4
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teri Nasi
Ikan teri nasi merupakan ikan ekonomis penting jenis pelagis kecil yang
sudah lama dikenal masyarakat Indonesia. Sedikitnya terdapat sembilan jenis
ikan teri yang tersebar di seluruh perairan Indonesia (Nontji 2005). Salah satu
jenis ikan teri adalah teri nasi (Stolephorus commerrsoni) (Saanin 1984).
Teri banyak ditangkap karena mempunyai arti penting sebagai bahan
makanan yang dapat dimanfaatkan baik sebagai ikan segar maupun ikan kering
(Nontji 2005). Ikan teri nasi merupakan sumber protein dan kalsium yang penting
bagi rakyat Indonesia. Kandungan gizi teri segar per 100 gram meliputi energi 77
Kkal; protein l6 gr; lemak 1.0 gr; kalsium 500 mg; fosfor 500 mg; besi 1.0 mg;
Vitamin A RE 47; dan Vit B 0.05 mg (Enoch 1973 vide Syaifudin et al. 2008).
Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa kandungan tertinggi dari ikan
teri nasi adalah protein, yaitu dalam 100 gram ikan teri terdapat 16 gram protein.
Jumlah protein dalam ikan teri nasi dapat menggantikan jumlah protein yang
terkandung dalam telur, susu dan beberapa daging hewani, dalam hal ini dengan
mengacu pada jumlah perbandingan tiap bahan yang sama.
Selain dikonsumsi, manfaat lainnya adalah sebagai umpan hidup untuk
menangkap ikan cakalang di Indonesia pada perikanan huhate. Hal tersebut
menggambarkan betapa pentingnya ikan teri nasi bagi perikanan Indonesia. Oleh
karena itu, maka informasi biologi, seperti morfologi, tingkah laku, habitat dan
penyebaran ikan teri nasi sangat diperlukan sebagai landasan bagi upaya
penangkapannya.
2.1.1 Morfologi dan klasifikasi ikan teri
Klasifikasi lengkap ikan teri nasi menurut Saanin (1984) adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
5
Ordo : Malacopterygii
Famili : Clopeidae
Subfamili : Engraulidae
Genus : Stolephorus
Spesies : Stolephorus commersonii
Sumber : http://fishbase.org/Photos/PicturesSummary.php 2011
Gambar 1 Ikan teri nasi
Ikan teri dikenal juga sebagai anchovy, umumnya berukuran kecil antara
6-9 cm, tetapi ada juga yang berukuran besar misalnya Stolephorus commersonnii
dan Stolephorus indicus yang panjangnya dapat mencapai 17,5 cm. Ikan ini
umumnya menghuni perairan dekat pantai dan estuaria, hidup bergerombol
(Hutomo et al. 1987).
Ikan teri nasi memiliki ciri-ciri morfologi yang khas, sehingga dapat
dibedakan dari marga-marga anggota Engraulinae. Ciri-ciri tersebut yaitu,
memiliki sirip ekor (caudal) cagak dan tidak bersambung dengan sirip dubur
(anal) serta duri abdominal hanya terdapat antara sirip pektoral dan ventral yang
berjumlah tidak lebih dari 7 buah, umumnya tidak berwarna atau kemerah-
merahan. Ikan teri mempunyai bentuk tubuh bulat memanjang (fusiform) dan
termampat samping (compressed) dengan sisik-sisik berukuran kecil dan tipis
serta mudah lepas, bagian samping tubuhnya terdapat garis putih keperakan
seperti selempang yang memanjang dari kepala sampai ekor. Tulang atas rahang
memanjang mencapai celah insang. Sirip dorsal umumnya tanpa duri pradorsal,
sebagian atau seluruhnya terletak di belakang anus pendek dengan jari-jari lemah
sekitar 16-23 buah (Hutomo et al. 1987).
6
Teri nasi sangat mudah dibedakan dengan jenis teri lainnya, karena
warnanya putih transparan dan ukurannya lebih kecil. Sedangkan teri, warnanya
putih transparan, ukurannya jauh lebih besar dari teri nasi, warna abdomen
keperakan (silvery colour), kepala lebih pendek dibandingkan teri merah, dengan
selempang lateral relatif lebih kecil. Ikan teri merah mempunyai ukuran lebih
besar dari teri nasi, kepala lebih pendek dibandingkan teri putih, warna daging
agak kemerahan, selempang perak lateral lebih tebal, bagian abdomen berwarna
keperakan. Pemberian nama teri hitam oleh nelayan dan pengepul adalah karena
warnanya yang relatif lebih kotor dibandingkan teri merah dan teri putih. Dalam
hasil tangkapan, ikan teri hitam mudah diidentifikasi dari warna daging yang lebih
kotor dibanding teri merah, kepala panjang menyerupai teri merah, serta
ukurannya yang lebih besar dibanding teri nasi (Setyohadi et al. 2001).
Supriyadi (2008) menyatakan bahwa, nama ilmiah (Scientific name) untuk
jenis ikan teri nasi (berdasarkan cirri morfologis, dan morfometri) masih belum
diidentifikasi tuntas. Hal ini disebabkan oleh kecilnya ukuran ikan, sampel sangat
mudah rusak, serta petunjuk dari identifikasi belum pernah disinggung ciri yang
sesuai dengan ikan tersebut (Setyohadi et al. 2001). Tumulyadi et al. (2000)
mengidentifikasi ikan teri nasi sebagai Stolephorus devisi. Sedangkan menurut
Nontji (2005) larva ikan teri yang masih kecil dan transparan biasa disebut
sebagai ikan teri nasi.
2.1.2 Tingkah laku dan makanan ikan teri
Ikan teri jenis Stolephorus indicus dan Stolephorus commersonii memiliki
tubuh yang berukuran relatif lebih besar daripada jenis lainnya ini memiliki sifat
lebih soliter, karenanya tertangkap nelayan dalam jumlah kecil. Meski demikian,
ikan teri jenis lainnya hidup dalam gerombolan, terutama jenis yang berukuran
kecil, yang terdiri dari ratusan sampai ribuan ekor. Ikan teri yang berkelompok
(schooling) memiliki respon yang positif terhadap cahaya, namun ikan teri
memiliki kepekaan yang tinggi terhadap reaksi yang berupa gerakan yang berasal
dari luar (Hutumo et al. 1987).
Delsman (1931) vide Hutomo (1987) mengatakan bahwa, jenis-jenis
Stolephorus berkelamin terpisah, ada yang jantan dan ada yang betina. Ikan teri
di Laut Jawa memijah pada malam hari dan pada malam hari berikutnya menetas
7
dan keluar larvanya. Puncak-puncak pemijahan Stolephorus ini ternyata
bersamaan dengan perubahan musim, dari musim barat laut ke musim tenggara
antara bulan April dan Mei dan sebaliknya antara Desember ke Januari (Dalzell &
Wankowski 1980 vide Hutomo et al. 1987).
Harndenberg (1934) vide Hutomo et al. (1987) menyatakan bahwa
makanan ikan teri umumnya terdiri dari organisme pelagik, meskipun
komposisinya berbeda untuk masing-masing spesies. Jenis-jenis yang berukuran
kecil seperti Stolephorus devisi dan Stolephorus heterolobus terutama memangsa
krustae kecil seperti Copepoda.
2.1.3 Habitat dan penyebaran ikan teri
Ikan teri bersifat pelagik dan menghuni perairan pesisir dan estuaria, tetapi
beberapa jenis dapat hidup pada salinitas rendah antara 10-15% (Hardenberg 1934
vide Hutomo et al. 1987). Berdasarkan sifatnya, ikan teri hidup bergerombol,
walau ada beberapa diantara jenis teri tersebut hidup lebih soliter. Ikan teri sering
melakukan migrasi, sehingga ikan teri memiliki daerah penyebaran yang
dipengaruhi oleh perubahan musim pada daerah tertentu. Pola musim ikan teri itu
sendiri terjadi secara periodik setiap tahunnya (Hutomo et al. 1987).
Ikan teri mempunyai daerah penyebaran yang luas di daerah Indo-Pasifik
bahkan sampai ke daerah Tahiti dan Madagaskar (Nontji 2005). Penyebaran ikan
teri di Indonesia di wilayah antara 95oBT -
140
oBT dan 10
oLU - 10
oLS, dengan
kata lain mencakup hampir di seluruh wilayah Indonesia (DJPT, 1987 vide
Mayrita 2010).
2.1.4 Produksi penangkapan
Dirjen Perikanan (1986) vide Hutomo et al. (1987) melaporkan bahwa
produksi ikan teri (Stolephorus spp) di perairan Indonesia sebanyak 109.299 ton
dengan nilai Rp 33.130.934.000. Wilayah perairan Indonesia terbagi atas sebelas
wilayah perairan dari bagian Barat Sumatera hingga Maluku/Irian. Wilayah
Selatan Sulawesi dan perairan Utara Jawa merupakan wilayah yang menghasilkan
produksi ikan teri paling banyak, yaitu masing-masing 25.791 ton atau 23,58%
dan 21.252 ton atau 19,44%.
8
Wilayah Selatan Sulawesi meliputi perairan Sulawesi Selatan dan
Sulawesi Tenggara, sedangkan wilayah periaran Utara Jawa meliputi perairan
DKI Jaya, Jawa Barat, Jawa Tengah dan juga Jawa Timur. Wilayah perairan Jawa
Timur memiliki jumlah produksi ikan teri lebih banyak dari pada wilayah perairan
lain di perairan Utara Jawa, yakni 172.921 ton (KKP, 2010).
2.2 Deskripsi Produk
2.2.1 Produk ikan teri nasi segar
Produk ikan yang dipasarkan bentuknya sangat bervariasi.
Keanekaragaman tersebut akan semakin bervariasi seiring dengan permintaan
pasar. Ikan segar merupakan salah satu contoh jenis produk yang banyak diminati
konsumen. Ikan segar memiliki pengertian sebagai ikan yang baru saja ditangkap,
belum mengalami pengawetan, atau yang sudah diawetkan hanya dengan
pendingin (Ilyas 1983 vide Syafitri 2007).
Suhu penyimpanan terbaik untuk ikan segar adalah -1 oC, sedangkan untuk
titik beku berkisar antara -1,1 oC sampai -2,2
oC. Sedangkan untuk ikan teri nasi,
penyimpanannya menggunakan bantuan garam dan es, tidak ada yang dibekukan
untuk mengawetkannya karena ikan teri nasi merupakan ikan yang mudah rusak.
2.2.2 Produk ikan teri nasi kering
Ikan teri merupakan sumber nutrisi yang penting bagi masyarakat
Indonesia. Menurut Opstvedt (1988) vide Sedjati (2006), pada umumnya ikan teri
mengandung protein sekitar 16%, namun proses penggaraman pada pengolahan
ikan secara tradisional mengakibatkan hilangnya protein ikan yang mencapai 5%,
tergantung pada kadar garam dan lama penggaraman.
Ikan teri dapat diolah menjadi berbagai macam produk, seperti ikan teri
asin, teri tawar dan teri lempeng. Teri nasi di Kabupaten Indramayu diolah
menjadi teri nasi asin dan teri nasi kering chirimen. Untuk memproduksi ikan teri
nasi asin dan teri nasi chirimen ini cukup berbeda, karena teri nasi chirimen tidak
menggunakan garam atau hanya sedikit saja menggunakan garam dalam proses
pembuatannya sedangkan teri nasi asin menggunakan garam dalam
pembuatannya.
9
Tabel 2 Kandungan gizi teri segar dan olahan
Kandungan Gizi Jenis Olahan
Segar Kering Tawar Kering Asin
Energi (Kkal) 77 331 193
Protein (gram) 16 68.7 42
Lemak (gram) 1 4.2 1.5
Kalsium (mg) 500 2381 2000
Fosfor (mg) 500 1500 300
Besi (mg) 1 23.4 2.5
Vitamin A (RE) 47 62 -
Vitamin B (RE) 0.05 0.1 0.01
Air (%) 80 16.7 40 Sumber: Enoch 1973 vide Syaifudin et al. 2008
2.3 Manajemen Produksi
Secara umum, definisi sistem produksi menurut Buffa dan Sarin (1996)
adalah sebagai alat yang digunakan untuk mengubah masukan sumber daya guna
menciptakan barang dan jasa yang berguna sebagai keluaran. Rangkaian
masukan-konversi-keluaran merupakan cara yang berguna untuk
mengkonseptualisasikan sistem produksi, dimulai dengan unit terkecil yang
dinamakan operasi.
Sistem produksi memiliki tiga komponen utama, yaitu masukan (input),
keluaran (output) dan proses (process), atau Dessler (2004) vide Sule dan
Saefullah (2008) menyebutkan sebagai proses konversi (conversion process).
Ketiga komponen ini dapat dilihat dalam Gambar 2.
Sumber: Sule dan Saefullah (2008)
Gambar 2 Sistem proses produksi
Berdasarkan Gambar 2 di atas, komponen pertama dari sistem proses
produksi adalah faktor masukan atau input. Masukan berupa bahan baku, tenaga
Masukan
Keluaran Langsung
1. Barang
2. Jasa
Keluaran Tidak Langsung
1. Upah/gaji
2. Dampak lingkungan
3. Dampak sosial
1. Bahan baku
2. Tenaga kerja
3. Informasi pasar
4. Kebutuhan
konsumen
5. Kebutuhan pemilik
perusahaan
6. Modal
7. Mesin
1. Transportasi
2. Prosedur
3. Teknologi
4. Sistem produksi
5. Proses produksi
6. Pengelolaan mesin
7. Monitoring
pegawai
Konversi Keluaran
10
kerja, modal, maupun informasi yang dibutuhkan untuk proses produksi.
Keseluruhan bahan baku tersebut kemudian dikelola melalui sebuah proses
konversi untuk menghasilkan sebuah keluaran yang diharapkan. Proses konversi
biasa berupa sistem produksi yang digunakan, monitoring pegawai, maupun
teknologi transportasi yang digunakan dalam rangkaian proses produksi yang
dilakukan. Adapun keluaran dari proses konversi dapat berupa keluaran langsung,
yaitu berupa barang dan jasa yang dibutuhkan oleh konsumen maupun keluaran
tidak langsung yang dapat berupa pembayaran gaji atau upah kepada tenaga kerja,
limbah produksi yang memberikan dampak lingkungan, dan lain-lain (Sule &
Saefullah 2008).
Dessler (2004) vide Sule dan Saefullah (2008) mengatakan, terdapat empat
elemen mendasar dalam pengambilan keputusan yang terkait dengan desain
sistem produksi. Keempat persyaratan tersebut menyangkut: (1) lokasi kegiatan
produksi; (2) tipe proses produksi yang akan dijalankan; (3) rancangan rumah
produksi; (4) rancangan sistem produksi yang akan dijalankan. Dengan demikian,
sistem produksi tidak hanya menyangkut bagaimana masukan (input) diubah
menjadi keluaran (output), akan tetapi dimulai dari penentuan lokasi hingga
desain sistem produksi yang akan dijalankan.
Manajemen produksi dan operasi merupakan usaha-usaha pengelolaan
secara optimal penggunaan sumberdaya (atau sering disebut faktor-faktor
produksi), tenaga kerja, mesin-mesin, peralatan, bahan mentah dan sebagainya-
dalam proses transformasi bahan mentah dan tenaga kerja menjadi berbagai
produk atau jasa. Manajemen produksi sangat berkaitan dengan quality, cost dan
delivery karena konsep ini dapat mejadi tolak ukur dari keberhasilan manajemen
produksi yang dilakukan oleh suatu perusahaan. Quality produk yang dihasilkan
harus baik dan memenuhi standard pasaran, sehingga bahan baku yang digunakan
harus berkualitas tinggi (baik) dan cara penanganan yang baik pula. Cost adalah
biaya yang harus perusahaan keluarkan untuk memproduksi produk, baik itu biaya
bahan baku, mesin, dan karyawan, sehingga perusahaan dapat menentukan berapa
harga dari produk tersebut. Delivery adalah pemasaran atau penjualan produk,
seberapa lancar dan jauh produk dipasarkan. Oleh karena itu, dapat dikatakan
bahwa manajemen pengelolaan produksi adalah bagaimana cara produsen
11
menghasilkan produk (output) dalam jumlah, kualitas, harga, waktu dan
permintaan sesuai konsumen (pasar) dengan input yang dimiliki.
2.3.1 Proses produksi
Menurut Assauri (1998), proses produksi dibedakan menjadi dua jenis
yaitu proses produksi yang bersifat terus menerus (continuous) dan proses
produksi yang bersifat terputus (intermittent). Assauri (1998) menyatakan
karakteristik proses produksi kontinu, yaitu:
1) Produk yang dihasilkan biasanya dalam jumlah yang besar dengan variasi
sangat sedikit dan sudah distandarisasi;
2) Proses seperti ini biasanya menggunakan sistem atau cara penyusunan
peralatan berdasarkan urutan pengerjaan dari produk yang dihasilkan;
3) Mesin-mesin yang dipakai bersifat khusus untuk menghasilkan produk
tersebut;
4) Oleh karena mesin-mesin bersifat khusus dan biasanya semi otomatis maka
pengaruh individu operator terhadap produk yang dihasilkan kecil;
5) Apabila salah satu peralatan rusak atau terhenti, maka seluruh proses produksi
akan terhenti;
6) Oleh karena mesin-mesin yang digunakan bersifat khusus dan variasi
produknya kecil, maka job strukturnya sedikit dan jumlah tenaga kerjanya
tidak banyak;
7) Persediaan bahan baku dalam proses lebih rendah dibandingkan dengan proses
produksi terputus;
8) Oleh karena mesin-mesin yang digunakan bersifat khusus maka dibutuhkan
ahli pemeliharaan yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang banyak;
9) Biasanya bahan-bahan dipisahkan dengan peralatan handling yang tetap (fixed
path equipment) yang menggunakan tenaga mesin seperti ban berjalan
(conveyor).
Karakteristik proses produksi terputus (intermittent) menurut Assauri
(1998) ialah sebagai berikut:
1) Biasanya produk dihasilkan dalam jumlah kecil dengan variasi yang sangat
besar dan didasarkan atas pesanan;
12
2) Proses seperti ini biasanya menggunakan sistem atau cara penyusunan
peralatan yang berdasarkan fungsi dalam proses produksi dimana peralatan
yang sama dikelompokkan pada tempat yang sama;
3) Mesin-mesin yang dipakai dalam proses produksi ini yaitu mesin-mesin yang
bersifat umum yang dapat digunakan untuk menghasilkan bermacam-macam
produk dengan variasi yang hampir sama, dikenal dengan nama general
purpose machines;
4) Oleh karena mesin-mesin bersifat umum dan biasanya otomatis maka
pengaruh individual operator terhadap produk yang dihasilkan sangat besar;
5) Proses produksi tidak akan mudah terhenti walaupun terjadi kerusakan atau
terhentinya salah satu mesin atau peralatan;
6) Oleh karena mesin-mesin bersifat umum dan variasi produknya besar, maka
terdapat pekerjaan yang bermacam-macam, sehingga pengawasannya lebih
sulit;
7) Persediaan bahan baku biasanya tinggi;
8) Biasanya bahan-bahan dipindahkan dengan peralatan handling yang bersifat
fleksibel (varied path equipment) dengan menggunakan tenaga manusia
seperti kereta dorong (forklift);
9) Dalam proses seperti ini sering dilakukan pemindahan bahan yang bolak-
balik, sehingga perlu adanya ruang gerak yang besar dan ruang bahan-bahan
dalam proses (work in process).
2.3.2 Strategi produksi
Strategi adalah proses pengambilan keputusan oleh manajemen
perusahaan di dalam menentukan arah yang harus ditempuh perusahaan sehubung
dengan lingkungannya (Ogawa 1986 vide Syafitri 2007). Strategi perusahaan
dapat mempengaruhi aktivitas produksi itu sendiri. Ada tiga jenis strategi
produksi, yaitu spesialisasi, diversifikasi, dan intergrasi. Spesialisasi terdiri atas
diferensiasi produk dan pengurangan biaya. Diferensisasi produk cenderung
meningkatkan spesialisasi dalam produk dan segmen pasar. Sementara,
mereduksi biaya adalah pembentukan sikap mental perusahaan yang efektif untuk
bertahan di dalam persaingan harga. Strategi diversifikasi terdiri dari tiga bentuk,
yaitu berkaitan dengan teknologi yang ada, berkaitan dengan pasar yang telah ada
13
dan yang terakhir tidak berkaitan dengan teknologi maupun pasar yang ada.
Integrasi itu sendiri berarti memperkenalkan inovasi teknologi mutakhir yang
sangat berharga demi menaikkan daya saing perusahaan, apakah manajemen
memutuskan dengan spesialisasi atau diversifikasi.
Spesialisasi, diversifikasi, dan integrasi berhubungan satu dengan lainnya.
Spesialisasi memerlukan adanya diversifikasi. Diversifikasi menghasilkan daya
hanya bila pada masing-masing bidang dilakukan spesialisasi. Integrasi
mendorong spesialisasi dan diversifikasi.
2.3.3 Proses produksi ikan teri nasi kering
Proses pembuatan ikan teri nasi kering (chirimen) adalah dengan proses
pengeringan, dimulai dari ikan teri nasi hasil tangkapan nelayan payang teri
didaratkan. Selanjutnya proses pengolahan diawali dengan pembersihan teri nasi
yang diterima dari para nelayan. Ikan teri nasi yang sudah membusuk sebaiknya
tidak ikut diolah. Setelah pemilihan selesai, kemudian ikan teri nasi dicuci
dengan air dingin untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang tercampur dengan
ikan, menghilangkan darah dan lendir. Isi perut dan insang ikan teri yang dicuci
tidak perlu dibuang. Teri nasi dibersihkan dengan air bersih yang kemudian
direbus dalam air mendidih dengan kadar garam 5-6% atau tidak menggunakan
garam sama sekali pada suhu 1000-103
0C. Garam yang digunakan untuk
pembuatan ikan teri nasi kering (chirimen) berbeda dengan garam dalam
pembuatan ikan teri nasi asin untuk pasar lokal. Teri tersebut kemudian
dikeringkan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari secara langsung.
Teri tawar yang terbentuk ini perlu dijaga dari kontaminasi jamur jika
tidak sempurna keringnya, karena hal ini bisa membuat warna ikan teri tidak
bersih (kecoklatan) (Hutomo et al. 1987). Selanjutnya, teri-teri yang kering
dilakukan proses sorting, yaitu pemisahan teri dari kotoran dan jenis ikan lain
yang ikut tersaring dalam jaring nelayan. Langkah selanjutnya adalah proses
pemisahan teri berdasarkan ukuran panjangnya (sizing). Baru kemudian teri
tersebut melewati tahapan finishing yang kemudian dikemas dan siap
didistribusikan.
Terdapat dua jenis produk olahan ikan teri nasi, yaitu teri nasi kering asin
mentah dan teri kering asin dengan perebusan, sedangkan berdasarkan proses
14
penggaramannya, dibagi menjadi teri nasi kering asin dan teri nasi kering tawar
(chirimen). Produk yang akan diekspor biasanya memiliki kadar garam lebih
rendah dibandingkan dengan kadar garam produk untuk pasar lokal, bahkan ikan
teri nasi tujuan ekspor terkadang tidak menggunakan garam sama sekali.
2.4 Aspek Teknologi Penangkapan
Dalam suatu proses penangkapan, keberhasilan sangat ditentukan oleh unit
penangkapan ikan yang ada. Unit penangkapan ikan terdiri dari alat tangkap yang
digunakan, kapal/perahu penangkap, serta nelayan yang mengoperasikannya.
Teknologi penangkapan ikan yang diterapkan pada unit penangkapan sangat
mempengaruhi kinerja unit penangkapan ikan, sehingga mempengaruhi efektivitas
kegiatan operasi penangkapan ikan.
2.4.1 Kapal perikanan
Kapal perikanan adalah kapal yang digunakan dalam usaha perikanan
untuk aktivitas penangkapan, aktivitas penelitian, inspeksi atau pengawasan. Pada
kapal perikanan dilakukan kerja menangkap, menyimpan dan mengangkut ikan
(Nomura & Yamazaki 1977 vide Karyadi 2006). Kapal yang digunakan pada
pengoperasian payang di berbagai daerah di Indonesia memiliki dimensi yang
berbeda-beda. Selain itu, mesin yang dipakai serta jumlah nelayan yang
mengoperasikan juga berbeda. Adriani (1995) vide Saptaji (2005) menjelaskan
bahwa dengan bertambahnya kekuatan mesin akan mempercepat kapal menuju
fishing ground, mempercepat waktu untuk kembali ke fishing ground,
mempercepat waktu kembali ke fishing base, mempercepat kapal dalam
melakukan pelingkaran gerombolan ikan pada saat operasi penangkapan ikan
sehingga operasi penangkapan ikan menjadi lebih efisien.
Kapal yang digunakan alat tangkap payang teri adalah perahu motor atau
perahu berlayar (Subani & Barus 1989). Namun biasanya nelayan menggunakan
perahu motor tempel dengan ukuran panjang kapal berkisar antara 14-17 meter.
Tenaga penggerak yang digunakan adalah outboard engine. Kapal yang umum
digunakan pada pengoperasian payang adalah kapal tradisional (perahu), dengan
menggunakan motor tempel atau outboard engine. Perahu ini memiliki
15
konstruksi khusus, yaitu memiliki tiang pengamat yang disebut kakapa (Monintja
1991 vide Karyadi 2006).
2.4.2 Alat penangkapan teri
Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan teri sangat beragam,
alat tangkap yang digunakan tergantung pada iklim, letak geografis, dan topografi
perairan. Alat tangkap yang banyak digunakan adalah bagan, jaring pantai (beach
seine), pukat kantong (danish seine) dan jermal (Hutomo et al. 1987). Alat
tangkap yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Indramayu adalah payang teri
yang termasuk ke dalam jenis pukat kantong. Payang termasuk alat yang
memiliki produktivitas tinggi, dikenal hampir di seluruh perairan laut Indonesia.
Deskripsi payang menurut Subani dan Barus (1989) adalah besar mata
mulai dari ujung kantong sampai ujung kaki berbeda-beda, bervariasi mulai dari 1
cm atau kurang dari 40 cm. Berbeda dengan trawl dasar yang memiliki tali ris
atas yang lebih pendek daripada tali ris bawah, payang memiliki tali ris bawah
yang lebih pendek. Tali ris bawah yang lebih pendek dari pada tali ris atas
dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan ikan lolos ke arah bawah, karena
payang dioperasikan pada lapisan permukaan air (water surface) dengan tujuan
untuk menangkap jenis-jenis ikan pelagis yang membentuk kelompok (schooling)
(Ayodhyoa 1981).
Penangkapan ikan teri menggunakan payang dilakukan dengan cara
mengganti bagian kantong (cod end) dari alat tersebut dengan ukuran mata jaring
(mesh size) yang lebih kecil, yaitu menggunakan jaring kasa yang disebut waring
agar ikan-ikan yang berukuran kecil dapat tertangkap. Waring yang digunakan
pada payang mempunyai beberapa ukuran mata jaring yang kecil. Waring yang
digunakan payang mempunyai mesh size terkecil (relatif rapat) yaitu 2 mm
(Tumulyadi et al. 2000).
Menurut Monintja (1991) vide Irnawati (2004), jaring pada payang terdiri
atas kantong, dua buah sayap, dua tali ris, tali selambar, serta pelampung dan
pemberat. Kantong merupakan satu kesatuan yang berbentuk kerucut terpancung,
semakin ke arah ujung kantong jumlah mata jaring semakin berkurang dan ukuran
mata jaringnya semakin kecil. Ikan hasil tangkapan akan terkumpul di bagian
kantong ini. Semakin kecil ukuran mata jaring, maka akan semakin kecil
16
kemungkinan ikan meloloskan diri. Bentuk dan bagian-bagian alat tangkap
payang dapat dilihat pada Gambar 3.
Sumber : http://auxis.tripod.com/fishing.htm
Gambar 3 Bentuk dan bagian-bagian pada alat tangkap payang
2.4.3 Nelayan
Jumlah nelayan yang mengoperasikan alat tangkap payang adalah 7-8
orang untuk payang kecil dan 16 orang untuk payang berukuran besar (Subani &
Barus 1989). Masing-masing nelayan tersebut memiliki tugas, antara lain adalah
kapten kapal (nahkoda), ABK, juru masak, dan lain-lain.
2.5 Teknologi Penanganan dan Pengolahan
Teknologi penanganan dan pengolahan ikan merupakan tindak lanjut setelah
proses penangkapan. Fase ini sangat diperlukan untuk menjaga kualitas ikan agar
tetap baik. Kualitas yang baik akan memberikan nilai jual yang tinggi. Teknologi
pengolahan ikan dibagi menjadi pengolahan sebelum pendaratan dan pengolahan
setelah pendaratan.
2.5.1 Penanganan (Handling)
Penanganan (handling) adalah pengolahan diantara selang waktu sebelum
pendaratan ikan dan sesaat setelah diadakan pengangkatan dari perairan, sampai
pada saat ikan didaratkan di tempat pendaratan. Penanganan ini bisa hanya
dengan menempatkan ikan pada palka dengan perbandingan ikan dengan es dalam
palka yang tepat, dengan menggunakan teknologi pendingin pada palka atau
dengan menggunakan garam sebagai pengganti es.
Tali Ris Sayap
Badan Kantong
17
2.5.2 Pengolahan
Proses pengolahan merupakan proses yang akan menghasilkan banyak
produk dengan macam dan variasi. Proses pengolahan dilakukan sebagai suatu
usaha untuk memanfaatkan ikan agar dapat digunakan semaksimal mungkin
sebagai bahan pangan. Ikan yang baru ditangkap dapat dipertahankan
kesegarannya untuk jangka waktu yang cukup lama, dapat diolah maupun
diawetkan dalam berbagai bentuk bahan pangan.
Pada dasarnya usaha-usaha tersebut pada mulanya hanya dengan
memanfaatkan proses-proses alami saja yang dikerjakan secara tradisional, tetapi
karena perkembangan ilmu dan teknologi, maka berkembang pula pembuatan
alat-alat mekanis yang dapat menunjang dan mempercepat proses, memperbanyak
produk akhir sekaligus memperbaiki mutunya. Faktor-faktor alami yang banyak
dimanfaatkan adalah panasnya sinar matahari. Kandungan air dapat dikurangi,
sehingga ikan menjadi kering dan awet dengan memanaskan ikan pada sinar
matahari tersebut.
Menurut Hadiwiyoto (1993), prinsip pengolahan dan pengawetan ikan
pada dasarnya dapat digolongkan menjadi empat golongan besar, yaitu:
1) Pengolahan dan pengawetan ikan dengan memanfaatkan faktor-faktor
fisikawi. Pada metode ini yang banyak dikerjakan adalah pemanfaatan suhu
tinggi ataupun suhu rendah. Metode ini misalnya proses-proses pengeringan,
pengasapan, sterilisasi (pengalengan), pendinginan, pembekuan, termasuk
pula proses radiasi dan pengeringan beku.
2) Pengolahan dan pengawetan ikan dengan menggunakan bahan-bahan
pengawet. Tujuan penggunaan bahan pengawet antara lain:
(1) Menghambat pertumbuhan mikroba.
(2) Menghambat proses enzimatik.
(3) Memberikan sifat fisikawi dan organoleptik (sensorik) yang khas yang
dapat memberikan nilai estetika yang tinggi.
Yang tergolong pada metode pengolahan dan pengawetan ini misalnya
proses-proses penggaraman, pengasaman dan penggunaan bahan-bahan pengawet
atau tambahan.
18
3) Pengolahan dan pengawetan ikan dengan metoda gabungan kedua metoda
tersebut di atas. Metode ini banyak dikerjakan untuk mencegah resiko
kerusakan lebih besar pada bahan, meningkatkan faktor keamanan dan
kesehatan, peningkatkan tingkat penerimaan (aseptabilitas) produk dengan
tidak mengurangi mutu hasil akhir.
4) Pengolahan yang bersifat merubah sifat bahan menjadi produk semi akhir
(setengah jadi) atau produk akhir. Metode ini banyak dikerjakan misalnya
pada pembuatan tepung ikan (penggilingan), pengolahan minyak ikan,
pengolahan kecap ikan, pengolahan terasi dan sosis ikan.
2.6 Pengawetan dan Penggaraman
Pengawetan ikan dengan cara penggaraman sebenarnya terdiri dari dua
proses, yaitu proses penggaraman dan proses pengeringan. Hasil akhir dari
pengawetan dengan proses penggaraman adalah ikan asin. Meskipun memiliki
nilai gizi yang tinggi, ikan asin sering dianggap sebagai makanan masyarakat
golongan rendah.
2.6.1 Penggaraman
Menurut Afrianto dan Liviawaty (1994), secara garis besar selama proses
penggaraman terjadi penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dan keluarnya cairan
dari tubuh ikan karena adanya perbedaan konsentrasi. Cairan ini dengan cepat
akan melarutkan kristal garam atau mengencerkan larutan garam. Bersamaan
dengan keluarnya cairan dari dalam tubuh ikan, partikel garam memasuki tubuh
ikan. Semakin lama kecepatan proses pertukaran garam dan cairan tersebut
semakin lambat dengan menurunnya konsentrasi garam di luar tubuh ikan dan
meningkatnya konsentrasi garam di dalam tubuh ikan. Ketika sudah terjadi
keseimbangan antara konsentrasi garam di luar dan di dalam tubuh ikan, maka
pertukaran garam dan cairan tersebut akan terhenti sama sekali. Pada saat itulah
terjadi pengentalan cairan tubuh yang masih tersisa dan penggumpalan protein
(denaturasi) serta pengerutan sel-sel tubuh ikan, sehingga sifat dagingnya
berubah.
Garam dapur (NaCl) adalah yang paling umum dan paling bayak
digunakan untuk mengawetkan hasil perikanan daripada jenis-jenis bahan
19
pengawet atau tambahan lainnya. Menurut Moeljanto (1976) vide Sedjati (2006),
garam dapur diketahui merupakan bahan pengawet paling tua yang digunakan
sepanjang sejarah. Garam dapur mempunyai daya pengawet tinggi karena
beberapa hal, antara lain:
1) Garam dapur dapat menyebabkan berkurangnya jumlah air dalam daging ikan,
sehingga kadar air dan aktifitas airnya menjadi rendah.
2) Garam dapur dapat menyebabkab protein daging dan protein mikroba
terdenaturasi.
3) Garam dapur dapat menyebabkan sel-sel mikroba menjadi lisis karena
perubahan tekanan osmosis.
4) Ion klorida yang ada pada garam dapur mempunyai daya toksisitas yang tinggi
pada mikroba, dapat memblokir sistem respirasinya.
Pada pengolahan ikan asin dan pemindangan, pemakaian garam dapur
menjadi sangat penting. Kadar garam yang digunakan berkisar antara 10-40%
(tergantung metoda yang digunakan). Pada penggaraman basah, yaitu dengan
menggunakan larutan, cukup dengan menggunakan kadar garam 10-15%,
sedangkan pada penggaraman kering digunakan jumlah garam yang lebih banyak.
Ikan yang telah mengalami proses penggaraman, sesuai dengan prinsip yang
berlaku, akan mempunyai daya simpan yang tinggi karena garam dapat berfungsi
menghambat atau menghentikan sama sekali reaksi autolisis dan membunuh
bakteri yang terdapat di dalam tubuh ikan. Garam menyerap cairan tubuh ikan,
sehingga proses metabolisme bakteri terganggu karena kekurangan cairan bahkan
akhirnya mematikan bakteri.
Masing-masing organisme mempunyai toleransi yang berbeda terhadap
osmosis dan larutan garam. Ragi dan cendawan lebih toleran dari pada sebagian
besar bakteri, sehingga ragi dan cendawan lebih sering ditemukan tumbuh di atas
makanan yang mempunyai kadar garam yang tinggi, seperti ikan asin (Winarno &
Fardiaz 1973) vide Sedjati (2006). Penggaraman ikan dapat dilakukan dengan
berbagai cara (Afrianto & Liviawaty, 1994), yaitu:
1) Penggaraman kering (dry salting)
Penggaraman kering dapat digunakan baik untuk ikan yang berukuran
besar maupun kecil. Ikan disusun dalam wadah atau tempat kedap air dan
20
digarami dengan garam kristal. Ikan disusun berlapis-lapis berselang-seling
dengan garam. Lapisan garam akan menyerap keluar cairan di dalam tubuh ikan,
sehingga kristal garam berubah menjadi larutan garam yang dapat merendam
seluruh lapisan ikan.
2) Penggaraman basah (wet salting)
Proses penggaraman dengan sistem ini menggunakan larutan garam
sebagai media untuk merendam ikan. Larutan garam akan mengisap cairan tubuh
ikan, sehingga konsentrasinya menurun dan ion-ion garam akan segera masuk ke
dalam tubuh ikan.
3) Penggaraman kombinasi (kench salting)
Penggaraman ikan dilakukan dengan garam kering dan ditumpuk dalam
wadah yang tidak kedap air, sehingga larutan yang terbentuk tidak tertampung.
Untuk mencegah supaya ikan tidak dikerumuni lalat, hendaknya seluruh
permukaan ikan ditutup dengan lapisan garam. Penggaraman ini merupakan
penggaraman yang banyak dilakukan orang, jika menginginkan ikan asin berkadar
garam tinggi.
4) Penggaraman diikuti proses perebusan
Ikan pindang merupakan salah satu contoh ikan yang mengalami proses
penggaraman yang diikuti dengan perebusan. Proses pembusukan ikan dicegah
dengan cara merebusnya dalam larutan jenuh.
2.6.2 Pengeringan
Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau
menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air
tersebut dengan menggunakan energi panas. Biasanya kandungam air bahan
tersebut dikurangi sampai suatu batas agar mikroba tidak dapat tumbuh lagi di
dalamnya (Winarno et al. 1980 vide Tutianvia 2006). Beberapa kendala yang
berpengaruh diantaranya adalah suhu dan kelembaban udara lingkungan,
kecepatan aliran udara pengering, besarnya presentase kandungan air yang ingin
dijangkau, efisiensi mesin pengering dan kapasitas pengeringannya (Suharto 1991
vide Tutianvia 2006).
Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dengan volume
menjadi lebih kecil, sehingga mempermudah dan menghemat ruang dalam
21
distribusi. Berat bahan juga menjadi berkurang. Sedangkan kerugiannya adalah
sifat bahan asal dapat berubah, baik fisik maupun kimia (Winarno & Jennie 1984
vide Tutianvia 2006).
Pengeringan ikan terjadi karena adanya perbedaan tekanan antar udara
pengering dengan permukaan ikan dan antara permukaan ikan dengan bagian di
dalamnya. Ikan segar kira-kira mengandung air sebanyak 80%, dan melalui
proses pengeringan kandungan air tersebut diturunkan hingga 35%–45%.
Peristiwa yang terjadi selama pengeringan meliputi dua proses, yaitu proses
perpindahan panas berupa proses penguapan air dari dalam bahan atau proses
perubahan massa uap air dari permukaan bahan ke udara (Earle 1969 vide
Tutianvia 2006). Cara-cara pengeringan dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu
pengeringan (drying) dengan mengurangi kadar air menggunakan pengering alami
(natural drying) dengan bantuan sinar matahari dan pengeringan menggunakan
pengering buatan (artificial drying) atau pengering mekanis (mechanical drying)
dengan alat mekanis (Murniyati & Sunarman 2000 vide Nugroho 2005).
2.7 Mutu
Menurut Goetsch dan Davis (1994) mutu (quality) merupakan suatu
kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan
lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Gasperz (1992) menyatakan
bahwa, konsep mutu lebih berkaitan dengan evaluasi subjektif dari konsumen,
yaitu bahwa konsumen yang menilai sejauh mana tingkat mutu suatu produk yang
dikonsumsi.
Berdasarkan rumusan dari organiasasi pengendalian mutu Eropa (EOQC =
the European organization for quality control) mutu didefinisikan sebagai
totalitas keistimewaan dan karakteristik suatu produk atau jasa yang berhubungan
dengan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan atau kepuasan tertentu
(Gasperz 1992). Mutu didefinisikan sebagai keseluruhan gabungan karakteristik
produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembuatan, dan pemeliharaan yang
membuat produk dan jasa yang digunakan memenuhi harapan-harapan pelanggan.
Konsep mutu berorientasi pada keputusan total pelanggan (Feigenbaum 1992).
Mutu suatu produk adalah penting dalam suatu perdagangan internasional untuk
menghadapi pasar bebas. Industri-industri di Indonesia harus meningkatkan mutu
22
produk yang dihasilkannya karena hanya mutu terbaik yang diinginkan oleh
konsumen dan mampu bersaing diperdagangan internasional (Irna 2001).
2.8 Pemasaran
Menurut Kotler dan Amstrong (2001), pemasaran merupakan suatu proses
sosial dan manajerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa
yang mereka butuhkan dan inginkan, lewat penciptaan dan pertukaran timbal
balik produk dan nilai dengan orang lain. Konsep yang melandasi pemasaran
adalah kebutuhan, keinginan dan permintaan manusia. Kebutuhan adalah suatu
pernyataan dari perasaan kurang. Keinginan adalah kebutuhan manusia yang
dibentuk oleh budaya dan kepribadian seseorang, sedangkan permintaan adalah
keinginan manusia yang didukung oleh daya beli (Kotler & Amstrong 2001).
Batasan pemasaran mempunyai arti yang luas, mencakup berbagai konsep seperti
penentuan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran (target market) dan pemberian
kepuasan yang diinginkan kepada pelanggan secara lebih efektif dan efisien dari
pada yang dilakukan pesaing.
Perencanaan strategi (strategic planning) adalah proses mengembangkan
dan memelihara strategi yang tepat antara tujuan dan kemampuan organisasi
dengan peluang pemasaran yang berubah (Kotler 1997). Perencanaan strategi
meliputi pendefinisian misi perusahaan secara jelas, penetapan tujuan pendukung,
perancangan portofolio bisnis yang baik, serta pengkoordinasian strategi
fungsional (Kotler & Amstrong 2001). Strategi pemasaran terdiri dari prinsip-
prinsip dasar yang mendasari manajemen pemasaran untuk mencapai tujuan bisnis
dan pemasarannya dalam pasar sasaran.
Strategi pemasaran mengandung keputusan dasar tentang pengeluaran
pemasaran, bauran pemasaran dan alokasi pemasaran, yang menurut Kotler
(1997) merupakan campuran dari variable-variabel pemasaran yaitu produk,
harga, distribusi dan promosi, yang dapat dikendalikan dan digunakan perusahaan
untuk mengejar tingkat penjualan yang diinginkan dalam pasar sasaran.
2.9 Produksi Teri di Kabupaten Indramayu
Menurut data yang tercatat di KKP (2010), Jawa Barat merupakan
penghasil teri terbanyak kedua di perairan Utara Jawa yaitu sebesar 111.066 ton
23
setelah Jawa Timur (172.921 ton). Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh dinas
Kabupaten Indramayu selama periode tahun 2007-2011 dapat dilihat pada Tabel 3
berikut.
Tabel 3 Data produksi teri di Kabupaten Indramayu periode tahun 2007–2011
Tahun Total Produks Teri (Ton)
2007 1.044,50
2008 1.315,80
2009 1.211,30
2010 1.494,40
2011 1.347,50
Sumber: Dinas Perikanan dan Ilmu Kelautan Kabupaten Indramayu 2011
Menurut BI (2005), produksi tangkapan ikan teri di Indramayu yang
tercatat di 14 PPI di Kabupaten Indramayu pada tahun 2002 tercatat sebesar
1.823,9 ton dengan nilai Rp. 11.282 Milyar. Ikan teri nasi chirimen di Indramayu
harganya berkisar antara Rp 30.000 sampai Rp 35.000 per kilogram pada tingkat
pengusaha. Sementara itu, di Kabupaten Cirebon, harga ikan teri nasi berbeda
dengan daerah lainnya. Ikan teri nasi di Kabupaten Cirebon pada tingkat
pengusaha dijual seharga Rp 10.000 sampai Rp 14.000 per kilogram, sedangkan
untuk ikan teri besar seharga Rp 8.000. Perbedaan harga jual yang begitu besar
dengan daerah lainnya kemungkinan besar disebabkan cara pengolahan ikan teri
yang berbeda dengan daerah lainnya. Pengasinan ikan teri nasi di daerah tersebut
dilakukan dengan pengasinan tanpa perebusan, atau yang dikenal dengan nama
pengasinan ikan teri mentah. Harga ikan teri nasi basah yang menjadi bahan baku
utama untuk pengasinan ikan teri nasi ini juga bervariasi di masing-masing
daerah. Harga teri nasi di Cirebon berkisar dari Rp 6.000 - Rp 8.500, sedangkan
di Indramayu, harga beli ikan teri nasi basah antara Rp 11.000 - Rp 13.000.
Top Related