MAKALAH PERILAKU ORGANISASI
MANAJEMEN STRES
Disusun oleh:Azka Meidiny Yostika 170610120101
Devita Putri Retnowati 170610120061
Mulyatun Amanah 170610120069
Yoga Bayu Satria 170610120057
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI BISNIS
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PADJADJARAN
APRIL 2014
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik
dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas mengenai “Manajemen
Stres” untuk melengkapi nilai mata kuliah Perilaku Organisasi.
Makalah ini dibuat dengan mencari dari berbagai sumber dan beberapa bantuan dari
berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama
mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.
Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang
dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.
Jatinangor, April 2014
Penulis
DAFTAR ISI
2
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN 4
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Identifikasi Masalah 5
1.3 Tujuan Makalah 5
BAB II PEMBAHASAN 6
2.1 Pengertian Stres 6
2.2 Pengertian Stres Kerja 9
2.3 Faktor-Faktor Penyebab Stres 10
2.4 Dampak Stres Pada Perusahaan dan Karyawan 13
2.5 Strategi Penanganan Stres 14
2.6 Managing Stress 17
BAB III PENUTUP 21
3.1 Kesimpulan 21
DAFTAR PUSTAKA 22
BAB I
3
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menjumpai orang yangmengalami stres.
Stres tersebut tidak hanya dalam kehidupan sosial-ekonominya saja tetapi juga dalam
bekerja. Pekerjaan yang terlalu sulitserta keadaan sekitar yang penat juga akan dapat
menyebabkan stres dalam bekerja.
Banyak orang yang tidak menyadari gejala timbulnya stres tersebutdalam
kehidupannya padahal apabila kita mengetahui lebih awal mengenaigejala stres
tersebut kita dapat mencegahnya. Pencegahan ini dapatdilakukan dengan maksud
agar terjaminnya keamanan dan kenyamanan dalam bekerja. Apabila seseorang yang
mengalami stres melakukan pekerjaan itu malah akan mengganggu kestabilan dalam
bekerja.
Untuk menjaga kestabilan kerja tersebut psikologi seseorang juga harus stabil
agar terjadi singkronisasi yang harmonis antara faktor kejiwaan serta kondisi yang
terjadi. Jadi kita harus benar-benar memperhatikan secara lebih baik lingkungan yang
dapat mempengaruhi psikologi (kejiwaan) seseorang sehingga stres dapat dicegah.
Namun tidak dapat dipungkiri bahwa stres dalam bekerja pasti akan terjadi pada
setiap karyawan atau pekerja. Mereka mengalami stres karena pengaruh dari
pekerjaan itu sendiri maupun lingkungan tempat kerja. Seseorang yang mengalami
stres dalam bekerja tidak akan mampu menyelesaikan pekerjaannya dengan baik.
Disinilah muncul peran dari perusahaan untuk memperhatikan setiap kondisi kejiwaan
(stres) yang dialami oleh pekerjanya. Dalam hal ini perusahaan dapat menentukan
penaganan yang terbaik bagi pekerja tersebut serta tidak mengurangi kinerja
karyawan tersebut.
Melihat kejadian stres yang sering terjadi serta bagaimana penangannya yang
baik kami akan membahasanya dalam makalah ini agar kita bisa mengetahui
bagaimana stres dan penanggulangannya serta pencegahan stres itu terutama dalam
bekerja.
4
1.2 Identifikasi Masalah
Berkaitan dengan latar belakang penulisan makalah yang sudah dijelaskan
sebelumnya, maka dapat dapat disimpulkan masalah-masalah yang akan kami
identifikasi adalah sebagai berikut:
1) Apa yang dimaksud dengan stres?
2) Apa yang dimaksud dengan stres kerja?
3) Apa saja faktor-faktor penyebab stress kerja?
4) Apa saja dampak stress pada perusahaan dan karyawan?
5) Bagaimana strategi penanganan stress?
6) Bagaimana cara manajemen stres?
1.3 Tujuan
Dari identifikasi masalah yang sudah disimpulkan diatas, tujuan dari penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut:
1) Mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan stres
2) Mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan stres kerja
3) Mengetahui dan memahami faktor-faktor penyebab stress kerja
4) Mengetahui dan memahami dampak stress pada perusahaan dan karyawan
5) Mengetahui dan memahami strategi penanganan stress
6) Mengetahui dan memahami bagaimana manajemen stres
BAB II
PEMBAHASAN
5
2.1 Pengertian Stres
Konsep stres sangatlah kompleks. Demikian kompleksnya hingga pada
kenyataannya para peneliti tidak dapat setuju dengan satu definisi saja. Hal ini
disebabkan oleh beragamnya reaksi dan perasaan terhadap stres (Kahn dan oysiere,
dalam Beehr, 1995)
Pelopor penggunaan istilah ini adalah Hans Selye pada tahun 1936, ketika ia
menyatakan bahwa dalam lingkungan ini ada unsur yang disebut stresor. Reaksi
spesifik dari individu ketika berhadapan dengan stresor inilah yang dinamakan stres
(Kusein, dalam Izzati 1996).
Menurut bidang ilmu fisik, stres diartikan sebagai suatu kekuatan yang
menyebabkan tubuh mengalami ketegangan. Dalam ilmu biologi, stres didefinisikan
sebagai perubahan dalam fungsi fisiologis. Berikutnya dalam bidang ilmu psikologi,
stres merupakan bagian dari hasil interaksi organisme dengan lingkungannya. Bila
ditinjau dari segi psiko-fisiologis, stres diartikan sebagai stimulus yang memperdaya
dan menimbulkan ketegangan, sehingga tidak mudah diakomodasi oleh tubuh. Stres
ini akan muncul dalam bentuk gangguan kesehatan (Pestonjee, 1992).
Ivancevich dan Mateson (dalam Luthans, 1995) menyatakan bahwa stres adalah
konsekuensi wajar dari interaksi tersebut, tetapi respon fisik dan psikologis yang
muncul merupakan respon yang menyimpang dari keadaan normal individu, yang
dapat menimbulkan akibat psikologis yang negatif seperti kecemasan, ketegangan
atau sebaliknya yang positif seperti penyesuaian diri yang konsumtif. Bermacam-
macam definisi tentang stres dikemukakan oleh banyak ahli. Berdasarkan banyak
pendapat tersebut, dapat disimpulkan adanya 3 pendekatan tentang definisi stres,
yaitu:
a) Pendekatan stres sebagai stimulus, memandang stres sebagai suatu variabel
"sebab". Dengan kata lain, stres adalah suatu stimulus yang berasal dari
lingkungan eksternal individu. Lingkungan tersebut mengangkat lingkungan fisik
maupun sosial. Stres dipandang sebagai suatu situasi atau peristiwa yang
6
menimbulkan tuntutan untuk bereaksi, untuk kemampuan individu dianggap tidak
mencukupi sebagai sumber kebutuhannya. Stres dianggap sebagai stimulus yang
menyebabkan munculnya berbagai macam reaksi dan perasaan; meningkatkan
ketegangan; menimbulkan respon atau tuntutan fisiologis dan atau psikologis;
serta mengganggu keseimbangan fisiologis dan emosional. Situasi yang
menyebabkan stres ini bisa juga disebut stresor, misalnya ujian akhir, keadaan
keuangan yang buruk, kesulitan hubungan dengan atasan, polusi bau bahan kimia,
kebisingan, beban kerja berlebihan, atau bahkan promosi jabatan, perkawinan,
kehamilan dan liburan (Gibson, dkk,1994).
b) Pendekatan stres sebagai respon, memandang stres sebagai variabel "akibat".
Stres dipandang sebagai suatu respon yang timbul dari dalam diri individu.
Stres didefinisikan sebagai suatu konsekuensi atau respon adaptif dan respon
perilaku (Gibson, dkk, 1994); tanggapan tubuh yang non-spesifik (Selye, dalam
Rachmaningrum, 1999); ketidakseimbangan antara tuntutan lingkungan dan
kemampuan individu yang menyebabkan respon dalam bentuk fisiologis dan
atau perilaku (Krantz, dalam Luthans, 1995); serta pengalaman yang tidak
seimbang tersebut (Cox dan Mackay, dalam Frese, 1985), yang semua itu
dipengaruhi oleh karakteristik individual (Gibson, dkk, 1994). Respon terhadap
stres ini juga disebut dengan strain. Menurut Duffy dan Wong (dalam
Rachamningrum, 1999), respon terhadap stresor dibagi menjadi dua, yaitu:
Respon Fisiologis
Mengacu pada konsep dr. Hans Selye tentang general adaptation
syndrome (GAS), tahap pertama dari GAS ini disebut alarm stage atau
peringatan. Tahap ini ditandai dengan diaktifkannya sistem saraf simpatis
oleh munculnya situasi yang menekan, yang menyebabkan detak jantung
makin cepat, berkeringat, serta peningkatan kekuatan otot dan respon
fisiologis lainnya, sehingga tubuh akan siap melakukan tindakan yang
diperlukan untuk mengatasi situasi. Tahap kedua disebut dengan
resistance stage atau perlawanan. Beberapa bagian atau organ tubuh
tertentu yang dibutuhkan pada tahap ini mulai diaktifkan untuk
7
menghadapi stresor, baik untuk melawan atau menarik diri. Besarnya
penolakan terhadap suatu stresor lain yang tidak saling berhubungan
berbeda. Meskipun secara fisik tampak baik-baik saja, pertahanan tubuh
individu sebenarnya terkikis. Inilah sebabnya individu yang mengalami
ketegangan emosi menjadi lemah terhadap penyakit fisik atau gangguan
lain. Akhirnya apabila ketegangan yang harus dihadapi sangat besar atau
berlangsung dalam jangka waktu lama, maka individu akan mengalami
tahap terakhir yang di sebut dengan exhaustion atau kelelahan karena
tubuh tidak sempat memperbaiki kondisinya. Hal ini dapat mengakibatkan
kematian.
Respon psikologis
Respon psikologis terhadap stres sangat bervariasi. Reaksi individu
terhadap stres dapat berupa penurunan kesehatan psikologis (bahkan
psikopatologis), pengembangan diri pribadi melalui strategy coping yang
efektif, atau dengan tanpa adanya perubahan psikologis yang berarti.
Menurut Napoli (dalam Rachamningrum, 1999) respon tersebut dapat juga
berupa pemikiran yang tidak logis dan tidak koheren (illogical and non-
coheren thinking), misalnya mudah lupa, sulit berkonsentrasi, mimpi
buruk, atau penurunan kemampuan memecahkan masalah; atau berupa
emosi negatif (negative emotion), misalnya marah, cemas, perasaan
bersalah, mudah tersinggung atau depresif. Masih terdapat satu respon
lain yaitu respon perilakuan, yang biasanya tampak sebagai perilaku yang
berlebihan dan kompulsif (excessive and compulsive behaviour), seperti
lebih banyak merokok, mengkonsumsi minuman beralkohol, terlalu
banyak makan, menggigit kuku atau bahkan diam sama sekali.
Pendekatan interaksional/transaksional, menyatakan bahwa stres akan terjadi
bila ada tuntutan dari lingkungan terhadap diri individu yang melebihi kemampuan
penyesuaiannya. Stres merupakan gejala yang terjadi di dalam proses interaksi antara
faktor-faktor lingkungan dengan individu (Lazarus, dalam Rachmaningrum, 1999).
Lingkungan dapat mempengaruhi individu. Sebaliknya, individu mampu
8
mempengaruhi lingkungan dan mengendalikan tingkat stres yang ditimbulkan,
misalnya dengan mengurangi jumlah terpaan stimulus atau mengubah suasana
mencekam menjadi lebih menyenangkan (Schuler, dalam Rachmaningrum, 1999).
Stresor menimbulkan berbagai macam respon atau tanggapan yang berbeda-
beda. Cara individu berespon terhadap stresor dapat juga menjadi penyebab
munculnya stres yang lain, atau bahkan memperberat stres yang sudah ada (Duffy dan
Wong, dalam Rachmaningrum, 1999). Beberapa orang lebih mampu mengatasi stres
dapat menyesuaikan perilakunya dengan stresor. Mampu tidaknya individu
menyesuaikan diri dengan stres juga tergantung dari persepsi mengenai rangsangan
yang mengancam (Gibson, dkk, 1994). Interaksi antara lingkungan dan individu ini
menimbulkan dinamika psikologis yang unik. Ada proses internal individu yang
mempengaruhi persepsi terhadap stresor (Schuler, dalam Jex, dkk, 1992). Hal ini
sejalan dengan pendapat yang menyatakan bahwa satu hal terpenting dalam
menghadapi stresor ialah faktor persepsi atau interpretasi individu yang bersangkutan
(Riggio, 1996).
Persepsi sangat penting artinya untuk menentukan seberapa besar kejadian
dalam lingkungan individu diartikan stres. Penilaian individu tentang peristiwa atau
keadaan tersebut dipengaruhi beberapa faktor seperti usia, jenis kelamin, inteligensi,
motivasi, kebutuhan, status soaial, latar belakang budaya, keperibadian, serta
pengalaman individu dalam menghadapi masalah (Maramis, 1990).
Secara umum, stres didefinisikan sebagai kondisi yang mengancam, menekan,
dan tidak menyenangkan bagi individu. Lebih spesifik lagi, stres merupakan reaksi fisik
dan psikis terhadap perubahan-perubahan yang dialami oleh individu. Bentuk reaksi
fisik itu antara lain, detak jantung semakin cepat, tekanan darah meningkat, dan
timbul penyakit psikosomatis seperti tukak lambung. Reaksi psikis dapat berupa sikap
penarikan diri dan terbentuknya mekanisme pertahanan ego. Perubahan-perubahan
tersebut merupakan salah satu bentuk adaptasi individu untuk berinteraksi dengan
lingkungan (Tyrer, 1984).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa stres merupakan kondisi yang
berhubungan reaksi fisik maupun psikis terhadap perubahan-perubahan yang dialami
9
individu yang disertai stresor.
2.2 Pengertian Stres Kerja
Anwar (1993:93) mengemukakan bahwa stress kerja adalah suatu perasaan yang
menekan atau rasa tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi
pekerjaannya, sedangkan Yoder dan Staudohar (1982: 308) berbicara bahwa stress
kerja adalah suatu tekanan akibat bekerja yang mempengaruhi emosi, proses
berpikir dan kondisi fisik seseorang, di mana tekanan itu berasal dari lingkungan
pekerjaan tempat individu tersebut berada. Pandji Anoraga (2001:108), stress
kerja adalah suatu bentuk tanggapan seseorang, baik fisik maupun mental
terhadap suatu perubahan di lingkunganya yang dirasakan mengganggu dan
mengakibatkan dirinya terancam.
Jadi stress kerja dapat diartikan sebagai rasa tidak nyaman seorang
karyawan terhadap pekerjaanya dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara
karakteristik kepribadian karyawan dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya
dan dapat terjadi pada semua kondisi pekerjaan.
2.3 Faktor-Faktor Penyebab Stres
Menurut Robbins (2001:565-567) terdapat tiga faktor penyebab atau sumber
munculnya stres atau stres kerja, yaitu faktor lingkungan, faktor organisasi, dan faktor
invidual atau personal.
a) Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan satu hal yang sangat mungkin dengan cepat
mengalami perubahan, baik itu perubahan ke arah yang lebih baik maupun
selanjutnya. Kondisi lingkungan tidak menentu tersebut akan berpengaruh
kepada struktur organisasi yang tidak sehat kepada karyawan. Faktor-faktor yang
mendukung faktor lingkungan antara lain adalah perubahan situasi bisnis yang
menciptakan ketidakpastian ekonomi. Bila perekonomian itu menjadi menurun,
orang menjadi semakin mencemaskan kesejahteraan mereka.
10
Selanjutnya ketidakpastian politik. Situasi politik yang tidak menentu seperti
yang terjadi di Indonesia, banyak sekali demonstrasi dari berbagai kalangan yang
tidak puas dengan keadaan mereka. Kejadian semacam ini dapat membuat orang
merasa tidak nyaman. Seperti penutupan jalan karena ada yang berdemo atau
mogoknya angkutan umum dan membuat para karyawan terlambat masuk kerja.
Kemajuan teknologi yang terlalu pesat juga bisa berakibat buruk bagi karyawan,
khususnya karyawan yang sudah terbiasa dengan teknologi sebelumnya maka
karyawan itu harus menyesuaikan diri kembali.
Terorisme juga merupakan sumber stress yang disebabkan lingkungan yang
semakin meningkat dalam abad ke 21, seperti dalam peristiwa penabrakan
gedung WTC oleh para teroris, menyebabkan orang-orang Amerika merasa
terancam keamanannya dan merasa stres.
b) Faktor Organisasi
Organisasi merupakan tempat dimana para karyawan tersebut bekerja.
Namun organisasi pula yang dapat menjadi faktor timbulnya stres pada karyawan.
Ada banyak sekali hal dalam organisasi yang menyebabkan stres. Tekanan dalam
menyelesaikan tugas dalam waktu terbatas, pimpinan yang menuntut dan tidak
peka, rekan kerja yang tidak menyenangkan, dan lain sebagainya. Faktor-faktor
yang menimbulkan stres di organisasi, yaitu role demands, interpersonal
demands, organizational structure dan organizational leadership.
Role Demands
Peraturan dan tuntutan dalam pekerjaan yang tidak jelas dalam suatu
organisasi akan mempengaruhi peranan seorang karyawan untuk
memberikan hasil akhir yang ingin dicapai bersama dalam suatu organisasi
tersebut.
Interpersonal demands
Tekanan atau hambatan yang berasal dari karyawan lainnya di organisasi.
Hubungan komunikasi tidak baik yang terjalin antara karyawan satu dengan
11
karyawan lainnya akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan sosial si
karyawan, yang akan menghambat sikap serta pemikirannya.
Organizational Structure
Tingkat perbedaan dalam organisasi dimana keputusan tersebut dibuat dan
jika terjadi ketidak jelasan dalam struktur pembuat keputusan atau peraturan
maka akan dapat mempengaruhi kinerja seorang karyawan dalam organisasi.
Organizational Leadership
Berkaitan dengan peran yang akan dilakukan oleh seorang pimpinan dalam
suatu organisasi. Karakteristik pemimpin menurut The Michigan group
(Robbins, 2001:316) dibagi dua yaitu karakteristik pemimpin yang lebih
mengutamakan atau menekankan pada hubungan yang secara langsung
antara pemimpin dengan karyawannya serta karakteristik pemimpin yang
hanya mengutamakan atau menekankan pada hal pekerjaan saja.
c) Faktor Individu
Faktor ini berasal dari dalam diri karyawan, baik itu keluarga, masalah
ekonomi pribadi, dan karakeristik pribadi tiap individu.
Faktor persoalan keluarga. Survei nasional secara konsisten menunjukkan
bahwa orang menganggap bahwa hubungan pribadi dan keluarga sebagai sesuatu
yang sangat berharga. Kesulitan pernikahan, pecahnya hubungan dan kesulitan
disiplin anak-anak merupakan contoh masalah hubungan yang menciptakan stres
bagi karyawan dan terbawa ke tempat kerja.
Sedangkan masalah ekonomi, diciptakan oleh individu yang tidak dapat
mengelola sumber daya keuangan mereka merupakan satu contoh kesulitan
pribadi yang dapat menciptakan stres bagi karyawan dan mengalihkan perhatian
mereka dalam bekerja.
Karakteristik pribadi dari keturunan bagi tiap individu yang dapat
menimbulkan stress terletak pada watak dasar alami yang dimiliki oleh seseorang
tersebut. Sehingga untuk itu, gejala stress yang timbul pada tiap-tiap pekerjaan
harus diatur dengan benar dalam kepribadian seseorang.
12
2.4 Dampak Stres Pada Perusahaan dan Karyawan
a) Dampak Stres Pada Perusahaan
Pada umumnya stres kerja lebih banyak merugikan diri karyawan maupun
perusahaan. Tetapi di sisi lain stres juga bersifat positif konstruktif bagi individu
dimana karyawan yang mampu mengatasi dan mengubah stres menjadi motivasi.
Bagi perusahaan, konsekuensi negatif yang timbul dari stres kerja bersifat tidak
langsung adalah meningkatnya tingkat absensi, menurunnya tingkat produktivitas,
dan secara psikologis dapat menurunkan komitmen organisasi, hingga turnover.
Sedangkan dampak positif konstruktif stres terhadap perusahaan adalah
dimana produktifitas perusahaan meningkat, daya saing perusahaan yang
meningkat, kualitas output yang baik, tingkat absensi karyawan menurun,
kepuasan kerja karyawan meningkat dan finansial perusahaan mengalami surplus.
Karena itu pengelolaan stres dalam perusahaan sangatlah penting dimana
karyawan maupun perusahaan akan mengalami dampak dari stres tersebut.
Pengelolaan stres yang baik akan berpengaruh positif bagi perusahaan maupun
karyawan. Sedangkan pengelolaan stress yang buruk akan berdampak negatif bagi
perusahaan maupun karyawan.
b) Dampak Stres Pada Karyawan
Reaksi terhadap stres dapat merupakan reaksi bersifat psikis maupun fisik.
Biasanya pekerja atau karyawan yang stres akan menunjukkan perubahan
perilaku. Perubahan perilaku terjadi pada diri manusia sebagai usaha mengatasi
stres.
Munculnya stres, baik yang disebabkan oleh sesuatu yang menyenangkan
atau sesuatu yang tidak menyenangkan akan memberikan akibat tertentu pada
seseorang. Cox membagi empat jenis konsekuensi yang dapat ditimbulkan stres,
yaitu:
Pengaruh psikologis, yang berupa kegelisahan, agresi, kelesuan, kebosanan,
depresi, kelelahan, kekecewaan, kehilangan kesabaran, harga diri yang
rendah.
13
Pengaruh perilaku, yang berupa peningkatan konsumsi alkohol, tidak nafsu
makan atau makan berlebihan, penyalahgunaan obat-obatan, menurunnya
semangat untuk berolahraga yang berakibat timbulnya beberapa penyakit.
Pada saat stres juga terjadi peningkatan intensitas kecelakaan, baik di rumah,
ditempat kerja atau di jalan.
Pengaruh kognitif, yaitu ketidakmampuan mengambil keputusan, kurangnya
konsentrasi, dan peka terhadap ancaman.
Pengaruh fisiologis, yaitu menyebabkan gangguan pada kesehatan fisik yang
berupa penyakit yang sudah diderita sebelumnya, atau memicu timbulnya
penyakit tertentu.
2.5 Strategi Penanganan Stres
Stres bisa positif dan bisa negatif. Para peneliti berpendapat bahwa stres
tantangan, atau stres yang menyertai tantangan di lingkungan kerja, beroperasi sangat
berbeda dari stres hambatan, atau stres yang menghalangi dalam mencapai tujuan.
Meskipun riset mengenai stres tantangan dan stres hambatan baru tahap permulaan,
bukti awal menunjukan bahwa stres tantangan memiliki banyak implikasi yang lebih
sedikit negatifnya dibanding stres hambatan.
Berikut adalah strategi untuk penangan stress. Secara umum strategi
manajemen stres kerja dapat dikelompokkan menjadi strategi penanganan individual,
organisasional dan dukungan sosial:
a) Strategi Penanganan Individual
Strategi penanganan individual merupakan salah satu strategi yang
dikembangkan secara pribadi atau individual. Strategi individual ini bisa
dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:
Melakukan perubahan reaksi perilaku atau perubahan reaksi kognitif.
Artinya, jika seorang karyawan merasa dirinya ada kenaikan
ketegangan, para karyawan tersebut seharusnya time out terlebih
dahulu. Cara time out ini bisa macam-macam, seperti istirahat sejenak
14
namun masih dalam ruangan kerja, keluar ke ruang istirahat (jika
menyediakan), pergi sebentar ke kamar kecil untuk membasuh muka air
dingin atau berwudlu bagi orang Islam, dan sebagainya.
Melakukan relaksasi dan meditasi.
Kegiatan relaksasi dan meditasi ini bisa dilakukan di rumah pada malam
hari atau hari-hari libur kerja. Dengan melakukan relaksasi, karyawan
dapat membangkitkan perasaan rileks dan nyaman. Dengan demikian
karyawan yang melakukan relaksasi diharapkan dapat mentransfer
kemampuan dalam membangkitkan perasaan rileks ke dalam
perusahaan di mana mereka mengalami situasi stres. Beberapa cara
meditasi yang biasa dilakukan adalah dengan menutup atau
memejamkan mata, menghilangkan pikiran yang mengganggu,
kemudian perlahan-lahan mengucapkan doa.
Melakukan diet dan fitnes.
Beberapa cara yang bisa ditempuh adalah mengurangi masukan atau
konsumsi garam dan makanan mengandung lemak, memperbanyak
konsumsi makanan yang bervitamin seperti buah-buahan dan sayur-
sayuran, dan banyak melakukan olahraga, seperti lari secara rutin, tenis,
bulutangkis dan sebagainya.
b) Strategi Penanganan Organisasional.
Strategi penanganan organisasional ini didesain oleh manajemen untuk
menghilangkan atau mengontrol penekan tingkat organisasional untuk
mencegah atau mengurangi stres kerja untuk pekerja individual.
Manajemen stres melalui organisasi dapat dilakukan dengan:
Menciptakan iklim organisasional yang mendukung.
Banyak organisasi besar saat ini cenderung memformulasi struktur
birokratik yang tinggi dengan menyertakan infleksibel, iktim impersonal.
Ini dapat membawa pada stres kerja yang sungguh-sungguh. Sebuah
strategi pengaturan mungkin membuat struktur lebih terdesentralisasi
dan organik dengan pembuatan keputusan partisipatif dan aliran
15
komunikasi ke atas. Perubahan struktur dan proses struktural mungkin
menciptakan Iklim yang lebih mendukung bagi pekerja, memberikan
mcreka lebih banyak kontrol terhadap pekerjaan mereka, dan mungkin
mencegah atau mengurangi stres kerja mereka.
Memperkaya desain tugas-tugas dengan memperkaya kerja baik
dengan meningkatkan faktor isi pekerjaaan (seperti tanggung jawab,
pengakuan, dan kesempatan untuk pencapaian, peningkatan, dan
pertumbuhan) atau dengan meningkatkan karakteristik pekerjaan pusat
seperti variasi skill, identitas tugas, Signifikansi tugas, otonomi, dan
timbal balik mungkin membawa pada pernyataan motivasional atau
pengalaman berani, tanggung jawab, pengetahuan hasil-hasil.
Mengurangi konflik dan mengklarifikasi peran organisasional.
Konflik peran dan ketidakjelasan diidentifikasi lebih awal sebagai
sebuah penekan individual utama. Ini mengacu pada manajemen untuk
mengurangi konflik dan mengklarifikasi peran organisasional sehingga
penyebab stres ini dapat dihilangkan atau dikurangi. Masing-masing
pekerjaan mempunyai ekspektansi yang jelas dan penting atau sebuah
pengertian yang ambigu dari apa yang dia kerjakan. Sebuah strategi
klarifikasi peran yang spesifik memungkinkan seseorang mengambil
sebuah peranan menemukan sebuah catatan ekspektansi dari masing-
masing pengirim peran. Catatan ini kemudian akan dibandingkan
dengan ekspektansi fokal seseorang, dan banyak perbedaan akan
secara terbuka didiskusikan untuk mengklarifikasi ketidakjelasan dan
negoisasikan untuk memecahkan konflik.
Rencana dan pengembangan jalur karir dan menyediakan konseling.
Secara tradisional, organisasi telah hanya menunjukkan melalui
kepentingan dalam perencanaan karir dan pengembangan pekerja
mereka. Individu dibiarkan untuk memutuskan gerakan dan strategi
karir sendiri.
c) Strategi Dukungan Sosial
16
Dukungan sosial sangat membantu dalam mengurangi stres kerja,
dibutuhkan dukungan sosial terutama orang yang terdekat, seperti keluarga,
teman sekerja, pemimpin atau orang lain. Agar diperoleh dukungan
maksimal, dibutuhkan komunikasi yang baik pada semua pihak, sehingga
dukungan sosial dapat diperoleh seperti dikatakan Landy dan Goldberger &
Breznitz. Karyawan dapat mengajak berbicara orang lain tentang masalah
yang dihadapi, atau setidaknya ada tempat mengadu atas keluh kesahnya.
2.6 Managing Stress
Sudah banyak penelitian yang menyatakan bahwa orang yang memiliki banyak
ikatan sosial (pasangan, kawan kerabat, anggota kelompok) hidup lebih lama dan
kurang rentan mengalami penyakit yang berhubungan dengan stres dibandingkan
orang yang memiliki sedikit kontak sosial suportif (Collen & Wills, 1985). Kawan-kawan
dan keluarga dapat memberikan dukungan dalam banyak cara. Mereka dapat
meningkatkan harga diri dengan mencintai kita apapun masalah kita. Mereka dapat
memberikan informasi dan nasehat, dampingan untuk mengalihkan perhatian kita dari
kekuatiran kita, dan bantuan finansial atau material. Semua hal itu cenderung
menghilangkan perasaan tidak berdaya dan meningkatkan percaya diri kita tentang
kemampuan kita menghadapi masalah.
Stres lebih mudah ditoleransi jika penyebab stres diceritakan kepada orang lain.
Dukungan emosional dan perhatian dari orang lain dapat menjadikan stres lebih dapat
ditanggung. Kecemasan dan konflik individual cenderung dilupakan saat orang bekerja
bersama melawan musuh yang sama atau mengejar tujuan yang sama. Tetapi kadang
keluarga dan kawan dapat meningkatkan stres. Meremehkan keseriusan masalah atau
memberikan keyakinan buta bahwa segalanya akan baik dapat menimbulkan lebih
banyak stres dan bukannya memberikan dukungan sama sekali. Orang lain juga dapat
memberikan tuntutan atau menciptakan beban pada seseorang setiap kali ia
menghadapi stresor lain.
17
Selain mencari dukungan sosial yang positif pada saat stres, orang juga dapat
mempelajari teknik lain untuk menurunkan efek negatif dari stres terhadap tubuh dan
pikiran. Berikut ini teknik yang dapat kita gunakan untuk menangani stres:
a) Behavioral Techniques
Behavioral therapy merupakan metoda psikoterapi yang menggunakan prinsip
metoda belajar. Beberapa teknik perilaku yang telah digunakan untuk membantu
orang mengendalikan respons fisiologisnya terhadap situasi stres adalah sebagai
berikut:
Biofeedback Training
Biofeedback training merupakan prosedur yang memungkinkan individu
memantau proses fisiologisnya sendiri (seperti tekanan jantung, tekanan
darah) yang dalam keadaan normal tidak disadari, untuk belajar
mengendalikannya. Individu menerima informasi tentang suatu aspek
keadaan fisiologis mereka dan kemudian berupaya mengubah keadaan itu.
Relaxation Training
Latihan berbagai teknik untuk merelaksasi ketegangan otot. Prosedur
didasarkan pada metode relaksasi progresif Jacobson, dimana individu belajar
merelaksasikan kelompok otot satu per satu, dengan asumsi bahwa relaksasi
otot efektif menimbulkan relaksasi emosional.
Aerobic Exercise
Faktor lain yang penting dalam mengendalikan stres adalah kebugaran fisik.
Individu yang secara teratur melakukan latihan aerobik menunjukkan
kecepatan denyut jantung dan tekanan darah yang lebih rendah secara
bermakna sebagai respons terhadap situasi stres dibandingkan dengan
individu yang tidak berolahraga secara teratur. Aerobic exercise merupakan
aktivitas yang dilakukan secara cepat untuk meningkatkan kecepatan denyut
jantung sehingga meningkatkan konsumsi oksigen, seperti joging, berenang,
bersepeda, atau jalan cepat.
b) Cognitive Techniques
18
Terapi perilaku kognitif berupaya membantu orang mengidentifikasi situasi stres
yang menghasilkan gejala fisiologis atau emosional dan mengubah cara mereka
menghadapi situasi tersebut. Langkah-langkahnya sebagai berikut:
Subjek diminta untuk membuat catatan tentang timbulnya nyeri kepala dan
memberikan nilai keparahan nyeri kepala serta situasi dimana nyeri tersebut
terjadi.
Memantau responnya terhadap perilaku stres dan diminta mencatat
perasaan, perasaan, dan perilaku sebelum, selama, dan setelah peristiwa
nyeri kepala.
Mencoba mengidentifikasi harapan atau keyakinan yang mungkin
menjelaskan reaksi nyeri kepala.
Langkah terakhir dan paling sulit adalah mencoba untuk mengubah sesuatu
tentang situasi stres, cara pemikiran subjek tentang hal itu, atau perilaku
individual. Misalnya menemukan pekerjaan yang kurang menimbulkan stres
atau belajar bertindak secara lebih tegas dalam interaksi, bukannya menarik
diri.
c) Modifying Type A Behavior
Kombinasi teknik kognitif dan perilaku secara efektif menurunkan perilaku tipe A.
Cognitive behavior therapy merupakan pendekatan yang menekankan pengaruh
keyakinan, pikiran dan pernyataan diri seseorang terhadap perilaku.
Mengkombinasikan metoda terapi perilaku dengan teknik yang ditujukan untuk
mengubah cara berpikir individu tentang dirinya dan peristiwa. Langkah-
langkahnya adalah sebagai berikut:
Subjek dibantu untuk menurunkan perasaan dikejar-kejar waktu dengan
berlatih berdiri di antrian dan menggunakan kesempatan untuk mengenang
hal-hal yang dalam keadaan normal mereka tidak memiliki waktu untuk
memikirkannya, atau dengan mengamati orang, atau memulai percakapan
dengan orang yang tidak dikenal.
19
Subjek juga belajar untuk mengekspresikan diri mereka sendiri tanpa
meledak-ledak pada orang dan mengubah perilaku psesifik tertentu (seperti
menyela pembicaraan oranglain atau berbicara atau makan tergesa-gesa).
Kemudian ahli terapi membantu subjek untuk menilai kembali keyakinan
dasar mereka (seperti pendapat bahwa keberhasilan tergantung pada jumlah
kerja yang dihasilkan) yang mungkin mendorong sebagian besar perilaku
tergesa-gesa dan permusuhan orang tipe A.
Terakhir, subjek menemukan cara untuk membuat lingkungan rumah dan
pekerjaan menjadi kurang stres (seperti menurunkan jumlah keterlibatan
sosial yang tidak diperlukan.
BAB III
PENUTUP
20
3.1 Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa stres adalah suatu keadaan yang
bersifat internal, yang bisa disebabkan oleh tuntutan fisik (badan), atau lingkungan,
dan situasi sosial, yang berpotensi merusak dan tidak terkontrol. Terjadinya stres kerja
adalah dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian
karyawan dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada
semua kondisi pekerjaan dimana gejala-gejala stress dapat dilihat dari watak, fisik,
perilaku, emosional, interpersonal seseorang yang mengalami perubahan dari
biasanya. Untuk mengatasi stres kita dapat menggunakan manajemen stres dengan
pendekatan yang disesuaikan dengan masalah yang kita hadapi. Stres dapat
menyebabkan dampak pada diri kita baik dampak negatif maupun positif yang dapat
mempengaruhi bagaimana langkah kita kedepan untuk lebih matang dalam bertindak
dan tidak gegabah sehingga dapat menagani masalah dengan baik. Yang dapat
mengurangi dampak negatif dari stres dengan belajar dari pengalaman dan mencoba
trik manajemen stres tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
21
Robbins, Stephen P. and Judge. Timothy A. 2009. Perilaku Organisasi Buku I. Jakarta:
Salemba Empat
Robbins, Stephen P. 2003. Perilaku Organisasi. Jakarta: Indeks
H Weiss, Donald. 2008. BM MANAJEMEN STRES Edisi Revisi. Jakarta: Karisma
http://arsip.uii.ac.id/files//2012/08/05.2-bab-292.pdf
http://elearning-dev.unpad.ac.id/mod/resource/view.php?id=1057
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/09/
pustaka_unpad_motivasi_dan_manajemen_stress.pdf
http://file.upi.edu/Direktori/FPEB/PRODI._EKONOMI_DAN_KOPERASI/
SUSANTI_KURNIAWATI/MAKALAH/STREES_MAN.pdf
22
Top Related