LAPORAN TUTORIALSKENARIO B BLOK 13
Disusun Oleh: KELOMPOK 5 Raissa Oslin 04121401039
Novalia Arisandy
04121401042
M. Tata Suharta
04121401053
Putri Septi Ramasari 04121401060
Dwi Lestari 04121401083
Inthan Atika
04121401085
Rofifah Dwi Putri 04121401089
Aji Muhammad Iqbal 04121401094
Elmo Saviro Heprananda 04121401097
Asyriva Yossadania
04121901001
Karthik Sekaran
04111401097
Kirubhashini Elanggoven
04111401100
1
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYATAHUN AJARAN 2013/2014
2
DAFTAR ISIKATA PENGANTAR…………………………………………………………3KEGIATAN TUTORIAL …………………………………………………… 4SKENARIO……………………………………………………………………... 5KLARIFIKASI ISTILAH…………………………………………………….5IDENTIFIKASI MASALAH……………………………………………….. 6PRIORITAS MASALAH……………………………………………………. 7ANALISIS MASALAH………………………………………………………. 7RESTRUKTURISASI / KERANGKA KONSEP……………………… 21TOPIK PEMBELAJARAN………………………………………………….22SINTESIS……………………………………………………………………….. 23
3
KESIMPULAN………………………………………………………………… 44DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… 44
4
KATA PENGANTARPuji syukur kami haturkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul
“Laporan Tutorial Skenario B Blok 13” sebagai tugas kompetensi kelompok.
Salawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita, nabi besar
Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya
sampai akhir zaman.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
perbaikan di masa mendatang.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami banyak mendapat bantuan,
bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan syukur,
hormat, dan terimakasih kepada :
1. Allah SWT, yang telah merahmati kami dengan kelancaran diskusi tutorial,
2. dr. Irwan selaku tutor kelompok 5,
3. teman-teman sejawat FK Unsri,
4. semua pihak yang telah membantu kami.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang
diberikan kepada semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan
tutorial ini bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga
kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.
Palembang, 5 Desember 2013
Kelompok 5
5
KEGIATAN TUTORIAL
Tutor : dr. Irwan
Moderator : Elmo Saviro Heprananda
Sekretaris Meja 1 : Asyriva Yossadania
Sekretaris Meja 2 : Karthik Sekaran
Pelaksanaan : 3 Desember 2013 dan 5 Desember 2013
08.00-10.00 WIB
Peraturan selama tutorial :
1. Sebelum nyampaikan pendapat harus mengacungkan tangan
2. Alat komunikasi dan gadget hanya boleh digunakan untuk keperluan
diskusi, namun dalam mode silent dan tidak mengganggu berlangsungnya
diskusi
3. Minum diperbolehkan, namun tidak untuk makan
4. Bila ingin izin keluar, diharapkan melalui moderator
6
1. SKENARIOTn.T, 41 tahun, seorang petani datang ke puskesmas dengan
keluhan badan lemah, lesu, cepat lelah dan mata berkunang-kunang sejak
tiga bulan yang lalu. Sebelumnya beliau sudah berobat ke mantri dan
diberi vitamin. Namun keluhan Tn.T tidak berkurang. Tn.T biasanya
bertani tanpa menggunakan alas kaki.
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum: pucat, lemah
HR: 90x/menit, RR: 22x/menit, Temp: 36,6oC, Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Konjungtiva palpebra anemis (+/+)
Cheilitis positif
Lidah: Atrofi Papil
Koilonychia positif
Abdomen: hepar dan lien tidak teraba
Tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening
Pemeriksaan Laboratorium
Hb: 6,2g/dL, Ht: 18 vol%, RBC: 2.480.000/mm3, WBC: 7400/mm3,
Trombosit: 386.000/mm3, Diff.count: 0/2/5/63/26/4, MCV: 72 fL, MCH:
25pg, MCHC: 30%
Besi serum 30 μg/L, TIBC 560μ/dL, Feritin 8 mg/mL
Feses: telur cacing tambang positif, darah samar positif
Gambaran apusan darah tepi:
Eritrosit: mikrositik hipokrom, anisopoikilositosis, cigar-shaped cell,
pencil cell
Leukosit: jumlah cukup, morfologi normal
Trombosit: jumlah cukup, penyebaran merata, morfologi normal
7
Kesan: anemia mikrositik hipokrom
2. KLARIFIKASI ISTILAHNo. Istilah Pengertian
1 Vitamin Zat yang sangat penting bagi tubuh manusia untuk pertumbuhan dan perkembangan
2 Mantri Nama jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas (keahlian khusus) pembantu dokter
3 Mata berkunang-kunang
Keadaan mata biasanya lebih berhubungan dengan tekanan darah atau kadar hemoglobin yang terlalu rendah dan jarang berhubungan dengan sakit mata
4 Konjungtiva palpebra anemis
Pucat, karena pada anemia kekurangan suplai eritrosit pada konjungtiva
Terjadi kepucatan pada membran halus yang melapisi kelopak mata dan menutupi bola mata
5 Atrofi Mengecilnya ukuran sel karena berkurangnya substansi cell
6 Cheilitis Kondisi medis dimana bibir mengalami inflamasi
7 Koilonychia Distrofi kuku jari dengan kuku menjadi tipis dan cekung dan tepi meninggi
8 Feses Kotoran yang dikeluarkan dari usus melalui rectum
9 Feritin Kompleks besi apoferin yang merupakan bentuk utama penyimpanan besi dalam tubuh
10 TIBC Total Iron Binding CapacitySuatu tes untuk melihat kadar besi dalam darah
11 Besi serum
12 Anisopoikilositosis
Adanya eritrosit yang ukurannya bervariasi dan bentuk abnormal dalam tubuh
13 Mikrositik hipokrom
Anaemia yang ditandai dengan penurunan Hb cell darah merah yang tidak proportional dan peningkatan daerah yang pucat di bagian tengah sel darah merah, penurunan jumlah eritrosit, dengan ukuran sel darah merah yang lebih kecil dari normal.
14 Chigar-shaped RBC yang berbentuk seperti rokok atau silinder
8
cell
15 Pencil cell RBC berbentuk bensi3. IDENTIFIKASI MASALAHMASALAH KONSEN
Tn.T, 41 tahun, seorang petani datang ke puskesmas
dengan keluhan badan lemah, lesu, cepat lelah dan mata
berkunang-kunang sejak tiga bulan yang lalu. Sebelumnya
beliau sudah berobat ke mantri dan diberi vitamin. Namun
keluhan Tn.T tidak berkurang. Tn.T biasanya bertani tanpa
menggunakan alas kaki.
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum: pucat, lemah
HR: 90x/menit, RR: 22x/menit, Temp: 36,6oC
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Konjungtiva palpebra anemis (+/+)
Cheilitis positif
Lidah: Atrofi Papil
Koilonychia positif
Abdomen: hepar dan lien tidak teraba
Tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening
Pemeriksaan Laboratorium
Hb: 6,2g/dL, Ht: 18 vol%, RBC: 2.480.000/mm3, WBC: 7400/mm3, Trombosit: 386.000/mm3, Diff.count: 0/2/5/63/26/4, MCV: 72 fL, MCH: 25pg, MCHC: 30%
Besi serum 30 μg/L, TIBC 560μ/dL, Feritin 8 mg/mL
Feses: telur cacing tambang positif, darah samar positif
Gambaran apusan darah tepi:
Eritrosit: mikrositik hipokrom, anisopoikilositosis, cigar-shaped cell, pencil cell
Leukosit: jumlah cukup, morfologi normal Trombosit: jumlah cukup, penyebaran merata,
VVV
9
morfologi normal
Kesan: anemia mikrositik hipokrom4. PRIORITAS MASALAHPada pemeriksaan Laboratorium Tn.T didapatkan hasil anemia mikrositik
hipokrom
5. HIPOTESISTn.T, 41 tahun diduga menderita AMH karena infeksi cacing tambang
karena kebiasaan tidak memakai alas kaki
6. ANALISIS MASALAH6.1 Tn.T, 41 tahun, seorang petani datang ke puskesmas
dengan keluhan badan lemah, lesu, cepat lelah dan mata
berkunang-kunang sejak tiga bulan yang lalu.
Sebelumnya beliau sudah berobat ke mantri dan diberi
vitamin. Namun keluhan Tn.T tidak berkurang. Tn.T
biasanya bertani tanpa menggunakan alas kaki.
6.1.1 Bagaimana hubungan keluhan pasien dan kebiasaan tidak
menggunakan alas kaki ?
Jawab:
Di Indonesia penderita infeksi cacing tambang tinggi
di daerah pedesaan, terutama perkebunan. Infeksi cacing
ini disebabkan oleh kebiasaan masyarakat desa yang
buang air besar di tanah dan pemakaian feces sebagai
upuk. Cara penularannya melalui larva filariform cacing
yang ada di tanah masuk ke kaki manusia yang tidak
menggunakan alas kaki dan menembus kulit kaki lalu
masuk ke paru-paru melalui sirkulasi darah. Larva
kemudian bergerak ke saluran udara menuju tenggorokan
dan tertelan lalu menuju ke usus kecil, melekat pada
10
dinding usus dan berkembang menjadi cacing dewasa.
Cacing dewasa ini akan menghisap darah dari dinding usus
sehingga menyebabkan perdarahan di usus yang
ditempati. Saat usia lima bulan cacing betina mulai
bertelur, telur ini akan dikeluarkan dari tubuh penderita
lewat tinja. Jika tinja jatuh ke tanah dan cuaca hangat,
telur cacing akan menetas menjadi larva filariform dalam
waktu sekitar dua hari. Larva kemudian menjadi dewasa
dalam seminggu, dan dapat bertahan untuk waktu yang
lama jika kondisi mendukung.
Pada kasus Tn.T, ada kemungkinan bahwa tanah
tempat dia bercocok tanam itu ada cacing tambangnya,
yang kemudian menembus kulit kaki Tn.T yang tidak
memakai alas kaki sehingga dia mendapatkan berbagai
keluhan seperti pada di atas.
6.1.2 Bagaimana patofisologi dari keluhan (badan lemah, lesu,
cepat lelah, mata berkunang-kunang)?
Jawab:
Lesu dan lemas akibat kekurangan darah (anemia).
Disebabkan oleh hisapan cacing tambang, membuat tubuh
menjadi lemas akibat kurang darah. Pada anemia, tubuh
tidak bisa memproduksi sel darah merah yang cukup
sehingga menyebabkan tekanan darah menjadi rendah
atau menurun.
Dalam tubuh ada dua proses pembentukan energi,
yaitu proses aerob (ada oksigen) dan proses anaerob,
karena kekurangan darah menyebabkan oksigen
berkurang, dua proses tadi jadi lebih dominan di proses
anaerob, sementara proses anaerob tidak banyak
menghasilkan oksigen, sehingga oksigen yang harusnya
dialirkan ke otak dan area sensitive (seperti muka (area
11
mata dan bibir) dan ekstremitas (tangan (pada kuku dan
telapak) dan kaki) dengan sempurna jadi berkurang,
menyebabkan rasa pusing serta berkunang-kunang dan
muka pucat dan konjungtiva anemis, hal tersebut juga
kadang menyebabkan jantung sering berdebar-debar
(biasanya berhubungan dengan tekanan nadi yang
meningkat).
Selain itu pada proses anaerob akan menghasilkan
asam laktat sehingga kadang penderita anemia juga
terasa lemah, lesu, cepat lelah.
Pada kasus didapatkan hasil ferritin menurun,
Apabila jumlah besi menurun terus maka eritropoesis
semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai
menurun, sedangkan fungsi Hb untuk mengikat dan
membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan
tubuh, akibatnya ketika kekurangan Fe maka beberapa
sistem di dalam tubuh kita juga mengalami gangguan
seperti :
Sistem neuromuscular --> gangguan kapasitas kerja --
> penurunan kesegaran jasmani (badan lemah, lesu, cepat
lelah)
Pada Sistem Saraf Pusat << O2 --> sakit kepala,
pusing,mata berkunang kunang.
Mata berkunang-kunang biasanya lebih berhubungan
dengan tekanan darah atau kadar hemoglobin yang terlalu
rendah dan jarang berhubungan dengan sakit mata.
Penyebab terseringnya adalah akibat kurang darah
(anemia) atau hipotensi (tekanan darah rendah). Penyebab
lainnya karena gangguan visus (tajam penglihatan) mata.
6.1.3 Apa makna dari keluhan sejak tiga bulan yang lalu?
12
Jawab:
Telur keluar bersama tinja, dalam waktu 1 – 2 hari
telur akan berubah menjadi larva rabditiform (menetas
ditanah yang basah dengan temperatur yang optimal
untuk tumbuhnya telur adalah 23–300C. Larva rabditiform
makan zat organisme dalam tanah dalam waktu 5–8 hari
membesar sampai 2x lipat menjadi larva filariform, dapat
tahan diluar sampai 2 minggu, bila dalam waktu tersebut
tidak segera menemukan host, maka larva akan mati.
Larva filariform masuk kedalam tubuh host melalui
pembuluh darah balik atau pembuluh darah limfa, dan
larva akan sampai ke jantung kanan. Dari jantung kanan,
melalui ductus thoracicus darah dipompa, dan bermuara
pada vena subclavia kiri. Darah menuju ke paru–paru,
kemudian alveoli ke broncus, ke trakea dan apabila
manusia tersedak maka larva akan masuk ke oesophagus
lalu ke usus halus (siklus ini berlangsung kurang lebih
dalam waktu dua minggu).
Peristiwa ini disebut infeksi aktif. Di dalam usus,
larva menjadi cacing dewasa yang siap menghisap darah
dengan menginfeksi usus sehingga penderita bisa terkena
Anemia .Setiap ekor cacing Necator americanus akan
menghilangkan 0,005-1 cc darah per hari, Sedangkan
setiap ekor cacing Ancylostoma duodenale akan
menyebabkan manusia kehilangan 0,08-0,34 cc per hari.
Ada kalanya, saat larva cacing tambang tidak dapat
bermigrasi ke dalam aliran darah dan terperangkap pada
jaringan kutan, dan menimbulkan tonjolan seperti ular
pada kulit yang disebut dengan creeping eruption.
6.1.4 Mengapa keluhan tidak berkurang padahal sudah diberi
vitamin?
13
Jawab:
Pada dasarnya, penyebab hal ini adalah perdarahan
yang dialami Tn.T lebih banyak dari pembentukkan sel
darah merahnya. Sehingga kompensasi tubuh terhadap
anemia nya kurang baik.
Selain itu, seperti yang kita tahu, cacing menggigit
dinding usus bertelur dengan cepat di usus. Cacing tinggal
di usus, karena ia tidak bisa mencerna sendiri makanan. Ia
harus makan yang sudah setengah cerna. Selain siklus
normal, cacing juga bisa menyebar ke tempat-tempat lain,
seperti hati atau bagian tubuh lain. Maka dari itu vitamin
yang di beri akan percuma, konsumsi makanan Tn. T ini
juga akan percuma karena saat sampai di usus zat-zat
yang ada dalam makanan akan di makan oleh cacing di
dalamnya, inilah yang membuat tubuh Tn. T tetap lemah,
letih dan cepat lelah.
Karena, cacing tambang tadi merusak dinding usus
manusia sehingga fungsi dari dinding halus tadi menjadi
berkuran karena telah terjadi nya perdarahan, nah vitamin
yang biasanya diserap secara difusi oleh usus tidak lagi
terserap sepenuhnya oleh usus karena fungsi usus telah
berkurang.
Jenis Vitamin Mekanisme Penyerapan
Vitamin A, D, E, K
dan beta-karoten
Dari micelle, secara difusipasif,
digabungkan dengan kilomikron,
diserap melalui saluran limfatik.
Vitamin C Difusi pasif (lambat) atau
menggunakan Na+ (cepat)
Vitamin B1 (Tiamin) Difusi pasif (apabila jumlahnya dalam
lumen usus sedikit), dengan bantuan
14
Na+ (bila jumlahnya dalam lumen usus
banyak).
Vitamin B2
(Riboflavin)
Difusi pasif
Niasin Difusi pasif (menggunakan Na+)
Vitamin B6
(Piridoksin)
Difusi pasif
Folasin (AsamFolat) Menggunakan Na+
Vitamin B12 Menggunakan bantuan factor intrinsik
(IF) dari lambung.
15
6.2 Pemeriksaan fisik. Keadaan umum: pucat, lemah. HR:
90x/menit. RR: 22x/menit. Temperature: 36,6oC. Tekanan
Darah: 120/80 mmHg. Konjungtiva palpebra anemis
(+/+). Cheilitis positif. Lidah: Atrofi Papil. Koilonychia
positif. Abdomen: hepar dan lien tidak teraba. Tidak
ditemukan pembesaran kelenjar getah bening.
6.2.1 Bagaimana interpretasi pemeriksaan laboratorium yang
abnormal?
Jawab:
Vital Sign
PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL INTERPRETASI
Tekanan darah 120/80 <120/<80 Normal
Heart rate 90x/menit 60-100x/menit Normal
Respiration rate 22x/menit 16-24x/menit Normal
Suhu 36,6 oc 36,6-37,2 oc Normal
Konjungtiva palpebra anemis, perdarahan terus
menerus akan menyebabkan cairan ekstraseluler
terutama darah akan mengalami penurunan drastis.
Pendarahan ini menyebabkan pengikatan oksigen
oleh hemoglobin yang ada didalam darah berkurang.
Kekurangan eritrosit juga menyebabkan darah yang
harusnya dialirkan ke seluruh tubuh dengan cukup
jadi tidak merata.
Sementara itu konjungtiva merupakan salah
satu area sensitive yang apabila tidak teraliri darah
dengan sempurna akan tampak pucat , karena
anemia yang dideritanya inilah menyebabkan
palpebra yang biasanya merah menjadi pucat.
Atropi papil, anemia defisiensi besi menimbulkan
beberapa gangguan terhadap jaringan epitel, salah
16
satunya adalah papil lidah menjadi atrofi dan lidah
menjadi licin.
Cheilitis positif, menunjukkan adanya peradangan
yang terjadi pada sudut atau tempat di bibir
sehingga tampak kelihatan pucat keputihan, hal ini
dapat disebabkan oleh kekurangan zat besi,
riboplavin (vit. B2), dan seng seperti dalam kasus ini
pasien menderita anemia mikrositik hipokrom.
Selain itu bisa terjadi karena infeksi oleh fungi
(candida albicans), bakteri (Staphylococcus aureus,
beta-hemolytic streptococci. Zat besi ini berikatan
dengan protein untuk menghambat pertumbuhan
bakteri dan jamur kandida.
Koilonychia positif, menunjukkan tanda anemia
kronis yang disebabkan karena kekurangan besi (Fe).
Tubuh berkompensasi untuk meningkatkan volume
plasma dengan menarik cairan-cairan dari sela-sela
jaringan ke pembuluh darah, sehingga defisiensi ini
mengganggu jaringan epitel sehingga kuku rapuh,
mudah retak dan gambaran seperti sendok.
17
6.3 Pemeriksaan Laboratorium. Hb: 6,2g/dL, Ht: 18 vol%,
RBC: 2.480.000/mm3, WBC: 7400/mm3, Trombosit:
386.000/mm3, Diff.count: 0/2/5/63/26/4, MCV: 72 fL, MCH:
25pg, MCHC: 30%. Besi serum 30 μg/L, TIBC 560μ/dL,
Feritin 8 mg/mL. Feses: telur cacing tambang positif,
darah samar positif. Gambaran apusan darah tepi: Eritrosit:
mikrositik hipokrom, anisopoikilositosis, cigar-shaped cell, pencil cell.
Leukosit: jumlah cukup, morfologi normal. Trombosit: jumlah cukup,
penyebaran merata, morfologi normal. Kesan: anemia mikrositik
hipokrom.
6.3.1 Bagaimana interpretasi pemeriksaan laboratorium tidak
normal ?
Jawab:
1). Kadar Hb dapat ditentukan menggunakan cara
fotoelektrik maupun kolorimetrik visual pada
laboratorium klinik. Cara fotoeletrik :
Sianmethemoglobin.
Cara ini menggunakan Larutan Drabkin (Na
bikarbonat 1 gr, K sianida 50 mg, K ferrisianida 200 mg,
18
aquadest ad 100 ml) digunakan untuk merubah hb
menjadi sianmethemoglobin.
Cara ini sangat bagus dan sangat dianjurkan
karena ketelitian mencapai 2%. Normalnya Hb 13-16
gr/dl untuk lelaki. Kasus ini adalah anemia, karena Hb
rendah dibawah normal. Dapat disebabkan karena
kehilangan atau destruksi eritrosit yang melebihi
kapasitas max. produksi eritrosit atau produksi eritrosit
di sumsum tulang yang terganggu.
2). Hematokrit (Ht) adalah volume semua eritrosit dalam
100 ml darah dan disebut dengan % dari volume darah.
Cara penghitungan menggunakan metode Makrometode
menurut Wintrobe atau Mikrometode. Nilai Ht normal
untuk lelaki adalah 40-48% sedangkan perempuan 37-
43%. Hematocrit pada kasus ini rendah karena jumlah
eritrosit dalam darah sendiri sudah rendah.
3). Sel Darah
Pemeriksaan
laboratorium
Nilai Normal Hasil Intepretasi
RbcsL: 4,5 -5 jta/mm3P : 4 - 5 jta/mm3 2.480.000/mm3 Anemia
Wbcs 5000-10000/mm3 7.400/mm3 Normal
Trombosit 150.000-400.000 /mm3 386.000/mm3 Normal
Diff.count B : 0-1 %, E : 1-3 %, N.B : 2-8 %, N.S : 50-70 %L : 20-40 %, M : 2-6 %
B : 0 E : 8 N.B : 3 N.S : 59L : 26 M : 4
0/8/3/59/26/4
Eosinofilia
Mekanisme abnormal RBC
19
RBC normalnya adalah 4,5-5,5 juta/mm3. Infeksi
cacing tambang pada pasien ini dapat menyebabkan
pendarahan kronis yang berakibat menurunya cadangan
besi tubuh dan akhirnya menyebabkan timbulnya
defisiensi besi. Hb dari RBC tidak menggunakan yang baru,
hanya merombak dari RBC yang telah habis masa sirkulasi
di jaringan. Sehingga, tiap kehilangan 1 mL darah, tubuh
kehilangan 0,5 mg Fe.
Cacing tambang hidup dalam rongga usus halus tapi
melekat dengan giginya pada dinding usus dan menghisap
darah. Pendarahan terjadi akibat proses penghisapan aktif
oleh cacing dan juga akibat perembesan darah dari sekitar
tempat hisapan. Cacing berpindah tempat menghisap
sekitar 6 jam, pendarahan ditempat yang ditinggalkan
segera berhenti dan luka menutup kembali dengan cepat
karena turn over sel epitel usus sangat cepat. Kehilangan
darah juga dapat terjadi akibat adanya lesi yang terjadi
pada dinding usus oleh karena penghisapan darah oleh
cacing. Kejadian ini akan bermanifestasi pada pemeriksaan
laboratorium dimana ditemukan jumlah eritrosit yang
abnormal.
20
Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit
MCV: Anemia mikrositer, bila <80 fL.
MCH: Anemia hipokromik . Nilai normalnya 27-32
pg.
MCHC: Nilai normalnya 32-37%.
Didapatkan anemia hipokromik mikrositer dengan
kadar penurunan hemoglobin mulai dari ringan sampai
berat. MCV dan MCH menurun. MCHC menurun pada
defisiensi yang lebih berat dan berlangsung lama.
Anisositosis merupakan tanda awal Anemia Defisiensi Besi.
Apusan darah tepi
Menunjukkan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis,
dan polikilositosis.
Leukosit dan trombosit umumnya normal. Tetapi
granulosepenia dapat dijumpai pada Anemia Defisiensi
Besi yang berlangsung lama. Pada ANB karena cacing
tambang dijumpai eosinofilia. Trombositosis dapat
dijumpai pada Anemia Defisiensi Besi karena perdarahan
akut.
Konsentrasi Besi serum menurun pada ADB dan
TIBC meningkat. TIBC menunjukkan tingkat kejenuhan
21
apotranferin terhadap besi, sedangkan saturasi tranferin
dihitung dari besi serum dibagi TIBC dikalikan 100%.
Feritin Serum merupakan indicator cadangan besi
yang sangat baik, kecuali pada saat inflamasi dan
keganasan tertentu. Besi disimpan dalam bentuk feritin.
Apabila sintesis heme terganggu, missal pada
defisiensi besi, maka protoporfirin akan menumpuk dalam
eritrosit. Kadar reseptor dalam serum meningkat pada
anemia defisiensi besi
Pengukuran kadar reseptor tranferin dipakai untuk
membedakan anemia defisiensi besidengan anemia
karena penyakit kronik. Perlu dilakukan pemeriksaan untuk
mencari penyebab anemia defisiensi besi; antara lain,
pemeriksaan feses untuk cacing tambang
Eritrosit:
Gambar dan penjelasannya akan dibahas pada
Sintesa
Yang ditemukan pada pemeriksaan laboratorium
darah tepi penderita anemia defisiensi besi adalah
mikrositik hipokrom, anisopoikilositosis, sel pensil, sel
target, ovalosit, dan trombosit normal atau meningkat
jumlahnya.
Cigar-shaped cell merupakan kelainan bentuk sel
darah pada apusan darah tepi. Biasanya muncul bersama
dengan Hereditary Elliptocytosis, namun bisa juga terlihat
pada Anemia Defisiensi Besi dan keadaan patologis lain
yang menurunkan produksi dan pergantian sel darah
merah.
Jadi karena adanya parasit yang memakan eritrosit,
eritrosit tersebut menjadi berkurang jumlahnya dan
membuat Tn.T mengalami anemia defisiensi besi. Defek
22
dari zat besi inilah yang menyebabkan adanya kelainan
bentuk pada sel darah merah.
Feses: telur cacing tambang positif
Diagnosa
dibuat dengan
menemukan telur
cacing pada
contoh tinja. Tinja
harus diperiksa
dalam waktu
beberapa jam
setelah buang air besar. Jika dalam beberapa jam tinja
dibiarkan dahulu, maka telur akan menetas menjadi larva.
Darah samar (Hema Test) positif
Normal berwarna hijau
Positif berwarna hijau hingga biru
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi adanya
pendarahan saluran cerna, pendarahan yang besar
(>150ml) dapat langsung diketahui secara makroskopik,
tapi bila pendarahan <100ml/hari maka feses akan terlihat
normal. Dengan pemeriksaan in lesi yang masih
asimtomatis atau ringan atau lokal dapat dideteksi lebih
cepat. Dalam kasus ini terjadi perdarahan pada pasien.
6.3.2 Bagaimana diagnosis pada kasus ini ?
Jawab:
anemia mikrositik hipokrom
23
6.3.3 Bagaimana diagnosis bandingnya ?
Jawab:
Ada 3 hal yang perlu di pertimbangkan dalam
mendiagnosa banding dari anemia mikrositik hipokrom.
Yang pertama yaitu defek keturunan pada sintesa
rantai globin : Thalasemia. Hal ini dibedakan dari
defisiensi besi dari nilai besi serum. Normal atau
meningkat besi serum dan saturasi transferin merupakan
karakteristik thalasemia.
Kondisi kedua adalah Anemia dengan penyakit
kronis hantaran besi yang tidak adekuat ke eritroid
sumsum tulang. Perbedaan antara anemia defisiensi besi
sesungguhnya dan anemia penyakit kronis, umumnya
anemia pada inflamasi kronik adalah normokrom
normositer. Nilai besi juga menjelaskan diagnosa banding
karena level feritin normal atau meningkat dan persentase
saturasi transferin dan TIBC biasanya dibawah normal.
Yang terakhir, sindroma myelodisplastik. Pasien
dengan penyakit ini memiliki sintesa hemoglobin yang
buruk dengan disfungsi mitokondrial, menghasilkan
penggabungan besi yang buruk menjadi heme. Nilai
cadangan besi juga normal dan hantaran ke sumsum
tulang lebih adekuat, meskipun hiporkrom mikrositik.
Jika dilihat dari pemeriksaan feses nya maka DD yang
didapat adalah Helminthiasis
24
Telur menetas Larva Rabditiform Larva FIlariformMenembus kulit Terkadang ada yang tidak berhasil bermigrasiMasuk ke alirah limfeMasuk ke aliran darah melalui muara Ductus thoracicus dari vena subclavia sinistraMasuk ke dalam paru-paruNaik ke bronkus, trakhea, nasofaringRefleks batuk menyebabkan cacing tertelanMasuk Usus halus Telurnya keluar bersama feses
Creeping Eruption (larva migran cutaneous)
Cacing Dewasa menetapMenghisap darah dengan menembus mukosa usus dan makan sel darah merah
Perdarahan terjadi terus-menerusSimpanan zat besi berkurang secara bertahap
Cadangan besi menurunBesi serum rendahEritropoiesis tergangguAnemia Defiensi besi
GlobinFEProtoporphyrin
HEMEHb tidak terbentuk sempurna
Oksigen yang dibawa sedikitDitambah lagi, perdarahan terus menerusPucat, Lemas, Lemah Anemis pada bagian-bagian yang dianggap tubuh “tidak terlalu penting”
KoilonychiaAtrofi PapilCheilitisKonjungtiva palpebra anemis
7. RESTRUKTURISASI / KERANGKA KONSEP
25
8. TOPIK PEMBELAJARAN8.1 Anemia
8.2 Kelainan Bentuk Sel Darah Merah (Shape)
8.3 Kelainan Ukuran Sel Darah Merah (Size)
8.4 Kelainan Warna Sel Darah Merah (Staining)
8.5 Cacing Tambang
TOPIK YANG SAYA TAHUYANG SAYA TIDAK TAHU
YANG HARUS DIBUKTIKAN KEMBALIBAGAIMANA SAYA BELAJAR
Anemia
Pengertian, EtiologiMekanisme terjadinya, Metabolisme Fe
Pemeriksaan-pemeriksaan Darah, dan nilai normalnya
Inte
rnet
Textbook
Jurn
al
Kelainan
Bentuk Sel
Darah
(Shape)
Bentuk
sel darah
merah
normal
Bentuk- bentuk
sel darah merah
abnormal
-
Kelainan
Ukuran Sel
Darah Merah
(Size)
Jenis-jenisnyaPenyebab terjadinya kelainan
Makrositer, Normositer, Mikrositer, AnisositosisKelainan
Warna Sel
Darah Merah
(Staining)
Jenis-jenisnyaPenyebab terjadinya kelainan
Hipokrom, Hiperkrom, Polikrom, AnisokromCacing
tambang
Cara Penulara
n
Morfologi, Siklus hidup
Cara Penularan, Morfologi, dan Siklus Hidup
26
9. SINTESIS9.1 Anemia
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit
atau kadar Hb sampai di bawah rentang nilai yang berlaku untuk
orang sehat.
Anemia dapat diklasifikasikan menurut morfologi sel darah
merah dan berdasarkan etiologinya. Pada klasifikasi anemia
menurut morfologi, mikro dan makro menunjukan ukuran eritrosit
sedangkan kromik menunjukan warnanya (kandungan Hb). Pada
klasifikasi berdasarkan morfologi dibagi dalam tiga klasifikasi
besar:
Anemia normositik normokrom, dimana ukuran dan bentuk
eritrosit normal serta mengandung Hemoglobin dalam jumlah
normal (MCV dan MCHC normal atau normal rendah), contohnya
pada kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronik termasuk
infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal.
Anemia makrosistik normokrom, makrositik berarti ukuran
eritrosit lebih besar dari normal dan normokrom berarti
konsentrasi Hb normal (MCV meningkat; MCHC normal). Hal ini
diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam
nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi besi
dan/atau asam folat.
Anemia mikrositik hipokrom, mikrositik berarti kecil,
hipokrom berarti mengandung jumlah Hb kurang (MCV dan MCHC
kurang), seperti pada anemia defisensi besi, keadaan
sideroblastik, kehilangan darah kronik, dan pada talesemia.
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi karena
kekurangan zat besi (Fe) yang diperlukan untuk pembentukan sel
darah merah. Defisiensi besi merupakan penyebab terbanyak dari
anemia di seluruh dunia. Diperkirakan 30 % dari populasi dunia
mengalami anemia akibat defisiensi besi.
27
Zat besi selain dibutuhkan untuk pembentukan Hb yang
berperan dalam penyimpanan dan pengangkutan oksigen, juga
terdapat dalam beberapa enzim yang berperan dalam
metabolisme oksidatif, sintesa DNA, neurotransmiter dan proses
katabolisme yang bekerjanya membutuhkan ion besi.
Anemia ini merupakan kelainan hematologi yang paling
sering dijumpai pada bayi dan anak. Banyaknya Fe yang
diabsorpsi dari makanan kira-kira 10 % setiap hari sehingga untuk
nutrisi optimal diperlukan diet yang mengandung Fe sebanyak 8-
10 mg Fe perhari. Fe yang berasal dari ASI diabsorpsi secara lebih
efisien daripada yang berasal dari susu sapi. Sedikitnya macam
makanan yang kaya Fe yang dicerna selama tahun pertama
kehidupan menyebabkan sulitnya memenuhi jumlah yang
diharapkan, maka dari itu diet bayi harus mengandung makanan
yang diperkaya Fe sejak usia 6 bulan.
Jumlah total besi dalam tubuh sebagian besar diatur dengan
cara mengubah kecepatan absorbsinya. Bila tubuh jenuh dengan
besi sehingga seluruh apoferitin dalam tempat cadangan besi
sudah terikat dengan besi, maka kecepatan absorbsi besi dari
traktus intestinal akan menjadi sangat menurun. Sebaliknya bila
tempat penyimpanan besi itu kehabisan besi, maka kecepatan
absorbsinya akan sangat dipercepat.
Di dalam tubuh, cadangan besi ada dua bentuk, yang
pertama feritin yang ebrsifat mudah larut, tersebar di sel
parenkim dan makrofag, terbanyak di hati. Bentuk kedua adalah
hemosiderin yang tidak mudah larut, lebih stabil tetapi lebih
sedikit dibanding feritin. Hemosiderin terutama ditemukan dalam
sel Kupfer hati dan makrofag di limpa dan sumsum tulang.
Cadangan besi ini akan berfungsi untuk mempertahankan
homeostasis besi dalam tubuh.
Etiologi
28
Terjadinya anemia defisiensi besi dangat ditentukan oleh
kemampuan absorpsi besi, diet yang mengandung besi,
kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang hilang.
Kebutuhan besi dapat disebabkan :
1. Kebutuhan yang meningkat fisiologis
Pertumbuhan
Pada umur 1 tahun pertama dan masa remaja,
kebutuhan besi akan meningkat sehingga pada periode
ini insiden anemia defisiensi Fe meningkat.
Menstruasi
Penyebab tersering pada anak perempuan adalah
kehilangan darah lewat menstruasi.
2. Kurangnya besi yang diserap
Masukan besi dari makanan yang tidak adekuat
Bayi cukup bulan memerlukan + 200 mg besi
dalam 1 tahun pertama untuk pertumbuhannya. Bayi
yang mendapat ASI jarang menderita anemia karena 40
% besi dalam ASI diabsorpsi oleh bayi.
Malabsorpsi besi
Keadaan ini dijumpai pada anak kurang gizi yang
mukosa ususnya mengalami perubahan secara
histologis dan fungsional.
3. Perdarahan
Kehilangan darah akibat perdarahan merupakan
penyebab penting terjadinya anemia defisiensi Fe.
Kehilangan darah 1 ml akan mengakibatkan kehilangan
besi 0,5 mg. Perdarahan dapat karena ulkus peptikum,
infeksi cacing, obat-obatan (kortikosteroid, AINS,
indometasin).
4. Kehamilan
29
Pada kehamilan, kehilangan besi kebanyakan
disebabkan oleh kebutuhan besi oleh fetus untuk
eritropoiesis, kehilangan darah saat persalinan, dan saat
laktasi.
5. Transfusi feto-maternal
Kebocoran darah yang kronis ke dalam sirkulasi ibu
akan menyebabkan anemia pada akhir masa fetus dan
pada awal masa neonatus.
6. Hemoglobinuria
Keadaan ini biasa dijumpai pada anak yang
memakai katup jantung buatan. Pada Paroxismal
Nocturnal Hemoglobinuria kehilangan besi melalui urin
1,8-7,8 mg/hari.
7. Atrogenic blood loss
Terjadi pada anak yang sering diambil darah
venanya untuk pemeriksaan laboratorium.
8. Idiopathic pulmonary hemosiderosis
Penyakit ini jarang terjadi, pada keadaan ini kadar
Hb dapat turun drastis hingga 1,5-3 g/dl dalam 24 jam.
9. Latihan yang berlebihan
Pada orang yang berolahraga berat kadar feritin
serumnya akan kurang dari 10 ug/dl.
Patofisiologi
Anemia defisiensi Fe merupakan hasil akhir
keseimbangan negatif Fe yang berlangsung lama. Bila
keseimbangan besi ini menetap akan menyebabkan
cadangan besi terus berkurang. Terdapat 3 tahap defisiensi
besi, yaitu :
Iron depletion
30
Ditandai dengan cadangan besi menurun atau tidak ada
tetapi kadar Fe serum dan Hb masih normal. Pada keadaan
ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme.
Iron deficient erythropoietin/iron limited erythropoiesis
Pada keadaan ini didapatkan suplai besi yang tidak
cukup untuk menunjang eritropoiesis. Pada pemeriksaan
laboratorium didapat kadar Fe serum dan saturasi transferin
menurun sedangkan TIBC dan FEP meningkat.
Iron deficiency anemia
Keadaan ini merupakan stadium lanjut dari defisiensi Fe.
Keadaan ini ditandai dengan cadangan besi yang menurun
atau tidak ada, kadar Fe serum rendah, saturasi transferin
rendah, dan kadar Hb atau Ht yang rendah
Manifestasi klinis
Gejala klinis anemia sering terjadi perlahan dan tidak
begitu diperhatikan oleh penderita dan keluarga, yang ringan
diagnosa ditegakkan hanya dari laboratorium. Gejala yang
umum adalah pucat. Pada Anemia defisiensi besi dengan
kadar 6-10 g/dl terjadi kompensasi kompensasi yang efektif
sehingga gejalanya hanya ringan. Bila kadar Hb
Gejala lain yang terjadi adalah kelainan non hematologi
akibat kekurangan besi seperti:
1. Perubahan epitel yang menimbulkan gejala koilonikia,
atrofi papila lidah, perubahan mukosa lambung dan usus
halus.
2. Penurunan aktivitas kerja.
3. Termogenesis yang abnormal ditandai dengan
ketidakmampuan mempertahankan suhu tubuh normal
saat udara dingin.
31
4. Daya tahan tubuh menurun karena fungsi leukosit yang
abnormal.
Orang dengan anemia memiliki jumlah sel darah merah
rendah. Anemia ringan seringkali tidak menimbulkan gejala.
Anemia berat dapat menyebabkan kelelahan, kulit pucat,sesak
napas. Jenis anemia yang umum:
a. Anemia defisiensi besi (Fe): besi diperlukan tubuh untuk
membuat sel-sel darah merah. Asupan rendah dan
kehilangan darah akibat menstruasi adalah penyebab paling
umum dari anemia kekurangan zat besi. Konsumsi pil zat
besi atau bahkan transfusi turut mengurangi anemia.
b. Anemia karena penyakit kronis. Misalnya pada orang
dengan gagal ginjal kronis. Anemia ini tidak selalu ditangani
secara khusus. Dengan injeksi hormon sintetik seperti
epogen dan procrit untuk merangsang produksi sel darah
atau transfusi darah bisa saja diperlukan jika sudah
mendesak
c. Anemia pernisiosa (kurang vitamin B12). Sebuah kondisi
autoimun yang mencegah tubuh dari menyerap B12 yang
cukup dalam makanan. Selain anemia juga bisa
menyebabkan kerusakan saraf (neuropati). Dosis tinggi
Vitamin B12 mencegah masalah jangka panjang anemia ini.
d. Anemia aplastik. Pada orang dengan anemia aplastik,
sumsum tulang tidak memproduksi cukup sel darah,
termasuk sel darah merah. Hal ini dapat terjadi karena
infeksi virus, efek samping obat, atau kondisi autoimun.
Pengobatan yang dapat dilakukan adalah transfusi darah
atau bahkan bahkan transplantasi sumsum tulang.
e. Anemia hemolitik autoimun: Pada orang dengan kondisi
ini, sistem kekebalan tubuh terlalu aktif menghancurkan sel-
sel darah merah tubuh sendiri yang menyebabkan anemia.
32
Prednison dapat membantu untuk menekan sistem
kekebalan tubuh.
Selain itu ada pula kondisi-kondisi lain yang dapat disertai
anemia, seperti:
1. Thallasemia. Merupakan penyakit genetika. Walau
sebagian penderita tidak memerlukan pengobatan tetapi
pada sebagian lain perlu transfusi darah secara teratur
untuk mencegah terjadinya berlanjutnya anemia.
2. Anemia sel sabit. Secara berkala, sel-sel darah merah
berubah bentuk menjadi seperti bulan sabit, dan
menyumbat aliran darah. Jika sudah parah dapat terjadi
kerusakan organ.
3. Vera polisitemia. Tubuh memproduksi sel darah terlalu
banyak dan belum ada penyebab pastinya. Kelebihan sel
darah merah biasanya tidak masalah tetapi dapat
menyebabkan pembekuan darah pada beberapa orang.
4. Malaria. Gigitan nyamuk yang membawa parasit ke darah
seseorang dan menginfeksi sel-sel darah merah. Secara
berkala sel darah akan pecah, menggigil dan merusak
organ.
Pemeriksaan Laboratorium yang mendukung
Untuk anemia mikrositik hipokrom, dilakukan pemeriksaan NER
(Nilai eritrosit ratarata) yang terdiri dari VER, HER, KHER
1. VER (Volume Eritrosit Rata-rata). Yaitu perbandingan
nilai hematokrit dengan jumlah eritrosit (dalam juta) x
10. Satuannya fL. Nilai normalnya 80-98 fL. Jika lebih
besar dari pada normal : eritrositnya makrositer. Jika
lebih kecil dari pada normal : eritrositnya mikrositer.
2.HER (Hemoglobin Eritrosit Rata-rata). Yaitu
perbandingan nilai hemoglobin dengan jumlah eritrosit
33
(dalam juta ) x 10 . Satuannya pg. Nilai normalnya 27-32
pg. Jika lebih kecil dari normal biasanya eritrosit
hipokrom.
3. KHER (Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit Rata-rata).
Yaitu perbandingan nilai hemoglobin dengan nilai
hematokrit x 100. Satuannya g/dL. Nilai normalnya 31-
35 g/dL. Jika lebih kecil dari normal biasanya eritrosit
hipokrom.
Kalau perhitungan sudah menunjukan bahwa eritrosit mikrositik
hipokrom, maka dilanjutkan dengan pemeriksaan apus darah
tepi untuk melihat morfologi darah tepi. Pemeriksaan lanjutan
yang dapat dilakukan ialah SI, TIBC, Saturasi transferin, feritin
serum dan elektroforesis Hb. Biasanya elektroforesis Hb lebih
menunjukan untuk sindrom talasemia.
Penatalaksanaan Anemia Mikrositik Hipokrom (akibat defisiensi
besi)
a. Terapi besi oral
Ferro sulfat, mengandung 67mg besi
Ferro glukonat, mengandung 37 mg besi.
b. Terapi besi parenteral
Biasa digunakan pada pasien yang tak bisa mntoleransi
penggunaan besi oral. Besi-sorbitol-sitrat diberikan
secara injeksi intramuscular.
Ferri hidroksida-sukrosa diberikan secara injeksi
intravena lambat/infuse.
c. Pengobatan Lain
Diet, diberikan makanan bergizi tinggi protein
terutama yang berasal dari protein hewani.
Vitamin C diberikan 3x100mg/hari untuk
meningkatkan absorpsi besi.
34
Transfusi darah, pada anemia def. Besi dan
sideroblastik jarang dilakukan (untuk menghindari
penumpukan besi pada eritrosit)
Tanda-tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia
adalah:
1. Kelelahan, lemah, pucat, dan kurang bergairah, sakit
kepala, mudah marah, tidak mampu berkonsentrasi, dan
rentan terhadap infeksi pada anemia yang kronis. Selain
itu ditunjukkan pula bentuk kuku seperti sendok dan
rapuh, pecah-pecah pada sudut mulut, lidah lunak dan
sulit menelan.
2. Karena faktor-faktor seperti pigmentasi kulit, suhu dan
kedalaman serta distribusi kapiler mempengaruhi warna
kulit, maka warna kulit bukan merupakan indeks pucat
yang dapat diandalkan. Warna kuku, telapak tangan, dan
membran mukosa mulut serta konjungtiva dapat
digunakan lebih baik guna menilai kepucatan.
Sakit kepala, pusing, kelemahan dan tinnitus (telinga
berdengung) dapat menggambarkan berkurangnya
oksigenasi pada susunan saraf pusat. Pada anemia yang
berat dapat juga timbul gejala saluran cerna yang
umumnya berhubungan dengan keadaan defisiensi.
Gejala-gejala ini adalah anoreksia, nausea, konstipasi atau
diare dan stomatitis (sariawan lidah dan mulut).
* * *KEBUTUHAN ZAT BESI
Jumlah Fe yang dibutuhkan setiap hari dipengaruhi
oleh berbagai faktor. Umur, jenis kelamin dan volume darah
35
dalam tubuh (Hb) dapat mempengaruhi kebutuhan,
walaupun keadaan depot Fe memegang peranan yang
penting pula.
Kebutuhan zat besi bagi bayi dan anak-anak relatif
lebih tinggi disebabkan oleh pertumbuhannya. Bayi
dilahirkan dengan 0,5 gram besi, sedang dewasa kira-kira 5
gram, untuk mengejar perbedaan itu rata-rata 0,8 gram
besi harus diabsorbsi tiap hari selama 15 tahun pertama
kehidupan.
Disamping kebutuhan pertumbuhan ini, sejumlah
kecil diperlukan untuk menyeimbangkan kehilangan besi
normal oleh pengelupasan sel.Karena itu untuk
mempertahankan keseimbangan besi positif pada anak,
kira-kira 1 mg besi harus diabsorbsi.
METABOLISME ZAT BESI
Penyerapan besi oleh tubuh berlangsung melalui
mukosa usus halus, terutama di duodenum sampai
pertengahan jejunum, makin ke distal penyerapan akan
semakin berkurang. Ada 2 cara penyerapan besi dalam
usus, yaitu :
1. Penyerapan dalam bentuk non heme
Kurang lebih 90 % nya berasal dari makanan. Zat
besi dalam makanan biasanya dalam bentuk senyawa
besi non heme berupa kompleks senyawa besi
inorganik (ferri/ Fe3+) yang oleh HCl lambung, asam
amino dan vitamin C mengalami reduksi menjadi ferro
(Fe2+ ).
Bentuk fero diabsorpsi oleh sel mukosa usus dan
di dalam sel usus, fero mengalami oksidasi menjadi feri
yang selanjutnya berikatan dengan apoferitin menjadi
feritin. Bentuk ini akan dilepaskan ke peredaran darah
setelah mengalami reduksi menjadi fero dan di dalam
36
plasma ion fero direoksidasi menjadi feri yang akan
berikatan dengan 1 globulin membentuk transferin.
Transferin berfungsi mengangkut besi untuk
didistribusikan ke hepar, limpa, sumsum tulang serta
jaringan lain untuk disimpan sebagai cadangan besi
tubuh.
Di sumsum tulang sebagian besi dilepaskan ke
dalam retikulosit yang akan bersenyawa dengan
porfirin membentuk heme. Persenyawaan globulin
dengan heme membentuk hemoglobin. Setelah
eritrosit hancur, Hb akan mengalami degradasi menjadi
biliverdin dan besi. Besi akan masuk ke dalam plasma
dan mengikuti siklus seperti di atas.
2. Penyerapan dalam bentuk heme ( + 10 % dari
makanan)
Besi heme di dalam lambung dipisahkan dari
proteinnya oleh HCl lambung dan enzim proteosa. Besi
heme teroksidasi menjadi hemin yang akan masuk ke
sel mukosa usus secara utuh, lalu dipecah oleh enzim
hemeoksigenasi menjadi ion feri dan porfirin. Ion feri
akan mengalami siklus seperti di atas. Proses absorbsi
besi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
1. Heme-iron akan lebih mudah diserap dibandingkan nonheme-iron
2. Ferro lebih mudah diserap daripada ferri
3. Asam lambung akan membantu penyerapan besi
4. Absorbsi besi dihambat kompleks phytate dan fosfat
5. Bayi dan anak-anak mengabsorbsi besi lebih tinggi dari orang dewasa karena proses pertumbuhan
6. Absorbsi akan diperbesar oleh protein
7. Asam askorbat dan asam organik tertentu
37
Jumlah total besi dalam tubuh sebagian besar diatur
dengan cara mengubah kecepatan absorbsinya. Bila tubuh
jenuh dengan besi sehingga seluruh apoferitin dalam
tempat cadangan besi sudah terikat dengan besi, maka
kecepatan absorbsi besi dari traktus intestinal akan menjadi
sangat menurun. Sebaliknya bila tempat penyimpanan besi
itu kehabisan besi, maka kecepatan absorbsinya akan
sangat dipercepat.
Di dalam tubuh, cadangan besi ada dua bentuk, yang
pertama feritin yang ebrsifat mudah larut, tersebar di sel
parenkim dan makrofag, terbanyak di hati. Bentuk kedua
adalah hemosiderin yang tidak mudah larut, lebih stabil
tetapi lebih sedikit dibanding feritin. Hemosiderin terutama
ditemukan dalam sel Kupfer hati dan makrofag di limpa dan
sumsum tulang. Cadangan besi ini akan berfungsi untuk
mempertahankan homeostasis besi dalam tubuh.
38
9.2 Kelainan Bentuk Sel Darah Merah (Shape)1. Poikilositosis
Poikilositosis ialah keadaan dimana populasi eritrosit tampil
dengan bentuk yang
bervariasi.biasanya polkilositosis
biasanya bersamaan dengan
anisositosis.
Meningkatnya poikilositosis
sering menunjukkan adanya
kelainan eritropoiesis yang
disebabkan oleh defek sumsum
tulang atau kelainan destruksi
eritrosit.
Dalam situasi
normal, suatu
poikilosit merupakan
penuaan eritrosit
yang sejalan dengan
kekuatannya.
Sebagian kecil dari
membrannya terkelupas. Dalam situasi yang abnormal,
poikilositosis menjadi sedemikian nyata sehingga eritrosit
berbentuk tetesan airmata ("teardrops"). Gambaran ini
menjadi ciri dari eritropoiesis ekstrameduler.
2. Sferofit
Sel ini
adalah
eritrosit
yang tidak
lagi
39
berbentuk bikonkaf tetapi bentuknya bulat (sferik) dengan
diameter kurang dari 6 μm. Dengan kata lain,volume sel
berkurang sedang dindingnya menjadi lebihtebal. Oleh sebab
itu pada sediaan apus sel ini tampak tidak memiliki akromia
sentral dan warna lebih atau sangat gelap dari warna
normalnya,disebut mikrosperofit hiper kromik.
Kelainan bentuk sel ini terjadi karena terganggunya
fungsi membran sel.walaupun gangguan ini dapat disebabkan
oleh banyak hal tetapi sperositosis sering dijumpai pada
kelainan bawaan sperositosis herediter dimana terjadi
kemacetan dalam mekanisme "sodium pump"nya gangguan
lain adalah "immuneinduced hemolysis".
3. Sistosit
Sistosit
adalah
eritrosit
yang telah
mengalami
fragmentasi.
Sel ini dapat
dijumpai pada banyak keadaan antara lain talasemia, anemia
hemolitik mikroangiopatik, dan sebagainya. Pada sediaan
apus dapat dilihat bermacam "fragment", misalnya hellment
cell, sputnik cell, tringular cell.
4. Sel target (Leptocyte)
40
Sel target adalah sel yang pipih dengan diameter besar
dan kelihatan. Merupakan eritrosit yang mempunyai masa
kemerahan di bagian tengahnya. Sel ini dapat terlihat pada
talasemia, penyakit obstruktif, penyakit sel sabit.
5. Sel bulan sabit (sickle-cell) Merupakan eritrosit yang bentuknya seperti bulan
sabit atau clurit. Sel seperti ini didapatkan pada penyakit sel
sabit yang homozigot (SS). Untuk mendapatkan eritrosit yang
berbentuk sabit, eritrosit diinkubasi terlebih dahulu dalam
keadaan anoksia dengan menggunakan zat reduktor
(Na2S2O5 atau Na2S2O3). Hal ini terutama dilakukan pada
penyakit sel sabit heterozigot.
Sel ini dapat dijumpai pada "sickle cell disease", atau
hemoglobinopati lain.
6. Creanated cellCrenate cell adalah eritrosit yang kelihatan dengan
dinding "bergerigi" karena adanya tonjolan-tonjolan
sitoplasma yang tumpul dan tersebar merata dipermukaan
sel. Sel seperti ini merupakan artefak, dapat dijumpai dalam
41
sediaan apus darah tepi yang telah disimpan 1 malam pada
suhu 20o C atau eritrosit yang berasal dari “washed packed
cell”. Umumnya terjadi karena kesalahan teknik dalam
pembuatan sediaan apus.
7. Burr Cell
Sel
ini adalah
eritrosit
yang kecil
atau
fragmentosit yang mempunyai duri satu atau lebih pada
permukaan eritrosit.
8. Akantosit
Akantosit
adalah eritrosit
yang pada
dindingnya
terlihat tonjolan-
tonjolan
sitoplasma yanng
runcing dan tersebar tidak merata di permukaan sel. Sel ini
disebabkan oleh metabolisme fosfolipid dari membrane
eritrosit. Pada keadaan ini tepi eritrosit mempunyai
tonjolan-tonjolan berupa duri. Sel ini bisa dilihat pada
abetalipo proteinemia, sirosis hati, anemia hemolitik, dan
lain-lain.
9. Teardrop cell
Teardrop cell
adalah eritrosit yang
bentuknya seperti
42
tetesan air mata atau kelihatan seperti buah "pear", dapat
dijumpai pada thalasemia, mielofibrosis, dan lain-lain.
10. ovalosit/eliptosit
Ovalosit atau
elliptosit
adalah eritrosit berbentuk lonjong, misalnya dilihat pada
ovalositosis herediter.
11. Rouleaux atau auto-aglutinasi
Rouleaux tersususn dari 3-5 eritrosit yang membentuk barisan. Sedangkan auto-aglutinasi adalah keadaan dimana eritrosit bergumpal.
43
9.3 Kelainan Ukuran Sel Darah Merah (Size)Ukuran normal eritrosit antara 6,2 – 8,2 Nm (normosit)
Kelainan berdasarkan ukuran:
a) Makrosit
Ukuran eritrosit yang lebih dari 8,2 Nm terjadi karena
pematangan inti eritrosit terganggu, dijumpai pada defisiensi
vitamin B₁₂ atau asam folat.
Penyebab lainnya adalahkarena rangsangan
eritropoietin yang berakibat meningkatkatnya sintesa
hemoglobin dan meningkatkan pelepasan retikulosit kedalam
sirkulasi darah. Sel ini didapatkan pada anemia
megaloblastik, penyakit hati menahun berupa thin
macrocytes dan pada keadaan dengan retikulositosis, seperti
anemia hemolitik atau anemia paska pendarahan.
b) Mikrosit
Ukuran eritrosit yang kurang dari 6,2 Nm. Terjadinya
karena menurunnya sintesa hemoglobin yang disebabkan
defisiensi besi, defeksintesa globulin, atau kelainan
mitokondria yang mempengaruhi unsure hem dalam molekul
hemoglobin. Sel ini didapatkan pada anemia hemolitik,
anemia megaloblastik, dan pada anemia defisiensi besi.
c) Anisositosis
Pada kelainan ini tidak ditemukan suatu kelainan
hematologic yang spesifik, keadaan ini ditandai dengan
adanya eritrosit dengan ukuran yang tidak sama besar dalam
sediaan apusan darah tepi (bermacam-macam ukuran). Sel
ini didapatkan pada anemia mikrositik yang ada bersamaan
anemia makrositik seperti pada anemia gizi.
44
9.4 Kelainan Warna Sel Darah Merah (Staining)a) Hipokromia
Penurunan warna eritrosit yaitu peningkatan
diameter central pallor melebihi normal sehingga tampak
lebih pucat. Terjadi pada anemia defisiensi besi, anemia
sideroblastik, thallasemia dan pada infeksi menahun.
b) Hiperkromia
Warna tampak lebih tua biasanya jarang digunakan
untuk menggambarkan ADT.
c) Anisokromasia
Adanya peningkatan variabillitas warna dari
hipokrom dan normokrom. Anisokromasia umumnya
menunjukkan adanya perubahan kondisi seperti kekurangan
zat besi dan anemia penyakit kronis.
d) Polikromasia
Eritrosit berwarna merah muda sampai biru.
Terjadi pada anemia hemolitik, dan hemopoeisis
ekstrameduler.
45
9.5 Cacing TambangSejarah Cacing Tambang
Cacing tambang diberi nama “cacing tambang” karena
pada zaman dahulu cacing ini ditemukan di Eropa pada pekerja
pertambangan, yang belum mempunyai fasilitas sanitasi yang
memadai.
Necator americanus banyak ditemukan di Amerika, Sub-
Sahara Afrika, Asia Tenggara, Tiongkok, and Indonesia, sementara
A. duodenale lebih banyak di Timur Tengah, Afrika Utara, India,
dan Eropa bagian selatan. Sekitar seperempat penduduk dunia
terinfeksi oleh cacing tambang. Infeksi paling sering ditemukan di
daerah yang hangat dan lembab, dengan tingkat kebersihan yang
buruk. bentuk infektif dari cacing tersebut adalah bentuk
filariform. Setelah cacing tersebut menetas dari telurnya,
munculah larva rhabditiform yang kemudian akan berkembang
menjadi larva filariform.
Taksonomi dari cacing tambang
Phylum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Sub kelas : Secernantea
Ordo : Strongylida
Famili : Ancylostomatidae
Genus : Ancylostoma dan Necator
Spesies : Ancylostoma duodenale (Afrika)
Necator americanus (Amerika)
Epidemiologi
Kejadian penyakit ini di Indonesiasering ditemukan
terutama di daerah pedesaan, khususnya di perkebunan atau
46
pertambangan. Cacing ini menghisap darah hanya sedikit namun
luka-luka gigitan yang berdarah akan berlangsung lama, setelah
gigitan dilepaskan dapat menyebabkan anemia yang lebih berat.
Kebiasaan buang air besar di tanah dan pemakaian tinja sebagai
pupuk kebun sangat berperan dalam penyebaran infeksi penyakit
ini. Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva adalah tanah
gembur (pasir, humus) dengan suhu optimum 32oC – 38oC. Untuk
menghindari infeksi dapat dicegah dengan memakai sandal atau
sepatu bila keluar rumah.
Morfologi Cacing Tambang
Cacing dewasa hidup di rongga usus halus manusia,
dengan mulut yang melekat pada mukosa dinding usus.
Ancylostoma duodenale ukurannya lebih besar dari Necator
americanus. Yang betina ukurannya 10-13 mm x 0,6 mm, yang
jantan 8-11 x 0,5 mm, bentuknya menyerupai huruf C, Necator
americanus berbentuk huruf S, yang betina 9 – 11 x 0,4 mm dan
yang jantan 7 – 9 x 0,3 mm. Rongga mulut A.duodenale
mempunyai dua pasang gigi, N.americanus mempunyai sepasang
benda kitin. Alat kelamin jantan adalah tunggal yang disebut
bursa copalatrix. A.duodenale betina dalam satu hari dapat
bertelur 10.000 butir, sedang N.americanus 9.000 butir. Telur dari
kedua spesies ini tidak dapat dibedakan, ukurannya 40 – 60
mikron, bentuk lonjong dengan dinding tipis dan jernih. Ovum dari
telur yang baru dikeluarkan tidak bersegmen. Di tanah dengan
suhu optimum23oC - 33oC, ovum akan berkembang menjadi 2, 4,
dan 8 lobus.
Siklus Hidup Cacing Tambang
Telur - larva rabditiform -larva filariform - menembus kulit - kapiler
darah- jantung kanan - paru -bronkus- trakea- laring- esopghagus-
47
usus halus.
Telur keluar bersama tinja, dalam waktu 1 – 2 hari telur
akan berubah menjadi larva rabditiform (menetas ditanah yang
basah dengan temperatur yang optimal untuk tumbuhnya telur
adalah 23 – 30 0 C. Larva rabditiform makan zat organisme dalam
tanah dalam waktu 5 – 8 hari membesar sampai dua kali lipat
menjadi larva filariform, dapat tahan diluar sampai dua minggu,
bila dalam waktu tersebut tidak segera menemukan host, maka
larva akan mati. larva filariform masuk kedalam tubuh host
melalui pembuluh darah balik atau pembuluh darah limfa, maka
larva akan sampai ke jantung kanan. Dari jantung kanan menuju
ke paru – paru, kemudian alveoli ke broncus, ke trakea dan
apabila manusia tersedak maka larva akan masuk ke oesophagus
lalu ke usus halus (siklus ini berlangsung kurang lebih dalam
waktu dua minggu).
Patologi dan Gejala Klinis
Stadium larva
48
Bila banyak filariform sekaligus menembus kulit, maka terjadi
perubahan kulit yang disebut ground itch, dan kelainan pada paru
biasanya ringan.
Stadium dewasa
Gejala tergantung pada: Spesies dan jumlah cacing
KEADAAN GIZI PENDERITA
Gejala klinik yang timbul bervariasi bergantung pada
beratnya infeksi, gejala yang sering muncul adalah lemah, lesu,
pucat, sesak bila bekerja berat, tidak enak perut, perut buncit,
anemia, dan malnutrisi. Tiap cacing Necator americanus
menyebabkan kehilangan darah sebanyak 0,005 – 0,1 cc sehari,
sedangkan A. duodenale 0,08 – 0,34 cc. biasanya terjadi anemia
hipokrom mikrositer.
Disamping itu juga terdapat eosinofilia. Anemia karena
Ancylostoma duodenale dan Necator americanus biasanya berat.
Hemoglobin biasanya dibawah 10 (sepuluh) gram per 100
(seratus) cc darah jumlah erythrocyte dibawah 1.000.000 (satu
juta)/mm 3 . Jenis anemianya adalah anemia hypochromic
microcyic. Bukti adanya toksin yang menyebabkan anemia belum
ada biasanya tidak menyebabkan kematian, tetapi daya tahan
berkurang dan prestasi kerja menurun.
1. Pengobatan Helminthiasis :
- Piperasin : Dosis tunggal untuk dewasa 3-4 gram, untuk anak 25 mg/kg BB
- Pirantel : dosis tunggal 10 mg/BB
- Mebendazol : 2x100 mg/hari selama 3 hari atau 500 mg dosis tunggal
- Albendazol : dosis tunggal 400 mg
- Oksantel-Pirantel Pamoat
2. Mekanisme parasit menghindari sistem imun
49
Pengaruh lokasi
Parasit mengubah antigen
Supresi sistem imun pejamu
Resistensi
Hidup dalam sel pejamu
Migrasi (berpindah tempat)
Molekul mimicry
10. KESIMPULANTn.T, 41 tahun menderita penyakit anemia mikrositik hipokrom
karena infeksi cacing tambang akibat tidak menggunakan alas kaki
saat bertani.
11. DAFTAR PUSTAKA1. Clinical Hematology and Oncology. Bruce Furie, Peter A. Cassileth, Michael B. Atkins, Robert J. Mayer. Churchill Livingstone Publishing, ISBN 0-443-06556-X, pg. 276-782. Cokronegoro, Arjatmo. Utama, Hendra. 19963. Gandahusada.19984. Gandasoebrata, R. Penutnun Patologi Klinik5. Guyton, Arthur C. dan Hall, John E. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 6. Hoffbrand. A. V dan Pettit. J.E. 2005. Kapita Selekta Hematologi Edisi : 4. Jakarta : EGC.7. Markum, H.M.S. 2011. Penuntun Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis. Jakarta: Interna publishing8. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi9. P, Richard D. 2007. Hookworm Infection. Merck Manual Home Health Handbook.10. Sudoyo, Aru.W, dkk. 2009. Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM ed. 5 jilid 2. Interna Publishing:Jakarta
50
11. Sutanto, Inge., Ismid, Is Suhariah., Sjarifuddin, Pudji K., Sungkar, Saleha. 2008. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran FKUI Edisi Keempat. Balai Penerbit FKUI: Jakarta12. Anonim. http://www.cdc.gov/parasites/hookworm/ [diakses pada tanggal 4 Desember 2013]13. Anonim. http://www.kalbe.co.id [diakses pada tanggal 4 Desesmber 2013]14. Anonim. http://www.medicinesia.com [diakses pada tanggal 4 Desember 2013]
51