Download - Anemia Eva

Transcript
Page 1: Anemia Eva

Anemia

Definisi Anemia

Anemia didefinisikan sebagai kondisi dimana terjadinya penurunan konsentrasi eritrosit atau hemoglobin pada darah sampai dibawah normal hal ini terjadi apabila keseimbangan antara kehilangan darah (lewat perdarahan atau penghancuran sel) dan produksi darah terganggu.Dengan kata lain, anemia terjadi apabila kadar eritrosit atau hemoglobin dalam darah menurun dan mengakibatkan penurunan fungsi utamanya.

Kriteria Anemia

Dalam menjelaskan definisi anemia, diperlukan adanya batas batas kadar hemoglobin dan hematokrit sehingga bisa dianggap telah terjadi anemia. Batasan (cut off point) ini sangat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, diantaranya adalah usia, jenis kelamin, ketinggian tempat tinggal dari permukaan laut, dan lain lain.Batasan yang umumnya digunakan adalah cutt off point kriteria WHO 1968, yang selanjutnya membagi derajat keparahan anemia berdasarkan nilai hemoglobinnya.

Namun untuk memudahkan dalam melakukan tindakan sesuai diagnosis anemia, pada praktiknya kriteria anemia pada rumah sakit dan klinik di Indonesia adalah:

1.Hemoglobin < 10 g/dl

2. Hematokrit < 30%

3. Eritrosit < 2,8 x 106 /mm

Patofisiologi Anemia

Berdasarkan proses patofisiologi terjadinya anemia, dapat digolongkan pada tiga kelompok

Anemia akibat produksi sel darah merah yang berkurang atau gagal

Anemia akibat penghancuran sel darah merah

Anemia akibat kehilangan darah

Anemia Akibat Produksi Yang Berkurang Atau Gagal

Pada anemia tipe ini, tubuh memproduksi sel darah yang terlalu sedikit atau sel darah merah yang diproduksi tidak berfungsi dengan baik. Hal ini terjadi akibat adanya abnormalitas sel darah merah atau kekurangan mineral dan vitamin yang dibutuhkan agar produksi dan kerja dari eritrosit berjalan normal. Kondisi kondisi yang mengakibatkan anemia ini antara lain Sickle cell anemia, gangguan sumsum tulang dan stem cell, anemia defisiensi zat besi,

Page 2: Anemia Eva

vitamin B12, dan Folat, serta gangguan kesehatan lain yang mengakibatkan penurunan hormon yang diperlukan untuk proses eritropoesis.

Anemia akibat penghancuran sel darah merah

Bila sel darah merah yang beredar terlalu rapuh dan tidak mampu bertahan terhadap tekanan sirkulasi maka sel darah merah akan hancur lebih cepat sehingga menimbulkan anemia hemolitik. Penyebab anemia hemolitik yang diketahui atara lain:

Keturunan, seperti sickle cell anemia dan thalassemia

Adanya stressor seperti infeksi, obat obatan, bisa hewan, atau beberapajenis makanan

Toksin dari penyakit liver dan ginjal kronis

Autoimun

Pemasangan graft, pemasangan katup buatan, tumor, luka bakar, paparan kimiawi, hipertensi berat, dan gangguan trombosis

Pada kasus yang jarang, pembesaran lien dapat menjebak sel darah merah dan menghancurkannya sebelum sempat bersirkulasi.

Anemia Akibat Kehilangan Darah

Anemia ini dapat terjadi pada perdarahan akut yang hebat ataupun pada perdarahan yang berlangsung perlahan namun kronis. Perdarahan kronis umumnya muncul akibat gangguan gastrointestinal ( misal ulkus, hemoroid, gastritis, atau kanker saluran pencernaan ), penggunaan obat obatan yang 10 mengakibatkan ulkus atau gastritis (misal OAINS), menstruasi, dan proses kelahiran.

Usia terhadap Anemia

Usia memiliki keterkaitan dalam proses kejadian anemia. Dalam survey National Health And Nutrition Examination Survey ketiga (NHANES III), insidensi terjadinya anemia pada pria dan wanita berusia lebih dari 65 tahun sekitar 11 % dan 10%.Hal ini patut diperhatikan karena kejadian anemia pada usia senja akan memberikan efek lanjutan, diantaranya peningkatan resiko terjadinya sindroma geriatri seperti jatuh, demensia, komplikasi, dependensi, gangguan kardiovaskuler, bahkan kematian.17 Patofisiologi terjadinya anemia pada pasien usia lanjut saat ini belum bisa dijelaskan dengan pasti. Sejumlah penelitian menyebutkan bahwa 1/3 dari kasus anemia pada pasien usia lanjut di Amerika merupakan anemia karena kekurangan nutrisi, berdasarkan studi kadar besi dalam darah 1/3 lainnya mengalami anemia karena inflamasi, dan 1/3 sisanya didiagnosis dengan anemia yang tak terjelaskan (unexplained anemia).9 Anemia karena inflamasi lebih dikenal dengan anemia

Page 3: Anemia Eva

karena penyakit kronis. Anemia jenis ini diketahui banyak berkaitan dengan timbulnya infeksi, gangguan rheumatologi, keganasan, dan penyakit penyakit kronis lainnya.

Ada 4 mekanisme inflamasi yang diduga menjadi penyebab timbulnya anemia:

a. Inflamasi menyebabkan eritropoesis menjadi tidak efektif dengan cara menghambat proliferasi dan diferensiasi prekursor eritroid dan / atau penurunan respons terhadap EPO (eritropoetin) sehingga timbul resistensi EPO

b. Inflamasi akan menurunkan jumlah produksi dari EPO itu sendiri

c. Inflamasi menyebabkan peningkatan kadar heptidin. Heptidin adalah peptida yang disintesis oleh hepar yang berfungsi untuk menghambat absorpsi zat besi, pelepasan besi dari makrofag, dan peningkatan proteolisis oleh ferroportin

d. Inflamasi akan memberikan efek negatif pada daya tahan eritrosit Pada proses penuaan, sitokin sitokin pro inflamator, IL – 6, dan protein fase akut akan mengalami peningkatan kadar, bahkan pada orang yang sehat. IL – 6 diketahui akan menginduksi pelepasan dari Heptidin.

Oleh karena itu peningkatan usia akan meningkatkan angka kejadian anemia oleh karena proses inflamasi. Nutrisi terhadap Anemia Anemia merupakan manifestasi klinik yang penyebabnya multifaktorial, salah satunya adalah masalah nutrisi. Seseorang dengan status gizi kurang akan memiliki kecendrungan menderita anemia. Penelitian sebelumnya mengatakan bahwa prevalensi anemia semakin meningkat dengan semakin memburuknya status 12 gizi seseorang.Sementara itu penelitian lain mengemukakan tidak ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan pengukuran IMT dengan kadar Hb.18 Status gizi kurang disebabkan oleh asupan makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh. Berkurangnya asupan nutrisi bisa disebabkan berbagai sebab, diantaranya ada gangguan dalam absorpsi makanan yang dikonsumsi atau kurangnya konsumsi sumber makanan tertentu. Diet yang rendah zat besi, asam folat, atau vitamin B12 akan menyulitkan tubuh untuk memproduksi cukup sel darah merah karena zat zat tersebut diperlukan dalam proses pembuatannya sehingga timbul anemia. Konsumsi vitamin C yang cukup juga akan membantu penyerapan zat besi sehingga membantu pencegahan anemia. Dalam mengukur status nutrisi seseorang diperlukan metode dan ukuran yang objektif. Indeks Massa Tubuh (IMT) selain merupakan parameter status antropometri juga merupakan paramater status gizi.

Anemia Akibat Penyakit Hati Kronik

Anemia pada sirosis hepatis disebabkan karena hipertensi portal yang mengakibatkan terjadinya splenomegali kongestif sehingga terjadi hipersplenisme. Gambaran morfologi

Page 4: Anemia Eva

eritrosit bisa bermacam-macam , anemia normokrom normositer, hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer.

ANEMIA PENYAKIT KRONIK Anemia penyakit kronik dikenal juga dengan nama anemia gangguan kronik,

anemia sekunder, atau anemia sideropenik dengan siderosis retikuloendotelial. 5,6,29-

32

Pengenalan akan adanya anemia penyakit kronik dimulai pada awal abad ke 19, dimana pada waktu itu pada pasien–pasien tuberkulosis sering ditemukan muka pucat. Lalu Cartwright dan Wintrobe pada tahun 1842 memperlihatkan adanya benda – benda kecil di sampel darah pasien demam tifoid dan cacar air. Juga pada penyakit infeksi lainnya seperti siphilis dan pneumonia. Nama yang dipergunakan waktu itu adalah Anemia penyakit infeksi. Pada tahun 1962 setelah dilakukannya suatu studi tentang infeksi dan ditemukannya gambaran yang sama pada penyakit–penyakit kronik bukan infeksi seperti artritis reumatoid, nama anemia penyakit kronik

diperkenalkan. 32,33

Anemia penyakit kronik merupakan anemia terumum ke-dua yang sering

dijumpai di dunia, tetapi mungkin merupakan yang paling umum dijumpai pada

pasien–pasien yang sedang dirawat di rumah sakit. Anemia penyakit kronik bukanlah

diagnosis primer tetapi merupakan respons sekunder normal terhadap berbagai

penyakit di bagian tubuh manapun. 34

Defenisi anemia penyakit kronik

Anemia penyakit kronik adalah anemia yang timbul setelah terjadinya proses

infeksi atau inflamasi kronik.35 Biasanya anemia akan muncul setelah penderita

mengalami penyakit tersebut selama 1–2 bulan. 15,32,36

Tumor dulunya memang merupakan salah satu penyebab anemia penyakit kronik, namun dari hasil studi yang terakhir tumor tidak lagi dimasukkan sebagai penyebab anemia penyakit kronik. 37-39

Etiologi anemia penyakit kronik

Anemia penyakit kronik dapat disebabkan oleh beberapa penyakit/kondisi seperti infeksi kronik misalnya infeksi paru, endokarditis bakterial; inflamasi kronik misalnya artritis reumatoid, demam reumatik; lain–lain misalnya penyakit hati alkaholik, gagal jantung kongestif dan idiopatik

Gambaran klinis anemia penyakit kronik

Anemia pada penyakit kronik biasanya ringan sampai dengan sedang dan

munculnya setelah 1–2 bulan menderita sakit. Biasanya anemianya tidak bertambah

progresif atau stabil,29,32,48,49 dan mengenai berat ringannya anemia pada seorang

penderita tergantung kepada berat dan lamanya menderita penyakit tersebut.19,29

Page 5: Anemia Eva

Gambaran klinis dari anemianya sering tertutupi oleh gejala klinis dari penyakit yang

mendasari (asimptomatik).29,32,48,49 Tetapi pada pasien–pasien dengan gangguan paru yang berat, demam, atau fisik dalam keadaan lemah akan menimbulkan berkurangnya kapasitas daya angkut oksigen dalam jumlah sedang, yang mana ini

nantinya akan mencetuskan gejala.32 Pada pasien–pasien lansia, oleh karena adanya penyakit vaskular degeneratif kemungkinan akan ditemukan gejala–gejala kelelahan, lemah, klaudikasio intermiten, muka pucat dan pada jantung keluhannya dapat berupa

palpitasi dan angina pektoris serta dapat terjadi gangguan serebral.5,15,50 Tanda fisik yang mungkin dapat dijumpai antara lain muka pucat, konjungtiva pucat dan

takikardi.50

2.3.5 Diagnosa anemia penyakit kronik

Diagnosis anemia penyakit kronik dapat ditegakkan melalui beberapa

pemeriksaan, antara lain dari: 5,26,29,32,33,39,41,45,52

1. Tanda dan gejala klinis anemia yang mungkin dapat dijumpai, misalnya muka pucat, konjungtiva pucat, cepat lelah, lemah, dan lain–lain.

2. Pemeriksaan laboratorium, antara lain:

a. Anemianya ringan sampai dengan sedang, dimana hemoglobinnya sekitar 7–11 gr/dL.

b. Gambaran morfologi darah tepi: biasanya normositik-normokromik atau mikrositik ringan. Gambaran mikrositik ringan dapat dijumpai pada sepertiga pasien anemia penyakit kronik.

c. Volume korpuskuler rata–rata (MCV: Mean Corpuscular Volume): normal atau menurun sedikit (≤ 80 fl).

d. Besi serum (Serum Iron): menurun (< 60 mug / dL). e. Mampu ikat besi (MIB = TIBC: Total Iron Binding Capacity): menurun (< 250

mug / dL). f. Jenuh transferin (Saturasi transferin): menurun (< 20%). g. Feritin serum: normal atau meninggi (> 100 ng/mL).

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan sumsum tulang dan

konsentrasi protoporfirin eritrosit bebas (FEP: Free Erytrocyte Protophorphyrin),

namun pemeriksaannya jarang dilakukan. Menginterpretasi hasil pemeriksaan

sumsum tulang kemungkinannya sulit, oleh karena bentuk dan struktur sel–sel

sumsum tulang dipengaruhi oleh penyakit dasarnya. Sedangkan konsentrasi

protoporfirin eritrosit bebas memang cenderung meninggi pada pasien anemia

penyakit kronik tetapi peninggiannya berjalan lambat dan tidak setinggi pada pasien

Page 6: Anemia Eva

anemia defisiensi besi. Peninggiannya juga sejalan dengan bertambah beratnya

anemia. Oleh karena itu pemeriksaan konsentrasi protoporfirin eritrosit bebas lebih

sering dilakukan pada pasien – pasien anemia defisiensi besi.5,29,32

2.3.6 Penatalaksanaan anemia penyakit kronik Tidak ada terapi spesifik yang dapat kita berikan untuk anemia penyakit kronik, kecuali

pemberian terapi untuk penyakit yang mendasarinya.5,19,20,26,29,31–33,37,50

Biasanya apabila penyakit yang mendasarinya telah diberikan pengobatan dengan

baik, maka anemianya juga akan membaik.31,43,53 Pemberian obat–obat hematinik seperti besi, asam folat, atau vitamin B12 pada pasien anemia penyakit kronik, tidak

ada manfaatnya.27

Belakangan ini telah dicoba untuk memberikan beberapa pengobatan yang mungkin dapat membantu pasien anemia penyakit kronik, antara lain: 1. Rekombinan eritropoetin (Epo), dapat diberikan pada pasien–pasien anemia

penyakit kronik yang penyakit dasarnya artritis reumatoid, Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), dan inflamatory bowel disease. Dosisnya dapat dimulai dari 50–100 Unit/Kg, 3x seminggu, pemberiannya secara intra venous (IV) atau subcutan (SC). Bila dalam 2–3 minggu konsentrasi hemoglobin meningkat dan/atau feritin serum menurun, maka kita boleh menduga bahwa eritroit respons. Bila dengan dosis rendah responsnya belum adekuat, maka dosisnya dapat ditingkatkan sampai 150 Unit/Kg, 3x seminggu. Bila juga tidak ada respons, maka pemberian eritropoetin dihentikan dan dicari kemungkinan

penyebab yang lain, seperti anemia defisiensi besi.5,31,37,45 Namun ada pula yang menganjurkan dosis eritropoetin dapat diberikan hingga 10.000–20.000 Unit,

3x seminggu.32

2. Transfusi darah berupa packed red cell (PRC) dapat diberikan, bila anemianya telah memberikan keluhan atau gejala. Tetapi ini jarang diberikan oleh karena

anemianya jarang sampai berat.14,31,51,54

3. Prednisolon dosis rendah yang diberikan dalam jangka panjang. Diberikan pada pasien anemia penyakit kronik dengan penyakit dasarnya artritis temporal, reumatik dan polimialgia. Hemoglobin akan segera kembali normal demikian juga dengan gejala–gejala polimialgia akan segera hilang dengan cepat. Tetapi bila dalam beberapa hari tidak ada perbaikan, maka pemberian kortikosteroid tersebut segera dihentikan

4. Kobalt klorida, juga bermanfaat untuk memperbaiki anemia pada penyakit kronik

dengan cara kerjanya yaitu menstimulasi pelepasan eritropoetin, tetapi oleh karena

efek toksiknya obat ini tidak dianjurkan untuk diberikan. 30–32,35

Page 7: Anemia Eva

MELENA

PENGERTIAN

Hematemesis melena adalah keadaan muntah dan buang air besar berupa darah akibat luka atau kerusakan pada saluran cerna.

Hematemesis adalah muntah darah, darah biasanya dalam bentuk segar (bekuan/gumpalan/cairan berwana merah cerah) atau berubah karena enzim dan asam lambung menjadi kecoklatan dan berbentuk seperti butiran kopi. Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal dengan bau yang khas, yang lengket dan menunjukan perdarahan saluran pencernaan atas serta dicernannya darah pada usus halus.

Hematemesis adalah muntah darah yang disebabkan oleh penyakit saluran cerna bagian atas. Melena adalah keluarnya feses berwarna hitam per rektal yang mengandung campuran darah, biasanya disebabkan oleh perdarahan usus proksimal.

Dari beberapa pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa hematemesis melena adalah keadaan muntah dan buang air besar berupa darah yang berwarna merah kehitaman akibat adanya perdarahan saluran cerna bagian atas.

ETIOLOGI 1. Kelainan di esophagus.

a. Varises EsofagusPenderita dengan hematemesis melena yang disebabkan pecahnya varises esofagus, tidak pernah mengeluh rasa nyeri atau pedih di epigastrum. Pada umumnya sifat perdarahan timbul spontan dan masif. Darah yang dimuntahkan berwarna kehitam-hitaman dan tidak membeku karena sudah bercampur dengan asam lambung.

b. Karsinoma EsofagusKarsinoma esofagus sering memberikan keluhan melena daripada hematemesis. Disamping mengeluh disfagia, badan mengurus dan anemis, hanya sesekali penderita muntah darah dan itupun tidak masif. Pada pemeriksaan endoskopi jelas terlihat gmabaran karsinoma yang hampir menutup esofagus dan mudah berdarah yang terletak di sepertiga bawah esofagus.

Page 8: Anemia Eva

c. Sindroma Mallory WeissSebelum timbul hematemesis didahului muntah–muntah hebat yang pada akhirnya baru timbul perdarahan, misalnya pada peminum alkohol atau pada hamil muda. Biasanya disebabkan oleh karena terlalu sering muntah-muntah hebat dan terus menerus. Bila penderita mengalami disfagia kemungkinan disebabkan oleh karsinoma esofagus.

d. Esofagitis dan tukak Esofagus.Esofagitis bila sampai menimbulkan perdarahan lebih sering bersifat intermittem atau kronis dan biasanya ringan, sehingga lebih sering timbul melena daripada hematemesis. Tukak di esofagus jarang sekali mengakibatkan perdarahan jika dibandingkan dengan tukak lambung dan duodenum.

2. Kelainan di Lambunga. Gastritis Erisova Hemoragika

Hematemesis bersifat tidak masif dan timbul setelah penderita minum obat-obatan yang menyebabkan iritasi lambung. Sebelum muntah penderita mengeluh nyeri ulu hati. Perlu ditanyakan juga apakah penderita sedang atau sering menggunakan obat rematik (NSAID + steroid) ataukah sering minum alkohol atau jamu-jamuan.

b. Tukak Lambung.Penderita mengalami dispepsi berupa mual, muntah, nyeri ulu hati dan sebelum hematemesis didahului rasa nyeri atau pedih di epigastrum yang berhubungan dengan makanan. Sesaat sebelum timbul hematemesis karena rasa nyeri dan pedih dirasakan semakin hebat. Setelah muntah darah rasa nyeri dan pedih berkurang. Sifat hematemesis tidak begitu masif dan melena lebih dominan dari hematemesis.

c. Karsinoma Lambung.Insidensi karsinoma lambung di negara kita tergolong sangat jarang dan pada umumnya datang berobat sudah dalam fase lanjut, dan sering mengeluh rasa pedih, nyeri di daerah ulu hati sering mengeluh merasa lekas kenyang dan badan menjadi lemah. Lebih sering mengeluh karena melena.

d. Ulkus peptikume. Tumor lambung jinak dan ganasf. Pecahnya pembuluh darah yang sklerotik, TBC, divertikulum sifilis, jaringan

pankreas heterotropik, hernia hiatus esophagus, benda asing, ulkus duodenum, tukak stress akut.

3. Penyakit usus halusa. Tumor jinak dan ganasb. Syndrome Peutz- Jegherc. Divertikulum Meckel

4. Penyakit kolon proksimala. Tumor jinak dan ganasb. Divertikulosis

Page 9: Anemia Eva

c. Ulserasi dan kolitis granulomatosad. Tuberkulosise. Disentri amubaf. Lain-lain ( Telangiektasis, Aneurisma sirsoid )

5. Kelainan darah : polisitemia vera, limfoma, leukemia, anemia pernisiosa, hemofilia, hipoprotrombinemia, multiple mieloma, penyakit Christmas trombositopenia purpura, non-trombositopenia purpura dan lain-lain.

6. Penyakit pembuluh daraha. Telangiektasis hemoragik herediterb. Hemangioma kavernosum

7. Penyakit sistemik : amiloidosis, sarkoidosis, penyakit jaringan ikat, uremia dan lain-lain.

8. Penyakit infeksi : DHF, Leptospirosis. 9. Obat-obat ulserogenik : salisilat, kortikosteroid, alkohol, NSAID (indometasin,

fenilbutazon, ibuprofen, nalproksen), sulfonamid, steroid, digitalis.

10. Kafein, alkohol, dll.

MANIFESTASI KLINIS 1. Nyeri, pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul, seperti tertusuk atau sensasi

terbakar di epigastrium tengah atau di punggung. Nyeri biasanya hilang dengan makan, karena makanan menetralisir asam

2. Pirosis (nyeri ulu hati), beberapa pasien mengalami sensasi luka bakar pada esofagus dan lambung

3. Muntah, dapat terjadi karena obstruksi jalan keluar lambung4. Konstipasi dan perdarahan, sebagian kecil pasien yang mengalami akibat ulkus akut

sebelumnya tidak mengalami keluhan, tetapi mereka menunjukan gejala setelahnya.

PATOFISIOLOGI Ulkus peptikum :Ulkus peptikum terjadi terutama pada mukosa gastroduodenal karena jaringan ini tidak dapat menahan kerja asam lambung pencernaan (asam hidroklorida) dan pepsin. Erosi yang terjadi berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan kerja asam pepsin, atau berkenaan dengan penurunan pertahanan normal dari mukosa. Mukosa yang rusak tidak dapat mensekresi mucus yang cukup bertindak sebagai barier terhadap asam klorida. Sekresi lambung : Sekresi lambung terjadi pada tiga fase yang serupa ; (1) fase sefalik yaitu : fase yang dimulai dengan rangsangan seperti pandangan, bau, atau rasa makanan yang bekerja pada reseptor kortikal serebral yang pada gilirannya merangsang saraf vagal , (2) fase lambung, yaitu : pada

Page 10: Anemia Eva

fase lambung dilepaskan asam lambung dilepaskan sebagai akibat dari rangsangan kimiawi dan mekanis terhadap resptor di dinding lambung, dan (3) fase usus, yaitu makanan pada usus halus menyebabkan pelepasan hormon (dianggap sebagai gastrin) yang pada waktunya akan merangsang sekresi asam lambung.Barier mukosa lambung : Merupakan pertahanan utama lambung terhadap pencernaan yang dilakukan lambung itu sendiri. Faktor lain yang mempengaruhi pertahanan mukosa adalah suplai darah , keseimbangan asam basa, integritas sel mukosa dan regenersi sel epitel. Seseorang mungkin akan mengalami ulkus peptikum karena satu dari dua faktor ini , yaitu; (1) hipersekresi asam lambung (2) kelemahan barier mukosa lambung. Apapun yang menurunkan produksi mucus lambung atau merusak mukosa lambung adalah ulserogenik ; salisilat, obat anti inflamasi non steroid, alcohol dan obat antiinflamasi. Sindrom Zollinger-Ellison : Sindrom ini diidentifikasi melalui temuan ; hipersekresi getah lambung, ulkus duodenal, dan gastrinoma dalam pancreas. Ulkus Stres : Merupakan istilah yang diberikan pada ulserasi mukosal akut dari duodenal atau area lambung yang terjadi setelah kejadian penuh stress secara fisiologis. Kejadian stress misalnya ; luka bakar, syok, sepsis berat dan trauma organ multipel.

KOMPLIKASI1. Intraktibilitas , yaitu ulkus yang membandel, yang berarti bahwa terapi medik telah gagal

mengatasi gejala – gejala secara adekuat. Penderita dapat terganggu tidurnya oleh nyeri, kehilangan waktu untuk bekerja, sering memerlukan perawatan di RS atau hanya tidak mampu mengikuti cara pengobatan

2. Perdarahan, feses dapat positif akan darah samar atau mungkin hitam dan seperti ter (melena). Perdarahan massif dapat mengakibatkan hematemesis (muntah darah), menimbulkan syok dan memerlukan transfusi darah dan pembedahan darurat.

3. Perforasi, 4. Obstruksi, terjadi pada pintu keluar lambung akibat peradangan dan edema.5. Syok hipovolemik, aspirasi pneumonia, gagal ginjal akut,sindrom hepatorenal koma

hepatikum, anemia karena perdarahan.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan fisik dapat menunjukan adanya nyeri, nyeri tekan epigastrik atau distensi abdominal. Bising usus mungkin tidak ada. Pemeriksaan dengan barium terhadap saluran GI atas dapat menunjukan adanya ulkus. Endoskopi GI atas digunakan untuk mengidentifikasi perubahan inflamasi, ulkus dan lesi. Mukosa dapat secara langsung dilihat dan biopsy didapatkan. Adanya H. pylori dapat ditentukan dengan biopsy dan histology melalui kultur.

Page 11: Anemia Eva

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Pipa NGT dimasukan kedalam lambung untuk mengosongkan lambung, menentukan perdarahan terdapat pada SCBA, untuk memastikan tidak adanya obstruksi pylorus.

2. Tes fluorosein mungkin digunakan untuk menentukan letak perdarahan.

3. Setelah keadaan penderita stabil secepatnya dilakukan pemeriksaan sinar X, endoskopi atau kedua-duanya.

4. Varises esophagus dapat dilihat dengan esofagoskopi atau barium kontras esophagus atau dapat juga dengan venografi splenoportal perkutan.

5. Arteriografi abdomen kadang-kadang dapat membantu menentukan letak perdarahan, terutama pada perdarahan aktif. Juga dapat mendeteksi lesi yang menyebabkan perdarahan.

PENATALAKSANAAN Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas meliputi :

1. Pengawasan dan pengobatan umumo Penderita harus diistirahatkan mutlak, obat-obat yang menimbulkan efek sedatif

morfin, meperidin dan paraldehid sebaiknya dihindarkan.o Penderita dipuasakan selama perdarahan masih berlangsung dan bila perdarahan

berhenti dapat diberikan makanan cair.o Infus cairan langsung dipasang dan diberilan larutan garam fisiologis selama belum

tersedia darah.o Pengawasan terhadap tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan bila perlu

dipasang CVP monitor.o Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk mengikuti

keadaan perdarahan.o Transfusi darah diperlukan untuk menggati darah yang hilang dan mempertahankan

kadar hemoglobin 50-70 % harga normal.o Pemberian obat-obatan hemostatik seperti vitamin K, 4 x 10 mg/hari, karbasokrom

(Adona AC), antasida dan golongan H2 reseptor antagonis (simetidin atau ranitidin) berguna untuk menanggulangi perdarahan.

o Dilakukan klisma atau lavemen dengan air biasa disertai pemberian antibiotika yang tidak diserap oleh usus, sebagai tindadakan sterilisasi usus. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh bakteri usus, dan ini dapat menimbulkan ensefalopati hepatik.

2. Pemasangan pipa naso gastrik

Page 12: Anemia Eva

Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan lambung, lavage (kumbah lambung) dengan air , dan pemberian obat-obatan. Pemberian air pada kumbah lambung akan menyebabkan vasokontriksi lokal sehingga diharapkan terjadi penurunan aliran darah di mukosa lambung, dengan demikian perdarahan akan berhenti. Kumbah lambung ini akan dilakukan berulang kali memakai air sebanyak 100- 150 ml sampai cairan aspirasi berwarna jernih dan bila perlu tindakan ini dapat diulang setiap 1-2 jam. Pemeriksaan endoskopi dapat segera dilakukan setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih.

3. Pemberian pitresin (vasopressin) Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per infus akan mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus sehingga menurunkan tekanan vena porta, dengan demikian diharapkan perdarahan varises dapat berhenti. Perlu diingat bahwa pitresin dapat menrangsang otot polos sehingga dapat terjadi vasokontriksi koroner, karena itu harus berhati-hati dengan pemakaian obat tersebut terutama pada penderita penyakit jantung iskemik. Karena itu perlu pemeriksaan elektrokardiogram dan anamnesis terhadap kemungkinan adanya penyakit jantung koroner/iskemik.

4. Pemasangan balon SB Tube Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan akibat pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudah penderita tenang dan kooperatif, sehingga penderita dapat diberitahu dan dijelaskan makna pemakaian alat tersebut, cara pemasangannya dan kemungkinan kerja ikutan yang dapat timbul pada waktu dan selama pemasangan.Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang baik dengan pemakaian SB tube ini dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas akibat pecahnya varises esofagus. Komplikasi pemasangan SB tube yang berat seperti laserasi dan ruptur esofagus, obstruksi jalan napas tidak pernah dijumpai.

5. Pemakaian bahan sklerotik Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 % sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikan dipermukaan varises kemudian ditekan dengan balon SB tube. Tindakan ini tidak memerlukan narkose umum dan dapat diulang beberapa kali. Cara pengobatan ini sudah mulai populer dan merupakan salah satu pengobatan yang baru dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya varises esofagus.

6. Tindakan operasi Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami kegagalan dan perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan operasi. Tindakan operasi yang basa dilakukan adalah : ligasi varises esofagus, transeksi esofagus, pintasan porto-kaval.Operasi efektif dianjurkan setelah 6 minggu perdarahan berhenti dan fungsi hari membaik.

Page 13: Anemia Eva

Patofisiologi asites

Asites adalah penimbunan cairan yang abnormal di rongga peritoneum. Asites dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, namun yang terutama adalah sirosis hati dan hipertensi porta. Patofisiologi asites belum sepenuhnya dipahami dan diduga melibatkan beberapa mekanisme sekaligus. Teori yang diterima saat ini ialah teori vasodilatasi perifer.

Sirosis (pembentukan jaringan parut) di hati akan menyebabkan vasokonstriksi dan fibrotisasi sinusoid. Akibatnya terjadi peningkatan resistensi sistem porta yang berujung kepada hipertensi porta. Hipertensi porta ini dibarengi dengan vasodilatasi splanchnic bed (pembuluh darah splanknik) akibat adanya vasodilator endogen (seperti NO, calcitone gene related peptide, endotelin dll). Dengan adanya vasodilatasi splanchnic bed tersebut, maka akan menyebabkan peningkatan aliran darah yang justru akan membuat hipertensi porta menjadi semakin menetap.  Hipertensi porta tersebut akan meningkatkan tekanan transudasi terutama di daerah sinusoid dan kapiler usus. Transudat akan terkumpul di rongga peritoneum dan selanjutnya menyebabkan asites.

Selain menyebabkan vasodilatasi splanchnic bed, vasodilator endogen juga akan mempengaruhi sirkulasi arterial sistemik sehingga terjadi vasodilatasi perifer dan penurunan volume efektif darah (underfilling relatif) arteri. Sebagai respons terhadap perubahan ini, tubuh akan meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatik dan sumbu sistem renin-angiotensin-aldosteron serta arginin vasopressin. Semuanya itu akan meningkatkan reabsorbsi/penarikan garam (Na) dari ginjal dan diikuti dengan reabsorpsi air (H20) sehingga menyebabkan semakin banyak cairan yang terkumpul di rongga tubuh.

Page 14: Anemia Eva

Penyakit yang mendasari asites

Asites dapat terjadi pada peritoneum yang normal atau peritoneum yang mengalami kelainan patologis. Jika peritoneum normal (tidak ada kelainan), maka penyebab asites adalah hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Sedangkan pada peritoneum yang mengalami kelainan patologis, penyebab asites antara lain infeksi (peritonitis bakterial/TBC/fungal, peritonitis terkait HIV dll), keganasan/karsinoma peritoneal dll.

Page 15: Anemia Eva

Diagnosa asites

Dalam menegakkan suatu diagnosa selalu meliputi tiga hal yaitu anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis dapat digali hal-hal sebagai berikut:

-          Pasien mengeluh adanya pertambahan ukuran lingkar perut

-          Konsumsi alkohol, adanya riwayat hepatitis, penggunaan obat intravena, lahir/hidup di lingkungan endemik hepatitis, riwayat keluarga, dll

-          Obesitas, hiperkolesterolemia, diabetes melitus tipe 2, atau penyakit-penyakit yang dapat berkembang menjadi sirosis dll.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut:

-          Adanya kelainan/gangguan di hati dapat dilihat dari jaundice, eritema palmaris atau spider angioma

-          Adanya hepatosplenomegali pada saat dipalpasi

-          Shifting dullnes, pudle sign

-          Peningkatan tekanan vena jugularis, dll.

Pada pemeriksaan penunjang, dapat digunakan metode pencitraan (USG) atau parasentesis (pengambilan cairan). Apabila dilakukan parasentesis, selain dapat mendiagnosa adanya asites, juga bermanfaat untuk melihat penyebab asites. Pada cairan yang diambil tersebut dapat dilakukan pemeriksaan sbb:

-          Gambaran makroskopik: cairan yang hemoragik dihubungkan dengan keganasan,  warna kemerahan dapat dijumpai pada ruptur kapiler peritoneum dll.

-          Gradien nilai albumin serum dan asites: gradien tinggi (>1.1 gr/dl) terdapat pada hipertensi porta pada asites transudat, dan sebaliknya pada asites eksudat. Konsentrasi protein yang tinggi (>3 gr/dl) menunjukkan asites eksudat, sebaliknya (<3 gr/dl) menunjukkan asites transudat.

-          Hitung sel: peningkatan jumlah lekosit menunjukkan adanya inflamasi. Untuk menilai asal infeksi dapat digunakan hitung jenis sel.

-          Biakan kuman dan pemeriksaan sitologi.

Tatalaksana asites

Dalam menatalaksana asites transudat (akibat hipertensi porta) terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan yaitu:

-          Tirah baring untuk memperbaiki efektifitas diuretika. Tirah baring akan menyebabkan aktivitas simpatis dan sistem renin-angiotensin-aldosteron menurun. Pada tirah baring, pasien tidur telentang dengan kaki sedikit diangkat selama beberapa jam setelah minum diuretika

Page 16: Anemia Eva

-          Diet rendah garam ringan sampai sedang untuk membantu diuresis.

-          Pemberian diuretika yang bekerja sebagai antialdosteron, misalnya spironolakton. Dengan pemberian diuretika diharapkan berat badan dapat turun 400-800 gr/hari.

-          Terapi parasentesis, yaitu mengeluarkan cairan asites secara mekanis. Untuk setiap liter cairan asites yang dikeluarkan sebaiknya diikuti dengan substitusi albumin sebanyak 6-8 gram.

-          Pengobatan terhadap penyakit yang mendasari terjadinya asites seperti penyakit hati dll

Komplikasi

Asites yang jika tidak dikelola dengan baik dapat berdampak komplikasi yaitu peritonitis (mengancam nyawa), sindrom hepatorenal (vasokonstriksi renal akibat aktivitas penarikan garam dan cairan dari ginjal), malnutrisi, hepatik-ensefalopati, serta komplikasi lain yang dikaitkan dengan penyakit penyebab asites.