Hak Asasi Manusia (HAM)
Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Pendidikan Kewarganegaraan
Dosen pembimbing : Ir. M. Rasyid Fadholi, MS
Disusun oleh :
Kartini Putri Wijayanti (135080501111077)
Dewi Tri Rahmadani (145080501111010)
Muhammad Suhantoro (135080301111157)
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya
Malang
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Hak Asasi Manusia” ini.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yang
dibimbing oleh Ir. M. Rasyid Fadholi, MS. Kami menyadari masih terdapat kekurangan dalam
penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kritik membangun dari para pembaca demi
keberlangsungan penulisan yang lebih baik diwaktu yang akan datang sangat saya harapkan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Malang, 28 April 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia pada hakikatnya diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk terhormat dan
mulia serta memiliki hak asasi dan martabat yang sama. Hak asasi tersebut merupakan hak
dasar dari tuhan yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara,
pemerintahan,hukum dan setiap orang. Dasar Negara ini menyebutkan bahwa setiap orang
berhak untuk mendapatkan segala hal yang menjadi tumpuan, penunjang ataupun alat dalam
meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan tanpa harus merugikan orang lain
dan lingkungannya.
Namun pada kenyataannya, pemerintah justru memberikan perlakuan yang berbeda
terhadap rakyatnya, baik dari segi persamaan hukum, pelayanan kesehatan, pendidikan untuk
masyarakat minoritas, dan lain sebagainya. Melihat banyaknya kasus-kasus pelanggaran hak
asasi yang pada hakikatnya menuju kearah deskriminasi, maka akan dibahas lebih lanjut
mengenai deskriminasi mengenai tindakan hukum dan pelayanan kesehatan terhadap
masyarakat minoritas (menengah kebawah).
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam
penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait
dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang
harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas
terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam
era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan
hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai
kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau
pemenuhan HAM pada diri kita sendiri.
Secara teoritis Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia yang
bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus dihormati, dijaga,
dan dilindungi. hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah merupakan upaya menjaga
keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan antara kepentingan
perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu juga upaya menghormati, melindungi, dan
menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia menjadi kewajiban dan tangung jawab bersama antara
individu, pemeritah (Aparatur Pemerintahan baik Sipil maupun Militer), dan negara.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Diskriminasi dan anti diskriminasi?
2. Apa pengertian dari HAM?
3. Jelaskan bagaimana sejarah berkembangnya HAM ?
4. Apa saja dasar UU pelaksanaan HAM?
5. Apa saja lembaga penegak HAM di Indonesia?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan diskriminasi dan anti diskriminasi.
2. Untuk mengetahui penjelasan tentang HAM.
3. Untuk mengetahui sejarah perkembangan HAM.
4. Untuk mengetahui dasar UU pelaksanaan HAM di Indonesia.
5. Untuk mengetahui lembaga penegak HAM di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Diskriminasi
Diskriminasi pada dasarnya adalah penolakan atas HAM dan kebebasan dasar. Dalam
Pasal 1 butir 3 UU No. 39/1998 tentang HAM disebutkan pengertian diskriminasi adalah
“setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung
didasarkan pada perbedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan,
status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat
pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan
HAM dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang
politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan sosial lainnya.
Dasar Persamaan Kedudukan setiap Masayarakat
Pentingnya prinsip persamaan kedudukan setiap warga negara dapat dilihat dari nilai
moral yang tersirat dalam prinsip persamaan, harkat, derajat dan martabat manusia. Hal ini
juga dapat dilihat dari sikap warga negara dan pemerintah dalam menyalurkan tugas,
kewajiban, dan wewenangnya. Menurut Tap MPR No.IV/MPR/1999, Kehidupan
bermasyarakat berbangsa dan bernegara dialam reformasi ini hendak dibangun dengan
berlandaskan prinsip persamaan dan anti diskriminasi. Konsekuensi dari ketentuan tesebut
adalah :
1) Setiap manusia diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai
makluk Tuhan Yang Maha Esa, Yang sama hak dan kewajibannya, sama derajatnya, tanpa
membeda-bedakan suku, agama, gender, dan lain-lain.
2) Pemerintah dan warga negara dituntut untuk bertindak dengan menjunjung tinggi prinsip
persamaan derajat, baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa maupun bernegara.
3) Pemerintah dalam melaksanakan tugasnya wajib memperlakukan semua warga negara
tanpa diskriminasi.
4) Pemerintah juga berwenang menindak barang siapa yang bertindak diskriminatif terhadap
orang lain.
5) Setiap warga negara wajib memperlakukan pihak lain tanpa diskriminasi. Sebaliknya
mereka juga berhak atas perlakuan yang tidak diskriminatif dari sesama warga negara
maupun dari pemerintah dalam berbagai bidang kehidupan.
Serta terdapat pasal 27 UUD 1945 yang menyatakan bahwa segala warga Negara
bersamaan kedudukannya didalam Hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjung Hukum
dan pemerintahan dengan tidak kecualinya. Hal itu menunjukan bahwa adanya keseimbang
antara hak dan kewajiban serta tidak adanya diskriminasi di antara warga Negara mengenai
kedua hal tersebut.
Perlakuan yang tidak diskriminatif tidak selalu berarti memberikan perlakuan yang
sama kepada semua orang, tetapi berarti memberikan perlakuan terhadap semua orang sesuai
dengan hak yang ada padanya. Itulah kebijaksanaan yang perlu kita sadari dalam
melaksanakan prinsip persamaan kedudukan warga negara dalam kehidupan.
2.2 Pengertian HAM
Menurut Jan Materson dari komisi HAM PBB, HAM adalah hak-hak yang melekat
pada setiap manusia, yang tanpa hak-hak tersebut manusia mustahil dapat hidup
sebagai manusia.
Dalam UU tentang Hahak Asasi Manusia pasal 1, HAM adalah seperangkat hak yang
melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan dan
merupakan anuger yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,
pemerintah, hukum dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan terhadap
harkat dan martabat manusia.
Secara universal HAM adalah hak dasar yang dimiliki oleh seseorang sejak lahir
sampai mati sebagai anugerah dari tuhan YME. Semua orang memiliki hak untuk
menjalankan kehidupan dan apa yang dikendakinya selama tidak melanggar norma
dan tata nilai dalam masyarakat. Hak asasi ini sangat wajib untuk dihormati, dijunjung
tinggi serta dilindungi oleh negara, hukum dan pemerintah. Setiap orang sebagai
harkat dan martabat manusia yang sama antara satu orang dengan lainnya yang benar-
benar wajib untuk dilindungi dan tidak ada pembeda hak antara orang satu dengan
yang lainnya.
2.3 Sejarah Perkembangan HAM
Kesadaran manusia terhadap hak asasi berasal dari keinsafannya terhadap harga diri,
harkat dan martabat kemanusiaannya. Oleh karena itu sesungguhnya HAM ini sudah ada
sejak manusia itu dikodratkan hadir di dunia ini, dengan sendirinya HAM bukan merupakan
hal yang baru lagi. Sejak saat Nabi Musa dibangkitkan untuk memerdekakan umat Yahudi
dari perbudakan di Mesir, manusia telah menyadari tentang pentingnya penegakan hak-hak
nya dalam membela kemerdekaan kebenaran dan keadilan. Di Babylonia, terkenal hukum
Hammurabi yang menetapkan hukum untuk menjamin keadilan bagi warganya. Hukum
Hammurabi yang telah dikenal sejak 2000 tahun SM itu merupakan jaminan bagi hak hak
asasi manusia.
Di Solon, Athena, 600 Tahun SM, mengadakan perbaharuan dengan menyusun
perundang-undangan yang memberikan perlindungan keadilan. Ia menganjurkan warga
negara yang diperbudak karena kemiskinan agar dimerdekakan, Solon yang dianggap
bapaknya ajaran demokrasi kemudian membentuk mahkamah keadilan yang disebutnya
Heliaea. Majelis rakyat dinamakannya Ecclesia. Tokoh negarawan Athena lainnya ialah
Pericles, yang menghimbau penduduk negara itu berpartisipasi dalam lembaga
permusyawaratan Ecclesia. Sedangkan Flavius Anicius Justinian yang menjadi kaisar
Romawi (527) dengan gagasannya menciptakan peraturan hukum yang kemudian menjadi
pola sistem hukum modern di Negara Barat. Dasar hukum Justinian bermula dari jaminannya
bagi keadilan dan HAM.
Ahli filsafat dari Yunani seperti Socrates (470-399) SM dan Plato (428-348)
meletakkan dasar bagi perlindungan dan jaminan diakuinya HAM. Konsepsinya
menganjurkan masyarakat untuk melakukan sosial kontrol kepada penguasa yang zalim dan
tidak mengakui nilai nilai keadilan dan kebenaran. Aristoteles (348-322) mengajarkan:
Pemerintah harus mendasarkan kekuasaannya pada kemauan dan kehendak warga negaranya.
Kitab Suci Al-Qur'an lebih kurang 1400 tahun yang lalu diwahyukan Allah SWT kepada
seluruh umat manusia melalui Rasul dan utusan-Nya, Nabi Muhammad SAW mengajarkan
dalam firman itu:"Tiada paksaan dalam beragama". Ini merupakan pencerminan nilai-nilai
HAM dalam Al-Qur'an.
Namun kemudian sejarah juga mencatat, tonggak pertama bagi kemenangan HAM
terjadi di Inggris, pada 15 Juni 1215 lahirlah Piagam Magna Charta yang sangat terkenal.
Prinsip dasar yang tertuang dalam piagam tersebut adalah: (1) Kekuasaan Raja Harus
dibatasi; (2) Hak asasi manusia lebih penting daripada kedaulatan Raja. Oleh Piagam ini, tak
seorangpun dari warga negara merdeka dapat ditahan atau dirampas kekayaannya atau
diperkosa atau diasingkan, atau dengan cara apapun diperkosa hak-haknya, kecuali
berdasarkan pertimbangan hukum.
Dalam sejarah HAM, kehadiran Piagam Magna Charta menjadi lambang munculnya
HAM. Hal ini wajar karena telah mengajarkan bahwa hukum dan undang undang derajatnya
lebih tinggi daripada kekuasaan raja. Sejarah HAM yang berikutnya, munculnya beberapa
ahli hukum seperti Thomas Aquino yang menyampaikan ajarannya: "Bahwa hukum dan
Undang Undang hanya dapat dibuat atas kehendak rakyat atau oleh seorang Raja yang
mewakili aspirasi rakyat". Kemudian Ahli Hukum John Locke (1632-1704) yang
menggambarkan keadaan 'status naturalis' dimana manusia telah memiliki hak hak dasar
secara perorangan. Dalam keadaan bersama sama, hidup lebih maju seperti yang disebutnya
'status civilis', Locke berpendapat bahwa manusia yang berkedudukan sebagai warga negara
itu hak-hak dasarnya dilindungi oleh negara.
J.J Rousseau
Kemudian J.J Rousseau mengemukakan teori tentang Fundering (pendasaran)
kekuasaan negara bahwa kekuasaan negara itu timbulnya karena dan berdasarkan atas suatu
persetujuan atau konstrak antara seluruh masyarakat untuk membentuk suatu pemerintahan,
yakni segolongna manusia yang dikuasakan menjalankan pemerintahan. Teori ini dikenal
dengan "Kontrak Sosial (1762)" yang digunakan oleh Eropa dan Amerika, untuk melindungi
HAM. Setelah itu diwilayah Britania Raya, dalam sejarah HAM tercatat bahwa munculnya
Habeas Conpus Act (1879) yang merupakan sebuah undang undang untuk melindungi
kebebasan warga negara dan untuk mencegah pemenjaraan yang sewenang-wenang.
Kemudian Sejarah HAM di Britania Raya bertambah dengan munculnya Bill Of Rights
(1689) yang berisi tentang hak hak dan kebebasan warga negara dan menentukan pergantian
raja. Kemudian Bill Of Rights di Virginia, Amerika Serikat yang disahkan tanggal 12 Juni
1776. Dalam sejarah HAM, Bill Of Rights digunakan hingga 1951.
Revolusi Prancis dan Amerika Serikat sangat dipengaruhi oleh Locke dan
Rousseau yang disadari oleh penegakan HAM. Hasil pemikiran mereka telah menjadi
Undang Undang Dasar Amerika Serikat tanggal 17 September 1787 dan mulai berlaku
tanggal 4 Maret 1789. Pasal III seksi II (3) UUD tesebut diterima baik tahn 1789, sedangkan
pasal I-IX diterima pada tahun itu juga. Sementara pasal XIII tahun 1865, pasal XV tahun
1870 dan pasal XIX baru diterima pada tahun 1919. Kemudian Revolusi Prancis yang
dipelopori oleh Lafayette (ketika terjadi revolusi Amerika Serikat, dia berada disana) yang
mengakibatkan tersusunnya Declaration des droits de l'homme et du Citoyen (Pernyataan
Hak Hak Manusia dan Warga Negara) tahun 1789. Kemudian pada tahun 1791 semua HAM
dicantumkan seluruhnya di dalam konstitusi Prancis. Revolusi Prancis selain Lafayette,
diprakarsai oleh pemikir besar Prancis seperti J.J Rousseau, Voltaire, Monstequieu yang
bersemboyan: Liberte, egalite, Fraternite (Kemerdekaan, Persamaan, Persaudaraan).
Akan tetapi, dalam sejarah HAM dan penegakannya, Amerika Serikat dengan
Declaration of Independence tahun 1776 menjadi negara pertama dalam sejarah
perlindungan HAM dan jaminan HAM dalam konstitusi negara. Kendati begitu, secara resmi
rakyat Prancis telah lebih dahulu dalam penegakan HAM. Di Amerika Serikat sendiri,
Presiden Amerika Serikat yang menjadi pahlawan dalam penegakan HAM adalah Abraham
Lincoln, Wood Row Wilson dan Jimmy Carter.
Dalam sejarah HAM juga tercatat Belgia (1831), Jerman (1919), Australia dan Ceko
(1920) dan Uni Soviet (1936). Sejarah HAM mencapai masa penegakan yang gemilang
dengan ditandatanganinya Atlantic Charter pada tanggal 14 Agustus 1941 oleh Amanat
Presiden Franklin D. Roosevelt tentang "empat kebebasan (Four Freedom)" yang
diucapkan depan kongres Amerika Serikat tanggal 6 Januari 1941 yakni:
1. Kebebasan untuk berbicara dan melahirkan pikiran (Freedom of speech and Expression)
2. Kebebasan untuk memilih agama sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya (Freedom
of religion).
3. Kebebasan dari rasa takut (Freedom from fear)
4. Kebebasan dari kekurangan dan kelaparan (Freedom from want).
Kemudian munculnya Piagam PBB dan Statuta Mahkamah Internasional sebagai
bagian Integral "The Four Freedom" disahkah pada tanggal 26 Juni 1945 di San Fransisco
Amerika Serikat. Dalam Charter of The United Nations 1946 pasal 55, menggariskan bahwa
PBB diperintahkan untuk menganjurkan agar hak hak asasi manusia dan kebebasan
kebebasan dasarnya dtaati.
Setelah Perang Dunia II, mulai tahun 1946 disusunlah Piagam HAM oleh Organisasi
kerjasam untuk Sosial Ekonomi PBB yang terdiri atas 18 Anggota. Sidang dimulai bulan
Januari 1947 dipimpin oleh Ny. Eleanor Roosevelt. Setelah dua tahun dibahas, tanggal 10
Desember 1948, Sidang Umum PBB yang diselenggarakan di Hotel Chaillot, Paris menerima
baik hasil kerja Panitia tersebut. Karya itu berupa Universal Declaration Of Human Rights
(Pernyataan Sedunia tentang Hak Hak Asasi Manusia) yang terdiri dari 30 Pasal. Dari 58
negara yang terwakil dalam sidang umum tesebut, 48 negara menyatakan setuju, 8 abstain
dan 2 negara tidak hadir.
Majelis Umum memproklamirkan Pernyataan Sedunia tentang HAM sebagai:
a Common standart of achievement for all people and nations
Suatu tolak ukur umum hasil usaha sebagai rakyat dan bangsa dan menyerukan semua
anggota anggota semua bangsa agar memajukan dan menjamin pengakuan dan pematuhan
hak hak dan kebebasan kebebasan yang termaktub dalam pernyataan tersebut. Meskipun
bukan merupakan convention atau perjanjian, namun semua anggota PBB secara moral
berkewajiban menerapkannya. Karena pada alinea pertama Mukadimah Pernyataan Seduna
itu dengan tandas menyatakan "Bahwa sesungguhnya hak hak kodrati yang diperoleh setiap
manusia berkat pemberian Tuhan Seru Sekalian Alam, tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya
dan karena itu setiap manusia berhak akan kehidupan yang layak, kebebasan, keselamatn dan
kebahagiaan pribadinya".
Setelah 21 Tahun berdirinya PBB yang dicetuskan pada tanggal 24 Oktober 1945,
HAM telah memperoleh jaminan perlindungan dalam dua Konvenan atau perjanjian HAM,
yang diterima Majelis Umum PBB tanggal 16 Desember 1966. Pada saatnya konvenan
konvenan tersebut secara yuridis mengkiat negara negara anggota yang telah meratifisirnya.
Perjanjian HAM dimaksud ialah: Konvenan Internasioanl tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial
dan Kultural; Konvenan Internasional tentang Hak Hak Sipil dan Politik. Selain itu
ditetapkan juga Protokol Manasuka pada konvenan Internasional Hak Hak Sipil dan Politik.
Setelah tahun 1948, dalam Sejarah HAM tercatat banyak Konvensi yang dilakukan oleh PBB,
ILO, dan UNESCO. Berikut beberapa perjanjian HAM yang terbentuk saat itu
1. Konvensi Nomor 98 tentang diberlakukannya Prinsip Prinsip Berorganisasi dan
berunding, yang diterima Organisasi Buruh Internasional atau Internasional Labour
Organization (ILO) pada tanggal 1 Juli 1949.
2. Konvensi Nomor 100 tentang pengupahan yang sama bagi buruh pria dan wanita
untuk pekerjaan sama. Diterima ILO tanggal 29 Juni 1951.
3. Konvensi Hak Hak Politik Wanita yang diterima oleh Sidang Umum PBB
berdasarkan resolusi nomor 640 (VII) tanggal desember 1952.
4. Konvensi mengenai Kewarganegaraan Wanita Bersuami,berdasarkan resolusi Nomor
1040 (XI) tanggal 29 Januari 1957 diterima SU-PBB.
5. Pernyataan Hak Hak Anak, berdasarkan resolusi nomor 1386 (XIV) diproklamirkan
SU-PBB tanggal 20 November 1959.
6. Konvensi tentang menentang Diskriminasi dalam bidang Pendidikan, diterima oleh
Konferensi Umum UNESCO tanggal 14 Desember 1960.
7. Konvensi tentang Izin Untuk Kawin, Usia Minimun untuk kawin dan pencatatan
Perkawinan-perkawinan, berdasarkan resolusi Nomor 1793 A (XVII) tanggal 7
November 1962.
8. Konvensi Internasional tentang Hilangnya segala bentuk Diskriminasi Rasial,
berdasarkan resolusi Nomor 2106 A (XX), yang diterima SU-PBB tanggal 21
Desember 1965.
2.4 Dasar UU pelaksanaan HAM
Pengaturan HAM dalam ketatanegaraan Republik Indonesia terdapat dalam
perundang-undangan yang dijadikan acuan normatif dalam pemajuan dan perlindungan
HAM. Empat hukum tertulis yang menyatakan tentang HAM :
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2. TAP MPR
3. UU
4. Peraturan pelaksanaan perundang-undangan seperti Peraturan Pemerintah, Kepres, dll.
>> UUD 1945
a) Hak atas persamaan keududukan dalam hukum dan pemerintahan, Pasal 27 Ayat 1.
b) Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, Pasal 27 Ayat 2.
c) Hak berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, Pasal 28.
d) Hak memeluk dan beribadah sesuai dengan ajaran agama, Pasal 29 Ayat 2.
e) Hak dalam usaha pembelaan negara, Pasal 30.
f) Hak mendapat pengajaran, Pasal 31.
g) Hak menikmati dan mengembangkan kebudayaan nasional dan daerah, Pasal 32 .
h) Hak di bidang perekonomian, Pasal 33.
i) Hak fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara, Pasal 34.
>> Undang-Undang
a) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
b) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers
c) UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
d) UU Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
e) UU Nomor 5 Tahun 1998 tentang Ratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan, Perlakuan atau
Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat.
f) UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kebebasan Menyatakan Pendapat
g) UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
h) UU Nomor 20 Tahun 1999 Ratifikasi Konvensi ILO Nomor 138 tentang Usia Minimum
Bagi Pekerja.
2.5 Lembaga penegak HAM di Indonesia
A. Komisi Nasional HAM (Komnas HAM)
Pada awalnya dibentuk dengan Kepres. No. 50 tahun 1993. Terbentuknya UU HAM pada
1999 membuat Komnas HAM harus menyesuaikan diri dengan UU tersebut. Tujuan komnas
HAM adalah :
1) Membantu pengembangan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan HAM
2) Meningkatkan perlindungan dan penegakan HAM guna berkembangnya pribadi manusia
Indonesia seutuhnya dan kemampuan partisipasi dalam berbagai bisang kehidupan.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Komnas HAM menjalankan fungsinya sebagai berikut:
1) Pengkajian dan Penelitian
Meliputi : mengkaji dan meneliti instrument internasional HAM (kemungkinan aksesi dan
ratifikasi) dan instrument nasional HAM (rekomendasi pembentukan, perubahan dan
pencabutan per-UUan)
2) Penyuluhan
Meliputi : menyebarluaskan wawasan HAM kepada masyarakat, peningkatan kesadaran
HAM dalam lembaga formal dan non-formal, dan kerjasama dengan organisasi lain dalam
bidang HAM
3) Pemantauan
Meliputi : pengamatan dan penyusunan laporan hasil pengamatan terhadap pelaksanaan
HAM, penyelidikan dan pemeriksaan peristiwa pelanggaran HAM dalam masyarakat,
pemanggilan kepada pelapor atau korban atau atau saksi atau yang diadukan terkait
pelanggaran HAM, peninjauan lokasi pelanggaran HAM, pemanggilan pihak terkait dan
pemeriksaan setempat terhadap suatu tempat atau bangunan yang dimiliki pihak tertentu
dengan izin pengadilan dan pemberian pendapat erdasar persetujuan ketua pengadilan dalam
kasus HAM.
4) Mediasi
Meliputi : perdamaian, penyelesaian perkara, pemberian saran untuk menempuah jalan
pengadilan, penyampaian rekomendasi kepada pemerintah DPR RI untuk ditindaklanjuti.
B. Pengadilan HAM
Merupakan pengadilan khusus di lingkungan pengadilan umum di kabupaten atau
kota yang secara khusus menangani kasus pelanggaran HAM berat seperti genosida
(pemusnahan massal terhadap suatu ras, etnis, bangsa atau agama tertentu) dan kejahatan
terhadap kemanusiaan, seperti pembunuhan, pemusnahan, pengusiran, perkosaan, pemaksaan
pemandulan, peganiayaan, penculikan, kejahatan apartheid (penindasan dan dominasi
terhadap suatu kelompok ras demi mempertahankan kekuasaan) dan lain-lain (menurut UU
No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM). Dikenal juga pengadilan HAM ad hoc yang
menyelesaikan kasus pelanggaran HAM yang terjadi sebelum UU HAM lahir (menganut asas
retroaktif atau berlaku surut).
C. Komisi Nasional Perlindungan Anak (KNPA) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
KNPA lahir berawal dari gerakan nasional perlindungan anak sejak 1997. Setelah reformasi,
tanggung jawab tersebut diserahkan pada masyarakat. KNPA melakukan perlindungan anak
dari perlakuan diskriminasi, eksploitasi, penelantaran, kekejaman, kekerasan, penganiayaan,
ketidakadilan dan perlkuan salah yang lain.
Ada juga KPAI yang dibentuk berdasar pasal 76 UU No, 23 tahun 2002. KPAI dibentuk
dengan tujuan:
1) Melakukan sosialisasi per-UUan yang berkaitan dengan perlindungan anak
2) Mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan
penelaahan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan
anak
3) Member laporan, saran, masukan dan pertimbangan kepada presiden dalm rangka
perlindungan anak.
D. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan
Komisi ini dibentuk berdasar kepres No. 181 tahun 1998 dengan dasar pertimbangan sebagai
upaya penghapusan tindak kekerasan terhadap perempuan. Tujuan komisi ini adalah:
1) Menyebarluaskan pemahaman tentang bentuk kekerasan terhadap perempuan
2) Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan kekerasan terhadap perempuan
3) Meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap
perempuan dan hak asasi perempuan.
Fungsi komisi ini antara lain:
1) Penyebarluasan pemahaman, pencegahan penanggulangan, penghapusan kekerasan
terhadap perempuan
2) Pengkajian dan penelitian terhadap instrument PBB terkait perlindungan HAM terhadap
perempuan
3) Pemantauan dan penelitian terhadap segala bentuk kekerasan terhadap perempuan
4) Penyebarluasan hasl pemantauan thd kekerasan terhadap perempuan
5) Pelaksanaan kerjasama regionl dan internasional dalam pencegahan dan penanggulangan
kekerasan terhadap perempuan
E. Komisi kebenaran dan Rekonsiliasi
Dibentuk berdasarkan UU No. 27 tahun 2004 dengan tujuan:
1) Memberikan alternative penyelesaian pelanggaran HAM berat di luar pengadilan (non
litigasi) HAM ketika pengadilan HAM mengalami kebuntuan
2) Sarana mediasi pelaku dan korban pelanggaran HAM berat di luar jalur sidang.
F. LSM Pro Demokrasi dan HAM
Merupakan organisasi non pemerintah (lembaga swadaya masyarakat) yang berfokus
pada pengembangan kehidupan demokratis dan pengembangan HAM. Yang termasuk LSM
ini antara lain: YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia), Kontras (Komisi
untuk orang hilang dan korban kekerasan), Elsam (lembaga studi dan advokasi masyarakat),
PBHI (Perhimpunan bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia) dan lain-lain. LSM semacam
ini kebanyakan lahir sebelum lahirnya KomnasHAM. Dalam pelaksanaannya, LSM
merupakan mitra kerja Komnas HAM yang mendampingi korban pelanggaran HAM ke
Komnas HAM.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan beberapa rumusan hak asasi manusia di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang
beberapa sisi pokok hakikat hak asasi manusia, yaitu :
HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun di warisi, HAM adalah bagian dari
manusia secara otomatis.
HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis,
pandangan politik atau asal usul sosial, dan bangsa.
HAM tidak bisa dilanggar, tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau
melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah negara
membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM.
Empat hukum tertulis yang menyatakan tentang HAM :
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2. TAP MPR
3. UU
4. Peraturan pelaksanaan perundang-undangan seperti Peraturan Pemerintah, Kepres,
dll.
Lembaga penegak HAM di Indonesia :
a. Komisi Nasional HAM (Komnas HAM)
b. Pengadilan HAM
c. Komisi Nasional Perlindungan Anak (KNPA) dan Komisi Perlindungan Anak
Indonesia (KPAI)
d. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan
e. Komisi kebenaran dan Rekonsiliasi
f. LSM Pro Demokrasi dan HAM
3.2 Saran
Dibutuhkan reverensi yang banyak untuk dapat mengetahui Perkembanagn
pengetahuan tentang HAM. Diharapkan kita dapat sering membaca untuk menambah
wawasan mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan HAM dan hukum penegaknya.
DAFTAR PUSTAKA
Gunarto, M.P. 2007. Perlindungan Hak Asasi Manusia di Indonesia dalam Dinamika Global.
Mimbar Hukum. 167-180
Hadisuprapto, Paulus. 2006. Pidato Pengukuhan Guru Besar, Peradilan Restoratif : Model
Peradilan Anak Indonesia Masa Datang. Semarang : Badan Penerbit Universitas
Diponegoro
http://www.apapengertianahli.com/2014/11/pengertian-ham-dan-sejarah-ham.html. Diakses
pada senin 27 April 2015 pukul 23:34 WIB
Top Related