10 Universitas Kristen Petra
2. ANALISIS DAN TINJAUAN TEORI
2.1. Tinjauan Perancangan
Judul Tugas Akhir: Perancangan Komik Dengan Tema Cerita Tokoh
Pewayangan Bima, Dalam Lakon Dewa Ruci. Dari judul perancangan tersebut
akan diuraikan masing-masing bagiannya untuk menjelaskan artinya, dengan
berdasarkan atas landasan teori yang ada.
Perancangan yang dimaksud pada karya tugas akhir ini adalah sesuatu
yang telah direncanakan, dipersiapkan dan diprogramkan. Jadi Perancangan
Komik Dengan Tema Cerita Tokoh Pewayangan Bima, Dalam Lakon Dewa Ruci,
berarti segala sesuatu yang sudah direncanakan yang berkaitan dengan pembuatan
komik tersebut.
2.2. Tinjauan Dunia Wayang
2.2.1. Pengertian Wayang
Wayang merupakan salah satu seni budaya bangsa Indonesia yang paling
menonjol. Budaya wayang meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur,
seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga seni perlambang. Budaya wayang,
yang terus berkembang dari jaman ke jaman, juga merupakanmedia penerangan,
dakwah, pendidikan, pemahaman filsafat, serta hiburan1.
Ditinjau secara umum wayang merupakan gambar atau tiruan manusia
yang terbuat dari kulit, kayu, dan sebagainya untuk mempertunjukkan sesuatu
lakon atau cerita. Lakon tersebut diceritakan oleh seseorang yang disebut dalang.
Wayang mempresentasikan manusia, hewan ataupun raksasa beserta perwatakan
mereka. Pertunjukan wayang merupakan suatu perayaan kebudayaan lokal yang
mengandung elemen agama, kehidupan sosial dan kesenian tradisional, nilai
mistik, pendidikan dan filosofi kehidupan.
Wayang adalah sebuah kata bahasa Indonesia (Jawa) asli yang berarti
“bayang” atau bayang-bayang yang berasal dari akar kata “yang” dengan
mendapat awalan “wa” menjadi kata “ Wayang’. Kata-kata dalam bahasa Jawa
1 Bambang Harsrinuksmo , 1990 , Ensiklopedi Nasional Indonesia (jilid 17) , (Jakarta : PT. Cipta Adi Pustaka) , p 274
Universitas Kristen Petra
11
yang menpunyai akar kata “yang” dengan berbagai variasi vokalnya antara lain
adalah : “layang” , “ dhoyong” , “puyeng” , “reyong” , yang berarti : selalu
bergerak, tidak tetap, samar-samar dan sayup-sayup. Kata “wayang”, “hamayang”
pada waktu dulu berarti mempertunjukkan “bayangan”. Lambat laun menjadi
pertunjukkan bayang-bayang atau wayang karena yang di1ihat adalah bayangan
dalam kelir ( tabir ). 2
Gambar 2.1. Para punakawan di kelir, dalam pertunjukan wayang kulit yang
disiarkan oleh RRI (Sumber: Marcel Bonneff. “Komik Indonesia”. Jakarta . 1998)
Di samping itu ada yang mengartikan bayangan angan-angan, yang
menggambarkan perilaku nenek moyang atau orang yang terdahulu dalam angan-
angan. Misalnya orang yang baik, digambarkan badannya kurus, muka tajam,
/dan seterusnya, sedangkan orang yang jahat bentuk mulutnya lebar, dan
seterusnya.
Selanjutnya arti kata wayang menurut Pigeaud sebagai berikut :
1. Boneka yang dipertunjukan / wayang itu sendiri.
2. Pertunjukan yang dihidangkan dalam berbagai bentuk, terutama yang
mengandung pelajaran ( wejangan ), yaitu wayang purwa atau
2 Sri Mulyono , 1979 , Simbolisme dan mistikisme dalam Wayang : Sebuah tinjauan filosofis
(Jakarta: PT. Gunung Agung ) , p 51
Universitas Kristen Petra
12
Wayang kulit, yang diiringi dengan teratur oleh gamelan ( instrumen
slendro ). 3
Ismunandar K. menjelaskan bahwa kata wayang berasal dari bahasa
Jawa krama- ngoko ( halus-kasar ) yang artinya :
1. Perwajahan yang terdiri dari barang yang terkena cahaya.
2. Tiruan orang-orangan yang dibuat dari belulang, kertas dan kayu
untuk membentuk. sebuah cerita.
3. Cerita yang terdiri dari tiruan orang-orangan yang dihiasi dan dipakai
sebagai alat pertunjukan.
4. Orang yang bertindak hanya sebagai alat ( segala gerak-gerik diatur
oleh orang lain ).
5. Daging yang terdapat di leher ( misalnya leher sapi ).
6. Nama wuku yang ke-27. 4
Menurut Sri Mulyono kata wayang dalam bahasa Jawa berarti
bayangan, dalam bahasa Melayu disebut bayang-bayang, dalam bahasa Aceh
adalah bayeng, dalam bahasa Bugis-wayang atau bayang, sedangkan dalam
bahasa Bikol kata wayang berarti bayang, yaitu apa yang dapat dilihat dengan
nyata. Selanjutnya disebut bahwa akar kata wayang adalah 'Yang'. Akar kata
ini bervariasi dengan 'yung' dan 'yong' yang antara lain terdapat dalam kata
1ayang-terbang, dhoyong-miring, tidak stabil, royong selalu bergerak dari satu
tempat ke tempat lain, poyang-payingan berjalan sempoyongan, tidak tenang
dan sebagainya5.
Dengan membandingkan berbagai pengertian dari akar kata 'Yang'
beserta variasinya, dapat dikemukakan bahwa kata dasarnya berarti tidak stabil,
tidak pasti, tidak tenang, terbang bergerak kian-kemari. Jadi dalam bahasa Jawa,
wayang mengandung pengertian berjalan kian-kemari, tidak tetap, sayup-sayup
(bagi substansi bayang—bayang ).
3 Effendy Z.H. , 1997 , Unsur Islam dalam Pewayangan ( Bandung : PT. Alma’arif ) , p 21 4 Ismunandar K.R.M. , 1985 , Wayang, asal - usul dan Jenisnya , ( Semarang : Dahara
Prize ) , p 9 5 Sri Mulyono , 1978 , Wayang : Asal Usul, Filsafat dan Masa Depannya ( Jakarta :
Gunung Agung) , p 9
Universitas Kristen Petra
13
Sedangkan pengertian lakon adalah suatu unsur cerita dalam pementasan
teater. Ada lakon tertulis dan tidak tertulis. Lakon tertulis biasa dinamakan sastra
drama atau bagian dari kesusastraan. Dalam lakon tertulis, semua dialog para
pelaku dan latar kejadian ditulis oleh pengarangnya. Dalam lakon tidak tertulis,
diutamakan bagan plot cerita dengan berbagai karakter didalamnya.
Pelaksanaannya dalam pementasan dijabarkan sendiri oleh para aktor diatas
panggung, sehingga pentas berdasarkan lakon ini akan penuh dengan daya
improvisasi para pemainnya, lakon tidak tertulis biasanya mendasarkan pada
cerita yang sudah umum diketahui6.
2.2.2. Asal Usul dan Perkembangan wayang
2.2.2.1. Asal usul Wayang
Terdapat perbedaan konsep dan pendapat dari beberapa ahli mengenai asal
usul Wayang. Sementara beberapa ahli menyatakan bahwa Wayang berasal dari
Indonesia ( Jawa ), lainnya menyatakan bahwa Wayang merupakan produk
Hindu-Jawa. Untuk itu mengenai asal usul Wayang ini dibahas dengan membagi
dalam konsep dan pendapat tersebut dalam 2 kelompok :
A. Kelompok Jawa
Pada kelompok ini diwakili oleh Brandes, Hazeu, Rentse, Kats, dan Kruyt.
Brandes berpendapat wayang adalah asli Jawa seperti juga Gamelan,
bentuk-bentuk metrik, batik, dan penanaman padi sawah basah. Argumentasi
yang disampaikan adalah bahwa :
1. Wayang erat hubungannya dengan kehidupan sosial, kultural dan religius
bangsa Jawa. Dalam wayang terdapat cerita-cerita Melayu kuno dan
bahkan beberapa tokoh dalam wayang seperti Semar, Gareng, Petruk dan
Bagong ( tokoh Punakawan ), barangkali berasal dari Jawa, yakni para
nenek moyang yang diper-Tuhan-kan.
2. Bangsa Hindu memiliki bentuk wayang yang berbeda sekali dengan
wayang Jawa.
6 Jakob Sumardjo , 1990 , Ensiklopedi Nasional Indonesia ( jilid 9 ) , (Jakarta : PT. Cipta Adi
Pustaka) , p 276
Universitas Kristen Petra
14
3. Semua istilah-istilah teknis dalam wayang adalah istilah Jawa dan bukan
Sanskrit7.
Hazeu menyatakan sependapat dengan Brandes. Hazeu berpendapat
bahwa :
1. Struktur lakon wayang digubah menurut model yang amat tua.
2. Cara bercerita dalang ( tinggi rendahnya suara, bahasa dan ekspresi-
ekspresinya ) juga mengikuti tradisi yang sangat tua.
3. Desain teknis, gaya dan susunan lakon-lakon juga bersifat Jawa8.
Dengan melihat hal-hal tersebut Hazeu menyimpulkan bahwa wayang
adalah bentuk teater yang sangat tua dan diperkirakan wayang tentunya tumbuh
dari upacara-upacara penyembahan nenek moyang. Wayang mestinya merupakan
sebagian dari agama lama dan dalang seharusnya merupakan pendeta atau
medium antara dewa dan manusia.
Hazeu juga menentang bahwa wayang berasal dari Cina, karena teater
bayangan Cina tidak pernah populer di Cina sendiri dan tidak ada bukti bahwa
bangsa Cina pernah datang dalam jumlah besar ke Indonesia sehingga kemudian
memungkinkan bangsa Jawa mengadopsi kebiasaan dan institusi mereka.
Teori Hazeu ini kemudian dikembangkan oleh Kats. Argementasi Kats
adalah :
1. Tentang masalah istilah-istilah teknis wayang, dapat dikatakan berasal dari
Jawa, sehingga dapat dikatakan wayang lahir tanpa bantuan bangsa Hindu.
2. Wayang adalah suatu bentuk kebudayaan yang sangat tua. Lama sebelum
abad XI wayang di Jawa telah menjadi milik penduduk asli.
3. Wayang amat erat hubungannya dengan praktik keagaamaan. Misalnya
pertunjukkan wayang selalu menggunakan kemenyan. Pertunjukkan hanya
pada malam hari ketika “arwah sedang mengelana”. Wayang dianggap
sebagai perbuatan mulia ( untuk mencegah bencana, dan sebagainya ) dan
wayang selalu dipakai dalam upacara Kaul ( menepati janji )
7 Dr. Hazim Amir, M.A. , 1997, Nilai-nilai Etis Dalam Wayang , ( Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan ) , p 26 8 ibid , p 27
Universitas Kristen Petra
15
4. Wayang amat erat hubungannya dengan penyembahan nenek moyang
5. Tokoh Panakawan memakai nama Jawa dan bentuk mereka jauh berbeda
dengan tokoh-tokoh pahlawan cerita-cerita India. Mereka menggambarkan
nenek moyang asli bangsa Jawa9.
Teori Kruyt juga menyerupai teori Hazeu dimana Kruyt mambandingkan
dengan bentuk-bentuk upacara-upacara yang terjadi di jaman nusantara kuno yang
bertujuan untuk mengadakan hubungan dengan dunia arwah. Upacara ini
biasanya dikerjakan dengan jalan menyanyikan puisi keagamaan yang memuji-
muji kebesaran para dewa. Kruyt membandingkan upacara ini dengan
pertunjukkan wayang. Kruyt menyimpulkan bahwa wayang berasal dari
shamanisme.10
B. Kelompok India
Pada kelompok ini diwakili oleh Pischel, Krom, Poensen, dan Ras.
Pischel mencoba membuktikan asal usul Wayang dari India dengan
argumentasi berupa kata “Rupopajivane” yang terdapat dalam Mahabarata dan
kata “Rupparupakam” yang Therigatha yang keduanya berarti Teater bayangan
(wayang )11.
Sementara Krom berpendapat bahwa wayang adalah suatu kreasi Hindu
Jawa dan merupakan suatu Sinkretisme. Krom berargumentasi bahwa:
1. Wayang ada di Jawa dan Bali, dimana dua daerah ini merupakan daerah
yang mengalami pengaruh kebudayaan Hindu paling banyak.
2. Menurut Krom India telah lama mengenal teater bayangan.
3. Selain itu wayang menggunakan bahan-bahan cerita dari India.
4. Krom menyatakan tidak adanya istilah-istilah India dalam Wayang tidak
dapat membuktikan apa-apa12.
9 ibid , p 28 10 ibid 11 ibid , p 29 12 ibid
Universitas Kristen Petra
16
Ras mengemukakan bukti bahwa panggung wayang kulit Jawa berkaitan
dengan panggung wayang kulit Bali dan ceritanya pun sama, yakni mengambil
dari kisah Ramayana dan Mahabarata. Panggung-panggung itu sudah dipastikan
ada dalam wayang kulit Kerala India ( berdasarkan penemuan Sheltman tentang
wayang kulit Kerala ). Ciri-ciri khas wayang kulit Thai, Melayu dan Bali dapat
dikembalikan pada bentuk wayang India Selatan itu. Menurut rekonstruksi Ras,
rombongan wayang kulit dari India ini didatangkan di Jawa oleh keraton Dinasti
Sanjaya pada abad 18.13
Dari uraian-uraian teori mengenai asal-usul wayang tersebut belum dapat
ditarik kesimpulan wayang berasal dari India atau asli Jawa karena lemahnya
argumentasi-argumentasi yang ada.
Namun penulis-penulis Indonesia cenderung mengikuti teori Hazeu yang
mengatakan bahwa wayang berasal dari upacara keagamaan untuk memuja arwah
nenek moyang yang disebut Hyang.
2.2.3. Jenis-jenis wayang
Di Indonesia - terutama di pulau Jawa - terdapat lebih dari 40 jenis
wayang yang dapat digolong-golongkan menurut cerita yang dibawakan, bahan
baku untuk membuatnya, ataupun cara mementaskannya, namun lebih dari
banyak diantara jumlah tersebut sekarang tidak dipertunjukkan lagi bahkan
beberapa diantaranya sudah punah. Berikut akan diuraikan jenis wayang yang
cukup dikenal masyarakat.
2.2.3.1. Wayang Beber
Wayang Beber merupakan wayang yang dilukiskan pada gulungan kertas
kulit kayu ( dluwang atau “kertas Ponorogo”) yang menampilkan adegan dari
pengembaraan ksatria jaman dahulu. Lakon yang paling populer adalah Joko
Kembang Kuning14.
13 ibid , p 32 14 Ismunandar K.R.M. , 1985 , Wayang, asal - usul dan Jenisnya , ( Semarang : Dahara
Prize ) , p 14
Universitas Kristen Petra
17
Gambar 2.2. Wayang Beber dalam lakon Panji Jaka Kembang Kuning
( Sumber : Indonesian Heritage : Bahasa dan Sastra , 2002 )
Alat pertunjukkan secara lengkap mencakup gambarnya sendiri, cerita
(lakon) dan susunan musik gamelan. Setiap gulungan berukuran kira-kira 200 x
70 cm dan meliputi 4 adegan horizontal yang dilukiskan dengan cat. Gulungan
disimpan dalam kotak khusus bersama sesajen bunga kering, sejumput beras, dan
pakem pedalangan, naskah kuna yang ditulis dalam tulisan Jawa dan berfungsi
debagai buku rujukan bagi dalang, bersama dengan beberapa alat gamelan yang
lebih kecil15.
Gambar 2.3 . Dalang dan penyimpanan Wayang Beber
( Sumber : Indonesian Heritage : Bahasa dan Sastra , 2002 )
Pertunjukkan dilakukan dengan menggelar wayang tersebut. Adegan
diungkapkan dalam penceritaan yang bersinambungan oleh dalang. Karena
perkembangan jaman yang terus berubah maka wayang Beber semakin sulit
15 Indonesian Heritage : Bahasa dan Sastra ( edisi Bahasa Indonesia, Buku Antar Bangsa ) , 2002 , ( Jakarta : Grolier International ) , p 50
Universitas Kristen Petra
18
ditemui, kecuali di daerah-daerah tertentu seperti di Komering (Sumatra Selatan )
yang dilukiskan pada sebuah penampi ( tampah ) dan oleh penduduk setempat
disebut wayang “warahan”, serta wayang Beber Pacitan di daerah Pacitan ( Jawa
Timur )16. Wayang Beber yang ada sekarang ini sudah disempurnakan berkali-
kali, termasuk penggambaran gapura ( pintu gerbang) dan Gegaman (senjata).
Pertunjukkan di Keraton diiringi oleh Gamelan Slendro, sedangkan untuk diluar
keraton menggunakan Rebab ( sejenis biola) yang dimainkan oleh dalang sendiri.
Pertunjukkan ( terutama pertunjukkan luar keraton ) diadakan terutama untuk
menenangkan roh jahat atau menyampaikan terimakasih kepada roh baik karena
telah menyelamatkan dari guna-guna “ilmu hitam” ( ngruwat / ruwatan/
amurkala). Ruwatan pertama kali dilakukan oleh Prabu Bratana / Joko Sesuruh
pada tahun 1284.17
2.2.3.2. Wayang Gedog
Wayang Gedog juga sering disebut Wayang Wasana. Wayang Gedog
hanya digelar di lingkungan dalam keraton saja. Konon Wayang Gedog sekarang
hampir tidak ada. Kita hanya dapat menjumpai di museum-museum di Indonesia.
Konon Sunan Giri merupakan pencipta wayang ini.
Menurut pendapat Dr. G.A.J. Hazeu, disebutkan bahwa kata "Gedog"
berarti kuda. Dengan demikian pengertian dari Wayang Gedog adalah wayang
yang menampilkan ceritera-ceritera Kepahlawanan dari "Kudawanengpati"atau
yang lebih terkenal dengan sebutan Panji Kudhawanengpati18.
Wayang Gedog amat mirip bentuknya dengan wayang kulit purwa. Bentuk
dasar wayang Gedog bersumber dari wayang Purwa. Perbedaannya dapat dilihat
bahwa untuk tokoh laki-laki memakai teken. Ciri-ciri wayang Gedog adalah
memakai keris, kelat bahu ( gelang lengan ), anting-anting, tidak ada tokoh
raksasa dan kera19.
Sumber ceritanya diambil dari cerita-cerita raja di Jawa, seperti Banten,
Singasari, Mataram, Kediri. Wayang ini menceritakan kisah Raden Panji, yaitu
16 Ismunandar , loc cit 17 ibid , p 15 18 ibid , p 17 19 ibid , p 18
Universitas Kristen Petra
19
Lembu Subrata sampai Panji Kudalalean di Pajajaran, Pranasmara, menceritakan
empat raja bersaudara ( Kediri, Jenggala, Singasari dan Urawan/Ngurawan ).
Tokoh-tokoh ceritanya antara lain: Prabu Bromosekti, Probo Kelono,
Madukusumo, Ronggolawe, Raden Gunungsari. Pada pagelaran wayang Gedog
diiringi dengan gamelan pelog. Sedangkan yang dijadikan lakon pokok adalah
ceritera Damarwulan yang berkisar pada peristiwa kemelut kerajaan Majapahit
semasa pemerintahan Ratu Ayu Kencana Wungu, akibat pemberontakan Bupati
Blambangan yang bernama Minak Jinggo20.
2.2.3.3. Wayang Kidang Kencana
Pada tahun 1477 Sunan Giri memperkecil ukuran wayang kemudian
wayang tersebut dinamakan Wayang Kidang Kencana. Wayang perempuan
rambutnya dilepas atau diore, memakai kalung, anting-anting dan gelang di
lengan atas yang disebut kelat bahu. Sedangkan wayang laki-laki berpakaian
seperti putra-putra raja di keraton. Pakaian diprada (digambar berwarna emas).
Itulah sebabnya disebut wayang Kidang Kencana (Kencana berarti emas)21
Wayang ini sudah sangat langka. Sekarang ini dapat dilihat di Museum
Wayang Sendang Mas di Banyumas.
2.2.3.4. Wayang Purwa ( Wayang Kulit )
Wayang Purwa ini merupakan teater boneka bayang-bayang Indonesia
yang terutama disukai di Jawa dan Bali. Wayang purwa juga disebut wayang kulit
karena terbuat dari kulit lembu. Penyaduran sumber cerita dari Ramayana dan
Mahabarata ke dalam bahasa Jawa Kuna dilakukan pada jaman Raja Jayabaya.
Pujangga yang terkenal pada waktu itu Mpu Sedah, Mpu Panuluh, dan Mpu
Kanwa. Sunan Kalijaga, salah seorang walisanga (Demak - abad XV) adalah
orang yang pertama kali menciptakan wayang dengan bahan dari kulit lembu.
Pementasan wayang purwa menggunakan layar dan blencong (semacam lampu
berbahan bakar minyak).
20 Sutini , Sejarah Perkembangan Kesenian Wayang : Ditinnau dari Sejarah Perkembangan
serta Peranannya dalam Menunjang Pendidikan Kepribadian Bangsa , <http://www.petra.ac.id/eastjava/culture/wayang.htm>
21 Prawiroatmojo S., 1998 , Bausastra Jawa – Indonesia. Jilid 1 , ( Jakarta : Haji Masagung )
Universitas Kristen Petra
20
2.2.3.5. Wayang Golek
Berdasarkan Serat Centhini dan serta Sastramiruda, wayang Golek Jawa
diperkenalkan pada tahun 1584. Lakon pakemnya diambil dari wayang Purwa dan
diiringi dengan gamelan Slendro, tetapi hanya terdiri dari gong, kenong, ketuk,
kendang, kecer dan rebab.
Wayang Golek merupakan wayang 3 dimensi. Bentuknya seperti boneka
(Golek ) tetapi menyerupai wayang kulit purwa. Hidungnya tajam dan lengannya
kecil-kecil panjang. Jadi dapat dikatakan merupakan kombinasi wayang kulit dan
arca22. Kepala, badan, dan lengannya terbuat dari kayu. Tudingnya ( tongkat
buatan ) pada umumnya terbuat dari bambu, begitu juga dengan Sogo ( tongkat
tengah ). Sogo ini menembus badan hingga kepala dan berfungsi sebagai
pegangan. Wayang ini memakai kain yang panjang menjuntai dan diikat di
pinggang dengan semacam sabuk sebagai tempat menyelipkan keris, semacam
kerah atau penutup dada, serta untuk beberapa tokoh memakai semacam jaket23.
Wayang Golek memiliki karakteristik-karakteristik yang spesifik yaitu : bagian
kepala dapat digerakkan ke kanan dan ke kiri, dan bagian tubuh dapat digerakkan
keatas dan kebawah. Sedangkan bagian tangan dapat digerakkan dengan leluasa
untuk melakukann gerakan seperti orang menari atau untuk gerakan seni perang24.
Gambar 2.4. Wayang Golek
( Sumber : Arts and Craft in Indonesia, 1994 )
22 Ismunandar K.R.M. , 1985 , Wayang, asal - usul dan Jenisnya , ( Semarang : Dahara
Prize ) , p 69 23 Indonesian Heritage : Performing Arts , 1998 , (Singapore : Archipelago Press ) , p 58 24 ibid , p 59
Universitas Kristen Petra
21
Pertunjukkan wayang Golek pada umumnya dipertunjukkan dalam
upacara-upacara yang berhubungan dengan siklus kehidupan (kelahiran, kematian
dan lain-lain ) dan juga dipertunjukkan pada acara-acara pada hari-hari libur
nasional seperti tahun baru atau hari kemerdekaan. Pertunjukkan wayang Golek
tidak memakai kelir seperti pada wayang Kulit Purwa, hanya memakai plangkan
yaitu tempat meletakkan Wayang Golek.
Berdasarkan asal cerita yang dipertunjukkan, wayang Golek
diklasifikasikan menjadi :
a. Wayang Golek Purwa, yang mengambil cerita dari Mahabarata dan
Ramayana. Jenis ini ditemukan di Jawa Barat dan menggunakan
bahasa Sunda25.
b. Wayang Golek Menak, yang disebut juga wayang Tenggul. Wayang
ini diciptakan oleh Ki Trunodipuro, seorang dalang dari Baturetno,
Surakarta, pada jaman Pemerintahan Mangkunegara VII. Induk
ceritanya bukan Ramayana atau Mahabarata, melainkan kitab Menak.
Latar belakang kitab menak adalah negara Arab, pada masa
pemerintahan Nabi Muhamad menyebarkan agama Islam. Jenis ini
ditemukan di Jawa Tengah dan Jawa Timur dan menggunakan bahasa
Jawa. 26
c. Wayang Golek Babad, sumber ceritanya berasal dari sejarah ( babad )
seperti Babad Majapahit dari Jawa Tengah, dan babad Pajajaran dari
Jawa Barat. Wayang Golek jenis ini sudah sangat langka.27
2.2.3.6. Wayang Sunggingan
Pada tahun 1301 Masehi putra Raja Brawijaya, Raden Sungging
Prabangkara, yang pandai menggambar, oleh Sang Prabu ditugaskan menggambar
bentuk dan corak wayang beber dengan aneka warna sesuai dengan adegannya28.
25 ibid , p 58 26 Jenis-jenis Wayang , Aikon , mula Mei 1996 edisi 44 , p 3 27 Indonesian Heritage , loc cit 28 Sadjijo Pr , 1985 , Melacak Wayang Madya . Makalah dalam Sarasehan Wayang Madya di
Museum Sonobudoyo , Yogyakarta , dikutip dari dikutip dari Erlien Alindinata , 1992 , Peluang
Universitas Kristen Petra
22
Pewarnaan dari wayang tersebut juga disesuaikan dengan wujud serta martabat
dari tokoh itu, yaitu misalnya Raja, Ksatria, Pendeta, Dewa, Punakawan dan lain
sebagainya. Wayang ini disebut wayang Sunggingan. Wayang Sunggingan
merupakan penyempurnaan dari wayang beber pada masa sebelumnya, hanya saja
tangkainya lebih panjang dan sewaktu menceritakannya wayang ditanam atau
diberdirikan di kayu yang disebut Plangkan.
2.2.3.7. Wayang Krucil dan Wayang Klitik
Berdasarkan serta Sastramiruda, pada tahun 1648, Raden Pekik dari
Surabaya menciptakan wayang Klitik29.
Seperti wayang Golek, wayang Krucil / Klitik juga terbuat dari kayu.
Hanya saja wayang ini berbentuk dua dimensi. Lengannya terbuat dari kulit dan
dapat bergerak.
Wayang Krucil sering dianggap sama dengan wayang Klitik. Anggapan ini
disebabkan karena wayang krucil juga terbuat dari kayu pipih. Yang berbeda
adalah induk cerita yang diambil untuk lakonnya. Cerita diambil dari Serat
Damarwulan yang melukiskan legenda Majapahit, dengan cerita yang paling
terkenal adalah kejatuhan Raja Menakjingga. Sedangkan wayang Krucil
mengambil cerita dari Mahabarata30.
Wayang ini dipagelarkan pada siang hari. Dalam pertunjukkannya tidak
memakai kelir dan gedebog. Untuk menancapkan wayang Krucil / Klitik
menggunakan kayu yang telah diberi lubang-lubang ( slanggan ).
Pengembangan Wayang Kulit sebagai Atraksi Wisata , Tugas Akhir Diploma Program Studi Pariwisata (Surabaya : Universitas Kristen Petra . p 12
29 Indonesian Heritage : Performing Arts , 1998 , (Singapore : Archipelago Press ) , p 59 30 ibid
Universitas Kristen Petra
23
Gambar 2.5. Wayang Klitik
( Sumber : Lordly Shades , 1989 ) 2.2.3.8. Wayang Wong
Pada tahun 1731 Sultan Hamangkurat I menciptakan Wayang Wong
(Wayang Orang). Wayang wong adalah wayang yang terdiri dari manusia dengan
mempergunakan perangkat atau pakaian yang dibuat mirip dengan pakaian yang
ada pada wayang kulit. Jadi dapat dikatakan wayang wong merupakan
perwujudan drama tari dari wayang kulit purwa. Wayang wong dimainkan oleh
oleh orang-orang yang telah dirias sedemikian rupa seperti tokoh wayang kulit
purwa lengkap dengan pakaian dan perhiasannya. Para pemain aktif berdialog
selama memerankan wayang wong tetapi mengenai masalah cerita dan suluk tetap
dijalankan oleh dalang yang bertugas. Pada mulanya, semua penari wayang wong
adalah pria, seperti pada pertunjukkan ludruk di jatim.
Gambar 2.6. Wayang Wong
( Sumber : Indonesian Heritage : Performing Arts, 1998 )
Universitas Kristen Petra
24
Sumber ceritanya sama seperti wayang kult purwa yaitu dari Ramayana
dan Mahabarata. Tetapi dalam wayang wong cerita-cerita dalam wayang purwa
tersebut diringkas sehingga pertunjukkan dapat selesai dalam kurang lebih 2 jam.
Perkumpulan wayang orang yang terkenal misalnya, Ngesti Pandawa, Sriwedari,
Samiaji.
2.2.3.9. Wayang Keling Pekalongan
Satu diantara sekian banyak seni budaya tradisional di daerah Pekalongan,
Propinsi Jawa Tengah, adalah seni pedalangan khas daerah yakni Wayang keling.
Wayang Keling Pekalongan erat kaitannya dengan penyebaran agama Islam oleh
Wali songo. Wayang Keling ini hadir sebagai eksistensi budaya asli yang terdesak
oleh kehadiran agama Islam. Wayang ini merupakan dakwah terselubung dari
kitab suci Wedha ( kitab suci agama Hindu ) dan Tripitaka ( kitab suci agama
Budha ). Pada awalnya wayang ini hanya merupakan pemaparan lisan dari sang
dalang yang sesungguhnya berfungsi sebagai Bikhu atau pendeta agama Hindu-
Budha yang berkeliling dari daerah satu ke daerah lain. Bahasa yang digunakan
menyesuaikan dengan bahasa daerah setempat.
Istilah Keling sendiri mengandung makna sebagai peling atau kenanga
yaitu untuk mengenang para leluhur cikal bakal agama Hindu-Budha. Atau
mungkin juga dimaksudkan untuk mengenang satu kerajaan Budha di Jawa yang
pernah Jaya yaitu Kalingga yang berlokasi di Jepara atau Jawa Tengah.
Wayang Keling mempunyai ciri yang agak lain dari wayang kulit yaitu
dilihat dari bentuk Wandanya. Yang menonjol adalah : wayang Keling bergelung
capit urang tidak sampai ubun-ubun seperti wayang kulit. Tokoh Punakawan
berbibir ndobleh rangkap 3 (seperti gaya Banyumas ), Gareng agak gemuk,
Petruk selalu membawa saputangan dan Bagong burik ( belang-belang )31.
2.2.3.10. Wayang Cepak Cirebon
Berdasarkan catatan sejarah dan tradisi lisan yang beredar di masyarakat
menyatakan bahwa tradisi wayang cepak ini dibuat oleh para wali.
31 Ismunandar K.R.M. , 1985 , Wayang, asal - usul dan Jenisnya , ( Semarang : Dahara
Prize ) , p 93
Universitas Kristen Petra
25
Wayang Cepak terbuat dari kayu Albasia dengan tinggi 40-50cm. wayang
ini menggenakan pakaian khas Cirebon dengan segala aksesorisnya. Wayang
cepak merupakan wayang dengan hiasan kepala yang agak rata. Nama lain
wayang ini adalah wayang papak. Kedua kata, cepak dan papak memiliki arti rata
( flat ). Kostum yang dikenakan terutama pada bagian baju dan hiasan kepala
yang dikenakan pada sekitar 30 figur, menyerupai manusia. Diperkirakan bentuk
yang menyerupai manusia ini erat kaitannya dengan ajaran / prinsip Islam.
Sedangkan sekitar 60 figur menggambarkan figur raja dengan mahkotanya, iblis
(roh jahat), dan putri, tidak jauh berbeda dengan wayang Golek purwa kecuali
bentuk gelung cupit urang yang memang sangat khas Wayang purwa. Tokoh
ksatria dalam wayang cepak merupakan tokoh panji dimana terdapat sekitar 10
panji dalam satu set wayang cepak32.
Gambar 2.7. Wayang cepak ( kiri ); Wayang Cepak dengan kaki (kanan)
( Sumber : Indonesian Heritage : Performing Arts, 1998 )
Cerita yang sering dimainkan adalah babad Cirebonan atau Wali songo.
Wayang ini dulunya digunakan oleh para wali untuk menyebarkan agama Islam,
karena itu nama tokohnya tidak sama dengan nama tokoh pada cerita pewayangan
lain. Wayang ini banyak dimainkan di daerah Cirebon.
32 Indonesian Heritage : Performing Arts , 1998 , (Singapore : Archipelago Press ) , p 56
Universitas Kristen Petra
26
2.2.3.11. Wayang Betawi
Ada pendapat yang mengatakan wayang Betawi masuk ke Betawi pada
jaman penyerbuan Sultan Agung Hanyokrokusumo ke Mataram tahun 1628-
1629.33
Wayang (kulit) Betawi pada hakikatnya benar-benar merupakan sebuah
kesenian rakyat yang unik dan menarik, penuh unsur improvisasi dan spontanitas.
Dunia perwwayangan di Betawi mempunyai kebebasan penuh dari norma-norma
tradisi wayang Jawa. Dalam masalah lakon patokan yang dipakai adalah kandha
Keling / kandha Mataram. Dimana kandha tersebut merupakan apa yang diterima
dari guru masing-masing (dapat berbeda tiap guru). Jadi keunikan dari Wayang
kulit Betawi terletak pada ketidakterikatan pada norma-norma tradisi dan latar
belakang budaya dimana tatakrama wayang ini lahir.
2.2.3.12. Wayang Kulit Purwa Bali
1 set wayang kulit purwa Bali terdiri dari 100 hingga 135 karakter. Bentuk
penggambaran dan dekorasinya mengandung petunjuk yang erat hubungannya
dengan karakter tokoh. Tokoh baik ( alus ) pada umumnya dibuat dalam ukuran
lebih kecil, memiliki bentuk kaki yang berdekatan, mata berbentuk oval dan
berujung lancip, profil yang langsing dan postur kepala yang agak menunduk.
Sedangkan untuk tokoh yang jahat biasanya digambarkan dengan ukuran yang
lebih besar, kaki yang merenggang keluar, profil yang kasar, bentuk mata bulat
dan postur kepala yang agak mendongak.
Wayang Kulit purwa Bali, dari lakon dan sumber ceritanya tidak jauh
berbeda dari wayang kulit Purwa Jawa. Namun yang membedakannya adalah
bentuk penggambaran tokoh tersebut yang memang khas Bali. Selain itu wayang
kulit purwa Bali ditanggap pada hari-hari besar agama Hindu. Sumber ceritanya
berasal dari Hindu Mahabarata dan Ramayana, serta dari literatur lokal seperti
cerita-cerita roman Panji, Cupak, Calonarang atau Tantri Kamandaka34.
33 Ismunandar , op cit , p 107 34 Indonesian Heritage , op cit , p 54
Universitas Kristen Petra
27
Gambar 2.8. Bima (kiri); Hanoman (kanan) dalam Wayang Kulit Bali
( Smuber : Indonesian Heritage : Performing Arts, 1998 )
2.2.2.13. Wayang Potehi
Wayang ini merupakan pertunjukkan boneka Cina yang mempergelarkan
kisah-kisah cina. Kisah-kisah cina yang dipagelarkan atara lain : Si Jin Kui Go
Kong, Sam Pek Eng Tay.
Pertunjukkan boneka ini dulu biasanya dipagelarkan di kota-kota besar di
Indonesia di dalam kelenteng atau pada pasar malam. Pertunjukkan diiringi oleh
alat musik cina.
2.2.3.14. Wayang Madya
Wayang madya bentuknya mirip seperti wayang purwa dan terbuat dari
kulit namun ceritanya mulai dari Prabu Gendrayana di Astina sampai Lembu.
Subrata di Majapura, yaitu setelah Prabu Parikesit, ( Raja terakhir di Astina
dalam wayang purwa ). Wayang ini diilhami dari Serat Pustakaraja Madya dan
serta Witaraja yang menceritakan riwayat Prabu Aji Pamasa atau Prabu
Kusumawicitra yang bertahta di negara Mamenang / Kediri35.
35 Sutini , Sejarah Perkembangan Kesenian Wayang : Ditinnau dari Sejarah Perkembangan
serta Peranannya dalam Menunjang Pendidikan Kepribadian Bangsa , <http://www.petra.ac.id/eastjava/culture/wayang.htm>
Universitas Kristen Petra
28
2.2.3.15. Wayang Suluh
Ada sementara orang berpendapat bahwa wayang suluh pada mulanya
lahir di daerah Madiun yang di ciptakan oleh salah seorang pegawai penerangan
dan sekaligus sebagai dalangnya yaitu Soekemi36.
Wayang suluh timbul setelah Indonesia merdeka ( 1946 ). Ceritanya
mengenai negeri ini, dimaksudkan untuk membangkitkan semangat rakyat dalam
mempertahankan kemerdekaan. Wayang Suluh berarti wayang Penerangan,
karena kata suluh berarti pula obor sebagai alat yang biasa dipergunakan untuk
menerangi tempat yang gelap.
Terbuat dari kulit dengan jumlah 22 setiap set. Ukurannya relatif pendek,
sekitar 33-45 cm tingginya. Bentuk wayang Suluh, baik potongannya maupun
pakaiannya mirip dengan pakaian orang sehari-hari. Tokoh yang dibuat
merupakan gambar manusia dengan kedudukan yang berbeda misalnya petani,
pedagang, kaum ningrat dan rakyat jelata. Diantara tokohnya terdapat Bung
Karno, Bung Hatta, Bung Tomo, Sjahrir dan Jendral Sudirman. Bahan
dipergunakan untuk membuat wayang Suluh ada yang berasal dari kulit ada pula
yang berasal dari kayu pipih (1947 ). Tidak ada bentuk baku dari wayang Suluh,
karena selalu mengikuti perkembangan jaman. Hal ini disebabkan khususnya cara
berpakaian masyarakat selalu berubah, terutama para pejabatnya.
Gambar 2.9. Wayang Suluh
( Sumber : Lordly Shades , 1989 )
36 Ismunandar K.R.M. , 1985 , Wayang, asal - usul dan Jenisnya , ( Semarang : Dahara
Prize ) , p 112
Universitas Kristen Petra
29
2.2.3.16. Wayang Wahana
Wayang wahana merupakan wayang yang menceritakan kehidupan sehari-
hari. Pakaian yang dikenakan merupakan pakaian sehari-hari seperti piyama,
kemeja, atau pakaian bekerja. Wayang ini dibuat oleh Sutarto Hardjowahono di
Mangkunegaran Surakarta.37
2.2.2.17. Wayang Kancil
Wayang Kancil Termasuk kategori wayang modern yang diciptakan tahun
1925 oleh seorang keturunan cina bernama Bo Liem. Wayang yang juga
menggunakan kulit ini menggunakan tokoh binatang yang dibuat dan disungging
oleh Lie To Hien38.
Wayang ini merupakan cerita binatang yang bersifat mendidik
pendengarnya, memberikan pengajaran moral, dan bahwa membawakan suatu
kritik sosial. Cerita lakonnya diambil dari Serat Kancil Kridomartono karangan
Raden Panji Notoroto.
Gambar 2.10. Wayang Kancil
( Sumber : Lordly Shades , 1989 )
2.2.3.18. Wayang Pancasila
Wayang pancasila merupakan salah satu dari wayang yang diciptakan
pasca kemerdekaan Indonesia. Bentuk peraga wayangnya dapat dikatakan mirip
37 ibid 38 Jenis-jenis Wayang , Aikon , mula Mei 1996 edisi 44 , p 3
Universitas Kristen Petra
30
dengan Wayang Wahana dan Wayang Suluh, hanya saja pada wayang Pancasila
bentuk wayangnya tidak realistis tetapi merupakan modifikasi Wayang Kulit
Purwa.Wayang ini dibuat oleh seorang dalang yang juga merupakan pemimpin
unit informasi pemerintahan yaitu Harsono Hadisoeseno.
Dalam wayang Pancasila, Pandawa Lima menjadi simbol 5 prinsip
pemerintahan Indonesia modern ( Pancasila ). Pada wayang Pancasila, tokoh
ksatria dalam wayang, diserupakan dengan tokoh-tokoh tentara dan pejuang,
diberi baju hijau-hijau, bahkan diberi pistol dan tanda pangkat, misalnya pada
wayang Bima dan Arjuna. 39
2.2.2.19. Wayang Wahyu
Wayang ini juga sering disebut wayang bibel. Diciptakan oleh Bruder
Temotheus Madji Wignjasoebrata pada tahun 1957 untuk menyebarkan agama
Katolik40. Mengambil lakon cerita dari Perjanjian lama dan baru dan dipagelarkan
oleh orang-orang katolik dengan pengantar bahasa Jawa.
Wayang Wahyu mempunyai bentuk peraga wayang terbuat dari kulit,
tetapi corak tatahan dan Sunggingannya mengarah naturalistik.. Lakonnya adalah
Samson dan Delilah, Daud dan Goliath. Pagelaran wayang Wahyu hampir serupa
dengan wayang kulit purwa. Alat musiknya menggunakan gamelan tetapi
diselingi musik gereja.
Gambar 2.11. Wayang Wahyu
( Sumber : lordly Shades , 1989 )
39 Tim Penyusun Ensiklopedi Wayang Indonesia . 2004 . Ensiklopedi Wayang Indonesia . Jakarta : Senawangi
40 Indonesian Heritage : Performing Arts , 1998 , (Singapore : Archipelago Press ) , p 60
Universitas Kristen Petra
31
2.2.4. Tinjauan Epos Mahabharata
Kisah yang diceritakan dalam epos Mahabharata ini adalah konflik antara
dua saudara bersepupu, yaitu Kurawa dan Pandawa, konflik yang berkembang
menjadi suatu peperangan besar yang menyebabkan musnahnya bangsa Bharata,
yang juga disebut bangsa Kuru.
Diceritakan dua orang bersaudara, putra seorang maharaja, yaitu
Drestaratya yang sulung dan Pandu adiknya. Drestaratya dilahirkan buta. Oleh
sebab itu, maka ia tidak bisa dinobatkan menjadi raja sebagai pengganti ayahnya.
Untuk itu maka Pandu, adiknya, dinobatkan.
Drestaratya mempunyai anak 100 orang, dikenal sebagai Kurawa,
sedangkan Pandu hanya 5 orang, dikenal sebagai Pandawa. Kelima Pandawa ini
adalah Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa. Raja Pandu meninggal
dalam usia yang masih muda, tatkala anak-anaknya belum menjadi dewasa.
Karenanya, walaupun buta, Drestaratya diangkat jadi raja.
la membesarkan anak-anaknya sendiri dan kemenakannya, Pandawa, di
bawah pengawasan saudara tirinya, Bisma. Ketika anak-anak itu telah cukup
besar, oleh Bisma mereka semuanya diserahkan kepada guru besar Durna untuk
dididik dan diajarkan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan pendidikan bagi
putra-putra bangsawan ksatria, termasuk ilmu kemiliteran.
Setelah pemuda-pemuda ksatria ini selesai belajar dan menginjak alam
dewasa, Drestaratya menobatkan Yudhistira, Pandawa yang sulung.
Kebijaksanaan dan kebajikan Yudhistira dalam memerintah kerajaan
menimbulkan irihati dan dengki di antara anak-anak Drestaratya sendiri, terutama
Duryudhana yang tersulung. la segera memperoleh teman, Karna, sebagai sekutu
terpercaya, yang sebenarnya adalah anak Dewi Kunti pertama sebelum Pandawa
dilahirkannya. la adalah musuh Arjuna dan permusuhannya dengan Pandawa
dihangatkan lagi dengan persekutuannya dengan Sakuni. Iri hati dan dengki
tumbuh makin besar dan menghasilkan suatu rencana untuk membunuh Pandawa
dengan jalan membakar mereka hidup-hidup dalam pasangrahan tempat Pandawa
tinggal. Tetapi rencana itu dapat dihindari berkat peringatan Widura kepada
Yudhistira untuk membuat terowongan dari pasangrahan menuju hutan, jauh
Universitas Kristen Petra
32
sebelum peristiwa pembakaran terjadi. Pandawa dapat menyelamatkan diri
mereka, lari ke dalam hutan.
Penderitaan dalam hutan menyebabkan mereka menjadi orang-orang yang
tahan uji dan kuat menghadapi segala marabahaya dan kepahitan hidup. Mereka
kemudian mendengar adanya sayembara pernikahan Dewi Drupadi, putri Raja
Drupada dari negeri Panchala terkenal cantik dan bijaksana. Sayembara ini sangat
megah dan meriah. Banyak sekali putra mahkota dari berbagai negeri mengambil
bagian dalam kompetisi tersebut. Tatkala putra-putra mahkota yang gagah
perkasa tidak ada yang berhasil memenangkan sayembara dan merebut tangan
Drupadi yang molek itu dengan jalan memanah suatu target yang telah
ditentukan, Arjuna bangkit yang pada saat itu menyamar sebagai brahmana.
Walaupun sayembara tersebut hanya boleh diikuti oleh golongan ksatria, tetapi
berhubung tidak ada yang sanggup, maka dari golongan lainpun diperbolehkan
oleh Raja Drupada. Dengan tepat Arjuna dapat membidik target itu, sehingga
dapat memenangkan Drupadi, yang oleh putra-putra mahkota yang gagal
ditentang. Tetapi secara legal Pandawa memenangkan sayemebara itu dan
membawa Drupadi pulang. Dewi Drupadi kemudian menjadi istri Yudhistira.
Munculnya mereka di mata umum, menyebabkan Pandawa diketahui masih
hidup. Drestaratya, paman mereka, memanggil mereka pulang kembali, dan
membagi kerajaan menjadi dua, antara anak-anaknya sendiri, Kurawa dan
Pandawa. Kurawa memperoleh Hastinapura dan Pandawa mendapat
Indraprashtha. Di.bawah pemerintahan Yudhistira, Indraprashtha menjadi suatu
negara teladan dalam keadilan dan kemakmuran. Kurawa sebaliknya. Duryudhana
iri melihat kemakmuran Pandawa ini, lalu merencanakan suatu permainan judi,
dan mengundang Yudhishtira untuk bermain dadu. Undangan permainan judi ini
tidak dapat ditolak sesuai dengan tradisi kaum ksatria. Dalam permainan tersebut,
dengan Sakuni sebagai tandingannya yang telah mengatur penipuan secara licik,
Yudhistira kalah dengan mempertaruhkan segalanya: kekayaannya, istananya,
kerajaannya, saudara-saudaranya, dirinya sendiri dan yang terakhir istrinya, Dewi
Drupadi. Raja Drestaratya tidak dapat membenarkan ini, dia memerintahkan agar
semua milik Yudhistira dikembalikan. Tetapi Duryudhana dengan kawan-
kawannya menyusun rencana perjudian baru, mene-undang Yudhistira bermain,
Universitas Kristen Petra
33
mengalahkannya dan mengusir mereka selama 12 tahun ke dalam hutan sebagai
taruhan. Selama satu tahun, di tahun yang ke-13 Pandawa harus hidup secara
tidak ditetahui.
Tatkala habis masa 12 tahun dalam pembuangan, selama satu tahun,
Pandawa harus hidup incognito di negeri Raja Wirata. Yudhistira menyamar
sebagai brahmana dengan nama kangka, Bima sebagai juru masak Jayanta atau
Ballawa atau Walala, Arjuna sebagai guru tari yang setengah banci dengan nama
Wrahatnala, Nakula sebagai tukang kuda dengan nama Jayasena atau Grantika
atau Dharmagranthi, Sadewa sebagai gembala sapi dengan nama Jayadbala atau
Tantripala atau Aistanemi dan Drupadi sebagai pramugari permaisuri Raja dengan
nama Sairandri Setelah masa 13 lahun dilalui dengan penuh penderitaan, Pandawa
memutuskan umuk meminta kembali kerajaan mereka sebagai hak yang syah.
Perundingan dilakukan dengan Kurawa untuk mendapatkan kembali Indraprastha
dengan secara damai. Tetapi ini gagal, sebab Duryudhana menolak segala syarat
yang dimajukan oleh Yudhistira melalui misi-misi perundingan. Kedua belah
pihak berusaha untuk mencari sekutu sebanyak-banyaknya, Raja Wirala dan
Krishna menjadi sekutu Pandawa, sedangkan Bishma, Druna, Salya dan lain-
lainnya memihak Kurawa.
Perang tidak bisa dihindarkan. Dalam pertempuran di medan Kurukshetra
itu, Arjuna menyaksikan sendiri bagaimana sanak saudaranya sendiri tewas di
hadapannya, melawan dia, yang menyebabkan hatinya kecut dan merasa sedih. la
mau mengumumkan agar perang diakhiri dan ia sendiri mau meletakkan senjata
secara total. Tetapi untuk memberi semangat dan kekuatan pada bathin pada
Arjuna, Krishna, sebagai pengemudi keretanya, memberi petuah dan nasehat
kepadanya akan arti tugas dan kewajiban seorang ksatria sesuai dengan panggilan
dharmanya. Dialog Krishna dengan Arjuna ini diuraikan dalam Bhagawadgita41
yang termasyhur itu.
Pertempuran dahsyat berlangsung selama 18 hari di medan Kurukshetra.
Darah para pahlawan kusuma bangsa Bharata membasahi bumi seluruh medan
pertempuran. Bisma, Dorna, Salya, Duryudhana dan pahlawan-pahlawan besar
41 Bhagawadgita dalam ajaran Hindu dianggap sebagai kitab suci Weda yang kelima
(Pancatrani), sumber segala bentuk dan aliran falsafah dan ilmu pengetahuan dan petunjuk pelaksanaan hidup umat Hindu.
Universitas Kristen Petra
34
lainnya beserta seluruh balatetara Kurawa musnah di pertempuran ini.
Aswathama, anak Drona, sebagai pembalas bela ayahnya, masuk ke dalam daerah
Pandawa waktu malam hari, membunuh anak-anak. Drupadi, dan membakarnya
menjadi abu. Memang Pandawa menang dalam pertempuran, tetapi mereka hanya
mewarisi janda-janda dan yatim piatu sebab seluruh balatentara mereka juga
musnah, Aswathama masih terus berusaha unluk menghabiskan Pandawa dengan
jalan membunuh bayi dalam kandungan istri Abimanyu yang telah gugur dalam
pertempuran secara gagah berani. Tetapi berkat kewaspadaan Krishna bayi dalam
kandungan itu dapat diselamatkan, kemudian lahir sebagai Parikesit.
Setelah perang berakhir,Yudhistira melangsungkan upacara aswamedha.
Drestarata yang sudah tua tidak dapat melupakan kematian anak-anaknya dalam
peperangan yang lalu, terutama Duryudhana. Walaupun ia tinggal dengan
pelayanan yang sangat baik dari Yudhistira, namun pertentangan bathin dengan
Bima tidak bisa dielakkan. la meminta diri bersama-sama istrinya, Gandari, yang
diikuti pula oleh Dewi Kunti untuk pergi ke hutan bertapa dan akhirnya musnah
dimakan api ketika hutan terbakar dengan hebatnya. Kedukaan yang mendalam
atas kematian seluruh sanak saudara dalam peperangan tidak bisa memenangkan
hati Pandawa. Akhirnya, setelah menyerahkan takhta kerajaan kepada cucu
mereka, Parikesit, Pandawa meninggalkan ibukota pergi ke Himalaya, Seekor
anjing menemani mereka. Dalam perjalanan mendaki puncak Gunung Mahameru
di Himalaya, satu persatu Pandawa gugur, yang kemudian diterima oleh Indra,
Hyang Tunggal di sorga. 42
2.2.5. Tinjauan Tokoh Bima
Bima adalah Pandawa yang kedua. Ayah dewa dari Bima adalah Batara
Bayu. Sebagai putra Batara Bayu, Bima memiliki saudara bernama Hanoman,
kera putih yang dapat terbang dengan kecepatan kilat.
Orang Jawa mengenal Bima sebagai tokoh satria pinandhita, religius,
tapa ngrame, pekerja sufistik, dan panglima perang sekaligus guru besar. Tokoh
Bima yang melambangkan daya kejiwaan karsa itu terlahir bungkus, sehingga
ketika adiknya lahir yakni Arjuna sebagai lambang kesatuan cipta dan rasa telah
42 Nyoman S. Pendit , 1993 , Mahabharata : Sebuah Perang Dahsyat di Medan Kurukshetra , (Jakarta : Bhatara )
Universitas Kristen Petra
35
tumbuh dewasa, barulah Bima itu mbabar lahir. Pada bagian akhir dan Banjaran
Bima atau Sena itu khalayak pandangan hidup Jawa akrab dengan aji andalan
Bima yakni Aji Wungkal Bener, bahwa hidup di dunia ini adalah batu pengasah
kebenaran.43
Gambar 2.12. Wayang Kulit Brotosena
(Sumber: Dokumen hasil wawancara kualitatif di Universitas Negeri Surakarta)
Bima disebut juga Bimasena, yang berarti luar biasa, atau
Werkodara, berarti perut serigala, karena kekuatan Jasmani yang dimiliki dan
porsi makan Bima yang banyak sekali. Badannya besar dan gagah perkasa
sebagai tiang pokok keluarga Pendawa. Selain itu Bima memiliki banyak nama,
antara lain yaitu :
1. Bima : maknanya sangat setia pada budi satu yang luhur. Kalau sudah
menjadi tekadnya, siapa saja akan sulit mempengaruhi, bahkan untuk
mencapai cita-citanya itu, meskipun sampai mati akan ditempuh juga.
2. Raden Arya Sena : maknanya ketika lahirnya masih berwujud bungkus,
dan dipecahkan oleh Gajah Sena.
3. Bratasena : maknanya pamungkas laku. Dia sering membereskan
masalah.
43 ibid , p 100
Universitas Kristen Petra
36
4. Bimasena : maknanya panglima yang memimpin perang.
5. Jodipati : maknanya raja prajurit yang bisa dihandalkan, karena
kesaktiannya dalam menguasai ilmu perang.
6. Jayalaga : maknanya unggul dalam setiap peperangan, kalau sudah
berperang dia malu dikalahkan.
7. Kusumayuda : maknanya menjadi bunga (bintang, pemenang) dalam
setiap peperangan.
8. Kusumadilaga : maknanya dia selalu menjadi bintang dan kembang
dalam gelanggang apa saja, termasuk pertempuran dan persidangan.
9. Wahyuninda : maknanya suka angin. Bila sedang mengeluarkan tenaga
selalu disertai angin topan yang hebat.
10. Bayuputra : karena Bima juga menjadi salah satu murid dan putra Batara
Bayu.
11. Gandawastratmaja : karena dia pernah diangkat menjadi putra Prabu
Gandawastra.
12. Pandhusiwi : karena putra Prabu Pandhu Dewanata.
13. Kunthisunu: karena putra Dewi Kunthi Talibrata.44
Pusaka yang dimiliki Bima antara lain: 45
1. Gada Lukitasari atau Gada Rujakpala mempunyai khasiat sebagai
pemusnah musuh, lambang urat syaraf dan pikiran tajam.
2. Kuku Pancanaka, lambang keampuhan pancaindera yang terkendali.
3. Alugara berbentuk tombak pendek.
4. Bargawa berbentuk kampak besar, dapat dilempar seperti tombak atau
dilepaskan sebagai anak panah.
5. Bargawasta, busur dan anak panah pusaka
44 Sumantri Sumasaputra , 1953 , Serat saking Pakeliran Pedhalangan Ringgit Purwa
Filsafat, (Yogyakarta : Karya Rencana ) , p 119 dikutip dari Dr. Purwadi , 2003 , Tasawuf Jawa (cet. Kedua) , ( Yogyakarta : Narasi ) , p 25
45 Dr. Purwadi , 2003 , Tasawuf Jawa (cet. Kedua ) , ( Yogyakarta : Narasi ) , p 100
Universitas Kristen Petra
37
Dia mempunyai Aji Pancanaka. Ajinya selalu digenggam kuat,
sebagai senjata perang. Ini berarti jika shalat itu dikerjakan dengan baik, ia
mempunyai kekuatan yang tangguh.46 Ajian yang dimiliki oleh Bima yaitu: 47
1. Aji Bandung Bandawasa, memiliki tangan dan pikiran yang kuat
sekali.
2. Aji Ketuk Lindhu, mempunyai kesaktian dapat berjalan seperti angin,
cepat dan menggetarkan.
Aji Blabag Pangantol-antol, sifat dan perwatakannya gagah berani,
teguh, kuat, tabah, patuh, dan jujur.
2.2.5.1. Tokoh Bima Dalam Keluarga Pandawa
Kehebatan tokoh Bima sudah terlihat sejak dia dilahirkan. Serat Bima
Bungkus karya Can Cu An menceritakan tentang kelahiran Bima secara panjang
lebar.
Pada mulanya Bima lahir dari gua garba ibunya, Dewi Kunthi Talibrata,
dalam keadaan terbungkus. Setelah ditunggu dalam waktu yang relatif lama
ternyata bungkus tetap utuh. Prabu Pandhu Dewanata melihat nasib anaknya
demikian merasa bahwa dirinya sedang mendapat cobaan dari Dewata Agung.
Pada suatu ketika Prabu Pandhu mendapat ilham bahwa nantinya anak itu akan
menjadi satria gagah perkasa dan berbudi luhur asal diasingkan dahulu di tengah
Hutan Minangsraya. Bungkus bayi ini akhirnya diletakkan di hutan dengan
dikawal oleh Harya Suman dan para Kurawa. Harya Suman dan para Kurawa
tidak senang melihat perkembangan bungkus dari hari ke hari semakin subur
wujudnya. Mereka merasa kepentingannya untuk menguasai negeri Astina akan
terganggu kalau bungkus itu berubah wujud menjadi manusia sempurna. Karena
itu, Harya Suman membuat siasat licik. Para Kurawa dihasut agar menghancurkan
bungkus tersebut. Anehnya segala senjata yang digunakan untuk membinasakan
si bungkus itu tidak mempan. Bahkan bungkus itu mengamuk sehingga membuat
para Kurawa kalang kabut. Jadi meskipun belum sempurna wujudnya, Bima
sudah menunjukkan kehebatannya yang luar biasa.
46 Effendi Zarkasi, 1977, Nilai Islam dalam Pewayangan, (Jakarta: Departemen Agama), p 91 47 Waluya , 1996 , Biodata Singkat Bima , Dalam Majalah Cempala . (Jakarta : Pepadi ) ,
dikutip dari Dr. Purwadi , 2003 , Tasawuf Jawa (cet. Kedua ) , ( Yogyakarta : Narasi ) , p 101
Universitas Kristen Petra
38
Masa pembuangan di Hutan Minangsraya yang dilukiskan sebagai wana
gung liwang-liwung, jalma mara jalma mati (hutan lebat yang sunyi senyap,
manusia yang datang pasti mati) merupakan masa laku tapa brata Bima dan Bima
mengalami ujian yang hebat. Bima ditempa ibarat kerasnya baja. Kesengsaraan
Bima dalam bungkus itu, pada akhirnya membuahkan hasil ketika Gajah Sena
memecahkan bungkus dan membebaskan Bima. Batara Bayu kemudian memberi
anugerah dengan bermacam-macam kawruh (pengetahuan) dan yang penuh
dengan makna simbolis.
Prabu Pandhu Dewanata, raja Astina mempunyai lima orang anak yang
dikenal dengan nama Pandawa. Mereka adalah Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula,
dan Sadewa. Jadi Bima adalah anak nomor dua atau panenggak. 48
2.2.5.2. Tokoh Bima Dalam Cerita Jawa Kuno
Pada beberapa bagian Adiparwa, peranan Bima dilukiskan sebagai
tokoh yang heroik. Salah satu bagiannya menerangkan bahwa Bima berhasil
menyelamatkan ibunya (Dewi Kunthi) dan para saudaranya (Pandawa) dari
bahaya yang menghanguskan tempat peristirahatannya. Musibah ini memang
merupakan akal-akalan dari para Kurawa. Dalam pementasan wayang cerita ini
lebih dikenal dengan sebutan Lakon Bale Sigala-gala.
Kisah lainnya Bima dikisahkan menaklukkan kekejaman raja raksasa yang
bernama Hidimba (Prabu Arimba) terhadap keluarganya. Arimba sesungguhnya
memiliki dendam terhadap keturunan Prabu Pandhu, karena Prabu Pandhu musuh
almarhum ayahnya. Anehnya Hidimbi (Dewi Arimbi) adik dari Hidimba malah
jatuh cinta terhadap Bima. Dari perkawinan ini maka Gatot Kaca dilahirkan. Dan
persengketaan dua keluarga ini dapat diatasi Bima.
Pada bagian Wirathaparwa dikisahkan setelah para Pandawa kalah
bermain dadu, Pandawa bersama Dewi Drupadi mengungsi, bersembunyi dan
menyamar di negeri Wiratha. Ketika Wiratha mendapat serangan mendadak dari
Kurawa yang berkoalisi dengan Trigorta. Prabu Mastyapati, Raja Wiratha
menjadi sangat panik dan kewalahan. Bima pun dengan tanpa berpikir panjang
48 Dr. Purwadi , 2003 , Tasawuf Jawa (cet.Kedua) , (Yogyakarta : Narasi) , p 22
Universitas Kristen Petra
39
membantu Prabu Mastyapati untuk membendung dan melumpuhkan musuh
kerajaan Wiratha tersebut.
Dalam pengembaraan di Wiratha tersebut Bima sempat menyelamatkan
jiwa raga Drupadi. Harga diri Bima tersinggung sewaktu saudara ipar Prabu
Mastyapati yang bernama Kicaka menggoda kehormatan Dewi Drupadi. Dengan
diam-diam, pada malam hari yang sepi Kicaka dibunuh oleh Bima. Adegan ini
dalam jagad pakeliran sering disebut dengan lakon Jagal Abilawa atau Pendhawa
Ngenger.
Di dalam Kakawin Baratayuda yang ditulis oleh Empu Sedah dan
diselesaikan oleh Empu Panuluh merupakan salah satu karya sastra yang disusun
pada jaman kerajaan Kediri atas perintah Prabu Jayabaya.
Dalam Kakawin Baratayuda itu Bima juga dilukiskan sebagai panglima
perang yang gagah berani. Dia berhasil membunuh musuh-musuh utama para
Pandawa seperti Dursasana, Sangkuni, dan Duryudhana. Orang-orang itu telah
membuat Pandawa hidupnya dalam sengsara.
Khusus buat Dursasana, Bima melakukan pembunuhan dengan penuh
kegigihan. Sampai-sampai darah Dursasana diminum oleh Bima. Kepada
Sangkuni pun Bima tidak dapat menyembunyikan rasa muak akan kelicikan dan
kejahatannya. Begitu Sangkuni tewas dibunuh oleh Bima, bangkainya dipotong-
potong dan dilemparkan ke lima penjuru mata angin. Bima mengutuk jasad
Sangkuni yang akan disiksa oleh tentara Batara Yama.
Puncak dari heroisme Bima adalah ketika dia berhasil membunuh Prabu
Duryudhana. Sudah banyak yang tahu bahwa Prabu Duryudhana semasa
hidupnya suka membuat sakit hati orang lain. Sering kali orang yang
dikecewakan hatinya itu melemparkan kata-kata kutukan kepadanya agar kelak
waktu perang Baratayuda tubuh Duryudhana hancur secara tidak terhormat. Maka
secara tidak langsung, Bima telah memenuhi harapan dan melegakan sakit hati
dari orang yang dendam terhadap Duryudhana.49
49 Dr. Purwadi , 2003 , Tasawuf Jawa (cet.Kedua) , (Yogyakarta : Narasi) , p 27
Universitas Kristen Petra
40
2.2.5.3. Tokoh Bima Dalam Cerita Jawa Pertengahan
Tokoh Bima sudah terkenal dengan terbitnya Kitab Nawaruci pada akhir
jaman Majapahit, digubah dalam Bahasa Jawa Tengahan. Kitab Nawaruci ini
sudah dibahas dalam bentuk disertasi oleh Dr. Prijohoetomo pada tahun 1934.
dalam disertasi itu dikemukakan perbandingan antara Kitab Nawaruci dengan
Kitab Dewaruci. Kesimpulannya adalah bahwa Kitab Nawaruci itulah yang
menjadi sumber dari lakon Dewaruci yang semakin populer dalam dunia
pewayangan.
Diceritakan oleh Sumarti Suprayitno dalam Serat Nawaruci, Bima berguru
kepada pendeta Drona dengan harapan dia memperoleh air kehidupan. Atas saran
Drona, Bima meninggalkan Negeri Gajah Oya untuk mendatangi Sumur
Dorangga. Namun di situ Bima hanya bertemu dengan dua ekor ular. Kemudian
Bima bertarung sengit dan mengalahkan kedua ekor ular itu dan berubah wujud
menjadi Bidadari Surasembada dan Bidadari Harsanadi.
Selanjutnya Bima pergi ke wilayah Andadawa untuk mendapatkan air
kehidupan. Namun disana ia bertemu dengan Raksasa Indrabahu. Bima dan
Indrabahu salah paham dan akhirnya kedua belah pihak berkelahi. Pertarungan itu
dimenangkan oleh Bima, dengan terbunuhnya Indrabahu yang berubah wujud
menjadi Batara Indra.
Pencarian air kehidupan dilanjutkan oleh Bima. Dicarilah ke Lawana
Udadhi (laut asin), dalam Luwana Udadhi itu Bima bertemu dengan Nawaruci.
Nawaruci membawanya ke sebuah pulau. Disana Bima mendapat bermacam-
macam wejangan dari Nawaruci.
Bima kemudian menjadi Ariwata dan selanjutnya meninggalkan pulau
tersebut di bawah naungan Nawaruci. Bima lalu menuju ke Siwa Murti, tempat
air kehidupan yang dikawal oleh raja Panulah. Dengan sekuat tenaga Bima
berusaha merebut air tersebut. Dia dikejar oleh sembilan dewa. Atas restu dan
bantuan Nawaruci, Bima berhasil mendapatkan air penghidupan.
Air kehidupan yang penuh khasiat tersebut diserahkan kepada Drona.
Kebaikan hati Bima itu masih dicela oleh Drona, karena ia masih belum yakin
dengan khasiat air tersebut. Melihat kelakuan Drona demikian, Nawaruci
mengutuk sehingga dia terlempar jatuh ke tengah samudra. Bima nantinya
Universitas Kristen Petra
41
berganti nama menjadi Angkusprona. Dia lalu bertapa di Pertiwijati. Di sini dia
mampu mengalahkan segala godaan dari Siwa. Akhirnya Bima disucikan penuh
wibawa dan perkasa berkat semedinya.
Serat Nawaruci yang bercorak Hindu ini memberi inspirasi pada Kyai
Yasadipura I untuk menggubahnya menjadi Serat Dewaruci yang sudah disisipi
unsur tasawuf Islam.50
2.2.5.4. Tokoh Bima dalam Serat Dewaruci
Haryanto (1990) berpendapat bahwa Serat Dewaruci memuat cerita
tentang Bima yang mawas diri dengan tujuan menyucikan dirinya, agar dapat
menyatu dengan Khaliknya atau pamoring kawula Gusti.
Pengembaraan Bima dalam mencari air suci hingga masuk ke dalam
gua garba Dewaruci dikupas oleh S.Haryanto dengan menerapkan teori
psikoanalisis Freudian. Wejangan Dewaruci yang disampaikan kepada Bima
dalam gua garba, dapat ditafsirkan sebagai wejangan Bima klasik yang sudah
pada taraf superego kepada janin yang masih taraf awal yang berlangsung
dalam gua garba ibu Kunthi. Bima pertapa yang sudah pada ego
mendengarkan wejangan tersebut dengan penuh perhatian.
Ilmu pelepasan (ilmu menghadapi kematian) yang diwejangkan
Dewaruci kepada Bima mencakup tentang kematian dan pegangan hidup.
Dijelaskan bahwa hidup tiada yang menghidupi karena sudah ada sejak
makhluk masih berupa janin. Hidup tidak bersela waktu artinya hidup itu
abadi (langgeng). Dengan demikian yang mengalami kematian adalah raga,
dan raga yang telah mati kembali ke tanah sesuai pernyataan dari debu.
Sedangkan jiwa dan sukma yang menghidupi raga, selama hayat dikandung
badan tidak mengalami kematian, tetapi kembali kepada asalnya, yaitu Yang
Maha Pencipta semesta alam.
Adapun kendala mati yang sempurna adalah keduniaan. Oleh karena
itu, Dewaruci mewejangkan agar tidak terikat kepada sesuatu yang serba
duniawi. Mengenai pandangan hidup yang nyata, Dewaruci mewejangkan
50 Dr. Purwadi , 2003 , Tasawuf Jawa (cet.Kedua) , (Yogyakarta : Narasi) , p 30
Universitas Kristen Petra
42
kepada Bima jangan hanya memenuhi kebutuhan hidup saja, tetapi dia juga
harus menguasai keperluan ajal/mati.
Wejangan Dewaruci mengenai hidup adalah mati dan mati adalah
hidup (mati sajroning ngaurip) menekankan bahwa agar selama orang masih
hidup, nafsu yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan jahat atau
jelek, hendaknya dipadamkan sehingga yang tinggal hanya nafsu yang
mendorong perbuatan baik. Dengan jalan demikian maka manusia dapat
menyatukan diri dengan Khaliknya.51
Selanjutnya Haryanto menyatakan bahwa tokoh Bima dalam cerita
Dewaruci itu menggambarkan satria perkasa dalam kekuatan fisik yang luar
biasa dan juga sebagai seorang wiku dengan kearifan batin.
2.2.6. Tinjauan Serat Dewa Ruci
Dewa Ruci telah diterbitkan dengan transliterasi latin dan terjemahan
bahasa Belanda oleh Poerbatjaraka dalam majalah Jawa (1940). Karya ini
berupa gubahan pendek yang hanya terdiri dari 90 bait dengan metrum
seloka, tapi mengabaikan kaidah kuantitatif. Inti cerita melukiskan perjalanan
Bima yang diutus Durna untuk mencari air yang menghidupkan dan
menyucikan, atas desakan Duryudhana yang mengharapkan kematiannya.
Setelah Bima berhasil membunuh raksasa dan raja naga, sampailah ia di
pulau tengah laut dan berjumpa dengan Dewa Ruci, mahadewa yang
berwujud anak kecil. Bima diberi wejangan ilmu rahasia agung yang
dicarinya, yakni air kehidupan yang menyucikan. Versi lain berbahasa prosa
telah diterbitkan dengan transliterasi latin dan terjemahan bahasa Belanda
sebagai disertasi Prijohoetomo pada tahun 1933.52
Dalam serat Dewa Ruci ini dikisahkan salah satu tokoh dari Pandawa,
yaitu Bima di dalam mencari jati dirinya dan pengetahuan mengenai hakikat
hidupnya. Diceritakan atas permintaan kaum Kurawa, Durna memasang
muslihat untuk melenyapkan Bima dengan menugasinya mencari Tirta
51 Haryanto , 1992 , Bayang-bayang Adiluhung: Filsafat Simbolisme dan Mistik dalam
Wayang , (Semarang : Dahara Prize) , p 130 52 Darusuprapta , 1990 , Ensiklopedi Nasional Indonesia (jilid 4) , (Jakarta : PT. Cipta Adi
Pustaka) , p 331
Universitas Kristen Petra
43
Prawita Adi sebagai sarana pembuka pengetahuan sejati yang bertempat di
hutan Tibrasara, di gunung Candramuka.
Setelah mengirim barisan pendem untuk mencelakakan Arya Sena,
Suyudana pulang ke permaisuri Banowati dan putrinda Leksmanawati
sementara Sangkuni dan Kurawa lengkap berangkat berkuda pada saat yang
sama di Saptapratala. Batara Anantaboga dan Dewi Suparti menerima
Sasmita dewata bahwa Bima menantu mereka akan menerima cobaan.
Gambar 2.13. Komik Wayang “Dewa Ruci”
(Sumber: R.A. Kosasih. “Dewa Ruci”. Bandung: Erlina, 1988)
Dewi Suparti segera silih warna sebagai naga berangkat untuk
membantu sang menantu di perjalanan bersua para Kurawa dan bertempur, namun
para Kurawa segera menyimpang jalan naga jelmaan segera melanjutkan langkah
dan bertapa di gua Sigrangga. Di Sapta Arga, Resi Abyasa sedang dihadapkan
pada Arjuna dan para punakawan melaporkan bahwa Aryasena hendak
dicelakakan danghyang Durna.
Abyasa menyuruhnya mencegah, namun bila berkeras, doakanlah
agar semua langkahnya membawa hasil sepadan di tengah rimba dalam
perjalanan pulang. Arjuna dan punakawan bertemu sepasang macan, yang kesana
Universitas Kristen Petra
44
dan kemari. Macan ditewaskan menjelma menjadi Batara Brahma dan Dewi
Saraswati. Batara Brahma memberi wangsit bahwa Bima akan memperoleh
nugraha brahma dan isteri kembali ke kahyangan.
Yudistira, Bima, Nakula dan Sadewa dan Kresna di Amarta Kresna
ikut menahan Bima agar membatalkan niatnya namun Bima berkeras bahwa
mencari tirta adi di gunung Candramuka adalah bukti baktinya pada guru Durna
serta demi mengejar pemahaman inti pengetahuan sejati. Arjuna datang dan
melaporkan semua yang diketahuinya, Bima tetap tidak bisa ditahan dan pamit
berangkat.
Di gunung Candramuka sang sena bertindak membabibuta segala
bukit batu dan pohon besar dibongkar berantakan namun apa yang dicari tetap tak
bersua, juga Rukmuka dan Rukmakala, sepasang raksasa di gunung Candramuka
murka melihat Arya Sena membongkar hutan semena-mena pertarungan tak
terelakkan dan kedua raksasa musnah kembali ke wujud semula: Hyang Indra dan
Hyang Bayu yang memberikan ajian Jalasengara dan senjata Cikal Druwendra
kemampuan memasuki air tanpa kesulitan (Jalasengara) kedua batara memberi
wisikan pula bahwa sebenarnya permintaan Durna hanyalah tipu daya namun
semua usaha yang dilakukan secara bersungguh-sungguh senantiasa akan berbuah
sepadan sang Bima segera kembali ke Hastina untuk menanyakan pada sang guru
Sekembali di Hastina, Durna memberitahu bahwa tugas terdahulu
hanyalah penguji tekad muridnya tempat yang sebenarnya adalah di tengah
samudra. Bima segera kembali ke Amarta untuk pamit kedua kalinya. Di Amarta
kembali semua menahan kepergian Bima namun sekali lagi Bima tak bisa ditahan
dan berangkat segera. Sesampai di gua Srigangga, Bima disambar oleh naga
Suparti bertempur sejenak naga kalah dan kembali ke wujud aslinya kemudian
membisikkan tentang muslihat Durna namun jangan menurunkan semangat bukti
bakti sang menantu agar tetap memperoleh nugraha. Bima diminta segera
meneruskan ke samudera lalu lenyaplah sang dewi dan sekejap saja, arya sena
(Bima) sudah berada di tepian samudera.
Dengan benak hanya terisi satu tujuan menaati permintaan guru
Durna, sang Bima mencebur ke tengah samudera ombak menyaput sampai ke
leher dan kepala termangu sejenak sang Bima membayangkan ancaman maut
Universitas Kristen Petra
45
namun teringat pada Aji Jalasengara pemberian dewata seekor naga raksasa, sang
nabatnawa, datang menghadang, pertarungan di air membuat seisi samudera
bergolak namun akhirnya sang naga tewas oleh kuku pancanaka. Samudera
kembali hening tenteram sunyi, tak lama kemudian tampaklah seorang anak
bajang di atas air melambai pada bima agar menghampirinya, lalu memberikan
wejangan dengan berbagai ilmu sejati penguak segala rahasia alam semesta. Usai
memberikan wejangan, musnahlah sang Dewa Ruci dan Bima sudah kembali
berada di alam nyata, kembali ke Amarta.
Di tepi samudera menunggu Arya Sangkuni dan para Kurawa,
menduga sudah tewaslah sang tonggak Pandawa. Melihat munculnya sang Bima,
para Kurawa maju mengerubuti. Bima berhasil menghindar, dan hendak segera
kembali ke Amarta. Para Kurawa segera membuntuti dan mengejar. Murung yang
terjadi di Amarta sirna seketika oleh munculnya Arya Bima, yang sehat tak
kurang suatu apa. Wajahnya tampak bersinar cemerlang oleh cahaya surgawi.
Kerusuhan di belakangnya oleh ulah para kurawa segera berhasil dipadamkan
oleh sang Bima. Kurawa bubar berantakan tanpa sisa, Bima segera
menyampaikan segala yang dialaminya kepada Kresna dan kalangan Pandawa
semua berbahagia. Keceriaan alam telah kembali mewarnai istana Amarta, sang
Bima telah menemukan segala yang dikehendakinya pengetahuan tentang hakekat
hidup.
Effendy Zarkasi, dengan mengacu pada pendapat Ki Siswoharsoyo,
mengupas lakon Bima Suci dengan nilai-nilai yang dikandung dalam ajaran
Islam. Beliau membuat ringkasan cerita per-episode dengan diberi komentar
tafsirnya. Secara ringkas analisisnya dapat diungkap sebagai berikut:
a. Bima berguru kepada Resi Durna. Artinya orang yang ingin
mendalami ilmu agama, dia harus berguru kepada orang yang
berilmu. Meskipun kadang-kadang ada orang berilmu yang bertabiat
kurang terpuji. Dalam mencari ilmu seseorang harus selalu berbaik
sangka (khusnudz dzan) terhadap guru, sebagaimana yang telah
dicontohkan oleh Bima terhadap gurunya, Resi Durna.
b. Supaya tujuannya dapat tercapai, Durna menganjurkan Bima untuk
membongkar gunung Reksamuka, artinya orang yang mendalami
Universitas Kristen Petra
46
ilmu tarikat harus melakukan hal-hal yang berat, seberat
membongkar sebuah gunung. Misalnya dia harus menghilangkan
sifat keduniaannya.
c. Bima bertemu dua raksasa besar, Rukmuka dan Rukmakala sewaktu
Bima membongkar gunung Reksamuka. Kedua raksasa itu berhasil
dikalahkan dan dibunuh oleh Bima. Artinya orang yang berusaha
mensucikan diri harus mampu mengurangi semua godaan duniawi.
Sedang Rukmuka melambangkan nafsu pancaindera yang selalu
membawa manusia menuju kesesatan. Sedang Rukmakala
melambangkan akal pikiran yang sering lepas kendali (kebablasen)
sampai membahayakan bagi keselamatannya sendiri. Kedua
rintangan besar itu mampu diatasi oleh Bima meskipun dengan
perjuangan berat.
d. Sesudah dibunuh oleh Bima, kedua raksasa itu berubah menjadi dua
dewa. Karena keduanya telah ditolong dapat kembali berwujud
dewa, Bima diberi anugerah Sabuk Cindhe Wilis dengan Bara
Kembar dan dapat dipakai di paha kanan kiri. Artinya sudah menjadi
kebiasaaan bila seseorang yang hendak menyucikan diri itu hams
man menutup mata dan telinga terhadap ejekan orang lain. Lama-
kelamaan ejekan yang menjadi beban itu akan lenyap juga. Mereka
yang mengejek akhirnya mengakui kebenarannya. Sedang hadiah
(Sabuk Bara dengan Cindhe Kembar) melukiskan orang yang
berpetualang mencari ilmu dengan tekad kuat laksana ikat pinggang
(cindhe). Bara di kanan menun-jukkan perilaku yang harus
melepaskan diri dari sifat yang memegang teguh ajaran guru.
e. Dua dewa menyuruh Bima kembali kepada Resi Durna untuk
menanyakan tempat sesungguhnya Tirta Prawita Sari, sebab di
Gunung Reksamuka tidak ada. Artinya bila mentaati perintah guru,
si murid akan semakin banyak pengalaman yang sebelumnya tidak
pernah diketahui. Benar atau tidak, perintah guru kalau dilaksanakan
akan tetap bermanfaat.
Universitas Kristen Petra
47
f. Bima menghadap gurunya, dan Durna memberi wejangan tentang
keharusan berbakti kepada Dzat yang harus disembah. Kemudian
Bima disuruh mencari Tirta Prawita Sari di dasar lautan. Artinya
seseorang yang sudah mendapat ilmu tarikat. Semakin kuat orang
menuju hakikat agama, maka hal-hal yang menjadi penghambatnya
semakin besar. Adapun tempat Tirta Prawita Sari di dasar laut
memberi makna bahwa untuk sampai pada tingkat makrifatullah
memang sukar, jauh dan dalam. Maka dia harus terjun dan
menyelam dalam lautan. Ini berarti bahwa orang itu itu harus
menyucikan sifat-sifat Allah SWT sebagaimana tersurat dalam
Asmaul Husna.
g. Mendengar niat Bima pergi ke lautan, ibunya dan para Pandawa
menangis dan berusaha mencegahnya. Tetapi tekad Bima tidak bisa
dikendurkan. Artinya seseorang yang sudah terpikat dengan
makrifatullah, dia mesti mau melepaskan diri dari segala hal yang
paling dicintainya.
h. Dalam perjalanan Bima bertemu dengan empat saudaranya tunggal
Bayu. Mereka hendak mencegah kenekadan Bima, tetapi dia lari
meninggalkan mereka. Keempatnya tetap membantu Bima dengan
cara menyatukan diri dengan berwujud Gajah Situbanda. Artinya
seseorang yang hendak mencapai suatu tujuan mulia tetap mendapat
godaan dari keempat nafsu (amarah, lawamah, sufiah dan
muthmainah) yang ada pada dirinya. Bila berhasil, dia harus mampu
mengatasinya.
i. Bima heran karena di lautan dia tetap terapung. Baru setelah Gajah
Situbanda yang menjaganya melepas, Bima tenggelam dalam arus
samudera. Artinya seseorang yang telah berhasil melepaskan
nafsunya, orang tersebut akan terbuka pintu makri-fatullahnya.
j. Ketika Bima hanyut, tiba-tiba ada ular besar yang menggigit tubuh
dan pahanya. Dengan cekatan naga itu ditusuk dengan Kuku
Pancanaka dan mati seketika. Anehnya Bima ikut mati juga. Artinya
naga menurut ilmu hakikat menggambarkan utusan Tuhan yang
Universitas Kristen Petra
48
berwujud malaikat. Malaikat menolong orang yang tidak tahu
tentang nasibnya, agar tidak terlalu lama menderita. Peristiwa ini
mirip dengan Isra’ Mi’raj Nabi Besar Muhammad Saw.
k. Bima tidak menyadari bahwa dirinya sudah berupa suksma. Dia
duduk bersimpuh ketika berhadapan dengan Dewaruci. Dia
mengatakan bahwa dirinya hendak mencari Tirta Prawita Sari.
Kemudian Bima disuruh masuk ke dalam tubuh Dewaruci. Artinya
orang yang mencari tingkatan makrifat kalimat syahadat yang mula-
mula. Untuk mencapai anugerah Tuhan hams dengan jalan sesuai
dengan lahir batinnya.
l. Karena Dewaruci kecil tubuhnya. Bima bingung untuk masuk. Lalu
diberi petunjuk untuk masuk lewat telinga. Dalam tubuh Dewaruci
dia linglung tidak tahu arah. Biar tenang, dia disuruh semedi
sebentar. Artinya meskipun berwujud ruh, dia tetap punya perasaan
dan akal budi. Sudah wajar orang yang berada di alam baru itu
terkejut seperti bayi lahir. Dengan dzikir kepada Allah SWT jiwa
akan tenang damai.
m. Bima menjawab pertanyaan Dewaruci bahwa dirinya merasa berada
di dalam alam agung lengkap dengan segala isinya. Setelah itu
disuruh semedi dan dia melihat lima macam cahaya yang saling
bersaing. Artinya orang yang sudah pada tingkat hakikat agama,
maka jiwanya telah makrifat kepada hakikat alam kabir (besar) dan
saghir (kecil). Sedang kelima cahaya itu melambangkan panca
indera yang cenderung ingin memuaskan hawa nafsu.
n. Bima disuruh semedi lagi dan dia melihat wujud gana berbentuk
emas. Dia merasa di alam indah permai, mulia dan wangi baunya,
dia bemiat tidak pulang ke dunia. Artinya menggambarkan ruh yang
telah berada di surga maya. Meskipun sudah merasa puas dan ingin
menetap disana, tetapi niat itu tidak mungkin karena tugasnya di
Universitas Kristen Petra
49
dunia belum selesai. Kisah ini juga sangat mirip dengan kisah Isra’
Mi’raj Nabi Muhammad Saw.53
2.3. Tinjauan Komik
2.3.1. Pengertian Komik
Komik adalah cerita gambar serial sebagai perpaduan karya seni rupa atau
seni gambar dan seni sastra. Di Perancis, orang menyebutnya sastra ekspresi
grafis. Komik berbentuk rangkaian gambar, masing-masing dalam kotak, yang
keseluruhannya merupakan rentetan satu cerita. Gambar-gambar itu pada
umumnya dilengkapi balon-balon ucapan dan ada kalanya masih disertai narasi
sebagai penjelasan. Komik dimuat secara tetap sebagai cerita bersambung dalam
majalah dan surat kabar, atau diterbitkan sebagai buku dan dalam bentuk
majalah54.
Scott McCloud dalam bukunya Understanding Comics menjelaskan
bahwa maestro komik Will Eisner mendefinisikan komik sebagai seni berturutan,
dan Cloud sendiri mempertegas pemahaman tersebut dengan penjelasan bahwa
komik adalah seni visual berturutan yang terjukstaposisi, yaitu berurutan dalam
jarak yang berdekatan, bersebelahan.55 Berdasar definisi tersebut, menurut Cloud
komik memanfaatkan ruang dalam media gambar untuk meletakkan gambar demi
gambar sehingga membentuk suatu alur cerita yang utuh
Sesungguhnya komik lebih dari sekedar cerita bergambar yang
menghibur, dan bukan pula sekedar bacaan untuk anak-anak ataupun bacaan
murahan pengisi waktu luang sebagaimana stereotype yang tercipta di masyarakat
selama ini. Lebih dari itu, komik merupakan suatu bentuk media komunikasi
visual yang memiliki kekuatan untuk menyampaikan informasi secara populer
dan mudah dimengerti.56 Paduan gambar dan tulisan yang merangkai alur cerita
adalah kekuatan komik. Gambar membuat cerita komik lebih mudah diserap dan
53 Effendi Zarkasi, 1977, Nilai Islam dalam Pewayangan, (Jakarta: Departemen Agama), p
103-126 54 Atmakusumah, 1990, Ensiklopedi Nasional Indonesia (jilid 9), (Jakarta: PT. Cipta Adi
Pustaka), p 54 55 McCloud. Scott , 2001, “Understanding Comics,” (Jakarta: KPG) , p. 5. 56 Karpet Biru, “Komik,”
http//www.mikon.com
Universitas Kristen Petra
50
teks membuatnya lebih mudah dimengerti, sementara alur membuat pesan yang
hendak disampaikan melalui komik dapat lebih mudah untuk diikuti dan diingat.
Sebagai media komunikasi visual, komik dapat diterapkan sebagai alat
bantu pendidikan, menjadi alat promosi bisnis, alat penyuluhan, alat kampanye,
media propaganda, dan pembentuk opini dalam pers.
Sedangkan menurut Imansyah Lubis, S.Sos, Komik adalah media
komunikasi alternatif. Komik sebagai media komunikasi, komunikasi merupakan
sebuah fenomena pemenuhan kebutuhan manusia, terutama kebutuhan sosial,
sejak puluhan ribu tahun yang lampau. Komunikasi didefinisikan sebagai “proses
penyampaian suatu pesan dalam bentuk lambang bermakna sebagai paduan
pikiran dan perasaan berupa ide, informasi, kepercayaan, harapan, himbauan, dan
sebagainya yang dilakukan seseorang kepada orang lain. Gambar pun mengalami
pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan dinamika masyarakat dan
perkembangan teknologi.57
2.3.2. Sejarah dan Perkembangan Komik di Dunia
Komik sudah mulai ada sejak jaman Palaeolithycum di benua Eropa
bagian barat. Terdapat gambar-gambar dalam dinding gua mengenai manusia
yang sedang berburu bison. Ini dibuktikan dengan penemuan sebuah artefak
berupa naskah bergambar pada tahun 1519 temuan Cortes, yang kemudian
diamati oleh Alfonso Caso, sejarawan dan arkeolog asal Mexico.58 Gambar-
gambar bercerita pun dapat ditemukan di Mesir dalam kuburan Firaun yang
berupa rangkaian gambar yang dipadu dengan bentuk huruf Hieroglyph. Hal
tersebut diyakini sebagai awal dari komik yang kita kenal sekarang.
Komik dengan bentuk yang ada masa ini, lahir ketika ditemukannya mesin
cetak oleh Johannes Guttenberg pada abad XVII. Buku komik yang pertama
beredar adalah Punch & Judy yang disebarkan di keramaian massa, lalu di Eropa
dikembangkan bentuk komik yang baru yaitu jenis Comic Strip yang dimuat
dalam media surat kabar. Comic Strip pertama yang muncul adalah Max and
57 Imansyah Lubis, S.Sos. “Komik: Media Komunikasi Alternatif,” Mikon Diffy 22 Desember
2001.http://mikon.diffy.com/mikon/berita/artikel 1.htm 58 McCloud. Scott, p. 10.
Universitas Kristen Petra
51
Mortiz dan Christiphe (Christopher Colombus) karya Wilhelmn Busch pada tahun
1870. Karya tersebut adalah pelopor komik modern saat ini.
Kemudian komik mulai berkembang dengan sangat pesat di Amerika
Serikat, dicetuskan oleh komik berjudul The Yellow Kids, karya Richard Outcalt
pada tahun 1895. Komik ini disebut sebagai pelopor perkembangan cerita
Superhero yang kita kenal sekarang. Perkembangan komik yang sangat
fenomenal di Amerika Serikat ini menyebabkan munculnya banyak figur-figur
komik baru seperti The Katzjenjammer Kids (1897), Mutt and Jeff (1907), The
Captain and The Kids (1914), Blondie (1930), Tarzan (1929) dan Dick Tracy
(1931).
2.3.3. Sejarah dan Perkembangan Komik Indonesia
Sejak jaman dulu di Indonesia sebenarnya sudah ada asal mula komik
Indonesia, hal tersebut dapat dilihat pada dinding-dinding candi yang
menampilkan gambar-gambar adegan perenungan yang terdapat pada dinding
candi Borobudur dan gambar/ relief pada candi Prambanan yang menceritakan
tentang Ramayana.
Di Surakarta bagian selatan, tepatnya di dekat Pacitan ada sebuah desa
yang bernama Gedompol. Di desa tersebut masih tersimpan beberapa gulungan
wayang beber yang menceritakan tentang legenda. Berbeda dengan wayang beber
wayang kulit rangkaian adegan memberi tempat isitmewa kepada gambar. Dalang
membuat berbagai citra dengan bantuan boneka pipih yang dibuat dari kulit yang
diukir dan layar putih segi empat.
Gambar 2.14. Lembar kain berhiaskan gambar satu adegan dari wayang beber.
(Sumber: Marcel Bonneff. “Komik Indonesia”.Jakarta, 1998)
Universitas Kristen Petra
52
Menyerupai Wayang Beber, di Bali pengungkapan gambar visual tidak
menggunakan media kain, melainkan daun lontar dinamakan Prasi yang saat
sekarang sering disebut Lontar Komik. Prasi merupakan naskah lontar bergambar
yang pada umumnya mengangkat kisah Ramayana, Mahabharata dan Tantri.
Sebenarnya tidak ada pengaruh langsung antara relief candi, Wayang Beber, Serat
Damarwulan dan Lontar Komik terhadap lahirnya komik Indonesia, tetapi
peninggalan-peninggalan tersebut menunjukkan bahwa komik telah memiliki akar
di Indonesia dan bukan merupakan hal baru yang datang dari luar.
Gambar 2.15. Komik Strip Put On
(Sumber: Kho Wang Gie. “Put On”. Surat Kabar Sin Po, 1954)
Dalam perkembangannya, komik Indonesia sangat dipengaruhi oleh
budaya Barat dan Cina (1931-1954) melalui sarana media massa. Surat kabar
harian berbahasa Belanda De Orient yang memuat tentang kisah petualangan
angkasa Flash Gordon yang sangat digemari, surat kabar Sin Po yang memuat
komik strip karya Kho Wang Gie dengan kisahnya tentang tokoh jenaka. Surat
kabar Sin Po pula yang memuat tokoh gendut yang lucu bernama Put On pada
awal tahun 1931, Put On digambarkan sebagai pemuda peranakan Cina yang
rcndah hati, bodoh, malang nasibnya, tetapi mempunyai rasa nasionalisme yang
tinggi (Put On pemah dikisahkan memiliki keinginan untuk bergabung menjadi
sukarelawan dalam masa perjuangan merebut Irian Barat). Tokoh ini sangat
disukai pada saat itu, sehingga namanya diakui sebagai julukan untuk orang
Universitas Kristen Petra
53
berperawakan gendut dan bersifat bodoh dalam kehidupan masyarakat. Surat
kabar Sin Po memuat kisah tentang Put On sampai tahun 1960 (surat kabar Sin Po
dilarang terbit pada tahun itu), yang kemudian karena kepopulerannya surat kabar
Warta Bhakti melanjutkan untuk memuat kisah-kisah jenaka mengenai Put On.
Keberhasilan Put On ini di ekor komikus lain dalam menciptakan tokoh yang
sepintas berkarakter sama, namun tidak pernah berhasil melampaui kepopuleran
tokoh Put On59. Sebelum Put On, pada masa Hindia Belanda komik karya Clinge
Doorenbos berjudul Flippie Flink muncul di harian berbahasa Belanda, De Java
Bode (1938). Bersamaan dengan itu Flash Gordon yang termasyhur muncul di
harian DeOrient dan dengan cepat menginspirasi komikus-komikus Indonesia.
Gambar 2.16. Komik Popo si tikus
(Sumber: Marcel Bonneff. “Komik Indonesia”. Jakarta , 1998)
Tahun 1954, banyak komikus lokal yang terpengaruh oleh tokoh-tokoh
komik asing yang saat itu memang banyak digemari. Kapten Komet yang sepintas
mirip sekali dengan Flash Gordon, Sri Asih yang mirip dengan Supergirl atau
Wonder Woman, ataupun Popo si tikus yang menyerupai Mickey Mouse60. Hal ini
mengakibatkan banyaknya kritik dari para pendidik, termasuk gagasan untuk
menghentikan produksi komik untuk selamanya. Menyikapi sikap keras ini,
59 Bonneff. Marcell, 2001, Komik Indonesia (cet. Kedua), ( Jakarta : Kepustakaan Populer
Gramedia ), p 19 60 Ibid, p 24
Universitas Kristen Petra
54
beberapa penerbit seperti Melodi dari Bandung, Keng Po dari Jakarta segera
membuat tujuan baru untuk komik Indonesia. Komik Indonesia haruslah
mengangkat kebudayaan nasional, yang bermanfaat untuk membentuk
kepribadian dan kebanggaan bangsa. Pada saat itulah mulai bermunculan komik
yang bertemakan cerita pewayangan, seperti Lahirnya Gatotkatja (Keng Po),
Raden Palasara karya Johnlo, dan Mahabharata yang legendaris, karya R.A.
Kosasih (Melodi). Kehadiran komik-komik ini disambut dengan baik oleh
masyarakat, begitu pula dari kalangan pendidik yang terpuaskan dengan hadirnya
majalah pendidikan untuk anak-anak, Tjahaja dan Aladin. Majalah ini memuat
cerita bergambar yang mengisahkan tokoh dongeng lokal seperti Pak Katung,
atau Bawang Merah. Komik Indonesia benar-benar mendapat tempat dalam
masyarakat pada masa tersebut, dengan komikus kenamaan seperti R.A.
Kosasih61.
Gambar 2.17. Komik Wayang karya Kosasih
( Sumber: R.A. Kosasih . “Ardjuna Wiwaha”. Bandung: Melodi, 1988)
Setelah 1960, minat pada komik wayang menurun dan mulai berpindah
pada cerita legenda. Walaupun demikian, komik wayang diakui sebagai produk
budaya populer, sebab begitu luasnya dunia pewayangan sehingga setiap orang
61 Bonneff. Marcell, 2001, Komik Indonesia (cet. Kedua), ( Jakarta : Kepustakaan Populer
Gramedia ), p 28
Universitas Kristen Petra
55
dapat mengambil manfaat darinya62. Komik legenda yang sukses pada masa itu
antara lain Lutung Kasarung dan Sangkuriang (legenda Sunda), Nji Rara Kidoel
dan Lara Djonggrang (legenda Jawa), Sedjarah Lahirnja Reog dan Banjuwangi
dari Jawa Timur, Andi-andi Lumut, dan juga Djaka Tingkir. Di antara semuanya,
justru cerita rakyat Sumatra yang memperkaya khasanah perkomikan Indonesia
dengan tema cerita legenda Minangkabau, Tapanuli, Deli Kuno, yang dibidani
oleh kelompok komikus Medan dan diterbitkan oleh penerbit Casso sekitar 1962.
Yang terkenal adalah Pendekar Sorak Merapi. Mirah Tjaga dan Mirah Silu, serta
Hang Djebat Durhaka yang mengadaptasi hikayat Hang Tuah.
Setelah 1965, setelah pergolakan politik Indonesia, mulai bermunculan
komik-komik bertema kehidupan remaja. Ini semacam cooling down dunia
perkomikan Indonesia. Sebab sesudah masa coup d'Etat 1965, banyak komik
disita karena dicurigai menjadi alat propaganda komunis. Komik yang beredar
pada masa sesudahnya lebih banyak menyiratkan moral yang mendorong
semangat revolusi dan nasionalisme kaum muda, seperti tokoh Ilham dalam llham
dan Crosboy. atau Amelia dalam Amelia Perintis di Rimba Kalimantan. Ganjang
Rok Ketat. Rambut Sasak, Pahlawan Tjilik, serta Pesta Pora, Korupsi dan
Achlak. Komik-komik ini muncul sebagai oposan dan komik roman percintaan
yang merupakan produk budaya barat yang mempengaruhi remaja pada masa itu.
Budaya tersebut dibawa oleh genre musik yang biasa disebut British Pop atau
britpop yang diusung oleh band-band british terkenal di awal 1970-an, seperti The
Beatles. Pengaruh britpop dinilai sangat berbahaya bagi budaya timur karena
dianggap merangsang anak muda untuk menyimpang dari nilai-nilai tradisional,
dan melanggar sopan santun hubungan laki-laki dan perempuan.
Era 1970-an, komikus yang terkenal dengan karya-karya mereka yang
bertutur tentang kehidupan sehari-hari remaja adalah Kosasih, Jan Mintaraga,
Zaidy, Teguh Santosa, Wied Sendja, Tati, Hasmi dan Ganes Th. Jan telah
menghasilkan lebih dari seratus cerita komik pada akhir 1970-an, dan ia cukup
terkenal karena beberapa komiknya menghiasi majalah-majalah remaja sampai
akhir 1980-an. Ganes Th. menjadi terkenal setelah karya masterpiece-nya "Si
62 ibid
Universitas Kristen Petra
56
Buta dari Goa Hantu" diangkat ke layar lebar. Sementara Teguh Santosa dikenal
karena kualitas; orisinalitas dan gambarnya yang konstan.
Gambar 2.18. Komik Si Buta Dari Goa Hantu
(Sumber: Marcel Bonneff. “Komik Indonesia”. Jakarta , 1998)
Akhir 1980-an merupakan masa surut komik Indonesia. Dan pasar komik
Indonesia diwarnai oleh komik-komik Eropa, seperti Kisah Petualangan Tintin,
Asterix. Steven Sterk. Smurf. serta komik Amerika seperti Donald Bebek dan
Serial Nina, yang sampai saat ini masih digemari. 1990-an sampai sekarang, pasar
komik saat ini di Indonesia boleh dibilang dikuasai oleh komik bernuansa manga
khas Jepang. Yang sempat terkenal adalah Sailor Moon, Candy-Candy, Pop Corn.
Serial Topeng Kaca. Kung Fu Boy, Magic Knight Ray Earth, Detektif Conan,
Doraemon. Kobo Chan, Sentaro serta Crayon Sinchan. Pengaruh manga sangat
besar terhadap gaya gambar komikus Indonesia. Komikus muda yang berkarya
saat ini pun, banyak yang mendua seperti halnya terjadi di tahun 1954, gaya
visual yang persis sama dengan karakter sebagian besar tokoh komik Jepang
(biasa disebut manga), bahkan dengan latar belakang kebudayaan yang bukan dari
negeri sendiri (baik keadaan lingkungan, kebiasaan hidup, tradisi, pakaian). Hal
Universitas Kristen Petra
57
tersebut dilakukan terutama agar penerbit besar mau untuk mempublikasikan
karya mereka. Sedangkan komikus yang idealis bertahan untuk menonjolkan
kebudayaan sendiri, banyak berkarya dan menerbitkannya tanpa melalui penerbit
resmi dengan jalur distribusi yang tidak resmi pula (biasa disebut dengan komik
underground atau komik indie (independen)).
2.3.4. Segmentasi Komik
Komik memiliki target pembaca yang sangat luas karena beragam tema
dan cerita yang diangkat sehingga komik mampu mencakup target pembaca
dengan usia yang beragam dari anak-anak sampai dengan orang dewasa. Komik
anak-anak lebih cenderung mengarah ke tema kepahlawanan, pendidikan dan hal-
hal yang berbau impian seperti petualangan. Sedangkan komik untuk dewasa
lebih cenderung mengarah ke tema politik, realita kehidupan, dan roman.
Meskipun tema komik yang sudah ada saat ini, cukup luas terbit di
Indonesia, komik masih dianggap sebagai media hiburan untuk anak-anak.
Karena komik dianggap sebagai media bacaan yang memiliki dampak negatif
terhadap anak-anak, maka penerbit di Indonesia kurang memperhatikan
pemberian rating untuk komik-komik yang beredar, sehingga segmentasi usia
menjadi tidak berlaku dan sering menimbulkan kesalah pahaman karena tidak
sampai ke target yang hendak dituju.
2.4. Tinjauan Remaja Sebagai Target Audience Perancangan
Remaja, sebagaimana yang dikatakan Musthafa Fahmi, adalah sosok
manusia yang belum matang. Hal ini dikarenakan remaja berada pada fase
perkembangan antara anak-anak dan dewasa. Karena keberadaannya itulah maka
remaja dikatakan sebagai tahapan usia yang belum matang. Remaja juga disebut
sebagai usia pencarian identitas atau jati diri. Dalam proses pencarian jati din
(aku), remaja selalu mencoba dan mencoba apa yang cocok pada dirinya. Di
samping itu, remaja juga mencari bentuk dirinya kelak di kemudian hari.
Selama proses ini remaja selalu berinteraksi dengan lingkungannya, baik
lingkungan dalam bentuk jasmani ataupun rohani. Keberadaan lingkungan
demikian dekatnya dengan remaja sehingga apa yang terdapat dalam lingkungan
Universitas Kristen Petra
58
akan dengan mudah diindera. Akibat dari keadaan ini maka dalam jangka panjang
remaja akan terbentuk sesuai dengan lingkungan yang membentuknya.
Dalam kenyataan, lingkungan ada yang baik dan ada yang buruk.
Lingkungan yang baik akan membentuk remaja menjadi baik dan lingkungan
yang buruk akan membentuk remaja menjadi buruk pula. Peran lingkungan
memang demikian besar dalam proses pembentukan remaja, disamping faktor
hereditas.
Remaja harus pandai menentukan di mana harus berada, pada siapa harus
berteman. bagaimana harus bersikap pada lingkungan yang tidak baik, ia harus
menjadi apa dan siapa, bagaimana harus berbuat. Hal ini penting sebab akan
memberikan gambaran tentang sosok remaja bersangkutan. Bila gagal dalam
menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas maka akan menjadi sosok remaja yang
tidak diinginkan. Sungguh ironis apabila remaja menjadi manusia yang
mengalami keterasingan, baik dari diri sendiri, keluarga, lingkungan dan
Tuhannya. Bila hal ini terjadi maka remaja akan kehilangan arahnya dan dirinya.
Remaja bukan lagi menjadi dirinya, bukan bagian dari lingkungannya dan jauh
dari Tuhan. Dampak selanjutnya adalah remaja akan berbuat semaunya karena
merasa tidak lagi menjadi bagian dari lingkungannya. sekalipun perbuatannya
merugikan diri sendiri, keluarga dan lingkungannya. Ia menjadi manusia yang
tidak memiliki sense of responsibility, cuek dan acuh tak acuh.
Masa remaja adalah masa pertumbuhan yang sangat labil, sehingga pada
masa pertumbuhan ini diperlukan adanya bimbingan moral sejak dini, baik dari
pihak orang tua maupun sekolah. Bimbingan dapat dilakukan dengan memberikan
perhatian yang lebih, pengertian diri dan pemberian nasehat-nasehat yang baik.
Tindakan kekerasan dan pemaksaan pada remaja akan membuat diri mereka
memberontak, dan dapat berakibat buruk.
2.5. Tinjauan Gaya Pop-up
2.5.1. Pengertian Gaya Pop-up
Gaya yang dimaksudkan dalam perancangan ini adalah ragam, cara, rupa,
bentuk yang khusus dalam karya cerita bergambar. Gaya Pop-up sendiri
Universitas Kristen Petra
59
merupakan bentuk timbul pada kertas yang berbentuk tiga dimensi (3-D) ketika
halaman kertas tersebut dibuka.63
2.5.2. Sejarah Pop-up
Pop-up pertama kali dikenal pada tahun 1306 pada manuskrip-manuskrip
astrologi. Kemudian pada tahun 1700, untuk pertama kalinya pop-up digunakan
sebagai media kreativitas pada buku cerita bergambar anak, namun hanya sebagai
pembungkus buku tersebut. Hingga pada akhimya, gaya Pop-up mulai sering
digunakan terutama setelah berbagai macam kartu ucapan digunakan. Seperti
kartu Natal yang pertama kali dibuat tahun tahun 1843 oleh John Calcott Horsley
di Inggris, kartu valentine pertama tahun 1400 yang dibuat museum British, kartu
paskah, dan sebagainya. Kartu-kartu tersebut yang memicu inspirasi gaya Pop-up
untuk pertama kalinya. Tokoh-tokoh Pop-up yang berpengaruh besar pada
perkembangan pop-up hingga saat ini adalah David Carter, Joan Irvine, James
Diaz Margineer, Paul Jackson Forrester, Duncan Brimmingham, Barbara Reid,
Masahiro Chatani, dan Clive Glifford.64
63 http://www.dictionary.com 64 http://www.custompopups.com
Top Related