MANAJEMEN RISIKO
Manajemen Risiko Produksi
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Risiko
Dosen Pengampu : Soekarto, Drs, M.Si, Topowijono, Drs, M.Si. dan Ferina
Nurlaily, SE,MAB, MBA.
Oleh :
Kelompok 4
Kelas – G
Nama Anggota:
1. SEPTIAN VETY TUNJUNGSARI 115030207111079
2. DEWI LELYANA HADI 115030201111098
3. AGATHA FINONA FATONI 115030200111151
4. NEKA AYANG SESIADY 115030200111142
5. MIMING NATAL LIA 115030202111005
6. YENI SUSI RAHAYU 115030201111048
Jurusan Ilmu Administrasi Bisnis
Fakultar Ilmu Administrasi
Universitas Brawijaya
Malang
2013
BAB I 1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG...............................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH..........................................................................1
1.3 TUJUAN...................................................................................................1
BAB II......................................................................................................................2
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................2
2.1 Pemahaman Risiko Produksi.....................................................................2
2.2 Langkah dalam Peningkatan Pengelolaan Risiko.....................................3
BAB III....................................................................................................................5
ANALISA KASUS..................................................................................................5
3.1 Kasus..............................................................................................................5
BAB IV..................................................................................................................10
PENUTUP..............................................................................................................10
3.1 Kesimpulan..............................................................................................10
3.2 Saran........................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Penerapan sistem manajemen risiko sangat penting dilakukan oleh pihak
industri nasional, berkaitan dengan kinerja industri dalam pengurangan risiko saat
melaksanakan strategi efisiensi, peningkatan kapasitas produksi, pengembangan
hasil produk dan restrukturisasi industri. Keberhasilan program kerja tergantung
keberhasilan kinerja industri dalam proses manufaktur dan pemasokan
komponen/material. Kinerja industri dinilai dari minimalnya risiko yang timbul.
Hal ini tergambar dari strategi industri dalam meningkatkan efisiensi, kapasitas
produksi, kualitas produksi, dan restrukturisasi industri yang berakibat pada
pengurangan pengeluaran biaya dan pencegahan kegagalan teknis.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja faktor yang menyebabkan kegagalan suatu produk ?
2. Mengapa hal tersebut bisa terjadi?
3. Bagaimana dampak terhadap citra perusahaan?
1.3 TUJUAN
1. Untuk Mengetahui faktor – faktor penyebab gagalnya suatu produk
2. Untuk Mengetahui risiko dalam proses produksi
3. Untuk mengetahui seberapa besar dampak kegagalan proses produksi
terhadap cintra perusahaan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pemahaman Risiko Produksi
Risiko adalah kemungkinan kejadian yang merugikan. Sangat penting
untuk mengetahui berapa besar kemungkinan dari suatu kejadian dan berapa
besar konsekuensi/akibat kerugian yang ditimbulkan dari kejadian tersebut. Jika
risiko harus dihadapi, maka yang harus dilakukan adalah membuat kemungkinan
kejadian sedemikian kecilnya, membuat dampak kejadian sedemikian kecilnya,
dan atau mencari sumber pendanaan untuk membiayai kerugian. Sistem
manajemen risiko sangat penting dilakukan untuk mengelola risiko-risiko yang
mungkin timbul.
Risiko tidak selalu tetap, risiko yang baru dapat timbul, risiko yang ada
dapat berubah menjadi hilang serta prioritas risiko dapat berubah dalam suatu
sistem manajemen risiko.Risiko merupakan ketidakpastian yang dapat menjadi
suatu harapan positif (positive outcome) dan harapan negatif (negative outcome).
Identifikasi risiko dapat dilakukan dengan mengidentifikasi sebab dan efek (apa
yang terjadi dan apa yang akan terjadi) atau efek dan sebab (apa harapan yang
dihindari atau didorong dan bagaimana masing-masing dapat terjadi). Pengalaman
industri nasional khususnya industri manufakturing dan jasa konstruksi, sangat
penting perannya dalam mendukung kelancaran proses produksi (manufaktur).
Suatu produk yang mengalami kegagalan pada proses produksinya atau
mengalami cacat, dan produk tersebut sampai ke tangan konsumen maka akan
mengurangi keuntungan perusahaan, kepercayaan dan kepuasan pelanggan. Untuk
dapat mengambil tindakan korektif atas kegagalan yang terjadi, para pelaku bisnis
harus memperhatikan faktor – faktor yang menyebabkan terjadinya kegagalan –
kegagalan yang timbul. Faktor – faktor tersebut dapat dilihat dari berbagai sudut
pandang, yakni material atau bahan baku, mesin, dan metode yang digunakan
maupun tenaga kerja yang ada pada perusahaan itu sendiri. Setelah melihat faktor
– faktor penyebab kegagalan, hal yang perlu dilakukan selanjutnya adalah menilai
dan meranking masing – masing penyebab kegagalan menurut tingkat keparahan
dan frekuensi kejadiannya. Dengan demikian perusahaan dapat mencapai tindakan
korektif yang efektif dan efisien.
3
2.2 Langkah dalam Peningkatan Pengelolaan Risiko
Beberapa hal/upaya yang dilakukan untuk pengembangan manajemen
risiko dan peningkatan pengelolaan risiko pada industri antara lain:
1. Melakukan identifikasi, pemetaan, pengukuran, analisis, pengelolaan,
pemantauan danpengendalian risiko dalam setiap tahap proses kegiatan industri
secara berkelanjutan dan terusmenerus.
2. Melakukan pengurangan risiko, pembagian risiko atau pengalihan risiko pada
setiap tahapkegiatan industri untuk meminimalkan atau menghilangkan risiko
yang terjadi.
3. Melakukan komitmen, komunikasi, koordinasi, konsultansi dan kerjasama
antar manajemen di dalam industri itu sendiri secara efektif dan efisien terhadap
penerapan sistem manajemen risiko di setiap kegiatan manajemen.
4. Melakukan penerapan sistem manajemen risiko dalam setiap proses kegiatan
industri, baik dalam setiap kebijakan strategis maupun kegiatan operasional.
5. Melakukan review, penyempurnaan dan penerapan kebijakan manajemen
risiko dan prosedur jaminan mutu secara berkala dan terus menerus.
6. Membuat pedoman/panduan manajemen risiko bagi industri nasional yang
belum menerapkan sistem manajemen risiko serta melakukan penyempurnaan
pedoman/panduan manajemen risiko bagi industri yang telah memilikinya.
7. Membuat dan menyempurnakan struktur organisasi manajemen risiko yang
menunjukkan tugas,wewenang dan tanggungjawab antar unit kerja sistem
manajemen risiko yang terkait dengan pengelolaan risiko industri.
8. Melakukan sosialisasi penerapan manajemen risiko pada seluruh personel di
setiap tahapan proses dan kegiatan bisnis industri.
9. Membuat kontrak jangka panjang dengan pihak industri lokal maupun
industri asing untuk pasokan bahan baku sehingga meminimalkan risiko dan
menjamin kelangsungan kebutuhan bahan baku .
4
10. Mengembangkan dan menerapkan sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja (SMK3) dan Sistem Manajemen Lingkungan untuk mencegah
kerusakan aset, kebakaran dan kecelakaan personel.
11. Menjalin komunikasi dan koordinasi dengan sesama industri sejenis dengan
berperan aktif dalam kegiatan asosiasi industri nasional.
12. Menerapkan budaya keselamatan bagi setiap personel di lingkungan industri
sehingga risiko kecelakaan dapat diminimalisir ataupun dihilangkan pada setiap
tahap kegiatan industri.
13. Melakukan program manajemen perawatan terhadap seluruh aset industri
secara berkala sehingga dapat dijaga secara optimal serta memelihara SDM yang
kompeten dengan pemberian kompensasi yang sesuai dengan keahlian yang
dimiliki.
14. Menerapkan budaya risiko dan budaya keselamatan bagi setiap personel
sehingga risiko dapat dihilangkan atau diminimalisir pada setiap tahap kegiatan
industri.
15. Melakukan manajemen pengadaan barang atau penyediaan suku cadang
secara berkala untuk mengantisipasi risiko kekurangan barang dan suku cadang.
5
BAB III
ANALISA KASUS
3.1 Kasus
PT Indomaju Textindo Kudus merupakan perusahaan manufaktur di
bidang industri pengepakan, dan menjadi supplier karung plastik (woven bag) dan
karung kain (calico bag). PT Indomaju Textindo Kudus merupakan perusahaan
yang bergerak di bidang industri pembuatan karung plastik. Hasil produksi
perusahaan ini sebanyak 70% dikonsumsi oleh PT Bogasari. Proses produksi
meliputi proses pembuatan benang, penganyaman, pemotongan dan penjahitan,
pencetakan, penyegelan, dan pengepakan. Kegagalan yang terjadi pada PT
Indomaju Textindo Kudus secara umum dapat dikelompokkan menjadi empat,
yakni cacat anyaman, cacat potong dan jahit, cacat cetakan, dan cacat segel.
Hingga saat ini, pengendalian kualitas yang dilakukan oleh perusahaan masih
belum maksimal, karena persentase kegagalannya masih cukup tinggi, melebihi
angka persentase maksimum kegagalan yang ditetapkan oleh perusahaan adalah
sebesar 2%.
Pada PT Indomaju Textindo Kudus, pengendalian kualitas yang dilakukan
masih kurang maksimal. Hal ini dapat dilihat dari adanya sejumlah produk yang
cacat dalam setiap kali produksi. Apabila hal ini terjadi secara terus – menerus
maka akan merugikan pihak perusahaan. Berdasarkan pengambilan data yang
telah dilakukan pada bulan Juli, Agustus, dan September 2010, frekuensi cacat
produk woven bag PT Indomaju Textindo Kudus dapat dilihat pada table.
Bulan Jumlah Produk Jadi
(pcs)
Jumlah Produk Cacat
(pcs)
Presentase (%)
Juli 2.410.202 67.398 2,80
Agustus 2.307.754 64.346 2,79
September 2.145.420 63.180 2,94
Langkah-langkah proses pembuatan Woven Poly Propelene (WPP) :
1. Mencampurkan bahan baku dan bahan tambahan ditempatkan pada mesin
mixer untuk dilakukan pengadukan. Bahan baku dan bahan tambahan tersebut
6
antara lain, PP, PE, CaCO3, UV, dan masterbatch. Pengadukan dilakukan
selama 4 menit dan dikeluarkan menuju bak penampungan.
2. Bahan baku yang sudah tercampur merata masuk ke dalam silinder screw
yang memiliki 7 buah screw yang berbentuk spiral di dalamnya. Screw
bergerak memutar secara horizontal, dengan suhu yang telah di atur oleh
operator dengan suhu sebesar 250-275 oC, bahan baku didalam silinder akan
digiling sehingga melebur berbentuk cairan kental.
3. Bahan baku yang sudah tercampur, selanjutnya akan menuju mesin extruder
untuk proses pembuatan benang plastik atau tape yarn.
4. Benang plastik yang sudah terpintal rapi selanjutnya akan dibawa menuju
mesin weaving/ cirloom untuk proses fabric. Proses ini adalah proses merajut
benang-benang plastik menjadi sebuah lembaran plastik.
5. Lembaran plastik yang sudah terbentuk selanjutnya akan dibawa ke mesin
Laminasi untuk penambahan lapisan plastik kemudian menuju ke mesin
Conversion Line atau juga lembaran plastik yang sudak terbentuk tidak
menuju mesin laminasi tetapi langsung ke mesin Conversion Line. Pada
proses ini lembaran plastik sudah secara otomatis terpotong-potong sesuai
dengan ukuran WPP. Hasil dari proses ini adalah WPP polos.
6. Lembaran plastik dari mesin convertion line selanjutnya menuju mesin
Printing untuk proses pemberian gambar atau tulisan sesuai dengan
permintaan konsumen. Hasil dari proses ini adalah menghasilkan WPP
printing.
7. WPP printing yang sudah terbentuk selanjutnya dibawa menuju proses
penjahitan secara manual untuk membentuk sebuah karung plastic.
8. Karung plastik yang sudah selesai dijahit kemudian menuju proses packaging
dan disimpan untuk siap dipasarkan.
3.2 Identifikasi Risiko
Berdasarkan data penelitian yang dilakukan dalam sebuah literature yang
kami baca, penulis mencoba melakukan analisis terhadap manajemen risiko
produksi pada PT Indomaju Textindo Kudus.
7
Adapun factor yang menyebabkan peluang terjadinya risiko adalah :
Proses produksi meliputi proses pembuatan benang, penganyaman,
pemotongan dan penjahitan, pencetakan, penyegelan, dan pengepakan. Kegagalan
yang terjadi pada PT Indomaju Textindo Kudus secara umum dapat
dikelompokkan menjadi empat, yakni cacat anyaman, cacat potong dan jahit,
cacat cetakan, dan cacat segel.
Faktor penyebab out of control berasal dari 6 faktor utama yaitu material,
manusia, mesin, metode, pengukuran dan lingkungan. Tiap faktor tersebut
memiliki penyebab yang terjadi.
1. Faktor material diduga disebabkan karena komposisi dan jenis bahan baku
yang digunakan selalu berubah-ubah tergantung dari pasokan bahan baku
yang tersedia di pasaran, serta jenis bahan baku yang digunakan tersebut
bukan merupakan bahan baku yang baik dan berakibat pada berat benang
plastik (denier) dari proses awal pembuatan WPP.
2. Faktor manusia meliputi pergantian shift dengan melibatkan sedikit
pekerja, dalam hal ini diduga kondisi operator kelelahan serta kejenuhan
dan menimbulkan efek human eror karena proses produksi berlangsung
setiap hari dan mengejar target produksi.
3. Faktor mesin diduga disebabkan karena setting temperatur/suhu di dalam
mesin yang tidak terkontrol dan sering berubah-ubah, usia mesin yang
sudah terlalu lama dan butuh perbaikan serta perawatan lebih intensif dan
setting mesin pada proses pembuatan denier (benang plastik) meliputi
setting speed screw, goded, dan SR kemudian lebar separator (silet
pemotong benang) yang bervariasi juga mengakibatkan lebar pita plastik
(denier) yang berbeda.
4. Faktor metode adalah prosedur pengontrolan proses yang masih kurang
disiplin.
5. Faktor measurement disebabkan proses pengukuran saat inspeksi terjadi
kesalahan dan kurang teliti, karena metode pengukuran dengan
menggunakan alat manual, misalnya meteran untuk mengukur panjang.
8
6. Faktor lingkungan disebabkan oleh keadaan pabrik yang bising dan suhu
ruangan yang panas juga dimungkinkan menjadi salah satu penyebab
proses produksi WPP tidak terkontrol.
Faktor utama penyebab proses produksi tidak terkontrol dikarenakan
terdapat ketidaksesuaian pada tahapan awal, yaitu pada produksi pembuatan
benang plastik. Berat benang plastik atau bisa disebut denier yang sangat
fluktuatif dan beragam mengakibatkan ketidaksesuaian yang berlanjut hingga
proses pembuatan karung plastiknya. Selain berat denier, lebar benang plastik pun
mempengaruhi hingga proses pembuatan karung. Lebar benang plastik diduga
diakibatkan oleh lebar separator (silet pemotong benang plastik) yang memiliki
ukuran beragam. Selain itu, faktor mesin pun menjadi masalah penting yang
belum bisa diselesaikan oleh perusahaan. Dalam hal ini, pengaturan temperature
mesin, pengaturan Speed Screw, Streght Ratio, Goded yang selalu berubah
tergantung dari spesfifikasi bahan baku dan keadaan lainnya, sehingga
menyusahkan operator mesin untuk mengatur keadaan mesin agar tetap stabil.
Beberapa hal tersebut masih menjadi pekerjaan rumah yang harus segera
diselesaikan oleh perusahaan, agar proses produksi Woven Poly Propelene (WPP)
menjadi stabil baik
Kerugian yang mungkin ditimbulkan
Pada kasus kegagalan produksi yang melebihi presentase yang ditetapkan,
tentunya akan berdampak secara financial terhadap perusahaan. Jumlah produk
yang dihasilkan tidak sesuai dengan estimasi atau perencanaan diawal produksi,
sehingga jumlah produk yang dapat terjual dan menjadi pesanan palanggan
menjadi tidak terpenuhi. Outcome yang tidak sesuai dapat berdampak pada
kepercayaan mitra bisnis terhadap PT Indomaju Textindo Kudus, karena segmen
pasar dari perusahaan adalah perusahaan lain, maka sangat perlu untuk menjaga
kualitas produk untuk tetap stabil pada kualitas yang prima.
Analisis produksi selanjutnya adalah, banyaknya penggunaan kalsium
pada proses produksi menimbulkan biaya bahan baku yang tidak sedikit.
Sementara masing – masing supplier menimbulkan tingkat ketidaksesuaian yang
9
berbeda – beda yang menimbulkan kerugian pada perusahaan. Untuk itu
perusahaan menginginkan pengurangan terhadap jumlah penggunaan supplier
tertentu.Perusahaan ingin melakukan pemilihan terhadap masing – masing
supplier berdasarkan loss function yang ditimbulkan oleh masing – masing
supplier. Kriteria pemilihan supplier dari penelitian ini adalah harga, kualitas,
proses pengiriman dan pengepakan dengan bobot untuk masing-masing kriteria
secara berturut-turut adalah 29%, 54%, 11% dan 6%. Besarnya loss function yang
dibebankan pada perusahaan akibat ketidaksesuaian terendah adalah dari supplier
Indomaju, sehingga supplier ini yang, sehingga supplier yang memberikan
kerugian minimum bagi perusahaan yaitu supplier Indomaju.
10
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada dasarnya kegagalan dalam proses produksi akan selalu dialami oleh
setiap perusahaan manufaktur, namun besar kecilnya presentase kegagalan inilah
yang menjadi permsalahan utama. Apabila besarnya kegagalan dalam produk
melebihi apa yang telah ditetapkan oleh ketentuan perencanaan diawal produksi
maka hal ini menjadi evaluasi terhadap kinerja proses produksi uantuk mencari
penyebab hal tersebut bisa terjadi. Pada kasus pada PT Indomaju Textindo Kudus
kegagalan produk melebihi dari apa yang ditetapkan oleo perusahaan, yaitu
melebihi 2% dari total produk yang dihasilkan. Hal ini dipengaruhi oleo factor
material, manusia, mesin, metode, measurement dan lingkungan dari perusahaan
sendiri. Kasus selanjutnya adalah banyaknya penggunaan kalsium pada proses
produksi menimbulkan biaya bahan baku yang tidak sedikit, disini perusahaan
dituntut untuk lebih selektif dalam memilih supplier sehingga dapat menekan
kerugian yang dialami perusahaan. Kegagalan yang terjadi pada PT Indomaju
Textindo Kudus secara umum dapat dikelompokkan menjadi empat, yakni cacat
anyaman, cacat potong dan jahit, cacat cetakan, dan cacat segel. Kegagalan ini
akan sangat berpengaruh terhadap kualitas produk, sehingga perusahaan harus
tetap menjaga mutu produk agar dapat memuaskan pelanggan dan mitra kerja dari
perusahaan itu sendiri.
3.2 Saran
Komitmen, komunikasi, koordinasi, dan kerjasama dari pimpinan puncak
industri nasional dengan para pemangku kepentingan diharapkan dapat
meminimalisir atau menghilangkan risiko serta kerugian yang timbul akibat
risiko. Dalam upaya meningkatkan kinerja industri maka perlu dilaksanakan
pengelolaan risiko secara terus menerus. Industri nasional harus mengoptimalkan
fungsi dan peran manajemen risiko pada seluruh struktur organisasi manajemen
risiko melalui pengelolaan manajemen risiko yang tepat dan komprehensif
sehingga dapat meminimalisir potensi risiko dan kerugian yang mungkin terjadi.
Selain komitmen untuk menerapkan manajemen risiko secara berkesinambungan
di seluruh proses bisnis dan pengelolaan manajemen, juga telah dibangun
11
lingkungan internal industri yang dapat menerapkan “budaya risiko” untuk
mendukung kinerja dan pencapaian tujuan industri yang sesungguhnya. Budaya
risiko pada prinsipnya hampir sama dengan budaya keselamatan yakni sikap
prilaku baik individu maupun organisasi untuk melakukan tindakan pencegahan
dan penanganan risiko yang memadai sesuai dengan persyaratan yang terkait
dengan risiko. Budaya risiko harus diterapkan di setiap kegiatan industri.
Komitmen para pimpinan puncak industri terhadap penerapan manajemen risiko
sangat diharapkan bagi kemajuan dan pengembangan industri nasional.
Kebijakan manajemen risiko digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan
strategis dan juga untuk pengelolaan risiko industri secara menyeluruh.
Peningkatan pengelolaan risiko dapat dilakukan dengan implementasi manajemen
risiko dalam setiap kebijakan strategis dan operasional industri, pedoman
manajemen risiko, struktur organisasi, dan pengembangan manajemen risiko di
setiap industry.
12
DAFTAR PUSTAKA
http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-18003-1308100104-
Paper.pdf#page=1&zoom=110.00000000000001,0,842
http://thesis.binus.ac.id/doc/Bab1/2008-1-00472-TISI-Bab
%201.pdf#page=15&zoom=auto,0,2
13
Top Related