BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ruptur uteri atau peristiwa robeknya uterus merupakan peristiwa sangat
berbahaya, yang pada umumnya terjadi pada saat persalinan, dan kadang-kadang juga
pada kehamilan tua. Yang menjadi penyebab ruptur uteri adalah penyebab
multifaktorial, sedangkan penyebab tersering adalah terpisahnya jaringan parut akibat
seksio caesar. Insidensi terjadinya ruptur uterus di Indonesia masih sangat tinggi
berkisar antara 1:92 sampai 1:294 persalinan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
Nagaya dkk (2000), 20% kematian ibu karena perdarahan yang disebabkan oleh
ruptur uterus.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa definisi dari ruptur uterus?
1.2.2 Bagaimana klasifikasi dari ruptur uterus?
1.2.3 Apa saja penyebab dan faktor resiko dari ruptur uterus?
1.2.4 Bagaimana patofisiologi dari ruptur uterus?
1.2.5 Apa saja manifestasi klinis dari ruptur uterus?
1.2.6 Bagaimana penatalaksanaan dari ruptur uterus?
1.2.7 Bagaimana prognosis dari ruptur uterus?
1.2.8 Bagaimana WOC dari ruptur uterus?
1.2.9 Bagaimana Asuhan Keperawatan pada ruptur uterus?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui definisi, klasifikasi, penyebab dan faktor resiko, manifestasi klinis,
patofisiologi,penatalaksanaan, prognosis, WOC, dan asuhan keperawatan dari ruptur
uterus.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Ruptur uterus merupakan robekan uterus yang ditemukan pada sebagian besar
bagian bawah uterus. Ruptur uterus merupakan suatu robekan yang terjadi pada
dinding uterus yang terjadi karena uterus tidak dapat menerima tekanan. (Mitayani,
2009)
2.2 Klasifikasi Ruptur Uterus
Menurut terjadinya ruptur uterus dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Ruptur Uteri Tanpa Jaringan Parut
Ruptur uteri spontan : terjadi pada uterus yang utuh tanpa jaringan
parut, faktor utama penyebabnya adalah persalinan yang terhambat
misalnya CPD, hidrosefalus, janin letak lintang dan sebagainya.hal ini
menyebabkan segmen bawah uterus makin lama makin teregang
melampaui kekuatan jaringan miometrium. Faktor predisposisinya
yaitu pemberian oksitosin dosis tinggi dan multiparitas, karena pada
multipara miometriumnya sudah banyak terdapat jaringan ikat yang
menyebabkan kekuatan dinding uterus menjadi berkurang.
Ruptur uteri traumatik : merupakan rutur yang disebabkan oleh
trauma, hal ini terjadi karena pasien jatuh, tabrakan, dan lain
sebagainya
b. Ruptur Uteri dengan Jaringan Parut
Ruptur ini disebabkan oleh miomektomi, curetase dan seksio sesarea.
Tapi penyebab tersering adalah seksio sesarea
Menurut lokasinya ruptur uterus dibagi menjadi :
a. Korpus uterus
b. Segmen Bawah Rahim
c. Serviks uterus
d. Kolpoporeksis-Kolporeksis
2
2.3 Etiologi Ruptur Uterus
Etiologi biasanya disebabkan berhubungan dengan pembedahan untuk
mengangkat fibroid (tumor benigna fibromuskular dan uterus). Selain itu juga karena
beberapa alaasan berikut.
a. Dinding rahim yang lemah: Bekas seksio caesarea, bekas miomektomia,
bekas perforasi karena curetase, bekas histerorafia, bekas pelepasan
plasenta secara manual
b. Karena peregangan yang luar biasa dari rahim
Faktor resiko yaitu pada wanita dengan riwayat SC, terutama yang mengalami
inssisi klasik/vertikal sampai segmen bawah rahim. Wanita dengan parietas besar,
trauma abdominal, dan kontraksi yang terlalu kuat.
2.4 Patomekanisme
Pada saat inpartu, korpus uterus mengadakan kontraksi, sedangkan segmen
bawah rahim (SBR) tetap pasif dan serviks menjadi lembek maka sebab tertentu
terjadilah obstruksi jalan lahir. Sedangkan korpus uterus tetap berkontraksi dengan
hebat, maka SBR pasif akan tertarik ke atas menjadi bertambah regang dan tipis.
Selain itu lingkungan bandl (batas antara korpus uterus dan SBR, normalnya 2-3 jari
di atas simfisis) ikut meninggi
Akibatnya, pada suatu waktu terjadilah robekan pada SBR, sehingga terjadilah
ruptur uterus. Akibat yang paling membahayakan ialah jika perdarahan banyak,
sehingga dikhawatirkan ibu mengalami syok dan bila tidak ditangani secara tepat
akan menyebabkan kematian pada ibu dan janin.
2.5 Manifestasi Klinis
Ibu telah ditolong oleh dukun/bidan dan partus yang lama
Gelisah dan ketakutan yang disertai perasaan nyeri di perut
Setiap his, ibu memegangi perutnya dan mengerang kesakitan, bahkan
meminta anaknya secepatnya dilahirkan walau dioperasi sekalipun
Frekuensi napas dan denyut nadi cepat
Adanya tanda-tanda dehidrasi karena partus lama
His lebih lama, lebih sering, lebih kuat, dan terus menerus
Pada palpasi SBR nyeri (di atas simfisis)
Pada pemeriksaan dalam terdapat tanda-tanda obstruksi seperti edema atau
portio vagina dan kaput kepala janin yang besar
DJJ irreguler
Perasaan urine berkemih. Urine mengandung darah
3
2.6 Penatalaksanaan
Bila KU penderita membaik dilakukan laparotomi dengan jenis operasi:
Histerektomi baik total maupun subtotal, Histerorafia(tepi luka dieksidir lalu dijahit
sebaik-baiknya), Konservatif hanya dengan temponade dan antibiotik yang cukup.
2.7 Prognosis
Mortalitas janin yang sering ditemukan dalam berbagai penelitian berkisar
antara 50-70%, sedangkan untuk ibu jika tidak segera diambil tindakan kebanyakan
akan mati karena perdarahan dan infeksi.
4
2.8 WOC RUPTUR UTERUS
5
Nadi, napas cepat
Oxitosin dosis tinggi
Di tengah miometrium terdapat jaringan
Multiparitas
Trauma saat inpartu
Ruptur uteri mengancam
Kekuatan dinding uterus
SBR makin lama makin diregang
Lingkaran bandl meninggi
Gelisah
Kandung kemih tertarik dan teregang keatas
Lingkaran bandl meninggi sampai ke pusat
Ruptur uterus
Ligamen rotunda menegang
Robeknya dinding uterus Robekan
TD turun-tidak terukur Nyeri akut Perdarahan Hematuria
Kolaps
Syok
Kematian ibu
Hipoksia janin
Janin
Mengalir ke rongga perut
Kontraksi kuat
MK: nyeri, ansietas
MK:Resti cidera janin
MK:curah jantung Sebagian/seluruh janin masuk rongga perut
Robekan bertambah
Per vaginam
MK: Resti infeksi
MK: Resti kekurangan volume cairan
2.9 ASUHAN KEPERAWATAN RUPTUR UTERUS
Pengkajian1. Identitas ibu: nama, usia, dan alamat
2. Riwayat kesehatan dahulu
a. Riwayat operasi/pembedahan seksio
b. Riwayat abortus
c. Riwayat pertolongan persalinan
3. Riwayat kesehatan sekarang
a. Nyeri
b. Demam
c. His/frekuensi his
d. Tanda-tanda obstruksi
4. Pemeriksaan fisik
a. Kepala: pada mata apakah ada tanda anemia
Leher : ada pembesaran tiroid atau tidak
b. Abdomen: bekas jahitan seksio
c. Tanda-tanda syok: frekuensi, napas cepat, denyut nadi cepat dan
kuat
Palpasi : terdapat krepitasi pada kulit perut yang menandakan
adanya emfisema subkutan. Nyeri tekan pada perut, terutama
pada tempat robekan.
Inspeksi
Nyeri hebat di perut
Terdapat tanda-tanda syok(frekuensi, napas cepat, denyut
nadi cepat dan kuat, TD turun bahkan tidak terukur)
Muntah, karena perangsangan peritoneum
Perdarahan pervaginam yang biasanya tidak begitu banyak
keluar, lebih-lebih jika bagian terdepan atau kepala sudah
jatuh turun
Kadang-kadang ada perasaan nyeri yang menjalar sampai
ke tungkai bawah dan perasaan nyeri bahu
His biasanya hilang
Hematuria ;pada kateteriisasi
Auskultasi
DJJ sulit/tidak terdengar beberapa menit setelah ruptur, apalagi
jika plasenta juga ikut terlepas dan masuk ke dalam rongga
perut
6
5. Pemeriksaan dalam
a. Janin dapat dengan mudah didorong ke atas. Apabila kepala janin
sudah jauh turun ke bawah dan disertai pengeluaran darah per
vaginam yang agak banyak
b. Dapat teraba robekan pada dinding uterus bila rongga uterus telah
kosong
c. Jari/tangan dapat melalui robekan, maka dapat diraba usus,
omentum dan bagian janin
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b.d kontraksi otot/dilatasi serviks, trauma jaringan
2. Perubahan curah jantungb.d fluktuasi pada aliran balik vena, perubahan
pada tahanan vaskular sistemik
3. resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d kehilanhan aktif, perpindahan
cairan
4. resiko tinggi cidera janin b.d persalinan yang lama, hipoksia asidosis
jaringan
5. ansietas b.d krisis situasi, ancaman yang dirasakan terhadap kondisi
maternal dan janin
Intervensi Keperawatan
1. Diagnosis 1 : nyeri b.d kontraksi otot/dilatasi serviks, trauma jaringan
Tujuan :
a. setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x5jam nyeri
pasien berkurang
b. ibu menunjukkan respon otonomik (perubahan pada nadi/TD)
c. ibu tidak memperlihatkan perilaku distraksi
Kriteria hasil :
a. Ibu melaporkan nyeri/ketidaknyamanan berkurang/terkontrol
b. Ibu dapat mendemonstrasikan penggunaan ketrampilan relaksasi
Intervensi :
a. Temukan sifat,lokasi, dan durasi nyeri,kaji kontraksi
uterus,hemoragik,atau nyeri tekanan abdomen.
R/ membantu dalam mendiagnosis dan memilih tindakan ruptur
mengakibatkan nyeri hebat karena hemoragik tersembunyi.
b. Kaji stress psikologi ibu,pandangan dan emosional terhadap
kejadian.
7
R/ ansietas sebagai respon terhadap situasi darurat dapat
memperberat derajat ketidaknyamanan karena sindrom ketegangan
takut nyeri.
c. Berikan lingkungan yang nyaman,tenang,dan aktivitas untuk
mengalihkan nyeri,instruksikan ibu menggunakan metode
relaksasi.
R/ dapat membantu dalam menurunkan tingkat ansietas dan
mereduksi ketidaknyamanan.
Kolaborasi:
d. Berikan narkotik atau sedatif , berikan obat obatan preoperatif bila
prosedur pembedahan diindikasikan.
R/ meningkatkan ketidaknyamanan, menurunkan resiko
komplikasi pembedahan.
e. Siapkan untuk prosedur bedah bila diindikasikan.
R/ tindakan terhadap penyimpanan dasar akan menghilangkan
nyeri.
2. Diagnosis 2: resiko tinggi kekurangan volume cairan yang berhubungan
dengan kehilangan aktif perpindahan cairan.
Kriteria Hasil:
a. Ibu mempertahankan haliaran urin adekuat,membrane mukosa
lembab
b. Ibu bebas dari rasa haus
Intervensi
a. Ukur masukan/keluaran dan berat jenis urine. Kaji turgor kulit dan
produksi mucus.perhatikan indikasi.
R/ pada adanya dehidrasi, keluaran urine menurun, peningkatan
berat jenis,dan turgor kulit dan muskus turun.
b. Pantau suhu sesuai indikasi.
R/ peninkatan suhu dan nadi dapat menandakan dehidrasi
ataukadang kadang infeksi.
c. Kaji DJJ dan data dasar , perhatikan perubahan periodik dan
variabilitas.
R/ Padaawalnya dehidrasi dapat meningkat karena dehidrasi dan
kehilangan cairan. Asidosis maternal yang lama dapat
mengakibatkan asidosis dan hipoksia janin.
8
d. Lepaskan pakaian yang berlebihan , sejukan tubuh dengan pakaian
basah, dan pertahankan lingkungan sejuk. Lindungi dari menggigil.
R/menyejukan tubuh melalui evaporasi dapat menurunkan
kehilangan diaforetik . tremor otot yang dhubungkan
meningkatkan suhu tubuh dan ketidak nyamanan secara umum .
e. Tempatkan ibu pada posisi tegak atau rekumben lateral
.R/mengoptimalkan perfusi plasma.
Kolaborasi :
f. Berikan cairan per oral ( menyerap ciran jernih atau es batu ) sesuai
izin atau sesuai parental.
R/ menganti kehilangan cairan . Larutan seperti RL dibrikan secara
IV membantu memperbaiki atau mecegah ketidak nyamanan
elektrolit.
3. Diagnosis 3 : Risiko tinggi cedera janin yang berhubungan dengan
persalinan yang lama , hipoksia asidosis jaringan .
Kriteria hasil :
a. Menunjukan DJJ dalam batas normal , dengan variable baik , dan
tidak ada deselerasi lambat .
b. Ibu dapat berpartisipasi dalam intervensi untuk memperbaiki pola
persalinan dan/atau menurunkan factor risiko yang teridentifikasi ,
Intervensi :
a. Kaji DJJ secara manual atau elektronik . perhatikan variabilitas
perubahan periodic dan frekuensi dasar .
R/ mendeteksi respon abnormal seperti variabilitas yang lebih ,
bredikardi dan takikardi yang mungkin disebabkan oleh
stress ,hipoksia , asidosis atau sepsis .
b. Perhatikan tekanan uterus selama istirahat dan fase kontraksi
melalui kateter tekanan intrauterus bila tersedia.
R/ tekanan istirahat >30 mmHg atau tekanan kontraksi >50 mmHg
menurunkan atau menggangu oksigenasi dalam ruang intravilus.
c. Identifikasi factor factor maternal seperti dehidrasi , asidosis ,
ansietas , atau sindrom vena cava.
R/ kadang-kadang prosedur sederhana meningkatkan sirkulasi
darah dan oksigen keuterus dan plasenta serta dapat mencegah atau
memperbaiki hipoksia janin .
9
d. Perhtikan frekuensi kontraksi uterus . beritahu dokter bila frekuensi
2 menit atau kurang .
R/ kontraksi yang terjadi setiap 2 menit atau kurang tidak
memungkinkan oksigenasi adekuat dari ruang intravilus.
e. Pantau penurunan janin pada jalan lahir dalam hubunganya dengan
kolumna vertebralis aksial .
R/ penurunan yang kurang dari 1cm/jam (primipara) ataukurang
dari 2cm/jam (multipara) dapat menanakan CP atau malposisi.
Kolaborasi :
f. Berikan anti biotic pada ibu sesuai dengan indikasi .
R/ mencegah / mengatasi infeksi asenden dan akan melindungi
janin juga.
10
BAB III
PENUTUP
3.1Kesimpulan
Ruptur uterus merupakan suatu robekan yang terjadi pada dinding uterus yang
terjadi karena uterus tidak dapat menerima tekanan. Klasifikasinya yaitu ruptur
dengan jaringan parut dan ruptur tanpa jaringan parut. Etiologi biasanya disebabkan
berhubungan dengan pembedahan untuk mengangkat fibroid (tumor benigna
fibromuskular dan uterus). Selain itu juga karena beberapa alasan seperti: Dinding
rahim yang lemah dan karena peregangan yang luar biasa dari rahim. Bila KU
penderita membaik dilakukan laparotomi dengan jenis operasi: Histerektomi baik
total maupun subtotal, Histerorafia(tepi luka dieksidir lalu dijahit sebaik-baiknya),
Konservatif hanya dengan temponade dan antibiotik yang cukup. Mortalitas janin
yang sering ditemukan dalam berbagai penelitian berkisar antara 50-70%, sedangkan
untuk ibu jika tidak segera diambil tindakan kebanyakan akan mati karena perdarahan
dan infeksi
3.2 Saran
Penting bagi tenaga medis maupun mahasiswa kesehatan khususnya
keperawatan, untuk mempelajari dan memahami mengenai ruptur uteri, sehingga
dapat memberikan perawatan dan penatalaksanaan yang tepatapabila menemukan
kasus ini. Hal ini sehubungan dengan masih banyaknya angka kematian yang terjadi
pada kasus ruptur uterus
11
DAFTAR PUSTAKA
Aber ben, Zion T. 1994. Kapita Selekta. Jakarta: EGC
Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika
Saifudin,dkk. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Edisi ke-1. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
12
Top Related