1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sertifikasi guru adalah salah satu kebijakan nasional dalam bidang
pendidikan. Sejak dikeluarkannya UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen, sertifikasi sudah dilakukan secara bertahap mulai tahun 2007. Hingga
saat ini, sertifikasi sudah berjalan selama 6 periode. Sertifikasi merupakan
bagian dari upaya pemerintah mengatasi persoalan kurangnya jumlah tenaga
pendidik yang berkualitas di Indonesia. Melalui kebijakan sertifikasi, guru
akan memperoleh pengakuan berupa bukti formal atau sertifikat sebagai
tenaga pendidik profesional sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
Sertifikasi guru diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang
mempunyai program pengadaan tenaga kependidikan yang sudah terakreditasi
dan masuk dalam daftar perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi yang
ditetapkan oleh Pemerintah. Peran Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota adalah
menetapkan peserta sertifikasi guru setiap tahunnya. Aparat Dinas Pendidikan
Kabupaten/Kota khususnya bidang ketenagaan menjalankan perannya sebagai
implementor kebijakan mempunyai wewenang dalam membentuk Panitia
Penyelenggara Sertifikasi Guru.
Fokus dalam penelitian ini adalah memahami peran aparatur
pemerintah dalam penyelenggaraan sertifikasi guru. Aparatur pemerintah
merupakan implementor kebijakan yang bertanggungjawab terhadap proses
2
penyelenggaraan sertifikasi guru secara keseluruhan. Lokus penelitian berada
di Kabupaten Tulungagung. Penyelenggaraan sertifikasi guru di Kabupaten
Tulungagung dapat dikatakan masih jauh dari kesempurnaan. Terdapat
masalah yang belum terselesaikan secara maksimal terutama mengenai
pemenuhan hak guru dalam mendapatkan Tunjangan Profesional Pendidik
(TPP). Penelitian ini juga akan memberikan gambaran mengenai
ketidakberdayaan guru terhadap prosedur-prosedur yang disyaratkan dalam
pelaksanaan sertifikasi.
Terdapat dua mekanisme utama yang digunakan dalam proses
pemberian sertifikat pendidik kepada guru (sertifikasi) yakni penilaian
portofolio dan diklat profesi guru. Diklat profesi guru ditujukan bagi calon
peserta sertifikasi yang belum lulus penilaian portofolio. Kedua mekanisme
ini memberikan dampak yang beragam bagi para guru calon peserta
sertifikasi. Setiap guru memiliki kemampuan dan pengalaman yang berbeda-
beda, sehingga pemenuhan terhadap mekanisme portofolio tidak semudah
yang diperkirakan.
Portofolio adalah sistem mekanis sertifikasi yang mewajibkan guru
mengumpulkan bukti fisik atau dokumen yang berisi rekam jejak pengalaman,
karya, maupun prestasi selama menjalankan profesinya sebagai guru dalam
kurun waktu tertentu. 10 komponen yang harus ada untuk penilaian portofolio
antara lain 1 :
1 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan Pasal 5 Ayat 1
3
1. Kualifikasi akademik
2. Pendidikan dan pelatihan
3. Pengalaman mengajar
4. Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran
5. Penilaian dari atasan dan pengawas
6. Prestasi akademik
7. Karya pengembangan profesi
8. Keikutsertaan dalam forum ilmiah
9. Pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial
10. Penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan
Tidak jauh berbeda dengan mekanisme sertifikasi, pelaksanaan diklat profesi
bagi guru calon peserta sertifikasi juga memerlukan proses panjang dan
diakhiri dengan ujian yang mencakup kompetensi guru di bidang (1)
pedagogik (2) kepribadian (3) sosial dan (4) profesional.2
Keseluruhan prosedur sertifikasi nyatanya tidak dibarengi dengan
manajemen yang baik dalam pengimplementasiannya. Salah satu manfaat
kebijakan sertifikasi adalah peningkatan kesejahteraan guru melalui
penambahan gaji. Seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 14
tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 16 Ayat 1, disebutkan bahwa
Pemerintah memberikan tunjangan profesi kepada guru yang telah memiliki
sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat. Besaran Tunjangan 2 Suyatno. 2008. Panduan Sertifikasi Guru. Jakarta: PT Indeks. Hal 15
4
Profesional Pendidik (TPP) setiap bulan untuk guru PNS adalah satu kali gaji
pokok. Sedangkan untuk guru non PNS, besaran TPP ditetapkan Rp 1,5 juta
per orang per bulan.3 Untuk periode tahun 2012, pembayaran TPP dilakukan
secara rapel yakni setiap tiga bulan sekali dan dibayarkan di awal bulan
tribulan berikutnya.4 TPP tahap pertama yang dijadwalkan cair pada April
merupakan rapelan dari Januari, Februari, dan Maret. Sedangkan TPP tahap
kedua dijadwalkan cair pada Juli, untuk tahap ketiga TPP cair pada Oktober,
kemudian terakhir pencairan terakhir TPP peride 2012 dijadwalkan Desember.
Dalam praktiknya pembayaran TPP yang terjadi di setiap daerah
berbeda-beda. Di Jawa Barat pembayaran tidak merata. Kota Bandung belum
ada pembayaran. Sedangkan di kabupaten seperti Garut, Tasikmalaya,
Sumedang, dan Bandung Barat, hanya dibayar dua bulan.5 Di Sulawesi Utara
pembayaran tidak serentak dikarenakan perbedaan sistem pengelolaan
administrasi keuangan. Ada Pemkab/Pemkot yang sudah menganggarkan
dalam APBD 2012, ada juga yang masih menunggu dilakukannya pergeseran
anggaran. Pemkot Kotamobagu sebagai contoh, TPP triwulan I akan
dibayarkan setelah dilakukan pembahasan mengenai pergeseran anggaran
3 Tunjangan Profesi Guru Tahap I Cair April http://www.jpnn.com/read/2012/03/23/121617/Tunjangan-Profesi-Guru-Tahap-I-Cair-April- diakses tanggal 24 September 2012 pukul 11.17 WIB 4 Keterangan Menteri Pendidikan dan KebudayaanMuh Nuh yang diolah dari berbagai sumber. 5 Pembayaran Tunjangan Guru (TPP) Siap Diambil Alih http://nq99.wordpress.com/2012/06/02/pembayaran-tunjangan-guru-tpp-siap-diambil-alih/ diakses pada 24 September 2012 pukul 10.25 WIB
5
dengan DPRD.6 Demikian pula di Kabupaten Karawang yang baru
mengucurkan TPP untuk periode Januari hingga April 2012. Sedangkan untuk
bulan Mei hingga Agustus belum disalurkan.7 Sejumlah kasus terkait
keterlambatan pembayaran TPP yang terjadi di berbagai daerah menimbulkan
pertanyaan sejauh mana pemerintah konsisten dalam mengeksekusi kebijakan
sertifikasi tersebut. Pembayaran TPP merupakan kewenangan dari pemerintah
daerah dimana keputusan untuk pencairan dana juga tergantung dari
pemkab/pemkot tersebut. Permasalahan yang serupa terjadi di Tulungagung.
Pembayaran TPP untuk guru sekolah dasar di Kabupaten Tulungagung juga
mengalami keterlambatan sama seperti kabupaten/kota lainnya. Dalam hal ini,
masalah yang dihadapi oleh masing-masing UPTD (Unit Pelaksana Teknis
Daerah) yang ada di setiap kecamatan tentunya berbeda satu sama lain. Guru
sekolah dasar di Kecamatan Kedungwaru belum menerima TPP untuk
tribulan 1 dan tribulan 2. TPP yang seharusnya dibayarkan setiap tiga bulan
sekali nyatanya sampai memasuki tribulan 3 belum juga dipenuhi. Artinya,
TPP dari Januari hingga Juni 2012 belum dibayar sampai saat ini.
Pembayaran TPP kepada guru yang lolos sertifikasi dilakukan melalui
rekening yang dimiliki oleh masing-masing guru. Setiap guru memang
diwajibkan untuk membuka rekening guna mentransfer pembayaran TPP.
Yang menjadi masalah adalah rekening tersebut tidak digunakan secara terus-
6 Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru http://www.manadopost.co.id/index.php?mib=berita.detail&id=112739 diakses pada 24 September 2012 pukul 10.42 WIB 7 Sejumlah Guru Minta Pencairan Dana Sertifikasi http://www.pikiran-rakyat.com/node/198858 diakses pada 24 September 2012 pukul 11.24 WIB
6
menerus melainkan harus selalu berganti dengan rekening yang baru di bank
yang baru pula. Untuk guru sekolah dasar di Kecamatan Kedungwaru
beberapa bank yang berperan dalam membayarkan TPP secara bergantian
antara lain BRI-BritAma, Bank Jatim, Bank Mandiri, dan BRI-Simpedes.
Keharusan untuk membuka rekening baru bagi setiap guru yang akan
menerima TPP dikeluhkan sebagai proses yang tidak efisien karena
memerlukan waktu yang lebih lama.
Portofolio atau lebih sering disebut dengan istilah pemberkasan, dalam
praktiknya terhadap guru sekolah dasar di Kecamatan Kedungwaru
diwajibkan untuk dilakukan setiap tiga bulan sekali. Yakni sesuai dengan
mekanisme pembayaran TPP yang juga dilakukan setiap tiga bulan sekali.
Proses penilaian terhadap portofolio atau pemberkasan menunjukkan hasil
yang tidak relevan dengan semestinya. Salah satu contohnya adalah
pengumpulan berkas berupa SK terakhir yang didalamnya tercantum besaran
gaji pokok yang diterima guru PNS sesuai dengan pangkat dan golongannya
saat ini. Jumlah TPP yang diterima guru seharusnya sama dengan jumlah gaji
pokok yang tercantum dalam SK terbaru. Akan tetapi, yang terjadi adalah
pembayaran TPP masih didasarkan pada SK lama. Hal ini dirasa cukup
merugikan bagi guru yang telah mencapai kenaikan tingkat dan golongan, dan
jumlah gaji pokok guru sudah berbeda dari yang sebelumnya. Kerja dari
aparatur pemerintah kemudian dipertanyakan, khususnya Dinas Pendidikan
dan Kebudayaan Kabupaten/Kota yang memiliki kewenangan untuk
membentuk Panitia Pelaksanaan Sertifikasi Guru. Prosedur-prosedur yang
7
diterapkan dalam rangka sertifikasi guru nyatanya justru mempersulit guru
dalam mendapatkan sesuatu yang menjadi haknya. Disatu sisi pemerintah
menerapkan kebijakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang diikuti
dengan peningkatan kesejahteraan guru, disisi lain prosedur yang digunkan
malah menjadi hambatan. Kecamatan Kedungwaru hanyalah satu diantara 19
kecamatan yang ada di Kabupaten Tulungagung. Masing-masing daerah
mempunyai peluang yang sama dalam menjumpai permasalahan sertifikasi
semacam ini.
Studi-studi sebelumnya telah memberikan gambaran umum terkait
implementasi kebijakan sertifikasi. Winarsih mengungkapkan adanya
pengaruh dari faktor komunikasi, sumber daya, disposisi implementor, stuktur
birokrasi organisasi pelaksana, dan lingkungan sosial ekonomi terhadap
implementasi kebijakan sertifikasi guru.8 Namun demikian, penelitian ini
tidak membahas mengenai profesionalitas aparat dalam upaya penyelenggaran
sertifikasi. Profesionalitas merupakan konsep yang digunakan dalam
menjelaskan peranan aparat sebagai implementor kebijakan. Profesionalitas
menurut penelitian yang dilakukan oleh Arief Dwi Sulistya adalah mencakup
responsifitas dan inovasi aparat yang dipengaruhi oleh pemahaman visi dan
misi organisasi, wewenang dan tanggungjawab dalam struktur organisasi,
kepemimpinan dan pemberian penghargaan yang kurang selaras dengan
tujuan organisasi dimana hal-hal tersebut perlu mendapatkan perhatian serius
8 Winarsih. 2008. Implementasi Kebijakan Sertifikasi guru (Studi Kasus di Kabupaten Semarang), Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang. Thesis
8
untuk menentukan pencapaian tujuan organisasi.9 Dalam hal ini,
profesionalitas yang dijelaskan oleh Arief Dwi Sulistya mengarah pada
pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan pembinaan
kemasyarakatan serta pemberian pelayanan kepada masyarakat.
Kedua penelitian tersebut masing-masing menggunakan konsep
implementasi dan profesionalitas secara terpisah. Disini digunakan kedua
konsep tersebut secara bersamaan untuk menjelaskan sejauh mana
profesionalitas aparat yang kemudian dapat mempengaruhi proses
implementasi kebijakan sertifikasi. Salah satu fokus yang kurang mendapat
perhatian adalah upaya aparat menjalankan perannya dalam memenuhi
kebutuhan dan hak dari peserta sertifikasi. Fokus ini menarik untuk dikaji
karena mencoba menggali peranan aparatur pemerintah dalam implementasi
kebijakan sertifikasi guru dengan menggunakan konsep profesionalitas.
Fenomena lapangan terkait upaya kebijakan sertifikasi guru
dilaksanakan di Kabupaten Tulungagung merupakan bagian dari proses
implementasi. Implementasi adalah satu dari beberapa proses kebijakan
publik. Implementasi kebijakan adalah aktivitas-aktivitas yang dilakukan yang
dilakukan untuk melaksanakan sesuatu kebijakan secara efektif.10 Dari
perspektif teoritik, implementasi bermula dari kebijakan itu sendiri dengan
tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang ditetapkan. Proses implementasi akan
9 Sulistya, Arief Dwi. 2008. Profesionalitas Aparatur Pemerintah (Studi Kasus Responsifitas dan Inovasi Aparatur di Kecamatan Sumber Kabupaten Rembang) Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang. Thesis 10 Santosa, Pandji. 2008. Administrasi Publik: Teori dan Aplikasi Good Governance. Bandung: PT Refika Aditama. Hal 43
9
berbeda-beda tergantung pada sifat kebijakan yang dilaksanakan. Macam-
macam keputusan yang berbeda akan menunjukkan karakterisktik, struktur-
struktur dan hubungan-hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi
pelaksanaan kebijakan publik sehingga proses implemetasi juga akan
mengalami perbedaan.11 Kebijakan sertifikasi guru mempunyai tujuan utama
berupa peningkatan kualitas guru yang diikuti dengan peningkatan kualitas
pendidikan nasional. Sertifikasi adalah sarana dalam rangka mencapai tujuan
tersebut, oleh karena itu keberhasilan dari pelaksanaan sertifikasi ini
merupakan faktor penentu bagi tercapainya tujuan yang sesungguhnya.
Pendidikan nasional memiliki standar, begitu pula dengan tenaga pendidik
juga harus memiliki standar. Sama halnya dengan profesi lainnya, guru juga
memerlukan pembuktian atas tingkat profesionalitas mereka. Dan pembuktian
itulah yang diwujudkan melalui proses sertifikasi.
Tahap implementasi mendapat perhatian lebih karena berdasarkan
fakta-fakta empiris lapangan, permasalahan lebih banyak terjadi pada tahap
implementasi kebijakan. Keberhasilan implementasi kebijakan sertifikasi guru
pada dasarnya ditentukan oleh berbagai hal yang mempengaruhinya. Disini,
peran aparatur pemerintah menjadi salah satu faktor penting yang harus
medapat perhatian. Yang dimaksud aparatur negara adalah para implementor
kebijakan mulai dari Pemerintah Pusat hingga Pemerintah Daerah yakni aktor-
aktor yang ada di Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan hingga mereka
yang duduk di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten/Kota. 11 Winarno, Budi 2004. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media Pressindo. Hal 106
10
Untuk mengkaji mengenai aparatur pemerintah, konsep yang
digunakan adalah profesionalitas. Profesionalitas menurut Sondang Siagian
(2000 : 163) adalah keandalan dalam pelaksanaan tugas sehingga terlaksana
dengan mutu tinggi, waktu yang tepat, cermat, dan dengan prosedur yang
mudah dipahami dan diikuti pelanggan. Dalam hal ini, sertifikasi guru
merupakan kebijakan yang bersifat nasional. Ketika kebijakan tersebut
kemudian diturunkan pada tingkat kabupaten/kota sehingga permasalahan
yang muncul di masing-masing daerah juga berbeda. Sisi profesionalitas
aparat menjadi penting untuk dibahas karena permasalahan terkait sertifikasi
berawal dari ketidakpuasan guru terhadap aparat Dinas Pendidikan pada saat
proses sertifikasi berlangsung di Kabupaten Tulungagung. Aparat Dinas
Pendidikan Kabupaten Tulungagung dinilai tidak kompeten dalam melayani
kepentingan guru selama mengikuti sertifikasi. Disamping permasalahan
keterlambatan pembayaran tunjangan profesi, guru mengaku sering mendapat
informasi yang simpang siur terkait prosedur sertifikasi, berkas-berkas
persyaratan sertifikasi yang sudah dikumpulkan tidak segera ditindaklanjuti,
beberapa instansi pendidikan (sekolah) menyatakan adanya perlakuan yang
kurang adil dalam mengurus sertifikasi. Berdasarkan temuan lapangan
tersebut, profesionalitas aparat dalam menangani pelaksaan sertifikasi guru
menjadi penting untuk diangkat dalam penelitian ini.
11
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana profesionalitas aparatur pemerintah Dinas Pendidikan
Kabupaten Tulungagung dalam penyelenggaraan sertifikasi guru?
1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui
profesionalitas aparatur pemerintah Dinas Pendidikan Kabupaten
Tulungagung dalam penyelenggaraan sertifikasi guru.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Ilmu Pengetahuan
Memberikan partisipasi terhadap pengembangan teori-teori tentang
profesionalitas aparatur pemerintah dalam penyelenggaraan sertifikasi
guru.
1.4.2 Bagi Civitas Akademika Bidang Manajemen dan Kebijakan Publik
Memberikan tambahan referensi bagi civitas akademika bidang
manajemen dan kebijakan publik mengenai kegiatan penelitian
kualitatif yang mengkaji permasalahan profesionalitas aparat
1.4.3 Bagi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tulungagung
Memberikan tambahan informasi terkait penyelenggaraan sertifikasi
guru di Kabupaten Tulungagung sehingga dapat dijadikan sebagai
referensi dalam melakukan evaluasi program.
12
1.4.4 Bagi Pembaca
Memberikan tambahan informasi dan referensi bagi siapapun yang
ingin melakukan penelitian mengenai profesionalitas aparatur
pemerintah dalam penyelenggaraan sertifikasi guru.