ANALISIS POTENSI KELAPA TERHADAP PERTUMBUHAN
EKONOMI KABUPATEN NATUNA
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
Kurnia Bakti Isbana
NIM : 1113084000048
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/2018 M
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. Identitas Pribadi
1. Nama Lengkap : Kurnia Bakti Isbana
2. Tempat/Tanggal Lahir : Tangerang 6 Juli 1995
3. Alamat : Sinar Pamulang Permai B 16 No. 9
Pamulang Barat, Tangerang Selatan
4. Telepon : 082210302711
5. Email : [email protected]
II. Pendidikan Formal
1. SD Negeri Bukit Pamulang Indah Tahun 2001-2007
2. Madrasah Tsanawiyah Pembangunan Jakarta
Tahun 2007-2010
3. Madrasah Aliyah Pembangunan Jakarta Tahun 2010-2013
4. S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013-2018
III. Pengalaman Kerja
1. Magang Admin Data Entry Budget and Cost Control PT. Alam Sutera
Realty Tbk.
ii
ABSTRACT
This study aims to analyze the superior potential of coconut plantation from
each sub-district in Natuna Regency. The study aims to: (1) know which sub-
district in Natuna Regency that produces coconut with the potential of
competitiveness and specialization year 2012-2016; (2) to know which sub-
district has coconut comodity as economic base sector in Natuna Regency; (3) to
know which sub-districts have coconut commodities as the economic base sector
in Natuna Regency in the future; (4) determines the areas that can be developed
from coconut production; (5) to know the contribution of the growth of coconut
production to the economi 2012-2015.
This research uses secondary data and is quantitative with analysis of Shift
Share, Location Quotient (LQ), Dynamic Location Quotient (DLQ), Klassen
Typology, and Growth Ratio Model (MRP). The data used is the production of
plantations in Natuna Regency from each sub-district of 2012-2016.
Shift Share analysis shows sub-districts in Natuna Regency which have
stunted but developed coconut production is Bunguran Barat, Pulau Tiga,
Bunguran Tengah, Serasan, Subi, and Serasan Timur. Other districts show low
coconut production and the role of weak area. The results of the Location
Quotient and Dynamic Location Quotient analysis show that sub-districts have
coconut potential in the present time and future base sector are Bunguran Barat,
Bunguran Utara, Pulau Laut, Bunguran Timur and Bunguran Timur Laut. The
sub-districts that have coconut potential but not become the base sector in the
future is; Subi and Serasan Timur. Sub-districts that will have potential of coconut
in the base sector in the future is Midai and Bunguran Selatan.
Sub-districts Bunguran Barat, Subi, and Serasan Timur have Klassen Typology
which level of coconut production potential in good to be developed. Based on
mix of Location Quotient and Growth Ratio Model, the inner coconut has a large
contribution in the economy and sectoral growth is high in the sub-districs of
Bunguran Barat, Subi, and Serasan Timur. However, in some sub-districts which
have inner coconut production as a base sector contribute substantially in
economy but low generated sectoral growth such as Bunguran Utara, Pulau Laut,
Bunguran Timur dan Bunguran Timur Laut.
Keywords: Coconut, base sector, economic contribution, sectoral growth, shift
share, location quotient, dynamic location quotient, klassen tipology, growth ratio
model.
iii
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi unggulan perkebunan
kelapa dari masing-masing kecamatan di Kabupaten Natuna. Penelitian ini
bertujuan untuk: (1) mengetahui kecamatan di Kabupaten Natuna yang produksi
kelapa dalamnya memiliki potensi daya saing kompetitif dan spesialisasi tahun
2012-2016, (2) mengetahui kecamatan mana saja yang memiliki komoditi kelapa
dalam sebagai sektor basis ekonomi di Kabupaten Natuna, (3) mengetahui
kecamatan mana saja yang memiliki komoditi kelapa dalam sebagai sektor basis
ekonomi di Kabupaten Natuna pada masa yang akan datang, (4) menentukan
wilayah yang dapat dilakukannya pengembangan dari produksi kelapa, (5)
mengetahui kontribusi pertumbuhan produksi kelapa terhadap perekonomian pada
tahun 2012 – 2016.
Penelitian ini menggunakan data sekunder dan bersifat kuantitatif dengan
analisis Shift Share, Location Quotient (LQ), Dynamic Location Quotient (DLQ),
Tipologi Klassen, dan Model Rasio Pertumbuhan (MRP). Data yang dipakai
adalah data produksi perkebunan Kabupaten Natuna dari masing-masing
kecamatan tahun 2012-2016.
Analisis Shift Share menunjukkan kecamatan di Kabupaten Natuna yang
memiliki produksi kelapa yang terhambat namun berkembang yaitu Bunguran
Barat, Pulau Tiga, Bunguran Tengah, Serasan, Subi, dan Serasan Timur.
Kecamatan lainnya menunjukkan produksi kelapa yang rendah dan peranan
terhadap daerah lemah. Hasil analisis Location Quotient dan Dynamic Location
Quotient menunjukkan kecamatan yang memiliki potensi kelapa dalam sebagai
sektor basis dimasa sekarang dan masa yang akan datang adalah Bunguran Barat,
Bunguran Utara, Pulau Laut, Bunguran Timur dan Bugnuran Timur Laut. Adapun
kecamatan yang memiliki kelapa dalam sebagai sektor basis tetapi tidak menjadi
sektor basis dimasa yang akan datang yaitu; Subi dan Serasan Timur. Kecamatan
yang akan memiliki potensi kelapa dalam sebagai sektor basis dimasa yang akan
datang adalah Midai dan Bunguran Selatan.
Kecamatan Bunguran Barat, Subi, dan Serasan Timur masuk kedalam
Tipologi Klassen yang tingkat kepotensialan produksi kelapa dalam yang baik
sekali untuk dikembangkan. Berdasarkan gabungan dari Location Quotient dan
Model Rasio Pertumbuhan, kelapa dalam memiliki kontribusi yang besar dalam
perekonomian dan pertumbuhan sektoralnya tinggi di kecamatan Bunguran Barat,
Subi, dan Serasan Timur. Namun di beberapa kecamatan yang memiliki produksi
kelapa dalam sebagai sektor basis berkontribusi besar dalam perekonomian tetapi
pertumbuhan sektoral yang dihasilkan rendah seperti kecamatan Bunguran Utara,
Pulau Laut, Bunguran Timur dan Bunguran Timur Laut.
Kata Kunci: Kelapa dalam, sektor basis, kontribusi perekonomian, pertumbuhan
sektoral, Shift Share, Location Quotient, Dynamic Location Quotient, Tipologi
Klassen, Model Rasio Pertumbuhan.
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu’alikum Wr. Wb
Segala puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan segala nikmat dan juga keberkahan, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik yang berjudul “ANALISIS POTENSI
KELAPA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN
NATUNA”
Penulisan skripsi ini salah satu syarat guna mendapatkan gelar Sarjana
Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta
tahun 2018. Skripsi ini dapat selesai tentunya dari dukungan, bimbingan, bantuan,
dan doa dari orang-orang di sekitar penulis, maka dari itu penulis ingin
menyampaikan terima kasih yang sebesar besarnya kepada:
1. Orang tua penulis, Ibunda Alm. Ekanti Pulosari dan Ayahanda Deni
Jumhana tersayang atas curahan kasih sayang, doa yang tiada henti,
dukungan dan motivasi yang tidak ternilai harganya bagi penulis. Serta
Adik dan Kakak tercinta, Ayub dan Emmilia yang selalu ada ketika
penulis membutuhkan bantuan serta membuat keluarga ini semakin
lengkap. Semoga kalian selalu dicintai dan selalu berada di dalam
lindungan Allah SWT.
2. Bapak Dr. M. Arief Mufraini, Lc, M.Si selaku dekan Fakultas Ekonomi
dan Bisnis yang telah memberikan ilmu yang berharga kepada penulis
selama perkuliahan.
3. Bapak Dr. Lukman, M.Si selaku dosen pembimbing, yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, motivasi dan
arahan, ilmu yang bermanfaat selama perkuliahan kepada penulis dalam
penyelesaian penulisan skripsi hingga skripsi ini selesai. Semoga bapak
selalu diberikan kesehatan dan keberkahan oleh Allah SWT.
4. Bapak Arif Fitrijanto, M.Si dan Ibu Najwa Khairina selaku Ketua Jurusan
dan Sekertaris Jurusan Ekonomi Pembangunan yang telah memberikan
arahan, bimbingan dan ilmu yang bermanfaat dalam penyelesaian
perkuliahan.
v
5. Bapak Drs. Jackie Nurdjaman Rachman, M.PS selaku dosen
pengembangan potensi ekonomi daerah dan seminar penelitian yang telah
memberikan ilmu yang bermanfaat dan berharga sehingga penulis
mendapatkan ide dan tema dalam penulisan skripsi.
6. Seluruh jajaran dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah
memberikan ilmu yang bermanfaat dan berharga bagi penulis selama
perkuliahan serta jajaran karyawan dan staff UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah melayani dan membantu penulis selama perkuliahan.
7. Syarifah Indah Permatasari Alhasni atas semangat dan kebahagiaan yang
diberikan. Semoga dibalas dengan kebahagiaan dan kesuksesan..
8. Teman – teman Ekonomi Pembangunan yang melengkapi hari – hari
penulis selama perkuliahan sehingga terasa sangat indah, selalu
menasehati satu sama lain, tolong menolong serta dukungan tiada henti.
9. Teman – teman KKN The Big One Alboja, Irsyad, Egi, Aldy, Irin, Ida,
Iffa, Iroh, Fudtri, dan Galih, yang melengkapi hari – hari penulis selama
sebulan penuh mengabdi kepada masyarakat Desa Rancalabuh.
10. Teman – teman diluar perkuliahan yang melengkapi hari penulis dan
mendukung saat menulis skripsi.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, saya berharap skripsi ini dapat
bermanfaat bagi pihak – pihak yang membutuhkan dan dijadikan referensi
bagi penelitian – penelitian selanjutnya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini
masih jauh dari kesempurnaan dan banyak kelemahan karena keterbatasan
pengetahuan maupun pengalaman yang dimiliki. Sehingga jika ada kritik dan
saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini, penulis menerima
dengan senang hati.
Jakarta, September 2017
Kurnia Bakti Isbana
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................... i
ABSTARCT ..................................................................................................... ii
ABSTRAK ...................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ......................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 6
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 7
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori yang Berkenaan dengan Variabel yang Diambil ........................ 8
1. Teori Pertumbuhan Ekonomi Daerah............................................. 8
a. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi ........................................... 8
b. Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik ........................................ 8
c. Teori Pertumbuhan Jalur Cepat yang Disinergikan ................. 10
d. Ukuran Pertumbuhan Ekonomi Daerah ................................... 10
e. Pertumbuhan Ekonomi dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah ... 11
2. Teori Pembangunan Ekonomi ........................................................ 12
a. Teori Basis Ekonomi ................................................................ 13
b. Teori Tempat Sentral................................................................ 16
vii
c. Teori Lokasi ............................................................................ 16
3. Teori Keunggulan Komparatif dan Keunggulan Kompetitif ......... 16
a. Keunggulan Komparatif ........................................................... 16
b. Keunggulan Kompetitif ............................................................ 16
4. Ekonomi Pertanian ......................................................................... 17
5. Harga Produsen .............................................................................. 18
B. Penelitian Sebelumnya ......................................................................... 18
C. Kerangka Pemikiran ............................................................................. 23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 27
B. Metode Penentuan Populasi ................................................................. 27
C. Metode Pengumpulan Data .................................................................. 28
D. Metode Analisis Data ........................................................................... 28
1. Analisis Shift Share ........................................................................ 28
2. Analisis Location Quotient ............................................................ 31
3. Analisis Dynamic Location Quotient ............................................. 32
4. Analisis Tipologi Klassen .............................................................. 33
5. Analisis Model Rasio Pertumbuhan ............................................... 35
6. Analisis Overlay ............................................................................ 36
E. Operasional Variabel Penelitian ........................................................... 39
1. Potensi Ekonomi ............................................................................ 39
2. Produksi Perkebunan ...................................................................... 40
3. Kontribusi ....................................................................................... 40
BAB IV HASIL DAN ANALISIS DATA
A. Deskriptif Objektif Penelitian .............................................................. 41
1. Letak dan Kondisi Geografis ......................................................... 41
2. Topografi ........................................................................................ 43
3. Klimatologi ................................................................................... 43
4. Demografi ...................................................................................... 44
5. Kondisi Perekonomian di Kabupaten Natuna ................................ 45
viii
6. Konndisi Pertanian ......................................................................... 46
B. Pembahasan .......................................................................................... 48
1. Analisis Shift Share ........................................................................ 48
2. Analisis Location Quotient (LQ) ................................................... 51
3. Analisis Dynamic Location Quotient (DLQ) ................................. 53
4. Analisis Tipologi Klassen .............................................................. 56
5. Model Rasio Pertumbuhan (MRP) ................................................. 57
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................... 60
B. Saran ..................................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 64
LAMPIRAN .................................................................................................... 81
ix
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Halaman
1.1 Produk Domestik Bruto Kabupaten Natuna Atas Dasar Harga
Konstan Tahun 2012 dan 2016 Menurut Lapangan Usaha
(Miliar Rupiah)
2
1.2 Luas Areal, Produksi dan Rata-Rata Produksi Kelapa Wilayah
Kepulauan Riau Tahun 2014
4
2.1 Penelitian Sebelumnya 19
3.1 Posisi Relatif Perkebunan Kelapa Dalam per Kecamatan
Kabupaten Natuna
30
3.2 Tipologi Sektor Tingkat Kepotensialan Ekonomi Perkebunan
Kelapa Dalam per Kecamatan Kabupten Natuna
33
3.3 Klasifikasi Analisis Overlay Perkebunan Kelapa Dalam
(Masing-masing Kecamatan Kabupaten Natuna)
39
4.1 Luas Wilayah per-Kecamatan dan Jumlah Desa 42
4.2 Jumlah Kepadatan dan Laju Pertumbuhan Penduduk per
Kecamatan Kabupaten Natuna
44
4.3 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan
Tahun 2012 dan 2016 Menurut Lapangan Usaha (Miliar
Rupiah)
45
4.4 Harga Produsen Masing-Masing Komoditas Perkebunan
Kepulauan Riau
46
4.5 Produksi Tanaman Perkebunan di Kabupaten Natuna 2012 –
2016
47
4.6 Luas lahan perkebunan di Kabupaten Natuna 2012 – 2016 47
4.7 Produksi Perkebunan Kelapa Dalam Menurut Kecamatan di
Kabupaten Natuna (Ton)
48
4.8 Hasil Analisis Shift Share per Kecamatan Kabupaten Natuna
Tahun 2012 – 2016
50
4.9 Hasil Analisis Location Quotient per Kecamatan Kabupaten
Natuna Tahun 2012 – 2015
52
x
4.10 Hasil Analisis Dynamic Location Quotient 54
4.11 Hasil Analisis LQ dan DLQ 55
4.12 Hasil Tipologi Klasse per Kecamatan Kabupaten Natuna 56
4.13 Hasil Analisis Overlay 58
xi
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Halaman
2.1 Kerangka Pemikiran 26
4.1 Peta Administrasi Kabupaten Natuna 43
xii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Keterangan Halaman
1 Jumlah Produksi Perkebunan Kelapa Dalam menurut
Kecamatan Kabupaten Natuna Tahun 2009 – 2016 (Ton)
81
2 Luas Lahan Perkebunan Kelapa Dalam menurut Kecamatan
Kabupaten Natuna Tahun 2009 - 2016 (Ha)
82
3 Jumlah Total Produksi Perkebunan menurut Kecamatan
Kabupaten Natuna Tahun 2009 – 2016 (Ton)
83
4 Luas Total Lahan Perkebunan menurut Kecamatan
Kabupaten Natuna Tahun 2009 - 2016 (Ha)
84
5 Perhitungan Pertumbuhan Proporsional dan Pertumbuhan
Pangsa Wilayah Produksi Kelapa Dalam menurut
Kecamatan Kabupaten Natuna 2012 – 2016
85
6 Perhitungan Location Quotient (LQ) Produksi Kelapa
menurut Kecamatan Kabupaten Natuna 2012 - 2016
86
7 Perhitungan Laju Pertumbuhan Produksi Kelapa menurut
Kecamatan Kabupaten Natuna 2012 – 2016
87
8 Perhitungan Dynamic Location Quotient (DLQ) Produksi
Kelapa menurut Kecamatan Kabupaten Natuna
88
9 Perhitungan Gabungan Location Quotient dan Dynamic
Location Quotient (DLQ) Produksi Kelapa menurut
Kecamatan Kabupaten Natuna
89
10 Perhitungan Model Rasio Pertumbuhan (RPs) Produksi
Kelapa menurut Kecamatan Kabupaten Natuna 2012 – 2013
90
11 Perhitungan Model Rasio Pertumbuhan (RPs) Produksi
Kelapa menurut Kecamatan Kabupaten Natuna 2013 – 2014
91
12 Perhitungan Model Rasio Pertumbuhan (RPs) Produksi
Kelapa menurut Kecamatan Kabupaten Natuna 2014 – 2015
92
13 Perhitungan Model Rasio Pertumbuhan (RPs) Produksi
Kelapa menurut Kecamatan Kabupaten Natuna 2015 – 2016
93
14 Perhitungan Model Rasio Pertumbuhan (RPr) Produksi 94
xiii
Kelapa Kabupaten Natuna 2012 – 2016
15 Perhitungan Overlay Location Quotient (LQ), RPs, dan RPr
Produksi Kelapa Kabupaten Natuna 2012 - 2016
95
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki berbagai misi
salah satunya untuk mewujudkan kualitas hidup masyarakat yang tinggi, maju
dan sejahtera. Upaya untuk melakukan misi tersebut tentunya dilakukanlah
pembangunan ekonomi yang berlandaskan pada keunggulan daya saing,
kekayaan sumber daya alam yang dimiliki, serta sumber daya manusia dan
budaya bangsa. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang
menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat
dalam jangka panjang (Sadono Sukirno 1985:13).
Dalam masa pembangunannya, Indonesia telah melakukan otonomi daerah
sejak dikeluarkannya Undang – Undang otonomi daerah tahun 1999 agar
masing-masing daerah bisa membangun daerahnya dengan mandiri. Otonomi
daerah sendiri menurut Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 1
angka 5 memberikan definisi bahwa otonomi daerah merupakan hak,
wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Pembangunan ekonomi daerah
tentunya akan mengelola sumber daya alam dan manusia untuk membangun
perekonomian daerah tersebut agar bisa mengurus kebutuhan rumah
tangganya sendiri. Dalam pengertian pembangunan ekonomi daerah sendiri
merupakan kegiatan – kegiatan yang dilakukan oleh suatu wilayah dalam
mengembangkan kegiatan ekonomi dan meningkatkan taraf hidup masyarakat
(Sadono Sukirno, 1985:13).
Kegiatan ekonomi yang dimaksud dapat dibagi menjadi dua kegiatan
yaitu, kegiatan basis dan non basis. Kegiatan basis adalah semua kegiatan
yang menghasilkan produk maupun penyedia jasa yang dapat mendatangkan
uang untuk wilayah. Lapangan kerja dan pendapatan di sektor basis adalah
fungsi permintaan yang bersifat exogenous (tidak tergantung pada kekuatan
intern/permintaan lokal). Sedangkan kegiatan non basis adalah untuk
2
memenuhi kebutuhan konsumsi lokal, karena untuk permintaan di sektor ini
sangat dipengaruhi oleh tingkat kenaikan pendapatan masyarakat setempat.
Oleh karenanya, sektor ini terikat terhadap kondisi ekonomi setempat dan
tidak bisa berkembang melebihi pertumbuhan ekonomi wilayah. Karena hal
tersebut, satu – satunya sektor yang bisa meningkatkan perekonomian wilayah
melebihi pertumbuhan alamiah adalah sektor basis. Maka dari itu analisis
sektor basis sangat berguna untuk mengkaji dan memproyeksi pertumbuhan
ekonomi wilayah. (MK Sanjaya, 2014:2).
Natuna dikenal sebagai nama pulau dan juga sebagai nama salah satu
kabupaten yang tergabung dalam Provinsi Kepulauan Riau, Indonesia. Pada
tahun 2014 saat terpilihnya pemerintah Indonesia yang ke tujuh, program yang
dijalankan untuk membangun Indonesia dimulai dari pinggiran Negara
kesatuan. Kabupaten Natuna merupakan daerah kepulauan Indonesia yang
letaknya paling utara di selat Karimata berbatasan dengan negara tetangga.
Dalam menjalankan pembangunan di Kabupaten Natuna, sektor-sektor potensi
ekonomi di Kabupaten Natuna harus dikelola dengan baik.
Tabel 1.1
Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan Tahun
2012 dan 2016 Menurut Lapangan Usaha (Miliar Rupiah)
SEKTOR 2012 2016
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1.124,76 1.487,44
Pertambangan dan Penggalian 9.573,95 10.881,65
Industri Pengolahan 87,73 105,04
Pengadaan Listrik dan Gas 9,17 10,74
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang 0,76 0,92
Konstruksi 731,96 991,75
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor 277,62 397,10
Transportasi dan Pergudangan 58,38 85,72
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 47,24 61,42
3
Informasi dan Komunikasi 70,81 96,77
Jasa Keuangan dan Asuransi 13,56 17,97
Real Estate 66,53 84,70
Jasa Perusahaan 0,02 0,03
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib 215,73 246,81
Jasa Pendidikan 17,99 21,87
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 33,36 41,56
Jasa lainnya 7,69 9,00
PRODUK DOMESTIK REGIONAL
BRUTO 12.437,31 14.540,57
Sumber :BPS Kabupaten Natuna
Dari tabel PDRB diatas terlihat pada tahun 2012 sektor pertanian,
kehutanan dan perikanan memiliki tingkat PDRB kedua terbesar setelah
pertambangan dan penggalian. Pendapatan yang diperoleh oleh sektor
pertambangan dan penggalian sangat besar dari sektor lainnya, namun jumlah
tersebut tidak secara langsung dirasakan oleh masyarakat. Berbeda dengan
sektor pertanian, perkebunan dan perikanan yang produksinya berdampak
secara langsung sepenuhnya oleh masyarakat.
Pertanian memiliki bermacam sub sektor seperti tanaman bahan makanan
(Tabama), perkebunan, perikanan, dan peternakan. Hasil produksi perkebunan
banyak dibutuhkan sebagai bahan baku oleh industri untuk diolah menjadi
suatu barang kebutuhan. Daerah kepulauan yang dikelilingi oleh pantai
tentunya memiliki kelapa yang melimpah. Hal ini terbukti dalam pencatatan
produksi kelapa di Kepulauan Riau pada tahun 2014 memiliki produksi yang
cukup tinggi.
4
Tabel 1.2
Luas Areal, Produksi dan Rata-Rata Produksi Kelapa Wilayah
Kepulauan Riau Tahun 2014
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau, 2016
Berdasarkan tabel diatas, Kabupaten Natuna memiliki luas lahan
perkebunan kelapa 14.006 Ha. Dengan luas lahan terbesar di Kepulauan Riau
tersebut pada tahun 2014 jumlah hasil kelapa yang ada di daerah Kabupaten
Natuna sebanyak 6.012.000 Kg pertahun. Dalam klasifikasi potensi dan
peluang investasi daerah menurut pemerintahan Kabupaten Natuna, di sektor
pertanian kelapa termasuk ke dalam klasifikasi potensial. Perkebunan kelapa
juga menjadi sektor yang dapat menggantikan profesi nelayan di saat kondisi
cuaca tidak memungkinkan untuk melaut. RKPD Kabupaten Natuna tahun
2017 menjelaskan bahwa laut Kabupaten Natuna memang memiliki potensi
laut yang besar namun, pemanfaatan laut tersebut tidak bisa sepenuhnya
digunakan untuk para nelayan karena pengaruh musim yang hanya ramah
selama enam bulan saja untuk melaut. Sebagai ganti untuk menyambung
hidup, lahan perkebunan kelapa menjadi pengganti profesi para nelayan.
Kabupaten Natuna memiliki sejarah dimana komoditas kelapa menjadi
komoditas andalan dalam perdagangan. Berdasarkan naskah pohon
perhimpunan peri perjalanan yang ditulis oleh Raja Ali Kelana pada 1313
Hijrah bertepatan tahun 1896 M, masyarakat setempat pada umumnya
berprofesi selain sebagai nelayan adalah berkebun kelapa. Pernyataan tersebut
Wilayah Luas Areal
(Ha)
Produksi
(Kg)
Rata-Rata Produksi
(Kg/Ha)
Kelpulauan Riau 34.852 12.360.000 579
Karimun 3.091 1.013.000 748
Bintan 4.125 1.663.000 803
Natuna 14.006 6.012.000 678
Lingga 2.696 1.286.000 989
Kepulauan Anambas 9.928 2.041.000 276
Batam 902 3.12.000 954
Tanjungpinang 104 33.000 550
5
diperkuat oleh Antoine Cabaton (2015) bahwa Kabupaten Natuna memiliki
masyarakat yang hidup sebagai nelayan dan juga dari kelapa.
Hampir di setiap kawasan terdapat pohon kelapa, hal tersebut dikarenakan
tanah di Kabupaten Natuna dikenal subur untuk tumbuhan kelapa. Tetapi
potensi buah kelapa yang dihasilkan oleh daerah ini belum bisa terkelola
dengan maksimal. Banyak kelapa dalam yang terbuang karena belum banyak
pelestarian olahan kelapa di Kabupaten Natuna.
Kelapa yang sejak dahulu menjadi andalan komoditi Kabupaten Natuna
sebagai sumber ekonomi yang bernilai tinggi, sekarang menjadi tidak bernilai.
Jika kelapa dijual mentah harganya terlampau murah dan ongkos yang
dikeluarkan petani kelapa pun juga terbilang mahal.
Kelapa (cocos nucifera) merupakan tanaman serba guna yang memiliki
nilai ekonomi tinggi. Seluruh bagian tanaman mulai dari akar, batang , daun
dan buah dapat dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan manusia, sehingga
kelapa disebut sebagai pohon kehidupan (Sutardi, Santoso, dan Anggia
2008:3). Dapat dikatakan bahwa kelapa bisa seluruhnya diolah tanpa
menyisakan satu komponen dari tanaman tersebut.
Terdapat dua tanaman kelapa yaitu kelapa dalam dan tanaman kelapa
genjah. Kelapa dalam merupakan salah satu keturunan dari kelapa liar atau
kelapa yang sudah didomestikasi. Kelapa genjah merupakan murni kelapa
yang sudah didomestikasi. Pada keadaan lingkungan yang menguntungkan,
tanaman kelapa dalam baru bisa berbuah setelah berumur 6 tahun dan dapat
berproduksi maksimal hingga 25 hingga 50 tahun. Kelapa genjah dapat
berbuah setelah berumur 4 tahun, memiliki ukuran yang lebih pendek daripada
kelapa dalam, tetapi hanya mampu bertahan hidup hingga 35 tahun (Foale dan
Haries, 2009).
Setiap butiran buah kelapa menurut Dewan Kelapa Indonesia (Depkindo)
memiliki bobot antara 1,15 – 1,50 Kg yang terdiri dari; Sabut 35%,
Tempurung 12%, Daging 30%, dan Air 23%. Untuk membuat industri kelapa
terpadu, maka diperlukan suatu kombinasi mesin yang masing-masing akan
menghasilkan berbagai produk jadi. Jika kelapa diolah terpisah dari mulai
6
sabut kelapa, air, daging, dan batok kelapa maka akan nilai tambah dari harga
jual.
Pembangunan Industri pengolahan kelapa di Kabupaten Natuna sangat
diperlukan untuk memaksimalkan kegunaan dari produksi kelapa. Jika potensi
kelapa tersebut dimaksimalkan dengan baik maka dapat meningkatkan
perekonomian masyarakat di Kabupaten Natuna.
B. Rumusan Masalah
1. Kecamatan mana saja yang mempunyai potensi daya saing kompetitif dan
spesialisasi produksi kelapa dalam di Kabupaten Natuna ?
2. Kecamatan mana saja yang memiliki komoditi perkebunan kelapa dalam
sebagai sektor basis ekonomi ?
3. Apakah dalam tahun yang akan datang kelapa masih menjadi potensi
ekonomi ?
4. Kecamatan mana yang dapat dikembangkan potensi kelapa dalamnya
untuk meningkatkan hasil produksi kelapa dalam di Kabupaten Natuna ?
5. Apakah kelapa dalam di masing-masing kecamatan memiliki kontribusi
terhadap ekonomi Kabupaten Natuna ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun dari tujuan penelitian ini, diantaranya:
1. Untuk mengetahui potensi daya saing kompetitif dan spesialisasi
produksi kelapa dalam masing-masing kecamatan di Kabupaten
Natuna.
2. Untuk mengetahui kecamatan mana yang memiliki komoditi kelapa
dalam sebagai sektor basis ekonomi.
3. Untuk mengetahui apakah potensi kelapa pada masa yang akan datang
masih menjadi sektor basis ekonomi.
4. Untuk mengetahui tingkat kepotensialan komoditi kelapa dalam di
masing-masing kecamatan Kabupaten Natuna
5. Untuk mengetahui apakah kelapa dalam memiliki kontirbusi terhadap
ekonomi Kabupaten Natuna.
7
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pemerintah Daerah
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan pemerintah
sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan
untuk dapat memaksimalkan pengelolaan kelapa yang ada di
Kabupaten Natuna.
2. Bagi Akademisi
a. Bagi pembaca maupun mahasiswa, semoga penelitian ini dapat
menambah wawasan mengenai besarnya nilai tambah dari
pengolahan kelapa terhadap peningkatan perekonomian
masyarakat.
8
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Teori yang Berkenaan dengan Variabel yang Diambil
1. Teori Pertumbuhan Ekonomi Daerah
a. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Boediono, (1992:9) pertumbuhan ekonomi merupakan
proses dari peningkatan output per kapita dalam jangka waktu yang
cukup panjang. Terdapat tiga aspek yang meliputi pertumbuhan
ekonomi, yaitu:
1) Pertumbuhan ekonomi adalah proses (aspek ekonomis) suatu
perekonomian yang berkembang, dari waktu ke waktu.
2) Pertumbuhan ekonomi memiliki kaitan dengan kenaikan output per
kapita, dalam hal ini ada dua aspek penting yaitu output total dan
jumlah penduduk. Output per kapita merupakan output total dibagi
jumlah penduduk.
3) Pertumbuhan ekonomi dikaitkan dengan perspektif waktu jangka
panjang. Dikatakan tumbuh bila dalam jangka panjang waktu yang
cukup lama (5 tahun) mengalami kenaikan output.
b. Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik
Ekonom – ekonom di zaman klasik yang paling dikenal seperti
Adam Smith dan T. R. Malthus yang menitik beratkan kepada peranan
tanah terhadap pertumbuhan yang dinilai sangat penting. Buku yang
dibuat Adam Smith dengan judul The Wealth of Nation (1776), di
dalam buku ini Smith menulis pegangan mengenai perkembangan
ekonomi. Smith memulai dari zaman idilis hipotesis: “keadaan awal
segala sesuatu, yang mendahului pengambilan lahan untuk diri sendiri
maupun akumulasi persediaan (modal)”. Di sini merupakan suatu
masa dimana lahan tersedia secara cuma – cuma untuk semua orang,
dan masa dimana akumulasi modal belum memiliki arti. (Samuelson
dan Nordhaus, 2004:254).
Zaman dahulu dimana lahan masih tersedia secara cuma – cuma
sehingga banyak orang memiliki lahan yang sangat luas. Semua ini
9
dikarenakan jumlah penduduk yang masih sangat sedikit begitu pula
dengan jumlah dari rumah atau bangunan yang ada. Lama kelamaan
jumlah penduduk bertambah tapi tidak diiringi oleh modal yang dapat
membuat output bertambah sebanyak dua kali lipat. Hal ini
berdampak kepada upah rill buruh yang tetap karena pendapatan upah
nasional akan jatuh dikarenakan tidak adanya pengurangan sewa lahan
ataupun bunga modal, oleh karenanya output akan berkembang
sejalan dengan jumlah penduduk dan hal inilah merupakan zaman
emas.
Zaman emas berakhir karena jumlah penduduk yang terus tumbuh
sehingga seluruh lahan terhuni. Karena hal tersebut batas – batas akan
menghilang, tenaga kerja, pertumbuhan lahan dan juga output tidak
lagi seimbang. Akibat dari ini semua adalah kelangkaan lahan dan
sewa yang terus meningkat disesuaikan dengan jatah berbagai
penggunaan.
Pertumbuhan ekonomi memiliki dua aspek utama seperti:
pertumbuhan output total dan pertumbuhan penduduk. Dalam
pertumbuhan output total system produksi suatu Negara yang dibagi
menjadi tiga, yaitu: (Arsyad, 1999)
1) Sumber Daya Alam yang Tersedia
Jika sumber daya alam belum digunakan secara maksimal maka
jumlah penduduk dan stok modal adalah pemegang perananan
dalam pertumbuhan output. Begitu pula sebaliknya pertumbuhan
output akan berhenti bila penggunaan sumber daya alam sudah
maksimal.
2) Sumber Daya Insani
Jumlah penduduk akan menyesuaikan diri dengan kebutuhan
angkatan kerja yang bekerja dari masyarakat.
3) Jumlah Stok Modal.
Jumlah tingkat pertumbuhan output tergantung pada laju
pertumbuhan stok modal.
10
c. Teori Pertumbuhan Jalur Cepat yang Disinergikan
Teori pertumbuhan jalur cepat (Turnpike) diperkenalkan oleh
Samuelson (1955) dalam Tarigan (2005:54). Dalam teori ini, setiap
negara/wilayah perlu melihat sektor/komoditi apa yang memiliki
potensi besar dan dapat dikembangkan dengan cepat. Artinya dengan
kebutuhan modal yang sama sektor potensial dapat memberikan nilai
tambah yang lebih besar, dapat berproduksi dalam waktu relatif
singkat dan volume sumbangan untuk perekonomian yang cukup
besar.
Produk yang dihasilkan harus menembus dan mampu bersaing
pada pasar yang lebih luas. Perkembangan struktur tersebut akan
mendorong sektor lain untuk turut berkembang sehingga
perekonomian secara keseluruhan akan tumbuh. Mensinergikan
sektor-sektor adalah memuat sektor lainnya saling terkait dan saling
mendukung sehingga perekonomian akan tumbuh cepat.
d. Ukuran Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Ukuran-ukuran yang terkait ekonomi pada dasarnya
menggambarkan hubungan antara perekonomian daerah dengan
lingkungan sekitarnya. Metode analisis Shift Share merupakan suatu
teknik yang berguna dalam menganalisis struktur ekonomi daerah
dengan keuntungan kompetitif. Analisis ini memberikan data tentang
kinerja perekonomian dalam 3 bidang yang berhubungan satu sama
lain (Jhon P. Blair, 1991 dalam Sjafrizal 2008:91) :
1) Regional Share adalah komponen pertumbuhan ekonomi
daerah yang disebabkan oleh faktor luar yaitu: peningkatan
kegiatan ekonomi daerah akibat kebujaksanaan nasional yang
berlaku pada seluruh daerah..
2) Proportionality Shift adalah komponen pertumbuhan ekonomi
daerah yang disebabkan oleh struktur ekonomi daerah yang
baik, yaitu berspesialisasi pada sektor yang pertumbuhannya
cepat seperti industri.
11
3) Differential Shift adalah komponen pertumbuhan ekonomi
daerah karena kondisi spesifik daerah yang bersifat kompetitif.
Unsur pertumbuhan inilah yang merupakan keunggulan
kompetitif daerah yang dapat mendorong pertumbuhan ekspor
daerah.
e. Pertumbuhan Ekonomi dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Dalam jangka panjang pertumbuhan ekonomi di suatu negara
atau daerah tidak hanya didukung oleh kenaikan stok modal fisik
dan juga jumlah tenaga kerja, tetapi juga harus ada peningkatan
dalam mutu modal sumber daya manusia yang memiliki pengaruh
terhadap peningkatan kualitas tenaga kerja serta pemanfaatan
kemajuan teknologi. Hal tersebut juga dijelaskan di dalam
pandangan ekonom – ekonom klasik. Menurut pandangan ekonom
klasik mengemukakan bahwa setidaknya ada empat faktor yang
dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu (1) jumlah
penduduk, (2) jumlah stok barang dan modal, (3) luas tanah dan
kekayaan alam, (4) tingkat ekonomi yang digunakan. (Kuncoro,
2004).
Menurut Sadono (2000), alat untuk mengukur perekonomian
suatu wilayah adalah pertumbuhan ekonomi wilayah itu sendiri.
Perekonomian wilayah ini akan mengalami kenaikan dari tahun ke
tahun karena adanya penambahan pada faktor produksi. Selain dari
faktor produksi, jumlah angkatan kerja yang bekerja juga akan
meningkat dari tahun ke tahun sehingga apabila dimanfaatkan
dengan maksimal maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
2. Teori Pembangunan Ekonomi Daerah
Secara umum, pembangunan ekonomi merupakan suatu proses
kegiatan yang dilakukan oleh suatu negara dalam mengembangkan
kegiatan atau aktifitas ekonomi guna meningkatkan taraf hidup masyarakat
dalam jangka panjang (Subandi, 2011:9) dalam Widi Asih (2015:16).
Pembangunan ekonomi merupakan usaha – usaha dalam
meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang dapat diukur dengan tinggi
12
atau rendahnya pendapatan rill per kapita. Maka dari itu tujuan dari
pembangunan ekonomi bukan hanya untuk menaikkan pendapatan
nasional rill, namun juga untuk meningkatkan produksi. Pada umumnya
dapat dikatakan bahwa tingkat output pada saat tertentu dapat ditentukan
oleh tersedianya atau digunakan dengan baik sumber daya alam maupun
sumber daya manusia, tingkat teknologi, keadaan pasar dan kerangka
kehidupan ekonomi (sistem perekonomian) dan sikap dari output itu
sendiri (Irawan dan Suparmoko, 2002 dalam Lusminah, 2008)
Pembangunan ekonomi daerah secara umum didefinisikan sebagai
suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu
daerah meningkat dalam jangka panjang (Sukirno, 1992:13).
Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses yang
mencakup pembentukan institusi – institursi baru, pembangunan industri –
industri alternatif, perbaikan kapasitas kerja yang ada dalam menghasilkan
produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar – pasar baru, alih ilmu
pengetahuan dan pengembangan perusahaan – perusahaan baru. Dimana,
semua ini memiliki tujuan yang utama yaitu untuk meningkatkan jumlah
dan juga jenis peluang kerja untuk masyarakat di suatu daerah (Arsyad,
1999:108-109). Pembangunan ekonomi ini dibedakan pengertiannya
dengan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi diartikan sebagai:
1) Peningkatan pendapatan per kapita masyarakat, yaitu tingkat
pertambahan PDRB/GNP pada suatu tingkat tertentu adalah
melebihi tingkat pertumbuhan penduduk.
2) Perkembangan PDRB/GNP yang berlaku dalam suatu
daerah/negara diikuti oleh perombakan dan modernisasi struktur
ekonominya. (Sukirno, 1978:14).
a. Teori Basis Ekonomi
Teori basis ekonomi ini pada awalnya dikemukakan oleh Harry
W. Ricahrdson, menyatakan bahwa faktor penentu pertumbuhan
ekonomi suatu daerah adalah hal yang berhubungan langsung dengan
permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah (Arsyad, 1999:166).
13
Perekonomian regional dapat dibagi menjadi dua sektor yaitu
kegiatan – kegiatan basis dan kegiatan-kegiatan bukan basis/non basis.
Kegiatan – kegiatan basis merupakan kegiatan yang melakukan ekspor
barang maupun jasa ke tempat di luar batas – batas perekonomian
masyarakat yang bersangkutan atau yang memasarkan barang maupun
jasa mereka kepada orang – orang di luar perbatasan perekonomian
masyarakat yang bersangkutan. Kegiatan – kegiatan bukan basis/ non
basis merupakan kegiatan – kegiatan yang menyediakan barang
maupun jasa yang dibutuhkan oleh orang – orang yang bertempat
tinggal di dalam batas – batas perekonomian masyarakat yang
bersangkutan. Kegiatan – kegiatan ini tidak melakukan ekspor barang
– barang, jadi ruang lingkup produksi mereka dan daerah pasar
mereka yang utama adalah bersifat lokal. (Glasson, 1977).
Menganalisis basis ekonomi suatu wilayah dapat menggunakan
metode analisis Location Quotient (LQ). LQ digunakan untuk
mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektor basis ekonomi
atau sektor unggulan dengan cara membandingkan peranannya dalam
perekonomian daerah tersebut dengan peranan kegiatan atau industri
sejenis dalam perekonomian regional (Emilia, 2006 dalam Aditya,
2013).
Tarigan (2005:32-35) menguraikan bahwa terdapat 4 cara
memilah kegiatan basis dengan nonbasis, yakni:
1) Metode Langsung
Metode langsung dapat dilakukan dengan survei langsung
kepada pelaku usaha ke mana mereka memasarkan barang
yang diproduksi dan dari mana mereka membeli bahan-bahan
kebutuhan untuk menghasilkan produk tersebut. Dari jawaban
yang mereka berikan, dapat ditentukan berapa persen produk
yang dijual ke luar wilayah dan berapa persen yang dipasarkan
di dalam wilayah. Untuk kepentingan analisis, perlu diketahui
jumlah orang yang bekerja dan berapa nilai tambah yang
dihasilkan dari kegiatan usaha tersebut. Namun, menggunakan
14
variabel nilai tambah/pendapatan sangat sulit karena di
dalamnya terdapat unsur laba yang biasanya sensitif untuk
ditanyakan.
2) Metode Tidak Langsung
Salah satu metode tidak langsung adalah dengan menggunakan
asumsi atau biasa disebut metode asumsi. Ada kegiatan yang
secara tradisional dikategorikan sebagai kegiatan basis,
misalnya:
a) Asrama militer karena gaji penghuninya dan biaya
operasional/perawatan lokasi berasal dari uang pemerintah
pusat;
b) Kegiatan pertambangan karena umumnya hasilnya dibawa
ke luar wilayah;
c) Kegiatan pariwisata karena mendatangkan uang dari luar
wilayah.
Dalam metode asumsi, kegiatan lain yang bukan dikategorikan
basis adalah otomatis menjadi kegiatan nonbasis.
3) Metode Campuran
Dalam metode campuran diadakan survei pendahuluan,
yaitu pengumpulan data sekunder, biasanya dari instansi
pemerintah atau lembaga pengumpul data seperti BPS. Dari
data sekunder berdasarkan analisis ditentukan kegiatan mana
yang dianggap basis dan yang nonbasis.
Asumsinya apabila 70% atau lebih produknya diperkirakan
dijual ke luar wilayah maka kegiatan itu langsung dianggap
basis. Sebaliknya, apabila 70% atau lebih produknya
dipasarkan di tingkat lokal maka langsung dianggap nonbasis.
4) Metode Location Quotient
Metode LQ membandingkan porsi lapangan kerja/nilai
tambah untuk sektor tertentu di wilayah kita dibandingkan
dengan porsi lapangan kerja/nilai tambah untuk sektor yang
sama secara nasional. LQ > 1 memberi indikasi bahwa sektor
15
tersebut adalah basis, LQ < 1 berarti sektor itu adalah non
basis.
Sektor basis adalah sektor yang menjadi tulang punggung
perekonomian daerah karena mempunyai Keuntungan Kompetitif
(Competitive Advantage) yang cukup tinggi (Sjafrijal, 2008:89).
Semakin besar ekspor suatu wilayah semakin maju pertumbuhan
wilayah, dimana perubahan yang terjadi pada sektor basis
menimbulkan efek ganda dalam perekonomian regional.
Namun di dalam metode LQ sendiri terdapat kelemahan yaitu
kriteria dalam LQ memiliki sifat statis karena hanya dapat
menggambarkan keunggulan suatu basis sektor pada satu waktu saja,
sehingga keunggulan basis sektor di tahun sekarang belum tentu akan
unggul di tahun yang akan datang. Oleh karena itu maka diperlukan
suatu metode untuk mengatasi kelemahan dari LQ ini dengan cara
digunakannya analisis varian dari LQ yang biasa disebut dengan DLQ
(Dynamic Location Quotient) yaitu dengan menintroduksikan laju
pertumbuhan dengan asumsi bahwa setiap nilai tambah sektoral
merupakan rata-rata laju pertumbuhan pertahun sendiri-sendiri selama
kurun waktu tahun awal dan tahun berjarak (Ahmad Riyadi, 2015).
DLQ sebenarnya masih sama dengan LQ, namun perbandingan
ini lebih menekankan pada laju sektor perekonomian di suatu daerah
dan perkembangannya dengan sektor yang sama di tingkat wilayah
yang lebih besar. Pada masa yang akan datang, jika keadaan masih
tetap sebagaimana adanya saat ini, maka dapat diharapkan bahwa
sektor perekonomian unggul pada masa mendatang (Saharuddin,
2006).
b. Teori Tempat Sentral
Teori tempat sentral (central place teory) beranggapan ada hirarki
tempat (hirarchy of place). Setiap tempat sentral didukung oleh
sejumlah tempat yang lebih kecil yang menyediakan sumber daya.
Tempat sentral tersebut merupakan suatu pemukiman yang
16
menyediakan jasa-jasa bagi penduduk daerah yang mendukungnya
(Arsyad, 2004: 301).
c. Teori Lokasi
Dalam model pengembangan industri kuno mengatakan bahwa
lokasi yang baik merupakan biaya paling murah antara bahan baku
dengan pasar. Hal tersebut berdampak pada perusahaan – perusahaan
yang cenderung lebih memilih lokasi untuk meminimumkan biaya
namun dapat memaksimalkan peluangnya untuk mendekati pasar.
(Arsyad, 2004:301).
3. Keunggulan Komparatif dan Kompetitif
Suatu daerah dalam merencanakan pembangunan ekonominya harus
bisa memanfaatkan sumber daya yang dimiliki untuk difokuskan
pengembangannya. Pengembangan kelanjutan akan terjadi jika suatu
daerah memiliki sumber daya yang dapat meningkatkan keunggulan
komparatif dan keunggulan kompetitifnya. Sjafrijal 2008 menyatakan
suatu daerah dapat dikatakan unggul secara komparatif dan kompetitif :
a. Keunggulan Komparatif
Secara komparatif keunggulan suatu sektor ekonomi ditunjukkan
dari jumlah dan mutu sumber daya jika dibandingkan dengan daerah
lain. Dengan menghitung keunggulan komparatif maka akan
didapatkan tingkat spesialisasi daerah dalam memanfaatkan sumber
daya yang dimiliki dengan menggunakan jumlah produksi, tenaga
kerja dan pendapatan suatu daerah.
b. Keunggulan Kompetitif
Secara kompetititf keungguan suatu sektor ekonomi ditunjukkan
oleh perkembangan produksi daerah untuk tujuan ekspor. Keunggulan
kompetitif memiliki sifat yang dinamis karena tergantung kepada
keunggulan daerah yang selaras dengan perkembangan daerah lainnya.
Jika daerah yang bersangkutan dapat mendorong pertumbuhan sektor-
sektor yang memiliki keuntungan kompetitif sebagai sektor basis untuk
ekspor, maka pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat ditingkatkan.
17
4. Ekonomi Pertanian
Sebagian besar wilayah Indonesia memiliki tingkat produksi pertanian
yang tinggi karena Indonesia merupakan negara agraris. Menurut Mosher
(1966), pertanian adalah suatu bentuk produksi yang khas yang didasarkan
pada proses pertumbuhan tanaman dan hewan. Petani mengelola dan
merangsang pertumbuhan tanaman dan hewan dalam suatu usaha tani,
dimana kegiatan produksi merupakan bisnis sehingga pengeluaran dan
pendapatan sangat penting. Dapat diketahui bahwa kegiatan pertanian
tidak terlepas dari kegiatan ekonomi karena terdapat bisnis didalamnya.
Menurut Tatiek Koerniawati Andjani (2011), dalam ilmu pertanian
istilah ekonomi dapat diartikan sebagai bagian ilmu ekonomi umum yang
mempelajari fenomena-fenomena serta persoalan-persoalan yang
berhubungan dengan pertanian baik mikro maupun makro.
Ekonomi pertanian mempunyai fungsi yang tidak kalah pentingnya
dari ilmu ekonomi maupun ilmu pertanian itu sendiri. Dalam pelaksanaan
di lapangan, pertanian juga membutuhkan ilmu ekonomi pertanian seperti
berapa keuntungan yang akan diperoleh. Dalam ilmu ini semua akan
diperhitungkan dan dipelajari secara mendalam (Daniel, 2002;6).
Peranan sektor pertanian dalam pembangunan diantaranya
sehubungan dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut
(Kamaluddin, 1998):
f. Sebagian besar penduduk di negara-negara berkembang memiliki
usaha yang menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.
g. Sektor pertanian di negara berkembang merupakan sumber utama
untuk pemenuhan kebutuhan pokok terutama pangan.
h. Sektor pertanian merupakan sumber atau penyedia input tenaga
kerja yang sangat besar untuk menunjang pembangunan sektor-
sektor lainnya terutama industri.
i. Sektor pertanian merupakan pasar yang potensial bagi hasil output
sektor modern di perkotaan yang ditumbuhkembangkan.
Peranan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi sangat penting
karena sebagian anggota masyarakat negera-negara berkembang
18
menggantungkan hidupnya pada sektor tersebut. Jika para perencana
dengan bersungguh-sungguh memperhatikan kesejahteraan
masyarakatnya, maka satu-satunya cara adalah dengan meningkatkan
kesejahteraan sebagian besar anggota masyarakatnya yang hidup di sektor
pertanian itu. Cara itu bisa ditempuh dengan jalan meningkatkan produksi
tanaman pangan dan tanaman perdagangan mereka dan atau dengan
meningkatkan harga yang mereka terima atas produk-produk yang mereka
hasilkan (Arsyad, 1992).
5. Harga Produsen
Petani dalam menjual hasil produksinya memiliki harga yang
disepakati pada waktu terjadinya pertukaran/transaksi antara petani
(penghasil) dengan pembeli (pedagang pengumpul). Harga produsen
merupakan harga yang diterima oleh produsen dari pembeli untuk suatu
barang atau jasa yang telah diproduksi, atau bisa dibilang sebagai harga
pembelian yang dikurangi pajak nilai tambah untuk setiap komoditas
menurut satuan setempat.
B. Penelitian Sebelumnya
Pada bagian ini memuat hasil – hasil penelitian sebelumnya yang
digunakan sebagai acuan penulis maupun pengembangan penelitian
selanjutnya. Dengan mempelajari penelitian sebelumnya, dapat
dikembangkan lebih lanjut tentang permasalahan – permasalahan lainnya
dengan mengembangkan pada obyek penelitian yang lainnya.
Lusminah (2008) dengan judul penelitian “Analisis Potensi Wilayah
Kecamatan Berbasis Komoditi Pertanian Dalam Pembangunan Daerah di
Kabupaten Cilacap (pendekatan location quotient dan shift share analysis).
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data produksi komoditi
pertanian tiap kecamatan di Kabupaten Cilacap tahun 2005 dan 2006, data
harga rata-rata komoditi pertanian di tingkat produsen di Kabupaten
Cilacat tahun 2005 dan 2006 PDRB Kabupaten Cilacap. Dalam penelitian
ini didapatkan hasil komoditi pertanian yang menjadi basis di sebagian
besar kecamatan di Kabupaten Cilacap, komponen pertumbuhan komoditi
19
pertanian yang cepat perkecamatan di Kabupaten Cilacap, dan komoditi
pertanian yang mempunyai tingkat daya saing yang tinggi.
Tabel 2.1
Penelitian Sebelumnya
No. Penelitian Alat Analisis Judul dan Hasil Penelitian
1. Lusminah
2008
- Shift share
- LQ
Judul: Analisis Potensi Wilayah
Kecamatan Berbasis Komoditi
Pertanian Dalam Pembangunan
Daerah di Kabupaten Cilacap.
Hasil Penelitian: hasil dari analisis
komoditi pertanian basis dari masing
– masing kecamatan di Kabupate
Cilacap adalah: padi sawah, ketela
pohon, ketela rambat, jagung,
kacang hijau, padi gogo, kacang
tanah, kacang panjang, mannga,
rambutan, pepaya, pisang, jambu
biji, dan suku (untuk sub sektor
tabama), kelapa dalem (untuk sub
sektor tanaman perkebunan), jati
dan mahoni (untuk sub sektor
kehutanan), ayam kampug, sapi
potong, domba, kambing (untuk sub
sektor peternakan), dan nila, tawes ,
ikan mas, lele (untuk sub sektor
perikanan). Kecamatan dengan
hasil komoditi basis terbanyak
berasal dari Kecamatan Cilacap
Selatan. Sedangkan untuk hasil
komoditi pertanian basis paling
sedikit berasal dari Kecamatan
Jeruklegi dan Binangun. Hasil dari
analisis komponen pertumbuhan
pangsa wilaya komoditi pertanian
basisi di masing – masing
kecamatan di Kabupaten Cilacap,
komoditi pertanian basis yang
mempunyai daya saing pada sub
sektor tanaman bahan makan
berjumlah 38, sub sektor
20
perkebunan berjumlah 14, sub
sektor kehutanan berjumlah 3, sub
sektor peternakan berjumlah 10, sub
sektor perikanan berjumlah 28 sub
sektor. Hasil dari analisis komponen
pertumbuhan pangsa wilayah
komoditi pertanianbasis yang
mempunyai daya saing pada sub
sektor tanaman bahan makakan
berjumlah 38, sub sektor
perkebunan berjumlah 14, sub
sektor kehutanan berjumlah 3, sub
sektor peternakan berjumlah 14, sub
sektor perikanan berjumlah 30 sub
sektor. Kecamatan yang paling
banyak memiliki komoditi pertanian
basis dengan pertumbuhan yang
cepat adalah Kecamatan Cipari (43
komoditi) dan yang paling sedikit
adalah Kecamatan Kroya (3
komoditi). Kecamatan yang paling
banyak memiliki komoditi pertanian
basis dengan daya saing yang baik
adalah Kecamatan Dayeuhluhur (31
komoditi), sedangkan yang paling
sedikit adalah Kecamatan Binangun
(2 komoditi).
2. Nurul Hasanah
(2016)
- LQ
- Shift Share
- Klasifikasi
Pertumbuhan
Komoditas
- Sistem
Informasi
Geografis
Judul: Analisis Pertumbuhan
Komoditas Sub Sektor Perkebunan
Dalam Pengembangan Wilayah di
Provinsi Kalimantan Barat Dengan
Metode Location Quotient (LQ) dan
Shift Share.
Hasil Penelitian: Seluruh komoditas
sub sektor perkebunan yang terdapat
di wilayah Provinsi Kalimantan
Barat merupakan komoditas basis
walaupun hanya menjadi komoditas
basis di kabupaten-kabupaten
tertentu. Kabupaten di wilayah
Provinsi Kalimantan Barat yang
mengalami kondisi perkembangan
produksi perkebunannya yang cukup
baik dan pertumbuhan produksinya
21
berada diatas kondisi ideal yaitu
Bengkayang, Sintang, Kapuas Hulu,
Sekadau, Kayong Utara, Kubu
Raya, dan Singkawang. Klasifikasi
pertumbuhan komoditas sub sektor
perkebunan di Provinsi Kalimantan
Barat menunjukkan bahwa
komoditas sub sektor perkebunan
termasuk dalam kuadran I (LQ > 1,
S > 0) yaitu karet, kelapa dalam,
kelapa hybrida, kakao, lada, kopi,
kemiri, pinang, tebu, sagu, kapuk,
jarak, aren, dan kelapa deres.
3. Aditya
Nugraha Putra
(2013)
- LQ
- Shift Share
- Tipologi
Klassen
- Model Rasio
Pertumbuhan
(MRP)
Judul: Analisis Potensi Ekonomi
Kabupaten dan Kota di Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta
Hasil Penelitian: Kota Yogyakarta
termasuk ke dalam Tipologi daerah
yang cepat maju dan tumbuh.
Kabupaten Sleman masuk ke dalam
Tipologi daerah yang berkembang
cepat dan ketiga kabupaten lainnya
termasuk dalam Tipologi daerah
yang tertinggal. Kota Yogyakarta
dan Kabupaten Gunung Kidul
memiliki prioritas pertama dalam
pengembangan wilayah atas semua
sektor basis yang dimilikinya.
4. Rakhmad
Hidayat (2013)
- LQ
- DLQ
- Shift Share
Judul: Analisis Komoditas
Unggulan Sub Sektor Perkebunan di
Kabupaten Bengkayang Provinsi
Kalimantan Barat.
Hasil Penelitian: Analisis LQ
menunjukkan bahwa komoditas
perkebunan unggulan di
Bengkayang adalah lada, kakao,
cengkeh dan hazelnut. Analisis DLQ
menunjukkan bahwa komoditas
perkebunan unggulan di
Bengkayang adalah kelapa dan
kelapa hibrida. Analisis gabungan
LQ dan DLQ menunjukkan bahwa
ada dua komoditi yang mengalami
reposisi yang ditidak terkemuka
komoditas unggulan di masa depan
yaitu kelapa hibrida dan kelapa.
22
5. Sofiyanto
(2015)
- Shift share
- LQ
Judul: Analisis Peran Sektor
Pertanian dalam Pembangunan
Daerah di Kabupaten Batang
(Pendekatan Location Quotient dan
Shift Share Analysis).
Hasil Penelitian: Dengan
menggunakan Location Quotient
(LQ) pada perekonomian Kabupaten
Batang menunjukkan bahwa sektor
pertanian di Kabupaten Batang
termasuk sektor unggulan.
Berdasarkan analisis Shift Share
pada perekonomian Kabupaten
Batang, sektor pertanian mengalami
pertumbuhan yang lambat. Dilihat
dari daya saingnya sektor pertanian
tidak memiliki daya saing yang baik
dengan sektor yang sama di daerah
lain di Provinsi Jawa Tengah.
Berdasarkan profil pertumbuhan
sektor-sektor perekonomian
Kabupaten Batang, sektor pertanian
berada pada posisi kuadran III, yang
artinya sektor pertanian merupakan
sektor terbelakang dalam
perekonomian Kabupaten Batang.
6. Ritayani Iyan
(2014)
- LQ Judul: Analisis Komoditas
Unggulan Pertanian di Wilayah
Sumatera.
Hasil Penelitian: Hasil penelitian
menunjukkan komoditas unggulan
sektor pertanian di wilayah
Sumatera pada subsdemon1ektor
perkebunan meliputi karet, kelapa,
kopi, dan tembakau dengan wilayah
unggulan meliputi Aceh, Sumatera
Barat, Sumatera Selatan, Lampung
dan Kepulauan Riau.
7. Putuhena dan
Abdul Majid
(2010)
- LQ
- Shift Share
- Model Rasio
Pertumbuhan
- Overlay
- Tipologi
Klassen
Judul: Analisis Sub Sektor dan
Komoditas Unggulan Pertanian di
Kabupaten Seram Bagian Barat.
Hasil Penelitian: Hasil penelitian
menunjukkan komoditi unggulan
sektor pertanian di Kabupaten
Seram Bagian Barat adalah komoditi
23
ubi kayu, ubi jalar, chili, terong,
kacang panjang, kubis, petsai,
bawang daun, lobak, buncis, durian,
salak dan buah-buahan lainnya. Sub
sektor unggulan sektor pertanian
adalah tanaman bahan makanan,
perkebunan, dan kehutanan. Sub
sektor pertanian yang
pertumbuhannya cepat dan maju di
Kabupaten Seram Bagian Barat
adalah sub sektor tanaman bahan
makanan, perkebunan, peternakan,
kehutanan.
8. Muhammad
Ghufron
(2016)
- LQ
- Shift Share
- SWOT
Judul: Analisis Pembangunan
Wilayah Berbasis Sektor Unggulan
Kabupaten Lamongan Propinsi Jawa
Timur.
Hasil Penelitian: Sektor yang
memiliki nila LQ > 1 adalah sektor
basis. Artinya sektor tersebut teah
mampu untuk memenuh
kebutuhannya sendiri juga untuk
memenuhi kebutuhan daerah
lainnya. Selama kurun waktu 2002-
2006 yang termasuk sektor basis
terdapat pada sektor pertanian,
sektor jasa-jasa dan sektor
perdanganan, hotel dan restoran.
Pada analisis Shift Share laju
pertumbuhan tertinggi di Kabupaten
Lamongan terdapat pada sektor
perdagangan, hotel dan restoran
yaitu sebesar 48,74 persen selama
tahun 2002-2006.
C. Kerangka Pemikiran
Perekonomian daerah dapat ditingkatkan dengan cara mendorong potensi
yang dimiliki oleh masing – masing daerah. Oleh karenanya pemerintah harus
mengetahui potensi apa saja yang dimiliki oleh daerah tersebut. Potensi daerah
ini dapat dilihat dengan mengidentifikasikan sektor perekonomian mana yang
produktif, memiliki potensi untuk dikembangkan, dan juga memiliki laju
pertumbuhan yang baik.
24
Sebagai daerah kepulauan, Kabupaten Natuna memiliki produksi kelapa
yang lebih banyak dibandingkan produksi perkebunan lainnya. Dalam
mengukur besar kecilnya suatu produksi perkebunan, laju pertumbuhan harus
dihitung jumlahnya dari awal tahun penelitian dan akhir tahun. Jika produksi
kelapa menjadi potensi daerah, maka diharapkan pengelolaan kelapa
mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah agar bisa dimanfaatkan
sebanyak-banyaknya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Analisis Shift Share digunakan untuk mengetahui komponen pertumbuhan
komoditi perkebunan kelapa dalam yang ada di Kabupaten Natuna.
Komponen pertumbuhan ini meliputi pertumbuhan nasional (PN),
pertumbuhan proposional (PP), dan pertumbuhan pangsa wilayah (PPW).
Namun, pada skripsi ini yang akan dibahas hanya pertumbuhan proposional
(PP) dan pertumbuhan pangsa wilayah (PPW). Jika hasil dari PP dan PPW
bernilai positif maka dapat dikatakan komoditi kelapa dalam adalah sektor
perkebunan dengan pertumbuhan sangat pesat karena memiliki spesialisasi
dan keunggulan kompetitif. Jika hasil PP dan PPW negatif maka dapat
dikatakan komoditi kelapa dalam adalah sektor perkebunan dengan daya saing
lemah dan juga peranan terhadap wilayah rendah karena tidak memiliki
spesialisasi dan keunggulan kompetitif.
Apabila mengacu pada teori basis ekonomi maka dapat diklasifikasikan
menjadi dua sektor yaitu sektor basis dan sektor non basis. Pendekatan yang
dapat digunakan untuk mengetahui sektor ekonomi unggulan adalah metode
Location Quotient (LQ). Metode LQ ini digunakan untuk mengetahui
komoditi pertanian khususnya perkebunan kelapa dalam di Kabupaten Natuna
termasuk ke dalam komoditi basis atau non basis di masing – masing
kecamatan dengan cara menghitung nilai LQ dari setiap komoditi pertanian
yang ada di Kabupaten Natuna. Jika LQ < 1 maka komoditi pertanian tersebut
termasuk ke dalam komoditi non basis. Sedangkan, apabila LQ > 1 maka
komoditi pertanian tersebut termasuk ke dalam komoditi basis.
Metode yang dapat melengkapi analisis LQ digunakan analisis Dynamic
Location Quotient (DLQ) untuk mengetahui sebesar apa perubahan yang
terjadi pada masa yang akan datang. Kombinasi nilai LQ dan DLQ dapat
25
dikatakan jika LQ > 1 dan DLQ < 1 maka komoditi kelapa dalam di suatu
wilayah yang tadinya menjadi sektor basis pada masa yang akan datang tidak
menjadi sektor basis, dan jika LQ < 1 dan DLQ > 1 maka komoditi kelapa
dalam di suatu wilayah yang tadinya sektor non basis menjadi sektor basis di
masa yang akan datang.
Analisis Tipologi Klassen digunakan untuk menggabungkan hasil dari
perhitungan LQ, PPW dan PP. Dari gabungan hasil tersebut akan terlihat
daerah mana yang memiliki tingkat kepotensialan perkebunan kelapa
dalamnya untuk dikembangkan. Dengan dilakukan pengembangan dari
produksi kelapa di wilayah yang memiliki tingkat kepotensialan tinggi maka
dapat juga meningkatkan perekonomian daerah tersebut dan memicu daerah
lainnya.
Alat analisis yang dapat digunakan untuk melihat deksripsi kegiatan
ekonomi perkebunan kelapa dalam dapat digunakan analisis Model Rasio
Pertumbuhan dengan RPs dan RPr. Jika RPs > 1 menunjukkan pertumbuhan
sektor pada tingkat wilayah studi (Kecamatan) lebih tinggi daripada sektor
yang sama di wilayah referensi (Kabupaten), begitu juga sebaliknya Jika RPs
< 1 menunjukkan pertumbuhan sektor pada tingkat wilayah studi lebih rendah
daripada sektor yang sama di wilayah referensi. Jika RPr > 1 menunjukkan
pertumbuhan produksi kelapa dalam lebih tinggi dari pertumbuhan produksi
perkebunan keseluruhan, begitu juga sebaliknya jika RPr < 1 menunjukkan
pertumbuhan produksi kelapa dalam lebih rendah dari pertumbuhan produksi
perkebunan keseluruhan.
Untuk lebih jelasnya, hubungan tersebut dapat ditunjukan pada bagan
kerangka pemikiran berikut ini:
26
Gambar 2.1
Bagan Kerangka Pemikiran
Penggalian Potensi
Ekonomi Daerah
Sektor Non Pertanian Sektor Pertanian
Sub-Sektor Pertanian:
1. Tabama
2. Perkebunan
3. Kehutanan
4. Peternakan
5. Perikanan
Pertumbuhan Ekonomi
Location
Quotient
Tipologi Klassen
Perkebunan:
1.Karet 7. Enau
2.Kelapa 8. Lada
3.Kelapa Sawit 9. Gambir
4.Kopi 10. Kakao
5.Cengkeh 11. Kemiri
6.Pinang 12. Cassaviera
Potensi Kelapa Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi
Dynamic
Location
Quotient
Sektor Ekonomi Basis
MRP
Shift Share
27
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah daerah
Kabupaten Natuna. Periode waktu yang digunakan pada penelitian ini
tahun 2012 - 2016. Sedangkan jenis data yang digunakan adalah data
sekunder, yaitu data yang dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan
dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data (Kuncono, Mudrajad:
2001).
Sumber data yang akan diolah didapatkan dari publikasi data Badan
Pusat Statistik & Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Natuna,
adapun data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:
Produksi kelapa dalam perkecamatan Kabupaten Natuna.
Produksi perkebunan perkecamatan Kabupaten Natuna.
Harga produsen masing-masing komoditas perkebunan Provinsi
Kepulauan Riau.
Data tersebut merupakan nilai produksi kelapa dalam (Harga Produsen
x Produksi Kelapa) yang nantinya akan diproses menjadi suatu model
dengan menggunakan metode Shift Share, Location Quotient, Dynamic
Location Quotien, Tipologi klassen, dan Model Rasio Pertumbuhan..
B. Metode Penentuan Populasi
Populasi merupakan kelompok elemen yang lengkap yang biasanya
berupa orang, objek, transaksi, atau kejadian dimana kita tertarik untuk
mempelajarinya atau menjadi objek penelitian (Kuncoro, 2003 dalam
Aditya 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah hasil produksi
perkebunan dari seluruh kecamatan di Kabupaten Natuna.
28
C. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data sangat penting untuk
mempertanggungjawabkan bahan-bahan yang relevan dan realistis.
Metode yang diambil dalam penulisan ini adalah purposive yaitu
pengumpulan data penelitian dengan mempertimbangkan alasan yang
diketahui dari daerah penelitian tersebut (Singarimbun, 1995).
D. Metode Analisis Data
1. Analisis Shift Share
Analisis Shift Share digunakan untuk menganalisis perubahan
struktur ekonomi daerah relatif terhadap struktur ekonomi wilayah
administratif yang lebih tinggi sebagai pembanding atau referensi.
Metode ini dipakai untuk mengamati struktur perekonomian
perkebunan kelapa dalam dan pergeserannya di kecamatan Kabupaten
Natuna dengan membandingkan sektor yang sama di Kabupaten
Natuna.
Teknik analisis Shift Share selain dapat mengamati
penyimpangan-penyimpangan dari berbagai perbandingan kinerja
perekonomian antar wilayah, keunggulan kompetitif suatu wilayah
juga dapat diketahui melalui teknik analisis Shift Share ini (Thoha dan
Soekarni, 2000).
Komponen pertumbuhan wilayah dalam analisis Shift Share
meliputi komponen pertumbuhan nasional (PN) atau Regional Shift,
pertumbuhan proporsional (PP) atau Proporsional Shift, dan
pertumbuhan pangsa wilayah (PPW) atau Differential Shift. Dalam
penelitian ini hanya menggunakan komponen pertumbuhan
proporsional dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah. Rumus
analisis Shift Share yang digunakan sebagai berikut (Budiharsono,
2001):
∆Kij = PNij + PPij + PPWij
Atau secara rinci dapat dinyatakan sebagai berikut:
29
K’ij – Kij = ∆Kij = Kij (Ra – 1) + Kij (Ri – Ra) + Kij (ri – Ri)
ri = K’ij/Kij
Ri = K’i/Ki
Ra = K’../K..
PNij = (Ra - 1) x Kij
PPij = (Ri - Ra) x Kij
PPWij = (ri – Ri) x Kij
Keterangan:
i : Nilai produksi kelapa dalam
j Kecamatan Kabupaten Natuna
∆Kij : Perubahan nilai produksi perkebunan kelapa
dalam di kecamatan j
Kij : Nilai produksi perkebunan kelapa dalam di
kecamatan j pada tahun dasar analisis
K’ij : Nilai produksi perkebunan kelapa dalam di
kecamatan j pada tahun akhir analisis
Ki : = Nilai produksi perkebunan kelapa
dalam Kabupaten Natuna pada tahun dasar
analisis
K’i : = Nilai produksi perkebunan kelapa
dalam Kabupaten Natuna pada tahun akhir
analisis
K... : Nilai produksi perkebunan Kabupaten Natuna
pada tahun dasar analisis
K’... : Nilai produksi perkebunan Kabupaten Natuna
pada tahun akhir analisis
Ra – 1 : Persentase perubahan nilai produksi kelapa dalam
kecamatan j yang disebabkan komponen
pertumbuhan nasional
Ri – Ra : persentase perubahan nilai produksi kelapa dalam
kecamatan j yang disebabkan komponen
30
pertumuhan proporsional.
ri – Ri : Persentase perubahan nilai produksi perkebunan
kecamatan j yang disebabkan komponen
pertumbuhan pangsa wilayah.
Menurut Budiharsono dalam Ghufron (2008) analisis Shift Share
ini menganalisis perubahan berbagai indikator kegiatan ekonomi
seperti produksi dan tenaga kerja, pada dua titik waktu disuatu
wilayah. Hasil dari PP dan PPW akan di gabungkan dengan nilai PP
sebagai sumbu horizontal dan PPW sebagai sumbu vertikal, akan
diperoleh empat kategori posisi relatif dari seluruh daerah atau sektor
ekonomi tersebut. Keempat kategori tersebut adalah (Freddy, 2001):
Tabel 3.1.
Posisi Relatif Perkebunan Kelapa Dalam per Kecamatan
Kabupaten Natuna
Differential Shift
(PPW)
Proportional Shift (PP)
Negatif (-) Positif (+)
Positif (+) Cenderung Berpotensi
(Highly Potential)
Pertumbuhan Pesat (Fast
Growing)
Negatif (-) Terbelakang
(Depressed)
Berkembang
(Developing)
Sumber :Freddy, 2001
Dengan kategori sebagai berikut:
a. Kategori I (PP positif dan PPW positif) adalah wilayah/sektor
dengan pertumbuhan sangat pesat.
b. Kategori II (PP negatif dan PPW positif) adalah wilayah/sektor
dengan kecepatan pertumbuhan terhambat tapi berkembang.
c. Kategori III (PP positif dan DS negatif) adalah wilayah/sektor
dengan kecepatan terhambat namun cenderung berpotensi).
d. Kategori IV (PP negatif dan PPW negatif) adalah wilayah/sektor
dengan daya saing lemah dan juga peranan terhadap wilayah
rendah.
31
2. Analisis Location Quotient
Metode Location Quotient (LQ) digunakan untuk
mengidentifikasi komoditi basis pertanian di Kabupaten Natuna.
Dengan metode analisis ini dapat diketahui seberapa besar tingkat
spesialisasi sektor basis atau unggulan di suatu wilayah. Dalam
penelitian ini data yang digunakan adalah nilai produksi kelapa per-
kecamatan Kabupaten Natuna dan produksi perkebunan Kabupaten
Natuna.
Rumusan Location Quotient (LQ) menurut Bendavid Val
(Tarigan, 2007), yang digunakan dalam menentukan sektor basis dan
nonbasis dinyatakan dalam persamaan berikut:
Keterangan :
LQ : Indeks Location Quotient
Xr : Nilai produksi kelapa dalam kecamatan j Kabupaten
Natuna
Xn : Nilai total produksi perkebunan kecamatan j
Kabupaten Natuna
RVr : Nilai produksi kelapa dalam Kabupaten Natuna
RVn : Nilai total produksi perkebunan Kabupaten Natuna
Berdasarkan formulasi dalam persamaan di atas maka ada tiga
kemungkingan nilai LQ yang dapat diperoleh, yaitu:
a. LQ > 1, mempunyai arti bahwa produksi kelapa dalam merupakan
sektor basis. Produksi kelapa dalam yang dihasilkan tidak hanya
dapat untuk memenuhi kebutuhan di dalam wilayah saja, tetapi
juga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan wilayah lain.
Sektor tersebut merupakan sektor potensial untuk dikembangkan
sebagai penggerak perekonomian Kabupaten Natuna.
b. LQ = 1, mempunyai arti bahwa produksi kelapa merupakan
sektor non basis, karena produk yang dihasilkan hanya dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan di dalam wilayah saja.
32
c. LQ < 1, mempunyai arti bahwa produksi kelapa merupakan sektor
non basis, karena produk yang dihasilkan tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan di dalam wilayah. Sektor tersebut kurang
potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian
Kabupaten Natuna.
3. Analisis Dynamic Location Quotient (DLQ)
Analisis DLQ digunakan untuk mengetahui sebesar apakah
perubahan yang terjadi dalam suatu sektor perekonomian di suatu
daerah dan bagaimana perkembangan sektor perekonomian tersebut.
Rumus perhitungan sebagai berikut:
Keterangan:
gij : Laju pertumbuhan sektor i di kecamatan j Kabupaten
Natuna
Gij : Rata-rata laju pertumbuhan sektor i di kecamatan j
Kabupaten Natuna.
Gi : Laju pertumbuhan sektor i di Kabupaten Natuna.
Gi : Rata-rata laju pertumbuhan sektor i di Kabupaten
Natuna.
T : Selisih tahun akhir dan tahun awal.
Tafsiran dari hasil perumusan yang ada sebagai berikut (Suyatno,
2000) :
a. DLQ ≥ 1 : maka potensi perkembangan sektor i di kecamatan
lebih cepat dibandingkan sektor yang sama di tingkat Kabupaten
dan masih dapat diharapkan untuk menjadi sektor basis dimasa
yang akan datang.
b. DLQ < 1 : maka potensi perkembangan sektor i di kecamatan
lebih lambat dibandingkan sektor yang sama di tingkat
Kabupaten dan sektor tersebut tidak dapat diharapkan untuk
menjadi sektor basis dimasa yang akan datang.
33
Mengkombinasikan nilai LQ dan DLQ dengan kriteria sebagai
berikut (Suryatno, 2000 dalam Ariyani 2005) :
a. LQ > 1 dan DLQ > 1, maka perkebunan kelapa dalam belum
mengalami reposisi dan tetap menjadi sektor basis.
b. LQ > 1 dan DLQ < 1, maka perkebunan kelapa dalam megalami
reposisi dan tidak bisa diharapkan untuk menjadi basis dimasa
yang akan datang.
c. LQ < 1 dan DLQ > 1, maka perkebunan kelapa dalam mengalami
reposisi dari non basis menjadi basis dimasa yang akan datang.
d. LQ < 1 dan DLQ < 1, maka perkebunan kelapa dalam belum
mengalami reposisi dan tetap menjadi sektor nonbasis.
4. Analisis Tipologi Klassen
Menurut Mujib Saerofi (2005), dalam pengembangan hasil
perhitungan indeks LQ, PPW, dan PP untuk menentukan tipologi
sektoral. Pada penelitian ini analisis Tipologi Klassen
mengklasifikasikan sektor basis dan non basis dengan cara
menggabungkan ketiga hasil komponen tersebut. Tipologi sektor
adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2.
Tipologi Sektor Tingkat Kepotensialan Ekonomi Perkebunan
Kelapa Dalam per Kecamatan Kabupaten Natuna
Tipologi LQ
Rata-Rata
PPWj
Rata-Rata
PPj
Rata-Rata
Tingkat
Kepotensialan
I (LQ > 1) (Dj > 0) (Pj > 0) Istimewa
II (LQ > 1) (Dj > 0) (Pj < 0) Baik Sekali
III (LQ > 1) (Dj < 0) (Pj > 0) Baik
IV (LQ > 1) (Dj < 0) (Pj < 0) Lebih dari Cukup
V (LQ < 1) (Dj > 0) (Pj > 0) Cukup
VI (LQ < 1) (Dj > 0) (Pj < 0) Hampir dari Cukup
VII (LQ < 1) (Dj < 0) (Pj > 0) Kurang
34
VIII (LQ < 1) (Dj < 0) (Pj < 0) Kurang Sekali
Sumber: Mujib Saerofi, 2005
Keterangan :
LQ : Sektor basis produksi kelapa dalam perkecamatan
Kabupaten Natuna
PP : Laju pertumbuhan produksi kelapa dalam
perkecamatan Kabupaten Natuna
PPW : Daya saing pertumbuhan produksi kelapa dalam
perkecamatan terhadap Kabupaten Natuna
Berdasarkan Tabel 3.2 dapat dijelaskan bahwa sektor ekonomi
dalam Tipologi I merupakan sektor yang tingkat kepotensialannya
istimewa untuk dikembangkan karena sektor tersebut merupakan
sektor basis (LQ > 1). Selain itu, pertumbuhannya lebih cepat
dibandingkan tingkat Kabupaten (DS > 0), meskipun ditingkat
Kabupaten juga tumbuh dengan cepat (PS > 0). Sektor ini akan
mendatangkan pendapatan yang tinggi dan pada akhirnya akan dapat
meningkatkan PDRB Kabupaten Natuna.
Hasil pertimbangan parameter pada Tabel (LQ, DS, dan PS) maka
masing-masing tipologi dapat dimaknai bawha sektor ekonomi yang
masuk Tipologi II adalah sektor yang tingkat kepotensialannya baik
sekali untuk dikembangkan, Tipologi III baik, Tipologi IV lebih dari
cukup, Tipologi V cukup, Tipologi VI hampir dari cukup, Tipologi
VII kurang, dan Tipologi VIII kurang sekali.
5. Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP)
Analisis MRP merupakan alat analisis yang digunakan untuk
melihat deskripsi kegiatan ekonomi (sektor ekonomi) yang potensial,
terutama struktur ekonomi wilayah baik internal maupun eksternal
(Yusuf, 1999). Analisis MRP dibagi menjadi dua kriteria, yaitu Rasio
Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs) dan Rasio Pertumbuhan Wilayah
Referensi (RPr).
RPs yaitu perbandingan antara pertumbuhan pendapatan dalam hal
ini ialah pertumbuhan PDRB sektor i di wilayah studi (Kecamatan)
35
dengan pertumbuhan pendapatan PDRB sektor i di wilayah referensi
(Kabupaten). Berbeda dengan RPr yaitu, perbandingan antara laju
pertumbuhan sektor i di wilayah referensi dengan laju pertumbuhan
total kegiatan (PDRB) wilayah referensi Persamaannya sebagai
berikut:
Keterangan :
i : Produksi kelapa dalam
j : Kecamatan Kabupaten Natuna
∆Eij : Perubahan PDRB produksi kelapa dalam di kecamatan
j Kabupaten Natuna
Eij : PDRB produksi kelapa di kecamatan j Kabupaten
Natuna pada tahun awal penelitian
∆Ein : Perubahan PDRB produksi kelapa dalam di Kabupaten
Natuna
Ein : PDRB produksi kelapa dalam di Kabupaten Natuna
pada tahun awal penelitian
Jika nilai RPs > 1 diberi notasi positif (+) yang menunjukkan
bahwa pertumbuhan sektor pada tingkat wilayah studi (Kecamatan)
lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan sektor yang sama pada
wilayah referensi (Kabupaten).
Jika nilai RPs < 1 diberi notasi negatif (-) yang menunjukkan
bahwa pertumbuhan sektor pada tingkat wilayah studi (Kecamatan)
lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan sektor pada wilayah
referensi (Kabupaten).
36
Keterangan :
i : Nilai produksi kelapa dalam
n : Kabupaten Natuna
∆Ein : Perubahan nilai produksi sektor perkebunan i di
Kabupaten Natuna
Ein : Nilai produksi sektor perkebunan i di Kabupaten
Natuna pada tahun awal penelitian
∆En : Perubahan nilai produksi sektor perkebunan total di
Kabupaten Natuna
En : Nilai produksi sektor perkebunan total di Kabupaten
Natuna pada tahun awal penelitian
Jika RPr > 1 diberi notasi positif (+) yang menunjukkan bahwa
pertumbuhan produksi kelapa dalam wilayah referensi (Kabupaten)
lebih tinggi dari pertumbuhan produksi perkebunan total wilayah
tersebut (Kabupaten).
Jika RPr < 1 diberi notasi negatif (-) yang menunjukkan bahwa
pertumbuhan produksi kelapa dalam wilayah referensi (Kabupaten)
lebih rendah dari pertumbuhan produksi perkebunan total wilayah
tersebut (Kabupaten).
6. Analisis Overlay
Menurut Aditya (2013) analisis overlay digunakan untuk
mengidektifikasi sektor unggulan baik dari segi kontribusi maupun
pertumbuhannya dengan menggabungkan hasil analisis LQ dan
analisis MRP. Sehingga analisis ini terdiri dari tiga komponen yaitu
Locaton Quotient (LQ), Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi (RPr),
dan Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs).
Setiap komponen kemudian disamakan satuannya dengan diberi
notasi positif (+) atau notasi negatif (−). Jika koefisien komponen
bernilai lebih dari satu diberi notasi positif (+) dan jika koefisien
komponen bernilai kurang dari satu diberi notasi negatif (-).
Dalam penelitian ini akan diidentifikasi 8 kriteria dalam hasil
intepretasi dari analisis overlay. Kriteria tersebut yaitu:
37
a. Hasil overlay (+++) menunjukkan LQ bernotasi positif yang berarti
sektor perkebunan kelapa dalam merupakan sektor basis artinya
sektor ini memiliki kontribusi yang tinggi dalam perekonomian dan
bernotasi positif untuk RPs dan RPr yang berarti kegiatan sektor ini
mempunyai pertumbuhan sektoral yang tinggi di tingkat
perkebunan kecamatan dan kabupaten, maka sektor ini merupakan
sektor dominan.
b. Hasil overlay (++-) menunjukkan LQ bernotasi positif, RPs
bernotasi positif, dan RPr bernotasi negatif yang berarti kegiatan
sektoral di kecamatan lebih unggul dari kegiatan yang sama di
Kabupaten Natuna, baik dari sisi pertumbuhan maupun
kontribusinya. Sektor tersebut merupakan sektor potensial kegiatan
ekonomi kecamatan di Kabupaten Natuna.
c. Hasil overlay (-++) menunjukkan LQ bernotasi negatif, RPs
bernotasi positif, dan RPr bernotasi positif yang berarti
pertumbuhan sektoral pada tingkat kecamatan lebih tinggi dari
pertumbuhan sektor pada wilayah Kabupaten Natuna. Begitu juga
sisi pertumbuhan suatu sektor ekonomi di Kabupaten Natuna lebih
tinggi dibandingkan pertumbuhan total di Kabupaten Natna.
Namun untuk kontribusi sektoral di kecamatan lebih rendah dari
Kabupaten Natuna, maka sektor ini merupakan sektor potensial.
d. Hasil overlay (+--) menunjukkan LQ bernotasi positif yang berarti
sektor perkebunan kelapa dalam merupakan sektor basis yang
berarti sektor ini memiliki kontribusi yang tinggi dalam
perekonomian namun memiliki komponen RPs dan RPr bernotasi
negatif yang berarti sektor ini memiliki pertumbuhan yang rendah
di tingkat perkebunan kecamatan maupun tingkat kabupaten, maka
sektor ini merupakan sektor jenuh.
e. Hasil overlay (+-+) menunjukkan LQ bernotasi positif, RPs
negatif, dan RPr bernotasi positif yang berarti sektor perkebunan
kelapa dalam merupakan sektor basis yang memiliki kontribusi
tinggi dalam perekonomian. Pertumbuhan sektor kelapa dalam
38
wilayah kecamatan dibandingkan sektor yang sama ditingkat
Kabupaten Natuna, namun pertumbuhan sektor kelapa dalam di
wilayah Kabupaten Natuna lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan
sektor perkebunan total di wilayah Kabupaten Natuna. Sektor ini
termasuk sektor yang jenuh.
f. Hasil overlay (-+-) menunjukkan LQ bernotasi negatif, RPs positif,
dan RPr negatif. Artinya pertumuhan sektoral pada tingkat
kecamatan lebih tinggi dari pertumbuhan sektor yang sama pada
wilayah Kabupaten Natuna. Sedangkan sisi pertumbuhan suatu
sektor ekonomi di Kabupaten Natuna lebih rendah dari
pertumbuhan sektor perkebunan total di Kabupaten Natuna. Begitu
juga kontribusi sektoral di kecamatan lebih rendah dari Kabupaten
Natuna.
g. Hasil oeverlay (--+) menunjukkan LQ bernotasi negatif, RPs
negatif, dan RPr positif. Artinya pertumbuhan sektoral tersebut di
kecamatan lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan sektor
yang sama pada wilayah Kabupaten Natuna. Namun dari sisi
pertumbuhan suatu sektor ekonomi tertentu di Kabupaten Natuna
lebih tinggi dari pertumbuhan perkebunan total wilayah Kabupaten
Natuna, maka sektor ini merupakan sektor yang jenuh.
h. Hasil overlay (---) menunjukkan LQ bernotasi negatif yang berarti
sektor perkebunan kelapa dalam merupakan sektor non basis yang
berarti sektor ini memiliki kontribusi yang rendah terhadap
perekonomian serta memiliki komponen RPs dan RPr bernotasi
negatif yang berarti sektor ini memiliki pertumbuhan yang rendah
di tingkat perkebunan kecamatan maupun tingkat kabupaten, maka
sektor ini merupakan sektor jenuh.
Guna memperoleh klasifikasi sub sektor perkebuan Kabupaten
Natuna dengan menggunakan analisis kriteria dan pertumbuhan.
Kontribusi yang digunakan adalah hasil analisis LQ rata-rata periode
2012 – 2016, sedangkan untuk kriteria pertumbuhan adalah hasil
39
analisis MRP yang menggunakan RPs rata-rata dan RPr rata-rata
periode 2012 – 2016. Hasil klasifikasi seperti Table 3.4. dibawah ini;
Tabel 3.3.
Klasifikasi Analisis Overlay Perkebunan Kelapa Dalam
(Masing-masing kecamatan Kabupaten Natuna)
Kecamatan LQ RPs RPr Klasifikasi
1 + + + Dominan
2 - + + Potensial
+ + - Potensial
3 + - - Jenuh
+ - + Jenuh
4
- + - Marginal
- - + Marginal
- - - Marginal
Sumber: Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi (BRR) NAD-NIAS
2007 Diolah
E. Operasional Variabel Penelitian
1. Potensi Ekonomi
Potensi Ekonomi yang ada di penilitian ini merupakan segala sesuatu
yang dimiliki oleh suatu daerah yang mungkin ataupun layak untuk
dikembangkan sehingga akan terus berkembang menjadi sumber
peghidupan rakyat setempat dan bahkan dapat menolong perekonomian
daerah secara keseluruhan untuk berkembang dengan sendirinya dan
berkesinambungan, Aditya (2013:47) dikutip kembali dari Soeparmoko
dalam Nudiatulhuda (2007). Dalam penelitian ini yang akan dianalisis
adalah potensi produksi kelapa di Kabupaten Natuna dari masing-masing
kecamatan, sehingga dapat ditentukan kecamatan mana yang memiliki
produksi kelapa sebagai ekonomi basis pada Kabupaten Natuna
40
2. Produksi Perkebunan
Produksi kebun atau lazim disebut produksi primer adalah
produksi/hasil yang dipanen dari usaha perkebunannya tanpa melalui
proses pengolahan lebih lanjut (BPS: 2016). Contoh produksi
kebun/produksi primer dari :
a. Perkebunan karet produksi primernya adalah Latex, Lumb.
b. Perkebunan kelapa produksi primernya adalah tandan buah segar
c. Perkebunan kakao produksi primernya adalah buah basah
Produksi kebun yang digunakan adalah seluruh produksi yang
dihasilkan di Kabupaten Natuna merujuk data yang tersedia dari BPS
Kabupaten Natuna. Kelapa menjadi faktor utama yang digunakan dalam
perhitungan penulisan ini.
3. Kontribusi
Dalam penelitian ini, kontribusi digunakan untuk menganalisis
pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Natuna.
41
BAB IV
HASIL DAN ANALISIS DATA
A. Deskriptif Objektif Penelitian
1. Letak dan Kondisi Geografis
Secara geografis, Kabupaten Natuna terletak pada posisi 1o16’
Lintang Utara sampai dengan 7o19 Lintang Utara dan 105
o00’ Bujur
Timur 110o00’ Bujur Timur.
Kabupaten Natuna memiliki luas sebesar 264.198,37 Km2 dan
selebihnya daratan yang berbentuk kepulauan dengan luas 2.001,3
Km2, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
a. Sebelah Utara : Laut Cina Selatan;
b. Sebelah Selatan : Kecamatan Tambelan, Kabupaten Bintan;
c. Sebelah Timur : Laut Cina Selatan;
d. Sebelah Barat : Semenanjung Malaysia dan Kabupaten Bintan.
Secara administrasi terdiri dari 15 kecamatan, 70 desa dan 6
kelurahan. Penamaan kecamatan baru berdasarkan Peraturan Daerah
Kabupaten Natuna Nomor 14 tahun 2014 tanggal 10 Desember 2014,
dibentuklah tiga kecamatan yaitu Kecamatan Bunguran Batubi,
Kecamatan Pulau Tiga Barat dan Kecamatan Suak Midai. Kecamatan
lainnya yang ada sebelum ditambahkan yaitu Kecamatan Midai,
Kecamatan Bunguran Barat, Kecamatan Bunguran Utara, Kecamatan
Pulau Laut, Kecamatan Pulau Tiga, Kecamatan Bunguran Timur,
Kecamatan Bunguran Timur Laut, Kecamatan Bunguran Tengah,
Kecamatan Bunguran Selatan, Kecamatan Serasan, Kecamatan Subi,
Kecamatan Serasan Timur. (BPS Kabupaten Natuna, 2017). Sekda
bagian Tata Pemerintahan belum melakukan pencatatan administrasi
wilayah 3 kecamatan baru sehingga pencatatan masih tergabung dengan
kecamatan lamanya.
42
Tabel 4.1
Luas Wilayah per-Kecamatan dan Jumlah Desa
Nama Kecamatan Jumlah
Kelurahan/Desa
Luas Wilayah
Luas
(KM2)
Terhadap
Total
(persen)
Midai 3 26,10 1,31
Suak Midai 3
Bunguran Barat 5 448,46 22,41
Bunguran Batubi 5
Bunguran Utara 8 404,71 20,22
Pulau Laut 3 37,69 1,88
Pulau Tiga 6 67,87 3,40
Pulau Tiga Barat 4
Bunguran Timur 6 146,83 7,34
Bunguran Timur Laut 7 235,01 11,74
Bunguran Tengah 3 172,71 8,63
Bunguran Selatan 4 233,99 11,69
Serasan 7 43,65 2,18
Subi 8 160,93 8,04
Serasan Timur 4 23,35 1,17
Sumber : BPS Kabupaten Natuna, 2017
Dibawah ini dapat dilihan Gambar 4.1 peta Kabupaten Natuna
yang menggambarkan posisi geografis setiap kecamatan di wilayah
Kabupaten Natuna.
43
Gambar 4.1
Peta Administrasi Kabupaten Natuna
Sumber : Natuna Dalam Angka 2013
2. Topografi
Berdasarkan kondisi fisik, Kabupaten Natunan merupakan tanah
yang berbukit dan bergunung batu. Dataran rendah dan landau banyak
ditemukan di pinggir pantai. Ketinggian wilayah antar kecamatan
cukup beragam, yaitu sekitar 3 sampai 959 meter dari permukaan laut
dengan kemiringan mencapai 2 sampai 5 meter.
Pada umumnya struktur tanah terdiri dari podsolik merah kuning
dari batuan yang tanah dasarnya merupakan bahan granit, dan alluvial
serta tanah organosol dan gley humus (RKPD Kabupaten Natuna
Tahun 2017)
3. Klimatologi
Kondisi iklim di Kabupaten Natuna adalah iklim tropis dan sangat
dipemharuhi oleh perubahan arah angin, musim kemarau biasanya
terjadi pada bulan Maret sampai bulan Juli. Curah hujan rata – rata
44
berkisar 225,4 milimeter dengan rata – rata kelembapan udara sekitar
86 persen dan temperature berkisar 21,8o hingga34,0
o celcius.
4. Demografi
Penduduk Kabupaten Natuna tahun 2014 berjumlah 73.470 jiwa
terdiri dari penduduk laki-laki berjumlah 37.891 (51,80%) dan
penduduk perempuan berjumlah (48,20%) dengan laju pertumbuhan
pertahun 5,69%. Secara keseluruhan kepadatan penduduk Kabupaten
Natuna tahun 2014 sebesar 38,42 jiwa per Km2. Ini artinya dalam
wilayah seluas 1 Km2 terdapat penduduk sekitar 38 jiwa. Kecamatan
yang memiliki kepadatan penduduk tinggi adalah Kecamatan Midai
sebesar 2.417 jiwa.
Tabel 4.2
Jumlah Kepadatan dan Laju Pertumbuhan Penduduk per
Kecamatan Kabupaten Natuna
Kecamatan Luas (Km2)
Jumlah
Penduduk
Kepadatan
Penduduk
Midai 26,10 5.065 194,06
Bunguran Barat 448,46 11.073 24,69
Bunguran Utara 404,71 3.936 9,73
Pulau Laut 37,69 2.400 63,68
Pulau Tiga 67,87 4.892 72,08
Bunguran Timur 146,83 25.760 17,54
Bunguran Timur Laut 235,01 4.395 18,70
Bunguran Tengah 172,71 2.953 17,10
Bunguran Selatan 233,99 2.569 10,98
Serasan 43,65 4.886 111,94
Subi 160,93 2.770 17,21
Serasan Timur 23,35 2.771 118,67
Jumlah 2001,30 73.470 36,71
Sumber : Natuna Dalam Angka Tahun 2015
45
5. Kondisi Perekonomian di Kabupaten Natuna
Keadaan perekonomian suatu daerah dapat dilihat dari struktur
ekonomi dan pertumbuhan ekonominya, baik secara global maupun
sektoral. Struktur ekonomi suatu daerah dapat dilihat dari kontribusi
masing-masing sektor perekonomian terhadap PDRB daerah
bersangkutan. Distribusi persentase PDRB Kabupaten Natuna tahun
2012-2016 atas dasar harga konstan dapat dilihat pada Tabel 4.3
berikut ini:
Tabel 4.3
Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan
Tahun 2012 dan 2016 Menurut Lapangan Usaha (Miliar Rupiah)
Lapangan Usaha 2012 2013 2014 2015 2016
Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan 1.124,76 1.281,92 1.341,96 1.414,11 1.487,44
Pertambangan dan
Penggalian 9.573,95 9.953,94 10.326,86 10.667,28 10.881,65
Industri Pengolahan 87,73 92,20 96,79 100,89 105,04
Pengadaan Listrik dan Gas 9,17 9.41 9,79 10,04 10,74
Pengadaan Air, Pengelolaan
Sampah, Limbah dan Daur
Ulang
0,76 0,79 0,83 0,88 0,92
Konstruksi 731,96 799,59 878,23 932,87 991,75
Perdagangan Besar dan
Eceran; Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor
277,62 303,76 326,63 360,74 397,10
Transportasi dan
Pergudangan 58,38 65,98 72,72 78,81 85,72
Penyediaan Akomodasi dan
Makan Minum 47,24 49,91 53,11 57,07 61,42
Informasi dan Komunikasi 70,81 76,49 82,65 88,75 96,77
Jasa Keuangan dan Asuransi 13,56 15,19 16,02 16,95 17,97
Real Estate 66,53 70,45 74,68 79,57 84,70
Jasa Perusahaan 0,02 0,02 0,02 0,02 0,03
Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan 215,73 227,76 239,09 238,72 246,81
46
Sosial Wajib
Jasa Pendidikan 17,99 19,01 20,09 20,95 21,87
Jasa Kesehatan dan
Kegiatan Sosial 33,36 35,40 37,57 39,51 41,56
Jasa lainnya 7,69 7,95 8.29 8.64 9,00
PRODUK DOMESTIK
REGIONAL BRUTO 12.437,31 13.009,83 13.585,40 14.115,89 14.540,57
Sumber :BPS Kabupaten Natuna
Pada tahun 2012-2016 sektor pertanian, kehutanan dan perikanan
berada diposisi kedua terbesar setelah pertambangan dan penggalian.
Mayoritas penduduk Kabupaten Natuna memiliki mata pencaharian di
sektor pertanian tabama, perkebunan dan perikanan.
Sebagai wilayah yang memiliki luas dan potensi laut yang besar,
pemanfaatan potensinya masih minin dikarenakan pengaruh musim
yang hanya ramah selama enam bulan saja. Selebihnya, saat angin
utara datang, laut di sekitar Kabupaten Natuna menjadi ganas dan para
nelayan memilih berkebun sebagai lahan menyambung hidup (RKPD
Kabupaten Natuna Tahun 2017).
6. Kondisi Pertanian
Harga hasil produksi perkebunan telah tercatat dalam harga
produsen provinsi Kepulauan Riau pada tabel 4.4 berikut:
Tabel 4.4
Harga Produsen Masing-Masing Komoditas Perkebunan Kepulauan Riau
Jenis
Perkebunan
Harga Rata-Rata Menurut Tahun Satuan
2012 2013 2014 2015 2016
Kelapa 153.893 166.404 189.538 196.574 207.548 100 butir
Karet 15.615 13.401 12.557 12.483 11.514 1 kg
Kopi 1.706.496 1.505.317 100 kg
Cengkeh 48.758 57.983 73.588 74.334 65.894 1 kg
Lada 75.459 111.972 1 kg
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
47
Penggunaan dan luas lahan pertanian di Kabupaten Natuna
merupakan kegiatan pertanian rakyat dengan mengusahakan berbagai
komoditi perkebunan, pangan maupun hortikultura. Jenis dan produksi
komoditi perkebunan di Kabupaten Natuna dapat dilihat pada tabel 4.5
sebagai berikut:
Tabel 4.5
Produksi Tanaman Perkebunan di Kabupaten Natuna 2012 – 2015
Jenis
Tanaman
Produksi (Ton) / Tahun
2012 2013 2014 2015 2016
1 Karet 4.415,9 4.428,2 4.440,6 4.452,9 4.465,3
2 Kelapa 6.038,2 6.044,2 6.050,2 6.056,2 6.062,1
4 Kopi 2,6 2,6 1 - -
5 Cengkeh 2.883,8 2.886,5 2.889,3 2.892,0 2.894,8
8 Lada 5,2 5,2 2 - -
Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Natuna, diolah
Produksi kelapa dalam merupakan produksi terbesar di Kabupaten
Natuna dari tahun 2012 – 2016. Pada tahun 2016 produksi kelapa
mencapai 6.062,1 Ton, Karet 4.465,3 Ton, dan Cengkeh 2.894,8 Ton.
Untuk perkebunan lada dan kopi tidak berproduksi pada tahun 2015 -
2016.
Lahan yang gunakan oleh petani merupakan salah satu faktor
produksi penting dalam usahatani. Luas lahan yang dimiliki Kabupaten
Natuna menurut usahatani yang dijalani dapat dilihat pada tabel 4.6
sebagai berikut:
Tabel 4.6
Luas Lahan Perkebunan di Kabupaten Natuna 2012 – 2015
Jenis
Tanaman
Luas Lahan (Ha) / Tahun
2012 2013 2014 2015 2016
1 Karet 3.982,5 3.982,5 4.169 4.266 4.236
2 Kelapa 14.005,5 14.005,5 14.005,5 14.003 11.394
4 Kopi 44,5 44,5 44,5 - -
5 Cengkeh 12.189 12.189 12.189 12.189 12.042
48
6 Lada 142,5 142,5 142,5 - -
Sumber :Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Natuna
Perkebunan kelapa memiliki lahan yang paling luas dibandingkan
lahan perkebunan lainnya, namun pada tahun 2015 lahan perkebunan
kelapa mengalami pengurangan luas lahan. Penurunan luas lahan
perkebunan kelapa tahun 2015 mempengaruhi hasil produksi kelapa di
tahun yang sama, namun produksi kelapa di tahun berikutnya produksi
kelapa justru meningkat dari tahun-tahun sebelumnnya.
Masing-masing kecamatan di Kabupaten Natuna memiliki
produksi kelapa yang melimpah. Pohon kelapa dapat ditemui disetiap
wilayah kecamatan yang ada di Kabupaten Natuna. Produksi kelapa
dalam perkecamatan Kabupaten Natuna dapat dilihat pada Tabel 4.7
sebagai berikut :
Tabel 4.7
Produksi Perkebunan Kelapa Dalam Menurut Kecamatan di Kabupaten
Natuna (Ton)
Kecamatan Produksi Kelapa Dalam
2012 2013 2014 2015 2016
Midai 970,4 970,7 971,1 971,5 971,9
Bunguran Barat 800,9 801,7 802,6 803,5 804,3
Bunguran Utara 850,4 850,9 851,3 851,7 852,1
Pulau Laut 350,3 350,6 351,0 351,3 351,6
Pulau Tiga 63,2 63,4 63,6 63,8 64,0
Bunguran Timur 600,6 601,1 601,7 602,2 602,8
Bunguran Timur Laut 900,4 900,8 901,2 901,6 901,9
Bunguran Tengah 4,3 4,4 4,5 4,6 4,7
Bunguran Selatan 450,4 450,9 451,3 451,7 452,1
Serasan 301,0 302,1 303,1 304,2 305,2
Subi 445,8 446,5 447,3 448,0 448,8
Serasan Timur 300,5 301,0 301,6 302,1 302,6
Jumlah 6.012,2 6.012,2 6.030,0 6.035,9 6.041,8
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Natuna, diolah
49
B. Pembahasan
1. Analisis Shift Share
Komponen pertumbuhan proporsional (PP) merupakan alat ukur
dalam analisis Shift Share yang menunjukkan perubahan relatif,
pertumbuhan atau penurunan produksi kelapa perkecamatan
dibandingkan dengan produksi perkebunan lain di setiap kecamatan
Kabupaten Natuna akibat pengaruh unsur-unsur eksternal yang bekerja
secara regional (Kabupaten).
Kecamatan yang memiliki nilai PP positif berarti produksi kelapa
dalam di kecamatan tersebut mempunyai pertumbuhan yang relatif
cepat dibandingkan produksi perkebunan lainnya, begitupun
sebaliknya kecamatan yang memiliki nilai PP negatif berarti produksi
kelapa di kecamatan tersebut mempunyai pertumbuhan yang relatif
lambat dibandingkan produksi perkebunan lainnya.
Komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW) merupakan salah
satu komponen dalam analisis Shift Share yang dapat digunakan untuk
mengetahui daya saing produksi kelapa di suatu wilayah dengan
membandingkan produksi kelapa di wilayah lainnya yang disebabkan
oleh adanya keuntungan lokasional yang dimiliki oleh suatu wilayah.
Menurut Tarigan proporsional shift atau pertumbuhan proporsuinal
(PP) merupakan komponen pertumbuhan ekonomi perkebunan daerah
kecamatan yang disebabkan oleh sktruktur ekonomi daerah yang baik,
yaitu berspesialisasi pada sektor yang pertumbuhan perkebunannya
cepat. Differential shift atau pertumbuhan pangsa wilayah (PPW)
adalah pertumbuhan ekonomi daerah karena ondisi spesifik daerah
yang bersifat kompetitif. Hasil analisis PP dan PPW produksi kelapa
Kabupaten Natuna seperti tabel 4.8 berikut:
50
Tabel 4.8
Hasil Analisis Shift Share per Kecamatan Kabupaten Natuna Tahun 2012 -
2016
Kecamatan Analisis Shift Share
PP PPW Kategori
1. Midai -5.578,106206 -3.257.051,764544 Terbelakang
2. Bunguran Barat -4.603,699412 391.170,404698 Berkembang
3. Bunguran Utara -4.888,603654 -2.303.512,387932 Terbelakang
4. Pulau Laut -2.013,772458 -161.697,245658 Terbelakang
5. Pulau Tiga -363,281534 742.772,892996 Berkembang
6. Bunguran Timur -3.452,274879 -187.240,733336 Terbelakang
7. Bunguran Timur Laut -5.175,797282 -2.796.141,722449 Terbelakang
8. Bunguran Tengah -24,732183 543.346,585831 Berkembang
9. Bunguran Selatan -2.589,248000 -100.186,234079 Terbelakang
10. Serasan -1.730,552731 4.153.240,542053 Berkembang
11. Subi -2.562,392759 1.742.087,912935 Berkembang
12. Serasan Timur -1.727,516894 1.233.211,749484 Berkembang
Berdasarkan hasil analisis Shift Share kecamatan Bunguran Barat,
Pulau Tiga, Bunguran Tengah, Serasan, Subi, dan Serasan Timur
mendapati kategori berkembang dengan nilai PP negatif dan PPW
positif. Hasil ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi dari
produksi kelapa dalam di ketujuh kecamatan ini terhambat namun
berkembang.
Kecamatan Midai, Bunguran Utara, Pulau Laut, Bunguran Timur,
Bunguran Timur Laut, dan Bunguran Selatan mendapati kategori
terbelakang dengan nilai PP negatif dan PPW negatif. Hasil ini
menunjukkan pertumbuhan ekonomi dari produksi kelapa dalam
rendah dan peranan terhadap daerah lemah.
51
Hasil dari produksi kelapa dalam di seluruh kecamatan Kabupaten
Natuna menurut teori Proportionality Shift tidak memiliki spesialisai
pertumbuhan yang cepat di sektor perkebunan, namun dalam teori
Differential Shift beberapa kecamatan seperti Bunguran Barat, Pulau
Tiga, Bunguran Tengah, Serasan, Subi, dan Serasan Timur memiliki
keuntungan kompetitif yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi
daerah melalui ekspor.
Kecamatan Bunguran Timur dan Bunguran Timur Laut pernah
mendapatkan pelatihan pengolahan minyak kelapa oleh Dinas
Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Natuna pada
tahun 2011, namun pelatihan pengolahan minyak tidak dilakukan
berkala yang membuat pengolahan minyak kelapa tidak berkembang.
2. Analisis Location Quotient
Sub sektor perkebunan di Kabupaten Natuna memiliki hasil
produksi yang berbeda-beda meliputi karet, kelapa, kopi, cengkeh, dan
lada. Setiap kecamatan dengan karakteristiknya memiliki jumlah
produksi kelapa yang berbeda.
Teori ekonomi basis khususnya metode Location Quotient (LQ)
dapat digunakan untuk mengetahui kecamatan mana yang memiliki
kelapa dalam sebagai sektor ekonomi basis. Kecamatan yang
menunjukkan nilai LQ > 1 berarti memiliki kelapa dalam sebagai
sektor basis, sedangkan kecamatan yang menunjukkan nilai LQ ≤ 1
berarti daerah tersebut tidak memilki kelapa dalam sebagai sektor basis
hanya sebagai penunjang. Dalam penelitian ini perhitungan jumlah
nilai produksi masing-masing kecamatan akan dibandingkan dengan
seluruh jumlah nilai produksi perkebunan yang ada di kecamatan
Kabupaten Natuna.
Kecamatan yang memiliki kelapa sebagai sektor basis di
Kabupaten Natuna dapat diihat pada hasil penelitian yang disajikan
dalam Tabel 4.9 berikut ini:
52
Tabel 4.9
Hasil Analisis Location Quotient per Kecamatan Kabupaten Natuna Tahun
2012 – 2015
Kecamatan Location Quotient Rata-Rata
LQ 2012 2013 2014 2015 2016
1. Midai 0,764275 0,697600 0,651474 0,648765 1,258213 0,804066
2. Bunguran Barat 1,770538 1,784191 1,798421 1,802573 1,722679 1,775680
3. Bunguran Utara 2,908812 2,889016 2,880235 2,876406 3,101053 2,931104
4. Pulau Laut 6,558393 6,132435 5,854048 5,795572 11,134610 7,095012
5. Pulau Tiga 0,309282 0,283271 0,265322 0,264337 0,480739 0,320590
6. Bunguran Timur 1,142290 1,356098 1,598062 1,624073 0,694718 1,283048
7. Bunguran Timur Laut 1,940783 2,207329 2,485218 2,499581 1,304002 2,087383
8. Bunguran Tengah 0,005903 0,007605 0,009799 0,010130 0,003430 0,007373
9. Bunguran Selatan 0,348168 0,320596 0,301126 0,299934 0,534702 0,360905
10. Serasan 0,658792 0,642112 0,629982 0,632734 0,740971 0,660918
11. Subi 2,213522 2,036022 1,914777 1,903959 3,610851 2,335826
12. Serasan Timur 3,147596 2,976833 2,857756 2,842504 4,440860 3,253110
Berdasarkan hasil analisis penelitian, dari seluruh kecamatan yang
ada di Kabupaten Natuna ada tujuh (7) kecamatan yang memiliki
produksi kelapa sebagai sektor basis. Kecamatan yang memiliki kelapa
dalam sebagai sektor basis adalah Bunguran Barat, Bunguran Utara,
Pulau Laut, Bunguran Timur, Bunguran Timur Laut, Subi, dan Serasan
Timur.
Sektor perkebunan kelapa dalam menjadi tulang punggung
perekonomian daerah karena mempunyai keuntungan kompetitif yang
cukup tinggi di Kabupaten Natuna. Produksi kelapa dalam dapat
memenuhi permintaan ekspor dimana perubahan yang terjadi pada
sektor perkebunan kelapa yang menjadi sektor ekonomi basis dapat
menimbulkan efek ganda dalam perekonomian regional.
Selain nelayan mata pencarian masyarakat tertumpu dibidang
pertanian dan perkebunan, salah satunya kelapa. Musim yang ramah
bagi nelayan untuk menjalankan usaha perikanan hanya enam bulan
53
saja, selebihnya nelayan memilih berkebun sebagai lahan
menyambung hidup karena musim yang tidak bisa dimanfaatkan untuk
menjalankan usaha perikanan.
3. Analisis Dynamic Location Quotient (DLQ)
Analisis DLQ digunakan untuk mengetahui apakah di masa yang
akan datang produksi kelapa dalam dapat bertahan sebagai sektor basis
atau tidak dan sebaliknya apakah produksi kelapa dalam yang
sebelumnya bukan unggulan dapat mengalami reposisi/berpotensi
menjadi sektor basis di masa yang akan datang di masing-masing
kecamatan Kabupaten Natuna.
Jika DLQ ≥ 1, berarti laju pertumbuhan produksi kelapa dalam
terhadap laju pertumbuhan produksi perkebunan total perkecamatan
sebanding dengan laju pertumbuhan produksi kelapa dalam terhadap
total nilai produksi perkebunan Kabupaten Natuna. Kondisi demikian
menyatakan di masa yang akan datang kelapa dalam akan menjadi
sektor basis
Jika DLQ <, artinya proporsi laju pertumbuhan produksi kelapa
dalam terhadap laku pertumbuhan total nilai produksi perkebunan
kecamatan lebih rendah dibandingkan laju pertumbuhan produksi
kepala dalam terhadap nilai total produksi perkebunan Kabupaten
Natuna. Kondisi demikian menyatakan di masa yang akan datang
kelapa dalam tidak menjadi sektor basis.
Hasil perthitungan analisis DLQ dapat dilihat pada Tabel 4.10
sebagai berikut:
54
Tabel 4.10
Hasil Analisis Dynamic Location Quotient
Kecamatan Dynamic Location Quotient
Rata-Rata
2013 2014 2015 2016
1. Midai 0,999999 0,999999 1,000001 1,000005 1,000001
Non Basis Non Basis Basis Basis Basis
2. Bunguran Barat 1,000000 1,000000 1,000000 0,999999 1,000000
Basis Basis Basis Non Basis Basis
3. Bunguran Utara 0,999999 0,999999 1,000001 1,000004 1,000001
Non Basis Non Basis Basis Basis Basis
4. Pulau Laut 1,000000 1,000000 1,000000 1,000001 1,000000
Basis Basis Basis Basis Basis
5. Pulau Tiga 1,000013 1,000008 0,999986 0,999948 0,999989
Basis Basis Non Basis Non Basis Non Basis
6. Bunguran Timur 1,000000 1,000000 1,000000 1,000001 1,000000
Basis Basis Basis Basis Basis
7. Bunguran Timur Laut 0,999999 0,999999 1,000001 1,000005 1,000001
Non Basis Non Basis Basis Basis Basis
8. Bunguran Tengah 1,000776 1,000471 0,999159 0,996912 0,999329
Basis Basis Non Basis Non Basis Non Basis
9. Bunguran Selatan 1,000000 1,000000 1,000000 1,000000 1,000000
Basis Basis Basis Basis Basis
10. Serasan 1,000016 1,000010 0,999983 0,999933 0,999986
Basis Basis Non Basis Non Basis Non Basis
11. Subi 1,000003 1,000002 0,999997 0,999989 0,999998
Basis Basis Non Basis Non Basis Non Basis
12. Serasan Timur 1,000003 1,000002 0,999997 0,999988 0,999997
Basis Basis Non Basis Non Basis Non Basis
Berdasarkan hasil perhitungan rata-rata DLQ, kecamatan yang
memiliki kelapa dalam sebagai sektor basis di tahun yang akan datang
adalah Midai, Bunguran Barat, Bunguran Utara, Pulau Laut, Bunguran
Timur, Bunguran Timur Laut, dan Bunguran Selatan.
55
Tabel 4.11
Hasil Gabungan Analisis LQ dan DLQ
Kecamatan
Rata-Rata
LQ
Rata-Rata
DLQ Kriteria
1. Midai 0,804074 1,000001 Reposisi Unggulan
2. Bunguran Barat 1,775504 1,000000 Unggulan
3. Bunguran Utara 2,931125 1,000001 Unggulan
4. Pulau Laut 7,095329 1,000000 Unggulan
5. Pulau Tiga 0,320605 0,999989 Non Unggulan
6. Bunguran Timur 1,282894 1,000000 Unggulan
7. Bunguran Timur Laut 2,087359 1,000001 Unggulan
8. Bunguran Tengah 0,007374 0,999329 Non Unggulan
9. Bunguran Selatan 0,360922 1,000000 Reposisi Unggulan
10. Serasan 0,660882 0,999986 Non Unggulan
11. Subi 2,335933 0,999998 Reposisi Non Unggulan
12. Serasan Timur 3,253262 0,999997 Reposisi Non Unggulan
Kecamatan yang memiliki kelapa dalam sebagai sektor basis
dimasa sekarang dan dimasa yang akan datang adalah Bunguran Barat,
Bunguran Utara, Pulau Laut, Bunguran Timur, dan Bunguran Timur
Laut.
Kecamatan yang sebelumnya tidak memiliki kelapa dalam sebagai
sektor basis, dimasa yang akan datang kelapa dalam akan menjadi
sektor basis perkebunan Kabupaten Natuna seperti kecamatan Midai
dan Bunguran Selatan.
Adapun kecamatan yang sebelumnya memiliki kelapa dalam
sebagai sektor basis menjadi non basis seperti Subi dan Serasan Timur.
Kecamatan Pulau Tiga dan Serasan tidak memiliki kelapa dalam
sebagai sektor unggulan dalam sektor perkebunan.
56
4. Analisis Tipologi Klassen
Tipologi Klassen (sektoral) digunakan untuk mengetahui sektor
potensial kecamatan yang memiliki kelapa sebagai sektor basis, cara
yang digunakan adalah menggabungkan hasil perthitungan Location
Quotient, Differential Shift, dan Proporsional Shift. Setelah
menggabungkan ketiga hasil ini akan muncul kecamatan mana saja
yang memiliki tingkat kepotensialan kelapa untuk dikembangkan
dengan klasifikasi istimewa, baik sekali, baik, lebih dari cukup, cukup,
hampir dari cukup, kurang dan kurang sekali.
Berikut Tablel 4.12 yang menunjukkan tingkat kepotensialan
kelapa dari masing-masing kecamatan Kabupaten Natuna:
Tabel 4.12
Hasil Tipologi Klassen per Kecamatan Kabupaten Natuna
Tipologi Kecamatan LQ
Rata-Rata
PPW
Rata-Rata
PP
Rata-Rata Klasifikasi
I - - - - Istimewa
II
Bunguran Barat
Subi
Serasan Timur
1,775680
2,335826
3,253110
391.170,404698
1.742.087,912935
1.233.211,749484
-4.602,485006
-2.561,716828
-1.727,061194
Baik Sekali
III - - - - Baik
IV
Bunguran Utara
Pulau Laut
Bunguran Timur
Bunguran Timur Laut
2,931104
7,095329
1,283048
2,087383
-2.303.512,387932
-161.697,245658
-187.240,733336
-2.796.141,722449
-4.887,314094
-2.013,241247
-3.451,364207
-5.174,431963
Lebih dari
Cukup
V - - - - Cukup
VI
Pulau Tiga
Bunguran Tengah
Serasan
0,320590
0,007373
0,660918
742.772,892996
543.346,585831
4.153.240,542053
-363,185704
-24,725658
-1.730,096230
Hampir dari
Cukup
VII - - - - Kurang
VIII Midai
Bunguran Selatan
0,804066
0,360905
-3.257.051,764544
-100.186,234079
-5.576,634763
-2.588,564984
Kurang
Sekali
Berdasarkan hasil analisis, terdapat empat (4) kriteria tipologi yaitu
II dengan jumlah tiga (3) kecamatan, IV dengan jumlah empat
57
kecamatan, VI dengan jumlah tiga kecamatan, dan VIII dengan jumlah
dua (2) kecamatan.
Kecamatan Bunguran Barat, Subi, dan Serasan Timur menjadi
kecamatan yang baik sekali tingkat kepotensialan kelapa dalamnya di
Kabupaten Natuna untuk di kembangkan. Jika pengembangan produksi
kelapa dalam di ketiga kecamatan ini dilakukan maka akan
mendapatkan pendapatan yang tinggi dan pada akhirnya akan dapat
meningkatkan sumbangsih terhadap PDRB Kabupaten Natuna.
Kecamatan Bunguran Utara, Pulau Laut, Bunguran Timur dan
Bunguran Timur Laut mendapati tingkat kepotensialan produksi
kelapa dalam yang lebih dari cukup untuk dikembangkan. Potensi
kelapa yang ada di kecamatan ini jika dikembangkan akan
meningkatkan pendapatan dan juga meningkatkan sumbangsih
terhadap PDRB Kabupaten Natuna.
Kecamatan Pulau Tiga, Bunguran Tengah, dan Serasan mendapati
kecamatan yang memiliki tingkat kepotensialan hampir dari cukup.
Kelapa yang ada di kecamatan ini belum bisa meningkatkan
pendapatan dan sumbangsih terhadap PDRB Kabupaten Natuna karena
jumlah dari produksi belum memiliki potensi basis.
Midai dan Bunguran Selatan mendapati kecamatan yang memiliki
tingkat kepotensialan kurang sekali. Kelapa yang dimiliki kecamatan
ini belum bisa dikembangkan karena tingkat produksi kelapa dalamnya
belum memiliki potensi terhadap perekonomian.
5. Model Rasio Pertumbuhan (MRP)
Analisis Model Rasio Pertumbuhan digunakan menghitung berapa
besar kontribusi ekonomi yang dihasilkan dari potensi kelapa dalam di
Kabupaten Natuna. Perhitungan kontribusi ekonomi yang digunakan
meliputi perubahan PDRB produksi kelapa dalam dan produksi
perkebunan total masing-masing kecamatan dan Kabupaten Natuna.
Jika hasil RPs > 1 maka diberi notasi positif (+) yang menunjukkan
bahwa pertumbuhan sektor pada tingkat wilayah Kecamatan lebih
tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan sektor yang sama pada
58
wilayah Kabupaten Natuna. Begitu juga sebaliknya, jika RPs < 1 maka
diberi notasi negatif (–) yang menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor
pada tingkat wilayah kecamatan lebih rendah dibandingkan dengan
pertumbuhan sektor yang sama pada wilayah Kabupaten Natuna.
Jika hasil RPr > 1 maka diberi notasi positif (+) yang menunjukkan
bahwa pertumbuhan produksi kelapa dalam wilayah Kabupaten
Natuna lebih tinggi dari pertumbuhan produksi perkebunan total
wilayah Kabupaten Natuna. Begitu juga sebaliknya, jika hasil RPr < 1
maka diberi notasi negatif (-) yang menunjukkan bahwa pertumbuhan
produksi kelapa dalam wilayah Kabupaten Natuna lebih rendah dari
pertumbuhan produksi perkebunan total wilayah Kabupaten Natuna.
Analisis Overlay menggabungkan hasil dari analisis LQ dengan
analisis MRP yang akan terlihat berapa besar pengaruh potensi kelapa
terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Natuna. Hasil yang
didapati dari gabungan analisis tersebut tersedia di table 4.13 berikut:
Tabel 4.13
Hasil Analisis Overlay
Kecamatan LQ RPs RPr Overlay Klasifikasi
1. Midai 0,804066 0,989865 1,861982 – – + Marginal
2. Bunguran Barat 1,775680 1,001473 1,861982 + + + Dominan
3. Bunguran Utara 2,931104 0,991823 1,861982 + – + Jenuh
4. Pulau Laut 7,095012 0,998608 1,861982 + – + Jenuh
5. Pulau Tiga 0,320590 1,035318 1,861982 – + + Potensial
6. Bunguran Timur 1,283048 0,999060 1,861982 – + + Jenuh
7. Bunguran Timur Laut 2,087383 0,990624 1,861982 + – + Jenuh
8. Bunguran Tengah 0,007373 1,366418 1,861982 – + + Potensial
9. Bunguran Selatan 0,360905 0,999329 1,861982 – – + Marginal
10. Serasan 0,660918 1,041429 1,861982 – + + Potensial
11. Subi 2,335826 1,011773 1,861982 + + + Dominan
12. Serasan Timur 3,253110 1,012361 1,861982 + + + Dominan
Berdasarkan hasil perhitungan analisis overlay, dapat dilihat
produksi kelapa dalam di setiap kecamatan Kabupaten Natuna yang
59
menjadi sektor basis berdasarkan kriteria kontribusi (LQ) dan kriteria
pertumbuhan (MRP/RPs dan RPr) terhadap perekonomian pada tahun
2012 – 2016.
Bunguran Barat, Subi dan Serasan memiliki hasil dominan dimana
produksi kelapa dalam memiliki kontribusi yang tinggi dalam
perekonomian serta pertumbuhan sektoral yang tinggi di tingkat
perkebunan kecamatan dan kabupaten.
Pulau Tiga, Serasan dan Bunguran Tengah memiliki hasil
potensial dimana produksi kelapa dalam berkontribusi besar terhadap
perekonomian. Pertumbuhan sektoral perkebunan kelapa dalam di
ketiga kecamatan ini tergolong tinggi, namun pertumbuhannya masih
tergolong rendah jika dibandingkan perkebunan lainnya di tingkat
Kabupaten Natuna.
Bunguran Utara, Pulau Laut, Bunguran Timur dan Bunguran
Timur Laut memiliki hasil jenuh dimana produksi kelapa dalam
berkontribusi besar terhadap perekonomian, namun pertumbuhan
sektoral perkebunan kelapa dalam di kecamatan ini rendah dan
dibandingkan perkebunan lainnya di tingkat Kabupaten Natuna
pertumbuhannya juga tergolong rendah.
Midai dan Bunguran Selatan mendapati hasil marginal dimana
produksi kelapa di kecamatan ini berkontribusi kecil terhadap
perekonomian, pertumbuhan ekonomi sektoral perkebunan kelapa
dalam di kecamatan ini rendah di sektor yang sama dan pertumbuhan
perkebunan kelapa dalam tergolong rendah di tingkat Kabupaten
Natuna dibandingkan sektor perkebunan total.
60
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Hasil analisis Shift Share menunjukkan bahwa terdapat beberapa
kecamatan di Kabupaten Natuna dengan nilai produksi kelapa dalam
yang memiliki tingkat keunggulan daya saing kompetitif yang tinggi
namun memiliki tingkat spesialisasi yang rendah. Kecamatan tersebut
antara lain:
a. Bunguran Barat, Pulau Tiga, Bunguran Tengah, Serasan, Subi, dan
Serasan Timur mendapati hasil pertumbuhan ekonomi dari
produksi kelapa dalam yang terhambat namun berkembang.
Keuntungan kompetitif yang dimiliki kecamatan ini dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi melalui ekspor daerah.
b. Midai, Bunguran Utara, Pulau Laut, Bunguran Timur, Bunguran
Timur Laut, dan Bunguran Selatan mendapati hasil pertumbuhan
ekonomi dari produksi kelapa dalam yang rendah dan peranannya
terhadap daerah lemah.
2. Hasil analisis Location Quotient menunjukkan bahwa kelapa dalam di
beberapa kecamatan di Kabupaten Natuna menjadi sektor ekonomi
basis adalah Bunguran Barat, Bunguran Utara, Pulau Laut, Bunguran
Timur, Bunguran Timur Laut, Subi, dan Serasan Timur. Produksi
kelapa dalam dapat memenuhi permintaan ekspor yang dapat
menimbulkan efek ganda dalam perekonomian regional.
3. Hasil analisis Dynamic Location Quotient menunjukkan kecamatan di
Kabupaten Natuna yang memiliki kelapa dalam sebagai sektor basis
ekonomi di masa sekarang dan masa yang akan datang adalah
kecamatan Bunguran Barat, Bunguran Utara, Pulau Laut, Bunguran
Timur, Bunguran Timur Laut, dan Bunguran Selatan. Kecamatan yang
sebelumnya tidak memiliki kelapa dalam sebagai sektor basis akan
mengalami reposisi dari non basis menjadi basis seperti kecamatan
Midai dan Bunguran Selatan. Adapun kecamatan yang kelapa
dalamnya merupakan sektor basis menjadi non basis dimasa yang akan
61
datang seperti Subi dan Serasan Timur. Kecamatan Pulau Tiga dan
Serasan belum memilii kelapa dalam sebagai sektor basis.
4. Berdasarkan Tipologi Klassen terdapat kecamatan di Kabupaten
Natuna yang memiliki tingkat kepotensialan kelapa dalam yang
berbeda-beda, yaitu:
a. Kecamatan Bunguran Barat, Subi, dan Serasan Timur yang
memiliki tingkat kepotensialan produksi kelapa dalam yang baik
sekali untuk dikembangkan. Jika dilakukan pengembangan
produksi kelapa dalam, dapat meningkatkan sumbangsih terhadap
PDRB Kabupaten Natuna.
b. Kecamatan Bunguran Utara, Pulau Laut, Bunguran Timur dan
Bunguran Timur Laut yang memiliki tingkat kepotensialan
produksi kelapa dalam yang lebih dari cukup untuk dikembangkan.
Wilayah ini juga dapat meningkatkan sumbangsih terhadap PDRB
Kabupaten Natuna jika dilakukan pengembangan produksi kelapa
dalam.
c. Kecamatan Pulau Tiga, Bunguran Tengah, dan Serasan memiliki
tingkat kepotensialan produksi kelapa dalam yang hampir dari
cukup. Kelapa dalam yang ada di kecamatan ini belum bisa
meningkatkan pendapatan dan sumbangsih terhadap PDRB
Kabupaten Natuna, namun dapat menjadi penunjang.
d. Midai dan Bunguran Selatan memiliki tingkat kepotensialan
produksi kelapa dalam yang kurang sekali untuk dikembangkan.
5. Berdasarkan hasil Model Rasio Pertumbuhan yang sudah di Overlay
terdapat kecamatan di Kabupaten Natuna yang produksi kelapa
dalamnya memiliki kontribusi berbeda-beda, yaitu;
a. Kecamatan Bunguran Barat, Subi dan Serasan memiliki hasil
dominan dimana produksi kelapa dalam memiliki kontribusi yang
tinggi dalam perekonomian serta pertumbuhan sektoral yang tinggi
di tingkat perkebunan kecamatan dan kabupaten.
b. Kecamatan Pulau Tiga, Serasan dan Bunguran Tengah memiliki
hasil potensial dimana produksi kelapa dalam berkontribusi besar
62
terhadap perekonomian. Pertumbuhan sektoral perkebunan kelapa
dalam di ketiga kecamatan ini tergolong tinggi, namun
pertumbuhannya masih tergolong rendah jika dibandingkan
perkebunan lainnya di tingkat Kabupaten Natuna.
c. Kecamatan Bunguran Utara, Pulau Laut, Bunguran Timur dan
Bunguran Timur Laut memiliki hasil jenuh dimana produksi kelapa
dalam berkontribusi besar terhadap perekonomian namun
pertumbuhan sektoral perkebunan kelapa dalam di kecamatan ini
rendah dan dibandingkan perkebunan lainnya di tingkat Kabupaten
Natuna pertumbuhannya tergolong rendah.
d. Kecamatan Midai dan Bunguran Selatan mendapati hasil marginal
dimana produksi kelapa dalam berkontribusi kecil terhadap
perekonomian, pertumbuhan sektoral rendah, dan jika
dibandingkan perkebunan lainnya di tingkat Kabupaten Natuna
pertumbuhannya tergolong rendah.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat dikemikakan beberapa
saran yang dapat dipertimbangkan oleh pemerintah daerah dan instansi
terkait sebagai berikut :
1. Pemerintah Daerah
a. Pemerintah daerah Kabupaten Natuna dapat mempertimbangkan
hasil penelitian ini dalam menentukan arah pembangunan sub
sektor perkebunan kelapa dalam di masa yang akan datang.
b. Pemerintah daerah hendaknya menyusun kebijakan yang dapat
memberikan kemudahan dalam penyelenggaraan aktifitas-aktifitas
yang berkaitan dengan pengembangan komoditas kelapa dari hulu
sampai ke hilir.
c. Kecamatan yang memiliki potensi kelapa hendaknya dipacu
pertumbuhannya dengan cara memberikan pelatihan pengolahan
kelapa dan pelestarian kelapa agar potensi kelapa bisa
dimanfaatkan dengan maksimal dan dapat memicu pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Natuna.
63
2. Bagi Masyarakat
a. Penelitian ini diharapkan mampu menjadi pemicu pelestarian dan
pengolahan kelapa dalam di Kabupaten Natuna. Sehingga pada
masa yang akan datang sektor perkebunan kelapa dalam tetap
menjadi sektor ekonomi basis di Kabupaten Natuna.
3. Bagi Civitas Akademika
a. Dapat menambahkan variabel lain seperti tingkat harga dari
masing-masing kecamatan dan tenaga kerja sehingga mampu
melihat seberapa besar perkebunan kelapa dalam berkontribusi
terhadap perekonomian.
b. Dapat menggunakan alat analisis yang lebih mendalam dan belum
digunakan pada penelitian ini maka diharapkan dapat menjadikan
pertimbangan untuk melanjutkan penelitian ini menjadi lebih
sempurna.
64
DAFTAR PUSTAKA
Aditya Nugraha. “Analisis Potensi Ekonomi Kabupaten dan Kota di Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta”, Skripsi S-1 Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ilsam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2013.
Ahmad Riyadi dan Kuntoro Boga Andri. 2015. “Analisis Kinerja Sektor
Pertanian Dalam Pembangunan Wilayah di Provinsi Sulawesi Barat”. Loka
Pengkajian Teknologi Pertanian (LPTP) Sulawes Barat, Balitbangtan-
Kemtan, Indonesia.
Arsyad. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah.
Yogyakarta: BPFE.
Arsyad, Lincolin. 2004. Ekonomi Pembangunan. Edisi Keempat. Yogyakarta:
STIE YKPN.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Natuna. 2009. Natuna Dalam Angka 2009/2010.
Katalog BPS: 1403.2103.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Natuna. 2013. Indikator Ekonomi Kabupaten
Natuna Tahun 2013. Katalog BPS: 9201001.2103.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Natuna. 2015. Natuna Dalam Angka. Katalog
BPS: 1102001.2103.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Natuna. 2016. Produk Domestik Regional Bruto
Kabupaten Natuna Menurut Lapangan Usaha Tahun 2012 – 2016. Katalog
BPS: 9205.2103
Boediono. 1992. Teori Pertumbuhan Ekonomi Seri Sinopsis Pengantar Ilmu
Ekonomi, Edisi Pertama. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Budiharsono, Sugeng. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan
Lautan. Jakarta: Pradnya Pramita.
Daniel, Moehar. 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: PT. Buni Aksara.
GIS Konsorsium Aceh Nias. 2007. Modul Pelatihan Arc GIS Tingkat Dasar. BRR
NAD- NIAS. Banda Aceh.
Dediarman. 2017. Kopra Pulau Tujuh Dalam Catatan Perjalanan. Artikel.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
65
Glasson, John. 1977. Pengantar Perencanaan Regional. Terjemahan oleh Paul
Sitohang. Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI.
Haluankepri. 2013. Kelapa Natuna Bernasib Simalakama [Online]. Haluan Media
Group. Tersedia: http://www.haluankepri.com/natuna/55813-kelapa-natuna-
bernasib-simalakama.html diakses 13/05/2018.
Hernanto. F. 1996. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya.
Irawan dan Suparmoko, M. 2002. Ekonomika Pembangunan. Ed 6. Jakarta: BPFE
UGM.
Kamaluddin, Rustian. 1998. Pengantar Ekonomi Pembangunan: Dilengkapi
dengan Analisis Beberapa Aspek Kebijakan Pembangunan Nasional.
Kuncoro, Mudrajad, 2001. Metode Kuantitatif: Teori dan Aplikasi untuk Bisnis
dan Ekonomi. Yogyakarta: AMP YKPN.
Kuncoro, Mudrajat. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah. Jakarta: Erlangga
Lukman, 2008. Statistik Ekonomi 1. Jurusan Ilmu Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Lusminah. “Analisis Potensi Wilayah Kecamatan Berbasis Komoditi Pertanian
dalam Pembangunan Daerah di Kabupaten Cilacap”. Skripsi S-1 Jurusan
Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas
Maret Surakarta, 2008.
Mosher.A.T. 1966. Menggerakan dan Membangun Pertanian. C.V. Yasaguna
Ghufron, Muhammad. 2008. Analisis Pembangunan Wilayah Berbasis Sektor
Unggulan Kabupaten Lamongan Propinsi Jawa Timur. Skripsi. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Rangkuti, Freddy. 2001. Analisis SWOT Teknik Membelah Kasus Bisnis. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama.
Repulik Indonesia. 2004. Undang-Undang No. 32 Tahun 20014 tentan
Pemerintahan Daerah. Lembaran Negara RI Tahun 2004 No. 125. Sekertariat
Negara. Jakarta.
Riky Rinovsky. 2011. Untuk Bertahan Hidup di Ujung Negeri [Online].
Kompasiana. Tersedia: https://www.kompasiana.com/rikyrinovsky/untuk-
66
bertahan-hidup-di-ujung-negeri_55017d10a333119f6f51379b diakes
22/05/2018.
Rukmana, H. Rahmat dan H. Herdi Yudirachman. 2016. Untung Berlipat dari
Budi Daya Kelapa. Yogyakarta: Lily Publisher.
Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Kabupaten Natuna tahun 2015.
Robinson, Tarigan. 2007. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi (edisi revisi).
Jakarta: Bumi Aksara.
Mujib Saerofi. 2005. Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Pengembangan Sektor
Potensial di Kabupaten Semarang (Pendekatan Model Basis Ekonomi dan
SWOT). Skripsi S – 1 Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Semarang.
Saharuddin, Syahrul. 2006. Analisis Ekonomi Regionl Sulawesi Selatan, Analisis.
Maret. Vol. 3 No. 1: 11-24.
Samuelson, Paul A. dan William D. Nordhaus, 2004. Ilmu Makroekonomi. Edisi
Ketujuhbelas. Jakarta: PT. Media Global Edukasi.
Supanji Setyawan dan Endang Purwanti. 2016. Nilai Tambah dan Profitabilitas
Komoditas Kelapa di Kabupaten Natuna. Artikel. UNTIDAR dan UGM.
Singarimbun, Masri. 1995. Metode Penelitian Survei. LP3S, Jakarta.
Sjafrizal. 2008. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Padang – Sumatera Barat:
BADOUSE MEDIA.
Subandi. 2011. Sistem Ekonomi Indonesia. Bandung: Alfabeta.
Sukirno, Sadono. 1978. Pengantar Teori Makro ekonomi. Jakarta: FE UI dan
Bima Grafika
Sukirno Sadono. 1985. Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah, dan
Kebujaksanaan. LPFE-UI, Jakarta.
Sukirno, Sadono. 1992. Pengantar Teori Makro Ekonomi. Bina Grafika. Jakarta:
LPFE-UI.
Sukirno, Sadono. 2000. Makroekonomi Modern. Jakarta: PT. Raja Drafindo
Persada.
Sutardi, Santoso, Angia. 2008. Pengaruh Pemanasan Kelapa Parut dan Teknik
Pengunduhan Terhadap Rendemen dan Mutu Virgin Coconut Oil (VCO).
Jurnal Keteknikan Pertanian.
67
Suyatno. 2000. Analisa Economic Base Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Tingkat II Wonogiri: Menghadapi Implementasi UU No. 22/1999 dan UU No.
25/1999. Dalam Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 1 No. 2. Hal. 144-159.
Surakarta: UMS.
Tempo.co. 2016. Permintaan Dunia Tinggi, Mendah: Produksi Kelapa Harus
Naik [Online]. Tersedia: https://bisnis.tempo.co/read/773429/permintaan-
dunia-tinggi-mendag-produksi-kelapa-harus-naik diakses 20/05/2018
Tarigan, R. 2005. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta: Bumi Aksara.
Tatiek Koerniawati Andajani. 2011. Pengantar Ekonomi Pertanian [Online].
Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Tersedia:
http://tatiek.lecture.ub.ac.id/ilmu-amaliah/pengantar-ilmu-ekonomi-
pertanian/ diakses 22/05/2018
Thoha dan Soekarni, M. 2000. Studi Kelayakan Ekonomi Pembentukan Provinsi
Baru: Kasus Banten, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan (JEP), VIII 2000.
Yusuf, Maulana. 1999. Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Sebagai Salah Satu
Alat Analisis Alternatif dalam Perencanaan Wilayah dan Kota. Jurnal
Ekonomi dan Keuangan Indonesia. Vol XLVII No. 2.
81
Lampiran I
Jumlah Produksi Perkebunan Kelapa Dalam menurut Kecamatan Kabupaten Natuna Tahun 2009 – 2016 (Ton)
Kecamatan Produksi Kelapa Dalam (Ton)
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Midai 980,0 980,0 950,0 970,4 970,7 971,1 971,5 971,9
Bunguran Barat 800,0 800,0 800,0 800,9 801,7 802,6 803,5 804,3
Bunguran Utara 850,0 850,0 850,0 850,4 850,9 851,3 851,7 852,1
Pulau Laut 350,0 350,0 350,0 350,3 350,6 351,0 351,3 351,6
Pulau Tiga 63,0 63,0 63,0 63,2 63,4 63,6 63,8 64,0
Bunguran Timur 600,0 600,0 600,0 600,6 601,1 601,7 602,2 602,8
Bunguran Timur Laut 900,0 900,0 900,0 900,4 900,8 901,2 901,6 901,9
Bunguran Tengah 4,2 4,2 4,2 4,3 4,4 4,5 4,6 4,7
Bunguran Selatan 450,0 450,0 450,0 450,4 450,9 451,3 451,7 452,1
Serasan 300,0 300,0 300,0 301,0 302,1 303,1 304,2 305,2
Subi 445,0 445,0 445,0 445,8 446,5 447,3 448,0 448,8
Serasan Timur 300,0 300,0 300,0 300,5 301,0 301,6 302,1 302,6
Jumlah 6.042,2 6.042,2 6.012,2 6.038,2 6.044,2 6.050,2 6.056,2 6.062,1
Sumber : Kabupaten Natuna Dalam Angka 2009-2016 (data diolah)
82
Lampiran II
Luas Lahan Perkebunan Kelapa Dalam menurut Kecamatan Kabupaten Natuna Tahun 2009 - 2016 (Ha)
Kecamatan Luas Lahan Perkebunan Kelapa Dalam (Ha)
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Midai 2.595,0 2.595,0 2.595,0 2.595,0 2.595,0 2.595,0 2.595,0 2.595,0
Bunguran Barat 925,0 925,0 925,0 925,0 925,0 925,0 925,0 925,0
Bunguran Utara 1.990,0 1.990,0 1.990,0 1.990,0 1.990,0 1.990,0 1.990,0 1.990,0
Pulau Laut 1.100,0 1.100,0 1.100,0 1.100,0 1.100,0 1.100,0 1.100,0 1.100,0
Pulau Tiga 320,0 320,0 320,0 320,0 320,0 320,0 320,0 320,0
Bunguran Timur 286,0 286,0 1.390,0 1.390,0 1.390,0 1.390,0 1.390,0 1.390,0
Bunguran Timur Laut 1.390,0 1.390,0 3.145,0 3.145,0 3.145,0 3.145,0 3.142,0 532,0
Bunguran Tengah 41,0 41,0 41,0 40,5 40,5 40,5 41,0 41,0
Bunguran Selatan 1.050,0 1.050,0 1.050,0 1.050,0 1.050,0 1.050,0 1.050,0 1.050,0
Serasan 286,0 286,0 286,0 286,0 286,0 286,0 286,0 286,0
Subi 588,0 588,0 588,0 588,0 588,0 588,0 588,0 588,0
Serasan Timur 576,0 576,0 576,0 576,0 576,0 576,0 576,0 576,0
Jumlah 11.147,00 11.147,00 14.006,00 14.005,50 14.005,50 14.005,50 14.003,00 11.393,00
Sumber : Kabupaten Natuna Dalam Angka 2009-2016 (data diolah)
83
Lampiran III
Jumlah Total Produksi Perkebunan menurut Kecamatan Kabupaten Natuna Tahun 2009 – 2016 (Ton)
Kecamatan Produksi Total Perkebunan (Ton)
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Midai 1.911,0 1.911,0 1.881,0 1.902,7 1.904,5 1.906,2 1.906,7 1.908,3
Bunguran Barat 1.351,8 1.351,8 1.351,5 1.355,5 1.359,4 1.363,2 1.366,2 1.369,9
Bunguran Utara 1.175,3 1.175,3 1.175,3 1.177,1 1.178,9 1.180,6 1.180,8 1.182,9
Pulau Laut 385,5 385,5 385,5 386,0 386,4 386,9 387,8 388,8
Pulau Tiga 218,0 218,0 218,0 219,6 221,2 222,8 224,4 226,0
Bunguran Timur 1.652,0 1.652,0 1.652,0 1.653,7 1.655,4 1.657,1 1.656,4 1.658,1
Bunguran Timur Laut 1.731,1 1.731,1 1.731,1 1.733,2 1.735,4 1.737,5 1.746,2 1.806,3
Bunguran Tengah 1.674,2 1.674,2 1.674,2 1.675,8 1.677,3 1.678,9 1.680,5 1.682,0
Bunguran Selatan 1.475,3 1.475,3 1.475,0 1.476,5 1.477,8 1.479,0 1.480,1 1.481,4
Serasan 791,4 791,4 791,4 794,9 798,4 801,8 802,9 806,1
Subi 590,0 590,0 590,0 591,5 593,0 594,5 596,0 597,5
Serasan Timur 380,0 380,0 380,0 380,8 381,5 382,3 383,0 383,8
Jumlah 13.335,6 13.335,6 13.305,0 13.347,2 13.369,1 13.390,9 13.411,1 13.491,2
Sumber : Kabupaten Natuna Dalam Angka 2009-2016 (data diolah)
84
Lampiran IV
Luas Total Lahan Perkebunan menurut Kecamatan Kabupaten Natuna Tahun 2009 - 2016 (Ha)
Kecamatan Luas Total Lahan Perkebunan (Ha)
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Midai 3.607,0 3.607,0 3.607,0 3.607,0 3.607,0 3.607,0 3.607,0 3.607,0
Bunguran Barat 1.903,0 1.903,0 1.953,0 2.603,0 2.603,0 2.603,0 2.603,0 2.603,0
Bunguran Utara 2.862,0 2.862,0 2.938,0 2.862,0 2.862,0 2.862,0 2.862,0 2.862,0
Pulau Laut 1.550,0 1.550,0 1.550,0 1.550,0 1.550,0 1.550,0 1.550,0 1.550,0
Pulau Tiga 1.231,0 1.231,0 1.231,0 1.231,0 1.231,0 1.231,0 1.231,0 1.231,0
Bunguran Timur 2.370,0 2.370,0 3.526,0 3.474,0 3.474,0 3.474,0 3.474,0 3.474,0
Bunguran Timur Laut 3.468,0 3.468,0 5.231,0 5.231,0 5.231,0 5.231,0 5.231,0 5.231,0
Bunguran Tengah 1.173,0 1.173,0 1.203,0 1.172,5 1.172,5 1.172,5 1.172,5 1.172,5
Bunguran Selatan 3.046,0 3.046,0 3.077,0 3.053,0 3.053,0 3.053,0 3.053,0 3.053,0
Serasan 3.229,0 3.229,0 3.229,5 3.229,5 3.229,5 3.229,5 3.229,5 3.229,5
Subi 1.511,0 1.511,0 1.513,0 1.511,0 1.511,0 1.511,0 1.511,0 1.511,0
Serasan Timur 1.540,0 1.540,0 1.440,0 1.540,0 1.540,0 1.540,0 1.540,0 1.540,0
Jumlah 27.490,0 27.490,0 30.498,5 31.064,00 31.064,00 31.064,00 31.064,00 31.064,00
Sumber : Kabupaten Natuna Dalam Angka 2009-2016 (data diolah)
85
Lampiran V
Perhitungan Pertumbuhan Proporsional dan Pertumbuhan Pangsa Wilayah Produksi Kelapa Dalam menurut Kecamatan
Kabupaten Natuna
2012 – 2016
Kecamatan K’ij/Kij K’i/Ki K’.../K... PP PPW Kategori
Midai 1,350729 1,354001 7,102411 -5.578,106206 -3.257.051,764544 Terbelakang
Bunguran Barat 1,354477 1,354001 7,102411 -4.603,699412 391.170,404698 Berkembang
Bunguran Utara 1,351361 1,354001 7,102411 -4.888,603654 -2.303.512,387932 Terbelakang
Pulau Laut 1,353551 1,354001 7,102411 -2.013,772458 -161.697,245658 Terbelakang
Pulau Tiga 1,365457 1,354001 7,102411 -363,281534 742.772,892996 Berkembang
Bunguran Timur 1,353697 1,354001 7,102411 -3.452,274879 -187.240,733336 Terbelakang
Bunguran Timur Laut 1,350974 1,354001 7,102411 -5.175,797282 -2.796.141,722449 Terbelakang
Bunguran Tengah 1,477094 1,354001 7,102411 -24,732183 543.346,585831 Berkembang
Bunguran Selatan 1,353784 1,354001 7,102411 -2.589,248000 -100.186,234079 Terbelakang
Serasan 1,367448 1,354001 7,102411 -1.730,552731 4.153.240,542053 Berkembang
Subi 1,357810 1,354001 7,102411 -2.562,392759 1.742.087,912935 Berkembang
Serasan Timur 1,358001 1,354001 7,102411 -1.727,516894 1.233.211,749484 Berkembang
86
Lampiran VI
Perhitungan Location Quotient (LQ) Produksi Kelapa menurut Kecamatan Kabupaten Natuna
2012 – 2016
Kecamatan 2012 2013 2014 2015 2016 Rata-Rata
LQ
Midai 0,764275 0,697600 0,651474 0,648765 1,258213 0,804066
Bunguran Barat 1,770538 1,784191 1,798421 1,802573 1,722679 1,775680
Bunguran Utara 2,908812 2,889016 2,880235 2,876406 3,101053 2,931104
Pulau Laut 6,558393 6,132435 5,854048 5,795572 11,134610 7,095012
Pulau Tiga 0,309282 0,283271 0,265322 0,264337 0,480739 0,320590
Bunguran Timur 1,142290 1,356098 1,598062 1,624073 0,694718 1,283048
Bunguran Timur Laut 1,940783 2,207329 2,485218 2,499581 1,304002 2,087383
Bunguran Tengah 0,005903 0,007605 0,009799 0,010130 0,003430 0,007373
Bunguran Selatan 0,348168 0,320596 0,301126 0,299934 0,534702 0,360905
Serasan 0,658792 0,642112 0,629982 0,632734 0,740971 0,660918
Subi 2,213522 2,036022 1,914777 1,903959 3,610851 2,335826
Serasan Timur 3,147596 2,976833 2,857756 2,842504 4,440860 3,253110
87
Lampiran VII
Perhitungan Laju Pertumbuhan Produksi Kelapa menurut Kecamatan Kabupaten Natuna
2013 – 2016
Kecamatan 2013 2014 2015 2016 Jumlah
Rata-Rata
Midai 0,081713 0,139462 0,037521 0,056233 0,078732
Bunguran Barat 0,082464 0,140252 0,038239 0,056963 0,079480
Bunguran Utara 0,081840 0,139595 0,037642 0,056356 0,078858
Pulau Laut 0,082279 0,140057 0,038062 0,056783 0,079295
Pulau Tiga 0,084665 0,142560 0,040333 0,059085 0,081661
Bunguran Timur 0,082308 0,140087 0,038090 0,056811 0,079324
Bunguran Timur Laut 0,081762 0,139513 0,037568 0,056280 0,078781
Bunguran Tengah 0,107042 0,165512 0,060693 0,079289 0,103134
Bunguran Selatan 0,082326 0,140106 0,038107 0,056828 0,079342
Serasan 0,085064 0,142978 0,040711 0,059467 0,082055
Subi 0,083133 0,140954 0,038877 0,057610 0,080143
Serasan Timur 0,083171 0,140994 0,038913 0,057647 0,080181
Kabupaten
Natuna 0,082369 0,140152 0,038148 0,056870 0,079385
88
Lampiran VIII
Perhitungan Dynamic Location Quotient (DLQ) Produksi Kelapa menurut Kecamatan Kabupaten Natuna
2013 – 2016
Kecamatan 2013 2014 2015 2016
Rata-Rata
DLQ
Midai 0,999999 0,999999 1,000001 1,000005 1,000001
Bunguran Barat 1,000000 1,000000 1,000000 0,999999 1,000000
Bunguran Utara 0,999999 0,999999 1,000001 1,000004 1,000001
Pulau Laut 1,000000 1,000000 1,000000 1,000001 1,000000
Pulau Tiga 1,000013 1,000008 0,999986 0,999948 0,999989
Bunguran Timur 1,000000 1,000000 1,000000 1,000001 1,000000
Bunguran Timur Laut 0,999999 0,999999 1,000001 1,000005 1,000001
Bunguran Tengah 1,000776 1,000471 0,999159 0,996912 0,999329
Bunguran Selatan 1,000000 1,000000 1,000000 1,000000 1,000000
Serasan 1,000016 1,000010 0,999983 0,999933 0,999986
Subi 1,000003 1,000002 0,999997 0,999989 0,999998
Serasan Timur 1,000003 1,000002 0,999997 0,999988 0,999997
89
Lampiran IX
Perhitungan Gabungan Location Quotient dan Dynamic Location Quotient (DLQ) Produksi Kelapa menurut Kecamatan
Kabupaten Natuna
2012 – 2017
Kecamatan Rata-Rata
LQ Rata-Rata
DLQ Kriteria
Midai 1,128807 1,000001 Unggulan
Bunguran Barat 1,304519 1,000000 Unggulan
Bunguran Utara 1,597966 1,000001 Unggulan
Pulau Laut 2,007890 1,000000 Unggulan
Pulau Tiga 0,632198 0,999989 Non Unggulan
Bunguran Timur 0,804769 1,000000 Reposisi Unggulan
Bunguran Timur Laut 1,139780 1,000001 Unggulan
Bunguran Tengah 0,005947 0,999361 Non Unggulan
Bunguran Selatan 0,675914 1,000000 Reposisi Unggulan
Serasan 0,838535 0,999986 Non Unggulan
Subi 1,666514 0,999998 Reposisi Non Unggulan
Serasan Timur 1,747485 0,999997 Reposisi Non Unggulan
90
Lampiran X
Perhitungan Model Rasio Pertumbuhan (RPs) Produksi Kelapa menurut Kecamatan Kabupaten Natuna
2012 - 2013
Kecamatan Eijt Eij ∆Eij ∆Eij/Eij Eint Ein ∆Ein ∆Ein/Ein RPs
Midai 1.076.908.548,1 995.558.230,3 81.350.317,790623 0,081713 6.705.166.744,1 6.194.898.947,2 510.267.796,958179 0,082369 0,992039
Bunguran Barat 889.406.893,0 821.649.977,7 67.756.915,315315 0,082464 6.705.166.744,1 6.194.898.947,2 510.267.796,958179 0,082369 1,001159
Bunguran Utara 943.903.694,5 872.498.554,6 71.405.139,865997 0,081840 6.705.166.744,1 6.194.898.947,2 510.267.796,958179 0,082369 0,993575
Pulau Laut 388.981.956,4 359.410.106,4 29.571.850,000000 0,082279 6.705.166.744,1 6.194.898.947,2 510.267.796,958179 0,082369 0,998905
Pulau Tiga 70.326.490,5 64.837.044,6 5.489.445,937500 0,084665 6.705.166.744,1 6.194.898.947,2 510.267.796,958179 0,082369 1,027878
Bunguran Timur 666.862.307,8 616.148.302,4 50.714.005,382471 0,082308 6.705.166.744,1 6.194.898.947,2 510.267.796,958179 0,082369 0,999261
Bunguran Timur
Laut 999.284.133,1 923.755.732,2 75.528.400,887663 0,081762 6.705.166.744,1 6.194.898.947,2 510.267.796,958179 0,082369 0,992634
Bunguran Tengah 4.886.595,5 4.414.101,7 472.493,853659 0,107042 6.705.166.744,1 6.194.898.947,2 510.267.796,958179 0,082369 1,299541
Bunguran Selatan 500.162.880,0 462.118.694,3 38.044.185,714286 0,082326 6.705.166.744,1 6.194.898.947,2 510.267.796,958179 0,082369 0,999472
Serasan 335.135.328,7 308.862.174,8 26.273.153,846154 0,085064 6.705.166.744,1 6.194.898.947,2 510.267.796,958179 0,082369 1,032722
Subi 495.344.333,3 457.325.677,6 38.018.655,725624 0,083133 6.705.166.744,1 6.194.898.947,2 510.267.796,958179 0,082369 1,009270
Serasan Timur 333.963.583,3 308.320.350,7 25.643.232,638889 0,083171 6.705.166.744,1 6.194.898.947,2 510.267.796,958179 0,082369 1,009733
91
Lanjutan
2013 - 2014
Kecamatan Eijt Eij ∆Eij ∆Eij/Eij Eint Ein ∆Ein ∆Ein/Ein RPs
Midai 1.227.096.036,7 1.076.908.548,1 150.187.488,554913 0,139462 7.644.905.975,2 6.705.166.744,1 939.739.231,008574 0,140152 0,995078
Bunguran Barat 1.014.147.828,5 889.406.893,0 124.740.935,495495 0,140252 7.644.905.975,2 6.705.166.744,1 939.739.231,008574 0,140152 1,000716
Bunguran Utara 1.075.667.835,5 943.903.694,5 131.764.141,038526 0,139595 7.644.905.975,2 6.705.166.744,1 939.739.231,008574 0,140152 0,996029
Pulau Laut 443.461.484,2 388.981.956,4 54.479.527,878788 0,140057 7.644.905.975,2 6.705.166.744,1 939.739.231,008574 0,140152 0,999324
Pulau Tiga 80.352.265,9 70.326.490,5 10.025.775,375000 0,142560 7.644.905.975,2 6.705.166.744,1 939.739.231,008574 0,140152 1,017188
Bunguran Timur 760.281.360,0 666.862.307,8 93.419.052,227140 0,140087 7.644.905.975,2 6.705.166.744,1 939.739.231,008574 0,140152 0,999543
Bunguran Timur
Laut 1.138.697.567,2 999.284.133,1 139.413.434,109584 0,139513 7.644.905.975,2 6.705.166.744,1 939.739.231,008574 0,140152 0,995446
Bunguran Tengah 5.695.385,8 4.886.595,5 808.790,243902 0,165512 7.644.905.975,2 6.705.166.744,1 939.739.231,008574 0,140152 1,180951
Bunguran Selatan 570.238.611,4 500.162.880,0 70.075.731,428572 0,140106 7.644.905.975,2 6.705.166.744,1 939.739.231,008574 0,140152 0,999674
Serasan 383.052.321,7 335.135.328,7 47.916.993,006993 0,142978 7.644.905.975,2 6.705.166.744,1 939.739.231,008574 0,140152 1,020168
Subi 565.164.924,1 495.344.333,3 69.820.590,816327 0,140954 7.644.905.975,2 6.705.166.744,1 939.739.231,008574 0,140152 1,005723
Serasan Timur 381.050.354,2 333.963.583,3 47.086.770,833333 0,140994 7.644.905.975,2 6.705.166.744,1 939.739.231,008574 0,140152 1,006009
92
Lanjutan
2014 - 2015
Kecamatan Eijt Eij ∆Eij ∆Eij/Eij Eint Ein ∆Ein ∆Ein/Ein RPs
Midai 1.273.137.960,7 1.227.096.036,7 46.041.924,059088 0,037521 7.936.546.010,8 7.644.905.975,2 291.640.035,619191 0,038148 0,983558
Bunguran Barat 1.052.928.265,2 1.014.147.828,5 38.780.436,756757 0,038239 7.936.546.010,8 7.644.905.975,2 291.640.035,619191 0,038148 1,002389
Bunguran Utara 1.116.158.367,2 1.075.667.835,5 40.490.531,658291 0,037642 7.936.546.010,8 7.644.905.975,2 291.640.035,619191 0,038148 0,986734
Pulau Laut 460.340.567,3 443.461.484,2 16.879.083,030303 0,038062 7.936.546.010,8 7.644.905.975,2 291.640.035,619191 0,038148 0,997741
Pulau Tiga 83.593.093,5 80.352.265,9 3.240.827,625000 0,040333 7.936.546.010,8 7.644.905.975,2 291.640.035,619191 0,038148 1,057262
Bunguran Timur 789.240.541,0 760.281.360,0 28.959.181,017058 0,038090 7.936.546.010,8 7.644.905.975,2 291.640.035,619191 0,038148 0,998474
Bunguran Timur
Laut 1.181.476.160,3 1.138.697.567,2 42.778.593,130974 0,037568 7.936.546.010,8 7.644.905.975,2 291.640.035,619191 0,038148 0,984789
Bunguran Tengah 6.041.054,6 5.695.385,8 345.668,878049 0,060693 7.936.546.010,8 7.644.905.975,2 291.640.035,619191 0,038148 1,590971
Bunguran Selatan 591.968.560,0 570.238.611,4 21.729.948,571429 0,038107 7.936.546.010,8 7.644.905.975,2 291.640.035,619191 0,038148 0,998912
Serasan 398.646.573,4 383.052.321,7 15.594.251,748252 0,040711 7.936.546.010,8 7.644.905.975,2 291.640.035,619191 0,038148 1,067165
Subi 587.136.673,0 565.164.924,1 21.971.748,866213 0,038877 7.936.546.010,8 7.644.905.975,2 291.640.035,619191 0,038148 1,019094
Serasan Timur 395.878.194,4 381.050.354,2 14.827.840,277778 0,038913 7.936.546.010,8 7.644.905.975,2 291.640.035,619191 0,038148 1,020048
93
Lanjutan
2015 - 2016
Kecamatan Eijt Eij ∆Eij ∆Eij/Eij Eint Ein ∆Ein ∆Ein/Ein RPs
Midai 1.344.729.752,1 1.273.137.960,7 71.591.791,342325 0,056233 8.387.899.148,0 7.936.546.010,8 451.353.137,175010 0,056870 0,988787
Bunguran Barat 1.112.906.032,4 1.052.928.265,2 59.977.767,207207 0,056963 8.387.899.148,0 7.936.546.010,8 451.353.137,175010 0,056870 1,001628
Bunguran Utara 1.179.060.371,9 1.116.158.367,2 62.902.004,690117 0,056356 8.387.899.148,0 7.936.546.010,8 451.353.137,175010 0,056870 0,990955
Pulau Laut 486.479.933,3 460.340.567,3 26.139.366,060606 0,056783 8.387.899.148,0 7.936.546.010,8 451.353.137,175010 0,056870 0,998460
Pulau Tiga 88.532.193,8 83.593.093,5 4.939.100,250000 0,059085 8.387.899.148,0 7.936.546.010,8 451.353.137,175010 0,056870 1,038945
Bunguran Timur 834.078.154,8 789.240.541,0 44.837.613,802028 0,056811 8.387.899.148,0 7.936.546.010,8 451.353.137,175010 0,056870 0,998960
Bunguran Timur
Laut 1.247.970.010,4 1.181.476.160,3 66.493.850,089693 0,056280 8.387.899.148,0 7.936.546.010,8 451.353.137,175010 0,056870 0,989627
Bunguran Tengah 6.520.044,5 6.041.054,6 478.989,853659 0,079289 8.387.899.148,0 7.936.546.010,8 451.353.137,175010 0,056870 1,394211
Bunguran Selatan 625.608.971,4 591.968.560,0 33.640.411,428572 0,056828 8.387.899.148,0 7.936.546.010,8 451.353.137,175010 0,056870 0,999258
Serasan 422.352.923,1 398.646.573,4 23.706.349,650350 0,059467 8.387.899.148,0 7.936.546.010,8 451.353.137,175010 0,056870 1,045663
Subi 620.961.496,4 587.136.673,0 33.824.823,356009 0,057610 8.387.899.148,0 7.936.546.010,8 451.353.137,175010 0,056870 1,013005
Serasan Timur 418.699.263,9 395.878.194,4 22.821.069,444445 0,057647 8.387.899.148,0 7.936.546.010,8 451.353.137,175010 0,056870 1,013653
94
Lampiran XI
Perhitungan Model Rasio Pertumbuhan (RPr) Produksi Kelapa Kabupaten Natuna
2012 - 2016
Tahun Eint Ein ∆Ein ∆Ein/Ein Ent En ∆En ∆En/En RPs
2012 – 2013 6.705.166.744,1 6.194.898.947,2 510.267.796,958179 0,082369 233.997.135.353,3 216.258.111.601,3 17.739.023.751,996200 0,082027 1,004169
2013 – 2014 7.644.905.975,2 6.705.166.744,1 939.739.231,008574 0,140152 276.634.796.732,0 233.997.135.353,3 42.637.661.378,688300 0,182214 0,769157
2014 – 2015 7.936.546.010,8 7.644.905.975,2 291.640.035,619191 0,038148 278.499.499.538,8 276.634.796.732,0 1.864.702.806,817200 0,006741 5,659423
2015 – 2016 8.387.899.148,0 7.936.546.010,8 451.353.137,175010 0,056870 1.535.953.932.766,0 278.499.499.538,8 1.257.454.433.227,240000 4,515105 0,012596
95
Lampiran XII
Perhitungan Overlay Location Quotient (LQ), RPs, dan RPr Produksi Kelapa Kabupaten Natuna
2012 - 2016
Kecamatan LQ Rata-Rata
RPs
Rata-Rata
RPr Notasi Klasifikasi
Midai 0,804066 0,989865 1,861982 – – + Marginal
Bunguran Barat 1,775680 1,001473 1,861982 + + + Dominan
Bunguran Utara 2,931104 0,991823 1,861982 + – + Jenuh
Pulau Laut 7,095012 0,998608 1,861982 + – + Jenuh
Pulau Tiga 0,320590 1,035318 1,861982 – + + Potensial
Bunguran Timur 1,283048 0,999060 1,861982 – + + Jenuh
Bunguran Timur Laut 2,087383 0,990624 1,861982 + – + Jenuh
Bunguran Tengah 0,007373 1,366418 1,861982 – + + Potensial
Bunguran Selatan 0,360905 0,999329 1,861982 – – + Marginal
Serasan 0,660918 1,041429 1,861982 – + + Potensial
Subi 2,335826 1,011773 1,861982 + + + Dominan
Serasan Timur 3,253110 1,012361 1,861982 + + + Dominan
Top Related