang terjadi hanya selama
kehamilan dan pulih setelah melahirkan.
e. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang sering dijumpai pada pasien DM
menurut Long (2002), yaitu:
1) Sering atau meningkatnya frekuensi buang air kecil
(polyuria)
2) Meningkatnya rasa haus (polidpsia)
3) Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran
darah.
4) Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein
sebagai bahan pembentukan antibodi, peningkatan
konsentrasi glukosa disekresi mucus, gangguan fungsi
imun, dan penurunan aliran darah pada penderita
diabetes kronik.
5) Kelainan pada kulit: gatal atau bisul-bisul
20
6) Kelainan genekolis
7) Ketonuria
8) Kesemutan rasa baal akibat terjadinya neuropati
9) Kelemahan tubuh
10) Luka atau bisul yang tidak sembuh-sembuh
11) Mata yang kabur disebabkan katarak dan gangguan
refraksi akibat perubahan pada lensa oleh hiperglikemia
dan dikarenakan adanya kelainan pada corpus vitreum.
f. Pemeriksaan menunjang
Untuk menentukan penyakit DM, disamping dikaji tanda
dan gejala yang dialami pasien juga yang terpenting adalah
dilakukan tes diagnosis menurut Suliswati (2005), diantaranya:
1) Pemeriksaan Gula Darah Puasa Atau Fasting Blood
Sugar (FBS)
Tujuan : Menentukan jumlah glukosa darah
pada saat puasa.
Pembatasan : Tidak makan selama 12 jam
sebelum test biasanya jam 08.00
pagi sampai jam 20.00, boleh
minum.
Hasil : Normal: 80-120 mg/100 ml serum
Abnormal: 140 mg/100 ml atau lebih
21
2) Pemeriksaan gula darah postprandial
Tujuan : Menentukan gula darah setelah
makan
Pembatasan : Tidak ada
Prosedur : Pasien diberi makan kira-kira 100 gr
karbohidrat, dua jam kemudian
diambil darah venanya.
Hasil : Normal: kurang dari 120mg/100 ml
serum
Abnormal: lebih dari 200 mg/ 100 ml
atau lebih, indikasi DM.
g. Pengobatan DM
Menurut Hasdianah (2012), tujuan utama pengobatan DM
adalah untuk mempertahankan kadar gula darah dalam batas
normal dengan memperhatikan berat badan, olahraga dan diet
serta memberikan perhatian khusus terhadap infeksi kaki, kuku
dan pemeriksaan mata supaya bisa diketahui perubahan yang
terjadi pada pembuluh darah dimata. Pengobatan ada dua cara
non-farmakologi dan farmakologi, yaitu:
1) Terapi farmakologi untuk DM adalah:
a) Obat Hipoglikemia Oral (OHO)
(1) Golongan sulfoniluria
22
Cara kerja golongan ini adalah merangsang
sel beta pankreas untuk mengeluarkan insulin.
(2) Golongan biguanid
Dengan merangsang sekresi insulin dapat
menurunkan kadar gula darah menjadi normal
dan tidak pernah menyebabkan hipoglikemia.
(3) Alfa Glukosidase Inhibitor
Berguna untuk menghambat kerja insulin alfa
glukosidase didalam saluran cerna sehingga
dapat menurunkan penyerapan glukosa dan
menurunkan hiperglikemia post prandial.
(4) Insulin Sensitizing Agent
Berguna untuk meningkatkan sensitifitas
berbagai masalah akibat resistensi insulin tanpa
menyebabkan hipoglikemia.
b) Terapi Sulih Insulin
Insulin disuntikkan dibawah kulit lapisan lemak,
biasanya dilengan, paha, atau dinding perut. Insulin
terdapat dalam 3 bentuk dasar, yang memiliki
kecepatan dan lama kerja yang berbeda, dapat dilihat
dibawah ini:
(1) Insulin kerja cepat (bekerja dalam 20 menit).
(2) Insulin kerja sedang (bekerja dalam 1-3 jam)
23
(3) Insulin kerja lambat (bekerja dalam 6 jam)
2) Terapi non farmakologi untuk DM adalah:
(a) Manajemen Diet DM
Mengontrol nutrisi diet dan berat badan yaitu
kebutuhan kalori tubuh, intake yang dibutuhkan,
mencapai kadar serum lipid normal, menurunkan gula
dalam urine menjadi negatif, mencapai dan
mempertahankan berat badan ideal. Komposisi nutrisi
pada diet DM adalah kebutuhan kalori, karbohidrat,
lemak, protein, dan serat adalah sebagai berikut:
(a) Kebutuhan kalori
Kebutuhan kalori tergantung dari berat badan,
jenis kelamin, usia dan aktifitas fisik.
(b) Kebutuhan karbohidrat
Karbohidrat yang tinggi bila disertai dengan
tinggi serat maka akan memperbaiki kadar
kolesterol dan trigliserida.
(c) Kebutuhan protein
Berkurangnya aktivitas insulin menghambat
sintesis protein, untuk adekuatnya cadangan
protein, diperlukan kira-kira 10-20% dari
kebutuhan kalori atau 0.8 g/kg/hari.
24
(d) Kebutuhan lemak
Kebutuhan lemak kurang dari 30% dari total
kalori, sebaiknya lemak nabati lebih banyak dari
lemak hewani.
(e) Kebutuhan serat
Serat dapat membentuk lapisan pada saluran
pencernaan dan menghambat absorbsi.
(b) Latihan fisik
Latihan fisik bagi penderita DM sangat dibutuhkan,
karena pada saat latihan fisik energi yang dipakai
adalah glukosa dan asam bebas yang bertujuan:
(1) Menurunkan gula darah dengan meningkatkan
metabolisme karbohidrat.
(2) Menurunkan berat badan dan mempertahankan
berat badan normal.
(3) Meningkatkan sensitifitas insulin.
(4) Meningkatkan kadar HDL (high density lipoprotein)
dan menurunkan kadar trigliserida.
(5) Menurunkan tekanan darah dengan melakukan
latihan fisik.
h. Pencegahan DM
Menurut Atun (2010), untuk menghindari komplikasi
dengan cara yang tepat seperti dibawah ini:
25
1) Menurunkan berat badan agar lemak dalam tubuh dapat
menyerap insulin.
2) Menghindari makanan berlemak, makanan yang
diawetkan.
3) Memilih makanan yang berserat tinggi dan mengurangi
makanan yang mengandung banyak glukosa.
4) Memperbanyak konsumsi air.
5) Berolahraga secara teratur dan menghindari stress.
6) Tidak merokok.
i. Komplikasi DM
Menurut Brunner & Suddarth (2002), kadar gula darah yang
tinggi bisa merusak pembuluh darah dan saraf dengan
terbentuknya gula didalam dinding pembuluh darah menebal
dan mengalami kebocoran, akibatnya aliran darah berkurang
yang menuju kulit dan saraf menyebabkan ulkus,
penyembuhan luka berjalan lambat sirkulasi yang mengalami
gangguan melalui pembuluh darah besar dan kecil dapat
melukai jantung, otak, tungkai, mata, ginjal, saraf dan kulit.
Komplikasi DM jangka panjang dapat dilihat pada tabel 1.
sebagai berikut:
26
Tabel 1.Komplikasi DM Jangka Panjang
Organ/jar yg trkena
Yang terjadi Komplikasi
Pembuluh darah
Plak aterosklerotik terbentuk & menyumbat arteri berukuran besar/sedang dijantung, otak, tungkai & penis. Dinding pembuluh darah kecil mengalami kerusakan sehingga pembuluh darah yang mengalami kerusakan tidak dapat menstransfer oksigen secara normal & mengalami kebocoran.
Sirkulasi mengalami gangguan menyebabkan penyembuhan luka yang lambat & bisa menyebabkan stroke, gangren kaki & tangan, impoten & infeksi
Mata Terjadi kerusakan pada pembuluh darah kecil retina
Gangguan penglihatan & pada akhirnya menjadi kebutaan
Ginjal 1Penebalan pembuluh darah ginjal2Protein bocor ke dalam air kemih3Darah tidak disaring secara normal
Fungsi ginjal yang buruk menyebabkan gagal ginjal
Saraf Kerusakan saraf karena glukosa tidak dimetabolisir sacara normal & karena aliran darah berkurang
1 Kelemahan tungkai yang terjadi secara tiba-tiba atau secara perlahan
2 Berkurangnya rasa kesemutan & nyeri ditangan & kaki
3 Kerusakan saraf menahunSystem saraf otonom
Kerusakan pada saraf yang mengendalikan tekanan darah & saluran pencernaan
1 Tekanan darah yang naik turun2 Kesulitan menelan & perubahan
fungsi pencernaan disertai serangan diare
Kulit Berkurangnya aliran darah kekulit & hilangnya rasa yang menyebabkan cedera berulang
1 Luka, infeksi dalam (ulkus diabetikum)
2 Penyembuhan luka yang memburukDarah Gangguan fungsi sel darah putih Mudah terkena infeksi, terutama infeksi
saluran kemih dan kulitJaringan ikat Glukosa tidak dimetabolisis secara normal
sehingga jaringan menebalSindroma terowongan Karpal Kontraktur
Data primer (Hasdianah, 2012).
j. Prognosis DM
Bersifat ireversible yaitu tidak dapat kembali normal atau
disembuhkan untuk komplikasi hipoglikemi kematian jarang
terjadi, dapat terjadi jika terlambat dalam mendapatkan obat
dan terlalu lama dalam keadaan koma mengakibatkan
kerusakan otak, sedangkan komplikasi Hiperosmolar
Hiperglikemi Non Ketotik (HHNK) biasanya buruk yang
disebabkan oleh penyakit yang mendasari atau menyertainya
menurut Sriyono (2008).
27
2. Pemeriksaan Gula Darah
a. Definisi pemeriksaan gula darah
Menurut Atun (2010), pemeriksaan kadar gula darah adalah
pemeriksaan kadar gula darah yang digunakan untuk
mengetahui adanya peningkatan atau penurunan kadar gula
darah serta untuk memonitor hasil pengobatan pasien dengan
DM, oleh karena itu kontrol gula darah secara rutin dan teratur
merupakan cara efektif sebagai upaya pencegahan penyakit
DM ini, dapat dilihat pada tabel 2 yang merupakan angka kadar
gula darah sebagai berikut:
Tabel 2.Angka Kadar Gula Darah
Kadar gula dalam darah Metode pengukuranGDP GDPP
normal < 6.1 mmol/l< 110 mg/dL
< 7.8 mmol/L< 140 mg/dL
DM ≥ 7.0 mmol/L< 126 mg/dL
≥11.1 mmol/L≥ 200 mg/dL
IGT < 7.0 mmol/L< 126 mg/dL
7.8 ≤ X < 11.1 mmol/L140 ≤ X < 200 mg/dL
IFG 6.1 ≤ X < 7.0 mmol/L110 ≤ X 126 mg/dL
< 7.8 mmol/L< 140 mg/dL (jika diukur)
Data Primer (Atun, 2010).
b. Tingkat Kadar Gula Darah
Umumnya seseorang dikatakan sehat apabila kadar gula
dalam darahnya dalam keadaan normal, yakni kurang dari 100
mg/dL saat berpuasa dan kurang dari 140 mg/dL 2 jam setelah
makan. Pada siang hari, kadar gula dalam darah cenderung
lebih rendah pada saat sebelum makan (Tarwoto, 2012).
28
c. Diagnosis DM
Tanda DM muncul ketika gula darah sudah menimbulkan
kerusakan pada tubuh. Dengan mengukur gula darah secara
berkala, maka bisa mengetahui bagaimana tubuh dapat
bereaksi terhadap situasi yang berbeda-beda dan dapat
mengetahui bagaimana makanan dan olahraga yang
mempengaruhi gula darah, sehingga dapat dilakukan tindakan
yang tepat (Long, 2002).
d. Cara Mengukur Kadar Gula Darah
Sekitar 20 tahun lalu sedikit orang yang mengukur gula
darah atau glukosa darahnya sendiri (Tarwoto, 2012). Berikut ini
prosedur pengukuran kadar gula darah:
1) Alat
Glucometer atau argometer glucose (bood glikosa
monitoring) adalah alat yang tepat untuk memantau
penyakit diabetes, sedangkan alat-alat pendukung lainnya
adalah alkohol, kasa atau kapas, jarum penusuk (lancet),
alat penusuk (lacet device), dan test strip.
2) Langkah teknis
a) Cuci dan keringkan tangan sebelum melakukan tes
untuk menghindari kontaminasi.
b) Masukan jarum penusuk (lancet) di alatnya (lancing
divice).
29
c) Letakan ujung jari yang akan ditusuk. Jempol dan
kelingking sebaiknya tidak digunakan untuk
pengambilan sampel (gunakan jari tengah, jari manis
atau telunjuk).
d) Bersihkan ujung jari mengunakan kassa atau kapas
beralkohol untuk menghindari infeksi.
e) Tusukkan jarum ke ujung jari. Bersihkan darah
pertama yang keluar dengan kassa, tekan dengan
pelan ujung jari untuk membantu mengeluarkan darah.
f) Masukan test skrip ke alat pengukur (glucosemeter).
g) Tempelkan ujung teststrip kebulatan darah sampai
terbasahi merata bagian untuk sampelnya.
h) Tempelkan kasa atau kapas beralkohol pada ujung jari
yang tertusuk untuk menghentikan pendarahan.
i) Lihat hasil pengukuran di glucometer.
e. Cara Menurunkan Kadar Gula Darah
Selain melakukan latihan fisik, mengatur pola makan juga
dapat menurunkan kadar gula dalam darah, menurut Philips
(2013) berikut ini cara mengatur pola makan yang sehat bagi
penderita DM:
1) Makan dan catat
Makanlah seperti biasaya namun gunakan alat ukur
gula darah untuk mengukur gula darah pada saat bangun
30
pagi (puasa), satu jam sampai dua jam setelah makan, tulis
jenis makanan dan hasil gula darah.
2) Kurangi konsumsi karbohidrat untuk beberapa hari
berikutnya
Hilangkan roti, sereal, nasi, biji-bijian, makanan yang
mengandung tepung gandum, kentang, jagung dan buah,
penuhi kebutuhan karbohidrat hanya dari sayuran.
3. Tingkat Kecemasan
a. Definisi kecemasan
Kecemasan adalah respon emosi tanpa objek yang sfesifik
yang secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara
interpersonal dapat berupa kebingungan, kekhawatiran yang
akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan
dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak
berdaya. Kecemasan tidak dapat dihindarkan dari kehidupan
individu dalam memelihara kesehatan dan dapat memberikan
motivasi untuk mencapai sesuatu dan merupakan sumber
penting dalam usaha memelihara keseimbangan hidup
(Katrine dan Patricia, 2005).
Kecemasan terjadi sebagai dari akibat terhadap harga diri
atau identitas diri yang sangat mendasar dari keberadaan
individu. Kecemasan dikomunikasikan secara interpersonal
31
yang merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari,
menghasilkan peringatan yang berharga dan penting untuk
upaya memelihara kesehatan diri dan melindungi diri hidup
(Suliswati, dkk, 2005).
b. Penyebab kecemasan
Dalam kehidupan sehari-hari setiap individu sering
merasakan cemas, respon tersebut tidak dapat dihindari dari
kehidupan, respon ini berguna dalam memelihara
keseimbangan (Stuart & Sundeen, 2001).
c. Tanda dan gejala kecemasan
Perubahan tingkah laku berupa bicara cepat, meremas-
remas tangan, berulang-ulang bertanya, tidak mampu
menyimpan informasi yang diberikan, tidak mempu
berkonsentrasi, gelisah, kedinginan dan telapak tangan
lembab Menurut Nugroho (2000).
Menurut Carpenito (2001), kecemasan bervariasi
tergantung tingkat kecemasan yang dialami oleh seseorang
yang manifestasi gejalanya terdiri atas kategori fisiologi, emosi
dan koognitif, antara lain:
1) Gejala fisiologi
Peningkatan frekuensi nasi, peningkatan tekanan
darah, peningkatan frekuensi nafas, diaforasis, suara
bergetar, gemetar, palpitasi, mual atau muntah, sering
32
berkemih, diare, insomnia, kelelahan, kelemahan,
kemerahan, atau pucat pada wajah, mulut kering, sakit
badan dan nyeri (khusus dada, punggung dan leher),
gelisah, pingsan atau pusing, parestesia, rasa panas dan
dingin.
2) Faktor emosional
Individu mengatakan bahwa ia merasa ketakutan,
tidak berdaya, gugup, kehilangan rasa percaya diri,
kehilangan control, tegang, tidak dapat rileks. Individu
juga memperlihatkan peka terhadap rangsang atau tidak
sabar, marah, meledak, menangis, cenderung
menyalahkan orang lain, reaksi terkejut, mengkritik diri
sendiri dan orang lain, menarik diri serta kurang inisiatif.
3) Gejala koognitif
Tidak mampu berkonsentrasi, kurang orientasi
lingkungan, pelupa, termenung, orientasi pada masa lalu
dari pada saat ini dan akan datang, memblok pikiran
(ketidakmampuan untuk mengingat) dan perhatian yang
berlebihan.
d. Respon Fisiologis Dan Psikologis Terhadap Kecemasan
Respon sistem saraf otonom terhadap rasa takut dan
ansietas menimbulkan aktivitas involunter pada tubuh yang
termasuk dalam mekanisme pertahanan diri. Serabut saraf
33
simpatis mengatur tanda-tanda vital untuk mempersiapkan
pertahanan tubuh. Kelenjar adrenal melepas adrenalin
(epinefrin), yang menyebabkan tubuh mengambil lebih
banyak oksigen, medilatasi pupil, dan meningkatkan
tekanan arteri serta frekuensi jantung sambil membuat
konstriksi pembuluh darah perifer dan memompa darah dari
sistem gastrointestinal dan reproduksi serta meningkatkan
glikogenolisis menjadi glukosa bebas guna menyokong
jantung, otot dan sistem saraf pusat. Ketika bahaya telah
berakhir, serabut saraf parasimpatis membalik proses ini
dan mengembalikan tubuh ke kondisi normal sampai tanda
ancaman berikutnya mengaktifkan kembali respons
simpatis (Videbeck, 2008) dapat dilihat pada skema 1.
dibawah ini:
Skema 1.Hubungan Psiko-Neuro-imunologi (Psiko-Neuro-
Endokrinologi) Adaptasi Fisiologis
Data Primer menurut Videbeck (2008).
Susunan saraf pusat (medulla oblongata, sistem limbik, sistem transmisi
saraf/neurotransmitter)
Kelenjar endokrin (sistem hormonal
dan imonologi)
Stres cemas Depresi
Stres
34
e. Tingkat kecemasan
Menurut Stuart dan Sundeen (2001), ada 4 tingkat
kecemasan:
1) Kecemasan ringan
Kecemasan ringan sangat dihubungkan dengan
ketegangan atau tekanan kehidupan sehari-hari. Individu
masih waspada serta lapang persepsi meningkat
solusinya dengan menajamkan inderanya seperti
penglihatan, pendengaran, pemahamannya melebihi
sebelumnya mampu memecahkan masalah secara efektif.
2) Kecemasan sedang
Kecemasan sedang yaitu individu terfokus pada
pikiran yang menjadi perhatiannya (hanya pada yang
dekat), penyempitan lapangan persepsi dapat lebih sempit
dari penglihatan, pendengaran pemahaman dari orang
lain, mengalami hambatan dalam memperhatikan hal-hal
tertentu, masih dapat melakukan sesuatu dengan arahan
orang lain.
3) Kecemasan berat
Kecemasan berat yaitu lapangan persepsi individu
sangat sempit, pusat perhatiannya pada yang kecil
(spesifik), Seluruh perilaku dimaksudkan untuk
35
mengurangi kecemasan dan perlu banyak perintah dan
arahan untuk terfokus pada area lain.
4) Panik
Panik yaitu saat individu memiliki rasa kehilangan
pengendalian diri dan detail perhatian hilang. Karena
hilangnya kontrol maka tidak dapat melakukan apapun,
walaupun dengan perintah.
Berdasarkan keterangan diatas, maka tingkat kecemasan
ada 4 yang dapat dilihat nilai skornya pada tabel 1. dibawah
ini:
Tabel 3.Rentang Nilai Tingkat Kecemasan
Tingkat kecemasan Nilai skorTidak terdapat kecemasan <6
Ringan 7-14Sedang 15-27Berat 28-41Panik >42
Data primer Menurut Tri Hastuti (2008)
Reaksi terhadap kecemasan dibagi menjadi dua menurut
Katherine dan Patricia (2005), yaitu:
1. Reaksi Adaptif
Bila kecemasan terjadi dan individu mampu menahan
dan mengelola kecemasan tersebut, maka akan
menghasilkan reaksi positif
36
2. Reaksi Maladaptif
Kecemasan yang tidak mampu dikelola, individu akan
memilih menggunakan mekanisme koping dan strategi
yang berlebihan dan dipandang disfungsional atau
abnormal oleh individu lain.
Dibawah ini merupakan rentang respon kecemasan
menurut Stuart (2001), dapat dilihat pada gambar 1. sebagai
berikut:
Gambar 1.Rentang Respon Tingkat Kecemasan
Data Primer menurut Stuart (2001)
37
B. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep
1. Kerangka teori:
Skema 2.Kerangka teori menurut Tarwoto (2012)
FaktorKerusakan sel beta pankreas
Penyebab
↓insulin ↑glukagon
↓penggunaan glukosa
Jaringan Hati Otot
↑Liposis ↑FFA↑gliserol
↑ketogenesisis↑glukoneogenesis↑LDL kolestrol↑HDL kolestrol
DislipidemiaAtherogenesis
↓sintesis glikogen↑katabolisme protein
↑asam amino
Kelemahan otot
ketoasidosisIntoleransi aktivitas
Heperventilasi
nuropati
Ggn retina Ggn jantung Ulkus diabetikum Ggn reproduksi
Ggn. Pertukaran gas
Hiperglikemi
Glikosuria
Diuresis osmotik
Cairan &elektrolit hilang
Hipotensi
PoliuriaPolidipsi
Ggn. Keseimbangan
Cairan & elektrolit
Ggn. Perfusi jaringan
38
2. Kerangka Konsep
Skema 3.
Kerangka Konsep
BAB III
Hasil Pemeriksaan Gula Darah
Tingkat kecemasan:
1. Ringan2. Sedang3. Berat4. Panik
Tidak ada kecemasan
Pasien DM Kecemasan
39
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Penulis telah melakukan studi kasus terhadap pasien DM yang
dirawat di Ruang Bougenville RSUD Wates. Subjek penelitian diambil
selama dua minggu dari tanggal 19 sampai 31 Agustus 2013 dengan
2 orang pasien DM, adapun hasilnya meliputi karakteristik responden,
hasil pengukuran gula darah dan tingkat kecemasan adalah sebagai
berikut:
1. Karakteristik Responden
Dalam pengambilan data di RSUD Wates, penulis mendapat
2 pasien menderita DM yang sesuai dengan kriteria inklusi, dapat
dilihat pada tabel 3. dibawah ini:
Tabel 4.Karakteristik Responden
No. RM Nama Umur (tahun) Tgl pengkajian Pendidikan Pekerjaan469534 Ny. S 64 14 Agustus 2013 Sekolah Rakyat Petani
570909 Ny. P 69 20 Agustus 2013 Sekolah Rakyat Petani
Data Primer
Berdasarkan tabel 3. diatas, dapat dianalisa bahwa kedua
pasien pasien yang memiliki perbedaan umur memiliki persamaan
tingkat pendidikan dan pekerjaan.
2. Hasil Pemeriksaan Gula Darah dan Tingkat Kecemasan
Hasil pemeriksaan gula darah dan tingkat kecemasan pada
pasien Ny. Sm dan Ny. P, dapat dilihat pada tabel 5. dibawah ini:
Tabel 5.Hasil pemeriksaan gula darah dan tingkat kecemasan
40
pada Ny. S dan Ny. PNy. S
Tanggal Gula Darah Puasa
(70-105 mg/dl)
Gula Darah 2 jam Post Prandial(< 140 mg/dl)
Gula Darah Sewaktu
(< 200 mg/dl)
Jumlah tingkat kecemasan
(ringan: 7-14)14-8-13 - - 275 1415-8-13 212 110 - 1318-8-13 138 156 - 920-8-13 145 201 - 822-8-13 211 205 - 1223-8-13 147 173 - 1225-8-13 122 140 - 7Jumlah 975 985 275 75
Rata-rata 139.3 140.7 39.3 10.7Persen 1.4% 1.4% 0.4% 0.1%
Ny. PTanggal Gula Darah
Puasa (70-105 mg/dl)
Gula Darah 2 jam Post Prandial (<
140 mg/dl)
Gula Darah Sewaktu
(< 200 mg/dl)
Jumlah tingkat kecemasan
(ringan: 7-14)20-8-13 - - 144 1421-8-13 49 109 - 1223-8-13 - - 145 925-8-13 166 233 - 1326-8-13 - - 309 12Jumlah 215 342 598 60
Rata-rata 107.5 171 226.5 12Persen 0.1% 1.7% 2.3% 0.1%
Data primer
Berdasarkan tabel 5. di atas, dapat dianalisa bahwa pada Ny.
S gula darah puasa tertinggi 212 dan terendah 122 mg/dl nilai R
139.3 mendapat 1.4%, gula darah 2 jam post prandial tertinggi
205 terendah 110 mg/dl nilai R 140.7 mendapat 1.4% dan gula
darah sewaktu 275 mg/dl dengan nilai R 39.3 mendapat 0.4%
sedangkan hasil tingkat kecemasan dengan nilai tertinggi 14 dan
terendah 7 nilai R 10.7 termasuk dengan kategori ringan,
mendapat 0.1%.
Pada Ny. P gula darah puasa tertinggi 166 dan terendah 49
mg/dl nilai R 107.5 mendapat 0.1%, gula darah 2 jam post
prandial tertinggi 233 dan terendah 109 mg/dl nilai R 171
mendapat 1.7% serta gula darah sewaktu tertinggi 309 dan
41
terendah 144 mg/dl nilai R 226.5 mendapat 2.3% sedangkan hasil
tingkat kecemasan dengan nilai tertinggi 14 dan terendah 9 nilai
R 12 mendapat 0.1%.
Bahwa pada Ny. S jika terdapat kadar gula darah tertinggi 212
mg/dl maka tingkat kecemasan tertinggi 14 dengan rata-rata
kadar gula darah 139.3 dan rata-rata kecemasan 10.7 dan pada
Ny. P jika terdapat kadar gula darah tertinggi 166 mg/dl maka
tingkat kecemasan tertinggi 14 dengan rata-rata kadar gula darah
107.5 dan rata-rata kecemasan 12.
Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara
kadar gula darah dengan tingkat kecemasan dimana jika kadar
gula darah meningkat mengakibatkan gangguan fungsi saraf,
khususnya saraf kaki maka akan merasakan gejala mati rasa
dapat menimbulkan luka yang akan berkembang menjadi
gangrene, dengan gula darah yang mengalami peningkatan maka
kecemasan juga mengalami peningkatan walaupun hanya
kecemasan ringan saja.
B. Pembahasan
Umumnya seseorang dikatakan sehat apabila kadar gula dalam
darahnya dalam keadaan normal yaitu kurang dari 100mg/dl saat
puasa dan 140 mg/dL 2 jam setelah makan adalah hal yang normal
42
dan kadar gula darah yang dilakukan pemeriksaan gula darah
sewaktu normalnya adalah kurang dari 200 mg/dl (Atun, 2010).
Sistem saraf simpatis dan epinephrine yang dikeluarkan
menyebabkan hambatan pada insulin dan merangsang glukagon
yang dapat meningkatkan kadar glukosa dan asam lemak darah
karena epinephrine glukagon dan kortisol meningkatkan lipolisis,
sedangkan insulin menghambatnya (Sherwood, 2005).
Hal ini sesuai dengan hasil studi kasus yang dilakukan terhadap
Ny. S memiliki kadar gula darah puasa tertinggi 212 mg/dl tanggal 15
Agustus dan terendah 122 mg/dl tanggal 25 Agustus 2013 hasil
tersebut masih tergolong tinggi didukung dengan nilai rata-rata 139.3
yang berada diatas normal, kadar gula darah 2 jam post prandial
tertinggi 205 mg/dl tanggal 22 Agustus 2013 dan terendah 110 mg/dl
tanggal 15 Agustus 2013 hasil tersebut masih tergolong tinggi
didukung dengan nilai rata-rata 140.7 yang berada diatas normal dan
pemeriksaan gula darah sewaktu yang dilakukan satu kali saja
dengan hasil 275 mg/dl tanggal 14 Agustus 2013 hasil tersebut masih
tergolong tinggi didukung dengan nilai rata-rata 275 yang berada
diatas normal.
Respon umum (general adaptation syndrome) dikendalikan oleh
hipotalamus yang menerima masukan mengenai stresor fisik dan
psikologis serta mengaktifkan sistem saraf simpatis dan
mengeluarkan Cortocotropin Releasing Hormone (CRH) untuk
43
merangsang sekresi Adrenocorticotropic Hormone (ACTH). Stimulasi
simpatis menyebabkan sekresi epinephrine, dimana keduanya
memiliki efek sekresi terhadap insulin dan glukagon oleh pankreas
(Syaifuddin, 2009).
Hal tersebut didukung berdasarkan hasil observasi bahwa Ny. S
yang sudah menderita penyakit DM selama 7 tahun dan melakukan
pemeriksaan gula darah secara rutin sangat berpengaruh terhadap
hasil tingkat kecemasan yang dialami Ny. S, hasil pengukuran tingkat
kecemasan tertinggi 14 dan terendah 7 dengan nilai rata-rata 10.7
yang berada dalam batas normal.
Menurut Stuart (2001), kecemasan pada setiap individu terdapat
dua jenis yaitu Local Adaptation Syndrom (LAS) yaitu tubuh
menghasilkan banyak respons terhadap stres, respon bersifat adaptif,
diperlukan stressor untuk menstimulasikannya, respon bersifat jangka
pendek dan tidak terus menerus. Sedangkan yang kedua adalah
General Adaptation Syndrom (GAS) merupakan respon fisiologis dari
seluruh tubuh terhadap stres. Respon yang terlibat didalamanya
adalah sistem saraf otonom dan sistem endokrin.
Hai ini sesuai dengan hasil studi kasus yang dilakukan terhadap
Ny. P yang memiliki kadar gula darah puasa tertinggi 166 mg/dl
tanggal 25 Agustus dan terendah 49 mg/dl tanggal 21 Agustus 2013
hasil tersebut masih tergolong tinggi didukung dengan nilai rata-rata
107.5 yang berada diatas normal, kadar gula darah 2 jam post
44
prandial tertinggi 233 mg/dl tanggal 25 Agustus 2013 dan terendah
109 mg/dl tanggal 21 Agustus 2013 hasil tersebut masih tergolong
tinggi didukung dengan nilai rata-rata 171 yang berada diatas normal
dan pemeriksaan gula darah sewaktu tertinggi 309 mg/dl tanggal 25
Agustus 2013 dan terendah 144 tanggal 20 Agustus 2013 hasil
tersebut masih tergolong tinggi didukung dengan nilai rata-rata 226.5
yang berada diatas normal.
Terdapat 3 fase dalam GAS yaitu: pertama, fase waspada yaitu m
ekanisme pertahanan dari tubuh dan pikiran untuk menghadapi
stressor. Kedua, fase melawan tubuh menyeimbangkan kondisi fisiolo
gis sebelumnya dan tubuh mencoba mengatasi faktor penyebab str
es. Ketiga, fasekelelahan yang dapat mengakibatkan kematian. Cada
ngan energi sudah habis, akibatnya tubuh tidak mampu lagi
menghadapi stres. Berdasarkan hasil observasi Ny. P sudah
menderita penyakit DM selama 10 tahun dan melakukan pemeriksaan
gula darah secara rutin sangat berpengaruh terhadap hasil tingkat
kecemasan yang dialami Ny. P, hasil studi kasus tingkat kecemasan
tertinggi 14 dan terendah 9 dengan nilai rata-rata 12 yaitu termasuk
dalam tingkat kecemasan ringan.
Menurut Stuart dan Sundeen (2001), kecemasan ringan
dihubungkan dengan tekanan kehidupan sehari-hari. Individu masih
waspada serta lapang persepsi meningkatkan solusi dengan
menajamkan inderanya yang dapat memotivasi untuk belajar serta
45
mampu memecahkan masalah secara efektif yang dihubungkan
dengan Ny. S dan Ny. P pada saat observasi dengan melihat bahasa
tubuh meliputi ekspresi muka rileks tidak tegang, kontak mata saling
menjaga, suara dengan intonasi pelan dan jelas.
C. Faktor Pendukung dan Penghambat
a. Faktor Pendukung
Faktor pendukung dari studi kasus ini yaitu kepercayaan dan
ketersediaan pasien untuk diukur tingkat kecemasannya. Pasien
dengan senang hati menceritakan keadaannya kepada penulis.
pelaksanaan studi kasus ini tidak hanya difokuskan untuk
melakukan studi kasus saja tapi juga untuk melaksanakan praktek
klinik yang ada di bangsal Bougenville RSUD Wates.
b. Faktor Penghambat
Waktu studi kasus ini sangat terbatas yang hanya
dilaksanakan selama 2 minggu. Diantara kedua pasien terdapat
perbedaan jumlah waktu dalam pengukuran gula darah, pada Ny.
P tidak rutin dilakukan pemeriksaan gula darah.
46
BAB IV.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi kasus mengenai tingkat kecemasan
pada pasien DM berdasarkan hasil pemeriksaan gula darah di
Ruang Bougenville RSUD Wates, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Kadar gula darah sangat berhubungan dengan tingkat
kecemasan dimana kedua hal tersebut saling mempengaruhi.
2. Terdapat hubungan yang signifikan antara gula darah dan
tingkat kecemasan.
3. Dengan melihat hubungan antara gula darah dan tingkat
kecemasan maka dapat dilaksanakan asuhan keperawatan
guna memberikan tindakan kerawatan yang tepat.
B. Saran
1. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan agar pihak manajemen rumah sakit
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dengan memberikan
dukungan terhadap perawat, untuk memaksimalkan pelayanan
serta tindakan dalam perawatan di rumah sakit.
47
2. Bagi Perawat
Bagi perawat khususnya perawat di Ruang Bougenville
RSUD Wates agar lebih mengupayakan dalam memberikan
tindakan keperawatan pada pasien DM, seperti memeriksa
kadar gula darah, dalam menyampaikan hasil kadar gula darah
dan dapat meminimalkan tingkat kecemasan yang dialami oleh
pasien. Serta mengupayakan peningkatan mutu pelayanan
dengan melibatkan partisipasi keluarga dalam meningkatkan
kesehatan pasien.
3. Bagi Penulis Selanjutnya
Diharapkan dapat menyempurnakan studi kasus ini dengan
mengembangkan tingkat kecemasan serta tidak hanya melihat
hasil pengukuran gula darah saja tapi juga melihat pemeriksaan
laboratorium yang mendukung. Selain itu waktu untuk
mengukur tingkat kecemasan terlalu singkat sehingga hasilnya
belum terlalu optimal, oleh karena itu disarankan pada studi
kasus berikutnya disarankan untuk memperpanjang waktu
untuk pengukuran.
48
DAFTAR PUSTAKA
Atun. (2010). Diabetes Mellitus Memahami, Mencegah dan Merawat Penderita Penyakit Gula. Bantul: Kreasi Wacana.
Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah Vol 2. Jakarta: EGC.
Carpenito, L,J. (2001). Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.
Doengoes, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien. Jakarta: EGC.
Ernawati. (2011). Studi Kasus Asuhan Keperawatan Tingkat Kecemasan dan Beban Keluarga pada Ny. A dengan DM di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. Kariadi. Semarang: Universitas Diponegoro.
Hasdianah. (2012). Mengenal Diabetes Mellitus Pada Orang Dewasa dan Anak-anak dengan Solusi Herbal. Yogyakarta: Nuha Medika.
Katrine dan Patricia. (2005). Psikiatric Nursing Care Plan Edisi 2. St Louis: Mosby Year Book.
Long, Barbara. (2002). Perawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Nugroho, W. (2000). Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta: EGC.
Mirza, Maulana. (2009). Mengenal Diabetes Mellitus Pancuan Praktis Menangani Penyakit Kencing Manis. Yogyakarta: Kata Hati.
Philips, Darwin. (2013). Menikmati Gula Tanpa Rasa Takut. Yogyakarta: Sinar Ilmu.
Riyadi, Sujono. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Eksokrin dan Endokrin Pada Pankreas. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sherwood Lauralee. (2005). Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem Edisi 6. Jakarta: EGC.
Sriyono, Anton. (2008). Konsep Diri Pada Pasien Diabetes Mellitus Di Instalasi Rawat Jalan RSD Panembahan Senopati Bantul
49
Yogyakarta.Karya Ilmiah Tidak Diterbitkan. Program Studi S1 Keperawatan STIKES Wira Husada: Yogyakarta.
Stuart & Sundeen. (2001). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Suliswati, dkk. (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Syaifuddin. (2009). Fisiologi Tubuh Manusia Untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Tarwoto, dkk. (2012). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta: Trans Info Media.
Tri Hastuti. (2008). Studi Kasus Asuhan Keperawatan Faktor-Faktor Resiko Ulkus Diabetika pada Ny. R dengan DM di Ruang Bougenvile RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Semarang: Universitas Diponegoro.
Videbeck. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
50
KUESIONER STUDI KASUS TINGKAT KECEMASAN DENGAN DM BERDASARKAN HASIL PEMERIKSAAN GULA DARAH
DI RSUD WATESNo Pernyataan Jawaban1 Perasaan cemas (ansietas) 0 1 2 3 4
CemasFirasat burukTakut akan pikiran sendiriMudah tersinggung
2 Ketegangan 0 1 2 3 4Merasa tegangLesuTidak bisa istirahat dengan tenangMudah terkejutMudah menangisGemetarangelisah
3 Ketakutan 0 1 2 3 4Pada gelapPada orang asingDitinggal sendirianPada binatang besarPada keramaian lalu lintasPada kerumunan orang banyak
4 Gangguan tidur 0 1 2 3 4Sukar untuk tidurTerbangun pada malam hariTidur tidak nyenyakBangun dengan lesuBanyak mimpi-mimpiMimpi burukMimpi menakutkan
5 Gangguan kecerdasan 0 1 2 3 4Sukar untuk berkonsentrasiIngatan menurunDaya ingat buruk
6 Perasaan depresi (murung) 0 1 2 3 4Hilangnya minatBerkurangnya kesenangan pada hobiSedihBangun dini hariPerasaan berubah-ubah sepanjang hari
7 Perasaan somatik/fisik (otot) 0 1 2 3 4Sakit dan nyeri di otot-otot
51
No Pernyataan JawabanKakuKedutan ototGigi gemerutukSuara tidak stabil
8 Gejala somatik/fisik (sensorik) 0 1 2 3 4Tinnitus (telinga berdenging)Penglihatan kaburMuka merah atau pucatMerasa lemasPerasaan ditusuk-tusuk
9 Gejala kadiovaskuler (jantung dan pembuluh darah)
0 1 2 3 4
Takikardi (denyut jantung cepat)Berdebar-debarNyeri dadaDenyut nadi mengerasRasa lesu/lemas seperti mau pingsanDetak jantung menghilang (berhenti sekejap)
10 Gejala repiratori (pernafasan) 0 1 2 3 4Rasa tertekan atau sempit dadaRasa tercekikSering menarik nafasNafas pendek/sesak
11 Gejala gastrointestinal (pencernaan) 0 1 2 3 4Sulit menelanMengalami perut melilitGangguan pencernaanNyeri sebelum dan sesudah makanPerasaan terbakar diperutRasa penuh atau kembungMualMuntahBuang air besar (BAB)lembekSukar buang air besar (konstipasi)Kehilangan berat badan
12 Gejala urogenital (perkemihan dan kelamin) 0 1 2 3 4Sering buang air kecil (BAK)Tidak dapat menahan air seniTidak datang bulan (tidak ada haid)Darah haid berlebihanDarah haid sangat sedikitMasa haid berkepanjanganMasa haid sangat pendek
52
No Pernyataan JawabanHaid beberapa kali dalam sebulanMenjadi dingin (frigid)Ejakulasi diniEreksi melemahEreksi hilangImpotensi
13 Gejala outonom 0 1 2 3 4Mulut keringMuka merahMudah berkeringatKepala pusingKepala terasa beratKepala terasa sakitBulu-bulu tangan berdiri
14 Tingkah laku (sikap) pada wawancara 0 1 2 3 4GelisahTidak tenangJari gemetaranKening berkerutMuka tidak rileksOtot tegang/mengerasNafas pendek dan cepatMuka merah
Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah nilai skor
dengan kategori sebagai berikut:
1. Skor kurang dari 6 adalah tidak ada kecemasan.
2. Skor 7-14 adalah kecemasan ringan.
3. Skor 15-27 adalah kecemasan sedang.
4. Skor 28-41 adalah kecemasan berat.
5. Skor >42 adalah panik.
Top Related