7/29/2019 05_Epilepsi_Lobus_Temporalis
1/2
EPILEPSI LOBUS TEMPORALIS
Darto Saharso
BATASAN
Kejang berulang tanpa provokasi yang berasal dari medial atau lateral lobus temporalis, biasanya
berupa kejang parsial sederhana tanpa gangguan kesadaran, dengan atau tanpa aura, dan dapat
berupa kejang parsial kompleks dengan gangguan kesadaran. (ILAE-1985)
PATOFISIOLOGI
Lima puluh persen epilepsi merupakan tipe parsial dan epilepsi parsial merupakan epilepsi lobus
temporalis (ELT). Pada epilepsi lobus temporalis sering didapatkan sklerosis pada daerah
hipokampus. Sklerosis ini akan menyebabkan kematian sel daerah hipokampus pada regio CA1,
CA3 dan hilus dentatus.
Penyebab yang sering menimbulkan epilepsi lobus temporalis ini adalah :
Post infeksi SSP (ensefalitis herpes simpleks dan meningitis bakteri)
Trauma kepala yang menimbulkan ensefalomalasia dan sikatrik korteks
Glioma
AVM
Hamartomas
Genetik
Kejang demam komplikata
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS
Anamnesis :
Aura dijumpai pada 80% penderita ELT. Aura yang timbul dapat berupa gejala
penciuman, ilusi, halusinasi penglihatan dan halusinasi pendengaran. Kadang ditemukan
adanya distorsi menilai ukuran benda dan jarak penderita dengan obyek. Pnenomena
psikis yang dapat timbul adalah dejavu, depersonalisasi dan derealisasi. Juga dapat
disertai dengan perasaan cemas dan takut.
Pemeriksaan fisik :
o Penderita menjadi diam
o Mata melebar, pupil dilatasi
o Otomatisasi gerak bibir, gerakan mengecap, mengunyah atau menelan berulang
o Postur distonik unilateral tungkai
Pemeriksaan radiologi :
MRI : dijumpai atropi hipokampus pada 87% penderita
PDT Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya 220
7/29/2019 05_Epilepsi_Lobus_Temporalis
2/2
Pemeriksaan EEG :
Gelombang paku dan gelombang tajam yang diikuti dengan gelombang lambat pada regio
temporal anterior (F7/F8 dan T3,T4) atau regio temporal basal (F9/F10 dan T9/T10).
DIAGNOSIS BANDING
Epilepsi lobus frontalis
Narkolepsi
PENATALAKSANAAN
1. Carbamazepine dosis awal 5 mg/KgBB/hari PO, kemudian dilanjutkan dengan dosis
rumatan 15-20 mg/KgBB/hari PO, atau
Phenytoin dosis awal 5-7 mg/KgBB/hari PO, kemudian dilanjutkan dengan dosis
rumatan 5-7 mg/KgBB/hari PO
2. Bila tidak ada respon dapat dilakukan stimulai N. Vagus atau lobektomi temporal
anterior.
PROGNOSIS
Penderita ELT memiliki kecenderungan mengalami kematian mendadak 50x lebih tinggi
daripada populasi normal. Jika setelah 2 tahun tidak mengalami kejang kembali dapat dikatakan
memiliki prognosis yang baik. Penderita dapat mengalami gangguan bicara dan defisit fungsi
memori.
DAFTAR PUSTAKA
1. Acharya V, Acharya J, Luders H, Olfactory epilepsy aura. Neurology 1998 Jul; 51 (1) :
56-61.2. Foldvary N, Nashold B, Mascha E, Seizures outcome after temporal lobectomy for temporal
lobe epilepsy : A Kaplan-Meier survival analysis. Neurology 2000 Feb. 8; 54 (3) : 630-4.
3. Gollham R, Kane K, Bryant-Comstock L. : A double-blind comparison of lamotrigine and
carbamazepine in newly diagnosed epilepsy with health-related quality of life as an outcome
measure. Seizures 2000 Sept.; 9 (6) : 375-9.
4. Harvey AS, Berkovic SF, Wrennall JA : Temporal lobe epilepsy in childhood, clinical EEG
and neuroimaging findings and syndrome classification in a cohort with new onset seizures.
Neurology 1997 Oct; 49 (4) : 960-8.
PDT Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya 221