12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Kebijakan Pembangunan (Policy Development)
Kebijakan pembangunan sebagai aset pembangunan ekonomi dipusat
kebijakan public telah dipahami oleh negara-negara berkembangan sejak 1960-an
sampai saat ini. Nugroho R (2014: 83), Kebijakan pembangunan memiliki tiga
karakter. Pertama adalah untuk mencapai misi bangsa, Kedua untuk membangun
masyarakat, dan Ketiga mengejar ketertinggalan dibandingkan dengan Negara maju.
Oleh karena itu, kebijakan pembangunan dapat diterima karena prioritas pertama
manusia adalah kemakmuran ekonomi yang dimulai dari kebutuhan dasar manusia,
seperti makanan, pakaian dan tempat tinggal, sampai kebutuhan sekunder dan
kebutuhan kemewahan. Kebijakan pembangunan juga merupakan kebijakan
pembangunan ekonomi, dan semua kebijakan lain, seperti kebijakan politik dan
sosial.
Dengan demikian, kebijakan pembangunan merupakan sebuah proses
integral dari proses pembangunan nasional, khususnya pada peningkatan sumber
daya manusia yang mengarah pada peningkatan kesehatan jasmani masyarakat,
kualitas mental rohani masyarakat, pembentukan watak dan kepribadian bangsa,
disiplin sportivitas, serta peningkatan prestasi yang dapat membangkitkan
kebanggaan nasional. Inilah yang dapat dijadikan sebagai tonggak secara yuridis,
bahwa pembangunan harus berjalan secara sistematis untuk kesejahteraan dan
memperkokoh kejayanan bangsa.
Indonesia, Filipina, dan korea selatan adalah Negara yang berkembang yang
telah mengimplementasikan model tersebut sejak tahun 1970-an sampai saat ini.
Sedangkan cina masih dalam model control politik, yang berarti bahwa kebijakan
politik berhak menjaga semua proses politik dibawah control pemerintah sehingga
pembangunan dapat bertahan dan mencapai kesejahteraan sosial.
Proses pembangunan pada dasarnya tidak terlepas dari peran pemerintah
supaya mendapatkan hasil yang maksimal. Oleh karna itu, kebijakan pembangunan
12
13
merupakan sebuah implementasi kebijakan yang mengarah pada nilai pembangunan
yang komprehensif melalui kajian model konseptual tertentu. Konsep pembangunan
merupakan cakupan dari sebuah analisis kebijakan publik.
Kebijakan pembangunan daerah pada dasarnya merupakan pengambilan
keputusan oleh pimpinan dan elit politik daerah untuk mewujudkan kondisi yang
dapat mendorong dan mendukung pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan
yang telah ditetapkan semula dalam perencanaan. Kebijakan ini diperlukan agar
program dan kegiatan pembangunan yang akan diarahkan dapat diarahkan dan
diwujudkan sesuai dengan kebijakan yang telah diambil. Misalnya kebijakan
nasional yang menetapkan wajib belajar Sembilan tahun adalah merupakan salah
satu kebijakan untuk mendorong pemerataan pendidikan dasar dan sekolah
menengah pertama untuk seluruh lapisan masyarakat. Contoh lainya adalah
kebijakan penanggulangan kemiskinan yang dilakukan dalam rangka mengurangi
jumlah penduduk miskin pada suatu daerah tertentu dan sekaligus untuk mendorong
peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat secara keseluruhan. (Sjafrizal,
2014:61)
Lebih lanjut dijelaskan oleh Sjafrizal, 2014:61. Perumusan kebijakan
pembangunn daerah perlu dilakukan secara hati-hati dengan memperhatikan
berbagai aspek penting seperti: Visi dan Misi Pembangunan, Kondisi dan potensi
daerah, permasalahan pokok pembangunan dan proyeksi pembangunan kedepan.
Disamping itu, perumusan kebijakan pembangunan juga harus sesuai, atau tidak
berlawanan dengan kondisi sosial budaya setempat agar pelaksanaan kebijakan
tersebut tidak mendapat tantangan dan reaksi negative dari masyarakat daerah
bersangkutan. Untuk dapat mewujudkan keterpaduan pembangunan, maka
perumusan kebijakan daerah tersebut juga harus diperhatikan kebijakan
pembangunan pada tingkat yang lebih tinggi, seperti kebijakan Provinsi dan
nasional. Baik buruknya suatu kebijakan akan ditentukan dari beberapa jauh
kebijakan tersebut dapat dilaksanakan dan memberikan hasil (Outcome) positif
terhadap proses pembangunan daerah sebagaimana telah direncanakan semula dan
diharapkan oleh masyarakat.
14
Di samping itu, Evaluasi juga dapat dilakukan dengan parsial dengan
melihat pada keberhasilan pelaksanaan program dan kegiatan yang dilakukan dalam
rangka implementasi kebijakan tersebut.
a. Kebijakan (Policy)
Setiap saat Pemerintah selalu dihadapkan pada berbagai macam masalah
mulai dari yang sederhana sampai permasalahan yang rumit. Dibutuhkan sebuah
kebijakan untuk mengatasi setiap masalah yang ada. Syarat untuk memecahkan
masalah yang rumit adalah tidak sama dengan syarat untuk memecahkan
masalah yang sederhana. Masalah yang sederhana memungkinkan analisis
menggunakan metode - metode konvensional, sementara masalah yang rumit
menuntut analisis untuk mengambil bagian aktif dalam mendefenisikan hakekat
dari masalah itu sendiri.
Gambaran tentang pemecahan masalah bertolak dari pandangan bahwa
kerja kebijakan bermula dari masalah-masalah yang sudah terartikulasi dan ada
dengan sendirinya. Semestinya, kebijakan bermula ketika masalah-masalah
yang telah diketahui kemudian membuat hipotesis tentang serangkaian tindakan
yang mugkin untuk dilakukan melalui kajian yang cermat tentang masalah-
masalah tersebut agar dapat merumuskan kebijakan yang harus ditetapkan dan
mengimplementasikan kebijakan tersebut dalam sebuah tindakan nyata.
Kebijakan dipelajari dalam ilmu kebijakan (policy science), yaitu ilmu yang
berorientasi kepada masalah kontekstual, multi disiplin, dan bersifat normatif,
serta dirancang untuk menyoroti masalah fundamental yang sering diabaikan,
yang muncul ketika warga negara dan penentu kebijakan menyesuaikan
keputusannya dengan perubahan-perubahan sosial dan transformasi politik
untuk melayani tujuan-tujuan demokrasi. Lasswell dalam (whalsen (2013:
100)).
Secara etimologis, kebijakan merupakan terjemahan dari kata policy,
juga dapat dijumpai dari bahasa lain, seperti inggris, Latin, yunani, dan sangkrit.
Dalam bahasa inggris, istilah policy berarti kebijakan. Latin: politeia;
pemerintahan settled course adopted and followed by a govermant (suatu Cara
15
yang ditetapkan, dibuat, dan dilaksanakan oleh pemerintah, perseorangan,
kelompok, dan sebagainnya). Polis dalam bahasa Yunani berarti Negara Kota.
Pur dalam bahasa Yunani berarti Negara Kota. Pur dalam bahasa Sangkrit
berarti Kota. Policie dalam bahasa inggris berarti mengurus masalah atau
kepentingan umum, atau juga berarti Administrasi Pemerintah. (Rusdiana, A,
(2015: 31).
Kebijakan adalah serangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman
dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan dan Cara
bertindak. Istilah ini dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi dan
kelompok sector swasta, serta individu. Kebijakan berbeda dengan peraturan
dan hukum. Jika hukum dapat memaksakan atau melarang suatu perintah
(misalnya suatu hukum yang mengharuskan pembayaran pajak penghasilan),
kebijakan hanya menjadi pedoman tindakan yang paling mungkin memperoleh
hasil yang diinginkan. Kebijakan atau kajian kegiatan dapat pula merujuk pada
proses pembuatan kebutusan-keputusan penting organisasi olahraga, termasuk
identifikasi berbagai alternative seperti prioritas program atau pengeluaran, dan
pemilihanya berdasarkan dampaknya. Kebijakan juga dapat diartikan sebagai
mekanisme politis, menejemen, finansial, atau administrative untuk mencapai
tujuan eksplisit.
Berdasarkan uraian pengertian kebijakan diatas, maka secara
konprehensif proses kebijakan harus berimplikasi pada kesejahteraan rakyat.
Lutan R (2013: 16) mengatakan bahwa Kebijakan ini penting untuk
diwujudkan amanat Undang-undang Nomor 3 tahun 2005 yang menekankan
pada prinsip inklusif dalam olahraga, dan menjabarkan deklarasi paris 1978,
yang diantara isinya menekankan olahraga sebagai hak asasi manusia. Dalam
muatannya deklarasi tersebut dijelaskan bahwa olahraga berpotensi untuk:
a. Membuka peluang bagi generasi muda untuk mengalami peningkatan dalam
pendidikan dan taraf hidup.
b. Transformasi nilai-nilai budaya yang positif, bahkan untuk mengkoreksi
nilai budaya yang dianggap merugikan masa depan generasi muda.
16
c. Memberdayakan masyarakat daerah terpencil agar lebih berpartisipasi dalam
pembuatan keputusan politik, sekaligus pengentasan kemiskinan; dan
d. Meningkatkan ketahanan masyarakat dan atau individu terhadap ancaman
bahaya narkoba.
b. Pembangunan (Development)
Konsep pembangunan pada dasarnya sering digunakan pada kebijakan
merumuskan kebehasilan pembangunan ekonomi. Di Negara Singapura,
Hongkong, Australia dan negara-negara maju yang lain Pembangunan sering
dilukiskan dalam kemajuan Ekonomi. Kebijakan ekonomi di negara-negara
tersebut umumnya dirumuskan secara konsepsional dengan melibatkan
pertimbangan dari berbagai aspek sosial lingkungan serta dukungan mekanisme
politik yang bertanggung jawab sehingga setiap kebijakan ekonomi dapat
diuraikan secara transparan, adil dan memenuhi kaidah-kaidah perencanaan.
Untuk itu yang terpenting adalah pengambilan keputusan juga berjalan sangat
bersih dari berbagai ragam prilaku lobi yang bernuansa kekurangan (moral
hazard) yang dipenuhi kepentingan tertentu (vested inti erst) dari keuntungan
semata (rent seeking). Dengan demikian hasil-hasil pembangunan dapat
dinikmati oleh seluruh masyarakat secara adil melintasi batas ruang (inter-
region) dan waktu (inter-generation). Supryono (2013:12).
Mengenai pengertian pembangunan, para ahli memberikan definisi
yang bermacam-macam seperti halnya perencanaan. Istilah pembangunan
bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang
satu dengan daerah lainnya, Negara satu dengan Negara lain. Namun secara
umum ada suatu kesepakatan bahwa pembangunan merupakan proses untuk
melakukan perubahan, proses tersebut bukan saja dalam domain fisik tapi
juga proses domain mental spritual. Artinya, pembangunan menyuguhkan
perubahan yang memberikan utilitas baik fisik maupun mental bagi
masyarakat secara keseluruhan. Dengan demikian pembangunan jangan
sampai mengorbankan mayoritas rakyat (Noor Isran, 2013: 15).
17
Siagian (1994) memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai
“Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang
berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan
pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation
building)”. Sedangkan Ginanjar Kartasasmita (1994) memberikan pengertian
yang lebih sederhana, yaitu sebagai “suatu proses perubahan ke arah yang
lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana”.
Pada awal pemikiran tentang pembangunan sering ditemukan adanya
pemikiran yang mengidentikan pembangunan dengan perkembangan,
pembangunan dengan modernisasi dan industrialisasi, bahkan pembangunan
dengan westernisasi. Seluruh pemikiran tersebut didasarkan pada aspek
perubahan, di mana pembangunan, perkembangan, dan modernisasi serta
industrialisasi, secara keseluruhan mengandung unsur perubahan. Namun
begitu, keempat hal tersebut mempunyai perbedaan yang cukup prinsipil,
karena masing-masing mempunyai latar belakang, azas dan hakikat yang
berbeda serta prinsip kontinuitas yang berbeda pula, meskipun semuanya
merupakan bentuk yang merefleksikan perubahan (Riyadi dan Deddy
Supriyadi Bratakusumah, 2005).
Pembangunan (development) adalah proses perubahan yang mencakup
seluruh system sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan,
pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan budaya (Alexander 1994).
Portes (1976) mendefenisiskan pembangunan sebagai transformasi ekonomi,
sosial dan budaya. Pembangunan adalah proses perubahan yang
direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Menurut Deddy T. Tikson (2005) bahwa pembangunan nasional dapat pula
diartikan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya secara sengaja
melalui kebijakan dan strategi menuju arah yang diinginkan. Transformasi
dalam struktur ekonomi, misalnya, dapat dilihat melalui peningkatan atau
pertumbuhan produksi yang cepat di sektor industri dan jasa, sehingga
kontribusinya terhadap pendapatan nasional semakin besar. Sebaliknya,
18
kontribusi sektor pertanian Akan menjadi semakin kecil dan berbanding
terbalik dengan pertumbuhan industrialisasi dan modernisasi ekonomi.
Terkait dengan pembangunan, dipenghujung abad ke 20 yang lalu,
PBB telah memutuskan agenda besar pembangunan diseluruh dunia yang
kemudian dikenal sebagai millennium development goals (MDG’s) yang
terdiri dari 8 butir yaitu (OECS, 2001 didalam Thehesia, A (2014: 6-7)).
a. Eradicate extreme poverty and Hunger (pemberantasan kemiskinan dan
kelaparan ekstrim).
b. Achieve Universal Primary Education (tercapainya pendidikan dasar
secara universal).
c. Promote Gender Equality and Empower Women (dikedepankannya
kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan).
d. Reduce Child Mortality (pengurangan kematian anak BALITA).
e. Improve maternal health (perbaikan kesehatan ibu).
f. Combat HIV/AIDS, malaria and other Disease (peperangan terhadap
HIV/AIDS, Malaria, dan penyakit – penyakit lainnya).
g. Ensure environmental sustainability (kepastian keberlanjutan
lingkungan).
h. Develop A Global Partnership For Development (Pengembangan
kemitraan global untuk pembangunan).
Dan jika dicermati, kedelapan pembangunan PBB tersebut, ternyata
semua sudah mencakup dalam rumusan pembukaan UUD 1945 Alinea Ke-
Empat yang dirumuskan oleh pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang berbunyi “…Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian dan keadilan social…”.
Hal ini menunjukan bahwa, tujuan berbangsa dan bernegara
sebagaimana dirumuskan oleh pendiri bangsa ini, sebenarnya merupakan
kebutuhan sekaligus cita-cita universal, yaitu terwujudnya “kesejahteraan”
19
(Werfare) bagi semua warga Negara, baik secara individual, nasional,
maupun global.
Goulet (Todaro, 1981) didalam buku Thehesia, A (2014: 7)
mengemukakan ada tiga inti nilai-nilai yang terkandung dalam pengertian
pembangunan, yaitu:
a. Swa-Sembada: dalam artian dalam kemampuan masyarakat dalam
memenuhi atau mencukupi kebutuhan-kebutuhan dasar yang mencakup;
sandang, pangan, perumahan, kesehatan, pendidikan dasar, dan
keamanan.
b. Harga Diri : dalam artian kepercayaan diri untuk tidak dimanfaatkan
oleh pihak lain untuk kepentingan mereka atau hidup dalam penindasan,
dan
c. Kebebasan: dalam artian kemampuan untuk memilih alternative bagi
perbaikan mutu hidup atau kesejahteraan masyarakatnya.
Oleh karena itu, Transformasi sosial dapat dilihat melalui
pendistribusian kemakmuran melalui pemerataan memperoleh akses terhadap
sumber daya sosial-ekonomi, seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, air
bersih, fasilitas rekreasi, dan partisipasi dalam proses pembuatan keputusan
politik. Sedangkan transformasi budaya sering dikaitkan, antara lain, dengan
bangkitnya semangat kebangsaan dan nasionalisme, disamping adanya
perubahan nilai dan Norma yang dianut masyarakat, seperti perubahan dan
spiritualisme ke materialisme/sekularisme. Pergeseran dari penilaian yang
tinggi kepada penguasaan materi, dari kelembagaan tradisional menjadi
organisasi modern dan rasional.
Dengan demikian, proses pembangunan terjadi di semua aspek
kehidupan masyarakat, ekonomi, sosial, budaya, politik, yang berlangsung
pada level makro (nasional) dan mikro (commuinity/group). Makna penting
dari pembangunan adalah adanya kemajuan/perbaikan (progress),
pertumbuhan dan diverifikasi.
20
Dengan semakin meningkatnya kompleksitas kehidupan masyarakat
yang menyangkut berbagai aspek, pemikiran tentang modernisasi pun tidak
lagi hanya mencakup bidang ekonomi dan industri, melainkan telah
merambah ke seluruh aspek yang dapat mempengaruhi kehidupan
masyarakat. Oleh karena itu, modernisasi diartikan sebagai proses trasformasi
dan perubahan dalam masyarakat yang meliputi segala aspeknya, baik ekonomi,
industri, sosial, budaya, dan sebagainya.
Oleh karena dalam proses modernisasi itu terjadi suatu proses
perubahan yang mengarah pada perbaikan, para ahli manajemen
pembangunan menganggapnya sebagai suatu proses pembangunan di mana
terjadi proses perubahan dari kehidupan tradisional menjadi modern, yang
pada awal mulanya ditandai dengan adanya penggunaan alat-alat modern,
menggantikan alat-alat yang tradisional.
Pembangunan olahraga secara menyeluruh merupakan bagian integral
dari pembangunan daerah dan konteks otonomi daerah; dan keseluruhan
konponen system, utamanya sub-sistem olahraga pendidikan, olahraga
rekreasi, dann olahraga prestasi harus dibina dan ditumbuh kembangkan
sebagai sebuah keutuhan yang saling berkaitan satu Sama lain dalam
koordinasi dan sinergi yang kuat dan berkesinambungan. Lutan, R (2013: 2).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada dasarnya pembangunan
tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan, dalam arti bahwa pembangunan dapat
menyebabkan terjadinya pertumbuhan dan pertumbuhan Akan terjadi sebagai
akibat adanya pembangunan. Dalam hal ini pertumbuhan dapat berupa
pengembangan/perluasan (expansion) atau peningkatan (improvement) dari
aktivitas yang dilakukan oleh suatu komunitas masyarakat.
c. Indikator keberhasilan Pembangunan
Penggunaan indikator dan variable pembangunan bisa berbeda untuk
setiap Negara. Di Negara-negara yang masih miskin, ukuran kemajuan dan
pembangunan mungkin masih sekitar kebutuhan-kebutuhan dasar seperti
listrik masuk desa, layanan kesehatan pedesaan, dan harga makanan pokok
21
yang rendah. Sebaliknya, di Negara-negara yang telah dapat memenuhi
kebutuhan tersebut, indicator pembangunan akan bergeser kepada factor-
faktor sekunder dan tersier.
Sejumlah indikator ekonomi yang dapat digunakan oleh lembaga-
lembaga internasional antara lain pendapatan perkapita (GNP atau PDB),
struktur perekonomin, urbanisasi, dan jumlah tabungan. Disamping itu
terdapat pula dua indikator lainnya yang menunjukkan kemajuan
pembangunan sosial ekonomi suatu bangsa atau daerah yaitu Indeks Kualitas
Hidup (IKH atau PQLI) dan Indeks Pembangunan Manusia (HDI). Berikut
ini adalah ringkasan terhadap indikator menurut Tikson (Badruddin,
Syamsiah, 2009).
1. Perndapatan perkapita
2. Struktur ekonomi
3. Urbanisasi
4. Angka tabungan
5. Indeks kualitas hidup
6. Indeks pembanguna manusia
Pertumbuhan ekonomi dianggap sebagai factor penting dalam
kehidupan manusia, tetapi tidak secara otomatis akan mempengaruhi
peningkatan harkat dan martabat manusia. Dalam hubungan ini, ada tiga
komponen yang dianggap paling menentukan dalam pembangunan, umur
panjang dan sehat, perolehan dan pengembangan pengetahuan, dan
peningkatan terhadap akses untuk kehidupan yang lebih baik. Indeks ini
dibuat dengan mengkombinasikan tiga komponen, (1) rata-rata harapan
hidup pada saat lahir, (2) rata-rata pencapaian pendidikan tingkat SD, SMP,
dan SMU, (3) pendapatan per kapita yang dihitung berdasarkan Purchasing
Power Parity. Pengembangan manusia berkaitan erat dengan peningkatan
kapabilitas manusia yang dapat dirangkum dalam peningkatan knowledge,
attitude dan skills, disamping derajat kesehatan seluruh anggota keluarga dan
lingkungannya.
22
2. Olahraga
Tidak mudah merumuskan pengertian sport (olahraga) itu sendiri, istilah
sport berasal dari kata desport yang berarti dalam bahasa Prancis kuno, yaitu
seluruh sarana yang memberikan ruang waktu yang menyenangkan baik dalam
bentuk percakapan, hiburan, senda gurau, dan permainan. Kata kerja sport adalah se
desporter yang berarti melompat-lompat kegirangan atau bersenang-senang. Kata
desport diambil oleh bangsawan inggris dan berubah menjadi disport pada abad ke-
14 dan kemudian mendapatkan bentuknya seperti saat ini, yaitu sport. Pada masa itu
sport diartikan sebagai aktifitas yang sangat menyenangkan dari golongan
bangsawan sebagai bagian dari gaya hidupnya yang khusus. Selanjutnya sport
mencakup beberapa permainan yang lebih populer dengan tetap mempertahankan
acuannya kepada jiwa aristokratik dan untuk kesenangan. Di Prancis pada tahun
1820-an, istilah sport pada mulanya berarti pacuan kuda, serta beberapa permainan
yang bersifat konfrontasi seperti tinju. Tahun 1873 , pengertian sport dipakai untuk
menunjukkan latihan di alam terbuka, seperti pacuan kuda, dayung, berburu,
memancing, panahan, senam, dan anggar (Pandjaitan Hinca IP, 2011: 129).
Sedangkan di Indonesia pengertian olahraga (sport) dirumuskan Dalam
UUSKN Nomor 3 tahun 2005 Pasal 1 ayat 4 dijelaskan bahwa definisi olahraga
adalah segala kegiatan yang sistematis untuk mendorong, membina, serta
mengembangkan potensi jasmani, rohani, dan sosial. Rumusan dari pengertian ini
amatlah luas, sebab tidak disebutkan apakah aktivitas yang dimaksudkan sebagai
olahraga. Kata kuncinya adalah segala kegitan yang sistematis. Dengan demikian
rumusan ini memperlihatkan bahwa aktivitas olahraga yang dimaksud sepanjang
tujuannya untuk mendorong , membina, serta mengembangkan potensi jasmani,
rohani, dan sosial.
a. Hakekat Olahraga
Olahraga saat ini sudah menjadi sebuah trend atau gaya hidup bagi
sebagian orang, bahkan untuk sebagian orang yang lain olahraga menjadi
sebuah kebutuhan mendasar dalam hidupnya. Olahraga yang sebelumnya
dipandang sebelah mata dan merupakan sebuah aktivitas rekreasi semata,
23
seiring perkembangan jaman dan kemajuan ilmu pengetahuan olahraga
menjelma menjadi sesuatu yang memiliki nilai vital dalam kehidupan sehari-
hari umat manusia. Olahraga menjadi sangat penting karena tidak terlepas dari
kebutuhan mendasar manusia itu sendiri yang pada prinsipnya selalu bergerak.
Olahraga itu sendiri merupakan serangkaian gerak raga yang teratur dan
terencana untuk memelihara dan meningkatkan kemampuan gerak yang
bertujuan untuk mempertahankan hidup serta meningkatkan kualitas hidup
seseorang. Tujuan seseorang berolahraga adalah untuk meningkatkan derajat
sehat dinamis (sehat dalam gerak), dan sehat statis (sehat dikala diam). Prestasi
melalui kegiatan olahraga pun menjadi suatu alasan sesorang menekuni
olahraga. Hal tersebut sejalan dengan isi Undang-undang RI nomor 3 tahun
2005 tentang Sistem keolahragaan Nasional yang menyatakan bahwa “Olahraga
adalah segala kegiatan yang sistematis untuk mendorong, membina, serta
mengembangkan potensi jasmani, rohani, dan sosial”.
Olahraga adalah serangkaian gerak yang teratur dan terencana untuk
mempertahankan hidup dan meningkatkan kualitas hidup. Pengertian ini
memiliki makna filosofis dan jika dikaji bersama akan memberikan sedikit
bayangan tentang hal-hal apa yang akan dilakukan untuk membangun dan
mengedepankan olahraga itu sendiri.Olahraga merupakan suatu aktivitas fisik
yang dikenal sebagai kegiatan terbuka bagi semua orang sesuai dengan
kemampuan, kesenangan dan kesempatan, tanpa membedakan hak, status,
sosial, budaya, atau derajat di masyarakat (Harsono, 2008: 2). Hal ini senada
dengan apa yang dikemukakan Supandi (1998: 5) bahwa asas olahraga bagi
semua orang (sport for all) kini makin memasyarakat. Dengan demikian, saat ini
olahraga telah merasuk kesetiap lapisan masyarakat sebagai bagian dari budaya
manusia. Dengan katalain, olahraga dilakukan bagi semua orang tanpa
memandang jenis ras, kepercayaan, politik dan geografi.
Di dalam olahraga terdapat slogan Men sana in corpora sano, yang
berarti hidup tidak hanya membutuhkan badan yang sehat, melainkan juga jiwa
yang kuat. Oleh karena itu, kita perlu memahami pentingnya berolahraga untuk
24
menjaga kesehatan. Upaya meningkatkan derajat kesehatan dilakukan dengan
melaksanakan aktivitas fisik atau aktivitas dalam berbagai cabang olahraga.
Kegiatan tersebut merupakan sebagian kebutuhan pokok dalam kehidupan
sehari-hari yang seharusnya dapat juga meningkatkan kebugaran. Selain itu,
olahraga juga dapat digunakan sebagai upaya untuk meningkatkan prestasi. Dari
penjelasan tersebut nampaklah bahwa olahraga telah menjadi komitmen
bersama untuk diyakini sebagai salah satu instrument dalam menciptakan
tatanan dunia yang lebih baik.
Menurut kamus lengkap bahasa Indonesia kata olahraga merupakan kata
kerja yang diartikan gerak badan agar sehat. Sedang menurut para pakar
olahraga, adalah sebuah aktivitas manusia yang bertujuan untuk mencapai
kesejahteraan (sejahtera jasmani dan sejahtera rohani) manusia itu sendiri.
Menurut beberapa ahli olahraga (Sport) berpendapat:
1. Simon Gardiner dalam Panjaitan, H.I.P. (2011 : 128) menuliskan dari
sejarah, bagaimana sport dimaknai dan diberi batasan sebagai berikut:
The term sport derives from the French determined Middle English verb
sporten, to divert and also the Latin term desporto, literally to carry away.
The emphasis is therefore on it being distinction, something that gives
pleasure. Throughout the middle Ages sport in England meant mainly
hunthing of a variety of animals. Archery bowls and horse racing can
be seen as early port dating from the 16 th century. One of our main
cultural and bistorical identivicasions with sport is with the original Greek
Olimpics held in Ethiopian help in 686 BC. Going futher back in time, the
ealiest evidence of boxings exsistence is recorded in ethiopian hieroglyphy
around 4000 BC. The woulds olderst ball game is thought to have been
played as early as 1400 BC in Maxico.
Dapat diartikan sebagai berikut: (Istilah olahraga diperoleh dari kata kerja
bahasa Inggris jaman pertengahan yang ditentukan oleh bahasa Perancis
sporten, yang berarti mengalihkan dan juga istilah bahasa Latin
desporto, yang secara harfiah berarti bergerak . Maka dari itu,
25
penekanannya adalah kepada perbedaan, sesuatu yang memberikan
kesenangan. Pada jaman pertengahan olahraga di Inggris berarti berburu
berbagai macam binatang. Lapangan panahan dan balap kuda dapat dilihat
sejak abad ke -16. Salah satu identifikasi budaya dan sejarah kita dengan
olahraga adalah Olimpiade Yunani asli yang diadakan atas bantuan Etiopia
pada 686 tahun SM (sebelum Masehi). Menengok lebih jauh kebelakang,
bukti paling awal mengenai keberadaan tinju dicatat dalam hiroglif Etiopia
sekitar 4000 tahun SM. Permainan bola yang paling tua diperkirakan telah
dimainkan pada 1400 tahun sebelum Masehi di Mexico.
2. Franck Latty dalam Panjaitan, H.IP (2011 : 128-129) menjelaskan
pengertian sport dengan pendekatan pengalaman di Perancis dan
Inggris.Istilah Sport berasal dari kata desport yang berarti dalam bahasa
Prancis kuno, yaitu sarana yang memberikan ruang waktu yang
menyenangkan dalam bentuk percakapan, hiburan, senda gurau, dan
permainan. Kata kerja Sport adalah desporter yang berarti melompat-lompat
kegirangan atau bersenang-senang. Kata desport diambil oleh bangsawan
Inggris dan berubah menjadi disport pada abad ke- 14 dan kemudian
mendapatkan bentuknya seperti saat ini, yaitu sport. Pada saat itu sport
diartika sebagai aktivitas yang sangat menyenangkan dari golongan
bangsawan sebagian dari gaya hidupnya yang khusus.
3. Dalam Undang-undang Nomer 3 Tahun 2005 disebutkan olahraga
adalah segala kegiatan yang sitematik untuk mend orong, membina,
serta mengembangkan potensi jasmani, rohani, dan sosial.
Dari beberapa pendapat para ahli olahraga diatas dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud dengan olahraga adalah: 1) Kegiatan fisik yang
dilakukan oleh perorangan atau sekelompok masyarakat atau regu. 2)
Kegiatan fisik yang dilakukan dengan cara bersenang-senang dalam ruang
waktu bercakap-cakap, hiburan, senda gurau, dan permainan. 3) Kegiatan
aktivitas yang dilakukan setiap hari. 4) Kegiatan ketangkasan fisik yang terdapat
dalam ketrampilan gerak. 5) Kegiatan aktivitas yang dilakukan secara sistematik
26
untuk meningkatkan kesegaran jasmani, rohani dan sosial. 6) Kegiatan aktivitas
yang ada unsur bermain, peraturan, bertanding, dan juara. 7) Pembentukan
karakter seseorang serta peningkatan prestasi puncak. 8) Kegiatan aktivitas yang
memerlukan perjuangan serta dapat mengendalikan diri dan orang lain.
Dari rumusan ini berarti olahraga dimaksud bukan sekedar kegiatan
sistematis yang berhubungan dengan pembangunan jasmaniah, tetapi juga
berhubungan dengan pembangunan rohani dan sosial. Oleh karena itu
pengertian tentang olahraga menjadi beragam yaitu: 1) olahraga pendidikan, 2)
olahraga rekreasi, 3) olahraga prestasi, 4) olahraga amatir, 5) olahraga
professional, 6) olahraga penyandang cacat. Dari pengertian beberapa ragam
olahraga dapat dijelaskan sesuai dengan Undang-undang Sistem Keolahragaan
Nasional Nomer 3 Tahun 2005 sebagai berikut:
b. Ruang Lingkup Olahraga
Ruang lingkup olahraga dalam undang-undang nomor 3 tahun 2005
tentang sistem keolahragaan nasional pada BabVI pasal 17 meliputi kegiatan,
olahraga pendidikan, olahraga rekreasi,dan olahraga prestasi. Adapun 3 bagian
dari olahraga yaitu olahraga amatir, olahraga profesional, dan olahraga
penyandang cacat.Adapun pengertiannya pada Bab I pasal 1 ayat 11 sampai 16
yaitu :
a. Olahraga pendidikan
Olahraga pendidikan adalah pendidikan jasmani dan olahraga yang
dilaksanakan sebagai bagian dari proses pendidikan yang teratur dan
berkelanjutan untuk memperoleh pengetahuan kepribadian, ketrampilan,
kesehatan, dan kebugaran jasmani. Sesuai dengan Pasal 1 angka 11 Undang-
undang Nomer 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional.
b. Olahraga rekreasi
Olahraga rekreasi adalah olahraga yang dilakukan oleh masyarakat
dengan kegemaran dan kemampuan yang tumbuh dan berkembang sesuai
dengan kombinasi dan nilai budaya masyarakat setempat untuk kesehatan,
kebugaran, dan kesenangan. Sesuai dengan Pasal 1 angka 12 Undang-
27
undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional.
c. Olahraga prestasi
Olahraga prestasi adalah olahraga yang membina dan mengembangkan
olahragawan secara teratur, berjenjang, berkelanjutan melalui kompetisi
untuk mencapai prestasi dengan dukungan ilmu pengetahuan dan tehnologi
keolahragaan. Sesuai dengan Pasal 1 angka 13 Undang-undang Nomer 3
Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional
d. Olahraga amatir
Olahraga amatir adalah olahraga yang dilakukan atas das ar
kecintaan atau kegemaran olahraga. Sesuai dengan Pasal 1 angka 14
Undang-undang Nomer 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan
Nasional.
e. Olahraga Profesional
Olahraga Professional adalah olahraga yang dilakukan untuk
memperoleh pendapatan dalam bentuk uang atau bentuk lain yang
didasarkan atas kemahiran berolahraga. Sesuai dengan Pasal 1 angka 15
Undang-undang Nomer 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan
Nasional.
f. Olahraga Penyandang cacat
Olahraga penyandang cacat adalah olahraga khusus dilakukan sesuai
dengan kondisi kelainan fisik dan atau mental seseorang. Sesuai dengan
Pasal 1 angka 16 Undang-undang Nomer 3 Tahun 2005 tentang Sistem
Keolahragaan Nasional.
Keenam poin dari ruang lingkup olahraga diatas dimaksudkan sebagai
upaya untuk meningkatkankemampuan dan potensi olahragawan dalam rangka
meningkatkan harkat dan martabat bangsa. Strategi apapun yang hendak
diterapkan serta bentuk manajernen pembangunan sepenti apa yang akan
digunakan, maka orientasi pembangunan tidak boleh secara instan hanya
memfokus pada lingkup olahraga saja. Strategi kebijakan pembangunan olahraga
28
harus merupakan sebuah ayunan besar yang mampu mengakomodasikan
kemajuan secara simultan lingkup olahraga tensebut.
Dalam koridor tersebut, Maka orientasi mernbangun olahraga adalah
membangun olahraga pendidikan, membangun olahraga prestasi, dan
membangun olahraga rekreasi. Hanya dengan demikian tujuan pembangunan
olahraga yang sebenarnya akan dapat tencapai secara efektif (Kristiyanto A,
2012: 3). Sebagaimana telah diamanatkan dalam UUD Nomor 3 Tahun 2005
tentang Sistem Keolahragaan Nasional Bab II Pasal 4, Keolahragaan nasional
bertujuan memelihara dan meningkatkan kesehatan dan kebugaran prestasi,
kualitas manusia, menanamkan nilai moral dan akhlak mulia. Sportivitas disiplin.
Mempererat dan membina persatuan dan kesatuan bangsa memperkokoh
ketahanan nasional, serta mengangkat harkat, martabat, dan kehormatan bangsa.
c. Aspek dalam Olahraga
Dalam kehidupan modern saat ini banyak orang yang melupakan
pentingnya olahraga untuk tubuh. Padahal olahraga merupakan cara untuk sehat
yang paling murah dengan hasil yang mengagumkan untuk kebugaran badan.
Selain itu olahraga dapat dilaksanakan kapanpun dan dimanapun kita suka
melakukannya baik siang maupun malam sesuai keinginan, namun olahraga
juga mempumyai aspek positif dan aspek negatif.
1) Aspek positif
Mampu menggerakkan aktivitas sosial, ekonomi, dan politik: adanya
interaksi antar manusia (individu dan kelompok), adanya kegiatan jasa,
adanya penyerapan tenaga kerja. Mampu mengangkat harga diri pelaku
olahraga/atlet/pelatih/pembina/organisasi/daerah dan bangsa, kesejahteraan
pembina olahraga, dan martabat bangsa di dunia internasional.
Dalam Sistem Keolahragaan Nasional yang tertuang pada Undang –
undang Nomor 3 tahun 2005, Keolahragaan berfungsi untuk
mengembangkan kemampuan jasmani, rohani, dan sosial serta membentuk
watak dan kepribadian bangsa yang bermartabat. Secara umum, olahraga
mempunyai beberapa kegunaan diantaranya:
29
a) Sebagai alat untuk Persatuan dan Kesatuan
b) Sebagai miniatur kehidupan (kognitif, afektif, dan psikomotorik).
c) Dengan berolahraga seseorang akan sehat meliputi jasmani, rohani,
sosial, tidak hanya terbebas dari sakit.
d) Berolahraga juga dapat menembus tingkatan/tatanan masyarakat,
diantaranya: status sosial, mode, etika. (Eldon E Snyder.1983 : 17).
2) Aspek negatif
Aspek negatifnya, antara lain seperti masih adanya kecenderungan dari
banyak atlet dalam mengikuti suatu pertandingan menggunakan segala cara
dalam upaya memenangkan pertandingan/perlombaan, misalnya tidak fair
play, tidak disiplin, memanipulasi, melanggar ketentuan (peraturan
pertandingan/perlombaan), dan pemakaian doping. Pemakaian doping
bahkan telah diatur dalam Undang-undang Nomor 3 tahun 2005 bab XVIII
pasal 85 ayat 1 sampai ayat 3 yang menyatakan bahwa, doping dilarang
dalam semua kegiatan olahraga, setiap induk organisasi cabang olahraga
dan/atau lembaga/organisasi olahraga nasional wajib membuat peraturan
doping dan disertai sanksi, serta pengawasan doping sebagaimana dimaksud
di atas dilakukan oleh pemerintah. Ini menunjukkan bahwa penggunaan
doping adalah hal paling dihindari dalam olahraga karena penggunaannya
akan merugikan banyak pihak, tidak hanya atlet dan tim tapi juga pemerintah.
d. Manfaat Olahraga
Olahraga merupakan suatu gerakan olah tubuh yang memberikan efek
pada tubuh secara keseluruhan. Olahraga membantu merangsang otot-otot dan
bagian tubuh lainnya untuk bergerak. (https://www.deherba.com/apa-manfaat-
olahraga.html).
Ada 10 fakta tentang manfaat berolahraga yaitu:
1. Olahraga dapat meningkatkan kapasitas kerja otak
“Berolahraga meningkatkan energi dan menambah serotonin dalam otak”,
begitu kata David Atkinson, direktur dari Cooper Venture Development
Program, salah satu divisi dari Cooper Aerobic Center di Dallas, Amerika
30
Serikat. Serotonin adalah hormon di otak yang berfungsi sebagai modulator
kapasitas kerja otak yang mencakup pengatur stabilitas emosi, pemahaman
dan nafsu makan. Jadi orang yang melakukan olahraga dengan jumlah cukup
akan menemukan produktivitas mereka meningkat. Produktivitas seseorang
tidak hanya berarti orang tersebut dapat memberikan kualitas kerja yang
baik, namun ia juga dapat memberikan kontribusi untuk suasana kerja yang
bahagia di tempat kerja.
2. Olahraga dapat menghilangkan stress
Berolahraga memberikan efek relaksasi yang baik untuk semua orang. Itu
sebabnya ketika seseorang mulai berlatih, dia akan segera mengetahui
bahwa hal itu akan mengurangi stres dan membuatnya menjadi pribadi yang
lebih bahagia. Atkinson mengatakan bahwa ketika seseorang bahagia,
efeknya tidak hanya menguntungkan orang itu sendiri. Kondisi ini
menyebabkan orang tersebut menjadi tidak mudah marah, dengan demikian,
meningkatkan kualitas hubungan dengan rekan-rekan kerjanya, keluarga dan
orang lain.
3. Olahraga dapat memberikan Energy
Berolahraga, meskipun hanya 30 menit sehari, dapat mengubah hari
seseorang dari pagi sampai malam hari. Ketika endorphin dilepaskan ke
dalam darah selama berolahraga, seseorang akan merasa lebih energik
sepanjang hari. Endorphin adalah senyawa kimia dalam otak kita yang dapat
membuat otak menjadi rileks.
Atkinson pernah mendapat keluhan dari kliennya yang mengatakan bahwa ia
merasa lelah setelah berlatih. Atkinson menjelaskan bahwa kelelahan
biasanya terjadi pada beberapa sesi pertama pasca berolahraga karena tubuh
tidak terbiasa. Setelah itu, kelelahan akan hilang dengan sendirinya.
4. Tidak sulit mencari waktu berolahraga
Banyak orang berpikir bahwa mereka tidak punya waktu untuk berolahraga.
Kemudian, tidak memiliki peralatan tertentu seperti sepasang sepatu
olahraga menjadi penghalang. Sebenarnya, Atkinson menyatakan,
31
berolahraga bisa dimulai dari pemikiran sederhana, “Berpikir bahwa kita
membunuh dua burung dengan satu batu.” Itu berarti anda benar-benar
melakukan dua hal atau mendapatkan dua keuntungan dengan melakukan
satu kegiatan.
Anda bisa memulai dengan meminta anak-anak anda untuk bermain dengan
sepeda mereka di taman. Anda bisa melihatnya sekaligus berolahraga pada
saat yang bersamaan. Jika suatu hari anda perlu melakukan pertemuan
dengan seseorang, anda bisa memilih tempat yang memiliki jogging track,
taman, kolam renang atau fasilitas lain yang dapat digunakan untuk
berolahraga. Anda bahkan dapat berolahraga saat melakukan tugas-tugas
rumah. Yang penting adalah menggerakkan tubuh anda.
5. Olahraga dapat membina hubugan
Berolahraga meningkatkan hubungan anda dengan orang lain. Jika hal itu
dilakukan bersama keluarga, anda akan merasakan lebih dekat dengan
mereka. Hal ini juga berlaku jika anda berolahraga bersama dengan teman-
teman anda. Selain itu, sangat mungkin bahwa anda mendapatkan teman-
teman baru melalui berolahraga. Selain itu, orang-orang yang mencoba
untuk mengurangi berat badannya, benar-benar membutuhkan dukungan
dari teman-teman agar usahanya tersebut berhasil.
6. Olahraga dapat melawan penyakit
Penelitian menunjukkan bahwa berolahraga dapat memperlambat dan
mencegah penyakit jantung, stroke, tekanan darah tinggi, kolesterol,
diabetes, osteoporosis dan banyak penyakit lainnya. Berolahraga bahkan
bisa memperlambat proses penuaan dan juga meningkatkan sistem
kekebalan tubuh. Dengan memiliki sistem kekebalan tubuh yang lebih baik,
setidaknya anda bisa mengurangi kemungkinan terkena penyakit flu dan
penyakit umum lainnya.
7. Olahraga dapat memompa jatung lebih baik
Berolahraga membuat jantung anda kuat. Fungsi jantung dan sistem
kardiovaskular bekerja lebih efektif, dan ini dapat mengurangi plak dalam
32
pembuluh darah (yang dapat mempersempit aliran darah), sehingga jantung
akan memompa darah lebih baik. “Jika jantung anda menjadi lebih kuat,
masing-masing pompa akan memberikan sejumlah besar darah dan ini dapat
memperlambat detak jantung anda,” kata Todd A. Astorino dari California
State University-San Marcos.
8. Olahraga dapat memperbaiki diet
Otot membakar lebih banyak kalori daripada lemak tubuh ketika anda
sedang beristirahat. Dengan demikian, semakin banyak otot yang kita miliki,
semakin baik metabolisme yang kita alami. Tentu pembakaran kalori tidak
hanya terjadi ketika anda berada dalam kondisi beristirahat, tetapi ketika
berolahraga juga. Dengan tingkat metabolisme yang baik, seseorang dapat
memiliki pola makan yang sehat. Selama tidak terlalu berlebihan, setiap
makanan favorit dapat dikonsumsi.
9. Olahraga dapat meningkatkan stamina
Setelah dilakukan selama beberapa minggu secara konsisten, seseorang
dapat merasakan perbedaan dalam tubuhnya. Otot-otot telah dikembangkan
dan perkembangan ini dapat dirasakan ketika ia melakukan tenis, golf, bola
basket atau olahraga lain yang membutuhkan kekuatan otot. Pada saat itu
penambahan kekuatan yang berasal dari otot-otot bisa dirasakan, kata
Atkinson.
Selain itu, otot-otot akan dapat bekerja lebih efisien, lebih cepat bereaksi dan
daya tahannya juga akan meningkat.
10. Penurunan berat badan bukan tujuan utama
Berolahraga memang menurukan beberapa kilo dari tubuh anda, namun
manfaat dari berolahraga tidak hanya untuk mencegah kelebihan berat
badan. Menggunakan olahraga hanya sebagai alat untuk menurunkan berat
badan tidak akan menjadi motivator yang kuat bagi seseorang untuk
berhasil. Hal ini terjadi karena orang biasanya tidak sabar dan ingin melihat
hasilnya dalam sekejap. Penurunan berat badan melalui olahraga tidak bisa
dilakukan dalam waktu singkat.
33
3. Kebijakan Pembangunan Keolahragaan
Sejak lahir undang-undang Nomor 3 tahun 2005 tentang Sistem
Keolahragaan Nasional (UUSKN), Gerakan penataan Keolahragaan Nasional
sampai pada tahap penguatan secara yuridis formal. Secara operasional, UUSKN
kemudian diikuti dengan diberlakukannya peraturan pemerintah nomor 16 tahun
2007 yang mengatur tentang penyelenggaraan olahraga. Penyelenggaraan olahraga
pasca lahirnya PP Nomor 16 tahun 2007 menjelaskan secara kongkrit bahwa
pemerintah tidak sekedar meletakkan payung hukum yang kuat, tetapi juga
menjelaskan secara tegas tentang sebuah kebiajakan olahraga nasional yang
mensistem dan diberlakukan secara nasional.
Lebih lanjut dijelaskan Kristiyanto, A (2012: 38) Setidak – tidaknya terdapat
enam lingkup standar nasional keolahragaan sebagaimana yang telah diuraikan
diatas. Keenam standar nasional tersebut merupakan sebuah Grand Strategy yang
disusun agar pembangunan olahraga kedepan mengarah dan berorientasi pada
standar yang jelas. Standar tersebut akan mengkristalisasikan dan menginergiskan
berbagai rancangan kegiatan untuk menuju pada keunggulan pembangunan olahraga
nasional.
Dalam peraturan pemerintah Nomor 16 tahun 2007, telah dijelaskan bahwa
standarisasi nasional keolahragaan bertujuan untuk menjamin mutu
penyelenggaraan standar nasional keolahragaan. Lingkup standar nasional
keolahragaan, meliputi: (1) Standar kompetensi Tenaga Keolahragaan, (2) Standar
Isi Program Penataraan/pelatihan Keolahragaan, (3) Standar sarana dan prasarana
olahraga, (4) Standar pengelolaan Organisasi Keolahragaan, (5) Standar
penyelenggara Keolahragaan, dan (6) Standar pelayanan minimal Keolahragaan.
(PP No. 16 tahun 2007, Pasal 84 dan 85).
Standar pelayanan minimal keolahragaan, berkaitan langsung dengan
substandi Sport Development Index (SDI). Yakni berisi tuntutan dasar agar suatu
provinsi/ kabupaten / kota / kecamatan mempersiapkan komponen Standar
pelayanan Minimal Keolahragaan. Standar tersebut mencakup persyaratan: (1)
Ruang berolahraga, yakni dinyatakan dengan rasio luas ruang terbuka yang
34
digunakan untuk kegiatan olahraga dengan populasi penduduk setempat; (2) tempat
dan fasilitas olahraga, dinyatakan dengan tersediannya tempat latihan, perlengkapan
dan peralatan untuk kegiatan olahraga; (3) tenaga keolahragaan yang mendukung
kegiatan olahraga, yakni dengan tersediannya tenaga keolahragaan yang memiliki
kualifikasi dan kompetensi dalam bidang keolahragaan; (4) partisipasi berolahraga,
yakni dinyatakan dengan rasio jumlah penduduk yang aktif berolahraga dengan
jumlah penduduk setempat; dan (5) tingkat kebugaran jasmani masyarakat
dinyatakan dengan tes kebugaran jasmani olahraga.
Penjelasan Standar pelayanan Minimal Keolahrgaan Nasional sebagaimana
ditegaskan PP No. 16 tahun 2007. Pasal 84 dan 85, sebanarnya mengamanatkan
secara kuat bahwa kebijakan pemerintah untuk mengawal pembangunan olahraga
dengan Indikator Sport Development Index (SDI) tidak dapat ditawar – tawar lagi.
Standar Pelayanan Minimal dipenuhi dengan cara pengupayaan indeks yang
memadai untuk keempat indeks SDI, yang meliputi: (1) Ruang terbuka untuk
berohraga yang dimanifestasikan pada level ketersediaan sarana dan prasarana
olahraga untuk seluruh masyarakat dalam suatu wilayah tertentu. (2) Rasio jumlah
tenaga keolahragaan atau sumber daya manusia (SDM) keolahragaan dan jumlah
warga atau penduduk diwilayah tertentu, (3) proporsi partisipasi masyarakat suatu
wilayah tertentu dalam aktifitas keolahragaan, dan (4) tingkat kebugaran suatu
masyarakat disuatu wilayah tertentu.
Keempat dimensi Sport Development Index (SDI) sebagaimana tertuang
dalam standar pelayanan minimal keolahragaan nasional tersebut, telah mengalami
proses penyempurnaan secara metodologis. Hasil pengkajian yang telah dilakukan
selama kurun waktu 2003 sampai 2008, sebagaimana telah dijabarkan didepan,
menunjang bahwa pengkajian indeks dapat dilaksanakan diseuruh daerah diwilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hasil pengkajian tersebut sekaligus
menjadi sebuah ukuran standar pelayanan minimal keolahragaan nasional, yang
dapat dikomparasikan dari tahun ke tahun, bahkan dapat pula dikomparasikan antar
daerah.
35
Secara substansial, Sport Development Index (SDI) telah mendapat payung
hukum yang cukup kuat, payung hukum tersebut berupa peraturan pemerintah yang
dijabarkan sebagai konsekwensi amanah undang-undang Nomor 3 tahun 2005
tentang sistem keolahragaan nasional. Substansial Sport Development Index (SDI)
sudah dituangkan dalam konstalasi kebijakan pemerintah dibidang keolahragaan,
terutama terkait dengan standar pelayanan minimal keolahragaan sebagaimana
tertuang dalam peraturan pemerintah RI No. 16 tahun 2007 pasal 92, yang
memberikan penjelasan operasional tentang persyaratan standar pelayanan minimal
keolahragaan yang meliputi: (1) Ruang terbuka untuk berolahraga, (2) Tenaga
keolahragaan atau SDM Keolahragaan, (3) Partisipasi Olahraga, dan (4) tingkat
kebugaran jasmani masyarakat. Komponen standar pelayanan minimal tersebut
identic dengan dimensi utama Sport Development Index (SDI). Cholik dan maksum
(2007: 37).
Dewasa ini peran olahraga makin penting dan strategis dalam kehidupan era
global yang penuh perubahan, persaingan dan kompleksitas. Hal tersebut
menyangkut pembentukan watak dan kepribadian bangsa serta upaya
pengembangan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia yang
berkesinambungan. Olahraga telah terdapat dalam berbagai bentuk didalam semua
kebudayaan yang paling tua sekalipun. Olahraga dapat dilakukan sebagai latihan,
pendidikan, hiburan, rekreasi prestasi, profesi, politik, bisnis, industry dan berbagai
aspek lain dalam kebudayaan manusia. Bagi suatu Negara, olahraga telah terdapat
dalam berbagai bentuk didalam semua kebudayaan yang paling tua sekalipun,
olahraga juga merupakan sarana yang paling efektif dan efesien untuk
meningkatkan disiplin dan tanggung jawab, kreativitas dan daya inovasi, serta
mengembangkan kecerdasan. Hal ini telah dibuktikan dalam berbagai penelitian
yang dilakukan oleh para ahli.
Secara lebih terarah upaya-upaya pemerintah dalam melaksanakan
pembangunan nasional dibidang olahraga tertuang dalam undang-undang republik
Indonesia nomor 3 tahun 2015 tentang sistem keolahragaan nasional yang meliputi
6 pokok kebijakan yaitu: pertama, pembinaan dan pengembangan olahraga yang
36
merupakan bagian dari upaya peningkatan kualitas manusia Indonesia diarahkan
pada peningkatan kebugaran jasmani, mental dan rohani masyarakat, serta ditujukan
untuk membentuk watak dan kepribadian, disiplin dan sportivitas yang tinggi serta
peningkatan peningkatan prestasi yang dapat membangkitkan rasa kebanggaan
nasional. Kedua, gerakan memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan
masyarakat terus ditingkatkan agar lebih meluas dan merata diseluruh pelosok tanah
air untuk menciptaka budaya berolahraga dan iklim yang sehat yang mendorong
peran serta aktif masyarakat dalam meningkatkan prestasi olahraga. Perlu
ditumbuhkan sikap masyarakat yang sportif dan bertanggung jawab dalam semua
kegiatan keolahragaan. Ketiga, upaya untuk meningkatkan prestasi olahraga perlu
terus dilaksanakan pembinaan olahragawan sedini mungkin melalui pencarian dan
pemantauan, pembibitan, pendidikan, dan pelatihan olahraga prestasi yang
didasarkan pada ilmu pengetahuan dan teknologi secara efektif dan efisien serta
peningkatan kualitas organisasi keolahragaan baik ditingkat pusat maupun daerah.
Keempat, perbaikan gizi olahragawan, penyempurnaan metode pelatihan,
penggunaan peralatan olahraga perlu memanfaatkan ilmu pengetahuan dan
teknologi secara tepat. Perlu pula ditingkatkan penanaman nilai budaya yang
mampu menumbuhkan dan meningkatkan sportivitas, disiplin, motivasi meraih
prestasi, dan sikap pantang menyerah serta bertanggung jawab dalam mengejar
keunggulan olahraga dan menjunjung tinggi Nama dan kehormatan bangsa dan
Negara. Kelima, penyediaan sarana dan prasarana olahraga yang memadai
dilingkungan sekolah, mulai dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi,
serta dilingkungan pekerjaan dan pemukiman yang dilaksanakan baik oleh
pemerintah maupun peran serta masyarakat perlu dilanjutkan dan ditingkatkan agar
pembibitann olahragawan dan pembinaan olahraga dapat lebih meningkat dan
merata diseluruh pelosok tanah air serta mencakup segenap umur, baik pria maupun
wanita meliputi anak, remaja, pemuda, penduduk usia lanjut, dan penyandang cacat.
Penyediaan sarana dan prasarana olahraga, termasuk kesehatan olahraga,
penyediaan fasilitas pendidikan guru, dan pelatih olahraga serta penyelenggara
latihan dan sistem pembinaan olahraga lebih dikembangkan secara professional.
37
Keenam, olahragawan, pelatih, dan Pembina yang berprestasi perlu diberi perhatian
khusus dan penghargaan yang wajar untuk meningkatkan semangat dan motivasi
dalam memacu prestasi yang lebih tinggi. Khusus bagi olahraga berprestasi perlu
ada penanganan yang mendasar dan melembaga terutama untuk dapat memberikan
jaminan bagi masa depannya.
Dari keenam pokok kebijakan seperti diuraikan diatas, dapat disimpulkan
bahwa: pertama, olahraga merupakan bagian penting dari upaya meningkatkan
kualitas sumber daya manusia Indonesia. Kedua, dalam upaya peningkatan prestasi
olahraga nasional diperlukan suatu iklim yang sehat sebagai pendorong terciptanya
budaya berolahraga serta peran aktif dari seluruh masyarakat. Ketiga, perlu dibentuk
suatu sistem pembinaan yang bertahap, berjenjang, dan berkesinambungan sejak
usia dini melalui pencaraian dan pemantauan, pembibitan, pendidikan yang
didasarkan pada ilmu pengetahuan dan teknologi secara efektif dan efesien.
Keempat, perlunya penyediaan sarana dan prasarana olahraga yang memadai
dilingkungan sekolah, serta penyediaan guru, Pembina dan pelatih yang memadai
dan berkualitas. Dari uraian diatas, tersirat pula bahwa pembinaan olahraga yang
dilakukan dengan baik akan bermuara pada peningkatan prestasi.
Seperti dikemukakan dalam pokok- pokok kebijakan pembangunan dibidang
olahraga, peningkatan prestasi merupakan bagian yang penting dalam upaya
mengangkat nama bangsa dan Negara di dunia internasional. Banyak Negara yang
terkenal didunia karna prestasi olahragannya dan bukan karna kekayaan alamnya.
Sebagai contoh, Negara Nigeria, Ethiopia dan Kenya, ketiga Negara miski di benua
afrika yang dikenal karna memiliki atlet sepakbola dan atletik tingkat dunia.
Disamping itu peningkatan prestasi juga dapat meningkatkan partisipasi dan
apresiasi masyarakat terhadap olahraga.
Upaya peningkatan prestasi tidak hanya dilakukan oleh Indonesia saja.
Hampir semua Negara melakukan hal yang sama, berusaha menunjukan keunggulan
dalam pembinaan untuk meraih prestasi internasional. Sebagai contoh, Thailand
dengan program menerobos dua besar asia, philipina dengan program “Gintong
Allay, dan tentu saja Indonesia dengan “Garuda Emas”nya yang berupaya untuk
38
menjadi empat besar asia pada tahun 2002. Kenyataan tersebut menunjukan bahwa
pembinaan olahraga merupakan hal yang penting untuk meraih prestasi yang tinggi,
yang pada gilirannya dapat mengharumkan nama bangsa dan Negara dipentas
internasional. Telah kita ketahui bersama, bagi Indonesia beberapa cabang olahraga
prestasinya telah menembus standar internasional. Beberapa medali yang telah
diraih olahrgawan kita menunjukan bahwa kita memiliki kemampuan bersaing
dikancah internasional. Namun demikian dari sekian banyak cabang olahraga yang
ada, hanya bulutangkis, panahan dan angkat besi yang dapat menyumbangkan
prestasi di olimpiade. Hal demikian tentunya belum menggambarkan posisi
Indonesia sebagai Negara yang banyak memiliki prestasi dibidang olahraga. Untuk
dapat mencapai posisi tersebut diperlukan pembinaan yang efektif dan efesien bagi
olahragawan dengan metode dan teknologi dibidang olahraga.
4. Sport Development Index (SDI)
Sport Development Index (SDI) adalah istilah baru dalam olahraga
Indonesia. Ini semacam metode pengukuran yang diklaim sebagai alternative baru
untuk megukur kemajuan pembangunan olahraga. Pembangunan olahraga adalah
suatu proses yang membuat manusia memiliki banyak akses untuk melakukan
aktivitas fisik. Ia harus memampukan setiap orang memiliki kesempatan untuk
tumbuh dan berkembang, baik menyangkut fisik, rohani, maupun sosial, secara
paripurna.
Menurut Cholik dan Maksum (2007: 7), Sport Development Index (SDI)
adalah indeks gabungan yang mencerminkan keberhasilan pembangunan olahraga
berdasarkan empat dimensi dasar: (1) Ruang Terbuka yang tersedia untuk olahraga,
(2) Sumber Daya Manusia atau tenaga keolahragaan yang terlibat dalam kegiatan
olahraga, (3) pertisipasi warga masyarakat untuk melakukan olahraga secara teratur,
dan (4) derajat Kebugaran Jasmani yang dicapai oleh masyarakat. Jika disimpulkan,
maka SDI dapat diterjemahkan manjadi IPO (Indeks Pembangunan Olahraga).
Indeks Pembangunan Olahraga Indonesia menyatakan bahwa kondisi
kebudayaan berolahraga di Indonesia masih rendah yang dapat dilihat dari tingkat
kemajuan pembangunan olahraga Indonesia yang hanya mencapai 0,345 atau 34%
39
Sport Development Index (SDI). Indeks ini dihitung berdasarkan angka indeks
Partisipasi, Ruang Terbuka, Sumber Daya Manusia, dan Kebugaran. Rendahnya
kesempatan untuk beraktivitas olahraga disebabkan oleh semakin berkurangnya
lapangan dan fasilitas untuk berolahraga, lemahnya koordinasi lintas lembaga
dalam hal penyediaan fasilitas umum untuk lapangan dan fasilitas olahraga bagi
masyarakat umum dan tempat pemukiman.
Kesadaran masyarakat akan pentingnya olahraga sebagai landasan untuk
menjaga kualitas kesehatan sekaligus kesadaran akan budaya olahraga masih
rendah yakni berkisar 85%, sedangkan 15% adalah masyarakat yang sadar akan
berolahraga. Sedangkan data SDI 2006 menunjukkan kondisi kebugaran
masyarakat kita: 1,08% masuk dalam kategori baik sekali; 4,07% baik; 13,55%
sedang; 43,90% kurang; dan 37,40% kurang sekali.
Dari sekilas uraian diatas, kita dapat melihat bahwa sistem keolahragaan
yang ada di Negara kita saat ini dalam kondisi yang masih kurang. Untuk itu dalam
menata kembali kondisi olahraga, ada beberapa tinjauan sebagai alternatif yang
telah dijadikan tolok ukur oleh para pakar untuk membangun kondisi olahraga di
negara kita. Oleh karena itu, Sport Development Index dianggap sebagai parameter
untuk membangun olahraga di Indonesia.
Menurut Cholik dan Maksum (2007: 26) pembangunan olahraga hakikatnya
adalah suatu proses yang membuat manusia memiliki banyak akses untuk
melakukan aktivitas fisik (jasmani). Dalam hal ini, pembangunan dikaitkan dengan
upaya pembentukan manusia Indonesia yang berkualitas dan dalam rangka
pencapaian tujuan nasional, terutama masyarakat yang demokratis, adil dan
sejahtera lahir batin.
Dalam konteks pembangunan bangsa, olahraga tidak sekadar dilihat sebagai
aktivitas fisik semata, tetapi memiliki perspektif lebih luas, yakni sebagai instrumen
pembangunan. Sangatlah tidak realistis mengukur kemajuan pembangunan olahraga
hanya mendasarkan pada perolehan medali. Hal ini mengingat aktivitas olahraga
tidak hanya berakhir capaian prestasi tinggi yang diukur dengan perolehan
medali.Jauh dari sekadar itu, olahraga merupakan wahana peningkatan kualitas
40
hidup manusia, baik menyangkut kesehatan fisik, mental, emosional, maupun
sosial. Pada sisi lain, sesuai dengan UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem
Keolahragaan Nasional disebutkan bahwa pilar olahraga tidak hanya menyangkut
olahraga prestasi tetapi juga olahraga pendidikan dan olahraga rekreasi. Artinya,
tidak hanya mendasarkan pada medali sebagai ukuran keberhasilan.
Belum lagi seandainya medali itu diperoleh dengan cara-cara tidak elegan
dan tidak bermanfaat. Karena itu, dimunculkan gagasan Sport Development Index
(SDI), yaitu indeks gabungan yang mencerminkan keberhasilan pembangunan
olahraga berdasarkan empat dimensi dasar, yaitu ruang terbuka yang tersedia untuk
olahraga, SDM atau tenaga keolahragaan yang terlibat, partisipasi masyarakat untuk
berolahraga secara teratur, dan derajat kebugaran jasmani yang dicapai masyarakat.
5. Pembangunan Olahraga
Menurut Cholik dan Maksum (2007: 26) pembangunan olahraga
hakikatnya adalah suatu proses yang membuat manusia memiliki banyak akses
untuk melakukan aktivitas fisik (jasmani). Dalam hal ini, pembangunan dikaitkan
dengan upaya pembentukan manusia Indonesia yang berkualitas dan dalam rangka
pencapaian tujuan nasional, terutama masyarakat yang demokratis, adil dan
sejahtera lahir batin.
Menurut D’Amico Rosa Lopez (2009) mengatakan bahwa pembangunan
olahraga adalah proses perubahan sosial “sports Development as process of social
change” includes four chapter. “sports as an agent for socialand personal change:.
Whith present how sport can promote social change, social inclusion and
understand when it is used looking at the interest of the particcipations and their
community.
Lebih lanjut Mwaanga Oscar (2010), mengatakan bahwa paradigma
pembangunan berkelanjutan yang mencakup olahraga sebagai investasi untuk
manusia dan pembangunan sosial. “the subtainable development paradigm that
embraces sport as an intervention for human and social development. In this
doctrine, sports development pursues a complex and multifaceted vision evoked to a
certain degree by the inadequacies of capital growth and accumulation”.
41
Dalam konteks pembangunan bangsa, olahraga tidak sekadar dilihat
sebagai aktivitas fisik semata, tetapi memiliki perspektif lebih luas, yakni sebagai
instrumen pembangunan. Sangatlah tidak realistis mengukur kemajuan
pembangunan olahraga hanya mendasarkan pada perolehan medali. Hal ini
mengingat aktivitas olahraga tidak hanya berakhir capaian prestasi tinggi yang
diukur dengan perolehan medali.Jauh dari sekadar itu, olahraga merupakan wahana
peningkatan kualitas hidup manusia, baik menyangkut kesehatan fisik, mental,
emosional, maupun sosial. Pada sisi lain, sesuai dengan UU Nomor 3 Tahun 2005
tentang Sistem Keolahragaan disebutkan bahwa pilar olahraga tidak hanya
menyangkut olahraga prestasi tetapi juga olahraga pendidikan dan olahraga rekreasi.
Artinya, tidak hanya mendasarkan pada medali sebagai ukuran keberhasilan.
Belum lagi seandainya medali itu diperoleh dengan cara-cara tidak elegan
dan tidak bermanfaat. Karena itu, dimunculkan gagasan sport development index
(SDI), yaitu indeks gabungan yang mencerminkan keberhasilan pembangunan
olahraga berdasarkan empat dimensi dasar, yaitu ruang terbuka yang tersedia untuk
olahraga, SDM atau tenaga keolahragaan yang terlibat, partisipasi masyarakat untuk
berolahraga secara teratur, dan derajat kebugaran jasmani yang dicapai masyarakat.
Dewasa ini dikenal dua sistem pembangunan olahraga yang umumnya
dianut di Negara – Negara maju, yaitu pembinaan olahraga dengan menonjolkan
pada olahraga elit (elite sport) danpembinaan olahraga yang memfokuskan pada
budaya gerak (sport and movementculture) Lawson dan Crum (dalam Maksum,
2004:13).
Pembinaan dan pengembangan keolahragaan nasional yang dapat
menjamin pemerataan akses terhadap olahraga, peningkatan kesehatan dan
kebugaran, peningkatan prestasi, dan manajemen keolahragaan yang mampu
menghadapi tuntutan perubahan kehidupan nasional memerlukan sistem
keolahragaan yang sifatnya nasional. Disamping itu dalam Undang – Undang
Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional
disebutkan bahwa pembangunan nasional di bidang olahraga merupakan upaya
meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia secara jasmaniah, rohaniah, dan
42
sosial mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, sejahtera dan demokratis
berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Dalam
membina keolahragaan nasional berdasarkan UUD 1945 tersebut mengakar pada
nilai-nilai keolahragaan, kebudayaan nasional Indonesia, dan tanggap terhadap
tuntutan perkembangan olah raga.
Pembangunan olahraga mencakup olahraga pendidikan, olahraga rekreasi,
dan olahraga prestasi. Ketiga lingkup olahraga ini dilakukan melalui pembinaan dan
pengembangan olahraga secara terencana, sistematik, berjenjang, dan berkelanjutan,
yang dimulai dari pembudayaan dengan pengenalan gerak pada usia dini,
pemassalan dengan menjadikan olahraga sebagai gaya hidup, pembibitann dengan
penelusuran bakat dan pemberdayaan sentra-sentra keolahragaan, serta peningkatan
prestasi dengan pembinaan olahraga unggulan nasional sehingga olahragawan
andalan dapat meraih puncak pencapaian prestasi.
Sementara pada Renstra Kemenpora tahun 2010-2014 fokus pembangunan
keolahragaan adalah pembudayaan dan peningkatan prestasi olahraga yang jika
dikaitkan dengan bangunan olahraga berarti penguatan fondasi bangunan olahraga
yaitu budaya berolahraga dan penguatan pola pembibitann olahraga prestasi guna
menciptakan sebanyak-banyaknya sumber daya calon olahragawan berbakat dari
berbagai daerah di Indonesia sesuai dengan karakter fisik dan kultur lokal, serta
kondisi lingkungan yang mendukung pembentukan potensi-potensi olahraga
unggulan di daerah. Bangunan olahraga nasional dalam renstra Kemenpora dapat
dilihat pada gambar berikut:
43
Gambar 2.1 Bangunan Sistem Keolahragaan Nasional
(Renstra Kemenpora 2010-2014)
Penciptaan sumber daya manusia untuk membentuk calon olahragawan
berbakat dilakukan melalui pencanangan gerakan nasional (secara massal) guna
menjadikan olahraga sebagai gaya hidup (life style); pemberdayaan (revitalisasi)
olahraga dasar seperti lari, loncat, dan lempar (track andfield) di satuan-satuan
pendidikan usia dini, dasar, menengah, dan tinggi; serta fasilitasi penyelenggaraan
perlombaan/kompetisi olahraga antarsatuan pendidikan dan fasilitasi penyediaan
instruktur/ pelatih/ guruolahraga yang berkualitas internasional di tengah-tengah
masyarakat.
Menurut Cholik dan Maksum (2007: 7), SDI adalah indeks gabungan yang
mencerminkan keberhasilan pembangunan olahraga berdasarkan empat dimensi
dasar: (1) Ruang Terbuka yang tersedia untuk olahraga, (2) Sumber Daya Manusia
atau tenaga keolahragaan yang terlibat dalam kegiatan olahraga, (3) Partisipasi
warga masyarakat untuk melakukan olahraga secara teratur dan (4) derajat
kebugaran jasmani yang dicapai oleh masyarakat. Penjelasan terkait 4 dimensi Sport
Development Index dapat dilihat dalam gambar berikut:
44
Tabel 2.1 Multivariabel dan Indikator SDI
Sumbe: Kristiyanto A, (2012: 34)
Dimensi ruang terbuka merujuk pada tempat bagi kegiatan olahraga dan
aktivitas fisik sejumlah orang (masyarakat) dalam bentuk bangunan atau lahan yang
berbentuk lapangan olahraga tertutup (in-door) ataupun terbuka (out-door). Dimensi
SDM mengacu pada ketersediaan pelatih olahraga, guru pendidikan jasmani dan
instruktur olahraga dalam suatu wilayah tertentu. Angka SDM diukur berdasarkan
rasio antara jumlah pelatih, instruktur, guru pendidikan jasmani dan jumlah populasi
di daerah yang bersangkutan.Dimensi partisipasi mencakup partisipasi langsung
seperti melakukan olahraga, atau partisipasi tidak langsung seperti mensponsori
event olahraga. Adapun dimensi kebugaran adalah kesanggupan tubuh melakukan
aktivitas tanpa mengalami kelelahan berarti, orang yang bugar berarti tidak
gampang lelah. Dari dimensi SDI yang dipaparkan diatas, pembahasan yang lebih
detail dari keempat indikator pembangunan olahraga tersebut sebagai berikut:
a. Ruang Terbuka (Open Spaces)
Ruang terbuka (open spaces) merupakan ruang yang direncanakan
karena kebutuhan akan tempat-tempat pertemuan dan aktivitas bersama di udara
Dimensi Ruang
Terbuka SDM Partisipasi Kebugaran
Indikator
(Multivariabel
dalam rangka
aktual)
Indeks dimensi
Rasio
ketersedian
ruang
terbuka
dengan
jumlah
penduduk
> 7 th
(ANGKA
AKTUAL)
Indeks
ruang
terbuka
Rasio pelatih/
guru/instruktur
dengan
populasi
(ANGKA
AKTUAL)
Indeks SDM
Rasio
peserta
Aktif
berolahraga
dengan
partisipan
(ANGKA
AKTUAL)
Indeks
partisipasi
Anak
Angka
Kebugaran
(ANGKA
AKTUAL)
Rmj
Indeks
kebugaran
Dws
45
terbuka. Ruang terbuka (open spaces), Ruang Terbuka Hijau (RTH),
Ruangpublik (public spaces) mempunyai pengertian yang hampir sama. Secara
teoritisyang dimaksud dengan ruang terbuka (open spaces) adalah:
1) Ruang yang berfungsi sebagai wadah (container) untuk kehidupan
manusia,baik secara individu maupun berkelompok, serta wadah makhluk
lainnya untuk hidup dan berkembang secara berkelanjutan (UUPR
no.24/1992).
2) Suatu wadah yang menampung aktivitas manusia dalam suatu lingkungan
yang tidak mempunyai penutup dalam bentuk fisik (Budihardjo, 1999: 90).
3) Ruang yang berfungsi antara lain sebagai tempat bermain aktif untuk anak-
anak dan dewasa, tempat bersantai pasif untuk orang dewasa, dan
sebagaiareal konservasi lingkungan hijau (Gallion, 1959: 282).
4) Ruang yang berdasarkan fungsinya sebagai ruang terbuka hijau yaitu
dalambentuk taman, lapangan atletik dan taman bermain (Adams, 1952:
156).
5) Lahan yang belum dibangun atau sebagian besar belum dibangun di wilayah
perkotaan yang mempunyai nilai untuk keperluan taman dan rekreasi;
konservasi lahan dan sumber daya alam lainnya; atau keperluan sejarah dan
keindahan (Green, 1962).
6) Ruang yang didominasi oleh lingkungan alami di luar maupun didalam kota,
dalam bentuk taman, halaman, areal rekreasi kota dan jalur hijau (Trancik,
1986: 61).
7) Ruang-ruang di dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk
area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur yang dalam
penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan
yang berfungsi sebagai kawasan pertamanan kota, hutan kota, rekreasi kota,
kegiatan Olahraga, pemakaman, pertanian, jalur hijau dan kawasan hijau
pekarangan (Inmendagri no.14/1988).
Ruang terbuka merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat untuk
melakukan aktivitas fisik. Keberadaan ruang terbuka olahraga yang mudah di
46
akses oleh semua lapisan masyarakat dapat mendorong terciptanya suatu
masyarakat yang gemar berolahraga atau beraktivitas fisik. Ruang tebuka
merujuk pada suatu tempat yang diperuntukkan bagi kegiatan olahraga oleh
sejumlah orang (masyarakat) dalam bentuk bangunan dan /atau lahan. Bangunan
dan lahan terbuka dapat berupa lapangan olahraga yang standar ataupun tidak,
yang tertutup (indoor) maupun terbuka (outdoor), atau berupa lahan yang
memang diperuntukkan guna kegiatan berolahraga untuk masyarakat.Sedangkan
agar bisa dikatakan sebagai ruang terbuka olahraga harus memenuhi persyaratan
antara lain sebagai berikut; didesain untuk olahraga, digunakan untuk olahraga,
bisa diakses oleh masyarakat luas (Cholik dan Maksum, 2007: 38) .
Untuk dapat dikatakan sebagai ruang terbuka olahraga harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut.
a) Didesain untuk olahraga
Syarat ini merujuk pada pengertian bahwa prasarana yang ada
memang sengaja dirancang untuk kegiatan olahraga. Banyak tempat yang
digunakan masyarakat untuk melakukan aktifitas olahraga, tetapi sebenarnya
tempat itu bukan didesain untk kegiatan olahraga misalnya,taman-taman
perkotaan, badan jalan, lahan kosong di sekitar pemukiman, dan sebagainya.
Aktifitas olahraga yang dilakukan bukan pada tempatnya, selain dapat
merusak fungsi sebenarnya dari tempat tersebut, juga bisa berbahaya bagi
pelaku olahraga sendiri
b) Digunakan untuk olahraga
Syarat ini sangat jelas bahwa tempat yang disebut ruang terbuka
tersebut digunakan untuk olahraga. Pertanyaannya, apakah ada tempat yang
didesain untuk olahraga tetapi tidak digunakan untuk olahraga? Jawabannya
ada, yaitu tempat olahraga yang telah beralih fungsi, meskipun secara fisik
tidak berubah, tetapi tempat tersebut lebih banyak digunakan untuk kegiatan
selain olahraga misalnya, untuk kegiatan jual-beli seperti pasar, tempat
parkir dan lain-lain.
47
c) Bisa diakses oleh masyarakat luas
Syarat ini pada hakekatnya melekat pada makna dari ruang terbuka
itu sendiri. Artinya, tempat tersebut harus dapat digunakan oleh masyarakat
umum dari berbagai latar belakang sosial, ekonomi, budaya, serta dapat
diakses oleh berbagai kondisi fisik manusia. Dengan syarat ini, tempat-
tempat olahraga seperti lapangan golf, kolam renang pribadi, dan jogging
track pribadi yang tidak dapat diakses oleh masyarakat luas tidak termasuk
dalam definisi ruang terbuka.
Tersedianya ruang terbuka bagi masyarakat untuk berolahraga merupakan
salah satu kewajiban pemerintah dan pemerintah daerah. Di dalam UUSKN nomor
3 tahun 2005 pasal 67 ayat 2 disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah
menjamin ketersediaan prasarana olahraga sesuai dengan standar dan kebutuhan
pemerintah dan pemerintah daerah. Prasarana yang dimaksud dapat berupa gedung
olahraga, lapangan, sirkuit, kolam renang, jalur jogging dan jalur bersepeda.
Dengan tersedianya ruang terbuka olahraga diharapkan dapat meningkatkan animo
atau antusiasme masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dan dewasa untuk
berpartisipasi dalam melakukan aktivitas olahraga. Menurut Kristiyanto A (2012:
189) korelasi antara ruang terbuka publik dengan aktivitas olahraga di masyarakat
adalah secara timbal balik dan saling memperkuat. Bisa diartikan bahwa tersedianya
ruang terbuka publik dapat memicu motivasi berolahraga bagi masyarakat,
sebaliknya antusiasme masyarakat yang tinggi untuk beraktivitas olahraga akan
melahirkan kreativitas dalam pemanfaatan ruang terbuka.
Untuk mengetahui index ruang terbuka maka angka Ruang Terbuka diukur
berdasarkan rasio luas ruang terbuka yang ada dengan jumlah penduduk yang
berusia 7 tahun keatas, Ruang terbuka yang dimaksud adalah ruang publik untuk
kegiatan olahraga yang dapat diakses oleh penduduk suatu
propinsi/kabupaten/kota/kecamatan, Angka standar ruang terbuka yang diadopsi
oleh Komite Olympiade adalah 3,5 m2 per orang, Rumus yang digunakan untuk
mendapatkan angka indeks ruang terbuka adalah:
48
Dimana: Nilai maksimum= 3,5 M2, nilai minimum = 0 m
2
(Kristiyanto A, 2012: 46)
b. Sumber Daya Manusia (Human Resources)
Pengembangan sumber daya manusianya sebagai pelaksana di lapangan.
Kualitas dan kompetensi SDM yang menangani olahraga harus dapat
diberdayakan untuk mendukung pembinaan dan pengembangan olahraga baik di
tingkat daerah, nasional, baik untuk olahraga prestasi ataupun olahraga
masyarakat Beradasarkan kebutuhan dari pengguna (user) maka jenis SDM
yang harus dikembangkan dan ditingkatkan kualitas dan kompetensinya adalah:
1) Guru /Dosen Pendidikan Jasmani (Physical Educator)
Guru pendidikan jasmani adalah SDM yang menangani pendidikan
jasmani yang dibutuhkan di sekolah-sekolah mulai dari SD, SLTP sampai
SMU dan di perguruan tinggi. Di dalam melaksanakan tugas dan fungsinya
guru/Dosen pendidikan jasmani bertanggung jawab dalam menjabarkan
kurikulum pendidikan jasmani (intra kurikulernya) di sekolah bagi upaya
peningkatan kualitas fisik, kesehatan dan kesegaran jasmani, pengenalan dan
pemahaman dasar olahraga, pemantauan pertumbuhan dan perkembangan
fisik, pemantauan bakat olahraga, pembinaan sportifitas, disiplin dan budaya
berolahraga pada siswa. Untuk itu di suatu sekolah mutlak harus terdapat
guru pendidikan jasmani yang memiliki kualitas dan standart kompetensi
yang sesuai.
2) Pelatih Olahraga sekolah(School Coach)
Idealnya pelatih olahraga di sekolah berbeda dengan guru pendidikan
jasmani, tetapi karena pertimbangan keterbatasan biasanya pelatih olahraga
ini sering dirangkap oleh guru pendidikan jasmani. Dalam melaksanakan
tugasnya pelatih olahraga ini bertanggung jawab terhadap proses pembinaan
dan pengembangan bakat siswa dalam berolahraga di beberapa cabang
𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝑅𝑢𝑎𝑛𝑔 𝑇𝑒𝑟𝑏𝑢𝑘𝑎 =𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐴𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 − 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 − 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚
49
olahraga sesuai dengan tingkatan usia dan kekhususan kecabangannya yang
dilaksanakan di luar jam pelajaran dalam bentuk ekstrakurikuler. Sehingga
dengan adanya lagkah ini akan mendukung munculnya atlet berbakat dalam
proses talent scouting (pemanduan bakat).
3) Pelatih Olahraga Klub atau Cabang Olahraga (Sport coach)
Pelatih olahraga di Klub atau perkumpuan adalah SDM yang
tugasnya melatih cabang olahraga tertentu yang bertanggung jawab untuk
melatih baik dari fisik, teknik ataupun strategi bertandingnya yang
didapatkan kompetensinya melalui pelatihan untuk mendapatkan sertifikasi
yang sah.
4) Penggerak Olahraga (Sport Motivator)
Pengerak olahraga adalah SDM yang tugasnya memasyarakatkan,
membudayakan, menggerakkan dan menggalakkan masyarakat untuk
berolahraga baik di kota maupun di pedesaan. Idealnya seorang penggerak
olahraga memiliki pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan tentang
berbagai jenis olahraga masyarakat dengan prinsip yang 5-M yaitu Murah,
Meriah, Massal, Menarik dan Manfaat juga memiliki kualitas sebagai
pemberi contoh atau instruktur olahraga masyarakat yang baik.
5) Instruktur Olahraga (Instructor)
Intruktur olahraga adalah SDM yang tugasnya memberikan intruksi
untuk melakukan satu atau beberapa jenis kegiatan olahraga yang populer di
masyarakat .Dalam melaksanakan tugasnya instruktur bertanggung jawab
untuk memimpin atau memberi aba-aba pada kegiatan olahraga yang
sifatnya massal misalnya Senam Aerobik, Instruktur senam jantuing sehat,
instruktur senam kesegaran jasmani, Instruktur senam Tera, dsb.
6) Manajer Olahraga (Sport Manager)
Manajer Olahraga adalah SDM yang tugasnya menangani atau
mejadi pengelola suatu kegiatan olahraga misalnya menyelenggarakan
kompetisi, memimpin Tim ke suatu event, menangani atlet, mengelola suatu
50
pemusatan latihan dsb. Seorang manejer Tim harus menguasai prinsip-
prinsip menejemen olahraga yang spesifik dan profesional.
7) Administrator Olahraga (Sport Management)
Administratur olahraga adalah SDM yang tugasnya menangani atau
melakukan tugas keadministrasian/kesekretariatan dalam suatu organisasi
atau kegiatan olahraga. Seorang administratur olahraga harus memiliki
kualitas sebagai tenaga pelaksana administrasi suatu organisasi atau kegiatan
olahraga, baik di tingkat, klub, induk cabang olahraga maupun di jajaran
KONI
8) Promotor Olahraga (Sport Promotor)
Promotor olahraga adalah SDM yang tugasnya menangani atau
melakukan upaya promosi kegiatan/event olahraga dengan melibatkan
partisipasi kalangan olahraga dan dunia usaha.
9) Manajer fasilitas Olahraga(Sport Facility Manager)
Manajer Fasilitas olahraga adalah SDM yang tugasnya menangani
atau melakukan pengelolaan suatu fasilitas olahraga misalnya pada sport
club, sport center, recreation center, fasilitas olahraga di hotel, resort,
country club dsb.
10) Wasit Olahraga(Sport Umpire)
Wasit olahraga adalah SDM yang tugasnya mewasiti dan menjadi
penentu keputusan dalam suatu kompetisi/pertandingan olahraga. Seorang
wasit harus memiliki kualifikasi, lisensi, sertifikasi perwasitan dari induk
cabang olahraga yang sesuai serta mampu mempimpin
pertandingan dengan fair dan tidak memihak.
11) Dokter /Paramedis Olahraga (Sport Medicine)
Dokter spesialis Olahraga/Para medis kesehatan olahraga adalah
SDM yang tugasnya membantu dalam pembinaan dan pengembangan
olahraga berbasiskan Iptek kesehatan olahraga, harus memiliki kualitas dan
memenuhi standart kompetensi sebagi dokter olahraga yang diperoleh
melalui pendidikain formal kedokteran olahraga atau sertifikasi penyetaraan
51
berjenjang melalui penataran/pelatihan yang dilakukan oleh organisasi
profesi kesehatan/kedokteran olahraga.
12) Psikolog Olahraga (Sport Psychologist)
Psikolog Olahraga adalah SDM yang tugasnya membantu dalam
pembinaan dan pengembangan olahraga yang berbasiskan Iptek psikologi
olahraga. Seorang psikolog olahraga atau psikolog yang berkecimpung
didunia olahraga harus memiliki kuaitas dan kompetensi yang memadai
yang didapatkan melalui jalur formal pendidikan
13) Ahli Gizi Olahraga(Sport Nutritionist)
Ahli gizi olahraga adalah SDM yang tugasnya membantu dalam
pembinaan dan pengembangan olahraga berbasiskan Iptek gizi olahraga.Ahli
gizi olahraga inilah yang mengatur menu makanan olahragawan latihan, pra
pertandingan, saat pertandingan maupun pasca pertandingan yang
kompetensinya diperoleh lewat jalur pendidikan formal ataupun
penataran/palatihan yang dilaksanakan oleh organisasi profesi ahli gizi
olahraga.
14) Teknisi Olahraga (Sports tehcnician)
Teknisi olahraga adalah SDM yang tugasnya membantu dalam
pembinaan dan pengembangan olahraga di lapangan atau di laboratorium
Iptek Olahraga, harus memiliki kemampuan teknis sebagai operator untuk
pemeliharaan dan perawatan peralatan olahraga yang diperoleh melalui
pendidikan maupun pelatihan-pelatihan.
15) Peneliti Olahraga (Sport Research)
Peneliti Olahraga adalah SDM yang tugasnya melakukan pengkajian
atau penelitian di bidang olahraga di lapangan maupun di laboratorium Iptek
olahraga yang secara terus menerus hasil penelitiannya itu dimanfaatkan
untuk pengembangan dunia olahraga yang akan menghasilkan atlet-atlet
berkualitas maupun hasil pada aspek yang lainnya.
Dari pemaparan tersebut kita dapat melihat bahwa masih terbuka lebar
peluang kerja yang bisa diraih dari industri olahraga terutama dari olahraga
52
sebagai industri jasa. Tentu saja untuk meraih kesemuanya itu diperlukan
perjuangan, pengorbanan yang tidak sedikit. Wasit sudah membunyikan
peluitnya, Bola sudah digelindingkan, bagaimana sekarang Insan-insan
olahraga di daerah ini. Khususnya di lembaga ini bisa menangkap dan
memainkan secara Manis untuk menjadikan satu gol yang membuat kita unggul
dan kompetitif di abad ini. Tercukupinya sumber daya manusia keolahragaan
dengan kualitas yang baik maka akan sangat membantu pemerintah dalam
proses pembinaan dan pengembangan olahraga di setiap daerah.
Komunitas olahraga tersebut merupakan kumpulan SDM olahraga yang
dalam bahasa teknis UUSKN disebut sebagai pelaku olahraga, yang meliputi:
(1) Pengolahraga, yakni orang yang berolahraga dalam usaha mengembangkan
potensi jasmani, rohani, dan sosial; (2) Olahragawan, yakni pengolahraga yang
mengikutipelatihan secara teratur dan kejuaraan dengan penuh dedikasi untuk
mencapai prestasi; (3) Pembina olahraga, yakni orang yang memiliki minat dan
pengetahuan kepemimpinan, kemampuan managerial dan/atau pendanaan yang
didedikasikan untuk kepentingan pembinaan dan pengembangan olahraga; (4)
Tenaga Keolahragaan, yakni setiap orang yang memiliki kualifikasi dan
sertifikat kompetensi dalam bidang olahraga.
Sumber Daya Manusia (SDM) Keolahragaan yang dimaksudkan
berkaitan dengan jumlah pelatih/instrukrur/guru pendidikan jasmani yang
dimiliki oleh suatu kecamatan/kabupaten/kota/provinsi, Indeks SDM diukur
berdasarkan rasio jumlah SDM Keolahragaan dengan jumlah penduduk yang
berusia di atas 7 tahun pada suatu kecamatan/ kabupaten/ kota/ provinsi, Rumus
yang digunakan untuk menghitung indeks SDM adalah:
Dimana: Nilai maksimum = 2,08, Nilai Minimum = 0,00
(Kristiyanto A, 2012: 48)
𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝑆𝐷𝑀 =𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐴𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 − 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 − 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚
53
c. Partisipasi Masyarakat (Community Participation)
Partisipasi masyarakat menunjukkan suatu indikator keterlibatan aktif
masyarakat suatu daerah terhadap aktivitas olahraga. Secara umum, lingku
partisipasi olahraga dapat mengcakup partisipasi langsung seperti melakukan
olahraga dan tidak langsung seperti sebagai sponsor penyelenggara event
olahraga. Secara khusus, partisipasi olahraga merujuk pada keterlibatan
langsung secara aktif sebagai pelaku olahraga. Adapun beberapa defenisidari
partisipasi masyarakat itu sendiri berdasarkan sudut pandang beberapa ahli.
1) Sulaiman (1985:6)
Partisipasi sosial sebagai keterlibatan aktif warga masyarakat secara
perorangan, kelompok, atau dalam kesatuan masyarakat dalam proses
pembuatan keputusan bersama, perencanaan dan pelaksanaan program serta
usaha pelayanan dan pembangunan kesejahteraan sosial di dalam dan atau di
luar lingkungan masyarakat atas dasar rasa kesadaran tanggung jawab
sosialnya.
2) Isbandi (2007: 27)
Partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses
pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan
dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani
masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan
masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi.
3) Mikkelsen (1999: 64)
Dalam mendefenisikan partisipasi, Mikkelsen membaginya ke dalam
6 bagian yaitu :(1) Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat
kepada proyek tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan;(2) Partisipasi
adalah “pemekaan” (membuat peka) pihak masyarakat untuk meningkatkan
kemauan menerima dan kemampuan untuk menanggapi proyek-proyek
pembangunan;(3) Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat
dalam perubahan yang ditentukannya sendiri;(4) Partisipasi adalah suatu
proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau kelompok yang
54
terkait, mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk
melakukan hal itu;(5) Partisipasi adalah pemantapan dialog antara
masyarakat setempat dengan para staf yang melakukan persiapan,
pelaksanaan, monitoring proyek, agar supaya memperoleh informasi
mengenai konteks lokal, dan dampak-dampak sosial;(6) Partisipasi adalah
keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan, dan
lingkungan mereka.
Dari beberapa defenisi partisipasi masyarakat yang dikemukakan oleh
beberapa ahli, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan partisipasi
masyarakat adalah sesuatu keterlibatan masyarakat bukan hanya kepada proses
pelaksanaan kegiatan saja, tetapi juga melibatkan masyarakat dalam hal
perencanaan dan pengembangan dari pelaksanaan program tersebut, termasuk
menikmati hasil dari pelaksanaan program tersebut. Lebih lanjut secara
sederhana partisipasi masyarakat adalah keterlibatan seseorang (individu) atau
sekelompok masyarakat secara sukarela, dalam suatu kegiatan mulai dari proses
perencanaan, pelaksanaan kegiatan, sampai kepada proses pengembangan
kegiatan atau program tersebut.
Dari perspektif Cholik dan Maksum (2007: 50) mengakatakan bahwa,
rendahnya tingkat partisipasi berolahraga disebabkan oleh beberapa hal antara
lain:
a) kegiatan olahraga yang cenderung berorientasi pada peningkatan prestasi,
sehingga membatasi partisipasi orang yang kurang berminat mengejar
prestasi.
b) Kurangnya keterampilan gerak dasar sehingga mereka sukar menekuni suatu
cabang olahraga.
c) rendahnya derajat kesehatan atau kebugaran jasmani sehingga secara
psikologis merasa tidak mampu.
d) Tingkat ekonomi yang rendah sehingga tidak sanggup memenuhi
pengeluaran minimal untuk melibatkan diri dalamkegiatan olahraga.
e) Terkurasnya tenaga dan waktu akibat terlalu sibuk dalam pekerjaan.
55
f) Belum tersedianya fasilitas olahraga yang khusus diperuntukkan bagi para
lansia.
g) Belum adanya fasilitas olahraga di tempat-tempat umum yang memberikan
akses kepada para penderita cacat, sehingga mereka tidak memenuhi
keinginannya untuk turut berolahraga bersama warga masyarakat lainnya.
h) keengganan menggunakan fasilitas olahraga umum yang disebabkan
keterbatasan ruang gerak serta tingkat polusi udara setempat.
Dari perspektif sosial, keterbatasan partisipasi masyarakat dalam berolahraga
disebabkan oleh :
a) Pengaruh sistem nilai yang dianut para pemangku kewenangan yang
memarginalkan makna olahraga.
b) Fanatisme paham yang menjauhkan peluang wanita untuk berolahraga.
c) Diskriminasi gender di dalam kegiatan olahraga yang menurunkan motivasi
berpartisipasi kaum wanita.
d) Pandangan yang menyudutkan wanita karena anggapan baahwa berolahraga
bertentangan dengan kodrat kewanitaan.
e) Paham elitisme yang menganggap olahraga sebagai kegiatan eksklusif yang
semata-mata bertujuan untuk menaikkaan prestise bangsa dan negara di mata
dunia internasional.
f) Anggapan bahwa olahraga tidak mengandung unsur-unsur pendidikan, yang
disebabkan masih seringnya terjadi tindak kekerasan dalam kegiatan
olahraga.
g) Sebagian besar klub atau organisasi merancang program dan melaksanakan
kegiatannya dengan cara-cara yang mengacu kepada model olahraga
profesional, sehingga membatasi keterlibatan masyarakat luas.
h) Struktur dan implementasi kurikulum sekolah yang memberi kesan
pendidikan jasmani olahraga sebagai mata pelajaran yang seolah-olah tidak
memiliki fungsi penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak secara
menyeluruh.
56
Dari perspektif infrastruktur, kurangnya partisipasi masyarakat dalam
berolahraga disebabkan oleh:
a) Keterbatasan sarana, prasarana, dan ruang terbuka yang tersedia.
b) Ketiadaan fasilitas khusus bagi penderita cacat fisik.
c) Tiadanya akses bagi para penderita cacat ke tempat-tempat kegiatan
berolahraga umum.
d) Buruknya manajemen pemeliharaan sebagian besar sarana untuk umum,
sehingga menimbulkan keengganan untuk menggunakannya yang
disebabkan oleh lingkungan yang serba kotor dan tidak higienis.
e) Terbatasnya atau kurangnya dana pemerintah yang alokasikan untuk
kepentingan pemberdayaan olahraga rekreasi dan olahraga tradisional.
Untuk mengetahui index partisipasi makaAngka partisipasi diukur rasio
antara peserta kegiatan dengan jumlah populasi, Populasi yang dimaksudkan
adalah mereka yang berusia tujuh tahun keatas pada saat pengukuran dilakukan,
Partisipasi olahraga masyarakat mengacu pada frekwensi aktivitas olahraga
yang dilakukan dalam tiap minggunya, Asumsi yang digunakan untuk mengukur
warga yang berpartisipatif adalah warga yang melakukan aktivitas olahraga
kurang dari dari tiga kali per minggu diasumsikan sebagai warga yang kurang
berpartisipasi atas kegiatan olahraga yang dilakukannya, Rumus
untukmandapatkan angka indeks partisipasi adalah:
Dimana: Nilai maksmum partisipasi = 100, Nilai minimum = 0
(Kristiyanto A, 2012; 46)
d. Kebugaran Jasmani (Physical fitness)
Kebugaran jasmani yang baik akan sangat membantu seseorang dalam
melakukan aktivitas sehari-hari, baik aktivitas yang dilakukan di dalam rumah,
di luar rumah, atau di tempat kerja. Oleh karena itu berbagai program dirancang
untuk pencapaian kebugaran jasmani yang optimal. Ada tiga hal utama yang
𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝑃𝑎𝑟𝑡𝑖𝑠𝑖𝑝𝑎𝑠𝑖 =𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐴𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 − 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 − 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚
57
harus diperhatikan agar mampu memiliki tingkat kebugaran jasmani yang baik.
Pertama adalah berolahraga yang teratur, makan yang bergizi dan cukup, dan
yang terakhir adalah istrahat yang cukup, Franks & Howley dalam Cholik dan
Maksum (2011: 11).
Adapun pengertian kebugaran jasmani menurut Subroto (1979: 56)
dalam Saisyam.M (2011) adalah kemampuan berbuat sebaik-baiknya, baik fisik,
mental, dan spiritual, untuk melaksanakan tugas kewajiban pribadinya terhadap
kesejahteraan keluarga, masyarakat, Negara dan bangsanya.Kebugaran jasmani
adalah kemampuan seseorang untuk melakukan tugas pekerjaan sehari-hari
tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti. Wirdaninggar (2002: 1). Menurut
Rusli Lutan (2001: 7) mengemukakan bahwa kebugaran jasmani adalah
kemampuan seseorang untuk melakukan tugas fisik yang memerlukan kekuatan,
daya tahan, dan fleksibilitas.
Menurut Sadoso Sumosardjuono (1996: 1) dalam (http//:www.kebugaran
jasmani.com) kebugaran jasmani adalah kemampuan sesorang untuk
menunaikan tugasnya sehari-hari dengan mudah dan tanpa rasa lelah yang
berlebihan dan masih mempunyai sisa atau cadangan tenaga untuk menikmati
waktu senggangnya dan untuk keperluan-keperluan mendadak.
Dauer & Pangrazi (dalam Cholik dan Maksum, 2011:10) mengatakan
bahwa “Seseorang dalam hal ini yang memiliki kebugaran jasmani yakni
kekuatan dan stamina yang memadai, maka dalam melakukan aktivitas sehari-
harinya tidak mudah lelah, dan mempunyai cukup sisa energi untuk aktivitas
yang lain dan siap dalam situasi yang darurat”.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kebugaran jasmani
merupakan keadaan seseorang yang memiliki kemampuan untuk mengerjakan
tugas sehari-hari tanpa mengalami kelelahan yang berarti dan masih mampu
melakukan kegiatan di waktu luang maupun dalam kondisi atau situasi yang
tidak diduga.
58
1) Komponen Kebugaran Jasmani
Komponen kebugaran jasmani terbagi atas dua bagian yakni,
kebugaran jasmani yang berkaitan dengan kesehatan dan kedua kebugaran
jasmani yang berkaitan dengan keterampilan. Untuk komponen kebugaran
jasmani yang berkaitan dengan keterampilan terdiri atas kelincahan,
keseimbangan, koordinasi, kekuatan, waktu rekasi dan kecepatan, sedangkan
komponen kebugaran jasmani yang berkaitan dengan kesehatan adalah
komposisi tubuh, daya tahan, kelincahan, kekuatan, Wuest & Bucher dalam
Cholik dan Maksum (2011: 11).
Dua komponen ini perlu dikembangkan melalui berbagai bentuk
kegiatan olahraga secara rutin dan sesuai petunjuk yang ada. Untuk di
sekolah melalui guru penjasorkes dapat merancang suatu program agar bisa
dilakukan dengan jadwal yang tepat, dan anak-nak bisa mengikutinya dengan
suasana yang menyenangkan sekaligus memasukkan unsur-unsur peraturan
yang harus diikuti anak selama mengikuti program tersebut. Agar lebih jelas
dua komponen kebugaran jasmani itu dipaparkan sebagai berikut.
a) Kebugaran Jasmani Yang Berkaitan Dengan Kesehatan
(1) Kekuatan (Strenght)
Kekuatan secara umum didefinisikan sebagai banyaknya tenaga
yang digunakan oleh otot atau sekelompok otot saat melakukan
kontraksi. Jika dilihat dari sudut pandang fisiologi kekuatan adalah
kemampuan otot atau sekelompok otot untuk melakukan satu kali
kontraksi secara maksimal melawan tahanan atau beban atau strength is
the maximal force or torque a muscle or muscle group can generate at
a specific or determined velocity Fox dkk dalam Cholik dan Maksum
(2011: 12). Senada dengan itu Sajoto M (1988: 45) menjelaskan bahwa
kekuatan otot adalah kemampuan otot atau kelompok otot untuk
melakukan kerja dengan menahan beban yang diangkatnya.
Kemudian jika dilihat dari sudut pandang biomekanika kekuatan
adalah gaya yang dapat dihasilkan oleh otot atau sekelompok otot
59
dalam satu kontraksi maksimal. Melalui aktivitas jasmani yang teratur
dan terus menerus dalam durasi waktu yang sudah sesuai dengan
jadwal, maka dengan kegiatan olahraga tersebut akan membantu
meningkatkan kekuatan otot-otot. Selanjutnya Wahjoedi (2000: 86)
mengatakan bahwa kekuatan otot adalah tenaga, Gaya atau tegangan
yang dapat dihasilkan oleh otot atau sekelompok otot pada suatu
kontraksi dengan beban maksimal. Seseorang mungkin memiliki
kekuatan pada bagian otot tertentu namun belum tentu memiliki pada
bagian otot lainnya. Oleh karena itu orang yang melakukan kegiatan
olahraga dengan cara yang benar, ada pemanasan, inti, dan pendinginan
akan berdampak pada tingkat kekuatan yang lebih baik dibandingkan
dengan orang yang tidak rajin melakukan kegiatan olahraga.
(2) Daya Tahan (Endurance)
Daya tahan adalah kemampuan untuk melakukan suatu gerakan
atau usaha melewati suatu periode waktu. Sementara menurut
Wahjoedi (2000: 86) daya tahan adalah kapasitas sekelompok otot
untuk melakukan kontraksi yang beruntun atau berulang-ulang
terhadap suatu beban submaksimal dalam jangka waktu tertentu. Daya
tahan terbagi atas dua komponen yaitu: Daya tahan kardiorespiratori,
yaitu daya tahan jantung dan paru yang dapat diartikan sebagai
kesanggupan jantung (sistem peredaran darah) dan paru (sistem
pernapasan) untuk berfungsi secara optimal saat melakukan aktifitas
sehari-hari dalam waktu cukup lama tanpa mengalami kelelahan yang
berarti. Daya tahan otot yang dapat diartikan sebagai kapasitas otot
untuk melakukan kontraksi secara terus menerus pada tingkat
intensitas submaksimal (Nurhasan, 2001: 34).
Daya tahan mempunyai peran penting bagi seseorang terlebih
lagi bagi seorang atlet, dalam konteks agar aktivitas olahraga atau
aktivitas kerja yang dilakukan bisa diselesaikan dengan baik dan tepat
waktu, tanpa mengalami kelelahan.
60
(3) Kelentukan (Flexibility)
Menurut Cholik dan Maksum (2011: 15) Kelentukan adalah
kemampuan sendi untuk melakukan gerakan dalam ruang gerak sendi
secara maksismal sesuai dengan kemungkinan geraknya (range of
movement). Dalam pengertian lain adalah kesanggupan tubuh atau
anggota gerak tubuh dalam melakukan gerakan pada sebuah atau
beberapa sendi seluas-luasnya. Senada dengan itu Sajoto M (1988: 51)
menjelaskan bahwa kelentukan adalah kemampuan persendian,
melaksanakan gerak seluas-luasnya. Sementara menurut Wahjoedi
(2000: 87) kelentukan adalahkemampuan tubuh untuk melakukan
gerak melalui ruang gerak sendi atau ruang gerak tubuh secara
maksimal.
Kelentukan terbagi atas static flexibility or dynamic flexibility.
Kelentukan usia anak-anak sampai remaja sangat bagus, namun ketika
beranjak dewasa perlahan tingkat kelentukan berkurang apalagi jika
tidak rajin melakukan kegiatan olahraga. Ada beberapa aktivitas gerak
jasmani yang bisa meningkatkan kelentukan jasmani diantaranya
seperti tari balet, senam, modern dance, dan tarian tradisional.
Memiliki tingkat kelentukan yang baik akan membantu mengurangi
resiko cedera.
b) Kebugaran Jasmani Yang Berkaitan Dengan Keterampilan
(1) Kecepatan (Speed)
Kecepatan adalah kemampuan berpindah dengan cepat dari
satu tempat ketempat lain. Penjelasan lain mengenai kecepatan adalah
kemampuan untuk mengerjakan suatu aktivitas yang sama berulang-
ulang serta berkisanambungan dalam waktu yang sesingkat-
singkatnya (Wahjoedi, 2000: 88). Menurut Sajoto M (1988: 54)
kecepatan adalah kemampuan untuk menempuh jarak tertentu,
terutama jarak pendek, dalam waktu sesingkat-singkatnya. Kecepatan
dipengaruhi oleh waktu reaksi, yaitu mulai mendengar aba-aba
61
sampai gerak pertama dilakukan, maupun waktu gerak, yaitu waktu
yang dipakai untuk menempuh jarak.
Dalam berbagai kegiatan olahraga komponen kecepatan
merupakan hal yang tidak bisa dihilangkan, karena dengan kecepatan
yang baik maka seseorang dapat bergerak dengan cepat dalam sebuah
pertandingan olahraga. Misalkan olahraga sepak bola, lari sprint, dan
baseball adalah cabang-cabang olahraga yang membutuhkan
kecepatan yang baik. Namun seiring dengan penambahan usia,
kecepatan seseorang akan semakin menurun, maka melalui kegiatan
olahraga yang terarah maka kecepatan dapat dipertahankan. Apalagi
atlet dengan program latihan khusus dan terstruktur dari pelatih yang
fokus pada kecepatan tentu dapat meningkatkan kemampuan
kecepatannya.
(2) Daya Ledak (Power)
Daya adalah gabungan antara kekuatan dan kecepatan atau
pengerahan otot secara maksimum dengan kecepatan maksimum.
Menurut Wahjoedi (2000: 88) daya ledak adalah kemampuan tubuh
yang memungkinkan otot atau sekelompok otot untuk bekerja secara
eksplosif.Senada dengan itu Sajoto M (1988: 55) menjelaskan bahwa
daya ledak atau power adalah kemampuan melakukan gerakan secara
eksplosif. Sebagai contoh, beberapa bentuk kegiatan olahraga yang
membutuhkan power adalah permainan bola voli pada saat memukul
bola posisi di atas udara membutuhkan daya yang cukup besar
sehingga hasil pukulan bola bisa cepat, tajam dan keras, selain itu
pada saat melompat juga membutuhkan daya yang besar sehingga
badan bisa naik ke atas udara dalam seper sekian detik. Jadi daya
adalah tenaga yang dapat dipergunakan memindahkan badan/beban
dalam waktu tertentu, Pusat Kesegaran Jasmani dan Rekreasi dalam
Cholik dan Maksum (2011: 19).
62
(3) Kelincahan (Agility)
Kemampuan bergerak dan berubah-ubah arah secara cepat dan
tepat tanpa kehilangan keseimbangan. Kelincahan lebih menekankan
pada kemampuan tubuh atau bagian tubuh untuk mengubah arah
gerakan secara mendadak dalam kecepatan yang tinggi dan ini sangat
berkaitan dengan komponen lain yakni kecepatan dan koordinasi
(Cholik dan Maksum, 2011: 19).
Sedangkan Menurut Sajoto M (1988: 55) kelincahan adalah
kemampuan merubah arah dengan cepat dan tepat, selagi tubuh
bergerak dari satu tempat ketempat lain. Sementara menurut
Wahjoedi (2000: 88) kelincahan adalah kemampuan tubuh untuk
mengubah arah secara tepat tanpa adanya gangguan keseimbangan
atau kehilangan keseimbangan.Dengan kelincahan yang baik dan
maksimal, seseorang bisa beraktivitas dengan lebih baik, dinamis,
dan penuh semangat. Demikian juga ketika berada di kantor dengan
tingkat kelincahan yang tinggi membuat mereka terlihat sangat aktif
dan produktif dalam bekerja dan berkarya. Anak-anak di sekolah juga
dmikian akan cenderung aktif dalam pembelajaran dan membuat
mereka senang dan cerdas.
(4) Keseimbangan (Balance)
Keseimbangan adalah kemampuan mempertahankan sikap dan
posisi tubuh pada bidang tumpuan pada saat berdiri (statis balance)
atau pada saat melakukan gerakan (dynamic balance). Secara lebih
sederhana dapat dijelaskan bahwa keseimbangan adalah kemampuan
tubuh untuk melakukan reaksi atas setiap perubahan posisi tubuh
dengan tubuh dalam keadaan stabil dan terkendali. Menurut
Wahjoedi (2000: 88) keseimbangan adalah kemampuan untuk
mempertahankan posisi atau sikap tubuh secara tepat pada saat
melakukan gerakan.
63
(5) Koordinasi (Coordination)
Koordinasi merupakan kemampuan untuk melakukan gerakan
dengan tepat dan efisien. Penjelasan lain dikemukakan oleh Cholik
dan Maksum (2011: 21) koordinasi adalah “kemampuan tubuh untuk
mengintegrasikan berbagai gerakan yang berbeda menjadi satu
gerakan tunggal yang harmonis dan efektif”. Lebih lanjut Sajoto M
(1988: 53) menjelaskan bahwa koordinasi adalah kemampuan untuk
menyatukan berbagai sistem syaraf gerak yang terpisah kedalam satu
pola gerak yang efisien. Pendapat serupa dikemukakan oleh
Wahjoedi (2000: 89) bahwa koordinasi adalah kemampuan tubuh
untuk melakukan gerakan secara tepat, cermat dan efesien.
Hampir seluruh kegiatan olahraga membutuhkan koordinasi,
koordinasi mata dan kaki, koordinasi mata dan tangan, misalkan
permainan melempar dan menangkap bola, menendang dan
memberhentikan bola, serta memantulakn bola ketembok atau
kelantai.
(6) Kecepatan Reaksi (Reaction Time)
Kecepatan reaksi adalah waktu yang diperlukan dari saat
diterimanya rangsangan sampai awal munculnya reaksi.Menurut
Wahjoedi (2000: 88) kecepatan reaksi adalah waktu yang diperlukan
untuk memberikan respon kinetik setelah menerima suatu stimulus
atau rangsangan. Selanjutnya Sajoto M (1988: 59) menambahkan
bahwa reaksi atau kecepatan reaksi adalah kemampuan seseorang
segera bertindak secepatnya dalam menaggapi rangsangan-
rangsangan datang lewat indera, syarat atau feeling lainnya.
Terlambatnya dalam memberikan reaksi maka objek yang
dituju akan lebih cepat diambil lawan. Kecepatan reaksi tidak hanya
dibutuhkan dalam kegiatan olahraga saja, tetapi dalam kegiatan seperti
permainan yang dilakukan oleh anak-anak, misalnya permainan lari
cepat, permainan gobag sorong, permainan hitam dan hijau, atau
64
permainan ratu dan raja. Dengan penerapan permainan-permainan
seperti ini di sekolah maka kecepatan reaksi anak dapat dilatih dan
dikembangkan.
2) Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kebugaran Jasmani
Djoko Pekik Irianto (2000: 6) menjelaskan bahwa untuk mendapatkan
kebugaran yang memadai diperlukan perencanaan sistematik melalui
pemahaman pola hidup sehat bagi setiap lapisan masyarakat yang meliputi
tiga upaya bugar, yaitu: makan, istirahat, dan olahraga. Menurut Himpsi
dalam Cholik dan Maksum (2011: 28) ada beberapa faktor yang
mempengaruhi kebugaran jasmani yaitu:
a) Faktor Genetika (keturunan)
Faktor genetika merupakan sifat-sifat yang dibawa sejak lahir
yang didapat dari sifat kedua orang tua. Beberapa pengaruh keturunan
secara fisiologi seperti kekuatan otot dan ketahanan otot, komposisi otot,
dan volume oksigen maksimum (VO2Max) khususnya pada jumlah
serabut otot, tipe serabut otot dan sistem enzim yang berujung pada
perbedaan VO2Max pada saat melakukan aktivitas jasmani.
b) Umur
Setiap manusia akan mengalami penambahan umur setiap
tahunnya, dari anak-anak, remaja, dewasa sampai usia lanjut. Mulai dari
anak-anak sampai dewasa kira-kira umur 20 tahunan, daya tahan akan
mengalami peningkatan seperti daya tahan kardiovaskuler yang akan
mencapai puncak antara umur 20-30 tahun, setelah itu akan mengalami
penurunan. Oleh kerena itu penurunan ini dapat dikurangi dengan
melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang teratur.
c) Jenis Kelamin
Di indonesia olahraga banyak didominasi oleh kaum pria, namun
seiring perkembangan zaman dan teknologi serta memahami akan arti
pentingnya olahraga bagi kebugaran jasmani maka sekarang banyak
wanita yang juga rajin dan aktif melakukan kegiatan olahraga. Jenis
65
kelamin sangat mempengaruhi kebugaran jasmani, penekanan ini terjadi
pada perbedaan jumlah lemak antara laki-laki dan perempuan yang
berdampak pada transportasi oksigen dalam tubuh. Dampak itu berupa
perubahan pada jumlah VO2Max. Laki - laki lebih sedikit jumlah lemak
dalam tubuhnya yakni 15% sedangkan wanita 26%.
d) Aktivitas Fisik
Aktivis jasmani sangat mempengaruhi kebugaran jasmani
seseorang, terlebih lagi memang aktivitas itu memberikan kontribusi
langsung pada komponen kesegaran jasmani. Aktivitas fisik yang
dilakukan perlu mengenal karakteristik olahraga yang akan dimainkan
sehingga tidak menimbulkan resiko cidera yang fatal.
e) Kebiasaan Olahraga
Kebiasaan berolahraga berpengaruh terhadap kebugaran jasmani
apalagi intensitas, frekuensi dan lama olahraga yang dilakukan akan
sangat berpengaruh. Kebiasaan berolahraga akan membuat badan makin
bugar, otak semakin segar dan menjaga vitalitas tubuh. Orang yang
jarang berolahraga akan kelihatan sangat berbeda dengan orang yang
membiasakan olahraga dari daya tahan tubuhnya dalam mengerjakan
berbagai pekerjaan dan tugas sehari-hari.
f) Status Gizi
Kecukupan zat-zat makanan yang dikomsumsi akan sangat
mempengaruhi status gizi sehingga orang tersebut akan terlihat kualitas
fisiknya demikian juga sebaliknya. Kondisi status gizi yang kurang akan
berdampak pada kualitas fisiknya yang artinya juga akan berdampak pada
kesegaran jasmaninya. Makanan yang bergizi sangat membantu
tersedianya energi dalam tubuh yang diperlukan untuk melakukan
aktivitas olahraga.
66
g) Kadar Hemoglobin
Semakin banyak kadar Hb dalam darah maka pengangkutan
oksigen dalam tubuh untuk disebarkan ke seluruh tubuh akan semakin
baik, dan ini akan berpengaruh terhadap kebugaran jasmani seseorang.
h) Status Kesehatan
Orang yang sehat belum tentu mempunyai tingkat kebugaran
jasmani yang baik tetapi orang yang memiliki kebugaran jasmani yang
baik sudah pasti sehat. Pernyataan itu tepat sekali bahwa tidak ada satu
penyakit dalam diri seseorang bukan berarti mempunyai tingkat
kebugaran jasmani yang baik.
i) Kebiasaan Merokok
Merokok akan berpengaruh langsung pada daya tahan
kardiovaskuler, hal ini dipengaruhi olah asap rokok yang dihirup yang
mengandung karbon dioksida (CO). Bila dalam Hemoglobin terdapat CO
maka pengangkutan oksigen (O2) akan terganggu sebab CO mempunyai
tingkat afinitas yang lebih besar dibandingkan O2.
j) Kecukupan istrahat
Kecukupan istrahat akan sangat berpengaruh terhadap kondisi
kebugaran jasmani seseorang. Jika seseorang kurang beristirahat maka
penampilan fisik akan menurun, daya konsentrasi atau yang berkenaan
dengan mental akan berpengaruh. Kebugaran jasmani bersifat tentatif,
artinya tidak bisa menetap perlu dijaga agar kondisi kebugaran
jasmaninya selalu berada dalam kondisi yang baik, sehingga perlu tiga
hal mendasar yang harus diperhatikan yaitu berolahraga sesuai dengan
anjuran, makan makanan yang bergizi, dan istrahat yang cukup.
Untuk mengetahui index kebugaran jasmani maka Angka kebugaran
diukur berdasarkan hasil tes Multistage Fitness Test (MFT), Nilai
maksimum diperoleh dari angka kebugaran tertinggi yang mungkin dapat
dicapai oleh seorang ketika menggunakan tes MFT tersebut, Nilai
maksimum kebugaran adalah 40,5, Oleh karena kebugaran berkaitan dengan
𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝐾𝑒𝑏𝑢𝑔𝑎𝑟𝑎𝑛 =𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐴𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 − 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 − 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚
67
variabel usia, maka dalam perhitungan angka aktual kebugaran, harus
dibedakan antara usia anak, remaja dan dewasa. Sehingga penghitungan
indeks kebugaran, langkahnya agak sedikit rumit, Rumus yang digunakan
untuk mengukur indeks kebugaran:
Dimana: Nilai Maksimum = 40,5, Nilai Minimum = 20,1
(Kristiyanto A, 2012: 47).
6. Implementasi Kebijakan Pembangunan Keolahragaan
Implementasi kebijakan merupakan salah satu kesadaran kolektif dari
pemerintah untuk membangunan suatu daerah, maka pembangunan yang dimaksud
menyangkut berbagai dimensi, baik ruang terbuka dimanifeskan kepada kegiatan-
kegiatan olahraga, kuantitas dan kualitas sumber daya manusia sebagai bagian dari
proses pembangunan, pasrtisipasi masyarakat dan tingkat kebugaran jasmani
masyarakat.
Van Meter dan Van Horn (Arif Rohman, 2009: 134), implementasi
kebijakan dimaksud sebegai keseluruhan tindakan yang dilakukan oleh
individu/pejabat atau kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada
pencapaian tujuan kebijakan yang telah ditentukan, yaitu tindakan-tindakan yang
merupakan usaha sesaat yang mentransformasikan keputusan kedalam istilah
operasional ataupun usaha berkelanjutan untuk mencapai peruabahan besar dan
kecil yang diamanatkan oleh keputusan – keputusan kebijakan.
Dengan demikian, implementasi kebijakan sering dikaitkan dengan proses
administrative, yang didalamnya ditentukan banyak proses dan aktivitas
organisasional dalam proses dan pendekatan yang dilakukan.
Berdasarkan pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa proses
implementasi kebijakan tidak hanya menyangkut perilaku badan administrative
yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan
𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝐾𝑒𝑏𝑢𝑔𝑎𝑟𝑎𝑛 =𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐴𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 − 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 − 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚
68
pada diri kelompok sasaran (target group), tetapi menyangkut jaringan kekuatan-
kekuatan politik, ekonomi, dan social yang langsung atau tidak langsung dapat
mempengaruhi perilaku dari semua pihak yang terlibat, dan pada akhirnya
berpengaruh terhadap dampak, baik yang diharapkan maupun yang tidak
diharapkan.
Di Negara-Negara maju, ketika institusionalisasi masyarakat sudah mapan,
keberhasilan implementasi kebijakan sebagai besar berasal dari perumusan
kebijakan yang sangat bagus dan perencanaan. Hal ini berbeda dengan realitas di
Negara-Negara berkembang. Dibawah kontek politik Domestik, konflik laten,
instutusionalisasi yang tidak matang, ditambah globalisasi “Predator”; Negara-
Negara berkembang harus menyadarkan keberhasilan perkembangan pada sisi
implementasi. Pembuatan dan perumusan kebijakan berkontribusi 20% dari total
keberhasilan. 60% akan menjadi implementasi kebijakan. 20% akan menjadi control
kebijakan. Membandingkan rencana bisnis kebijakan korporasi, kebijakan publik
mempunyai lebih banyak rintangan. Pertama, kebijakan public berjalan di area yang
relatif tidak terbatas, area publik; sedangkan korporasi adalah area terbatas (bahkan
untuk perusahaan murtinasional). Area publik yang sangat luas membuatnya sulit.
Kedua, pemerintah sebagai pengimplementasi utama kebijakan menghadapi fakta
bahwa mereka tidak dapat menanage orang, agar dapat langsung mengimplementasi
kebijaka, seperti kebijakan yang dilakukan oleh perusahaan. (Nurgroho, R
2004:213).
Negara-Negara berkembang mempunyai tiga tipe masyarakat. Pertama,
Tradisional, yang berarti suatu masyarakat dimana mayoritas rakyatnya tinggal
dengan nilai-nilai dan kepercayaan tradisional; kedua, Transisi, yang berarti suatu
masyarakat dengan mayoritas rakyatnya hidup dalam nilai-nilai dan kepercayaan
tradisional, dari tradisional ke modern; ketiga, Modern, yang berarti suatu
masyarakat dimana mayoritas rakyatnya hidup dengan nilai-nilai modern.
Pada tipe masyarakat tradisional, pengimplementasian kebijakan
menghadapi fakta bahwa kebijakan publik adalah produk yang modern, ditengah
kepercayaan tradisional, yang didominasi oleh nilai-nilai dimana orang lebih
69
penting dari pada sistem dan orang tersebut adalah orang yang mempercayai
keyakinan tradisional. Oleh karena itu, keberhasilan implementasi kebijakan
dilakukan oleh para pemimpin yang karismatik bukan para pemimpin professional.
Pemimpin karismatik, seperti yang disebut dalam tesis Max Weber, Adalah
pemimpin yang diikuti oleh para pengikutnya karna kekuatan supranaturalnya. Di
Indonesia pada tahun 1945-1955, ada Soekarno, presiden pertama, yang dipercayai
oleh masyarakat mempunyai kekuatan dari tuhan sebagai pemimpin supranatural
Indonesia. Ketika Soekarno memberikan pidatonya, orang-orang berhenti dari
pekerjaan dan aktivitas mereka, hanya untuk mendengarkan pidatonya, meski hanya
dari radio. Pemerintah mempunyai masalah yang parah ketika soekarna menjadi
polisi bagi dirinya sendiri. Karismatik Soekarno meredup pada tahun 1960an dan
dia dilengserkan pada 1966, dan semua kepemimpinannya dicabut sesudah itu.
Tentu saja, hal ini bukan hanya pengalaman Indonesia. India dibawah
Nehru; Pakista dibawah Bhuto; Mesir dibawah Nasser juga mengalami hal yang
sama. Tantangan bagi masyarakat tradisional adalah mencari pengimplementasi
yang semakin karismatik untuk membuat masyarakat percaya dan melakukan
apayagn inginkan kebijakan untuk mereka lakukan.
Masyarakat transisional juga sulit diatur. Trasisi berarti bahwa rakyat
dibawah keluar dari sesuatu yang mereka sukai, tetapi belum di implementasikan
kedalam preferensi yang baru. Transisi ini seperti remaja, yang tidak lagi anak-anak,
tetapi belum juga menjadi masusia yang dewasa. Sekali lagi, Indonesia, Malaysia,
Filipina, dan Thailand saat ini adalah contoh masyarakat dalam transisi dengan
karakter yang mudah menjadi marah, tidak sabar dan terlalu menuntut.
Masyarakat transisi kemungkinan diurus oleh pemimpinan yang kuat dan
pengimplementasi kebijakan. Oleh karena itu, Malaysia secara efektif dikendalikan
di bawah Mahathir Mohammad, Indonesia dibawah Soekarno, Singapura dibawah
Lee Kuan Yew, dan Filipina dibawah Ferdinand Marcos. Masalahnya adalah bahwa
pemimpin yang kuat cenderung menjadi otoriter. Kasus Indonesia, dan yang lebih
ekstrem, Filipina menunjukan bagaimana pemimpin yang kuat masuk kedalam
70
perangkap yang sama seperti para pemimpin yang karismatik; menjadi menjadi
kebikajannya sendiri.
Keberhasilan implementasi kebijakan akan ditentukan oleh banyak variabel
atau faktor, dan masing-masing variabel tersebut saling berhubungan satu sama lain.
Untuk memperkaya pemahaman kita tentang berbagai variabel yang terlibat
didalam implementasi, maka akan dielaborasikan beberapa teori implementasi yang
dalam pandangan Edwards III, Implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat
variabel, yakni: (1) Komunikasi, (2) Sumber Daya, (3) Disposisi, dan (4) Struktur
Birokrasi. Keempat Variabel tersebut juga saling berhubungan satu sama lain.
Sumber Edwards III, 1980:148
(1) Komunikasi
(2) Sumber Daya
(3) Disposisi
(4) Struktur Birokrasi
Masyarakat yang mudah dikelolah adalah masyarakat modern. Masyarakat
ini dicirikan oleh tingkat pendidikan yang lebih tinggi, biasanya rata-rata sekolah
menengah atas; kemampuan berfikir secara rasional; lebih bersemangat terhadap isu
yang tidak bersih dari pada isu yang bersih, meskipun pada akhirnya keagamaanya
menjadi rendah; dan pada akhirnya menjadi masyarakat yang taat peraturan.
Singapura, kuala Lumpur (berarti tidak semua wilayah di Malaysia), Jakarta (berarti
tidak semua wilayah indonesia), Taiwan, HongKong, adalah sebagian model
Struktur Birokrasi
Komunikasi
Disposisi
Sumber Daya
Implementasi
71
tersebut. Warga Negara sadar akan hak dan kewajibanya. Salah satu indikatornya
adalah jika ada masalah atau tragedy, institusi pertama yang mereka carai adalah
lembaga pemerintah. Berbeda dengan masyarakat tradisional, yang mencari
pengayom utama atau keluarga sebagai tempat pertama yang mereka tuju.
Tidak tipe masyarakat yang terakhir adalah kondisi yang paling tepat untuk
keberhasilan implementasi kebijakan. Faktanya dalah terlalu banyak Negara
berkembang yang berada dalam kondisi tradisional daripada masyarakat modern. Di
Afrika, meskipun dinegara paling maju, afrika selatan, semua Negara hidup dalam
keyakinan tradisional. Di Asia, dengan keuntungan ekonominya, beberapa Negara
tradisional telah berubah menjadi Negara yang modern dan tradisional. (Nurgroho,
R 2004:216-217).
Peter de Leon dan Linda de Leon (2001) dalam Nugroho R (2014: 217)
menyatakan bahwa ada tiga generasi studi implementasi kebijakan. Generasi
pertama, dikembangkan pada 1970-an, memahami kebijakan misil kuba merupakan
salah satu contohnya. Dengan pendekatan ini, implementasi kebijakan dipercaya
sebagai tindakan selanjutnya dari keputusan kebijakan, setidaknya tidak ada
kesenjangan antara keputusan dan implementasi kebijakan. Pendekatan ini adalah
fenomena khusus model pembuatan keputusan militer: memutuskan dan bertindak.
Generasi kedua, yang dikembangkan pada tahun 1980-an memercayai bahwa
implementasi kebijakan adalah proses Top-down, karna struktur hierarki atau kita
menyebutnya sebagai perspektif pelaksanaan Top-down. Perspektif tersebut
memercayai bahwa tugas birokrasi adalah mengimplementasikan kebijakan yang
diputuskan oleh institusi politik dan para aktor. Perspektif ini dipahami sebagai
premis Woodrow Wilson: “ketika politik berarkhir, pemerintahan dimulai”. Studi
awal tentang pendekatan ini adalah dari Daniel Mazmanian & Paul Sabatier (1983),
Robert Nakamura & Frank Small-Wood (1980), dan Paul Bermn (1980). Generasi
ketiga, dikembangkan pada 1990-an oleh Malcolm L. Goggin (1990) yang
mempromosikan ide bahwa perilaku sebagai variable dari pengimplementasi
kebijakan lebih menentukan keberhasilan dan kegagalan implementasi kebijakan.
72
Pendekatan ini terlihat mendekati teori perilaku. Pemikir lain yang mengembangkan
ide yang sama dalah Helen Ingram (1990) dan Denise Scheberle (1997).
Menurut Tangkilisan (dalam Kristiyanto A, 2012; 52). Dalam
mengimplementasi kebijakan, secara umum ada tiga aspek yang diharapkan dari
seorang analis atau implementasi kebijakan yaitu: (1) aspek perumusan kebijakan,
dimana analis atau evaluator berupaya untuk menentukan jawaban bagaimana
kebijakan tersebut dibuat dan dirumuskan; (2) aspek implementasi kebijakan ,
dimana analis atau evaluator berupaya mencari jawaban bagaimana kebijakan itu
dilakukan; dan (3) aspek evaluasi, dimana analis atau evaluator berusaha untuk
mengetahui apa dampak yang ditimbukan oleh tindakan kebijakan, baik dampak
yang diinginkan maupun dampak yang tidak diinginkan.
Hasil pembangunan olahraga berdasarkan acuan definisi tersebut jelas harus
mengarah pada aspek kehidupan yang lebih menyeluruh. Pembangunan olahraga
dalam kerangka pembangunan secara umum terkait dengan persoalan proses
peningkatan mutu "produksi" keolahragaan yang merupakan cerminan perbaikan
taraf hidup masyarakat. Pembangunan secara sederhana dapat juga diartikan sebagai
suatu perubahan tingkat "kesejahteraan" secara terukur dan alami.Perubahan tingkat
tersebut ditentukan oleh dimensi dari definisi ekonomi, sosial, politik, atau
hukum.Perubahan alami adalah perubahan yang melembaga dalam bangunan sosial
sekelompok manusia. Perubahan alami tersebut diciptakan, dimulai, ditentukan,
digerakkan, dan diselenggarakan oleh tindakan publik.
Perubahan alami dalam sebuah proses pernbangunan yang dimaksudkan
adalah perubahan yang mengakar dan memiliki konotasi terhebas dari
ketergantungan yang herlebihan. Ketergantungan yang dimaksudkan adalah
ketergantungan dari pemerintah, maupun dari pihak-pihak eksternal dari dunia
inrernasional. Perubahan alami dari proses pembangunan olahraga memang sudah
seharusnya berisi kebijakan untuk memampukan masyarakat untuk melaksanakan
tindakan publik secara kolektif dan berencana.
Maka implementasi pembangunan olahraga secara tidak langsung adalah
mengevaluasi kebijakan-kebijakan yang telah dibuat untuk kemajuan pembangunan
73
olahraga. Kebijakan tentang pembangunan olahraga merupakan representatif dari
kebijakan empat indikator pembangunan olahraga yaitu ruang terbuka, sumber daya
manusia keolahragaan, partisipasi masyarakat, dan tingkat kebugaran jasmani.
Artinya bahwa evaluasi pembangunan olahraga adalah proses untuk menentukan
sudah seberapa memadai ketersediaan ruang terbuka olahraga untuk masyarakat,
sudah seberapa memadai ketersediaan sumber daya manusia keolahragaan untuk
mendukung proses pembinaan olahraga baik olahraga prestasi,olahraga pendidikan
maupun olahraga rekreasi, kemudian sudah seberapa tinggi partisipasi masyarakat
dalam berolahraga, dan sudah seberapa baik tingkat kebugaran jasmani masyarakat.
Hasil dari evaluasi inilah yang kemudian dapat digunakan untuk menentukan sudah
sejauh mana perkembangan pembangunan olahraga suatu daerah.
Sampai saat ini masih banyak yang terjadi bahwa implementasi kebijakan
serta studi kebijakan menjadi keprihatinan pakar ilmu sosial serta para praktisi. Oleh
karna itu, dalam penelitian dan praktek implementasi kebijakan dewasa ini, ada
pada perubahan dari administrasi public ke domain politik. Hal ini menjadi eklektik
dan giat untuk dipraktikan bukannya terlihat secara kaku sebagai model yang
mempromosikan setiap kebijakan untuk membangun suatu daerah dapat
dipromosikan lewat kompetensi keolahragaan di daerah tersebut. Dalam hal ini
penulis mencoba untuk menggrogoti setiap kebijakan keolahragaan di kabupaten
Bima dengan melihat sejauh mana pengimplementasian kebijakan tentang
pembangunan keolahragaan dikabupaten Bima.
A. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti mengenai
pembangunan olahraga adalah penelitian yang dilaksanakan oleh Putra Sastaman B di Kota
Pontianak Provinsi Kalimantan barat pada tahun 2014. Dari hasil penelitiannya terungkap
bahwa pembangunan olahraga kota Pontianak masih berada pada kategori rendah, dari 4
indikator untuk mengukur kemajuan pembangunan olahraga di Kota Pontianak, hanya ada
2 indikator yang menunjukkan kemajuan yaitu ruang terbuka dan artisipasi masyarakat.
Artinya bahwa kota Pontianak belum bisa dikatakan mengalami kemajuan pembangunan
olahraga secara keseluruhan, karna masih ada 2 indikator lain yang masih perlu mendapat
74
perhatian khusus dari pemerintah kota Pontianak Provinsi Kalimantan barat. Walaupun
sama-sama meneliti tentang pembangunan olahraga, namun hasil dari penelitain Putra
sastaman B tidak bisa dijadikan patokan bahwa pembangunan olahraga di Kabupaten Bima
sama dengan kota pontianak, karena pembangunan olahraga disetiap daerah berbeda-beda,
yang dipengaruhi oleh banyak faktor.Tetapi paling tidak dari hasil penelitian putra
sastaman B dapat memberikan gambaran secara umum tentang keadaan Pembangunan
Olahraga di Pulau Sumbawa khususnya di Kabupaten Bima Provinsi Nusa Tenggara barat..
Penelitian lainnya yang relevan dengan salah satu indikator pembangunan olahraga
adalah penelitian Toktong Parulian Harahap yaitu tentang Pengembangan Sumber Daya
Manusia Keolahragaan di Kabupaten Tapanuli Selatan pada Tahun 2012. Dari hasil
penelitiannya ini terungkap bahwa ketersediaan sumber daya manusia keolahragan sebagai
penunjang kemajuan pembangunan olahraga masih sangat kurang, sehingga proses yang
dilakukan pemerintah dalam upaya peningkatan prestasi olahraga sedikit terhambat karena
kurangnya orang-orang yang ahli dalam bidang keolahragaan.
Hal ini sejalan dengan masalah yang dihadapi oleh pemerintah Kabupaten Bima
terkait sumber daya manusia keolahragaan yang tidak ada data jelas tentang jumlah dan
kualitas sumber daya manusia keolahragaan, apakah sudah memadai atau belum. Sehingga
berawal dari sini pula peneliti mencoba mencari tahu apa penyebab dari masalah
ketersediaan sumber daya manusia keolahragaan di Kabupaten Bima yang juga merupakan
salah satu indikator kemajuan pembangunan olahraga. Salah satu guru besar dibidang
olahraga Kristiyanto, A dalam disertasinya Implikasi Kebijakan Pembangunan Olahraga
Berbasis Sport Development Index (SDI) Model Konseptual Pola Hubungan Kausalitas
Multivariabel SDI dan Mentalitas Budaya Prestasi di masyarakat pada tahun 2012 juga
menjadi penelitian yang relevan dengan penelitian ini dan bahkan menjadi referensi bagi
para peneliti yang ingin meneliti tentang pembangunan olahraga.
Penelitian ini menjelaskan bahwa Resonansi pembangunan olahraga untuk
kesejahteraan rakyat akan semakin meluas tatkala bersinggungan dengan komponen-
komponen pembangunan yang lain, seperti: industri olahraga, pengembangan dampak
ekonomi event calahraga, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi olahraga,
rancangan media pembentukan karakter bangsa, pengembangan rasa nasionalisme,
75
peningkatan produktivitas masyarakat melalui usaha pengembangan kebugaran fisik, dan
persoalan-persoalan sosial lain yang sangat bervariasi di masyarakat.
Nilai-nilai hasil pembangunan olahraga yang semakin dirasakan berdampak bagi
peningkatan kesejahteraan, pada gilirannya akan menjadi kekuatan balikan yang berupa
dukungan besar masyarakat untuk pembangunan olahraga masa depan. Kini partisipasi
masyarakat terhadap proses dan pencapaian hasil pembangunan olahraga pasti akan
semakin membaik. Pembangunan itu memang dari, oleh, dan untuk masyarakat.
Pembangunan yang berhasil adalah untuk mensejahterakan rakyat dan untuk menuju
bangsa yang semakin jaya.
Penelitian yang dilakukan oleh Kristiyanto, A yang kemudian dituangkan dalam
bukunya tentang pembangunan olahraga menjadi referensi peneliti dalam mengembangkan
ide dan metode penelitian yang kemudian disesuaikan dengan masalah, tujuan, manfaat,
dan tempat penelitian yaitu di Kabupaten Bima Provinsi Nusa tenggara Barat, serta
menghubungkan beberapa sumber lainnya yang terkait dengan proses pembangunan dan
kebijakan pemerintah terkait pembangunan olahraga di Kabupaten Bima. Dari beberapa
penelitian yang relevan diatas maka peneliti memiliki dasar yang kuat baik secara teori dan
metode untuk melaksanakan penelitian ini.
B. Kerangka Berfikir
Berdasarkan kajian teori diatas, maka dapat gambar dan kemukakan kerangka
berfikir sebagai berikut: 1) Olahraga merupakan hak dan kebutuhan setiap orang tanpa
memperhatikan status sosial, gender, dan etnik sesuai dengan UUSKN tahun 2005. 2)
Akses masyarakat untuk melakukan olahraga wajib difasilitasi oleh pemerintah, sekurang-
kurangnya menyangkut ketersediaan ruang terbuka dan tenaga keolahragaan. 3) Sistem
pembinaan olahraga harus mencakup 3 pilar, yakni olahraga pendidikan, olahraga rekreasi,
dan olahraga prestasi. Penonjolan satu pilar dengan mengabaikan pilar lain akan melahirkan
ketimpangan. 4) Akfiitas olahraga yang dilakukan masyarakat sekurang-kurangnya
berdampak pada kebugaran. 5) Komunitas prestasi tinggi dalam olahraga akan lahir dari
masyarakat yang tingkat kebugaran jasmaninya tinggi, dan kebugaran jasmani yang tinggi
akan lahir jika tingkat partisipasi masyarakat dalammelakukan olahraga meningkat. Dari
76
pokok pikiran diatas dapat dijelaskan bahwa tujuan awal dari penelitian kebijakan
pemerintah pembangunan keolahragaan ini dapat ditinjau dari Sport Development Index
agar dapat diukur kemajuan dunia olahraga.
Kebijakan pembangunan keolahragaan
Pemerintah kabupaten Bima berkewajiban memberikan layanan terhadap
ketersediaan sarana dan prasarana olahraga, untuk menunjang keberhasilan
pembangunan keolahragaan di suatu daerah. Tercapainya Keberhasilan pembangunan
olahraga tidak terlepas dari campur tangan pemerintah. Meskipun demikian, tidak serta
merta pemerintah berfungsi membangun daerah dengan berorientasi pada pembangunan
ekonomi, sosial, dan budaya. Melainkan pemerintah juga wajib membangunan daerah
berorientasi pada pembangunan olahraga. Proses implementasi Kebijakan
pembangunan harus mengedepankan prinsip pemerataan. Yang dikenal dengan a new
paradigm for development. Paradigma Pemerataan tidak sekedar mengacu pada
pertumbuhan ekonomi, sosial, dan budaya. Melainkan juga olahraga, sehingga
terkomparasi pada beberapa parameter yang multivariable.
Dalam peraturan pemerintah Nomor 16 tahun 2007, telah dijelaskan bahwa
standarisasi nasional keolahragaan bertujuan untuk menjamin mutu penyelenggaraan
standar nasional keolahragaan. Lingkup standar nasional keolahragaan, meliputi: (1)
Standar kompetensi Tenaga Keolahragaan, (2) Standar Isi Program
Penataraan/pelatihan Keolahragaan, (3) Standar sarana dan prasarana olahraga, (4)
Standar pengelolaan Organisasi Keolahragaan, (5) Standar penyelenggara
Keolahragaan, dan (6) Standar pelayanan minimal Keolahragaan. (PP No. 16 tahun
2007, Pasal 84 dan 85).
Ruang terbuka (open spaces)
Ruang terbuka Merupakan ruang yang direncanakan karena kebutuhan akan
tempat-tempat pertemuan dan aktivitas bersama di udara terbuka. Ruang terbuka (open
spaces), Ruang Terbuka Hijau (RTH), Ruang publik (public spaces) mempunyai
pengertian yang hampir sama. Secara teoritisyang dimaksud dengan ruang terbuka
(open spaces) berfungsi sebagai wadah (container) untuk kehidupan manusia, baik
secara individu maupun berkelompok, serta wadah makhluk lainnya untuk hidup dan
77
berkembang secara berkelanjutan (UUPR no.24/1992). Ruang terbuka bukan sekedar
dalam proses pembibitann atlet melainkan digunakan untuk kegiatan pendidikan dan
rekreasi.
Dalam hal ini, pemerintah berkewajiban menciptakan suasana ruang terbuka
yang kondusif dan baik. Sesuai dengan amanat UUSKN Nomor 3 tahun 2005 pasal 11
ayat 2, bahwa pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban memberikan pelayanan
dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya kegiatan keolahragaan bagi setiap
warga Negara tanpa diskriminasi. Ruang terbuka memiliki manfaat untuk menciptakan
kehidupan masyarakat yang harmonis dan membuat suasana hati lebih baik. Disatu sisi,
menghabiskan waktu diruang terbuka membuat 50% masyarakat bahagia dari pada
menghabiskan waktu di tempat Gym. Bukan hanya menyegarkan suasana hati,
melainkan ruang terbuka ini akan digunakan oleh sebagian besar lapisan masyarakat.
Kualitas dan kuantitas Sumber Daya Manusia
Pengembangan sumber daya manusianya sebagai pelaksana di lapangan.
Kualitas dan kompetensi SDM yang menangani olahraga harus dapat diberdayakan
untuk mendukung pembinaan dan pengembangan olahraga baik di tingkat daerah,
nasional, baik untuk olahraga prestasi ataupun olahraga masyarakat Beradasarkan
kebutuhan dari pengguna (user) maka jenis SDM yang harus dikembangkan dan
ditingkatkan kualitas dan kompetensinya adalah Guru /Dosen Pendidikan Jasmani
(Physical Educator, Guru pendidikan jasmani adalah SDM yang menangani pendidikan
jasmani yang dibutuhkan di sekolah-sekolah mulai dari SD, SLTP sampai SMU dan di
perguruan tinggi. Di dalam melaksanakan tugas dan fungsinya guru/Dosen pendidikan
jasmani bertanggung jawab dalam menjabarkan kurikulum pendidikan jasmani (intra
kurikulernya) di sekolah bagi upaya peningkatan kualitas fisik, kesehatan dan kesegaran
jasmani, pengenalan dan pemahaman dasar olahraga, pemantauan pertumbuhan dan
perkembangan fisik, pemantauan bakat olahraga, pembinaan sportifitas, disiplin dan
budaya berolahraga pada siswa.
Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat menunjukkan suatu indikator keterlibatan aktif
masyarakat suatu daerah terhadap aktivitas olahraga. Secara umum, lingkup partisipasi
78
olahraga dapat mengcakup partisipasi langsung seperti melakukan olahraga dan tidak
langsung seperti sebagai sponsor penyelenggara event olahraga. Secara khusus,
partisipasi olahraga merujuk pada keterlibatan langsung secara aktif sebagai pelaku
olahraga. partisipasi masyarakat adalah sesuatu keterlibatan masyarakat bukan hanya
kepada proses pelaksanaan kegiatan saja, tetapi juga melibatkan masyarakat dalam hal
perencanaan dan pengembangan dari pelaksanaan program tersebut, termasuk
menikmati hasil dari pelaksanaan program tersebut.Lebih lanjut secara sederhana
partisipasi masyarakat adalah keterlibatan seseorang (individu) atau sekelompok
masyarakat secara sukarela, dalam suatu kegiatan mulai dari proses perencanaan,
pelaksanaan kegiatan, sampai kepada proses pengembangan kegiatan atau program.
Kebugaran jasmani
Kebugaran jasmani yang baik akan sangat membantu seseorang dalam
melakukan aktivitas sehari-hari, baik aktivitas yang dilakukan di dalam rumah, di luar
rumah, atau di tempat kerja. Oleh karena itu berbagai program dirancang untuk
pencapaian kebugaran jasmani yang optimal. Ada tiga hal utama yang harus
diperhatikan agar mampu memiliki tingkat kebugaran jasmani yang baik. Pertama
adalah berolahraga yang teratur, makan yang bergizi dan cukup, dan yang terakhir
adalah istrahat yang cukup, Franks & Howley dalam Cholik dan Maksum (2011: 11).
Adapun pengertian kebugaran jasmani menurut Subroto (1979: 56) dalam Saisyam.M
(2011) adalah kemampuan berbuat sebaik-baiknya, baik fisik, mental, dan spiritual,
untuk melaksanakan tugas kewajiban pribadinya terhadap kesejahteraan keluarga,
masyarakat, Negara dan bangsanya.Kebugaran jasmani adalah kemampuan seseorang
untuk melakukan tugas pekerjaan sehari-hari tanpa menimbulkan kelelahan yang
berarti. Wirdaninggar (2002: 1). Menurut Rusli Lutan (2001: 7) mengemukakan bahwa
kebugaran jasmani adalah kemampuan seseorang untuk melakukan tugas fisik yang
memerlukan kekuatan, daya tahan, dan fleksibilitas. Dari beberapa pokok pokok pikiran
diatas, maka kebijakan pembangunan olahraga meliputi 4 dimensi Sport Development
Index. Yaitu ruang terbuka, sumber daya manusia, partisipasi dan kebugaran jasmani
dapat digambarkan sebagai berikut:
79
Gambar 2.2 kerangka Berfikir
Dari gambar diatas dapat dijelaskan bahwa tujuan awal dari penelitian kebijakan
pemerintah pembangunan keolahragaan dapat ditinjau dari Sport Development Index
supaya dapat diukur kemajuan dunia olahraga. Sport Development Index merupakan cara
untuk mengukur hasil pembangunan olahraga pada suatu daerah. Hasil pembangunan
olahraga akan dapat melalui pengkajian penghitungan dari empat indikator yang terdapat
dalam Sport Development Index, yaitu ketersediaan ruang terbuka olahraga bagi
masyarakat baik indoor maupun indoor. Ketercukupan sumber daya manusia keolahragaan,
partisipasi masyarakat daslam berolahraga, dan tingkat kebugaran jasmani masyarakat. Dari
keempat indokator ini kemudian akan didapat nilai indeks yang selanjutnya akan
disesuaikan dengan norma Sport Development Index (SDI) untuk dapat menyimpulkan
apakah implementasi kebijakan pembanguna olahraga kabupaten Bima dikatakan tinggi,
sedang dan rendah.
Sumber Daya
Manusia
Partisipasi
Masyarakat
KEOLAHRAGAAN
Kebijakan Pembangunan
Sport Development Indeks
Ruang Terbuka
Implementasi Kebijakan
Pembangunan Olahraga
Kabupaten Bima
Kebugaran
Jasmani
Top Related