POLA KOMUNIKASI PENGURUS LEMBAGA DAKWAH
SEKOLAH (LDS) DALAM KEGIATAN MENTORING
DI SMA NEGERI 5 DEPOK
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh:
Robbi Hakhiardy
NIM : 1110051000155
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H. / 2015 M.
i
ABSTRAK
Robbi Hakhiardy
Pola Komunikasi Pengurus Lembaga Dakwah Sekolah dalam Kegiatan Mentoring di
SMA Negeri 5 Depok
Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia. Pentingnya komunikasi bagi manusia
tidak dapat dipungkiri. Indikator komunikasi akan berjalan dengan baik manakala
komunikator atau orang yang memberikan pesan berhasil menyamakan pesan yang ditangkap
atau diterima oleh komunikan. Hal ini yang membuat pola komunikasi atau bentuk
penyampaian pesan menjadi penunjang atau penentu keberhasilan komunikasi.
Dari uraian di atas, timbul beberapa pertanyaan. Bagaimana pola komunikasi pengurus
lembaga dakwah sekolah dalam kegiatan mentoring di SMA Negeri 5 Depok? Apa faktor
pendukung dan penghambat pengurus lembaga dakwah sekolah dalam kegiatan mentoring di
SMA Negeri 5 Depok?
Pola komunikasi merupakan salah satu unsur yang sangat menentukan dalam kegiatan
mentoring pelajar. Dengan mengetahui pola komunikasinya, pengurus lembaga dakwah
sekolah dapat menggunakan pola komunikasi yang lebih cocok dan tepat sesuai dengan
kebutuhan. Terutama dilakukan dalam sebuah kegiatan mentoring, dimana aktivitas
komunikasi merupakan perangkat yang utama.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori pola komunikasi. H.A.W.
Widjaja. Ia mengatakan bahwa terdapat empat jenis pola komunikasi. Keempat jenis pola
komunikasi tersebut adalah pola roda, pola rantai, pola lingkaran, dan pola bintang.
Dalam hal ini penulis menggunakan metode pendekatan deskriptif, dimana metode ini
bertujuan untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif.
Dalam penerapannya, tak jarang muncul berbagai macam faktor pendukung, juga
faktor penghambat seorang komunikator sebagai penyampai pesan. Dalam hal ini adalah
pengurus lembaga dakwah itu sendiri. Selama proses pola komunikasi itu berjalan dalam
kegiatan mentoring, banyak hal yang dapat dijadikan sebagai pendukung dan penghambat.
Semua faktor itu datangnya bisa dari dalam (internal) dan juga dari luar (eksternal).
Jadi dapat disimpulkan dengan adanya pola komunikasi yang cocok dalam
penerapannya di lapangan, serta mengetahui berbagai macam faktor pendukung dan faktor
penghambat baik dari dalam (internal) maupun dari luar (eksternal), pengurus lembaga
dakwah sekolah dapat menjalankan kegiatan mentoring dengan maksimal.
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim
Alhamdulillahi rabbil „alamin, segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam. Sujud
syukur dipanjatkan kehadirat Illahi Rabbi, atas segala kemurahan, cinta, kasih, dan sayang-
Nya serta banyaknya karunia tak terhingga yang senantiasa diberikan kepada hamba-Nya
sehingga penulis pun dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa
tercurah limpahkan kepada baginda kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para
sahabat beliau hingga akhir zaman.
Alhamdulillah, dengan usaha dan tekad yang kuat akhirnya skripsi ini dapat penulis
selesaikan. Walaupun cukup banyak hambatan dan rintangan yang penulis hadapi, baik itu
berupa sifat malas, lalai, dan sombong yang masih melekat kuat di dalam diri penulis. Namun
atas izin Allah SWT semua hambatan dan rintangan dapat diatasi dan diselesaikan.
Terselesaikannya skripsi ini, sungguh suatu anugerah terindah yang penulis rasakan.
Namun anugerah tersebut tidak akan tercapai tanpa adanya proses dan dukungan, baik moril
maupun materil. Maka untuk itulah, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada
semua pihak terkait yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Ucapan terima kasih tiada henti penulis sampaikan kepada ayahanda (Ardy Kusuma)
yang dengan ketegaran hidupnya telah menjadi sumber inspirasi dan semangat bagi penulis
dan kepada ibunda (Haslinda) yang air susunya telah mendarah daging dalam tubuh ini, yang
dengan keringat dan air matanya telah menyatu dalam jiwa penulis.
Selain itu penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Arief Subhan M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi beserta pembantu dekan dan jajarannya.
iii
2. Bapak Rachmat Baihaky, M.A. selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam
serta Ibu Fita Fathurokhmah, M.Si. Selaku Sekretaris Jurusan yang telah banyak
membantu penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.
3. Bapak Ade Masturi, M.A. selaku dosen pembimbing, tiada kata yang sangat pantas
terucap selain terima kasih yang mendalam atas kesediaannya untuk meluangkan waktu
di tengah-tengah kesibukannya guna memberikan arahan, masukan, dan membimbing
penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang pernah mengajar
penulis, terimakasih atas ilmu yang diberikan. Semoga berkah dan selalu bermanfaat.
5. Seluruh Staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas yang telah membantu
penulis dalam pencarian bahan untuk skripsi ini.
6. Bang Fadli dan Bang Dharma, yang telah memberikan bantuan dukungan baik moril
maupun materil, dan kepada adik-adik (Rian dan Rais) -yang hanya cukup dengan diam
dan tidak mengganggu penulis- telah banyak membantu penulis.
7. Saudara Yoga Julian, Lutfi Ismail serta keluarga besar SALAM 5 Depok yang telah
membantu penulis memberikan data-data yang diperlukan. Dan juga kepada Afif, Dimas,
Hisyam, Rafi, Rifki, dan Wahyu selaku siswa SMA Negeri 5 Depok yang bersedia
penulis wawancarai.
8. Saudara Andi Riski, Firda Afriyani, Ahmad Fadhilah Rosyadi, yang telah memberikan
bantuan yang sangat banyak dan mendorong penulis untuk menyelesaikan penulisan
tugas akhir ini tepat waktu. Terima kasih untuk bantuan di detik-detik yang menentukan.
9. Teman-teman organisasi di Yayasan AISI program beasiswa DPN yang selalu
mendukung penulis dan selalu ada bersama penulis melakukan banyak “proyek
kebaikan” untuk pelajar di Kota Depok.
iv
10. Para sahabat anak-anak KPI E 2010 yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih
atas kebersamaan, keceriaan, kenangan, cita-cita dan kehadiran kalian yang telah
memberikan warna dan pelajaran berharga bagi penulis. Kalian semua memberikan
atmosfir yang menyenangkan di masa-masa penulisan yang menegangkan.
11. Teman-teman KKN SAHABAT, terima kasih untuk satu bulan kenangan yang telah
kalian ciptakan, kebersamaan kita saat itu sungguh sangat penulis rindukan.
12. Berbagai pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam
kelancaran penulisan skripsi ini.
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih dan memanjatkan do‟a yang tulus untuk
mereka yang tersayang, yang selalu ada disamping penulis ketika sedih dan selalu
mengingatkan di saat salah. Semoga Allah membalas semua kebaikan yang telah diberikan.
Amin ya Rabbal alamin.
Jakarta, 22 Januari 2015
Penulis
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK …………………………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR …………………….………………………………………………… ii
DAFTAR ISI …………………...……………………………....………………...…............. v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ……………………………………………………………... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ….………………………………………..…... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………….…………………………………………... 8
D. Metodologi Penelitian ……………….………………………………………............. 9
E. Tinjauan Pustaka………………….…………………………………………………. 14
F. Sistematika Penulisan ................................................................................................. 15
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pola Komunikasi …………………………………………………………………. 17
1. Pengertian Pola Komunikasi ……………….…………………………………….. 17
2. Jenis-jenis Pola Komunikasi ……………..……………………………………….. 19
a. Pola Roda ………………………………………...…………………………….. 19
b. Pola Rantai ……………...……………………………………………………… 21
c. Pola Lingkaran ………..……………………………………………………….. 23
d. Pola Bintang ………………....…………………………………………………. 24
B. Lembaga Dakwah Sekolah ………………….....……………………………………. 26
1. Pengertian Lembaga Dakwah Sekolah ……………….....………………………….. 26
2. Urgensi Dakwah Sekolah ………………....……………………………………….. 27
3. Tujuan dan Sasaran Dakwah Sekolah ………......………………………………….. 33
4. Objek Dakwah Sekolah ……......…………………………………………………… 40
vi
C. Mentoring ………………………………………………………………………....… 43
1. Pengertian Mentoring …………………………….........…………………………… 43
2. Sejarah Perkembangan Mentoring ……………………........………………………. 44
3. Peran Mentoring dalam Pendidikan …………………..........………………………. 45
4. Macam-macam Aktivitas dalam Mentoring ………....………………………......…. 47
BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA DAKWAH SEKOLAH SALAM 5
A. Profil Lembaga Dakwah Sekolah (LDS) SALAM 5 ……...........…………………… 52
1. Latar Belakang LDS SALAM 5 ………………………………..........…………….. 52
2. Visi, Misi, Fungsi danTujuan LDS SALAM 5 ……..........………………………… 53
3. Struktur Kepengurusan dan Fungsi Pengurus Inti LDS SALAM 5 …...........……… 54
B. Program Kerja Kepengurusan LDS SALAM 5 ……….........……………………….. 56
BAB IV POLA KOMUNIKASI PENGURUS LDS DALAM KEGIATAN MENTORING
A. Pola Komunikasi Pengurus LDS dalam Kegiatan Mentoring
di SMA Negeri 5 Depok ………………………...........……………………………... 59
B. Faktor Pendukung dan Penghambat Pengurus LDS dalam
Kegiatan Mentoring di SMA Negeri 5 Depok ……………………......…………….. 73
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………………………....………….. 82
B. Saran …………………………………...……………………………………………. 83
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………… 85
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia. Dengan berkomunikasi,
manusia dapat saling berhubungan satu sama lain baik dari kehidupan sehari-
hari di rumah, di sekolah, di tempat pekerjaan atau di mana saja berada. Tidak
ada manusia yang tidak akan terlibat dalam komunikasi.
“Setiap kegiatan manusia, baik itu aktivitas sehari-hari, organisasi,
lembaga dan sebagainya tidak akan terlepas dari komunikasi, sehingga dapat
dipastikan di mana manusia hidup baik sebagai individu maupun anggota
masyarakat selalu berkomunikasi, mengapa demikian? Karena komunikasi
merupakan kebutuhan hidup manusia. Tidak mungkin seseorang dapat
menjalani hidupnya tanpa berkomunikasi dan komunikasi itu sendiri
merupakan unsur penting yang membentuk dan memungkinkan
berlangsungnya suatu masyarakat.”1
Manusia dituntut agar pandai dan tahu etika dalam berkomunikasi, agar
perkataannya tidak sampai menyakiti orang lain, bahkan sebaliknya setiap kata
yang diucapkan dapat menyejukkan hati meskipun berbeda suku, berbeda
bangsa, berbeda budaya, berbeda warna kulit. Komunikasi adalah proses
penyampaian suatu pernyataan berupa pesan oleh seseorang (komunikator)
kepada orang lain (komunikan).2 Indikator komunikasi akan berjalan dengan
baik manakala komunikator atau orang yang memberikan pesan berhasil
menyamakan makna pesan yang ditangkap atau diterima oleh komunikan. Hal
1 Zulkarnain Nasution, Sosiologi Komunikasi Massa, 1
st ed. (Jakarta : Universitas Terbuka,
1993), h. 2. 2 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek, 1
st ed. (Jakarta: PT.
Remaja Rosdakarya, 2001), h. 4.
2
ini yang membuat pola komunikasi atau bentuk penyampaian pesan menjadi
penunjang atau penentu keberhasilan komunikasi yang berjalan dengan baik.
Ada beberapa macam pola komunikasi yang biasa digunakan, seperti pola
komunikasi roda, pola komunikasi lingkaran, pola komunikasi rantai dan pola
komunikasi bintang. Namun, dalam penerapannya pola komunikasi ini harus
melihat siapa, apa dan dimana proses komunikasi itu berlangsung.
Pentingnya komunikasi bagi manusia tidak dapat dipungkiri. Juga halnya
dalam menjalankan kegiatan mentoring di sekolah, agar dapat berjalan lancar
dan berhasil, perlu adanya pola komunikasi yang baik dalam menjalankan
kegiatan mentoring. Begitu juga sebaliknya, kurangnya atau tidak adanya pola
komunikasi akan menyebabkan kegiatan mentoring tidak berjalan secara
maksimal. Atas dasar itu maka pola komunikasi perlu mendapat perhatian untuk
dipelajari dan dipahami semua orang yang terlibat dalam dunia organisasi.
Khususnya dalam organisasi Lembaga Dakwah Sekolah (LDS) yang menjadi
fokus penulis dalam penelitian ini.
Penulis memandang sangat penting untuk mengkaji pola komunikasi sebagai
landasan kuat bagi pengembangan jalannya sebuah kegiatan dalam mentoring.
Saat ini, telah banyak sekolah-sekolah melalui Lembaga Dakwah Sekolah
(LDS) melaksanakan kegiatan mentoring untuk siswa-siswinya, khususnya di
SMA Negeri 5 Depok yang menjadi subjek penulis dalam penelitian ini.
Setelah penulis melakukan observasi terhadap kegiatan mentoring,
ditemukan hanya dua pola komunikasi itu yang berlaku selama kegiatan tersebut
berlangsung.3 Pertama yaitu pola komunikasi roda. Pola komunikasi ini jelas
3 Observasi Penulis Selama Sebulan, Pertengahan Oktober Sampai dengan Pertengahan
November 2014
3
terlihat saat awal-awal kegiatan mentoring berjalan, hanya pementor sebagai
komunikator tunggal dalam menyampaikan pesan yaitu berupa materi
pembahasan. Kedua yaitu pola komunikasi bintang, pola komunikasi ini jelas
terlihat saat kegiatan mentoring memasuki pertengahan sampai akhir
pelaksanaan. Semua orang yang ada dalam kegiatan tersebut saling
berkomunikasi dalam mendiskusikan sebuah materi yang sebelumnya telah
dibahas, kemudian masing-masing orang memberikan pandangannya dan yang
lain menanggapinya.
Tidak dapat disangkal lagi, kualitas generasi muda merupakan cerminan
masa depan bangsa. Suatu bangsa yang gagal membina generasi muda -
moralitas dan kapabilitas- akan menjadi bangsa pecundang dikemudian hari.
Negara-negara maju di dunia sangat khawatir dengan kelanjutan masa depan
negara mereka. Apalah artinya kemajuan ekonomi, kecanggihan teknologi dan
militer, kepemimpinan atas dunia, sementara generasi mudanya sedemikian
rusak moralnya, bodoh dan tidak dapat diharapkan di masa depan. Bayang-
bayang kemunduran atau bahkan kepunahan sebagai bangsa tampak begitu
menakutkan.4
Pembinaan moralitas generasi muda semakin penting apabila melihat
fenomena bangsa Indonesia yang semakin terpuruk dalam krisis ekonomi yang
parah dan bermuara pada rusaknya moral secara massal.5 Ungkapan Hasan al-
Banna (seorang tokoh kharismatik gerakan ini) menarik untuk dikutip.
4 Refleksi 20 Tahun Pembaharuan Tarbiyah di Indonesia: Tarbiyah Menjawab Tantangan
(Jakarta: Robbani Press, 2002), h. 65. 5 Nugroho Widiyantoro, Panduan Dakwah Sekolah: Kerja Besar untuk Perubahan Besar,
2nd
ed. (Jakarta: Era Intermedia, 2002), h. 3.
4
“Oleh karena itu, sejak dulu hingga sekarang pemuda merupakan pilar
kebangkitan. Dalam setiap kebangkitan, pemuda adalah rahasia kekuatannya.
Dalam setiap fikrah, pemuda adalah pengibar panji-panjinya.”6
Membangun kepeloporan pemuda tentu tidak dapat dilakukan dengan
sekejap mata. Apalagi ketika mereka sedang mengalami sakit yang semakin
parah karena tidak kunjung diobati. Bagaikan virus SARS, penyebaran virus-
virus demoralisasi yang mematikan hati, fisik dan akal ini amat mudah
menyebar di mana-mana.Masa depan sebagai bangsa sangat terancam oleh
kualitas dan moralitas generasi muda yang sangat mengkhawatirkan. Dan ini
tentu saja menjadi tanggung jawab semua pihak. Para ulama, tokoh masyarakat,
sesama pelajar, alumni, guru, kepala sekolah, dan tentu saja, pemerintah.
Oleh karena itu, semua pihak tersebut patut peduli dan mengambil tanggung
jawab secara kolektif tanpa terkecuali. Para guru, pembina agama, pemerintah,
alumni, orang tua, sesama siswa dan masyarakat luas harus bahu-membahu
memberikan kontribusi pembinaan remaja, salah satunya melalui kegiatan
mentoring di sekolah. Salah satu kegiatan dakwah bagi pemuda yang
merupakan aset bangsa kelak di masa depan, yang bertujuan untuk mencetak
kepribadian dan karakter yang kuat sejak dini.7 Kewajiban dalam melaksanakan
dakwah kepada mereka adalah tanggung jawab yang kelak akan Allah tanyakan
langsung di akhirat.
Ada tiga alasan utama yang menjelaskan urgensi kegiatan mentoring yang
dijalankan Lembaga Dakwah Sekolah yakni: Efektif, Masif, dan Strategis.8
Alasan-alasan ini sangat khas dan membedakannya dengan segmen organisasi
6 Nugroho Widiyantoro, Panduan Dakwah Sekolah: Kerja Besar untuk Perubahan Besar,
h. 15. 7Ibid., h. 3.
8Ibid., h. 20.
5
dakwah yang lain. Alasan ini juga yang membuat kegiatan mentoring menjadi
hal yang istimewa untuk dilaksanakan di sekolah.
Ulasan pertama yaitu efektif. Tidak diragukan lagi bahwa menanamkan
akidah dan moralitas (berdakwah) melalui kegiatan mentoring kepada remaja
dan pemuda adalah jauh lebih efektif daripada berdakwah kepada golongan tua
yang telah sarat dengan kontaminasi kepentingan pragmatis dan ideologis. Usia
muda adalah periode emas untuk belajar, menanamkan ilmu pengetahuan dan
nilai-nilai keagamaan. Sebuah pepatah Arab mengatakan “belajar di waktu kecil
bagaikan mengukir di atas batu, sedangkan belajar di masa tua bagaikan
menulis di atas air.”
Di Indonesia, peluang dakwah dan proses tarbiyah yang efektif banyak
berawal dari dakwah sekolah, baik di SMP maupun SMA. Penggerak dakwah
kampus di berbagai perguruan tinggi besar seperti Universitas Indonesia (UI),
Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), dan
sebagainya sebagian besar berasal dari aktivis lembaga dakwah sekolah.
Ulasan selanjutnya yaitu masif. Objek dari mentoring adalah pelajar di
sekolah, disebut “masif” atau massal karena jumlah populasi pelajar sangat
banyak dan tersebar di seluruh pelosok Indonesia. Populasi pelajar ini juga jauh
melebihi populasi mahasiswa yang hanya berada di kota-kota besar. Dari 74 juta
populasi pemuda Indonesia berusia 15–35 tahun di tahun 2010, 91,5% tamat
SMP, dan 73,02% tamat SMA. Bandingkan dengan 8,86% yang hanya berhasil
menamatkan pendidikan sarjana muda dan sarjananya.9 Obyek dakwah yang
masif tentu saja sangat vital. Bila pengaruh dakwah sedemikian besar kepada
9 Biro Pusat Statistik (BPS), National Study Center (Jakarta: BPS, 2010), h. 24.
6
segmen pelajar, maka perbaikan moralitas dan fikroh masyarakat akan tumbuh
secara masif pula.
Lalu ulasan terakhir yaitu strategis. Disebut strategis karena kegiatan
mentoring yang dijalankan LDS dalam jangka panjang akan mensuplai sumber
daya manusia (SDM) shalih di berbagai lapisan masyarakat sekaligus, baik
buruh dan pekerja, wiraswastawan dan kaum profesional, serta calon pemimpin
di masa depan. Mengingat perannya yang amat strategis ini, maka tidak heran
lahan dalam lembaga dakwah sekolah ini menjadi rebutan berbagai ideologi.
Maka bayangkanlah apa yang terjadi apabila lembaga dakwah sekolah maju dan
berkembang. Tatkala berhasil menumbuhsuburkan kader-kader muslim yang
banyak dan berkualitas juga simpatisan-simpatisan dakwah yang massal.
Mereka akan mengisi dan mewarnai lembaga-lembaga profesi di masa
depan: perusahaan-perusahaan, instansi pemerintah, birokrasi, perguruan tinggi,
LSM, wiraswasta, dan tentu saja di masyarakatnya sendiri, baik sebagai
pemimpin-pemimpin hingga level grass root (basis massa). Mereka akan
menjadi agen-agen perubahan skala sistem; membersihkan seluruh sendi-sendi
kehidupan berbangsa dan bernegara dari kuman-kuman korupsi, kolusi dan
nepotisme yang sudah akut. Mereka adalah darah baru yang akan membawa
bangsa dan umat Islam kepada zaman baru; era baru yang lebih cemerlang,
maju, adil, sejahtera dan tentu saja berakhlak.
Tidak mudah dalam menjalankan kegiatan mentoring di sekolah.
Permasalahannya, walaupun kegiatan mentoring memiliki cita-cita, tujuan serta
fungsi luar biasa yang diemban oleh LDS, tetapi hal itu tidak diiringi dengan
jumlah pengurus yang terlibat dalam menjalankan kegiatan mentoring. Sehingga
7
berakibat terhadap pola komunikasi yang tidak maksimal antara pengurus LDS
selaku pementor dengan siswa selaku peserta mentor. Berdasarkan sumber data
yang didapatkan penulis10
bahwa jumlah pengurus lembaga dakwah sekolah
khususnya dalam menjalankan kegiatan mentoring mengalami penurunan tiap
tahunnya.
Melihat latar belakang di atas tidak diragukan lagi bahwasanya pola
komunikasi menjadi penting dalam kaitannya terhadap kegiatan mentoring.
Penulis tertarik untuk mengupas lebih jauh kiprah pengurus LDS dalam
menjalankan kegiatan mentoring di SMA Negeri 5 Depok dalam sebuah skripsi.
Penulis mengambil subjek penelitian di SMA Negeri 5 Depok karena di sekolah
tersebut melaksanakan kegiatan mentoring. Selaras dengan uraian dan latar
belakang di atas, hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk mengangkat
sebuah judul skripsi: “Pola Komunikasi Pengurus Lembaga Dakwah
Sekolah (LDS) dalam Kegiatan Mentoring di SMA Negeri 5 Depok.”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Agar penelitian ini lebih fokus dan terarah, maka penulis membatasi dan
merumuskan masalah. Penelitian ini dibatasi hanya akan meneliti tentang
kegiatan mentoring yang dijalankan oleh Lembaga Dakwah Sekolah (LDS) di
SMA Negeri 5 Depok dengan menggunakan teori pola komunikasi roda dan
pola komunikasi bintang. Secara menyeluruh penulis akan berusaha menjawab
dari rumusan masalah penelitian. Adapun permasalahan yang hendak dijawab
adalah:
10
Refleksi 20 Tahun Pembaharuan Tarbiyah di Indonesia: Tarbiyah Menjawab
Tantangan, h. 68.
8
1. Bagaimana pola komunikasi pengurus LDS dalam kegiatan mentoring di
SMA Negeri 5 Depok?
2. Apa faktor pendukung dan penghambat pengurus LDS dalam kegiatan
mentoring di SMA Negeri 5 Depok?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pola
komunikasi pengurus LDS dalam kegiatan mentoring di SMA Negeri 5 Depok
dan mengetahui apa faktor pendukung dan penghambat pengurus LDS dalam
kegiatan mentoring di SMA Negeri 5 Depok.
Manfaat Penelitian:
1. Secara akademis memperkaya khazanah penelitian mengenai kegiatan
mentoring di sekolah-sekolah. Hasil penelitian yang dilakukan merupakan
data yang berharga karena dapat memberikan kontribusi bagi pengetahuan
ilmiah dalam bidang ilmu dakwah dan ilmu komunikasi khususnya di
jurusan Komunikasi Penyiaran Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat membuka lebih banyak
kemungkinan untuk penelitian lebih lanjut dengan pengembangan topik
maupun metodologi penelitian. Terutama diharapkan dapat merangsang
munculnya penelitian-penelitian lain mengenai kegiatan mentoring di
sekolah. Selanjutnya, hasil penelitian yang didapatkan bisa menjadi
masukan bagi pihak pendidikan tinggi serta dapat dibandingkan dengan hasil
penelitian sebelumnya.
9
D. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah bersifat analisis
deskriptif, yaitu suatu metode penelitian melalui pendekatan kualitatif yang
dihasilkan dari suatu data yang dikumpulkan melalui survey di lapangan. Data
tersebut berupa data-data, kata-kata, gambar dan dokumen.
Menurut Bagdan dan Taylor seperti yang dikutip oleh Moelong dalam
bukunya penelitian kualitatif11
ialah “sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
orang dan perilaku yang diamati.” Artinya dalam penelitian ini penulis berupaya
menghimpun data mengenai pola komunikasi pengurus LDS melalui program
mentoring dan kemudian penulis mengolah dan menganalisa data secara
deskriptif dengan menafsirkan secara kualitatif.
2. Subjek dan Objek Penelitian
Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif, teknik pemilihan informan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel bertujuan (purpossive
sampling). Dalam menentukan subyek penelitian ini, penulis memilih subjek
penelitian yang menurut penulis dapat memberikan data yang dibutuhkan.
Adapun subjek utama (data primer utama) penelitian ini adalah SMA Negeri
5 Depok yang meliputi ketua LDS, serta beberapa pengurus LDS selaku
pementor (pengajar mentoring). Anggota pemilihan subjek ini dilakukan karena
mereka memiliki perhatian, pengetahuan serta perannya dalam kegiatan
mentoring di SMA Negeri 5 Depok. Sedangkan subjek pendukung (data primer
11
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 26th ed. (Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya, 2009), h. 4.
10
pendukung) dalam penelitian ini adalah siswa atau peserta mentoring di SMA
negeri 5 Depok. Jumlah peserta mentor yang berada di SMA negeri 5 Depok
berjumlah 144 orang. Dengan menggunakan purpossive sampling, penulis
memilih enam orang peserta mentor. Hal ini dilakukan berdasarkan kategori
usia dan tingkat pendidikan. Sedangkan untuk objek penelitian ini adalah pola
komunikasi pengurus LDS dalam kegiatan mentoring. Data mengenai subjek
penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:
No. Jenis Data Subjek Penelitian Nama Subjek
Kedudukan
Alasan Pemilihan
1
Primer
Utama
SMA Negeri 5 Depok 1) Yoga
Julian
2) Lutfi
Ismail
3) Angga
Bagus
4) Novrita
Wulandari
Ketua LDS
Pengurus
LDS
sekaligus
pementor
Pementor
Pementor
Karena mereka memiliki
perhatian, pengetahuan
serta perannya dalam
kegiatan mentoring di
SMA Negeri 5 Depok.
2
Primer
Pendukung
Jumlah keseluruhan
peserta mentor adalah
144 orang. Dengan
menggunakan
teknik purpossive
sampling, di dapat 37
orang berdasarkan
kategori usia (15-18
tahun) dan tingkat
pendidikan (SMA kelas
10, 11, 12). Dari sinilah
penulis mengambil
enam subjek penelitian
yang terdiri dari:
*Satu orang berumur
15 tahun, kelas 10.
*Satu orang berumur
16 tahun, kelas 10.
*Satu orang berumur
16 tahun, kelas 11.
*Satu orang berumur
17 tahun, kelas 11.
1) Afif
2) Dimas
3) Hisyam
4) Rafi
5) Rifki
6) Wahyu
Anggota/
Siswa
Pementor
Karena mereka
termasuk kategori siswa
yang sudah
dapat memberikan
penjelasan secara
rasional dan bisa diajak
diskusi kelompok pada
saat penulis melakukan
wawancara.
11
*Satu orang berumur
17 tahun, kelas 12.
*Satu orang berumur
18 tahun, kelas 12.
Pemilihan tersebut
dimaksudkan untuk
mendapatkan data
yang akurat terkait
permasalahan yang
diteliti.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian lapangan ini, akan menggunakan beberapa teknik untuk
mengumpulkan data yang berkaitan dengan pembahasan diantaranya sebagai
berikut:
a. Observasi
Observasi berarti pengamatan dan pencatatan dengan sistematik terhadap
fenomena yang diselidiki.12
Observasi yang dilakukan oleh penulis adalah
observasi partisipan yaitu penulis melakukan pengamatan langsung terhadap
objek penelitian yaitu pola komunikasi pengurus LDS dalam kegiatan
mentoring di SMA Negeri 5 Depok. Penulis melakukan observasi dalam
pelaksanaan kegiatan mentoring dilaksanakan kurang lebih sebulan, lebih
tepatnya dari tanggal 14 Oktober hingga tanggal 16 November 2014. Dalam
jangka waktu tersebut, penulis melakukan 8 kali observasi di SMA Negeri 5
Depok setiap hari Sabtu dan Minggu.
b. Wawancara (interview)
Wawancara ialah tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih. Dalam hal
ini juga akan digunakan teknik interview bebas terpimpin; yaitu dengan
12
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, 2nd
ed. (Yogyakarta: Andi Ofset, 1992), h. 129.
12
mengajukan beberapa pertanyaan kepada para responden yang telah
dipersiapkan, lalu dijawab oleh pemberi data (responden) dengan bebas dan
terbuka. Penulis melakukan wawancara terhadap 10 responden. Pertama yaitu
wawancara dengan Yoga Julian sebagai Ketua Lembaga Dakwah Sekolah
(LDS) SALAM 5 pada tanggal 20 November 2014. Kedua yaitu wawancara
dengan Lutfi Ismail sebagai Pengurus LDS SALAM 5 pada tanggal 22
November 2014, lalu pada hari yang sama dilanjutkan dengan Angga Bagus
dan Novrita Wulandari sebagai pementor. Terakhir diakhiri wawancara
dengan Afif, Dimas, Hisyam. Rafi, Rifki, dan Wahyu sebagai siswa peserta
mentoring pada tanggal 27 November 2014.
c. Dokumentasi
Dokumentasi ialah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-
dokumen. Yakni menggunakan data-data dan sumber-sumber yang ada
hubungannya dengan masalah yang dibahas. Sedangkan data-data ini, penulis
peroleh dari buku-buku, profile company, arsip-arsip maupun diktat-diktat
yang berhubungan dengan masalah penelitian lembaga dakwah sekolah di
SMA Negeri 5 Depok.
4. Teknik Analisa Data
Analisa data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih
mudah dibaca dan diinterpretasikan. Dalam menganalisa data, penulis mengolah
data dari hasil observasi dan wawancara, data tersebut disusun dan
13
dikategorikan berdasarkan hasil wawancara, dokumen maupun laporan, yang
kemudian dideskripsikan ke dalam bentuk bahasa yang mudah dipahami.13
Teknik analisa data dilakukan dengan cara sebagai berikut; Reduksi data,
yaitu tahap pertama adalah reduksi data, penulis mencoba memilah data yang
relevan dengan pola komunikasi pengurus dalam kegiatan mentoring; Penyajian
data, yaitu tahap kedua adalah penyajian data, setelah data mengenai pola
komunikasi pengurus dalam kegiatan mentoring diperoleh, maka data tersebut
disusun dan disajikan dalam bentuk narasi, visual gambar, tabel dan sebagainya;
Penyimpulan data, yaitu tahap ketiga adalah penyimpulan atas apa yang
disajikan.
5. Teknik Keabsahan Data
Keabsahan data merupakan konsep penting dalam sebuah penelitian
kualitatif. Untuk menentukan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan.
Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada
empat kriteria yang digunakan, yaitu derajat kepercayaan, keteralihan,
kebergantungan, dan kepastian.14
Adapun kredibilitas dilakukan dengan
menggunakan teknik triangulasi, hal ini dapat dicapai dengan jalan antara lain;
Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara, misalnya
untuk mengetahui perasaan siswa atau peserta mentor setelah mengikuti
kegiatan mentoring yang ada di SMA Negeri 5 Depok dengan cara sharing atau
menanyakan langsung pada siswa atau peserta mentor; Setelah itu lalu
membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan pendapat atau
13 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, 2
nd ed. (Jakarta:
PT. Rineka Cipta, 1998), h. 78. 14 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, h. 324.
14
pandangan orang lain, misalnya penulis membandingkan jawaban yang
diberikan pengurus LDS dengan jawaban yang diberikan oleh ketua LDS;
Terakhir, membandingkan hasil wawancara dengan hasil dokumen yang
berkaitan dengan kegiatan mentoring.
E. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan tinjauan penulis, terhadap beberapa tulisan dan buku-buku
khususnya yang terdapat di perpustakaan fakultas ilmu dakwah dan ilmu
komunikasi. Penulis menemukan beberapa tulisan sejenis diantaranya, skripsi
yang ditulis oleh Dewi Nurjamilah mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi Jurusan Komunikasi Penyiaran
Islam, dengan judul “Pola Komunikasi Pengajar dalam Pembinaan Perilaku
Anak Jalanan di Yayasan Dian Nusantara Ciputat.” Dalam skripsinya tersebut,
Dewi Nurjamilah membicarakan bagaimana pola komunikasi pengajar dalam
pembinaan perilaku anak jalanan. Yang membedakan dengan skripsi ini adalah
subjek dan objek penelitiannya, dalam skripsi ini penulis membahas pola
komunikasi pengurus LDS dalam kegiatan mentoring di SMA Negeri 5 Depok.
Kemudian skripsi yang ditulis oleh Siti Dahlia mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi Jurusan Komunikasi
Penyiaran Islam, dengan judul “Pola Komunikasi Organisasi Pimpinan Pusat
Ikatan Pelajar Puteri Nahdlatul Ulama (PP IPPNU) dalam Mengembangkan dan
Membina Organisasi.” Dalam skripsinya tersebut selain subjek dan objek
penelitian yang berbeda, Siti Dahlia meneliti pola komunikasi organisasi PP
IPPNU dalam mengembangkan dan membina organisasi.
15
Dari beberapa sumber yang penulis cari, baik itu dari skripsi, tesis, disertasi
maupun buku, belum pernah ada yang meneliti tentang “Pola Komunikasi
Pengurus Lembaga Dakwah Sekolah (LDS) dalam Kegiatan Mentoring di SMA
Negeri 5 Depok.”
F. Sistematika Penulisan
Penulisan Skripsi ini terbagi atas lima bab, secara rinci sebagai berikut:
BAB I: Pendahuluan yang menjelaskan Latar Belakang Masalah,
Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian,
Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka dan Sistematika Penulisan.
BAB II : Landasan teori merupakan bab yang melandasi pemikiran dalam
menganalisa dari data-data yang telah dikumpulkan. Kerangka pemikiran yang
digunakan adalah Pengertian Pola Komunikasi, Jenis-jenis Pola Komunikasi,
Pengertian Lembaga Dakwah Sekolah, Urgensi Dakwah Sekolah, Tujuan dan
Sasaran Dakwah Sekolah, Objek Dakwah Sekolah, serta Pengertian Mentoring,
Sejarah Perkembangan Mentoring, Peran Mentoring dalam Pendidikan dan
Macam-macam Aktivitas dalam Mentoring.
BAB III: Pada bab ini berisi gambaran umum Lembaga Dakwah Sekolah
(LDS) SALAM 5 meliputi Profil Lembaga Dakwah Sekolah (LDS) SALAM 5
serta Program Kerja Kepengurusan LDS SALAM 5.
BAB IV: Bab ini merupakan isi, yang meliputi Pola Komunikasi Pengurus
LDS dalam Kegiatan Mentoring di SMA Negeri 5 Depok, dan Faktor
Pendukung dan Penghambat Pengurus LDS dalam Kegiatan Mentoring di SMA
Negeri 5 Depok.
16
BAB V: Bab penutup berisi kesimpulan dari penelitian tentang pola
komunikasi pengurus lembaga dakwah sekolah (LDS) dalam kegiatan
mentoring di SMA Negeri 5 Depok dan saran-saran bagi praktisi ilmu dakwah
dan ilmu komunikasi khususnya dalam mengembangkan syiar Islam.
17
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pola Komunikasi
1. Pengertian Pola Komunikasi
Kata pola komunikasi dibangun oleh dua suku kata yaitu pola dan
komunikasi. Sebelum kita membahas tentang pola komunikasi, kita harus
mengetahui apa itu pola dan apa itu komunikasi. Pola menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai bentuk (struktur) yang tetap.1
Sedangkan dalam Kamus Ilmiah Popular “pola” diartikan sebagai model,
contoh, pedoman (rancangan).2
Pola dapat dikatakan juga dengan model, yaitu cara untuk menunjukkan
sebuah obyek yang mengandung kompleksitas proses didalamnya dan
hubungan antara unsur-unsur pendukungnya.3
Adapun istilah komunikasi secara etimologis atau menurut asal katanya
berasal dari bahasa Latin communicatio atau dari kata communis yang berarti
sama atau sama maknanya atau pengertian bersama, dengan maksud untuk
mengubah pikiran, sikap, perilaku, penerima dan melaksanakan apa yang
diinginkan komunikator.4
Sedangkan secara terminologis komunikasi berarti
proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain.5
1 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 3
rd ed. (Jakarta: Balai
Pustaka, 2005), h. 585. 2 Puis A. Partanto dan M. Dahlan Al-barty, Kamus Besar Bahasa Ilmiah Popular
(Surabaya: Arkola, 1994), h. 605. 3 Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: Gramedia Widiasavina, 2004), h. 9.
4 H.A.W. Widjaja, Komunikasi, Komunikasi & Hubungan Masyarakat, 5
th ed. (Jakarta:
Bumi Aksara, 2008), h. 8. 5 Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, 2
nd ed. (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1992), h. 4.
18
Stephen W. Littlejohn mengatakan bahwa: communication is difficult to
define. The word is abstract and, like most terms, prosses numerous meanings
(komunikasi sulit untuk didefinisikan. Kata “komunikasi” bersifat abstrak,
seperti kebanyakan istilah, memiliki banyak arti).6
Menurut Everret M. Rogers komunikasi adalah proses dimana suatu ide
dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih dengan maksud untuk
mengubah tingkah laku mereka.7
Menurut Onong Uchjana Effendy, “komunikasi berarti proses
penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Untuk
memberitahukan atau untuk mengubah sikap. Pendapat atau perilaku, baik
langsung secara lisan maupun tidak langsung melalui media.”8
Adapun menurut Harold D. Lasswell komunikasi pada dasarnya
merupakan suatu proses yang menjelaskan siapa? mengatakan apa? Dengan
saluran apa? kepada siapa? dengan akibat atau hasil apa? (who says what in
which channel to whom with what effect). Model yang diutarakan Lasswell ini
secara jelas mengelompokkan elemen-elemen mendasar dari komunikasi ke
dalam lima elemen yang tidak bisa dihilangkan salah satunya.9
Deddy Mulyana mengatakan dalam bukunya yang berjudul Komunikasi
Efektif bahwa komunikasi adalah proses berbagi makna melalui perilaku
verbal dan non-verbal.10
6 Morissan, Teori Komunikasi, 9
th ed. (Bogor: PT. Ghalia Indonesia, 2009), h. 4.
7 Hafied Canggara, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h.
1. 8 Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, h. 6.
9 Little John,Stephen W. dan Karen A. Foss, Theories of Human Communication (Edisi
Indonesia Teori Komunikasi) (Jakarta: Salemba Humanika, 2009), h. 334. 10
Deddy Mulyana, Komunikasi Efektif, 2nd
ed. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), h.
3.
19
Syaiful Bahri Djamarah mengatakan bahwa pola komunikasi dapat
dipahami sebagai pola hubungan antara dua orang atau lebih dalam
pengiriman dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat sehingga pesan
yang dimaksud dapat dipahami.
Dari semua definisi yang ada, penulis menyimpulkan arti dari pola
komunikasi yaitu sebuah bentuk penyampaian suatu pesan yang dilakukan
oleh komunikator kepada komunikan dengan tujuan untuk memperoleh
kesamaan makna. Karena komunikasi merupakan hal yang penting dalam
kehidupan. Dengan komunikasi manusia berinteraksi dengan sesama, saling
mengenal dan menjalin hubungan baik yang diharapkan sehingga manusia
dapat melakukan perannya sebagai makhluk sosial.
2. Jenis-jenis Pola Komunikasi
Menurut H.A.W. Widjaja di dalam bukunya “Ilmu Komunikasi Pengantar
Studi”, ada empat pola komunikasi, yaitu komunikasi pola roda, pola rantai,
pola lingkaran, dan pola bintang.11
Keempat pola tersebut dapat dilihat pada
gambar berikut:
a. Pola Roda
Pola roda adalah pola yang mengarahkan seluruh informasi kepada
individu yang menduduki posisi sentral. Orang dalam posisi sentral
menerima kontak, informasi dan memecahkan masalah dengan
sasaran/persetujuan anggota lainnya.
11
Deddy Mulyana, Komunikasi Efektif, h. 102.
20
Gambar 1. Pola Roda
Dalam pola roda, sebuah organisasi memiliki pemimpin yang jelas, yaitu
posisinya dipusat. Pola ini memasukkan satu orang yang berkomunikasi
dengan masing-masing orang dari sejumlah orang lainnya, satu orang
tersebut adalah pemimpin. Orang (pemimpin) ini merupakan satu-satunya
yang dapat mengirim dan menerima pesan dari semua anggota.
Oleh karena itu, jika seorang anggota ini berkomunikasi dengan anggota
lain maka pesannya harus disampaikan melalui pemimpinnya. Orang yang
berada ditengah (pemimpin) mempunyai wewenang dan kekuasaan penuh
untuk mempengaruhi anggotanya. Penyelesaian masalah dalam pola roda,
bisa dibilang cukup efektif tapi keefektifan itu hanya mencakup masalah
yang sederhana saja.
Dalam definisi lain, pola roda adalah pola yang mengarahkan seluruh
informasi kepada individu yang menduduki posisi sentral. Orang yang
dalam posisi sentral menerima kontak dan informasi yang disediakan oleh
anggota organisasi lainnya dan memecahkan masalah dengan saran dan
persetujuan anggota lainnya (Pace & Faules, 2005:174). Pola ini
memfokuskan satu orang sebagai sentral untuk berkomunikasi dengan
individu lainnya.
21
Menurut Wayne Pace dan Faules, pola roda dianggap paling terstruktur
dan tengah. Dalam pola ini, misalnya, masing-masing empat anggota dapat
berkomunikasi dengan orang kelima tetapi keempat anggota ini tidak
melakukan kontak/komunikasi. Masalah ini diselesaikan oleh anggota
mengirim pesan kepada anggota atas atau tengah yang membuat keputusan
dan mengirimkan informasi kembali. Pola ini disebut Hierarki dua tingkat.
Sebagai contoh organisasi pada pola ini tampak ketika seorang anggota
berada di sebuah ruangan ketika rapat, dan ketuanya sebagai komunikan
atau pemimpin. Di ruangan tersebut ketua menjadi fokus perhatian yang
setiap anggota di ruangan dapat bertanya jawab atau melakukan timbal
balik dengan ketua tersebut, namun anggota tidak boleh berkomunikasi
dengan anggota lainnya karena akan menimbulkan kegaduhan.
b. Pola Rantai
Metode jaringan komunikasi di sini terdapat lima tingkatan dalam
jenjang hierarkinya dan hanya dikenal komunikasi sistem arus ke atas
(upward) dan ke bawah (downward), yang artinya menganut hubungan
komunikasi garis langsung (komando) baik ke atas atau ke bawah tanpa
terjadinya suatu penyimpangan. Dalam artian seseorang berkomunikasi
pada seseorang yang lain dan seterusnya.
Gambar 2. Pola Rantai
Sistem komunikasi dalam organisasi pada pola rantai sama dengan
pola lingkaran kecuali bahwa para anggota yang paling ujung hanya dapat
22
berkomunikasi dengan satu orang saja. Keadaan terpusat juga terjadi
disini. Orang yang berada ditengah lebih berperan sebagai pemimpin dari
pada mereka yang berada di posisi lain. Dalam pola ini, sejumlah saluran
terbuka dibatasi, orang hanya bisa secara resmi berkomunikasi degan
orang-orang tertentu saja.
Menurut Wayne Pace dan Faules12
, pola rantai menempati peringkat
tertinggi berikutnya dalam sentralitas. Dalam jaringan ini dua orang
menjadi orang akhir, hanya memiliki satu orang lain dengan siapa mereka
dapat berkomunikasi secara langsung. Mereka biasanya mengirimkan
informasi kepada individu ini lain yang berfungsi sebagai perantara,
mengirim pesan sendiri, bersama dengan orang-orang akhir, untuk orang
kelima yang mengumpulkan informasi.
Orang pusat ini kemudian memutuskan jawaban dan mengirimkannya
kembali ke orang-orang yang kemudian estafet, kirim jawaban ke orang
akhir masing-masing. Dengan demikian setiap perantara berkomunikasi
langsung dengan dua orang. Orang pusat juga berkomunikasi dengan dua
individu, tetapi dalam posisi ini ia berada dalam kontak dekat dengan
semua anggota grup.
Sebagai contoh organisasi pada pola ini dapat dilihat ketika pengurus
memiliki informasi rahasia. Informasi mereka sebarkan ke anggota yang
lain secara diam-diam. Dimana ketika mereka mempunyai informasi
terkait organisasi mereka lebih memilih dengan sistem rantai yaitu
12 Wayne Pace dan Don Faules, Komunikasi Organisasi: Strategi Meningkatkan Kinerja
Perusahaan (Bandung: PT Rosda Karya, 2005), h. 176.
23
mengatakan info tersebut kepada satu anggota kemudian anggota tersebut
menyalurkan ke anggota lain dan seterusnya. Bukan dengan
meyebarluaskan secara serentak dan bersamaan.
c. Pola Lingkaran
Pola lingkaran yakni hampir sama pada pola rantai, namun orang
terakhir berkomunikasi pula kepada orang pertama. Dalam pola lingkaran
tidak memiliki pemimpin. Semua anggota posisinya sama. Mereka
memiliki wewenang atau kekuatan yang sama untuk memengaruhi
kelompok. Setiap anggota bisa berkomunikasi dengan dua anggota lain
disisinya.
Gambar 3. Pola Lingkaran
Pola lingkaran memungkinkan semua anggota berkomunikasi satu
dengan yang lainnya hanya melalui sejenis sistem pengulangan pesan.
Tidak seorang anggotapun yang dapat berhubungan langsung dengan
semua anggota lainnya, demikian pula tidak ada anggota yang memiliki
akses langsung terhadap seluruh informasi yang diperlukan untuk
memecahkan persoalan (Pace & Faules, 2005:178).
Sebagai contoh organisasi pada pola ini tampak ketika seorang
pengurus mendapat undangan dari ketua, dimana ketika pesta pengurus
hanya bisa berkomunikasi dengan orang yang berada di kanan dan kirinya
24
saja karena ia tidak mengenal siapapun orang disana dan tidak mengetahui
apa maksud undangan dari ketua tersebut.
d. Pola Bintang
Pola bintang yakni semua anggota berkomunikasi dengan semua
anggota.13
Pola ini hampir sama dengan dengan pola lingkaran dalam arti
semua anggota adalah sama dan semuanya juga memiliki kekuatan yang
sama untuk mempengaruhi anggota lainnya. Pola ini memungkinkan
adanya partisipasi anggota secara umum.
Menurut Wayne Pace dan Faules, pola ini juga hampir sama dengan
pola lingkaran. Dalam arti semua anggota adalah sama dan semuanya
memiliki kekuatan yang sama untuk mempengaruhi anggota lainnya.14
Pada pola bintang seluruh saluran terbuka. Setiap orang berkomunikasi
sengan setiap orang lainnya. Pola bintang ini memberikan contoh suatu
struktur komunikasi yang desentralisasi. Sebagai contoh, struktur
desentralisasi dapat lebih efektif untuk pemecahan masalah secara kreatif
dan lebih bagus untuk pergerakan informasi secara cepat.
Gambar 4. Pola Bintang
13
H.A.W.Widjaja, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, h. 102-103. 14 Wayne Pace dan Don Faules, Komunikasi Organisasi: Strategi Meningkatkan Kinerja
Perusahaan (Bandung: PT Rosda Karya, 2005), h. 180.
25
Dalam pola bintang, pembatasan komunikasi ditempatkan pada setiap
anggota. Setiap orang mengkomunikasikan informasi kepada semua orang
lain secara langsung, semua anggota membentuk jawaban mereka sendiri
dalam format pemecahan masalah. Sistem all-channel ini memaksimalkan
peluang untuk umpan balik dan menghasilkan akurasi yang lebih besar,
juga, moral biasanya pada tingkat yang lebih tinggi dalam jaringan jenis
ini.
Sebagai contoh organisasi pada pola ini tampak jelas ketika seorang
ketua memimpin rapat organisasi untuk menyusun strategi secepat
mungkin untuk menjalankan program kerja yang belum terlaksana, yang
pada saat itu kondisinya semakin terdesak untuk segera dilaksanakan. Di
situ terjadi timbal balik secara langsung antara satu anggota dengan yang
lainnya.
Seiring perkembangan bentuk komunikasi yang semakin kompleks,
ditemukan lagi pola komunikasi yaitu pola Y. Pada pola ini, seperti pada
pola rantai, sejumlah saluran terbuka dibatasi, dan komunikasi bersifat
disentralisasi atau dipusatkan. Orang hanya bisa secara resmi
berkomunikasi dengan orang-orang tertentu saja (Devito, 1997: 23). Pola
Y relatif kurang terpusat dibanding karakteristik individu dan perilaku
komunikasi dalam struktur roda. Tetapi lebih tersentralasasi dibanding
dengan pola lainnya.
26
Gambar 5. Pola Y
Pola Y memasukkan dua orang sentral yang menyampaikan informasi
kepada yang lainnya pada batas luar suatu pengelompokan. Dalam pola Y
juga terdapat pemimpin yang jelas, tetapi semua anggota lain berperan
sebagai pemimpin kedua. Anggota ini dapat mengirim dan menerima
pesan dari dua orang lainnya, sedangkan ketiga anggota lainnya terbatas
hanya dengan satu orang saja. Pada jaringan komunikasi Y, tiga orang
anggota dapat berhubungan dengan orang-orang disampingnya seperti
pada pola rantai, tetapi ada dua orang yang hanya dapat berkomunikasi
dengan seseorang disampingnya.
B. Lembaga Dakwah Sekolah (LDS)
1. Pengertian Lembaga Dakwah sekolah
Lembaga Dakwah Sekolah (LDS) adalah Organisasi Dakwah Sekolah
Eksternal, baik yang dikelola Alumni atau Non Alumni, yang bertujuan untuk
mengarahkan dan mengoptimalkan dakwah sekolah melalui kerjasama yang
baik dengan Organisasi Dakwah Internal (Rohis/Masjid Sekolah), sesuai
dengan arahan Pedoman Dakwah Sekolah.15
15
Nugroho Widiyantoro, Panduan Dakwah Sekolah: Kerja Besar untuk Perubahan Besar,
h. 7.
27
LDS terdiri dari Divisi Dakwah Khashshah (kaderisasi), Divisi Dakwah
Ammah (syiar), serta Divisi Media dan Diklat. Struktur ini dapat disesuaikan
dengan kebutuhan dan kemampuan setiap sekolah. LDS dapat berjalan secara
informal atau formal berupa lembaga alumni (forum alumni) atau lembaga
swadaya masyarakat atau syuro terbatas. LDS juga dapat berperan untuk
mengkoordinasi dan mengharmonisasi berbagai elemen seperti murabbi,
alumni (pengurus), guru, penjaga sekolah dan elemen-elemen pendukung
lainnya.16
2. Urgensi Dakwah Sekolah
Tentunya dakwah sekolah mempunyai urgensi yang penting dalam
pelaksanaannya. Dalam mencapai itu dilalui tahap-tahap yang tidak bisa
dilakukan dalam waktu singkat. Diawali dengan mengenal prinsip dari
pendinian tarbiyah. Setelah itu alasan yang menjelaskan keistimewaan dari
dakwah sekolah itu sendiri. Akhirnya, perlu dibutuhkan kerja besar agar
tercipta perubahan yang besar pula.
a. Prinsip Pendinian Tarbiyah
Selanjutnya kita mulai memasuki pembahasan bagaimana mulai
membangun kepribadian generasi muda kita. Sebenarnya, Islam telah
mengajarkan bahwa menanam bibit generasi yang sholeh harus dilakukan
sedini mungkin. Dalam hadits Hasan Shahih, diriwayatkan oleh Abu Daud
dan Tirmidzi, misalnya seorang bayi disunahkan untuk diazankan dan
diiqomatkan ketika baru lahir. Itu adalah bagian dari pendinian proses
16
Nugroho Widiyantoro, Panduan Dakwah Sekolah: Kerja Besar untuk Perubahan Besar,
h. 9.
28
tarbiyah itu; agar kalimat pertama yang didengarnya adalah kalimat tauhid
dan kebaikan semata, dan agar syaitan menjauhinya dari menyesatkannya.17
Bahkan jauh sebelumnya, seorang pemuda yang siap menikah
hendaknya memilih calon isteri yang memiliki 'dzatud dien', memiliki
penghayatan dan pengamalan agama yang baik, agar kelak berpotensi
melahirkan bibit generasi yang shalih. Nasihat Luqman kepada anaknya
yang diabadikan oleh Allah Swt. dalam Surah Luqman ayat 12-19,
menginspirasikan kita bahwa pembinaan anak-anak adalah sangat efektif
untuk mencetak kepribadian dan karakter yang kuat sejak dini hingga
mewujudkan kader-kader belia yang akan berjuang di tengah masyarakat
dengan sabar dan siap menghadapi ujian-ujian kehidupan dan perjuangan.
Banyak riset pendidikan modern saat ini menyimpulkan bahwa proses
pendinian kematangan kepribadian seseorang dapat segera dilakukan.18
Apalagi ada indikasi bahwa kematangan biologis seorang remaja
mengalami percepatan dalam beberapa tahun terakhir karena gizi yang
meningkat dan arus informasi yang amat pesat. Adalah bahaya besar,
apabila kematangan ini tidak diimbangi dengan kematangan kepribadian
dan bahkan kemandirian, karena akan terjadi penyimpangan-penyimpangan
pergaulan yang tidak bertanggung jawab. Tetapi Islam ternyata lebih
dahulu percaya bahwa pendinian itu adalah sangat mungkin dilakukan, dan
bahkan dapat memberikan hasil yang mengejutkan.
17
Jaudah Muhammad Awwad, Mendidik Anak Secara Islam (Jakarta: Gema Insani Press,
1995), h. 77. 18
Fadjar, A. Malik, Visi Pembaruan Pendidikan Islam (Jakarta: Lembaga Pengembangan
Pendidikan dan Penyusunan Naskah Indonesia, 1998), h. 22.
29
Kematangan dini itu amat tampak misalnya pada kisah seorang sahabat
Rasulullah Saw. yang fenomenal. Usamah, yang pada usia 18 tahun
memimpin pasukan Islam pertama ekspansi keluar Jazirah Arab. Kemudian
Imam ath Thobari, seorang ahli tafsir besar telah hafal al-Qur‟an pada usia
7 tahun dan menjadi Imam pada usia 8 tahun. Imam Ibnu Taimiyah telah
memberikan fatwa pada usia 15 tahun. Muhammad al-Fatih Murad
membebaskan Konstantinopel pada usia 24 tahun, yang telah menjadi
mimpi 8 abad umat Islam.19
Kematangan dini itu pun juga tampak pada episode kehidupan yang
lebih pribadi: pernikahan dini! Ya, Amru bin Ash, pahlawan Islam yang
membebaskan Mesir menikah pada usia 12 tahun. Muhamad Abdul Wahab
sang pembaharu Islam menikah pada usia 12 tahun, Ali bin Abi Thalib
menikah pada usia 16 tahun, dan nama-nama besar lainnya yang tidak
mungkin disebutkan satu persatu. Pernikahan dini tersebut tentu saja telah
diimbangi dengan kemandirian dini secara finansial pula.20
Kematangan-kematangan diatas Allah puji sebagaimana sabda
Rasulullah Saw.: “Sesungguhnya, Allah mencintai pemuda yang tidak
mempunyai sifat kekanak-kanakan.” Umumnya kematangan dini di atas
diproses oleh institusi yang inti yaitu keluarga. Dan sebagian besar
keluarga-keluarga di Indonesia ini, telah melewati masa-masa emas
pendinian pembinaan anak dengan gagal. Itulah saat ini yang menjadi
permasalahan dan pembahasan kita yang utama, produk remaja-remaja
yang lemah moralitasnya dan rentan dengan air bah demoralisasi. Inilah
19
Jum‟ah Amin Abdul Aziz, Prinsip dan Kaidah Asasi Dakwah Islam, 3rd
ed. (Solo: Era
Intermedia, 2000), h. 34. 20
Jum‟ah Amin Abdul Aziz, Prinsip dan Kaidah Asasi Dakwah Islam, h. 42.
30
medan dakwah yang sangat strategis dan telah menjadi tanggung jawab
publik secara luas untuk menggarapnya.
b. Keistimewaan Dakwah Sekolah
Ada 3 alasan utama yang menjelaskan keistimewaan dakwah sekolah
yakni: (a) efektif, (b) masif, (c) strategis. Alasan-alasan ini sangat khas dan
membedakannya dengan segmen dakwah yang lain.
1) Efektif
Tidak diragukan lagi bahwa menanamkan akidah dan moralitas kepada
remaja dan pemuda adalah jauh lebih efektif daripada berdakwah kepada
golongan tua yang telah sarat dengan kontaminasi kepentingan pragmatis
dan ideologis. Usia muda adalah periode emas untuk belajar, menanamkan
ilmu pengetahuan dan nilai-nilai keagamaan. Sebuah pepatah Arab
mengatakan “belajar di waktu kecil bagaikan mengukir di atas batu,
sedangkan belajar di masa tua bagaikan menulis di atas air.”
Pengalaman gerakan dakwah di berbagai negara menunjukkan bukti
yang sama. Di Indonesia, peluang dakwah dan proses tarbiyah yang efektif
banyak berawal dari dakwah sekolah, baik di SMP maupun SMA.
Penggerak dakwah kampus di berbagai perguruan tinggi besar seperti
Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut
Pertanian Bogor (IPB), dan sebagainya sebagian besar berasal dari aktifis
dakwah sekolah.21
21
Nugroho Widiyantoro, Panduan Dakwah Sekolah: Kerja Besar untuk Perubahan Besar,
h. 26.
31
2) Masif
Disebut “masif” atau massal adalah karena jumlah populasi pelajar
sangat banyak dan tersebar di seluruh pelosok Indonesia. Populasi pelajar
ini juga jauh melebihi populasi mahasiswa yang hanya berada di kota-kota
besar. Dari 95 juta populasi pemuda Indonesia berusia 15 – 35 tahun di
tahun 2010, 91,5% tamat SMP, dan 73,02% tamat SMA. Bandingkan
dengan 8,86 % yang berhasil menamatkan pendidikan sarjana muda dan
sarjananya.22
Obyek dakwah yang masif tentu saja sangat vital. Bila pengaruh
dakwah sedemikian besar kepada segmen pelajar, maka perbaikan
moralitas dan fikroh masyarakat akan tumbuh secara massif pula.
3) Strategis
Disebut strategis karena dakwah sekolah dalam jangka panjang akan
mensuplai SDM shalih di berbagai lapisan masyarakat sekaligus, baik
buruh dan pekerja, wiraswastawan dan kaum profesional, serta calon
pemimpin di masa depan. Mengingat perannya yang amat strategis ini,
maka tidak heran lahan dakwah sekolah ini menjadi rebutan berbagai
ideologi.
Maka bayangkanlah apa yang terjadi apabila dakwah sekolah kita maju
dan berkembang. Tatkala ia berhasil menumbuhsuburkan kader-kader
muslim yang banyak dan berkualitas juga simpatisan-simpatisan dakwah
yang massal. Mereka akan mengisi dan mewarnai lembaga-lembaga
profesi di masa depan: perusahaan-perusahaan, instansi pemerintah,
22
Biro Pusat Statistik (BPS), National Study Center (Jakarta: BPS, 2010), h. 24.
32
birokrasi, perguruan tinggi, LSM, wiraswasta, dan tentu saja di
masyarakatnya sendiri, baik sebagai pemimpin-pemimpin hingga level
grass root (basis massa).
Mereka akan menjadi agen-agen perubahan skala sistem;
membersihkan seluruh sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara
dari kuman-kuman korupsi, kolusi dan nepotisme yang sudah akut.
Mereka adalah darah baru yang akan membawa bangsa dan ummat Islam
kepada zaman baru; era baru yang lebih cemerlang, maju, adil, sejahtera
dan –tentu saja- berakhlak.
c. Kerja Besar untuk Perubahan Besar
Maka, tidak berlebihan kalau kita katakan dakwah sekolah memiliki
pengaruh amat besar bagi perubahan besar di negeri ini. Ini adalah kerja
besar yang harus didukung seluruh pihak, baik di lingkungan sekolah
maupun luar sekolah. Para pelajar aktivis Rohis tentu menjadi garda
terdepan proyek besar ini. Alumni memberikan pembinaan, transfer
pengalaman dan bahkan dana. Guru-guru memberikan suri tauladan dan
dukungan. Kepala sekolah menggunakan otoritasnya mempermudah
kegiatan-kegiatan keislaman. Orang tua siswa memberikan dorongan,
bantuan dana dan fasilitas lainnya bila memungkinkan.
Para ulama dan asatidz berbobot meluangkan waktunya untuk turut
memberikan pengajaran dan bimbingannya yang dibutuhkan pelajar.
Bahkan, pejabat pemerintah dan anggota legislatif di DPRD tingkat I, II
maupun Pusat menggunakan otoritasnya untuk membuat program, produk
33
perundang-undangan dan menganggarkan dana yang besar untuk
pembinaan moral generasi muda.
3. Tujuan dan Sasaran Dakwah Sekolah
Sebagaimana lazimnya suatu kerja besar, maka dakwah sekolah juga
memiliki tujuan yang menjadi muara pencapaian segenap program-
programnya. Seringkali, program dakwah berjalan tanpa arah yang tegas, tidak
fokus dan bahkan cenderung sporadis. Tetapi pemahaman yang jelas tentang
tujuan, membuat kita kreatif dalam membuat program yang efektif, walaupun
ditengah banyak keterbatasan dana, sarana dan sumber daya manusia.
a. Tujuan
Tujuan dakwah sekolah dapat didefinisikan sebagai berikut:
“Terwujudnya barisan remaja-pelajar yang mendukung dan mempelopori
tegaknya nilai-nilai kebenaran, mampu menghadapi tantangan masa
depan dan menjadi batu bata yang baik dalam bangunan masyarakat
Islami.”23
Ada 5 kata penting dalam definisi di atas yang mencerminkan kriteria output
dakwah sekolah. “Barisan”; Menunjukkan (a) sejumlah banyak orang, (b)
memiliki kesamaan visi dan idealisme, (c) soliditas yang tinggi. Artinya,
dakwah sekolah harus menghasilkan output sejumlah besar pelajar yang
memiliki visi dan idealisme yang tinggi, dan siap menjadi arus baru
perubahan. “Mendukung”; Menunjukkan partisipasi pasif yang dapat
diberikan bagi dakwah, baik dukungan dalam moral maupun material
23 M. Mansyur Amin, Dakwah Islam dan Pesan Moral (Jakarta: Al- Amin Press, 1997),
h.48.
34
(simpatisan). “Mempelopori”; Menunjukkan partisipasi aktif membela
kebenaran. “Mampu menghadapi tantangan masa depan”; Adalah dasar-
dasar kemampuan akademis, ketrampilan dan kemampuan profesi yang
kompetitif di era globalisasi. “Batu bata yang baik”; Potensi dan
kompetensinya berguna dan bermanfaat bagi masyarakat luas.
b. Sasaran Dakwah Sekolah
Sasaran dakwah sekolah merupakan perincian dari tujuan dakwah
sekolah di atas. Dengan tujuan tersebut maka sasaran dari dakwah sekolah
itu antara lain agar tumbuh suburnya kader, simpatisan, potensi
kepemimpinan, kualitas ilmiah dan keterampilan, serta diharapkan
terwujudnya kebangkitan Islam.
1) Tumbuh Suburnya Kader
Pembentukan kader aktivis dakwah sekolah (ADS) adalah target yang
paling khas, sebagai sasaran pertama dakwah pada umumnya. Para kader
ini adalah penggerak utama dakwah di sekolah. Merekalah yang akan
merencanakan dan menjalankan program dakwah sekolah, baik secara
kolektif, terorganisir maupun secara individual (fardiyah).
Demikianlah Rasulullah Saw. membentuk kader-kader dakwah terlebih
dahulu, sebagai generasi yang kelak menjadi pendukung utama dakwah
beliau, menyebarkan dakwah dan meluaskan seruannya ke negeri-negeri.
Maka Rasulullah Saw. mulai berdakwah kepada istrinya Khadijah r.a,
Zaid bin Haritsah, Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar, Utsman bin Affan,
35
Ja‟far bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam, hingga sekitar 60 sahabat
generasi pertama berasal dari semua lapisan masyarakat Mekkah.24
Pola program yang sangat khas dalam pembentukan kader ini adalah
dakwah khashshah, yakni program tarbiyah Islamiyah atau mentoring
agama Islam, pengkaderan dan pengajaran Islam dalam jumlah yang
lebih terbatas (limited group). Jumlah kelompok mentoring yang terbatas
ini lebih mengefektifkan proses tarbiyah, pengawasan dan penglibatan
yang spesifik. Demikianlah Rasulullah Saw. mentarbiyah para sahabat di
rumah Arqam bin Abil Arqam di Mekah yang banyak menekankan
masalah aqidah dan pembangunan ruhiyah yang tinggi.
2) Tumbuh Suburnya Simpatisan
Dakwah sekolah juga berorientasi pada terbentuknya simpatisan dan
pendukung nilai-nilai kebenaran dalam jumlah yang banyak; dari
kalangan siswa, guru, kepala sekolah, dan sebagainya. Merekalah yang
akan menjadi pembela-pembela dakwah ketika ditekan dan dihalangi,
dan pendukung-pendukung utama program kebaikan. Dakwah
menyentuh mereka dengan berbagai program dakwah „ammah/syi‟ar
yang lebih umum, terbuka dan massal, mendorong mereka kepada
keimanan, kebaikan dan keutamaan-keutamaan.
Berbagai program dakwah „ammah yang khas adalah seperti tabligh,
ceramah umum, pengajian guru, pengajian kelas, bulletin dakwah,
majalah dinding, penyebaran majalah dan buku-buku Islam, kaset-kaset
ceramah, bazaar buku, pameran, VCD Islami, dakwah fardiyah,
24
Jum‟ah Amin Abdul Aziz, Prinsip dan Kaidah Asasi Dakwah Islam, h. 50.
36
perpustakaan, khutbah Jum‟at, dan lain-lain. Program lain yang tidak
kalah penting adalah dakwah fardiyah dan pesona akhlak. Banyak
tokoh-tokoh kafir Mekkah yang masuk Islam karena dakwah fardiyah
dan pesona akhlak Rasulullah Saw.
Simpatisan ini pun bisa terbentuk dari kalangan non-muslim. Kisah
yang paling fenomenal adalah pembelaan Abu Thalib terhadap dakwah
keponakannya Muhammad Saw. Selama bertahun-tahun, Abu Thalib -
yang juga tokoh yang sangat dihormati- menjadi pembela setia Nabi
Muhammad Saw. karena beliau tahu betul ketinggian akhlak dan
kejujuran Muhammad Saw. sejak kecil. Walaupun, ia sendiri tetap dalam
kekafiran hingga wafatnya.25
Hingga suatu ketika, Abu Thalib semakin kewalahan menahan
kecaman dan tekanan kaum kafir Quraisy untuk segera melepaskan
jaminan perlindungannya dan menyerahkan Rasulullah Saw. untuk
dibunuh/diusir. Namun Rasulullah Saw. meyakinkan, “Wahai Paman,
demi Allah, seandainya mereka itu meletakkan matahari di tangan
kananku dan bulan di tangan kiriku supaya aku menghentikan urusan ini
(dakwah), aku tidak akan berhenti sebelum Allah memenangkan agama-
Nya atau aku binasa karenanya.”
Contoh lain adalah kisah Abu Bakar ra yang diberi diberi perlindungan
oleh Ibnu Daghnah -seorang pemuka kaum kafir yang lain-. Apa
komentar Ibnu Daghnah ketika membela Abu Bakar ra padahal ia orang
kafir? “Sesungguhnya orang seperti Abu Bakar tidak pantas kalian
25
Jum‟ah Amin Abdul Aziz, Prinsip dan Kaidah Asasi Dakwah Islam, h. 63.
37
keluarkan dan tidak pantas pula kalian usir (dari Mekkah).
Sesungguhnya kamu adalah orang yang suka mengusahakan yang tiada,
menolong orang yang sengsara, menghormati tamu dan membela orang
yang berdiri di atas kebenaran.”
3) Tumbuh Suburnya Potensi Kepemimpinan
Dakwah sekolah juga menjadi ajang yang efektif untuk menumbuhkan
bakat kepemimpinan sejak dini. Potensi kepemimpinan yang tumbuh
dan berkembang sejak dini adalah berbanding lurus dengan kematangan
pemahamannya tentang Islam dan tanggung jawab dakwah. Mulai dari
berlatih pidato atau berbicara di depan umum (public speaking), menjadi
pembawa acara, memimpin kegiatan dan organisasi, dan sebagainya.
Di sinilah mereka belajar menjadi pemimpin yang memiliki leadership
skill (keahlian memimpin) dan managerial skill (keahlian
mengorganisasi). Dua kemampuan ini harus dimiliki oleh seorang
pemimpin.26
Melalui berbagai sarana dan aktivitas dakwahnya, mereka
menemukan wahana yang tepat untuk mengasah potensinya itu.
Demikianlah masyarakat dakwah pada zaman Nabi Muhammad Saw.
Dari masyarakat yang tidak terstruktur itu lahirlah pemimpin-pemimpin
besar: pemimpin negara seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman
bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib; atau pemimpin militer seperti Khalid
bin Walid, Abu Ubaidah bin Al Jarrah, Al Mutsanna bin Haritsah, Sa‟ad
bin Abi Waqqash, dan lainnya.
26 Sondang Siagian, Organisasi Kepemimpinan dan Organisasi, 5
th ed. (Jakarta: CV
Masagung, 1986), h. 19.
38
4) Tumbuh Suburnya Kualitas Ilmiah dan Keterampilan
Dakwah sekolah juga berkepentingan untuk memadukan antara imtak
dan iptek, berilmu dan mengasah ketrampilan dengan bingkai akhlak
yang Islami. Para pelajar didorong untuk giat belajar, memiliki berbagai
ketrampilan yang diperlukan seperti kemampuan bahasa asing Inggris &
bahasa Arab, komputer, keorganisasian, kepemimpinan, manajemen, dan
berbagai keterampilan lainnya.27
Dengan bekal-bekal ini mereka diharapkan memiliki dasar-dasar
kemampuan berdaya saing global. Allah swt. berfirman, “Katakanlah
(hai Muhammad), samakah kedudukan orang yang berpengetahuan
dengan orang yang tidak berpengetahuan?” (QS. Az-Zumar: 9).
Sebagaimana sukses dakwah Nabi Saw. yang telah mendorong berbagai
potensi para sahabatnya. Dari masyarakat yang buta aksara, lahirlah
pemikir dan ilmuwan besar seperti Umar bin Khattab, Ali bin Abi
Thalib, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Ibnu Mas‟ud, Zaid bin Tsabit, Ubay bin
Ka‟ab. Bahkan menurut catatan Ibnul Qayyim, jumlah ulama yang
ditinggalkan oleh Rasulullah Saw. saat wafatnya adalah berkisar antara
100 – 110 orang.28
Juga munculnya kelompok pengusaha ulung seperti Abu Bakar,
Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, dan lain-lain. Bahkan 9 dari
10 sahabat yang dijamin masuk syurga adalah pedagang. Muncul pula
kelompok profesional dalam berbagai bidang seperti hukum (Ali bin Abi
27 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah (Jakarta: CV
Ruhama, 1994), h. 79. 28
Jum‟ah Amin Abdul Aziz, Prinsip dan Kaidah Asasi Dakwah Islam, h. 93.
39
Thalib dan Syuraih), administrasi (Abu Ubaidah), intelijen (Hudzaifah
dan Al Abbas), bahasa (Zaid bin Tsabit), dan lain-lain.
5) Terwujudnya Kebangkitan Islam
Sebagai hasil lebih lanjut dari tumbuh suburnya kader dan simpatisan
dakwah di atas dari berbagai kalangan, maka otomatis suasana
kebangkitan Islam akan terasa di sekolah. Berdesak-desakannya pelajar
menonton konser musik artis-artis jahiliyah di stadion atau gelanggang
remaja akan berubah dengan membanjiri konser-konser berbagai
kelompok nasyid semisal Raihan. Berlomba-lombanya para pelajar putri
mengenakan pakaian seragam yang ketat, rok pendek, yang menonjolkan
auratnya, akan berganti dengan maraknya jilbab atau pakaian yang
sopan.
Ucapan salam bertebaran di mana-mana setiap kali bertemu dan
berkenalan. Shalat dhuha menjadi aktivitas favorit penghuni sekolah di
pagi hari pada saat istirahat pelajaran. Kegiatan hura-hura berganti
menjadi kegiatan belajar kelompok dan kursus keterampilan. Wisata
pelajar lebih bernuansa tafakur alam ketimbang ngelaba pacaran.
Sekolah menjadi bersih tidak ada sampah terbuang sembarangan. Para
pelajar menjadi santun dan rajin belajar menyongsong masa depan.
Tidak ada lagi perkelahian pelajar di jalanan.
Siswa, guru, kepala sekolah, pegawai sekolah, satpam hingga petugas
kantin menghormati dan melaksanakan akhlak dan prinsip-prinsip Islam
dalam hidup keseharian, secara alami penuh kesadaran dan tanpa
40
sedikitpun ada tekanan. Sungguh indah hidup di bawah naungan al-
Qur‟an. Subhanallah.
4. Objek Dakwah Sekolah
Objek Dakwah Sekolah (ODS) adalah para obyek dakwah yang terdapat di
lingkungan sekolah dan sekitarnya baik yang beragama Islam maupun non
Islam, seperti: para siswa, guru, kepala sekolah, pegawai sekolah, orang tua
dan wali siswa, serta sesama pelajar di lingkungan sekitar sekolah. Berikut ini
adalah jenis-jenis ODS:
a. Siswa atau Pelajar
Siswa merupakan objek dakwah sekolah yang utama. Oleh karena itu,
ruang gerak dakwah sekolah lebih ditekankan pada proses pembinaan siswa
ini. Sebagai objek dakwah sekolah yang utama, pendekatan terhadap siswa
pun harus menjadi prioritas. Pengenalan terhadap medan dakwah yang
berlabel siswa ini menentukan keberhasilan pendekatannya.
b. Guru
Guru memiliki peran besar dalam dakwah ini. Guru memiliki posisi
sebagai pemimpin dalam aktivitas belajar mengajar. Ia adalah orang yang
mendidik, mengajar, dan membimbing para siswanya karena ialah yang
menguasai ilmu itu. Kedudukan guru dalam hal ini akan menjadikannya
sebagai sosok yang memiliki nilai tambah di mata siswa, apalagi jika ia
memiliki kelebihan-kelebihan dan teladan yang baik. Dengan demikian,
arahan dari guru akan banyak didengar oleh siswa.
Guru juga berpeluang menjadi Aktivis Dakwah Sekolah (ADS)
Permanen, artinya bila ia terdakwahi dan menjadi kader dakwah, maka ia
41
akan menjadi penggerak dakwah sekolah yang permanen; dimana ia tetap
mengajar di sekolah selama belasan atau puluhan tahun. Hal ini sangat
berbeda dengan siswa, dimana ia memiliki keterbatasan waktu kontribusi
dakwah kepada sekolah karena ia akan menjadi alumni, kuliah, bekerja dan
seterusnya.
c. Kepala Sekolah
Kepala sekolah adalah pemimpin dan penanggung jawab utama
sekolah, pengatur hubungan internal sekolah serta antara sekolah dengan
pihak lain atau luar sekolah. Kepala sekolah memiliki peran yang sangat
besar dalam menentukan kebijakan sekolah. Kepala sekolah sangat
berpengaruh bagi keseluruhan aktivitas dan budaya suatu sekolah.
Dukungan dan respon positifnya menjadi kekuatan yang melicinkan
program-program dakwah di sekolah.
d. Pegawai Sekolah
Pegawai sekolah adalah pegawai penunjang aktivitas sekolah antara lain
pegawai tata usaha, koperasi, satpam, petugas kebersihan, petugas
perlengkapan, dan sebagainya. Di antara para pegawai sekolah ini terlibat
dalam urusan sarana sekolah yang juga menjadi bagian dari keberhasilan
dakwah sekolah.
Sarana sekolah dengan berbagai kelengkapan fasilitasnya ini akan
menjadi penunjang pelaksanaan program dakwah sekolah ini: masjid atau
mushola yang memadai menjadi tempat yang nyaman untuk aktitas
dakwah, kelengkapan sound system, karpet atau tikar, auditorium atau aula,
halaman yang nyaman, dan sebagainya. Selain sebagai bagian dari objek
42
dakwah, mereka juga akan menjadi mitra yang mendukung kegiatan
dakwah sekolah dengan baik.
e. Orang Tua dan Wali Siswa
Orang tua atau wali siswa pun menjadi bagian dari objek dakwah
sekolah. Orang tua dan wali siswa adalah orang terdekat kita yang juga
harus tersentuh dakwah. Allah Swt. berfirman, “Wahai orang-orang yang
beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api nereka, yang bahan
bakarnya dari manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.” (At-Tahrim: 6).
Aktivitas dakwah sekolah memiliki kepentingan dalam menggarap
mereka, yaitu agar memperoleh dukungan sekaligus membantu mengontrol
anak-anak mereka yang menjadi objek dakwah. Pengelolaan dakwah
sekolah kepada orang tua atau wali siswa seringkali mengalami kendala,
terutama komunikasi yang masih sulit ditempuh.
f. Sesama Pelajar di Lingkungan Sekitar
Pelajar di lingkungan sekolah adalah para pelajar dari sekolah lain yang
berlokasi di sekitar sekolah dan sering berinteraksi dalam berbagai
kesempatan dan kegiatan. Kehadiran mereka dalam aktivitas dakwah
sekolah tidak bisa dipungkiri karena mereka pun menjadi bagian dari
pergaulan para objek dakwah yang dapat memberikan pengaruh meskipun
interaksi hanya dilakukan di luar sekolah.
43
Fenomena merebaknya gank yang sering terlibat dalam tawuran di
kalangan pelajar menjadi bukti adanya pengaruh itu. Oleh karena itu,
keberhasilan dakwah sekolah pun sangat ditunjang oleh lingkungan yang
kondusif sebagai tempat hidup yang nyaman bagi objek dakwah siswa
tersebut. Motivasi membangun lingkungan itu dapat diberikan kepada
siswa sehingga mereka memiliki kemauan untuk mengubah iklim yang
tidak potensial untuk pembinaan menjadi iklim yang baik itu.
C. Mentoring
1. Pengertian Mentoring
Secara bahasa, mentoring berasal dari bahasa Inggris “mentor” yang
artinya penasehat. Mentor adalah seorang yang penuh kebijaksanaan, pandai
mengajar, mendidik, membimbing, membina, melatih, dan menangani orang
lain, maka perkataan mentor hingga kini digunakan dalam konteks pendidikan,
bimbingan, pembinaan, dan latihan.29
Adapun dalam kalangan pelajar sekolah mentoring itu sendiri berarti lebih
mendalam merujuk kepada pembinaan akhlak yang dilakoni oleh beberapa
orang yang telah berkompeten dibidangnya dan telah mendapatkan izin resmi
dari pihak sekolah dengan harapan adanya perbaikan-perbaikan yang dapat
diciptakan dari pihak mentor ataupun siswa yang dibimbing.
Saat-saat ini mentoring memegang peranan yang sangat penting, baik
dalam pembinaan akhlak yang berkaitan dengan sosialnya bagi kalangan siswa
yang melakoninya, dirasakan adanya perubahan tahap demi tahap menuju
29
Nugroho Widiyantoro, “Mentoring Sarana Membangun Akhlak dan Intelektual,” artikel
diakses pada 2 Oktober 2014 dari http://mentoringblog.wordpress.com/
44
pribadi yang lebih baik, sehingga mentoring diartikan sebagai indikator dalam
ia bertingkah laku.
2. Sejarah Perkembangan Mentoring
Mentoring merupakan kegiatan yang ditujukan untuk pelajar atau sekolah
yang ingin menempa diri atau siswa menjadi generasi yang sholeh dan unggul.
Kegiatan ini tidak menggantikan pelajaran agama di sekolah, tetapi merupakan
pendamping pelajaran agama yang berlangsung secara periodik dengan
bimbingan seorang mentor. Mentoring menggunakan metode pengajaran yang
memperhatikan aspek kognitif, afektif, psikomotorik.
Mentoring hadir dikalangan pelajar sebenarnya merupakan penetralisir
berbagai penyimpangan yang terjadi dalam lingkungan sosial saat ini, dimana
kita lihat sudah sangat banyak ketidak sesuaian perilaku dengan ajaran-ajaran
/atau pendidikan yang telah diberikan kepada pelajar khususnya. Adapun
penyimpangan tersebut merupakan suatu masalah sosial, masalah sosial
muncul akibat terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai dalam
masyarakat dengan realita yang ada, hal ini tentunya tidak sesuai dengan nilai-
nilai yang ada pada pancasila, hadirnya mentoring ini diharapkan dapat
mengatasi masalah sosial tersebut.
Pola pendekatan friendship serta prinsip 3F (Fun, Fresh and Focus) yang
diterapkan menjadikan program ini lebih menarik, efektif serta memiliki
keunggulan tersendiri. Pola pendekatan dan prinsip tersebut digunakan untuk
menyampaikan materi yang terdiri dari tutorial agama, bimbingan mempelajari
al-Qur‟an, diskusi, games serta outbond. Hal ini memudahkan peserta
mentoring dalam mendapatkan banyak pengetahuan tentang Islam serta
45
kemampuan untuk mengembangkan kepribadian. Selain itu, pendekatan serta
kemasan tersebut dapat memudahkan mentor dalam melakukan transformasi
nilai serta pengetahuan kepada peserta mentoring.
Untuk mengoptimalkan hasil mentoring, maka perlu diadakan sebuah
upaya pembekalan mentor serta penugasan mentor secara tepat, sesuai dengan
kapasitas mentor serta kondisi peserta mentoring. Oleh karena itu, mentor yang
ditugaskan harus memenuhi Standar Kualifikasi Mentor sesuai kebutuhan tiap
jenjang kelas dalam mentoring. Selain penempatan mentor pada kelas yang
tepat, upaya untuk meminimalkan biaya transportasi serta waktu perjalanan
mentor perlu dilakukan agar mentoring menjadi suatu kegiatan yang efektif,
baik secara metode maupun efektif dana dan waktu, dalam usaha mencetak
generasi pelajar unggul.
3. Peran Mentoring dalam Pendidikan30
Selain peran-peran yang telah disebutkan sebelumnya, mentoring
berfungsi dalam hal-hal sebagai berikut:
a. Meningkatkan Tenggang Rasa
Berikut dijelaskan peran pertama yaitu meningkatkan tenggang rasa,
upaya peningkatan tenggang rasa dilakukan dalam serangkaian kegiatan
seperti mengadakan outbond-outbond, kajian, tadabur alam yang kesemua
itu didasarkan kepada syariat Islam dan tujuan dalam pancasila dalam
membangun bangsa yang berkeadilan sosial melalui serangkain proses
terutama apabila telah terciptanya tenggang rasa yang erat.
30
Fadjar, A. Malik, Visi Pembaruan Pendidikan Islam, h. 66.
46
b. Meningkatkan Kualitas Kecerdasan
Meningkatkan kualitas kecerdasan, pencapaian prihal tersebut
dilakukan dalam kegiatan bimbingan belajar yang berdasarkan bimbingan
belajar teman sebaya dengan harapan dapat terjalinnya komunikasi yang
baik antar si penanya dan yang ditanya. Sehingga lebih cocok bila disebut
dengan istilah diskusi bersama.
c. Menambah Tingkat Solidaritas kepada Sesama
Menambah tingkat solidaritas kepada sesama, dalam peran mentoring
kali ini tidaklah berupa serangkaian kegiatan yang tersusun dalam program
kerja mentoring, melainkan suatu hasil yang timbul secara murni dari
kegiatan-kegiatan lainnya, dimana anak terdidik dapat mengambil
pelajaran sendiri dari proses-proses yang telah dijalani.
d. Mengembalikan Citra Anak Muda yang Sopan dan Santun
Mengembalikan citra anak muda yang sopan dan santun, mentoring
bertujuan membangun kembali tatakrama yang dulu telah tertanam dalam
pribadi tiap pemuda bangsa ini. Namun kita ketahui bersama setelah
terjadinya globalisasi dan umumnya peran orang tua yang kurang untuk
mendidik anak-anak mereka, citra pemuda yang sopan dan santun tersebut
mulai berkurang bahkan sampai dikatakan krisis oleh beberapa referensi
yang ditulis berbagai media ataupun buku-buku. Adapun kegiatan yang
dapat dilaksanakan yaitu mentoring rutin (pekanan) yang pelaksanaannya
telah disusun dan berbasis kompetensi-kompetensi.
47
e. Upaya Mencetak Genarasi Pemimpin yang Unggul dalam Bidang
Pengetahuan maupun Karakter.
Upaya mencetak genarasi pemimpin yang unggul baik dalam bidang
pengetahuan maupun karakter. Tujuan kali ini merupakan keluaran
(output) yang diharapkan dari mentoring, masuk dalam kategori seluruh
kegiatan yang direncanakan oleh organisasi Lembaga Dakwah Sekolah
tertentu.
4. Macam-macam Aktivitas dalam Mentoring
Dalam pelaksanaan kegiatan mentoring di sekolah, ada beberapa aktivitas
yang biasanya rutin dilakukan baik itu setiap pekan atau setiap bulannya, antara
lain adalah sebagai berikut:
a. Mengawali dengan Membaca Al-Qur‟an
Di dalam aktivitas mentoring, biasanya diawali dengan membaca al-
Qur‟an yang diawali dengan memilih salah satu surah. Lalu dibaca secara
bergantian. Prosesnya mirip seperti tadarusan yang dilakukan di bulan
Ramadhan. Umumnya ayat yang dibaca berkisar antara 10-15 ayat.
Bila seluruh peserta telah membaca ayat al-Qur‟an, maka salah seorang
akan tampil sebagai pensyarah atau penjelas ayat yang dibaca. Setelah ia
selesai mengkaji ayat yang dibahasnya, maka akan ada salah seorang
anggota yang bertanya atau malah memberikan masukan terhadap yang
dibahas Ini tentu saja menjadi menarik. Pasalnya, pemahaman ayat tak
hanya diberikan oleh satu orang, tapi lebih. Sehingga bisa saling mengisi
informasi tentang kandungan surat yang dikaji.
48
Atau terkadang ada format mentoring agama Islam yang lain. Yaitu,
sebelum pertemuan sudah ditentukan hari ini akan membaca surah apa.
Lalu seluruh peserta diminta untuk mencari tahu tentang kandungan ayat.
Bisa dengan menambahkan penafsiran dari para ulama atau bahkan dengan
kisah-kisah yang dapat menggugah jiwa. Istilah pengkajian surat kerap
dinamakan dengan tadabbur. Tadabbur bermakna merenungkan ayat yang
dibaca. Umumnya ayat yang dibaca selalu ditafsirkan dengan penafsiran
yang menggugah jiwa, sehingga membangun semangat dalam menjalani
hidup ini.
b. Memahami Dasar Islam
Di dalam mentoring, disampaikan pemahaman dasar tentang Islam. Di
antaranya mengenal Allah (muraqabatullah), mengenal rasul, mengenal
Islam, mengenal al-Qur‟an, mengenal akhlak, dan mengenal dunia Islam.
Di dalam mentoring, terjadi transfer pengetahuan dengan cara pengajaran
maupun dengan diskusi dan belajar bersama.
Penting untuk diingat, peserta mentoring diharapkan bisa belajar
sendiri, selain dari belajar bersama. Sifat taklid (mengikut buta) itu amat
dilarang. Mengapa? Karena sifatnya yang informal ini, metode mentoring
digunakan oleh banyak aliran keislaman, mulai yang paling ringan sampai
yang paling ekstrem.
Oleh karena itu, setiap peserta mentoring haruslah kritis. Setiap
pengajar mentoring haruslah bisa memandu diskusi dan mendorong
peserta mentoring untuk menghidupkan kebiasaan belajar. Mentoring
biasanya berlangsung secara gratis dan tidak berbayar. Namun, ada juga
49
mentoring di kawasan perkantoran dan perumahan yang mengundang
ustadz ahli, yang sifatnya berbayar.
c. Aktivitas Diskusi
Mentoring ini berlangsung dalam kelompok kecil orang-orang yang
berdiskusi. Namun, diskusi itu kemudian terjadi secara rutin karena rasa
ketertarikan orang-orang yang ingin belajar tentang Islam. Dewasa ini,
mentoring banyak berkembang di sekolah-sekolah, perguruan tinggi,
kantor-kantor, pemukiman, bahkan di perantauan. Mereka yang tergabung
di dalam mentoring ini memiliki semangat yang sama, yaitu 'sampaikanlah
walau hanya satu ayat‟.
Oleh karena itu, makin maraklah pendidikan Islam secara informal ini
di masyarakat. Tidak diperlukan gelar atau pendidikan tertentu agar
seseorang bisa menjadi mentor bagi yang lain. Bahkan, tidak jarang
ditemui mentor-mentor muda menjadi pengajar bagi mereka yang berusia
lebih tua.
d. Tugas Menghapal Hadits
Salah satu kegiatan mentoring agama Islam yang tak pernah terlupakan
adalah menghapal hadits. Biasanya, setiap anggota diminta menghapal
hadits-hadits Rasulullah. Umumnya diawali dengan membaca hadits
Arba‟in. Hadits ini bukan sekedar dikaji, tapi juga dihapal. Maka hampir
semua peserta mentoring hapal hadits arba‟in.
Maka tak perlu heran, melihat aktivis mentoring. Meski mereka
berkecimpung di bidang umum, tapi hapal hadits. Bahkan mereka tak
pernah lupa untuk mengamalkan hadits-hadits yang mereka baca. Meski
50
menghapal hadits tak wajib dilakukan, paling tidak mereka diajak untuk
menyukai hadits-hadits Rasulullah Saw. Tak bisa menghapalnya, minimal
pernah membacanya.
e. Malam Bina Iman dan Takwa (mabit)
Tiga atau enam bulan sekali diadakan mabit. Yaitu, malam bina iman
dan takwa. Acara ini mirip seperti mentoring tapi dilakukan bersama-sama
dengan kelompok mentoring lainnya. aktivitasnya sedikit berbeda. Di saat
mentoring Anda bakal dikenalkan dengan anggota mentoring lainnya. Ada
juga kegiatan membaca al-Qur‟annya, tapi tak sama dengan cara membaca
al-Qur‟an yang dilakukan dengan kolompok mentoring mingguan. Di
acara mabit, ada kegiatan shalat malam atau shalat tahajjud bersama. Lalu
ada ceramah yang disampaikan oleh senior atau ustadz yang sudah lama
ikut mentoring.
Umumnya, pembahasan yang dikupas para ustadz seputar motivasi dan
pembahasan tentang kondisi saudara kita yang seakidah tertindas.
Misalnya saja yang di Palestina. Biasanya, akan ditampilkan juga video
tentang kondisi saudara seakidah yang tertindas di Palestina. Lalu diajak
bersama merenung dan mendoakan mereka semoga diberi pertolongan
oleh Allah Swt. Selain itu, di malam mabit juga ada acara bertukar kado
atau yang biasa disebut dengan tabadul hadaya. Masing-masing anggota
mabit sudah diingatkan untuk membawa hadiah yang bakal diberikan
kepada temannya. Meski ia tak tahu siapa yang bakal dikasihnya, namun ia
tetap membawa kado.
51
Tukar-tukaran kado adalah tanda sayang kita dengan sesama saudara.
Aktivitas ini memang akan membuat kita makin dekat dengan sesama
anggota mentoring. Terkadang tak jarang bertukar nomor handphone
untuk bisa saling mengingatkan dalam kebaikan.
Pada dasarnya, tukar-tukaran nomor handphone untuk saling
mengingatkan agar rajin melakukan shalat malam. Selain itu, juga untuk
saling memberi sms motivasi. Sehingga yang lagi galau, tak akan sempat
mengalami galau yang panjang. Karena sesama anggota tak pernah lupa
untuk tetap mengajak ke jalan kebaikan dan kebenaran.
52
BAB III
GAMBARAN UMUM LEMBAGA DAKWAH SEKOLAH SALAM 5
A. Profil Lembaga Dakwah Sekolah (LDS) SALAM 5
1. Latar Belakang LDS SALAM 5
Berawal dari sebuah kepedulian terhadap peningkatan kualitas pelajar
SMAN 5 Depok, kami merasa memiliki tanggung jawab yang besar untuk ikut
serta membangun kompetensi akhlak dan prestasi pelajar. Rasa ini menjadi
sebuah energi kolektif ketika menemukan orang-orang yang memiliki
kepedulian yang sama.
Aksi nyata kepedulian ini telah berlangsung lama, sepanjang umur sekolah
kami berdiri. Dirintis oleh alumni SMA Negeri 1 Depok, kemudian kami
berusaha berjalan dengan kaki sendiri hingga mencapai kemandirian seperti saat
ini. Tepatnya berawal dari bulan Juni tahun 2010 forum alumni atau lebih
tepatnya Lembaga Dakwah Sekolah (LDS) SALAM 5 akhirnya terbentuk
Perjalanan ini tidak mudah, setiap periode kami terus berbenah agar dapat terus
berkontribusi untuk kebaikan. Dimulai dari ketua LDS generasi pertama atau
salah satu pelopor berdirinya LDS SALAM 5 yakni Yudhi Pradana. Setelah itu
bergantian diilanjutkan oleh antara lain Gugum Ridho Putra (2010), Suryadi
(2011), Hermawan Sudibya (2012), Haris Rabbani (2013), Muhamad Lutfi
Ismail (2014), hingga saat ini sampai pada periode Yoga Julian Prasetiyo
(2015).1
1Silaturrahim Alumni Muslim SMA 5 Depok (SALAM 5), Profil Organisasi dan Kegiatan
Tahunan 2014 (Depok: SALAM 5, 2014), h. 5.
53
Kami adalah sebuah forum yang menyatukan hati, gerak langkah, dan tujuan
untuk merawat tunas bangsa yang berada di SMA Negeri 5 Depok agar dapat
tumbuh berkembang sesuai nilai-nilai yang luhur; berketuhanan Yang Maha
Esa, semangat dalam beribadah, berakhlak mulia, kompetensi keilmuan,
disiplin, dan kebermanfaatan bagi sesama. Organisasi ini bernama Silaturrahim
Alumni Muslim SMA 5 Depok (SALAM 5).
Kepengurusan SALAM 5 merupakan alumni muslim SMAN 5 Depok,
sehingga memiliki latar belakang historis yang kuat dengan almamater.
Pengurus SALAM 5 mayoritas memiliki status mahasiswa aktif di kampus
unggulan sekitar Jabodetabek, seperti Universitas Indonesia (UI), Universitas
Islam Negeri Jakarta (UIN Syarif Hidayatullah), Universitas Negeri Jakarta
(UNJ), Institut Pertanian Bogor (IPB), Politeknik Negeri Jakarta (PNJ), Sekolah
Tinggi Akuntansi Negara (STAN), Akademi Pimpinan Perusahaan (APP).
2. Visi, Misi, Fungsi dan Tujuan2 LDS SALAM 5
a. Visi
Visi dari forum alumni SALAM 5 adalah “Basis Tarbiyah yang lebih
Meluas, Merangkul, dan Berkualitas.”
b. Misi
Misi dari forum alumni SALAM 5 adalah antara lain:
1) Meningkatkan kualitas para pementor.
2) Meningkatkan komunikasi ke pihak sekolah; baik pejabat, guru, dan
staf.
3) Pelebaran sayap syiar ke komponen sekolah yang lebih luas.
2 SALAM 5, Profil Organisasi dan Kegiatan Tahunan 2014, h. 6
54
c. Fungsi dan Tujuan
Fungsi dan Tujuan dibentuknya SALAM 5 antara lain:
1) Membantu SMAN 5 Depok menyiarkan nilai-nilai religius pada siswa/i.
2) Membuat struktur dan sistem pembinaan akhlak siswa/i SMAN 5
Depok.
3) Sebagai fasilitator pengembangan akademik siswa/i.
4) Menjaga silaturrahim keluarga besar SMAN 5 Depok.
3. Struktur Kepengurusan dan Fungsi Pengurus Inti LDS SALAM 5
a. Struktur Kepengurusan3
(Terlampir)
b. Fungsi Pengurus Inti4
Berikut fungsi pengurus inti:
1) Ketua Umum
Fungsi dan tugas ketua umum antara lain:
- Memimpin organisasi dengan baik dan bijaksana.
- Mengkoordinir semua aparat kepengurusan.
- Menetapkan kebijaksanaan yang telah dipersiapkan dan direncanakan
oleh aparat kepengurusan.
- Memimpin rapat.
- Menetapkan kebijaksanaan dan mengambil keputusan berdasarkan
musyawarah dan mufakat.
- Setiap saat mengevaluasi kegiatan aparat kepengurusan.
3.Ibid., h. 7.
4 Ibid., h. 9.
55
2) Koordinator Akhwat
Fungsi dan tugas koordinator akhwat antara lain:
- Bersama-sama dengan ketua menetapkan keputusan berdasarkan
musyawarah dan mufakat.
- Mengkoordinasikan aparat kepengurusan bagian akhwat.
- Membantu memberikan saran dan evaluasi kegiatan.
3) Sekretaris Umum
Fungsi dan tugas sekretaris umum antara lain:
- Memberi saran kepada ketua dalam mengambil keputusan.
- Menyiapkan, mendistribusikan dan menyampaikan surat serta arsip
yang berhubungan dengan pelaksanaan kegiatan.
- Menyiapkan laporan, surat, hasil rapat, dan evaluasi kegiatan.
- Bertanggungjawab atas tertib administrasi organisasi.
- Bertindak sebagai notulis dalam rapat.
4) Bendahara Umum
Fungsi dan tugas bendahara umum antara lain:
- Bertanggungjawab dan mengetahui segala pemasukan dan
pengeluaran uang atau biaya yang diperlukan.
- Bertanggungjawab atas inventaris dan perbendaharaan.
- Memuat tanda bukti kwitansi setiap pemasukan kan pengeluaran uang
untuk pertanggungjawaban.
Berikut bagan struktur pengurus inti:
56
Tabel 1.Struktur Pengurus Inti LDS SALAM 5
NO
NAMA
JABATAN
DEPARTEMEN
1. Yoga Julian Prasutiyo Ketua Umum Pengurus Inti
2. Ayu Chyntia Koordinator
Akhwat
Pengurus Inti
3. Nova Ayunita Sekretaris Umum Pengurus Inti
4. Dhea Loka Nanta Bendahara Umum Pengurus Inti
B. Program Kerja Kepengurusan LDS SALAM 5
Berikut program kerja (proker) tiap bidang LDS SALAM 5 antara lain5:
1. Departemen Syiar
Jumlah pengurus di departemen syiar LDS SALAM 5 adalah sebanyak
sembilan orang yang diketuai oleh Ilham Ramdhoni sebagai ketua departemen
(kadep) dan Reni Anggraeni sebagai wakil ketua departemen
(wakadep).Departemen ini berisi program kerja yang berhubungan dengan acara-
acara syiar Islam di sekolah (seperti Maulid Nabi, Isra Mi’raj, Muharram, dan
lain-lain), serta pelatihan-pelatihan untuk pengurus lembaga dakwah sekolah
SALAM 5 dalam menjalankan agenda syiar di sekolah.
5 SALAM 5, Profil Organisasi dan Kegiatan Tahunan 2014, h. 10.
57
a. Bagan Program Kerja Departemen Syiar
(Terlampir)
2. Departemen Pembinaan Dasar
Jumlah pengurus di departemen pembinaan dasar LDS SALAM 5 adalah
sebanyak sepuluh orang yang diketuai oleh Muhammad Satria Nugraha sebagai
ketua departemen (kadep) dan Diana Nur Amalina sebagai wakil ketua
departemen (wakadep).Departemen ini berisi program kerja yang berhubungan
dengan kegiatan-kegiatan pengembangan ruhiyah yang sifatnya bertahap dan
mendasar.
a. Bagan Program Kerja Departemen Pembinaan Dasar
(Terlampir)
3. Departemen Pembinaan Lanjutan
Jumlah pengurus di departemen pembinaan lanjutan LDS SALAM 5 adalah
sebanyak tujuh orang yang diketuai oleh Aan Mi’dad Arrizza sebagai ketua
departemen (kadep) dan Novrita Wulandari sebagai wakil ketua departemen
(wakadep). Departemen ini berisi program kerja yang berhubungan dengan
kegiatan-kegiatan pengembangan ruhiyah yang sifatnya terus dan berkelanjutan.
a. Bagan Program Kerja Departemen Pembinaan Lanjutan
(Terlampir)
4. Departemen Humas & Media
Jumlah pengurus di departemen humas & media LDS SALAM 5 adalah
sebanyak delapan orang yang diketuai oleh Ahmad Fajri Shauti sebagai ketua
departemen (kadep) dan Nurwiqoyah sebagai wakil ketua departemen
(wakadep).Departemen ini berisi program kerja yang berhubungan dengan humas
58
(broadcast) yang berisi info-info penting untuk siswa-siswi SMAN 5 Depok dan
sangat aktif perannya di sosial media.
a. Bagan Program Kerja Departemen Humas & Media
(Terlampir)
5. Departemen Ilmi-Mihani
Jumlah pengurus di departemen ilmi-mihani LDS SALAM 5 adalah sebanyak
delapan orang yang diketuai oleh Muhammad Husein Shibghotullah sebagai ketua
departemen (kadep) dan Desi Pertiwi sebagai wakil ketua departemen
(wakadep).Departemen ini berisi program kerja yang berhubungan dengan semua
hal yang berkaitan dengan akademik, baik itu berupa kegiatan pelatihan soal-soal
hingga beasiswa pendidikan untuk siswa-siswi tertentu di SMA Negeri 5 Depok.
a. Bagan Program Kerja Departemen Ilmi-Mihani
(Terlampir)
6. Departemen Fund Rising
Jumlah pengurus di departemen fund rising LDS SALAM 5 adalah sebanyak
tiga orang yang hanya diketuai oleh Zsazsa Khairunnisa sebagai ketua departemen
(kadep). Departemen ini berisi program kerja yang berhubungan dengan pencarian
dana serta pendataan untuk donatur.
a. Bagan Program Kerja Departemen Fund Rising
(Terlampir)
59
BAB IV
POLA KOMUNIKASI PENGURUS LDS
DALAM KEGIATAN MENTORING
A. Pola Komunikasi Pengurus LDS dalam Kegiatan Mentoring di SMA Negeri 5
Depok
Pola komunikasi merupakan salah satu unsur yang sangat menentukan dalam
kegiatan mentoring pelajar. Dan ini didukung oleh seorang pementor yang
mempunyai syarat-syarat sebagai komunikator, yaitu memiliki kredibilitas yang
tinggi bagi komunikasinya, memiliki keterampilan berkomunikasi, mempunyai
pengetahuan yang luas, memiliki sikap yang baik terhadap komunikan (peserta
mentor) dan memiliki daya tarik dalam artian komunikator memiliki kemampuan
untuk melakukan perubahan sikap atau penambahan pengetahuan bagi atau pada
diri komunikan.1 Jika seorang pementor (komunikator) telah memahami syarat-
syarat tersebut, maka pola komunikasi yang dilakukan akan dapat diterima dengan
baik oleh komunikannya (peserta mentor).
Dari hasil wawancara dan pengamatan yang telah dilakukan, di dapat bahwa
pola komunikasi yang digunakan pementor (pengurus LDS) dalam kegiatan
mentoring di SMA Negeri 5 Depok adalah pola roda dan pola bintang dan
menggunakan bentuk komunikasi antarpribadi. Menurut Wayne Pace dan Don
Faules, komunikasi dalam kaitannya terhadap pola roda dan pola bintang, membagi
1 H.A.W. Widjaja, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, 2
nd ed. (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2000), h. 93-94.
60
komunikasi atas tiga tipe, yakni komunikasi dengan diri sendiri, komunikasi antar
pribadi serta komunikasi khalayak (komunikasi kelompok, komunikasi publik, dan
komunikasi massa)2.
Selama proses kegiatan mentoring berlangsung, pola roda dan pola bintang
sangat dominan terjadi. Dalam observasi penulis, proses kegiatan mentoring
memiliki keterkaitan terhadap kedua pola tersebut. Terlihat dari rangkaian
kegiatannya, antara lain pertama kali dimulai dari seorang komunikator saat
membuka sesi mentoring, memberikan pengarahan lalu menanyakan kabar satu
persatu kepada peserta mentor (pola roda). Kedua, menanyakan kepada komunikan
(peserta mentor) terhadap kabar-kabar tentang informasi akademis berkaitan
tentang kegiatan sekolah, saat itu maka komunikan akan saling menanggapi (pola
bintang). Ketiga, saat pembacaan ayat suci al-Qur’an, maka komunikan
membacanya satu persatu dan pementor (komunikator) membenarkan bacaan jika
dalam membacanya terdapat kesalahan (pola roda).
Keempat, masuk ke sesi inti dari kegiatan mentoring, yakni pembahasan isi
materi kemudian peserta saling bertanya dan berdiskusi membahas materi tersebut
secara bersama-sama (pola bintang). Pada sesi penyampain materi dan diskusi,
memakan waktu paling lama dibanding sesi yang lain, yaitu kurang lebih selama 60
menit. Kelima, yaitu pembacaan kesimpulan hasil diskusi dari materi yang dibahas
2 A. Goldberg dan E. Larson, Komunikasi Organisasi dan Kelompok (Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia UI-Press, 1985), h. 27-33.
61
saat mentoring (pola roda). Keenam, penutup dari pementor (komunikator) kepada
komunikan berupa pembacaan doa penutup majelis (pola roda).3
1. Pola Roda
Pola roda adalah pola yang mengarahkan seluruh informasi kepada individu
yang menduduki posisi sentral. Atau seseorang berkomunikasi pada banyak
orang.4. Pola roda bersifat dua arah, di mana komunikator memberikan stimulus
dan komunikan memberikan respon atau tanggapan. Ini menyebabkan
komunikasi antara komunikator (pementor) dan komunikan (peserta mentor)
lebih didominasi oleh komunikator, sehingga komunikan bersifat sebagai
pendengar dengan adanya umpan balik. Begitupun yang diucapkan oleh Yoga
julian, “Terkadang di awal mentoring pola komunikasinya terjadi dua arah
dengan memberikan materi berbentuk silabus dan pengarahan dari kita kepada
mereka peserta mentor. Jadi biasanya dari mereka sih, saat saya menyampaikan
itu pasti ada respon atau umpan baliknya.”5
Pada pola roda ini, berdasarkan teori dari Wayne Pace dan Don Faules,
menurut sifatnya komunikasi antarpribadi bisa dibedakan menjadi dua macam
yaitu komunikasi diadik dan komunikasi kelompok kecil. Komunikasi diadik
adalah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang dalam situasi tatap
muka, contohnya yaitu dengan cara percakapan, dialog, dan wawancara.
Percakapan berlangsung dalam suasana yang bersahabat dan informal. Dialog
3 Observasi Penulis Selama Sebulan, Pertengahan Oktober Sampai dengan Pertengahan
November 2014 4 A. Goldberg dan E. Larson, Komunikasi Organisasi dan Kelompok, h. 102-103.
5 Wawancara Pribadi dengan Yoga Julian (Ketua Lembaga Dakwah Sekolah SALAM 5),
Depok, 20 November 2014.
62
berlangsung dalam situasi yang lebih intim, lebih dalam, dan lebih personal,
sedangkan wawancara sifatnya lebih serius, yakni adanya pihak yang dominan
pada posisi bertanya dan yang lainnya pada posisi menjawab.
Lalu berdasarkan sifat dari komunikasi antarpribadi berikutnya, yaitu adalah
komunikasi kelompok kecil. Tetapi berdasarkan observasi penulis6, komunikasi
kelompok kecil bukan termasuk bagian dari pola roda. Pertama, walaupun
anggota-anggotanya terlibat dalam suatu proses komunikasi yang berlangsung
secara tatap muka yang merupakan ciri dari pola roda, tetapi alasan kedua,
pembicaraan tersebut berlangsung secara terpotong-potong dimana semua
peserta bisa berbicara dalam kedudukan yang sama. Dengan kata lain, tidak ada
pembicara tunggal yang mendominasi situasi. Hal ini berarti menggugurkan ciri
dari pola roda itu sendiri dimana komunikator haruslah menduduki posisi sentral
atau terpusat. Alasan berikutnya sumber dan penerima sulit di identifikasi,
karena dalam situasi seperti ini, semua anggota bisa berperan sebagai sumber
dan juga pembicara.
Pola komunikasi roda yang dilakukan oleh para pementor yang pertama
diterapkan yaitu menggunakan sikap seolah-olah pementor adalah kakak untuk
mereka. Seperti diawali dengan mencoba untuk meyakinkan bahwa mentoring
adalah sesi yang bukan hanya sekedar belajar agama, tapi lebih dari itu. Dalam
mentoring juga belajar untuk tahu kapan mulai berbicara dan yang lain berusaha
untuk mendengarkan. Dengan menerapkan hal itu, lama kelamaan peserta
6 Observasi Penulis Selama Sebulan, Pertengahan Oktober Sampai dengan Pertengahan
November 2014
63
mentor akan mengerti dan mengikuti apa yang pementor contohkan atau berikan.
Seperti yang diungkapkan oleh Lutfi Ismail, “Pola komunikasi kita itu pertama
harus yakinkan mereka kalau mentoring itu bukan belajar agama islam aja, tapi
banyak hal yang bisa didapat dengan rajin ikut mentoring. Selain itu juga
ngajarin kalau ada yang berbicara, yang lain mencoba untuk mendengarkan.
Nanti ada sesinya kalau mau tanya jawab, tapi di awal-awal sih mereka
biasanya dengerin aja.”7
Adapun pola komunikasi yang dilakukan oleh para pementor cukup efektif
diterapkan karena ini didukung penuh khususnya oleh guru agama Islam.
Dengan adanya mentoring ini guru agama sedikit terbantukan, dan tidak jarang
juga menanyakan kabar kondisi muridnya saat mengikuti kegiatan mentoring
sepulang sekolah. Ada murid yang sedikit nakal saat belajar di kelas, tetapi saat
mentoring malah sebaliknya. Hal itu karena pengurus LDS selaku pementor
memiliki selisih umur yang tidak begitu jauh dari siswa selaku peserta mentor,
jadi pementor menganggap mereka sebagai “teman sebaya” yang bisa diajak
untuk bekerjasama. Berikut penuturan Lutfi Ismail, “Kalau mereka sih
menganggap saya itu seperti teman yang sebaya, dalam artian umur kita kan
hanya berselisih sekitar 4 tahunan, gak begitu jauh. Mereka malah bilang kalau
sama guru agama susah becanda jadinya malah pengen nakal sendiri, beda
7 Wawancara Pribadi dengan Lutfi Ismail (Pengurus Lembaga Dakwah Sekolah SALAM 5),
Depok, 22 November 2014.
64
kalau sama saya bisa diajak becanda sedikitlah, dan mereka suka dengan cara
saya yang seperti itu.”8
Dalam proses komunikasi yang dilakukan, dilihat dari peran pementor sebagai
komunikator, maka pengurus LDS diharapkan memiliki kredibilitas di hadapan
para peserta mentor. Kredibilitas adanya pada persepsi peserta mentor. Dengan
kredibilitas yang memadai, kehadiran pementor sangat berarti sebagai
pembimbing dan ditunggu-tunggu peserta mentor. Kredibilitas ini akan menjadi
bekal yang potensial untuk membangun proses kegiatan mentoring yang
berkualitas. Seperti halnya peserta mentor mengikuti mentoring dengan perasaan
riang, gembira dan bahagia sehingga mereka terlihat begitu antusias. Kebutuhan
dan rasa ingin tahu peserta mentor tentang agama Islam terpenuhi sehingga
mereka mau kembali mengikuti mentoring. Selain itu apa yang diajarkan
mengesankan dan membekas pada mereka sehingga pembentukan perilaku baru
menjadi lebih baik.
Bentuk dari model komunikasi antarpribadi pada pola roda ini jika dikaitkan
dengan kegiatan mentoring maka akan ditemui keterkaitannya. Bentuk
komunikasi ini berjalan sesuai dengan komunikasi pada umumnya dimana ada
seorang komunikator dan seorang komunikan yang didalamnya terjadi sebuah
proses komunikasi yang berjalan sesuai. Dalam kegiatan mentoring bentuk
komunikasi ini sangat diperlukan khusunya bagi para da’i yag tidak mempunyai
keberanian yang besar dalam berdakwah secara terbuka, dalam artian berdakwah
8 Wawancara Pribadi dengan Lutfi Ismail (Pengurus Lembaga Dakwah Sekolah SALAM 5),
Depok, 22 November 2014.
65
dengan jumlah orang yang sangat banyak. Model komunikasi ini bahkan pernah
dilakukan Rasulullah Muhammad SAW di awal perkembangan islam. Dalam
penyebaran islam dimasa awal, Rasulullah sering menggunakan model
komunikasi ini dalam berdakwah karena memang situasi belum memungkinkan
untuk melakukan komunikasi yang lebih terbuka.
Komunikasi yang dilakukan oleh para pengurus LDS tidak hanya bersifat
informatif, yakni orang lain mengerti dan tahu, tetapi juga persuasif (mengajak).
Mengajak dalam artian agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau
keyakinan, melakukan suatu perbuatan atau kegiatan, dan lain-lain. Penyusunan
pesan yang bersifat informatif lebih banyak ditujukan dengan wawasan peserta
mentor tentang agama Islam, dan diterapkan sesuai dengan kemampuan peserta
mentor dalam memahaminya. Dan memang mereka menyukai komunikasi verbal
ini karena dengan komunikasi verbal, pesan yang disampaikan langsung dapat
dipahami. Seperti yang diungkapkan oleh Hisyam, “Kalau ngasih materi jelas,
saya jadi bisa cepet ngerti terus gampang banget dipahaminya.”9
Berarti para
pementor sudah memenuhi salah satu syarat dalam mentoring yaitu pementor
harus berbicara dengan peserta mentor dalam bahasa yang dipahaminya. Dengan
demikian pelajaran itu akan menarik hati mereka.
Adapun komunikasi persuasif, para pementor gunakan dengan cara mengajak
peserta mentor untuk melaksanakan shalat berjamaah. Biasanya sebelum
mentoring pementor mengajak mereka terlebih dahulu untuk bersama-sama
shalat Ashar berjamaah, kebetulan mentoring memang dilaksanakan saat pulang
9 Wawancara Pribadi dengan Hisyam (Siswa Peserta Mentoring), Depok, 27 November 2014.
66
sekolah dan di dalam masjid sekolah. Komunikasi lainnya yang biasanya
pementor gunakan dengan cara yang inspiratif, yakni menggugah kesadaran
peserta mentor untuk menambah pengetahuan, selain sebagai komunikator
pementor juga seorang motivator.
2. Pola Bintang
Selain pola komunikasi roda, pola komunikasi yang digunakan pengurus LDS
selaku pementor dalam kegiatan mentoring adalah pola bintang. Yaitu semua
anggota berkomunikasi dengan semua anggota. Maksudnya adalah pola
komunikasi pementor dengan peserta mentor, peserta mentor dengan pementor,
peserta mentor dengan peserta mentor. Pola seperti ini menjelaskan bahwa
komunikasi yang terjadi yaitu dua arah dan semua pihak terlibat. Komunikasi
dua arah yaitu komunikasi yang bersifat informatif dan persuasif serta
memerlukan hasil (feedback).10
Pada pola bintang ini, berdasarkan teori dari Wayne Pace dan Don Faules,
menurut sifatnya komunikasi antarpribadi bisa dibedakan menjadi tiga macam
yaitu komunikasi kelompok, komunikasi publik, dan komunikasi massa11
.
Komunikasi kelompok adalah komunikasi antara sekumpulan manusia yang
mempunyai tujuan bersama, yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai
tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai
bagian dari kelompok tersebut. Dengan demikian, komunikasi kelompok
10
H.A.W. Widjaja, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, 2nd
ed. (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2000), h. 100. 11 Wayne Pace dan Don Faules, Komunikasi Organisasi: Strategi Meningkatkan Kinerja
Perusahaan (Bandung: PT Rosda Karya, 2005), h. 78-81.
67
biasanya merujuk pada komunikasi yang dilakukan kelompok kecil tersebut.
Komunikasi kelompok dengan sendirinya melibatkan juga komunikasi
antarpribadi, karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga
bagi komunikas kelompok
Lalu apa yang membedakan komunikasi kelompok dengan komunikasi
antarpribadi? Menurut penulis, antara komunikasi kelompok dengan komunikasi
antarpribadi sebenarnya tidak perlu ditarik garis pemisah. Kedua bidang tersebut
bertumpang tindih dan banyak situasi tatap muka dapat diungkapkan dalam
berbagai cara sesuai dengan perhatian tujuan si pengamat. Dalam hal apa kedua
bidang tersebut mempunyai persamaan dan perbedaan? Jika ada pertanyaan
tersebut terlintas, menurut penulis baik itu komunikasi kelompok maupun
komunikasi antarpribadi melibatkan dua atau lebih individu yang secara fisik
berdekatan dan yang menyampaikan serta menjawab pesan-pesan baik secara
verbal maupun secara nonverbal.
Akan tetapi komunikasi antar pribadi biasanya dikaitkan dengan pertemuan
antara dua, tiga, atau mungkin empat orang yang terjadi secara spontan dan tidak
berstruktur, sedangkan komunikasi kelompok terjadi dalam suasana berstruktur
dimana para pesertanya lebih cenderung melihat dirinya sebagai kelompok serta
mempunyai kesadaran tinggi tentang sasaran bersama. Komunikasi kelompok
cenderung dilakukan secara sengaja dibandingkan dengan komunikasi
antarpribadi, dan umumnya para pesertanya lebih sadar akan peranan dan
tanggung jawab mereka masing-masing. Meskipun komunikasi kelompok dapat
dan memang terjadi dalam suatu kelompok yang terdiri dari dua, tiga, atau empat
68
individu, ia juga dapat terjadi dalam kelompok tatap muka yang lebih besar dan
kelompok-kelompok tersebut lebih bersifat permanen daripada kelompok-
kelompok yang terlibat dalam komunikasi antar pribadi.
Dalam aplikasinya terhadap kegiatan mentoring, model komunikasi kelompok
akan banyak ditemui dalam sebuah lembaga dakwah sekolah atau suatu forum
dakwah semacamnya, karena komunikasi kelompok dilakukan sekumpulan
manusia yang mempunyai tujuan bersama. Atau bisa dikatakan komunikasi ini
hanya untuk kepentingan suatu kelompok. Jika kegiatan mentoring di
implementasikan dalam model komunikasi ini, harapan agar dakwah
dapat berkembang disegala penjuru sangatlah kecil. Karena model komunikasi
kelompok harapanya tidak untuk menyampaikan pesan ke halayak luas
melainkan ke golongan mereka sendiri.
Komunikasi antarpribadi dalam pola bintang berikutnya adalah komunikasi
publik, atau biasa disebut komunikasi pidato, komunikasi kolektif, komunikasi
retorika, public speaking dan komunikasi khalayak (audience communication).
Apapun namanya, komunikasi publik menunjukkan suatu proses komunikasi di
mana pesan-pesan disampaikan oleh pembicara dalam situasi tatap muka di
depan khalayak yang lebih besar. Komunikasi publik memiliki ciri komunikasi
antarpribadi karena berlangsung secara tatap muka. Tetapi menurut penulis
terdapat beberapa perbedaan yang cukup mendasar ketika dikaitkan dengan pola
bintang dalam kegiatan mentoring12
.
12
Observasi Penulis Selama Sebulan, Pertengahan Oktober Sampai dengan Pertengahan
November 2014
69
Perbedaannya yakni model komunikasi publik bisa dilakukan seorang
pementor (pendakwah) yang menyampaikan dakwahnya di tempat dengan
jumlah orang sangat banyak yang mendukung dakwahnya sehingga tidak lagi
hanya sebatas intrapersonal. Sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah, ketika
kondisi masyarakat dirasa sudah bisa menerima Islam rasul pun melakukan
dakwahnya secara terang-terangan di depan ratusan bahkan ribuan orang. Sangat
berbeda jika diaplikasikan dalam kegiatan mentoring yang jumlah ideal orangnya
tidak lebih dari sepuluh orang.
Walaupun begitu, justru model komunikasi untuk dakwah yang cocok di
Indonesia adalah bentuk komunikasi publik.Hal ini dibuktikan dengan fakta yang
terjadi di lapangan.Bisa kita lihat dalam keseharian, mayoritas para pendakwah
di Indonesia kerap melakukan dakwahnya melalui ceramah yang merupakan
contoh komunikasi publik.
Bentuk dari komunikasi antarpribadi pada pola bintang berikutnya
berdasarkan teori dari Wayne Pace dan Don Faules adalah komunikasi massa.
Komunikasi massa dapat didefinisikan sebagai proses komunikasi yang
berlangsung dimana pesannya dikirim dari sumber yang melembaga kepeda
khalayak yang sifatnya massal melalui alat-alat yang bersifat mekanis seperti
radio, televisi, surat kabar, dan film. Dibandingkan dengan bentuk-bentuk
komunikasi yang sebelumnya, komunikasi massa memiliki ciri tersendiri. Sifat
pesannya terbuka dengan khalayak yang variatif, baik dari segi usia, agama,
suku, pekerjaan, maupun dari segi kebutuhan.
70
Peradaban manusia yang bergeser kearah kehidupan modern dimana teknologi
menjadi makanan keseharian memaksa para pendakwah untuk ikut menunggangi
kemajuan ini. Dan salah satu media dakwah di jaman sekarang adalah lewat
media masa atau mengikuti model komunikasi massa. Realisasinya hal ini sudah
terjadi, dimana penyampaian pesan dakwah kini banyak bertebaran di media baik
cetak, elektronik maupun media online bahkan jejaring sosial. Tetapi dalam
aplikasinya pada kegiatan mentoring, sangat jelas pola bintang pada teori ini
tidak ada kaitannya sama sekali.
Jika berbicara pada kegiatan mentoring, terdapat beberapa contoh pola
komunikasi bintang. Seperti misalkan dalam berinteraksi pementor dengan
peserta mentor, peserta mentor tidak sungkan untuk menegur dan bertanya
kepada pementor. Hal ini juga yang diterapkan oleh Yoga Julian (Ketua LDS
SALAM 5) yaitu dengan membebaskan mereka untuk berbicara hal-hal apa saja
saat pelaksanaan mentoring. Seperti peserta mentor dibiarkan mengenal sesuatu
kenapa sesuatu itu penting untuk dipelajari. Atau membebaskan mereka untuk
curhat dengan para pementor. Selain itu, setiap pementor juga harus memberikan
contoh dan berinteraksi semaksimal mungkin dengan mereka, seperti mengajak
peserta mentor untuk bagaimana mengarahkan diri mereka sendiri melalui
informasi. Dengan semua itu mereka akan merasa bahwa mereka adalah bagian
dari kita dan kita adalah bagian dari mereka, sehingga tercipta sikap saling
percaya.
Pola komunikasi seperti ini menjelaskan bahwa komunikasi yang terjadi dua
arah dan semua pihak terlibat di dalamnya. Pada kelompok ini, dapat diketahui
71
bahwa peserta mentor memberikan feedback kepada pementor dengan baik. Pola
komunikasi dua arah ini diindikasikan oleh adanya peluang yang sama dari
komunikator dan komunikan untuk menyampaikan gagasan. Salah satu indikator
komunikasi dua arah ialah kemampuan peserta mentor untuk mengungkapkan
perasaannya. Kemampuan ini berkaitan dengan penciptaan iklim yang positif
dalam kegiatan mentoring, yang memungkinkan peserta mentor mau
mengungkapkan perasaan atau masalah yang dihadapinya tanpa merasa takut
kepada pementor.
Komunikasi seperti ini, sudah bisa dikatakan efektif karena semua orang yang
terlibat dalam mentoring dapat melakukan komunikasi secara dua arah.
Komunikasi efektif adalah proses di mana pesan-pesan yang disampaikan oleh
komunikator dapat diterima dengan sempurna oleh komunikan melalui saluran
(channel) yang bervariasi dan mengakibatkan terjadinya kepuasan dan
menyenangkan kedua belah pihak.13
Selain itu, komunikasi yang terjadi telah
memenuhi unsur-unsur komunikasi, yaitu Sender atau komunikator (pementor)
yang menyampaikan pesan kepada seseorang atau sejumlah orang. Dalam hal
ini, pementor memformulasikan pesan atau informasi kepada peserta mentor
berupa pengetahuan tentang agama Islam. “Semenjak saya ikut mentoring,
alhamdulillah sekarang udah mulai lancar ngaji.” Ujar Afif saat
diwawancarai.14
13
Suranto A. W., Komunikasi Sosial Budaya (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), h. 249. 14
Wawancara Pribadi dengan Afif (Siswa Peserta Mentoring), Depok, 27 November 2014.
72
Unsur selanjutnya yaitu pesan yaitu gagasan atau ide, informasi, pengalaman
yang telah dituangkan baik berupa kata-kata, lambang-lambang atau isyarat.
Pada saat penyampaian materi, pesan yang disampaikan pementor dapat diterima
oleh peserta mentor. Dikarenakan komunikator menggunakan komunikasi lisan
dan tulisan. Lalu unsur berikutnya yaitu Feedback yaitu tanggapan komunikan
yang disampaikan kepada komunikator. Bahwa komunikan (peserta mentor) bisa
memberikan umpan balik atau respon dari pesan yang disampaikan oleh
komunikator. Biasanya hal ini terjadi ketika mentoring memasuki sesi tanya
jawab, sangat terlihat bagaimana terbentuknya pola komunikasi bintang saat sesi
tersebut berlangsung.
Unsur keempat yaitu media yang merupakan saluran penyampai pesan kepada
komunikan. Komunikator biasanya menyampaikan pesan melalui papan tulis,
spidol dan buku-buku. Dengan adanya media tersebut memudahkan peserta
mentor memahami setiap pembahasan yang diajarkan saat mentoring. Unsur
terakhir yaitu efek yang merupakan hasil akhir komunikasi, berupa sikap dan
tingkah laku orang, apakah sesuai atau tidak sesuai dengan yang kita inginkan.
Komunikasi yang dilakukan oleh pementor dalam pembinaan perilaku peserta
mentor telah berhasil dilakukan karena sikap atau perilaku peserta mentor sudah
sesuai dengan yang diinginkan. Karena tujuan akhir dari berkomunikasi adalah
untuk memengaruhi sikap.
Ada pula komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh para pementor
terhadap peserta mentor. Komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh para
pementor di LDS SALAM 5 lebih sering digunakan pada saat di luar sesi
73
mentoring. Misalnya pada saat setelah selesai mentoring, siswa atau peserta
mentor dapat berkomunikasi dengan pementor dan membicarakan masalah
pribadi, dan disediakan juga waktu untuk sesi curhat atau konsultasi. Pada sesi
ini, peserta mentor dapat mengutarakan permasalahan dan keluhan tentang
masalah hidup yang dihadapi, yang kemudian para pementor akan mencarikan
solusinya.
Hal ini dilakukan para pementor untuk mengetahui kondisi atau keadaaan
yang dialami peserta mentor. Selain itu juga sebagai arahan, dan langkah-
langkah dalam mengatasi masalah yang mereka hadapi. Dalam komunikasi
antarpribadi ini, proses komunikasi semakin jelas dan komunikan (peserta
mentor) dapat memberikan feedback secara langsung kepada komunikator
(pementor).
B. Faktor Pendukung dan Penghambat Pengurus LDS dalam Kegiatan Mentoring
di SMA Negeri 5 Depok
Jika kita lihat, proses komunikasi itu terlihat mudah. Tapi sebenarnya tidak
lepas dari berbagai faktor pendukung dan faktor penghambatnya. Begitupun dalam
setiap pelaksanaan suatu program, tentunya akan selalu dihadapkan pada faktor
pendukung dan juga faktor penghambat yang ada seiring berjalannya program,
khususnya dalam hal ini adalah pelaksanaan mentoring. Biasanya faktor tersebut
datangnya dari komunikator, transmisi dan penerima (komunikan). Berikut faktor
pendukung dan penghambat pengurus LDS dalam kegiatan mentoring antara lain15
:
15
Observasi Penulis Selama Sebulan, Pertengahan Oktober Sampai dengan Pertengahan
November 2014
74
1. Faktor Pendukung
a. Kemampuan Intelektual yang Memadai
Tentunya tidak sembarang orang bisa menjadi seorang pementor dalam hal
ini pengurus LDS. Selain mempunyai kredibilitas, tingkat kecakapan,
kecerdasan dan keahlian untuk menjadi seorang komunikator yang handal
sangat diperlukan. Terutama dalam hal menganalisis suatu kondisi sehingga
bisa mewujudkan cara komunikasi yang sesuai, faktor ini telah dimiliki oleh
seorang pementor.
Dengan kemampuan intelektual tersebut, maka hak peserta mentor untuk
dapat mengambil banyak pelajaran mengenai ilmu khususnya tentang
pendidikan agama Islam terpenuhi. Pendidikan agama Islam mencakup
banyak hal seperti keimanan, amaliyah, dan akhlak. Misalnya dalam
pembentukan akhlak (moral), agama memiliki peranan sangat penting karena
nilai moral bersumber dari agama yang bersifat tetap dalam setiap waktu dan
tempat.
Selain itu, peserta mentor juga mendapatkan banyak ilmu pengetahuan di
luar pendidikan agama Islam, seperti cara berorganisasi dengan baik,
membuat proposal untuk event-event tertentu di sekolah, belajar tentang
penerapan teknologi komputer, bahkan tak jarang beberapa pementor
membagikan ilmu tentang pelatihan jurnalistik. Kembali lagi, ini tergantung
kemampuan intelektual dari pementor tersebut menguasai berbagai macam
jenis ilmu di luar ilmu tentang pendidikan agama Islam.
75
b. Mempunyai Integritas atau Keterpaduan Sikap
Komunikator (pementor) yang memiliki keterpaduan atau kesesuaian antara
ucapan dan tindakan, akan lebih disegani oleh komunikan (peserta mentor).
Untuk itu maka menjadi salah satu faktor pendukung yang cukup kuat yang
dimiliki oleh seorang pengurus LDS. Integritas itu tentu tidak datang dengan
sendirinya. Justru yang menilai seorang pementor berintegritas adalah dari
peserta mentor itu sendiri.
Setiap pementor harus memiliki keterpaduan sikap untuk dicontoh oleh
peserta mentor lainnya. Ketika pementor mengucapkan untuk tidak boleh itu,
atau kita harus melakukan itu, sebelumnya pementor harus lebih dulu
melakukan hal-hal tersebut. Jangan sampai ada ketidaksesuaian antara
berucap dan bertindak, karena dapat menimbulkan pementor menjadi tidak
disegani oleh peserta mentor.
c. Memiliki Kematangan Emosional
Faktor pendukung selanjutnya yakni seorang pementor harus mampu
mengendalikan emosinya, sehingga tetap dapat melaksanakan mentoring
dalam suasana yang menyenangkan di dalamnya. Dengan memiliki emosional
yang mantap, maka pementor dapat mengimbangi segala macam kemauan
peserta mentornya.
Terkadang karena kelelahan saat belajar di kelas, tak jarang beberapa
peserta mentor meluapkan emosinya justru di sesi mentoring berlangsung saat
pulang sekolah. Akibatnya dalam kegiatan mentoring itu menjadi tidak
kondusif karena ulah beberapa peserta yang usil, hal ini wajar karena peserta
76
mentor diisi oleh anak-anak sekolah yang masih labil sikapnya. Jika pementor
justru terbawa suasana tersebut, maka kegiatan mentoring tentu tak ada beda
kondisinya dengan kumpul-kumpul yang tidak jelas arah pembicaraannya.
Untuk itu maka pementor harus memiliki emosional yang matang, yang
dengan sikap tersebut mampu merubah suasana tidak kondusif itu menjadi
lebih menyenangkan, sehingga kegiatan mentoring terlaksana sesuai dengan
aturan yang semestinya.
d. Dapat Memahami Kondisi Psikologis Komunikan
Dalam mentoring, seorang pementor harus dapat memahami kondisi
psikologis orang yang diajak bicara. Pementor harus dapat memilih saat yang
paling tepat untuk menyampaikan suatu pesan kepada komunikan. Kalau
suasana tidak memungkinkan untuk peserta mentoring melahap materi, maka
pementor tidak perlu memaksakan harus diberikan materi. Hal itu bisa dirubah
dengan memberikan sebuah games atau permainan, yang manfaat dari
permainan itu justru sesuai dengan materi yang ingin disampaikan.
Kondisi psikologis dari setiap peserta mentor tentu berbeda-beda. Maka
pementor harus dapat bisa menemukan sebuah titik temu, dimana dari
masing-masing individu peserta mentoring menemukan saling kecocokan
dengan yang laimmya. Ketika sudah saling memahami, kegiatan mentoring
pasti terasa lebih banyak manfaatnya. Saling terbuka dalam berdiskusi atau
yang lainnya, memahami kondisi psikologis adalah syarat mutlak yang harus
setiap pementor miliki.
77
e. Pementor itu Supel, Ramah dan Tegas
Faktor ini mempunyai nilai lebih sehingga peserta mentor senang dalam
mengikuti kegiatan mentoring. Seperti yang diungkapkan Dimas, “Kalau lagi
mentoring kakaknya itu asik, ramah, supel juga, kadang-kadang tegas sih.”16
Supel adalah pandai menyesuaikan diri, dalam hal ini pandai berkomunikasi
dengan lawan bicaranya, terlihat luwes dan senang untuk bergaul dengan yang
lain tanpa canggung. Pementor harus memiliki sifat demikian, mampu untuk
menyesuaikan diri dan tahu berbicara dengan siapa, sehingga menghargai
setiap pembicaraan yang diungkapkan oleh peserta mentor.
Ramah dalam hal ini adalah baik hati dan menarik budi bahasanya, manis
tutur kata dan sikapnya, serta sangat menyenangkan di pergaulan. Pementor
harus selalu terlihat ramah dengan peserta mentornya, hal itu dapat membuat
apa yang diucapkan pementor, diikuti dengan peserta mentor dengan riang
dan tanpa merasa ada tekanan. Seperti berbicara dengan teman sendiri, jadi
yang dicontohkan pementor dapat mudah dipraktekan dalam kehidupan
sehari-hari.
Tegas dalam artian adalah pembicaraan pementor itu jelas, pasti, tidak
meragukan dan tidak berputar-putar bahasanya. Ketika berbicara tentang suatu
hal, penafsirannya tidak membuat bingung peserta mentor. Terkadang
ketegasan dalam berbicara diperlukan, sehingga peserta mentor mengikuti
dengan serius apa maksud yang ingin disampaikan oleh pementor.
16
Wawancara Pribadi dengan Dimas (Siswa Peserta Mentoring), Depok, 27 November 2014.
78
2. Faktor Penghambat
a. Sikap Pementor yang Kurang Simpatik
Tentunya setiap manusia mempunyai masalah pribadinya masing-masing,
tidak terkecuali adalah pementor itu sendiri. Faktor pribadi itu yang terkadang
membuat pementor terkadang terlihat kurang simpatik. Faktor pribadi muncul
biasanya bermacam-macam, salah satunya adalah ketika lagi futur17
(tingkat
keimanan sedang rendah). Seperti yang diungkapkan oleh Yoga Julian,
”Contohnya kalau kita ada masalah, iman kita lagi turun, itu menghambat
juga.”18
Pementor yang seperti ini memang benar-benar menjadi salah satu faktor
penghambat dalam proses kegiatan mentoring. Walaupun setiap 3 bulan sekali
selalu ada evaluasi dalam kegiatan mentoring, tetapi faktor penghambat yang
satu ini memang susah dicari solusi terbaiknya. Faktor ini menjadi
penghambat bukan karena misalkan ada sistem mentoring yang buruk, atau
sikap peserta mentor yang tidak sopan, tetapi lebih disebabkan dari faktor
internal pementor itu sendiri.
b. Minimnya Tenaga Pementor dalam Menjalankan Kegiatan Mentoring
Tenaga pementor yang ada di LDS SALAM 5 hanya berjumlah sepuluh
orang. Dari segi kuantitas hal ini memang sangat kurang, sehingga kurangnya
17 Futur secara istilah merupakan suatu penyakit yang dapat menimpa seseorang yang
berjuang di jalan Allah. Futur yang paling ringan menyebabkan seseorang terhenti setelah terus-
menerus melakukan ibadah. Ar Râghib berkata, “Futûr ialah diam setelah giat, lunak setelah keras, dan
lemah setelah kuat.” 18
Wawancara Pribadi dengan Yoga Julian (Ketua Lembaga Dakwah Sekolah SALAM 5),
Depok, 20 November 2014.
79
tenaga pementor yang ikut membantu kegiatan mentoring di SMA Negeri 5
Depok menjadi faktor penghambat dalam berjalannya beberapa program LDS
yang lain di luar pelaksanaan mentoring.
Tercatat, walaupun di struktur ada sekitar 49 pengurus termasuk ketua di
LDS SALAM 5 (liat lampiran), tetapi tidak semua pengurus LDS bisa
menjadi seorang pementor. Hal ini disebabkan karena untuk menjadi
pementor diwajibkan minimal menjadi pengurus itu selama tiga tahun. Dari
syarat itu, hanya 10 orang yang memenuhi syarat untuk menjadi seorang
pementor.
Belum lagi ditambah sebagian pengurus yang sudah berkontribusi di LDS
SAL:AM 5 lebih dari tiga tahun tetapi tidak mau untuk menjadi seorang
pementor dengan alasan yang bermacam-macam. Hal ini menjadi faktor
penghambat selanjutnya yang harus dibenahi, khususnya dari sistem
perekrutan calon-calon pementor yang sudah disiapkan. Dengan minimnya
pementor maka dapat menimbulkan banyak lagi hambatan-hambatan baru.
Hal ini bisa mengganggu kelangsungan dari berjalannya kegiatan mentoring
itu sendiri, sudah saatnya LDS untuk mengambil langkah tepat untuk
kedepannya. Mentoring sebagai sarana berbagi ilmu pengetahuan,
pengalaman, dan juga sarana untuk melatih pribadi menjadi lebih unggul
harus terus dijaga pelaksanaannya di sekolah-sekolah.
c. Pola Komunikasi yang Tidak Maksimal
Dengan tenaga pengurus LDS selaku pementor yang hanya berjumlah
sepuluh orang, tentu tidak seimbang dengan jumlah peserta mentor yang ada.
80
Tercatat ada sekitar 144 peserta mentor yang harus dipegang dari pengurus
LDS. Satu orang bisa memegang peserta mentoring antara 10 hingga 15
siswa. Hal ini cukup menyulitkan pementor untuk dapat berkomunikasi secara
maksimal.
Mentoring tentu sangat berbeda dengan kondisi saat di kelas, ketika di kelas
siswa dituntut untuk serius mengikuti pelajaran. Tetapi saat mentoring, siswa
(peserta mentor) tidak begitu dituntut untuk serius mengikuti mentoring, maka
tidak dipungkiri terkadang pementor sedikit kesusahan untuk berkomunikasi
dengan semuanya. Sebagian biasanya datang mentoring dengan keadaan lelah
karena seharian belajar di sekolah, sehingga terkadang sesi mentoring
digunakan untuk melepas kejenuhan, tak sedikit siswa yang seperti itu.
Hal ini sangat menghambat khususnya terhadap pola komunikasi antara
pementor dan siswa peserta mentor. Tidak maksimal karena mengurus lebih
dari 10 siswa dengan keadaan “tidak siap” dan dengan kondisi yang berbeda-
beda itu sangat menyulitkan. Sesi mentoring yang hanya berlangsung antara
satu hingga dua jam menjadi tidak ada manfaatnya, lebih banyak dihabiskan
hanya untuk menyatukan kondisi dan becanda-becanda dengan siswa yang
lain.
Pola komunikasi tidak maksimal sangat menentukan tujuan utama dari
mentoring itu sendiri. Ketika tujuan itu tidak tercapai, maka berakibat fatal
terhadap peserta mentor. Maka kelak mentoring menjadi kurang peminatnya,
tidak lagi menjadi forum diskusi yang disukai siswa-siswa dalam belajar
berbagai macam hal termasuk mendalami Islam lebih dalam lagi. Maka faktor
81
penghambat ini menjadi hal yang ditakuti semua orang yang berkecimpung di
dalam LDS SALAM 5.
82
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian dan hasil penelitian yang dilakukan tentang pola komunikasi
pengurus lembaga dakwah sekolah (LDS) dalam kegiatan mentoring di SMA
Nngeri 5 Depok, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pola komunikasi yang digunakan pementor dalam kegiatan mentoring di
SMA Negeri 5 Depok adalah pola komunikasi roda dan pola komunikasi
bintang. Kedua pola komunikasi tersebut cukup efektif digunakan dalam
kegiatan mentoring. Hal ini terlihat dari adanya komunikasi yang terjadi secara
dua arah (komunikator-komunikan, komunikan-komunikan), adanya kesamaan
makna antara komunikator (pementor) dan komunikan (peserta mentor) serta
adanya feedback dan efek berupa perubahan perilaku siswa, baik itu dari segi
perkataan (misalnya tidak berkata kotor), sikap (contohnya mendengarkan orang
yang sedang berbicara), pengetahuan agama (seperti: belajar tentang keutamaan
shalat, puasa, zakat, dll.) maupun dari segi ibadahnya (intensitas shalat dan
membaca al-Qur’an).
2. Faktor pendukung pengurus LDS dalam kegiatan mentoring dalam hal ini
pertama adalah kemampuan intelektual yang memadai, kedua adalah
mempunyai integritas atau keterpaduan sikap, ketiga adalah memiliki
kematangan emosional, keempat adalah dapat memahami kondisi psikologis
komunikan, kelima adalah pementor itu supel, ramah, dan tegas.
83
Adapun faktor penghambat pengurus LDS dalam kegiatan mentoring dalam
hal ini pertama adalah sikap pementor yang kurang simpatik, tentunya setiap
manusia mempunyai masalah pribadinya masing-masing, sehingga berpengaruh
terhadap munculnya sikap yang kurang simpatik. Kedua adalah minimnya
tenaga pementor dalam menjalankan kegiatan mentoring, hal ini menimbulkan
faktor penghambat selanjutnya. Ketiga adalah pola komunikasi yang tidak
maksimal, satu pementor bisa memegang peserta mentoring antara 10 hingga 15
siswa, hal ini cukup menyulitkan pementor untuk dapat berkomunikasi secara
maksimal.
B. Saran
1. Pola komunikasi yang diterapkan pengurus lembaga dakwah sekolah (LDS)
dalam kegiatan mentoring di SMA Negeri 5 Depok sudah efektif digunakan.
Untuk lebih efektif lagi, ketika menggunakan pola roda dan pola bintang pesan-
pesan yang disampaikan oleh komunikator harus dapat diterima dengan benar-
benar sempurna sehingga mengakibatkan terjadinya kepuasan dan juga pastinya
akan menyenangkan kedua belah pihak.
2. Dengan minimnya kuantitas pementor, diharapkan untuk kepengurusan LDS
SALAM 5 tahun depan terjadi peningkatan tenaga pementor. Hal itu juga
diharapkan agar pola komunikasi jadi lebih maksimal, seharusnya pementor
memegang peserta mentor dengan jumlah yang ideal. Perbaikan sarana dan
prasarana, serta adanya peran guru dan masyarakat sekitar dalam kegiatan
mentoring di lingkungan sekolah, contohnya mengajak peserta mentor untuk
banyak melakukan kegiatan positif yang bersifat outdoor di lingkungan sekitar
sekolah.
84
Terakhir adalah perbaikan sistem perekrutan untuk calon pementor baru.
Menurut kesimpulan penulis, sebaiknya untuk calon pementor tidak dibebani
dengan syarat harus terlebih dahulu minimal 3 tahun berkecimpung sebagai
pengurus di sebuah Lembaga Dakwah Sekolah (LDS). Tidak hanya untuk LDS
SALAM 5 sendiri, tetapi untuk semua organisasi semacam LDS di berbagai
macam sekolah khususnya SMA di Kota Depok.
85
DAFTAR PUSTAKA
A. Malik, Fadjar. Visi Pembaruan Pendidikan Islam. Jakarta: Lembaga Pengembangan
Pendidikan dan Penyusunan Naskah Indonesia, 1998.
Amin, M. Mansyur. Dakwah Islam dan Pesan Moral. Jakarta: Al- Amin Press, 1997.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, 2nd
ed. Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 1998.
A. W., Suranto. Komunikasi Sosial Budaya. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010.
Awwad, Jaudah Muhammad. Mendidik Anak Secara Islam. Jakarta: Gema Insani Press, 1995.
Aziz, Jum’ah Amin Abdul. Prinsip dan Kaidah Asasi Dakwah Islam, 3rd
ed. Solo: Era
Intermedia, 2000.
Bungin, Burhan. Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2006.
Canggara, Hafied. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.
Daradjat, Zakiah. Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah. Jakarta: CV Ruhama,
1994.
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia, 3rd
ed. Jakarta: Balai
Pustaka, 2005.
Goldberg dan Larson. Komunikasi Organisasi dan Kelompok. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia UI-Press, 1985.
Hadi, Sutrisno. Metodologi Research, 2nd
ed. Yogyakarta: Andi Ofset, 1992.
Iriantara, Yosal dan Syarifudin, Usep. Komunikasi Pendidikan. Bandung: Simbiosa
Rekatama Media, 2013.
86
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif, 26th
ed. Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya, 2009.
Morissan. Teori Komunikasi, 9th
ed. Bogor: PT. Ghalia Indonesia, 2009.
Mulyana, Deddy. Komunikasi Efektif, 2nd
ed. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005.
Nasution, Zulkarnain. Sosiologi Komunikasi Massa, 1st
ed. Jakarta: Universitas Terbuka,
1993.
Pace, Wayne dan Faules. Komunikasi Organisasi: Strategi Meningkatkan Kinerja
Perusahaan. Bandung: PT. Rosda Karya, 2005.
Partanto, Puis A. dan Al-barty, M. Dahlan. Kamus Besar Bahasa Ilmiah Popular. Surabaya:
Arkola, 1994.
Rahmat, Jalaluddin. Psikologi Agama. Jakarta: Mizan Media Buku Utama, 2003.
Refleksi 20 Tahun Pembaharuan Tarbiyah di Indonesia: Tarbiyah Menjawab Tantangan.
Jakarta: Robbani Press, 2002.
Siagian, Sondang. Organisasi Kepemimpinan dan Organisasi, 5th
ed. Jakarta: CV Masagung,
1986.
Silaturrahim Alumni Muslim SMA 5 Depok (SALAM 5). Profil Organisasi dan Kegiatan
Tahunan 2014. Depok: SALAM 5, 2014.
Stephen W., Little John dan Foss, Karen A. Theories of Human Communication (Edisi
Indonesia Teori Komunikasi). Jakarta: Salemba Humanika, 2009.
Uchjana Effendy, Onong. Dinamika Komunikasi, 2nd
ed. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
1992.
Uchjana Effendy, Onong. Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek, 1st ed. Jakarta: PT. Remaja
Rosdakarya, 2001.
87
Wawancara Pribadi dengan Afif. Depok, 27 November 2014.
Wawancara Pribadi dengan Dimas. Depok, 27 November 2014.
Wawancara Pribadi dengan Hisyam. Depok, 27 November 2014.
Wawancara Pribadi dengan Lutfi Ismail. Depok, 22 November 2014.
Wawancara Pribadi dengan Yoga Julian. Depok, 20 November 2014.
Widiyantoro, Nugroho. Panduan Dakwah Sekolah: Kerja Besar untuk Perubahan Besar, 2nd
ed. Jakarta: Era Intermedia, 2002.
----------------------------. “Mentoring Sarana Membangun Akhlak dan Intelektual.” Artikel
diakses pada 2 Oktober 2014 dari http://mentoringblog.wordpress.com/
Widjaja, H.A.W. Komunikasi, Komunikasi & Hubungan Masyarakat, 5th
ed. Jakarta: Bumi
Aksara, 2008.
---------------------. Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, 2nd
ed. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000.
Wiryanto. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Gramedia Widiasavina, 2004.
Tabel 1. Struktur Kepengurusan LDS SALAM 5
NO
NAMA
JABATAN
DEPARTEMEN
1. Yoga Julian Prasutiyo Ketua Umum Pengurus Inti
2. Ayu Chyntia Koordinator
Akhwat
Pengurus Inti
3. Nova Ayunita Sekretaris Umum Pengurus Inti
4. Dhea Loka Nanta Bendahara Umum Pengurus Inti
5. Ilham Ramdhoni Ketua Departemen Dept. Syiar
6. Reni Anggraeni Waka Departemen Dept. Syiar
7. Muhammad Lutfi Staf Dept. Syiar
8. Jihad Kunnaji Staf Dept. Syiar
9. Angga Bagus Asrianto Staf Dept. Syiar
10. Abdul Hafizh Al-Hakim Staf Dept. Syiar
11. Nova Ayunita Staf Dept. Syiar
12. Dhyanti Ayu Febriandhini Staf Dept. Syiar
13. Siti Zahara Putri Staf Dept. Syiar
14. Muhammad Satria Nugraha Ketua Departemen Dept. Pembinaan
Dasar
15. Diana Nur Amalina Waka Departemen Dept. Pembinaan
Dasar
16. Muhammad Hassan
Shibghotullah
Staf Dept. Pembinaan
Dasar
17. Shodikin Martanto Staf Dept. Pembinaan
Dasar
18. Muhammad Asrurowwi Staf Dept. Pembinaan
Dasar
19. Hegar Reza Bisma Staf Dept. Pembinaan
Dasar
20. Nurul Hasanah Staf Dept. Pembinaan
Dasar
21. Dhea Loka Nanta Staf Dept. Pembinaan
Dasar
22. Ulfah Latifah Staf Dept. Pembinaan
Dasar
23. Maryam Hafidzah Staf Dept. Pembinaan
Dasar
24. Aan Mi’dad Arrizza Ketua Departemen Dept. Pembinaan
Lanjutan
25. Novrita Wulandari Waka Departemen Dept. Pembinaan
Lanjutan
26. Haris Rabbani Staf Dept. Pembinaan
Lanjutan
27. Hermawan Sudibya Staf Dept. Pembinaan
Lanjutan
28. Muhamad Lutfi Ismail Staf Dept. Pembinaan
Lanjutan
29. Soraya Kamal Staf Dept. Pembinaan
Lanjutan
30. Ria Fidiyanti Staf Dept. Pembinaan
Lanjutan
31. Ahmad Fajri Shauti Ketua Departemen Dept. Humas &
Media
32. Nurwiqoyah Waka Departemen Dept. Humas &
Media
33. Faizal Ahmad Staf Dept. Humas &
Media
34. Muhammad Taufik
Humaamy
Staf Dept. Humas &
Media
35. Irfan Mahardika Staf Dept. Humas &
Media
36. Andri Bagus Arianto Staf Dept. Humas &
Media
37. Sarah Azzahrah Staf Dept. Humas &
Media
38. Lucky Yuniasari Staf Dept. Humas &
Media
39. Muhammad Husein
Shibghotullah
Ketua Departemen Dept. Ilmi-Mihani
40. Desi Pertiwi Waka Departemen Dept. Ilmi-Mihani
41. Setiawan Kurnianto Staf Dept. Ilmi-Mihani
42. Alwan Farhan Staf Dept. Ilmi-Mihani
43. Andre Staf Dept. Ilmi-Mihani
44. Fikri Staf Dept. Ilmi-Mihani
45. Medina Putri Staf Dept. Ilmi-Mihani
46. Yuan Nisa Staf Dept. Ilmi-Mihani
47. Zsazsa Khairunnissa Ketua Departemen Dept. Fund Rising
48. Yuli Alviani Staf Dept. Fund Rising
49. Nufita Nadia Staf Dept. Fund Rising
Tabel 2. Program Kerja Departemen Syiar
NO NAMA
PROGRAM
DESKRIPSI PROGRAM WAKTU
1 Training
Professional
Program Soft skill, yang inherent
dengan perluasan kemampuan
objek dakwah dalam ranah
kebaikan di lembaga. Ditujukan
untuk layer 1 dan layer 2.
Dengan tujuan layer 1 dapat
mengembangkan potensi yang
sejalan dengan aktivitas dakwah,
sedangkan layer 2 untuk
pengenalan soft skill yang
berlandaskan kebaikan. Program
ini ditergetkan dapat
dilaksanakan sebanyak 2 kali per
2 termin.
Pada bulan Maret
dan Oktober 2014
(Disesuikan
dengan Program
Syiar Rohis 5
Depok).
2 Supervisi
Kelembagaan dan
Mabit Syiar
Program Maintenance, yang
inherent dengan perluasan
kemampuan objek dakwah dalam
ranah kebaikan. Ditujukan untuk
layer 1. Dengan tujuan layer 1
dapat mengoptimalkan
kemampuan berorganisasi atas
dasar aktivitas dakwah. Program
ini merupakan program yang
berkesinambungan dengan
targetan 2 kali pertemuan utama,
yang dikemas dengan agenda
mabit syiar.
Supervisi Rohis di
mulai dari bulan
Maret dengan
acara kopdar
Rohis, sedangkan
Mabit Syiar akan
dilaksanakan di
bulan April dan
Oktober.
3 Satu Hari Satu
Lembar
Program upgrading , yang
inherent dengan perluasan
kemampuan objek dakwah dalam
hal tarbiyah dzatiah. Ditujukan
untuk layer 1. Dengan tujuan
layer 1 dapat terjaga nuansa
ruhiyahnya.
Termin pertama di
sepanjang semester
ganjil untuk
pengurus Rohis.
Termin kedua akan
diperluas untuk
umum.
4 BBQ + Qur’an
Camp
Program upgrading , yang
inherent dengan perluasan
kemampuan objek dakwah dalam
hal tarbiyah quraniyah. Ada 2
tahap pelaksana
- Tahap 1: Upgrading Mentor
Qur’an.
- Tahap 2: Ekspansi Peserta.
Targetnya Terbentuk generasi
qur’ani, 2 kelompok halaqoh
qur’an dengan indikator baik
bacaan qur’an dan hafal juz 30.
Dilaksanakan di
Sepanjang
Semester genap
atau dimulai saat
pembentukan
kelompok mentor
siswa baru
5 Jaulah Guru dan
Baksos Pegawai
Program embrace, yang inherent
dengan perluasan kemampuan
objek dakwah dalam hal Sinergi.
Jaulah guru yang tidak
“Menyukai” Rohis dengan 1 kali
jaulah di luar jaulah lebaran.
Baksos pegawai di rangkaian
acara Sakhusa.
Untuk jaulah guru,
sebelum bulan
Ramadhan
Untuk baksos
pegawai
disesuaikan dengan
jadwal Sakhusa.
Tabel 3. Program Kerja Departemen Pembinaan Dasar
NO
NAMA PROGRAM
SASARAN
WAKTU
PJ
1 Riyadhoh (Olahraga) Untuk siswa-siswi
muslim SMA 5
Depok, lebih
khususnya anak
mentor.
3 bulan sekali
Rowi dan
Ulfah
2 Forum Mentor Para peserta mentor
dan pementor.
3 bulan sekali Hasan dan
Maryam
3 Mabit Untuk siswa-siswi
muslim SMA 5
Depok, lebih
khususnya anak
mentor.
Disesuaikan
Shodikin dan
Diana
4 Orientasi Halaqoh Untuk anak mentor
kelas 10 yang sudah
siap dinaikan
tingkatnya ke jenjang
halaqah.
Februari dan
Maret
Ega dan Nunu
5 Dauroh Asisten
Mentor
Untuk anak rohis
kelas 11 dan 12 yang
akan disiapkan
untuk jadi asisten
mentor sementara
selama kegiatan
MOPD berlangsung.
Juni
Hegar dan
Dhea
6 Dauroh Mentor Kondisional Kondisional Kondisional
Tabel 4. Program Kerja Departemen Pembinaan Lanjutan
NO
NAMA PROGRAM
TUJUAN
SASARAN
WAKTU
1 Orientasi Halaqoh Pembentukan
mentoring kelas 10.
Kelas 10 yang
sudah siap
dinaikan ke
jenjang
halaqoh
Awal Februari
2014
2 Kumpul Murobbi
(Pementor)
Mengetahui
perkembangan
kelompok mentoring,
sharing qhodoya.
Murobbi kelas
11 dan 12
3 bulan sekali
3 Re-grouping Menjaga keutuhan
kelompok mentoring
agar tetap solid.
Mentoring
yang
bermasalah
atau
berjumlah
sedikit
Disesuaikan
4 SMS Tausyiah Motivasi kepada
pementor.
Pementor dan
peserta
mentor
Seminggu
sekali
5 Kampus Jenderal - - Pembekalan peserta
mentor agar siap
memasuki dunia
k kampus.
- Menyadarkan
bahwa dirinya
adalah da’i
dimanapun berada.
- Mampu untuk
berdakwah di
sekolah ketika lulus
dari sekolah.
Kelas 12 yang
halaqoh
Desember
2014
6 Dauroh Tarqiyah Meningkatkan
ruhiyah dan
membangun
militansi.
Kelas 11 dan
12 Rohis
Disesuaikan
Tabel 5. Program Kerja Departemen Humas & Media
JENIS
KEGIATAN
TUJUAN SARANA TARGET WAKTU
PELAKSANAAN
Sosial Media
- Menjadi wadah
silaturrahim
untuk keluarga
besar SMAN 5
Depok
terutama antara
alumni dengan
siswa/i, guru-
guru, serta staf
sekolah di
SMAN 5
Depok.
- Memberikan
informasi
kegiatan salam
5 dan rohis
smanli
a. Twitter
b.Facebook
c. Blog
a. Follower
bertambah 100/3
bulan.
b. Mutual friendnya
bertambah
50/bulan.
c. - Menaikan
visitor
- Postingan
disinkronkan
ke twitter dan
- Terdapat
kolom kartun
islam online
- Kalau sudah
aktif
membangun
kerjasama
dengan alumni
yang sudah
memiliki usaha
dengan
memberikan
kolom iklan
pada bagian
blog yang telah
disediakan
a. Setiap hari di
update oleh
anggota
departemen
humas & media
b. Seminggu 3 kali
c. Sebulan sekali
Mentor of
Due Month
Award yang
bertujuan untuk
mensosialisasikan
kegiatan
mentoring, dan
menjadi
pendorong agar
siswa/i mau
mentoring.
- Poster
dan
social
media s
- Snack
dan pin
Siswa/i SMAN 5
Depok
2 bulan sekali
Rihlah
Sarana untuk
mengeratkan
ukhuwah
pengurus
SALAM 5.
Seluruh pengurus
SALAM 5 Depok
1 kali selama
periode
Buletin
Untuk
mendorong agar
buletin Rohis
berjalan dengan
baik.
Buletin
Rohis
Buletin Rohis dapat
berjalan setiap
bulannya
1 bulan sekali
Jaulah
Sarana untuk
bersilaturahim
dan mengeratkan
ukhuwah antara
keluarga SMAN
5 Depok.
Beberapa Guru-guru
SMAN5 Depok dan
beberapa alumni
SALAM 5
Setelah lebaran
Idul fitri
Tabel 6. Program Kerja Departemen Ilmi-Mihani
NO
NAMA
PROGRAM
TUJUAN SASARAN WAKTU
1 Fokus UTS dan
UAS
Siswa/i SMAN 5 Depok
dapat belajar bersama
sebagai persiapan dalam
menjalani UTS dan UAS.
Seluruh siswa/i kelas
10 dan 11 SMAN 5
Depok (Anggota
Rohis lebih
diutamakan).
2 Minggu
menjelang
UTS/UAS
2 Fokus SNMPTN Memfasilitasi siswa/i
SMAN 5 Depok yang serius
ingin kuliah di PTN yang
tidak berkesempatan
mengikuti Bimbel persiapan
SNMPTN.
Beberapa siswa/i
muslim kelas XII
SMAN 5 Depok
(Anggota Rohis lebih
diutamakan) dengan
menggunakan sistem
kuota.
Setelah
selesai UN
sampai 2
bulan
kedepan
3 Beasiswa
SALAM 5
Memberikan apresiasi
kepada siswa/i muslim yang
berprestasi di bidang
akademik. Membantu
meringankan siswa/i yang
kurang mampu.
Juara umum IPA &
IPS kelas 10, 11, dan
satu orang siswa
kurang mampu dari
kelas 10 dan 11
Awal
semester
baru
4 Syukuran
Kelulusan
SNMPTN
Mendata siswa/i yang lulus
PTN sekaligus memberikan
pembekalan sebelum
memasuki dunia kampus.
Siswa/i muslim
SMAN 5 Depok yang
lulus PTN
Setelah
pengumuman
SNMPTN
5 SMA 5 Depok
Scholarship
Expo
Memberikan informasi
beasiswa kepada siswa/i
SMAN 5 (khususnya kelas
12) pasca lulus SMA.
Seluruh siswa/i
SMAN 5 Depok
November/
awal
Desember
2014
6 Training Life
Management
Memberikan pelatihan
motivasi kepada siswa/i
kelas 10 untuk membuat
perencanaan hidup.
Siswa/i kelas 10
SMAN 5 Depok
Agustus
2014
Tabel 7. Program Kerja Departemen Fund Rising
NO
NAMA
PROGRAM
TUJUAN/SASARAN
PJ
KETERANGAN
1 Menjual Baju
Muslim
Mahasiswa/i UNJ Yuli
2 Menjual Pulsa Mahasiswa/i UG atau
IPB
Zsazsa
dan
Nufita
3 Agen Pulsa Pengurus LDS
SALAM 5
- LDS SALAM 5 sebagai
downline dari SALAM 5
- Modal dari masing-masing
pengurus LDS, minimal
Rp. 50.000,-
- Minimal 25% dari
keuntungan penjualan pulsa
menjadi hak SALAM 5
- Sistem pembayarannya bisa
secara transfer melalui
rekening atau secara
langsung kepada pengurus
LDS SALAM 5
- Setiap bulan, pengurus
LDS wajib mengirimkan
laporan
4 Pembuatan
Jaket SALAM 5
Kondisional
Pedoman Wawancara
Nama :
Jabatan : Ketua Lembaga Dakwah Sekolah (LDS) SALAM 5
Hari/Tanggal :
Waktu Wawancara :
Tempat Wawancara :
1. Kapan berdirinya Lembaga Dakwah Sekolah (LDS) SALAM 5?
2. Apa yang melatarbelakangi berdirinya LDS SALAM 5?
3. Apa Visi dan Misi LDS SALAM 5?
4. Menurut Anda, apakah LDS SALAM 5 hanya berfokus pada pelaksanaan kegiatan mentoring
saja?
5. Menurut Anda, seperti apa kegiatan mentoring itu? Apa pentingnya pelaksanaan kegiatan
mentoring di sekolah?
6. Bagaimana proses komunikasi yang Anda lakukan dalam kegiatan mentoring tersebut?
a. Menurut Anda komunikasi itu apa?
b. Pola komunikasi apa yang Anda gunakan dalam kegiatan mentoring?
c. Kapan pola itu Anda terapkan pada siswa selaku peserta mentoring?
d. Menurut Anda, apakah pola komunikasi yang Anda terapkan dalam kegiatan mentoring
sudah berhasil?
7. Metode apa saja yang sering Anda gunakan dalam kegiatan mentoring?
8. Faktor pendukung apa saja yang Anda hadapi saat berkomunikasi dengan siswa dalam
kegiatan mentoring?
9. Faktor penghambat apa saja yang Anda hadapi saat berkomunikasi dengan siswa dalam
kegiatan mentoring?
10. Apa harapan Anda ke depan untuk siswa-siswa peserta mentoring?
11. Apa rencana Anda ke depan untuk siswa-siswa peserta mentoring?
Pedoman Wawancara
Nama :
Jabatan : Pengurus LDS SALAM 5
Hari/Tanggal :
Waktu Wawancara :
Tempat Wawancara :
1. Sejak kapan Anda aktif menjadi pementor di LDS SALAM 5?
2. Menurut Anda, seperti apa kegiatan mentoring itu? Apa pentingnya pelaksanaan kegiatan
mentoring di sekolah?
3. Bagaimana proses komunikasi yang Anda lakukan dalam kegiatan mentoring?
a. Pola komunikasi apa yang Anda gunakan dalam kegiatan mentoring?
b. Kapan pola komunikasi tersebut Anda terapkan pada siswa selaku peserta mentoring?
c. Menurut Anda, apakah pola komunikasi yang Anda terapkan dalam kegiatan mentoring
sudah berhasil?
4. Metode apa saja yang sering Anda gunakan dalam kegiatan mentoring?
5. Materi apa saja yang biasanya Anda berikan kepada siswa-siswa peserta mentoring?
6. Faktor pendukung apa saja yang Anda hadapi saat berkomunikasi dengan siswa dalam
kegiatan mentoring?
7. Faktor penghambat apa saja yang Anda hadapi saat berkomunikasi dengan siswa dalam
kegiatan mentoring?
8. Apa harapan Anda ke depan untuk siswa-siswa peserta mentoring?
Pedoman Wawancara
Nama :
Kelas :
Jabatan : Siswa Peserta Mentoring
Waktu Wawancara :
Tempat Wawancara :
1. Sejak kapan Anda mengikuti kegiatan mentoring di SMA Negeri 5 Depok?
2. Darimana Anda tahu ada kegiatan mentoring di SMA Negeri 5 Depok?
3. Apa menariknya kegiatan mentoring?
4. Apakah Anda senang mengikuti kegiatan mentoring di sekolah?
5. Apa saja yang Anda pelajari dalam kegiatan mentoring?
6. Bagaimana pendapat Anda tentang kegiatan mentoring?
7. Bagaimana pendapat Anda tentang para pementor di LDS SALAM 5?
8. Apa kegiatan Anda sebelum menjadi peserta mentoring di SMA Negeri 5 Depok?
9. Apakah Anda merasakan adanya perbedaan saat Anda belum mengikuti kegiatan mentoring
dengan setelah mengikuti kegiatan mentoring?
10. Jika ada, perbedaan apa yang Anda rasakan?
11. Apa harapan Anda setelah mengikuti kegiatan mentoring?
Nama : Yoga Julian
Jabatan : Ketua Lembaga Dakwah Sekolah (LDS) SALAM 5
Hari/Tanggal : Kamis, 20 November 2014
Waktu Wawancara : Pukul 14.00 WIB
Tempat Wawancara : Masjid Ukhuwah Islamiyah, Kampus UI
Tanya : Kapan berdirinya Lembaga Dakwah Sekolah (LDS) SALAM 5?
Jawab : Berdirinya itu sekitar tahun 2002, awalnya LDS SALAM 5 diketuai oleh bang Yudhi
Pradana.
Tanya : Apa yang melatarbelakangi berdirinya LDS SALAM 5?
Jawab : Menurut saya, potensi pemuda saat ini kritis. Kenapa kritis? Karena banyak media-
media asing memusuhi Islam yang malah bisa mendegradasikan potensi mereka, itu
bahaya. Kalo gak segera diperbaiki, itu dapat merubah pola pikir mereka. Apalagi
kita sebagai muslim, mesti menyadarkan mereka bahwa Islam itu dapat membimbing
kita menjadi lebih baik. Sebenarnya lembaga dakwah ini tujuannya dasarnya seperti
itu. Kita memfasilitasi mereka untuk dapat mengenal Islam lebih luas lagi. Menurut
saya dakwah di sekolah untuk kalangan pelajar ini memang lahan yang sangat
potensial. Mereka mudah menerima dakwah ini, karena memang kita sebagai
pengurus memang alumni dari sekolah ini.
Tanya : Menurut Anda, apakah LDS SALAM 5 hanya berfokus pada pelaksanaan kegiatan
mentoring saja?
Jawab : Alhamdulillah tidak hanya itu ya. Kita di forum alumni dakwah sekolah ini juga ada
semacam gerakan-gerakan penjagaan, seperti ke ekskul dan ke OSIS. Penjagaan ke
OSIS contohnya gini, misalnya dari OSIS saat pensi (pentas seni) mengundang guest
star yang cenderung hedonisme, nah tugas kita itu mengontrol agar hedonisme tidak
menjadi suatu hal yang membudaya di kalangan siswa. Secara halus kita kasih
masukan ke mereka. Selain itu kita juga punya program kerja yang terdiri dari 5
departemen.
Tanya : Menurut Anda, seperti apa kegiatan mentoring itu? Apa pentingnya pelaksanaan
kegiatan mentoring di sekolah?
Jawab : Kegiatan mentoring itu adalah kegiatan rutin setiap pekan, disana selain membahas
yang tentunya semua hal tentang agama Islam, juga membahas segala macam hal-hal
yang memang seru untuk dibahas. Jadi tidak monoton belajar agama aja, terkadang
dalam mentoring juga biasanya diisi dengan belajar bareng. Kalau ditanya
pentingnya mentoring, menurut saya itu sangat penting, karena dalam mentoring itu
adalah untuk menjaga karakter siswa. Dan pada akhirnya adalah membentuk siswa
menjadi akhlak yang islami. Dalam mentoring kita dapat sharing-sharing, ya seperti
keluarga baru, karena mentoring memang wadah yang tepat untuk itu.
Tanya : Bagaimana proses komunikasi yang Anda lakukan dalam kegiatan mentoring
tersebut?
Jawab : Proses komunikasi yang saya lakukan dengan cara berbicara layaknya seperti adik
kandung saya sendiri.
Tanya : Menurut Anda komunikasi itu apa?
Jawab : Komunikasi itu interaksi. Ada aksi pasti ada juga reaksi. Aksinya itu bisa berkata-
kata, baik itu secara verbal maupun non verbal.
Tanya : Pola komunikasi apa yang Anda gunakan dalam kegiatan mentoring?
Jawab : Pola komunikasi saya lebih sering dua arah. Tetapi terkadang di awal mentoring
pola komunikasinya terjadi satu arah dengan memberikan materi berbentuk sillabus
dan pengarahan dari kita kepada mereka peserta mentor. Jadi biasanya dari mereka
sih, saat saya menyampaikan itu gak ada respon atau umpan balik.
Tanya : Kapan pola itu Anda terapkan pada siswa selaku peserta mentoring?
Jawab : Setiap bertemu pasti pola komunikasi seperti itu saya lakukan.
Tanya : Menurut Anda, apakah pola komunikasi yang Anda terapkan dalam kegiatan
mentoring sudah berhasil?
Jawab : Alhamdulillah cukup berhasil.
Tanya : Metode apa saja yang sering Anda gunakan dalam kegiatan mentoring?
Jawab : Metode yang saya suka praktekkan adalah kedekatan hati antara saya dan mereka
selaku peserta mentor. Saya berusaha untuk mendekatkan diri seakarab mungkin
dengan mereka.
Tanya : Faktor pendukung apa saja yang Anda hadapi saat berkomunikasi dengan siswa
dalam kegiatan mentoring?
Jawab : Faktor pendukung ada internal dan eksternal. Faktor internal adalah sudah
mempersiapkan apa yang ingin kita sampaikan, kalo ekternal itu adalah ketika
mentoring itu sudah didukung oleh sekolah.
Tanya : Faktor penghambat apa saja yang Anda hadapi saat berkomunikasi dengan siswa
dalam kegiatan mentoring?
Jawab : Menyampaikan materi agama tetapi kita belum melaksanakannya, itu benar-benar
menghambat banget. Rasa hati itu beda kalo kita sendiri belum mempraktekannya
terlebih dahulu. Terus hambatan yang lain itu contohnya kalau kita ada masalah,
iman kita lagi turun, itu menghambat juga.
Tanya : Apa harapan Anda ke depan untuk siswa-siswa peserta mentoring?
Jawab : menjadi orang yang terus belajar, dan tetap menjaga diri dengan rajin
mentoringjadikan mentoring sebagai stimulus untuk bisa mencari ilmu lagi.
Tanya : Apa rencana Anda ke depan untuk siswa-siswa peserta mentoring?
Jawab : Menjadikan mereka bisa lebih merasakan manfaatnya materi yang disampaikan,
mengupayakan untuk menjalankan materi itu supaya ruhnya terasa bagi mereka,
menjadikan mereka itu juga berprestasi di bidang akademik, berharap mereka aktif
membaca untuk pengembangan karakter mereka.
Yoga Julian Robbi Hakhiardy
(Narasumber) (Pewawancara)
Nama : Lutfi Ismail
Jabatan : Pengurus LDS SALAM 5
Hari/Tanggal : Sabtu, 22 November 2014
Waktu Wawancara : Pukul 10.00 WIB
Tempat Wawancara : Masjid Almuhajirin
Tanya : Sejak kapan Anda aktif menjadi pementor di LDS SALAM 5?
Jawab : Sejak tahun 2010 saya sudah aktif menjadi pementor.
Tanya : Menurut Anda, seperti apa kegiatan mentoring itu? Apa pentingnya pelaksanaan
kegiatan mentoring di sekolah?
Jawab : Kegiatan mentoring adalah kegiatan seperti pengajian gitu, kita banyak belajar ilmu
agama. Sangat penting menurut saya, pelajar rasanya saat ini kebutuhan akan ilmu
agama itu benar-benar dibutuhkan, belajar di sekolah pun hanya sebentar, sepertinya
kurang kalo hanya mengandalkan belajar tentang agama itu di sekolah. Di mentoring
kita memfasilitasi akan kebutuhan itu.
Tanya : Bagaimana proses komunikasi yang Anda lakukan dalam kegiatan mentoring?
Jawab : Kita harus tahu kalo pemuda ini adalah aset untuk masa depan. Proses komunikasi
pertama kali yang saya lakukan adalah memperlakukan mereka seperti layaknya adik
kita, harus terus dibimbing.
Tanya : Pola komunikasi apa yang Anda gunakan dalam kegiatan mentoring?
Jawab : Pola komunikasi kita itu pertama harus yakinkan mereka kalau mentoring itu bukan
belajar agama islam aja, tapi banyak hal yang bisa didapat dengan rajin ikut
mentoring. Selain itu juga ngajarin kalau ada yang berbicara, yang lain mencoba
untuk mendengarkan. Nanti ada sesinya kalau mau tanya jawab, tapi di awal-awal
sih mereka biasanya dengerin aja.
Tanya : Kapan pola komunikasi tersebut Anda terapkan pada siswa selaku peserta
mentoring?
Jawab : Iya saat setiap memulai mentoring yang pasti.
Tanya : Menurut Anda, apakah pola komunikasi yang Anda terapkan dalam kegiatan
mentoring sudah berhasil?
Jawab : Alhamdulillah cukup berhasil, terlihat dari sikap mereka. Kalau mereka sih
menganggap saya itu seperti teman yang sebaya, dalam artian umur kita kan hanya
berselisih sekitar 4 tahunan, gak begitu jauh. Mereka malah bilang kalau sama guru
agama susah becanda jadinya malah pengen nakal sendiri, beda kalau sama saya
bisa diajak becanda sedikitlah, dan mereka suka dengan cara saya yang seperti itu.
Tanya : Metode apa saja yang sering Anda gunakan dalam kegiatan mentoring?
Jawab : Saya lebih suka metode pendekatan yang alami, jadi gak dibuat-buat. Saya berusaha
untuk memahami kondisi peserta mentor yang saya pegang, kalo kelihatannya mereka
butuh hiburan, ya saat mentoring itu saya tidak menyampaikan materi.
Tanya : Materi apa saja yang biasanya Anda berikan kepada siswa-siswa peserta mentoring?
Jawab : Materi tentang ibadah wajib, saya juga suka menceritakan kisah-kisah inspiratif
seperti cerita nabi, pokoknya materi itu tidak memberatkan meraka lah. Saya
menyesuaikan materi sesuai dengan kebutuhan. Kalo butuhnya A, ya saya sampaikan
A.
Tanya : Faktor pendukung apa saja yang Anda hadapi saat berkomunikasi dengan siswa
dalam kegiatan mentoring?
Jawab : Banyak sih faktor pendukungnya, tetapi yang paling membuat saya termotivasi sih
ketika materi yang saya sampaikan, mereka terlihat antusias dan ingin segera secepat
mungkin untuk langsung mempraktekkannya.
Tanya : Faktor penghambat apa saja yang Anda hadapi saat berkomunikasi dengan siswa
dalam kegiatan mentoring?
Jawab : Mungkin faktor pribadi sih, kalo saya lagi mumet biasanya itu sangat menghambat.
Tanya : Apa harapan Anda ke depan untuk siswa-siswa peserta mentoring?
Jawab : Yang jelas harapan saya mereka kelak setelah lulus bisa kembali lagi ke sekolah.
Dan jadi pementor seperti saya, mudah-mudahan makin ke depan pementor di SMA
Negeri 5 Depok lebih banyak lagi, amiiin.
Lutfi Ismail Robbi Hakhiardy
(Narasumber) (Pewawancara)
Nama : Afif
Kelas : 10 MIA 2
Jabatan : Siswa Peserta Mentoring
Hari/Tanggal : Kamis, 27 November 2014
Tempat Wawancara : SMA Negeri 5 Depok
Tanya : Sejak kapan Anda mengikuti kegiatan mentoring di SMA Negeri 5 Depok?
Jawab : Sejak kelas 10.
Tanya : Darimana Anda tahu ada kegiatan mentoring di SMA Negeri 5 Depok?
Jawab : Saya sih udah tahu dari kakak kelas saya.
Tanya : Apa menariknya kegiatan mentoring?
Jawab : Sangat menarik ya, saya jadi lebih akrab dengan teman kelompok yang berbeda,
selain teman sekelas.
Tanya : Apakah Anda senang mengikuti kegiatan mentoring di sekolah?
Jawab : Sangat senang, alhamdulillah deh.
Tanya : Apa saja yang Anda pelajari dalam kegiatan mentoring?
Jawab : Banyak, saya kira mentoring belajar agama aja, ternyata nggak juga kok.
Tanya : Bagaimana pendapat Anda tentang kegiatan mentoring?
Jawab : Seru, temannya asik-asik, lucu-lucu juga.
Tanya : Bagaimana pendapat Anda tentang para pementor di LDS SALAM 5?
Jawab : Pementor saya orangnya sibuk banget, tapi alhamdulillah masih punya waktu untuk
ngisi mentoring setiap hari jum’at.
Tanya : Apa kegiatan Anda sebelum menjadi peserta mentoring di SMA Negeri 5 Depok?
Jawab : Saya pelajar biasa, sudah pernah mentoring juga waktu SMP.
Tanya : Apakah Anda merasakan adanya perbedaan saat Anda belum mengikuti kegiatan
mentoring dengan setelah mengikuti kegiatan mentoring?
Jawab : Semenjak saya ikut mentoring, alhamdulillah sekarang udah mulai lancar ngaji.
Tanya : Jika ada, perbedaan apa yang Anda rasakan?
Jawab : Itu yang tadi saya katakan.
Tanya : Apa harapan Anda setelah mengikuti kegiatan mentoring?
Jawab : Harapan sih semoga konsisten ibadah deh, itu aja dulu.
Afif Robbi Hakhiardy
(Narasumber) (Pewawancara)
Nama : Dimas
Kelas : 10 MIA 2
Jabatan : Siswa Peserta Mentoring
Hari/Tanggal : Kamis, 27 November 2014
Tempat Wawancara : SMA Negeri 5 Depok
Tanya : Sejak kapan Anda mengikuti kegiatan mentoring di SMA Negeri 5 Depok?
Jawab : Semester pertama, kelas 10 yang jelas.
Tanya : Darimana Anda tahu ada kegiatan mentoring di SMA Negeri 5 Depok?
Jawab : Dari temen sebangku.
Tanya : Apa menariknya kegiatan mentoring?
Jawab : Menarik sekali, metode yang digunakan itu bener-bener membuat saya termotivasi,
terutama dalam menambah wawasan tentang agama Islam.
Tanya : Apakah Anda senang mengikuti kegiatan mentoring di sekolah?
Jawab : Alhamdulillah sampai saat ini senang-senang aja.
Tanya : Apa saja yang Anda pelajari dalam kegiatan mentoring?
Jawab : Lumayan banyak, tetapi ibadah wajib lebih sering dibahas. Keutamaannya apa aja
serta hukuman kalo itu ditinggalkan seperti apa.
Tanya : Bagaimana pendapat Anda tentang kegiatan mentoring?
Jawab : Kegiatan mentoring seharusnya menjadi agenda wajib sekolah, kayaknya bagus
deh.
Tanya : Bagaimana pendapat Anda tentang para pementor di LDS SALAM 5?
Jawab : Kalau lagi mentoring kakaknya itu asik, ramah, supel juga, kadang-kadang tegas sih
Tanya : Apa kegiatan Anda sebelum menjadi peserta mentoring di SMA Negeri 5 Depok?
Jawab : Kegiatan saya gak ada, pelajar aja.
Tanya : Apakah Anda merasakan adanya perbedaan saat Anda belum mengikuti kegiatan
mentoring dengan setelah mengikuti kegiatan mentoring?
Jawab : Merasakan dong, alhamdulillah.
Tanya : Jika ada, perbedaan apa yang Anda rasakan?
Jawab : Banyak banget perbedaannya, saya itu dulu termasuk orang yang males sholat.
Alhamdulillah lama-lama saya lebih rajin untuk sholat, diusahakan sih jemaah di
masjid biar dapet pahalanya gede.
Tanya : Apa harapan Anda setelah mengikuti kegiatan mentoring?
Jawab : Harapan sih yang ikut mentoring lebih banyak lagi, karena dampak positifnya
banyak banget.
Dimas Robbi Hakhiardy
(Narasumber) (Pewawancara)
Nama : Hisyam
Kelas : 10 MIA 3
Jabatan : Siswa Peserta Mentoring
Hari/Tanggal : Kamis, 27 November 2014
Tempat Wawancara : SMA Negeri 5 Depok
Tanya : Sejak kapan Anda mengikuti kegiatan mentoring di SMA Negeri 5 Depok?
Jawab : Waktu kelas 10, waktu itu coba-coba ikut mentoring, eh ketagihan sampe sekarang.
Tanya : Darimana Anda tahu ada kegiatan mentoring di SMA Negeri 5 Depok?
Jawab : Dari teman-teman.
Tanya : Apa menariknya kegiatan mentoring?
Jawab : Kalau ngasih materi jelas, saya jadi bisa cepet ngerti terus gampang banget
dipahaminya.
Tanya : Apakah Anda senang mengikuti kegiatan mentoring di sekolah?
Jawab : Alhamdulillah senang banget, rugi banget kalo gak ikut mentoring.
Tanya : Apa saja yang Anda pelajari dalam kegiatan mentoring?
Jawab : Materi tentang agama Islam, kadang-kadang belajar organisasi, bahkan kalo kita
punya masalah curhat juga bisa dilakukan saat mentoring.
Tanya : Bagaimana pendapat Anda tentang kegiatan mentoring?
Jawab : Seperti yang tadi saya bilang, kegiatan ini tujuannya positif, mengembangkan
karakter dalam diri kita ke arah yang lebih baik.
Tanya : Bagaimana pendapat Anda tentang para pementor di LDS SALAM 5?
Jawab : Pementor disini orangnya kece-kece, jadi kita juga seneng-seneng aja, jadi bikin
betah.
Tanya : Apa kegiatan Anda sebelum menjadi peserta mentoring di SMA Negeri 5 Depok?
Jawab : Saya pelajar aja, gak ada kegiatan yang lain.
Tanya : Apakah Anda merasakan adanya perbedaan saat Anda belum mengikuti kegiatan
mentoring dengan setelah mengikuti kegiatan mentoring?
Jawab : Iya pasti ada.
Tanya : Jika ada, perbedaan apa yang Anda rasakan?
Jawab : Perbedaan yang mencolok sih terutama dalam hal sikap, setelah ikut mentoring
saya jadi patuh sama orang yang lebih tua. Dulu saya orangnya belagu, tetapi
setelah diajarkan segala hal khususnya tentang sopan santun, saya jadi lebih hormat
ke siapa aja, alhamdulillah, amiiiin.
Tanya : Apa harapan Anda setelah mengikuti kegiatan mentoring?
Jawab : Tetep berusaha jadi yang lebih baik, memperbaiki lagi kualitas ibadah ruhiyah saya
yang emang kurang banget.
Hisyam Robbi Hakhiardy
(Narasumber) (Pewawancara)
“Siswa Peserta Mentoring Afif dan Hisyam (sebelah kiri)
dan Dimas (sebelah kanan)”
“Suasana Kegiatan Mentoring di SMA Negeri 5 Depok”
“Bersama Ketua Lembaga Dakwah Sekolah
(LDS) SALAM 5 Yoga Julian”
“Salah Satu Pengurus Lembaga Dakwah Sekolah
(LDS) SALAM 5 Lutfi Ismail”
“Membaca al-Qur’an Merupakan Rangkaian Pembuka
Sebelum Mentoring Dimulai”
“Jalan-jalan adalah Salah Satu Aktivitas Outdoor
dalam Kegiatan Mentoring”
Top Related