BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangInsidensi Tuberculosis (TBC) dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade
terakhir ini di seluruh dunia termasuk juga di Indonesia. Penyakit ini biasanya banyak terjadi pada negara berkembang atau yang mempunyai tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah. Tuberculosis (TBC) merupakan penyakit infeksi penyebab kematian dengan urutan atas atau angka kematian (mortalitas) tinggi, angka kejadian penyakit (morbiditas), diagnosis dan terapi yang cukup lama.
Di Indonesia untuk tingkat dunia penderita penyakit TBC urutan ke-3 setelah Cina dan India. Dibandingkan dengan Provinsi lainnya di Indonesia, Jawa Barat jumlah terbesar penderita penyakit TBC (Tuberkulosis). Data di Dinas Kesehatan (Dinkes) Jabar, tahun 2007 tercatat 30.000 orang penderita TBC, yang sudah datang berobat ke rumah Sakit dan Puskesmas. Kecenderungan sekitar 16 persen penyakit yang berasal dari kuman tersebut menyerang anak-anak, hingga tahun 2008 terus meningkat yakni mencapai 35.000 orang. Tuberculosis paru merupakan suatu gangguan pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh bakteri tahan asam. Mycrobacterium yang menyerang paru-paru dan merupakan penyakit yang menular melalui droplet nuclei atau infeksi air ludah sehingga mudah dalam proses penularan dari orang yang satu ke yang lainnya.
TB bukanlah penyakit yang hanya dapat diderita orang dewasa. Anak-anak punterancam. Anak sangat rentan selama tahun pertama dari tiga tahun kehidupan selama dan segera setelah pubertas. Baru-baru ini, jumlah kasus TB semakin meningkat, banyak yang tercatat, terutama kaum gelandangan, pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah, dan mereka yang terinfeksi kuman HIV. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan terdapat lebih dari 250.000 anak menderita TB dan 100.000 di antaranya meninggal dunia. Disinilah masalah mulai muncul. Insiden yang terus merangkak tidak disertai dengan kemudahan menegakkan diagnosis sedini mungkin. Pada orang dewasa, diagnosis pasti ditegakkan apabila menemukan kuman M. tuberculosis dalam sputum/dahak. Akan tetapi, anak-anak sangat sulit bila diminta untuk mengeluarkan dahak. Bila pun ada, jumlah dahak yang dikeluarkan tidak cukup. Jumlah dahak yang cukup untuk dilakukan pemeriksaan basil tahan asam adalah sebesar 3-5 ml, dengan konsistensi kental dan purulen.
2.2 Rumusan Masalah2.2.1 Bagaimana definisi Tuberkulosis ?2.2.2 Bagaimana etiologi dari Tuberkulosis pada anak & dewasa ?2.2.3 Bagaimana Patofisiologi dari Tuberkulosis pada anak & dewasa ?2.2.4 Bagaimana manifestasi klinis Tuberkulosis pada anak & dewasa ?2.2.5 Bagaimana pemeriksaan diagnostik Tuberkulosis pada anak & dewasa ?
1
2.2.6 Bagaimana asuhan keperawatan dari Tuberkulosis pada anak & dewasa ?
2.3 TUJUAN2.3.1 Untuk mengetahui definisi Tuberkulosis ?2.3.2 Untuk mengetahui etiologi dari Tuberkulosis pada anak & dewasa ?2.3.3 Untuk mengetahui patofisiologi dari Tuberkulosis pada anak & dewasa ?2.3.4 Untuk mengetahui manifestasi klinis Tuberkulosis pada anak & dewasa ?2.3.5 Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik Tuberkulosis pada anak & dewasa ?2.3.6 Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari Tuberkulosis pada anak & dewasa ?
2
BAB IIPEMBAHASAN
2.1 DEFINISITuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tubeculosis yaitu suatu bakteri tahan asam, atau Tuberculossis (TB) adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis sistemik sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh, dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer.
Sementara beberapa ahli mendefinisikan Tuberkulosis mendefinisikan TBC sebagai berikut :1. Tuberculosis(TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim
paru.(KMB I. Brunner dan Suddarth Vol.I,2002,hal 584)2. Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis yang
hampir seluruh organ tubuh dapat terserang olehnya, tapi yang paling banyak adalah paru-paru (IPD, FK, UI).
3. Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi ( Mansjoer , 1999).
4. Tuberculosis paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis tipe humanus, sejenis kuman berbentuk batang dengan panjang 1-4 mm dan tebal 0,3-0,6 mm. (M.Ardiansyah, 2012)
5. Penyakit tuberculosis disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat seorang pasien TBC batuk dan percikan ludah yang mngandung bakteri tersebut terhirup oleh orang lain saat bernafas. (Widoyono, 2008)
6. Tuberculosis adalah suatu infeksi kronik jaringan paru yang disebabkan Mycobacterium tuberculosae (Herdin, 2009).
7. TB Paru (Tuberculosis) adalah penyakit menular yang langsung disebabkan oleh kuman TB (Mycobaterium tuberculosa). Sebagian besar kuman TBC ini menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya ( Depkes RI, 2011 ).
2.2 ETIOLOGIPada dasarnya etiologi penyakit Tuberkulosis untuk anak dan oramg dewasa tidak
ada perbedaan, yaitu sama-sama disebabkan adanya infeksi oleh bakteri yang disebut Mycobakterium Tuberkulosis. Penyakit TB Paru ini disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis berbentuk batang / basil tahan asam (BTA) yang bersifat aerobik. Terdapat beberapa strain dari kuman ini, yang bersifat pathogen terhadap manusia adalah strain bovin dan human.
Kuman tersebut mempunyai ukuran 0,5–4 mikron x 0,3-0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok, bergranular atau tidak mempunyai
3
selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat).
Bakteri ini mempunyai sifat istimewa, yaitu dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol, sehingga sering disebut Basil Tahan Asam (BTA), serta tahan terhadap zat kimia dan fisik. Kuman Tuberculosis juga tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat dorman dan aerob.
Bakteri tuberculosis ini mati pada pemanasan 100°C selama 5-10 menit atau pada pemanasan 60°C selama 30 menit, dan dengan alkohol 70-95% selama 15-30 detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara terutama di tempat yang lembab dan gelap (bisa berbulan-bulan), namun tidak tahan terhadap sinar atau aliran udara (Widoyono, 2008).
Yang tergolong dalam kuman Mycobacterium tuberculosae complex adalah:a. Mycobacterium tuberculosaeb. Varian Asianc. Varian African Id. Varian African IIe. Mycobacterium bovis
2.3 PATOFISIOLOGIKompleks primer tuberkulosis adalah infeksi lokal pada tempat masuk dan
limfonodi regional yang mengalirkan daerah tersebut. Paru-paru adalah tempat masuk pada lebih dari 98% kasus. Basil tuberkel memperbanyak diri pada mulanya dalam alveoli dan duktus alveolaris. Kebanyakan basil terbunuh tetapi beberapa bertahan hidup dalam makrofag yang di nonaktifkan, yang membawanya melalui vasa limfatika ke limfonodi regional. Bila infeksi primer ada di paru-paru limfonodi hilus biasanya dilibatkan, walaupun fokus lobus atas dapat mengalirkannya ke dalam limfonodi paratrakea. Reaksi jaringan dalam parenkim paru-paru dan limfonodi intensif pada 2-12 minggu berikutnya karena terjadi hipersensitivitas jaringan. Bagian parenkim kompleks primer sering menyembuh secara sempurna dengan fibrosis atau klasifikasi sesudah mengalami nekrosis dan membentuk kapsul. Kadang-kadang, bagian ini terus membesar, menimbulkan pneumonitis dan pleuritis setempat. Jika pusat lesi sudah mencair dan mengosongkan bronkus akan meninggalkan rongga sisa (kaverna).
Fokus infeksi di limfonodi regional menjadi fibrosis dan berkapsul, tetapi penyembuhan biasanya kurang sempurna daripada lesi parenkim. M. Tuberculosis yang hidup dapat menetap selama beberapa dekade dalam fokus ini. Pada kebanyakan kasus infeksi tuberkulosis awal limfonodi ukurannya tetap normal. Namun limfonodi hilus dan paratrakea yang sangat membesar sebagai bagian dari reaksi radang hospes dapat melampaui batas daerah bronkus atau bronkiolus regional. Obstruksi farsial bronkus yang disebabkan oleh kompresi eksternal dapat menyebabkan hiperinflasi pada segmen paru sebelah distal. Limponodi yang meradang dapat melekat pada dinding bronkus dan mengerosinya. Sehingga menimbulkan tuberkulosis endobronchial atau
4
saluran fistula. Cesium menyebabkan obstruksi bronkus komplet. Lesi hasilnya kombinasi pneumotitis dan atelektasis, disebut konsolidasi-kolaps atau lesi segmental.
Selama perkembangan kompleks primer, basil tuberkel dibawa ke kebanyakan jaringan tubuh melalui pembuluh darah dan limfe. Penyebaran tuberkulosis terjadi jika jumlah basili yang bersirkulasi besar dan respon hospes tidak adekuat. Lebih sering jumlah basil sedikit, menyebabkan fokus metastasis tidak nampak secara klinis pada beberapa organ. Fokus jauh ini biasanya menjadi berkapsul, tetapi fokus ini mungkin berasal dari tuberkulosis ekstrapulmonal maupun reaktifasi tuberkulosis pada beberapa individu.
Waktu antara infeksi awal dan penyakit yang tampak secara klinis adalah sangat bervariasi. Tuberkulosis tersebar atau meningeal adalah manifestasi awal sering terjadi dalam dua sampai enam bulan infeksi. Tuberkulosis limfonadi atau endobronchial yang bermakna secara klinis biasanya mucul dalam 3-9 bulan. Lesi tulang dan sendi memerlukan beberapa tauhun untuk berkembang sementara lesi ginjal dapat menjadi jelas beberapa dekade sesudah infeksi. Tuberkulosis paru yang terjadi lebih dari setahun sesudah infeksi primer biasanya disebabkan pertumbuhan kembali basili endogen yang menetap pada lesi yang sebagian berkapsul. Reaktifasi tuberkulosis ini jarang pada anak tetapi sering pada remaja dan orang dewasa muda. Bentuk yang paling sering adalah infiltrat atau kaverna di apeks lobus atas, dimana tensi oksigen dan aliran darah besar. Penyebaran selama reaktiiftas tuberkolosis jarang pada hospes berkemampuan imun tetapi lazim pada orang dewasa dengan syndrom defisiensi imun (AIDS). Hanya 5-10% orang dewasa berkemampuan imun yang menjadi terinfeksi dengan M. Tuberkulosis berkembang menjadi penyakit klinis. Namun, sekitar 40% bayi dengan infeksi yang tidak diobati berkembang penyakit dalam 1-2 tahun. Resiko menurun selama masa anak. Sekitar 25-35% anak dengan tuberkulosis berkembang manifestasi ekstrapulmonal dibanding dengan sekitar 10% orang dewasa yang berkemampuan imun.
5
2.3.1 Patway TBC pada Anak & Dewasa
Individu/anak yang menghirup basil tuberculosis dan menjadi terinfeksi¤
Bakteri berpindah melalui jalan napas ke alveoli( Tempat berkumpul dan memperbanyak diri )
¤Basil juga dipindahkan melalui system limpe danj aliran darah ke bagian tubuh lain
¤Sistem imun tubuh berespon dengan inflamasi
¤Fagosit ( Neutrofil dan makrofag ) menelan banyak bakteri ; limfosit spesifik tuberculosis
tnelisis dan jaringan normal¤
Reaksi jaringan ini mangakibatkan penumpukan exudat dalam aveoli¤
Bronkopneumoni¤
Daya tahan tubuh menurun, virulensi kuman meningkat¤
Radang kronis, lesi dikelilingi oleh jaringan kolagen Fibroblast dan limfosit¤
Bagian tengah lesi akan mengalami nekrosis caseosa yang disebut lesi primer¤
Lesi primer mengalami pengapuran dan pencairan serta bronkus. Lesi primer mengisi rongga serta jaringan nekrotik yang sudah mencair keluar bersama dengan batuk
¤Bila lesi sampai menembus pleura : Effuse Pleura Tuberculosa
( Brunner and Suddart, 2002 : 585
2.4 Manifestasi Klinis
6
Yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah banyak
keluhan pasien ditemukan Tb paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan
kesehatan.keluhan yang banyak atau yang utama pada Tb paru:
a. Demam
Biasanya subfebris menyerupai demam influenza. Keadaan ini sangat
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman
tuberkulosis yang masuk.
b. Batuk /batuk darah
Batuk terjadik karena adanya iritasi pada bronkus,keadaan yang lanjut berupa
batuk darah karena ada pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak napas
Sesak nafas ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut yang infiltrasinya
meliputi setengah bagian paru-paru.
d. Nyeri dada
Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang Sudah sampai ke pleura disebut pleuritis.
e. Malaise
Gejala malaise berupa anoreksia,tidak ada nafsu makan,berat badan turun.
(Ilmu Penyakit Dalam Edisi II ,2001 hal.824)\
f. Pasien TB.paru juga menampakkan gejala klinis yaitu :
- Tahap asimptomatis.
- Gejala TB.paru yang khas,kemudian stagnasi dan regresi.
- Eksaserbasi yang memburuk.
- Gejala berulang dan menjadi kronik.
g. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda :
- Tanda –tanda infiltrat (redup,bronkial,ronki basah).
- Tanda-tanda penarikan paru,diafragma dan mediastinum.
- Sekret disaluran napas dan ronki.
- Suara nafas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan langsung
dengan bronkus. (kapita selecta kedokteran, edisi IV ,2001,hal.472)
2.5 Pemeriksaan Diagnostik
7
2.5.1 Pemeriksaan Diagnostik Tuberkulosis pada Anak
Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik termasuk sebagai bagian dari
proses pengumpulan data perawat harus waspada terhadap hasil
pemeriksaan signifikan yang membutuhkan pelaporan pada dokter dan atau
melakukan intervensi keperawatan khusus.
Beberapa pemeriksaan digunakan untuk mendiagnosa penyakit, sementara yang lainnya sangat berguna dalam mengikuti perjalanan penyakit atau penyesuaian terapi pada banyak kasus hubungan antara pemeriksaan fisik dengan patofisiologi penyakit cukup jelas, tetapi pada kasus lain tidak jelas, hal ini merupakan interelasi antara berbagai organ dan sistem tubuh.
Pemeriksaan dignostik pada penderita tuberkulosis antara lain :a. Uji Tuberkulin
merupakan uji paling penting untuk menentukan apakah anak sudah terinfeksi tuberkel basilus atau tidak. Prosedur yang dianjurkan adalah Uji Mantoux, yang menggunakan derifat protein murni (PPD, Purified protein derifatif). Dosis standar adalah 5 unit tuberkulin dalam 0,1 ml larutan, di injeksi secara intradermal. Pembacaan uji tuberkulin dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan dan di ukur diameter melintang dari indurasi yang terjadi. Hasil dianggap positif bila terdapat indurasi dengan 5 mm keatas, bila 4 mm negatif, 5-9 mm masih dianggap meragukan, tetapi jika 10 mm keatas jelas positif.
b. Pemeriksaan RadiologisPada anak dengan uji tuberkulin positif dilakukan pemeriksaan radiologis. Secara rutin dilakukan foto rontgen paru, dan untuk diagnosis tidak cukup hanya pemeriksaan radiologis tetapi diperlukan juga data klinis.
c. Pemeriksaan bakteriologis Ditemukannya basil tuberkulosis akan memastikan diagnosis tuberkulosis. Bahan-bahan yang digunakan untuk pemeriksaan bakteriologis ialah :1. Bilasan lambung2. Sekret bronkus3. Sputum (pada anak yang besar)4. Cairan pleura
d. Uji BCGDi Indonesia BCG diberikan secara langsung tanpa didahului uji tuberkulin. Bila ada anak yang mendapat BCG langsung terdapat reaksi lokal yang besar dalam waktu kurang dari 7 hari setelah
8
penyuntikan berarti perlu dicurigai adanya tuberkulosis. Pada anak dengan tuberkulosis BCG akan menimbulkan reaksi lokal yang lebih cepat dan besar oleh karena itu, reaksi BCG dapat dijadikan alat diagnostik. Vaksin BCG diletakkan pada ruang/tempat bersuhu 200C-80C serta pelindung dari cahaya. Pemberian vaksin BCG biasanya dilakukan secara injeksi intradermal atau intrakutan pada lengan bagian atas atau injeksi perkutan sebagai alternatif bayi usia muda yang mungkin sulit menerima injeksi terdermal. Dosis yang digunakan sebagai berikut :1. Untuk infant atau anak-anak kurang dari 12 bulan diberikan
satu dosis vaksin BCG sebanyak 0,05 mg.2. Untuk anak-anak di atas 12 bulan dan dewasa diberikan
satu dosis vaksin BCG sebanyak 0,1 mg.
2.5.2 Pemeriksaan Diagnostik Tuberkulosis pada Orang Dewasaa. Pemeriksaan Rontgen Toraks
Pada hasil pemeriksaan rontgen toraks, sering didapatkan adanya suatu lesi sebelum ditemukan gejala subjektif awal. Sebelum pemeriksaan fisik, dokter juga menemukan suatu kelainan paru. Pemeriksaan rontgen toraks ini sangat berguna untuk mengevaluasi hasil pengobatan, di mana hal ini bergantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan bakteri tuberkel terhadap OAT. Penyembuhan total sering kali terjadi di beberapa area dan ini adalah observasi yang dapat muncul pada sebuah proses penyembuhan yang lengkap.
b. Pemeriksaan CT-scanPemeriksaan CT-scan dilakukan untuk menemukan hubungan kasus TB inaktif/stabil yang ditunjukkan dengan adanya gambaran garis-garis fibrotik ireguler, pita parenkimal, klasifikasi nodul dan adenopati, perubahan kelengkungan berkas bronkhovaskuler, bronkhiektasis, serta emfisema perisikatrisial. Pemeriksaan CT-scan sangat bermanfaat untuk mendeteksi adanya pembentukan kavitas dan lebih dapat diandalkan daripada pemeriksaan rontgen biasa.
c. Radiologis TB Paru MilierTB milier akut diikuti oleh invasi pembuluh darah secara masif/menyeluruh serta mengakibatkan penyakit akut yang berat dan sering disertai akibat fatal sebelum penggunaan OAT. Hasil pemeriksaan rontgen toraks bergantung pada ukuran dan jumlah tuberkel milier. Pada beberapa pasien TB milier, tidak ada lesi yang terlihat pada hasil rontgen toraks, tetapi ada beberapa kasus dimana bentuk milier klasik berkembang seiring dengan perjalanan penyakitnya.
9
d. Pemeriksaan LaboratoriumDiagnosis terbaik dari penyakit Tuberculosis diperoleh dengan pemeriksaan mikrobiologi melalui isolasi bakteri. Untuk membedakan species Mycobacterium yang satu dengan lainnya harus dilihat sifat koloni, waktu pertumbuhan, sifat biokimia pada berbagai media, perbedaan kepekaan terhadap OAT dan percobaan, serta perbedaan kepekaan kulit terhadap berbagai jenis antigen Mycobacterium.Bahan untuk pemeriksaan isolasi Mycobacterium Tuberculosis adalah sputum pasien, urine, dan cairan kumbah lambung. Selain itu, ada juga bahan-bahan lain yang dapat digunakan, yaitu cairan serebrospinal (sum-sum tulang belakang), cairan pleura, jaringan tubuh, feses, dan swab tenggorokan. Pemeriksaan darah yang dapat menunjang diagnosis Tuberculosis Paru, walaupun kurang sensitif, adalah pemeriksaan laju endap darah (LED). Adanya peningkatan LED biasanya disebabkan peningkatan immunoglobulin, terutama IgG dan IgA.
2.6 Asuhan Keperawatan Tuberkulaosis (TBC) pada Anak & Dewasa
2.6.1 Asuhan Keperawatan Tuberkulosis pada Anak
2.6.1.2 PENGKAJIAN
a. Identitas Data Umum (selain identitas klien, juga identitas orangtua; asal
kota dan daerah, jumlah keluarga).
b. Keluhan Utama (penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit)
c. Riwayat kehamilan dan kelahiran
1. Prenatal : (kurang asupan nutrisi , terserang penyakit infeksi
selama hamil)
2. Intranatal : Bayi terlalu lama di jalan lahir , terjepit jalan lahir, bayi
menderita caput sesadonium, bayi menderita cepal hematom
3. Post Natal : kurang asupan nutrisi , bayi menderita penyakit
infeksi, asfiksia ikterus
d. Riwayat Masa Lampau
1. Penyakit yang pernah
2. Pernah dirawat dirumah sakit
3. Obat-obat yang digunakan/riwayat Pengobatan
4. Riwayat kontak dengan penderita TBC
10
5. Alergi
6. Daya tahan yang menurun.
7. Imunisasi/Vaksinasi : BCG
e. Riwayat penyakit sekarang (Tanda dan gejala klinis TB serta terdapat
benjolan/bisul pada tempat-tempat kelenjar seperti: leher, inguinal, axilla
dan sub mandibula)
f. Riwayat keluarga (adakah yang menderita TB atau Penyakit Infeksi
lainnya, biasanya keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama)
g. Riwayat kesehatan lingkungan dan sosial ekonomi
1. Lingkungan tempat tinggal (lingkungan kurang sehat (polusi,
limbah), pemukiman yang padat, ventilasi rumah yang kurang,
jumlah anggota keluarga yang banyak), pola sosialisasi anak.
2. Kondisi rumah
3. Merasa dikucilkan
4. Aspek psikososial (Tidak dapat berkomunikasi dengan bebas,
menarik diri)
5. Biasanya pada keluarga yang kurang mampu
6. Masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh
perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak
7. Tidak bersemangat dan putus harapan.
h. Riwayat psikososial spiritual (Yang mengasuh, Hubungan dengan
anggota keluarga, Hubungan dengan teman sebayanya, Pembawaan
secara umum, Pelaksanaan spiritual)
i. Pola fungsi kesehatan.
Pola persepsi sehat dan penatalaksanaan kesehatan. Keadaan umum:
alergi, kebiasaan, imunisasi. Pola nutrisi – metabolik. Anoreksia, mual,
tidak enak diperut, BB turun, turgor kulit jelek, kulit kering dan
kehilangan lemak sub kutan, sulit dan sakit menelan, turgor kulit jelek.
Pola eliminasi. Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada
kuadran kanan atas dan hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas
dan splenomegali. Pola aktifitas-latihan Sesak nafas, fatique, tachicardia,
11
aktifitas berat timbul sesak nafas (nafas pendek). Pola tidur dan istirahat
Iritable, sulit tidur, berkeringat pada malam hari. Pola kognitif
perseptual. Kadang terdapat nyeri tekan pada nodul limfa, nyeri tulang
umum, takut, masalah finansial, umumnya dari keluarga tidak mampu.
Pola persepsi diri. Anak tidak percaya diri, pasif, kadang pemarah. Pola
peran hubungan Anak menjadi ketergantungan terhadap orang lain
(ibu/ayah)/tidak mandiri. Pola seksualitas/reproduktif. Anak biasanya
dekat dengan ibu daripada ayah. Pola koping toleransi stres, Menarik
diri, pasif.
j. Pemeriksaan Fisik
Demam: sub fibril, fibril (40-41°C) hilang timbul.
Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini
membuang/ mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering
sampai batuk purulen (menghasilkan sputum).
Sesak nafas: terjadi bila sudah lanjut, dimana infiltrasi radang sampai
setengah paru.
Nyeri dada: ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang
sampai ke pleura.
Malaise: ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit
kepala, nyeri otot dan kering diwaktu malam hari. Pada tahap dini
sulit diketahui. Ronchi basah, kasar dan nyaring. Hipersonor/timpani
bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi memberi suara
limforik. Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan
fibrosis. Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi
memberikan suara pekak). Pembesaran kelenjar biasanya multipel.
Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla, inguinal
dan sub mandibula. Kadang terjadi abses.
k. Pemeriksaan Diagnostik Dan Pengobatan
1. Uji tuberkulin
2. Foto rontgent Rutin : foto pada rongga paru. Atas indikasi: tulang,
sendi, abdomen. Rontgent paru tidak selalu khas.
12
3. Pemeriksaan mikrobiologis (Bakteriologis Memastikan TB. Hasil
normal: tidak menyingkirkan diagnosa TB. Hasil (+) : 10-62%
dengan cara lama. Cara : cara lama radio metrik (Bactec); PCK.
4. Pemeriksaan darah tepi (Tidak khas. LED dapat meninggi)
5. Pemeriksaan patologik anatomik. Kelenjar, hepar, pleura; atas
indikasi. Sumber infeksiAdanya kontak dengan penderita TB
menambah kriteria diagnosa.
6. Lain-lain (Uji faal paru, Bronkoskopi, Bronkografi, Serologim dll).
2.6.1.3 Diagnosa Keperawatan Tuberkulosis pada Anak
1. Gangguan Pertukaran gas b/d proses infeksi.
2. Resiko penyebaran infeksi b/d : Daya tahan tubuh menurun, malnutrisi,
proses inflamasi, Kurang pengetahuan tentang infeksi kuman.
3. Ketidakpatuhan b/d pengobatan dalam jangka waktu yang lama.
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d : Batuk yang sering, adanya
produksi sputum, Anoreksia.
2.6.1.4 Asuhan Keperawatan TBC pada Anak
No DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI
1. Gangguan Pertukaran gas
berhubungan dengan proses
infeksi.
Anak akan mengalami pengurangan batuk dan dipsnue
1. Berikan oksigen humidifier bagi anak dengan dispnueR : dispnea masih dapat terjadi, hingga pemberian obat kemoterapi dimulai untuk mendapatkan efeknya, O2 humidifier mengurangi dipsnue dan meningkatkan oksigenasi.
2. Tinggikan bagian kepala tempat tidurR : Peninggian kepala menyebabkan otot diafragma mengembang
3. Berikan obat batuk ekspektoran sesuai kebutuhanR : ekspektoran membantu
13
mengeluarkan mukus
2. Resiko penyebaran infeksi b/d
: Daya tahan tubuh menurun,
malnutrisi, proses inflamasi,
Kurang pengetahuan tentang
infeksi kuman.
Keluarga akan mengekspresikan pemahamannya tentang proses penyakit dan pengobatan
1. Ajarkan Orang Tua dan anak (jika tepat) tentang penularan dan pengobatan TBR : pemahaman bagaimana penularan TB dan penangannya membantu mengurangi kecemasan dan peningkatan kepatuhan terhadap pengobatan, prosedur isolasi, dan pengobatan yang diberikan.
2. Ajarkan Orang Tua dan anak (jika tepat) tentang bagaimana memberikan pengobatan, berapa lama terapi pengobatan harus dijalani, dan apa yang terjadi bila anak tidak menjalani tuntas pengobatannya.R : pemahaman bagaimana memberikan pengobatan dan risiko bila pengobatan diberhentikan di awal akan menigkatkan kepatuhan.
3. Ketidakpatuhan b/d
pengobatan dalam jangka
waktu yang lama.
Orang tua dan anak akan mengikuti pedoman terapi
1. Kaji seberapa banyak pengetahuan dan yang dimiliki orang tua dan anak tentang TB dan hal ketidakpahaman yang dimilikiR : pengkajian membantu menentukan apa yang orang tua dan anak butuhkan untuk belajar agar dapat membantu mereka memenuhi pengobatan jangka panjang.
2. Ajarkan orang tua dan anak (jika tepat) tentang program pengobatan dan alasan menjalani pengobatan dengan tuntas, dan yakinkan tentang
14
pendidikan yang diperlukan.R : Pendidikan dan penguatan diberikan pada orang tua dan anak dengan informasi perlunya mengikuti program pengobatan dengan tuntas dan menurunkan risiko kegagalan akibat defisit pengetahuan.
3. Identifikasi alternatif pemberi layanan yang dapat memberikan pengobatan anak jika diperlukanR : hak ini akan menurunkan risiko pengabaiyan dosis yang dilakukan anak selama pengobatan
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh b/d : Batuk yang sering,
adanya produksi sputum,
Anoreksia.
Klien akan menunjukkan peningkatan status gizi dan BB meningkat.
1. Mengukur dan mencatat BB paseinR : BB menggambarkan status gizi pasien
2. Menyajikan makanan dalam porsi kecil tapi seringR : Sebagai masukan makanan sedikit-sedikit dan mencegah muntah
3. Menyajikan makanan yang dapat menimbulkan selera makanR : Sebagai alternatif meningkatkan nafsu makan pasien
4. Memberikan makanan tinggi TKTPR : Protein mempengaruhi tekanan osmotik pembuluh darah
5. Memberi motivasi kepada pasien agar mau makan.R : Alternatif lain meningkatkan motivasi pasein untuk makan
6. Lakukan perawatan oral sebelum dan sesudah terapi respirasi
15
R : Mengurangi rasa yang tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan untuk pengobatan yang dapat merangsang vomiting.
7. Jelaskan kepada keluarga tentang penyebab malnutrisi, kebutuhan nutrisi pemulihan, susunan menu dan pengolahan makanan sehat seimbang, tunjukkan contoh jenis sumber makanan ekonomis sesuai status sosial ekonomi klien.R : Meningkatkan pemahaman keluarga tentang penyebab dan kebutuhan nutrisi untuk pemulihan klien sehingga dapat meneruskan upaya terapi dietetik yang telah diberikan selama hospitalisasi.
8. Tunjukkan cara pemberian makanan per sonde, beri kesempatan keluarga untuk melakukannya sendiri.R : Meningkatkan partisipasi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi klien, mempertegas peran keluarga dalam upaya pemulihan status nutrisi klien.
9. Laksanakan pemberian roborans sesuai program terapi.R : Roborans meningkatkan nafsu makan, proses absorbsi dan memenuhi defisit yang menyertai keadaan malnutrisi.
10. Timbang berat badan, ukur lingkar lengan atas dan tebal lipatan kulit setiap pagi.R : Menilai perkembangan masalah klien.
11. Memberi makan lewat parenteral ( D 5% )R : Mengganti zat-zat makanan secara cepat melalui parenteral
16
2.6.2 Asuhan Keperawatan Tuberkulosis pada Dewasa
17
2.6.2.1 PENGKAJIAN
A. Aktifitas/istirahat
Kelelahan
Nafas pendek karena kerja
Kesultan tidur pada malam hari, menggigil atau berkeringat
Mimpi buruk
Takhikardi, takipnea/dispnea pada kerja
Kelelahan otot, nyeri , dan sesak
B. Integritas Ego
Adanya factor stress yang lama
Masalah keuangan, rumah
Perasaan tidak berdaya / tak ada harapan
Menyangkal
Ansetas, ketakutan, mudah terangsang
C. Makanan / Cairan
Kehilangan nafsu makan
Tak dapat mencerna
Penurunan berat badan
Turgor kult buruk, kering/kulit bersisik
Kehilangan otot/hilang lemak sub kutan
D. Kenyamanan
Nyeri dada
Berhati-hati pada daerah yang sakit
Gelisah
E. Pernafasan
Nafas Pendek
Batuk
Peningkatan frekuensi pernafasan
Pengembangn pernafasan tak simetris
18
Perkusi pekak dan penuruna fremitus
Defiasi trakeal
Bunyi nafas menurun/tak ada secara bilateral atau unilateral
Karakteristik : Hijau /kurulen, Kuning atua bercak darah
F. Keamanan
Adanya kondisi penekanan imun
Test HIV Positif
Demam atau sakit panas akut
G. Interaksi Sosial
Perasaan Isolasi atau penolakan
Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab
2.6.2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tak efektif b/d sekresi yang kental/darah.
2. Kerusakan pertukaran gas b/d kerusakan membran alveolar-kapiler. 3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia 4. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d tidak adekuatnya pertahanan primer,
penurunan geraan silia, stasis dari sekresi. 5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan b/d
infornmasi kurang / tidak akurat.
2.6.2.3 Asuhan Keperawatan TBC pada Dewasa
No DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI
1. Bersihan jalan napas
tak efektif b/d sekresi
yang kental/darah.
Kebersihan jalan napas efektif, dengan kriteria hasil :1.Mencari posisi yang
nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran udara.
2.Mendemontrasikan batuk efektif.
3.Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.
1. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.
2. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
3. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
4. Lakukan pernapasan diafragma.5. Tahan napas selama 3 – 5 detik
kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
6. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
19
7. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
8. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
2. Kerusakan pertukaran gas b/d kerusakan membran alveolar-kapiler.
Pertukaran gas efektif, dengan kriteria hasil : 1. Memperlihatkan
frekuensi pernapasan yang efektif.
2. Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
3. Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
1. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
2. Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
3. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
4. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
5. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi spuntum/batuk,
Kebutuhan nutrisi adekuat, dengan kriteria hasil :1. Menyebutkan makanan
mana yang tinggi protein dan kalori
2. Menu makanan yang
1. Diskusikan penyebab anoreksia, dispnea dan mual.
2. Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan.
3. Tawarkan makan sedikit tapi sering (enam kali sehari plus
20
dyspnea atau anoreksia
disajikan habis3. Peningkatan berat badan
tanpa peningkatan edema
tambahan).4. Pembatasan cairan pada
makanan dan menghindari cairan 1 jam sebelum dan sesudah makan.
5. Atur makanan dengan protein/kalori tinggi yang disajikan pada waktu klien merasa paling suka untuk memakannya.
6. Konsul dengan dokter/shli gizi bila klien tidak mengkonsumsi nutrien yang cukup.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d tidak adekuatnya pertahanan primer, penurunan gerakan silia, stasis dari sekresi.
Infeksi tidak terjadi,
dengan kriteria hasil :
1. Mengidentifikasi
intervensi untuk
mencegah menurunkan
resiko penyebaran
infeksi.
2. Menunjukkan tehnik/
melakukan perubahan
pola hidup untuk
meningkatkan
lingkungan yang aman.
1. Kaji patologik (aktif/ fase
tidak aktif, diseminasi infeksi
melalui bronkus untuk
membatasi jaringan atau melalui
aliran darah/ sistem limfatik) dan
potensial penyebaran infeksi
melalui droplet udara selama
batuk, bersin, meludah, bicara,
tertawa, menyanyi.
Rasionalisasi: Membantu pasien
menyadari / menerima perlunya
mematuhi program pengobatan
untuk mencegah penyakitnya
berulang /komplikasi.
Pemahaman bagaimana penyakit
disebabkan dan kesadaran
kemungkinan tranmisi membantu
pasien/ orang terdekat untuk
mengambil langkah untuk
mencegah infeksi ke organ lain.
2. Identifikasi orang lain yang
21
beresiko contoh anggota
rumah / sahabat dekat.
Rasionalisasi: Orang-orang
yang terpajan ini perlu
pengobatan untuk pencegahan
infeksi / penyebaran infeksi.
3. Anjurkan klien untuk batuk
bersin dan mengeluarkan pada
tissue dan menghindari
meludah, kaji pembuangan
tissue sekali pakai dan tehnik
mencuci tangan yang tepat.
Dorong untuk mengulangi
demonstrasi.
Rasionalisasi: Perilaku yang
diperlukan untuk mencegah
penyebaran infeksi.
4. Kaji tindakan kontrol infeksi
sementara contoh : masker atau
isolasi pernafasan.
Rasionalisasi: Dapat
membantu menurunkan rasa
terisolasi pasien dan
membuang stigma sosial sesuai
dengan penyakit menular.
5. Awasi suhu sesuai dengan
indikasi.
Rasionalisasi: Reaksi demam
indikator adanya infeksi lanjut.
6. Identifikasi faktor resiko
individu terhadap pengaktifan
22
berulang tuberculosis contoh
tahanan bawah (alkeholisme,
malnutrisi/ bedah by pasi
intestinal) gunakan obat
penekanan imun/
kortikosteroid, adanya diabetes
melitus, kanker, kalium.
Rasionalisasi: Pengetahuan
tentang faktor ini membantu
pasien untuk mengubah pola
hidup dan menghindari/
menurunkan insiden
eksaserbasi.
7. Tekankan tentang pentingnya
tidak menghentikan terapi obat.
Rasionalisasi: Periode singkat
berakhir 2 – 3 hari setelah
kemoterapi awal, tetapi pada
adanya rongga atau penyakit
luas sedang, resiko penyebaran
infeksi dapat berlanjut sampai
3 bulan.
8. Kaji pentingnya mengikuti dan
kultur ulang secara periodik
terhadap sputum untuk
lamanya terapi.
Rasionalisasi: Alat dalam
pengawasan efek dan
keefektifan obat dan respon
klien terhadap terapi.
9. Dorong memilih mengencerkan
23
makanan seimbang, berikan
makan sering kecil, makanan
kecil pada jumlah makanan
yang besar yang tepat.
Rasionalisasi: Adanya
anoreksia / mal nutrisi
sebelumnya merendahkan
tahanan terhadap proses infeksi
dan mengganggu
penyembuhan. Makan kecil
dapat meningkatkan
pemasukan semua.
5. Kurang pengetahuan
tentang kondisi, terapi
dan pencegahan b/d
infornmasi kurang /
tidak akurat.
Proses penyakit/ prognosis
dan program pengobatan
dipahami, dengan kriteria
hasil :
1. Menyatakan
pemahaman proses
penyakit/ prognosis dan
kebutuhan.
2. Melakukan
perilaku/ perubahan pola
hidup untuk memperbaiki
kesehatan umum dan
menurunkan resiko
pengaktifan ulang TB
paru.
3. Mengidentifikasi
gejala yang memerlukan
evaluasi/intervensi
4. Menggambarkan
1. Kaji kemampuan pasien untuk
belajar, contoh tingkat takut,
masalah, kelemahan, tingkat
partisipasi, lingkungan terbaik
dimana pasien dapat belajar,
seberapa banyak isi, media
terbaik, siapa yang terlibat.
Rasionalisasi : Belajar
tergantung pada emosi dan
kesiapan fisik dan ditingkatkan
pada tahapan individu.
2. Identifikasi masalah/ gejala
yang harus dilaporkan ke
perawat, contoh hemoptisis,
nyeri dada, demam, kesulitan
bernapas, kehilangan
pendengaran, vertigo.
Rasionalisasi : Dapat
menunjukkan kemajuan atau
24
rencana untuk menerima
perawatan kesehatan
adekuat.
pengaktifan ulang penyakit
atau efek obat yang
memerlukan evaluasi lanjut.
3. Tekankan pentingnya
mempertahankan protein tinggi
dan diet karbohidrat dan
pemasukan cairan yang adekuat
(rujuk ke ahli diet)
Rasionalisasi : Memenuhi
kebutuhan metabolik
membantu meminimalkan
kelemahan dan meningkatkan
penyembuhan, cairan dapat
mengencerkan/ mengeluarkan
sekret.
4. Berikan instruksi dan informasi
tertulis khusus pada pasien
untuk rujukan contoh jadwal
obat.
Rasionalisasi : Informasi
tertulis menurunkan hambatan
pasien untuk mengingat
sejumlah besar informasi.
Pengulangan menguatkan
belajar.
5. Jelaskan dosis obat, frekuensi
pemberian, kerja yang
diharapkan dan alasan
pengobatan lama. Kaji
potensial interaksi dengan obat/
substansi lain.
25
Rasionalisasi :
Meningkatkan kerjasama
dalam program pengobatan dan
mencegah penghentian obat
sesuai perbaikan kondisi
pasien.
BAB IIIPENUTUP
3.1 KESIMPULAN
26
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tubeculosis yaitu suatu bakteri tahan asam, atau Tuberculossis (TB) adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis sistemik sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh, dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer.
Pada dasarnya etiologi penyakit Tuberkulosis untuk anak dan oramg dewasa tidak ada perbedaan, yaitu sama-sama disebabkan adanya infeksi oleh bakteri yang disebut Mycobakterium Tuberkulosis. Penyakit TB Paru ini disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis berbentuk batang / basil tahan asam (BTA) yang bersifat aerobik. Terdapat beberapa strain dari kuman ini, yang bersifat pathogen terhadap manusia adalah strain bovin dan human.
Tempat masuknya kuman tuberkulosis adalah saluran pernapasan, pencernaan,
dan luka terbuka pada kulit. Namun kebanyakan infeksi terjadi melalui udara yaitu
melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel dari orang
terinfeksi. Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya berada di bagian
bawah lobus atas paru-paru atau di bagian atas lobus bawah dan membangkitkan reaksi
peradangan. Leukosit polimorfonuklear (PMN) memfagosit bakteri namun tidak
membunuhnya. Selanjutnya leukosit diganti oleh makrofag, alveoli yang terserang
mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Gejala ini dapat sembuh
dengan sendirinya.
Proses dapat terus berlanjut dan bakteri terus difagosit dan berkembangbiak di
dalam sel. Basil juga menyebar melalui kelenjar limfe regional. Lesi berkembang dan
terbentuk jaringan parut yang mengelilingi tuberkel yang disebut fokus ghon dan
gabungan terserangnya kelenjar limfe regional dengan fokus ghon disebut kompleks
ghon. Fokus ghon dapat menjadi nekrotik dan membentuk masa seperti keju, dapat
mengalami kalsifiksi membentuk lapisan protektif sehingga kuman menjadi dorman.
Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif
karena gangguan atau respons inadekuat dari sistem imun. Penyakit aktif dapat juga
terjadi akibat infeksi ulang atau aktivasi bakteri dorman.
Daftar Pustaka
27
Brunner & Suddarth, (1996), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.
Carpenito, L.J., (2006), Buku Saku Diagnosa Keperawatan,EGC, Jakarta.
Doengoes,M.E.,(1998), Dokumentasi & Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, EGC,
Jakarta.
Depkes RI, (2002), Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Anonim, Jakarta.
Guyton, A.C., (1995), Fisiologi Manusia, EGC, Jakarta.
http://medlinux.blogspot.com/2007/08/tuberkulosis-pada
http://astiw.blogspot.com/2010/03/sindroma-down.html
28