BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara konsumsi rokok terbesar nomor 3 setelah
China dan India. Pertumbuhan rokok Indonesia pada periode 2000-2008 adalah
0.9 % per tahun. Jumlah perokok Indonesia bertambah dalam 9 tahun terakhir.
Jumlah perokok Indonesia sekitar 27.6 %, hal ini menunjukkan bahwa setiap 4
orang Indonesia, terdapat seorang perokok dan 3 orang sebagai perokok pasif
(WHO, 2008). Berdasarkan data WHO (2008) jumlah perokok pasif lebih banyak
dibandingkan perokok aktif. Setyo Budiantoro dari Ikatan Ahli Kesehatan
Masyarakat Indonesia (IAKMI, 2008) mengatakan, sebanyak 25 % zat berbahaya
yang terkandung dalam rokok masuk ke tubuh perokok, sedangkan 75 % beredar
di udara bebas yang berisiko masuk ke tubuh orang di sekelilingnya. Asap rokok
mengandung radikal bebas dalam jumlah yang sangat tinggi di udara bebas
(Yueniwati dkk, 2004).
Merokok merupakan fenomena gaya hidup orang masa kini. Dari sisi
manapun merokok mempunyai banyak dampak buruk bagi tubuh. Dampak buruk
tersebut tidak hanya diterima oleh perokok (perokok aktif), tetapi juga pada
individu disekitarnya/perokok pasif (Susanna dkk, 2003). Perokok aktif
mengeluarkan berbagai jenis asap rokok yaitu mainstream smoke, exhaled
mainstream smoke, dan sidestream smoke. Mainstream smoke adalah asap yang
dihisap oleh perokok. Exhaled mainstream smoke adalah asap rokok yang
dihembuskan oleh perokok aktif, sedangkan sidestream smoke adalah asap rokok
yang berasal dari ujung rokok yang menyala. Paduan exhaled mainstream smoke
dan side stream smoke disebut environmental tobacco smoke (ETS) atau asap
tembakau lingkungan. Zat-zat berbahaya yang terkandung pada sidestream smoke
lebih tinggi dibandingan jenis asap rokok yang lain (Quit, 2005).
Setiap asap rokok yang terhirup mengandung 1015-1018 molekul oksidan
dari radikal bebas (Dewi dalam Mohammed dkk, 2012). Radikal bebas dari asap
2
rokok ini merupakan zat toksik bagi tubuh yang berpotensi merusak membran
sel, tidak terkecuali pada sel hati (Suryohudoyo, 2000). Hati merupakan organ
tunggal dalam tubuh yang kompleks dan mempunyai peran penting dalam
metabolisme tubuh demi kelangsungan fungsi tubuh, akan tetapi hati sangat
rentan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh asap rokok yang memicu
terjadinya stres oksidatif yaitu suatu kondisi gangguan keseimbangan antara
oksidan dan antioksidan yang berpotensi menimbulkan kerusakan (Sies, 1991).
Salah satu fungsi hati yaitu sebagai detoksifikasi senyawa-senyawa toksik. Enzim-
enzim pelaku detoksifikasi pada hati menyebabkan enzim-enzim ini dapat
digunakan sebagai parameter kerusakan hati. Dua macam enzim aminotransferase
yang sering digunakan dalam diagnosis klinik kerusakan sel hati adalah SGOT
(Serum Glutamic-Oxaloacetic Transaminase) dan SGPT (Serum Glutamic-
Pyruvic Transaminase). Enzim SGPT ini lebih spesifik terhadap terjadinya
kerusakan pada hati (Murray dkk, 2003). Sampai saat ini belum banyak
ditemukan dampak paparan asap rokok pada hati.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti ingin melakukan penelitian
tentang pengaruh sidestream smoke pada kadar SGPT tikus wistar jantan (Rattus
norvegicus) dengan cara memasukkan tikus tersebut pada sebuah kotak
pengasapan (acrylic chamber) yang diberi asap rokok. Tikus tersebut setelah
diberi paparan, akan dilakukan pemeriksaan kadar SGPT dalam darah. Penelitian
ini menggunakan tikus wistar jantan galur murni sebagai hewan coba karena
memiliki metabolisme tubuh yang mirip dengan manusia dan daya adaptasi yang
tinggi serta memiliki siklus hidup yang relatif panjang, pemeliharaannya cukup
mudah dan dapat mewakili mamalia termasuk manusia sehingga banyak
digunakan untuk penelitian di bidang kesehatan (Baker, 1980). Metode
eksperimental laboratoris dipilih karena penelitian dilakukan di laboratorium serta
sampel berupa tikus wistar jantan dan perlakuan yang diberikan lebih terkendali,
terukur serta pengaruh perlakuan lebih dipercaya (Asnar, 2001).
3
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu
bagaimana pengaruh sidestream smoke terhadap kadar SGPT pada tikus wistar
jantan.
1.3 Tujuan
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui adanya pengaruh sidestream
smoke terhadap kadar SGPT pada tikus wistar jantan.
1.4 Manfaat
1.Memberikan informasi secara ilmiah kepada masyarakat mengenai
pengaruh sidestream smoke pada kadar SGPT darah.
2. Sebagai dasar untuk penelitiaan lebih lanjut.
4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Asap Rokok
Asap rokok adalah asap yang keluar dari ujung sebuah rokok yang
menyala, maupun asap yang keluar dari mulut seorang perokok. Rokok
merupakan gulungan silinder dari kertas berukuran panjang sekitar 120 mm
dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah
dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara, agar
asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung yang lain (Trim, 2006).
2.1.1 Jenis asap
Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya,
baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa. Asap rokok yang dihisap
atau asap rokok yang dihirup bisa melalui dua komponen yaitu komponen yang
lekas menguap berbentuk gas dan komponen yang bersama gas terkondensasi
menjadi komponen partikurat (Sitepoe, 2000).
Bustan (2000) dan Trim (2006) membagi perokok dalam 2 kategori yaitu,
perokok aktif dan perokok pasif. Perokok aktif adalah orang yang melakukan
aktifitas merokok, sedangkan perokok pasif adalah seseorang yang menghirup
asap rokok dari seorang perokok. Asap rokok merupakan polutan bagi manusia
dan lingkungan sekitarnya. Asap rokok lebih berbahaya terhadap perokok pasif
daripada perokok aktif. Asap rokok sigaret kemungkinan besar berbahaya
terhadap mereka yang bukan perokok, terutama di tempat tertutup. Asap rokok
yang dihembusan oleh perokok aktif dan terhirup oleh perokok pasif, lima kali
lebih banyak mengandung karbonmonoksida, empat kali lebih banyak
mengandung tar dan nikotin.
Enviroment Protection Association (EPA) atau Badan Proteksi
Lingkungan Amerika Serikat membagi perokok pasif dalam 2 kategori yang
keduanya sangat berbahaya, yaitu mainstream smoke dan sidestresam smoke.
Mainstream smoke yaitu asap yang terkepul dari mulut perokok, setelah terlebih
5
dahulu diisap dan melewati paru-paru sang perokok. Sidestream smoke, yaitu asap
yang terkepul dari ujung-pangkal rokok. Sidestream smoke ini yang paling
berbahaya. Kandungan kimia beracun dari asap jenis ini berlipat-lipat daripada
mainstream smoke. EPA menghitung sidestream smoke seringkali terekspos ke
udara tanpa filter mengandung senyawa karbonmonoksida (CO) lima kali lebih
besar daripada asap rokok utama. Karbonmonoksida sendiri merupakan gas
beracun yang cukup efektif dalam melumpuhkan kemampuan darah menyerap
oksigen. Sidestream smoke juga mengandung tiga kali lebih besar benzopyrene
(pemicu kanker) dan 50 kali lipat kandungan amonia (penyebab iritasi mata dan
pernafasan) daripada mainstream smoke. Quit (2005) menyebutkan jenis asap
yang lain exhaled mainstream smoke yaitu asap rokok yang dihembuskan oleh
perokok. Gabungan exhaled mainstream smoke dan sidestream smoke disebut
environmental tobacco smoke (ETS) atau asap tembakau lingkungan.
2.1.2 Zat – zat yang terkandung di dalam rokok
Setiap batang rokok yang dinyalakan akan mengeluarkan lebih dari 4000
bahan kimia beracun yang berbahaya dan dapat mengakibatkan kematian. Rokok
menghasilkan suatu pembakaran tidak sempurna yang dapat diendapkan dalam
tubuh ketika dihisap. Secara umum komponen rokok dapat dibagi menjadi dua
golongan besar, yaitu 92% komponen gas terdiri dari karbonmonoksida,
karbondioksida, hidrogen sianida, amoniak, oksida dari nitrogen dan senyawa
hidrokarbon dan 8% komponen padat atau partikel terdiri dari tar, nikotin,
benzanthracene, benzopiren, fenol, cadmium, indol, karbarzol, timah hitam dan
kresol (Aditama, 1997).
Bahan–bahan lain juga terkandung aceton, naftalene (bahan kapur barus),
arsen, methanol, vinyl chloride (bahan plastik PVC), phenol butane (bahan bakar
korek api), potassium nitrate (bahan baku pembuatan bom dan pupuk), polonium-
201 (bahan radioaktif), amonia (bahan pencuci lantai) (Jaya, 2009).
Aditama (1997) menyebutkan tar, nikotin, dan karbonmonoksida
merupakan tiga macam bahan kimia yang paling berbahaya dalam asap rokok.
6
Efek dari bahan-bahan nikotin, tar, karbonmonoksida dan timah hitam pada asap
rokok sebagai berikut :
a. Nikotin
Komponen ini terdapat di dalam asap rokok dan juga di dalam tembakau yang
tidak dibakar. Nikotin bersifat toksik terhadap jaringan saraf, juga menyebabkan
tekanan darah sistolik dan diastolik mengalami peningkatan. Denyut jantung
bertambah, kontraksi otot jantung seperti dipaksa, pemakaian oksigen bertambah,
aliran darah pada pembuluh koroner bertambah, dan vasokonstriksi pembuluh
darah perifer. Nikotin meningkatkan kadar gula darah, kadar asam lemak bebas,
kolesterol LDL, dan meningkatkan agregasi sel pembekuan darah. Nikotin
memegang peran penting dalam ketagihan merokok (Sitepoe, 2000).
b. Tar
Tar hanya dijumpai pada rokok yang dibakar. Eugenol atau minyak cengkeh
juga diklasifikasikan sebagai tar. Zat-zat karsinogen seperti polisiklik hidrokarbon
aromatis dapat dijumpai di dalam tar, yang dapat menyebabkan terjadinya kanker
paru-paru. Kandungan selain itu, dijumpai juga nitrosamine di dalam rokok yang
berpotensi besar sebagai zat karsinogenik terhadap jaringan paru-paru (Sitepoe,
2000). Tar juga dapat merangsang jalan nafas, dan tertimbun di saluran nafas,
yang akhirnya menyebabkan batuk-batuk, sesak nafas, kanker jalan nafas, lidah
atau bibir (Jaya, 2009).
c. Karbon Monoksida
Gas ini bersifat toksik dan dapat menggeser gas oksigen dari transport
hemoglobin. Terdapat 2-6% gas karbon monoksida dalam rokok pada saat
merokok, sedangkan gas karbon monoksida yang diisap perokok paling rendah
400 ppm (part per million) sudah dapat meningkatkan kadar karboksi-hemoglobin
dalam darah sejumlah 2-16%. Kadar normal karboksi-hemoglobin hanya 1% pada
bukan perokok. Seiring berjalannya waktu, terjadinya polisitemia (suatu keadaan
dimana terjadi peningkatan jumlah sel darah merah akibat pembentukan sel darah
merah yang berlebihan oleh sumsum tulang) yang akan mempengaruhi saraf pusat
(Sitepoe, 2000). Kandungan CO pada mainstream smoke adalah sekitar 15 mg dan
pada sidestream smoke adalah 50 mg. Hal ini menunjukkan bahwa perokok pasif
7
lebih rentan terhadap berbagai penyakit bila menghirup sidestream smoke (Jenkins
dkk., 2000).
d. Timah Hitam
Timah hitam merupakan partikel asap rokok. Setiap satu batang rokok yang
diisap mengandung 0,5 mikrogram timah hitam. Apabila seseorang mengisap 1
bungkus rokok/hari, 10 mikrogram timah hitam akan dihasilkan, sedangkan batas
bahaya kadar timah hitam di dalam tubuh adalah 20 mikrogram/hari (Sitepoe,
2000).
Asap rokok mengandung oksidan yang sangar tinggi meliputi, peroksida,
aldehida, nitrit oksida, radikal peroksil (ROO-), nitrogen peroksida (NO-), dan
juga radikal yang mengandung karbon. Asap rokok yang berada di udara bebas ini
merupakan salah satu sumber radikal bebas. Radikal bebas merupakan molekul
yang memiliki elektron yang tidak berpasangan pada orbit terluarya, sehingga
bersifat reaktif dan tidak stabil, sehingga cenderung untuk berikatan dengan
senyawa lain untuk membentuk molekul yang stabil (Setiati, 2003).
2.2 Radikal Bebas
Radikal bebas merupakan molekul yang mempunyai elektron pada orbit
luarnya yang tidak berpasangan. Molekul ini mempunyai reaktifitas tinggi dan
cenderung membentuk radikal baru bersifat tidak setabil (Yusuf, 2010).
Arief, 2007 menyebutkan radikal bebas yang berada dalam tubuh manusia,
dapat berasal dari 2 sumber utama yaitu:
a. Sumber endogen
Sumber endogen atau berasal dari dalam tubuh sendiri berasal dari 3 proses
utama yaitu :
1) Autoksidasi yang merupakan produk dari metabolisme aerob.
2) Oksidasi enzimatik, suatu enzim yang mampu menghasilkan radikal bebas
dalam jumlah yang cukup bermakna, meliputi xantine oxidase, prostaglandin
synthase, lipoxygenase, cytochrome P450 sistem (Bagchi dan Puri, 1998).
3) Respiratory burst, saat terjadi infeksi oleh bakteri maka sistem imun akan
teraktifasi sehingga memicu pengeluaran enzim NADPH-oxidase.
8
Teraktifasinya enzim ini akan memicu terjadinya respiratory burst yaitu
penggunaan oksigen dalam jumlah tinggi selama proses fagositosis
berlangsung. Kadar oksigen yang tinggi dalam tubuh (70-90%) ini akan
memicu terbentuknya radikal bebas superoksida oleh membran sel.
b. Sumber eksogen
Sumber radikal bebas terbesar dapat berasal dari luar tubuh. Secara garis
besar dapat dipicu oleh 3 hal, yaitu :
1) Obat-obatan, beberapa jenis obat-obatan dapat memicu peningkatan tekanan
oksigen, termasuk didalamnya : antibiotika quinoid, obat kanker (bleomycin,
adriamycin), asam fenamat dan komponen aminosalisilat.
2) Radiasi, radiasi dapat memicu penguraian oksigen, seperti : radiasi sinar X,
sinar gamma, ataupun radiasi partikel elektron, neutron, alfa dan beta.
3) Rokok dan asap rokok, setiap hisapan rokok mempunyai bahan oksidan dalam
jumlah yang sangat besar, meliputi aldehida, epoxida, peroxida, dan bahan lain
seperti nitrit oksida, radikal peroksida yang mengandung karbon dan terdapat
dalam fase gas, serta berbagai jenis radikal bebas lainnya yang dapat
menyebabkan berbagai kerusakan dalam tubuh. Contoh radikal bebas dalam
fase tar meliputi semiquinone moieties yang dihasilkan dari bermacam-macam
quinine dan hydroquinone. Fe dalam rokok juga dapat memicu pembentukan
radikal hidroksil yang mematikan dari hidrogen peroksida.
2.3 Tes Fungsi Hati
Hati merupakan organ tubuh yang berperan penting dalam pertahanan
hidup dan berperan pada hampir setiap fungsi metabolisme tubuh. Hati terletak
dibagian atas dalam rongga abdomen di sebelah kanan bawah diafragma. Berat
hati pada orang dewasa sehat sekitar 1400-1600 gram. Secara keseluruhan, hati
dibentuk oleh sekitar 100.000 lobulus dengan struktur serupa dan terdiri dari
hepatosit, saluran sinusoid yang dikelilingi oleh endotel vaskuler dan sel kupffer
yang merupakan bagian dari system retikuloendotelial (Martini, 2000). Organ ini
mempunyai kapasitas cadangan yang besar dan fungsi jaringan untuk
mempertahankan tubuh, Salah satu fungsi dari hati adalah mengubah zat buangan
9
dan bahan racun untuk disekresi dalam empedu dan urin, membersihkan darah
dari zat-zat toksin, hal ini disebut detoksifikasi. Selain itu hati juga mempunyai
kemampuan regenerasi yang baik. Kerusakan hati sebagian pada kebanyakan
kasus sel yang mati atau sakit, maka akan diganti dengan jaringan hati yang baru
(Azwar, 1999).
Kerusakan atau kelainan pada hati bisa terdeteksi dengan melakukan
berbagai tes fungsi hati. Pengukuran kadar bilirubin serum, aminotransferase,
alkali fosfatase, γ-GT dan albumin sering disebut sebagai tes fungsi hati (LFTs).
Pada beberapa kasus, tes-tes ini dapat mendeteksi penyakit hati dan empedu
asimtomatik sebelum munculnya manifestasi klinis. Tes ini digolongkan menjadi
3 kategori utama, yaitu :
a. Peningkatan enzim aminotrasferase (juga dikenal sebagai transaminase),
SGPT dan SGOT, biasanya mengarah pada perlukaan hepatoselular atau
inflamasi;
b. Keadaan patologis yang mempengaruhi system empedu intra dan
ekstrahepatis dapat menyebabkan peningkatan fosfatase alkali dan γ-GT;
c. Kelompok yang mewakili fungsi sintesis hati, seperti produksi albumin,
urea dan factor pembekuan. Pada keadaan terjadinya gagal hati akut,
glukosa darah dan PH arteri dapat juga dipertimbangkan sebagai petanda
bantuan cadangan fungsional hati. Bilirubin dapat meningkat pada hampir
semua tipe patologis hepatobilier.
(Sudoyo dkk, 2006)
2.4 SGPT (Serum Glutamic Piruvic Transaminase)
SGPT (Serum Glutamic Pyruvic transaminase) merupakan salah satu
pemeriksaan enzimatik untuk mengetahui adanya kerusakan pada hati. Enzim
merupakan protein yang dihasilkan oleh sel hidup dan umumnya terdapat di
dalam sel. Keberadaan enzim ini keadaan normal terdapat keseimbangan antara
pembentukan enzim dengan penghancurannya. Apabila terjadi kerusakan sel
maupun peningkatan permeabilitas membran sel, maka enzim akan banyak keluar
ke ruang ekstra sel dan ke dalam aliran darah sehingga dapat digunakan sebagai
10
sarana untuk membantu diagnostik penyakit tertentu. Widmann (1995)
menyebutkan terdapat dua macam enzim yang sering digunakan untuk menilai
penyakit hati yaitu Aspartat amino-transferase (AST) atau Serum Glutamic
Oxaloacetic Transaminase (SGOT) dan Alanine amino-transferase (ALT) atau
Serum Glutamic Piruvic Transaminase (SGPT). Kadar transaminase dalam serum
dapat diukur dengan menggunakan metode Kalorimetrik atau lebih teliti dengan
metode Spektrofotometrik. Terminologi dulu memakai satuan Karmen yang
didasarkan atas volume mililiter, sedangkan satuan itu ditentukan pula oleh suhu.
Harga normal tertinggi GOT/GPT = 1.15, untuk SGOT = 40 U Karmen (17
mU/cc) dan SGPT = 35 U Karmen (13 mU/cc).
Tabel 2.1 Ciri-ciri Aminotransferase yang berkaitan dengan hati.
Ciri-ciri AST/SGOT ALT/SGPT
Terdapat dalam jaringan
lain selain hati
Lebih banyak dalam
jantung dibanding hati
Konsentrasi dalam jaringan
lain rendah
Terdapat di dalam sel hati Mitokondria dan sitoplasma Hanya dalam sitoplasma
Nilai rujukan dalam darah
(dewasa)
10-40 SI/liter 5-35 SI/liter
Half life dalam darah 12-22 jam 37-57 jam
Perubahan pada kerusakan
peradangan yang akut
Sensivitas sedang Sensivitas sangat tinggi
Perubahan neoplasma Peningkatan tegas Peningkatan sedang atau
tidak meningkat
Perubahan pada sirosis Meningkat sedang Meningkat sedikit atau
sedang
Perubahan pada infark
miokard
Meningkat tegas Meningkat sedikit atau
sedang
Sumber : Widmann (1995)
11
2.5 Peningkatan Kadar SGPT oleh Asap Rokok
Asap rokok merupakan salah satu sumber radikal bebas. Radikal bebas
pada asap rokok diperkirakan dalam satu kali hisap sebanyak 1015-1018 molekul
radikal bebas akan masuk ke dalam tubuh. Oksidan yang dihasilkan oleh asap
rokok dan oksidan yang dihasilkan oleh makrofag dan neutrofil yang aktif serta
kandungan H2O2 yang tinggi pada asap rokok akan mempermudah propagasi
radikal bebas (Widodo, 1995). Berdasarkan penelitian Yueniwati, dkk (2004)
diketahui bahwa terdapat hubungan antara lama pemaparan rokok kretek dengan
peningkatan kadar malondialdehyde (MDA) yaitu parameter peningkatan aktifitas
radikal bebas dalam tubuh.
Adanya akumulasi metabolit-metabolit dalam tubuh bisa menyebabkan
stres oksidatif yang dapat disebabkan oleh asap rokok (Kelly, 2003). Stres
oksidatif merupakan suatu kondisi gangguan keseimbangan antara produksi
radikal bebas dan antioksidan yang dapat berpotensi menimbulkan kerusakan pada
sel hati. Produksi radikal bebas yang tidak seimbang, akan menyebabkan
kerusakan makromolekul termasuk protein, lipid dan DNA (Atessahin dkk. 2005).
Kerusakan sel oleh radikal bebas reaktif didahului oleh kerusakan membran sel
antara lain mengubah fluiditas, struktur dan fungsi membran sel. Adanya
ketidakseimbangan antara produksi radikal bebas (senyawa oksigen reaktif)
dengan kemampuan pertukaran antioksidan ini akan menimbulkan stres oksidatif,
yang dapat menyebabkan kerusakan sel sehingga terjadi peningkatan kadar SGPT
(Jawi dkk. 2007).
12
2.6 Kerangka Konseptual
Gambar 2.1 Skema kerangka konseptual
Sidestream smoke merupakan asap yang berasal dari ujung rokok yang
menyala. Asap rokok tersebut mempunyai berbagai komponen zat-zat beracun,
antara lain mengandung oksidan dan radikal bebas yang diperkirakan jumlahnya
1015-1018 molekul radikal bebas, serta mengandung substansi yang dapat memicu
terbentuknya radikal bebas dalam tubuh. Zat-zat toksik dalam rokok masuk
kedalam tubuh melalui sistem pernafasan ketika tubuh melakukan respirasi, saat
Sidestream smoke
Radikal bebas
Sirkulasi darah
Sistem pernafasan
Hati
Perubahan kadar SGPT
Cedera pada sel hati (hepatosit) oleh karena stres oksidatif
13
itu pula zat toksik mulai masuk ke dalam tubuh, diserap kedalam darah dan
dialirkan keseluruh tubuh.
Selama proses sirkulasi, darah akan masuk ke hati, kemudian zat toksik
dalam darah tersebut akan di detoksifikasi oleh hati. Produksi radikal bebas yang
berlebih serta tidak seimbangnya antara oksidan dan antioksidan akan
menimbulkan suatu stress oksidatif. Stress okdidatif sendiri dapat menimbulkan
cedera atau kerusakan pada sel hati yang didahului oleh kerusakan membran sel
yaitu mengubah fluiditas, struktur dan fungsi membrane sel. Kerusakan sel
(nekrosis) menyebabkan sitoplasma akan keluar, dan masuk/terkonversi ke dalam
aliran darah, sehingga akan meningkatkan kadar SGPT dalam darah.
2.8 Hipotesis
Terdapat peningkatan kadar SGPT dalam serum darah tikus wistar jantan
setelah dipapar sidestream smoke.
14
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis, Tempat dan Waktu Penelitian
3.1.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental laboratoris
dengan menggunakan rancangan penelitian the post test only control group design
(Notoadmojo, 2002).
3.1.2 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium bagian Biomedik Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Jember dan Laboratorium Parahita diagnostic center
Jember.
3.1.3 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-September 2012.
3.2 Identifikasi Variabel Penelitian
3.2.1 Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah paparan sidestream smoke
dengan lama paparan 180 menit/hari.
3.2.2 Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kadar SGPT serum darah tikus
wistar jantan (Rattus norvegicus).
3.2.3 Variabel Terkendali
Variabel terkendali dalam penelitian ini adalah:
a. Minuman dan makanan tikus ;
b. Cara pemeliharaan ;
15
c. Waktu dan cara pemaparan ;
d. Tehnik pemeriksaan.
3.3 Definisi Operasional Penelitian
3.3.1 Sidestream smoke
Sidestream smoke adalah asap yang didapatkan dari ujung rokok yang
menyala, dimana rokok diletakkan dibawah acrylic chamber dan dipompa dengan
chiblower sehingga asap rokok masuk ke dalam acrylic chamber. Sidestream
smoke diberikan 180 menit/hari selama 5 hari.
3.3.2 Kadar SGPT
Kadar SGPT (Serum Glutamic Piruvic Transaminase) atau disebut juga
ALT (Alanin Aminotransferase) merupakan enzim yang banyak ditemukan di
organ hati. Kadar ini diukur dengan menggunakan UV-Test, dengan satuan
Karmen yang didasarkan atas volume milliliter.
3.3.3 Tikus Wistar
Tikus wistar galur murni dengan jenis kelamin jantan berusia 4 - 5 bulan
dengan berat badan 250-300gr.
3.4 Populasi dan Sampel Penelitian
3.4.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah tikus wistar dengan jenis kelamin jantan.
3.4.2 Kriteria Sampel
Sampel dibagi kedalam dua kelompok dari populasi tikus wistar dengan
kriteria sampel :
a Jenis kelamin jantan ;
b. Berat 250 - 300 gr ;
c. Berusia 4 - 5 bulan ;
d. Tikus dalam keadaan sehat.
16
3.4.3 Besar Sampel
Besar sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah berdasarkan
rumus sebagai berikut :
n =
Keterangan :
n = besar sampel
Z = nilai standar normal
α = 0,05 maka
Z = 1,96
σ = standar deviasi penelitian sebelumnya = 3,7 (Moskowitz dkk. 1990)
d = standar eror penelitian sebelumnya = 4,3 (Mathew dan Chary, 2012)
Perhitungan besar sampel terdapat pada lampiran A.
Berdasarkan perhitungan rumus besar sampel di atas, diperoleh besar
sampel 3 (Daniel, 1995).
3.5 Alat dan Bahan Penelitian
3.5.1 Alat-Alat Penelitian (lampiran B)
a. Kandang pemeliharaan,
b. Acrylic chamber ukuran 30x30x30 cm,
c. Chiblower,
d. Blade scalpel,
e. Timbangan untuk menimbang tikus (Neraca Ohaus, Germany),
f. Gunting bedah,
g. Papan fiksasi,
h. Jarum fiksasi,
i. Pinset,
j. Stopwatch (Diamond, Cina),
k. Dissposible syringe 10ml (Terumo, Japan)
d2
Z 2 x σ 2
17
l. Masker,
m. Botol kaca,
n. Sarung tangan (Latex),
o. Gunting,
p. Isolasi,
q. Rak tabung reaksi,
r. Centrifuge,
s. Cobas,
t. Tabung reaksi,
u. Tabung venojet.
3.5.2 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Tikus wistar jantan,
b. Minuman dan makanan tikus wistar yang beredar di pasaran yaitu
jenis konsentrat produksi Feedmill Malindo, Gresik,
c. Rokok Surya 12 (Gudang Garam),
d. Cloroform,
e. Alkohol 70%,
f. Reagen.
Tabel 3.1. Reagen
R1: TRIS pH 7.15 140 mmol/L
L-Alanine 700 mmol/L
LDH (Lactate dehydrogenase) ≥ 2300 U/L
R2 : 2-Oxoglutarate 85 mmol/L
NADH 1 mmol/L
Pyridoxal-5-
Phosphate FS :
Good’s buffer pH 9.5 100 mmol/L
Pyridoxal-5-Phosphate 13 mmol/L
(Thomas L, 1998).
18
3.6 Prosedur Penelitian
3.6.1 Tahap Persiapan Hewan Coba
Hewan coba diadaptasikan terhadap lingkungan kandang di bagian
Biomedik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember selama 1 minggu, diberi
makan standar dan air minum setiap hari secara adlibitum (sesukanya), dan
ditimbang kemudian dikelompokkan secara acak.
3.6.2 Tahap Perlakuan Hewan Coba
Jumlah hewan coba sebanyak 6 ekor dibagi menjadi 2 kelompok masing-
masing 3 ekor, yaitu :
a. Kelompok K (kontrol)
Hewan coba dimasukkan ke dalam acrylik chamber dan tidak diberi
paparan asap rokok.
b. Kelompok P (perlakuan)
Hewan coba dimasukkan ke dalam acrylik chamber kemudian di
bawahnya diberi paparan asap rokok selama 180 menit/hari dengan setiap
5 menit paparan diberi waktu jeda (tanpa paparan) selama 3 menit, dan
dilakukan selama 5 hari (Valenti 2011).
Tahap selanjutnya, pada hari ke-6, hewan coba dikorbankan dan dilakukan
pengambilan darah intrakardial.
3.6.3 Tahap Pengambilan Sampel Darah
Sebelum dilakukan pengambilan sampel darah, semua peralatan
dibersihkan terlebih dahulu dengan alkohol 70% dan dibiarkan sampai kering.
Selanjutnya hewan coba diambil dari kandang dan dibius dengan masukkan ke
dalam botol yang didalamnya diberi kapas yang telah dibasahi dengan cloroform.
Hewan difiksasi sedemikian rupa dan dilakukan pembedahan sampai organ
jantung terlihat, kemudian darah langsung diambil secara intrakardial
menggunakan dispossible syringe sebanyak ± 2ml. Darah yang telah diambil
dimasukkan dalam tabung venojet yang bersih dan kering (Rafika, 2005).
19
3.6.4 Tahap Penghitungan Kadar SGPT
Penghitungan kadar SGPT dilakukan di Laboratorium Klinik Parahita
Diagnostic Center Jember dengan menggunakan UV-Test. Aktifitas SGPT
ditetapkan dengan metode standar yang dioptimalisasikan sesuai IFCC
(International Federation of Clinical Chemistry and Laboratory Medicine).
Prinsip kerjanya adalah penambahan pyrodoxal-5-phosphate (P-5-P) menstabilkan
transaminase dan menghindari nilai nilai palsu yang rendah dalam sampel yang
berisi cukup endogen P-5-P (Thomas L, 1998).
3.7 Analisis Data
Data yang diperoleh dilakukan uji normalitas dan homogenitas kemudian
dianalisa menggunakan analisis parametrik T-test untuk mengetahui pengaruh
kadar SGPT antara kelompok kontrol (K) dan kelompok perlakuan (P) setelah
dipapar sidestream smoke, dengan derajat kemaknaan p < 0,05 (α = 95%).
20
3.8 Skema Penelitian
Gambar 3.1 Skema penelitian
Selama 5 hari
Hari ke-6 diambil darah intrakardial
Pengamatan dan penghitungan kadar SGPT
Analisis data
Kelompok K(3 ekor)
Tidak diberi paparan sidestream smoke
Populasi Tikus Wistar(6 ekor) yang sudah
diadaptasikan 1 minggu
Kelompok P(3 ekor)
Diberi paparan sidestream smoke selama 180
menit/hari
21
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Penelitian dengan judul Pengaruh Sidestream smoke pada Kadar SGPT
Tikus Wistar Jantan (Rattus norvegicus) yang dilaksanakan pada bulan Agustus-
September 2012 di laboratorium bagian Biomedik FKG Universitas Jember dan
Laboratorium Parahita diagnostic center Jember. Hasil penelitian ditunjukkan
pada tabel dan gambar 4.1 sebagai berikut :
Tabel 4.1 Hasil pengukuran nilai SGPT dalam darah tikus Wistar jantan yang dipapar Sidestream smoke.
No. Perlakuan (U/L) Kontrol (U/L)123
81.238.647.9
46.234.739.7
X + SD 55.9 U/L + 22.39844 40.2 U/L + 5.76628Keterangan :X : rata – rataSD : standar deviasi
Gambar 4.1 Histogram rata-rata kadar SGPT kelompok perlakuan dan kontrol.
standar deviasi
22
Sebelum dilakukan uji statistik, hasil penelitian dilakukan uji normalitas
dengan Kolmogorov smirnov test dan uji homogenitas dengan levene test.
Berdasarkan hasil uji normalitas dan homogenitas diketahui bahwa data
terdistribusi secara normal dan homogen (P>0.05). (Lampiran C)
Hasil penelitian dilakukan uji T untuk mengetahui perbedaan kadar SGPT
pada kelompok kontrol dan perlakuan. Hasil uji T menunjukkan bahwa tidak
terdapat perbedaan yang signifikan antara kadar SGPT kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan yaitu 0.072 (P<0.05). (Lampiran C)
4.2 Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara kelompok perlakuan yang mendapatkan paparan sidestream
smoke 180menit/hari selama 5 hari dan kelompok kontrol tanpa diberi paparan
sidestream smoke.
Kemungkinan hal ini dapat disebabkan karena sidestream smoke yang
banyak mengandung radikal bebas ini tidak sampai menyebabkan kerusakan
(nekrosis) pada organela sel hepatosit sehingga kadar enzim transaminase/SGPT
masih tersekresi dalam jumlah normal dan tidak terjadi peningkatan, karena SGPT
tetap berada dalam sel yang utuh (Hasan, 2008). Selain itu, paparan sidestream
smoke pada hewan coba ini kemungkinan sudah mengalami tahap kronis,
sedangkan peningkatan kadar SGPT meningkat tinggi dalam keadaan akut
(Widman, 1995).
Sidestream smoke mengandung radikal bebas yang dapat merusak
membran sel dan komponen intrasel seperti asam nukleat, protein, dan lipid.
Radikal bebas akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif. Stres oksidatif ini
akan memicu pembentukan peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid akan mengubah
DNA mitokondria, mengganggu kestabilan membran sel, serta propagasi siklus
stres okdidatif secara besar-besaran yang diikuti dengan peradangan pada
hepatosit (Panjaitan dkk, 2007). Kondisi ini dapat menyebabkan kelainan pada
hati berupa perlemakan hati. Pada penelitian ini perlemakan hati tidak sampai
meningkatkan kadar SGPT karena hepatosit hanya sampai mengalami
23
keradangan, sedangkan peningkatan SGPT terjadi apabila perlemakan hati sudah
merusak hepatosit. Kelainan ini secara klinis hewan coba kelompok perlakuan
mengalami pembesaran organ hati (hepatomegali) (Ekelund dkk, 2002).
Karbonmonoksida (CO) merupakan komponen radikal bebas yang banyak
terkandung pada sidestream smoke. CO merupakan bahan berbahaya dalam tubuh
karena CO lebih mudah berikatan dengan hemoglobin daripada O2 (Aditama
1997). Senyawa kimia berbahaya dalam rokok ini dapat menyebabkan berbagai
penyakit seperti gangguan jantung dan penyempitan pembuluh darah yang
nantinya akan mengakibatkan terjadinya kekurangan darah (iskemia) (Woodly
dan Whelan,1995). Dari kondisi iskemia ini memungkinkan terjadinya kerusakan
ringan pada hepatosit yaitu pembengkakan sel karena kerusakan sitoskeletal dan
kerusakan membran sel, tetapi belum sampai menimbulkan kematian sel
(nekrosis).
Gambar 4.2. Mekanisme kerusakan membran pada iskemia
24
Pada penelitian ini kadar SGPT darah tidak terjadi peningkatan karena
kerusakan hepatosit tidak sampai pada nekrosis, akan tetapi kerusakan dapat
berupa kerusakan membran sel karena merupakan bentuk awal jejas dari paparan
sidestream smoke. Radikal bebas pada sidestream smoke berpotensi merusak
membran hepatosit. Potensial kerusakan membran dapat bermula dari keadaan
hilangnya progresif fosfolipid membran yang disebabkan oleh peningkatan
degradasi fosfolipid karena aktivasi fosfolipase endogen akibat peningkatan
kalsium sitosol yang diinduksi iskemia. Kehilangan fosfolipid yang progresif juga
dapat terjadi akibat penurunan reasilasi/sintesis ATP maupun berkurangnya
sintesis fosfolipid. Degradasi fosfolipid juga mengakibatkan produk pemecahan
lipid berakumulasi dalam sel yang iskemik. Keaadaan lain menyebabkan
kerusakan membran yaitu abnormalitas sitoskeletal karena aktivasi protease
dengan peningkatan kalsium intrasel dapat menyebabkan kerusakan sitoskeletal.
Jejas ini pada pembengkakan sel dapat menyebabkan pelepasan membran sel dari
sitoskeleton sehingga membran rentan terhadap regangan dan ruptur. Keberadaan
radikal bebas/ radikal oksigen toksik juga dapat menyebabkan jejas pada sel dan
isinya, kondisi ini meningkat pada jaringan yang iskemik melalui rekrutmen
leukosit ditambah dengan adanya radikal bebas dari sidestream smoke (Kumar
dkk, 2007).
Dari hasil penelitian didapatkan nilai standar deviasi yang tinggi, hal ini
dapat mempengaruhi hasil analisa data, sehingga perlu penambahan jumlah
sampel supaya didapatkan repitasi data yang banyak untuk memperkecil standar
deviasi yang ada.
25
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Tidak terdapat peningkatan kadar SGPT pada kelompok perlakuan tikus
wistar (Rattus norvegicus) jantan yang diberi paparan sidestream smoke dengan
kelompok kontrol yang tidak diberi paparan sidestream smoke.
5.2 Saran
Perlu penelitian dengan variabel kerusakan hati yang lainnya yang
disebabkan oleh paparan sidestream smoke dan juga penambahan jumlah sampel.
26
DAFTAR BACAAN
Aditama, TY. 1997. Rokok dan Kesehatan. Jakarta : UI Press, hal: 17-25.
Arief, Sjamsul. 2007. Radikal Bebas. Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR, Surabaya.
Asnar, E.T.P. 2011. Peran Perubahan Limfosit Penghasil Sitokin dan Peptida Motilitas Usus Terhadap Modulasi Respon Imun Mukosal Tikus yang Stres Akibat Stresor Renjatan Listrik Suatu Pendekatan Psikoneurologi. Disertasi. Surabaya: Program Pasca Sarjana UNAIR.
Atessahin, A., Yilmaz,S., Karahan, I., Pirincci, I., dan Tasdemir, B. 2005. The Effects of Vitamin E and Selenium on Cypermethrin Induced Stres oksidatif in Rats. Turkey Journal Veteriner Animal Science. Vol. 29: 385-391.
Azwar, Syaifudin. 1999. Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Bagchi, K . & Puri, S. 1998. Free Radicals and Antioxidants in Health And Disease. [serial online]. http://www.emro.who.int/Publications/EMHJ/0402/21.htm radical bebas. [9 April 2010].
Baker, H J. J R. 1980. The Laboratory Rat. Vol 1. Research Application. San Diego: Academic Press Inc.
Bustan, M.N. 2000. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Rineka Cipta: Jakarta.
Daniel, W. W. 1995. Biostatistics a Foundation for Analisys in the Health Science. Edisi 6. Canada: John Wiley and Sons, Inc.
Ekelund, Aman, J., Yngve, A., Renman, C., Westerterp, K., dan Sjostrom, M. 2002. Physical Activity But Not Energy Expenditure Is Reduced In Obese Adolescent. Vol. 76(9): halaman. 35-41.
Hasan, Irsan. 2008. Interpretasi dan Pendekatan Klinis terhadap Peningkatan Enzim Transaminase. Divisi Hepatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam. FKUI.
27
IAKMI. 2008. Paket Pengembangan Kawasan Tanpa Rokok: Pedoman untuk Advokator Seri 1: Perlindungan terhadap Paparan Asap Rokok Orang Lain: Mengapa Perlu. [serial online].www.indofbh.org. [22 Maret 2012].
Jawi, I.M., Suprapta, D.N., dan Sutirtayasa,I.W.P. 2007. Efek Antioksidan Ekstrak Umbi Jalar Ungu Terhadap Hati Setelah Aktivitas Fisik Maksimal dengan Melihat Kadar ALT dan AST Pada Darah Mencit. Dexa Media. Vol.20(3): 103-106.
Jaya, M., 2009. Pembunuh Berbahaya Itu Bernama Rokok. Edisi Pertama. Yogyakarta: Riz’ma.
Jenkins, R.A., Guerin, M.R. dan Tomkins, B.A. 2000. Properties and Measure of Environmental Tobacco Smoke. In: The Chemistry of Environmental Tobacco Smoke Composition and Measurement. Edisi Kedua. Boca Raton, FL, Lewis Publishers: CRC Press.
Kelly, F.J. 2003. Stres oksidatif ; Its Role in Air Pollution and Adverse Health Effects. Occupational Environmental Medicine. P612:16.
Kumar, V., Cotran, R.S., Robbins, S. L. 2007. Buku Ajar Patologi. Alih bahasa: Awal Prasetyo, Brahm U. Pendit & toni Priliono. Volume 1. Jakarta: EGC.
Martini. 2000. Fundamental of Anatomy and Physiology. Edisi Kelima. London: prentice Hall Inc.
Mathew, S dan Charity, T.M. 2012. Effect of Tobacco Consumption on Blood Pressure, Serum Lipids and Anthropometric Indices Among Saurashtra Population of Gujarat. Int. J. Biology, Pharmacy and Allied Sci. Vol 1(3): 370-381.
Mohammed, Suryono, dan Sunarintyas. 2012. Effect of Cigarette Smoking on Proliferation of Keratinocyte and Thickness of Gingival Epithelium. Dentica Journal.
Moskowitz, Mosteller, Schieken, Bossano, dan Hewitt. 1990. Lipoprotein and Oxygen Transport Alteration in Passive Smoking Preadolescent Children. Circulation Journal of the American Heart Asssociation. Vol 81: 586-592.
Murray, R. K., Granner, D.K., dan Rodwell, V. W. 2009. Biokimia Harper. Edisi 27. Jakarta : EGC
Notoadmojo, S. 2002. Metodologi Penelitian. Edisi Revisi. Jakarta: Penerbit Rineka Pustaka.
28
Panjaitan, R.G.P.,Handhayani, E., Chairul, Masriani, Zakiah, Z., dan Manalu, W. 2007. Pengaruh Pemberian Tetraklorida Terhadap Fungsi Hati dan Ginjal Tikus. J. Makara Kesehatan. Vol 11(1)
Quit. 2005. Passive Smoking. Information sheet Greenhill Road Eastword SA 5063
Rafika. 2005. Pengaruh Ekstrak Etanol dan Ekstrak Air Kulit Batang Artocarpus champeden Spreng Terhadap Kadar Enzim SGPT dan SGOT Mencit. J. Farmasi UNAIR.vol 5(3)
Setiati, S. 2003. Radikal Bebas, Antioksi dan Proses Menua. Majalah Medika. Edisi 6. Jakarta (19): 366-368.
Sies, H. 1991. Stres Oksidatif II. In : oxidant and antioxidants. Edisi Pertama. London: Academic Press. P 15-17
Sitepoe, M. 2000. Kekhususan Rokok Indonesia. Edisi Pertama. Jakarta: PT Grasindo.
Sudoyo A.W, Setiyohadi B., Alwi I., Simadibrata M., dan Setiati S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Empat. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Suryohudoyo. 2000. Kapita Selekta Ilmu Kedokteran Molekuler. Edisi Pertama. Jakarta: Sagung Seto.
Susanna, Dewi. 2003. Penentuan Kadar Nikotin Dalam Rokok. J. Makara Kesehatan. Vol 7(2) 2 Desember 2003.
Thomas, L. 1998. Clinical Laboratory Diagnostic. Edisi Pertama. Frankfrut: the Basic Verlagesell Schaft.
Trim, Bambang. 2006. Merokok Itu Konyol. Jakarta : Ganesha Exact.
Valenti, V.E., Abreu, L.C., dan Ferreira C. 2011. Sidestream Cigarette Smoke Exposure Effects On Baroreflex in Adult Rats. J. Arq Bras Cardiol. Vol.96: 148-153.
Widmann, F.K. 1995. Tinjauan Klinis atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta: EGC.
Widodo, M.A. 1995. Efek Pemicu Radikal Bebas dan Vitamin E pada Diabetes Komplikasi Pembuluh Darah Tikus Diabetes. Laporan Penelitian Hibah Bersaing 1992-1995 ; Malang. FKUB.
29
Woodley, Michele, M.D., Whelan, dan Alison, M.D. 1995. Pedoman Pengobatan. Yogyakarta : Yayasan Essen tia Medika dan Andi Offset.
World Health Organization. WHO Report on The Global Tobacco Epidemic 2008. Implementing Smoke-Free Environments. [serial online]. (www.who.Int/tobacco/mpower).
Yueniwati, Y., & Mulyohadi, A. 2004. Pengaruh paparan asap rokok kretek terhadap peroksidasi lemak dan system proteksi superoksid dismutase hepar tikus wistar. Jurnal Kedokteran YARSI. Vol.12: 89.
Yusuf, A. M., Widodo, J.P., dan Doddy, M.S. 2010. Hubungan Radikal Bebas dan Antioksidan Dengan Kerusakan Ginjal pada Obstruksi Akut; Eksperimen Pada Hewan Coba. Surabaya: Program studi urologi FK UNAIR.
Top Related