7/25/2019 186745_ringkasan Resusitasi Neonatus
1/15
Dengan dilakukannya resusitasi neonatus dan perawatan pasca resusitasi oleh dokter
dan tenaga kesehatan profesional diharapkan dapat membantu usaha pencapaian tujuan
keempat dariMillenium Development Goals2015, yaitu menurunkan angka kematian anak.4
Bayi yang membutuhkan resusitasi saat lahir memiliki risiko untuk mengalami
perburukan kembali walaupun telah tercapai tanda vital yang normal. Ketika ventilasi dan
sirkulasi yang adekuat telah tercapai, bayi harus dipantau atau ditransfer ke tempat yang
dapat dilakukan monitoring penuh dan dapat dilakukan tindakan antisipasi, untuk
mendapatkan pencegahan hipotermia, monitoring yang ketat dan pemeliharaan fungsi
sistemik dan serebral. Selama transportasi, neonatus yang sakit kritis tersebut sangat rentan
terkena rangsang yang berbahaya, seperti suara, goncangan, dan ketidakstabilan temperatur,
dimana semua hal tersebut dapat menambah ketidakstabilan neonatus yang sedang berusaha
mempertahankan homeostasis tubuhnya.
Resusitasi pada bayi baru lahir adalah prosedur yang diaplikasikan pada BBL
yang tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa
saat setelah lahir.
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi
darah uteroplasenta sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang yang
mengakibatkan hipoksia bayi di dalam rahim dan dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru
lahir. Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada
bayi baru lahir, diantaranya adalah:3,5
1. Faktor ibu: Pre-eklampsi dan eklampsi, pendarahan abnormal (plasenta previa atau
solusio plasenta), kehamilan lewat waktu (sesudah 42 minggu kehamilan), partus lama
(rigid serviks dan atonia/ insersi uteri), ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang
terus-menerus mengganggu sirkulasi darah ke plasenta, perdarahan banyak (plasenta
previa dan solutio plasenta).
2.
Faktor tali pusat seperti lilitan tali pusat, tali pusat pendek, simpul tali pusat, prolapsus
tali pusat.
3. Faktor bayi seperti bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan), persalinan dengan
tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep),
kelainan bawaan (kongenital), air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan).
Kondisi-kondisi yang memerlukan tindakan resusitasi adalah:
Sumbatan jalan napas : akibat lendir / darah / mekonium, atau akibat lidah yang jatuh ke
posterior.
7/25/2019 186745_ringkasan Resusitasi Neonatus
2/15
Kondisi depresi pernapasan akibat obat-obatan yang diberikan kepada ibu misalnya obat
anestetik, analgetik lokal, narkotik, diazepam, magnesium sulfat, dan sebagainya
Kerusakan neurologis.
Kelainan / kerusakan saluran napas atau kardiovaskular atau susunan saraf pusat, dan /atau kelainan-kelainan kongenital yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan /
sirkulasi.
Syok hipovolemik misalnya akibat kompresi tali pusat atau perdarahan.
Resusitasi lebih penting diperlukan pada menit-menit pertama kehidupan. Jika
terlambat, bisa berpengaruh buruk bagi kualitas hidup individu selanjutnya
Penilaian bayi baru lahir
Diperkirakan 10% bayi baru lahir membutuhkan bantuan untuk bernapas pada saat
lahir dan 1% saja yang membutuhkan resusitasi yang ekstensif. Penilaian awal saat lahir
harus dilakukan pada semua bayi. Penilaian awal itu ialah: apakah bayi cukup bulan,
apakah bayi menangis atau bernapas, dan apakah tonus otot bayi baik. Jika bayi lahir
cukup bulan, menangis, dan tonus ototnya baik maka tidak perlu dilakukan resusitasi,
cukup bayi dikeringkan dan dipertahankan tetap hangat. Hal ini dilakukan dengan bayi
berbaring di dada ibunya dan tidak dipisahkan dari ibunya. Apabila ada satu dari tiga kriteria
yang tidak terpenuhi, maka perlu dilakukan resusitasi pada neonatus tersebut.
Berikut ini adalah rekomendasi utama untuk resusitasi neonatus:3
1. Penilaian setelah langkah awal ditentukan oleh penilaian simultan dua tanda vital yaitu
frekuensi denyut jantung dan pernapasan. Oksimeter digunakan untuk menilai oksigenasi
karena penilaian warna kulit tidak dapat diandalkan.
2.
Untuk bayi yang lahir cukup bulan sebaiknya resusitasi dilakukan dengan udara dibanding
dengan oksigen 100%.
3.
Oksigen tambahan diberikan dengan mencampur oksigen dan udara (blended oxygen), dan
pangaturan konsentrasi dipantau berdasarkan oksimetri.
4. Bukti yang ada tidak cukup mendukung atau menolak dilakukannya pengisapan trakea
secara rutin pada bayi dengan air ketuban bercampur mekonium, bahkan pada bayi dalam
keadaan depresi (lihat keterangan pada Langkah Awal).
5. Rasio kompresi dada dan ventilasi tetap 3:1 untuk neonatus kecuali jika diketahui adanya
penyebab jantung. Pada kasus ini rasio lebih besar dapat dipertimbangkan.
7/25/2019 186745_ringkasan Resusitasi Neonatus
3/15
6. Terapi hipotermia dipertimbangkan untuk bayi yang lahir cukup bulan atau mendekati
cukup bulan dengan perkembangan kearah terjadinya ensefalopati hipoksik iskemik
sedang atau berat, dengan protokol dan tindak lanjut sesuai panduan.
7. Penghentian resusitasi dipertimbangkan jika tidak terdeteksi detak jantung selama 10
menit. Banyak faktor ikut berperan dalam keputusan melanjutkan resusitasi setelah 10
menit.
8. Penjepitan talipusat harus ditunda sedikitnya sampai satu menit untuk bayi yang tidak
membutuhkan resusitasi. Bukti tidak cukup untuk merekomendasikan lama waktu untuk
penjepitan tali pusat pada bayi yang memerlukan resusitasi.
Langkah awal resusitasi
Langkah awal resusitasi ialah memberikan kehangatan dengan meletakkan bayi
di bawah pemancar panas, memposisikan bayi pada posisi menghidu/sedikit tengadah
untuk membuka jalan napas, membersihkan jalan napas jika perlu, mengeringkan
bayi, dan stimulasi napas. Membersihkan jalan napas:3
Jika cairan amnion jernih, pengisapan langsung segera setelah lahir tidak dilakukan
secara rutin, tetapi hanya dilakukan bagi bayi yang mengalami obstruksi napas dan
yang memerlukan VTP.
Jika terdapat mekonium, bukti yang ada tidak mendukung atau tidak menolak
dilakukannya pengisapan rutin pada bayi dengan ketuban bercampur mekonium dan
bayi tidak bugar atau depresi. Tanpa penelitian (RCT), saat ini tidak cukup data untuk
merekomendasikan perubahan praktek yang saat ini dilakukan. Praktek yang
dilakukan ialah melakukan pengisapan endotrakeal pada bayi dengan pewarnaan
mekonium yang tidak bugar. Namun, jika usaha intubasi perlu waktu lama dan/atau
tidak berhasil, ventilasi dengan balon dan sungkup dilakukan terutama jika terdapat
bradikardia persisten.
Setelah jalan nafas dibersihkan, keringkan bayi dan stimulasi. Pada bayi dengan berat
!1500 gram, bayi langsung dibungkus plastik bening tanpa dikeringkan terlebih dahulu
kecuali wajahnya, kemudian dipasang topi. Bayi tetap dapat di stimulasi walaupun dipasang
topi. Stimulasi taktil dapat dilakukan dengan menepuk atau menjentik telapak kaki dengan
hati-hati, menggosok punggung atau perut. Melakukan rangsang taktil terus menerus pada
bayi yang apneu adalah berbahaya dan tidak boleh dilakukan. Setelah dilakukan stimulasi
7/25/2019 186745_ringkasan Resusitasi Neonatus
4/15
atau rangsang pernapasan, posisikan kembali bayi dengan benar dan observasi pernapasan,
denyut jantung dan tonus otot.
Penilaian pernapasan
Setelah langkah awal selesai dilakukan dan bayi sudah diposisikan kembali, maka
dilakukan penilaian terhadap pernapasan, denyut jantung, tonus otot dan warna kulit.2,3
Apabila bayi tidak bernafas atau megap-megap saat bernafas atau denyut jantung
30 cmH20 dan selanjutnya 15-20
cmH2O dengan frekuensi 40-60x/menit. VTP dilakukan selama 30 detik sebanyak 20-30
kali, dengan fase eskpirasi lebih lama daripada fase inspirasi. Setelah 30 detik ventilasi,
dilakukan penilaian frekuensi jantung. Apabila denyut jantung >100x per menit dan target
saturasi tercapai tanpa alat, maka lanjutkan ke perawatan obseravasi, apabila pasien
menggunakan alat maka lanjutkan ke perawatan pasca resusitasi.
Tabel 2.1 Target SpO2 pada saat lahir2
Waktu dari lahir Target SpO2 preduktal
1 menit 60-70%
2 menit 65-85%
3 menit 70-90%
4 menit 75-90%
5 menit 80-90%
10 menit 85-90%
Apabila neonatus dapat bernapas spontan, perhatikan apakah neonatus mengalami distress
napas (takipneu, retraksi atau merintih) atau sianosis sentral persisten tanpa distress
napas. Apabila ada distress napas maka diberikan continuous positive airway pressure
(CPAP) dengan PEEP 5-8 cmH2O dan dilakukan pemantauan saturasi oksigen. Apabila
7/25/2019 186745_ringkasan Resusitasi Neonatus
5/15
denyut jantung >100x per menit dan target saturasi tercapai tanpa alat, maka lanjutkan ke
perawatan obseravasi, apabila pasien menggunakan alat maka lanjutkan ke perawatan
pasca resusitasi. Apabila gagal CPAP, PEEP 8 cmH20 dan FiO2 >40% dengan distress
napas, maka pertimbangkan intubasi. Apabila terjadi sianosis sentral persisten tanpa
distress napas, pertimbangkan suplementasi oksigen dan lakukan pemantauan SpO2.
Apabila laju denyut jantung >100x per menit dan target saturasi oksigen tercapai tanpa
alat, lanjutkan ke perawatan observasi, jika dengan alat maka lanjutkan ke perawatan
resusitasi. Penggunaan oksimetri nadi (pulse oximetry) direkomendasikan jika resusitasi
diantisipasi, VTP diperlukan lebih dari beberapa kali napas, sianosis menetap, oksigen
tambahan diberikan.
Apabila setelah dilakukan resusitasi dengan VTP dan denyut jantung tetap
7/25/2019 186745_ringkasan Resusitasi Neonatus
6/15
dan tulang belakang. Teknik ini mempunyai keuntungan dibandingkan dengan teknik dua
jari karena memperbaiki tekanan puncak sistolik dan perfusi koroner tanpa komplikasi.
Teknik ini mempunyai keterbatasan yaitu tidak dapat dilakukan secara efektif bila bayi
besar dan tangan penolong kecil dan lebih sulit bila diperlukan akses tali pusat untuk
memberi obat. Apabila menggunakan teknik dua jari, ujung jari tengah dan telunjuk atau
jari manis dari satu tangan digunakan untuk menekan. Kedua jari tegak lurus dinding
dada dan penekanan dengan ujung jari. Tangan lain harus digunakan untuk menopang
bagian belakang bayi sehingga penekanan pada jantung antara tulang dada dan tulang
belakang menjadi lebih efektif. Dengan tangan ke dua menopang bagian belakang, dapat
dirasakan tekanan dan dalamnya penekanan dengan lebih mudah. Teknik dua jari lebih
melelahkan dibandingkan dengan teknik dua ibu jari. Kompresi harus dilakukan dengan
hati-hati supaya tidak merusak organ di bawahnya.
Apabila telah dilakukan resusitasi seperti diatas dan denyut jantung setelah 30 detik
tetap
7/25/2019 186745_ringkasan Resusitasi Neonatus
7/15
rendah. Pada neonatus kadar glukosa darah harus dipertahankan pada kadar 50-110 mg/dl.
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk stabilisasi gula darah neonatus adalah:
1. Memberikan makanan parenteral. Kebanyakan neonatus yang perlu ditransportasi terlalu
sakit untuk mentoleransi makanan peroral. Pada bayi sakit, sebaiknya menunda
pemberian makanan peroral karena bayi yang sakit seringkali mengalami distres
pernafasan, sehingga meningkatkan risiko terjadinya aspirasi isi lambung ke paru. Selain
itu ketika bayi mengalami distres pernafasan mereka memiliki koordinasi menghisap,
menelan dan bernafas yang buruk. Pada keadaan tertentu, misalnya infeksi dapat
memperlambat pengosongan isi lambung karena ileus intestinal. Isi gaster dapat
mengalami refluks ke esofagus dan teraspirasi ke paru. Pada bayi yang mengalami
asfiksia, kadar oksigen dan tekanan darah yang rendah, sehingga aliran darah ke usus
menurun sehingga meningkatkan risiko terjadinya jejas iskemik.
2. Memberikan glukosa melalui jalur intravena. Memberikan kebutuhan energi bagi bayi
yang sakit melalui cairan intravena yang mengandung glukosa merupakan komponen
penting dalam stabilisasi bayi, karena otak bayi memerlukan suplai glukosa yang cukup
untuk berfungsi dengan normal. Cairan yang mengandung glukosa harus segera diberikan
melalui jalur intravena kepada bayi sakit. Jalur intravena dapat diberikan di tangan, kaki
atau kulit kepala. Apabila jalur perifer sulit didapatkan maka dapat digunakan jalur vena
umbilikal untuk pemberian cairan dan obat-obatan.
3. Beberapa neonatus berisiko tinggi mengalami hipoglikemia. Bayi yang berisiko tinggi
mengalami hipoglikemia diantaranya adalah bayi prematur (usia kehamilan
7/25/2019 186745_ringkasan Resusitasi Neonatus
8/15
T-temperature
Hipotermia merupakan kondisi yang dapat dicegah dan sangat mempengaruhi
morbiditas dan mortalitas, khususnya pada bayi prematur. Maka, usaha untuk
mempertahankan suhu normal bayi dan pencegahan hipotermia selama stabilisasi sangatlah
penting. Bayi yang berisiko tinggi mengalami hipotermia adalah bayi prematur, berat badan
rendah (khususnya berat badan kurang dari 1500 gram), bayi kecil untuk masa kehamilan,
bayi yang mengalami resusitasi yang lama, bayi yang sakit berat dengan masalah infeksi,
jantung, neurologis, endokrin dan bedah, bayi yang hipotonik akibat sedatif, analgesik, atau
anestesi. Konsep utama dalam pencegahan hipotermi pada bayi pasca resusitasi adalah
sebagai berikut:6
1. Pemeliharaan suhu badan normal harus diprioritaskan baik pada bayi sakit maupun sehat.
Untuk bayi sehat dapat dilakukan dengan menggunakan selimut hangat, menjauhkan kain
basah, meletakkan anak di dada ibu (skin to skin contact), menggunakan topi dan pakaian.
Pada bayi sakit biasanya bayi tidak menggunakan pakaian dan diletakkan di atas radiant
warmer untuk memudahkan observasi dan tindakan. Selama resusitasi dan stabilisasi,
risiko terjadinya stres dingin dan hipotermia sangat meningkat, sehingga usaha
pencegahan hipotermia harus ditingkatkan.
2.
Bayi prematur dan berat badan rendah sangat rentan mengalami hipotermia. Bayi masih
memiliki kesulitan dalam mengatur keseimbangan antara produksi dan kehilangan panas,
terutama pada bayi prematur dan bayi kecil masa kehamilan. Hal ini disebabkan karena
perbandingan antara luas permukaan dan massa tubuh yang lebih besar, kulit imatur yang
lebih tipis, dan lemak coklat yang lebih sedikit. Masalah ini lebih berisiko pada bayi
dengan berat
7/25/2019 186745_ringkasan Resusitasi Neonatus
9/15
7/25/2019 186745_ringkasan Resusitasi Neonatus
10/15
menandakan bahwa bayi mulai kelelahan, atau sekunder karena cedera otak (hipoksik
iskemik-ensefalopati, edema otak atau perdarahan intrakranial), obat-obatan (opioid), atau
syok.
2. Usaha nafas. Selain takipnea, tanda distres pernafasan lain diantaranya: Retraksi, dapat
dilihat didaerah suprasternal, substernal, interkostal, subkostal. Grunting, pernafasan
cuping hidung. Apnea, nafas megap-megap, atau periodic breathing.
3. Kebutuhan oksigen. Apabila bayi mengalami sianosis di udara ruangan dan distres
pernafasan ringan atau sedang, maka oksigen diberikan melalui hidung. Pada keadaan
bayi mengalami distres pernafasan berat, dapat diberikan tindakan yang lebih agresif
seperti Continous Positive Airway Pressure (CPAP), atau intubasi endotrakeal.
4. Saturasi oksigen. Saturasi oksigen harus dipertahankan agar di atas 90 %.
5. Analisis gas darah. Evaluasi dan interpretasi gas darah penting untuk menilai derajat
distres pernafasan yang dialami oleh bayi.
Dalam menentukan derajat distres pernafasan, penting untuk menilai laju pernafasan,
usaha nafas, kebutuhan oksigen, saturasi oksigen, rontgen dada dan analisis gas darah.
Berikut merupakan penilaian derajat distres pernafasan pada neonatus:
a. Ringan: nafas cepat tanpa membutuhkan oksigen tambahan, tanpa atau terdapat tanda
distres minimal.
b. Sedang: sianotik pada suhu kamar, terdapat tanda distres pernafasan dan analisis gas
darah yang abnormal.
c. Berat: sianosis sentral, berusaha kuat untuk bernafas, dan analisis gas darah yang
abnormal. Progresivitas distres pernafasan dari ringan, sedang menjadi berat dapat
terjadi dengan cepat, oleh karena itu pemantauan yang kontinyu dibutuhkan sehingga
penyediaan bantuan nafas dapat segera diberikan.
B-Blood pressure.
Curah jantung yang mencukupi diperlukan untuk mempertahankan sirkulasi. Cara
yang terbaik untuk mempertahankan sirkulasi adalah dengan memberikan cairan dan
elektrolit yang adekuat. Pada bayi sakit berat harus dipantau tanda-tanda syok. Syok adalah
keadaan dimana terjadi perfusi dan pengiriman oksigen ke organ vital yang inadekuat atau
suatu keadaan yang kompleks dari disfungsi sirkulasi yang berakibat terganggunya suplai
oksigen dan nutrien untuk memenuhi kebutuhan jaringan. Kegagalan dalam mengenali dan
7/25/2019 186745_ringkasan Resusitasi Neonatus
11/15
menangani syok dapat berakibat gagal organ multipel dan kematian pada bayi, oleh karena itu
penanganan syok harus dilakukan secara agresif. Bayi yang mengalami syok dapat memiliki
tanda-tanda berikut ini:5,6
a.
Usaha nafas. Takipnea, retraksi, pernafasan cuping hidung, grunting, apnea, gasping.
b. Nadi, Pada keadaan syok denyut nadi dapat melemah atau tidak teraba.
c. Perfusi perifer. Perfusi yang buruk akibat vasokonstriksi dan menurunnya curah jantung
memanjangnya waktu pengisian kapiler (>3 detik), mottling dan kulit teraba dingin.
Tanda perfusi yang adekuat diantaranya adalah waktu pengisian kapiler yang cepat,
warna tidak sianosis atau pucat, denyut nadi yang kuat, output urin yang adekuat dan
kesadaran yang baik.
d.
Warna, Kulit bayi tampak sianosis atau pucat. Oksigenasi dan saturasi harus dievaluasi
secara berkala. Pemeriksaan gas darah juga dapat dilakukan untuk mengetahui adanya
asidosis respiratorik atau metabolik.
e.
Frekuensi jantung. Frekuensi jantung normal adalah 120-160 kali/menit, namun dapat
bervariasi sekitar 80-200 kali/menit tergantung dari aktivitas bayi. Pada keadaan syok,
denyut jantung dapat berupa bradikardia (180 kali/menit).
f.
Jantung. Evaluasi adanya murmur dan pembesaran jantung pada rontgen dada.g.
Tekanan darah. Tekanan darah saat syok dapat normal atau hipotensi. Hipotensi
merupakan tanda terakhir dari dekompensasi jantung. Hal lain yang harus dievaluasi
adalah tekanan nadi. Nilai normal tekanan nadi pada bayi cukup bulan adalah 25-30
mmHg, sedangkan pada bayi kurang bulan nilai normalnya adalah 15-25 mmHg. Tekanan
nadi yang sempit menunjukkan vasokonstriksi, gagal jantung atau curah jantung yang
rendah. Sedangkan tekanan nadi yang lebar dapat terjadi pada duktus arteriosus persisten
atau malformasi arteri vena.
L-Laboratory studies
Pemantauan elektrolit direkomendasikan pada neonatus yang mengalami kejang atau
usia>24 jam dan dalam keadaan tidak bugar. Elektrolit yang harus diperiksa adalah kadar
natrium, kalium dan kalsium. Selain itu perlu dilakukan juga pemeriksaan tanda infeksi,
karena sistem imun neonatus masih imatur dan berisiko tinggi untuk mengalami infeksi.
Tanda klinis sepsis diantaranya distres pernafasan, perfusi kulit yang abnormal, suhu yang
tidak stabil, denyut jantung dan tekanan darah yang abnormal, serta intolerasi terhadap
7/25/2019 186745_ringkasan Resusitasi Neonatus
12/15
minum. Apabila dicurigai adanya sepsis berdasarkan klinis dan riwayat maternal, harus
dilakukan pemeriksaan kultur darah dan darah lengkap bila memungkinkan. Pemberian
antibiotik intravena tidak boleh ditunda apabila pemeriksaan kultur darah tidak dapat
dilakukan. Pada bayi yang sakit berat atau pada saat sebelum transportasi, antibiotik harus
diberikan sampai kemungkinan infeksi sudah tersingkirkan. Pemeriksaan laboratorium yang
dilakukan:6
a. Sebelum transportasi. Pemeriksaan berikut (4-B) harus dilakukan sebelum dilakukan
transportasi: Blood count (pemeriksaan darah rutin), Blood culture (kultur darah), Blood
glucose (kadar glukosa darah), Blood gas (analisis gas darah).
b. Setelah transportasi Pemeriksaan laboratorium setelah transportasi tergantung dari
riwayat, faktor risiko, dan gejala klinis dari bayi. Pemeriksaan yang dapat dilakukan
diantaranya pemeriksaan C-reactive protein (CRP), elektrolit (natrium, kalium, kalsium),
fungsi ginjal (ureum, kreatinin), fungsi hati (SGOT, SGPT, bilirubin, pT, aPTT,
fibrinogen, D-dimer).
E-Emotional support
Keluarga dari bayi yang mengalami krisis biasanya akan mengalami rasa bersalah,
marah, tidak percaya, merasa gagal, tidak berdaya, takut dan depresi. Orang tua dari bayi
akan mengalami beberapa tahapan emosional dalam menghadapi keadaan bayinya, yaitu:6
1). Terkejut. Pada masa ini pikiran orang tua dipenuhi dengan berbagai pertanyaan, seperti
bagaimana nasib bayi selanjutnya? Bagaimana kehidupan mereka selanjutnya? Sehingga
orang tua akan sulit berpikir dengan jernih, dan perlu mendapatkan penjelasan mengenai
kondisi bayinya berulang kali.
2). Menyangkal. Pada masa ini orang tua tidak mempercayai kenyataan yang terjadi. Orang
tua cenderung mencari bukti-bukti lain yang dapat membuktikan bahwa keadaan tersebut
tidak benar.
3). Berkabung, sedih dan takut. Pada masa ini orang tua sudah mulai menerima bahwa
keadaan anaknya tidak seperti yang diharapkan, mulai merasa sedih dengan beban yang harus
mereka pikul, dan takut bahwa bayi mereka akan meninggal atau menjadi tidak normal. 4.
Marah dan merasa bersalah. Pada tahap selanjutnya orang tua akan merasa marah karena bayi
mereka sakit, marah mengapa hal tersebut terjadi pada mereka. Jadi pada tahap ini, karena
7/25/2019 186745_ringkasan Resusitasi Neonatus
13/15
mereka tidak bisa marah kepada bayinya, mereka cenderung akan marah kepada orang-orang
yang ada di sekitarnya.
4). Tahap ekuilibrium dan terorganisir. Pada masa ini orang tua mulai mengerti mengenai
kondisi bayinya dan mulai berinteraksi dengannya. Tahapan-tahapan tersebut penting untuk
diketahui agar dapat lebih mengerti mengenai kondisi mereka dan dapat memberikan
dukungan emosi, serta menawarkan bantuan untuk membantu keluarga melewati masa
kritisnya. Keluarga sedapat mungkin memperoleh informasi secara kontinyu mengenai
perkembangan keadaan anaknya. Kontak sedini mungkin antara orang tua dengan anaknya
sangatlah penting. Dukungan emosi yang diberikan kepada keluarga dapat diberikan sebelum,
pada saat bahkan sesudah bayi ditransfer ke tempat yang lebih intensif. Setelah bayi
dilakukan resusitasi dan akan ditransfer ke tempat yang lebihintensif, orang tua bayi harus
diperbolehkan untuk melihat dan menyentuh bayi mereka dahulu. Apabila tidak
memungkinkan, maka sebelum dipindahkan, bayi disinggahkan terlebih dahulu ke kamar ibu
untuk mempertemukan mereka secara singkat. Sebaiknya keluarga diperbolehkan untuk
memotret atau merekam bayi. Hal ini dapat membantu menenangkan ibu yang akan berpisah
dengan bayinya. Pada saat akan ditransfer, orang tua harus mendapatkan penjelasan kembali
mengenai kondisi anak mereka. Penjelasan harus singkat dan mudah dimengerti agar orang
tua dapat mengerti. Orang tua juga harus diberikan kesempatan untuk bertanya apabilaterdapat hal yang tidak dimengerti. Penjelasan mengenai kondisi anak pertama kali harus
diberikan kepada orang tua bayi, tidak diperkenankan untuk memberitahukan mengenai
kondisi anak kepada orang lain, tanpa seijin orang tua. Setelah bayi ditransfer ke ruang
intensif, orang tua tetap harus mendapatkan dukungan. Salah satunya adalah dengan cara
membiarkan orang tua menengok bayinya serta membiarkan mereka mengetahui dan
memantau terus kondisi bayinya.
Penghentian resusitasi
Penghentian resusitasi dipertimbangkan jika tidak terdeteksi detak jantung selama 10
menit. Banyak faktor ikut berperan dalam keputusan melanjutkan resusitasi setelah 10 menit.
Dan resusitasi dapat tidak dilakukan pada kehamilan
7/25/2019 186745_ringkasan Resusitasi Neonatus
14/15
7/25/2019 186745_ringkasan Resusitasi Neonatus
15/15