11/09/12 Abses | den (to) sca || notes
1/15dentosca.wordpress.com/tag/abses/
ARSIP T AG: ABSES
Insisi (Drainase) Ekstraoral pada
Infeksi OdontogenDitulis pada Agustus 21, 2011
Tindakan insisi pada kasus abses rongga mulut yang disebabkan oleh infeksi odontogen
dapat dilakukan dengan tehnik insisi ekstra oral maupun intra oral, tergantung dari jenis dan
anatomi absesnya. Penempatan insisi untuk drainase ekstra oral infeksi kepala leher harus
melihat lipatan alami kulit dari garis Langer yaitu ditempatkan sejajar dengan ketegangan
kulit. Insisi yang menyilang garis Langer dari kulit bersifat tidak menguntungkan dan
mengak ibatkan penyembuhan yang secara kosmetik jelek . Beberapa kasus infeksi
odontogen yang membutuhkan insisi ekstraoral tersebut antara lain : abses subkutan, abses
bukal, abses mental, abses submental, abses submandibular, abses pharingeal lateral,
abses retrofaringeal, abses spasium parotis, plegmon, dan angina ludwig. Oleh sebab
itu, pengetahuan yang seksama oleh dokter gigi mengenai anatomi fascial dan leher sangat
penting.
den (to) sca || notesverba volant, scripta manent || green is the new white
11/09/12 Abses | den (to) sca || notes
2/15dentosca.wordpress.com/tag/abses/
Gambaran k linis abses subkutan. Pembuatan insisi pada abses subkutan, penggunaan
hemostat dan pemasangan drain (Fragiskos, 2007)
Definisi Insisi dan Drainase
Perawatan pada abses pada prinsipnya adalah insisi dan drainase. Insisi adalah pembuatan
jalan keluar nanah secara bedah (dengan scapel). Insisi drainase merupakan tindakan
membuang materi purulent yang toksik, sehingga mengurangi tekanan pada jaringan,
memudahkan suplai darah yang mengandung antibiotik dan elemen pertahanan tubuh serta
meningkatkan kadar oksigen di daerah infeksi (Hambali, 2008).
Drainase adalah tindakan eksplorasi pada fascial space yang terlibat untuk mengeluarkan
nanah dari dalam jaringan, biasanya dengan menggunakan hemostat. untuk mempertahankan
drainase dari pus perlu dilakukan pemasangan drain, misalnya dengan rubber drain atau
penrose drain, untuk mencegah menutupnya luka insisi sebelum drainase pus tuntas (Lopez-
Piriz et al., 2007).
Tujuan Insisi dan Drainase
Tujuan dari tindakan insisi dan drainase, yaitu mencegah terjadinya perluasan abses/infeksi
ke jaringan lain, mengurangi rasa sakit, menurunkan jumlah populasi mikroba beserta
toksinnya, memperbaiki vaskularisasi jaringan (karena pada daerah abses vakularisasi
jaringan biasanya jelek) sehingga tubuh lebih mampu menanggulangi infeksi yang ada dan
pemberian antibiotik lebih efektif, dan mencegah terjadinya jaringan parut akibat drainase
spontan dari abses. Selain itu, drainase dapat juga dilakukan dengan melakukan open bur
11/09/12 Abses | den (to) sca || notes
3/15dentosca.wordpress.com/tag/abses/
dan ekstirpasi jarngan pulpa nekrotik, atau dengan pencabutan gigi penyebab (Topazian et al,
1994).
Tehnik Insisi dan Drainase
Insisi dan drainase biasanya merupakan prosedur bedah yang sederhana. Pengetahuan
tentang anatomi wajah dan leher diperlukan untuk melakukan drainase yang tepat pada abses
yang lebih dalam. Abses seharusnya dikeluarkan bila ada fluktuasi, sebelum pecah dan
pusnya keluar. Insisi dan drainase adalah perawatan yang terbaik pada abses (Topazian et al,
1994).
Insisi tajam yang cepat pada mukosa oral yang berdekatan dengan tulang alveolar biasanya
cukup untuk menghasilkan pengeluaran pus yang banyak, sebuah ungkapan abad ke-18 dan
19 yang berupa deskriptif dan seruan. Ahli bedah yang dapat membuat relief instan dan dapat
sembuh dengan pengeluaran pus dari abses patut dipuji dan oleh sebab itu lebih dikenal
daripada teman sejawat yang kurang terampil yang menginsisi sebelum waktunya atau pada
tempat yang salah (Peterson, 2003).
Prinsip berikut ini harus digunakan bila memungkinkan pada saat melakukan insisi dan
drainase adalah sebagai berikut (Topazian et al., 1994; Peterson, 2003; Odell, 2004).
Melakukan insisi pada kulit dan mukosa yang sehat. Insisi yang ditempatkan pada sisi
fluktuasi maksimum di mana jaringannya nekrotik atau mulai perforasi dapat
menyebabkan kerutan, jaringan parut yang tidak estetis (Gambar 1)
Penempatan insisi untuk drainase ekstraoral infeksi kepala leher. Insisi pada titik -titik
berikut ini digunakan untuk drainase infeksi pada spasium yang terindikasi: superficial dan
11/09/12 Abses | den (to) sca || notes
4/15dentosca.wordpress.com/tag/abses/
deep temporal, submasseteric, submandibular, submental, sublingual, pterygomandibular,
retropharyngeal, lateral pharyngeal, retropharyngeal (Peterson, 2003)
Tempatkan insisi pada daerah yang dapat diterima secara estetis, seperti di bawah
bayangan rahang atau pada lipatan kulit alami (Gambar 2).
Garis Langer wajah. Laserasi yang menyilang garis Langer dari kulit bersifat tidak
menguntungkan dan mengak ibatkan penyembuhan yang secara kosmetik jelek . Insisi
bagian fasia ditempatkan sejajar dengan ketegangan kulit. (Pedersen, 1996).
Apabila memungkinkan tempatkan insisi pada posisi yang bebas agar drainase sesuai
dengan gravitasi.
Lakukan pemotongan tumpul, dengan clamp bedah rapat atau jari, sampai ke jaringan
paling bawah dan jalajahi seluruh bagian kavitas abses dengan perlahan-lahan sehingga
daerah kompartemen pus terganggu dan dapat diekskavasi. Perluas pemotongan ke
akar gigi yang bertanggung jawab terhadap infeksi
Tempatkan drain (lateks steril atau catheter) dan stabilkan dengan jahitan.
Pertimbangkan penggunaan drain tembus bilateral, infeksi ruang submandibula.
Jangan tinggalkan drain pada tempatnya lebih dari waktu yang ditentukan; lepaskan
drain apabila drainase sudah minimal. Adanya drain dapat mengeluarkan eksudat dan
dapat menjadi pintu gerbang masuknya bakteri penyerbu sekunder.
Bersihkan tepi luka setiap hari dalam keadaan steril untuk membersihkan bekuan darah
dan debris.
11/09/12 Abses | den (to) sca || notes
5/15dentosca.wordpress.com/tag/abses/
Pengetahuan yang seksama mengenai anatomi fascial dan leher sangat penting untuk drain
yang tepat pada abses yang dalam, tetapi abses yang membatasi daerah dentoalveolar
menunjukkan batas anatomi yang tidak jelas bagi ahli bedah. Hanya mukosa yang tipis dan
menonjol yang memisahkan scalpel dari infeksi. Idealnya, abses harus didrain ketika ada
fluktuasi sebelum ada ruptur dan drainase spontan. Insisi dan drainase paling bagus
dilakukan pada saat ada tanda awal dari pematangan abses ini, meskipun drainase
pembedahan juga efektif, sebelum adanya perkembangan klasik fluktuasi (Peterson, 2003).
Teknik insisi dilakukan dengan tahapan sebagai berikut (Peterson, 2003).
(1) Aplikasi larutan antiseptik sebelum insisi.
(2) Anestesi dilakukan pada daerah sekitar drainase abses yang akan dilakukan dengan
anestesi infiltrasi.
(3) Untuk mencegah penyebaran mikroba ke jaringan sekitarnya maka direncanakan insisi :
Menghindari duktus (Wharton, Stensen) dan pembuluh darah besar.
Drainase yang cukup, maka insisi dilakukan pada bagian superfisial pada titik terendah
akumulasi untuk menghindari sakit dan pengeluaran pus sesuai gravitasi.
Jika memungkinkan insisi dilakukan pada daerah yang baik secara estetik, jika
memungkinkan dilakukan secara intraoral.
Insisi dan drainase abses harus dilakukan pada saat yang tepat, saat fluktuasi positif.
(4) Drainase abses diawali dengan hemostat dimasukkan ke dalam rongga abses dengan
ujung tertutup, lakukan eksplorasi kemudian dikeluarkan dengan unjung terbuka. Bersamaan
dengan eksplorasi, dilakukan pijatan lunak untuk mempermudah pengeluaran pus.
(5) Penembatan drain karet di dalam rongga abses dan distabilasi dengan jahitan pada salah
satu tepi insisi untuk menjaga insisi menutup dan drainase.
(6) Pencabutan gigi penyebab secepatnya.
copyright:[email protected] (2011)
Ditulis pada Oral Surgery | Di-tag Abses, Drainase, Garis Langer, Insisi | Tinggalkan
sebuah balasan
Prinsip Penatalaksanaan
11/09/12 Abses | den (to) sca || notes
6/15dentosca.wordpress.com/tag/abses/
Infeksi OdontogenDitulis pada April 15, 2011
Pendahuluan
Dalam praktik sehari-hari dapat kita temukan infeksi yang dapat bersifat akut maupun kronis.
Infeksi akut biasanya ditandai dengan pembengkakn dan rasa sakit yang hebat dengan
manifestasi berupa malaise dan demam berkepanjangan. Infeksi kronis dapat berkembang
dari penyembuhan sebagian keadaan akut, serangan yang lemah atau pertahanan yang kuat
infeksi kronis ditandai dengan ketidaknyamanan dalam berbagai tingkatan dan bukan berupa
rasa sakit yang hebat (Roeslan, 1994). Infeksi odontogen adalah infeksi yang awalnya
bersumber dari kerusakan jariangan keras gigi atau jaringan penyangga gigi yang disebabkan
oleh bakteri yang merupakan flora normal rongga mulut yang berubah menjadi patogen
(Soemartono, 2000).
Penyebaran infeksi odontogen ke dalam jaringan lunak dapat berupa abses. Secara harfiah,
abses merupakan suatu lubang berisi kumpulan pus terlokalisir akibat proses supurasi pada
suatu jaringan yang disebabkan oleh bakteri piogenik. Abses yang sering terjadi pada jaringan
mulut adalah abses yang berasal dari regio periapikal. Daerah supurasi terutama tersusun
dari suatu area sentral berupa polimorfonuklear leukosit yang hancur dikelilingi oleh leukosist
hidup dan kadang-kadang terdapat limfosit. Abses juga merupakan tahap akhir dari suatu
infeksi jaringan yang dimulai dari suatu proses yang disebut inflamasi (Aryati, 2006).
Abses merupakan suatu lesi yang bagi tubuh sulit ditangani, karena kecenderungannya untuk
meluas ke banyak jaringan dan sulitnya agen-agen terapeutik masuk ke dalam abses melalui
pembuluh darah (Sabiston, 1994). Infeksi odontogen dapat menyebar ke jaringan-jaringan lain
11/09/12 Abses | den (to) sca || notes
7/15dentosca.wordpress.com/tag/abses/
mengikuti pola patofisiologi yang beragam dan dipengaruhi oleh jumlah dan virulensi
mikroorganisme, resistensi dari host dan struktur anatomi dari daerah yang terlibat
(Soemartono, 2000).
Prinsip dasar perawatan kasus infeksi odontogen antara lain; (1) mempertahankan dan
meningkatkan faktor pertahanan tubuh penderita, (2) pemberian antibiotik yang tepat dengan
dosis yang memadai, (3) tindakan drainase secara bedah dari infeksi yang ada, (4)
menghilangkan secepat mungkin sumber infeksi dan (5) evaluasi terhadap efek perawatan
yang diberikan. Pada kasus-kasus infeksi fascial space, pada prinsipnya sama dengan
perawatan infeksi odontogen lainnya, tetapi tindakan yang dilakukan harus lebih luas dan
agresif (Soemartono, 2000; Mahmood&Mahmood, 2005).
Mempertahankan dan meningkatkan faktor pertahanan tubuh penderita meliputi : (a)
meningkatkan kualitas nutrisi, termasuk pemberian vitamin tambahan, diet tinggi kalori dan
protein, (b) mempertahankan keseimbangan cairan tubuh dan (c) pemberian analgesik.
Pencabutan gigi atau menghilangkan faktor penyebab lain yang menjadi sumber infeksi harus
segera dilakukan setelah gejala infeksi akut mereda. Hal ini untuk mencegah timbulnya
kekambuhan dari infeksi (Soemartono, 2000; Mahmood&Mahmood, 2005).
Insisi dan Drainase
Perawatan pada abses pada prinsipnya adalah insisi dan drainase. Insisi adalah pembuatan
jalan keluar nanah secara bedah (dengan scapel). Drainase adalah tindakan eksplorasi pada
fascial space yang terlibat untuk mengeluarkan nanah dari dalam jaringan, biasanya dengan
menggunakan hemostat. untuk mempertahankan drainase dari pus perlu dilakukan
pemasangan drain, misalnya dengan rubber drain atau penrose drain, untuk mencegah
menutupnya luka insisi sebelum drainase pus tuntas (Karasutisna, 2001; Lopez-Piriz et al.,
2007).
11/09/12 Abses | den (to) sca || notes
8/15dentosca.wordpress.com/tag/abses/
Gambar . Atas (A). pembuatan insisi pada daerah abses (Abses sublingual). (B) Hemostat
diinsersika ke dalam kavitas ruang abses. Bawah (A/B). Pemasangan rubber drain pada
daerah abses.
Apabila belum terjadi drainase spontan, maka perawatan abses vestibular adalah insisi dan
drainase pada puncak fluktuasi dan drainase dipertahankan dengan pemasangan drain (drain
karet atau kasa), pemberian antibiotik untuk mencegah penyebaran infeksi dan analgesik
sebagai penghilang sakit. Pencabutan dilakukan setelah gejala akutnya mereda. Apabila
sudah terjadi drainase spontan (sudah ada fistula) maka dapat langsung dilakukan
pencabutan gigi penyebab. Pencabutan gigi yang terlibat (menjadi penyebab abses) biasanya
dilakukan sesudah pembengkakan sembuh dan keadaan umum penderita membaik. Dalam
keadaan abses yang akut tidak boleh dilakukan pencabutan gigi karena manipulasi ekstraksi
yang dilakukan dapat menyebarkan radang sehingga mungkin terjadi osteomyelitis
(Karasutisna, 2001; Lopez-Piriz et al., 2007).
Ada beberapa tujuan dari tindakan insisi dan drainase, yaitu mencegah terjadinya perluasan
abses/infeksi ke jaringan lain, mengurangi rasa sakit, menurunkan jumlah populasi mikroba
beserta toksinnya, memperbaiki vaskularisasi jaringan (karena pada daerah abses
vakularisasi jaringan biasanya jelek) sehingga tubuh lebih mampu menanggulangi infeksi yang
ada dan pemberian antibiotok lebih efektif, dan mencegah terjadinya jaringan parut akibat
drainase spontan dari abses. Selain itu, drainase dapat juga dilakukan dengan melakukan
open bur dan ekstirpasi jarngan pulpa nekrotik, atau dengan pencabutan gigi penyebab
(Karasutisna, 2001).
11/09/12 Abses | den (to) sca || notes
9/15dentosca.wordpress.com/tag/abses/
Terapi Medikasi
Pemakaian antibiotik dalam perawatan medikasi lebih diutamakan dengan tujuan untuk
mencegah penyebaran infeksi. Pemilihan antibiotik dilakukan berdasarkan bakteri penyebab
infeksi. Terdapat dua faktor mikrobiologi yang harus ada di dalam benak dokter gigi pada
saat memilih antibiotik. Pertama, antibiotik harus efektif melawan
organisme Streptococcus selama bakteri ini paling banyak ditemukan. Kedua, antibiotik
harus efektif melawan bakteri anaerobik sprektrum luas (Mahmood & Mahmood, 2005).
Penisilin masih menjadi drug of choice yang sensitif terhadap
organisme Streptococcus (aerobik dan anaerobik), namun sayangnya antibiotik jenis ini
mengalami resistensi (Mahmood & Mahmood, 2005). Penisilin dibagi menjadi penisilin alam
dan semisintetik. Penisilin alam memiliki beberapa kelemahan antara lain tidak tahan asam
lambung, inaktivasi oleh penisilinase, spektrum sempit dan sering menimbulkan sensitivitasi
pada penderita yang tidak tahan terhadap penisilin. Untuk mengatasi hal tersebut, dapat
digunakan penisilin semisintetik antara lain amfisilin (sprektrum luas, tidak dirusak asam
lambung, tetapi dirusak oleh penisilinase) dan kloksisilin (efektif terhadap abses,
osteomielitis, tidak dirusak oleh asam lambung dan tahan terhadap penisilinase) (Soetiarto,
1997).
Penggunaan penisilin di dalam klinik antara lain adalah ampisilin dan amoksisilin. Absorbsi
ampisilin oral seringkali tidak cukup memuaskan sehingga perlu peningkatan dosis. Absorbsi
amoksisilin di saluran cerna jauh lebih baik daripada ampisilin. Dengan dosis oral yang sama,
amoksisilin mencapai kadar dalam darah yang tingginya kira-kira 2 kali lebih tinggi daripada
ampisilin, sedangkan masa paruh eleminasi kedua obat ini hampir sama. Penyerapan
ampisilin terhambat oleh adanya makanan di lambung, sedangkan amoksisilin tidak
(Ganiswara, 1995). Namun, akhir-akhir ini penggunaan metronidazole sangat populer dalam
perawatan infeksi odontogen. Metronidazole tidak memiliki aktivitas dalam melawan bakteri
aerob, tetapi efektif terhadap bakteri anaerob (Mahmood & Mahmood, 2005).
Abses gigi sering kali dapat menimbulkan rasa nyeri. Nyeri gigi yang muncul akibat
keradangan salah satunya disebakan oleh adanya infeksi dentoalveolar yaitu masuknya
11/09/12 Abses | den (to) sca || notes
10/15dentosca.wordpress.com/tag/abses/
mikroorganisme patogen ke dalam tubuh melalui jaringan dentoalveolar (Sukandar &
Elisabeth, 1995). Untuk mengatasi hal tersebut biasanya melalui pendekatan farmakologis
dengan pemberian obat analgesik untuk meredakan rasa nyeri dengan efek analgesiknya kuat
dan cepat dengan dosis optimal. Pasien dengan nyeri akut memerlukan obat yang dapat
menghilangkan nyeri dengan cepat, efek samping dari obat lebih dapat ditolerir daripada
nyerinya (Rahayu, 2007).
Gambar . Mekanisme aksi NSAIDs (non streroidal antiinflammatory drugs)
Obat anti inflamasi non steroid (non streroidal antiinflammatory drugs/ NSAIDs) adalah
golongan obat yang terutama bekerja perifer dan memiliki aktivitas penghambat radang
dengan mekanisme kerja menghambat biosintesis prostaglandin melalui penghambatan
aktivitas enzim siklooksigenase (Ganiswara, 1995; Kartasasmita, 2002). Efek analgesik yang
ditimbulkan ini menghambat sintesis prostaglandin sehingga dapat menyebabkan sensitisasi
reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi. Prostaglandin dapat menimbulkan
keadaan hiperalgesia kemudian mediator kimiawi seperti bradikini dan histamin
merangsangnya dan menimbulkan nyeri yang nyata (Ganiswara, 1995).
Efek analgesik NSAIDs telah kelihatan dalam waktu satu jam setelah pemberian per-oral.
Sementara efek antiinflamasi telah tampak dalam waktu satu-dua minggu pemberian,
sedangkan efek maksimalnya timbul bervariasi dari 1-4 minggu. Setelah pemberiannya
peroral, kadar puncaknya di dalam darah dicapai dalam waktu 1-3 jam setelah pemberian,
penyerapannya umumnya tidak dipengaruhi oleh adanya makanan (Arbie, 2003).
Asam mefenamat digunakan sebagai analgesik; sebagai antiinflamasi, asam mefenamat
kurang efektif dibandingkan dengan aspirin. Asam mefenamat terikat sangat kuat pada protein
plasma. Oleh karena itu, interaksi terhadap obat antikoagulan harus diperhatikan. Efek
samping pada saluran cerna sering timbul misalnya dispepsia dan gejala iritasi lain terhadap
mukosa lambung. Dosis asam mefenamat adalah 2-3 kali 250-500 mg sehari (Ganiswara,
1995).
11/09/12 Abses | den (to) sca || notes
11/15dentosca.wordpress.com/tag/abses/
Infeksi Odontogen yang Agresif
Apabila riwayat kasus menunjukkan adanya infeksi yang agresif dan terjadi secara mendadak
(misalnya seperti pada plegmon/ angina ludwig), maka perlu dilakukan pengontrolan terhadap
pasien yakni 24 jam setelah perawatan. Pasien harus mendapatkan perawatan rawat inap
untuk memperoleh antibiotik dosis tinggi intravena, rehidrasi (untuk keseimbangan cairan),
prosedur bedah yang ekstensif untuk drainase dan pemantau secara teratur (Pedersen, 1996;
Uluibau et al., 2005). Pasien yang menunjukkan gejala penjalaran infeksi odontogenik ke
leher bagian daam perlu dilakukan hospitalisasi, sehingga tata laksana utama adalah life
saving jika dijumpai obstruksi jalan nafas dengan menjaga airway tetap paten, jika diperlukan
dapat dilakukan intubasi fiberoptic, blind nasal, surgical airway dengan merujuk pasien ke
bagian yang terkait, pemberian antibiotik secara parenteral, intake nutrisi memadai serta
oksigenase adequat (Poedjiastoeti & Santoso, 2005).
Copyright 2011, Ali Taqwim [[email protected]]
Ditulis pada Oral Surgery | Di-tag Abses, Infeksi, medikasi, Odontogen | Tinggalkan
sebuah balasan
Pola Penyebaran Abses Akibat
Infeksi OdontogenDitulis pada April 2, 2011
Manusia biasanya hidup berdampingan secara mutualistik dengan mikrobiota rongga mulut.
Gigi dan mukosa yang utuh merupakan pertahanan pertama yang hampir tidak tertembus
apabila sistem kekebalan hospes dan pertahanan selular berfungsi dengan baik. Apabila sifat
mikroflora berubah, baik kualitas maupun kuantitasnya, apabila sistem kekebalan dan
pertahanan selular terganggu, atau kombinasi dari hal-hal tersebut diatas, maka infeksi dapat
terjadi (Pedersen, 1996).
Dalam praktik sehari-hari dapat kita temukan infeksi yang dapat bersifat akut maupun kronis.
Infeksi akut biasanya ditandai dengan pembengkakn dan rasa sakit yang hebat dengan
manifestasi berupa malaise dan demam berkepanjangan. Infeksi kronis dapat berkembang
dari penyembuhan sebagian keadaan akut, serangan yang lemah atau pertahanan yang kuat
infeksi kronis ditandai dengan ketidaknyamanan dalam berbagai tingkatan dan bukan berupa
rasa sakit yang hebat (Roeslan, 1994).
Infeksi sendiri merupakan masuknya kuman patogen atau toksin ke dalam tubuh manusia
serta menimbulkan gejala sakit. Infeksi odontogen adalah infeksi yang awalnya bersumber
11/09/12 Abses | den (to) sca || notes
12/15dentosca.wordpress.com/tag/abses/
dari kerusakan jariangan keras gigi atau jaringan penyangga gigi yang disebabkan oleh
bakteri yang merupakan flora normal rongga mulut yang berubah menjadi patogen
(Soemartono, 2000). Penyebaran infeksi odontogen ke dalam jaringan lunak dapat berupa
abses. Secara harfiah, abses merupakan suatu lubang berisi kumpulan pus terlokalisir akibat
proses supurasi pada suatu jaringan yang disebabkan oleh bakteri piogenik. Abses yang
sering terjadi pada jaringan mulut adalah abses yang berasal dari regio periapikal. Daerah
supurasi terutama tersusun dari suatu area sentral berupa polimorfonuklear leukosit yang
hancur dikelilingi oleh leukosist hidup dan kadang-kadang terdapat limfosit. Abses juga
merupakan tahap akhir dari suatu infeksi jaringan yang dimulai dari suatu proses yang disebut
inflamasi (Aryati, 2006).
Infeksi odontogenik dapat berasal dari tiga jalur, yaitu (1) jalur periapikal, sebagai hasil dari
nekrosis pulpa dan invasi bakteri ke jaringan periapikal; (2) jalur periodontal, sebagai hasil dari
inokulasi bakteri pada periodontal poket; dan (3) jalur perikoronal, yang terjadi akibat
terperangkapnya makanan di bawah operkulum tetapi hal ini terjadi hanya pada gigi yang
tidak/belum dapat tumbuh sempuna. Dan yang paling sering terjadi adalah melalui jalur
periapikal (Karasutisna, 2001). Infeksi odontogen biasanya dimulai dari permukaan gigi yaitu
adanya karies gigi yang sudah mendekati ruang pulpa (Gambar 1), kemudian akan berlanjut
menjadi pulpitis dan akhirnya akan terjadi kematian pulpa gigi (nekrosis pulpa). Infeksi
odontogen dapat terjadi secara lokal atau meluas secara cepat. Adanya gigi yang nekrosis
menyebabkan bakteri bisa menembus masuk ruang pulpa sampai apeks gigi. Foramen
apikalis dentis pada pulpa tidak bisa mendrainase pulpa yang terinfeksi. Selanjutnya proses
infeksi tersebut menyebar progresif ke ruangan atau jaringan lain yang dekat dengan struktur
gigi yang nekrosis tersebut (Cilmiaty, 2009).
Gambar 1 Ilustrasi keadaan gigi yang mengalami infeksi dapat menyebabkan abses
odontogen. (A) Gigi normal, (B) gigi mengalami karies, (C) gigi nekrosis yang mengalami
infeksi menyebabkan abses. Sumber : Douglas & Douglas, 2003
Infeksi odontogen dapat menyebar secara perkontinuatum, hematogen dan limfogen, yang
disebabkan antara lain oleh periodontitis apikalis yang berasal dari gigi nekrosis, dan
periodontitis marginalis. Infeksi gigi dapat terjadi melalui berbagai jalan: (1) lewat
penghantaran yang patogen yang berasal dari luar mulut; (2) melalui suatu keseimbangan
flora yang endogenus; (3) melalui masuknya bakteri ke dalam pulpa gigi yang vital dan steril
secara normal (Cilmiaty, 2009). Infeksi odontogen menyebar ke jaringan-jaringan lain
11/09/12 Abses | den (to) sca || notes
13/15dentosca.wordpress.com/tag/abses/
mengikuti pola patofisiologi yang beragam dan dipengaruhi oleh jumlah dan virulensi
mikroorganisme, resistensi dari host dan struktur anatomi dari daerah yang terlibat
(Soemartono, 2000).
Rute yang paling umum penyebaran peradangan adalah melalui kontinuitas jaringan dan
spasia jaringan dan biasanya terjadi seperti yang dijelaskan di bawah ini. Pertama, nanah
terbentuk di tulang cancellous dan tersebar ke berbagai arah yang memiliki resistensi jaringan
paling buruk. Penyebaran pus ke arah bukal, lingual, atau palatal tergantung pada posisi gigi
dalam lengkung gigi, ketebalan tulang, dan jarak perjalanan pus (Gambar 2), (Fragiskos,
2007).
Gambar 2 Ilustrasi penyebaran infeksi odontogen (dentoalveolar abcess) tergantung pada
posisi apeks gigi penyebab. (A) Akar bukal : arah penyebaran ke bukal. (B) Akar palatal :
arah penyebarannya ke palatal. Sumber : Fragiskos, 2007
Inflamasi purulen berhubungan dengan tulang alveolar yang dekat dengan puncak bukal atau
labial tulang alveolar biasanya akan menyebar ke arah bukal, sedangkan tulang alveolar yang
dekat puncak palatal atau lingual, maka penyebaran pus ke arah palatal atau ke lingual
(Fragiskos, 2007).
Akar palatal dari gigi posterior dan lateral gigi seri rahang atas dianggap bertanggung jawab
atas penyebaran nanah ke arah palatal, sedangkan molar ketiga mandibula dan kadang-
kadang dua molar mandibula dianggap bertanggung jawab atas penyebaran infeksi ke arah
lingual. Inflamasi bahkan bisa menyebar ke sinus maksilaris ketika puncak apeks gigi
posterior ditemukan di dalam atau dekat dasar antrum. Panjang akar dan hubungan antara
puncak dan perlekatan proksimal dan distal berbagai otot juga memainkan peranan penting
dalam penyebaran pus. Berdasarkan hal ini (Gambar 3), pus di mandibula yang berasal dari
puncak akar di atas otot mylohyoid dan biasanya menyebar secara intraoral, terutama ke
arah dasar mulut. Ketika puncak ditemukan di bawah otot mylohyoid (molar kedua dan
ketiga), pus menyebar ke ruang submandibular dan terjadi pembengkakan ekstraoral
(Fragiskos, 2007).
11/09/12 Abses | den (to) sca || notes
14/15dentosca.wordpress.com/tag/abses/
Gambar 3 Ilustrasi penyebaran infeksi odontogen (dentoalveolar abcess) tergantung pada
posisi apeks gigi penyebab. (A) Penyebaran pus kea rah sinus maksilaris (B) Penyebaran
pus pada rahang bawah tergantung pada posisi perlekatan otot mylohyoid. Sumber :
Fragiskos, 2007
Pada fase selular, tergantung pada rute dan tempat inokulasi dari pus, abses dentoalveolar
akut mungkin memiliki berbagai gambaran klinis, seperti: (1) intraalveolar, (2) subperiosteal,
(3) submukosa, (4), subkutan, dan (5) fascia migratory cervicofacial (Gambar 4 dan 5).
Pada tahap awal fase selular ditandai dengan akumulasi pus dalam tulang alveolar yang
disebut sebgai abses intraalveolar. Pus kemudian menyebar keluar setelah terjadi perforasi
tulang menyebar ke ruang subperiosteal. Periode ini dinamakan abses subperiosteal, dimana
pus dalam jumlah terbatas terakumulasi di antara tulang dan periosteal. Setelah terjadi
perforasi periosteum, pus kemudian menyebar ke berbagai arah melalui jaringan lunak.
Biasanya menyebar pada daerah intraoral membentuk abses di bawah mukosa, yang disebut
abses submukosa. Terkadang, pus menyebar melalui jaringan ikat longgar dan setelah itu
terakumulasi di bawah kulit, bentukan ini disebut abses subkutan. Sedangkan di waktu
lainnya, pus menyebar ke ruang fascia, membentuk abses serous yang disebut abses spasia
wajah (Fragiskos, 2007).
Gambar 4 Ilustrasi rute perjalanan pus pada penyebaran infeksi odontogen (A) Abses
intraalveolar (B) Abses superiosteal. Sumber : Fragiskos, 2007
11/09/12 Abses | den (to) sca || notes
15/15dentosca.wordpress.com/tag/abses/
Gambar 5 Ilustrasi rute perjalanan pus pada penyebaran infeksi odontogen (A) Abses
submukosa (B) Abses subkutan. Sumber : Fragiskos, 2007
Ali Taqwim, Mahasiswa Profesi Kedokteran Gigi Universitas Jember
Ditulis pada Oral Surgery | Di-tag Abses, Infeksi, Odontogen | Tinggalkan sebuah
balasan
Top Related