Undang Undang Kepabeanan

294
KEGIATAN BELAJAR LATAR BELAKANG PEMBENTUKAN DAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG KEPABEANAN Pada kegiatan belajar pertama ini, kepada Anda akan diuraikan mengenai latar belakang pembuatan Undang-Undang Kepabeanan, aspek-aspek dan hal-hal baru yang diatur didalam Undang-Undang Kepabeanan, serta latar belakang perubahan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006. 1 Indikator Keberhasilan Setelah mempelajari materi diharapkan mahasiswa mampu : 1) Menjelaskan latar belakang pembuatan Undang- Undang Kepabeanan. 2) Aspek-aspek dan hal-hal baru yang diatur didalam Undang-Undang Kepabeanan. 3) Latar belakang perubahan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. 1

Transcript of Undang Undang Kepabeanan

KEGIATANBELAJAR

LATAR BELAKANG PEMBENTUKAN DANPERUBAHAN UNDANG-UNDANG

KEPABEANAN

Pada kegiatan belajar pertama ini, kepada Anda akan

diuraikan mengenai latar belakang pembuatan Undang-Undang

Kepabeanan, aspek-aspek dan hal-hal baru yang diatur

didalam Undang-Undang Kepabeanan, serta latar belakang

perubahan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang

Kepabeanan dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun

2006.

1

Indikator Keberhasilan

Setelah mempelajari materi diharapkan mahasiswa mampu :1) Menjelaskan latar belakang pembuatan Undang-

Undang Kepabeanan.2) Aspek-aspek dan hal-hal baru yang diatur

didalam Undang-Undang Kepabeanan.3) Latar belakang perubahan Undang-Undang Nomor 10

Tahun 1995 tentang Kepabeanan.

1

Sebelum kita belajar pasal per pasal dari Undang-

Undang Kepabeanan pemahaman, latar belakang dibuatnya

Undang-Undang dan mengapa perlu dibuatnya perubahan Undang-

Undang adalah hal penting untuk Anda ketahui dengan baik.

Hal ini penting karena Anda tidak dapat memahami secara

menyeluruh kandungan yang diatur dalam Undang-Undang

Kepabeanan bilamana Anda tidak memahami latar belakang dan

alasan perubahan Undang-Undang Kepabeanan.

I.Latar Belakang Pembuatan Undang-UndangKepabeanan

Republik Indonesia sebagai negara hukum menghendaki

terwujudnya sistem hukum nasional yang mantap dan mengabdi

kepada kepentingan nasional, bersumber pada Pancasila dan

Undang-Undang Dasar 1945. Akan tetapi, sejak kemerdekaan

Undang-Undang Kepabeanan nasional belum dapat dibentuk

sehingga Indische Tarief Wet (Undang-Undang Tarif Indonesia)

Staatsblad Tahun 1873 Nomor 35, Rechten Ordonnantie (Ordonansi

Bea) Staatsblad Tahun 1882 Nomor 240, dan Tarief Ordonnantie

(Ordonansi Tarif) Staatsblad Tahun 1910 Nomor 628 masih

diberlakukan berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan Undang-

Undang Dasar 1945.

Meskipun terhadap ketiga peraturan per Undang-Undangan

tersebut telah dilakukan perubahan dan penambahan untuk

menjawab tuntutan pembangunan nasional, karena perubahan

tersebut bersifat partial dan tidak mendasar serta berbeda

falsafah yang melatarbelakangi, perubahan dan penambahan

2

tersebut belum dapat memenuhi tuntutan dimaksud sehingga

perlu dilakukan pembaruan.

Dalam mewujudkan peraturan per Undang-Undangan yang

berazaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang

didalamnya terkandung asas keadilan, menjunjung tinggi hak

setiap anggota masyarakat, dan menempatkan Kewajiban Pabean

sebagai kewajiban kenegaraan yang mencerminkan peran serta

anggota masyarakat dalam menghimpun dana melalui pembayaran

bea masuk, maka dibutuhkan Undang-Undang Kepabeanan yang

baru.

Sebagai bagian dari hukum fiskal, maka Undang-Undang

Kepabeanan harus dapat menjamin perlindungan kepentingan

masyarakat, kelancaran arus barang, orang, dan dokumen,

penerimaan bea masuk yang optimal, dan dapat menciptakan

iklim usaha yang dapat lebih mendorong laju pembangunan

nasional. Berdasarkan pertimbangan tersebut selanjutnya

disahkanlah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang

Kepabeanan yang mulai diberlakukan secara penuh pada tanggal

1 Maret 1997. Selanjutnya setelah selama sebelas tahun

diaplikasikan ternyata banyak tuntutan dan masukan dari

masyarakat untuk dilakukannya perubahan atas Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 1995 hingga akhirnya disahkan Undang-Undang

No. 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.

II. Aspek-aspek Dalam Undang-UndangKepabeanan dan Hal-hal Baru Yang Diatur

3

Sebagaimana kita ketahui bahwa suatu Undang-Undang

disusun bersama antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan

Rakyat (DPR) yang mewakili seluruh kepentingan masyarakat,

termasuk Undang-Undang Kepabeanan. Sebagai Undang-Undang

yang merupakan produk bangsa Indonesia, Undang-Undang Nomor

10 Tahun 1995 telah disusun dengan mempertimbangkan aspek-

aspek yang diharapkan dapat memenuhi seluruh kepentingan

bangsa dan negara.

Dalam perkembangannya aspek-aspek yang telah

dipertimbangkan dalam penyusunan Undang-Undang Nomor 10

Tahun 1995 semakin bertambah sehingga diperlukan pengaturan

pada hal-hal baru sesuai kebutuhan pemerintah dan

masyarakat.

1. Aspek-aspek Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1995

tentang Kepabeanan

Dalam penyusunan suatu Undang-Undang, berbagai aspek

yang menjadi landasan dan akan memberi ciri khas suatu

ketentuan harus diperhatikan. Begitu pula dengan Undang-

Undang Kepabeanan, ia disusun dengan memperhatikan aspek-

aspek penting, yaitu:

a.keadilan, sehingga Kewajiban Pabean hanya dibebankan kepada

masyarakat yang melakukan kegiatan kepabeanan dan

terhadap mereka diperlakukan sama dalam hal dan kondisi

yang sama;

4

b.pemberian insentif yang akan memberikan manfaat pertumbuhan

perekonomian nasional yang antara lain berupa fasilitas

Tempat Penimbunan Berikat, pembebasan Bea masuk atas

impor mesin dan bahan baku dalam rangka ekspor, dan

pemberian persetujuan impor barang sebelum pelunasan Bea

masuk dilakukan;

c.netralitas dalam pemungutan Bea masuk, sehingga distorsi yang

mengganggu perekonomian nasional dapat dihindari;

d.kelayakan administrasi, yaitu pelaksanaan administrasi

kepabeanan dapat dilaksanakan lebih tertib, terkendali,

sederhana, dan mudah dipahami oleh anggota masyarakat

sehingga tidak terjadi duplikasi. Oleh karena itu biaya

administrasi dapat ditekan serendah mungkin;

e.kepentingan penerimaan negara, dalam arti ketentuan dalam

Undang-Undang ini telah memperhatikan segi-segi

stabilitas, potensial, dan fleksibilitas dari penerimaan,

sehingga dapat menjamin peningkatan penerimaan negara,

dan dapat mengantisipasi kebutuhan peningkatan pembiayaan

pembangunan nasional;

f.penerapan pengawasan dan sanksi dalam upaya agar ketentuan

yang diatur dalam Undang-Undang ini ditaati;

g. Wawasan Nusantara, sehingga ketentuan dalam Undang-Undang

ini diberlakukan di Daerah Pabean yang meliputi wilayah

negara kesatuan Republik Indonesia, dimana Indonesia

mempunyai kedaulatan dan hak berdaulat yaitu di perairan

pedalaman, perairan nusantara, laut wilayah, zona

tambahan, Zona Ekonomi Eksklusif, Landas Kontinen, dan

selat yang digunakan untuk pelayaran internasional;

5

h.praktek kepabeanan internasional sebagaimana diatur dalam

persetujuan perdagangan internasional.

2. Hal-Hal Baru Yang Diatur Dalam No. 10 Tahun 1995

Undang-Undang Kepabeanan mengatur hal-hal baru yang

sebelumnya tidak diatur dalam ketiga peraturan per Undang-

Undangan peninggalan pemerintah kolonial yang digantikannya,

antara lain ketentuan tentang Bea Masuk Anti Dumping, Bea

Masuk Imbalan, pengendalian impor atau ekspor barang hasil

pelanggaran hak atas kekayaan intelektual, pembukuan, sanksi

administrasi, penyidikan, dan lembaga banding.

Selain itu untuk meningkatkan kelancaran arus barang,

orang, dan dokumen, maka diatur pula antara lain:

a. pelaksanaan pemeriksaan secara selektif;

b. penyerahan Pemberitahuan Pabean melalui media elektronik

(hubungan antar komputer);

c. pengawasan dan pengamanan impor atau ekspor yang

pelaksanaannya dititikberatkan pada audit di bidang

kepabeanan terhadap pembukuan perusahaan;

d. peran serta anggota masyarakat untuk bertanggung jawab

atas Bea masuk melalui sistem menghitung dan membayar

sendiri Bea masuk yang terutang (self assessment), dengan

tatap memperhatikan pelaksanaan ketentuan larangan atau

pembatasan yang berkaitan dengan impor atau ekspor

barang, seperti barang pornografi, narkotika, uang

palsu, dan senjata api.

6

III. Latar Belakang Perubahan Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 TentangKepabeanan

Sebagaimana telah diuraikan diatas bahwa UU No. 10

Tahun 1995 tentang Kepabeanan telah diubah dengan UU No. 17

Tahun 2006. Terdapat 52 pasal yang diubah dan 36 pasal yang

ditambah. Terdapat pula 14 pasal yang dihapus, yang

sebagian besar adalah ketentuan untuk menghindari kekosongan

hukum.

Latar belakang diubahnya Undang-Undang Kepabeanan

secara umum meliputi 2 (dua) hal, yang pertama yaitu adanya

tuntutan dan masukan dari masyarakat dan yang kedua adalah

untuk menyesuaikan dengan perjanjian dan konvensi

internasional.

1. Alasan pertama, karena adanya tuntutan masyarakat.

Masyarakat (secara luas termasuk masyarakat usaha)

meminta agar Undang-Undang Kepabeanan:

a. Memberikan fasilitasi dan perlindungan perdagangan dan

industri.

Pesatnya perkembangan industri dan perdagangan

menuntut pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal

Bea dan Cukai untuk dapat memberikan insentif

perdagangan dan industri yang lebih luas berupa

pelayanan yang lebih cepat, lebih baik dan lebih

murah, contohnya jalur prioritas, perluasan fasilitas

penangguhan bea masuk, safe guard tariff, sehingga dapat

7

menjadi daya tarik bagi para investor baik dalam

negeri maupun luar negeri.

b.Mempertegas ketentuan mengenai pidana untuk menangkal

penyelundupan.

Rumusan ketentuan tindak pidana penyelundupan dalam UU

No. 10 Tahun 1995 kurang tegas, sehingga susah

menjerat pelanggar kepabeanan dengan pidana

penyelundupan karena jika pelaku telah memenuhi salah

satu kewajiban pabean saja walaupun tidak

sepenuhnya , tidak lagi dianggap sebagai penyelundupan

. Hal tersebut dianggap kurang memenuhi rasa keadilan

masyarakat. Oleh karena itu dipandang perlu untuk

merumuskan kembali tindakan-tindakan yang dapat

dikategorikan sebagai tindak pidana penyelundupan.

c.Memperberat sanksi terhadap pelanggaran kepabeanan

untuk menimbulkan efek jera .

Mengingat masih banyaknya kasus-kasus pelanggaran

kepabeanan yang terjadi karena masih ringannya sanksi

yang diatur didalam UU No. 10 Tahun 1995, maka untuk

menimbulkan efek jera bagi pelaku pelanggaran

kepabeanan, perlu ditetapkan pemberatan sanksi berupa

denda, serta memberlakukan sanksi pidana minimal dan

maksimal.

d.Memberikan kewenangan kepada Direktorat Jenderal Bea

dan Cukai untuk mengawasi pengangkutan atas Barang

Tertentu dalam Daerah Pabean.

8

Salah satu tugas pokok Direktorat Jenderal Bea dan

Cukai yang diamanatkan dalam Undang-Undang No. 10

Tahun 1995 adalah pengawasan atas lalu lintas barang

impor dan ekspor. Dalam perkembangannya muncul

keinginan masyarakat tentang perlunya pengawasan atas

lalu lintas barang tertentu dalam Daerah Pabean dengan

tujuan untuk mencegah pengurasan sumber daya alam

melalui praktek penyelundupan barang tertentu dengan

modus operandi antar pulau, antara lain :

- barang-barang strategis berupa kebutuhan pokok,

seperti: gula, beras, tepung terigu dan sebagainya;

- barang-barang yang dilarang atau dibatasi, seperti:

kayu gelondongan, flora dan fauna, barang purbakala

dan lain-lain;

- barang-barang yang dikenai pungutan ekspor;

- barang-barang yang disubsidi oleh Pemerintah seperti

bahan bakar minyak dan pupuk.

e. Kesetaraan pengenaan sanksi bagi Pegawai Direktorat

Jenderal Bea dan Cukai yang turut serta dalam

pelanggaran kepabeanan.

UU No. 10 tahun 1995 tidak mengatur secara eksplisit

mengenai sanksi untuk pegawai yang dengan sengaja dan

melawan hukum melakukan kegiatan yang merugikan

Negara. Demi terciptanya azas kesetaraan hukum maka

dipandang perlu untuk mengatur secara khusus untuk

pegawai bea dan cukai.

9

2. Alasan kedua, untuk menyesuaikan dengan perjanjian

(agreement) dan konvensi (convention) Internasional.

Indonesia sebagai salah satu negara anggota World Trade

Organization (WTO) dan juga anggota World Customs Organization

(WCO) harus menyesuaikan ketentuan per Undang-Undangan

yang berkaitan dengan kepabeanan mengacu pada

kesepakatan-kesepakatan internasional yang dibuat oleh

lembaga-lembaga tersebut.

Kesepakatan-kesepakatan itu diantaranya adalah :

a.Agreement WTO tentang Safeguard Tariff (bea masuk tindakan

pengamanan) dan Agreement WTO tentang metode penetapan

nilai pabean;

b.Revised Kyoto Convention, yang mengatur tentang bea keluar,

pengangkutan barang tertentu, pemeriksaan pabean, Free

Trade Zone,dan kawasan berikat;

c.Arusha Declaration (Declaration of the Customs Cooperation

Council Concerning Good Governance And Integrity In Customs), yang

mengatur tentang Kode Etik Pegawai;

d.Nairoby Convention (International Convention On Mutual Adminstratif

Assistance For Prevention, Investigation and Repression of Customs

Offences), yang mengatur tentang barang yang dikenakan

larangan dan pembatasan serta upaya untuk

pemberantasan penyelundupan.

10

11

Rangkuman

1. Undang-Undang Kepabeanan peninggalan pemerintah

kolonial Belanda tidak sesuai lagi dengan kondisi

setelah kemerdekaan. Meskipun telah dilakukan

perubahan dan penambahan untuk menjawab tuntutan

pembangunan nasional, karena perubahan tersebut

bersifat partial dan tidak mendasar serta berbeda

falsafah yang melatarbelakangi, perubahan dan

penambahan tersebut belum dapat memenuhi tuntutan

dimaksud sehingga perlu dilakukan pembaruan.

2. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berwenang untuk

melakukan pengawasan atas lalu lintas barang impor dan

ekspor. Dasar hukum dari kewenangan tersebut adalah

Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.

3. Undang-Undang Kepabeanan ini juga mengatur hal-hal

baru, antara lain ketentuan tentang Bea Masuk Anti

Dumping dan Bea Masuk Imbalan, pengendalian impor atau

ekspor barang hasil pelanggaran hak atas kekayaan

intelektual, pembukuan, sanksi administrasi,

penyidikan, dan lembaga banding.

4. Untuk meningkatkan pelayanan kelancaran arus barang,

orang, dan dokumen, diatur pula antara lain,

pelaksanaan pemeriksaan secara selektif, penyerahan

Pemberitahuan Pabean melalui media elektronik

12

Latihan

Untuk menguji pemahaman Anda terhadap materi

kegiatan belajar 1, silahkan kerjakan soal-

soal latihan berikut!

1. Jelaskan mengapa Undang-Undang Kepabeanan

warisan pemerintah kolonial Belanda tidak

lagi sesuai dengan kondisi saat ini

sehingga perlu diganti !

2. Jelaskan hal-hal baru yang diatur dalam

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 !

3. Jelaskan latar belakang diubahnya UU No.

10 Tahun 1995 dengan UU No. 17 Tahun

2006 !

4. Jelaskan hal-hal baru yang diatur dalam

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 !

KEGIATANBELAJAR

KETENTUAN UMUMUNDANG-UNDANG KEPABEANAN

Dalam kegiatan belajar ini kepada Anda akan dipaparkan

mengenai terminologi-terminologi yang digunakan dalam

Undang-Undang Kepabeanan. Terminologi-terminologi ini

penting untuk dipahami sangat berkaitan erat dengan konsep

kepabeanan yang akan dibahas pada kegiatan belajar

selanjutnya. Pada Undang-Undang Kepabeanan kegiatan belajar

ini diatur pada Bab I yaitu Ketentuan Umum.

13

Indikator Keberhasilan

Diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan :1) terminologi-terminologi yang digunakan dalam

Undang-Undang Kepabeanan,2) ketentuan umum di bidang impor dan ekspor,3) kewajiban pabean, pemeriksaan pabean dan

registrasi kepabeanan

2

I. Terminologi-terminologi Dalam Undang-

Undang KepabeananPasal 1 Undang-Undang Kepabeanan menjelaskan tentang

berbagai terminologi yang berhubungan dengan kepabeanan.

Pengertian-pengertian ini dirinci mulai angka 1 sampai

dengan butir 21 berikut ini.

a. Kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan

dengan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk

atau keluar daerah pabean serta pemungutan bea masuk dan

bea keluar (Pasal yang berkaitan dengan pngertian ini

adalah pasal 1 angka 15 tentang pengertian Bea masuk dan

Pasal 15a tentang ketentuan Bea Keluar).

b. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia

yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di

atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi

Eksklusif dan Landas Kontinen yang di dalamnya berlaku

Undang-Undang ini.

Gambar 1.1 : Daerah Pabean

14

Daerah Pabean meliputi seluruh wilayah Republik

Indonesia meliputi wilayah darat, laut dan udara serta

tempat-tempat tertentu di ZEE dan landas kontinen.

Tempat-tempat tertentu tersebut adalah tempat-tempat

tertentu di ZEE dan tempat-tempat tertentu di landas

kontinen, dimana pada tempat tersebut dilakukan kegiatan

tertentu. Kegiatan-kegiatan tertentu tersebut contohnya

adalah eksplorasi minyak, penelitian ilmiah,

pemberdayaan sumberdaya alam yang dilakukan oleh

pemerintah Indonesia di dalam laut sampai dasar laut

pada ZEE dan Landas Kontinen.

c. Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas

tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat

lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang

15

sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat

Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).

Yang dimaksud pelabuhan laut di sini adalah pelabuhan

dan pelabuhan khusus. Pengertian pelabuhan yaitu tempat

yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya

dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan

pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang dipergunakan

sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun

penumpang dan/atau bongkar muat barang yang dilengkapi

dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan

penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan

intra dan antar moda transportasi. Sedangkan pengertian

pelabuhan khusus adalah pelabuhan yang dikelola untuk

kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan tertentu.

Bandar udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan

untuk mendarat dan lepas landas pesawat udara, naik

turun penumpang, dan/atau bongkar muat kargo dan/atau

pos, serta dilengkapi dengan fasilitas keselamatan

penerbangan dan sebagai tempat perpindahan antar moda

transportasi.

Tempat lain adalah tempat tertentu di daratan yang

berada dalam kawasan atau area industri dan tempat

tertentu lainnya yang berfungsi layaknya pelabuhan laut,

guna mendukung kegiatan impor dan/atau ekspor.

Penetapan suatu Kawasan Pabean ditetapkan oleh Direktur

Jenderal Bea dan Cukai atau Pejabat yang ditunjuknya

atas nama Menteri Keuangan. Untuk memperoleh penetapan

sebagai Kawasan Pabean, Pengelola Pelabuhan Laut, Bandar

16

Udara, atau Tempat Lain mengajukan permohonan kepada

Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau pejabat yang

ditunjuknya atas nama Menteri Keuangan. Atas permohonan

penetapan sebagai Kawasan Pabean, Direktur Jenderal Bea

dan Cukai atau Pejabat yang ditunjuknya atas nama

Menteri Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan

dalam jangka waktu paling lama 45 (empat puluh lima)

hari sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau pejabat yang

ditunjuk atas nama Menteri Keuangan, akan memberikan

keputusan diterima atau ditolaknya permohonan penetapan

kawasan pabean tersebut.

Perlu Anda ketahui bahwa kawasan pabean hanya digunakan

untuk lalu lintas barang tujuan impor dan/atau tujuan

ekspor. Untuk kepentingan pengawasan di bidang

kepabeanan, Direktur Jenderal atau Pejabat yang

ditunjuknya atas nama Menteri Keuangan menetapkan batas-

batas kawasan dan pintu masuk/keluar atas suatu tempat

atau kawasan yang diajukan permohonan untuk penetapan

sebagai kawasan pabean. Kawasan Pabean merupakan kawasan

yang terbatas (restricted area). Barang selain untuk tujuan

impor dan/atau ekspor dilarang untuk ditimbun,

dimasukkan, dan/atau dikeluarkan ke dan/atau dari

kawasan pabean, kecuali untuk tujuan pengangkutan

selanjutnya.

d. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan DJBC tempat

dipenuhinya Kewajiban Pabean sesuai dengan ketentuan

Undang-Undang ini.

17

e. Pos Pengawasan Pabean adalah tempat yang digunakan oleh

Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan pengawasan

terhadap lalu-lintas barang impor dan ekspor.

f. Kewajiban Pabean adalah semua kegiatan di bidang

Kepabeanan yang wajib dilakukan untuk memenuhi ketentuan

dalam Undang-Undang ini.

g. Pemberitahuan Pabean adalah pernyataan yang dibuat oleh

Orang dalam rangka melaksanakan Kewajiban Pabean dalam

bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam Undang-Undang

ini (Terkait dengan pasal 28 tentang ketentuan dan tata

cara mengenai Pemberitahuan Pabean).

h. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia

i. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah unsur pelaksana

tugas pokok dan fungsi Departemen Keuangan di bidang

Kepabeanan dan Cukai.

j. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal

Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk

melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang

ini.

k. Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.

l. Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah

Pabean.

m. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari Daerah

Pabean.

n. Bea masuk adalah pungutan negara berdasarkan Undang-

Undang ini yang dikenakan terhadap barang yang diimpor.

o. Bea Keluar adalah pungutan Negara berdasarkan Undang-

Undang ini yang dikenakan terhadap barang ekspor. Bea

18

keluar dikenakan terhadap barang ekspor artinya bea

keluar dipungut atas barang yang sudah dimuat di sarana

pengangkut untuk dikeluarkan dari daerah pabean.

p. Tempat Penimbunan Sementara adalah bangunan dan/atau

lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di

Kawasan Pabean untuk menimbun barang sementara menunggu

pemuatan atau pengeluarannya (Terkait dengan pasal 43

tentang Tempat Penimbunan Sementara).

q. Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat atau

kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang

digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu

dengan mendapatkan penangguhan Bea masuk (Terkait dengan

pasal 44 tentang Tempat Penimbunan Berikat).

r. Tempat Penimbunan Pabean adalah bangunan dan/atau

lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu yang

disediakan oleh Pemerintah di Kantor Pabean yang berada

dibawah pengelolaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

untuk menyimpan barang yang dinyatakan tidak dikuasai,

barang yang dikuasai negara, dan barang yang menjadi

milik negara berdasarkan Undang-Undang ini (Terkait

dengan pasal 48 tentang Tempat Penimbunan Pabean).

s. Barang tertentu adalah barang yang ditetapkan oleh

instansi teknis terkait sebagai barang yang

pengangkutannya di dalam daerah pabean diawasi. Secara

eksplisit Undang-Undang Kepabeanan hanya mengatur

pengawasan atas lalulintas barang impor dan ekspor.

Dalam pelaksanaannya ternyata diperlukan adanya

kewenangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk

19

melakukan pengawasan atas lalu lintas barang tertentu

dalam daerah pabean. Hal ini mengingat letak geografis

Indonesia sebagai Negara kepulauan (archipelago) yang

berbatasan langsung dengan negara tetangga sering

menimbulkan masalah-masalah dalam pengawasan

pengangkutan barang tertentu, antara lain :

- barang-barang strategis, seperti : gula, beras, dan

tepung terigu.

- barang-barang yang dilarang dan dibatasi seperti kayu

gelondongan, flora dan fauna, dan barang purbakala.

- barang-barang yang dikenai pungutan ekspor.

- barang–barang yang disubsidi oleh pemerintah.

Adanya disparitas harga yang signifikan di dalam negeri

dengan luar negeri mendorong orang untuk menyelundupkan

barang tersebut melalui modus pengangkutan dalam daerah

pabean. Pengawasan barang tertentu ini bertujuan untuk

mencegah penyelundupan ekspor dengan modus pengangkutan

antar pulau. (Pasal yang berkaitan dengan hal ini adalah

pasal 4A, pasal 8C dan pasal 85A tentang ketentuan-

ketentuan yang berlaku terhadap barang tertentu).

t. Audit kepabeanan adalah kegiatan pemeriksaan laporan

keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti

dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan

usaha termasuk data elektronik, surat yang berkaitan

dengan kegiatan di bidang kepabeanan, dan/atau sediaan

barang dalm rangka pelaksanaan ketentuan peraturan

perUndang-Undangan dibidang kepabeanan (Pasal yang

20

terkait adalah pasal 49 sampai dengan pasal 52, pasal 86

dan pasal 86A).

u. Tarif adalah klasifikasi barang dan pembebanan bea masuk

atau bea keluar.

Dalam Undang-Undang ini pengertian tarif dipertegas

mencakup dua hal :

tarif yang berarti klasifikasi barang dan tarif sebagai

pembebanan bea masuk/bea keluar yang dapat berupa

advalorum atau spesifik (Pasal yang terkait yaitu pasal

12 sampai dengan pasal 14, pasal 16 dan pasal 17 ).

II. Ketentuan Umum di Bidang Impor danEkspor Dalam Undang-Undang Kepabeanan

Jika pada pasal 1 dijelaskan berbagai terminologi

dalam ruang lingkup kepabeanan, maka mulai pasal 2 dan

seterusnya akan dijelaskan tentang ketentuan atas

kegiatan di bidang impor dan ekspor. Ketentuan umum

dibidang impor diatur pada pasal 2 sebagai berikut.

Pasal 21) Barang yang dimasukkan ke dalam daerah pabean diperlakukan

sebagai barang impor dan terutang bea masuk.2) Barang yang telah dimuat di sarana pengangkut untuk dikeluarkan

dari daerah pabean dianggap telah diekspor dan diperlakukan sebagaibarang ekspor.

3) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan merupakanbarang ekspor dalam hal dapat dibuktikan bahwa barang tersebutditujukan untuk dibongkar di suatu tempat dalam daerah pabean.

21

Penjelasan Pasal 2:

Pada ayat 1 ditegaskan tentang pengertian impor secara

yuridis, yaitu pada saat barang memasuki daerah pabean

dan menetapkan saat barang tersebut terutang bea masuk

serta merupakan dasar yuridis bagi pejabat bea dan cukai

untuk melakukan pengawasan.

Pada ayat 2 ditegaskan tentang pengertian ekspor. Secara

nyata ekspor terjadi pada saat barang melintasi daerah

pabean, namun mengingat dari segi pelayanan dan

pengamanan tidak mungkin menempatkan pejabat bea dan

cukai di sepanjang garis perbatasan untuk memberikan

pelayanan dan melakukan pengawasan barang ekspor, maka

secara yuridis ekspor dianggap telah terjadi pada saat

barang tersebut telah dimuat di sarana pengangkut yang

akan berangkat ke luar daerah pabean. Yang dimaksud

dengan sarana pengangkut, yaitu setiap kendaraan,

pesawat udara, kapal laut, atau sarana lain yang

digunakan untuk mengangkut barang atau orang. Yang

dimaksud dimuat yaitu dimasukkannya barang ke dalam

sarana pengangkut dan telah diajukan pemberitahuan

pabean termasuk dipenuhinya pembayaran bea keluar.

Pada ayat 3 ditegaskan bahwa walaupun barang tersebut

telah dimuat di sarana pengangkut yang akan berangkat ke

luar daerah pabean, jika dapat dibuktikan barang

tersebut akan dibongkar di dalam daerah pabean dengan

menyerahkan suatu pemberitahuan pabean, barang tersebut

22

tidak dianggap sebagai barang ekspor ( Pasal yang

terkait yaitu Pasal 11A).

Dalam penjelasan ini dipertegas pengertian diekspor,

dimana suatu barang dapat dikatakan diekspor jika barang

tersebut telah dimuat di sarana pengangkut yang akan

berangkat keluar daerah pabean. Sedangkan untuk barang yang

akan dimuat di sarana pengangkut (misalnya barang tersebut

masih berada di Tempat Penimbunan Sementara atau di tempat-

tempat yang disediakan khusus untuk itu, termasuk di gudang

atau pabrik eksportir yang bersangkutan), belum dinyatakan

diekspor. Penegasan pengertian ekspor ini untuk menghindari

penyalahgunaan fasilitas ekspor (misalnya fasilitas KITE

atau ekspor fiktif) dengan cara tidak memuat barang yang

telah diberitahukan dalam pemberitahuan pabean sebagai

barang ekspor.

Namun demikian dalam hal sejumlah barang telah

dimuat di sarana pengangkut yang akan berangkat ke luar

Daerah Pabean, jika dapat dibuktikan barang tersebut akan

dibongkar di dalam Daerah Pabean dengan menyerahkan suatu

Pemberitahuan Pabean, barang tersebut tidak dianggap sebagai

barang ekspor. Pemberitahuan Pabean yang digunakan untuk

melindungi pengangkutan barang tersebut (barang yang berasal

dari dalam Daerah Pabean yang akan diangkut ke suatu tempat

dalam Daerah Pabean lain) melalui Luar Daerah Pabean adalah

BC 1.3.

23

Berkaitan dengan ketentuan umum di bidang ekspor,

ditambahkan pasal 2A yang berkaitan dengan bea keluar yang

pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 belum diatur.

Pasal 2A(1) Terhadap barang ekspor dapat dikenakan bea keluar.(2) Bea keluar dikenakan terhadap barang ekspor dengan tujuan untuk:

a. menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam negeri;b. melindungi kelestarian sumber daya alam;c. mengantisipasi kenaikan harga yang cukup drastis dari komoditi

ekspor tertentu di pasaran internasional; ataud. menjaga stabilitas harga komoditi tertentu di dalam negeri.

(3) Ketentuan mengenai pengenaan bea keluar terhadap barang eksporsebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturanpemerintah.

Pengenaan bea keluar dalam pasal ini dimaksudkan untuk

melindungi kepentingan nasional, bukan untuk membebani daya

saing komoditi ekspor di pasar internasional. Pada dasarnya

komoditi ekspor tidak dikenakan bea keluar, kecuali yang

termasuk dalam alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2A.

Sehingga dalam ayat ini digunakan kata ”dapat”. Pasal ini

merupakan landasan hukum pengenaan Bea Keluar atas barang

ekspor. Saat ini komoditi ekspor yang dikenakan bea keluar

adalah biji coklat (cacao), konsentrat mineral, Kulit

(jangat dan kulit mentah, jangat dan kulit pickled, kulit

disamak), kayu olahan, dan Crude Palm Oil (CPO) dengan produk

turunannya.

24

Kewajiban membayar bea keluar dikecualikan untuk barang

ekspor khusus seperti barang perwakilan negara asing beserta

pejabatnya (berdasarkan asas timbal balik); barang untuk

keperluan museum, kebun binatang dan semacamnya yang terbuka

untuk umum serta untuk konservasi alam; barang untuk

keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi; barang contoh yang tidak untuk diperdagangkan;

barang pindahan; barang pribadi penumpang, awak sarana

pengangkut, pelintas batas, barang kiriman sampai dengan

nilai Rp. 2.500.000,00 (dua setengah juta rupiah); barang

asal impor yang diekspor kembali; dan barang ekspor yang

akan direimpor.

III. Pemeriksaan Pabean Atas Barang Impor,Barang Ekspor dan Barang Tertentu

1. Pemeriksaan Pabean Atas Barang ImporKetentuan tentang pemeriksaan pabean atas barang impor

tercantum pada pasal 3 dengan redaksi sebagai berikut:

Pasal 3(1) Terhadap barang impor dilakukan pemeriksaan pabean.(2)Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi

penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang.(3)Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan

secara selektif.(4)Ketentuan mengenai tata cara pemeriksaan pabean sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkanperaturan menteri

25

Penjelasan Pasal 3:

Pada ayat 1 ditegaskan bahwa pada prinsipnya atas seluruh

barang impor dilakukan pemeriksaan pabean, kemudian pada

ayat 2 dijelaskan ruang lingkup pemeriksaannya yaitu

berupa penelitian terhadap dokumen dan pemeriksaan atas

fisik barang. Pemeriksaan pabean ini bertujuan untuk

memperoleh data dan penilaian yang tepat mengenai

pemberitahuan pabean yang diajukan.

Pada ayat 3 diberikan ketentuan umum tentang pemeriksaan

pabean dimana pemeriksaan pabean dilakukan secara

selektif dengan mempertimbangkan risiko yang melekat pada

barang dan importir. Selektifitas dalam pemeriksaan ini

sejalan dengan perkembangan perdagangan internasional dan

dalam rangka memperlancar arus barang dan arus dokumen.

Selektifitas pemeriksaan pabean tidak terbatas pada

pemeriksaan fisik barang tetapi juga dalam penelitian

dokumen. Pemeriksaan pabean secara selektif ini

diwujudkan dengan pelayanan kepabeanan yang dikenal lima

jalur pelayanan yaitu jalur merah, jalur hijau, jalur

kuning, Jalur MITA Prioritas, dan Jalur MITA Non

Prioritas. Lima jalur pelayanan ini hanya ada di Kantor

Pelayanan Utama Bea dan Cukai (KPU BC). Sedangkan di

Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea dan Cukai (KPPBC)

selain KPU BC, hanya ada 4 jalur pelayanan yaitu Jalur

Merah, Jalur Hijau, Jalur Kuning dan Jalur Prioritas.

Pada dasarnya pemeriksaan dilakukan di daerah pabean,

26

namun dengan mempertimbangkan kelancaran arus barang

dan/atau pengamanan penerimaan negara, Menteri dapat

menetapkan pelaksanaan pemeriksaan pabean di luar daerah

pabean oleh pejabat bea dan cukai atau pihak lain yang

bertindak untuk dan atas nama Direktorat Jenderal Bea dan

Cukai. Contoh pemeriksaan pabean di luar daerah Pabean

adalah pemeriksaan fisik barang yang dilakukan oleh PT

Surveyor Indonesia (Pasal terkait pemeriksaan barang

dapat Anda lihat pada pasal 82).

2. Pemeriksaan Pabean Atas Barang EksporKetentuan tentang pemeriksaan pabean atas barang ekspor

tercantum pada pasal 4 dengan redaksi sebagai berikut:

Pasal 4(1) Terhadap barang ekspor dilakukan penelitian dokumen.(2) Dalam hal tertentu, dapat dilakukan pemeriksaan fisik atas barang

ekspor.(3) Tata cara pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Penjelasan Pasal 4:

Pemeriksaan pabean dalam bentuk pemeriksaan fisik atas

barang ekspor harus diupayakan seminimal mungkin untuk

mendorong ekspor, terutama dalam kaitannya dengan upaya

untuk meningkatkan daya saing barang ekspor Indonesia

di pasar dunia dimana diperlukan kecepatan dan

kepastian bagi eksportir. Dengan demikian, sehingga

terhadap barang ekspor pada dasarnya hanya dilakukan

penelitian terhadap dokumen.

27

Namun demikian untuk memperoleh data dan penilaian yang

tepat mengenai pemberitahuan pabean yang diajukan,

pasal ini memberikan kewenangan kepada Menteri untuk

dalam hal-hal tertentu dapat menetapkan ketentuan

tentang pemeriksaan fisik atas barang ekspor. Contoh

pemeriksaan fisik atas barang ekspor adalah barang

ekspor yang akan diimpor kembali, barang yang

direekspor, barang ekspor yang pada saat impornya

mendapat fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor,

barang ekspor yang dikenakan bea keluar, barang ekspor

yang berdasarkan informasi dari Ditjen Pajak ada

pelanggaran Undang-Undang Perpajakan, dan bilamana ada

informasi yang meyakinkan melalui mekanisme Nota Hasil

Intelijen suatu barang ekspor diduga tidak benar.

3. Pengawasan Pengangkutan Barang Tertentu Dalam Daerah

Pabean. Ketentuan tentang pemeriksaan pabean atas barang

tertentu tercantum pada pasal 4A dengan redaksi sebagai

berikut:

Pasal 4A(1) Terhadap barang tertentu dilakukan pengawasan pengangkutannya dalam

daerah pabean.(2) Instansi teknis terkait, melalui menteri yang membidangi perdagangan,

memberitahukan jenis barang yang ditetapkan sebagai barang tertentukepada Menteri.

(3)Ketentuan mengenai pengawasan pengangkutan barang tertentusebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan atau

28

berdasarkan peraturan pemerintah.

Penjelasan Pasal 4A :

Pasal ini memberikan landasan hukum pengawasan

pengangkutan barang tertentu dalam daerah pabean oleh

Pejabat Bea dan Cukai. Pengawasan pengangkutan barang

tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya

dilakukan terhadap pengangkutan barang tersebut dari satu

tempat ke tempat lain dalam daerah pabean yang dilakukan

melalui laut. Pengawasan pengangkutan barang tertentu ini

bertujuan untuk mencegah penyelundupan ekspor dengan

modus pengangkutan antarpulau barang-barang strategis

seperti hasil hutan, hasil tambang, atau barang yang

mendapat subsidi. Mengingat kondisi geografis Indonesia

dengan mempertimbangkan efisiensi pengangkutannya, maka

pengawasan pabean tidak dilakukan terhadap barang

tertentu yang diangkut melalui darat atau udara.

Pada ayat 2 ditegaskan bahwa yang menetapkan suatu barang

merupakan barang tertentu adalah instansi teknis terkait

baik kementerian atau lembaga pemerintah nondepartemen

yang berwenang. Berdasarkan ketentuan ini kementerian

keuangan secara umum dan secara khusus DJBC sebagai

institusi pelaksana pengawasannya namun tidak berwenang

menetapkan.

IV. Pemenuhan Kewajiban Pabean danPemberitahuan Pabean

29

Ketentuan tentang kewajiban pabean dan pemberitahuan

pabean tercantum pada pasal 5 dengan redaksi sebagai

berikut:

Pasal 5(1) Pemenuhan kewajiban pabean dilakukan di kantor pabean atau tempat

lain yang disamakan dengan kantor pabean dengan menggunakanpemberitahuan pabean.

(2) Pemberitahuan pabean disampaikan kepada pejabat bea dan cukai dikantor pabean atau tempat lain yang disamakan dengan kantor pabean.

(3) Untuk pelaksanaan dan pengawasan pemenuhan kewajiban pabean,ditetapkan kawasan pabean, kantor pabean, dan pos pengawasanpabean.

(4) Penetapan kawasan pabean, kantor pabean, dan pos pengawasanpabean dilakukan oleh Menteri.

Penjelasan Pasal 5 :

Pada ayat 1 ditegaskan bahwa pemenuhan kewajiban pabean

hanya dapat dilakukan di kantor pabean atau yang

disamakan dengan kantor pabean. Hal ini perlu

ditegaskan karena melihat keadaan geografis negara

Republik Indonesia yang demikian luas dan merupakan

negara kepulauan, maka tidak mungkin menempatkan

pejabat bea dan cukai di sepanjang pantai untuk menjaga

agar semua barang yang dimasukkan ke atau yang

dikeluarkan dari daerah pabean memenuhi ketentuan yang

telah ditetapkan.

Sebagaimana ayat 1, pada ayat 2 juga ditegaskan bahwa

pemberitahuan pabean harus disampaikan ke pejabat bea

dan cukai di kantor pabean atau tempat lain yang

30

disamakan dengan kantor pabean. Pemenuhan kewajiban

pabean di tempat selain di kantor pabean dapat

diizinkan dengan pemenuhan persyaratan tertentu yang

akan ditetapkan oleh Menteri, sesuai dengan kepentingan

perdagangan dan perekonomian, atau apabila dengan cara

tersebut kewajiban pabean dapat dipenuhi dengan lebih

mudah, aman, dan murah. Pemberitahuan Pabean ini dalam

bentuk tulisan di atas formulir atau dalam bentuk media

elektronik. Contoh tempat lain yang disamakan dengan

kantor pabean untuk penyerahan pemberitahuan pabean

adalah apa yang disebut dengan KPPT (kawasan pelayanan

pabean terpadu). Pasal terkait yaitu Pasal 5a tentang

pemberitahuan pabean.

Pada ayat 3 dijelaskan perlunya penetapan kawasan

pabean, kantor pabean, dan pos pengawasan pabean untuk

kegiatan pelaksanaan pemenuhan kewajiban pabean dan

kegiatan pengawasannya. Kawasan pabean perlu ditetapkan

untuk keperluan pelayanan, pengawasan, kelancaran lalu

lintas barang dan ketertiban bongkar muat barang, serta

pengamanan keuangan negara. Sebagaimana kawasan pabean

dan kantor pabean, Pos pengawasan pabean ditetapkan

oleh Menteri. Pos pengawasan pabean diperlukan untuk

memudahkan pegawai bea dan cukai dalam melaksanakan

fungsi pengawasan dan merupakan bagian dari kantor

pabean dan di tempat tersebut tidak dapat dipenuhi

kewajiban pabean.

Selanjutnya untuk memperkuat ketentuan tentang

31

kewajiban pabean dan pemberitahuan pabean, ditambahkan

pasal 5A dengan redaksi sebagai berikut

Pasal 5A(1) Pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2)

dapat disampaikan dalam bentuk tulisan di atas formulir atau dalambentuk data elektronik.

(2) Penetapan kantor pabean tempat penyampaian pemberitahuan pabeandalam bentuk data elektronik dilakukan oleh Menteri.

(3) Data elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan alat buktiyang sah menurut Undang-Undang ini.

(4) Ketentuan mengenai tata cara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaturlebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.

Penjelasan Pasal 5A:

Data elektronik (softcopy) pada ayat 1 adalah informasi

atau rangkaian informasi yang disusun dan/atau dihimpun

untuk kegunaan khusus yang diterima, direkam, dikirim,

disimpan, diproses, diambil kembali, atau diproduksi

secara elektronik dengan menggunakan komputer atau

perangkat pengolah data elektronik, optikal, atau cara

lain yang sejenis.

Pasal 5A ini mempertegas 2 hal yaitu :

1.Status hukum penggunaan data elektronik sebagai alat

bukti yang sah.

2.Penetapan Kantor Pabean tempat penyampaian

pemberitahuan pabean secara elektronik.

Dengan adanya ketentuan tersebut maka dapat Anda ketahui

bahwa pasal tersebut memberi penegasan kantor-kantor

pabean yang hanya melayani penyampaian pemberitahuan

32

pabean dalam bentuk data elektronik. Selain itu dengan

telah diterapkannya Sistem Komputer Pelayanan Kepabeanan

secara elektronik maka diperlukan suatu landasan hukum

mengenai keabsahan data yang dikirimkan secara

elektronik yang dapat digunakan sebagai alat bukti.

Pasal 5A inilah yang menjadi landasan keabsahan data

elektronik sebagai alat bukti. Contoh data Surat

Keterangan Impor dari BPOM yang dikirim secara

elektronik oleh importir melalui portal INSW . Hasil

print out SKI Impor yang di print dari portal INSW tersebut

merupakan alat bukti yang sah.

Pasal 6

(1) Terhadap barang yang diimpor atau diekspor berlaku segala ketentuansebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

(2)Dalam hal pengawasan pengangkutan barang tertentu tidak diatur olehinstansi teknis terkait, pengaturannya didasarkan pada ketentuan Undang-Undang ini.

(Pasal yang terkait adalah Pasal 4A tentang pengawasan

barang tertentu dan Pasal 8C tentang pengangkutan barang

tertentu)

Penjelasan Pasal 6:

Pasal ini mengandung arti bahwa segala sesuatu yang

berkaitan dengan penyelesaian kewajiban pabean atas

barang impor atau ekspor harus didasarkan pada ketentuan

dalam Undang-Undang ini yang pelaksanaan penegakannya

dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

33

Sedangkan terhadap barang tertentu dalam hal pengawasan

pengangkutannya tidak diatur oleh instansi terkait maka

teknis pengawasannya menggunakan ketentuan Undang-Undang

Kepabeanan beserta pemberitahuan pabean yang harus

dilakukan.

V. Registrasi Kepabeanan

Pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 ditambahkan

pasal yang berkaitan dengan kewajiban registrasi. Ketentuan

tentang kewajiban registrasi tercantum pada pasal 6A dengan

redaksi sebagai berikut:

Pasal 6A(1)Orang yang akan melakukan pemenuhan kewajiban pabean wajib

melakukan registrasi ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk mendapatnomor identitas dalam rangka akses kepabeanan.

(2)Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)orang yang melakukan pemenuhan kewajiban pabean tertentu.

(3)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebihlanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.

Penjelasan Pasal 6A :

Pasal ini mewajibkan pengguna jasa mempunyai Nomor

Identitas yang disebut Nomor Identitas Kepabeanan (NIK)

untuk melakukan transaksi kepabeanan atau akses informasi

kepabeanan. Nomor Identitas pribadi itu dimaksudkan bahwa

hanya orang yang memiliki nomor identitas tersebut yang

dapat mengakses atau berhubungan dengan sistem teknologi

informasi kepabeanan. Nomor identitas tersebut dapat

34

diperoleh dengan cara regristrasi, misalnya registrasi

importir, eksportir, dan pengusaha pengurusan jasa

kepabeanan. Munculnya pasal tambahan ini dilatarbelakangi

banyaknya pelaku usaha yang tidak memenuhi kewajiban

pabean secara baik, dan ketika dilakukan penagihan hak-

hak negara yang bersangkutan tidak diketahui

keberadaannya bahkan ternyata ada diantara mereka yang

alamatnya fiktif.

Pengecualian kewajiban memiliki NIK yang dimaksud pada

ayat 2 diberikan kepada orang yang menyelesaikan

kewajiban pabean tertentu antara lain atas barang

penumpang, barang diplomatik atau barang kiriman melalui

pos atau perusahaan jasa titipan.

35

36

Rangkuman

1. Undang-Undang Kepabeanan hanya berlaku di Daerah

Pabean Indonesia.

2. Kawasan Pabean sepenuhnya dibawah pengawasan

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

3. Barang yang dimasukkan ke dalam Daerah Pabean

diperlakukan sebagai barang impor dan terutang Bea

masuk.

4. Barang yang akan dimuat ke sarana pengangkut untuk

dibawa ke luar Daerah Pabean dianggap telah

diekspor .

5. Terhadap barang impor dilakukan pemeriksaan pabean

yang meliputi pemeriksaan fisik dan penelitian

dokumen. Pemeriksaan pabean dilakukan secara

selektif .

6. Pada prinsipnya terhadap barang ekspor dilakukan

penelitian dokumen, kecuali dalam hal-hal tertentu

dapat dilakukan pemeriksaan fisik.

7. Terhadap barang tertentu dilakukan pengawasan

pengangkutannya dalam Daerah Pabean .

8. Pemenuhan kewajiban pabean wajib dilakukan di Kantor

Pabean dengan menggunakan pemberitahuan pabean.

37

Latihan

Untuk menguji pemahaman Anda terhadap materi bab 2,

silahkan kerjakan soal-soal latihan berikut!

1) Jelaskan perlunya pengawasan pengangkutan barang

tertentu dalam daerah pabean!

2) Jelaskan pengertian-pengertian :

a. Kepabeanan

b. Daerah Pabean

c. Kawasan Pabean

d. Kantor Pabean

e. Tempat Penimbunan Sementara

f. Tempat Penimbunan Berikat.

g. Tempat Penimbunan Pabean.

3) Jelaskan dalam hal apa suatu barang impor terutang Bea

masuk! Dimana pemenuhan kewajiban Pabean harus

dilakukan?

4) Jelaskan pengertian tentang barang dinyatakan diekspor

menurut ketentuan kepabeanan Indonesia!

5) Jelaskan pemeriksaan pabean terhadap barang impor dan

barang ekspor! Serta jelaskan pengawasan terhadap

barang tertentu!

6) Jelaskan kewajiban pabean dan dimana pemenuhan

KEGIATANBELAJAR

PENGANGKUTAN BARANG,IMPOR, DAN EKSPOR

Dalam kegiatan belajar ini kepada Anda akan dipaparkan

mengenai pengangkutan barang impor dan ekspor secara lebih

mendetail. Pada Undang-Undang Kepabeanan pembahasan pada

kegiatan belajar ini diatur pada Bab II.

I. Pengangkutan Barang

Dalam bagian ini akan dibahas mengenai ketentuan

pengangkutan barang impor, pengangkutan ekspor dan

38

Indikator Keberhasilan

Setelah mempelajari materi diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan :ketentuan pengangkutan barang impor, ekspor dan barang

tertentu.ketentuan impor untuk dipakai dan impor sementara.ketentuan ekspor.

3

pengangkutan barang tertentu. Pengangkutan barang meliputi

kedatangan sarana pengangkut, pengangkutan menuju tempat

penimbunan dan keberangkatan sarana pengangkut.

1. Kedatangan Sarana PengangkutTahap pertama dalam kegiatan impor barang adalah

dimulai dari pengangkutan barang menggunakan sarana

pengangkut baik alat angkut laut, udara maupun darat untuk

dimasukkan ke dalam daerah pabean. Ketentuan tentang

kedatangan saran pengangkut dan kewajiban pengangkut

tercantum pada pasal 7A.

Pasal 7A(1)Pengangkut yang sarana pengangkutnya akan datang dari:

a. luar daerah pabean; atau b. dalam daerah pabean yang mengangkut barang impor, barang ekspor,

dan/atau barang asal daerah pabean yang diangkut ke tempat laindalam daerah pabean melalui luar daerah pabean

wajib memberitahukan rencana kedatangan sarana pengangkut ke kantorpabean tujuan sebelum kedatangan sarana pengangkut, kecuali saranapengangkut darat.

(2)Pengangkut yang sarana pengangkutnya memasuki daerah pabean wajibmencantumkan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalammanifesnya.

(3)Pengangkut yang sarana pengangkutnya datang dari luar daerah pabeanatau datang dari dalam daerah pabean dengan mengangkut barangsebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyerahkan pemberitahuanpabean mengenai barang yang diangkutnya sebelum melakukanpembongkaran.

(4)Dalam hal tidak segera dilakukan pembongkaran, kewajiban sebagaimanadimaksud pada ayat (3) dilaksanakan:a. paling lambat 24 (dua puluh empat) jam sejak kedatangan

sarana pengangkut, untuk sarana pengangkut yang melalui laut;b. paling lambat 8 (delapan) jam sejak kedatangan sarana

pengangkut, untuk sarana pengangkut yang melalui udara; atau

39

c. pada saat kedatangan sarana pengangkut, untuk saranapengangkut yang melalui darat.

(5)Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dikecualikanbagi pengangkut yang berlabuh paling lama 24 (dua puluh empat) jam dantidak melakukan pembongkaran barang.

(6)Dalam hal sarana pengangkut dalam keadaan darurat, pengangkut dapatmembongkar barang impor terlebih dahulu dan wajib:a. melaporkan keadaan darurat tersebut ke kantor pabean terdekat

pada kesempatan pertama; danb. menyerahkan pemberitahuan pabean paling lambat 72 (tujuh

puluh dua) jam sesudah pembongkaran.(7)Pengangkut yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikitRp5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000,00 (limapuluh juta rupiah).

(8)Pengangkut yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud padaayat (3), ayat (4), atau ayat (6) dikenai sanksi administrasi berupa dendapaling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyakRp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(9)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), dan ayat (4) diaturlebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.

( Pasal terkait Pasal 10A ayat 3, pasal 91 ayat 3, dan pasal

102 ).

Penjelasan Pasal 7A :

1) Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut (RKSP) merupakan

alat DJBC dalam melakukan atas pengawasan barang impor.

RKSP (BC 1.0) wajib diserahkan oleh pengangkut sebelum

kedatangan sarana pengangkut. RKSP wajib diserahkan

bilamana terdapat:

- Sarana pengangkut akan datang dari luar daerah pabean.

- Sarana pengangkut akan datang dari dalam daerah

pabean yang mengangkut barang impor, barang ekspor

dan/atau barang asal daerah pabean yang diangkut ke 40

tempat lain dalam daerah pabean melalui luar daerah

pabean.

Yang dimaksud dengan saat kedatangan sarana pengangkut

yaitu:

- Saat lego jangkar di perairan pelabuhan

untuk sarana pengangkut melalui laut.

- Saat mendarat di landasan bandar udara

untuk sarana pengangkut melalui udara.

Dengan demikian, RKSP juga wajib diserahkan oleh

pengangkut yang sarana pengangkutnya bukan trayek

internasional tetapi membawa barang impor dan/atau

barang ekspor. RKSP dikecualikan terhadap sarana

pengangkut darat.

2) Selain wajib menyerahkan RKSP, pengangkut juga wajib

menyerahkan pemberitahuan manifes (BC 1.1). Manifes

adalah daftar barang niaga yang dimuat dalam sarana

pengangkut. Manifest dibuat oleh sarana pengangkut

berdasarkan dokumen surat muatan (Bill of Lading atau Airway

Bill). Jadi sebenarnya dokumen Manifes adalah merupakan

rekapitulasi dari dokumen surat muatan. Penyerahan

manifes dilakukan sebelum dilakukan pembongkaran.

Kelalaian tidak mencantumkan barang dalam dalam manifes

diancam dengan pidana sesuai pasal 102.

Kewajiban menyerahkan manifes ini dikenakan kepada

pengangkut yang:

- Sarana pengangkutnya berasal dari

luar daerah pabean.

41

- Sarana pengangkutnya berasal dari

dalam daerah pabean tetapi mengangkut barang impor,

ekspor, atau barang yang berasal dari dalam daerah

pabean wajib menyerahkan manifest (inward manifest).

Kewajiban menyerahkan manifest ini berlaku untuk semua

sarana pengangkut, baik sarana pengangkut darat, laut

dan udara. Yang dimaksud barang adalah barang-barang

impor (cargo) yang merupakan barang niaga. Barang-barang

semacam barang ABK, peralatan kapal tidak termasuk

barang-barang yang wajib dimasukkan dalam manifest

tetapi diberitahukan dalam pemberitahuan tersendiri.

Pemberitahuan pabean yang disampaikan berisi informasi

tentang semua barang niaga yang diangkut dengan sarana

pengangkut, baik barang impor, barang ekspor, maupun

barang asal daerah pabean yang diangkut ke tempat lain

dalam daerah pabean melalui luar daerah pabean.

Sedangkan kewajiban menyerahkan pemberitahuan tersendiri

(daftar barang ABK, perbekalan kapal dsb) diatur

berdasarkan pasal 91 ayat 3 tentang pemeriksaan sarana

pengangkut.

3) Dikecualikan dari menyerahkan manifest terhadap sarana

pengangkut yang berlabuh kurang dari 24 jam di Kawasan

Pabean dan bukan untuk melakukan pembongkaran tetapi

untuk alasan lain seperti untuk mengisi air atau bahan

bakar. Dalam hal berlabuh lebih dari 24 jam maka

pengangkut tetap wajib menyerahkan pemberitahuan

manifesnya.

42

4) Pada dasarnya barang impor hanya dapat dibongkar setelah

diajukan pemberitahuan pabean tentang kedatangan sarana

pengangkut, namun Undang-Undang memberikan dispensasi

bilamana terjadi keadaan darurat, dimana sarana

pengangkut mengalami keadaan seperti kebakaran,

kerusakan mesin, yang tidak dapat diperbaiki, terjebak

dalam cuaca buruk, atau hal lain yang terjadi di luar

kemampuan manusia. Dalam hal demikian pembongkaran dapat

dilakukan terlebih dahulu, namun dalam waktu paling lama

selama 72 jam sejak dibongkar pengangkut wajib

menyerahkan pemberitahuan pabeannya. Pemberitahuan

pabean wajib diserahkan kepada kantor pabean terdekat.

Yang dimaksud dengan kantor pabean terdekat yaitu kantor

pabean yang paling mudah dicapai. Melaporkan keadaan

darurat sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini dapat

dilakukan dengan menggunakan radio panggil, telepon,

atau faksimile.

II. Pengangkutan menuju tempat penimbunan Tahap selanjutnya setelah tibanya sarana pengangkut di

kawasan pabean adalah dilakukannya pembongkaran dan

penimbunan barang impor. Ketentuan tentang pembongkaran dan

penimbunan barang impor tercantum pada pasal 8A.

Pasal 8A(1) Pengangkutan barang impor dari tempat penimbunan sementara atau

43

tempat penimbunan berikat dengan tujuan tempat penimbunansementara atau tempat penimbunan berikat lainnya wajib diberitahukanke kantor pabean.

(2) Pengusaha atau importir yang telah memenuhi kewajiban sebagaimanadimaksud pada ayat (1), tetapi jumlah barang impor yang dibongkarkurang dari yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean dan tidakdapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di luarkemampuannya, wajib membayar bea masuk atas barang impor yangkurang dibongkar dan dikenai sanksi administrasi berupa denda palingsedikit Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyakRp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).

(3) Pengusaha atau importir yang telah memenuhi kewajibansebagaimana dimaksud pada ayat (1), tetapi jumlah barang impor yangdibongkar lebih dari yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabeandan tidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di luarkemampuannya, dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikitRp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).

(4) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pengangkutan barangsebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan atauberdasarkan peraturan menteri.

Penjelasan Pasal 8A :

1) Pengangkutan yang dimaksud pada ayat 1 adalah

pengangkutan barang impor yang tidak melalui laut

(inland transportation), misalnya dari TPS di Tanjung Priok

Jakarta ke TPS di Bandung Jawa Barat. Pengusaha pada

ayat ini adalah pengusaha tempat penimbunan sementara

(TPS) atau pengusaha tempat penimbunan berikat (TPB),

sedangkan pengertian importir adalah orang yang

mengimpor.

2) Pengangkutan barang impor dari TPS dengan tujuan ke TPS

lainnya dilindungi dengan dokumen pabean pengangkutan

yaitu BC 1.2. Adapun pengangkutan barang impor dari TPS

44

ke TPB dilindungi dengan dokumen pelindung pengangkutan

yaitu BC 2.3. Sedangkan pengangkutan barang impor dari

TPB ke TPB dilindungi dengan dokumen pengangkutan BC

2.7. Mengapa setiap pergerakan barang impor harus

diberitahukan kepada pejabat bea dan cukai? Karena

barang impor tersebut belum diselesaikan kewajiban

pabeannya sehingga masih terutang bea masuk.

3) Ancaman sanksi administrasi berupa denda perlu

ditegaskan agar pelaku usaha mematuhi ketentuan Undang-

Undang kepabeanan atas barang impor yang masih terutang

bea masuk. Sanksi ini dikenakan terhadap Pengusaha

tempat penimbunan sementara, tempat penimbunan berikat

atau importir yang telah memenuhi kewajiban dimaksud,

tetapi jumlah barang impor yang dibongkar kurang dari

yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean dan tidak

dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di

luar kemampuannya.

Sanksi juga akan dikenakan terhadap Pengusaha tempat

penimbunan sementara, tempat penimbunan berikat atau

importir yang telah memenuhi kewajiban dimaksud,

tetapi jumlah barang impor yang dibongkar lebih dari

yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean dan tidak

dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di

luar kemampuannya.

(Pasal yang terkait yaitu Pasal 7A, pasal 44, dan pasal48)

45

Untuk barang-barang yang cara pengirimannya melalui

media khusus seperti listrik dan gas diatur tersendiri.

Ketentuan tentang pengangkutan dan pengiriman barang-barang

tersebut tercantum pada pasal 8B.

Pasal 8B(1)Pengangkutan tenaga listrik, barang cair, atau gas untuk impor atau

ekspor dapat dilakukan melalui transmisi atau saluran pipa yang jumlahdan jenis barangnya didasarkan pada hasil pengukuran di tempatpengukuran terakhir dalam daerah pabean.

(2)Pengiriman peranti lunak dan/atau data elektronik untuk impor atauekspor dapat dilakukan melalui transmisi elektronik.

(3)Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pengangkutan barangsebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pengiriman sebagaimanadimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkanperaturan menteri.

Penjelasan Pasal 8B :

1) Mengingat tenaga listrik, barang cair, atau gas bersifat

khusus, pengangkutan terhadap barang tersebut dilakukan

dengan cara khusus antara lain melalui transmisi atau

saluran pipa. Pemberitahuan pabean atas impor atau

ekspor barang tersebut harus didasarkan pada jumlah dan

jenis barang pada saat pengukuran di tempat pengukuran

terakhir dalam daerah pabean.

2) Dengan ketentuan ayat 2 ini, maka semua impor/ekspor

peranti lunak dan/atau data elektronik merupakan objek

bea masuk atau bea keluar. Pengenaannya didasarkan pada

pemberitahuan pabean yang disampaikan berdasarkan

prinsip self assessment. Pasal ini memberi tempat atau

ruang atau landasan bagi DJBC untuk memungut bea

46

masuk/bea keluar.

3) Piranti lunak (software) dapat berupa serangkaian program

dalam sistem komputer yang memerintahkan komputer apa

yang harus dilakukan. Piranti lunak dan data elektronik

(softcopy) merupakan barang yang menjadi objek dari

Undang-Undang ini dan pengangkutan atau pengirimannya

dapat dilakukan melalui transmisi elektronik misalnya

melalui media internet.

Undang-Undang Kepabeanan juga mengatur pengangkutan

barang tertentu yang tercantum pada pasal 8C.

Pasal 8C(1)Barang tertentu wajib diberitahukan oleh pengangkut baik pada

waktu keberangkatan maupun kedatangan di kantor pabean yangditetapkan.

(2)Barang tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilindungidokumen yang sah dalam pengangkutannya.

(3)Pengangkut yang telah memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud padaayat (1), tetapi jumlahnya kurang atau lebih dari yang diberitahukan dantidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di luarkemampuannya, dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikitRp5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000,00 (limapuluh juta rupiah).

(4)Pengangkut yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud padaayat (2), dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikitRp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyakRp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).

(5)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebihlanjut dengan peraturan menteri.

Penjelasan Pasal 8C :

1) Untuk pelaksanaan ayat ini Menteri Keuangan akan

menetapkan kantor pabean keberangkatan dan kedatangan.

47

Yang dimaksud dengan dokumen yang sah yaitu dokumen yang

dipersyaratkan dalam pengangkutan barang tertentu.

Sanksi adminstrasi berupa denda dikenakan terhadap

kelebihan atau kekurangan barang tertentu pada saat

pengangkutan atau pembongkaran.

2) Namun dalam hal barang tertentu telah diberitahukan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) namun fisik barang

tidak sampai kantor tujuan maka dikenakan sanksi pidana

yang diatur dalam pasal 102D.

III. Keberangkatan Sarana Pengangkut

Selain pengawasan atas kedatangan sarana pengangkut,

Undang-Undang Kepabeanan juga mengatur tentang keberangkatan

sarana pengangkut. Keberangkatan disini bermakna sarana

pengangkut bergerak meninggalkan pelabuhan atau bandar udara

menuju tempat lainnya baik di daerah pabean maupun luar

daerah pabean. Ketentuan tentang keberangkatan sarana

pengangkut tercantum pada pasal 9A.

Pasal 9A(1)Pengangkut yang sarana pengangkutnya akan berangkat menuju:

a. ke luar daerah pabean; b. ke dalam daerah pabean yang mengangkut barang impor,

barang ekspor, dan/atau barang asal daerah pabean yang diangkutke tempat lain di dalam daerah pabean melalui luar daerah pabean

wajib menyerahkan pemberitahuan pabean atas barang yangdiangkutnya sebelum keberangkatan sarana pengangkut.

(2)Pengangkut yang sarana pengangkutnya menuju ke luar daerah pabean

48

wajib mencantumkan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dalam manifesnya.

(3)Pengangkut yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikitRp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyakRp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(4)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjutdengan atau berdasarkan peraturan menteri.

Penjelasan Pasal 9A :

1) Pengangkut yang sarana pengangkutnya akan berangkat

menuju luar Daerah Pabean wajib menyerahkan

pemberitahuan pabean atas barang yang diangkutnya

sebelum keberangkatan sarana pengangkut yaitu

pemberitahuan manifes (outward manifest) atau dikenal

dengan BC 1.1.

2) Kewajiban tersebut juga berlaku untuk sarana pengangkut

yang akan berangkat ke dalam Daerah Pabean yang

mengangkut barang impor, baik diangkut terus atau

diangkut lanjut, barang ekspor dan/atau barang asal

Daerah pabean yang diangkut ke tempat lain dalam Daerah

Pabean melalui luar Daerah Pabean.

3) Pemberitahuan manifes sebelum keberangkatan penting

untuk diketahui bea dan cukai karena sangat berguna

dalam kegiatan pengawasan atas barang impor ataupun

barang ekspor. Pelanggaran atas ketentuan ini diancam

dengan sanksi administrasi berupa denda, yakni paling

sedikit Rp. 10.000.000,00 dan paling banyak Rp.

100.000.000,00.

49

IV. Pembongkaran dan Penimbunan Setelah barang impor diangkut, tahap berikutnya adalah

kegiatan pembongkaran dan penimbunan. Ketentuan tentang

pembongkaran dan penimbunan tercantum pada pasal 10A.

Pasal 10A(1) Barang impor yang diangkut sarana pengangkut sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 7A ayat (1) wajib dibongkar di kawasan pabean atau dapatdibongkar di tempat lain setelah mendapat izin kepala kantor pabean.

(2) Barang impor yang diangkut sarana pengangkut sebagaimana dimaksuddalam Pasal 7A ayat (1) dapat dibongkar ke sarana pengangkut lainnya dilaut dan barang tersebut wajib dibawa ke kantor pabean melalui jalur yangditetapkan.

(3) Pengangkut yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud padaayat (1), tetapi jumlah barang impor yang dibongkar kurang dari yangdiberitahukan dalam pemberitahuan pabean dan tidak dapatmembuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di luar kemampuannya,wajib membayar bea masuk atas barang impor yang kurang dibongkardan dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).

(4) Pengangkut yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud padaayat (1), tetapi jumlah barang impor yang dibongkar lebih banyak dariyang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean dan tidak dapatmembuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di luar kemampuannya,dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp 25.000.000,00(dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (limaratus juta rupiah).

(5) Barang impor, sementara menunggu pengeluarannya dari kawasanpabean, dapat ditimbun di tempat penimbunan sementara.

(6) Dalam hal tertentu, barang impor dapat ditimbun di tempat lain yangdiperlakukan sama dengan tempat penimbunan sementara.

(7) Barang impor dapat dikeluarkan dari kawasan pabean atau tempat lainsebagaimana dimaksud pada ayat (6) setelah dipenuhinya kewajibanpabean untuk:a. diimpor untuk dipakai;

50

b. diimpor sementara;c. ditimbun di tempat penimbunan berikat;d. diangkut ke tempat penimbunan sementara di kawasan pabean

lainnya;e. diangkut terus atau diangkut lanjut; atauf. diekspor kembali.

(8) Orang yang mengeluarkan barang impor dari kawasan pabean atautempat lain sebagaimana dimaksud pada ayat (6), setelah memenuhisemua ketentuan tetapi belum mendapat persetujuan pengeluaran daripejabat bea dan cukai, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesarRp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).

(9) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (5), ayat (6), dan ayat(7) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.

( Pasal terkait yaitu pasal 7A)

Penjelasan Pasal 10A :

1) Ayat 1 menegaskan harusnya pembongkaran dilaksanakan di

kawasan pabean. Dalam hal tertentu pembongkaran di

tempat lain dapat dilakukan dengan memperhatikan teknis

pembongkaran atau sebab lain atas pertimbangan kepala

kantor pabean, misalnya sarana pengangkut tidak dapat

sandar di dermaga atau alat bongkar tidak tersedia di

kawasan pabean yang telah ditentukan. Contoh

pembongkaran langsung di dermaga importir karena sifat

barang yang perlu penanganan khusus yang peralatannya

hanya dimilki oleh importir di dermaganya sendiri.

2) Ayat 2 menjelaskan dimungkinkannya pembongkaran barang

dari sarana pengangkut yang satu ke sarana pengangkut

yang lainnya, dimana hal ini dapat dilakukan di

pelabuhan yang belum dapat disandari langsung sehingga

pembongkaran dilakukan di luar pelabuhan (reede). Yang

51

dimaksud dengan jalur yang ditetapkan yaitu jalur yang

harus dilalui oleh sarana pengangkut yang meneruskan

pengangkutan dari reede ke kantor pabean.

3) Ayat 3 mengatur bahwa apabila jumlah barang yang

dibongkar kurang dari jumlah yang diberitahukan dalam

pemberitahuan pabean, pengangkut berdasarkan ketentuan

pada ayat ini dianggap telah memasukkan barang impor

tersebut ke peredaran bebas sehingga selain wajib bayar

membayar bea masuk atas barang yang kurang dibongkar

tersebut, juga dikenai sanksi administrasi berupa denda.

Sanksi ini dikenakan jika yang bersangkutan tidak dapat

membuktikan bahwa kekurangan barang yang dibongkar

tersebut bukan karena kesalahannya. Dalam hal barang

yang diangkut dalam kemasan, yang dimaksud dengan jumlah

barang yaitu jumlah kemasan.

4) Sebagaimana ayat 3, pada ayat 4 diatur bahwa apabila

jumlah barang yang dibongkar lebih dari jumlah yang

diberitahukan dalam pemberitahuan pabean, pengangkut

dikenai sanksi administrasi berupa denda. Sanksi ini

dikenakan jika yang bersangkutan tidak dapat membuktikan

bahwa kelebihan barang yang dibongkar tersebut bukan

karena kesalahannya. Sanksi atas kelebihan jumlah barang

yang dibongkar lebih tinggi daripada bila kurang

dibongkar yaitu hingga paling banyak sebesar lima ratus

juta rupiah.

5) Pada prinsipnya barang impor dapat langsung dikeluarkan

dari kawasan pabean bila kewajiban pabeannya telah

dipenuhi. Dengan demikian tidak ada ketentuan yang

52

mengharuskan suatu barang ditimbun di tempat penimbunan

sementara (TPS), meskipun pada prakteknya mayoritas

barang impor terlebih dahulu ditimbun di TPS menunggu

penyelesaian kewajiban pabeannya.

6) Ayat 6 mengatur bahwa dalam hal tertentu yaitu apabila

penimbunan di tempat penimbunan sementara tidak dapat

dilakukan seperti kongesti, kendala teknis penimbunan,

sifat barang, atau sebab lain sehingga tidak

memungkinkan barang impor ditimbun, suatu barang impor

dapat ditimbun di tempat lain yang dipersamakan dengan

TPS. Termasuk dalam pengertian ini yaitu pemberian

fasilitas penimbunan selain di tempat penimbunan

sementara dengan tujuan untuk menghindari beban biaya

penumpukan yang mungkin atau yang telah timbul selama

dalam proses pemenuhan kewajiban pabean. Ketentuan yang

berlaku pada tempat penimbunan sementara berlaku di

tempat lain yang dimaksud pada ayat ini.

7) Ayat 7 menjelaskan tentang berbagai alternatif

pengeluaran barang impor dari kawasan pabean ke tempat

lainnya. Maksud dari barang diangkut terus yaitu barang

yang diangkut dengan sarana pengangkut melalui kantor

pabean tanpa dilakukan pembongkaran terlebih dulu,

sedangkan yang dimaksud dengan barang diangkut lanjut

yaitu barang yang diangkut dengan sarana pengangkut

melalui kantor pabean dengan dilakukan pembongkaran

terlebih dahulu.

Ekspor kembali (re-ekspor) adalah pengiriman kembali

barang impor keluar daerah pabean karena sebab tertentu

53

misalnya barang ternyata tidak sesuai dengan yang

dipesan atau adanya ketentuan baru dari pemerintah

bahwa tidak boleh diimpor ke dalam daerah pabean.

8) Ayat 8 menegaskan bahwa pengeluaran barang impor dari

kawasan pabean atau tempat lainnya harus mendapatkan

izin terlebih dahulu dari bea dan cukai. Dalam hal orang

telah memenuhi kewajiban pabean, namun izin belum

diterbitkan kemudian yang bersangkutan mengeluarkan

barang dari kawasan pabean maka hal ini merupakan

pelanggaran yang diancam dengan sanksi administrasi

berupa denda.

V. Impor Untuk Dipakai dan Impor Sementara

1. Impor Untuk DipakaiSalah satu tujuan dikeluarkannya barang impor dari

kawasan pabean adalah impor untuk dipakai. Pengertian impor

dipakai adalah barang impor dikeluarkan untuk dipakai,

dikuasai atau dimiliki. Impor dipakai bermakna importir

menguasai dan memiliki barang dimana terjadi perpindahan hak

kepemilikan dari eksportirnya. Hal ini berbeda dengan impor

sementara yang mana importir tidak memiliki barang yang

diimpor dan harus mengekspor kembali barangnya. Ketentuan

tentang impor untuk dipakai tercantum pada pasal 10B.

Pasal 10B

(1) Impor untuk dipakai adalah:

54

a. memasukkan barang ke dalam daerah pabean dengan tujuanuntuk dipakai; atau

b. memasukkan barang ke dalam daerah pabean untuk dimiliki ataudikuasai oleh orang yang berdomisili di Indonesia.

(2)Barang impor dapat dikeluarkan sebagai barang impor untuk dipakaisetelah:a. diserahkan pemberitahuan pabean dan dilunasi bea masuknya;b. diserahkan pemberitahuan pabean dan jaminan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 42; atauc. diserahkan dokumen pelengkap pabean dan jaminan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 42.(3)Barang impor yang dibawa oleh penumpang, awak sarana pengangkut,

atau pelintas batas ke dalam daerah pabean pada saat kedatangannyawajib diberitahukan kepada pejabat bea dan cukai.

(4)Barang impor yang dikirim melalui pos atau jasa titipan hanya dapatdikeluarkan atas persetujuan pejabat bea dan cukai.

(5)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat(4) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.

(6)Orang yang tidak melunasi bea masuk atas barang impor sebagaimanadimaksud pada ayat (2) huruf b atau huruf c dalam jangka waktu yangditetapkan menurut Undang-Undang ini wajib membayar bea masuk yangterutang dan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 10%(sepuluh persen) dari bea masuk yang wajib dilunasi.

(Pasal terkait yaitu pasal 92A)

Penjelasan Pasal 10B :

1) Ayat 1 menjelaskan definisi impor dipakai baik secara

pengertian umum yaitu dipakai ataupun secara pengertian

khusus yaitu bilamana diimpor untuk dikuasai atau

dimiliki.

2) Ayat 2 memberikan ruang untuk pengeluaran barang impor

untuk dipakai sebelum melunasi bea masuk yang terutang

dengan menyerahkan jaminan. Namun importir wajib

menyelesaikan kewajibannya dalam jangka waktu yang

55

ditetapkan menurut Undang-Undang ini. Kemudahan ini

diberikan dengan tujuan untuk memperlancar arus barang.

3) Ayat 3 menegaskan tetap wajibnya penyerahan

pemberitahuan pabean atas impor yang dilakukan oleh

penumpang, awak sarana pengangkut, dan pelintas batas

pada saat kedatangannya.

Penumpang adalah setiap orang yang melintasi perbatasan

wilayah negara dengan menggunakan sarana pengangkut,

tetapi bukan awak sarana pengangkut dan bukan pelintas

batas.

A wak sarana pengangkut adalah setiap orang yang karena

sifat pekerjaannya harus berada dalam sarana pengangkut.

Pelintas batas adalah penduduk yang berdiam atau

bertempat tinggal dalam wilayah perbatasan negara serta

memiliki kartu identitas yang dikeluarkan oleh instansi

yang berwenang dan yang melakukan perjalanan lintas

batas di daerah perbatasan melalui pos pengawas lintas

batas.

Pemberitahuan atas impor oleh importir-importir tersebut

diatas dilakukan secara lisan atau tertulis. Hal ini

dimaksudkan untuk mengadopsi praktek pemberitahuan

secara lisan atau tertulis.

4) Pada ayat 4 yang dimaksud dengan persetujuan pejabat bea

dan cukai yaitu penetapan pejabat bea dan cukai yang

menyatakan bahwa barang tersebut telah dipenuhi

kewajiban pabean berdasarkan Undang-Undang ini.

5) Ayat 6 mengatur tentang pengenaan sanksi administrasi

berupa denda kepada importir yang memperoleh kemudahan

56

berdasarkan ketentuan pada ayat (2) huruf b atau huruf

c, yaitu mengimpor barang untuk dipakai sebelum melunasi

bea masuk dengan penyerahan jaminan, tetapi tidak

menyelesaikan kewajiban untuk membayar bea masuk menurut

jangka waktu yang ditetapkan berdasarkan Undang-Undang

ini.

Untuk mengantisipasi adanya kesalahan pemberitahuan

yang bersifat manusiawi, dibuat pasal 10C yang mengatur

dapatnya dilakukan perubahan pemberitahuan yang telah

diserahkan.

Pasal 10C

(1) Importir dapat mengajukan permohonan perubahan atas kesalahan datapemberitahuan pabean yang telah diserahkan sepanjang kesalahantersebut terjadi karena kekhilafan yang nyata.

(2)Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak apabila:a. barang telah dikeluarkan dari kawasan pabean;b. kesalahan tersebut merupakan temuan pejabat bea dan cukai; atauc. telah mendapatkan penetapan pejabat bea dan cukai.

Penjelasan Pasal 10C :

1) Kekhilafan yang nyata (honestly mistaken) adalah kesalahan

atau kekeliruan yang bersifat manusiawi dalam suatu

pemberitahuan pabean yang sering terjadi dalam bentuk

kesalahan penerapan peraturan yang seharusnya tidak

perlu terjadi, dan tidak mengandung persengketaan antara

pejabat bea dan cukai dengan pengguna jasa kepabeanan,

misalnya:

57

a.kesalahan tulis berupa kesalahan penulisan nama atau

alamat.

b.kesalahan hitung berupa kesalahan perhitungan bea

masuk atau pajak.

c.kesalahan penerapan aturan berupa ketidaktahuan adanya

perubahan peraturan, sering terjadi pada awal

berlakunya peraturan baru.

2) Penetapan pejabat bea dan cukai dapat juga merupakan

penetapan dengan menggunakan sistem komputer pelayanan,

misalnya persetujuan impor dan penetapan kekurangan bea

masuk menggunakan sistem pertukaran data elektronik

(PDE).

2. Impor SementaraTujuan lainnya pengeluaran barang impor dari kawasan

pabean adalah impor sementara. Impor sementara adalah impor

barang dimana importir tidak memiliki barang yang diimpor

dan harus mengekspor kembali barangnya. Ketentuan tentang

impor sementara tercantum pada pasal 10D.

Pasal 10D

(1)Barang impor dapat dikeluarkan sebagai barang impor sementara jikapada waktu importasinya benar-benar dimaksudkan untuk dieksporkembali paling lama 3 (tiga) tahun.

(2)Barang impor sementara sampai saat diekspor kembali berada dalampengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

(3)Barang impor sementara dapat diberikan pembebasan atau keringananbea masuk.

(4)Barang impor sementara yang diberikan keringanan bea masuk, setiapbulan dikenai bea masuk paling tinggi sebesar 5% (lima persen) dari bea

58

masuk yang seharusnya dibayar.(5)Orang yang terlambat mengekspor kembali barang impor sementara

dalam jangka waktu yang diizinkan dikenai sanksi administrasi berupadenda sebesar 100% (seratus persen) dari bea masuk yang seharusnyadibayar.

(6)Orang yang tidak mengekspor kembali barang impor sementara dalamjangka waktu yang diizinkan wajib membayar bea masuk dan dikenaisanksi administrasi berupa denda 100% (seratus persen) dari bea masukyang seharusnya dibayar.

(7)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebihlanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.

Penjelasan Pasal 10D

1) Impor sementara adalah kemudahan atas pemasukan barang

dengan tujuan tertentu, misalnya barang perlombaan;

kendaraan yang dibawa oleh wisatawan; peralatan

penelitian; peralatan yang digunakan oleh teknisi,

wartawan, dan tenaga ahli; kemasan yang dipakai

berulang-ulang; dan barang keperluan proyek yang

digunakan sementara waktu. Suatu barang dapat diberikan

kemudahan impor sementara bila yang pada saat

pengimporannya telah jelas bahwa barang tersebut akan

diekspor kembali paling lama 3 (tiga) tahun.

2) Barang impor sementara sampai saat diekspor kembali

berada dalam pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan

Cukai, karena pada hakekatnya barang impor dimaksud

belum selesai kewajiban pabeannya, terutama dari aspek

pembayaran bea masuk. Barang impor sementara diberikan

izin untuk dikeluarkan dari kawasan pabean setelah

diserahkannya jaminan atas bea masuk yang terutang.

59

3) Barang impor sementara dapat diberikan pembebasan atau

keringanan bea masuk. Pasal ini memberikan landasan

hukum pembebasan atau keringanan bea masuk, dimana bila

kemudahan yang diberikan berupa keringanan maka bea

masuk dipungut maksimum sebesar 5 % per bulan dari bea

masuk yang seharusnya dibayar. Impor sementara dengan

fasilitas keringanan bea masuk mengacu pada Istambul

convention.

4) Pasal ini merupakan pindahan dari pasal 26 ayat (1)

huruf k Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 mengingat

kemudahan pembebasan atau keringanan bea masuk atas

barang impor sementara bukan merupakan fasilitas

pembebasan atas impor untuk dipakai.

5) Ayat 5 dan 6 menegaskan adanya sanksi administrasi

berupa denda yang akan dikenakan kepada importir

bilamana tidak mematuhi ketentuan impor sementara yaitu

harus mengekspor kembali barang impor sementara sebelum

tanggal jatuh tempo.

VI. Ketentuan EksporPada pembahasan sebelumnya telah kita uraikan pasal-

pasal yang mengatur tentang ketentuan atas impor dipakai dan

impor sementara. Selanjutnya akan diuraikan ketentuan

tentang ekspor. Ketentuan tentang ekspor tercantum pada

pasal 11A

Pasal 11A

60

(1)Barang yang akan diekspor wajib diberitahukan dengan pemberitahuanpabean.

(2)Pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidakdiperlukan terhadap barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut,pelintas batas, dan barang kiriman sampai dengan batas nilai pabeandan/atau jumlah tertentu.

(3)Pemuatan barang ekspor dilakukan di kawasan pabean atau dalam haltertentu dapat dimuat di tempat lain dengan izin kepala kantor pabean.

(4)Barang yang telah diberitahukan untuk diekspor, sementara menunggupemuatannya, dapat ditimbun di tempat penimbunan sementara atautempat lain dengan izin kepala kantor pabean.

(5)Barang yang telah diberitahukan untuk diekspor sebagaimana dimaksudpada ayat (1) jika ekspornya dibatalkan wajib dilaporkan kepada pejabatbea dan cukai.

(6) Eksportir yang tidak melaporkan pembatalan ekspor sebagaimana dimaksudpada ayat (5) dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesarRp5.000.000,00 (lima juta rupiah).

(7)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat(4) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.

(Pasal yang terkait adalah pasal 102A tentang penyelundupan

ekspor).

Penjelasan Pasal 10D

1) Barang yang akan diekspor wajib diberitahukan dengan

pemberitahuan pabean. Pemberitahuan pabean yang dimaksud

adalah Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) atau dikenal

dengan BC 3.0. Pemberitahuan pabean ekspor diperlukan

untuk sarana pengawasan terhadap barang yang akan

dikeluarkan dari daerah pabean.

2) Ayat 2 mengatur tentang pengecualian atas barang ekspor

kategori barang pribadi penumpang, barang awak sarana

pengangkut, dan barang pelintas batas, serta barang

61

kiriman sampai dengan batas nilai pabean dan/atau jumlah

tertentu (pada praktiknya yang berlaku adalah barang

kiriman melalui PT Pos Indonesia dengan berat tidak

melebihi 100 kg).

3) Ayat 3 menegaskan tentang pemuatan barang ekspor dimana

pada prinsipnya pemuatan barang ekspor harus dilakukan

di kawasan pabean, namun dalam hal tertentu pemuatan

dapat dilakukan di tempat lain dengan izin kepala

kantor. Kemudahan ini diberikan khususnya untuk

memperlancar arus barang ekspor tentu dengan tetap

memperhatikan unsur pengawasan.

4) Ayat 4 mengatur bahwa barang yang telah diberitahukan

untuk diekspor, sementara menunggu pemuatannya, dapat

ditimbun di tempat penimbunan sementara atau tempat lain

dengan izin kepala kantor pabean.

5) Ayat 5 mengatur tentang dimungkinkannya adanya

pembatalan ekspor karena hal tertentu. Yang dimaksud

dengan dibatalkan yaitu dibatalkan seluruhnya atau

sebagian. Barang yang telah diberitahukan untuk

diekspor, jika ekspornya dibatalkan, seluruhnya atau

sebagian, wajib dilaporkan kepada pejabat bea dan

cukai. Eksportir yang tidak melaporkan pembatalan ekspor

dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar

Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).

62

63

Rangkuman

1. Pengangkut yang sarana pengangkutnya akan datang dariluar Daerah Pabean wajib memberitahukan pemberitahuanpabean sebelum kedatangannya. Pengangkut juga wajibmenyerahkan pemberitahuan pabean atas barang niagayang diangkutnya sebelum dilakukan pembongkaran.

2. Pengangkutan barang impor dari TPS atau TPB dengantujuan TPS atau TPB lainnya melalui darat, wajibdiberitahukan ke kantor pabean.

3. Pengangkut yang sarana pengangkutnya akan berangkatmenuju luar Daerah Pabean wajib menyerahkanpemberitahuan pabean atas barang yang diangkutnyasebelum keberangkatan sarana pengangkut.

4. Barang impor yang diangkut sarana pengangkut olehsarana pengangkut laut atau udara wajib dibongkar dikawasan pabean atau dapat dibongkar di tempat lainsetelah mendapat izin kepala kantor pabean.

5. Barang impor, sementara menunggu pengeluarannya darikawasan pabean, dapat ditimbun di TPS.

6. Impor untuk dipakai adalah memasukkan barang ke dalamdaerah pabean dengan tujuan untuk dipakai, atau untukdimiliki atau dikuasai oleh orang yang berdomisili diIndonesia. Syarat agar barang dapat dikeluarkan dengantujuan impor untuk dipakai adalah setelah diserahkanpemberitahuan pabean dan dilunasi bea masuknya .

7. Kewajiban menyerahkan pemberitahuan pabean jugadiwajibkan bagi barang impor yang dibawa penumpang,awak sarana pengangkut, dan pelintas batas.

8. Importir dapat mengajukan permohonan perubahan ataskesalahan data pemberitahuan pabean dengan syarat-syarat tertentu.

9. Barang impor dapat dikeluarkan sebagai barang imporsementara jika waktu importasinya benar-benardimaksudkan untuk diekspor kembali paling lama 3

64

Latihan

Untuk menguji pemahaman Anda terhadap materi kegiatan

belajar 3, silakan kerjakan soal-soal latihan berikut!

1. Jelaskan kewajiban pengangkut sebelum kedatangannya!

2. Jelaskan kewajiban pengangkut yang sarana

pengangkutnya datang dari luar Daerah Pabean !

3. Jelaskan kewajiban pengangkut yang datang dari luar

Daerah Pabean dalam hal pembongkaran tidak dapat

segera dilakukan!

4. Jelaskan ketentuan tentang pengangkutan barang

tertentu !

5. Jelaskan kewajiban pengangkut yang berkaitan dengan

pembongkaran barang impor !

6. Jelaskan apa yang dimaksud dengan barang impor untuk

dipakai; dan dalam hal apa barang impor dapat

dikeluarkan untuk dipakai !

7. Jelaskan pengertian penumpang, awak sarana pengangkut

dan pelintas batas!

8. Jelaskan ketentuan tentang barang penumpang, awak

sarana pengangkut dan pelintas batas !

9. Jelaskan besaran sanksi administrasi untuk orang yang

tidak melunasi bea masuk dalam jangka waktu yang

ditetapkan !

KEGIATANBELAJAR

TARIF DAN NILAI PABEAN

Dalam kegiatan belajar ini kepada Anda akan dipaparkan

mengenai tarif dan nilai pabean. Pemahaman yang baik tentang

tarif dan nilai pabean sangat penting karena pungutan impor

berupa bea masuk ditentukan dari tarif dan nilai pabean.

Pada Undang-Undang Kepabeanan kegiatan belajar ini diatur

pada Bab III.

I. Tarif dan Klasifikasi Barang

Tarif

65

Indikator Keberhasilan

Setelah mempelajari materi ini diharapkan mahasiswa mampu :Menjelaskan ketentuan penetapan tarif dan klasifikasi

barangMenjelaskan ketentuan penetapan nilai pabean

4

Sesuai dengan definisi pada pasal 1, tarif adalah

klasifikasi barang dan pembebanan bea masuk atau bea

keluar. Ketentuan tentang tarif dan klasifikasi barang pada

Undang-Undang Kepabeanan diatur pada pasal 12 sampai dengan

pasal 14.

Pasal 12

(1) Barang impor dipungut bea masuk berdasarkan tarif setinggi-tingginyaempat puluh persen dari nilai pabean untuk perhitungan bea masuk.

(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) :a. barang impor hasil pertanian tertentu;b. barang impor termasuk dalam daftar eksklusif Skedul XXI-Indonesia

pada Persetujuan Umum Mengenai tarif dan Perdagangan; danc. barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1).

(3) Pelaksanaan lebih lanjut ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.

Penjelasan Pasal 12

1) Ayat 1 mengatur bahwa besarnya tarif bea masuk

ditetapkan setinggi-tingginya empat puluh persen (40%)

termasuk bea masuk tambahan yang pada waktu disahkannya

Undang-Undang ini masih dikenakan terhadap barang-barang

tertentu. Ketentuan tarif setinggi-tingginya 40% ini

memperhatikan Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang

Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization

yaitu Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan

Dunia (WTO). Dengan tetap memperhatikan kemampuan daya

saing industri dalam negeri, kebijaksanaan umum di

66

bidang tarif harus senantiasa ditujukan untuk menurunkan

tingkat tarif yang ada dengan tujuan:

a.meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasaran

internasional;

b.melindungi konsumen dalam negeri; dan

c.mengurangi hambatan dalam perdagangan internasional

dalam rangka mendukung terciptanya perdagangan bebas.

Perlu Anda pahami bahwa tarif bea masuk tidak hanya

dikenakan menggunakan tarif persentase sebagaimana

diatur pada pasal 12 ayat 1 diatas. Terdapat beberapa

barang impor yang pengenaan tarif bea masuknya

menggunakan tarif spesifik dimana tarif dikenakan dalam

rupiah tertentu tiap satuan barang. Saat ini barang

impor yang dikenakan tarif spesifik adalah beras, gula,

minuman mengandung etil alkohol, dan film.

2) Ayat 2 mengatur tentang pengecualian atas batasan

besarnya tarif pada ayat 1, sesuai dengan Notifikasi

Indonesia pada Persetujuan Umum Mengenai Tarif dan

Perdagangan (GATT) yaitu :

a.produk pertanian tertentu sebagaimana tercantum dalam

Skedul XXI-Indonesia, tarif bea masuknya diikat pada

tingkat yang lebih tinggi dari empat puluh persen,

dengan tujuan untuk menghapus penggunaan hambatan

nontarif sehingga menjadi tarifikasi.

b.produk tertentu yang termasuk dalam daftar ekslusif

Skedul XXI-Indonesia (demi kepentingan nasional),

tarif bea masuknya tidak diikat pada tingkat tarif

67

tertentu sehingga dikecualikan dari ketentuan

pengenaan tarif maksimum sebagaimana dimaksud pada

ayat (1). Namun, dalam jangka waktu tertentu tarif

atas produk tersebut akan diturunkan sesuai dengan

ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1.

c.produk tertentu yang termasuk dalam kerangka

perjanjian internasional.

3) Ayat 3 dibuat untuk mengantisipasi perkembangan

perdagangan internasional yang demikian cepat dan dengan

tetap memperhatikan kepentingan nasional, dimana Menteri

diberi kewenangan untuk menetapkan besarnya tarif bea

masuk setiap jenis barang dan melakukan perubahan

terhadap besarnya tarif tersebut

Pasal 13(1) Bea masuk dapat dikenakan berdasarkan tarif yang besarnya berbeda

dengan yang dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) terhadap:a. barang impor yang dikenakan tarif bea masuk berdasarkan perjanjian

atau kesepakatan internasional; ataub. barang impor bawaan penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas

batas, atau barang kiriman melalui pos atau jasa titipan.(2) Tata cara pengenaan dan besarnya tarif bea masuk sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri.

Penjelasan Pasal 13 :

1) Ayat 1 butir (a) menjelaskan bahwa tarif bea masuk

dapat dikenakan berbeda dengan tarif yang berlaku umum

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1). Perlakuan

berbeda ini diberikan bilamana terdapat perjanjian atau

68

kesepakatan yang dilakukan Pemerintah Republik Indonesia

dengan pemerintah negara lain atau beberapa negara lain,

misalnya bea masuk berdasarkan Common Effective Preferential

Tariff for Asean Free Trade Area (CEPT for AFTA). Contoh lainnya

adalah adanya kesepakatan bilateral antara Indonesia

dengan Jepang yang dikenal dengan Indonesia - Japan Economic

Partnership Agreement (IJEPA). Kesepakatan-kesepakatan ini

pada prinsipnya mengarah pada penurunan tarif hingga

peniadaan bea masuk (tarif 0%) dalam skema perdagangan

bebas dunia.

2) Pada prinsipnya tarif bea masuk dikenakan untuk tiap

jenis barang yang diimpor. Ayat 1 butir (b) mengatur

tentang pengenaan tarif yang berbeda dari tarif yang

berlaku umum untuk tiap jenis barang yang diimpor untuk

barang impor bawaan penumpang, awak sarana pengangkut,

pelintas batas, dan barang kiriman melalui pos atau jasa

titipan. Cara pengenaannya misalnya dengan pengenaan

tarif rata-rata atau tarif tertinggi bilamana jenis

barang yang diimpor relatif banyak. Tujuan dari

pengenaan tarif berbeda ini dalam rangka mempermudah dan

mempercepat penyelesaian barang impor, mengingat sangat

terbatasnya waktu pelayanan dan barang-barang yang

dibawa oleh para penumpang, awak sarana pengangkut, dan

pelintas batas pada umumnya terdiri dari berbagai jenis

barang.

Klasifikasi Barang

69

Pasal 14(1) Untuk penetapan tarif bea masuk dan bea keluar, barang dikelompokkan

berdasarkan sistem klasifikasi barang.(2) Ketentuan tentang klasifikasi barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri.

Penjelasan pasal 14:

1) Untuk penetapan tarif bea masuk dan bea keluar

diperlukan pengelompokan barang secara sistematis dan

terperinci. Pengelompokan barang tidak hanya diperlukan

oleh bea dan cukai, namun juga oleh pelaku dagang,

pengangkut dan untuk keperluan data statistik. Maka

disusunlah "sistem klasifikasi barang" yaitu suatu

daftar penggolongan barang yang dibuat secara sistematis

dengan tujuan untuk mempermudah penarifan, transkasi

perdagangan, jasa pengangkutan, dan statistik.

Berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 35 Tahun 1993,

Indonesia telah menjadi contracting party dari ’International

Convention on the Harmonized Description and Coding System’ atau

sering disebut sebagai HS Convention, dimana dari buku HS

inilah disusun Buku Tarif Bea masuk Indonesia (BTBMI).

Setelah mengalami beberapa perubahan, pada tahun 2012

BTBMI yang semula hanya mencakup bea masuk berubah

menjadi Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) yang

mencakup bea masuk dan bea keluar.

2) Sebagai salah satu negara ASEAN, Indonesia bersama-sama

dengan negara anggota ASEAN memberlakukan nomenklatur

tarif untuk ASEAN sesuai kesepakatan yang tertuang

70

dalam Protocol Governing the implementation of the ASEAN Harmonized

Tariff Nomenclature (AHTN) yang mulai berlaku 1 Januari 2004.

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.

545/KMK.01/2003 tanggal 18 Desember 2003 tentang

penetapan Sistem Klasifikasi Barang Impor, menetapkan

nomenklatur tarif berdasarkan AHTN.

3) Sistem penomoran BTBMI yang kemudian diganti dengan

BTKI terdapat pada kolom pertama ‘Pos/Subpos/Pos Tarif’

yang mencatumkan nomor pos/subpos sebagai berikut:

6 (enam) digit pertama berasal dari teks HS - World

Customs Organization (HS-WCO) yang berlaku secara

internasional;

8 (delapan) digit berasal dari teks AHTN yang berlaku

di negara-negara Asean;

10 (sepuluh) digit merupakan teks Indonesia yang

berlaku untuk nasional Indonesia, kecuali :

- yang digit terakhirnya 00 (misalnya 8709.10.21.00)

berasal dari teks AHTN;

- yang digit terakhirnya 00.00 (misalnya

8709.11.00.00) berasal dari teks HS-WCO.

4) Pada ayat 2 dijelaskan bahwa besarnya prosentase tarif

barang impor ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dimana

besarnya tarif bea masuk atau bea keluar menyesuaikan

dengan perkembangan perdagangan internasional yang

demikian cepat, dengan tetap memperhatikan kepentingan

nasional.

71

II. Nilai Pabean

Nilai pabean adalah nilai yang digunakan sebagai dasar

perhitungan bea masuk. Nilai pabean digunakan untuk

menghitung bea masuk bilamana tarif bea masuknya menggunakan

tarif advalorum. Undang-Undang Kepabeanan mengatur cara

penetapan nilai pabean yang telah mengacu pada kesepakatan

internasional yaitu Agreement on Implementation of Article VII of

GATT 1994, sebagai salah satu persetujuan yang terlampir

didalam perjanjian internasional tentang pendirian badan

dunia WTO. Pada Undang-Undang Kepabeanan, ketentuan tentang

nilai pabean tercantum pasal 15.

Pasal 15(1) Nilai pabean untuk penghitungan bea masuk adalah nilai transaksi dari

barang yang bersangkutan.(2) Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan bea masuk tidak dapat

ditentukan berdasarkan nilai transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat(1), nilai pabean untuk penghitungan bea masuk ditentukan berdasarkannilai transaksi barang dari barang identik.

(3) Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan bea masuk tidak dapatditentukan berdasarkan nilai transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dan ayat (2), nilai pabean untuk penghitungan bea masuk ditentukanberdasarkan nilai transaksi dari barang serupa.

(3a) Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan bea masuk tidak dapatditentukan berdasarkan nilai transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat(1), ayat (2), dan ayat (3) nilai pabean untuk penghitungan bea masukditentukan berdasarkan ketentuan pada ayat (4) dan ayat (5) secaraberurutan, kecuali atas permintaan importir, urutan penentuan nilai pabeansebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat digunakan mendahului ayat (4).

(4) Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan bea masuk tidak dapatditentukan berdasarkan nilai transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat(1), ayat (2), dan ayat (3), nilai pabean untuk penghitungan bea masukditentukan berdasarkan metode deduksi.

72

(5) Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan bea masuk tidak dapatditentukan berdasarkan nilai transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat(1), ayat (2), ayat (3), dan metode deduksi sebagaimana dimaksud pada ayat(4), nilai pabean untuk penghitungan bea masuk ditentukan berdasarkanmetode komputasi.

(6) Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan bea masuk tidak dapatditentukan berdasarkan nilai transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat(1), ayat (2), ayat (3), metode deduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4),atau metode komputasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), nilai pabeanuntuk penghitungan bea masuk ditentukan dengan menggunakan tata carayang wajar dan konsisten dengan prinsip dan ketentuan sebagaimanadiatur pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) atau ayat (5) berdasarkandata yang tersedia di daerah pabean dengan pembatasan tertentu.

(7) Ketentuan mengenai nilai pabean untuk penghitungan bea masuk diaturlebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.

Penjelasan pasal 15:

1) Ayat 1 menegaskan tentang nilai pabean yang digunakan

untuk menghitung bea masuk adalah nilai transaksi dari

barang yang diimpor, sepanjang memenuhi syarat-syarat

tertentu. Ayat-ayat selanjutnya pada pasal ini merupakan

rincian metode penetapan nilai pabean (5 metode lainnya)

bilamana nilai transaksi barang yang diimpor tidak

dapat digunakan, sehingga total terdapat 6 (enam) metode

untuk penetapan nilai pabean. Selengkapnya 6 (enam)

metode itu adalah:

a) Metode I yaitu metode nilai transaksi barang impor

yang bersangkutan;

b) Metode II yaitu metode nilai transaksi barang

identik;

73

c) Metode III yaitu metode nilai transaksi barang

serupa;

d) Metode IV yaitu metode deduksi;

e) Metode V yaitu metode komputasi; dan

f) Metode VI, yaitu metode fallback (pengulangan) yaitu

menggunakan data yang tersedia di daerah pabean

berdasarkan prinsip-prinsip dan tatacara yang wajar

sesuai sebelumnya yang diterapkan secara fleksibel.

Yang dimaksud dengan nilai transaksi adalah harga

sebenarnya dibayar atau seharusnya dibayar oleh pembeli

kepada penjual barang yang dijual untuk diekspor ke

daerah pabean. Dalam hal terdapat biaya-biaya yang belum

termasuk dalam transaksi yang disepakati dengan penjual,

nilai transaksi harus ditambah dengan biaya-biaya

berikut ini :

(1)biaya yang dibayar oleh pembeli yang belum tercantum

dalam harga yang sebenarnya atau yang seharusnya

dibayar berupa :

- komisi dan jasa, kecuali komisi pembelian;

- biaya pengemas, yang untuk kepentingan pabean,

pengemas tersebut menjadi yang tidak terpisahkan

dengan barang yang bersangkutan;

- biaya pengepakan meliputi biaya material dan upah

tenaga kerja pengepakan;

(2)Nilai dari barang dan jasa berupa :

- material, komponen, bagian, dan barang-barang

sejenis yang terkandung dalam barang impor;

74

- peralatan, cetakan, dan barang-barang yang

sejenis yang digunakan untuk pembuatan barang

impor;

- material yang digunakan dalam pembuatan barang

impor;

- teknik, pengembangan, karya seni, desain,

perencanaan dan sketsa yang dilakukan di mana saja

di luar daerah pabean dan diperlukan untuk

pembuatan barang impor, yang dipasok secara

langsung atau tidak langsung oleh pembeli, dengan

syarat barang dan jasa tersebut: a) dipasok dengan

cuma-cuma atau dengan harga diturunkan,

b) untuk kepentingan produksi dan penjualan untuk

ekspor barang impor yang dibelinya, dan

c) harganya belum termasuk dalam harga yang

sebenarnya atau yang seharusnya dibayar dari

barang impor yang bersangkutan;

(3)royalti dan biaya lisensi yang harus dibayar oleh

pembeli secara langsung atau tidak langsung sebagai

persyaratan jual beli barang impor yang sedang

dinilai, sepanjang royalti dan biaya lisensi tersebut

belum termasuk dalam harga yang sebenarnya dibayar

atau yang seharusnya dibayar dari barang impor yang

bersangkutan;

(4)nilai setiap bagian dari hasil/pendapatan yang

diperoleh pembeli untuk disampaikan secara langsung

atau tidak langsung kepada penjual, atas penjualan,

75

pemanfaatan, atau pemakaian barang impor yang

bersangkutan;

(5)biaya transportasi barang impor yang dijual untuk

diekspor ke pelabuhan atau tempat impor di daerah

pabean;

(6)biaya pemuatan, pembongkaran, dan penanganan yang

berkaitan dengan pengangkutan barang impor ke

pelabuhan atau tempat impor di daerah pabean;

(7)biaya asuransi.

2) Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan Bea masuk

tidak dapat ditentukan berdasarkan nilai transaksi

barang impor yang bersangkutan (metode I), maka nilai

pabean untuk menghitung Bea masuk dihitung berdasarkan

nilai transaksi dari barang indentik (metode II). Dua

barang dianggap identik apabila keduanya sama dalam

segala hal, meliputi karakter fisik, kualitas, dan

reputasinya sama serta diproduksi oleh produsen yang

sama di negara yang sama, atau diproduksi oleh produsen

lain di negara yang sama.

3) Dalam hal nilai pabean untuk menghitung Bea masuk tidak

dapat ditentukan berdasarkan nilai transaksi barang

identik (metode II) , maka penghitungan Bea masuk

dihitung berdasarkan nilai transaksi dari barang serupa

(metode III). Dua barang dianggap serupa jika mempunyai

karakter fisik dan komponen material sama, berfungsi

sama, secara komersial dapat saling dipertukarkan serta

dibuat dinegara yang sama oleh produsen yang sama atau

yang berbeda.

76

4) Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan bea masuk

tidak dapat ditentukan berdasarkan nilai transaksi

barang serupa (metode III) maka, nilai pabean untuk

penghitungan bea masuk dihitung berdasarkan metode

deduksi (metode IV). Yang dimaksud dengan "metode

deduksi" adalah metode untuk menghitung nilai pabean

barang impor berdasarkan data harga dari harga pasar

dalam daerah pabean dikurangi biaya/pengeluaran, antara

lain komisi/keuntungan, transportasi, asuransi, bea

masuk, dan pajak dalam rangka impor.

5) Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan bea masuk

tidak dapat ditentukan berdasarkan metode deduksi

(metode IV) maka nilai pabean untuk penghitungan bea

masuk dihitung berdasarkan metode komputasi (metode V).

Yang dimaksud dengan "metode komputasi" adalah metode

untuk menghitung nilai pabean barang impor berdasarkan

penjumlahan bahan baku, biaya proses pembuatan, dan

biaya/pengeluaran lainnya sampai barang tersebut tiba di

pelabuhan atau tempat impor di daerah pabean.

6) Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan bea masuk

tidak dapat ditentukan berdasarkan metode I sampai

dengan metode V tersebut diatas maka nilai pabean untuk

penghitungan bea masuk dihitung dengan menggunakan tata

cara yang wajar dan konsisten dengan prinsip dan

ketentuan metode I sampai dengan metode V berdasarkan

data yang tersedia di daerah pabean dengan pembatasan

tertentu. Yang dimaksud dengan 'pembatasan tertentu’

adalah bahwa dalam perhitungan nilai pabean barang impor

77

berdasarkan ayat ini tidak diizinkan ditetapkan

berdasarkan :

(1)harga jual barang produksi dalam negeri;

(2)suatu sistem yang menentukan nilai yang lebih tinggi

apabila ada dua alternatif nilai pembanding;

(3)harga barang di pasaran dalam negeri negara

pengekspor;

(4)biaya produksi, selain nilai yang dihitung

berdasarkan metode komputasi yang telah ditentukan

untuk barang identik atau serupa;

(5)harga barang yang diekspor ke suatu negara selain ke

Daerah Pabean;

(6)harga patokan;

(7)nilai yang ditetapkan dengan sewenang-wenang atau

fiktif.

7) Metode I sampai dengan metode VI harus diterapkan secara

hierarkhi (berurutan). Jadi Metode II baru dapat

diterapkan jika Metode I tidak dapat diterapkan.

Demikian juga metode IV baru dapat diterapkan jika

Metode I, II, dan III tidak dapat diterapkan. Atas

permintaan importir, metode V dapat digunakan mendahului

penetapan berdasarkan Metode IV. Metode V hanya

digunakan bilamana antara pembeli dan penjual memiliki

hubungan istimewa (saling berhubungan).

III. Penetapan Tarif dan Nilai Pabean

1. Penetapan Tarif dan Nilai Pabean Oleh Pejabat 78

Dalam rangka menjamin hak-hak negara, DJBC diberikan

kewenangan untuk melakukan penelitian dan penetapan tarif

dan nilai pabean. Bagaimana DJBC menetapkan tarif dan nilai

pabean diatur pada pasal 16 dan 17 Undang-Undang Kepabeanan.

Pasal 16(1) Pejabat bea dan cukai dapat menetapkan tarif terhadap barang impor

sebelum penyerahan pemberitahuan pabean atau dalam waktu 30 (tigapuluh) hari sejak tanggal pemberitahuan pabean.

(2) Pejabat bea dan cukai dapat menetapkan nilai pabean barang impor untukpenghitungan bea masuk sebelum penyerahan pemberitahuan pabeanatau dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pemberitahuanpabean.

(3) Dalam hal penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat(2) mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk kecuali importirmengajukan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (1),importir wajib melunasi bea masuk yang kurang dibayar sesuai denganpenetapan.

(4) Importir yang salah memberitahukan nilai pabean untuk penghitunganbea masuk sehingga mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masukdikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 100% (seratuspersen) dari bea masuk yang kurang dibayar dan paling banyak 1000%(seribu persen) dari bea masuk yang kurang dibayar.

(5) Dalam hal penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atauayat (2) mengakibatkan kelebihan pembayaran bea masuk, pengembalianbea masuk dibayar sebesar kelebihannya.

(6) Ketentuan mengenai penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) danayat (2) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.

Penjelasan pasal 16 :

79

1) Penetapan tarif dan nilai pabean atas pemberitahuan

pabean secara self assesment hanya dilakukan dalam hal tarif

dan nilai pabean yang diberitahukan berbeda dengan tarif

yang ada dan/atau nilai pabean barang yang sebenarnya

sehingga:

(1)bea masuk kurang dibayar dalam hal tarif dan/atau

nilai pabean yang ditetapkan lebih tinggi;

(2)bea masuk lebih dibayar dalam hal tarif dan/atau

nilai pabean yang ditetapkan lebih rendah.

Dalam hal tertentu atas barang impor dilakukan penetapan

tarif dan nilai pabean untuk penghitungan bea masuk

setelah pemeriksaan fisik, tetapi sebelum diserahkan

pemberitahuan pabean. Dalam rangka memberikan kepastian

pelayanan kepada masyarakat, jika pemberitahuan pabean

sudah didaftarkan, penetapan harus sudah diberikan dalam

waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pendaftaran.

Batas waktu 30 (tiga puluh) hari dianggap cukup bagi

pejabat bea dan cukai untuk mengumpulkan informasi

sebagai dasar pertimbangan dalam melakukan penetapan.

2) Yang dimaksud dengan penetapan tarif sebelum penyerahan

pemberitahuan pabean yaitu penetapan tarif yang

dilakukan terhadap importasi tertentu secara official

assesment. Sedangkan yang dimaksud dengan penetapan nilai

pabean sebelum penyerahan pemberitahuan pabean yaitu

penetapan nilai pabean yang dilakukan terhadap importasi

tertentu seperti impor sementara, barang penumpang, atau

barang kiriman secara official assesment.

80

3) Dalam hal setelah dilakukan penelitian terdapat

kesalahan pemberitahuan yang mengakibatkan kekurangan

pembayaran bea masuk, maka importir wajib membayar

kekurangan pembayaran. Kewajiban membayar ini

dikecualikan jika importir mengajukan keberatan, namun

harus menyerahkan jaminan sebesar kekurangan pembayaran.

4) Importir yang salah memberitahukan nilai pabean untuk

menghitung Bea masuk sehingga mengakibatkan kekurangan

pembayaran Bea masuk dikenai sanksi administrasi berupa

denda paling sedikit seratus persen dan paling banyak

seribu persen dari bea masuk yang kurang dibayar. Dalam

hal penetapan tarif dan/atau nilai pabean dari Pejabat

Bea dan Cukai mengakibatkan kelebihan pembayaran bea

masuk, pengembalian bea masuk dibayar sebesar

kelebihannya.

5) Dalam hal pemberitahuan kedapatan sesuai atau benar,

pemberitahuan diterima dan dianggap telah dilakukan

penetapan oleh Pejabat Bea dan Cukai. Dalam hal tertentu

atas barang impor dilakukan penetapan tarif dan nilai

pabean untuk pemberitahuan bea masuk setelah pemeriksaan

fisik, tetapi sebelum diserahkan pemberitahuan pabean

misalnya barang kiriman melalui PT Pos Indonesia dan

barang kiriman melalui Perusahaan Jasa Titipan (PJT).

2. Penetapan Kembali Tarif dan Nilai Pabean oleh

Direktur Jenderal

81

Pasal 17(1) Direktur Jenderal dapat menetapkan kembali tarif dan nilai pabean untuk

penghitungan bea masuk dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terhitungsejak tanggal pemberitahuan pabean.

(2) Dalam hal penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbedadengan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, DirekturJenderal memberitahukan secara tertulis kepada importir untuk:a. melunasi bea masuk yang kurang dibayar; ataub. mendapatkan pengembalian bea masuk yang lebih dibayar.

(3) Bea masuk yang kurang dibayar atau pengembalian bea masuk yang lebihdibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibayar sesuai denganpenetapan kembali.

(4) Penetapan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2), apabiladiakibatkan oleh adanya kesalahan nilai transaksi yang diberitahukansehingga mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk, dikenaisanksi administrasi berupa denda paling sedikit 100% (seratus persen) daribea masuk yang kurang dibayar dan paling banyak 1000% (seribu persen)dari bea masuk yang kurang dibayar.

Penjelasan pasal 17 :

1) Pada dasarnya penetapan pejabat bea dan cukai sudah

mengikat dan dapat dilaksanakan. Akan tetapi, jika hasil

penelitian ulang atas pemberitahuan pabean atau dalam

hal pelaksanaan audit kepabeanan ditemukan adanya

kekurangan dan/atau kelebihan pembayaran bea masuk yang

disebabkan oleh kesalahan pemberitahuan tarif dan/atau

nilai pabean, Direktur Jenderal membuat penetapan

kembali. Waktu yang disediakan oleh Undang-Undang untuk

penetapan kembali adalah dua tahun terhitung sejak

tanggal Pemberitahuan Pabean. Waktu dua tahun dipandang

cukup untuk melakukan penelitian ulang, termasuk

melakukan audit kepabeanan.

82

2) Pada ayat 2 dinyatakan bahwa penetapan kembali

diterbitkan setelah adanya penetapan pejabat bea dan

cukai sebagaimana diatur pada pasal 16. Bilamana

penetapan kembali ternyata terdapat kekurangan

pembayaran maka importir harus melunasi bea masuk yang

kurang dibayar dan bilamana terdapat kelebihan

pembayaran maka importir mendapatkan pengembalian bea

masuk.

3) Pada dasarnya yang mengetahui besarnya suatu nilai

transaksi yang dilakukan hanyalah pihak penjual dan

pembeli sehingga kebenaran pemberitahuan nilai transaksi

semata-mata tergantung pada kejujuran pihak yang

bertransaksi. Oleh karena itu, kesalahan akibat

ketidakjujuran yang ditemukan dalam penelitian kembali

atau dalam pelaksanaan audit kepabeanan dikenai sanksi

administrasi berupa denda.

3. Penetapan Direktur Jenderal Sebelum Pemberitahuan

Pabean

Pasal 17ABerdasarkan permohonan, Direktur Jenderal dapat menetapkan klasifikasibarang dan nilai pabean atas barang impor sebagai dasar penghitungan beamasuk sebelum diajukan pemberitahuan pabean.

Penjelasan pasal 17A :

1) Ketentuan tentang penetapan Direktur Jenderal sebelum

diajukan pemberitahuan pabean dibuat untuk menyesuaikan

dengan praktik kepabeanan internasional yang lazim

83

dikenal sebagai Pre-Entry Classification dan Valuation Ruling. Pre-

Entry Classification adalah penetapan klasifikasi barang oleh

Direktur Jenderal terhadap importasi barang sebelum

diajukan pemberitahuan pabean atas permohonan importir,

sedangkan Valuation Ruling adalah penetapan nilai pabean

oleh Direktur Jenderal yang dibuat berdasarkan hasil

audit kepabeanan terhadap importasi barang yang telah

dan akan dilakukan oleh importir dalam jangka waktu

tertentu.

2) Kemudahan ini diberikan dalam rangka memberikan

pelayanan kepada pengguna jasa untuk tujuan

pemberitahuan pabean secara self assessment. Kemudahan ini

diberikan secara selektif kepada importir yang memiliki

kendala dalam penentuan tarif dan/atau nilai pabean atas

barang yang diimpor.

84

85

Rangkuman

1. Barang impor dipungut bea masuk berdasarkan tarif

setinggi-tingginya empat puluh persen dari nilai

pabean untuk perhitungan Bea masuk. Didalam

sistem tarif advalorum, besaran bea masuk

ditentukan oleh besaran tarif bea masuk dikalikan

dengan nilai pabean.

2. Untuk penetapan tarif bea masuk, barang

dikelompokkan berdasarkan sistem klasifikasi

barang. Sistem klasifikasi barang yang digunakan

tercantum dalam Buku Tarif Kepabeanan Indonesia

(BTKI). BTKI disusun berdasarkan ’Harmonized

Description and Coding System’ (HS).

3. Terdapat 6 (enam) metode untuk penetapan nilai

pabean. Ketentuan ini diadopsi dari Agreement on

Implementation of Article VII of the GATT 1994.

4. Pejabat Bea dan Cukai berwenang menetapkan tarif

dan nilai pabean atas barang impor dalam jangka

waktu sebelum atau 30 (tiga puluh) hari sejak

tanggal Pemberitahuan Pabean. Jika penetapan

dimaksud dikarenakan adanya kesalahan nilai

transaksi, selain diwajibkan membayar kekurangan

bea masuk, juga dikenai sanksi administrasi

sebesar 100% sampai dengan 1000% dari bea masuk

yang kurang dibayar.

5. Direktur Jenderal Bea dan Cukai berwenang

86

Latihan

Untuk menguji pemahaman Anda terhadap materi kegiatan

belajar 4, silakan kerjakan soal-soal latihan berikut!

1. Jelaskan perbedaan cara penghitungan bea masuk

dengan menggunakan tarif spesifik dan tarif

advalorum !

2. Jelaskan sistem klasifikasi barang yang berlaku

sekarang ini !

3. Jelaskan metode-metode penetapan nilai pabean !

4. Jelaskan akibat penetapan tarif dan nilai pabean

oleh Pejabat Bea dan Cukai dalam hal terjadi

kekurangan atau kelebihan pembayaran Bea masuk !

5. Jelaskan kewenangan Direktur Jenderal Bea dan Cukai

didalam menetapkan kembali tarif dan nilai pabean

KEGIATANBELAJAR

BEA MASUK ANTI DUMPING, BEAMASUK IMBALAN, BEA MASUK

TINDAKAN PENGAMANAN DAN BEA MASUKPEMBALASAN

Pada bab ini kepada Anda akan diuraikan mengenai Bea

masuk Anti dumping, Bea masuk imbalan, Bea masuk tindak

pengamanan dan Bea masuk pembalasan. Pada Undang-Undang

Kepabeanan kegiatan belajar ini diatur pada Bab IV.

87

Indikator Keberhasilan

Setelah mempelajari materi ini diharapkan mahasiswa mampu :Menjelaskan bea masuk anti dumping,Menjelaskan bea masuk imbalan,Menjelaskan bea masuk tindakan pengamanan,Menjelaskan bea masuk pembalasan.

5

I. Bea Masuk Anti Dumping

Pasal 18

Bea masuk Antidumping dikenakan terhadap barang impor dalam hal :a. harga ekspor dari barang tersebut lebih rendah dari nilai normalnya; danb. impor barang tersebut :

1. menyebabkan kerugian terhadap industri dalam negeri yangmemproduksi barang sejenis dengan barang tersebut;

2. mengancam terjadinya kerugian terhadap industri dalamnegeri yang memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut; dan

3. menghalangi pengembangan industri barang sejenis di dalam negeri.

Pasal 19(1) Bea masuk Antidumping dikenakan terhadap barang impor sebagaimanadimaksud dalam Pasal 18 setinggi-tingginya sebesar selisih antara nilai normaldengan harga ekspor dari barang tersebut.(2) Bea masuk Antidumping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakantambahan dari Bea masuk yang dipungut berdasarkan Pasal 12 ayat (1).

Penjelasan pasal 18 dan 19 :

1) Yang dimaksud dengan "harga ekspor" adalah harga yang

sebenarnya dibayar atau akan dibayar untuk barang yang

diekspor ke Daerah Pabean Indonesia. Dalam hal diketahui

adanya hubungan antara importir dan eksportir atau pihak

ketiga, atau karena alasan tertentu harga ekspor

diragukan kebenarannya, harga ekspor ditetapkan

berdasarkan :

- harga dari barang impor dimaksud yang dijual

kembali untuk pertama kali kepada pembeli yang bebas;

atau

88

- harga yang wajar, dalam hal tidak terdapat

penjualan kembali kepada pembeli yang bebas atau tidak

dijual kembali dalam kondisi seperti pada waktu

diimpor.

Yang dimaksud dengan "nilai normal" adalah harga yang

sebenarnya dibayar atau akan dibayar untuk barang

sejenis dalam perdagangan pada umumnya di pasar domestik

negara pengekspor untuk tujuan konsumsi. Dalam hal

tidak terdapat barang sejenis yang dijual di pasar

domestik negara pengekspor atau volume penjualan di

pasar domestik negara pengekspor relatif kecil sehingga

tidak dapat digunakan sebagai pembanding, nilai normal

ditetapkan berdasarkan:

- harga tinggi barang sejenis yang diekspor ke

negara ketiga; atau

- harga yang dibentuk dari penjumlahan biaya produksi,

biaya administrasi, biaya penjualan, dan laba yang

wajar (constructed value).

2) Yang dimaksud dengan "barang sejenis" adalah barang yang

identik atau sama dalam segala hal dengan barang impor

dimaksud atau barang yang memiliki karakteristik fisik,

teknik, atau kimiawi menyerupai barang impor dimaksud.

II. Bea masuk Imbalan

Pasal 21

Bea masuk Imbalan dikenakan terhadap barang impor dalam hal :

89

a. ditemukan adanya subsidi yang diberikan di negara pengekspor terhadapbarang tersebut; dan

b. impor barang tersebut :1. menyebabkan kerugian terhadap industri dalam negeri yang

memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut;2. mengancam terjadinya kerugian terhadap industri dalam negeri yang

memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut; atau3. menghalangi pengembangan industri barang sejenis di dalam negeri.

Pasal 22

(1) Bea masuk Imbalan dikenakan terhadap barang impor sebagaimanadimaksud dalam Pasal 21 setinggi-tingginya sebesar selisih antara subsididengan :a. biaya permohonan, tanggungan atau pungutan lain yang dikeluarkan

untuk memperoleh subsidi; dan/ataub. pungutan yang dikenakan pada saat ekspor untuk mengganti subsidi

yang diberikan kepada barang ekspor tersebut.(2) Bea masuk Imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan

tambahan dari Bea masuk yang dipungut berdasarkan Pasal 12 ayat (1).

Penjelasan Pasal 21 dan 22 :

Yang dimaksud dengan "subsidi" adalah :

(1)Setiap bantuan keuangan yang diberikan oleh

pemerintah atau badan-badan Pemerintah baik langsung

maupun tidak langsung kepada perusahaan, industri,

kelompok industri, atau eksportir; atau

(2)setiap bentuk dukungan terhadap pendapatan atau harga

yang diberikan secara langsung atau tidak langsung

untuk meningkatkan ekspor atau menurunkan impor dari

atau ke negara yang bersangkutan.

90

III. Bea masuk Tindakan Pengamanan

Pasal 23A

Bea masuk tindakan pengamanan dapat dikenakan terhadap barang impordalam hal terdapat lonjakan barang impor baik secara absolut maupun relatifterhadap barang produksi dalam negeri yang sejenis atau barang yang secaralangsung bersaing, dan lonjakan barang impor tersebut:a. menyebabkan kerugian serius terhadap industri dalam negeri yang

memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut dan/atau barangyang secara langsung bersaing; atau

b. mengancam terjadinya kerugian serius terhadap industri dalam negeriyang memproduksi barang sejenis dan/atau barang yang secara langsungbersaing.

Pasal 23B(1) Bea masuk tindakan pengamanan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 23A paling tinggi sebesar jumlah yang dibutuhkan untuk mengatasikerugian serius atau mencegah ancaman kerugian serius terhadap industridalam negeri.

(2) Bea masuk tindakan pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)merupakan tambahan dari bea masuk yang dipungut berdasarkan Pasal 12ayat (1).

Penjelasan Pasal 23A dan 23B :

1) Yang dimaksud dengan bea masuk tindakan pengamanan

(safeguard) yaitu bea masuk yang dipungut sebagai akibat

tindakan yang diambil pemerintah untuk memulihkan

kerugian serius dan/atau mencegah ancaman kerugian

serius terhadap industri dalam negeri sebagai akibat

dari lonjakan impor barang sejenis atau barang yang

secara langsung merupakan saingan hasil industri dalam

91

negeri dengan tujuan agar industri dalam negeri yang

mengalami kerugian serius dan/atau ancaman kerugian

serius tersebut dapat melakukan penyesuaian struktural.

2) Pengertian kerugian serius pada pasal ini adalah

kerugian nyata yang diderita oleh industri dalam negeri.

Kerugian tersebut harus didasarkan pada (shall be based on)

fakta-fakta bukan didasarkan pada tuduhan, dugaan, atau

perkiraan.

3) Dalam hal tindakan pengamanan telah ditetapkan dalam

bentuk kuota (pembatasan impor), maka bea masuk tindakan

pengamanan tidak harus dikenakan.

IV. Bea Masuk Pembalasan

Pasal 23C

(1)Bea masuk pembalasan dikenakan terhadap barang impor yang berasaldari negara yang memperlakukan barang ekspor Indonesia secaradiskriminatif.

(2)Bea masuk pembalasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakantambahan bea masuk yang dipungut berdasarkan Pasal 12 ayat (1).

Penjelasan Pasal 23C :

Bea masuk pembalasan dikenakan dalam hal barang ekspor

Indonesia diperlakukan secara tidak wajar oleh suatu negara

misalnya dengan pembatasan, larangan, atau pengenaan

tambahan bea masuk. Bilamana terjadi hal demikian maka

barang-barang dari negara yang bersangkutan dapat dikenai

tarif yang besarnya berbeda dengan tarif yang dimaksud 92

dalam Pasal 12 ayat (1).

V. Pengaturan dan Penetapan

Pasal 23D

(1) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pengenaan bea masukantidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, danbea masuk pembalasan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

(2) Besar tarif bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuktindakan pengamanan, dan bea masuk pembalasan sebagaimanadimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.

93

94

Rangkuman

1) Bea masuk Antidumping dikenakan terhadap barang

impor dalam hal harga ekspor dari barang tersebut

lebih rendah dari nilai normalnya dan impor barang

tersebut menyebabkan kerugian terhadap

industri dalam negeri yang memproduksi barang

sejenis dengan barang tersebut; mengancam

terjadinya kerugian terhadap industri

dalam negeri yang memproduksi barang sejenis

dengan barang tersebut; atau menghalangi

pengembangan industri barang sejenis di dalam

negeri.

2) Bea masuk Imbalan dikenakan terhadap barang impor

dalam hal ditemukan adanya subsidi yang diberikan

di negara pengekspor terhadap barang tersebut; dan

impor barang tersebut menyebabkan kerugian

terhadap industri dalam negeri yang memproduksi

barang sejenis dengan barang tersebut; mengancam

terjadinya kerugian terhadap industri dalam negeri

yang memproduksi barang sejenis dengan barang

tersebut; atau menghalangi pengembangan industri

barang sejenis di dalam negeri.

3) Bea masuk tindakan pengamanan dikenakan terhadap

barang impor dalam hal terdapat lonjakan barang

impor baik secara absolut maupun relatif terhadap

barang produksi dalam negeri yang sejenis atau

95

Latihan

Untuk menguji pemahaman Anda terhadap materi kegiatan

belajar 4, silakan kerjakan soal-soal latihan berikut!

1. Jelaskan pengertian bea masuk anti dumping dan

jelaskan dalam hal apa bea masuk anti dumping

dikenakan atas barang impor !

2. Jelaskan alasan pengenaan bea masuk imbalan !

3. Jelaskan pengertian ‘harga normal’ dan ‘ subsidi’

dalam pengenaan bea masuk imbalan!

4. Jelaskan besaran bea masuk anti dumping dan bea masuk

imbalan !

5. Jelas alasan pengenaan bea masuk tindakan pengamanan

(safe guard tariff) !

KEGIATANBELAJAR

TIDAK DIPUNGUT, PEMBEBASAN,KERINGANAN, DAN PENGEMBALIAN BEA

MASUK

Pada bab ini materi yang akan diuraikan kepada Anda

berkaitan dengan tidak dipungutnya bea masuk, diberikannya

pembebasan bea masuk, diberikannya pembebasan atau

keringanan bea masuk, dan pengembalian bea masuk. Pada

Undang-Undang Kepabeanan kegiatan belajar ini diatur pada

Bab V.

96

Indikator Keberhasilan

Diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan:Tidak dipungutnya bea masuk,Diberikannya pembebasan bea masuk,Diberikannya pembebasan atau keringanan bea masuk, Diberikannya pengembalian bea masuk.

6

I. Bea Masuk Tidak Dipungut

Pasal 24

Barang yang dimasukkan ke Daerah Pabean untuk diangkut terus ataudiangkut lanjut ke luar Daerah Pabean tidak dipungut Bea masuk.

Penjelasan pasal 24 :

1) Pada dasarnya barang dari luar daerah pabean sejak

memasuki daerah pabean sudah terutang Bea masuk. Namun,

mengingat barang tersebut tidak diimpor untuk dipakai,

barang tersebut tidak dipungut Bea masuk.

2) Yang dimaksud dengan ‘barang diangkut terus’ adalah

barang impor yang diangkut melalui Kantor Pabean tanpa

melalui suatu pembongkaran terlebih dahulu. Sedangkan

yang dimaksud dengan ‘barang diangkut lanjut’ adalah

barang impor yang diangkut melalui suatu Kantor Pabean

melalui pembongkaran terlebih dahulu.

3) Sebagai contoh barang A diangkut oleh kapal berbendera

Singapura singgah di pelabuhan Tanjung Priok, kemudian

barang A diangkut terus oleh kapal berbendera Singapura

tersebut ke Australia. Atas barang A tersebut terhutang

bea masuk saat dimasukkan ke daerah pabean, namun tidak

dipungut bea masuk karena tidak digunakan untuk dipakai

di dalam daerah pabean, maka atas barang tersebut tidak

dipungut bea masuk.

97

II. Pembebasan Bea masuk

Pasal 25

(1) Pembebasan bea masuk diberikan atas impor:a. barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang

bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;b. barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang

bertugas di Indonesia;c. buku ilmu pengetahuan;d. barang kiriman hadiah/hibah untuk keperluan ibadah

untuk umum, amal, sosial, kebudayaan atau untuk kepentinganpenanggulangan bencana alam;

e. barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lainsemacam itu yang terbuka untuk umum serta barang untuk konservasialam;

f. barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmupengetahuan;

g. barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacatlainnya;

h. persenjataan, amunisi, perlengkapan militer dan kepolisian, termasuksuku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dankeamanan negara;

i. barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barangbagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;

j. barang contoh yang tidak untuk diperdagangkan;k. peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;l. barang pindahan;m. barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas,

dan barang kiriman sampai batas nilai pabean dan/atau jumlahtertentu;

n. obat-obatan yang diimpor dengan menggunakan anggaranpemerintah yang diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat;

o. barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan,dan pengujian;

p. barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam

98

kualitas yang sama dengan kualitas pada saat diekspor;q. bahan terapi manusia, pengelompokan darah, dan bahan penjenisan

jaringan.(2) Dihapus.(3) Ketentuan tentang pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri.(4) Orang yang tidak memenuhi ketentuan tentang pembebasan bea masuk

yang ditetapkan menurut Undang-Undang ini wajib membayar bea masukyang terutang dan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesarpaling sedikit 100% (seratus persen) dari bea masuk yang seharusnyadibayar dan paling banyak 500% (lima ratus persen) dari bea masuk yangseharusnya dibayar.

(Pasal yang terkait yaitu pasal 34 tentang tanggung jawab

bea masuk)

Penjelasan pasal 25 :

1) Pembebasan bea masuk pada pasal ini adalah peniadaan

pembayaran Bea masuk yang diwajibkan sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang Kepabeanan. Pembebasan Bea

masuk yang diberikan dalam ketentuan pasal 25 Undang-

Undang Kepabeanan ini adalah pembebasan yang bersifat

mutlak, dalam arti bea masuk mutlak diberikan sepanjang

importir adalah mereka yang berhak sebagaimana diatur

Undang-Undang dan memenuhi prosedur yang ditetapkan.

2) Ayat 1 menjelaskan kategori barang impor yang

mendapatkan pembebasan, yaitu :

(1)Huruf a: Yang dimaksud dengan barang perwakilan

negara asing beserta para pejabatnya yaitu barang

milik atau untuk keperluan perwakilan negara asing

tersebut, termasuk pejabat pemegang paspor diplomatik 99

dan keluarganya di Indonesia. Pembebasan tersebut

diberikan apabila negara yang bersangkutan memberikan

perlakuan yang sama terhadap diplomat Indonesia.

(2)Huruf b: Yang dimaksud dengan barang untuk keperluan

badan internasional beserta pejabatnya yaitu milik

atau untuk keperluan badan internasional yang diakui

dan terdaftar pada Pemerintah Indonesia, termasuk

para pejabatnya yang ditugaskan di Indonesia.

Pembebasan ini tidak diberikan kepada pejabat badan

internasional yang memegang paspor Indonesia.

(3)Huruf c: Pembebasan bea masuk diberikan berdasarkan

rekomendasi dari kementerian terkait terhadap buku-

buku yang bertujuan untuk meningkatkan ilmu

pengetahuan dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa.

(4)Huruf d: Yang dimaksud barang keperluan ibadah untuk

umum yaitu barang-barang yang semata-mata digunakan

untuk keperluan ibadah dari setiap agama yang diakui

di Indonesia.

Yang dimaksud dengan barang keperluan amal dan sosial

yaitu barang yang semata-mata ditujukan untuk

keperluan amal dan sosial dan tidak mengandung unsur

komersial, seperti bantuan untuk bencana alam atau

pemberantasan wabah penyakit.

Yang dimaksud dengan barang untuk keperluan

kebudayaan yaitu barang yang ditujukan untuk

meningkatkan hubungan kebudayaan antarnegara.

100

Pembebasan bea masuk diberikan berdasarkan

rekomendasi dari kementerian terkait.

(5)Huruf e: pengertian terbuka untuk umum berarti tempat

yang terbuka untuk dikunjungi masyarakat dengan

karakteristik sebagaimana museum dan kebun binatang.

(6)Huruf f: Yang dimaksud dengan barang untuk keperluan

penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan yaitu

barang atau peralatan yang digunakan untuk melakukan

penelitian/riset atau percobaan guna peningkatan atau

pengembangan suatu penemuan dalam bidang ilmu

pengetahuan dan teknologi. Pembebasan bea masuk

diberikan berdasarkan rekomendasi dari kementerian

terkait.

(7)Huruf g: diberikan pembebasan atas dasar kemanusiaan

(8)Huruf h dan i: diberikan pembebasan atas dasar untuk

mendukung pertahanan dan keamanan nasional.

(9)Huruf j: Yang dimaksud dengan barang contoh yaitu

barang yang diimpor khusus sebagai contoh, antara

lain untuk keperluan produksi (prototipe) dan pameran

dalam jumlah dan jenis yang terbatas, baik tipe

maupun merek.

(10) Huruf k: peti atau kemasan yang dibebaskan adalah

yang pada peti atau kemasan tersebut berisi jenazah

atau abu jenazah.

(11) Huruf l: Yang dimaksud dengan barang pindahan

yaitu barang-barang keperluan rumah tangga milik

101

orang yang semula berdomisili di luar negeri,

kemudian dibawa pindah ke dalam negeri.

(12) Huruf m: Yang dimaksud dengan barang pribadi

penumpang, awak sarana pengangkut, dan pelintas batas

yaitu barang-barang yang dibawa oleh mereka

sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 10B ayat

(3), sedangkan barang kiriman yaitu barang yang

dikirim oleh pengirim tertentu di luar negeri kepada

penerima tertentu di dalam negeri.

(13) Huruf n: anggaran pemerintah berarti telah

dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN)..

(14) Huruf o: Yang dimaksud dengan perbaikan yaitu

penanganan barang yang rusak, usang, atau tua dengan

mengembalikannya pada keadaan semula tanpa mengubah

sifat hakikinya.

Yang dimaksud dengan pengerjaan yaitu penanganan

barang, selain perbaikan tersebut di atas, juga

mengakibatkan peningkatan harga barang dari segi

ekonomis tanpa mengubah sifat hakikinya.

Pengujian meliputi pemeriksaan barang dari segi

teknik dan menyangkut mutu serta kapasitasnya sesuai

dengan standar yang ditetapkan.

Pembebasan atau keringanan dalam hal ini hanya dapat

diberikan terhadap barang dalam keadaan seperti pada

waktu diekspor, sedangkan atas bagian yang diganti

102

atau ditambah dan biaya perbaikan tetap dikenakan bea

masuk.

(15) Huruf p: Pembebasan bea masuk dapat diberikan

terhadap barang setelah diekspor, diimpor kembali

tanpa mengalami proses pengerjaan atau penyempurnaan

apapun, seperti barang yang dibawa oleh penumpang ke

luar negeri, barang keperluan pameran, pertunjukan,

atau perlombaan.

Terhadap barang yang diekspor untuk kemudian karena

suatu hal diimpor kembali dalam keadaan yang sama

dengan ketentuan segala fasilitas yang pernah

diterimanya dikembalikan.

(16) Huruf q: Bahan terapi manusia, pengelompokan

darah, dan bahan penjenisan jaringan yaitu:

- bahan terapi yang berasal dari manusia, yaitu darah

manusia serta turunannya (derivatif) seperti darah

seluruhnya, plasma kering albumin, gamaglobulin,

fibrinogen serta organ tubuh.

- bahan pengelompokkan darah yang berasal dari

manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, atau sumber

lain.

- bahan penjenisan jaringan yang berasal dari

manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, atau sumber

lain.

3) Ayat 3 memberikan wewenang kepada Menteri untuk mengatur

lebih lanjut persyaratan dan tata cara yang harus

103

dipenuhi guna memperoleh pembebasan berdasarkan pasal

ini.

4) Ayat (4): Yang dimaksud dengan tidak memenuhi ketentuan

antara lain digunakan tidak sesuai dengan tujuan dan

persyaratan yang ditetapkan, seperti fasilitas

pembebasan bea masuk atas impor barang contoh yang tidak

untuk diperdagangkan, tetapi pada kenyataannya

diperdagangkan. Pelanggaran atas ketentuan tentang

pembebasan ini ditemukan pada pengawasan, penelitian

kembali, dan/atau pelaksanaan audit kepabeanan.

III. Pembebasan Atau Keringanan Bea masuk

Pasal 26(1) Pembebasan atau keringanan bea masuk dapat diberikan atas impor:

a. barang dan bahan untuk pembangunan dan pengembangan industridalam rangka penanaman modal;

b. mesin untuk pembangunan dan pengembangan industri; c. barang dan bahan dalam rangka pembangunan dan pengembangan

industri untuk jangka waktu tertentu;d. peralatan dan bahan yang digunakan untuk mencegah pencemaran

lingkungan;e. bibit dan benih untuk pembangunan dan pengembangan industri

pertanian, peternakan, atau perikanan;f. hasil laut yang ditangkap dengan sarana penangkap yang telah

mendapat izin;g. barang yang mengalami kerusakan, penurunan mutu, kemusnahan,

atau penyusutan volume atau berat karena alamiah antara saat

104

diangkut ke dalam daerah pabean dan saat diberikan persetujuanimpor untuk dipakai;

h. barang oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang ditujukanuntuk kepentingan umum;

i. barang untuk keperluan olahraga yang diimpor oleh induk organisasiolahraga nasional;

j. barang untuk keperluan proyek pemerintah yang dibiayai denganpinjaman dan/atau hibah dari luar negeri;

k. barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada baranglain dengan tujuan untuk diekspor.

(2) Dihapus.(3) Ketentuan mengenai pembebasan atau keringanan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri.(4) Orang yang tidak memenuhi ketentuan pembebasan atau keringanan bea

masuk yang ditetapkan menurut Undang-Undang ini wajib membayar beamasuk yang terutang dan dikenai sanksi administrasi berupa dendasebesar paling sedikit 100% (seratus persen) dari bea masuk yangseharusnya dibayar dan paling banyak 500% (lima ratus persen) dari beamasuk yang seharusnya dibayar.

Penjelasan pasal 26 :

1) Pembebasan bea masuk yang dimaksud dalam pasal ini yaitu

pembebasan yang relatif, dalam arti bahwa pembebasan

yang diberikan didasarkan pada beberapa persayaratan dan

tujuan tertentu, sehingga terhadap barang impor dapat

diberikan pembebasan atau hanya keringanan bea masuk.

Yang dimaksud dengan keringanan bea masuk adalah

pengurangan sebagian pembayaran bea masuk yang

diwajibkan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.

2) Ayat 1 menjelaskan kategori barang impor yang

mendapatkan pembebasan atau keringanan, yaitu :

105

(1)Huruf a: Yang dimaksud dengan penanaman modal pada

huruf ini yaitu penanaman modal asing dan penanaman

modal dalam negeri sebagaimana ditetapkan dalam

peraturan perUndang-Undangan yang berlaku.

(2)Huruf b: Yang dimaksud dengan mesin untuk pembangunan

dan pengembangan industri yaitu setiap mesin,

permesinan, alat perlengkapan instalasi pabrik,

peralatan, atau perkakas yang digunakan untuk

pembangunan dan pengembangan industri.

Pengertian pembangunan dan pengembangan industri

meliputi pendirian perusahaan atau pabrik baru serta

perluasan (diversifikasi) hasil produksi,

modernisasi, rehabilitasi untuk tujuan peningkatan

kapasitas produksi dari perusahaan atau pabrik yang

telah ada.

(3)Huruf c: Yang dimaksud dengan barang dan bahan yaitu

semua barang atau bahan, tidak melihat jenis dan

komposisinya, yang digunakan sebagai bahan atau

komponen untuk menghasilkan barang jadi, sedangkan

batas waktu akan diatur dalam keputusan

pelaksanaannya.

(4)Huruf d: yang diberikan kemudahan ini meliputi

barang-barang yang digunakan untuk mencegah

pencemaran lingkungan.

(5)Huruf e: Yang dimaksud dengan bibit dan benih yaitu

segala jenis tumbuh-tumbuhan atau hewan yang diimpor

dengan tujuan benar-benar untuk dikembangbiakkan

106

lebih lanjut dalam rangka pengembangan bidang

pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, atau

perikanan.

(6)Huruf f: Yang dimaksud dengan hasil laut yaitu semua

jenis tumbuhan laut, ikan atau hewan laut yang layak

untuk dimakan seperti ikan, udang, kerang, dan

kepiting yang belum atau sudah diolah dalam sarana

penangkap yang bersangkutan.

Yang dimaksud dengan sarana penangkap yaitu satu atau

sekelompok kapal yang mempunyai peralatan untuk

menangkap atau mengambil hasil laut, termasuk juga

yang mempunyai peralatan pengolahan.

Yang dimaksud dengan sarana penangkap yang telah

mendapat izin yaitu sarana penangkap yang berbendera

Indonesia atau berbendera asing yang telah memperoleh

izin dari Pemerintah Indonesia untuk melakukan

penangkapan atau pengambilan hasil laut.

(7)Huruf g: Dalam transaksi perdagangan kemungkinan

adanya perubahan kondisi barang sebelum barang

diterima oleh pembeli dapat saja terjadi. Sedangkan

prinsip pemungutan bea masuk dalam Undang-Undang ini

diterapkan atas semua barang yang diimpor untuk

dipakai sehingga, apabila terjadi perubahan kondisi

(kerusakan, penurunan mutu, kemusnahan, atau

penyusutan volume atau berat karena sebab alamiah),

barang tersebut tidak sepenuhnya dapat dipakai atau

memberikan manfaat sebagaimana diharapkan, wajar

107

apabila barang yang mengalami perubahan kondisi

sebagaimana diuraikan di atas tidak sepenuhnya

dipungut bea masuk. Oleh karena itu pembatasan pada

saat kapan terjadinya perubahan kondisi barang

tersebut, yaitu antara waktu pengangkutan dan

diberikannya persetujuan impor untuk dipakai.

(8)Huruf h: Yang dimaksud dengan kepentingan umum yaitu

kepentingan masyarakat yang tidak mengutamakan

kepentingan di bidang keuangan, misalnya proyek

pemasangan lampu jalan umum.

(9)Huruf i, j : Cukup jelas.

(10) Huruf k : misalnya barang yang diimpor

selanjutnya dipasang atau dirakit pada kendaraan

bermotor untuk tujuan ekspor.

3) Ayat 3 memberikan wewenang kepada Menteri untuk mengatur

lebih lanjut persyaratan dan tata cara yang harus

dipenuhi guna memperoleh pembebasan atau keringanan

berdasarkan pasal ini.

4) Ayat 4: Yang dimaksud dengan tidak memenuhi ketentuan

antara lain digunakan tidak sesuai dengan tujuan dan

persyaratan yang ditetapkan, seperti fasilitas

keringanan bea masuk atas impor barang untuk mesin

industri, tetapi pada kenyataannya diperdagangkan.

Pelanggaran atas ketentuan tentang pembebasan ini

ditemukan pada pengawasan, penelitian kembali, dan/atau

pelaksanaan audit kepabeanan.

108

IV. Pengembalian Bea masuk

Pasal 27

(1) Pengembalian dapat diberikan terhadap seluruh atau sebagian bea masukyang telah dibayar atas:a. kelebihan pembayaran bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal

16 ayat (5), Pasal 17 ayat (3), atau karena kesalahan tata usaha;b. impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26;c. impor barang yang oleh sebab tertentu harus diekspor kembali atau

dimusnahkan di bawah pengawasan pejabat bea dan cukai;d. impor barang yang sebelum diberikan persetujuan impor untuk dipakai

kedapatan jumlah yang sebenarnya lebih kecil daripada yang telahdibayar bea masuknya, cacat, bukan barang yang dipesan, atauberkualitas lebih rendah; atau

e. kelebihan pembayaran bea masuk akibat putusan Pengadilan Pajak.(2) Ketentuan tentang pengembalian bea masuk sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.

Penjelasan pasal 27:

1) Pengertian pengembalian adalah bea masuk yang telah

dibayarkan dan masuk ke kas negara karena alasan

tertentu yang diatur Undang-Undang selanjutnya

dikembalikan kepada pembayar bea masuk.

2) Pengembalian Bea masuk dapat diberikan terhadap seluruh

atau sebagian Bea masuk yang telah dibayar atas :

a) kesalahan tata usaha antara lain adalah kesalahan

tulis, kesalahan hitung, atau kesalahan pencantuman

tarif.

b) kelebihan pembayaran Bea masuk yang disebabkan

penetapan Pejabat Bea dan Cukai tentang tarif dan

109

nilai pabean (Pasal 16 ayat (5) Undang-Undang

Kepabeanan) dan Penetapan Kembali oleh Direktur

Jenderal Bea dan Cukai tentang tarif dan nilai pabean

( Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Kepabeanan);

c) impor barang sebagaimana yang setelah dibayar Bea

masuk-nya kemudian mendapat fasilitas pembebasan Bea

masuk (pasal 25 Undang-Undang Kepabeanan) atau

pembebasan atau keringanan Bea masuk (pasal 26

Undang-Undang Kepabeanan) ;

d) impor barang yang oleh sebab tertentu harus diekspor

kembali atau dimusnahkan di bawah pengawasan Pejabat

Bea dan Cukai. Yang dimaksud dengan "sebab tertentu"

pada ayat ini adalah bahwa hal tersebut bukan

merupakan kehendak importir, melainkan disebabkan

oleh adanya kebijaksanaan Pemerintah yang

mengakibatkan barang yang telah diimpor tidak dapat

dimasukkan ke dalam Daerah Pabean sehingga harus

diekspor kembali atau dimusnahkan dibawah pengawasan

Pejabat Bea dan Cukai dalam kondisi yang sama.

e) impor barang yang sebelum diberikan persetujuan impor

untuk dipakai kedapatan jumlah yang sebenarnya lebih

kecil daripada yang telah dibayar bea masuknya,

cacat, bukan barang yang dipesan, atau berkualitas

lebih rendah.

f) kelebihan pembayaran Bea masuk sebagai akibat putusan

lembaga banding (Pengadilan Pajak).

110

111

Rangkuman

1) Barang yang dimasukkan ke dalam Daerah Pabean untuk

diangkut terus atau diangkut lanjut ke luar Daerah

Pabean tidak dipungut Bea masuk. Alasannya adalah

meskipun pada dasarnya barang dari luar Daerah

Pabean sejak memasuki Daerah Pabean sudah terutang

Bea masuk, namun mengingat barang tersebut tidak

diimpor untuk dipakai, barang tersebut tidak

dipungut Bea masuk.

2) Pembebasan Bea masuk diberikan berdasarkan ketentuan

pasal 25 Undang-Undang Kepabeanan. Yang dimaksud

dengan "pembebasan Bea masuk" adalah peniadaan

pembayaran Bea masuk yang diwajibkan sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang Kepabeanan.

3) Yang dimaksud dengan "keringanan Bea masuk" adalah

pengurangan sebagian pembayaran Bea masuk yang

diwajibkan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

Kepabeanan.

4) Pembebasan relatif yaitu pembebasan yang diberikan

didasarkan pada beberapa persyaratan dan tujuan

112

Latihan

Untuk menguji pemahaman Anda terhadap materi

kegiatan belajar 6, silakan kerjakan soal-soal

latihan berikut!

1.Jelaskan perbedaan antara terminologi ’tidak dipungut

Bea masuk’, ’pembebasan Bea masuk’ dan ’pembebasan atau

keringanan Bea masuk’ !

2.Jelaskan jenis barang yang diberikan fasilitas

‘tidak dipungut Bea masuk’!

3.Jelaskan jenis barang yang diberikan fasilitas

‘pembebasan Bea masuk!

4.Jelaskan jenis barang yang diberikan fasilitas

‘pembebasan atau keringanan Bea masuk !

5.Jelaskan ketentuan sanksi adminstrasi dalam hal

terjadi penyalahgunaan fasilitas pembebasan

mutlak yang diatur pada pasal 25 dan pembebasan

KEGIATANBELAJAR

PEMBERITAHUAN PABEAN DAN TANGGUNGJAWAB BEA MASUK

Dalam kegiatan belajar ini akan diuraikan kepada Anda

mengenai ketentuan pemberitahuan pabean dan pihak-pihak yang

bertanggung jawab atas bea masuk yang terutang. Pada Undang-

Undang Kepabeanan kegiatan belajar ini diatur pada Bab VI.

I. Pemberitahuan Pabean dan

Pengurusannya

113

Indikator Keberhasilan

Diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan:Menjelaskan ketentuan penyerahan pemberitahuan pabean.Menjelaskan ketentuan tanggung jawab bea masuk.

7

1. Pemberitahuan Pabean

Pasal 28

Ketentuan dan tata cara tentang :a. bentuk, isi, dan keabsahan Pemberitahuan Pabean dan buku catatan

pabean;b. penyerahan dan pendaftaran Pemberitahuan Pabean;c. penelitian, perubahan, penambahan, dan pembatalan Pemberitahuan

Pabean dan catatan pabean;d. pendistribusian dan penatausahaan Pemberitahuan Pabean dan buku

catatan pabean;e. penggunaan dokumen pelengkap pabean;

diatur oleh Menteri.

Penjelasan Pasal 28Undang-Undang ini memberi kewenangan kepada Menteri untuk mengaturlebih lanjut hal-hal yang berkenaan dengan pemberitahuan pabean, bukucacatan pabean, dan dokumen pelengkap pabean, misalnya bentukpemberitahuan Pabean dan dokumen pelengkap pabean dapat ditetapkanbaik berupa tulisan di atas formulir, disket, maupun hubungan langsungantar komputer tanpa menggunakan kertas.Contoh Pemberitahuan Pabean adalah :- pemberitahuan kedatangan sarana pengangkut;- pemberitahuan impor untuk dipakai;- pemberitahuan impor sementara;- pemberitahuan pemindahan barang dari Kawasan Pabean ke Tempat

Penimbunan Berikat;- pemberitahuan pemindahan barang dari suatu Kantor Pabean ke Kantor

Pabean lain dalam Daerah Pabean;- pemberitahuan ekspor barang.

Yang dimaksud dengan "buku catatan pabean" adalah buku daftar atauformulir yang digunakan untuk mencatat Pemberitahuan Pabean dankegiatan Kepabeanan berdasarkan Undang-Undang ini. Buku catatan pabean, antara lain adalah daftar untuk mencatat :a. pemberitahuan kedatangan sarana pengangkut;b. pemberitahuan impor untuk dipakai;c. pemberitahuan ekspor barang;

114

d. barang yang dianggap tidak dikuasai;e. barang yang akan dilelang.

Yang dimaksud dengan "dokumen pelengkap pabean" adalah semuadokumen yang digunakan sebagai pelengkap Pemberitahuan Pabean,misalnya "invoice", "bill of lading", "packing list", dan "manifest".

Penjelasan Pasal 28 :

1) Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa prinsip

yang dianut dalam perUndang-Undangan kepabeanan atas

barang yang dimasukkan kedalam daerah pabean

diperlakukan sebagai barang impor dan terhutang bea

masuk. Mengingat bahwa tidak mungkin penyelesaian

formalitas atau kewajiban pabean dipenuhi pada saat

melintasi batas daerah pabean, maka kewajiban tersebut

dipindahkan ke Kawasan Pabean, yang dalam pengertian

sehari-hari merupakan kawasan pelabuhan (bisa juga

tempat lain) yang berada dibawah pengawasan DJBC. Oleh

karena Kawasan Pabean ini merupakan tempat untuk lalu

lintas barang atau tempat menimbun sementara barang yang

masih berada di bawah pengawasan pabean, maka barang

harus segera dikeluarkan dari tempat tersebut.

Penyelesaian kewajiban pabean atas barang-barang

dimaksud harus dilakukan dengan mengajukan pemberitahuan

pabean kepada Kantor Bea dan Cukai setempat. Kewajiban

pabean adalah semua kegiatan dibidang kepabeanan yang

wajib dilakukan untuk memenuhi ketentuan dalam Undang-

Undang kepabeanan.

2) Pemberitahuan pabean adalah pernyataan yang dibuat oleh

orang dalam rangka melaksanakan kewajiban pabean dalam

115

bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam perUndang-

Undangan kepabeanan yang berlaku. Dalam rangka tertib

administrasi dan untuk memberikan kemudahan terhadap

penyelesaian kewajiban pabean, maka jenis-jenis dan

bentuk pemberitahuan pabean telah ditetapkan berdasarkan

Keputusan Menteri Keuangan. Pemberitahuan pabean yang

diajukan dalam rangka memenuhi kewajiban pabean dapat

berupa tulisan diatas formulir, atau dapat juga melalui

pesan elektronik (electronic massage).

3) Undang-Undang Kepabeanan memberi kewenangan kepada

Menteri untuk mengatur ketentuan dan tata cara tentang :

- bentuk, isi, dan keabsahan Pemberitahuan Pabean dan

buku catatan pabean;

- penyerahan dan pendaftaran Pemberitahuan Pabean;

- penelitian, perubahan, penambahan, dan pembatalan

Pemberitahuan Pabean dan buku catatan pabean;

- pendistribusian dan penatausahaan Pemberitahuan Pabean

dan buku catatan pabean;

- penggunaan dokumen pelengkap pabean.

4) Pemberitahuan pabean harus disampaikan atas kegiatan

yang berhubungan dengan pemasukan barang kedalam daerah

pabean maupun kegiatan pengeluaran barang dari daerah

pabean. Pemberitahuan pabean tersebut meliputi:

(1) Pemberitahuan Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut

(BC 1.0).

(2) Pemberitahuan Kedatangan Sarana Pengangkut (Inward

Manifest – BC 1.1).

116

(3) Pemberitahuan Keberangkatan Sarana Pengangkut

(Outward Manifest – BC 1.1).

(4) Pemberitahuan Barang Impor yang Diangkut Lanjut (BC

1.2).

(5) Pemberitahuan Pengangkutan Barang Asal Daerah Pabean

dari Satu Tempat ke Tempat Lain Melalui Luar Daerah

Pabean (BC 1.3).

(6) Pemberitahuan Impor Barang (BC 2.0).

(7) Pemberitahuan Impor Barang Khusus (BC 2.1).

(8) Pemberitahuan Impor Barang Penumpang/Awak Sarana

Pengangkut (Customs Declaration – BC 2.2).

(9) Pemberitahuan impor atas barang kiriman melalui Pos,

berupa PPKP (Pencacahan dan Pembeaan Kiriman Pos).

(10) Pemberitahuan impor bagi penduduk di perbatasan,

berupa KILB (Kartu Identitas Lintas Batas).

(11) Pemberitahuan Pemasukan Barang Impor ke Tempat

Penimbunan Berikat (BC 2.3).

(12) Pemberitahuan Penyelesaian Barang Impor Yang

Mendapat Pembebasan Bea masuk dan/atau Cukai serta

PPN dan PPnBM Tidak Dipungut (Fasilitas KITE

dengan tujuan ke dalam DPIL - BC 2.4).

(13) Pemberitahuan Pengeluaran Barang Dari Tempat

Penimbunan Berikat (BC 2.5).

(14) Pemberitahuan Pengeluaran Barang Impor Dari Tempat

Penimbunan Berikat Dengan Jaminan (BC 2.6.1).

(15) Pemberitahuan Pemasukan kembali Barang Yang

Dikeluarkan Dari Tempat Penimbunan Berikat Dengan

Jaminan (BC 2.6.2).

117

(16) Pemberitahuan Pengeluaran Barang Untuk Diangkut Dari

Tempat Penimbunan Berikat ke Tempat Penimbunan

Berikat Lainnya (BC.2.7).

(17) Pemberitahuan Ekspor Barang (BC 3.0).

(18) Pemberitahuan Ekspor Barang Tertentu (BC 3.1).

(19) Pemberitahuan Pembawaan Mata Uang Tunai (BC 3.2).

(20) Pemberitahuan Pemasukan Barang Asal Tempat Lain

Dalam Daerah Pabean ke Tempat Penimbunan Berikat

(BC 4.0) .

(21) Pemberitahuan Pengeluaran Kembali Barang Asal Tempat

Lain Dalam Daerah Pabean Dari Tempat Penimbunan

Berikat (BC 4.1).

5) Berkaitan dengan penatausahaan dokumen pabean tersebut

diatas, Undang-Undang Kepabeanan telah mengatur mengenai

buku catatan pabean. Yang dimaksud dengan buku catatan

pabean adalah buku daftar atau formulir yang digunakan

untuk mencatat pemberitahuan pabean, dan kegiatan

kepabeanan lain sesuai ketentuan yang berlaku. Buku

catatan pabean digunakan antara lain sebagai daftar

untuk mencatat pemberitahuan pabean sebagaimana tersebut

diatas. Contoh buku daftar pabean antara lain seperti:

a) Daftar pemberitahuan kedatangan sarana

pengangkut (BCP BC 1.0);

b) Daftar pemberitahuan impor barang untuk dipakai

(BCP BC 2.0),

c) Daftar pemberitahuan ekspor barang (BCP BC 3.0)

dan sebagainya.

118

Disamping itu penggunaan buku catatan pabean juga

dilakukan terhadap kegiatan kepabeanan lainnya seperti

pencatatan barang yang dianggap tidak dikuasai (BCF

1.4), pencatatan barang yang akan dilelang/barang yang

dinyatakan tidak dikuasai (BCF 1.5).

6) Kewajiban importir atau eksportir atau pihak terkait

untuk mengajukan pemberitahuan pabean adalah mutlak

dilakukan berkaitan dengan kegiatan impor atau ekspor

sesuai ketentuan yang berlaku. Pengajuan pemberitahuan

pabean ini dalam beberapa hal harus dilengkapi dengan

dokumen terkait. Hal ini dilakukan oleh karena dokumen

pemberitahuan pabean dibuat berdasarkan dokumen

pelengkap pabean. Yang dimaksud dengan dokumen pelengkap

pabean adalah semua dokumen yang digunakan sebagai

pelengkap pemberitahuan pabean, contohnya : invoice, B/L

(bill of lading), packing list, manifest dan sebagainya. Adakalanya

pengertian dokumen pelengkap pabean ini digolongkan

lebih lanjut menjadi dokumen pelengkap pabean lainnya.

Dokumen pelengkap pabean lainnya adalah kelengkapan

dokumen kepabeanan lainnya sebagai pemenuhan ketentuan

kepabeanan. Contoh dokumen pelengkap pabean lainnya

seperti : SIUP (surat Ijin Usaha Perdagangan), IT

( Importir Terdaftar), ET (Eksportir Terdaftar),

Sertifikat Mutu, SKSHH (Surat Keterangan Sahnya Hasil

Hutan) dan perizinan lainnya dari instansi terkait.

7) Seperti yang telah disampaikan diatas bahwa pengajuan

pemberitahuan pabean kepada Kantor Pelayanan Bea dan

Cukai dapat dilakukan baik melalui pengajuan formulir 119

pemberitahuan, pemberitahuan pabean melalui disket,

maupun hubungan langsung antar komputer. Namun pilihan

penggunaan media pemberitahuan pabean tersebut bukan

merupakan pilihan bagi pengguna jasa kepabeanan. Dalam

hal disuatu kantor pabean sudah menerapkan sistem

pelayanan pabean secara elektronik, maka pengguna jasa

(importir/eksportir) juga harus menggunakan media

elektronik dalam pengajuan pemberitahuan pabean.

Sebaliknya jika disuatu kantor pabean masih menggunakan

pelayanan secara manual, maka importir/eksportir juga

harus menggunakan formulir pemberitahuan secara manual

dalam pengajuan pemberitahuan pabean.

8) Saat ini dibeberapa Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea

dan Cukai sudah menggunakan sistem pelayanan pabean

secara elektronik yang lebih dikenal dengan EDI

(Electronic Data Interchange) atau PDE (Pertukaran Data secara

Elektronik). Kantor pabean tersebut antara lain Kantor

Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjung Priok, Soekarno

Hatta, Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai

Tipe Madya Pabean Tanjung Perak. Pada beberapa Kantor

Pelayanan dan Pengawasan Bea dan Cukai walaupun sudah

menerapkan pemrosesan data secara elektronik, namun

belum on line dengan pengguna jasa. Dengan demikian

pengajuan dokumen kepabeanan dilakukan dengan pengajuan

formulir disertai disket berisi data pemberitahuan

pabean tersebut. Hal ini dilakukan antara lain pada

kantor KPPBC Lampung. Pada beberapa kantor pabean yang

tipenya lebih kecil dan kegiatan kepabeanannnya juga

120

sedikit masih menggunakan pelayanan kepabeanan dengan

menggunakan tulisan di atas formulir (manual).

Penggunaan sistem elektronik pada kantor kecil yang

kegiatannya sedikit dianggap kurang efisien dan tidak

ekonomis. Sistem pelayanan kepabeanan secara elektronik

diberlakukan pada pelayanan impor, pelayanan ekspor dan

pelayanan pengajuan dokumen pelayaran.

2. Pengurusan Pemberitahuan Pabean

Pasal 29

(1) Pengurusan pemberitahuan pabean yang diwajibkan Undang-Undang inidilakukan oleh pengangkut, importir, atau eksportir.

(2) Dalam hal pengurusan pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksudpada ayat (1) tidak dilakukan sendiri, importir atau eksportirmenguasakannya kepada pengusaha pengurusan jasa kepabeanan.

(3) Ketentuan tentang pengurusan pemberitahuan pabean diatur lebih lanjutoleh Manteri.

Penjelasan pasal 29 :

1) Pada dasarnya Undang-Undang ini menganut prinsip bahwa

semua pemilik barang dapat menyelesaikan kewajiban

pabean. Namun pada praktiknya tidak semua pemilik barang

mengetahui atau menguasai ketentuan tata laksana

kepabeanan atau tidak dapat menyelesaikan sendiri

kewajiban pabeannya.

2) Dalam kondisi demikian ayat 2 memberi kemungkinan

pemberian kuasa penyelesaian kewajiban pabean kepada

Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) yang 121

terdaftar di kantor pabean tempat penyelesaian kewajiban

pabeannya. Untuk dapat menjadi PPJK suatu perusahaan

harus memiliki penanggungjawab atau pegawai yang telah

memiliki sertifikat ahli kepabeanan dari Kementerian

Keuangan.

II. Tanggung Jawab Atas Bea masuk

Pasal 30

(1) Importir bertanggung jawab atas bea masuk yang terutang sejak tanggalpemberitahuan pabean atas impor.

(2)Bea masuk yang harus dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dihitung berdasarkan tarif yang berlaku pada tanggal pemberitahuanpabean atas Impor dan nilai pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal15.

(3)Bea masuk harus dibayar dalam mata uang rupiah.(4)Ketentuan mengenai nilai tukar mata uang yang digunakan untuk

penghitungan dan pembayaran bea masuk diatur lebih lanjut denganperaturan menteri.

Pasal 31

Pengusaha pengurusan jasa kepabeanan yang mendapat kuasa sebagaimanadimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) bertanggung jawab terhadap bea masukyang terutang dalam hal importir tidak ditemukan.

Pasal 32

(1) Pengusaha tempat penimbunan sementara bertanggung jawab atas beamasuk yang terutang atas barang yang ditimbun di tempat penimbunansementara.

(2) Pengusaha tempat penimbunan sementara dibebaskan dari tanggungjawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal barang yangditimbun di tempat penimbunan sementaranya:

122

a. musnah tanpa sengaja;b. telah diekspor kembali, diimpor untuk dipakai, atau diimpor sementara;

atauc. telah dipindahkan ke tempat penimbunan sementara lain, tempat

penimbunan berikat atau tempat penimbunan pabean.(3) Perhitungan bea masuk yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), sepanjang tidak dapat didasarkan pada tarif dan nilai pabean barangyang bersangkutan, didasarkan pada tarif tertinggi untuk golongan barangyang tertera dalam pemberitahuan pabean pada saat barang tersebutditimbun di tempat penimbunan sementara dan nilai pabean ditetapkanoleh pejabat bea dan cukai.

(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) termasuktata cara penagihan diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkanperaturan menteri

Pasal 33

(1) Pengusaha tempat penimbunan berikat bertanggung jawab terhadap beamasuk yang terutang atas barang yang ditimbun di tempat penimbunanberikatnya.

(2) Pengusaha tempat penimbunan berikat dibebaskan dari tanggung jawabsebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal barang yang ditimbun ditempat penimbunan berikatnya:a. musnah tanpa sengaja;b. telah diekspor kembali, diimpor untuk dipakai, atau diimpor

sementara; atauc. telah dipindahkan ke tempat penimbunan sementara, tempat

penimbunan berikat lain, atau tempat penimbunan pabean.(3) Perhitungan bea masuk atas barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

yang harus dilunasi didasarkan pada tarif yang berlaku pada saatdilakukan pencacahan dan nilai pabean barang pada saat ditimbun ditempat penimbunan berikat.

Pasal 34

(1) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26tidak lagi dipenuhi, bea masuk atas barang impor yang terutang menjaditanggung jawab:a. Orang yang mendapatkan pembebasan atau keringanan; atau

123

b. Orang yang menguasai barang yang bersangkutan dalam hal Orangsebagaimana dimaksud huruf a tidak ditemukan.

(2) Perhitungan bea masuk yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat(1) didasarkan pada tarif dan nilai pabean yang berlaku pada tanggalpemberitahuan pabean atas Impor.

Pasal 35

Barangsiapa yang kedapatan menguasai barang impor di tempat kedatangansarana pengangkutan atau di daerah perbatasan yang ditunjuk bertanggungjawab terhadap bea masuk yang terutang atas barang tersebut.

Penjelasan Pasal 30 - 35 :1) Pasal 30 hingga pasal 35 menjelaskan siapa saja yang

bertanggungjawab pada bea masuk yang terutang, yaitu

importir, PPJK, pengusaha TPS, pengusaha TPB, mereka

yang menerima fasilitas pembebasan atau keringanan bea

masuk, dan orang yang menguasai barang impor.

2) Pasal 30 menegaskan bahwa bea masuk atas barang impor

merupakan tanggung jawab importir yang bersangkutan.

Importir baru dinyatakan bertanggung jawab atas bea

masuk sejak didaftarkannya pemberitahuan pabean. Undang-

Undang Nomor 7 tahun 1994 tentang pengesahan Agreement

Establishing The WTO yang mensyaratkan perlunya mencantumkan

dalam legilasi nasional tentang mata uang yang harus

dipakai sebagai alat pembayaran bea masuk dan nilai

tukar (kurs). Untuk itu dalam pasal ini ditentukan jenis

mata uang yang dipakai untuk pembayaran Bea masuk adalah

rupiah. Dalam hal nilai barang impor masih dalam bentuk

mata uang asing, maka harus dikonversikan ke dalam mata

124

uang rupiah berdasarkan nilai tukar yang ditetapkan

Menteri Keuangan.

3) Pasal 31 mengatur bahwa PPJK merupakan pihak yang

bertanggung jawab atas bea masuk yang terutang jika

pengurusan pemberitahuan impor dikuasakan kepada

pengusaha pengurusan jasa kepabeanan dan importir tidak

ditemukan, misalnya melarikan diri.

4) Pasal 32 menjelaskan bahwa Pengusaha TPS

bertanggungjawab bilamana terdapat barang impor yang

kurang di tempat penimbunannya dan tidak dapat

mempertanggungjawabkannya. Apabila barang impor yang

harus dilunasi bea masuknya terdiri dari beberapa jenis

dengan satu nama umum (golongan barang), sedangkan jenis

barang yang sebenarnya tidak dapat diketahui, sebagai

dasar perhitungan bea masuk, diambil tarif tertinggi

yang berlaku atas golongan barang tersebut dan nilai

pabean ditetapkan oleh pejabat bea dan cukai. Selain

wajib membayar bea masuk pengusaha TPS juga dikenakan

sanksi administrasi berupa denda atas kelalaiannya

tersebut. Sebagai contoh di pelabuhan Tanjung Priok

terdapat barang impor yang ditimbun di TPS PT. X yang

tidak dapat dibuktikan pengeluarannya secara sah, maka

TPS PT. X harus bertanggung jawab terhadap bea masuk

yang terutang atas barang yang ditimbun di tempat

tersebut. Kecuali dapat dibuktikan bahwa barang dimaksud

musnah, di re-ekspor, di impor atau dipindahkan ke TPS

lain, TPB atau TPP.

125

5) Tanggung jawab bea masuk atas barang impor yang ditimbun

di TPS juga berlaku untuk pengusaha TPB dimana barang

impor ditimbun di TPBnya. Sebagai contoh barang yang

ditimbun di Kawasan Berikat berupa kain renda dan

kancing baju untuk dipasang pada baju, dan selanjutnya

diekspor atau diimpor untuk dipakai. Jika pada waktu

pencacahan oleh petugas ditemui adanya

kekurangan/kehilangan kain renda dan kancing baju

tersebut, maka atas kekurangan tersebut pihak pengusaha

Kawasan Berikat harus melunasi bea masuk beserta

pungutan impor lainnya (pajak-pajak dalam rangka impor).

Selain itu terhadap pengusaha TPB yang tidak dapat

mempertanggungjawabkan barang yang seharusnya berada di

tempat tersebut, dikenakan sanksi administrasi berupa

denda.

6) Pasal 34 menjelaskan bahwa pembebasan atau keringanan

bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal

26 pada hakikatnya tidak membebaskan importir dari

tanggung jawab bea masuk yang harus dilunasi, karena

pembebasan atau keringanan tersebut harus memenuhi

persyaratan tertentu yang telah ditetapkan secara

limitatif pada saat fasilitas tersebut diberikan. Dengan

demikian tidak tertutup kemungkinan bahwa fasilitas

tersebut pada suatu saat digunakan tidak sesuai dengan

ketentuan.

Untuk menghindari kemungkinan penyalahgunaan fasilitas

yang telah diberikan sehingga syarat yang telah

ditetapkan tidak lagi dipenuhi, Undang-Undang ini 126

menegaskan letak tanggung jawab atas bea masuk yang

terutang berada pada orang yang mendapatkan pembebasan

atau keringanan atau yang menguasai barang tersebut.

Tujuan perluasan tanggung jawab atas bea masuk dalam

Undang-Undang ini adalah untuk menjamin hak-hak negara.

7) Pasal 35 Undang-Undang Kepabeanan menegaskan siapa yang

harus bertanggung jawab atas barang impor yang

kedapatan berada dibawah penguasaan seseorang yang

tidak termasuk dalam pasal-pasal sebelumnya. Yang

dimaksud dengan tempat kedatangan sarana pengangkut

adalah pelabuhan laut, pelabuhan udara maupun darat.

Sedangkan tempat tertentu didaerah perbatasan yang

ditunjuk adalah suatu tempat di daerah perbatasan yang

merupakan bagian dari jalan perairan, daratan atau jalan

darat diperbatasan yang ditunjuk sebagai tempat lintas

batas (point of entry). Sebagai contoh pada saat kedatangan

penumpang dari luar negeri, awak sarana pengangkut,

pelintas batas atau siapapun yang kedapatan menguasai

barang impor di pelabuhan atau ditempat-tempat tertentu

diperbatasan, bertanggung jawab atas barang yang berada

padanya.

127

128

Rangkuman

1) Pemberitahuan pabean adalah pernyataan yang dibuat

oleh orang dalam rangka melaksanakan kewajiban

pabean dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam

perUndang-Undangan kepabeanan yang berlaku.

Pemberitahuan pabean dapat berupa tulisan diatas

formulir, atau dapat juga melalui pesan elektronik

(electronic massage).

2) Pihak-pihak yang wajib melakukan pengurusan

pemberitahuan pabean adalah pengangkut, importir

atau eksportir. Dalam hal dikehendaki oleh importir,

pengurusannya dapat dikuasakan kepada PPJK

3) Importir bertanggung jawab terhadap Bea masuk yang

terutang sejak tanggal Pemberitahuan Pabean atas

Impor. PPJK yang mendapat kuasa atas pengurusan

pemberitahuan pabean, bertanggung jawab terhadap

Bea masuk yang terutang dalam hal importir tidak

ditemukan.

4) Pihak lain yang berrtanggungjawab atas pungutan bea

masuk adalah pengusaha TPS. Dalam hal barang yang

ditimbun dipindahkan ke TPS lain atau ke TPB, maka

tanggung jawab atas bea masuk barang impor beralih

kepada pengusaha TPS lain atau pengusaha TPB.

129

Latihan

Untuk menguji pemahaman Anda terhadap materi

kegiatan belajar 7, silakan kerjakan soal-soal

latihan berikut!

1. Apa yang dimaksud dengan Pemberitahuan Pabean?

Berikan contoh dokumen pemberitahuan pabean

dibidang impor !

2. Sejak kapan importir bertanggung jawab terhadap

barang impor yang belum diselesaikaan kewajiban

pabeannya ?

3. Pada saat dilakukan pencacahan terhadap barang

impor yang ditimbun di Kawasan Berikat, ditemui

adanya kekurangan barang yang semestinya berada

di Kawasan Berikat tersebut. Siapa yang

bertanggung jawab atas bea masuk barang tersebut

dan sanksi apa yang diberikan terhadap pengusaha

Kawasan Berikat.

4. Pengusaha TPS bertanggung jawab atas barang impor

yang di timbun di TPS-nya. Dalam hal apa saja

pengusaha TPS dibebaskan dari tanggung jawab

KEGIATANBELAJAR

PEMBAYARAN, PENAGIHAN UTANG, DANJAMINAN

Dalam kegiatan belajar ini akan diuraikan kepada Anda

mengenai pembayaran, penagihan utang, dan jaminan. Pada

Undang-Undang Kepabeanan kegiatan belajar ini diatur pada

Bab VII.

I. PembayaranPengertian pembayaran pada kegiatan belajar ini adalah

pembayaran bea masuk yang dilakukan secara self assessment dan

130

Indikator Keberhasilan

Diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan:ketentuan pembayaran bea masuk, denda adminstrasi dan

bungaketentuan penagihan utang.tentang jaminan.

8

pembayaran atas hutang sebagai akibat adanya penetapan

Pejabat Bea dan Cukai. Hal ini perlu dipertegas karena

pembayaran yang diatur pada bagian ini bukan hanya

pembayaran Bea masuk saja, tetapi juga meliputi pembayaran

denda adminstrasi dan bunga.

Pasal 36

(1)Bea masuk, denda administrasi, dan bunga yang terutang kepada negaramenurut Undang-Undang ini, dibayar di kas negara atau di tempatpembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri.

(2)Bea masuk, denda administrasi, dan bunga sebagaimana dimaksud padaayat (1) dibulatkan jumlahnya dalam ribuan rupiah.

(3)Ketentuan mengenai tata cara pembayaran, penerimaan, penyetoranbea masuk, denda administrasi, dan bunga sebagaimana dimaksud padaayat (1) serta pembulatan jumlahnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2)diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.

Pasal 37

(1) Bea masuk yang terutang wajib dibayar paling lambat pada tanggalpendaftaran pemberitahuan pabean.

(2) Kewajiban membayar bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dapat diberikan penundaan dalam hal pembayarannya ditetapkan secaraberkala atau menunggu keputusan pembebasan atau keringanan.

(2a) Penundaan kewajiban membayar bea masuk sebagaimana dimaksud padaayat (2):a. tidak dikenai bunga sepanjang pembayarannya ditetapkan secara

berkala;b. dikenai bunga sepanjang permohonan pembebasan atau keringanan

ditolak.(3) Ketentuan mengenai penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan

ayat (2a) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.

Pasal 37A

131

(1) Kekurangan pembayaran bea masuk dan/atau denda administrasi yangterutang wajib dibayar paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggalpenetapan.

(2) Atas permintaan orang yang berutang, Direktur Jenderal dapat memberikanpersetujuan penundaan atau pengangsuran kewajiban membayar beamasuk dan/atau denda administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)paling lama 12 (dua belas) bulan.

(3) Penundaan kewajiban membayar bea masuk dan/atau denda administrasisebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai bunga sebesar 2% (duapersen) setiap bulan dan bagian bulan dihitung 1 (satu) bulan.

(4) Ketentuan mengenai penundaan pembayaran utang sebagaimanadimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkanperaturan menteri.

Penjelasan pasal 36, 37, dan 37A :

1) Persyaratan untuk pengeluaran barang sebagai barang

impor untuk dipakai adalah dengan menyerahkan

pemberitahuan pabean dan melunasi bea masuk. Importir

membayar bea masuk dan pungutan impor lainnya ke kas

negara (dalam hal ini Bank Devisa Persepsi) sesuai

ketentuan yang berlaku. Tidak semua pembayaran bea masuk

dan pungutan impor lainnya harus dilakukan melalui Bank

Devisa Persepsi. Dalam hal di wilayah suatu Kantor

Pabean tidak ada atau belum ada Bank Devisa Persepsi,

pembayaran bea masuk dapat dilakukan di Kantor Bea dan

Cukai dengan mendapat tanda terima. Begitu juga atas

pemasukan/pengiriman barang melalui Pos, barang

penumpang dan pelintas batas, pelunasan bea masuk

dilakukan di Kantor Pabean setempat.

2) Pasal 36 menjelaskan bahwa pembayaran bea masuk, denda

administrasi dan bunga, dibulatkan jumlahnya dalam

132

ribuan penuh. Tujuan pembulatan ini adalah untuk

mempermudah perhitungan dan landasan hukum hasil

perhitungan, serta untuk menghindari kekeliruan dan

kesalahan perhitungan akibat pembulatan. Sebagai contoh

jika pembayaran bea masuk sebesar Rp450.735.600,00 maka

dibulatkan menjadi Rp450.736.000,00.

3) Kewajiban membayar Bea masuk yang timbul sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 harus dilunasi paling lambat pada

tanggal pendaftaran Pemberitahuan Pabean atas Impor

(untuk pembayaran yang dilakukan secara tunai). Namun

demikian kewajiban membayar bea masuk tersebut dapat

diberikan penundaan. Yang dimaksud dengan “penundaan”

adalah penundaan pembayaran Bea masuk dalam rangka

fasilitas pembayaran berkala dan penundaan pembayaran

Bea masuk karena menunggu keputusan pembebasan atau

keringanan. Atas penundaan kewajiban membayar bea masuk

dalam rangka fasilitas pembayaran berkala tidak dikenai

bunga. Sedangkan untuk penundaan dalam rangka menunggu

keputusan pembebasan atau keringanan, jika ditolak, maka

dikenakan bunga atas pembayaran bea masuk tersebut.

4) Kewajiban membayar bea masuk menurut pasal 37 tersebut

diatas timbul sejak tanggal pendaftaran pemberitahuan

pabean, sedangkan mengenai denda administrasi timbul

sejak diterimanya surat pemberitahuan oleh yang

bersangkutan. Undang-Undang Pabean juga memberikan

kelonggaran pelunasan bea masuk berupa pemberian

penundaan dengan persyaratan tertentu. Dapat dikatakan

juga bahwa penundaan adalah pemberian perpanjangan 133

jangka waktu pelunasan pembayaran bea masuk dan denda

administrasi, sampai batas waktu yang ditetapkan.

Perpanjangan jangka waaktu pembayaran ini diberikan

dengan pertimbangan bahwa pihak yang berutang menunjukan

itikad baik untuk menyelesaikan utangnya, tetapi pada

waktu yang ditentukan belum dapat melunasinya sehingga

perlu diberikan penundaan pelunasan utangnya. Pemberian

penundaan pembayaran bea masuk ini dalam hal tertentu

perlu dilakukan bagi pihak importir (yang biasanya

merupakan importir produsen) agar bidang usahanya masih

bisa tetap berjalan, disamping adanya jaminan

pembayarannya.

5) Dalam hal tertentu hasil penelitian pejabat bea dan

cukai kedapatan adanya kekurangan pembayaran bea masuk.

Atas penetapan kekurangan pembayaran bea masuk tersebut,

importir harus melunasinya dalam jangka waktu 60 hari

sejak surat pemberitahuan kekurangan pembayaran bea

masuknya. Jika pelunasan dilakukan melewati jangka waktu

60 hari (misalnya 10 hari setelah tanggal jatuh tempo)

maka disamping melunasi tagihan juga harus ditambah 2%

dari jumlah tagihan.

6) Direktur Jenderal dapat memberikan penundaan atau

pengangsuran pembayaran setelah mempertimbangkan

kemampuan Orang dalam membayar utangnya dengan

memperhatikan laporan keuangan dan kredibilitas Orang

tersebut.

134

II. Penagihan Utang

Pasal 38

(1) Utang atau tagihan kepada negara berdasarkan Undang-Undang ini yangtidak atau kurang dibayar dikenai bunga sebesar 2% (dua persen) setiapbulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejaktanggal jatuh tempo sampai hari pembayarannya, dan bagian bulandihitung 1 (satu) bulan.

(2)Penghitungan utang atau tagihan kepada negara menurut Undang-Undang ini dibulatkan jumlahnya dalam ribuan rupiah.

(3) Jatuh tempo sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagai berikut: a. dalam hal tagihan negara kepada pihak yang terutang yaitu 60 (enam

puluh) hari sejak tanggal penetapan sebagaimana diatur dalam Pasal37A ayat (1);

b. dalam hal tagihan pihak yang berpiutang kepada negara yaitu 30 (tigapuluh) hari sejak tanggal surat keputusan pengembalian oleh Menteri.

Pasal 39(1) Negara mempunyai hak mendahulu untuk tagihan pebean atas barang-

barang milik yang berutang.(2) Ketentuan tentang hak mendahulu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

meliputi bea masuk, denda administrasi, bunga, dan biaya penagihan.(3) Hak mendahulu untuk tagihan pabean melebihi segala hak mendahulu

lainnya, kecuali :a. biaya perkara semata-mata disebabkan oleh suatu penghukuman untuk

melelang barang bergerak dan/atau tidak bergerak;b. biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan suatu barang;c. biaya perkara yang semata-mata disebabkan oleh pelelangan dan

penyelesaian suatu warisan.(4) Hak mendahulu itu hilang setelah lampau waktu dua tahun sejak tanggal

diterbitkannya surat tagihan, kecuali apabila dalam jangka waktu tersebutdiberikan penundaan pembayaran.

(5) Dalam hal diberikan penundaan pembayaran, jangka waktu dua tahunsebagaimana dimaksud pada ayat (4) dihitung sejak tanggal penundaan

135

pembayaran diberikan.

Pasal 40(1) Hak penagihan atas utang berdasarkan Undang-Undang ini kedaluwarsa

setelah sepuluh tahun sejak timbulnya kewajiban membayar.(2) Masa kadaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat

diperhitungkan dalam hal :a. yang terutang tidak bertempat tinggal di Indonesia;b. yang terutang memperoleh penundaan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 37 ayat (2); atauc. yang terutang melakukan pelanggaran Undang-Undang ini.

Pasal 41

Pelaksanaan penagihan utang dan penghapusan penagihan utang yang tidakdapat ditagih berpedoman pada peraturan perUndang-Undangan yangberlaku.

Penjelasan pasal 38, 39, 40, dan 41 :

1) Pasal 38 Kewajiban pelunasan bea masuk dilakukan sesuai

ketentuan yang berlaku. Artinya pembayaran bea masuk

harus sesuai dengan besarnya bea masuk atas barang yang

diimpor. Penetapan bea masuk adalah berdasarkan tarif

bea masuk terhadap harga barang impor. Oleh karena itu

jika keputusan pejabat pabean menetapkan bea masuk yang

lebih tinggi dari pada yang diberitahukan, atas

kekurangan pembayarannya akan ditagih. Apabila

pelunasannya dilakukan setelah tanggal jatuh tempo, maka

atas jumlah tagihan tadi ditambahkan dengan pungutan

bunga sebesar 2% perbulan. Contoh: Tagihan terhadap

importir sebesar 150 juta rupiah, jatuh tempo pada

tanggal 31 Agustus 2011. Jika pembayaran tagihan 136

dilakukan pada tanggal 20 September 2011, maka jumlah

yang harus dilunasi adalah 150 juta rupiah ditambah 3

juta rupiah ( 2% x Rp. 150.000.000,00) yaitu 153 juta

rupiah.

2) Pasal 39 menetapkan kedudukan negara sebagai kreditur

preferensi yang dinyatakan mempunyai hak mendahulu atas

barang-barang milik yang terutang. Setelah tagihan

pabean dilunasi, baru diselesaikan pembayaran kepada

pihak-pihak lainnya. Maksud ayat ini adalah untuk

memberi kesempatan kepada Pemerintah untuk mendapatkan

bagian lebih dahulu dari pihak-pihak lainnya atas harta

milik yang berutang untuk melunasi tagihan pabean.

3) Walaupun tagihan bea masuk wajib dilunasi oleh si

berutang, namun hak untuk melakukan penagihan utang

tersebut mempunyai batas waktu. Hak menagih utang akan

kadaluwarsa setelah lampau sepuluh tahun. Hal ini perlu

ditetapkan agar ada kepastian penagihan. Dalam pasal

tersebut diatur bahwa masa kadaluwarsa penagihan utang

tidak diberikan jika dalam masa penagihan utang, orang

yang berutang berada diluar negeri sehingga tidak dapat

ditagih. Demikian juga jika orang yang berutang tersebut

melakukan pelanggaran Undang-Undang Kepabeanan, yang

dilakukan dalam rentang waktu sepuluh tahun. Masa

kadaluwarsa sepuluh tahun juga tidak dapat

diperhitungkan jika yang bersangkutan memperoleh

penundaan pembayaran utangnya. Ketentuan masa

kadaluwarsa tersebut tidak hanya berlaku bagi tagihan

137

negara kepada yang berutang, namun juga berlaku untuk

tagihan pihak yang berpiutang kepada negara.

4) Pasal 41 mengatur tentang pelaksanaan tagihan piutang

negara, dalam hal ini tagihan bea masuk maupun denda

administrasi, dilakukan oleh pejabat bea dan cukai,

bahkan sampai ketingkat penyitaan dan pelelangan aset

yang bersangkutan. Namun pelaksanaan penagihan utang dan

penghapusan penagihan utang yang telah dinyatakan tidak

dapat ditagih, juga dapat diserahkan kepada instansi

pemerintah yang mengurus penagihan piutang negara (Badan

Urusan Piutang dan Lelang Negara). Dengan terbitnya

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan

Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, maka penagihan Bea

masuk dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Sedangkan untuk utang PDRI penagihannya dilakukan oleh

Direktorat Jenderal Pajak.

III. Jaminan

Pasal 42

(1) Jaminan yang disyaratkan menurut Undang-Undang ini dapatdipergunakan:

a. sekali; ataub. terus-menerus.

(2) Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk :a. uang tunai;b. jaminan bank;c. jaminan dari perusahaan asuransi; ataud. jaminan lainnya.

138

(3) Ketentuan tentang jaminan diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Penjelasan pasal 42 :

1) Jaminan dalam rangka kepabeanan yang selanjutnya disebut

jaminan adalah garansi pembayaran pungutan negara dalam

rangka kegiatan kepabeanan dan/atau pemenuhan kewajiban

yang disyaratkan dalam peraturan kepabeanan yang

diserahkan kepada kantor pabean. Sebagai contoh orang

yang sedang mengajukan fasilitas pembebasan bea masuk

kepada Menteri Keuangan. Importir dapat mengeluarkan

barang impornya dari Kawasan Pabean dengan tidak

membayar bea masuk, namun harus menyerahkan jaminan

sebesar bea masuk. Jaminan akan dikembalikan jika

keputusan Menteri Keuangan memberikan pembebasan bea

masuk. Sebaliknya jaminan akan dicairkan sebagai

penerimaan negara jika permohonan pembebasan bea

masuknya ditolak.

2) Jaminan yang disyaratkan menurut Undang-Undang

Kepabeanan dapat digunakan sekali saja atau secara terus

menerus.

Jaminan yang dapat digunakan terus menerus sebagaimana

dimaksud pada uraian sebelumnya adalah jaminan yang

diserahkan dalam bentuk dan jumlah tertentu dan dapat

digunakan dengan cara :

a.jaminan yang diserahkan dapat dikurangi setiap ada

pelunasan bea masuk sampai jaminan tersebut habis.

Contohnya jaminan yang dipertaruhkan oleh Pengusaha

Jasa Titipan. 139

b.Jaminan tetap dalam batas waktu yang tidak terbatas

sehingga setiap pelunasan bea masuk dilakukan dengan

tanpa mengurangi jaminan yang diserahkan. Sedangkan

contoh jaminan tetap adalah jaminan PPJK.

3) Jaminan yang dipersyaratkan dalam Undang-Undang

Kepabeanan dapat berbentuk :

a)Jaminan tunai, merupakan jaminan berbentuk uang tunai

yang langsung diserahkan ke Kantor Pabean. Atas

penyerahan jaminan diberikan tanda bukti penyerahan

jaminan.

b)Jaminan Bank atau Garansi Bank adalah jaminan dalam

bentuk warkat yang diterbitkan oleh Bank yang

mengakibatkan kewajiban membayar kepada pihak yang

memberi garansi, jika pihak yang dijamin ingkar janji

(wan prestasi). Jaminan Bank harus memenuhi

persyaratan tertentu yang ditetapkan, seperti jangka

waktu, format garansi, dan sebagainya.

c)Jaminan Perusahaan Asuransi atau Customs Bond adalah

perikatan penjaminan tiga pihak. Pihak pertama (surety –

penjamin) terikat untuk memenuhi kewajiban yang timbul

dari pihak kedua (principal – dalam hal ini importir)

terhadap pihak ketiga (obligee – pihak Bea Cukai), dalam

hal pihak kedua tidak memenuhi kewajibannya. Hanya

perusahaan asuransi yang ditetapkan dapat memberikan

jaminan kepada pihak Bea dan Cukai.

d)Jaminan lainnya dapat berupa jaminan Indonesia Exim

Bank, Jaminan perusahaan penjaminan, jaminan

perusahaan (corporate guarantee) dan jaminan tertulis.

140

Jaminan tertulis hanya dapat digunakan terbatas untuk

mempertaruhkan jaminan tertentu seperti : instansi

pemerintah, importir produsen, importir jalur

prioritas, impor sementara bagi perusahaan

pelayaran/penerbangan, dan impor lain yang ditetapkan

oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

141

142

Rangkuman1. Bea masuk, denda adminstrasi, dan bunga yang

terutang kepada Negara menurut Undang-Undang

Kepabeanan, dibayar di kas Negara atau di tempat

pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri

Keuangan.

2. Persyaratan untuk pengeluaran barang sebagai barang

impor untuk dipakai adalah dengan menyerahkan

pemberitahuan pabean dan melunasi bea masuk.

3. Dalam hal tagihan bea masuk atau denda tersebut

tidak dilunasi dalam jangka waktu tertentu (60

hari), maka atas tagihan tersebut dipungut bunga

sebesar 2% sebulan sebanyak-banyaknya 24 bulan

(bagian dari bulan dihitung satu bulan penuh).

4. Kewajiban membayar bea masuk timbul sejak tanggal

pendaftaran pemberitahuan pabean, sedangkan

mengenai denda administrasi timbul sejak

diterimanya surat pemberitahuan oleh yang

bersangkutan.

5. Undang-Undang memberikan kelonggaran pelunasan

pembayaran bea masuk dan denda administrasi, sampai

batas waktu yang ditetapkan.

143

Latihan

Untuk menguji pemahaman Anda terhadap materi

kegiatan belajar 8, silakan kerjakan soal-soal

latihan berikut!

1. Jelaskan siapa yang melakukan pemungutan bea

masuk dan kemana pembayaran bea masuk disetorkan?

2. Jika terjadi tagihan berupa kekurangan bea masuk

dan atau pengenaan denda administrasi atas

pengajuan dokumen impor, kapan tagihan tersebut

harus dilunasi?

3. Apa konsekuensinya jika pembayaran/pelunasan

tagihan dilakukan melewati jangka waktu jatuh

tempo?

4. Siapa yang wajib menghitung bea masuk dalam

pengajuan dokumen impor, dan mengapa bisa

terjadi timbulnya surat tagihan kekurangan bea

masuk?

5. Kapan timbulnya kewajiban membayar bea masuk, dan

kapan timbulnya kewajiban melunasi denda

administrasi ?

KEGIATANBELAJAR

TEMPAT PENIMBUNAN DI BAWAHPENGAWASAN PABEAN

Dalam kegiatan belajar ini akan diuraikan mengenai

ketentuan tempat penimbunan yang berada dibawah pengawasan

pabean, berupa tempat penimbunan sementara (TPS), tempat

penimbunan berikat (TPB) dan tempat penimbunan pabean (TPP).

Pada Undang-Undang Kepabeanan kegiatan belajar ini diatur

pada Bab VIII.

I. Tempat Penimbunan Sementara

144

Indikator Keberhasilan

Diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan:ketentuan tempat penimbunan sementara.ketentuan tempat penimbunan berikat.ketentuan tempat penimbunan pabean.

9

Pasal 43

(1) Di setiap Kawasan Pabean disediakan tempat penimbunan sementara yangdikelola oleh pengusaha tempat penimbunan sementara.

(2) Dalam hal barang ditimbun di tempat penimbunan sementara, jangkawaktu penimbunan barang paling lama tiga puluh hari sejakpenimbunannya.

(3)Pengusaha tempat penimbunan sementara yang tidak dapatmempertanggungjawabkan barang yang seharusnya berada di tempattersebut dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar dua puluh limapersen dari bea masuk yang seharusnya dibayar.

(4) Ketentuan tentang penunjukan tempat penimbunan sementara, tata carapenggunaannya, dan perubahan jangka waktu penimbunan diatur lebihlanjut oleh Menteri.

Penjelasan pasal 43 :

1) Sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1 Undang-Undang

Nomor 17 tahun 2006 tentang Kepabeanan definisi Tempat

Penimbunan Sementara adalah bangunan dan/atau lapangan

atau tempat lain yang di samakan dengan itu di Kawasan

Pabean untuk menimbun barang sementara menunggu pemuatan

atau pengeluarannya. Penetapan suatu kawasan, bangunan,

dan/atau lapangan sebagai TPS ditetapkan oleh Direktur

Jenderal Bea dan Cukai atau pejabat yang ditunjuknya

atas nama Menteri Keuangan. TPS dapat berupa lapangan

penimbunan, lapangan penimbunan peti kemas, gudang

penimbunan, dan tanki penimbunan.

2) Mengingat penyediaan tempat penimbunan sementara

dimaksudkan untuk menimbun barang untuk sementara waktu,

perlu adanya pembatasan jangka penimbunan barang –barang

didalamnya. TPS terbagi menjadi 2 yaitu : 145

a) Tempat Penimbunan Sementara yang ada di dalam area

pelabuhan (laut atau udara) dibatasi paling lama 30

(tiga puluh) hari sejak tanggal penimbunan.

b) Tempat Penimbunan Sementara yang ada diluar area

pelabuhan (tempat lain yang disamakan) dibatasi

paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal

penimbunan.

3) Pembatasan waktu penimbunan di Tempat Penimbunan

Sementara tujuannya agar arus lalu lintas barang yang

keluar /masuk kawasan pabean /pelabuhan tidak terhambat

(kongesti). Tidak lancarnya pengeluaran barang dari

pelabuhan akan menyebabkan sewa gudang meningkat, resiko

kehilangan/kerusakan barang impor/ekspor sangat tinggi,

yang pada akhirnya akan menyebabkan ekonomi biaya

tinggi.

Pemuatannya artinya pemuatan barang ekspor ke sarana

pengangkut, pengeluarannya artinya pengeluaran barang

impor dari TPS/Kawasan Pabean.

4) Perlu diketahui bahwa TPS hanya boleh digunakan untuk

menimbun :

a) barang ekspor maupun barang impor sementara menunggu

pengeluaran atau pemuatannya.

b) Barang yang berasal dari dalam daerah pabean dengan

tujuan untuk ekspor, reekspor, dikirim ke tempat lain

dalam daerah pabean dengan melewati tempat di luar

daerah pabean.

146

II. Tempat Penimbunan Berikat (TPB)

Pasal 44

(1) Dengan persyaratan tertentu, suatu kawasan, tempat, atau bangunandapat ditetapkan sebagai tempat penimbunan berikat denganmendapatkan penangguhan bea masuk untuk:a. menimbun barang impor guna diimpor untuk dipakai, dikeluarkan ke

tempat penimbunan berikat lainnya atau diekspor;b. menimbun barang guna diolah atau digabungkan sebelum diekspor

atau diimpor untuk dipakai;c. menimbun barang impor, dengan atau tanpa barang dari dalam

daerah pabean, guna dipamerkan; d. menimbun, menyediakan untuk dijual dan menjual barang impor

kepada orang dan/atau orang tertentu;e. menimbun barang impor guna dilelang sebelum diekspor atau

diimpor untuk dipakai;f. menimbun barang asal daerah pabean guna dilelang sebelum

diekspor atau dimasukkan kembali ke dalam daerah pabean; ataug. menimbun barang impor guna didaur ulang sebelum diekspor atau

diimpor untuk dipakai.(1a) Menteri dapat menetapkan suatu kawasan, tempat, atau

bangunan untuk dilakukannya suatu kegiatan tertentu selain kegiatansebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai tempat penimbunan berikat.

(2) Ketentuan mengenai persyaratan, tata cara pendirian penyelenggaraan,pengusahaan, dan perubahan bentuk tempat penimbunan berikat diaturlebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah.

(Pasal yang terkait Pasal 1 tentang pengertian TPB, Pasal 45tentang pengeluaran barang dari TPB, pasal 46 tentangpembekuan TPB dan pasal 47 tentang kewajiban pengusaha TPBjika izinnya di cabut ).

Penjelasan pasal 44 : 147

1) Sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1 ayat 17

Undang-Undang Kepabeanan, Tempat Penimbunan Berikat

adalah “bangunan, tempat atau kawasan yang memenuhi persyaratan

tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu

dengan mendapatkan penangguhan Bea masuk”.

2) Dalam perkembangannya fasilitas Tempat Penimbunan

Berikat (TPB) yang diberikan selama ini dirasa belum

cukup menampung kebutuhan investor luar negeri. Agar

investor lebih berminat menanamkan modalnya di Indonesia

dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti

Vietnam, Thailand, Malaysia dan lain-lain, maka cakupan

kegiatan yang dapt diberikan fasilitas TPB perlu

diperluas. Untuk itu tujuan tertentu didirikannya Tempat

Penimbunan Berikat tercantum dalam pasal 44 Undang-

Undang Kepabeanan, sebagai berikut :

1.menimbun barang impor guna diimpor untuk dipakai,

dikeluarkan ke tempat berikat lainnya atau diekspor

(Gudang Berikat).

2.menimbun barang guna diolah atau digabungkan sebelum

diekspor atau diimpor untuk dipakai (Kawasan

Berikat ).

3.menimbun barang impor, dengan atau tanpa digabungkan

dengan barang dari dalam daerah pabean, guna

dipamerkan (Tempat Pameran Berikat ).

4.menimbun, menyediakan untuk dijual dan menjual barang

impor kepada orang tertentu (Toko Bebas Bea).

5.menimbun barang impor guna dilelang sebelum diekspor

atau diimpor untuk dipakai (Tempat Lelang Berikat). 148

6.menimbun barang asal daerah pabean guna dilelang

sebelum diekspor atau dimasukkan kembali ke dalam

daerah pabean (Tempat Lelang Berikat).

7.menimbun barang impor guna didaur ulang sebelum

diekspor atau diimpor untuk dipakai (Tempat Daur Ulang

Berikat).

3) Pasal ini pada dasarnya menambah tujuan pengeluaran

barang yang ditimbun di GB sehingga dapat dipindahkan ke

TPB lain, selain menegaskan kembali fungsi Kawasan

Berikat. Fungsi lain KB adalah mengatur pameran dalam

TPB, dimana pameran boleh dilakukan dengan

menggabungkan antara barang impor dengan barang asal

daerah pabean. Terhadap barang pameran tersebut dapat

dijual setelah bea masuk atas barang impor dilunasi.

Sedangkan ketentuan yang berhubungan dengan Toko Bebas

Bea (TBB) adalah mempertegas ketentuan TBB dimana

pembelinya adalah selain orang-orang tertentu

dimungkinkan juga adanya suatu kegiatan tertentu yang

didalamnya dilakukan kegiatan perdagangan yang

pembelinya siapa saja dengan membayar bea masuk.

Mengenai ketentuan baru mengenai Tempat Lelang Berikat

(TLB), dimana di dalam TLB ini memungkinkan barang dari

dalam daerah pabean digabungkan dengan barang impor

untuk dilelang.

Suatu hal yang baru dimana, di TPB memungkinkan kegiatan

daur ulang. Yang dimaksud dengan daur ulang yaitu suatu

kegiatan pengolahan limbah dan barang lainnya menjadi

149

produk yang mempunyai nilai tambah dan nilai ekonomi

yang lebih tinggi.

Pasal 45

(1) Barang dapat dikeluarkan dari tempat penimbunan berikat atas persetujuanpejabat bea dan cukai untuk:a. diimpor untuk dipakai;b. diolah;c. diekspor sebelum atau sesudah diolah;d. diangkut ke tempat penimbunan berikat lain atau tempat penimbunan sementara;e. dikerjakan dalam daerah pabean dan kemudian dimasukkan kembali ke tempat

penimbunan berikat dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri; atauf. dimasukkan kembali ke dalam daerah pabean.

(2) Barang dari tempat penimbunan berikat yang diimpor untuk dipakai berupa:a. barang yang telah diolah atau digabungkan;b. barang yang tidak diolah; dan/atauc. barang lainnyadipungut bea masuk berdasarkan tarif dan nilai pabean yang ditetapkan denganperaturan menteri.

(3) Orang yang mengeluarkan barang dari tempat penimbunan berikat sebelumdiberikan persetujuan oleh pejabat bea dan cukai tanpa bermaksud mengelakkankewajiban pabean, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesarRp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).

(4) Pengusaha tempat penimbunan berikat yang tidak dapat

mempertanggungjawabkan barang yang seharusnya berada di tempat tersebut

wajib membayar bea masuk yang terutang dan dikenai sanksi administrasi berupa

denda sebesar 100% (seratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar.

Penjelasan pasal 45 :

1) Adanya Tempat Penimbunan Berikat ini diharapkan untuk

menjamin adanya kelancaran arus barang dalam kegiatan

impor atau ekspor serta peningkatan produksi dalam

negeri dalam rangka pembangunan dan pengembangan ekonomi 150

nasional. Barang yang ditimbun di tempat penimbunan

berikat dapat dikeluarkan setelah mendapat persetujuan

pejabat Bea dan Cukai, untuk :

(1)diimpor untuk dipakai.

(2)diolah.

(3)diekspor sebelum atau sesudah diolah.

(4)diangkut ke tempat penimbunan berikat lain atau

tempat penimbunan sementara.

(5)dikerjakan dalam Daerah Pabean dan kemudian

dimasukkan kembali ke tempat penimbunan berikat

dengan persyaratan yang ditetapkan Menteri Keuangan.

(6)Memungkinkan TPB memberikan subkontrak, meminjamkan

dan mereparasi mesin ke Daerah Pabean Indonesia

Lainnya ( DPIL ).

(7)dimasukkan kembali ke dalam Daerah Pabean.

2) Barang dari tempat penimbunan berikat yang diimpor untuk

dipakai , berupa barang yang telah diolah atau

digabungkan, barang yang tidak diolah , dan/atau barang

lainnya dipungut bea masuk berdasarkan tarif dan nilai

pabean yang ditetapkan dengan peraturan Menteri

Keuangan. Ketentuan ayat 2 dari pasal ini ditujukan

untuk dapat mengenakan bea masuk berdasarkan tarif dan

nilai pabean dengan ketentuan yang berbeda berdasarkan

kateristik barang yang diimpor untuk dipakai.

3) Berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan orang yang

mengeluarkan barang dari tempat penimbunan berikat

sebelum diberikan persetujuan oleh pejabat Bea dan

Cukai tanpa bermaksud mengelakkan kewajiban pabean 151

dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp

75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah). Pengusaha

TPB yang tidak dapat mempertanggung jawabkan barang yang

seharusnya berada di tempat tersebut, wajib membayar bea

masuk yang terutang dan dikenai sanksi administrasi

sebesar 100% dari bea masuk yang seharusnya dibayar.

Pasal 46

(1) Izin tempat penimbunan berikat dibekukan bilamana penyelenggara tempatpenimbunan berikat :

a. berada dalam pengawasan kurator sehubungan tempat penimbunan berikat.b. menunjukkan ketidakmampuan dalam penyelenggaraan tempat penimbunan

berikat.(2) Pembekuan izin dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi pencabutan

bilamana penyelenggara tempat penimbunan berikat :a. tidak melunasi utangnya dalam jangka waktu yang ditetapkan; ataub. tidak mampu lagi mengusahakan tempat penimbunan berikat tersebut.

(3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberlakukan kembali bilamanapenyelenggara tempat penimbunan berikat :

a. telah melunasi utangnya; ataub. telah mengusahakan tempat penimbunan berikat tersebut.

(4) Izin tempat penimbunan berikat dalam hal :a. penyelenggara tempat penimbunan berikat untuk jangka waktu satu tahun

terus menerus tidak lagi melakukan kegiatan;b. penyelenggara tempat penimbunan berikat mengalami pailit;c. penyelenggara tempat penimbunan berikat bertindak tidak jujur dalam

usahanya; ataud. terdapat permintaan dari yang bersangkutan.

(5) Ketentuan tentang pembekuan, pemberlakuan kembali, dan pencabutan izin

tempat penimbunan berikat diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Penjelasan pasal 46:

1. Pasal 46 mengatur tentang pembekuan dan pencabutan TPB.

Pembekuan dilakukan bilamana penyelenggara berada dalam

152

pengawasan kurator atau menunjukkan ketidakmampuan dalam

penyelenggaraan tempat penimbunan berikat. Pembekuan

dihentikan bilamana penyelenggaran telah melunasi

utangnya atau telah mampu mengusahakan tempat penimbunan

berikat.

2. Izin TPB dicabut bilamana :

(1)penyelenggara tidak melunasi utangnya dalam jangka

waktu yang ditetapkan; atau

(2)penyelenggara tidak mampu lagi mengusahakan tempat

penimbunan berikat tersebut.

(3)penyelenggara tempat penimbunan berikat untuk jangka

waktu satu tahun terus menerus tidak lagi melakukan

kegiatan;

(4)penyelenggara tempat penimbunan berikat mengalami

pailit;

(5)penyelenggara tempat penimbunan berikat bertindak

tidak jujur dalam usahanya; atau

(6)terdapat permintaan dari yang bersangkutan.

Pasal 47

Bilamana izin tempat penimbunan berikat telah dicabut sebagaimana dimaksud dalamPasal 46, pengusaha dalam batas waktu tiga puluh hari sejak pencabutan izin harus :a. melunasi semua bea masuk yang terutang;b. mengekspor kembali barang yang masih ada di tempat penimbunan berikat; atauc. memindahkan barang yang masih ada di tempat penimbunan berikat ke tempat

penimbunan berikat lain.

Penjelasan pasal 47:

153

Pasal 47 mengatur tentang tindak lanjut penanganan barang

yang ditimbun di TPB ketika izin suatu TPB dicabut. Dalam

waktu 30 (tiga puluh) hari sejak pencabutan barang yang

masih terutang bea masuk harus diselesaikan dengan beberapa

alternatif pilihan, yaitu:

1. bea masuk yang terutang dilunasi,2. barang diekspor kembali, atau3. memindahkan barang ke tempat penimbunan berikat lain.

III. Tempat Penimbunan Pabean (TPP)

Pasal 48

(1) Di setiap kantor pabean disediakan tempat penimbunan pabean yangdikelola oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

(2) Penunjukan tempat lain yang berfungsi sebagai tempat penimbunanpabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.

Penjelasan pasal 48 :

1) Sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1 ayat 18

Undang-Undang Tempat Penimbunan Pabean adalah bangunan

dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu, yang

disediakan oleh pemerintah di Kantor Pabean, yang berada dibawah

pengelolaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk menyimpan barang

yang dinyatakan tidak dikuasai, barang yang dikuasai negara, dan barang

yang menjadi milik negara.

2) Disetiap kantor pabean disediakan tempat penimbunan

pabean. Penunjukan tempat lain yang berfungsi sebagai

154

tempat penimbunan pabean ditetapkan oleh Menteri

Keuangan.

155

156

Rangkuman

1. Di setiap Kawasan Pabean disediakan tempat

penimbunan sementara yang dikelola jangka waktunya

paling lama 30 hari.

2. Pengusaha TPS yang tidak dapat

mempertanggungjawabkan barang yang ditimbun dikenai

sanksi administrasi berupa denda.

3. Tujuan tertentu didirikannya Tempat Penimbunan

Berikat, adalah :

a)menimbun barang impor guna diimpor untuk dipakai,

dikeluarkan ke tempat penimbunan berikat lainnya

atau diekspor (Gudang Berikat).

b)menimbun barang guna diolah atau digabungkan

sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai

(Kawasan Berikat).

c)menimbun barang impor, dengan atau tanpa barang

dari dalam daerah pabean, guna dipamerkan (Tempat

Pameran Berikat).

d)menimbun, menyediakan untuk dijual dan menjual

barang impor kepada orang dan/atau orang tertentu

(Toko Bebas Bea).

e)menimbun barang impor guna dilelang sebelum

diekspor atau diimpor untuk dipakai (Tempat Lelang

157

Latihan

Untuk menguji pemahaman Anda terhadap materi

kegiatan belajar 9, silakan kerjakan soal-soal

latihan berikut!

1. Sebutkan perbedaan Tempat Penimbunan Sementara,

Tempat Penimbunan Berikat dan Tempat Penimbunan

Pabean !

2. Siapa yang berwenang menetapkan suatu kawasan

pabeaan sebagai TPS ?

3. Jelaskan sanksi apa yang akan dikenakan bilamana

pengusaha TPS tidak dapat mempertanggungjawabkan

barang yang ditimbun di TPSnya !

4. Jelaskan tujuan didirikannya TPB sesuai dengan

pasal 44 Undang-Undang Kepabeanan !

5. Jelaskan sanksi apa yang akan dikenakan bilamana

pengusaha TPB tidak dapat mempertanggungjawabkan

KEGIATANBELAJAR

PEMBUKUAN

Dalam kegiatan belajar ini akan diuraikan mengenai

ketentuan pembukuan dalam rangka audit kepabeanan. Pada

Undang-Undang Kepabeanan kegiatan belajar ini diatur pada

Bab IX.

I. Kewajiban PembukuanPasal 49

Importir, eksportir, pengusaha tempat penimbunan sementara, pengusahatempat penimbunan berikat, pengusaha pengurusan jasa kepabeanan, ataupengusaha pengangkutan wajib menyelenggarakan pembukuan.

Penjelasan pasal 49 :

158

Indikator Keberhasilan

Diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan ketentuan pembukuan untuk kepentingan audit kepabeanan

109

1) Pengertian pembukuan pada pasal ini adalah suatu proses

pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk

mengumpulkan data dan informasi yang meliputi dan

mempengaruhi keadaan harta, utang, modal, pendapatan,

dan biaya yang secara khusus menggambarkan jumlah harga

perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang kemudian

diikhtisarkan dalam laporan keuangan.

2) Para pihak yang berkewajiban menyelenggarakan pembukuan

adalah mereka yang terkait dengan barang ekspor/impor

yaitu importir, eksportir, pengusaha tempat penimbunan

sementara, pengusaha tempat penimbunan berikat,

pengusaha pengurusan jasa kepabeanan, atau pengusaha

pengangkutan.

3) Kewajiban menyelenggarakan pembukuan diperlukan untuk

pelaksanaan audit kepabeanan setelah barang dikeluarkan

dari kawasan pabean.

Yang dimaksud dengan pengusaha pengangkutan yaitu orang

yang menyediakan jasa angkutan barang impor atau ekspor

dengan sarana pengangkut di darat, laut, dan udara.

Pasal 50(1) Atas permintaan pejabat bea dan cukai, orang sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 49 wajib menyerahkan laporan keuangan, buku, catatan dandokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitandengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, serta surat yangberkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan untuk kepentingan auditkepabeanan.

(2) Dalam hal orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berada ditempat, kewajiban untuk menyerahkan laporan keuangan, buku, catatandan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan

159

dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, surat yang berkaitandengan kegiatan di bidang kepabeanan beralih kepada yang mewakili.

Penjelasan pasal 50 :

1) Untuk kepentingan pemeriksaan pabean (audit) importir,

eksportir, pengusaha tempat penimbunan sementara,

pengusaha tempat penimbunan berikat, pengusaha

pengurusan jasa kepabeanan, atau pengusaha pengangkutan

wajib menyerahkan laporan keuangan, buku, catatan dan

dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang

berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data

elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan

di bidang kepabeanan.

2) Yang dimaksud dengan orang sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) tidak berada di tempat bagi orang berupa badan

hukum yaitu pimpinan badan hukum tersebut. Pengertian

dari ‘yang mewakili’ yaitu karyawan atau bawahan atau

pihak lain yang ditunjuk oleh orang sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 49.

II. Tata Cara Pembukuan

Pasal 51(1) Pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 wajib diselenggarakan

dengan baik agar menggambarkan keadaan atau kegiatan usaha yangsebenarnya, dan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta,kewajiban, modal, pendapatan, dan biaya.

(2) Pembukuan wajib diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakanhuruf latin, angka Arab, mata uang rupiah, dan bahasa Indonesia, ataudengan mata uang asing dan bahasa asing yang diizinkan oleh menteri.

(3) Laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar 160

pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk dataelektronik, surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeananwajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun pada tempat usahanya diIndonesia.

(4) Ketentuan mengenai pedoman penyelenggaraan pembukuan diatur lebihlanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.

Penjelasan pasal 51 :

1) Ketentuan pembukuan yang wajib dilakukan seperti pada

ayat (1) dan (2) dimaksudkan :

a) Pembukuan wajib diselenggarakan dengan baik agar

menggambarkan keadaan atau kegiatan usaha yang

sebenarnya, dan sekurang-kurang terdiri dari catatan

mengenai harta, kewajiban, modal, pendapatan, dan

biaya. Agar dapat digitung besarnya nilai transaksi

impor atau ekspor untuk menjamin tercapainya maksud

tersebut, pembukuan harus diselenggarakan dengan cara

atau sistem yg lazim dipakai di Indonesia misalnya

berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan.

b) Pembukuan wajib diselenggarakan di Indonesia dengan

menggunakan huruf latin, angka Arab, mata uang

rupiah, dan bahasa Indonesia atau dengan mata uang

asing dan bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri

Keuangan.

2) Kewajiban menyimpan pembukuan diatur selama 10 tahun

pada tempat usahanya di Indonesia. Maksud penyimpanan

selama 10 tahun ini adalah agar ketika Direktur Jenderal

Bea dan cukai akan melakukan audit kepabeanan, bukti

dasar pembukuan dan surat yang diperlukan masih tetap

161

ada dan dapat segera disediakan. Dalam hal data tersebut

berupa data elektronik, orang wajib menjaga keandalan

sistem pengolahan data yang digunakan agar data

elektronik yang disimpan dapat dibuka, dibaca atau

diambil kembali setiap waktu.

Pasal 52

(1) Orang yang tidak menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 49 dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesarRp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

(2) Orang yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal51 ayat (1), ayat (2), atau ayat (3) dikenai sanksi administrasi berupa dendasebesar Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah)

Penjelasan pasal 52 :

1) Pasal 52 mengatur tentang sanksi yang akan dikenakan

bilmana Orang tidak menyelenggarakan pembukuan.

2) Ketentuan ayat 1 yaitu sanksi administrasi berupa denda

sebesar Rp. 50.000.000,00 dikenakan terhadap mereka yang

tidak menyelenggarakan pembukuan sesuai pasal 49.

3) Ketentuan ayat 2 yaitu sanksi administrasi berupa denda

sebesar Rp. 25.000.000,00 dikenakan terhadap mereka yang

tidak menyelengarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan

pasal 51 (sudah ada pembukuan namun tidak sesuai dengan

kaidah pembukuan yang benar).

162

163

Rangkuman

1. Importir, eksportir, pengusaha tempat penimbunan

sementara, pengusaha tempat penimbunan berikat,

pengusaha pengurusan jasa kepabeanan, atau

pengusaha pengangkutan wajib menyelenggarakan

pembukuan.

2. Ketentuan pembukuan yang wajib dilakukan oleh

orang adalah :

a) Pembukuan wajib diselenggarakan dengan baik

agar menggambarkan keadaan atau kegiatan usaha

yang sebenarnya, dan sekurang-kurang terdiri

dari catatan mengenai harta, kewajiban, modal,

pendapatan, dan biaya.

b) Pembukuan wajib diselenggarakan di Indonesia

dengan menggunakan huruf latin, angka Arab,

mata uang rupiah, dan bahasa Indonesia atau

dengan mata uang asing dan bahasa asing yang

diizinkan oleh Menteri Keuangan.

c) Wajib menyimpan pembukuan selama 10 tahun pada

tempat usahanya di Indonesia. Maksud

penyimpanan selama 10 tahun ini adalah agar

ketika Direktur Jenderal Bea dan cukai akan

melakukan audit kepabeanan, bukti dasar

164

Latihan

Untuk menguji pemahaman Anda terhadap materi

kegiatan belajar 10, silakan kerjakan soal-soal

latihan berikut!

1. Sebutkan pihak-pihak mana saja yang berkewajiban

untuk menyelenggarakan pembukuan dan menyimpan

catatan atau dokumen terkait dengan kegiatan

impor dan ekspornya !

2. Berapa lama jangka waktu kewajiban menyimpan

buku atau catatan terkait dengan impor atau

ekspor ?

3. Mengapa buku atau catatan tadi harus disimpan

selama itu !

4. Jelaskan cara melakukan pembukuan yang dapat

dipergunakan untuk kepentingan audit kepabeanan !

KEGIATANBELAJAR

LARANGAN DAN PEMBATASAN IMPORATAU EKSPOR

Dalam kegiatan belajar ini dibahas mengenai ketentuan

larangan dan pembatasan impor dan eskpor, pengendalian impor

atau ekspor barang hasil pelanggaran hak atas kekayaan

intelektual, dan penindakan atas barang yang terkait dengan

terorisme dan/atau kejahatan lintas negara. Pada Undang-

Undang Kepabeanan kegiatan belajar ini diatur pada Bab X.

165

Indikator Keberhasilan

Diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan :ketentuan larangan dan pembatasan impor atau ekspor.Pengendalian impor atau ekspor barang hasil pelanggaran

HAKI.penindakan atas barang yang terkait dengan terorisme

dan/atau kejahatan lintas negara

119

I. Larangan dan Pembatasan Impor atau

Ekspor

Pasal 53

(1) Untuk kepentingan pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuanlarangan dan pembatasan, instansi teknis yang menetapkan peraturanlarangan dan/atau pembatasan atas impor atau ekspor wajibmemberitahukan kepada Menteri.

(2) Ketentuan mengenai pelaksanaan pengawasan peraturan larangandan/atau pembatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebihlanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.

(3) Semua barang yang dilarang atau dibatasi yang tidak memenuhi syaratuntuk diimpor atau diekspor, jika telah diberitahukan denganpemberitahuan pabean, atas permintaan importir atau eksportir:a. dibatalkan ekspornya;b. diekspor kembali; atau c. dimusnahkan di bawah pengawasan pejabat bea dan cukai

kecuali terhadap barang dimaksud ditetapkan lain berdasarkanperaturan perUndang-Undangan yang berlaku.

← Barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor yangtidak diberitahukan atau diberitahukan secara tidak benar dinyatakansebagai barang yang dikuasai negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal68, kecuali terhadap barang dimaksud ditetapkan lain berdasarkan peraturanperUndang-Undangan yang berlaku.

Penjelasan Pasal 53Ayat (1): Sesuai dengan praktik kepabeanan internasional, pengawasanlalulintas barang yang masuk atau keluar dari daerah pabean dilakukan olehinstansi pabean. Dengan demikian, agar pelaksanaan pengawasan peraturanlarangan dan pembatasan menjadi efektif dan terkoordinasi, instansi teknisyang bersangkutan wajib menyampaikan peraturan dimaksud kepada Menteriuntuk ditetapkan dan dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.Ayat (2): Cukup jelas.Ayat (3): Barang yang dilarang atau dibatasi impor atau ekspornya yang tidak

166

memenuhi syarat yaitu barang impor atau ekspor yang telah diberitahukandengan pemberitahuan pabean, tetapi tidak memenuhi persyaratansebagaimana diatur dalam ketentuan larangan atau pembatasan atas barangyang bersangkutan. Yang dimaksud dengan diberitahukan dengan pemberitahuan pabean dalampasal ini dapat berupa pemberitahuan kedatangan sarana pengangkut,pemberitahuan impor untuk dipakai, dan pemberitahuan ekspor barang. Permintaan importir atau eksportir untuk membatalkan ekspornya,mereekspor, atau memusnahkan tidak dapat disetujui jika peraturanperUndang-Undangan yang berlaku menetapkan lain.Ayat (4): Yang dimaksud dengan ditetapkan lain berdasarkan peraturanperUndang-Undangan yang berlaku yaitu bahwa peraturan perUndang-Undangan yang bersangkutan telah mengatur secara khusus penyelesaianbarang impor yang dibatasi atau dilarang, misalnya impor limbah yangmengandung bahan berbahaya dan beracun.

Penerapan sanksi administrasi pada ayat ini tidak mengurangi ketentuanpidana.

Penjelasan pasal 53 :

1) Dalam Undang-Undang Kepabeanan, ditetapkan bahwa dalam

rangka untuk kepentingan pengawasan yang dilakukan oleh

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terhadap pelaksanaan

ketentuan dan larangan dan pembatasan, maka instansi

teknis yang menetapkan larangan dan atau pembatasan atas

impor atau ekspor barang tertentu wajib memberitahukan

kepada Menteri Keuangan, sebagai atasan dari Direktorat

Jenderal Bea dan Cukai. Pada hakekatnya pengawasan

terhadap pelaksanaan peraturan larangan dan pembatasan

dilakukan pada saat pemasukan atau pengeluaran barang ke

atau dari daerah pabean. Sesuai dengan praktek

kepabeanan internasional pengawasan lalu lintas barang

167

yang masuk atau keluar dari daerah pabean dilakukan oleh

instansi pabean (dalam hal ini Direktorat Jenderal Bea

dan Cukai).

2) Suatu barang dilarang diimpor atau diekspor jika barang

tersebut sesuai ketentuan perUndang-Undang yang berlaku

dilarang untuk diimpor atau diekspor. Suatu barang

dibatasi impornya atau ekspornya jika barang tersebut

sesuai ketentuan perUndang-Undangan yang berlaku memang

dibatasi untuk diimpor atau diekspor. Pembatasan

tersebut dapat dilakukan dengan melalui proses

perizinan atau pembatasan jumlah yang diimpor atau

diekspor.

Contoh larangan impor : pakaian bekas.

Contoh pembatasan impor : Impor daging sapi harus

mendapatkan izin dari Dinas Karantina Hewan yang

menyatakan bahwa daging dalam kondisi sehat, juga harus

mendapatkan izin Impor dari Kementerian Perdagangan

terkait dengan jumlah daging yang dapat diimpor.

3) Agar pelaksanaan pengawasan peraturan larangan dan

pembatasan menjadi lebih efektif dan terkoordinasi,

maka instansi teknis yang bersangkutan dengan barang

impor atau ekspor yang dilarang atau dibatasi wajib

menyampaikan peraturan dimaksud kepada Menteri Keuangan

untuk ditetapkan dan dilaksanakan oleh Direktorat

Jenderal Bea dan Cukai. Barang yang dilarang atau

dibatasi yang tidak memenuhi syarat untuk diekspor atau

diimpor, jika telah diberitahukan dalam Pemberitahuan

Pabean, atas permintaan importir atau eksportir harus 168

dibatalkan ekspornya, diekspor kembali, di atau

dimusnahkan dibawah pengawasan bea dan cukai, kecuali

terhadap barang dimaksud ditetapkan lain berdasarkan

peraturan perUndang-Undangan yang berlaku.

Maksud dari kalimat “kecuali terhadap barang dimaksud ditetapkan

lain berdasarkan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku” pada

ayat ini berarti permohonan importir atau eksportir

untuk membatalkan ekspornya, mengekspor kembali, atau

meminta untuk dimusnahkan di bawah pengawasan bea dan

cukai, tidak dapat diberikan jika peraturan peruandang-

undangan yang berlaku menetapkan lain.

Contoh : Limbah yang mengandung bahan berbahaya dan

beracun tunduk terhadap Undang-Undang lingkungan hidup.

Barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau

diekspor yang tidak memenuhi syarat adalah barang impor

atau ekspor yang telah diberitahukan dengan

Pemberitahuan Pabean, tetapi tidak memenuhi persyaratan

sebagaimana diatur dalam ketentuan larangan atau

pembatasan atas barang yang bersangkutan.

4) Barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau

diekspor yang tidak diberitahukan atau diberitahukan

secara tidak benar dinyatakan sebagai barang milik

negara.

Contoh : Dalam Pemberitahuan Impor Barang diberitahukan

biji gandum, namun pada waktu dilakukan pemeriksaan

fisik ternyata kedapatan beras. Atas barang impor

tersebut karena diberitahukan secara tidak benar maka

dinyatakan sebagai barang milik negara.

169

Namun tidak semua barang larangan dikuasai negara.

Terhadap barang dimaksud dapat ditetapkan lain

berdasarkan peraturan yang berlaku. Peraturan yang

bersangkutan telah mengatur secara khusus penyelesaian

barang impor yang dibatasi atau dilarang.

Contoh : Impor limbah yang mengandung bahan berbahaya

dan beracun. Atas barang tersebut tidak dikuasai

negara atau menjadi barang milik negara. Atas barang

impor tersebut wajib direekspor atau dimusnahkan di

bawah pengawasan pejabat bea dan cukai (penyelesaian ini

sesuai dengan penyelesaian barang impor yang dibatasi

atau dilarang yang telah diatur secara khusus pada

peraturan yang bersangkutan).

II. Pengendalian Impor atau Ekspor BarangHasil Pelanggaran HAKI

Pasal 54 sampai dengan 64 mengatur tentang pengendalian

impor atau ekspor atas barang yang diduga ada pelanggaran

Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI).

Pasal 54Atas permintaan pemilik atau pemegang hak atas merek atau hak cipta, ketuapengadilan niaga dapat mengeluarkan perintah tertulis kepada pejabat beadan cukai untuk menangguhkan sementara waktu pengeluaran barang imporatau ekspor dari kawasan pabean yang berdasarkan bukti yang cukup, didugamerupakan hasil pelanggaran merek dan hak cipta yang dilindungi diIndonesia.

170

Pasal 55

Permintaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 diajukan dengan disertai :a. bukti yang cukup mengenai adanya pelanggaran merek atau hak cipta yang

bersangkutan;b. bukti pemilikan merek atau hak cipta yang bersangkutan;c. perincian dan keterangan yang jelas mengenai barang impor atau ekspor

yang dimintakan penangguhan pengeluarannya, agar dengan cepat dapatdikenali oleh pejabat bea dan cukai; dan

d. jaminan.

Penjelasan Pasal 55Kelengkapan bahan-bahan seperti tersebut dalam huruf a sampai denganhuruf d sangat penting dan karena itu kelengkapannya bersifat mutlak. Haltersebut dimaksudkan untuk menghindarkan penggunaan ketentuan ini dalampraktik dagangan yang justru bertentangan dengan tujuan pengaturan untukmengurangi atau meniadakan perdagangan barang-barang hasil pelanggaranmerek dan hak cipta.

Praktik dagang serupa itu, yang kadang kala dilakukan sebagai caramelemahkan atau melumpuhkan pesaing, pada akhirnya tidak menguntungkanbagi perekonomian pada umumnya. Oleh karena itu, keberadaan jaminan yangcukup nilainya memiliki arti penting setidaknya karena tiga hal. Pertama,melindungi pihak yang diduga melakukan pelanggaran dari kerugian yangtidak perlu. Kedua, mengurangi kemungkinan berlangsungnyapenyalahgunaan hak. Ketiga, melindungi pejabat bea dan cukai darikemungkinan adanya tuntutan ganti rugi karena dilaksanakannya perintahpenangguhan.

Pasal 56Berdasarkan perintah tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, pejabatbea dan cukai:a. memberitahukan secara tertulis kepada importir, eksportir, atau pemilik

barang mengenai adanya perintah penangguhan pengeluaran barangimpor dan ekspor;

b. melaksanakan penangguhan pengeluaran barang impor atau ekspor yangbersangkutan dari kawasan pabean terhitung sejak tanggal diterimanya

171

perintah tertulis ketua pengadilan niaga.

Penjelasan Pasal 56: Cukup jelas.

Pasal 57(1) Penangguhan pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 56 huruf b dilaksanakan untuk jangka waktu paling lama 10(sepuluh) hari kerja.

(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berdasarkanalasan dan dengan syarat tertentu, dapat diperpanjang satu kali untukpaling lama 10 (sepuluh) hari kerja dengan perintah tertulis ketuapengadilan niaga.

(3) Perpanjangan penangguhan terhadap pengeluaran barang impor atauekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai denganperpanjangan jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf d.

Penjelasan Pasal 57Ayat (1): Jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja tersebut merupakan jangka waktumaksimum bagi penangguhan. Jangka waktu tersebut disediakan untukmemberi kesempatan kepada pihak yang meminta penangguhan agar segeramengambil langkah-langkah untuk mempertahankan haknya sesuai denganperaturan perUndang-Undangan yang berlaku.Ayat (2): Perpanjangan jangka waktu penangguhan tersebut hanya dapatdilakukan dengan syarat yang ketat untuk mencegah kemungkinanpenyalahgunaan hak untuk meminta penangguhan.Ayat (3): Cukup jelas

Pasal 58(1) Atas permintaan pemilik atau pemegang hak atas merek atau hak cipta

yang meminta perintah penangguhan, ketua pengadilan niaga dapatmemberi izin kepada pemilik atau pemegang hak tersebut guna memeriksabarang impor atau ekspor yang diminta penangguhan pengeluarannya.

(2) Pemberian izin pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilakukan oleh ketua pengadilan niaga setelah mendengarkan danmempertimbangkan penjelasan serta memperhatikan kepentingan pemilikbarang impor atau ekspor yang dimintakan penangguhanpengeluarannya.

Penjelasan Pasal 58 172

Ayat (1): Pemeriksaan tersebut dilakukan dalam rangka identifikasi ataupencacahan untuk kepentingan pengambilan tindakan hukum atau langkah-langkah untuk mempertahankan hak yang diduga telah dilanggar.Pemeriksaan tersebut dilakukan dengan sepengetahuan pejabat bea dan cukai.Ayat (2): Karena permintaan penangguhan tersebut masih berdasarkandugaan, kepentingan pemilik barang juga perlu diperhatikan secara wajar.Kepentingan tersebut, antara lain kepentingan untuk menjaga rahasia dagangatau informasi teknologi yang dirahasiakan, yang digunakan untukmemproduksi barang impor atau ekspor tersebut. Dalam hal demikian,pemeriksaan hanya diizinkan secara fisik, sekedar untuk mengidentifikasi ataumencacah barang-barang yang dimintakan penangguhan.

Pasal 59(1) Apabila dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1), pejabat bea dan cukai tidak menerimapemberitahuan dari pihak yang meminta penangguhan pengeluaranbahwa tindakan hukum yang diperlukan untuk mempertahankan haknyasesuai dengan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku telahdilakukan dan ketua pengadilan niaga tidak memperpanjang secaratertulis perintah penangguhan, pejabat bea dan cukai wajib mengakhiritindakan penangguhan pengeluaran barang impor atau ekspor yangbersangkutan dan menyelesaikannya sesuai dengan ketentuan kepabeananberdasarkan Undang-Undang ini.

(2) Dalam hal tindakan hukum untuk mempertahankan hak telah mulaidilakukan sesuai dengan peraturan perUndang-Undangan yang berlakudalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sebagaimana dimaksud padaayat (1), pihak yang meminta penangguhan pengeluaran barang imporatau ekspor wajib secepatnya melaporkannya kepada pejabat bea dancukai yang menerima perintah dan melaksanakan penangguhan barangimpor atau ekspor.

(3) Dalam hal tindakan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telahdiberitahukan dan ketua pengadilan niaga tidak memperpanjang secaratertulis perintah penangguhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57ayat (2), pejabat bea dan cukai mengakhiri tindakan penangguhanpengeluaran barang impor atau ekspor yang bersangkutan danmenyelesaikannya sesuai dengan ketentuan kepabeanan berdasarkanUndang-Undang ini.

Penjelasan Pasal 59: Cukup jelas

173

Pasal 60Dalam keadaan tertentu, importir, eksportir, atau pemilik barang impor atau ekspor dapat mengajukan permintaan kepada ketua pengadilan niaga untuk memerintahkan secara tertulis kepada pejabat bea dan cukai agar mengakhiri penangguhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 dengan menyerahkan jaminan yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf d.

Penjelasan Pasal 60Yang dimaksud dengan keadaan tertentu tersebut, misalnya kondisi atau sifat barang yang cepat rusak.

Pasal 61(1) Apabila dari hasil pemeriksaan perkara terbukti bahwa barang impor atau

ekspor tersebut tidak merupakan atau tidak berasal dari hasil pelanggaranmerek atau hak cipta, pemilik barang impor atau ekspor berhak untukmemperoleh ganti rugi dari pemilik atau pemegang hak yang memintapenangguhan pengeluaran barang impor atau ekspor tersebut.

(2) Pengadilan niaga yang memeriksa dan memutus perkara sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dapat memerintahkan agar jaminan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 55 huruf d digunakan sebagai pembayaran ataubagian pembayaran ganti rugi yang harus dibayarkan.

Penjelasan Pasal 61: Cukup jelas

Pasal 62Tindakan penangguhan pengeluaran barang impor atau ekspor dapat puladilakukan karena jabatan oleh Pejabat Bea dan Cukai apabila terdapat buktiyang cukup bahwa barang tersebut merupakan atau berasal dari hasilpelanggaran merek atau hak cipta.

Penjelasan Pasal 62Tindakan karena jabatan ini dilakukan hanya kalau dimiliki bukti-bukti yangcukup. Tujuannya untuk mencegah peredaran barang-barang yang merupakanatau berasal dari hasil pelanggaran merek atau hak cipta yang berdampakburuk terhadap perekonomian pada umumnya. Dalam hal diambil tindakanserupa ini, berlaku sepenuhnya tata cara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Merek atau Undang-Undang tentang Hak Cipta.

Pasal 63Ketentuan penangguhan pengeluaran barang yang diduga merupakan hasil 174

pelanggaran hak atas kekayaan intelektual tidak diberlakukan terhadap barangbawaan penumpang, awak sarana pengangkut, pelintasbatas, atau barangkiriman melalui pos atau jasa titipan yang tidak dimaksudkan untuk tujuankomersial.Penjelasan Pasal 63: Cukup jelas

Pasal 64(1) Pengendalian impor atau ekspor barang yang diduga merupakan hasilpelanggaran hak atas kekayaan intelektual, selain merek dan hak ciptasebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, ditetapkan dengan peraturanpemerintah.(2) Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Pasal 54sampai dengan Pasal 63 diatur dengan peraturan pemerintah.

Penjelasan Pasal 64Ayat (1): Dengan tetap memperhatikan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994tentang Pengesahan Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia,penerapan ketentuan dalam pasal 54 sampai dengan Pasal 63 terhadap hakatas kekayaan intelektual, selain menyangkut merek dan hak cipta, dilakukansecara bertahap dengan mempertimbangkan kemampuan dan kesiapanpengelolaan sistem atas kekayaan intelektual.Ayat (2): Cukup jelas

Penjelasan Pasal 54 – 64 :

1) Perintah tertulis penangguhan pengeluaran dikeluarkan

oleh ketua pengadilan niaga yang daerah hukumnya

meliputi kawasan pabean, yaitu tempat kegiatan impor

atau ekspor tersebut berlangsung. Dalam hal impor barang

tersebut ditujukan ke beberapa kawasan pabean dalam

daerah pabean Indonesia permintaan perintah tersebut

ditujukan kepada dan dikeluarkan oleh ketua pengadilan

niaga yang daerah hukumnya meliputi kawasan pabean

pertama, yaitu tempat impor barang yang bersangkutan

ditujukan atau dibongkar. Dalam hal ekspor dilakukan

175

dari beberapa kawasan pabean, permintaan tersebut

ditujukan kepada dan dikeluarkan oleh ketua pengadilan

niaga yang daerah hukumnya meliputi kawasan pabean

pertama, yaitu tempat ekspor berlangsung. Yang dimaksud

dengan pengadilan niaga yaitu pengadilan niaga yang

berwenang berdasarkan peraturan perUndang-Undangan yang

berlaku. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai diberi tugas

untuk melakukan penangguhan sementara waktu atas

pengeluaran barang impor atau ekspor atas dugaan adanya

pelanggaran atas HAKI , atas perintah tertulis dari

ketua pengadilan niaga yang daerah hukumnya meliputi

kawasan pabean dimana kegiatan impor atau ekspor itu

berlangsung. Perintah tertulis tersebut dikeluarkan oleh

ketua pengadilan niaga atas permintaan pemilik atau

pemegang hak atas merek atau hak cipta.

2) Jenis-jenis HAKI yang ada dan telah ditetapkan dengan

Undang-Undang adalah:

a. Hak Cipta (Copy Right) , Undang-Undang Nomor 10

tahun 2003

b. Hak Merk Dagang (Trade Mark) Undang-Undang Nomor 15

tahun 2001

c. Hak Patent Undang-Undang Nomor 14 tahun 2001

d. Hak Desain Produk Industri Undang-Undang Nomor 31

tahun 2001

e. Rahasia Dagang Undang-Undang Nomor 30 tahun 2000

f. Desain Rangkaian Listrik Terpadu Undang-Undang Nomor

32 tahun 2000

g. Indikasi Geografis

176

3) Berkaitan dengan tugas dan fungsí DJBC sesuai ketentuan

yang diatur dalam pasal 54 Undang-Undang Kepabeanan,

pengendalian barang hasil pelanggaran HAKI meliputi hak

atas merek atau hak cipta. Tindakan Direktorat Jenderal

Bea dan Cukai dalam melakukan penangguhan sementara

waktu pengeluaran barang impor atau ekspor di Kawasan

Pabean berdasarkan bukti yang cukup, atas perintah

tertulis Ketua Pengadilan Niaga setempat. Dalam hal

barang ekspor dilakukan di beberapa Kawasan Pabean,

permintaan tersebut ditujukan kepada dan dikeluarkan

oleh Ketua Pengadilan Niaga yang daerah hukumnya

meliputi Kawasan Pabean pertama yaitu Tempat Ekspor

berlangsung.

Permintaan pemilik atau pemegang HAKI sebagaimana

disebutkan diatas dengan disertai :

- bukti yang cukup mengenai adanya pelanggaran HAKI

(merk/hak cipta) yang bersangkutan

- Bukti pemilikan HAKI (merk, hak cipta) yang

bersangkutan

- Perincian atau keterangan yang jelas mengenai barang

impor / ekspor yang dimintakan penangguhan

pengeluarannya, agar dengan cepat dapat dikenali oleh

Pejabat Bea dan Cukai.

- Jaminan

Kelengkapan persyaratan diatas sangat penting dan

karena itu kelengkapannya bersifat mutlak. Hal ini

dimaksudkan untuk menghindarkan penggunaan ketentuan ini

dalam praktek dagang yang justru bertentangan dengan

177

tujuan pengaturan untuk mengurangi atau meniadakan

perdagangan barang-barang hasil pelanggaran HAKI (atas

merk/hak cipta) yang bersangkutan.

Praktek dagang serupa itu, yang kadangkala dilakukan

sebagai cara melemahkan atau melumpuhkan pesaing, yang

pada akhirnya tidak menguntungkan perekonomian pada

umumnya. Oleh karena itu, keberadaan jaminan yang cukup

nilainya memiliki arti yang penting setidaknya karena

tiga hal yaitu :

- melindungi pihak yang diduga melakukan pelanggaran

(importir/eksportir) dari kerugian yang tidak perlu.

- mengurangi kemungkinan berlangsungnya penyalahgunaan

HAKI

- Melindungi Pejabat Bea Cukai dari kemungkinan adanya

tuntutan ganti rugi karena dilaksanakannya perintah

penangguhan.

Pejabat Bea dan Cukai setelah menerima perintah

tertulis dari Ketua Pengadilan Negeri akan melakukan

tindakan :

- memberitahukan secara tertulis kepada

importir/eksportir atau pemilik barang mengenai

adanya perintah penangguhan pengeluaran barang impor

atau ekspornya;

- melaksanakan penangguhan pengeluaran barang impor

atau ekspor yang bersangkutan dari kawasan Pabean,

terhitung sejak tanggal diterimanya perintah tertulis

dari Ketua Pengadilan Negeri setempat.

178

4) Penangguhan pengeluaran barang dilaksanakan oleh Pejabat

Bea dan Cukai untuk jangka waktu paling lama 10

(sepuluh) hari kerja. Jangka waktu tersebut disediakan

untuk memberi kesempatan kepada pihak yang meminta

penangguhan agar segera mengambil langkah-langkah untuk

mempertahankan haknya sesuai dengan peraturan perUndang-

Undangan yang berlaku.

Penangguhan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja

berdasarkan alasan dan dengan syarat-syarat tertentu

dapat diperpanjang satu kali untuk paling lama 10

(sepuluh) hari kerja dengan perintah tertulis Ketua

Pengadilan Niaga setempat. Perpanjangan penangguhan

pengeluaran barang impor/ekspor disertai dengan

perpanjangan jaminan.

Atas permintaan pemilik/pemegang HAKI (merk/hak cipta)

yang telah meminta penangguhan, Ketua Pengadilan Negeri

setempat dapat memberi izin kepada pemilik/pemegang

HAKI, guna memeriksa barang impor /ekspor yang diminta

penangguhan pengeluarannya. Izin pemeriksaan tersebut

dilakukan dalam rangka identifikasi atau pencacahan

untuk kepentingan pengambilan tindakan hukum atau

langkah-langkah untuk mempertahankan hak yang diduga

telah dilanggar. Pemeriksaan tersebut sudah tentu

dilakukan dengan sepengetahuan Pejabat Bea dan Cukai.

Izin pemeriksaan diberikan setelah mempertimbangkan

kepentingan importir/eksportir.

Karena permintaan penangguhan tersebut masih berdasarkan

dugaan, maka kepentingan pemilik barang

179

(importir/eksportir) juga perlu diperhatikan secara

wajar.

Kepentingan yang dimaksud antara lain :

Kepentingan untuk menjaga rahasia dagang.

informasi teknologi yang dirahasiakan yang digunakan

untuk memproduksi barang impor/ekspor.

Dalam hal demikian, pemeriksaan hanya diizinkan

secara fisik, sekedar untuk identifikasi atau mencacah

barang-barang yang dimintakan penangguhan. Apabila

selama penangguhan tidak ada permintaan untuk

memperpanjang perintah penangguhan, Pejabat Bea dan

Cukai wajib mengakhiri tindakan penangguhan pengeluaran

barang impor/ekspor yang bersangkutan, dan segera

menyelesaikannya sesuai dengan ketentuan kepabeanan

berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.

5) Dalam hal tertentu importir/eksportir atau pemilik

barang dapat mengajukan permintaan kepada Ketua

Pengadilan Niaga setempat untuk memerintahkan secara

tertulis kepada Pejabat Bea dan Cukai agar mengakhiri

penangguhan dengan menyerahkan jaminan yang sama dengan

jaminan yang diserahkan oleh pemilik HAKI. Yang dimaksud

dengan hal tertentu tersebut misalnya kondisi atau sifat

barang yang cepat rusak.

Apabila dari hasil pemeriksaan perkara di depan

pengadilan terbukti bahwa barang impor/ekspor tersebut

tidak merupakan atau tidak berasal dari hasil

pelanggaran HAKI (merk atau hak cipta) pemilik barang

impor/ekspor berhak memperoleh ganti rugi dari

180

pemilik/pemegang hak yang meminta penangguhan

pengeluaran barang impor/ekspor tersebut. Ganti rugi

diperoleh dengan membayar dari jaminan yang telah

dipertaruhkan oleh pemilik/ pemegang hak.

6) Penangguhan dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai karena

jabatan. apabila terdapat bukti yang cukup.

Tindakan karena jabatan ini dilakukan oleh Bea dan Cukai

hanya kalau dimiliki bukti yang cukup bahwa barang

tersebut merupakan pelanggaran HAKI (merk/hak cipta).

Tujuannya untuk mencegah peredaran barang-barang yang

merupakan atau berasal dari hasil pelanggaran HAKI yang

berdampak buruk terhadap perekonomian pada umumnya.

Dalam hal diambil tindakan karena jabatan ini, berlaku

sepenuhnya tata cara sebagaimana diatur dalam Undang-

Undang tentang HAKI (Undang-Undang tentang Merk atau

Undang-Undang tentang Hak Cipta). Tindakan Pejabat Bea

dan Cukai karena jabatan tersebut dilakukan tanpa perlu

menunggu perintah tertulis di Ketua Pengadilan Negeri

setempat.

Ketentuan penangguhan pengeluaran barang yang diduga

merupakan hasil pelanggaran HAKI tidak diberlakukan

terhadap barang-barang tertentu yaitu:

a. Barang bawaan penumpang

b. Barang awak sarana pengangkut

c. Barang pelintas batas

d. Barang kiriman melalui pos

e. Barang kiriman jasa titipan yang tidak dimaksudkan

untuk tujuan komersil

181

III. Penindakan Atas Barang yang TerkaitDengan Terorisme dan/atau KejahatanLintas Negara

Pasal 64A

(1) Barang yang berdasarkan bukti permulaan diduga terkait dengan tindakan terorisme dan/atau kejahatan lintas negara dapat dilakukan penindakan oleh pejabat bea dan cukai.

(2) Ketentuan mengenai tata cara penindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.

Penjelasan pasal 64A :

Ketentuan pasal ini dibuat sebagai landasan hukum bagi

pejabat bea dan cukai untuk melakukan penindakan terhadap

barang-barang yang diduga akan atau telah digunakan untuk

melakukan tindakan terorisme dan/atau kejahatan lintas

negara.

Yang dimaksud dengan penindakan di bidang kepabeanan

seperti penegahan, pemeriksaan dan lain-lain. Sebagai

contoh penindakan terhadap barang-barang kiriman pos yang

diduga digunakan untuk melakukan tindakan terorisme

dan/atau kejahatan lintas negara.

182

183

Rangkuman

1.Semua barang yang dilarang atau dibatasi yang tidak

memenuhi syarat untuk diimpor atau diekspor, jika

telah diberitahukan dengan pemberitahuan pabean,

atas permintaan importir atau eksportir:

a. dibatalkan ekspornya;

b. diekspor kembali; atau

c. dimusnahkan di bawah pengawasan pejabat bea dan

cukai

2.Barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor

atau diekspor yang tidak diberitahukan atau

diberitahukan secara tidak benar dinyatakan sebagai

barang yang dikuasai negara.

3.Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berwenang untuk

melakukan penangguhan sementara waktu atas

pengeluaran barang impor atau ekspor atas dugaan

adanya pelanggaran atas HAKI, atas perintah tertulis

dari ketua pengadilan niaga.

4.Penangguhan pengeluaran atau pemuatan dapat

184

Latihan

Untuk menguji pemahaman Anda terhadap materi

kegiatan belajar 11, silakan kerjakan soal-soal

latihan berikut!

1. Jelaskan ketentuan pengawasan yang dilakukan

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terhadap barang

larangan dan pembatasan !

2. Jelaskan penyelesaian barang yang dilarang

/dibatasi yang telah diberitahukan oleh

importir/eksportir dalam pemberitahuan pabean !

3. Apa syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh

pemilik HAKI pada saat mengajukan permintaan

kepada Ketua Pengadilan Negeri waktu meminta

penangguhan pengeluaran barang impor/ekspor yang

diduga melanggar HAKI ?

4. Apa maksud dari syarat-syarat seperti yang

tersebut soal nomor 3 diatas ?

5. Jelaskan tindakan penanguhan secara jabatan oleh

Bea dan Cukai dalam terhadap barang impor/ekspor

KEGIATANBELAJAR

BARANG YANG DINYATAKAN TIDAKDIKUASAI, BARANG YANG DIKUASAINEGARA DAN BARANG YANG MENJADI

MILIK NEGARA

Dalam kegiatan belajar ini dibahas mengenai ketentuan

barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang yang dikuasai

negara, dan barang yang menjadi milik negara. Pada Undang-

Undang Kepabeanan kegiatan belajar ini diatur pada Bab XI

I. Barang Dinyatakan Tidak Dikuasai 185

Indikator Keberhasilan

Diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan :barang yang dinyatakan tidak dikuasai.barang dikuasai negara.barang milik negara.

129

Pasal 65

(1) Barang yang dinyatakan sebagai barang tidak dikuasai adalah :a. barang yang ditimbun di tempat penimbunan sementara yang melebihi

jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2);b. barang yang tidak dikeluarkan dari tempat penimbunan berikat yang

telah dicabut izinnya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksuddalam Pasal 47; atau

c. barang yang dikirim melalui pos :1. yang ditolak oleh si alamat atau orang yang dituju dan tidak dapat

dikirim kembali kepada pengirim di luar Daerah Pabean;2. dengan tujuan luar Daerah Pabean yang diterima kembali karena

ditolak atau tidak dapat disampaikan kepada alamat yang dituju,dan tidak diselesaikan oleh pengirim dalam jangka waktu tiga puluhhari sejak diterimanya pemberitahuan dari kantor pos.

(2) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan di tempatpenimbunan pabean dan dipungut sewa gudang yang ditetapkan olehMenteri.

Pasal 66

(1) Barang yang dinyatakan sebagai barang tidak dikuasai selain yang dimaksud padaayat (3) pasal ini, oleh pejabat bea dan cukai segera diberitahukan secara tertuliskepada pemiliknya bahwa barang tersebut akan dilelang jika tidak diselesaikandalam jangka waktu enam puluh hari sejak disimpan di tempat penimbunanpabean.

(2) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sepanjang belum dilelang, olehpemiliknya dapat :

a. diimpor untuk dipakai setelah bea masuk dan biaya lainnya yang terutangdilunasi;

b. diekspor kembali setelah biaya yang terutang dilunasi;c. dibatalkan ekspornya setelah biaya yang terutang dilunasi;d. diekspor setelah biaya yang terutang dilunasi; ataue. dikeluarkan dengan tujuan tempat penimbunan berikat setelah biaya yang

terutang dilunasi.(3) Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) yang :

a. busuk segera dimusnahkan;

186

b. karena sifatnya tidak tahan lama, merusak, berbahaya, atau pengurusannyamemerlukan biaya tinggi dapat segera dilelang dengan memberitahukansecara tertulis kepada pemiliknya;

c. merupakan barang yang dilarang dinyatakan menjadi milik negarasebagaimana dimaksud dalamn Pasal 73; atau

d. merupakan barang yang dibatasi disediakan untuk diselesaikan olehpemiliknya dalam jangka waktu enam puluh hari terhitung sejak disimpan diTempat Penimbunan Pabean.

Pasal 67

(1) Pelelangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) dan ayat (3) huruf bdilakukan melalui lelang umum.

(2) Hasil lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah dikurangi bea masukyang terutang dan biaya yang harus dibayar, sisanya disediakan untuk pemiliknya.

(3) Pejabat bea dan cukai memberitahukan secara tertulis kepada pemiliknya sisa hasillelang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam waktu tujuh hari setelahtanggal pelelangan.

(4) Sisa hasil lelang menjadi miliki negara apabila tidak diambil oleh pemiliknya dalamjangka waktu sembilan puluh hari setelah tanggal surat pemberitahuansebagaimana dimaksud pada ayat (3).

(5) Harga terendah untuk barang yang akan dilelang sebagaimana dimaksud padaayat (1) ditetapkan oleh Menteri, jika harga yang ditetapkan tidak tercapai, barangdapat dimusnahkan atau untuk tujuan lain atas persetujuan Menteri.

Penjelasan pasal 65 - 67 :

1) Barang yang dinyatakan tidak dikuasai (BTD) adalah

pernyataan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang

mengambil alih hak pindah tangan ke pihak ke tiga dari

importir/eksportir. Namun demikian barang

impor/ekspor tersebut masih tetap milik

importir/eksportir. Pernyataan barang yang tidak

dikuasai ini tujuannya untuk mencegah terjadinya

kongesti, dimana kelancaran arus barang dari dan ke

pelabuhan terhambat/tidak lancar. Kongesti ini akan

187

menyebabkan sewa gudang meningkat, timbulnya kerusakan,

kehilangan barang impor/ekspor yang pada akhirnya akan

menyebabkan ekonomi biaya tinggi.

2) Semua barang impor/ekspor yang telah dinyatakan sebagai

barang yang tidak dikuasai dipindahkan ke Tempat

Penimbunan Pabean (TPP) dan dipungut sewa gudang.

Pejabat Bea dan Cukai segera memberitahukan secara

tertulis kepada pemilik barang impor/ekspor bahwa barang

yang tidak dikuasai akan dilelang jika tidak

diselesaikan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari

sejak disimpan di Tempat Penimbunan Pabean (TPP).

Barang yang tidak dikuasai yang berada di Tempat

Penimbunan Pabean sepanjang belum dilelang oleh

pemiliknya dapat :

a.Diimpor untuk dipakai setelah bea masuk dan biaya

lainnya yang terutang dilunasi.

b. Diekspor kembali setelah biaya yang terutang dilunasi

c. Dibatalkan ekspornya setelah biaya yang terutang

dilunasi

d. Diekspor setelah biaya yang terutang dilunasi

e.Dikeluarkan dengan tujuan Tempat Penimbunan Berikat

setelah biaya yang terutang dilunasi.

Yang dimaksud dengan biaya yang terutang antara lain

terdiri dari :

a.Sewa gudang di Tempat Penimbunan Sementara (TPS)

b.Sewa gudang di Tempat Penimbunan Pabean (TPP)

188

c.Biaya pemindahan barang yang tidak dikuasai dari TPS

ke TPP

3) Barang impor/ekspor yang telah dinyatakan sebagai barang

yang tidak dikuasai, apabila ada barang :

a.Busuk segera dimusnahkan.

b.Karena sifatnya tidak tahan lama, merusak, berbahaya

atau pengurusannya memerlukan biaya tinggi, barang

dapat segera dilelang dengan memberitahukan secara

tertulis kepada pemiliknya. Barang-barang tersebut

adalah sebagai berikut:

(1)Barang yang sifatnya tidak tahan lama antara lain

barang cepat busuk, contoh : buah segar, sayur

segar.

(2)Barang yang sifatnya merusak adalah barang yang

dapat merusak atau mencemari barang lainnya, contoh

: asam sulfat, belerang.

(3)Barang yang berbahaya adalah barang yang antara

lain mudah terbakar, meledak atau membahayakan

kesehatan.

(4)Barang yang memerlukan biaya tinggi adalah barang

yang pengurusannya memerlukan perlakuan khusus,

(5)contoh : binatang hidup, barang yang harus disimpan

dalam ruangan pendingin.

c.Jika BTD merupakan barang yang dilarang dinyatakan

menjadi milik negara.

d.Jika BTD merupakan barang yang dibatasi disediakan

untuk diselesaikan oleh pemiliknya dalam jangka waktu

189

60 (enam puluh) hari terhitung sejak disimpan di

Tempat Penimbunan Pabean.

4) Barang yang tidak dikuasai dilelang melalui lelang umum,

yaitu proses pelelangan untuk umum yang dilakukan oleh

pejabat lelang negara. Harga terendah dari barang yang

akan dilelang minimal sebesar bea masuk dan pungutan

impor lainnya serta biaya lainnya. Yang dimaksud dengan

harga terendah adalah harga serendah-rendahnya yang

harus dicapai dan ditetapkan oleh Menteri Keuangan,

yang terdiri dari :

a.Bea masuk dan PDRI ( Pajak Dalam Rangka Impor ).

b.Sewa gudang di TPS

c.Sewa gudang di TPP

d.Biaya lain misalkan : upah buruh, ongkos angkut untuk

memindahkan barang dari TPS ke TPP.

5) Apabila pelelangan berhasil maka hasil lelang akan

dikurangi dengan BM dan PDRI, sewa gudang di TPS dan

TPP, dan biaya lainnya, dan sisa hasil lelang disediakan

untuk pemiliknya. Dalam waktu 7 (tujuh) hari sisa hasil

lelang ini diberitahukan kepada pemiliknya

(importir/eksportir) untuk diambil. Sisa hasil lelang

ini menjadi milik negara apabila dalam jangka waktu 90

(sembilan puluh) hari sejak pemberitahuan yang diberikan

oleh Pejabat Bea dan Cukai tidak diambil oleh pemiliknya

(importir/eksportir).

II. Barang Yang Dikuasai Negara

190

Pasal 68

(1) Barang yang dikuasai negara adalah :a. barang yang dilarang atau dibatasi sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 53 ayat (4);b. barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah oleh pejabat bea

dan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1); atauc. barang dan/atau sarana pengangkut yang ditinggalkan di Kawasan

Pabean oleh pemilik yang tidak kenal.(2) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau huruf b

diberitahukan oleh pejabat bea dan cukai secara tertulis kepadapemiliknya dengan menyebutkan alasan dan barang sebagaimanadimaksud pada ayat (1) huruf c diumumkan selama tiga puluh hari sejakdisimpan di tempat penimbunan pabean.

(3) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan di tempatpenimbunan pabean.

Pasal 69

Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) yang :a. busuk segera dimusnahkan;b. karena sifatnya tidak tahan lama, merusak, berbahaya, atau

pengurusannya memerlukan biaya tinggi sepanjang bukan merupakanbarang yang dilarang atau dibatasi dapat segera dilelang denganmemberitahukan secara tertulis kepada pemiliknya; atau

c. merupakan barang yang dilarang atau dibatasi dinyatakan menjadibarang milik negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73.

Pasal 70Barang dan sarana pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat(1) huruf b diserahkan kembali kepada pemiliknya dalam jangka waktu tigapuluh hari sejak penyimpanan di tempat penimbunan pabean dalam hal :

a. Bea masuk yang terutang telah dibayar dan apabila merupakanbarang larangan atau pembatasan telah diserahkan dokumen atauketerangan yang diperlukan sehubungan dengan larangan ataupembatasan impor atau ekspor; atau

191

b. Bea masuk yang terutang telah dibayar dan apabila merupakanbarang larangan atau pembatasan telah diserahkan dokumen atauketerangan yang diperlukan sehubungan dengan larangan ataupembatasan impor atau ekspor serta telah diserahkan sejumlah uangditetapkan oleh Menteri sebagai ganti barang yang besarnya tidakmelebihi harga barang, sepanjang barang tersebut tidak diperlukanuntuk bukti di pengadilan.

Penjelasan Pasal 70: Cukup jelas

Pasal 71(1) Pelelangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf b dilakukan

melalui lelang umum.(2) Harga terendah untuk barang yang akan dilelang sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri, dan jika harga yangditetapkan tidak tercapai, barang dapat dimusnahkan untuk tujuan lainatas persetujuan Menteri.

(3) Hasil lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan sebagai gantibarang yang bersangkutan sambil menunggu keputusan Menterisebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (2) atau untuk alat bukti disidang pengadilan.

Pasal 72(1) Pemilik barang dan/atau sarana pengangkut sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 68 dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepadaMenteri dalam jangka waktu tiga puluh hari sejak diberitahukan olehpejabat bea dan cukai dengan menyebutkan alasan dan bukti yangmenguatkan keberatannya.

(2) Dalam jangka waktu sembilan puluh hari sejak diterimanya permohonankeberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri memberikankeputusan bahwa :a. tidak terdapat pelanggaran terhadap Undang-Undang ini dan segera

memerintahkan agar dan/atau sarana pengangkut yang dikuasainegara atau uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf b danPasal 70 huruf b diserahkan kepada pemiliknya; atau

b. telah terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang ini, barangdan/atau sarana pengangkut atau uang sebagaimana dimaksuddalam Pasal 69 huruf b diselesaikan lebih lanjut berdasarkan Undang-

192

Undang ini.(3) Keputusan yang diambil sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

diberitahukan kepada pemiliknya dan Direktur Jenderal.(4) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

Menteri tidak memberikan keputusan, permohonan yang bersangkutandianggap diterima.

Penjelasan pasal 68 – 72 :

1. Pengertian barang yang dikuasai negara (BDN) adalah

barang yang untuk sementara waktu penguasaannya berada

pada negara sampai dapat ditentukan status barang yang

sebenarnya. Perubahan status ini dimaksudkan agar

Pejabat Bea dan Cukai dapat memproses barang tersebut

secara administratif sampai dapat dibuktikan bahwa

terjadi kesalahan atau sama sekali tidak terjadi

kesalahan, sehingga masalah kepabeannya dapat

diselesaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini.

2. Barang yang dikuasai negara adalah :

a. Barang yang dibatasi atau dilarang yaitu barang yang

menurut ketentuan peraturan perUndang-Undangan yang

berlaku dinyatakan dilarang dan/atau dibatasi untuk

diimpor dan tidak diberitahukan atau diberitahukan

secara tidak benar, kecuali jika peraturan yang

melarang dan /atau membatasinya menentukan

penyelesaian lain atas barang tersebut.

b. Barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah oleh

Pejabat bea dan cukai. Barang yang dikuasai negara

dalam hal ini adalah barang impor/ekspor yang ditunda

pengeluarannya, pemuatannya atau pengangkutannya atau

193

sarana pengangkut yang ditunda keberangkatannya oleh

Pejabat Bea dan Cukai guna pemenuhan kewajiban pabean

berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 10

tahun 1995 tentang Kepabeanan yang telah direvisi

dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2006.

c. Barang dan atau sarana pengangkut yang ditinggalkan

di kawasan Pabean oleh pemilik yang tidak dikenal.

Yang dimaksud dengan barang dan/atau sarana

pengangkut yang ditinggalkan di kawasan pabean adalah

barang yang oleh pemiliknya ditinggalkan di Kawasan

pabean karena tidak memiliki dokumen yang diwajibkan

untuk itu. Sarana pengangkut yang ditinggalkan

biasanya sarana pengangkut yang kapasitasnya (daya

angkut) kecil. Contoh: Motor boat yang digunakan

mengangkut barang impor/ekspor yang tidak memenuhi

ketentuan yang berlaku (UU Nomor 10 tahun 1995 jo.

No.17 tahun 2006). Penggunaan sarana pengangkut

seperti ini biasanya terjadi di perbatasan wilayah

Republik Indonesia (Indonesia-Malaysia, Indonesia –

Singapore, atau di Kalimantan Timur (Tarakan-Tawao).

3. Barang yang dikuasai negara diberitahukan oleh Pejabat

Bea dan Cukai secara tertulis kepada pemiliknya dengan

menyebutkan alasannya. Pemberitahuan secara tertulis

adalah pemberitahuan yang diberikan secara tertulis

kepada pemilik atau kuasanya yang menyatakan bahwa

barang atau sarana pengangkut miliknya berada dalam

penguasaan negara, dan pemilik/kuasanya diminta untuk

menyelesaikan kewajiban pabeannya. Sedangkan barang yang

194

dikuasai negara yang ditinggalkan di kawasan pabean oleh

pemilik yang tidak dikenal diumumkan selama 30 (tiga

puluh) hari sejak disimpan di Tempat Penimbunan Pabean.

Pengumuman yang dilakukan adalah pengumuman yang

ditempelkan pada papan pengumuman yang terdapat di

kantor-kantor pabean atau diumumkan melalui media massa

seperti surat kabar.

4. Barang yang dikuasai negara disimpan di Tempat

Penimbunan Pabean dan bilamana barang merupakan :

a.Barang yang busuk segera dimusnahkan

b.Karena sifatnya tidak tahan lama, merusak, berbahaya

atau pengurusannya memerlukan biaya tinggi sepanjang

bukan merupakan barang yang dilarang atau dibatasi

dapat segera dilelang dengan memberitahukan secara

tertulis kepada pemiliknya.

c.Merupakan barang yang dilarang atau dibatasi

dinyatakan sebagai barang milik negara.

5. Barang yang dikuasai negara yang terdiri dari barang dan

atau sarana pengangkut yang ditegah oleh Pejabat Bea dan

Cukai diserahkan kembali kepada pemiliknya dalam jangka

waktu 30 (tiga puluh) hari sejak penyimpanan di Tempat

Penimbunan Pabean dalam hal :

a.Bea masuk yang terutang telah dibayar dan apabila

merupakan barang larangan atau pembatasan telah

diserahkan dokumen atau keterangan yang diperlukan

sehubungan dengan larangan atau pembatasan impor atau

ekspor, atau

195

b.Bea masuk yang terutang telah dibayar dan apabila

merupakan barang larangan atau pembatasan telah

diserahkan dokumen atau keterangan yang diperlukan

sehubungan dengan larangan atau pembatasan impor atau

ekspor serta telah diserahkan sejumlah uang yang akan

ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebagai ganti barang

yang besarnya tidak melebihi harga barang, sepanjang

barang tersebut tidak diperlukan untuk bukti

pengadilan.

6. Pemilik barang atau sarana pengangkut yang telah

dinyatakan sebagai barang yang dikuasai negara dapat

mengajukan keberatan secara tertulis kepada Menteri

Keuangan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak

diberitahukan oleh Pejabat Bea dan Cukai dengan

menyebutkan alasan dan bukti yang menguatkan

keberatannya. Dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh)

hari sejak diterimanya permohonan keberatan, Menteri

Keuangan memberikan keputusan bahwa :

a.Tidak terdapat pelanggaran terhadap terhadap Undang-

Undang Kepabeanan segera memerintahkan agar barang

dan /atau sarana pengangkut yang dikuasai negara atau

uang pengganti yang telah diserahkan harus

dikembalikan kepada pemiliknya, atau

b. Telah terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang

Kepabeanan, barang dan atau sarana pengangkut atau

uang pengganti yang telah diserahkan oleh pemilik

diselesaikan lebih lanjut berdasarkan Undang-Undang

Kepabeanan.

196

Keputusan Menteri Keuangan diberitahukan kepada pemilik

dan Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Apabila dalam

jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari Menteri Keuangan

tidak memberikan keputusan, maka permohonan keberatan

yang diajukan oleh pemilik dianggap diterima.

7. Barang-barang yang tidak tahan lama harus segera

dilelang tanpa memperhatikan batas waktu pelelangan,

kecuali terhadap barang larangan dan pembatasan. Barang

dilelang melalui lelang umum. Apabila harga terendah

tak tercapai, barang tersebut dapat dimusnahkan atau

ditetapkan untuk tujuan lain atas persetujuan Menteri

Keuangan. Terhadap barang yang harus segera dilelang,

hasil lelang disimpan sebagai ganti barang yang

bersangkutan sambil menunggu keputusan Menteri Keuangan

tentang permohonan keberatan yang diajukan oleh pemilik

barang, atau untuk alat bukti disidang pengadilan.

III. Barang Yang Menjadi Milik Negara

Pasal 73

(1) barang yang menjadi milik negara adalah :a. barang yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (3)

huruf c;b. barang yang dibatasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (3)

huruf d yang tidak diselesaikan oleh pemiliknya dalam jangka waktuenam puluh hari terhitung sejak disimpan di tempat penimbunanpabean.

197

c. barang dan/sarana pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68ayat (1) huruf b yang berasal dari tindak pidana yang pelakunya tidakdikenal;

d. barang dan/sarana pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68ayat (1) huruf c yang tidak diselesaikan dalam jangka waktusebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (2);

e. barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf c; atauf. barang dan/atau sarana pengangkut yang berdasarkan putusan hakim

yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dinyatakan dirampasuntuk negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat 91) atauayat (2).

(2) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kekayaan negaradan disimpan di tempat penimbunan pabean.

(3) Ketentuan tentang penggunaan barang yang menjadi milik negaraditetapkan oleh Menteri.

Penjelasan pasal 73 :

1) Pengertian barang milik negara dalam konteks kepabeanan

adalah barang yang karena alasan tertentu sesuai Undang-

Undang kepabeanan dimiliki oleh negara. Barang yang

menjadi milik negara meliputi :

a. Barang yang dinyatakan tidak dikuasai yang merupakan

barang yang dilarang.

b. Barang yang dinyatakan tidak dikuasai yang merupakan

barang yang dibatasi yang tidak diselesaikan oleh

pemiliknya dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari

terhitung sejak disimpan di Tempat Penimbunan Pabean.

c. Barang dan atau sarana pengangkut yang ditinggalkan

di kawasan pabean oleh pemilik yang tidak dikenal,

yang berasal dari tindak pidana.

d. Barang dan atau sarana pengangkut yang ditinggalkan

oleh pemilik yang tidak dikenal di kawasan pabean

198

yang tidak diselesaikan oleh pemiliknya dalam jangka

waktu 30 (tiga puluh) hari sejak disimpan di Tempat

Penimbunan Pabean.

e. Barang yang dikuasai negara yang merupakan barang

yang dilarang atau dibatasi.

f. Barang dan atau sarana pengangkut yang berdasarkan

putusan hukum yang telah mempunyai kekuatan hukum

tetap, dinyatakan dirampas untuk negara.

2) Barang yang menjadi milik negara merupakan kekayaan

negara dan disimpan di Tempat Penimbunan Pabean.

Penggunaan barang yang menjadi milik negara ditetapkan

oleh Menteri Keuangan.

199

200

Rangkuman

1) Penetapan barang yang tidak dikuasai (BTD) tujuannya

untuk mencegah terhambatnya arus barang dari atau ke

pelabuhan (Kawasan Pabean). Barang yang dinyatakan

tidak dikuasai disimpan di Tempat Penimbunan Pabean.

Pejabat Bea dan Cukai segera memberitahukan secara

tertulis kepada pemilik barang impor/ekspor bahwa

barang yang tidak dikuasai akan dilelang jika tidak

diselesaikan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari

sejak disimpan di Tempat Penimbunan Pabean (TPP).

2) BTD bilamana merupakan barang yang dilarang

dinyatakan menjadi milik negara. BTD bilamana

merupakan barang yang dibatasi disediakan untuk

diselesaikan oleh pemiliknya dalam jangka waktu 60

(enam puluh) hari terhitung sejak disimpan di Tempat

Penimbunan Pabean. Harga lelang BTD minimal mencapai

harga terendah yang ditetapkan Menteri Keuangan.

3) Barang yang dikuasai negara adalah barang yang untuk

sementara waktu berada pada negara. Barang yang

dikuasai negara disimpan di Tempat Penimbunan

Pabean. Barang yang dikuasai negara dapat diserahkan

kepada pemiliknya setelah dilunasi bea masuknya dan

telah menyerahkan uang pengganti untuk itu, apabila

201

Latihan

Untuk menguji pemahaman Anda terhadap materi

kegiatan belajar 12, silakan kerjakan soal-soal

latihan berikut!

1) Sebutkan tempat-tempat penimbunan barang yang

berada dalam pengawasan Pabean !

2) Jelaskan apa yang dimaksud dengan barang yang

dinyatakan tidak dikuasai !

3) Sebutkan jenis-jenis barang yang dinyatakan tidak

dikuasai !

4) Sebutkan alternatif penyelesaian barang yang

dinyatakan tidak dikuasai yang dilakukan pemilik

barang !

5) Apa yang dimaksud dengan ”biaya lainnya yang

terutang” ?

6) Sebutkan komponen dari ”harga terendah” untuk

harga barang yang dinyatakan tidak dikuasai dalam

KEGIATANBELAJAR

WEWENANG KEPABEANAN

Dalam kegiatan belajar ini dibahas mengenai kewenangan

bagi pejabat Bea dan Cukai dalam Undang-Undang Pabean. Pada

Undang-Undang Kepabeanan kegiatan belajar ini diatur pada

Bab XII.

I. Kewenangan Umum

Pasal 74

(1) Dalam melaksanakan tugas berdasarkan Undang-Undang ini danperaturan perundang-undangan lain yang pelaksanaannya dibebankankepada Direktorat Jenderal, pejabat bea dan cukai untuk mengamankan

202

Indikator Keberhasilan

Diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan wewenang kepabeanan yang dimiliki oleh pejabat bea dan cukai

139

hak-hak negara berwenang mengambil tindakan yang diperlukan terhadapbarang.

(2) Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),pejabat bea dan cukai dapat dilengkapi dengan senjata api yang jenis dansyarat-syarat penggunaannya diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 75

(1) Pejabat bea dan cukai dalam melaksanakan pengawasan terhadap saranapengangkut di laut atau di sungai menggunakan kapal patroli atau saranalainnya.

(2) Kapal patroli atau sarana lain yang digunakan oleh pejabat bea dan cukaisebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilengkapi dengan senjata apiyang jumlah dan jenisnya ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

Pasal 76

(1) Dalam melaksanakan tugas berdasarkan Undang-Undang ini pejabat beadan cukai dapat meminta bantuan Kepolisian Republik Indonesia, TentaraNasional Indonesia, dan/atau instansi lainnya.

(2) Atas permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepolisian RepublikIndonesia, Tentara Nasional Indonesia, dan/atau instansi lainnyaberkewajiban untuk memenuhinya.

Pasal 77

(1) Untuk dipenuhinya kewajibannya pabean berdasarkan Undang-Undang ini,pejabat bea dan Cukai berwenang menegah barang dan/atau saranapengangkut.

(2) Ketentuan tentang tata cara pencegahan diatur lebih lanjut denganperaturan pemerintah.

Penjelasan pasal 74 – 77 :

Bidang tugas pengawasan yang diemban oleh bea dan cukai

merupakan bidang tugas yang mengandung banyak risiko baik

203

fisik maupun psikis. Dengan kondisi tersebut diperlukan

dukungan sarana dan prasarana serta dukungan dari instansi

lainnya untuk berhasilnya pelaksanaan tugas. Secara umum

Undang-Undang Kepabeanan memberikan wewenang kepada pejabat

Bea dan Cukai untuk :

a. Menggunakan segala upaya terhadap orang, barang

maupun binatang untuk dipenuhinya ketentuan dalam

Undang-Undang ini.

b. Menggunakan berbagai upaya jika dianggap perlu

untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa di bidang

kepabeanan yang diduga sebagai tindak pidana

kepabeanan guna menentukan dapat atau tidaknya

dilakukan penyidikan menurut Undang-Undang.

c. Dapat menggunakan senjata api dalam rangka

menjalankan kewenangannya untuk mengambil tindakan

terhadap barang, orang atau binatang, untuk

mengamankan hak-hak negara .

d. Menggunakan kapal patroli yang dapat dilengkapi

dengan senjata api untuk melakukan pengawasan

terhadap sarana pengangkut di laut atau sungai.

e. Menegah barang dan sarana pengangkut. Pengertian

menengah barang adalah tindakan administrasi untuk

menunda pengeluaran, pemuatan, dan pengangkutan

barang impor atau ekspor sampai dipenuhinya kewajiban

pabean, sedangkan yang dimaksud dengan menegah sarana

pengangkut adalah tindakan untuk mencegah

keberangkatan sarana pengangkut.

204

f. Dapat meminta bantuan kepada instansi lain. Jika

dimintai bantuan oleh pejabat bea dan cukai, instansi

lain tersebut wajib memberi bantuan dan perlindungan

atau memerintahkan untuk melindungi pejabat bea dan

cukai dalam segala hal yang berkaitan dengan

pekerjaannya. Maksud dari bantuan tersebut adalah

sehubungan dengan segala kegiatan yang dilakukan oleh

pejabat bea dan cukai berdasarkan peraturan

perUndang-Undangan. Adapun instansi lain itu semua

instansi pemerintah baik sipil maupun militer,

contohnya Kepolisian RI, Tentara Nasional Indonesia,

atau Badan Karantina.

II. Wewenang Melakukan Penyegelan

Pasal 78

Pejabat bea dan cukai berwenang untuk mengunci, menyegel, dan/ataumelekatkan tanda pengaman yang diperlukan terhadap barang impor yangbelum diselesaikan kewajiban pabeannya dan barang ekspor atau barang lainyang harus diawasi menurut Undang-Undang ini yang berada di saranapengangkut, tempat penimbunan atau tempat lain.

Penjelasan Pasal 78Wewenang pejabat bea dan cukai yang diatur dalam ketentuan ini dimaksudkanuntuk lebih menjamin pengawasan yang lebih baik dalam rangka pengamanankeuangan negara.

Pasal 79(1) Segel dan/atau tanda pengaman yang digunakan oleh instansi pabean di

negara lain atau pihak lain dapat diterima sebagai pengganti segel atautanda pengaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78.

205

(2) Persyaratan dapat diterimanya segel atau tanda pengamannyasebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.

Penjelasan Pasal 79Pasal ini memuat ketentuan mengenai wewenang Menteri untuk menetapkanbahwa penyegelan atau pembubuhan tanda pengaman sebagai pengganti segelyang dilakukan oleh pihak pabean di luar negeri atau pihak lain, dapat diterima.Dapat diterima mengandung pengertian bahwa penyegelan atau pembubuhantanda pengaman tersebut dianggap telah disegel atau dibubuhkan di dalamnegeri berdasarkan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku. Kemudahandemikian sudah tentu membantu kelancaran perdagangan Indonesia denganpihak luar negeri.

Apabila menurut pertimbangan Menteri, penyegelan atau pembubuhan tandapengaman yang telah dilakukan tersebut dianggap tidak cukup atau kurangaman, penyegelan atau pembubuhan tanda pengaman tidak dapat diterima.

Pasal 80(1) Pemilik dan/atau yang menguasai sarana pengangkut atau tempat-tempat

yang dikunci, disegel, dan/atau dilekati tanda pengaman oleh Pejabat Beadan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 wajib menjamin agarsemua kunci segel, atau tanda pengaman tersebut tidak rusak, lepas, atauhilang.

(2) Kunci, segel, atau tanda pengaman yang telah dipasang sebagaimanadimaksud dalam Pasal 78 dan Pasal 79 tidak boleh dibuka, dilepas, ataudirusak tanpa izin Pejabat Bea dan Cukai.

Pasal 81(1) Di atas sarana pengangkut atau di tempat lain yang berisi barang di bawah

pengawasan pabean dapat ditempatkan pejabat bea dan cukai.(2) Apabila di sarana pengangkut atau tempat lain sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) tidak tersedia akomodasi, pengangkut atau pengusaha yangbersangkutan wajib memberikan bantuan yang layak.

(3) Pengangkut atau pengusaha yang tidak memberikan bantuan yang layaksebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administrasi berupadenda sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

Penjelasan Pasal 81Ayat (1): Penempatan pejabat bea dan cukai sebagaimana dimaksud dalam

206

pasal ini dilaksanakan apabila pengamanan dalam bentuk penyegelansebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 tidak dapat dilakukan atau apabila ataspertimbangan tertentu, tindakan penjagaan oleh pejabat bea dan cukaimerupakan tindakan yang lebih tepat.Ayat (2): Ketentuan dalam ayat ini memberikan kewajiban kepada pengangkutatau pengusaha yang bersangkutan untuk memberikan bantuan kepada pejabatbea dan cukai yang ditugaskan, karena di tempat tersebut tidak tersediaakomodasi, agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, antara lainberupa tempat atau ruang kerja, akomodasi, serta makanan dan minuman yangcukup.Ayat (3): Cukup jelas

Penjelasan pasal 78 – 81 :

1) Tugas bea dan cukai adalah memastikan bahwa atas barang

yang belum selesai kewajiban pabeannya dilakukan

pengawasan efektif. Dalam kenyataannya tidaklah mungkin

seluruh obyek pengawasan di wilayah negara ini diawasi

atau dijaga terus menerus oleh petugas bea dan cukai.

Dalam hal tertentu barang yang masih belum diselesaikan

kewajiban pabeannya tidak perlu diawasi terus menerus

oleh pegawai bea dan cukai. Pengawasan atas barang

tersebut dapat dilakukan dengan melakukan penguncian,

penyegelan, dan/atau melekatkan tanda pengaman yang

diperlukan terhadap barang impor yang belum diselesaikan

kewajiban pabeannya dan barang ekspor atau barang lain

yang harus diawasi menurut Undang-Undang Kepabeanan ini

yang berada di sarana pengangkut, tempat penimbunan atau

tempat lain. Wewenang pejabat bea dan cukai yang diatur

dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk lebih menjamin

pengawasan yang lebih baik dalam rangka pengamanan

keuangan negara, karena tidak memungkinkan adanya

207

penjagaan dan pengawalan secara terus menerus oleh

pejabat bea dan cukai.

2) Pada pasal 79 diatur bahwa segel atau tanda pengaman

yang digunakan oleh instansi pabean di negara lain atau

pihak lain dapat diterima sebagai pengganti segel atau

tanda pengaman. Persyaratan dapat diterimanya segel atau

tanda pengaman sebagaimana dimaksud ditetapkan oleh

Menteri Keuangan. Dapat diterima mengandung pengertian

bahwa penyegelan atau pembubuhan tanda pengaman tersebut

dianggap telah disegel atau telah dibubuhkan di dalam

negeri berdasarkan peraturan perUndang-Undangan yang

berlaku. Kemudahan tersebut diharapkan dapat membantu

kelancaran perdagangan internasional. Namun apabila

menurut pertimbangan Menteri Keuangan, penyegelan yang

telah dilakukan tersebut dianggap tidak cukup atau

kurang aman, maka penyegelan atau pembubuhan tanda

pengaman dimaksud tidak dapat diterima.

3) Dalam pasal 80 disebutkan bahwa pemilik dan/atau orang

yang menguasai sarana pengangkut atau tempat-tempat yang

dikunci, disegel, dan/atau dilekati tanda pengaman oleh

pejabat bea dan cukai, wajib menjamin agar semua kunci

segel, atau tanda pengaman tersebut tidak rusak, lepas,

atau hilang. Kunci, segel, atau tanda pengaman yang

telah dipasang sebagaimana dimaksud diatas tidak boleh

dibuka, dilepas, atau dirusak tanpa izin pejabat bea dan

cukai. Adakalanya suatu barang atau sarana pengangkut

tidak dapat disegel. Dalam hal demikian tindakan yang

diambil adalah penempatan petugas ditempat tersebut. 208

Penempatan petugas tersebut dilaksanakan jika

pengamanan dalam bentuk penyegelan tidak dapat

dilakukan. Demikian juga jika dengan pertimbangan

tertentu, tindakan penjagaan oleh petugas bea dan cukai

merupakan tindakan yang lebih tepat untuk dilakukan.

4) Dalam pasal 81 Undang-Undang Kepabeanan disebutkan bahwa

di atas sarana pengangkut atau di tempat lain yang

berisi barang di bawah pengawasan pabean dapat

ditempatkan pejabat bea dan cukai. Lebih lanjut apabila

di sarana pengangkut atau tempat lain sebagaimana

dimaksud diatas tidak tersedia akomodasi, maka pihak

pengangkut atau pengusaha yang bersangkutan wajib

memberikan bantuan yang layak. Pengangkut atau pengusaha

yang tidak memberikan bantuan yang layak sebagaimana

dimaksud, dikenai sanksi administrasi berupa denda

sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). Akomodasi

yang patut disediakan untuk petugas bea dan cukai yang

mengawasi antara lain berupa tempat atau ruang kerja,

makanan dan minuman yang cukup dan hal-hal lainnya yang

berkaitan dengan dukungan untuk pelaksanaan tugas.

III. Wewenang Memeriksa Barang

1. Pemeriksaan Barang Biasa

Pasal 82

(1) Pejabat bea dan cukai berwenang melakukan pemeriksaan pabean atas

209

barang impor atau barang ekspor setelah pemberitahuan pabeandiserahkan.

(2) Pejabat bea dan cukai berwenang meminta importir, eksportir,pengangkut, pengusaha tempat penimbunan sementara, pengusahatempat penimbunan berikat, atau yang mewakilinya menyerahkan baranguntuk diperiksa, membuka sarana pengangkut atau bagiannya, danmembuka setiap bungkusan atau pengemas yang akan diperiksa.

(3) Jika permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipenuhi:a. pejabat bea dan cukai berwenang melakukan tindakan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) atas risiko dan biaya yang bersangkutan; danb. yang bersangkutan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar

Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).(4) Dihapus.(5) Setiap orang yang salah memberitahukan jenis dan/atau jumlah barang

dalam pemberitahuan pabean atas impor yang mengakibatkankekurangan pembayaran bea masuk dikenai sanksi administrasi berupadenda paling sedikit 100% (seratus persen) dari bea masuk yang kurangdibayar dan paling banyak 1.000% (seribu persen) dari bea masuk yangkurang dibayar.

(6) Setiap orang yang salah memberitahukan jenis dan/atau jumlah barangdalam pemberitahuan pabean atas ekspor yang mengakibatkan tidakterpenuhinya pungutan negara di bidang ekspor dikenai sanksiadministrasi berupa denda paling sedikit 100% (seratus persen) daripungutan negara di bidang ekspor yang kurang dibayar dan paling banyak1.000% (seribu persen) dari pungutan negara di bidang ekspor yang kurangdibayar.

Penjelasan pasal 82 :

1) Dalam rangka pelaksanaan tugas dan memastikan kebenaran

pemberitahuan pabean atas barang yang diimpor atau

diekspor, maka untuk memperoleh data dan penilaian yang

tepat mengenai pemberitahuan atau dokumen yang diajukan,

pejabat bea dan cukai diberikan kewenangan untuk

memeriksa barang impor dan ekspor.

210

2) Pasal 82 tersebut memberikan wewenang kepada pejabat Bea

dan Cukai untuk melakukan pemeriksaan barang guna

memperoleh data dan penilaian yang tepat mengenai

pemberitahuan atau dokumen yang diajukan. Dalam

pelaksanaan pemeriksaan barang ini, pemilik barang atau

kuasanya wajib menghadiri pemeriksaan. Yang dimaksud

dengan menyerahkan barang untuk diperiksa adalah

menyiapkan barang ditempat pemeriksaan dan menyiapkan

peralatan pemeriksaan sehingga pejabat bea dan cukai

dapat melakukan pemeriksaan fisik barang.

3) Pada saat menjalankan kewenangannya untuk memeriksa

fisik barang impor atau barang ekspor, pejabat bea dan

cukai berwenang untuk meminta importir, eksportir,

pengusaha TPS, pengusaha TPB atau yang mewakilinya

menyerahkan barang untuk diperiksa, membuka sarana

pengangkut atau bagiannya, dan membuka setiap bungkusan

atau pengemas yang akan diperiksa.

4) Namun mengingat tingginya kegiatan perdagangan

internasional, impor dan ekspor, tidak mungkin dilakukan

pemeriksaan fisik barang atas semua

importasi/eksportasi. Karena jika dilakukan hal ini akan

menimbulkan hambatan dalam perdagangan dan mengakibatkan

biaya tinggi. Oleh karena itu pemeriksaan fisik barang

dilakukan secara selektif berdasarkan manajemen risiko

yang melekat pada profil importir dan profil barang

/komoditi. Hasil pemeriksaan tersebut merupakan salah

satu dasar yang digunakan untuk menghitung pungutan bea

masuk. 211

5) Setiap orang yang salah memberitahukan jenis dan/atau

jumlah barang dalam Pemberitahuan Pabean atas Impor yang

mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk wajib

membayar bea masuk yang kurang dibayar dan dikenai

sanksi administrasi berupa denda. Demikian juga

bilamana obyeknya barang ekspor. Setiap orang yang salah

memberitahukan jenis dan/atau jumlah barang dalam

Pemberitahuan Pabean atas Ekspor yang mengakibatkan

tidak terpenuhinya pungutan Negara dibidang ekspor,

dikenai sanksi administrasi berupa denda.

6) Penerapan Pasal 82 ayat 5 dan ayat 6 diputuskan oleh

pejabat setelah melakukan analisis bahwa kesalahan yang

dilakukan karena kelalaian tidak termasuk dalam kategori

pelanggaran pidana sebagaimana pasal 102 dan pasal 102A.

2. Pemeriksaan Karena Jabatan

Pasal 82A

(1) Untuk kepentingan pengawasan, pejabat bea dan cukai berwenangmelakukan pemeriksaan karena jabatan atas fisik barang impor ataubarang ekspor sebelum atau sesudah pemberitahuan pabeandisampaikan.

(2) Ketentuan mengenai tata cara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.

Penjelasan pasal 82A:

212

1) Dalam rangka menjamin hak-hak negara, bea dan cukai

berwenang untuk melakukan pemeriksaan atas seluruh

barang impor. Dalam hal pemeriksaan biasa yang

dijelaskan pada pasal 82 tidak dipenuhi, maka pejabat

bea dan cukai berwenang melakukan pemeriksaan secara

jabatan atau dikenal dengan pemeriksaan secara ex officio.

2) Ketentuan mengenai tatacara sebagaimana dimaksud diatur

lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.

Dalam pasal tersebut yang dimaksud dengan pemeriksaan

karena jabatan adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh

pejabat bea dan cukai karena kewenangan yang dimilikinya

berdasarkan Undang-Undang kepabeanan dalam rangka

pengawasan. Pemeriksaan karena jabatan ini dilakukan

oleh pejabat bea dan cukai dengan atau tanpa disaksikan

oleh pemilik barang atau kuasanya. Yang dimaksud dengan

pemberitahuan pabean ini adalah pemberitahuan pabean

untuk pengeluaran barang impor/ekspor dari kawasan

pabean, misalnya Pemberitahuan Impor Barang (PIB) atau

Pemberitahuan Eksor Barang (PEB).

3) Sebagai contoh jika barang impor terkena jalur merah

sehingga harus dilakukan pemeriksaan fisik barang, namun

dalam jangka waktu yang ditetapkan (3 hari) importir

tidak datang untuk menyerahkan hardcopy PIB dan dokumen

pelengkap pabeannya kepada pejabat bea dan cukai, maka

pemeriksaan akan dilakukan sendiri oleh pejabat bea dan

cukai tanpa dihadiri pemilik barang dengan resiko dan

biaya pemeriksaan ditanggung oleh pemilik barang.

213

3. Wewenang Barang Berupa Surat

Pasal 83

Surat yang dicurigai berisi barang impor atau barang ekspor yang dikirimmelalui pos dapat dibuka di hadapan si alamat, atau jika si alamat tidak dapatditemukan, surat dapat dibuka oleh pejabat bea dan cukai bersama petugaskantor pos.

Penjelasan pasal 83 :

1) Kewenangan pemeriksaan barang oleh pejabat bea dan cukai

juga meliputi kewenangan memeriksa surat yang diduga

berisi barang yang merupakan obyek bea masuk atau barang

yang dikenakan larangan atau pembatasan. Pada pasal 83

disebutkan bahwa surat yang dicurigai berisi barang

impor atau barang ekspor yang dikirim melalui Pos dapat

dibuka dihadapan si alamat atau jika si alamat tidak

dapat ditemukan, surat dapat dibuka oleh pejabat bea dan

cukai bersama petugas kantor pos. Sebagai contoh,

pejabat bea dan cukai mencurigai adanya barang larangan

(narkoba) yang disembunyikan/diselipkan dalam

surat/kiriman pos. Pejabat Bea dan Cukai tidak serta

merta dapat membukanya. Pemeriksaan kiriman pos harus

dilakukan bersama-sama petugas pos, atau dilakukan

dihadapan si penerima surat.

2) Pada prinsipnya rahasia surat yang dipercayakan kepada

Pos tidak dapat diganggu gugat. Namun dalam praktiknya

sering terjadi pengiriman barang yang berukuran kecil

dikirimkan dalam surat. Oleh karena itu surat yang

214

dicurigai berisi suatu barang, harus dapat dibuka untuk

kepentingan pemeriksaan kepabeanan.

3) Pada praktiknya pembukaan surat harus dapat

dipertanggung jawabkan hanya untuk keperluan pemeriksaan

barang tanpa membaca isi suratnya dan tidak bertentangan

dengan rahasia pos. Pembukaan surat tersebut harus

dilakukan bersama-sama dengan si alamat atau penerima

surat. Yang dimaksud dengan si alamat adalah penerima

surat dalam hal impor, atau pengirim dalam hal ekspor.

Dalam hal si alamat tidak ditemukan, maka pemeriksaan

harus didasarkan pada surat perintah dari DJBC dan

dilakukan bersama-sama dengan petugas Pos.

4. Wewenang Meminta Catatan dan Surat Menyurat, Serta Meminta Contoh Barang.

Pasal 84

(1) Pejabat bea dan cukai berwenang meminta kepada importir atau eksportiruntuk menyerahkan buku, catatan, surat menyurat yang bertalian denganimpor atau ekspor, dan mengambil contoh barang untuk pemeriksaanpemberitahuan pabean.

(2) Pengambilan contoh barang dapat pula dilakukan atas permintaan importir.

Penjelasan pasal 84 :

(1)Untuk melakukan pemeriksaan pemberitahuan yang diajukan

oleh importir atau eksportir secara self assesment, pejabat

bea dan cukai berwenang untuk meminta kepada importir

atau eksportir untuk menyerahkan catatan dan surat

menyurat yang berkaitan dengan ekspor dan impor dan

215

menyerahkan contoh barang. Atas penyerahan yang

dilakukan oleh importir atau eksportir tersebut

diberikan tanda bukti penerimaan oleh pejabat bea dan

cukai. Dalam hal permintaan pejabat bea dan cukai

sebagaimana dimaksud di atas tidak dipenuhi pejabat bea

dan cukai akan melakukan penetapan tarif dan/atau nilai

pabean berdasarkan data yang ada dan mungkin akan

mengakibatkan kerugian bagi yang bersangkutan.

Pengambilan contoh barang dapat pula dilakukan atas

permintaan importir. Sebagai contoh jika pemberitahuan

harga barang menurut pejabat bea dan cukai lebih rendah

maka pejabat bea dan cukai akan meminta bukti terkait

seperti kontrak pembelian, bukti tranfer pembayaran,

invoice dan sebagainya. Jika yang bersangkutan tidak

dapat memenuhinya maka pejabat bea dan cukai akan

menetapkan harga sesuai ketentuan yang berlaku. Segera

setelah penelitian selesai, buku, catatan, surat

menyurat dan/atau contoh barang dikembalikan kepada

pemiliknya.

(2)Pengambilan contoh barang atas permintaan importir

diperlukan untuk pembuatan pemberitahuan pabean.

Misalnya karena data spesifikasi barang yang kurang

jelas sehingga importir kesulitan untuk membuat

pemberitahuan pabeannya. Pihak importir dapat meminta

kepada pejabat bea dan cukai untuk melakukan pemeriksaan

pendahuluan. Untuk kepentingan pemeriksaan pendahuluan

tersebut, importir dapat mengajukan permohonan

pengambilan contoh barang.

216

5. Wewenang Memberikan Persetujuan atau Penundaan Persetujuan Impor atau Ekspor, dan Penolakan Pemberian Pelayanan.

Pasal 85

(1) Pejabat bea dan cukai memberikan persetujuan impor atau eksporsetelah pemberitahuan pabean yang telah memenuhi persyaratan diterimadan hasil pemeriksaan barang tersebut sesuai dengan pemberitahuanpabean.

(2) Pejabat bea dan cukai berwenang menunda pemberian persetujuanimpor atau ekspor dalam hal pemberitahuan pabean tidak memenuhipersyaratan.

(3) Pejabat bea dan cukai berwenang menolak memberikan pelayanankepabeanan dalam hal orang yang bersangkutan belum memenuhikewajiban kepabeanan berdasarkan Undang-Undang ini.

Penjelasan pasal 85 :

(1)Sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam pasal 85,

persetujuan impor atau ekspor dapat diberikan oleh

pejabat bea dan cukai dalam hal setelah pemberitahuan

pabean yang telah memenuhi persyaratan diterima dan

hasil pemeriksaan barang tersebut sesuai dengan

pemberitahuan pabean.

(2)Pejabat bea dan cukai berwenang menunda persetujuan

impor atau ekspor dalam hal pemberitahuan pabean tidak

memenuhi persyaratan. Disamping itu diatur juga bahwa

pejabat bea dan cukai berwenang menolak memberikan

pelayanan kepabeanan (memblokir atau me-reject) dalam hal

217

orang yang bersangkutan belum sepenuhnya memenuhi

kewajiban kepabeanan berdasarkan Undang-Undang

kepabeanan yang berlaku.

(3)Tujuan dari ketentuan ini adalah agar orang (pengguna

jasa) tersebut segera memenuhi kewajiban pabeannya.

Seperti yang telah diuraikan pada (pasal sebelumnya)

yang dimaksud dengan pemenuhan kewajiban pabean adalah

penyerahan pemberitahuan pabean dan/atau melunasi

pembayaran bea masuk atau bea keluar. Ketentuan tersebut

dimaksudkan bahwa dalam hal orang yang bersangkutan

telah memenuhi kewajiban pabeannya, pejabat bea dan

cukai segera memberikan pelayanan kepabeanan. Sebagai

contoh pemblokiran terhadap importir yang tidak

menyelesaikan SPTNP (Surat Penetapan Tarif dan Nilai

Pabean) pada waktunya.

6. Wewenang Pemeriksaan Pabean Terhadap Barang Tertentu

Pasal 85A

(1) Berdasarkan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku, pejabat beadan cukai dapat melakukan pemeriksaan pabean terhadap barang tertentuyang diangkut dalam daerah pabean.

(2) Pemeriksaan pabean terhadap barang tertentu sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dapat dilakukan pada saat pemuatan, pengangkutan,dan/atau pembongkaran di tempat tujuan.

(3) Ketentuan mengenai pemeriksaan pabean terhadap barang tertentusebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan atauberdasarkan peraturan menteri.

218

Penjelasan pasal 85A :

1) Pasal ini memberikan wewenang kepada pejabat bea dan

cukai untuk melakukan pemeriksaan pabean terhadap barang

tertentu di atas alat angkut, di tempat pemuatan, dan di

tempat pembongkaran di dalam daerah pabean. Kewenangan

ini merupakan kewenangan baru yang diberikan kepada

pejabat bea dan cukai oleh Undang-Undang Kepabeanan yang

baru. Seperti yang telah kita ketahui pada pasal

sebelumnya, yang dimaksud dengan pemeriksaan pabean

adalah pemeriksaan fisik barang dan/atau penelitian

dokumen. Adapun pengertian barang tertentu adalah

barang yang ditetapkan oleh instansi teknis terkait

sebagai barang yang pengangkutannya di dalam daerah

pabean diawasi, karena rawan untuk diselundupkan ke luar

daerah pabean. Meskipun hingga saat ini belum ada

penetapan, namun cukup banyak barang yang dapat

dikategorikan dalam barang tertentu ini misalnya kayu

gergajian, BBM (bahan bakar minyak) dan sebagainya.

2) Untuk membuat pasal ini bisa diaplikasikan, maka pasal

85A ayat 3 memberikan wewenang kepada Menteri Keuangan

untuk mengatur lebih lanjut atau mendelegasikannya

kepada Dirjen Bea dan Cukai untuk mengatur lebih lanjut

mekanisme pemeriksaan terhadap barang tertentu.

IV. Wewenang Memeriksa Pembukuan

219

Pasal 86

(1) Pejabat bea dan cukai berwenang melakukan audit kepabeanan terhadaporang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49.

(1a) Dalam melaksanakan audit kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat(1), pejabat bea dan cukai berwenang:

a. meminta laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadibukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usahatermasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatandi bidang kepabeanan;

b. meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari orang dan pihak lainyang terkait;

c. memasuki bangunan kegiatan usaha, ruangan tempat untukmenyimpan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yangmenjadi bukti dasar pembukuan, dan surat-surat yang berkaitandengan kegiatan usaha, termasuk sarana/media penyimpan dataelektronik, dan barang yang dapat memberi petunjuk tentang keadaankegiatan usaha yang berkaitan dengan kegiatan kepabeanan; dan

d. melakukan tindakan pengamanan yang dipandang perlu terhadaptempat atau ruangan penyimpanan dokumen yang berkaitan dengankegiatan kepabeanan.

(2) Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 yang menyebabkan pejabatbea dan cukai tidak dapat menjalankan kewenangan audit kepabeanandikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp75.000.000,00 (tujuhpuluh lima juta rupiah).

(3) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan audit kepabeanansebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan atauberdasarkan peraturan menteri.

Penjelasan pasal 86 :

1) Pasal ini memberikan wewenang kepada pejabat bea dan

cukai untuk melakukan pemeriksaan atas pembukuan yang

berkaitan dengan barang impor atau ekspor atau lebih

dikenal dengan audit kepabeanan. Audit kepabeanan

220

dilakukan dalam rangka pengawasan sebagai konsekuensi

diberlakukannya :

b.sistem self assesment,

c.ketentuan nilai pabean berdasarkan nilai transaksi,

dan

d.pemberian fasilitas tidak dipungut, pembebasan,

keringanan, pengembalian, atau penangguhan bea masuk

yang hanya dapat diawasi dan dievaluasi setelah barang

impor keluar dari kawasan pabean.

2) Audit kepabeanan bukan merupakan audit untuk menilai

atau memberikan opini tentang laporan keuangan, tetapi

untuk menguji tingkat kepatuhan orang terhadap ketentuan

peraturan perUndang-Undangan di bidang kepabeanan.

Laporan keuangan diminta dalam kegiatan audit kepabeanan

dengan tujuan hanya untuk memastikan bahwa pembukuan

yang diberikan oleh orang kepada pejabat bea dan cukai

adalah pembukuan yang sebenarnya yang digunakan untuk

mencatat kegiatan usahanya yang pada akhir periode

diikhtisarkan dalam laporan keuangan.

Selain itu, dengan laporan keuangan, pejabat bea dan

cukai dapat memperoleh informasi mengenai kegiatan orang

yang berkaitan dengan kepabeanan.

3) Dalam pasal 86 Undang-Undang Kepabeanan mengenai

kewenangan pemeriksaan pembukuan ditetapkan bahwa

pejabat bea dan cukai berwenang melakukan audit

kepabeanan terhadap orang sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 49 yaitu importir, eksportir, pengusaha TPS,

221

pengusaha TPB, pengangkut, dan PPJK yang selanjutnya

disebut auditee.

4) Dalam melaksanakan audit kepabeanan, pejabat bea dan

cukai berwenang:

a. meminta laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen

yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang

berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data

elektronik, serta surat yang berkaitan dengan

kegiatan di bidang kepabeanan;

b. meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari orang

dan pihak lain yang terkait. Yang dimaksud dengan

pihak lain yang terkait, yaitu pihak-pihak yang

mempunyai hubungan dengan orang yang terkait dengan

transaksi yang dilakukan oleh orang tersebut,

misalnya pembeli di dalam negeri atas barang impor,

pembeli di luar negeri atas barang ekspor, pemasok

di dalam negeri atas barang ekspor, pemasok di luar

negeri atas barang impor, bank, dan pihak lain yang

diyakini dapat memberikan keterangan sehubungan

transaksi yang dilakukan oleh orang, seperti Pusat

Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan;

c. memasuki bangunan kegiatan usaha, ruangan tempat

untuk menyimpan laporan keuangan, buku, catatan dan

dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan

surat-surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha,

termasuk sarana/media penyimpan data elektronik, dan

barang yang dapat memberi petunjuk tentang keadaan

222

kegiatan usaha yang berkaitan dengan kegiatan

kepabeanan; dan

d. melakukan tindakan pengamanan yang dipandang perlu

terhadap tempat atau ruangan penyimpanan dokumen yang

berkaitan dengan kegiatan kepabeanan.

5) Ayat 2 mengatur bahwa perbuatan yang menyebabkan pejabat

bea dan cukai tidak dapat menjalankan wewenangnya

mencakup perbuatan tidak menyerahkan laporan keuangan,

buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar

pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha

termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan

dengan kegiatan di bidang kepabeanan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 50, dikenakan sanksi administrasi

berupa denda sebesar Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima

juta rupiah).

Pasal 86A

Apabila dalam pelaksanaan audit kepabeanan ditemukan adanya kekuranganpembayaran bea masuk yang disebabkan oleh kesalahan pemberitahuanjumlah dan/atau jenis barang, orang wajib membayar bea masuk yang kurangdibayar dan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksuddalam Pasal 82 ayat (5).

(Pasal terkait yaitu pasal 49, pasal 50, pasal 82A)

Penjelasan Pasal 86A :

(1)Dalam rangka memberikan pelayanan sebagai upaya untuk

memperlancar arus barang, maka pemeriksaan barang di

Kawasan Pabean diupayakan seminimal mungkin dengan

223

menggunakan metode pemeriksaan pabean secara selektif.

Artinya hanya terhadap barang impor dengan kriteria

tertentu yang dilakukan pemeriksaan pabean. Sehubungan

dengan hal tersebut , untuk mengetahui kebenaran

pemberitahuan pabean dalam rangka menjamin terpenuhinya

hak-hak negara, terhadap barang impor tersebut dilakukan

pemeriksaan pembukuan (setelah barang mendapat

persetujuan impor atau ekspor dan setelah keluar dari

kawasan pabean) melalui mekanisme audit kepabeanan.

(2)Audit kepabeanan hakikatnya memindah pemeriksaan pabean

yang seharusnya di awal saat barang berada di kawasan

pabean menjadi pemeriksaan setelah barang keluar dari

kawasan pabean (post clearance audit). Dengan demikian

apabila dalam pelaksanaan audit kepabeanan ditemukan

adanya kekurangan pembayaran bea masuk yang disebabkan

oleh kesalahan pemberitahuan jumlah dan/atau jenis

barang, orang wajib membayar bea masuk yang kurang

dibayar dan dikenai sanksi administrasi berupa denda

paling sedikit 100% dan paling banyak 1000% dari bea

masuk yang kurang dibayar. Ketentuan pada pasal 82 ayat

5 disamakan dengan tindak lanjut untuk temuan serupa

yang ditemukan dalam pemeriksaan barang dan pemeriksaan

dokumen oleh pejabat di front liner.

V. Wewenang Memeriksa Bangunan dan Tempat

Lain

224

Pasal 87

(1) Pejabat bea dan cukai berwenang melakukan pemeriksaan atas bangunandan tempat lain:a. yang penyelenggaraannya berdasarkan izin yang telah diberikan

menurut Undang-Undang ini; ataub. yang menurut pemberitahuan pabean berisi barang di bawah

pengawasan pabean.(2) Pejabat bea dan cukai berwenang melakukan pemeriksaan atas bangunan

dan tempat lain yang secara langsung atau tidak langsung berhubungandengan bangunan atau tempat sebagimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 88(1) Untuk pemenuhan kewajiban pabean berdasarkan Undang-Undang ini,

pejabat bea dan cukai berwenang memasuki dan memeriksa bangunanatau tempat yang bukan rumah tinggal selain yang dimaksud dalam Pasal87 dan dapat memeriksa setiap barang yang ditemukan.

(2) Selama pemeriksaan atas bangunan atau tempat sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dan atas permintaan pejabat bea dan cukai, pemilik atauyang menguasai bangunan atau tempat tersebut wajib menyerahkan suratatau dokumen yang berkaitan dengan barang yang berada di tempattersebut.

Pasal 89(1) Pemeriksaan atas bangunan atau tempat lain sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 87 ayat (2) atau Pasal 88 ayat (1) harus dengan surat perintahdari Direktur Jenderal.

(2) Surat perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperlukanuntuk melakukan :a. pemeriksaan bangunan atau tempat yang menurut Undang-Undang ini

berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;b. pengejaran orang dan/atau barang yang memasuki bangunan atau

tempat lain.(3) Pengelola bangunan atau tempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87

dan Pasal 88 tidak boleh menghalangi pejabat bea dan cukai yang masuk

225

ke dalam bangunan atau tempat lain dimaksud, kecuali bangunan atautempat lain tersebut merupakan rumah tinggal.

(4) Barangsiapa yang menyebabkan pejabat bea dan cukai tidak dapatmelaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 danPasal 88 dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 5.000.000,00(lima juta rupiah).

Penjelasan pasal 87 – 89 :1. Pasal 87 menegaskan perlunya pengawasan terhadap barang,

baik yang ditimbun di tempat penimbunan sementara, di

dalam tempat penimbunan berikat atau di tempat usaha

lainnya. Pengawasan dilakukan karena barang impor

memperoleh pembebasan, keringanan, atau penangguhan bea

masuk. Pengawasan juga dilakukan atas barang di tempat

yang mempunyai sediaan barang yang terkena ketentuan

larangan dan pembatasan. Dalam rangka pengawasan

tersebut d atas, ketentuan ini mengatur mengenai

kewenangan pejabat bea dan cukai untuk dapat melakukan

pemeriksaan terhadap bangunan dan tempat lain yang telah

diberi izin pengoperasian berdasarkan pemberitahuan atau

dokumen pabean terdapat barang wajib bea atau barang

yang dikenai peraturan larangan atau pembatasan.

2. Pasal 87 juga mengatur kewenangan pejabat bea dan cukai

untuk memeriksa tempat lain yang berhubungan baik

langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan tempat

yang diawasi bea dan cukai. Hal ini penting karena

dimungkinkan barang oleh yang bersangkutan telah

dipindahkan ke bangunan atau tempat lain yang mempunyai

hubungan langsung atau tidak langsung dengan bangunan

226

atau tempat lain yang sedang dilakukan pemeriksaan, maka

ditetapkan ketentuan ini.

“Berhubungan langsung” dalam ayat ini dimaksudkan adalah

hubungan secara fisik, sedangkan berhubungan tidak

langsung adalah hubungan yang secara fisik tidak

berhubungan secara langsung, tidak secara operasional

saling berhubungan. Dengan demikian, dapat dicegah usaha

untuk menghindari pemeriksaan atau menyembunyikan

barang.

3. Pasal 88 mengatur bahwa kewenangan pemeriksaan juga

berlaku untuk bangunan dan tempat lain yang bukan rumah

tinggal. Yang dimaksud bangunan dan tempat lain yang

bukan rumah tinggal dalam pasal 88 misalnya bangunan

yang didirikan khusus untuk menyimpan barang apa pun dan

pendirinya bukan dimaksudkan sebagai tempat usaha

berdasarkan Undang-Undang ini. Pemeriksaan dilakukan

bilamana terdapat petunjuk yang cukup ada barang yang

tersangkut pelanggaran, baik sebagai barang yang wajib

bea masuk maupun yang dikenai peraturan larangan dan

pembatasan. Selama pemeriksaan atas bangunan atau tempat

sebagaimana dimaksud, atas permintaan pejabat bea dan

cukai, pemilik atau yang menguasai bangunan atau tempat

tersebut wajib menyerahkan surat atau dokumen yang

berkaitan dengan barang yang berada di tempat tersebut.

4. Pasal 89 mengatur bahwa surat perintah dari Direktur

Jenderal diperlukan untuk melakukan pemeriksaan

terhadap:

227

a. Bangunan atau tempat lain yang secara langsung atau

tidak langsung berhubungan dengan bangunan atau tempat

yang penyelengaraannya berdasarkan izin yang telah

diberikan menurut Undang-Undang kepabeanan,

b. Bangunan atau tempat lain yang secara langsung atau

tidak langsung berhubungan dengan bangunan atau tempat

lain yang menurut pemberitahuan pabean berisi barang

di bawah pengawasan pabean,

c. Bangunan atau tempat yang bukan rumah tinggal yang

tidak berada di bawah pengawasan pabean.

Surat Perintah tersebut diatas tidak diperlukan dalam hal

:

a. pemeriksaan bangunan atau tempat yang menurut Undang-

Undang ini berada di bawah pengawasan Direktorat

Jenderal Bea dan Cukai;

b. pengejaran orang dan/atau barang yang memasuki

bangunan atau tempat lain (hot persuit).

5. Pengelola bangunan atau tempat sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 87 dan Pasal 88 tidak boleh menghalangi

pejabat bea dan cukai yang masuk ke dalam bangunan atau

tempat lain dimaksud. Barang siapa yang menyebabkan

pejabat bea dan cukai tidak dapat melaksanakan ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 dan Pasal 88 dikenai

sanksi administrasi berupa denda. Namun pengenaan denda

tersebut tidak menghapus sanksi atas pelanggaran

kepabeanan yang mungkin dilakukan, misalnya di dalamnya

disimpan barang hasil penyelundupan, maka dapat diancam

sanksi pidana sesuai pasal 102.

228

VI. Wewenang Memeriksa Sarana PengangkutPasal 90

(1) Untuk pemenuhan kewajiban pabean berdasarkan Undang-Undang inipejabat bea dan cukai berwenang untuk menghentikan dan memeriksasarana pengangkut serta barang di atasnya.

(2) Sarana pengangkut yang disegel oleh penegak hukum lain atau dinas posdikecualikan dari pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Pejabat bea dan cukai berdasarkan pemberitahuan pabean sebagaimanadimaksud dalam Pasal 7A ayat (3) berwenang untuk menghentikanpembongkaran barang dari sarana pengangkut apabila ternyata barangyang dibongkar tersebut bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.

(4) Orang yang tidak melaksanakan perintah penghentian pembongkaransebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenai sanksi administrasi berupadenda sebesar Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).

Pasal 91

(1) Untuk keperluan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat(1) atas permintaan atau isyarat pejabat bea dan cukai, pengangkut wajibmenghentikan sarana pengangkutnya.

(2) Pejabat bea dan cukai berwenang agar sarana pengangkut sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dibawa ke kantor pabean atau tempat lain yangsesuai untuk keperluan pemeriksaan atas biaya yang bersalah.

(3) Pengangkut atas permintaan pejabat bea dan cukai wajib menunjukkansemua dokumen pengangkutan serta pemberitahuan pabean yangdiwajibkan menurut Undang-Undang ini.

(4) Pengangkut yang menolak untuk memenuhi permintaan pejabat bea dancukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3)dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 5.000.000,00 (limajuta rupiah).

229

Penjelasan pasal 90 dan 91 :

1) Pejabat bea dan cukai diberi wewenang untuk

menghentikan dan memeriksa sarana pengangkut serta

barang yang ada di atasnya dalam rangka melakukan

pengawasan dan dipatuhinya peraturan perUndang-Undangan

kepabeanan ini dan peraturan perUndang-Undangan lain

yang pelaksanaannya dibebankan kepada DJBC. Penghentian

dan pemeriksaan terhadap sarana pengangkut ini dilakukan

baik ditengah laut, di perairan pelabuhan maupun di

daratan. Sudah barang tentu pemeriksaan ini dilakukan

hanya terhadap sarana pengangkut yang dicurigai membawa

atau mengangkut barang selundupan atau barang lain yang

tidak diberitahukan dalam pemberitahuan pabean. Oleh

karena itu tidak setiap sarana pengangkut dilakukan

pemeriksaan oleh pejabat bea dan cukai. Penghentian dan

pemeriksaan sarana pengangkut serta barang diatasnya

hanya dilakukan secara selektif, yang dilakukan

berdasarkan pengamatan maupun informasi yang

dikumpulkan.

2) Sarana pengangkut yang telah disegel oleh penegak hukum

lain, seperti kepolisian, kejaksaan atau dinas pos dapat

dikecualikan dari pemeriksaan ini. Apabila pejabat bea

dan cukai berkepentingan untuk melakukan pemeriksaan,

maka pelaksanaannya harus berkoordinasi dengan

instansi tersebut.

3) Dalam melakukan pengawasan atas sarana pengangkut yang

melakukan pembongkaran barang impor, pejabat bea dan

230

cukai berwenang untuk menghentikan pembongkaran tersebut

jika ternyata barang yang dibongkar (walaupun sudah

mendapat izin bongkar dari bea dan cukai), ternyata

sesuai ketentuan yang berlaku tidak boleh diimpor

(barang larangan impor). Sebagai contoh

importasi daging dari India. Pada saat diangkut ke

Indonesia belum ada larangan impor. Namun pada waktu

barang dibongkar di Pelabuhan Indonesia, terbit larangan

impor daging yang berasal dari India karena mengandung

penyakit tertentu. Sehingga seketika itu juga

pembongkaran terhadap barang impor tersebut dihentikan.

4) Pasal 91 menegaskan bahwa pengangkut wajib menghentikan

sarana pengangkutnya jika diminta oleh pejabat bea dan

cukai. Permintaan ini biasanya berupa isyarat, yaitu

tanda-tanda yang diberikan kepada nakhoda/pengangkut,

berupa isyarat tangan, isyarat bunyi, lampu, radio dan

sebagainya yang lazim dipergunakan sebagai isyarat untuk

menghentikan sarana pengangkut.

5) Pejabat bea dan cukai berwenang agar sarana pengangkut

dibawa ke Kantor Pabean atau tempat lain yang sesuai

untuk keperluan pemeriksaan atas biaya yang bersalah.

Jadi biaya bisa ditanggung oleh yang bersangkutan maupun

oleh pejabat bea dan cukai. Hal ini untuk menghindari

kesewenang-wenangan pejabat bea dan cukai.

Pengangkut juga wajib menunjukkan semua dokumen

pengangkutan serta Pemberitahuan Pabean yang diwajibkan.

Yang dimaksud dengan dokumen pengangkutan adalah semua

231

dokumen sesuai ketentuan pengangkutan nasional maupun

internasional.

6) Pengangkut yang menolak untuk memenuhi permintaan

pejabat bea dan cukai mulai dari menghentikan sarana

pengangkutnya, menolak dibawa ke kantor pabean untuk

diperiksa, dan menolak menyerahkan doumen, dikenai

sanksi administrasi berupa denda.

VII. Wewenang Memeriksa Badan

Pasal 92

(1) Untuk pemenuhan kewajiban pabean berdasarkan Undang-Undang iniatau peraturan perundangundangan lain tentang larangan danpembatasan impor atau ekspor barang, pejabat bea dan cukai berwenangmemeriksa badan setiap orang:a. yang berada di atas atau baru saja turun dari sarana pengangkut yang

masuk ke dalam Daerah Pabean;b. yang berada di atas atau siap naik ke sarana pengangkut yang

tujuannya adalah tempat di luar Daerah Pabean;c. yang sedang berada atau baru saja meninggalkan tempat penimbunan

sementara atau tempat penimbunan berikat; ataud. yang sedang berada di atau baru saja meninggalkan Kawasan Pabean.

(2) Orang yang diperiksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajibmemenuhi permintaan pejabat bea dan cukai menuju tempatpemeriksaan.

Penjelasan pasal 92:

1) Pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk memeriksa badan

setiap orang yang disangka membawa atau menyembunyikan

232

barang di dalam badan atau pakaian yang dikenakannya.

Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengantisipasi

adanya pelanggaran ketentuan kepabeanan, baik terkait

barang impor maupun barang ekspor.

2) Orang yang menjadi obyek pemeriksaan wajib memenuhi

permintaan pejabat bea dan cukai untuk menuju tempat

pemeriksaan. Tentu saja pemeriksaan badan ini harus

dilakukan sesuai dengan norma kesusilaan dan kesopanan.

Pemeriksaan badan tersebut dilakukan ditempat tertutup,

jika wanita diperiksa oleh petugas wanita dan

sebaliknya. Atas hasil pemeriksaan tersebut dibuatkan

berita acara yang ditandatangani oleh kedua belah pihak.

VIII. Kewenangan Khusus Direktur Jenderal

Pasal 92A

(1) Direktur Jenderal karena jabatan atau atas permohonan dari orang yangbersangkutan dapat:a. membetulkan surat penetapan tagihan kekurangan pembayaran bea

masuk yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahanhitung, dan/atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan Undang-Undang ini; atau

b. mengurangi atau menghapus sanksi administrasi berupa dendadalam hal sanksi tersebut dikenakan pada orang yang dikenai sanksikarena kekhilafan atau bukan karena kesalahannya.

(2) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan permohonan, pembetulan,pengurangan, atau penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.

Penjelasan pasal 92A : 233

1) Dalam Undang-Undang kepabeanan yang baru, Direktur

Jenderal Bea dan Cukai diberikan kewenangan khusus untuk

membetulkan surat penetapan tagihan kekurangan

pembayaran bea masuk yang dalam penerbitannya terdapat

kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan

dalam penerapan ketentuan Undang-Undang ini. Pembetulan

surat tagihan kekurangan pembayaran Bea masuk ini

dilaksanakan dalam rangka menjalankan pemerintahan yang

baik, sehingga apabila terdapat kesalahan atau

kekeliruan yang bersifat manusiawi dalam suatu penetapan

perlu dibetulkan menjadi sebagaimana mestinya.

Pengertian membetulkan dapat berarti menambahkan atau

mengurangkan atau menghapuskan, tergantung pada sifat

kesalahan dan kekeliruannya.

2) Direktur Jenderal juga berwenang untuk mengurangi atau

menghapus sanksi administrasi berupa denda dalam hal

sanksi tersebut dikenakan karena yang bersangkutan

melakukan kekhilafan bukan kesalahan yang disengaja atau

kesalahan dimaksud terjadi akibat perbuatan orang lain

yang tidak mempunyai hubungan usaha dengannya serta

tanpa sepengetahuan dan persetujuannya.

234

fds

235

Rangkuman

1. Pejabat bea dan cukai berwenang untuk :

(1)menggunakan segala upaya terhadap orang, barang

maupun binatang untuk dipenuhinya ketentuan dalam

Undang-Undang ini.

(2)untuk menggunakan berbagai upaya untuk mencari

dan menemukan suatu peristiwa di bidang

kepabeanan yang diduga sebagai tindak pidana

kepabeanan.

(3)untuk menggunakan senjata api dalam rangka

menjalankan kewenangannya untuk mengambil

tindakan terhadap barang, orang atau binatang,

untuk mengamankan hak-hak negara .

(4)untuk menggunakan kapal patroli yang dapat

dilengkapi dengan senjata api untuk melakukan

pengawasan terhadap sarana pengangkut di laut

atau sungai.

(5)untuk menegah barang dan sarana pengangkut.

(6)untuk meminta bantuan kepada instansi lain

sehubungan dengan segala kegiatan yang dilakukan

oleh pejabat bea dan cukai berdasarkan peraturan

perUndang-Undangan.

(7)untuk melakukan penyegelan.

Note :

236

237

Latihan

Untuk menguji pemahaman Anda terhadap materi

kegiatan belajar 13, silakan kerjakan soal-soal

latihan berikut!

1. Jelaskan wewenang kepabeanan yang secara umum

dimiliki oleh pejabat bea dan cukai sesuai dengan

Undang-Undang nomor 17 tahun 2006 !

2. Jelaskan mengapa bea dan cukai diberi wewenang

untuk menggunakan senjata api !

3. Jelaskan wewenang kepabeanan pejabat bea dan

cukai yang berupa wewenang untuk pemeriksaan

badan !

4. Jelaskan wewenang kepabeanan pejabat bea dan

cukai yang berupa pemeriksaan atas barang !

5. Jelaskan wewenang kepabeanan pejabat bea dan

cukai yang berupa pemeriksaan atas sarana

pengangkut !

6. Jelaskan wewenang kepabeanan pejabat bea dan

KEGIATANBELAJAR

KEBERATAN DAN BANDING

Dalam kegiatan belajar ini dibahas mengenai kewenangan

bagi pejabat bea dan cukai dalam Undang-Undang Pabean. Pada

Undang-Undang Kepabeanan kegiatan belajar ini diatur pada

Bab XIII.

I. Keberatan

Pasal 93

(1) Orang yang berkeberatan terhadap penetapan pejabat bea dan cukaimengenai tarif dan/atau nilai pabean untuk penghitungan bea masukdapat mengajukan keberatan secara tertulis hanya kepada Direktur

238

Indikator Keberhasilan

Diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan :ketentuan tentang keberatan,ketentuan tentang banding.

149

Jenderal dalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penetapandengan menyerahkan jaminan sebesar tagihan yang harus dibayar.

(1a) Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak wajib diserahkandalam hal barang impor belum dikeluarkan dari kawasan pabean.

(2) Direktur Jenderal memutuskan keberatan sebagaimana dimaksud padaayat (1) dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak diterimanyapengajuan keberatan.

(3) Apabila keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak olehDirektur Jenderal, jaminan dicairkan untuk membayar bea masuk dan/atausanksi administrasi berupa denda yang ditetapkan, dan apabila keberatandikabulkan jaminan dikembalikan.

(4) Apabila dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sebagaimana dimaksudpada ayat (2) Direktur Jenderal tidak memberikan keputusan, keberatanyang bersangkutan dianggap dikabulkan dan jaminan dikembalikan.

(5) Apabila jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa uang tunaidan pengembalian jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat(4) dilakukan setelah jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak keberatandikabulkan, pemerintah memberikan bunga sebesar 2% (dua persen) setiapbulannya paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

(6) Ketentuan mengenai tatacara pengajuan keberatan sebagaimanadimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkanperaturan menteri.

Pasal 93A

(1) Orang yang berkeberatan terhadap penetapan pejabat bea dan cukaiselain tarif dan/atau nilai pabean untuk penghitungan bea masuk dapatmengajukan keberatan secara tertulis hanya kepada Direktur Jenderaldalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penetapan.

(2) Sepanjang keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyangkutkekurangan pembayaran bea masuk, jaminan wajib diserahkan sebesartagihan yang harus dibayar.

(3) Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak wajib diserahkandalam hal barang impor belum di keluarkan dari kawasan pabean.

(4) Direktur Jenderal memutuskan keberatan sebagaimana dimaksud padaayat (1) dalam jangka waktu 60 (enam puluh hari) sejak diterimanya

239

pengajuan keberatan.(5) Apabila keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak oleh

Direktur Jenderal, jaminan dicairkan untuk membayar bea masuk dan/atausanksi administrasi berupa denda yang ditetapkan, dan apabila keberatandikabulkan jaminan dikembalikan.

(6) Apabila dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sebagaimana dimaksudpada ayat (3) Direktur Jenderal tidak memberikan keputusan, keberatanyang bersangkutan dianggap dikabulkan dan jaminan dikembalikan.

(7) Apabila jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa uang tunaidan pengembalian jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat(6) dilakukan setelah jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak keberatanditerima, pemerintah memberikan bunga sebesar 2% (dua persen) setiapbulannya paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

(8) Ketentuan mengenai pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud padaayat (1) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.

(Pasal terkait adalah pasal 16 tentang penetapan tarif dan

nilai pabean oleh pejabat bea dan cukai)

Penjelasan pasal 93 dan 93A :

(1)Pasal 93 dan 93A mengatur tentang hak Orang yang tidak

menerima atas keputusan pejabat. Sebagaimana diatur

dalam pasal 16 Undang-Undang Kepabeanan, pejabat Bea dan

Cukai menetapkan tarif dan nilai pabean untuk

perhitungan bea masuk atas pemberitahuan yang diajukan

oleh importir. Penetapan atas kekurangan bea masuk

maupun penetapan tagihan denda administrasi harus

dilunasi dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak

tanggal penetapan. Dalam hal yang bersangkutan tidak

sependapat dan merasa berkeberatan atas penetapan

pejabat bea dan cukai tersebut, importir/pengguna jasa

dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Bea

240

dan Cukai. Pemberian hak untuk mengajukan keberatan ini

untuk menjamin adanya kepastian hukum dan sebagai

manifestasi dari asas keadilan.

(2)Pada pasal 93 disebutkan bahwa orang yang berkeberatan

terhadap penetapan pejabat bea dan cukai mengenai tarif

dan/atau nilai pabean dapat mengajukan keberatan secara

tertulis hanya kepada Direktur Jenderal dalam waktu 60

(enam puluh) hari sejak tanggal penetapan dengan

menyerahkan jaminan sebesar tagihan yang harus dibayar

yaitu sebesar kekurangan Bea masuk, kekurangan Pajak

Dalam Rangka Impor, dan sanksi administrasi berupa

denda.

(3)Dalam hal tagihan telah dilunasi, keberatan tetap dapat

diajukan tanpa kewajiban menyerahkan jaminan. Jangka

waktu 60 (enam puluh) hari yang diberikan kepada

pengguna jasa kepabeanan ini dianggap cukup untuk

mengumpulkan data yang diperlukan guna pengajuan

keberatan kepada Direktur Jenderal. Dalam hal batas

waktu tersebut dilewati, hak yang bersangkutan menjadi

gugur dan penetapan dianggap disetujui. Penyerahan

jaminan untuk pemenuhan syarat pengajuan keberatan tidak

wajib diserahkan dalam hal barang impor belum

dikeluarkan dari kawasan pabean.

(4)Pasal 93A mengatur tentang dapat diajukannya keberatan

selain dari penetapan tarif dan/atau nilai pabean.

Keberatan yang dapat diajukan dalam pasal ini misalnya

penetapan berupa pencabutan fasilitas, blokir dan

penetapan sebagai akibat penafsiran peraturan. Tata cara

241

pengajuan keberatan baik terhadap penetapan tarif, nilai

pabean, denda administrasi dan keberatan lainnya adalah

sama, baik mengenai surat permohonan kepada Direktur

Jenderal Bea dan Cukai, jaminan dan jangka waktu

pengajuan.

Pasal 94

(1) Orang yang dikenai sanksi administrasi berupa denda dapat mengajukankeberatan secara tertulis hanya kepada Direktur Jenderal dalam jangka waktu 60(enam puluh hari) sejak tanggal penetapan dengan menyerahkan jaminan sebesarsanksi administrasi berupa denda yang ditetapkan.

(2) Direktur Jenderal memutuskan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya pengajuan keberatan.

(3) Apabila keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak oleh DirekturJenderal, jaminan dicairkan untuk membayar sanksi administrasi berupa dendayang ditetapkan, dan apabila keberatan dikabulkan, jaminan dikembalikan.

(4) Apabila dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sebagaimana dimaksud padaayat (2) Direktur Jenderal tidak memberikan keputusan, keberatan yangbersangkutan dianggap dikabulkan dan jaminan dikembalikan.

(5) Apabila jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa uang tunai danpengembalian jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4)dilakukan setelah jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak keberatan dikabulkan,pemerintah memberikan bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulannya palinglama 24 (dua puluh empat) bulan.

(6) Ketentuan mengenai tatacara pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud padaayat (1) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.

Penjelasan pasal 94 :

1. Keberatan ke Direktur Jenderal Bea dan Cukai dapat juga

dilakukan atas pengenanaan Sanksi Administrasi berupa

denda.

2. Pasal 94 selanjutnya mengatur tentang tindak lanjut

proses keberatan. Direktur Jenderal Bea dan Cukai

242

memutuskan keberatan yang diajukan dalam jangka waktu

60 (enam puluh) hari sejak diterimanya pengajuan

keberatan. Penetapan jangka waktu 60 (enam puluh) hari

ini merupakan jangka waktu yang wajar mengingat Direktur

Jenderal juga perlu melakukan pengumpulan data dan

informasi dalam memutuskan suatu keberatan yang

diajukan.

3. Apabila keberatan sebagaimana dimaksud ditolak oleh

Direktur Jenderal, jaminan dicairkan untuk membayar bea

masuk dan/atau sanksi administrasi berupa denda yang

ditetapkan, dan apabila keberatan dikabulkan jaminan

dikembalikan.

4. Apabila dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari Direktur

Jenderal tidak memberikan keputusan, keberatan yang

bersangkutan dianggap dikabulkan dan jaminan

dikembalikan. Selanjutnya jika keberatan diterima,

sedangkan jaminan berupa uang tunai dan pengembalian

jaminan dilakukan setelah jangka waktu 30 (tiga puluh)

hari sejak keberatan dikabulkan, pemerintah memberikan

bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulannya (bagian

dari bulan dihitung satu bulan penuh) paling lama 24

(dua puluh empat) bulan.

II. Banding

243

Pasal 95

Orang yang berkeberatan terhadap penetapan Direktur Jenderal atas tarif dannilai pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2), keputusanDirektur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2), Pasal 93Aayat (4), atau Pasal 94 ayat (2) dapat mengajukan permohonan bandingkepada Pengadilan Pajak dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejaktanggal penetapan atau tanggal keputusan, setelah pungutan yang terutangdilunasi.

Penjelasan pasal 95 :

1) Banding adalah hak berikutnya dari pelaku usaha yang

tidak menerima atas surat keputusan keberatan Direktur

Jenderal Bea dan Cukai yang berisi penolakan sebagian

maupun seluruhnya. Banding juga dapat diajukan oleh

orang yang berkeberatan terhadap penetapan atas tarif

dan nilai pabean, penetapan selain tarif dan nilai

pabean, serta denda administrasi yang dibuat oleh

Direktur Jenderal.

2) Banding dapat diajukan kepada Pengadilan Pajak dalam

jangka waktu enam puluh hari sejak tanggal penetapan

atau tanggal keputusan, setelah pungutan yang terutang

dilunasi.

Pengadilan Pajak sebagaimana dimaksud diatas adalah

lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14

Tahun 2002 yang mengadili sengketa pajak antara pelaku

usaha dengan fiskus. Permohonan banding kepada Pengadilan

Pajak diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia

dengan alasan yang jelas, dengan dilampiri salinan dari

penetapan atau keputusan tersebut.

244

3) Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir dan

bersifat tetap, artinya putusan Pengadilan Pajak tidak

dapat dilakukan banding, namun masih terbuka kemungkinan

untuk dilakukan upaya hukum luar biasa ke Mahkamah Agung

bilamana terdapat kondisi sebagai berikut :

a) Ada bukti baru yang bersifat menentukan

b) Ada tipu muslihat/kebohongan pada saat banding yang

telah dijatuhi pidana

c) Putusan bukan yang dituntut

d) Belum diputus tanpa diketahui sebab – sebabnya

e) Putusan tidak sesuai Undang - Undang yang berlaku

245

246

Rangkuman

1) Orang yang berkeberatan terhadap penetapan pejabat

bea dan cukai mengenai tarif dan/atau nilai pabean,

penetapan pejabat bea dan cukai selain tarif

dan/atau nilai dan dikenai sanksi administrasi

berupa denda, untuk penghitungan bea masuk dapat

mengajukan keberatan secara tertulis hanya kepada

Direktur Jenderal dalam waktu 60 (enam puluh) hari

sejak tanggal penetapan dengan menyerahkan jaminan

sebesar tagihan yang harus dibayar.

2) Penyerahan jaminan untuk pemenuhan syarat pengajuan

keberatan tidak wajib diserahkan dalam hal barang

impor belum dikeluarkan dari kawasan pabean.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai memutuskan

keberatan yang diajukan dalam jangka waktu 60 (enam

puluh hari) sejak diterimanya pengajuan keberatan.

3) Apabila keberatan sebagaimana dimaksud ditolak oleh

Direktur Jenderal, jaminan dicairkan untuk membayar

bea masuk dan/atau sanksi administrasi berupa denda

yang ditetapkan, dan apabila keberatan dikabulkan

jaminan dikembalikan. Apabila dalam jangka waktu 60

(enam puluh) hari Direktur Jenderal tidak memberikan

keputusan, keberatan yang bersangkutan dianggap

dikabulkan dan jaminan dikembalikan.

4) Apabila jaminan sebagaimana dimaksud diatas berupa

247

Latihan

Untuk menguji pemahaman Anda terhadap materi

kegiatan belajar 14, silakan kerjakan soal-soal

latihan berikut!

1) Jelaskan ketentuan pengajuan keberatan yang

dilakukan oleh importir atau eksportir

sebagaimana diatur dalam pasal 93 Undang-Undang

nomor 17 tahun 2006 !

2) Jelaskan penetapan pejabat bea dan cukai yang

dapat diajukan keberatan !

3) Berapa besarnya jaminan yang harus dipertaruhkan

oleh orang yang akan mengajukan keberatan atas

ketetapan tarif dan atau nilai pabean oleh

pejabat bea dan cukai ?

4) Jelaskan dalam hal apa jaminan tidak diperlukan

ketika diajukan keberatan !

KEGIATANBELAJAR

KETENTUAN PIDANA

Dalam kegiatan belajar ini akan dibahas materi yang

berkaitan dengan ketentuan pidana. Pada Undang-Undang

Kepabeanan kegiatan belajar ini diatur pada Bab XIV.

I. Ketentuan Pidana

Undang-Undang Kepabeanan disamping menetapkan peraturan

mengenai kepabeanan, juga menetapkan sanksi bagi

pelanggarnya. Pengenaan sanksi yang diatur dalam Undang-

Undang ada dua jenis, yaitu sanksi administrasi berupa denda

248

Indikator Keberhasilan

Diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan ketentuan pidana yang diatur dalam Undang-Undang Kepabeanan

159

dan sanksi pidana berupa kurungan/penjara dan/atau sanksi

pidana berupa denda.

Dalam Undang-Undang Kepabeanan sanksi pidana atau

ketentuan pidana diatur tersendiri dalam BAB XIV sebanyak

empat belas pasal, dari pasal 102 hingga pasal 111.

1. Tindak Pidana Penyelundupan Impor

Pasal 102

Setiap orang yang:a. mengangkut barang impor yang tidak tercantum dalam manifes

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A ayat (2);b. membongkar barang impor di luar kawasan pabean atau tempat lain tanpa

izin kepala kantor pabean;c. membongkar barang impor yang tidak tercantum dalam pemberitahuan

pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A ayat (3);d. membongkar atau menimbun barang impor yang masih dalam

pengawasan pabean di tempat selain tempat tujuan yang ditentukandan/atau diizinkan;

e. menyembunyikan barang impor secara melawan hukum;f. mengeluarkan barang impor yang belum diselesaikan kewajiban

pabeannya dari kawasan pabean atau dari tempat penimbunan berikatatau dari tempat lain di bawah pengawasan pabean tanpa persetujuanpejabat bea dan cukai yang mengakibatkan tidak terpenuhinya pungutannegara berdasarkan Undang-Undang ini;

g. mengangkut barang impor dari tempat penimbunan sementara atautempat penimbunan berikat yang tidak sampai ke kantor pabean tujuandan tidak dapat membuktikan bahwa hal tersebut di luar kemampuannya;atau

h. dengan sengaja memberitahukan jenis dan/atau jumlah barang impordalam pemberitahuan pabean secara salah,

249

dipidana karena melakukan penyelundupan di bidang impor dengan pidanapenjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 10(sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluhjuta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(Pasal yang terkait adalah pasal 7A (ayat 2) dan Pasal 7A

(3) tentang kedatangan sarana pengangkut).

Penjelasan pasal 102 :

1) Dalam Undang-Undang Kepabeanan yang baru (UU No.17/2006)

terjadi perubahan norma pengertian penyelundupan. Jika

dalam penjelasan Pasal 102 Undang-Undang Nomor 10 tahun

1995 dinyatakan bahwa suatu kegiatan termasuk

penyelundupan bilamana mengimpor barang tanpa

mengindahkan ketentuan yang berlaku. Pengertian “tanpa

mengindahkan” adalah sama sekali tidak memenuhi

ketentuan atau prosedur. Jika memenuhi salah satu

kewajiban pabean saja walaupun tidak sepenuhnya, tidak

lagi sebagai penyelundupan. Rumusan tindak pidana

penyelundupan dianggap kurang tegas sehingga tidak

memenuhi rasa keadilan masyarakat, dan oleh karenanya

dipandang perlu untuk merumuskan kembali tindakan-

tindakan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana

penyelundupan.

2) Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 diuraikan

perbuatan-perbuatan yang dikategorikan sebagai tindak

pidana penyelundupan. Hal demikian dianggap lebih tegas

dalam pelaksanaannya karena secara langsung merumuskan

250

tindakan-tindakan yang dapat dikategorikan sebagai

penyelundupan. Pemberatan sanksi pidana dan sanksi

pidana berupa denda untuk membuat jera atau

meminimalisasi kegiatan penyelundupan. Mengingat latar

belakang di atas, maka dalam Undang-Undang nomor 17

tahun 2006 ini, pasal 102 Undang-Undang Kepabeanan yang

lama ( Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 ) dipecah

menjadi dua pasal yaitu pasal 102 untuk pidana di bidang

impor dan pasal 102A untuk pidana di bidang ekspor.

3) Norma dalam pasal 102 menetapkan tindakan pidana yang

dianggap sebagai penyelundupan di bidang impor adalah :

a. Mengangkut barang impor yang tidak tercantum dalam

manifes sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A ayat (2).

Dimana dalam pasal 7A ayat 2 itu disebutkan bahwa

pengangkut yang sarana pengangkutnya memasuki daerah

pabean wajib mencantumkan barang yang diangkutnya

dalam manifest. Delik tersebut dapat terjadi mulai saat

sarana pengangkut memasuki daerah pabean. Hal ini

juga dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum bagi

kapal patrol bea dan cukai untuk melakukan tindakan

pengamanan hak-hak keuangan negara.

b. Membongkar barang impor di luar kawasan pabean atau

tempat lain tanpa izin kepala kantor pabean.

Sesuai ketentuan barang impor harus dibawa ke kantor

pabean dan dibongkar di kawasan pabean. Dalam hal

kedapatan barang impor yang dibongkar diluar kawasan

pabean tanpa izin maka orang/pengangkut dianggap

telah berupaya melakukan penyelundupan impor.

251

c. Membongkar barang impor yang tidak tercantum dalam

pemberitahuan pabean.

Sesuai ketentuan barang impor harus tercantum dalam

manifest dan diberitahukan ke kantor pabean oleh

pengangkutnya sebelum dilakukan pembongkaran. Dalam

hal kedapatan barang impor yang tidak tercantum dalam

manifest maka orang/pengangkut dianggap telah berupaya

melakukan penyelundupan impor.

d. Membongkar atau menimbun barang impor yang masih

dalam pengawasan pabean di tempat selain tempat

tujuan yang ditentukan dan/atau diizinkan.

Pengertian dari barang impor yang masih dalam

pengawasan pabean adalah barang impor yang kewajiban

pabeannya belum diselesaikan. Contoh membongkar atau

menimbun di tempat selain tempat tujuan yang

ditentukan atau diizinkan yaitu barang dengan tujuan

tempat penimbunan berikat A dibongkar atau ditimbun

di luar tempat penimbunan berikat A.

e. Menyembunyikan barang impor secara melawan hukum.

Contoh menyembunyikan barang secara melawan hukum

yaitu menyimpan barang di tempat yang tidak wajar

dan/atau dengan sengaja menutupi keberadaan barang

tersebut.

Yang dimaksud tempat yang tidak wajar antara lain di

dalam dinding kontainer, di dalam dinding koper, di

252

dalam tubuh, di dalam dinding kapal pada ruang mesin

kapal, atau tempat-tempat lainnya.

f. Mengeluarkan barang impor yang belum diselesaikan

kewajiban pabeannya dari kawasan pabean atau dari

tempat penimbunan berikat atau dari tempat lain di

bawah pengawasan pabean tanpa persetujuan pejabat bea

dan cukai yang mengakibatkan tidak terpenuhinya

pungutan negara berdasarkan Undang-Undang ini.

g. Mengangkut barang impor dari tempat penimbunan

sementara atau tempat penimbunan berikat yang tidak

sampai ke kantor pabean tujuan dan tidak dapat

membuktikan bahwa hal tersebut di luar kemampuannya.

h. Dengan sengaja memberitahukan jenis dan/atau jumlah

barang impor dalam pemberitahuan pabean secara salah.

Perbedaan pelanggaran yang dimaksud dalam huruf ini

dengan pelanggaran dalam Pasal 82 ayat (5) yaitu

bahwa pelanggaran ini didasarkan atas perbuatan yang

disengaja dan melawan hukum, sementara pelanggaran

pada pasal 82 ayat (5) karena unsur

kelalaian/kekhilafan yang tidak melawan hukum.

4) Orang yang melakukan tindakan-tindakan tersebut diancam

dengan pidana pidana penjara paling singkat 1 (satu)

tahun dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun

dan pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima

puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00

(lima miliar rupiah).

253

2. Tindak Pidana Penyelundupan Ekspor

Pasal 102A

Setiap orang yang:a. mengekspor barang tanpa menyerahkan pemberitahuan pabean;b. dengan sengaja memberitahukan jenis dan/atau jumlah barang ekspor

dalam pemberitahuan pabean secara salah sebagaimana dimaksuddalam Pasal 11A ayat (1) yang mengakibatkan tidak terpenuhinyapungutan negara di bidang ekspor;

c. memuat barang ekspor di luar kawasan pabean tanpa izin kepala kantorpabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11A ayat (3);

d. membongkar barang ekspor di dalam daerah pabean tanpa izin kepalakantor pabean; atau

e. mengangkut barang ekspor tanpa dilindungi dengan dokumen yang sahsesuai dengan pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud dalamPasal 9A ayat (1)

dipidana karena melakukan penyelundupan di bidang ekspor dengan pidanapenjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 10(sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluhjuta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Penjelasan pasal 102A :

1) Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, tindak pidana

penyelundupan di bidang ekspor diatur tersendiri dalam

pasal 102A.

2) Kegiatan yang dikategorikan sebagai penyelundupan ekspor,

yaitu :

a. Mengekspor barang tanpa menyerahkan pemberitahuan

pabean.

b. Dengan sengaja memberitahukan jenis dan/atau jumlah

barang ekspor dalam pemberitahuan pabean secara salah

254

yang mengakibatkan tidak terpenuhinya pungutan negara

di bidang ekspor.

Maksud dari pungutan negara di bidang ekspor disini

adalah bea keluar. Perbedaan pelanggaran yang

dimaksud disini dengan pelanggaran yang dalam pasal

82 ayat 6 yaitu bahwa pelanggaran ini didasarkan atas

perbuatan yang disengaja dan melawan hukum.

c. Memuat barang ekspor di luar kawasan pabean tanpa

izin kepala kantor pabean.

Pengertian “memuat “ adalah memuat barang ekspor ke

dalam sarana pengangkut yang akan berangkat ke luar

daerah pabean.

d. Membongkar barang ekspor di dalam daerah pabean tanpa

izin kepala kantor pabean.

Ketentuan bahwa membongkar barang ekspor di dalam

daerah pabean harus izin kepala kantor pabean

dimaksudkan untuk mencegah pembongkaran kembali

barang ekspor yang telah dimuat di atas sarana

pengangkut dengan tujuan utama untuk mencegah ekspor

fiktif. Sebagai contoh barang ekspor dimuat di

Semarang untuk tujuan Singapura tetapi barang ekspor

tersebut dibongkar di Jakarta.

e. Mengangkut barang ekspor tanpa dilindungi dengan

dokumen yang sah sesuai dengan pemberitahuan pabean.

3) Orang yang melakukan tindakan-tindakan tersebut diancam

dengan pidana karena melakukan penyelundupan di bidang

ekspor dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)

tahun dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun

255

dan pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima

puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00

(lima miliar rupiah).

3. Tindak Pidana Penyelundupan Yang Mengganggu Sendi-Sendi Perekonomian Negara

Pasal 102B

Pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 dan Pasal 102A yangmengakibatkan terganggunya sendi-sendi perekonomian negara dipidanadengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan pidana penjara palinglama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00(lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliarrupiah).

Penjelasan pasal 102B :

Lebih lanjut ditetapkan dalam pasal 102B, bahwa tindakan

penyelundupan impor dan ekspor tersebut diatas yang

mengakibatkan terganggunya sendi-sendi perekonomian negara

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun

dan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan

pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar

rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus

miliar rupiah). Coba Anda bandingkan dengan sanksi yang

terdapat pada pasal 102 dan pasal 102A. 256

4. Tindak Pidana Penyelundupan Oleh Aparat Penegak hukum

Pasal 102C

Dalam hal perbuatan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 102, Pasal102A, Pasal 102B dilakukan oleh pejabat dan aparat penegak hukum, pidanayang dijatuhkan dengan pidana sebagaimana ancaman pidana dalam Undang-Undang ini ditambah 1/3 (satu pertiga).

Penjelasan pasal 102C :

Pasal ini dibuat sebagai antisipasi adanya pelanggaran hukum

penyelundupan impor atau ekspor yang dilakukan oleh pejabat.

Harus disadari bahwa pejabat sebagai manusia juga berpotensi

melakukan pelanggaran, sehingga dengan adanya pasal ini

diharapkan ada upaya pencegahan dengan ancaman sanksi pidana

yang lebih berat dibandingkan dengan pelaku usaha dengan

sanksi pidana yang dijatuhkan adalah sanksi pidana

sebagaimana ancaman pidana dalam Undang-Undang ini ditambah

1/3 (satu pertiga).

5. Tindak Pidana Berupa Pengangkutan Barang Tertentu Tidak Sampai Ke Kantor Pabean Tujuan.

Pasal 102D

Setiap orang yang mengangkut barang tertentu yang tidak sampai ke kantorpabean tujuan dan tidak dapat membuktikan bahwa hal tersebut di luarkemampuannya dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun 257

dan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda palingsedikit Rp10.000.000.00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyakRp1.000.000.000.00 (satu miliar rupiah).

Penjelasan Pasal 102 D:

Pasal ini menguraikan tentang tindak pidana yang dilakukan

oleh orang yang mengangkut barang tertentu yang tidak sampai

ke kantor pabean tujuan dan tidak dapat membuktikan bahwa

hal tersebut di luar kemampuannya. Pasal ini dibuat untuk

mencegah adanya upaya penyelundupan ekspor atas barang-

barang tertentu yang secara nasional sangat strategis.

Pelanggaran pidana di bidang ini diancam dengan pidana

penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara

paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling

sedikit Rp10.000.000.00 (sepuluh juta rupiah) dan paling

banyak Rp1.000.000.000.00 (satu miliar rupiah).

6. Tindak Pidana Pemalsuan Dokumen Kepabeanan

Pasal 103

Setiap orang yang:a. menyerahkan pemberitahuan pabean dan/atau dokumen pelengkap

pabean yang palsu atau dipalsukan;b. membuat, menyetujui, atau turut serta dalam pemalsuan data ke

dalam buku atau catatan;c. memberikan keterangan lisan atau tertulis yang tidak benar, yang

digunakan untuk pemenuhan kewajiban pabean; ataud. menimbun, menyimpan, memiliki, membeli, menjual, menukar,

memperoleh, atau memberikan barang impor yang diketahui atau

258

patut diduga berasal dari tindak pidana sebagaimana dimaksuddalam Pasal 102

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidanapenjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau pidana denda palingsedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyakRp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Penjelasan pasal 103 :

1. Pasal 103 memuat jenis pelanggaran pidana lainnya

seperti pemalsuan dokumen yang digunakan dalam

pemberitahuan pabean beserta ancaman sanksi pidana atas

pelanggaran tersebut.

Kategori tindak pidana yang termasuk dalam pasal ini

adalah :

a. Menyerahkan pemberitahuan pabean dan/atau dokumen

pelengkap pabean yang palsu atau dipalsukan.

Pengertian dokumen palsu atau dipalsukan antara lain

dapat berupa:

- dokumen yang dibuat oleh orang yang tidak berhak,

misalnya menggunakan invoice atau packing list palsu

dalam pengajuan dokumen impor.

- dokumen yang dibuat oleh orang yang berhak tetapi

memuat data tidak benar, yang mengakibatkan tidak

terpenuhinya pungutan negara berdasarkan Undang-

Undang Kepabeanan.

b. Membuat, menyetujui, atau turut serta dalam pemalsuan

data ke dalam buku atau catatan.

259

c. Memberikan keterangan lisan atau tertulis yang tidak

benar, yang digunakan untuk pemenuhan kewajiban

pabean.

Yang dimaksud dengan memberi keterangan lisan secara

tidak benar adalah memberitahukan secara lisan dalam

pemenuhan kewajiban pabean, terutama untuk penumpang

dan pelintas batas

d. Menimbun, menyimpan, memiliki, membeli, menjual,

menukar, memperoleh, atau memberikan barang impor

yang diketahui atau patut diduga berasal dari tindak

pidana penyelundupan impor.

2. Pelaku tindak pidana pada pasal ini dipidana dengan

pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana

penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau pidana

denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta

rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima

miliar rupiah). Tindak pidana ini dikena sanksi minimum

lebih tinggi dari pasal 102 karena pelakunya dianggap

memiliki pendidikan yang lebih tinggi (white collar crime)

7. Tindak Pidana Mengakses Sistem Elektronik Kepabeanan Secara Tidak Sah

Pasal 103 A

(1) Setiap orang yang secara tidak sah mengakses sistem elektronik yangberkaitan dengan pelayanan dan/atau pengawasan di bidangkepabeanan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)tahun dan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidanadenda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling

260

banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).(2) Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan

tidak terpenuhinya pungutan negara berdasarkan Undang-Undang inidipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidanapenjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda palingsedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyakRp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Penjelasan pasal 103A :

1. Tindak pidana lainnya yang diatur dalam Undang-Undang

kepabeanan adalah bilamana terdapat Orang yang mengakses

sistem elektronik kepabeanan secara tidak sah. Yang

dimaksud dengan “mengakses” adalah tindakan atau upaya

yang dilakukan untuk login ke sistem kepabeanan.

Sedangkan yang dimaksud dengan “login” adalah memasuki

atau terhubung dengan suatu sistem elektronik sehingga

dengan masuk atau dengan keterhubungan itu pelaku dapat

mengirim dan/atau informasi melalui atau yang ada pada

sistem elektronik.

Sistem aplikasi dibuat oleh Direktorat Jenderal Bea dan

Cukai dalam meningkatkan pelayanan dan pengawasan.

Sistem aplikasi ini bersifat open access melalui media

internet yang memungkinkan penyalahgunaan berupa:

a. illegal access dengan menggunakan ID registrasi (9

password ) orang lain tanpa hak untuk kepentingan

proses pelayanan kepabeanan yang bersangkutan yang

dapat merugikan keuangan Negara atau pengguna jasa

kepabeanan pemilik ID yang sah.

261

b. mengubah database “in house” atau aplikasi Direktorat

Jenderal Bea dan Cukai untuk kepentingan mengubah

jalur dokumen, mengubah nilai pabean dan lain-lain.

c. notifikasi pembayaran melalui bank.

d. melakukan kegiatan hacking/cracking yang mengakibatkan

sistem IT Direktorat Jenderal Bea dan Cukai down atau

tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya.

2. Agar tidak terjadi penyalahgunaan, maka dalam Undang-

Undang ini dipandang perlu untuk menetapkan sanksi.

Sanksi yang diancamkan kepada orang yang secara tidak

sah mengakses sistem elektronik yang berkaitan dengan

pelayanan dan/atau pengawasan di bidang kepabeanan

adalah dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1

(satu) tahun dan pidana penjara paling lama 5 (lima)

tahun dan/atau pidana denda paling sedikit

Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling

banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

3. Ancaman pidana atas akses ke sistem elektronik secara

tidak sah lebih berat bilamana akibat yang ditimbulkan

adalah tidak terpenuhinya pungutan negara, dimana

ancamannya berupa dipidana dengan pidana penjara paling

singkat 2 (dua) tahun dan pidana penjara paling lama 10

(sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit

Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling

banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

8. Tindak Pidana Kepabeanan Lainnya

262

Pasal 104

Setiap orang yang:a. mengangkut barang yang berasal dari tindak pidana sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 102, Pasal 102A, atau Pasal 102B;b. memusnahkan, memotong, menyembunyikan, atau membuang buku

atau catatan yang menurut Undang-Undang ini harus disimpan;c. menghilangkan, menyetujui, atau turut serta dalam penghilangan

keterangan dari pemberitahuan pabean, dokumen pelengkap pabean,atau catatan; atau

d. menyimpan dan/atau menyediakan blangko faktur dagang dariperusahaan yang berdomisili di luar negeri yang diketahui dapatdigunakan sebagai kelengkapan pemberitahuan pabean menurutUndang-Undang ini

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun, dan pidanapenjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling sedikitRp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyakRp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Penjelasan pasal 104 :

Pasal 104 mengatur tentang tindak pidana lainnya yang

sebagian masih berhubungan dengan tindak pidana

sebelumnya yaitu :

1. barang siapa yang mengangkut barang yang berasal dari

tindak pidana penyelundupan impor, penyelundupan

ekspor, penyelundupan impor dan ekspor yang

mengganggu sendi-sendi perekonomian Negara yang

diatur pada pasal 102, 102A, dan 102B.

2. barang siapa yang memusnahkan, memotong,

menyembunyikan, atau membuang buku atau catatan yang

menurut Undang-Undang ini harus disimpan.

263

3. barang siapa yang menghilangkan, menyetujui, atau

turut serta dalam penghilangan keterangan dari

pemberitahuan pabean, dokumen pelengkap pabean, atau

catatan.

4. barang siapa yang menyimpan dan/atau menyediakan

blangko faktur dagang dari perusahaan yang

berdomisili di luar negeri yang diketahui dapat

digunakan sebagai kelengkapan pemberitahuan pabean

menurut Undang-Undang ini. Ketentuan ini dibuat untuk

mencegah dilakukannya pemalsuan atau pemanipulasian

data pada dokumen pelengkap pabean, misalnya invoice.

9. Tindak Pidana Membuka, Melepas, Merusak Kunci,Segel, Atau Tanda Pengaman

Pasal 105

Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak membuka, melepas, ataumerusak kunci, segel atau tanda pengaman yang telah dipasang olehpejabat bea dan cukai dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1(satu) tahun dan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidanadenda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan palingbanyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Penjelasan pasal 105 :

Kunci, segel, atau tanda pengaman merupakan salah satu alat

yang digunakan untuk mengamankan hak-hak negara atas barang

yang belum selesai kewajiban pabeannya. Dengan demikian

setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak membuka,

melepas atau merusak tanpa izin dari pejabat bea dan cukai

264

merupakan pelanggaran yang termasuk kategori tindak pidana.

Yang dimaksud dengan merusak kunci, segel atau pengaman

lainnya adalah merusak secara fisik atau melakukan perbuatan

yang mengubah fungsi kunci, segel atau tanda pengaman.

10. Tindak Pidana Yang Dilakukan Oleh PPJK

Pasal 107

Pengusaha pengurusan jasa kepabeanan yang melakukan pengurusanPemberitahuan Pabean atas kuasa yang diterimanya dari importir ataueksportir, apabila melakukan perbuatan yang diancam dengan pidanaberdasarkan Undang-Undang ini, ancaman pidana tersebut berlakujuga terhadapnya.

Penjelasan pasal 107 :

Pasal ini menegaskan, jika pengusaha pengurusan jasa

kepabeanan (PPJK) yang melakukan pelanggaran terhadap

Undang-Undang ini dalam melaksanakan pekerjaan yang

dikuasakan oleh importir atau eksportir, yang bersangkutan

diancam dengan pidana yang sama dengan ancaman pidana

terhadap importir atau eksportir. Misalnya, jika pengusaha

pengurusan jasa kepabeanan memalsukan invoice yang diterima

dari importir sehingga pemberitahuan pabean yang diajukan

atas nama importir tersebut lebih rendah nilai pabeannya,

pengusaha pengurusan jasa kepabeanan dikenai ancaman pidana.

Terhadap perbuatan tersebut PPJK dapat dikenai ancaman

pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 103 huruf a, yaitu

265

menyerahkan pemberitahuan pabean dan/atau dokumen pelengkap

pabean yang palsu atau dipalsukan, yang dapat dipidana

dengan pidana penjara.

11. Tindak Pidana Yang Dilakukan Oleh Badan Hukum

Pasal 108

(1) Dalam hal suatu tindak pidana yang dapat dipidana menurut Undang-Undang ini dilakukan oleh atau atas nama suatu badan hukum, perseroanatau perusahaan, perkumpulan, yayasan atau koperasi, tuntutan pidanaditujukan dan sanksi pidana dijatuhkan kepada:a. badan hukum, perseroan atau perusahaan, perkumpulan, yayasan

atau koperasi tersebut; dan/ataub. mereka yang memberikan perintah untuk melakukan tindak pidana

tersebut atau yang bertindak sebagai pimpinan atau yang melalaikanpencegahannya.

(2) Tindak pidana menurut Undang-Undang ini dilakukan juga oleh atau atasnama badan hukum, perseroan atau perusahaan, perkumpulan, yayasanatau koperasi, apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orangyang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubunganlain bertindak dalam lingkungan badan hukum, perseoran atauperusahaan, perkumpulan, yayasan atau koperasi tersebut tanpamemperhatikan apakah orang tersebut masing-masing telah melakukantindakan secara sendiri-sendiri atau bersama-sama.

(3) Dalam hal suatu tuntutan pidana dilakukan terhadap badan hukum,perseroan atau perusahaan, perkumpulan, yayasan atau koperasi, padawaktu penuntutan diwakili oleh pengurus yang secara hukum dapatdimintai pertanggungjawaban sesuai bentuk badan hukum yangbersangkutan.

(4) Terhadap badan hukum, perseroan atau perusahaan, perkumpulan,yayasan atau koperasi yang dipidana dengan pidana sebagaimanadimaksud dalam Undang-Undang ini, pidana pokok yang dijatuhkansenantiasa berupa pidana denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satumiliar lima ratus juta rupiah) jika atas tindak pidana tersebut diancam

266

dengan pidana penjara, dengan tidak menghapuskan pidana dendaapabila atas tindak pidana tersebut diancam dengan pidana penjara danpidana denda.

Penjelasan pasal 108 :

1) Pasal ini memberikan kemungkinan dapat dipidananya suatu

badan hukum, perseroan atau perusahaan, termasuk badan

usaha milik negara atau daerah dengan nama dan dalam

bentuk apa pun, bentuk usaha tetap atau bentuk usaha

lainnya, perkumpulan, termasuk persekutuan, firma atau

kongsi, yayasan atau organisasi sejenis, atau koperasi

dalam kenyataan kadang-kadang orang melakukan tindakan

dengan bersembunyi di belakang atau atas nama badan-

badan tersebut di atas.

2) Dengan demikian selain badan tersebut, harus dipidana

juga mereka yang telah memberikan perintah untuk

melakukan tindak pidana atau yang sesungguhnya melakukan

tindak pidana tersebut. Dengan demikian orang yang

bertindak tidak untuk diri sendiri, tetapi wakil dari

badan tersebut, harus juga mengindahkan peraturan dan

larangan yang diancam dengan pidana, seolah-olah mereka

sendirilah yang melakukan tindak pidana tersebut. Atas

dasar hasil penyidikan, dapat ditetapkan tuntutan pidana

yang akan dikenakan kepada badan-badan yang bersangkutan

dan/atau pimpinannya. Sanksi pidana yang dijatuhkan

kepada badan tersebut senantiasa berupa pidana denda.

267

II. Penyelesaian Barang Hasil TindakPidana, Hal Pidana Denda, DanKadaluarsa Tindak Pidana

Pasal 109(1) Barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102, Pasal 103

huruf d, atau Pasal 104 huruf a, barang ekspor sebagaimana dimaksuddalam Pasal 102A, atau barang tertentu sebagaimana dimaksud dalamPasal 102D yang berasal dari tindak pidana, dirampas untuk negara.

(2) Sarana pengangkut yang semata-mata digunakan untuk melakukantindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 dan Pasal 102A,dirampas untuk negara.

(2a) Sarana pengangkut yang digunakan untuk melakukan tindak pidanasebagaimana dimaksud dalam Pasal 102D, dapat dirampas untuknegara.

(3) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikanberdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 73.

Pasal 110(1) Dalam hal pidana denda tidak dibayar oleh terpidana, sebagai gantinya

diambil dari kekayaan dan/atau pendapatan terpidana.(2) Dalam hal penggantian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak

dapat dipenuhi, pidana denda diganti dengan pidana kurungan palinglama enam bulan.

Pasal 111Tindak pidana di bidang kepabeanan tidak dapat dituntut setelah lampauwaktu sepuluh tahun sejak diserahkan pemberitahuan pabean atau sejak

268

terjadinya tindak pidana.

Penjelasan pasal 109, 110, dan 111 :

1) Berkaitan dengan pelanggaran Undang-Undang Kepabeanan

yang diancam dengan sanksi pidana, barang yang berasal

dari tindak pidana dirampas untuk negara. Berkut ini

tindak pidana kepabeanan yang barangnya dirampas untuk

negara meliputi :

a) Barang dari pelanggaran sebagaimana tersebut pada

pasal 102 yaitu penyelundupan di bidang impor.

b) Barang dari pelanggaran sebagaimana tersebut pada

pasal 102A yaitu penyelundupan di bidang ekspor.

c) Barang dari pelanggaran sebagaimana tersebut pada

pasal 103 (a) yaitu menyerahkan pemberitahuan pabean

dan/atau dokumen pelengkap pabean yang palsu atau

dipalsukan.

d) Barang dari pelanggaran sebagaimana tersebut pada

pasal 104 (d) yaitu menyimpan dan/atau menyediakan

blangko faktur dagang dari perusahaan yang

berdomisili di luar negeri yang diketahui dapat

digunakan sebagai kelengkapan pemberitahuan pabean.

e) Barang dari pelanggaran sebagaimana tersebut pada

pasal 102D yaitu penyelundupan barang tertentu.

Barang-barang tersebut diatas diselesaikan dengan

ketentuan pasal 73 yaitu barang milik negara.

2) Sarana pengangkut yang semata-mata digunakan untuk

melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal

269

102 yaitu penyelundupan impor dan pasal 102A yaitu

penyelundupan ekspor dirampas untuk negara.

3) Sarana pengangkut yang digunakan untuk melakukan tindak

pidana yaitu mengangkut barang tertentu seperti yang

diatur pada pasal 102D, dapat dirampas untuk negara.

4) Secara umum pelaksanaan putusan pengadilan dilakukan

oleh penuntut umum. Barang impor/ekspor yang berdasarkan

putusan pengadilan dinyatakan dirampas untuk negara dan

menjadi milik negara yang pemanfaatannya ditetapkan oleh

Menteri Keuangan.

5) Pasal 110 mengatur tentang penyelesaian pidana denda,

dalam hal pidana denda tidak dibayar oleh terpidana,

maka sebagai gantinya diambil dari kekayaan dan/atau

pendapatan terpidana. Bilamana penggantian sebagaimana

dimaksud diatas tidak dapat dipenuhi, pidana denda

diganti dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam)

bulan.

6) Pasal 111 mengatur tentang kadaluwarsa tindak pidana

bahwasanya tindak pidana di bidang Kepabeanan tidak

dapat dituntut setelah lampau waktu 10 (sepuluh tahun)

sejak diserahkan Pemberitahuan Pabean atau sejak

terjadinya tindak pidana. Kadaluwarsa penuntutan tindak

pidana dibidang kepabeanan tersebut dimaksudkan untuk

memberikan suatu kepastian hukum, baik kepada masyarakat

usaha maupun kepada penegak hukum.

270

271

Rangkuman

1) Penyelundupan di bidang impor adalah :

a.Mengangkut barang impor yang tidak tercantum dalam

manifes.

b.Membongkar barang impor di luar kawasan pabean atau

tempat lain tanpa izin kepala kantor pabean.

c.Membongkar barang impor yang tidak tercantum dalam

pemberitahuan pabean.

d.Membongkar atau menimbun barang impor yang masih

dalam pengawasan pabean di tempat selain tempat

tujuan yang ditentukan dan/atau diizinkan.

e.Menyembunyikan barang impor secara melawan hukum;

f.Mengeluarkan barang impor yang belum diselesaikan

kewajiban pabeannya dari kawasan pabean atau dari

TPB.

g.Mengangkut barang impor dari TPS atau TPB yang tidak

sampai ke kantor pabean tujuan.

h.Dengan sengaja salah memberitahukan jenis dan/atau

jumlah barang

2.Tindak pidana penyelundupan ekspor meliputi :

a.Mengekspor barang tanpa menyerahkan pemberitahuan

pabean.

b.Dengan sengaja memberitahukan jenis dan/atau jumlah

barang ekspor dalam pemberitahuan pabean secara

272

Rangkuman

3. Tindak pidana kepabeanan lainnya meliputi :

a.Tindak pidana berupa penyelundupan yang mengganggu

sendi-sendi perekonomian Negara.

b.Tindak pidana berupa penyelundupan yang dilakukan

oleh aparat penegak hukum.

c.Tindak pidana berupa pengangkutan barang tertentu

yang tidak sampai ke kantor pabean tujuan.

d.Tindak pidana berupa pemalsuan dokumen kepabeanan.

e.Tindak pidana berupa mengakses sistem elektronika

kepabeanan secara tidak sah.

f.Tindak pidana terhadap pihak yang mengangkut

barang hasil penyelundupan.

g.Tindak pidana berupa memusnahkan, memotong,

menyembunyikan atau membuang buku, atau catatan,

yang menurut Undang-Undang Kepabeanan harus

disimpan.

h.Tindak pidana berupa menghilangkan, menyetujui,

atau turut serta dalam menghilangkan keterangan

dari pemberitahuan pabean, dokumen pelengkap

pabean, atau catatan.

i. Tindak pidana berupa menyimpan dan/atau

menyediakan blanko faktur dagang dari perusahaan

yang berdomisili di luar negeri yang diketahui

dapat digunakan sebagai kelengkapan pemberitahuan

273

Latihan

Untuk menguji pemahaman Anda terhadap materi

kegiatan belajar 15, silakan kerjakan soal-soal

latihan berikut!

1) Sebutkan tindak pidana yang termasuk tindak

pidana penyelundupan impor !

2) Sebutkan tindak pidana yang termasuk tindak

pidana penyelundupan ekspor !

3) Sebutkan tindak pidana lainnya yang diatur dalam

Undang-Undang Nomor 17 tahun 2006 selain tindak

pidana penyelundupan impor dan tindak pidana

penyelundupan ekspor !

4) Jelaskan ancaman pidana yang dikenakan pada

PPJK !

5) Jelaskan penyelesaian barang hasil tindak pidana

yang diatur dalam Undang-Undang nomor 17 tahun

2006 !

KEGIATANBELAJAR

PENYIDIKAN, PEMBINAAN PEGAWAI,DAN KETENTUAN LAIN-LAIN

Pada kegiatan belajar ini, kepada Anda akan diuraikan

mengenai penyidikan, pembinaan pegawai dan ketentuan lain-

lain. Pada Undang-Undang Kepabeanan kegiatan belajar ini

berada pada bab XV, XVA, dan XVI.

I. Penyidikan

274

Indikator Keberhasilan

Diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan :tentang penyidikan tindak pidana kepabeanan,pembinaan pegawai, ketentuan lainnya

169

Undang-Undang Kepabeanan mengatur hal-hal yang

berkaitan dengan penyidikan karena Undang-Undang ini berisi

pasal-pasal tentang perbuatan pidana dalam ruang lingkup

kepabeanan. Atas perbuatan yang termasuk dalam delik pidana

maka dilakukan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik

pegawai negeri sipil (PPNS) Bea dan Cukai. Pada Undang-

Undang Kepabeanan, ketentuan tentang penyidikan tercantum

pada BAB XV mulai pasal 112 hingga pasal 113.

Pasal 112

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat JenderalBea dan Cukai diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimanadimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang HukumAcara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidangkepabeanan.

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) karena kewajibannyaberwenang :a. menerima laporan atau keterangan dari seseorang tentang adanya

tindak pidana di bidang kepabeanan;b. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka

atau saksi;c. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan dengan tindak

pidana di bidang kepabeanan;d. melakukan penangkapan dan penahanan terhadap orang yang

disangka melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan;e. meminta keterangan dan bukti dari orang yang disangka

melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan;f. memotret dan/atau merekam melalui media audiovisual terhadap

orang, barang, sarana pengangkut, atau apa saja yang dapatdijadikan bukti adanya tindak pidana di bidang Kepabeanan;

g. memeriksa catatan dan pembukuan yang diwajibkan menurut

275

Undang-Undang ini dan pembukuan lainnya yang terkait;h. mengambil sidik jari orang;i. menggeledah rumah tinggal, pakaian, atau badan;j. menggeledah tempat atau sarana pengangkut dan memeriksa

barang yang terdapat di dalamnya apabila dicurigai adanya tindakpidana di bidang kepabeanan;

k. menyita benda-benda yang diduga keras merupakan barang yangdapat dijadikan sebagai bukti sehubungan dengan tindak pidana dibidang kepabeanan;

l. memberikan tanda pengaman dan mengamankan apa saja yangdapat dijadikan sebagai bukti sehubungan dengan tindak pidana dibidang kepabeanan;

m. mendatangkan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannyadengan pemeriksaan perkara tindak pidana di bidang kepabeanan;

n. menyuruh berhenti orang yang disangka melakukan tindak pidana dibidang kepabeanan serta memeriksa tanda pengenal diri tersangka;

o. menghentikan penyidikan;p. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan

tindak pidana di bidang kepabeanan menurut hukum yangbertanggung jawab.

(3) Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukandimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepadaPenuntut Umum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Pasal 113

(1) Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri, JaksaAgung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidangkepabeanan.

(2) Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang kepabeanansebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan setelah yangbersangkutan melunasi bea masuk yang tidak atau kurang dibayar,ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda empat kali jumlah

276

bea masuk yang tidak atau kurang dibayar.

Penjelasan pasal 112 dan 113 :

1. Pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terdapat pejabat

pegawai negeri sipil yang ditunjuk sebagai penyidik.

PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) ini diberi wewenang

khusus untuk melakukan penyidikan tindak pidana

dibidang kepabeanan. Kewenangan penyidikan tersebut

diatur dalam pasal 112 Undang-Undang Kepabeanan.

Kewenangan penyidikannya sangat luas, meliputi segala

hal yang perlu dilakukan untuk kelancaran penyidikan

dibidang kepabeanan. Atas tindakannya tersebut PPNS

memberitahukan dan menyampaikan hasil penyidikannya

langsung kepada Penuntut Umum (pihak Kejaksaan).

2. Pasal 112 bahwa Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di

lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai diberi

wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud

dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum

Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di

bidang Kepabeanan.

Penyidik Pegawai Negeri Sipil tersebut dalam

melaksanakan tugasnya sebagai penyidik diberikan

wewenang atas hal-hal sebagaimana disebutkan dalam pasal

112 ayat (2).

3. Penyidik sebagaimana dimaksud diatas harus

memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan

hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum sesuai dengan 277

ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1981 tentang Hukum Acara Pidana.

4. Selanjutnya dalam pasal 113 diatur mengenai persyaratan

dalam hal penyidikan tidak dilanjutkan. Walaupun

pelanggaran berkaitan dengan tindak pidana, namun untuk

kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri,

Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana

di Bidang Kepabeanan.

Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang

Kepabeanan tersebut hanya dilakukan setelah yang

bersangkutan melunasi Bea masuk yang tidak atau kurang

dibayar, ditambah dengan sanksi administrasi berupa

denda empat kali jumlah Bea masuk yang tidak atau kurang

dibayar.

II. Pembinaan Pegawai

Selain mengatur hal-hal yang berkaitan dengan substansi

kepabeanan, Undang-Undang Kepabeanan juga mengatur tentang

perilaku pegawai. Dalam rangka meningkatkan kinerja pejabat

bea dan cukai, diperlukan adanya standar sikap dan perilaku

bagi pejabat bea dan cukai dalam melaksanakan tugas dan

fungsinya, agar kinerja pejabat bea dan cukai optimal. Pada

pasal-pasal berikut ini diatur secara eksplisit ketentuan

mengenai reward and punishment pada pegawai.

278

Pada Undang-Undang Kepabeanan, ketentuan tentang

pembinaan pegawai tercantum pada BAB XVA mulai pasal 113A

hingga pasal 113D.

Pasal 113A

(1) Sikap dan perilaku pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terikatpada kode etik yang menjadi pedoman pelaksanaan tugas sebagaimanadiatur dalam Undang-Undang ini.

(2) Pelanggaran terhadap kode etik oleh pegawai Direktorat Jenderal Beadan Cukai diselesaikan oleh Komisi Kode Etik.

(3) Ketentuan mengenai kode etik diatur lebih lanjut dengan peraturanmenteri.

(4) Ketentuan mengenai pembentukan, susunan, dan tata kerja Komisi KodeEtik diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri.

Pasal 113BApabila pejabat bea dan cukai dalam menghitung atau menetapkan bea masukatau bea keluar tidak sesuai dengan Undang-Undang ini sehinggamengakibatkan belum terpenuhinya pungutan negara, pejabat bea dan cukaidikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-Undangan yangberlaku.

Pasal 113C(1) Dalam hal terdapat indikasi tindak pidana kepabeanan yang menyangkut

pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Menteri dapat menugasi unitpemeriksa internal di lingkungan Departemen Keuangan untuk melakukanpemeriksaan pegawai guna menemukan bukti permulaan.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut denganperaturan menteri.

Pasal 113D

279

(1) Orang perseorangan, kelompok orang, dan/atau unit kerja yang berjasadalam menangani pelanggaran kepabeanan berhak memperoleh premi.

(2) Jumlah premi diberikan paling banyak sebesar 50% (lima puluh persen)dari sanksi administrasi berupa denda dan/atau hasil lelang barang yangberasal dari tindak pidana kepabeanan.

(3) Dalam hal hasil tangkapan merupakan barang yang dilarang dan/ataudibatasi yang menurut peraturan perUndang-Undangan yang berlakutidak boleh dilelang, besar nilai barang sebagai dasar perhitungan premiditetapkan oleh Menteri.

(4) Ketentuan mengenai pemberian premi sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri.

Penjelasan Pasal 113A – 113D :

1. Pasal 113A menegaskan bahwa setiap pegawai Direktorat

Jenderal Bea dan Cukai dalam melaksanakan tugas dan

wewenangnya harus fokus pada fungsi pengawasan dan

pelayanan dalam menghimpun dana melalui pemungutan bea

masuk, melindungi kepentingan masyarakat, kelancaran

arus barang, orang, dokumen, dan dapat menciptakan iklim

usaha yang dapat lebih mendorong laju pembangunan

nasional.

Mengingat dalam pelaksanaan tugas Direktorat Jenderal

Bea dan Cukai berkaitan erat dengan pengawasan dan

pelayanan, pegawai bea dan cukai yang melaksanakan tugas

dan wewenangnya harus mempertanggungjawabkan

perbuatannya di hadapan Komisi Kode Etik apabila

melanggar kode etik.

2. Pasal 113B mengatur bahwa apabila pejabat bea dan cukai

dalam menghitung atau menetapkan bea masuk atau bea

280

keluar tidak sesuai dengan Undang-Undang ini sehingga

mengakibatkan belum terpenuhinya pungutan negara,

pejabat bea dan cukai dikenai sanksi sesuai dengan

ketentuan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku.

Ketentuan ini diterapkan bilamana dipenuhi 2 (dua) unsur

akumulatif perbuatan yaitu :

a) Dalam menghitung/menetapkan bea masuk/bea keluar,

pejabat bea dan cukai tidak sesuai dengan ketentuan

Undang-Undang ( Undang-Undang nomor 10/1995 dan

Undang-Undang Nomor 17/2006 serta peraturan

pelaksanaannya).

b) Dalam melakukan perbuatan sebagaimana tersebut butir

(1), harus dapat dibuktikan bahwa penetapan tersebut

mengakibatkan belum terpenuhinya pungutan Negara.

3. Pasal 113C mengatur bahwa dalam hal terdapat indikasi

tindak pidana kepabeanan yang menyangkut pegawai

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Menteri dapat

menugasi unit pemeriksa internal di lingkungan

Departemen Keuangan untuk melakukan pemeriksaan pegawai

guna menemukan bukti permulaan. Berkaitan dengan

pengawasan di bidang kepabeanan, dipandang perlu untuk

mencantumkan satu pasal khusus dalam Undang-Undang

Kepabeanan sebagai dukungan landasan hukum bagi unit

pengawasan internal dalam rangka membantu Menteri

Keuangan. Penyusunan Undang-Undang memposisikan bahwa

Undang-Undang Kepabeanan ini sebagai bagian dari hukum

fiskal. Sebagai hukum fiskal maka penanganan pelanggaran

281

berdasarkan Undang-Undang ini yang ada indikasi tindak

pidana kepabeanan yang dilakukan oleh pegawai bea dan

cukai, penyelesaiannya dilakukan melalui mekanisme

pemeriksaan internal oleh unit pemeriksa internal yang

ditunjuk oleh Menteri Keuangan terlebih dahulu dan tidak

serta merta diproses melalui mekanisme penyelesaian

tindak pidana umum.

4. Pasal 113D mengatur tentang reward (penghargaan) kepada

pihak yang berjasa dalam menangani pelanggaran pidana.

Yang dimaksud dengan berjasa yaitu berjasa dalam

menangani :

a)pelanggaran administrasi meliputi memberikan

informasi, menemukan baik secara administrasi maupun

secara fisik, sampai dengan menyelesaikan penagihan;

atau

b)pelanggaran pidana kepabeanan meliputi memberikan

informasi, melakukan penangkapan, penyidikan, dan

penuntutan.

Penambahan pasal 113D ini, ditujukan untuk meningkatkan

motivasi dan kinerja pegawai DJBC dan keikutsertaan

masyarakat dalam upaya penanggulangan pelanggaran

kepabeanan. Pasal 113D ini merupakan landasan hukum

pemberian premi kepada pegawai.

III. Ketentuan Lain-lain

282

Hal terakhir yang diatur Undang-Undang Kepabeanan

adalah tentang ketentuan lain-lain. Ketentuan lain-lain

mengatur tentang hal-hal yang belum diatur ada pasal-pasal

sebelumnya yang dipandang penting untuk dicantumkan pada

Undang-Undang Kepabeanan seperti pengenaan denda

administratif pada kondisi tertentu dan ketentuan tentang

free trade zone (kawasan perdagangan bebas). Pada Undang-Undang

Kepabeanan, ketentuan lain-lain tercantum pada BAB XVI mulai

pasal 114 hingga pasal 115C.

Pasal 114

(1) Semua pelanggaran yang oleh Undang-Undang ini diancam dengan sanksiadministrasi berupa denda yang dihitung berdasarkan persentase dari beamasuk, jika tarif atau tarif akhir bea masuk atas barang yang berkaitandengan pelanggaran tersebut nol persen, maka atas pelanggaran tersebut,si pelanggar dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp.5.000.000,00 (lima juta rupiah).

(2) Ketentuan tentang pengenaan sanksi administrasi dan penyesuaianbesarnya sanksi administrasi serta penyesuaian besarnya bunga menurutUndang-Undang ini ditetapkan lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Penjelasan pasal 114 :

1) Pasal ini menegaskan bahwa pengenaan denda adminstrasi

berupa denda yang dihitung berdasarkan persentase bea

masuk dirasa cukup memenuhi rasa keadilan karena besar

kecilnya sanksi dapat diterapkan secara proposional

dengan berat ringannya pelanggaran yang dapat

mengakibatkan kerugian Negara. Namun dalam era

globalisasi ekonomi, kebijaksanaan umum di bidang tarif

283

ditujukan untuk menurunkan tingkat tarif sehingga akan

terdapat beberapa jenis barang yang tarif bea masuknya

nol persen. Dengan demikian, pengenaan sanksi

administrasi berupa denda yang dihitung berdasarkan

persentase dari bea masuk tidak dapat lagi diterapkan

secara proporsional, sedangkan pelanggaran yang timbul

atas tidak dipenuhinya suatu ketetentuan tetap harus

diberikan sanksi. Oleh karena itu pelanggaran ketentuan

di bidang kepabeanan yang dilakukan terhadap impor barang

yang tarif atau tarif akhirnya nol persen, dikenai sanksi

administrasi berdasarkan satuan jumlah dalam rupiah.

2) Penetapan penyesuaian besarnya sanksi adminstrasi dan

besarnya bunga dengan peraturan pemerintah bertujuan

untuk mengantisipasi adanya perubahan nilai mata uang.

Sebagai contoh sanksi administrasi atas keterlambatan

melunasi pembayaran berkala oleh MITA Prioritas adalah

sebesar 10 % dari jumlah bea masuk yang dibayar. Jika

tarif bea masuk barang impor adalah 0%, maka besarnya

sanksi administrasi yang harus dibayar adalah Rp.

5.000.000,00.

Pasal 115

Persyaratan dan atas cara :a. barang yang diimpor dari suatu kawasan yang telah ditunjuk sebagai

daerah perdagangan bebas dan/atau pelabuhan bebas;b. Pemberitahuan Pabean di instalasi dan alat-alat yang berada di Landas

Kontinen Indonesia dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, diatur dengan peraturan pemerintah.

284

Pasal 115 mengatur tentang persyaratan dan tata cara :

1.Barang yang diimpor dari suatu kawasan yang telah

ditunjuk sebagai daerah perdagangan bebas dan/atau

pelabuhan bebas. Contoh daerah perdagangan bebas adalah

Sabang dan Batam, Bintan, Karimun (BBK).

2. Pemberitahuan pabean di instalasi dan alat-alat yang

berada di Landas Kontinen Indonesia dan Zone Ekonomi

Eksklusif Indonesia diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 115A

(1) Barang yang dimasukkan atau dikeluarkan ke dan dari serta berada dikawasan yang telah ditunjuk sebagai daerah perdagangan bebas dan/ataupelabuhan bebas dapat diawasi oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjutdengan atau berdasarkan peraturan pemerintah.

Penjelasan Pasal 115A :

1) Pasal ini menegaskan bahwa pemasukan dan pengeluaran

barang ke dan dari daerah perdagangan bebas (free trade

zone) dan/atau pelabuhan bebas diawasi oleh DJBC.

Pengawasan ini dimaksudkan untuk menghindari

penyalahgunaan terhadap pemasukan dan/atau pengeluaran

barang-barang larangan dan pembatasan seperti narkoba,

senjata api, bahan peledak.

2) Pengawasan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dapat

dilakukan terhadap barang yang dimasukkan atau

dikeluarkan ke dan dari serta berada di kawasan yang 285

telah ditunjuk sebagai daerah perdagangan bebas dan/atau

pelabuhan bebas bersesuaian dengan annex khusus bab II

Konvensi Internasional penyederhanaan dan harmonisasi

prosedur pabean (Kyoto Convention). Kyoto Convention mengatur

bahwa DJBC mempunyai kewenangan untuk melakukan

pengawasan terhadap lalulintas barang di Free Trade Zone.

Pasal 115B

(1) Berdasarkan permintaan masyarakat, Direktur Jenderal memberikaninformasi yang dikelolanya, kecuali informasi yang sifatnya tertentu.

(2) Ketentuan mengenai pemberian informasi sebagaimana dimaksud padaayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri.

Penjelasan Pasal 115B :Pada pasal ini diatur bahwa Direktur Jenderal dapat

memberikan informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat

sepanjang informasi itu bukan informasi tertentu (khusus).

Yang dimaksud informasi yang sifatnya tertentu yaitu

informasi yang menyangkut kerahasiaan negara atau yang

berdasarkan peraturan perUndang-Undangan harus

dirahasiakan.

Pasal 115C

(1) Setiap pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dilarangmemberitahukan segala sesuatu yang diketahuinya atau diberitahukankepadanya oleh orang dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untukmenjalankan ketentuan Undang-Undang ini kepada pihak lain yang tidak

286

berhak. (2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga terhadap

tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal untuk membantupelaksanaan ketentuan Undang-Undang ini.

(3) Menteri secara tertulis berwenang memerintahkan pegawai DirektoratJenderal Bea dan Cukai dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dan ayat (2) agar memberikan keterangan dan memperlihatkan buktidari orang kepada pejabat pemeriksa untuk keperluan pemeriksaankeuangan negara.

(4) Untuk kepentingan pemeriksaan di pengadilan dalam perkara pidana,atas permintaan hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Menteri dapatmemberi izin tertulis kepada pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukaidan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) untukmemberikan bukti dan keterangan yang ada padanya kepada hakim.

Penjelasan Pasal 115C :Pasal 115C ini ditambahkan pada Undang-Undang Kepabeanan

untuk menghindari penyalahgunaan kerahasiaan informasi yang

dimiliki oleh pejabat bea dan cukai maupun pihak lainnya

yang berkaitan dengan jabatan maupun pekerjaan dalam rangka

pelaksanaan Undang-Undang ini.

IV. Ketentuan Peralihan

Ketentuan peralihan diperlukan untuk memberikan

kepastian hukum atas adanya beberapa ketentuan yang berubah

melalui Undang-Undang Kepabeanan yang baru. Ketentuan

peralihan tercantum pada pasal II Undang-Undang Nomor 17

287

Tahun 2006. Mungkin anda bertanya dimana letak pasal I nya?

Pasal I terletak pada awal Undang-Undang ini sebelum Bab I

(Ketentuan Umum).

Pasal IIKetentuan Peralihan

1. Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku: a. peraturan pelaksanaan yang telah ada di bidang kepabeanan tetap

berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diatur denganperaturan pelaksanaan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini;

b. urusan kepabeanan yang pada saat berlakunya Undang-Undang inibelum dapat diselesaikan, penyelesaiannya dilakukan berdasarkanketentuan perUndang-Undangan di bidang kepabeanan yangmeringankan setiap orang.

2. Peraturan perUndang-Undangan sebagai pelaksanaan Undang-Undang iniditetapkan paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Sebagai penutup dari keseluruhan materi Undang-Undang

Kepabeanan ini dinyatakan bahwa Undang-Undang ini mulai

berlaku pada tanggal 15 Nopember 2006. Dengan demikian

seluruh pasal-pasal yang telah diatur pada Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 10

Tahun 1995 tentang Kepabeanan mulai berlaku pada tanggal

tersebut.

288

289

Rangkuman

1. Pelanggaran ketentuan di bidang kepabeanan yang

dilakukan terhadap impor barang yang tarif atau

tarif akhirnya nol persen, dikenai sanksi

administrasi berdasarkan satuan jumlah dalam

rupiah (lima juta rupiah). Penetapan penyesuaian

besarnya sanksi adminstrasi dan besarnya bunga

dengan peraturan pemerintah bertujuan untuk

mengantisipasi adanya perubahan nilai mata uang.

2. Dalam pasal 115 Undang-Undang Kepabeanan ini,

diatur mengenai persyaratan dan tata cara atas

barang yang diimpor dari suatu kawasan yang telah

ditunjuk sebagai daerah perdagangan bebas dan/atau

pelabuhan bebas.

3. Pemberitahuan pabean di instalasi dan alat-alat

yang berada di Landas Kontinen Indonesia dan Zone

Ekonomi Eksklusif Indonesia diatur dengan

peraturan pemerintah.

4. Sedangkan dalam pasal 115A, mengatur tentang

pengawasan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

dapat dilakukan terhadap barang yang dimasukkan

atau dikeluarkan ke dan dari serta berada di

kawasan yang telah ditunjuk sebagai daerah

290

Latihan

Untuk menguji pemahaman Anda terhadap kegiatan belajar

16, silahkan kerjakan soal-soal latihan berikut!

1. Jelaskan ruang lingkup kewenangan Penyidik PNS bea

dan cukai bilamana terjadi tindak pidana

kepabeanan !

2. Jelaskan ketentuan sanksi adminstrasi terhadap

pelanggaran kepabeanan yang sanksi adminstrasinya

berdasarkan prosentase dari tarif bea masuk namun

ternyata tarif atau tarif akhirnya 0 % !

3. Jelaskan mengapa pejabat bea dan cukai perlu

melakukan pengawasan atas barang yang diimpor

dari suatu kawasan yang telah ditunjuk sebagai

daerah perdagangan bebas dan/atau pelabuhan

bebas !

4. Apa yang harus dilakukan oleh pejabat bea dan

cukai untuk menghindari penyalahgunaan

kerahasiaan informasi yang dimiliki oleh Orang

PENUTUP

Sebagai mahasiswa Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, Anda

dituntut untuk memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang

cukup sebagai bekal Anda dalam bekerja. Direktorat Jenderal

Bea dan Cukai membutuhkan pegawai yang berkompetensi tinggi

untuk memenuhi tuntutan pekerjaan yang semakin haari

tantangannya semakin berat.

Kata kunci meraih sukses adalah usaha yang sungguh-

sungguh dan tekad yang kuat. Man jadda wajada, siapa yang

bersungguh-sungguh Insya Allah akan mendapatkan apa yang

dicita-citakan. Untuk mendapatkan pemahaman yang benar dan

lengkap tentang Undang-Undang Kepabeanan, jangan belajar

hanya untuk keperluan praktis saja, namun bacalah dan

pelajari secara menyeluruh materi pada bahan ajar ini.

Dengan mempelajarai bahan ajar Undang-Undang Kepabeanan ini

Anda akan mendapatkan gambaran yang utuh mengenai ketentuan-

ketentuan yang ada di bidang kepabeanan. Pemahaman Anda

tentang Undang-Undang Kepabeanan sangat berguna dalam

mendukung pelaksanaan tugas sebagai calon pegawai yang

profesional dan berkompeten dalam ruang lingkup tugas di

bidang kepabeanan.

Akhirnya semoga bahan ajar ini bermanfaat khususnya

bagi mahasiswa Sekolah Tinggi Akuntansi Negara dan umumnya

bagi siapapun yang mempelajari bahan ajar ini. Ingatlah

bahwa keberhasilan orang-orang hebat di bidang apapun bukan

291

semata-mata merupakan anugerah dari yang Maka Kuasa saja,

namun kesuksesan dibangun dari kemauan untuk belajar

sepanjang masa, Longlife Learning.

292

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang nomor : 1 tahun 1973, tanggal 6 Januari 1973

tentang Landas Kontinen Indonesia

Undang-Undang nomor : 5 tahun 1983 , tanggal 18 Maret 1983

tentang Zone Ekonomi Eksklusif.

Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.

Undang-Undang No. 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.

Departemen Keuangan RI, Buku Tarif Kepabeanan Indonesia

(BTKI) 2012

Departemen Keuangan RI, Agreement on Implementation of Article VII of

the GATT 1994.

Peraturan Menteri Keuangan PMK- 70 tahun 2007 tentang

Kawasan Pabean dan Tempat Penimbunan Sementara.

Peraturan Menteri Keuangan, PMK-144/PMK.04/2007 tentang

Pengeluaran Barang Impor Untuk Dipakai.

Peraturan Menteri Keuangan, PMK-75/PMK.011/2012 tentang

Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan

Tarif Bea Keluar jo PMK-6/PMK.011/2014 tentang

Perubahan Kedua Atas PMK-75/PMK.011/2012.

Perdirjend Bea dan Cukai, P-06/BC/2009 tentang perubahan P-

40/BC/2008 tentang Tata Laksana Kepabeanan di Bidang

Ekspor.

293

Perdirjend Bea dan Cukai, P-08/BC/2009 tentang Perubahan P-

42/BC/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengeluaran

Barang Impor Untuk Dipakai.

Perdirjend Bea dan Cukai, P-06/BC/2006 tentang perubahan

Perdirjend BC Nomor 11/BC/2005 tentang Jalur

Prioritas.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Materi Sosialiasi UU

No. 17 Tahun 2006.

Modul Pengantar Kepabeanan, Mohamad Jafar, DTSD Kepabeanan

dan Cukai.

294