Alamat :
Jl. Surapati Nomor 71
Telp. (022) 2503884
Fax. (022) 2500713552
e-mail : [email protected]
Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat
Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura
Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih
Tanaman Pangan dan Hortikultura
Judul Inovasi
Alat Penakar Curah Hujan Corong 14
Kategori
Ketahanan Pangan
Ringkasan
Alat penakar curah hujan corong 14 sebagai pendeteksi besarnya air hujan berfungsi untuk mengumpulkan data air hujan dalam menyuplai air bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Keberadaan alat ini merupakan metode pendekatan dalam menyiasati terjadinya pergantian musim.
KAJIAN
ALAT PENAKAR CURAH HUJAN SEDERHANA MENGGUNAKAN CORONG DIAMETER 14 cm DAN KALIBRASINYA DALAM
MENYIASATI KEKERINGAN PENGARUH DPI
Oleh : ZENZEN ZAENUDIN, SP
NIP 19610525 198702 1 001
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA
BALAI PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA SATUAN PELAYANAN BPTPH WILAYAH I CIANJUR
POPT KECAMATAN CIBEBER DAN GEKBRONG KABUPATEN CIANJUR
2019
Judu l: ALAT PENAKAR CURAH HUJAN SEDERHANA MENGGUNAKAN CORONG DIAMETER 14 cm DAN KALIBRASINYA DALAM MENYIASATI KEKERINGAN PENGARUH DPI
Pelaksana Penelitian : Zenzen Zaenudin, SP
Cianjur, 6 Mei 2019 Mengetahui :
Kepala Balai Perlindungan Tanaman Pangan Pengendali OPT dan Hortikultura Provinsi Jawa Barat
Ir. DADAN HIDAYAT, M. Si ZENZEN ZAENUDIN, SP
Pembina Tk. I NIP. 19610525 198702 1 001
NIP. 19670729 199303 1 004
Judu l: ALAT PENAKAR CURAH HUJAN SEDERHANA MENGGUNAKAN CORONG DIAMETER 14 cm DAN KALIBRASINYA DALAM MENYIASATI KEKERINGAN PENGARUH DPI
Pelaksana Penelitian : Zenzen Zaenudin, SP
Cianjur, 6 Mei 2019 Mengetahui :
Koordinator Satuan Pelayanan Pengendali OPT BPTPH Wilayah I Cianjur
Ir. BUDI UTOYO ZENZEN ZAENUDIN, SP
Pembina Utama Muda NIP. 19610525 198702 1 001
NIP. 19620909 199103 1 003
Kata Pengantar
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karuniaNya, alhamdulilah penulis dapat menyelesaikan pembuatan tulisan kajian
dengan judul “Alat Penakar Curah Hujan Sederhana Menggunakan Corong
Diameter 14 cm dan Kalibrasinya Dalam Menyiasati Kekeringan Pengaruh
DPI”. Pada kajian ini disajikan penggunaan corong diameter 14 cm sebagai alat
penakar curah hujan sederhana dan teknis kalibrasinya dibandingkan dengan alat
penakar curah hujan standar Ombrometer (OBS).
Penghargaan yang tulus dan ucapan terima kasih disampaikan kepada
Bapak Ir. Dadan Hidayat, MSi selaku Kepala BPTPH Provinsi Jawa Barat dan Ir.
Budi Utoyo sebagai Koordinator Satuan Pelayanan BPTPH Wilayah I Cianjur atas
kesempatan yang diberikan untuk membuat tulisan hasil kajian ini.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan
PPL sebagai mitra kerja di wilayah kerja Kecamatan Cibeber dan Gekbrong
Kabupaten Cianjur atas kerjasama dan dorongan semangat yang diberikan.
Semoga hasil kajian ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat.
Cianjur, 6 Mei 2019
Penulis
ALAT PENAKAR CURAH HUJAN SEDERHANA MENGGUNAKAN CORONG DIAMETER 14 cm DAN KALIBRASINYA DALAM
MENYIASATI PENGARUH DPI (Oleh : Zenzen Zaenudin, SP *)
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Informasi cuaca dan iklim sangat penting khususnya bagi petani yang
pengelolaan lahan usahataninya sangat bergantung pada cuaca/iklim. Unsur-unsur
cuaca dan iklim meliputi : radiasi matahari, suhu, tekanan udara, angin, penguapan,
kelembaban udara, awan, dan hujan. Dengan tidak mengurangi pentingnya unsur-
unsur pembentuk cuaca/iklim tersebut, maka curah hujan sering dijadikan acuan
dalam kegiatan budidaya terutama pada daerah dengan sistem pengairan tadah
hujan.
Institusi yang secara legal menangani informasi cuaca/iklim adalah BMKG,
dan menurut keterangan yang dilansir dari pihak terkait sebagai dasar hukum
BMKG mengacu pada undang undang (UU) No, 31/2009 tentang meteorologi,
klimatologi dan geofisika. Serta PP No. 46 Tahun 2012 Pasal 64 tentang kalibrasi,
bunyi ayat (1) yaitu untuk menjamin laik operasi, peralatan pengamatan wajib
dilakukan kalibrasi, ayat (2) kalibrasi peralatan pengamatan sebagaimana dimaksud
ayat (1) dilakukan oleh Badan atau institusi yang berkompeten sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Hal ini dimaksudkan untuk mempertahankan
keakuratan dari data pengamatan yang dihasilkan sehingga mendapatkan nilai
simpangan (deviasi) dari alat-alat pengamatan iklim di stasiun-stasiun Klimatologi
Badan Meteorologi dan Geofisika.
Sementara itu, ketersediaan alat penakar hujan di daerah-daerah relative
sedikit, bahkan alat yang ada pun sering dijumpai dalam kondisi rusak. Padahal
kontribusi informasi cuaca khususnya hujan merupakan informasi yang sangat
berguna dalam menopang jalannya roda usahatani. Dalam pada itu, dengan tidak
mengurangi pentingnya informasi prakiraan cuaca dari BMKG yang disiarkan
melalui media masa (elektronik), namun masih dirasakan bersifat global untuk
kawasan tingkat kabupaten, sehingga kadang-kadang informasi prakiraan cuaca
menjadi kurang menyentuh jika diterjemahkan ke tingkat kecamatan maupun
tingkat pedesaan.
Menyikapi kurangnya ketersediaan alat penakar curah hujan di tingkat desa
dan sejalan dengan sosialisasi informasi cuaca/iklim bagi petani, maka adanya
desseminasi teknologi alat penakar hujan sederhana yang disosialisasikan melalui
kegiatan Sekolah Lapangan Iklim (SLI) baik yang di rilis oleh BMKG maupun Dinas
Pertanian merupakan terobosan efektip dalam rangka menyampaikan informasi
cuaca/iklim serta menyesuaikan pola tanam dengan kondisi cuaca/iklim yang
dihadapi.
Sungguhpun demikian, sekalipun menggunakan alat penakar curah hujan
sederhana namun semestinya mengacu pada kaidah atau ketentuan yang benar,
sebagai prasyarat agar diperoleh akurasi data melalui kegiatan kalibrasi.
Sampai sejauh ini belum diperoleh keterangan secara rinci tentang
penggunaan corong diameter 14 cm dan kalibrasinya, untuk itu kajian ini dibuat
selaras dengan upaya menyiasati atau meminimalisir terjadinya kekeringan dalam
usahatani sebagai pengaruh DPI.
1.2. Tujuan
Tujuan dari penulisan tentang penggunaan corong diameter 14 cm dan
kalibrasinya dalam menyiasati kekeringan pengaruh DPI yaitu sebagai berikut :
- Untuk mendapatkan nilai kalibrasi penggunaan corong diameter 14 cm dari
alat penakar curah hujan standar tipe Ombrometer (OBS).
- Untuk memperoleh data akurat tentang besarnya curah hujan yang sesuai
dengan hasil penakaran curah hujan standar.
- Untuk memperoleh data curah hujan yang bersifat spesifik lokasi dan
sebagai alternatif dari tidak tersedia atau rusaknya alat penakar curah hujan
standar.
- Untuk memperoleh gambaran dalam memulai kegiatan usahatani.
1.3. Keluaran
Dari hasil tulisan ini, diharapkan dapat mensosialisasikan alat penakar curah
hujan sederhana menggunakan corong diameter 14 cm ke tingkat petani dalam
menyiasati atau meminimalisir terjadinya kekeringan pada komoditas yang
dibudidayakan, sebagai pengaruh DPI dimusim kemarau.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Informasi cuaca dan iklim sangat penting khususnya bagi petani yang
pengelolaan lahan usahataninya sangat bergantung pada cuaca/iklim. Unsur-unsur
cuaca dan iklim meliputi : radiasi matahari, suhu, tekanan udara, angin, penguapan,
kelembaban udara, awan, dan hujan. Dengan tidak mengurangi pentingnya unsur-
unsur pembentuk cuaca/iklim tersebut, maka curah hujan sering dijadikan acuan
dalam kegiatan budidaya terutama pada daerah dengan sistem pengairan tadah
hujan.
Institusi yang secara legal menangani informasi cuaca/iklim adalah BMKG,
dan menurut keterangan yang dilansir dari pihak terkait sebagai dasar hukum
BMKG mengacu pada undang undang (UU) No, 31/2009 tentang meteorologi,
klimatologi dan geofisika. Serta PP No. 46 Tahun 2012 Pasal 64 tentang kalibrasi,
bunyi ayat (1) yaitu untuk menjamin laik operasi, peralatan pengamatan wajib
dilakukan kalibrasi, ayat (2) kalibrasi peralatan pengamatan sebagaimana dimaksud
ayat (1) dilakukan oleh Badan atau institusi yang berkompeten sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Hal ini dimaksudkan untuk mempertahankan
keakuratan dari data pengamatan yang dihasilkan sehingga mendapatkan nilai
simpangan (deviasi) dari alat-alat pengamatan iklim di stasiun-stasiun Klimatologi
Badan Meteorologi dan Geofisika.
Sementara itu, ketersediaan alat penakar hujan di daerah-daerah relative
sedikit, bahkan alat yang ada pun sering dijumpai dalam kondisi rusak. Padahal
kontribusi informasi cuaca khususnya hujan merupakan informasi yang sangat
berguna dalam menopang jalannya roda usahatani. Dalam pada itu, dengan tidak
mengurangi pentingnya informasi prakiraan cuaca dari BMKG yang disiarkan
melalui media sosial (elektronik), namun masih dirasakan bersifat global untuk
kawasan tingkat kabupaten, sehingga kadang-kadang informasi prakiraan cuaca
menjadi kurang menyentuh jika diterjemahkan ke tingkat kecamatan maupun
tingkat pedesaan.
Menyikapi kurangnya ketersediaan alat penakar curah hujan di tingkat desa
dan sejalan dengan sosialisasi informasi cuaca/iklim bagi petani, maka adanya
desseminasi teknologi alat penakar hujan sederhana yang disosialisasikan melalui
kegiatan Sekolah Lapangan Iklim (SLI) baik yang di rilis oleh BMKG maupun Dinas
Pertanian merupakan terobosan efektip dalam rangka menyampaikan informasi
cuaca/iklim serta menyesuaikan pola tanam dengan kondisi cuaca/iklim yang
dihadapi. Sungguhpun demikian, sekalipun menggunakan alat penakar curah
hujan sederhana namun semestinya mengacu pada kaidah atau ketentuan yang
benar, sebagai prasyarat agar diperoleh akurasi data melalui kegiatan kalibrasi.
Dalam ruang lingkup pertanian, cuaca dan iklim merupakan unsur
lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh secara langsung dari defisit air
karena curah hujan yang menurun (El-Nino) dapat mengakibatkan penurunan hasil
tanaman misalnya terjadinya kekeringan. Sebaliknya akibat hujan yang terus
menerus (La-Nina) mengakibatkan terjadinya banjir. Disisi lain pengaruh yang tidak
langsung dari kondisi iklim tertentu diprediksi dapat menstimulir peningkatan
populasi hama dan tingginya insiden penyakit tanaman sehingga mengakibatkan
terjadinya penurunan hasil panen.
Berdasarkan sumber informasi yang dirilis dari BMKG terdapat beberapa
permasalahan tentang iklim yang sering dijumpai di daerah diantaranya adalah :
a. Hujan Tipuan “False Rain” yaitu hujan yang hanya terjadi satu atau dua hari pada
awal musim hujan dan selang beberapa hari berikutnya tidak ada lagi hujan.
Kondisi seperti ini dapat mengakibatkan fatal bagi petani jika tidak memahami
informasi cuaca/iklim.
b. Hujan ekstrim tinggi pada puncak musim hujan. Terjadinya hujan ekstrim (tinggi
hujan jauh di atas normal) pada musim hujan dapat menimbulkan banjir dan
menghanyutkan atau menggagalkan panen.
c. Jeda Musim atau Season Break yaitu suatu masalah dimana pada musim hujan
terjadi hari tidak hujan selama beberapa hari berturut-turut, sehingga dapat
menurunkan hasil tanaman.
d. Musim Hujan berakhir lebih awal, pada saat fenomena El Nino berlangsung di
beberapa daerah terjadi musim hujan berakhir lebih cepat sehingga tanaman
mengalami kekeringan.
Informasi yang dikutip dari BMKG memberi pengertian bahwa curah hujan
merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul di bidang datar, tidak menguap,
tidak meresap, dan tidak mengalir. Satuan pengukuran curah hujan adalah
milimeter (mm), setiap 1 mm air hujan yang tertampung pada alat penakar curah
hujan standar setara dengan 1 liter air. Akumulasi hasil pengukuran curah hujan
selama periode tertentu dapat memberi isyarat terjadinya perubahan musim. Awal
musim kemarau ditetapkan berdasar jumlah curah hujan dalam satu dasarian (10
hari) kurang dari 50 mm dan diikuti beberapa dasarian berikutnya. Sedangkan awal
musim hujan ditetapkan berdasarkan jumlah curah hujan dalam satu dasarian (10
hari) sama atau lebih dari 50 mm dan diikuti beberapa dasarian berikutnya.
Sifat hujan merupakan perbandingan antara jumlah curah hujan selama
rentang waktu yang ditetapkan (satu periode musim hujan atau satu periode musim
kemarau) dengan jumlah curah hujan normalnya (rata-rata selama 30 tahun periode
1981-2010).
Sebuah penakar hujan standar yang ditempatkan atau dipasang di lapangan
dengan benar dapat mewakili luasan tertentu. Luasan daerah yang dapat diwakili
tergantung dari tipe hujan dan topografi daerah. Daerah pegunungan memerlukan
kerapatan penakar curah hujan yang lebih tinggi daripada di dataran rendah.
Kerapatan minimum suatu stasiun hujan dibagi berdasarkan 3 (tiga) tipe wilayah.
(1) dataran rendah di daerah tropik dan subtropik dengan kisaran luas minimum
yang diwakili sebuah penakar untuk jaringan stasiun yang normal (km²/sta) 600-900
(13,8-16,9), kisaran yang masih diperbolehkan untuk diwakili sebuah penakar pada
daerah yang keadaan alamnya sulit (km²/sta) 900-3000 (16,9-30,9); (2)
pegunungan di daerah tropika dan subtropika kisaran luas minimum yang diwakili
sebuah penakar untuk jaringan stasiun yang normal (km²/sta) 100-250 (5,6-8,9),
kisaran yang masih diperbolehkan untuk diwakili sebuah penakar pada daerah yang
keadaan alamnya sulit (km²/sta) 250-1000 (8,9-17,8) ; dan (3) pulau kecil
berpegunungan, curah hujan sangat tidak merata kisaran luas minimum yang
diwakili sebuah penakar untuk jaringan stasiun yang normal (km²/sta) 25 (2,8)
(Kusmaryono Y dkk, 1989).
Syarat dan letak pemasangan alat penakar hujan sederhana sama dengan
syarat dan letak pemasangan alat standar yaitu:
a. Bebas dari halangan bangunan/naungan pepohonan (membentuk sudut 450).
b. Tinggi pemasangan alat dari permukaan tanah sampai permukaan corong atau
kaleng sama dengan tingginya pada pemasangan alat standar yaitu 120 cm.
c. Waktu pengukuran curah hujan sama dengan alat standar yaitu jam 07.00 WIB.
d. Air hujan yang tertampung diukur volumenya dalam satuan mililiter, kemudian
dibagi dengan luas penampang.
Berikutnya kegiatan kalibrasi merupakan kegiatan untuk menyesuaikan data
hasil pengukuran alat yang sederhana dengan data hasil pengukuran alat standar.
Data hasil pengukuran alat sederhana dikatakan baik apabila datanya sama
dengan data hasil pengukuran alat standar. Apabila terdapat perbedaan antara data
hasil pengukuran alat sederhana dengan alat yang standar, maka alat sederhana
perlu dilakukan kalibrasi yaitu menyamakan atau menyesuaikan data dari alat
sederhana terhadap alat standar, sehingga sama atau mendekati data dari alat
yang standar. Cara yang paling mudah ialah dengan memplotkan data dari alat
yang tidak standar dengan alat yang standar pada kertas grafik dan kemudian
menarik garis di antara titik – hasil pengeplotan, sehingga garis ini digunakan
sebagai garis kalibrasi alat. Selanjutnya berdasarkan data yang dilansir dari
Hadiprakoso S. 2013, member pengertian bahwa kalibrasi data curah hujan dari
alat penakar sederhana dapat dilakukan dengan melakukan kalibrasi alat dan
analisis regresi untuk memperoleh keakuratan data sehingga mendapatkan nilai
simpangan (deviasi) secara tepat.
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu
Kegiatan ini dilaksanakan di wilayah kerja POPT Kecamatan Cibeber,
Kabupaten Cianjur, dengan ketinggian tempat 470 meter dpl. Waktu pelaksanaan
kegiatan mulai Bulan Januari sampai dengan Mei 2019.
3.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan kegiatan terdiri dari corong plastik diameter 14 cm, wadah
bekas cat ukuran 5 kg, gelas ukur plastik kapasitas 1000 ml, ATK, jam tangan,
komputer, lem power glue, kapas, dan tiang penyangga tinggi 120 cm.
3.3 Metode
Metode kegiatan ini dilakukan dengan mengumpulkan data curah hujan yang
tertampung pada alat penakar sederhana menggunakan corong diameter 14 cm.
Data curah hujan tersebut selanjutnya dianalisis regresi sebagai upaya kalibrasi
dan dibandingkan dengan hasil penakaran curah hujan dari Stasiun penakaran
curah hujan tipi OBS milik PU Pengairan Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur.
Letak pemasangan alat penakar hujan sederhana sama dengan syarat dan
letak pemasangan alat standar yaitu:
e. Bebas dari halangan bangunan/naungan pepohonan (membentuk sudut 450).
f. Tinggi pemasangan alat dari permukaan tanah sampai permukaan corong sama
dengan tingginya pada pemasangan alat standar yaitu 120 cm.
g. Waktu pengukuran curah hujan sama dengan alat standar yaitu jam 07.00 WIB.
h. Air hujan yang tertampung diukur volumenya dalam satuan mililiter, kemudian
dibagi dengan luas penampang.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Luas penampang mulut corong 14 cm
Berdasarkan hasil pengamatan pada kedua alat penakar curah hujan yaitu tipe
OBS dan penakar corong diameter 14 cm, maka penghitungan kalibrasi luas
penampang pada kedua alat tersebut disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Kalibrasi luas penampang mulut corong diameter 14 cm dibandingkan dengan tipe OBS
Penakar CH dari corong 14 cm Penakar CH tipe OBS
Langkah Kalibrasi Luas Penampang :
Untuk menghitung ketinggian air hujan yang
jatuh pada bidang dengan luasan tertentu
digunakan persamaan :
H = V/L (Rumus 1)
Dimana : H = ketinggian curah hujan
V = Volume
L = luas bidang
Pada pengukuran curah hujan dengan
menggunakan corong, digunakan corong
dengan diameter 14 cm, berarti luas corong
dapat dihitung dengan persamaan :
L = л X R2 (Rumus 1)
Л = 3,14
R = jari-jari corong cm2
Dengan demikian luas corong dapat
dihitung yaitu :
Jari jari corong (R) = Diameter ( D)/2 = 14
cm/2 = 7 cm
L = 3.14 X 7 cm X 7 cm = 153,86 cm2
dibulatkan menjadi 154 cm2
Penghitungan Luas Penampang :
Diameter penampang mulut penakar tipe
OBS hasil pengukuran adalah 11,5 cm
berarti luas penampang dapat dihitung
dengan persamaan :
L = л X R2 (Rumus 2)
Л = 3,14
R = jari-jari corong cm2
Dengan demikian luas penampang dapat
dihitung yaitu :
Jari jari corong (R) = Diameter ( D)/2 = 11,3
cm/2 = 5,65 cm
L = 3.14 X 5,65 cm X 5,65 cm = 100,23
cm2 dibulatkan menjadi 100 cm2
Untuk menghitung ketinggian curah hujan digunakan satuan mm sehingga perlu konversi :
Satuan luas adalah cm2, jadi 1 cm2 = 100 mm2
Satuan Volume adalah ml, jadi 1 ml = 1000 mm3
Dari tabel 1 menunjukkan bahwa permukaan luas penampang antara mulut
corong dan tipe OBS terdapat perbedaan, sehingga besarnya curah hujan yang
tertampung harus dihitung berdasarkan luas mulut penampang. Hal lainnya
yang perlu dikemukakan adalah bagian pinggir permukaan mulut corong cukup
tebal ± 2,5 mm dan diameter lubang corong ≥ 0,8 cm, sedangkan bagian pinggir
permukaan mulut penampang tipe OBS cukup runcing ≤ 0,5 mm dan diameter
lubang pemasukan air hujan ± 1,7 mm. Kondisi seperti ini mengisyaratkan
bahwa hasil penakaran curah hujan pada alat sederhana membutuhkan
kalibrasi alat.
Keberadaan alat penakar curah hujan sederhana di beberapa kelompok tani
yang telah mengikuti kegiatan SL Iklim terbuat dari jerigen plastic ukuran 5 liter
yang bagian penampang atasnya dilengkapi corong plastic ukuran diameter 14
cm dan direkatkan ke tutup jerigen yang dilubangi. Model alat penakar curah
hujan tersebut merupakan revisi dari alat penakar curah hujan sebelumnya yang
terbuat dari logam stenles tanpa dilengkapi corong atau dibiarkan terbuka,
sehingga tidak dilengkapinya alat dengan bagian yang menyempit seperti
halnya corong akan diperoleh penyimpangan data akibat penguapan.
Berikutnya data hasil penakaran curah hujan menggunakan alat penakar curah
hujan sederhana sebelum dilakukan kalibrasi, data secara rinci dituangkan pada
tabel 2.
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa perbandingan antara hasil penakaran curah
hujan dengan menggunakan corong dan tipe OBS terdapat perbedaan data
yang cukup significan, sehingga untuk menghindari atau setidaknya mengurangi
penyimpangan data diperlukan kalibrasi data. Hal ini selaras dengan pernyataan
Hadiprakoso S. 2013, dalam kegiatan tatap muka yang memberi pengertian
bahwa hasil pengukuran alat sederhana dikatakan baik, apabila datanya sama
dengan data hasil pengukuran alat standar. Apabila terdapat perbedaan antara
data hasil pengukuran alat sederhana dengan alat yang standar, maka alat
sederhana perlu dilakukan kalibrasi yaitu menyamakan atau menyesuaikan data
dari alat sederhana terhadap alat standar, sehingga sama atau mendekati data
dari alat yang standar. Cara yang paling mudah ialah dengan memplotkan data
dari alat yang tidak standar dengan alat yang standar pada kertas grafik dan
kemudian menarik garis di antara titik – hasil pengeplotan, sehingga garis ini
digunakan sebagai garis kalibrasi alat. Selanjutnya berdasarkan data yang
dilansir dari Hadiprakoso S. 2013, memberi penjelasan bahwa kalibrasi data
curah hujan dari alat penakar sederhana dapat dilakukan dengan melakukan
kalibrasi alat dan analisis regresi untuk memperoleh keakuratan data sehingga
mendapatkan nilai simpangan (deviasi) secara tepat.
Tabel 2. Data hasil penakaran curah hujan dengan corong diameter 14 cm dibandingkan dengan tipe OBS.
No Penakar corong Ø 14 cm Tipe OBS
mm Keterangan
ml mm
1 38.5 2.5 2.1 Data sebelum kalibrasi pada
corong 14 cm 2 40.0 2.6 2.3 3 47.7 3.1 2.8 4 49.3 3.2 3.0 5 44.7 2.9 2.8 6 66.2 4.3 4.0 7 35.4 2.3 2.0 8 35.4 2.3 2.1 9 64.7 4.2 4.0
10 95.5 6.2 5.8 11 20.0 1.3 1.0 12 32.3 2.1 2.0 13 60.1 3.9 3.6 14 66.2 4.3 4.0 15 27.7 1.8 1.6 16 33.9 2.2 1.7 17 41.6 2.7 2.6 18 35.4 2.3 2.1 19 20.0 1.3 1.1 20 13.9 0.9 0.8
21 20.0 1.3 1.0
22 13.9 0.9 0.7
23 15.4 1.0 0.9
Jml 917.8 59.6 54.0
Dari Tabel 2 di atas, data hasil penakaran curah hujan dengan alat penakar
corong 14 cm masih perlu dikalibrasi untuk mengurangi penyimpangan data
dibandingkan hasil penakaran curah hujan pada alat standar (OBS).
4.2. Kalibrasi data
Data curah hujan yang diperoleh dari hasil pengukuran corong diameter 14 cm
dan tipe OBS setelah diukur dan dikonversi ke satuan milimiter sebagaimana
tercantum di tabel 2, selanjutnya dilakukan kalibrasi dengan analisis regresi
(tabel lampiran), dan diperoleh nilai kalibrasi y = 0,969 X - 0,1653. (Gambar 1).
Hasil analisis regresi tentang kalibrasi data curah hujan dari alat penakar
sederhana menggunakan corong 14 cm disajikan pada gambar 1.
Pada gambar 1 tertera nilai kalibrasi y = 0,969 X - 0,1653 sehingga nilai curah
hujan yang tertampung pada penakar corong terlebih dahulu diukur volumenya
dengan satuan mililiter (ml) kemudian dibagi luas penampang (mulut corong)
y = 0.969855669x - 0.165365125R² = 0.993908479
0
1
2
3
4
5
6
7
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00
REGRESI PENAKAR CORONG DIAMETER 14 CM TERHADAP TIPE OBS
corong 14 cm
Linear (corong 14 cm)
dan dikonversi dengan nilai kalibrasi. Sebagai contoh jika hasil pengukuran
curah hujan diperoleh 215 ml, maka perhitungannya sebagai berikut :
215 ml dijadikan satuan mm → 215 x 1000 mm² = 215000 mm³
Luas penampang corong 154 cm² → 15400 mm²
215000 mm³ / 15400 mm² = 13,961 mm
13,961 mm x 0,969 – 0,1653 = 13,362 mm dibuat satu digit dibelakang koma
menjadi 13,3 mm.
Berikut adalah rincian data curah hujan pada corong 14 cm sebelum dan
sesudah dilakukan kalibrasi dibandingkan dengan tipe Ombrometer disajikan
pada Tabel 3.
Tabel 3. Kalibrasi data hasil penakaran pada alat penakar corong 14 cm
No Penakar corong Ø 14 cm Tipe OBS
mm Keterangan
Hasil penakaran
(ml)
Sebelum (mm) Setelah Kalibrasi
(mm)
1 38.5 2.5 2.3 2.1 Data setelah kalibrasi
pada corong 14 cm 2 40.0 2.6 2.4 2.3 3 47.7 3.1 2.8 2.8 4 49.3 3.2 2.9 3.0 5 44.7 2.9 2.6 2.8 6 66.2 4.3 4.0 4.0 7 35.4 2.3 2.1 2.0 8 35.4 2.3 2.1 2.1 9 64.7 4.2 3.9 4.0
10 95.5 6.2 5.8 5.8 11 20.0 1.3 1.1 1.0 12 32.3 2.1 1.9 2.0 13 60.1 3.9 3.6 3.6 14 66.2 4.3 4.0 4.0 15 27.7 1.8 1.6 1.6 16 33.9 2.2 2.0 1.7 17 41.6 2.7 2.5 2.6 18 35.4 2.3 2.1 2.1 19 20.0 1.3 1.1 1.1 20 13.9 0.9 0.7 0.8
21 20.0 1.3 1.1 1.0
22 13.9 0.9 0.7 0.7
23 15.4 1.0 0.8 0.9
Jml 917.8 59.6 54.1 54.0
Dari Tabel 3 terlihat bahwa besarnya curah hujan yang tertampung pada alat
penakar corong diameter 14 cm sebelum dikalibrasi sebanyak 59,6 mm dan
setelah dikalibrasi sebanyak 54,1 mm, sehingga terdapat selisih atau
penyimpangan data sebesar 5,5 mm. Namun setelah dilakukan kalibrasi, nilai
yang diperoleh pada penakar corong menjadi relatif sama dengan nilai curah
hujan hasil penakaran pada alat penakar standar.
Berdasarkan nilai kalibrasi y = 0,969 X - 0,1653, maka dibuatkan tabulasi data
untuk mempermudah pencatatan bagi pemakai atau pengguna alat penakar
curah hujan sederhana, tanpa harus melakukan penghitungan kalibrasi ulang
(Tabel 4).
Tabel 4. Hasil konversi curah hujan dengan menggunakan corong diameter 14 cm setelah dikalibrasi
Vol (ml) CH
(mm)
Vol (ml) CH
(mm)
Vol (ml) CH
(mm)
Vol (ml) CH
(mm)
Vol (ml) CH
(mm)
10 0.5 440 27.5 870 54.6 1300 81.6 1730 108.7
20 1.1 450 28.2 880 55.2 1310 82.3 1740 109.3
30 1.7 460 28.8 890 55.9 1320 82.9 1750 110.0
40 2.4 470 29.4 900 56.5 1330 83.5 1760 110.6
50 3.0 480 30.1 910 57.1 1340 84.2 1770 111.2
60 3.6 490 30.7 920 57.7 1350 84.8 1780 111.9
70 4.3 500 31.3 930 58.4 1360 85.4 1790 112.5
80 4.9 510 31.9 940 59.0 1370 86.1 1800 113.1
90 5.5 520 32.6 950 59.6 1380 86.7 1810 113.7
100 6.1 530 33.2 960 60.3 1390 87.3 1820 114.4
110 6.8 540 33.8 970 60.9 1400 87.9 1830 115.0
120 7.4 550 34.5 980 61.5 1410 88.6 1840 115.6
130 8.0 560 35.1 990 62.1 1420 89.2 1850 116.3
140 8.7 570 35.7 1000 62.8 1430 89.8 1860 116.9
150 9.3 580 36.3 1010 63.4 1440 90.5 1870 117.5
160 9.9 590 37.0 1020 64.0 1450 91.1 1880 118.1
170 10.5 600 37.6 1030 64.7 1460 91.7 1890 118.8
180 11.2 610 38.2 1040 65.3 1470 92.3 1900 119.4
190 11.8 620 38.9 1050 65.9 1480 93.0 1910 120.0
200 12.4 630 39.5 1060 66.5 1490 93.6 1920 120.7
210 13.1 640 40.1 1070 67.2 1500 94.2 1930 121.3
220 13.7 650 40.8 1080 67.8 1510 94.9 1940 121.9
230 14.3 660 41.4 1090 68.4 1520 95.5 1950 122.5
240 15.0 670 42.0 1100 69.1 1530 96.1 1960 123.2
250 15.6 680 42.6 1110 69.7 1540 96.8 1970 123.8
260 16.2 690 43.3 1120 70.3 1550 97.4 1980 124.4
270 16.8 700 43.9 1130 71.0 1560 98.0 1990 125.1
Vol (ml) CH
(mm)
Vol (ml) CH
(mm)
Vol (ml) CH
(mm)
Vol (ml) CH
(mm)
Vol (ml) CH
(mm)
280 17.5 710 44.5 1140 71.6 1570 98.6 2000 125.7
290 18.1 720 45.2 1150 72.2 1580 99.3 2010 126.3
300 18.7 730 45.8 1160 72.8 1590 99.9 2020 127.0
310 19.4 740 46.4 1170 73.5 1600 100.5 2030 127.6
320 20.0 750 47.0 1180 74.1 1610 101.2 2040 128.2
330 20.6 760 47.7 1190 74.7 1620 101.8 2050 128.8
340 21.2 770 48.3 1200 75.4 1630 102.4 2060 129.5
350 21.9 780 48.9 1210 76.0 1640 103.0 2070 130.1
360 22.5 790 49.6 1220 76.6 1650 103.7 2080 130.7
370 23.1 800 50.2 1230 77.2 1660 104.3 2090 131.4
380 23.8 810 50.8 1240 77.9 1670 104.9 2100 132.0
390 24.4 820 51.4 1250 78.5 1680 105.6 2110 132.6
400 25.0 830 52.1 1260 79.1 1690 106.2 2120 133.2
410 25.6 840 52.7 1270 79.8 1700 106.8 2130 133.9
420 26.3 850 53.3 1280 80.4 1710 107.4 2140 134.5
430 26.9 860 54.0 1290 81.0 1720 108.1 2150 135.1
Tabulasi data yang tertera pada tabel 4 tersebut, dimaksudkan sebagai
pedoman untuk mempermudah penghitungan nilai curah hujan yang tertampung
pada alat penakar curah hujan menggunakan corong 14 cm. Sedangkan untuk
penghitungan besarnya curah hujan diluar tabel tersebut, misalnya angka ganjil
maka tinggal dilakukan penghitungan kembali sebagaimana telah diuraikan
pada pembahasan awal, atau besarnya curah hujan …..ml / 154 x 10 mm x
0,969 – 0,1653 = …..mm.
Fenomena yang masih dijumpai di lapangan khususnya di kawasan lahan usaha
tani tadah hujan, sebagian petani melakukan aktivitas pengolahan tanah dan
penanaman padi sawah setelah hujan baru satu atau dua kali hujan, kemudian
lahan dan tanaman padi tersebut mengalami kekeringan akibat tidak ada hujan
susulan. Hal ini selaras dengan pernyataan BMKG tentang hujan tipuan “False
Rain” yaitu hujan yang hanya terjadi satu atau dua hari pada awal musim hujan
dan selang beberapa hari berikutnya tidak ada lagi hujan. Kondisi seperti ini
dapat mengakibatkan fatal bagi petani jika tidak memahami informasi
cuaca/iklim.
Dengan mengetahui besarnya curah hujan yang tertampung pada penakar
curah hujan sederhana corong diameter 14 cm setelah melalui proses kalibrasi
selama periode tertentu, misalnya dasarian 1 (tgl 1-10) dari penjumlahan harian
selama 10 hari terdapat ≥20 mm dan diikuti dengan hasil penjumlahan harian
selama dasarian 2 (tgl 11-20) terdapat ≥50 mm, kemudian diikuti dengan hasil
penjumlahan harian dasarian 3 (tgl 21-30 atau 31) juga terdapat ≥50 mm, maka
dapat dikategorikan sebagai awal musim penghujan. Sebagaimana referensi
dari BMKG, 2010., apabila tinggi hujan dasarian sudah sama atau lebih dari 50
milimeter dan terjadi secara berturut-turut sebanyak dua kali, maka sudah
masuk musim hujan (Anonim 2010). Selanjutnya menurut Oldeman, et al (1980)
mengungkapkan bahwa kebutuhan air untuk tanaman padi adalah 150 mm
perbulan, sedangkan untuk tanaman palawija 70 mm perbulan, dengan asumsi
peluang terjadinya hujan yang sama adalah 75 %, maka untuk mencukupi
kebutuhan air tanaman padi 150 mm perbulan diperlukan 220 mm perbulan, dan
untuk palawija diperlukan curah hujan sebesar 120 mm perbulan.
Sebaliknya jika hasil pengukuran tinggi hujan dasarian terdapat ˂50 mm dan
terjadi secara berturut-turut sebanyak dua kali, maka sudah masuk musim
kemarau (Anonim 2010).
Nilai curah hujan selama 3 (tiga) dasarian tersebut, cukup bermakna bagi lahan
berpengairan tadah hujan, karena dapat dijadikan rujukan atau model
pendekatan memulai aktivitas bertani misalnya pengolahan tanah dan pemilihan
jenis komoditi tertentu. Bahkan tidak hanya itu saja, pencatatan curah hujan
dengan penakar corong dan kalibrasinya secara terus-menerus dalam kurun
waktu tertentu yang dibandingkan dengan data curah hujan selama 20-30 tahun
(data dari BMKG atau PU pengairan atau Perkebunan setempat) dapat dijadikan
pedoman usahatani untuk penentuan pola tanam yang bersifat lokal spesifik.
Sistematika metode kalibrasi data curah hujan memang bukan untuk konsumsi
petani, terkecuali bagi para petani yang merasa tertarik dan memiliki motivasi
untuk mempelajarinya. Namun bagi kalangan petugas khususnya petugas
pertanian lapangan yang berhadapan langsung dengan petani dan
usahataninya, maka metode kalibrasi merupakan bagian yang layak dipahami.
Karena ketidak akuratan data hasil penakaran curah hujan corong diameter 14
cm, apabila tidak dilakukan kalibrasi terlebih dahulu dengan nilai kalibrasi yang
dimaksud yaitu y = 0,969 X - 0,1653 dimana X adalah besarnya curah hujan,
maka secara nyata masih terdapat penyimpangan data, sebagaimana dasar
hukum BMKG yang mengacu pada undang undang (UU) No, 31/2009 tentang
meteorologi, klimatologi dan geofisika. Serta PP No. 46 Tahun 2012 Pasal 64
tentang kalibrasi, bunyi ayat (1) yaitu untuk menjamin laik operasi, peralatan
pengamatan wajib dilakukan kalibrasi. Selanjutnya berdasarkan data yang
dilansir dari Hadiprakoso S. 2013, memberi pengertian bahwa kalibrasi data
curah hujan dari alat penakar sederhana dapat dilakukan dengan melakukan
kalibrasi alat dan analisis regresi untuk memperoleh keakuratan data sehingga
mendapatkan nilai simpangan (deviasi) yang tepat.
Dengan demikian, penggunaan alat penakar curah hujan sederhana dirasakan
masih perlu disosialisasikan ke tingkat petani, seiring menyiasati pengaruh DPI
di musim kemarau agar dapat meminimalisir kekeringan dalam penentuan pola
tanam dan komoditas yang dibudidayakan.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Kegiatan kalibrasi data pada alat penakar curah hujan sederhana
menggunakan corong diameter 14 cm dibandingkan dengan tipe OBS adalah
sebagai berikut :
- Nilai kalibrasi hasil analisis regresi yaitu y = 0,969 X - 0,1653 dengan selang
kepercayaan R² = 0,993.
- Memperoleh data akurat tentang besarnya curah hujan yang sesuai dengan
hasil penakaran curah hujan standar.
- Memperoleh data curah hujan yang bersifat spesifik lokasi dan sebagai
alternatif dari tidak tersedia atau rusaknya alat penakar curah hujan standar.
- Sebagai pendekatan memulai kegiatan usahatani dalam penentuan
komoditas yang dibudidayakan khususnya pada lahan tadah hujan.
5.2. Saran
Mengingat informasi iklim/cuaca cukup penting bagi petani khususnya pada
lahan tadah hujan yaitu untuk meminimalisir terjadinya kegagalan tanam atau
memulai aktivitas pengolahan tanah, maka penerapan alat penakar curah hujan
sederhana dan kalibrasinya masih perlu di sosialisasikan, hal ini sebagai acuan
atau metode adaptasi pada musim-musim tanam berikutnya dalam meminimalisir
terjadinya kekeringan sebagai dampak perubahan iklim dimusim kemarau.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2010. Modul Pengantar Sekolah Lapangan Iklim. Direktorat Perlindungan Tanaman. Direktorat Jendral Tanaman Pangan. Kementerian Pertanian.
Anonim, 2012. Paket Modul Sekolah Lapangan Iklim Jawa Barat. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Stasiun Klimatologi Darmaga. Bogor.
Koesmaryono, Y. Suharsono, H. Handoko, 1989. Pedoman Mata Kuliah Klimatologi Pertanian. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Materi pelatihan Training Of Trainer (TOT) Pemandu Lapangan 1. Solo tgl 27 Maret s/d 3 April 2013. Mengenal Unsur Iklim Beserta Alat Ukur dan Kalibrasinya oleh Sigit Hadi Prakoso BMKG Yogjakarta (kegiatan tatap muka).
LAMPIRAN
Lampiran : Hasil Penakaran curah hujan menggunakan corong diameter 14 cm dibandingkan tipe OBS
No Corong 14 cm OBS mL mm mm
1 38.5 2.50 2.1
2 40.0 2.60 2.3
3 47.7 3.10 2.8
4 49.3 3.20 3
5 44.7 2.90 2.8
6 66.2 4.30 4
7 35.4 2.30 2
8 35.4 2.30 2.1
9 64.7 4.20 4
10 95.5 6.20 5.8
11 20.0 1.30 1
12 32.3 2.10 2
13 60.1 3.90 3.6
14 66.2 4.30 4
15 27.7 1.80 1.6
16 33.9 2.20 1.7
17 41.6 2.70 2.6
18 35.4 2.30 2.1
19 20.0 1.30 1.1
20 13.9 0.90 0.8
21 20.0 1.30 1
22 13.9 0.90 0.7
23 15.4 1.00 0.9
59.6
54.0
y = 0.969855669x - 0.165365125R² = 0.993908479
0
1
2
3
4
5
6
7
0.00 2.00 4.00 6.00 8.00
REGRESI PENAKAR CORONG DIAMETER 14 CM TERHADAP TIPE OBS
corong 14 cm
Linear (corong 14 cm)
Lampiran : Analisis Regresi Penakar Curah Hujan Sederhana
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0.99695
R Square 0.993908 Adjusted R Square 0.993618
Standard Error 0.102723
Observations 23
ANOVA
df SS MS F Significance
F
Regression 1 36.1558 36.1558 3426.415 9.47E-25
Residual 21 0.221594 0.010552
Total 22 36.37739
Coefficients Standard
Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95%
Lower 95.0%
Upper 95.0%
Intercept -0.16537 0.047981 -3.44649 0.002419 -0.26515 -0.06558 -0.2651 -0.06558
X Variable 1 0.969856 0.016569 58.53559 9.47E-25 0.935399 1.004312 0.9354 1.004312
RESIDUAL OUTPUT PROBABILITY OUTPUT
Observation Predicted
Y Residuals Percentile Y
1 2.259274 -0.15927 2.173913 0.7
2 2.35626 -0.05626 6.521739 0.8
3 2.841187 -0.04119 10.86957 0.9
4 2.938173 0.061827 15.21739 1
5 2.647216 0.152784 19.56522 1
6 4.005014 -0.00501 23.91304 1.1
7 2.065303 -0.0653 28.26087 1.6
8 2.065303 0.034697 32.6087 1.7
9 3.908029 0.091971 36.95652 2
10 5.84774 -0.04774 41.30435 2
11 1.095447 -0.09545 45.65217 2.1
12 1.871332 0.128668 50 2.1
13 3.617072 -0.01707 54.34783 2.1
14 4.005014 -0.00501 58.69565 2.3
15 1.580375 0.019625 63.04348 2.6
16 1.968317 -0.26832 67.3913 2.8
17 2.453245 0.146755 71.73913 2.8
18 2.065303 0.034697 76.08696 3
19 1.095447 0.004553 80.43478 3.6
20 0.707505 0.092495 84.78261 4
21 1.095447 -0.09545 89.13043 4
22 0.707505 -0.0075 93.47826 4
23 0.804491 0.095509 97.82609 5.8
PEDOMAN PEMASANGAN ALAT PENAKAR CURAH HUJAN
Sumber : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
120 cm
Keterangan Gambar :
Alat penakar curah hujan sederhana, hasil rekayasa sendiri perbaikan dari
penggunaan jerigen. Dengan menggunakan kaleng bekas cat tembok 5 kg yang
dilengkapi kran dan lubang pengeluaran untuk penampungan curah hujan,
sehingga pengguna tidak perlu bongkar pasang alat disaat memeriksa data curah
hujan harian.
1. Corong Ø 14 cm
2. Kaleng bekas cat tembok 5 kg (5 lt)
3. Bagian dasar penampung air dari piring plastic dua buah yang direkatkan ke
kaleng cat dengan lem kaca, bagian tengah dilubangi dan dipasang pentil ban.
4. Selang siku kecil terbuat dari karet yang bagian ujung satu direkatkan ke pentil
ban, dan bagian ujung satu lagi dihubungkan ke selang pipa kecil dan diikat
dengan riffet.
5. Selang pipa kecil pada bagian ujung satu dihubungkan ke selang siku (4), ujung
satu lagi dihubungkan ke kran pengeluaran
6. Kran pengeluaran
7. Gelas ukur plastik penampung curah hujan (satuan ML)
BPTPH JAWA BARAT Form. D. 14
KEADAAN CURAH HUJAN
BULAN :
Nama Stasiun : - Nomor Stasiun : -
Kecamatan : ……………… Tinggi Tempat : 470 m dpl
Kabupaten : Cianjur
Provinsi : Jawa Barat
PEMERIKSAAN HUJAN TIAP PAGI JAM : 07.00
JIKA TIDAK ADA HUJAN DIISI (-)
Tanggal Penaka-
ran
Hujan (mL)
Hujan (mm)
Tanggal Penaka-
ran
Hujan (mL)
Hujan (mm)
Tanggal Penaka-
ran
Hujan (mL)
Hujan (mm)
1 11 21
2 12 22
3 13 23
4 14 24
5 15 25
6 16 26
7 17 27
8 18 28
9 19 29
10 20 30
31
Jml CH 0 Jml CH 0 Jml CH 0
Jml HH 0 Jml HH 0 Jml HH 0
Rumus CH Jml..… mL dibagi 154 cm² x 10 = ….. mm X 0,969 - 0,1653 = …mm
Jumlah curah hujan sebulan : Curah Hujan : mm Hari hujan : hari ………….., …………………. 2019 Pengendali OPT
……………………….