7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA
1/27
PERMASALAHAN POKOK DALAM PENDIDIKAN MATEMATIKA SERTA
ALTERNATIF SOLUSI
Sebelum mengkaji lebih jauh tentang permasalahan pendidikan matematika di Indonesia, mari
kita lebih dahulu mengkaji permasalahan pendidikan secara umum.
Masalah Pendidikan Indonesia
A. Paradigma Pendidikan Indonesia
Diakui atau tidak sistem pendidikan yang dianut oleh Indonesia dalah Sekuler-Materialistis. Hal
ini dibuktikan oleh UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003 Bab VI tentang jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan bagian kesatu (umum) pasal 15 yang berbunyi: jenis pendidikan mencakup
pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, advokasi, keagamaan, dan khusus. Dari pasal ini
tampak jelasa adanya dikotomi pendidikan, yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum.
Secara kelembagaan, pendidikan agama dibawah departemen agama sedangkan pendidikan
umum berada di bawah departemen pendidikan nasional.
Pendidikan Sekuler-Materialistis ini memang bisa melahirkan orang pandai yang menguasai
sains dan teknologi, namun gagal dalam membentuk kepribadian peserta didik dan penguasaan
agamanya. Sebaliknya peserta didik yang menempuh pendidikan agama, mereka berhasil
menguasai ilmu agama serta berkepribadian baik, tetapi mereka buta akan perkembangan sains
dan teknologi yang ada.
Solusi:
Mengubah asas pendidikan dari sekuler-materialistis ke pendidikan islam. Selanjutnya
menentukan arah dan tujuan sistem pendidikan baru tersebut serta menerapkan kurikulum dan
standar nasional pendidikan.
B. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik
Banyak sekali lembaga pendidikan memiliki gedung rusak, kebermanfaatan gedung yang kurang,
buku perpustakaan yang tidak memadai, serta laboratorium yang jarang terpakai dan tidak
lengkap, bahkan banyak lembaga pendidikan yang tidak memiliki gedung sendiri.
Solusi:
Hal ini berkaitan dengan kewajiban pemerintah secara penuh dalam hal pendidikan rakyatnya,
tentunya berkaitan dengan sistem ekonomi yang ada. Untuk itu pemerintah wajib memberikan
7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA
2/27
pengetahuan/wawasan kewirausahaan agar setiap warga negaranya bisa mandiri dan nanti bisa
memberikan imbasnya pada pemasukan pemerintah melalui sektor pajak.
C. Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan guru Indonesia sangat memprihatinkan, kebanyakan guru belum memiliki
profesionalisme memadai untuk menjalankan tugasnya sebagai mana disebut dalam pasal 39 UU
sisdiknas no 20 tahun 2003, yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian pada masyarakat.
Solusi:
Untuk mengatasi rendahnya kualitas guru selain kesejahteraan mereka terpenuhi, diperlukan
adanya bantuan pendidikan lanjutan untuk para guru demi meningkatkan keprofesionalitasnya
serta mengikutsertakan mereka dalam pelatihan-pelatihan dan diklat sesuai mata pelajaran yang
diampunya.
D. Rendahnya Kesejahteraan Guru
Rendahnya kualitas guru dipicu oleh rendahnya kesejahteraan guru, banyak dari mereka
melakukan pekerjaan sampingan, seperti bekerja di lembaga bimbingan belajar dan lain-lain.
Solusi:
Hal ini berkaitan dengan kewajiban pemerintah secara penuh dalam hal pendidikan rakyatnya,
tentunya berkaitan dengan sistem ekonomi yang ada. Untuk itu pemerintah wajib memberikan
pengetahuan/wawasan kewirausahaan agar setiap warga negaranya bisa mandiri dan nanti bisa
memberikan imbasnya pada pemasukan pemerintah melalui sektor pajak.
E. Mahalnya Biaya Pendidikan
Akibat dari sistem pendidikan yang salah, banyak anak-anak kurang mampu yang terpaksa putus
sekolah/mengenyam pendidikan formal. Hal ini diakibatkan oleh mahalnya biasya pendidikan.
Untuk tingkat TK saja, biaya masuknya mulai dari 1 juta bahkan sampai 5 juta untuk setiap calon
paserta didik. Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan formal hanya untuk orang kaya.
Solusi:
Hal ini berkaitan dengan kewajiban pemerintah secara penuh dalam hal pendidikan rakyatnya,
tentunya berkaitan dengan sistem ekonomi yang ada. Untuk itu pemerintah wajib memberikan
7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA
3/27
pengetahuan/wawasan kewirausahaan agar setiap warga negaranya bisa mandiri dan nanti bisa
memberikan imbasnya pada pemasukan pemerintah melalui sektor pajak.
Masalah Pendidikan Matematika
A. Rendahnya kemampuan siswa indonesia
Hal ini ditandai oleh data TIMSS 2003 menunjukkan bahwa prestasi siswa Indonesia (Rata-rata:
411) agak jauh di bawah Malaysia (Rata-rata: 508) dan Singapura (Rata-rata: 605). Skala
Matematika TIMSS Benchmark Internasional menunjukkan bahwa siswa Indonesia berada
pada skala rendah (peringkat bawah), Malaysia pada skala antara menengah dan tinggi (di
peringkat tengah), dan Singapura berada pada skala lanjut (peringkat atas). Namun siswa
Indonesia (169 jam di Kelas 8) lebih banyak menggunakan waktu dibandingkan siswa Malaysia
(120 jam di Kelas 8) dan Singapura (112 jam di Kelas 8).
Solusi:
Rendahnya kemampuan siswa Indonesia disebabkan oleh rendahnya mutu pendidikan di
Indonesia, untuk mengatasi hal tersebut, terutama dalam pelajaran matematika perlu adanya
kerjasama antar lembaga terkait, antara lain MGMP, LPMP, PPG dan Ditjen P4TK. Dalam
segala kegiatannya harus dilakukan kegiatan monitoring dan evaluasi untuk memastikan tingkat
keberhasilan meningkatkan mutu pendidikan matematika di Indonesia.
B. Proses pembelajaran dikelas kurang meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi
serta kuran dalam hal penerapan dalam kehidupan sehari-hari.
Hal ini ditandai dengan data TIMSS 2003 yang menunjukkan bahwa penekanan pembelajaran di
Indonesia lebih banyak pada penguasaan keterampilan dasar (basic skills), namun sedikit atau
sama sekali tidak ada penekanan untuk penerapan matematika dalam konteks kehidupan sehari-
hari, berkomunikasi secara matematis, dan bernalar secara matematis. Pendapat Ashari, wakil
Himpunan Matematikawan Indonesia (HMI atau IndoMS) yang menyatakan karakteristik
pembelajaran matematika saat ini adalah lebih mengacu pada tujuan jangka pendek (lulus ujian
sekolah, kabupaten/kota, atau nasional), materi kurang membumi, lebih fokus pada kemampuan
prosedural, komunikasi satu arah, pengaturan ruang kelas monoton, low order thinking skills,
bergantung kepada buku paket, lebih dominan soal rutin, dan pertanyaan tingkat rendah. Hasil
Video Study menunjukkan juga bahwa: ceramah merupakan metode yang paling banyak
7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA
4/27
digunakan selama mengajar, waktu yang digunakan siswa untuk problem solving 32% dari
seluruh waktu di kelas, guru lebih banyak berbicara dibandingkan dengan siswa, hampir semua
guru memberikan soal rutin dan kurang menantang, kebanyakan guru sangat bergantung dan
sangat mempercayai buku teks yang mereka pakai, dan sebagian besar guru belum menguasai
keterampilan bertanya.
Solusi:
Perlunya penerapan pendekatan pembelajaran yang mendukung peningkatan berpikir tingkat
tinggi, agar peserta didik tidak hanya menerima materi yang diajarkan guru, tetapi juga mereka
mengerti tentang materi tersebut dan kaitannya dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari.
Diantara pendekatan pembelajaran yang mendukung yaitu, Contextual Teaching and Learning
(CTL), Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI), Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif
dan Menyenangkan (PAKEM), Pembelajaran Kooperatif, dan Pembelajaran Berbasis Masalah
(PBM).
C. Paradigma Matematika di kalangan peserta didik
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah-sekolah dengan
presentase jam pelajaran yang paling banyak dibanding dengan mata pelajaran yang lainya.
Ironisnya, matematika termasuk pelajaran yang tidak disukai banyak siswa. Bagi mereka
pelajaran matematika cenderung dipandang sebagai mata pelajaran yang kurang diminati dan
kalau bisa dihindari. Ketakutan-ketakutan dari siswa tidak hanya disebabkan oleh siswa itu
sendiri, melainkan kurangnya kemampuan guru dalam menciptakan situasi yang dapat membawa
siswa tertarik pada matematika. Proses belajar mengajar matematika yang baik adalah guru harus
mampu menerapkan suasana yang dapat membuat siswa antusias terhadap persoalan yang ada,
sehingga mereka mampu mencoba memecahkan permasalahanya. Belajar matematika akan lebih
bermakna jika anak mengalaminya dengan apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya
Solusi:
Untuk mengantisipasi masalah tersebut agar tidak berkelanjutan maka para guru terus berusaha
menyusun dan menerapkan berbagai metode yang bervariasi. Salah satu metode yang diterapkan
yaitu pembelajaran matematika dengan pendekatan Improve yang menggunakan metode
pemecahan masalah. Dalam pemecahan masalah siswa dipusatkan pada cara menghadapi
persoalan dengan langkah penyelesaian yang sistematis yaitu memahami masalah, menyusun
7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA
5/27
rencana penyelesaian, melaksanakan rencana dan memeriksa kembali sebagian persoalan yang
dihadapi agar dapat diatasi.
Sedangkan dengan pendekatan Improve siswa diharapkan dapat meningkatkan keaktifan dan
prestasi belajar matematika. Dengan demikian siswa dapat belajar matematika tidak hanya
mendengarkan pelajaran yang diberikan guru saja namun diperlukan keaktifan siswa dalam
pembelajaran matematika
Permasalahan Pembelajaran Matematika di Sekolah6 Sep
3 Votes
Tulisan berikut saya ambil dari LBM skripsi saya yang berjudul: Pengaruh PembelajaranKooperatif Tipe Two Stay Two Stray terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif
Matematika Siswa
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern,
mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia.Ruseffendi (dalam Septiani, 2010:1) mengatakan bahwa, Matematika bukan hanya alat bantu
untuk matematika itu sendiri, tetapi banyak konsep-konsepnya yang sangat diperlukan oleh ilmu
lainnya, seperti kimia, fisika, biologi, teknik dan farmasi. Melihat begitu pentingnya
matematika tidak mengherankan jika matematika dipelajari secara luas dan mendasar sejakjenjang pendidikan sekolah dasar.
Dalam standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah mata pelajaran matematika
(Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tanggal 23 mei 2006 tentangstandar isi) bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai
dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kemampuan ini dapat
http://furahasekai.wordpress.com/2011/09/06/permasalahan-pembelajaran-matematika-di-sekolah/http://furahasekai.wordpress.com/2011/09/06/permasalahan-pembelajaran-matematika-di-sekolah/http://furahasekai.wordpress.com/2011/09/06/permasalahan-pembelajaran-matematika-di-sekolah/http://furahasekai.wordpress.com/2011/09/06/permasalahan-pembelajaran-matematika-di-sekolah/7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA
6/27
dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran matematika karena tujuan pembelajaran
matematika di sekolah menurut Depdiknas (dalam Herman, 2010:1) adalah:
1. Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan,2. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan
penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingintahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba,
3. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, dan
4. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi danmengkomunikasikan gagasan.
Dengan demikian, matematika sebagai bagian dari kurikulum pendidikan dasar, memainkanperanan strategis dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
Kemampuan berpikir matematika khususnya berpikir matematika tingkat tinggi sangat
diperlukan siswa, terkait dengan kebutuhan siswa untuk memecahkan masalah yang dihadapinyadalam kehidupan sehari-hari. Beberapa keterampilan berpikir yang dapat meningkatkankecerdasan memproses adalah keterampilan berpikir kritis, keterampilan berpikir kreatif,
keterampilan mengorganisir otak, dan keterampilan analisis. Wijaya (dalam Radiansyah, 2010)
mengatakan bahwa Kemampuan berpikir kritis dan kreatif sebagai bagian dari keterampilanberpikir perlu dimiliki oleh setiap anggota masyarakat, sebab banyak sekali persoalan-persoalan
dalam kehidupan yang harus dikerjakan dan diselesaikan. Karena kemampuan berpikir kritis
sangat diperlukan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan dan memecahkan permasalahan yangada dalam kehidupan di masyarakat, jelas bahwa siswa sebagai bagian dari masyarakat harus
dibekali dengan kemampuan berpikir kritis yang baik. Oleh sebab itu, kemampuan berpikir
terutama yang menyangkut aktivitas matematika perlu mendapatkan perhatian khusus dalam
proses pembelajaran matematika.
Namun, kenyataan di lapangan belum sesuai dengan yang diharapkan. Hasil studi menyebutkan
bahwa meski adanya peningkatan mutu pendidikan yang cukup menggembirakan, namun fokus
dan perhatian pada upaya meningkatkan kemampuan berpikir matematika siswa masih jarangdikembangkan. Aisyah (2008:4) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa rendahnya
kemampuan berpikir kritis disebabkan upaya pengembangan kemampuan berpikir kritis di
sekolah-sekolah jarang dilakukan. Rendahnya kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematika
siswa juga dapat dilihat dari hasil jawaban siswa dalam mengerjakan soal-soal matematika disekolah yang masih belum memuaskan.
Utomo dan Ruijter (Suparno, 2000:31) memaparkan bahwa pada latihan pemecahan soal ternyata
hanya sebagian kecil siswa yang dapat mengerjakannya dengan baik, sebagian besar tidak tahuapa yang harus dikerjakan. Setelah diberi petunjuk pun, mereka masih juga tidak dapat
menyelesaikan soal-soal tersebut, sehingga guru menerangkan seluruh penyelesaiannya. Menurut
Herman (2010:1) salah satu penyebab rendahnya penguasaan matematika siswa adalah guru
tidak memberi kesempatan yang cukup kepada siswa untuk membangun sendiri pengetahuannya.Matematika dipelajari oleh kebanyakan siswa secara langsung dalam bentuk yang sudah jadi
7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA
7/27
(formal), karena matematika dipandang oleh kebanyakan guru sebagai suatu proses yang
prosedural dan mekanistis.
Sedangkan dari hasil penelitian yang dilakukan Rohmayasari (2010:68) didapat bahwa sikap dankemampuan berpikir matematika siswa masih rendah dan belum memuaskan, diantaranya:
1. Para siswa masih merasa malas untuk mempelajari matematika karenaterlalu banyak rumus.
2. Para siswa menganggap bahwa pelajaran matematika adalah pelajaran yangmembosankan.
3. Matematika masih sulit dipahami oleh siswa.
4. Soal matematika yang diberikan sulit untuk dikerjakan.
5. Siswa masih merasa bingung dalam mengaplikasikan konsep matematikadalam kehidupan sehari-hari.
6. Soal yang diberikan adalah soal-soal rutin yang kurang meningkatkankemampuan berpikir matematika siswa.
7. Soal yang diberikan tidak berhubungan dengan kehidupan sehari-hari dansiswa belum terbiasa diberikan soal-soal tidak rutin.
Sehingga tidak hanya rendah pada kemampuan aspek mengerti matematika sebagai pengetahuan
(cognitive) tetapi juga aspek sikap (attitude) terhadap matematika juga masih belum memuaskan.Sebagian besar siswa masih menganggap matematika merupakan mata pelajaran yang sukar
dipelajari dan menakutkan bagi mereka. Hal ini disampaikan oleh Ruseffendi (dalam Puspita,
2009), Pelajaran matematika (ilmu pasti) bagi anak-anak pada umumnya merupakan matapelajaran yang tidak disenangi. Anggapan tersebut sudah melekat pada anak-anak, sehingga
berdampak negatif terhadap proses pembelajaran siswa dalam matematika. Siswa menganggap
bahwa pembelajaran matematika yang diikuti di sekolah kurang menarik dan kurangmenyenangkan. Mereka merasa tidak termotivasi untuk belajar matematika dan sulit untuk bisa
meyenangi matematika sehingga pada akhirnya mengakibatkan hasil belajar matematika menjadi
kurang memuaskan.
Direktorat PLP (dalam Widdiharto, 2004:1) mengungkapkan bahwa kebanyakan guru dalammengajar masih kurang memperhatikan kemampuan berpikir siswa, atau dengan kata lain tidak
melakukan pembelajaran bermakna, metode yang digunakan kurang bervariasi, dan sebagai
akibatnya motivasi belajar siswa menjadi sulit ditumbuhkan dan pola belajar cenderungmenghafal dan mekanistis. Padahal kemampuan itu yang sangat diperlukan agar peserta didik
dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untukbertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Walaupun matematika dikenal sebagai ilmu yang sukar dipahami, akan tetapi banyak faktor yangdapat membantu memudahkan pemahaman matematika, salah satunya adalah cara penyampaian
materi, misalnya saja dengan menekankan kepada keterlibatan siswa secara aktif dalam proses
belajar mengajar sehingga potensi siswa dapat berkembang dengan baik.
7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA
8/27
Proses pendidikan mencakup proses belajar, proses mengajar dan proses berpikir kreatif. Syah
(2008:248) mengungkapkan bahwa, Dalam setiap proses belajar mengajar di sekolah sekurang-
kurangnya melibatkan empat komponen pokok, yaitu: individu siswa, guru, ruang kelas dankelompok siswa. Semua komponen ini memiliki karakteristik sendiri-sendiri yang unik dan
berpengaruh terhadap jalannya proses belajar mengajar. Dalam proses belajar mengajar,
pendukung keberhasilan seorang guru dalam pembelajaran tidak hanya dari kemampuannyadalam menguasai materi akan tetapi faktor lain pun dapat mendukung, seperti penggunaan
metode yang tepat dalam proses pembelajaran tersebut. Hal ini harus diperhatikan karena akan
berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pembelajaran.
Pandangan umum yang masih dianut oleh guru dan masih berlaku sampai sekarang ialah bahwadalam proses belajar mengajar, pengetahuan dialihkan dari guru kepada siswa. Guru masih
menggunakan model pembelajaran konvensional yang berlangsung satu arah yaitu guru
menerangkan dan siswa mendengarkan, mencatat lalu menghafalnya sehingga tujuanpembelajaran akan cepat selesai. Dalam proses pembelajaran matematika guru umumnya terlalu
berkonsentrasi pada latihan menyelesaikan soal yang lebih bersifat prosedural dan mekanistis
daripada menanamkan pemahaman. Dalam kegiatan pembelajaran guru biasanya menjelaskankonsep secara informatif, memberikan contoh soal, dan memberikan soal-soal latihan.
Menurut Armanto (dalam Herman, 2010:3) tradisi mengajar seperti ini merupakan karakteristik
umum bagaimana guru melaksanakan pembelajaran di Indonesia. Pembelajaran matematika
konvensional bercirikan: berpusat pada guru, guru menjelaskan matematika melalui metodeceramah (chalk-and-talk), siswa pasif, pertanyaan dari siswa jarang muncul, berorientasi pada
satu jawaban yang benar, dan aktivitas kelas yang sering dilakukan hanyalah mencatat atau
menyalin. Akibatnya siswa menjadi kurang aktif dan pembelajaran merupakan suatu hal yang
membosankan bagi siswa, sehingga dapat menurunkan motivasi belajar dan inisiatif siswa untukbertanya dan mengungkapkan ide. Karenanya kemampuan guru dalam memilih metode
mengajar merupakan hal penting dalam kegiatan belajar mengajar. Kekurangan guru dalammemilih metode mengajar bisa menjadi salah satu penyebab kurang baiknya hasil belajar siswa.
Menyikapi permasalahan-permasalahan yang timbul dalam pendidikan matematika di sekolah,
terutama yang berkaitan dengan prestasi belajar siswa, praktek pembelajaran di kelas, pentingnya
meningkatkan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi, salah satu solusinya adalah dengan
meningkatkan kualitas pembelajaran. Berdasarkan uraian di atas, penulis berpendapat bahwauntuk membuat pelajaran matematika menjadi bermakna, efektif serta banyak disukai oleh siswa
maka perlu digunakannya model pembelajaran yang menarik. Salah satunya adalah model
pembelajaran kooperatif.
Model pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dalam kelompok kecil, yangmemungkinkan siswa saling membantu dalam memahami suatu konsep, memeriksa dan
memperbaiki jawaban teman sebagai masukan serta kegiatan lain yang bertujuan untuk mencapai
hasil belajar yang optimal. Aktivitas pembelajaran kooperatif disamping menekankan padakesadaran siswa belajar, memecahkan masalah dan mengaplikasikan pengetahuan, konsep serta
keterampilan kepada teman lain, siswa akan merasa senang menyumbangkan pengetahuannya
kepada teman atau anggota lain dalam kelompoknya. Oleh karena itu belajar kooperatif adalah
7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA
9/27
saling menguntungkan antar siswa yang berkemampuan rendah, sedang dan siswa yang
berkemampuan tinggi. Suparno (2000:131) menyatakan bahwa:
Struktur kooperatif dibandingkan dengan struktur kompetisi dan usaha individual, lebihmenunjang komunikasi yang lebih efektif dan pertukaran informasi diantara siswa, saling
membantu tercapainya hasil belajar yang baik, lebih banyak bimbingan perorangan, berbagisumber diantara siswa, perasaan terlibat yang lebih besar, berkurangnya rasa takut akan gagal
dan berkembangnya sikap saling mempercayai diantara para siswa.
Dalam pembelajaran yang dilakukan secara kooperatif (cooperative learning) dalam kelompok
kecil dua sampai empat orang, guru melakukan intervensi secara proporsional dan terarah.
Dalam hal ini Herman (2010:8) berpendapat bahwa, Guru dituntut terampil menerapkan teknik
scaffoldingyaitu membantu kelompok secara tidak langsung menggunakan teknik bertanya dan
teknikprobingyang efektif, atau memberikan petunjuk (hint) seperlunya.
Sebagian guru berpikir bahwa mereka sudah menerapkan pembelajaran kooperatif tiap kali
menyuruh siswa bekerja di dalam kelompok-kelompok kecil. Tetapi guru belum memperlihatkanadanya aktivitas kelas yang terstruktur sehingga peran setiap anggota kelompok belum terlihat.
Dalam pembelajaran kooperatif dikenal berbagai tipe, salah satunya adalah pembelajaran Two
Stay Two Stray (TS-TS). Dalam model pembelajaran Two Stay Two Stray ini siswa dapat
memperoleh banyak informasi sekaligus dalam kelompok yang berbeda. Selain itu, siswa belajaruntuk mengungkapkan pendapat dan meningkatkan hubungan persahabatan. Sehingga dapat
meningkatkan kreatifitas dan keaktifan siswa dalam belajar matematika.
Adapun pada pembelajaran Two Stay Two Stray ini, siswa dikelompokkan denganpengelompokan secara heterogen, dalam hal ini heterogen kemampuan akademiknya. Walaupun
menurut Gordon (dalam Ati, 2008:16), Pada dasarnya manusia senang berkumpul dengan
sepadan dan membuat jarak dengan yang berbeda. Namun pengelompokan dengan orang lainyang sepadan dan serupa ini bisa menghilangkan kesempatan anggota kelompoknya untukmemperluas wawasan dan memperkaya diri, karena dalam kelompok homogen tidak dapat
banyak perbedaan yang bisa mengasah proses berpikir, bernegosiasi, berargumentasi dan
berkembang. Selain itu, pengelompokan secara homogen mempunyai dampak negatif,diantaranya praktik ini jelas bertentangan dengan misi pendidikan. Pengelompokan berdasarkan
kemampuan, sama dengan memberikan cap atau label pada tiap-tiap peserta didik. Label ini bisa
menjadi vonis yang diberikan terlalu dini, terutama bagi peserta didik yang dimasukkan dalamkelompok yang lemah. Seorang siswa bisa merasa tidak mampu, patah semangat dan tidak mau
berusaha lagi.
Atas dasar uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka pembelajaran kooperatif tipe Two
Stay Two Stray dapat dijadikan salah satu model pembelajaran matematika di sekolah.
Referensi:
Ati, N.R.M. (2008).Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray
terhadap Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa SMA. Skripsi Jurusan Pendidikan
Matematika FKIP UNPAS: tidak diterbitkan
7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA
10/27
Aisyah, T.S. (2008).Penerapan Strategi Konflik Kognitif dalam Pembelajaran Matematika
untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika
FKIP UNPAS: tidak diterbitkan
Herman, T. (2011).Membangun Pengetahuan Siswa Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah.
Radiansyah, I. (2010).Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis.
http://lkpk.org/2010/12/01/mengembangkan-kemampuan-berpikir-kritis/
Diakses 5 mei 2011
Puspita, D.R. (2009).Pengaruh Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Multimedia
Interaktif Tipe Tutorial terhadap Hasil Belajar dan Motivasi Siswa SMP di Jawa Barat.
http://dewiratri.blog.com/2009/05/30/proposal-skripsi/
Diakses 22 April 2011
Rohmayasari, N. (2010).Pengaruh Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Kontekstual
(CTL) terhadap peningkatan Kemampuan Berpikir Analitis dan Kreatif Siswa SMA di Jawa
Barat. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FKIP UNPAS: tidak diterbitkan
Septiani, I. (2010).Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray
terhadap Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa SMP. Skripsi Jurusan Pendidikan
Matematika FKIP UNPAS: tidak diterbitkan
Suparno, A.S. (2000).Membangun Kompetensi Belajar. Jakarta: Dirjen Pendidikan TinggiDepdiknas
Syah, M. (2008).Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya
Widdiharto, R. (2004).Model-Model Pembelajaran Matematika SMP. Yogyakarta: Depdiknas
Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah PPPG Matematika Yogyakarta
Problem Dasar Pembelajaran Sains
Hakikat pembelajaran Sains (Puskur, 2003) adalah pembelajaran yang mampu merangsang
kemampuan berfikir siswa meliputi empat unsur utama (1) sikap: rasa ingin tahu tentang benda,fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru
yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar; IPA bersifat open ended; (2) proses:
prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi penyusunanhipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran, dan penarikan
http://lkpk.org/2010/12/01/mengembangkan-kemampuan-berpikir-kritis/http://dewiratri.blog.com/2009/05/30/proposal-skripsi/http://hafismuaddab.wordpress.com/2010/02/14/problem-dasar-pembelajaran-sains/http://lkpk.org/2010/12/01/mengembangkan-kemampuan-berpikir-kritis/http://dewiratri.blog.com/2009/05/30/proposal-skripsi/http://hafismuaddab.wordpress.com/2010/02/14/problem-dasar-pembelajaran-sains/7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA
11/27
kesimpulan; (3) produk: berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum; (4) aplikasi: penerapan metode
ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari. Dalam proses pembelajaran IPA
keterlibatan keempat unsur ini, diharapkan dapat membentuk peserta didik memiliki kemampuanpemecahan masalah dengan metode ilmiah, dan meniru cara ilmuwan bekerja dalam menemukan
fakta baru
Namun pembelajaran sains yang selama ini terjadi di sekolah belum mengembangkan kecakapan
berfikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Padahal pengajaran sains dalamKurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) adalah pengajaran yang mengajarkan siswa bagaimana
belajar, bagaimana mengingat, bagaimana berfikir, dan bagaimana memotivasi diri mereka (Nur,
2005). Pengajaran sains merupakan proses aktif yang berlandaskan konsep konstruktivisme yangberarti bahwa sifat pengajaran sains adalah pengajaran yang berpusat pada siswa (student
centered instruction).
Untuk menilai apakah IPA diimplementasikan di Indonesia, kita dapat melihat hasil literasi IPA
anak-anak Indonesia. Hal ini mengingat arti literasi sains/IPA (scientific literacy) itu sendiri yang
ditandai dengan kerja ilmiah, dan tiga dimensi besar literasi sains yang ditetapkan oleh PISA,yaitu konten IPA, proses IPA, dan konteks IPA. Hasil penelitian PISA tahun 2000 dan tahun
2003 menunjukkan bahwa literasi sains anak-anak Indonesia usia 15 tahun masing-masingberada pada peringkat ke 38 (dari 41 negara) dan peringkat ke 38 dari (40 negara) (Bastari
Purwadi, 2006). Skor rata-rata pencapaian siswa ditetapkan sekitar nilai 500 dengan simpangan
baku 100 point. Hal ini disebabkan kira-kira dua per tiga siswa di negara-negara pesertamemperoleh skor antara 400 dan 600 pada PISA 2003. Ini artinya skor yang dicapai oleh siswa-
siswa Indonesia kurang lebih terletak di sekitar angka 400. Ini artinya bahwa siswa-siswa
Indonesia tersebut diduga baru mampu mengingat pengetahuan ilmiah berdasarkan fakta
sederhana (Puskur, 2007)
Dalam prioritas pembangunan pendidikan nasional ditekankan juga pengembangan kemampuanbelajar. Dalam prinsip pengembangan kurikulum berbasis kompetensi hal ini berkaitan dengan
pengembangan keterampilan hidup, yang kemudian diterjemahkan dalam pendidikan kecakapanhidup. Oleh sebab itu perlu diberikan pengajaran strategi belajar kepada siswa sebab
keberhasilan siswa sebagian besar bergantung pada kemahiran untuk mengajar secara mandiri
dan memonitor belajar mereka sendiri (Nur, 2005). Dalam peristilahan lain hal ini dapat disebut
sebagai kesadaran diri (self awareness). Konsep tentang bagaimana belajar, bagaimanamengingat, bagaimana berfikir, dan bagaimana memotivasi diri mereka dan sekaligus kesadaran
diri adalah konsep dasar pengajaran metakognitif (teaching metacognitive) yang ingin diangkat
dalam penelitian ini.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh dua hasil penelitian, pertama hasil penelitian RowanHollingworth dan Catherine McLoughlin berjudul The Development of Metacognitive Skill
Among First Year Science Student yang menyebutkan kemampuan metacognitive perlu
diberikan guna meningkatkan keteraturan belajar sains dan kemampuan siswa dalammenyelesaikan masalah yang dihadapi. Kedua, hasil penelitian Dra. Endang Susantini, M.Pd
berjudul Pengembangan Perangkat Pembelajaran Biologi Dengan Strategi Metakognitif Untuk
Memberdayakan Kecakapan Berfikir Pada Siswa SMU. Penggunaan lembar penilaianpemahaman diri (LPPD) oleh guru dalam penelitian tersebut diketahui dapat memberikan
7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA
12/27
kecakapan berfikir bagi siswa dan meningkatkan kemandirian siswa. Hal positif lain yang dapat
dicapai oleh guru adalah membentuk siswa untuk memiliki sikap jujur, berani mengakui
kesalahan dan menilai pemahamannya sendiri atau dengan kata lain strategi metakognitif mampumemunculkan kemandirian siswa dalam belajar. Namun penggunaan konsep metakognitif sejauh
ini masih sebatas strategi belajar yang bersifat khusus dan belum sebagai pendekatan yang
berlaku umum.
Padahal menurut Prof. Zainuddin Maliki (Jawa Pos, 3 Januari 2009) dalam gagasan pendidikankonstruktivistik untuk menghadapi kehidupan yang kompleks ini siswa harus memiliki
kecerdasan metakognitif, meliputi kecerdasan kognitif, kecerdasan afektif dan kecerdasan
motorik yang sejauh ini belum mampu dilakukan oleh guru. Guru sejauh ini cenderungmerencanakan dan melaksanakan pembelajaran yang lebih berorientasi kognitif (pengetahuan),
dan kurang mengembangkan aspek kecerdasan lain yang dimiliki siswa. Idealnya seorang guru
harus mampu melahirkan resilence behaviour dari pembelajaran yang dilaksanakannya yangterbentuk dari kecerdasan metakognitif yang merupakan perpaduan antara kecerdasan kognitif,
afektif dan motorik. Resilence behaviour sendiri merupakan perilaku cerdas siswa dalam
membangun keseimbangan menghadapi hidup dan kehidupan.
Ditambahkan juga oleh Beyer (1998) bahwa kemampuan metakognitif merupakan pijakan dasarperilaku berfikir (habit of mind) yang merupakan hasil dari proses belajar. Namun, sejauh ini
belum pelatihan metakognitif yang ditujukan kepada para guru untuk mampu
mengimplementasikan metode metakognitif dalam pembelajaran. Berangkat dari argumentasidiatas maka perlu dilakukan pengembangan model pelatihan pengajaran metakognitif (teaching
metacognitive) yang ditujukan untuk membekalkan ketrampilan metakognitif kepada guru-guru
sains. Dengan pengembangan model pelatihan ini diharapkan dapat memberi dampak kepada
guru sehingga menjadi pribadi guru yang mandiri (self regulated teacher), dan juga memilikidampak bagi siswa sehingga menjadi pelajar yang mandiri (self regulated learner). Sehingga
diharapkan dapat terbentuk konsep belajar sepanjang hayat (long life education) yang terintegrasipada pribadi guru dan siswa dan pembelajaran yang dilaksanakan.
Lebih jauh hal ini juga merupakan bagian dari upaya peneliti selaku widyaiswara memiliki peran
sebagai inovator dan peneliti dengan harapan mampu memberikan masukan dalam kebijakan
terkait dengan kegiatan penjaminan mutu pendidikan. Disisi lain hal ini juga merupakan
implementasi dari upaya mewujudkan empat pilar belajar yang dianjurkan UNESCO untukPendidikan, yaitu learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together.
Konsekuensi bahwa guru harus kreatif, bekerja secara tekun dan mau meningkatkan
kemampuannya
Kurikulum dan Sejarahnya di Indonesia
Sejarah kurikulum pendidikan di Indonesia kerap berubah setiap ada pergantian Menteri
Pendidikan, sehingga mutu pendidikan Indonesia hingga kini belum memenuhi standar mutu
yang jelas dan mantap.Tahun 1950 ada kurikulum SD yang disebut Rencana Pelajaran Terurai. Pada tahun 1960
7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA
13/27
muncul
Kurikulum Kewajiban Belajar Sekolah Dasar. Tahun 1968 dikenal Kurikulum 1968
pengganti Kurikulum 1950. Lalu tahun 1970 muncul Kurikulum Berhitung diganti denganpelajaran matematika modern.
Tahun 1975 disebut Kurikulum 1975 yang fokus pada pelajaran matematika dan Pendidikan
Moral Pancasila serta Pendidikan Kewarnegaraan. Pada tahun 1984 menyempurnakanKurikulum 1975 dengan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA).
Tahun 1991 CBSA dihentikan lalu muncul Kurikulum 1994. Tahun 2004 dikenal Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK), yang dipelesetkan jadi Kurikulum Berbasis Kebingungan.Terakhir tahun 2006 muncul Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), entah berapa
tahun lagi ada kurikulum baru yang membuat bingung semua pihak. Siswa kita jangan dijadikan
kelinci percobaan. Majulah pendidikan Indonesia.
Sejarah Kurikulum Indonesia
Sejarah kurikulum pendidikan di Indonesia kerap berubah setiap ada pergantian Menteri
Pendidikan, sehingga mutu pendidikan Indonesia hingga kini belum memenuhi standar mutu
yang jelas dan mantap. Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikannasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984,
1994, 2004, dan 2006. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinyaperubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan
bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan
secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semuakurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945,
perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam
merealisasikannya.
a. Rencana Pelajaran 1947
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer plan. Dalam bahasa
Belanda, artinya rencana pelajaran, lebih popular ketimbang curriculum (bahasa Inggris).Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat politis: dari orientasi pendidikan Belanda ke
kepentingan nasional. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila.
Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah kalanganmenyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat
dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, plus garis-garis besar pengajaran.
Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran. Yang diutamakan pendidikan watak,
kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.
b. Rencana Pelajaran Terurai 1952Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952.
Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran, kata
Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Ketika itu, di usia 16tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung Pinang, Riau.
Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964.
Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata
pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan,
7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA
14/27
emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih
menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
c. Kurikulum 1968
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem
kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikirankurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah: bahwa pemerintah mempunyai
keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD,
sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana (Hamalik, 2004), yaitupengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan, dan jasmani.
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan
struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila,
pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dariperubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada
upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi
kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isipendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta
mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan
sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum
1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila,pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9.
Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. Hanya memuat mata pelajaran
pokok-pokok saja, katanya. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan
permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikankepada siswa di setiap jenjang pendidikan.
d. Kurikulum 1975Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. Yang
melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by
objective) yang terkenal saat itu, kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan SDDepdiknas.
Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem
Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah satuan pelajaran, yaitu rencana pelajaran setiap
satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus(TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975
banyak dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan
pembelajaran.
e. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses,tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut Kurikulum 1975 yang
disempurnakan. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa
Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA
15/27
Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan,
Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta
sekarang Universitas Negeri Jakarta periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok secarateoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan
reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan
CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-siniada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Penolakan
CBSA bermunculan.
f. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya.
Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara
pendekatan proses, kata Mudjito menjelaskan.Sayang, perpaduan tujuan dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban belajar
siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan
dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan
daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkanagar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma menjadi
kurikulum super padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran SuplemenKurikulum 1999. Tapi perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi.
g. Kurikulum 2004Bahasa kerennya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar
kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan
dengan alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih
berupa soal pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya tentu lebihbanyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa besar pemahaman dan
kompetensi siswa.
Meski baru diujicobakan, toh di sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota besar di luarPulau Jawa telah menerapkan KBK. Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru pun tak paham betul
apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum.
h. KTSP 2006
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Pelajaran KTSP masih tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi
pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004.Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan
pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini
disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dankompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan
oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti
silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawahkoordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota
7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA
16/27
Sejarah Perkembangan Kurikulum
A. Latar Belakang
Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran yang diberikan oleh suatu lembaga
penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta
belajar dalam satu periode jenjang pendidikan. Penyusunan perangkat mata pelajaran ini
disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam penyelenggaraan
pendidikannya.
Lama waktu dalam satu kurikulum biasanya disesuaikan dengan maksud dan tujuan dari
sistem pendidikan yang dilaksanakan. Kurikulum ini dimaksudkan untuk dapat mengarahkan
pendidikan menuju arah dan tujuan yang dimaksudkan dalam kegiatan pembelajaran secaramenyeluruh.
Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami
perubahan dua kali dengan penyempurnaan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975,
1984, 1994, 2004, dan sekarang KTSP. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari
terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat
berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu
dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat.
Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD
1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam
merealisasikannya.
B. Kurikulum yang Mewarnai Pendidikan di Indonesia
1. Kurikulum 1968 dan sebelumnya
Awalnya tahun 1947, kurikulum saat itu diberi namaRentjana Pelajaran 1947. Pada saat
itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda
dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya. Rentjana
Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena
suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka
7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA
17/27
pendidikan sebagai development conformism lebih menekankan pada pembentukan karakter
manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini.
Setelah Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami
penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi namaRentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum
ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus
ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran
yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem
kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran
kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai
keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD,
sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana (Hamalik, 2004), yaitu
pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik dan jasmani.
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya
perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa
pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan
dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan
pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi
kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi
pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta
mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
2. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif.
Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO
(management by objective) yang terkenal saat itu, kata Mudjito, Direktur Pembinaan TK dan
SD Depdiknas.
Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 menggunakan pendekatan-
pendekatan di antaranya sebagai berikut:
Berorientasi pada tujuan
7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA
18/27
Menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan
yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif.
Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur PengembanganSistem Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang
spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa.
Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon (rangsang-
jawab) dan latihan (drill).
Kurikulum 1975 hingga menjelang tahun 1983 dianggap sudah tidak mampu lagi
memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan sidang
umum MPR 1983 yang produknya tertuang dalam GBHN 1983 menyiratakan keputusan politik
yang menghendaki perubahan kurikulum dari kurikulum 1975 ke kurikulum 1984. Karena itulah
pada tahun 1984 pemerintah menetapkan pergantian kurikulum 1975 dengan kurikulum 1984.
3. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan
proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut Kurikulum 1975 yang
disempurnakan. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa
Aktif (CBSA) atau Student Active Learning(SAL).
Secara umum, dasar perubahan kurikulum 1975 ke kurikulum 1984 di antaranya adalah
sebagai berikut:
Terdapat beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang belum tertampung ke dalam kurikulum
pendidikan dasar dan menengah
Terdapat ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang studi dengan kemampuan
anak didik
Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaannya di sekolah Terlalu
padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan hampir di setiap jenjang. Pelaksanaan Pendidikan
Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) sebagai bidang pendidikan yang berdiri sendiri mulai dari
tingkat kanak-kanak sampai sekolah menengah tingkat atas termasuk Pendidikan Luar Sekolah.
7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA
19/27
Pengadaan program studi baru (seperti di SMA) untuk memenuhi kebutuhan perkembangan
lapangan kerja.
Atas dasar perkembangan itu maka menjelang tahun 1983 antara kebutuhan atau tuntutan
masyarakat dan ilmu pengetahuan/teknologi terhadap pendidikan dalam kurikulum 1975
dianggap tidak sesuai lagi. Oleh karena itu, diperlukan perubahan kurikulum. Kurikulum 1984
tampil sebagai perbaikan atau revisi terhadap kurikulum 1975. Kurikulum 1984 memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
Berorientasi kepada tujuan instruksional.
Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu
belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu,
sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa
yang harus dicapai siswa.
Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif (CBSA).
CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif
terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh
pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.
Materi pelajaran dikemas dengan nenggunakan pendekatan spiral. Spiral adalah pendekatan
yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi
pelajaran. Semakin tinggi kelas dan jenjang sekolah, semakin dalam dan luas materi pelajaran
yang diberikan.
Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan.
Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian
diberikan latihan setelah mengerti. Untuk menunjang pemahaman, alat peraga sebagai media
digunakan untuk membantu siswa memahami konsep yang dipelajarinya.
Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa. Pemberian materi
pelajaran berdasarkan tingkat kematangan mental siswa dan penyajian pada jenjang sekolah
dasar harus melalui pendekatan konkret, semikonkret, semiabstrak, dan abstrak dengan
menggunakan pendekatan induktif dari contoh-contoh ke kesimpulan. Dari yang mudah menuju
ke sukar dan dari sederhana menuju ke kompleks.
Menggunakan pendekatan keterampilan proses.
7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA
20/27
Keterampilan proses adalah pendekatan belajat mengajar yang memberi tekanan kepada
proses pembentukkan keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengomunikasikan
perolehannya. Pendekatan keterampilan proses dilakukan secara efektif dan efesien dalam upaya
mencapai tujuan pelajaran.
4. Kurikulum 1994
Pada kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1984, proses pembelajaran menekankan
pada pola pengajaran yang berorientasi pada teori belajar mengajar dengan kurang
memperhatikan muatan (isi) pelajaran. Hal ini terjadi karena berkesesuaian dengan suasana
pendidikan di LPTK (lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) pun lebih mengutamakan teori
tentang proses belajar mengajar. Akibatnya, pada saat itu dibentuklah Tim Basic Science yang
salah satu tugasnya ikut mengembangkan kurikulum di sekolah. Tim ini memandang bahwa
materi (isi) pelajaran yang diberikan kepada siswa harus banyak, sehingga pada saat siswa
selesai mengikuti pelajaran pada periode tertentu akan mendapatkan materi pelajaran yang
banyak.
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum
sebelumnya. Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984,
antara pendekatan proses, kata Mudjito.
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini
berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem
semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun
menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima
materi pelajaran yang banyak.
Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai
berikut:
Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan
Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi
kepada materi pelajaran/isi)
Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk
semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang
7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA
21/27
khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan
masyarakat sekitar.
Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang
melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan
siswa, guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen
(terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan.
Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan
konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat
keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang
menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah, seperti:
Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit, dan
dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks.
Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan
pemahaman siswa.
Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama
sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented), di
antaranya sebagai berikut:
Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya
materi/substansi setiap mata pelajaran.
Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan
berpikir siswa dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.
Hal ini mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut.
Salah satu upaya penyempurnaan itu diberlakukannya Suplemen Kurikulum 1994.
Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip penyempurnaan
kurikulum, yaitu:
Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan kurikulumdengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan masyarakat.
Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan
yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana
pendukungnya.
7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA
22/27
Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran
dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan berbagai aspek terkait, seperti tujuan materi,
pembelajaran, evaluasi, dan sarana/prasarana termasuk buku pelajaran.
Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikannya dan tetap
dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di
sekolah.
Penyempurnaan kurikulum 1994 di pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan bertahap,
yaitu tahap penyempurnaan jangka pendek dan penyempurnaan jangka panjang.
5. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Versi Tahun 2002 dan 2004
Usaha pemerintah maupun pihak swasta dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan
terutama meningkatkan hasil belajar siswa dalam berbagai mata pelajaran terus menerus
dilakukan, seperti penyempurnaan kurikulum, materi pelajaran, dan proses pembelajaran. Hal ini
sesuai dengan yang dikemukakan oleh Soejadi (1994:36), khususnya dalam mata pelajaran
matematika dikatakan bahwa kegiatan pembelajaran matematika di jenjang persekolahan
merupakan suatu kegiatan yang harus dikaji terus menerus dan jika perlu diperbaharui agar dapat
sesuai dengan kemampuan murid serta tuntutan lingkungan.
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau Kurikulum 2004, adalah kurikulum yang
mulai diterapkan sejak tahun 2004 walau sudah ada sekolah yang mulai menggunakan kurikulum
ini sejak sebelum diterapkannya. Secara materi, sebenarnya kurikulum ini tak berbeda dari
kurikulum 1994, perbedaannya hanya pada cara para murid belajar di kelas. Dalam kurikulum
terdahulu, para murid dikondisikan dengan sistem caturwulan, sedangkan dalam kurikulum baru
ini, para siswa dikondisikan dalam sistem semester. Dahulu, para murid hanya belajar pada isi
materi pelajaran belaka, yakni menerima materi dari guru saja. Dalam kurikulum 2004 ini, para
murid dituntut aktif mengembangkan keterampilan untuk menerapkan Iptek tanpa meninggalkan
kerja sama dan solidaritas, meski sesungguhnya antarsiswa saling berkompetisi. Jadi di sini, guru
hanya bertindak sebagai fasilitator, namun meski begitu pendidikan yang ada ialah pendidikan
untuk semua. Dalam kegiatan di kelas, para siswa bukan lagi objek, tetapi subjek dan setiap
kegiatan siswa ada nilainya.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kurikulumhttp://id.wikipedia.org/wiki/Kurikulum7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA
23/27
Implementasi pendidikan di sekolah mengacu pada seperangkat kurikulum. Salah satu
bentuk inovasi yang dikembangkan pemerintah guna meningkatkan mutu pendidikan adalah
melakukan inovasi di bidang kurikulum. Kurikulum 1994 perlu disempurnakan lagi sebagai
respons terhadap perubahan struktural dalam pemerintahan dari sentralistik menjadi
desentralistik sebagai konsekuensi logis dilaksanakannya UU Nomor 22 dan 25 tahun 1999
tentang Otonomi Daerah.
Kurikukum yang dikembangkan tersebut diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK). Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan
untuk melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan standarperformance yang
telah ditetapkan. Competency Based Education is education geared toward preparing
indivisuals to perform identified competencies (Scharg dalam Hamalik, 2000: 89). Hal ini
mengandung arti bahwa pendidikan mengacu pada upaya penyiapan individu yang mampu
melakukan perangkat kompetensi yang telah ditentukan. Implikasinya adalah perlu
dikembangkan suatu kurikulum berbasis kompetensi sebagai pedoman pembelajaran.
Sejalan dengan visi pendidikan yang mengarah pada dua pengembangan, yaitu untuk
memenuhi kebutuhan masa kini dan kebutuhan masa datang maka pendidikan di sekolah dititipi
seperangkat misi dalam bentuk paket-paket kompetensi.
Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang
direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara
konsisten dan terus menerus dapat memungkinkan seseorang untuk menjadi kompeten, dalam
arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu (Puskur,
2002a). Dasar pemikiran untuk menggunakan konsep kompetensi dalam kurikulum adalah
sebagai berikut:
1. Kompetensi berkenaan dengan kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam berbagai konteks.
2. Kompetensi menjelaskan pengalaman belajar yang dilalui siswa untuk menjadi kompeten.
3. Kompeten merupakan hasil belajar (learning outcomes) yang menjelaskan hal-hal yang
dilakukan siswa setelah melalui proses pembelajaran.
4. Kehandalan kemampuan siswa melakukan sesuatu harus didefinisikan secara jelas dan luas
dalam suatu standar yang dapat dicapai melalui kinerja yang dapat diukur.
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) merupakan perangkat rencana dan pengaturan
tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar
7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA
24/27
mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah.
Kurikulum Berbasis Kompetensi berorientasi pada: (1) hasil dan dampak yang diharapkan
muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna, dan (2)
keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya.
Rumusan kompetensi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan pernyataan apa
yang diharapkan dapat diketahui, disikapi, atau dilakukan siswa dalam setiap tingkatan kelas
dan sekolah dan sekaligus menggambarkan kemajuan siswa yang dicapai secara bertahap dan
berkelanjutan untuk menjadi kompeten.
Suatu program pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok,
yaitu:
pemilihan kompetensi yang sesuai
spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi
pengembangan sistem pembelajaran
Kurikulum Berbasis Kompetensi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur
edukatif.
Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian
suatu kompetensi.
Struktur kompetensi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi dalam suatu mata pelajaran
memuat rincian kompetensi (kemampuan) dasar mata pelajaran itu dan sikap yang diharapkan
dimiliki siswa. Mari kita lihat contohnya dalam mata pelajaran matematika, Kompetensi dasar
matematika merupakan pernyataan minimal atau memadai tentang pengetahuan, keterampilan,sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak setelah siswa
menyelesaikan suatu aspek atau subaspek mata pelajaran matematika. Kompetensi Dasar Mata
Pelajaran Matematika merupakan gambaran kompetensi yang seharusnya dipahami, diketahui,
dan dilakukan siswa sebagai hasil pembelajaran mata pelajaran matematika. Kompetensi dasar
7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA
25/27
tersebut dirumuskan untuk mencapai keterampilan (kecakapan) matematika yang mencakup
kemampuan penalaran, komunikasi, pemecahan masalah, dan memiliki sikap menghargai
kegunaan matematika.
Struktur kompetensi dasar Kurikulum Berbasis Kompetensi ini dirinci dalam komponen
aspek, kelas dan semester. Keterampilan dan pengetahuan dalam setiap mata pelajaran, disusun
dan dibagi menurut aspek dari mata pelajaran tersebut.
Pernyataan hasil belajar ditetapkan untuk setiap aspek rumpun pelajaran pada setiap level.
Perumusan hasil belajaradalah untuk menjawab pertanyaan, Apa yang harus siswa ketahui dan
mampu lakukan sebagai hasil belajar mereka pada level ini?. Hasil belajar mencerminkan
keluasan, kedalaman, dan kompleksitas kurikulum dinyatakan dengan kata kerja yang dapat
diukur dengan berbagai teknik penilaian.
Setiap hasil belajar memiliki seperangkat indikator. Perumusan indikator adalah untuk
menjawab pertanyaan, Bagaimana kita mengetahui bahwa siswa telah mencapai hasil belajar
yang diharapkan?. Guru akan menggunakan indikator sebagai dasar untuk menilai apakah siswa
telah mencapai hasil belajar seperti yang diharapkan. Indikator bukan berarti dirumuskan dengan
rentang yang sempit, yaitu tidak dimaksudkan untuk membatasi berbagai aktivitas pembelajaran
siswa, juga tidak dimaksudkan untuk menentukan bagaimana guru melakukan penilaian.
Misalkan, jika indikator menyatakan bahwa siswa mampu menjelaskan konsep atau gagasan
tertentu, maka ini dapat ditunjukkan dengan kegiatan menulis, presentasi, atau melalui kinerja
atau melakukan tugas lainnya.
6. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Versi KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan)
Pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan,
peningkatan mutu dan relevansi serta efisiensi manajemen pendidikan. Pemerataan kesempatan
pendidikan diwujudkan dalam program wajib belajar 9 tahun. Peningkatan mutu pendidikan
diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya melalui olahhati, olahpikir,
olahrasa dan olahraga agar memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan global.
Peningkatan relevansi pendidikan dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan
tuntutan kebutuhan berbasis potensi sumber daya alam Indonesia. Peningkatan efisiensi
7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA
26/27
manajemen pendidikan dilakukan melalui penerapan manajemen berbasis sekolah dan
pembaharuan pengelolaan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.
Implementasi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang
perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasionalpendidikan, yaitu: (1)standar isi,
(2)standar proses, (3)standar kompetensi lulusan, (4)standar pendidik dan tenaga kependidikan,
(5)standar sarana dan prasarana, (6)standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan (7)standar
penilaian pendidikan.
Kurikulum dipahami sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi,
dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, maka dengan terbitnya Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pemerintah telah menggiring pelaku pendidikan untuk
mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk kurikulum tingkat satuan pendidikan, yaitu
kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di setiap satuan pendidikan.
Secara substansial, pemberlakuan (baca: penamaan) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) lebih kepada mengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP No. 19/2005. Akan
tetapi, esensi isi dan arah pengembangan pembelajaran tetap masih bercirikan tercapainya paket-
paket kompetensi (dan bukan pada tuntas tidaknya sebuahsubject matter), yaitu:
Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur
edukatif.
Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian
suatu kompetensi.
Terdapat perbedaan mendasar dibandingkan dengan kurikulum berbasis kompetensi
sebelumnya (versi 2002 dan 2004), bahwa sekolah diberi kewenangan penuh menyusun rencana
pendidikannya dengan mengacu pada standar-standar yang telah ditetapkan, mulai dari tujuan,
visi misi, struktur dan muatan kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan, hingga
pengembangan silabusnya.
7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA
27/27
c. Kesimpulan
Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran yang diberikan oleh suatu lembaga
penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta
pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan. Penyusunan perangkat mata pelajaran ini
disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam penyelenggaraan
pendidikan tersebut.
Kurikulum yang mewarnai pendidikan Indonesia:
1. Kurikulum 1968 dan sebelumnya
2. Kurikulum 1975
3. Kurikulum 1984
4. Kurikulum 1994
5. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) versi tahun 2002 dan 2004
6. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) versi Kurikulum Tingkat Satuan Pembelajaran (KTSP)
Perubahan-perubahan kurikulum tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya
perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan Iptek dalam masyarakat berbangsa dan
bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan
secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat.
Daftar Pustaka
Hamalik, Oemar. 2009.Dasar Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: P.T Rosdakarya
Top Related