316
ISBN : 979-498-547-3
Makalah Pendamping: Kimia �����������������
Paralel E
SIFAT FISIS DAN MEKANIS PUPUK BIOKOMPOSIT LIMBAH KOTORAN SAPI DENGAN PEREKAT MOLLASES
Diposeno, Kuncoro Diharjo Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret
Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta, e-mail: [email protected]
Abstrak Tujuan penelitian ini adalah meyelidiki pengaruh kandungan mollases terhadap sifat fisis dan mekanis pupuk biokomposit limbah kotoran sapi. Pencampuran limbah kotoran sapi dengan mollases, dilakukan dengan metode spray-up di dalam tabung tertutup. Pembuatan sampel uji biokomposit tersebut dilakukan pengeringan hingga kadar air mencapai 7,5%. Pengujian yang dilakukan meliputi uji tekan hancur, uji ketahanan impact dan kelarutan dalam air. Hasil penelitian menunjukan bahwa, semakin besar persentasi perekat molasses, maka semakin besar pula kekuatan tekannya. Untuk kandungan mollases 40% dari pupuk biokomposit tersebut tidak dianjurkan, karena struktur yang terbentuk terlalu basah dan sulit dibentuk. Nilai ketahanan impak juga meningkat seiring dengan peningkatan kandungan mollases. Namun, kemampuan pupuk biokomposit larut di dalam air menurun seiring dengan peningkatan kandungan mollases.
Kata Kunci : biokomposit, kotoran sapi, mollases, kekuatan tekan, Ketahanan impak, kelarutan
I. Pendahuluan I. 1. Latar Belakang
Berdasarkan peninjauan di lapangan pada Pondok Pesantren Abdurrahman Bin Auf yang memiliki luas lahan kurang lebih mencapai lima hektar mempunyai beberapa unit usaha, diantaranya peternakan ayam, peternakan sapi dan peternakan Pondok Pesantren berkapasitas 120 orang santri ini memiliki sekitar 4000 ekor ayam dan 100 ekor sapi yang dipisahkan dalam empat kandang ayam dan dua kandang sapi. Dengan jumlah sapi mencapai 100 ekor, volume kotoran yang dapat dimanfaatkan tentunya juga sangat besar. Dimana seekor sapi mampu meng-hasikan kotoran padat dan cair sekitar 23,6 kg/hari dan 9,1 kg/hari (undang 2002). Dapat dihitung jika Pondok Pesantren tersebut memiliki 100 ekor sapi dengan rataan kotoran yang dihasilkan adalah 2.360 kg/hari untuk kotoran sapi berwujud padat dan 910 kg/hari untuk kotoran sapi berwujud cair, sebagian besar kotoran basah sapi dimanfaatkan untuk kepentingan biogas.
1. 2. Tinjauan Pustaka Iwan (2002) menyatakan bahwa
kotoran sapi dapat dibuat menjadi bebe-rapa jenis kompos yaitu curah, blok, granula dan bokhasi. Kompos sebagai pupuk organik yang berbahan kotoran sapi mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan pupuk anorganik. Selain itu, kompos juga mem-punyai prospek dan peluang yang besar untuk dipasarkan secara lebih meluas untuk mengurangi ketergantungan petani terhadap pupuk kimia. Penyediaan kompos organik yang berkelanjutan dan praktis dapat mempermudah petani untuk meman-faatkannya sebagai penyubur tanah dan tanaman pertaniannya.
Unsur bio yang bersifat sebagai material penyusun pupuk biokomposit adalah tetes tebu, dimana tetes tebu berasal dari Ampas tebu atau lazimnya disebut bagas, adalah hasil samping dari proses ekstraksi (pemerahan) cairan tebu. Dari satu pabrik dihasilkan ampas tebu sekitar 35 – 40% dari berat tebu yang digiling (Indriani dan Sumiarsih, 1992). Husin (2007) menam-bahkan, berdasarkan data dari Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) ampas tebu yang dihasilkan sebanyak 32% dari berat tebu giling. Pada musim giling 2006 lalu, data yang diperoleh dari Ikatan Ahli Gula Indonesia (Ikagi) menunjukkan bahwa jumlah tebu yang digiling oleh 57 pabrik gula di Indonesia mencapai sekitar 30 juta ton (Anonim, 2007b), sehingga ampas tebu yang dihasilkan diperkirakan mencapai 9.640.000 ton. Namun, sebanyak 60% dari ampas tebu tersebut dimanfaatkan oleh pabrik gula sebagai bahan bakar, bahan baku untuk kertas, bahan baku industri kanvas rem, industri jamur dan lain-lain. Oleh karena itu diperkirakan sebanyak 45% dari ampas tebu tersebut belum dimanfaatkan.(Husin, 2007).
Isroi (2009) melakukan penelitian tentang perbandingan bentuk pupuk secara fungsional, dimana keunggulan POP (Pupuk Organik Pelet) bentuk alternatif pupuk organik adalah bentuk pelet. Pelet memiliki keunggulan yang sama dengan POG, yaitu: kemudahan aplikasi, pengemasan, dan transportasi. Keunggulan yang lain adalah proses pembuatan yang lebih singkat dan mudah. Hanya saja POP kurang lazim. Rasanya belum pernah lihat di pasaran pupuk yang bentuknya pelet. Tantangan POP kemungkinan adalah resistensi dari petani. Keunggulan penting POP adalah dari sisi teknik dan biaya produksi. Tahapan produksi
317
ISBN : 979-498-547-3
����������������� Makalah Pendamping: Kimia�
Paralel E
POP sangat singkat dan sederhana. Tahapan pentingnya hanya 4 tahap saja. Jadi bisa menghemat sekitar tiga tahap. Tahapan ini juga akan berimbas pada ongkos produksi. Karena tahapannya yang sederhana dan singkat, ongkosnya pun bisa sangat murah. Harga POP bisa dibuat murah, kira-kira bisa 30-50% dari harga POG. Ini yang paling menarik
Berikut adalah tahap-tahapan dalam pembuatan POP (Pupuk Organik Pelet) (Isroi, 2009):
1. Pengomposan bahan mentah 2. Pencampuran dengan bahan-bahan
lain 3. Pembuatan pelet 4. Pengeringan 5. Pengemasan
Untuk mendukung penelitian ini maka dibutuhkan beberapa pengujian diantaranya adalah, pengujian tekan, pengujian ketehanan impak dan kelarutan dalam air untuk memperoleh hasil yang kuat namun mudah larut dalam air.
Kekuatan Tekan. Dalam proses pengujian tekan sampel ditekan menggunakan alat uji Universal Testing Machine (UTM), dimana sempel ditekan dan diikuti penambahan beban sampai sampel tersebut mengalami retak awal. Retak awal dianggap sebagai kegagalan dimana suatu sampel dianggap sudah tidak dapat menahan beban desak lebih dari beban yang menimbulkan retakan awal (ASTM D 1475, 2000).
Gambar 1. Mesin UTM (Universal Testing Machine)
Adapun rumus yang digunakan dalam uji tekan adalah : Hitungan kuat tekan :
�� �DE-FG
�HHH� IJK (1.1)
�� �L MN�G � OPQ (1.2)
Dengan pengertian:
• CS = Compression strength, kPa (psi)
• L = (Pembebanan) load in Newtons (lbs.)
• π = 3.14
• r = radius spesimen dalam meter atau (in.).
Ketahan impak. Pengujian ini mangacu pada standard pengujian Fuel Briquettes (ASTM D2677-67T), untuk ketahanan jatuh dari suatu briket atau pelet dijatuhkan dari ketinggian ± 2 meter dan diamati kerusakanya. Adapun rumus yang digunakan dalam hal ini adalah:
(1.3.)
Average Number of Drops (ANoD), Average Number of Pieces (ANoP). Dari rumus ini kita dapat mengambil hasil IRI (Impack Resistance Index untuk ambang batas nilai yang dipenuhi adalah sebesar 50 poin, jika dihitung mengguanakan rumus IRI hasil dari kesepuluh sampel dapat dikatakan baik jika lebih dari nilai 50 (Physical Testing of Fuel Briquettes ,1989).
Kelarutan dalam air. Untuk mengetahui tepat tidaknya suatu variasi komposisi suatu campuran akan pelarutan terhadap air maka dilakukan pengujian hampu hancur di dalam air dengan cara sampel di celupakan ke dalam toples yang telah diisi dengan air dalam keadaan penuh. Masukan sampel kedalam toples yang sudah berisi air hingga tercelup sepenuhnya, tunggu hingga selang waktu tertentu sampai sampel terkikis oleh gelembung air, catat waktu yang ditempuh oleh suatu sampel dari pertama kali mengalami kerusakan sampai sampel mengalami kehancuran sepenuhnya. Pengujian ini sering kali dibuat sebagai pertimbangan standard pengujian untuk mampu hancur suatu sampel sebagai terhadap air, (Fuel Processing Technology, 1990).
1.3. TUJUAN PENELITIAN Menyelidiki pengaruh variasi campuran
kotoran sapi dengan tetes tebu (mollases), 50:50; 60:40; 70:30; 80:20, (w/w), terhadap kekuatan tekan, ketahanan impak dan kemampuan larut dalam air, pupuk biokomposit dan dari hasil penelitian ini diharapkan akan diperoleh komposisi pupuk biokomposit yang tidak mudah hancur dan mudah larut dalam air.
318 Makalah Pendamping: Kimia
2. METODE 2.1. Persiapan Bahan
Bahan utama penelitian adalah kotoran sapi kering libah dari proses biogas berbentuk serbuk (powder), diperoleh dari peternakan sapi perah di pondok pesantren Abdurahman Bin Auf di Delanggu, dan perekat yang didapat dari limbah pabrik gula yang ada di Kabupaten Karanganyar (Jawa Tengah). Setelah bahan terkumpul diikuti oleh persiapan alat pendukung seperti alat dan tabung pencampuran. Agar pencampuran kotoran sapi dengan tetes tebu dapat homogen, maka dilakukan proses dalam tabung tertutup, dimana tabung pencampuran sudah didesain dengan adanya lubang inlet udara dari kompresor dan lubang outlet untuk udara keluar. Proses pencampuran dilakukan dengan meletakan kotoran sapi didalam tabung tersebut, kemudian udara yang telah bercampur tetes tebu dialirkan kedalam tabung dari lubaninlet hingga terjadi turbulensi arus. Sehingga keduanya dapat tercampur secara merata.
2. 2. Pembuatan Sampel Dalam pembutannya sampel dibuat
suatu pemodelan yang memiliki berat sekitar 20 gram. Adapun variasi campuran antara kotoran sapi dengan tetes tebu 50:50; 60:40; 70:30; 80:20, (w/w), pembuatan sampel uji pupuk biokomposit dilakukan dengan metode cetak tekan pada tekanan konstan sebesar 275 kPa. Model cetakan yang digunakan berupa silinder pres dengan diameter dalam
Gambar 2. Set peralatan tabung pencampuran
PIPA
SILINDER
CETAKAN
RANGKA
CETAKAN
PENGGARIS
UKUR
Gambar 3. Proses pengepresan dan sample jadi pupuk
ISBN : 979
Makalah Pendamping: Kimia ��
Bahan utama penelitian adalah kotoran bah dari proses biogas berbentuk
, diperoleh dari peternakan sapi perah di pondok pesantren Abdurahman Bin Auf di Delanggu, dan perekat mollases yang didapat dari limbah pabrik gula yang ada di Kabupaten Karanganyar (Jawa Tengah).
han terkumpul diikuti oleh per-siapan alat pendukung seperti alat spray up dan tabung pencampuran. Agar pencampuran kotoran sapi dengan tetes tebu dapat homogen, maka dilakukan proses spray up di dalam tabung tertutup, dimana tabung
ain dengan adanya lubang inlet udara dari kompresor dan lubang outlet untuk udara keluar. Proses pencampuran dilakukan dengan meletakan kotoran sapi didalam tabung tersebut, kemudian udara yang telah bercampur tetes tebu dialirkan kedalam tabung dari lubang inlet hingga terjadi turbulensi arus. Sehingga keduanya dapat tercampur secara merata.
Dalam pembutannya sampel dibuat suatu pemodelan yang memiliki berat sekitar 20 gram. Adapun variasi campuran antara
tebu 50:50; 60:40; 70:30; 80:20, (w/w), pembuatan sampel uji pupuk biokomposit dilakukan dengan metode cetak tekan pada tekanan konstan sebesar
yang digunakan berupa silinder pres dengan diameter dalam
silinder sebesar 25mm.(Gambar pencetakan dilakukan dengan cara mengepres bahan baku campuran antara kotoran sapi dengan tetes tebu di masukan kedalam silinder cetakan dan kemudian di set dengan penekan dongkrak hidrolik. Set peralatan untuk pembuatan sampel pupuk biokomposit ditunjukan pada gambar 3. Tahap selanjutnya adalah pengeringan sampel hingga memiliki kandungan air sekitar 7,5 %. Pengeringan ini dilakukan dengan menggunakan oven listrik. Suhu pemanasan sampel uji dilakukan pada temperatur
2. 3. Pengujian Sample Pengujian yang dilakukan meliputi uji
tekan, uji ketahanan impak dan uji kelarutan dalam air. Pengujian tekan, dilakukan dengan cara menguji sampel dengan menggunakan mesin UTM (Universal Testing Machine).ketahanan impak, dilakukan dengan cara uji jatuh dari ketingian 2 meter. Analisa pada uji jatuh ini dilakukan dengan membandingkan persentase sample yang masih berbentuk dan bagian sampel yang hancur setelah dijatuhkan. Pengujian kelarutan dalam air dilakukan dengan cara merendam sampel dalam air dan mengambil waktu (t) detik untuk setiap sampel yang terlarut.
3. Hasil dan Pembahasan 3. 1. Data Pengeringan kadar airGrafik 1 adalah pengeringan kadar air terhadap waktu, untuk masing-masing variasi persentase sampel pupuk biokomposit
Gambar 2. Set peralatan tabung pencampuran
DONGKRAK
HYDRAULICK
SHAFT PEJAL
PENDORONG
PEGAS TEKAN
Gambar 3. Proses pengepresan dan sample jadi pupuk biokomposit
ISBN : 979-498-547-3
�����������������
Paralel E
(Gambar 2). Proses pencetakan dilakukan dengan cara mengepres bahan baku campuran antara kotoran sapi dengan tetes tebu di masukan kedalam silinder cetakan dan kemudian di set dengan penekan dongkrak hidrolik. Set peralatan untuk pembuatan sampel pupuk
ditunjukan pada gambar 3. Tahap selanjutnya adalah pengeringan sampel hingga memiliki kandungan air sekitar 7,5 %. Pengeringan ini dilakukan dengan menggunakan oven listrik. Suhu pemanasan sampel uji dilakukan pada temperatur 100 ºC.
Pengujian yang dilakukan meliputi uji tekan, uji ketahanan impak dan uji kelarutan dalam air. Pengujian tekan, dilakukan dengan cara menguji sampel dengan menggunakan
Universal Testing Machine). Uji ketahanan impak, dilakukan dengan cara uji jatuh dari ketingian 2 meter. Analisa pada uji jatuh ini dilakukan dengan membandingkan persentase sample yang masih berbentuk dan bagian sampel yang hancur setelah dijatuhkan. Pengujian kelarutan dalam air dilakukan dengan cara merendam sampel
an mengambil waktu (t) detik untuk setiap sampel yang terlarut.
3. Hasil dan Pembahasan 3. 1. Data Pengeringan kadar air
pengeringan kadar air terhadap masing variasi persentase
.
biokomposit
25
m
35
ISBN : 979-498-547-3
�����������������
Paralel E
Grafik 1. Hubungan persentasi kadar air pupuk bioko
Grafik 2. Hubungan Persentasi Campuran Terbaik Terh
Untuk tiap-tiap variasi komposisi campuran memiliki kadar air totalberbeda-beda. Dimana persentase 50:50 > 60:40 > 70:30 > 80:20. Hal ini desebabkan oleh semakin banyak perekat yang digunakan maka akan semakin besar pula persentase kadar air yang dimiliki suatu sampel. Oleh karena itu waktu yang diperlukan untuk masing-masing variasi sampel tidaklah sama. Dimana untuk variasi komposisi campuran dangan persentase 50:50 memiliki waktu sekitar 65 menit, 60:40 = 45 menit, 70:30 = 30 menit dan 80:20 = 25 menit. Hal ini sesuai dengan pernyataan semakin banyak perekat yang digunakan maka akan semakin besar pula persentase kadar air.
3. C. Data hasil uji tekan
Tabel 1 adalah data yang diambil sebagai acuan uji tekan. Pada tabel 1 dan grafik 2 terlihat bahwa untuk persentase
Variasi Rata-rata (Pa)
80% : 20% 1800
70% : 30% 1730
60% : 40% 3710
50% : 50% 5380
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
80% : 20%
Kem
am
pu
an
Men
ah
an
Tekan
an
(P
a)
Makalah Pendamping: Kimia
Grafik 1. Hubungan persentasi kadar air pupuk biokomposit terhadap waktu
Tabel 1. Hasil uji tekan
Grafik 2. Hubungan Persentasi Campuran Terbaik Terhadap Penekanan
tiap variasi komposisi campuran memiliki kadar air total yang
beda. Dimana persentase 50:50 > 60:40 > 70:30 > 80:20. Hal ini desebabkan oleh semakin banyak perekat yang digunakan maka akan semakin besar pula persentase kadar air yang dimiliki suatu sampel. Oleh karena itu waktu yang diperlukan untuk
masing variasi sampel tidaklah sama. Dimana untuk variasi komposisi campuran dangan persentase 50:50 memiliki waktu sekitar 65 menit, 60:40 = 45 menit, 70:30 = 30 menit dan 80:20 = 25 menit. Hal ini sesuai dengan pernyataan semakin banyak perekat
digunakan maka akan semakin besar
ata yang diambil Pada tabel 1 dan
grafik 2 terlihat bahwa untuk persentase
campuran 50 menunjukan adanya perbedaan kekuatan tekan yang mampu ditahan oleh masing-masing sampel dimana pada variasi 50:50 > 60:40 > 70:30 > 80:20. Hal ini disebabkan oleh adanya kekuatan perekat tetes tebu yang bersifat sebagai penguat (matrik) dari sampel biokomposit. Dengan demikian, jika ditinjau dari pembebanan tekan maka, semakin banyak perekat tetes tebu yang digunakan pada suatu sampel semakin kuat pula sampel tersebut..
Pada komposisi 50:50 secara fisik sampel masih berbentuk seperti semula namun terjadi retak yang menimbulkan penurunan kekuatan sampel (Gambar 4a). Pada Komposisi campuran 60:40, secara fisik 75% sampel masih terlihat, namun serpihan yang hancur dari badan sampel semakin bertambah. Dengan demikian kekuatan sampel jauh
rata (Pa) Nilai max (Pa) Nilai min (Pa) Dev-atas
1900 1700 100
2300 1900 570
4150 3500 440
6100 4700 720
80% : 20% 70% : 30% 60% : 40% 50% : 50%
319Makalah Pendamping: Kimia�
mposit terhadap waktu
adap Penekanan
campuran 50 menunjukan adanya perbedaan tekan yang mampu ditahan oleh
masing sampel dimana pada variasi 50:50 > 60:40 > 70:30 > 80:20. Hal ini disebabkan oleh adanya kekuatan perekat tetes tebu yang bersifat sebagai penguat (matrik) dari sampel biokomposit. Dengan
dari pembebanan tekan maka, semakin banyak perekat tetes tebu yang digunakan pada suatu sampel semakin kuat pula sampel tersebut..
Pada komposisi 50:50 secara fisik sampel masih berbentuk seperti semula namun terjadi retak yang menimbulkan penu-
tan sampel (Gambar 4a). Pada Komposisi campuran 60:40, secara fisik 75% sampel masih terlihat, namun serpihan yang hancur dari badan sampel semakin bertam-bah. Dengan demikian kekuatan sampel jauh
atas Dev-bawah
100
-170
210
680
50% : 50%
320 Makalah Pendamping: Kimia
(a)
(a) (b)Gambar 4. a) sample variasi campuran 50 : 50, b) 60
lebih lemah dari pada variasi 50:50 (Gambar 4b). Untuk komposisi campuran 70:30, secara fisik sampel masih terbentuk 60%, namun semakin banyaknya serpihan sampel yang terlepas dari badan sampel menjadikan sampel tersebut jauh lebih lemah dari pada variasi komposisi 50:50 dan 60:40 (Gambar 4c). Pada komposisi campuran 80:20 secara fisik hanya sekitar 20% saja sampel tersebut dapat terlihat selebihnya merupakan sepihan yang terlepas (Gambar 4d). Jadi semakin banyak serpihan yang terlepas dari badan sampelmaka semakin sulit juga pupuk biokomposit ini terbentuk
4. D. Data hasil uji ketahanan impak (IRI/Impact Resistance Indect)
Tabel 2, grafik 3 dan gambar 5 beberapa data yang diambil dalam pengujian ketahanan impak. Pada Grafik
Tabel 2. Nilai ketahanan impak
No.Variasi
Campuran Rata
1 80 % : 20 %
2 70 % : 30 %
3 60 % : 40 %
4 50 % : 50 %
Grafik 3. Hubungan persentase campuran dan nilai ketahanan
Gambar 5. a) sampel variasi campuran 50 : 50, b) 60 : 40,
ISBN : 979
Makalah Pendamping: Kimia ��
(b) (c)
(a) (b) (c) Gambar 4. a) sample variasi campuran 50 : 50, b) 60 : 40, c) 70 : 30, d) 80 : 20
lebih lemah dari pada variasi 50:50 (Gambar 4b). Untuk komposisi campuran 70:30, secara fisik sampel masih terbentuk 60%, namun semakin banyaknya serpihan sampel yang terlepas dari badan sampel menjadikan sampel tersebut jauh lebih lemah dari pada
komposisi 50:50 dan 60:40 (Gambar 4c). Pada komposisi campuran 80:20 secara fisik hanya sekitar 20% saja sampel tersebut dapat terlihat selebihnya merupakan sepihan yang terlepas (Gambar 4d). Jadi semakin banyak serpihan yang terlepas dari badan
semakin sulit juga pupuk
4. D. Data hasil uji ketahanan impak (IRI/
Tabel 2, grafik 3 dan gambar 5 adalah beberapa data yang diambil dalam pengujian
Pada Grafik 3 variasi
komposisi campuran 60:40 dan 50:50, sampel uji memiliki nilai IRI 73,2 dan 346,6 poin. Hal ini melebihi dari standart kriteria kekuatan sampel yang hanya 50 poin saja. Oleh karena itu dalam pengujian ketahanan impak ada dua variasi persentase campuran terdiantaranya adalah persentase 50:50 dan 60:40.
Dari Gambar 5 dapat terlihat untuk komposisi 50:50, dimana sampel ini tidak memiliki berat rata-rata sampel yang terlepas namun hanya memiliki berat ratautuh saja (Gambar 5a). Pada komposisi campuran 60:40, berat ratadiambil melalui pengamatan mata secara manual atau dengan cara penimbangan sampel, memilih serpih sampel yang paling besar dan paling berat sebagai nilai (ANoD) dari komposisi campuran 5b).
Tabel 2. Nilai ketahanan impak
Rata-rata utuh ANoD (gr)
Rata-rata serpihan ANoP (gr)
33,60 80,89
33,86 76,82
43,87 59,92
73,90 21,33
. Hubungan persentase campuran dan nilai ketahanan impak
5. a) sampel variasi campuran 50 : 50, b) 60 : 40, c) 70 : 30, d) 80 : 20.
ISBN : 979-498-547-3
�����������������
Paralel E
(d)
(d) : 40, c) 70 : 30, d) 80 : 20
komposisi campuran 60:40 dan 50:50, sampel uji memiliki nilai IRI 73,2 dan 346,6 poin. Hal ini melebihi dari standart kriteria kekuatan sampel yang hanya 50 poin saja. Oleh karena itu dalam pengujian ketahanan impak ada dua variasi persentase campuran terbaik, diantaranya adalah persentase 50:50 dan
dapat terlihat untuk komposisi 50:50, dimana sampel ini tidak
rata sampel yang terlepas namun hanya memiliki berat rata-rata sampel
aja (Gambar 5a). Pada komposisi campuran 60:40, berat rata-rata sempel diambil melalui pengamatan mata secara manual atau dengan cara penimbangan sampel, memilih serpih sampel yang paling besar dan paling berat sebagai nilai (ANoD) dari komposisi campuran tersebut (Gambar
rata serpihan ANoP IRI (Poin)
41,53
44,07
73,21
346,46
. Hubungan persentase campuran dan nilai ketahanan impak
c) 70 : 30, d) 80 : 20.
ISBN : 979-498-547-3
�����������������
Paralel E
Pada komposisi campuran 70:30, antara ratarata berat sampel yang terlepas dan rataberat sampel utuh dapat dibedakan dengan jelas (Gambar 5c). Pada komposisi campuran 80:20, untuk variasi ini terbilang paling sukar karena berat rata-rata serpih lebih banyak dari pada berat rata-rata sampel utuh. Oleh karena itu pada variasi persentase campuran ini kurang direkomendasikan.
4. E. Data Hasil Uji Pelarutan Dalam AirTabel 3, grafik 4 dan gambar 6
merupakan data-dat yang diambil dalam uji kelerutan dalam air:
Pada Grafik 4 terlihat persentasi 50:50 memiliki ketahanan yang jauh lebih kuat dari pada komposisi campuran 60:40 ; 70:30 dan 80:20. Untuk segi kekuatan hal ini baik namun, dalam penelitian ini pupuk biokomposit juga harus memiliki sifat kelarutan yang baik pula. Olehsemakin kuat pupuk biokomposit tersebut
Tabel 3. Hubungan antara waktu pelarutan dengan var
NoVariasi
campuran Waktu rata
1. 80% : 20%
2. 70% : 30%
3. 60% : 40%
4. 50% : 50%
Grafik 4. Hubungan antara waktu pelarutan dengan variasi pe
Gambar 6. a) Sekitar 5 detik pertama, b) sekitar 35 detik ppertama, d) Sekitar 100 detik, (e) Sekitar 165 deti
5�
77�
Makalah Pendamping: Kimia
Pada komposisi campuran 70:30, antara rata-rata berat sampel yang terlepas dan rata-rata berat sampel utuh dapat dibedakan dengan
Pada komposisi campuran 80:20, untuk variasi ini terbilang paling sukar
rata serpih lebih banyak dari rata sampel utuh. Oleh
karena itu pada variasi persentase campuran
larutan Dalam Airdan gambar 6
dat yang diambil dalam uji
terlihat persentasi 50:50 memiliki ketahanan yang jauh lebih kuat dari pada komposisi campuran 60:40 ; 70:30 dan 80:20. Untuk segi kekuatan hal ini baik namun, dalam penelitian ini pupuk biokomposit juga harus memiliki sifat kelarutan yang baik pula. Oleh karena itu semakin kuat pupuk biokomposit tersebut
maka semakin sulit juga pupuk biokomposit tersebut larut di dalam air.
Dari Gambar 6 dapat ditarik kesimpulan bahwa sampel pupuk biokomposit bisa larut dengan sendirinya di dalam air tanpa harus ada reaksi pengadukan. Hal ini terjadi karena adanya gelembung udara yang terdapat dari dalam sampel, udara yang terjebak di dalam sampel memecahkan ikatan antar partikel sampel tersebut. Adapun variasi persentase 80:20 memiliki kecepatan pelarutan tercepat, hal ini desebabkan oleh kuranya material perekat yang digunakan oleh sampel ini. Hal ini menyebabkan sampel mudah hancur, rapuh dan mudah larut di dalam air, dan untuk sebaliknya. Variasi persentasi terlama dimiliki oleh 50:50, yang dimana faktor perekat menjadi salah satu faktor utama dalam proses pelarutan. Dimana semakin banyak persentase suatu perekat maka akan semakin sulit pula material tersebut terurai di dalam air
Tabel 3. Hubungan antara waktu pelarutan dengan variasi persentase campuran
Waktu rata-rata (detik) Nilai max Nilai min Dev-atas
59,80 90 38 30,20
87,40 110 57 22,60
167,40 210 97 42,60
197,80 242 150 44,20
. Hubungan antara waktu pelarutan dengan variasi persentase campuran.
. a) Sekitar 5 detik pertama, b) sekitar 35 detik pertama, c) Sekitar 75 detik pertama, d) Sekitar 100 detik, (e) Sekitar 165 detik, (f) Sekitar 195 detik.
5!7� 5�7�
5�7�5B7�
321Makalah Pendamping: Kimia�
maka semakin sulit juga pupuk biokomposit
dapat ditarik kesimpulan bahwa sampel pupuk biokomposit bisa larut dengan sendirinya di dalam air tanpa harus
i pengadukan. Hal ini terjadi karena adanya gelembung udara yang terdapat dari dalam sampel, udara yang terjebak di dalam sampel memecahkan ikatan antar partikel sampel tersebut. Adapun variasi persentase 80:20 memiliki kecepatan pelarutan tercepat,
i desebabkan oleh kuranya material perekat yang digunakan oleh sampel ini. Hal ini menyebabkan sampel mudah hancur, rapuh dan mudah larut di dalam air, dan untuk sebaliknya. Variasi persentasi terlama dimiliki oleh 50:50, yang dimana faktor perekat
i salah satu faktor utama dalam proses pelarutan. Dimana semakin banyak persentase suatu perekat maka akan semakin sulit pula material tersebut terurai di dalam air
rsentase campuran
atas Dev-bawah
30,20 21,80
22,60 30,40
42,60 70,40
44,20 47,80
. Hubungan antara waktu pelarutan dengan variasi persentase campuran.
c) Sekitar 75 detik k, (f) Sekitar 195 detik.
5&7�
322
ISBN : 979-498-547-3
Makalah Pendamping: Kimia �����������������
Paralel E
5. Kesimpulan a. Dalam proses pengeringan kadar air,
tiap-tiap variasi komposisi campuran memiliki kadar air total yang berbeda-beda, dimana spersentase 50:50 > 60:40 > 70:30 > 80:20. Hal ini desebabkan oleh semakin banyak perekat yang digunakan maka akan semakin besar pula persentase kadar air yang dimiliki suatu sampel.
b. Variasi komposisi campuran 50:50 memiliki kekutatan tekan yang paling besar yaitu sekitar 5,38 kPa, sedangkan pada variasi 80:20 memiliki kekutan tekan terkecil yaitu sebesar 1,80 kPa. Hal ini disebabkan semakin sedikit campuran perekat pada suatu pupuk biokomposit maka akan semakin kecil pula kekuatan tekannya demikian sebaliknya.
c. untuk nilai ketahanan impak variasi campuran terbaik dapat diambil adalah campuran 60:40 dan variasi 50:50, dimana nilai ketahanan impak yang mencapai 73,2 poin untuk 60:40 sudah memenuhi standart kekuatan, sedangkan variasi campuran variasi 50:50 memiliki nilai ketahana impak paling baik dari pada variasi komposisi campuran yang lain dimana nilainya mencapai 346,46 poin. Hal ini juga di pengaruhi oleh semakin besarnya persentase banyaknya perekat.
d. variasi komposisi terbaik untuk uji kelarutan dalam air terdapat pada variasi komposisi 80:20, namun pada komposisi ini tidak didukung dengan kekuatan yang cenderung rapuh. Maka di anjurkan untuk memilih variasi campuran 60:40 yang memiliki waktu pelarutan 167,4-196,8 detik yang cenderung relatif sama dengan variasi komposisi campuran 50:50 yang berkisar 160-200 detik. Kemampuan pupuk biokomposit larut di dalam air menurun seiring dengan peningkatan kandungan Mollases.
e. Jadi variasi campuran terbaik yang memiliki sifat ketahanan yang cukup kuat dan mudah larut dalam air adalah variasi komposisi campuran 50:50. Dimana kekuatan tekannya yang baik, nilai ketahanan impak yang baik dan kelarutan dalam air yang relatif sama dengan variasi campuran 60:40, menjadikan komposisi campuran ini menjadi paling unggul dari pada komposisi campuran yang lainya.
6. Ucapan Terima KasihTim peneliti mengucapkan terima kasih
kepada DP2M-Dikti yang telah mendanai kegiatan penelitian ini melalui ajang PKM (Pekan Kreatifitas Mahasiswa) 2009, dan tidak lupa saya megucapkan terima kasih kepada rekan-rekan tim PKM-Penelitian 2009, Ahmad Muslim Rifai, Ahmad Tri Putro Nugroho dan Rekan-rekan Mahasiswa lainya yang telah banyak membantu tim.
7. Daftar Pustaka
Husin, R. 2007. Pemanfaatan Ampas Tebu. Atikel Ilmiah. Jakarta.
Iwan. 2002. Proses pembuatan pupuk dan bentuk-bentuk pupuk. Artikel Blog.
Isroi. 2009. Perbandingan bentuk pupuk secara fungsional antara POP dan POG. Artikel Blog.
Gibson. R. F. 1994. Principles of Composite Material Mechanics. Department of Mechanical Engineering. Wayne State University. Detroit.
ASTM D 1475. 2000. Tex-614-J Testing Epoxy Materials. Material of Testing Procedures. USA.
Richards. S. R. 1990. Physical Testing of Fuel briquettes (ASTM D 2677-67T).Elsevier Journal. New Zealand
Top Related