LAPORAN PRAKTIKUM INSTRUMENTASI DAN KONTROL
BIOSISTEM
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Instrumentasi dan Kontrol
Biosistem Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
Jember
Oleh:
Nama : M. Yuwan Kilmi
NIM : 131710201007
Kelas : TEP – A
Acara : II (Pengukuran Tahanan Dalam Ampere Meter
Dan Jembatan Wheatsone)
Asisten : Ana Kanzul Fikri
LABORATORIUM ENERGI, OTOMATISASI, dan INSTRUMENTASI
PERTANIAN
JURUSAN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
BAB 1. METODOLOGI PRAKTIKUM
1.1 Waktu dan Tempat Praktikum
Hari : Sabtu
Tanggal : 31 Mei 2014
Pukul : 08.30 WIB – selesai
Tempat : Laboratorium Instrumentasi Teknik Pertanian FTP Unej
1.2 Alat dan Komponen yang Digunakan
Alat dan komponen yang digunakan dalam praktikum adalah sebagai berikut.
1.2.1 Alat
1) Power supply DC
2) AVO meter digital
3) Project board
4) Tang potong
1.2.2 Komponen
1) Resistor fixed (22 KΩ; 2K2 Ω)
2) Potensio (B10 KΩ dan B500 KΩ)
3) Jepit buaya, jumper
1.3 Prosedur Kerja
Percobaan 1
P1 R1
A
P2
S1
S2
Mulai
Membuat rangkaian seperti pada gambar diatas dengan menggunakan project board,
mengamati rangkaian tersebut
Pada keadaan S1 dan S2 terbuka, P1 diputar hingga mencapai nilai tahanan maksimum,
dan P2 diatur hingga mencapai tahanan minimum
Pada keadaan S1 tertutup dan S2 terbuka P1 diputar pada arah tahanan minimum sampai
jarum penunjuk ampere mencapai nilai arus listrik maksimum tertentu yang masuk
dalam rangkaian
Pada keadaan S1 dan S2 tertutup arus listrik selalu mencari lokasi yang bebas hambatan,
yaitu melewati cabang rangkaian P2, kemudian P2 diputar kearah nilai tahanan
maksimum sampai jarum penunjuk kuat arus mencapai setengah skala maksimum.
Dalam kondisi ini dapat dikatakan I1 = 0,5 X I dan P2 diukur dengan ohm meter
melakukan prosedur diatas, dengan melakukan sumber tegangan 5, 7, 12 Volt
Percobaan 2
VBD
Vs
A
D B
C
R1 R2
R4R3
Mulai
Membuat rangkaian jembatan wheatsone dengan menggunakan project board dengan
konfigurasi tahanan sesuai dengan tabel
Mengamati dan mencatat keluaran tegangan pada VBD, VB, dan VD hdengan
menggunakan AVO meter
Mengaplikasikan prosedur diatas dengan menggunakan tegangan 5, 7, 12, Volt pada
rangkaian tersebut
Melengkapi tabel yang telah disediakan
Selesai
BAB 2. HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1 Hambatan Dalam
Alat ukur merupakan rangkaian elektronika yang terdiri dari komponen-
komponen elektronika. Karena itu alat ukur juga akan memiliki tahanan dalam
(hambatan dalam=Rd) yang terjadi karena rangkaian elektronika tersebut.
Tahanan dalam pada suatu alat ukur harus memiliki nilai yang sesuai hingga tidak
menimbulkan kesalahan pada proses pengukuran.
2.2 Jembatan Wheatsone
Jembatan Wheatstone adalah alat ukur yang ditemukan oleh Samuel Hunter
Christie pada 1833 dan meningkat kemudian dipopulerkan oleh Sir Charles
Wheatstone pada tahun 1843. Ini digunakan untuk mengukur suatu yang tidak
diketahui hambatan listrik dengan menyeimbangkan dua kali dari rangkaian
jembatan, satu kaki yang mencakup komponen diketahui kerjanya mirip dengan
aslinya potensiometer.
jembatan wheatsone adalah rangkaian empat buah resistor yang disusun
sedemikian rupa dengan salah satu resistornya dapat diatur sedemikian rupa
sehingga galvanometer menunjukkan angka nol. saat galvanometer menunjukkan
angka nol, maka tidak ada arus yang mengalir dengan kata lain besar beda
potensial antara titik B dengan titik D sama dengan nol.
Berikut beberapa pengertian tentang jembatan wheatsone menurut para ahli.
Jembatan Wheatstone adalah suatu alat pengukur, alat ini dipergunakan
untuk memperoleh ketelitian dalam melaksanakan pengukuran terhadap suatu
tahanan yang nilainya relatif kecil sekali umpamanya saja suatu kebocoran dari
kabel tanah/ kartsluiting dan sebagainya. (Suryatmo, 1974).
Jembatan Wheatstone adalah alat yang paling umum digunakan untuk
pengukuran tahanan yang teliti dalam daerah 1 sampai 100.000 Ω. Jembatan
Wheatstone terdiri dari tahanan R1, R2, R3, dimana tahanan tersebut merupakan
tahanan yang diketahui nilainya dengan teliti dan dapat diatur. (Lister, 1993).
2.3 Tabel Hasil Praktikum
1. Pengukuran Tahanan Dalam OHM meter
P1 (KΩ) R1 (KΩ) Imax (mA) 0,5 Imax E (Volt) R2 = Rd (KΩ)
0 - 500 2,2 2,24 1,14 5 23,5
0 - 500 2,2 5,31 2,73 12 27,0
0 - 500 22 0,23 0,11 5 13,6
VBD
Vs
A
D B
C
R1 R2
R4R3
0 - 500 22 0,54 0,28 12 70,5
Grafik 1. Pengukuran Hambatan Dalam
Pada grafik terlihat bahwa hasil pengukuran tahanan dalam (Rd) dari
Amperemeter menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda berkisar pada 27,0 KΩ
dan 70,5 KΩ hal ini sesuai dengan fakta bahwa tahanan dalam memiliki nilai
konstan, walaupun tegangan maupun R1 yang diaplikasikan pada rangkaian
dirubah. Penyimpangan yang terjadi ada pada saat tegangan menunjukkan nilai
yang terlalu besar karena secara teori tegangan yang dihasilkan seharusnya
bernilai kecil.
Jika nilai R1 yang didapatkan dirata-rata akan menghasilkan nilai tahanan
sebesar 12,1KΩ sebagai tahanan Ohm Meter.
Kesalahan yang dapat terjadi ketika pengukuran adalah sebagai berikut.
1. Potensio yang digunakan pada praktikum kemarin terbakar, sehingga
mempengaruhi besar data yang terbaca oleh multimeter digital.
2. Selain terbakar, potensio yang digunakan juga banyak yang rusak
karena sudah lama dan terlalu sering dipakai sehingga menyebabkan
data yang didapat bisa salah.
3. Potensio yang digunakan tidak terlalu menancap pada wise board
sehingga data yang diperoleh tidak valid.
4. Kesalahan praktikan ketika meletakkan kedua ujung multimeter
digital yang salah sehingga mempengaruhi besar data yang
diperoleh.enunjuk
0
20
40
60
80
5 12
Ham
bat
an (
KΩ
)
Tegangan (Volt)
PROBLEMA 1
Persamaan matematis yang mendapatkan nilai Rd = P2 !
Berdasarkan gambar diatas dapat dijelaskan sebagai berikut;
1. Keadaan S1 tertutup dan S2 terbuka.
Arus I mengalir pada Potensio 1 (P1), Resistor (R1), dan Amperemeter
(I1).
2. Keadaan S1 dan S2 tertutup.
Arus I mengalir pada Potensio 1 (P1) dan Resistor (R1), kemudian masuk
percabangan menjadi i1 (mengalir pada Amperemeter) dan i2 (mengalir
pada P2). Berdasarkan HK. Khirchoff maka I = I1 + I2
P2 diset sedemikian rupa sehingga pada amperemeter arus i1 mengalir
sebesar 0,5 I.
Maka persamaan menjadi I = 0,5 I + I2, sehingga I2 = I – 0,5 I = 0,5 I.
Dengan demikian I1 = I2.
Berdasarkan V = I / R dan tegangan yang mengalir pada suatu cabang
rangkaian paralel sama dengan cabang yang lain V1 = V2 = VC, maka :
Pada amperemeter Rd = V /0,5 I
Pada P2(RP2)= V /0,5 I
Sehingga terbukti Rd = P2
PROBLEMA 2
P1 R1
A
P2S2
S1
I i1 = 0.5 I
i2 = 0.5 I
Jelaskan secara matematis Rd yang bagaimanakah yang diperlukan untuk
pengukuran kuat arus seperti pada gambar dibawah ini;
1. Gambar 1 menunjukkan arus I mengalir pada Resistor 1 (R1).
Besar I = E / R1
2. Gambar 2 menunjukkan arus I’ mengalir pada Resistor 1 (R1) dan
Amperemeter (Rd).
Besar I’ = E / (R1 + Rd)
Pada Gambar 1 dan 2 jika pengukuran kuat arus benar-benar ingin didapatkan
nilai kuat arus yang sesungguhnya melewati R1 maka I’ harus sama dengan I,
sehingga untuk mendapatkan hal tersebut:
E / R1 = E / (R1+Rd)
karena nilai E sama, maka:
R1 = R1 + Rd
Jika Rd dibuat 0
R1 = R1 + 0
Sehingga didapatkan nilai Rd 0 atau diusahakan mendekati 0 (karena jika
Rd = 0 maka arus tidak mengalir).
Jadi pada pengukuran kuat arus diharapkan menggunakan amperemeter yang
mempunyai tahanan dalam yang seminimal mungkin.
I
E
R1
A
I’
E
R1
RdGambar 2
Gambar 1
PROBLEMA 3
Jelaskan secara matematis Rd yang bagaimanakah yang diperlukan untuk
pengukuran tegangan seperti pada gambar dibawah ini;
1. Gambar 1 menunjukkan arus I mengalir pada R1 dan R2.
Besar I = E / (R1+R2)
sehingga besar tegangan;
E pada R1 = I * (R1+R2)dan;
E pada R2 = I *(R1+R2)
2. Gambar 2 menunjukkan arus I’ mengalir pada R1 dan Rd
Besar kuat arus rangkaian 2 (I’);
I’ = E / (R1 +RC) RC = Tahanan total percabangan
I’ = E / (R1+((R2*Rd)/(Rd+R2))
Pada percabangan ; I1 + I2 = I’
Pada Gambar 1 dan 2 jika pengukuran tegangan benar-benar ingin
didapatkan nilai tegangan yang sesungguhnya melewati R2 maka I harus
sama dengan I’, sehingga tegangan pada R2 (ER2) gambar 1 sama dengan
tegangan pada R2 (ER2) gambar 2 untuk mendapatkan hal tersebut:
1. I = E / (R1+R2)
2. I’ = E / (R1+((R2*Rd)/(Rd+R2))) Untuk mendapat I = I’ maka;
E / (R1+R2 )= E / (R1+((R2*Rd)/(Rd+R2))) Karena E dan R1 sama
maka;
Gambar 1 Gambar 2
E
R1
R2
V
I
V
I’
E
R1
R2
i1
i2
Rd
R2 = (R2*Rd)/(Rd+R2)
R2 = (R2*Rd)/(Rd+R2) Jika Rd ~, maka;
R2 = (R2*~)/(~+R2)
R2 = ~/~
R2 = 1
Dengan demikian arus yang mengalir pada R2 Gambar 2 akan sama
dengan arus yang mengalir pada gambar 1, sehingga nilai tegangan pada
R2 Gambar 2 akan sama dengan E = I (R1(Rd+R2)+(R2*Rd)) / (R2+Rd)
Untuk itu diperlukan pengukur tegangan dengan tahanan dalam yang
besar.
Sehingga didapatkan nilai Rd ~ atau diusahakan mendekati ~.
Jadi pada pengukuran tegangan diharapkan menggunakan Voltmeter yang
mempunyai tahanan dalam yang besar.
2. Pengukuran Tegangan Pada Jembatan Wheatsone
No Scen E
(Volt)
Tahanan (KΩ) Pengukuran (Volt) Teoritis (Volt)
R1 R2 R3 R4 VBD VD VB VBD VD VB
1 R2 > R4 5
10 22 1 2,2 0,01 0,45 0,45 0,00 0,45 0,45
2 R1 < R3 1 2,2 10 22 0,01 0,44 4,50 0,00 4,54 4,54
3 R2 > R4 7
10 22 1 2,2 0,03 1,51 1,53 0,00 0,63 0,63
4 R1 < R3 1 2,2 10 22 0,03 15,03 15,16 0,00 6,36 6,36
5 R2 > R4 12
10 22 1 2,2 0,02 1,07 1,08 0,00 1,09 1,09
6 R1 < R3 1 2,2 10 22 0,02 10,69 10,69 0,00 10,90 10,90
Jika diperhatikan pada tabel terlihat bahwa hasil pengukuran tidak selalu
sama dengan teori, akan tetapi perbedaan yang ditunjukkan relatif kecil sehingga
tidak menimbulkan kesalahan yang besar. Kesalahan tersebut mungkin
disebabkan oleh kurangnya tingkat ketelitian praktikan, sehingga data yang
diperoleh relatif besar. Disamping itu juga, adanya pengaruh dari alat praktikum
seperti terlepasnya rangkaian, kurang tepatnya meletakkan kedua ujung kabel
multimeter terhadap resistor sehingga data yang terbaca oleh multimeter relatif
besar, dan lain sebagainya.
Berdasarkan hasil pengamatan Nilai VBD diperoleh dari VB – VD, artinya
VBD (Vout) merupakan beda potensial antara VB dengan VD. Berdasarkan
pengamatan pada skenario nomer 2, 6, 8, 12, 14, dan 18 didapatkan nilai VBD
sebesar 0 Volt (teori). Pada saat tersebut ternyata VB = 22 Volt Keadaan inilah
yang dikatakan sebagai keadaan setimbang.
Keadaan setimbang Jembatan Wheatstone dimana terjadi Vout (VBD) = 0
didapatkan pada saat konfigurasi tahanan pada rangkaian Jembatan menunjukkan
R1 * R4 = R2 * R3, yaitu pada scenario nomer 2, 6, 8, 12, 14, dan 18, secara
teoritis. Jika diberikan contoh pada scenario 1 ; R1=10; R2=22; R3=1; R4=2,2.
jika dimasukkan dalam persamaan 10 * 2,2 = 22 * 1, pada tegangan ukur tertulis =
0, sehingga sesuai dengan teori. Pada pengukuran, nilai tegangan VBD pada
keadaan setimbang tidak menunjukkan nilai 0 tapi mendekati nilai nol dengan
kesalahan terbesar 30 mV. Mengingat kondisi peralatan maka dapatlah dikatakan
bahwa hasil pengukuran cukup memadai dengan teori.
BAB 3. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan sebagai berikut ini:
1. Berdasarkan hasil pengukuran didapatkan nilai tahanan dalam amperemeter
sangat kecil agar tidak mempengaruhi tegangan dan arus yang mengalir.
2. Untuk pengukuran kuat arus diperlukan alat ukur yang memiliki tahanan dalam
yang kecil atau mendekati 0.
3. Untuk pengukuran tegangan diperlukan alat ukur yang memiliki tahanan dalam
yang besar atau mendekati ~.
4. Tegangan Output pada Jembatan Wheatstone merupakan beda potensial antara
masing-masing pembagi tegangan
5. Pada Jembatan Wheatstone keadaan setimbang tercapai pada Vout sebesar 0
volt
6. Pada keadaan setimbang konfigurasi tahanan pada Jembatan Wheatstone
mengikuti persamaan R2*R3 = R1*R4.
DAFTAR PUSTAKA
Bolton, W. 1996. Mechatronics. London: Longman.
ITB. 2000. Modul Teori Dasar Jembatan Wheatsone.
http://lfd.fmipa.itb.ac.id/artikel/modul_interaktif/modul_2_f/teori.html
. [2 Juni 2014].
Lister, E. C. 1993. Mesin dan Rangkaian Listrik. Erlangga : Jakarta.
Suryatmo, F. 1986. Teknik Listrik Pengukuran. Bina aksara : Jakarta.
Universitas Gunadarma. Tanpa Tahun. Jembatan Wheatsone.
http://ocw.gunadarma.ac.id/course/computer-science-and-
information/computer -system-s1/listrik-magnet/jembatan-wheatstone.
[2 Juni 2014].
Woolard, B. 1999. Elektronika Praktis. Jakarta: PT Pradnya Paramitha.