Undang Undang Kepabeanan
Transcript of Undang Undang Kepabeanan
KEGIATANBELAJAR
LATAR BELAKANG PEMBENTUKAN DANPERUBAHAN UNDANG-UNDANG
KEPABEANAN
Pada kegiatan belajar pertama ini, kepada Anda akan
diuraikan mengenai latar belakang pembuatan Undang-Undang
Kepabeanan, aspek-aspek dan hal-hal baru yang diatur
didalam Undang-Undang Kepabeanan, serta latar belakang
perubahan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2006.
1
Indikator Keberhasilan
Setelah mempelajari materi diharapkan mahasiswa mampu :1) Menjelaskan latar belakang pembuatan Undang-
Undang Kepabeanan.2) Aspek-aspek dan hal-hal baru yang diatur
didalam Undang-Undang Kepabeanan.3) Latar belakang perubahan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
1
Sebelum kita belajar pasal per pasal dari Undang-
Undang Kepabeanan pemahaman, latar belakang dibuatnya
Undang-Undang dan mengapa perlu dibuatnya perubahan Undang-
Undang adalah hal penting untuk Anda ketahui dengan baik.
Hal ini penting karena Anda tidak dapat memahami secara
menyeluruh kandungan yang diatur dalam Undang-Undang
Kepabeanan bilamana Anda tidak memahami latar belakang dan
alasan perubahan Undang-Undang Kepabeanan.
I.Latar Belakang Pembuatan Undang-UndangKepabeanan
Republik Indonesia sebagai negara hukum menghendaki
terwujudnya sistem hukum nasional yang mantap dan mengabdi
kepada kepentingan nasional, bersumber pada Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. Akan tetapi, sejak kemerdekaan
Undang-Undang Kepabeanan nasional belum dapat dibentuk
sehingga Indische Tarief Wet (Undang-Undang Tarif Indonesia)
Staatsblad Tahun 1873 Nomor 35, Rechten Ordonnantie (Ordonansi
Bea) Staatsblad Tahun 1882 Nomor 240, dan Tarief Ordonnantie
(Ordonansi Tarif) Staatsblad Tahun 1910 Nomor 628 masih
diberlakukan berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan Undang-
Undang Dasar 1945.
Meskipun terhadap ketiga peraturan per Undang-Undangan
tersebut telah dilakukan perubahan dan penambahan untuk
menjawab tuntutan pembangunan nasional, karena perubahan
tersebut bersifat partial dan tidak mendasar serta berbeda
falsafah yang melatarbelakangi, perubahan dan penambahan
2
tersebut belum dapat memenuhi tuntutan dimaksud sehingga
perlu dilakukan pembaruan.
Dalam mewujudkan peraturan per Undang-Undangan yang
berazaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang
didalamnya terkandung asas keadilan, menjunjung tinggi hak
setiap anggota masyarakat, dan menempatkan Kewajiban Pabean
sebagai kewajiban kenegaraan yang mencerminkan peran serta
anggota masyarakat dalam menghimpun dana melalui pembayaran
bea masuk, maka dibutuhkan Undang-Undang Kepabeanan yang
baru.
Sebagai bagian dari hukum fiskal, maka Undang-Undang
Kepabeanan harus dapat menjamin perlindungan kepentingan
masyarakat, kelancaran arus barang, orang, dan dokumen,
penerimaan bea masuk yang optimal, dan dapat menciptakan
iklim usaha yang dapat lebih mendorong laju pembangunan
nasional. Berdasarkan pertimbangan tersebut selanjutnya
disahkanlah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan yang mulai diberlakukan secara penuh pada tanggal
1 Maret 1997. Selanjutnya setelah selama sebelas tahun
diaplikasikan ternyata banyak tuntutan dan masukan dari
masyarakat untuk dilakukannya perubahan atas Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1995 hingga akhirnya disahkan Undang-Undang
No. 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
II. Aspek-aspek Dalam Undang-UndangKepabeanan dan Hal-hal Baru Yang Diatur
3
Sebagaimana kita ketahui bahwa suatu Undang-Undang
disusun bersama antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) yang mewakili seluruh kepentingan masyarakat,
termasuk Undang-Undang Kepabeanan. Sebagai Undang-Undang
yang merupakan produk bangsa Indonesia, Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1995 telah disusun dengan mempertimbangkan aspek-
aspek yang diharapkan dapat memenuhi seluruh kepentingan
bangsa dan negara.
Dalam perkembangannya aspek-aspek yang telah
dipertimbangkan dalam penyusunan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1995 semakin bertambah sehingga diperlukan pengaturan
pada hal-hal baru sesuai kebutuhan pemerintah dan
masyarakat.
1. Aspek-aspek Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1995
tentang Kepabeanan
Dalam penyusunan suatu Undang-Undang, berbagai aspek
yang menjadi landasan dan akan memberi ciri khas suatu
ketentuan harus diperhatikan. Begitu pula dengan Undang-
Undang Kepabeanan, ia disusun dengan memperhatikan aspek-
aspek penting, yaitu:
a.keadilan, sehingga Kewajiban Pabean hanya dibebankan kepada
masyarakat yang melakukan kegiatan kepabeanan dan
terhadap mereka diperlakukan sama dalam hal dan kondisi
yang sama;
4
b.pemberian insentif yang akan memberikan manfaat pertumbuhan
perekonomian nasional yang antara lain berupa fasilitas
Tempat Penimbunan Berikat, pembebasan Bea masuk atas
impor mesin dan bahan baku dalam rangka ekspor, dan
pemberian persetujuan impor barang sebelum pelunasan Bea
masuk dilakukan;
c.netralitas dalam pemungutan Bea masuk, sehingga distorsi yang
mengganggu perekonomian nasional dapat dihindari;
d.kelayakan administrasi, yaitu pelaksanaan administrasi
kepabeanan dapat dilaksanakan lebih tertib, terkendali,
sederhana, dan mudah dipahami oleh anggota masyarakat
sehingga tidak terjadi duplikasi. Oleh karena itu biaya
administrasi dapat ditekan serendah mungkin;
e.kepentingan penerimaan negara, dalam arti ketentuan dalam
Undang-Undang ini telah memperhatikan segi-segi
stabilitas, potensial, dan fleksibilitas dari penerimaan,
sehingga dapat menjamin peningkatan penerimaan negara,
dan dapat mengantisipasi kebutuhan peningkatan pembiayaan
pembangunan nasional;
f.penerapan pengawasan dan sanksi dalam upaya agar ketentuan
yang diatur dalam Undang-Undang ini ditaati;
g. Wawasan Nusantara, sehingga ketentuan dalam Undang-Undang
ini diberlakukan di Daerah Pabean yang meliputi wilayah
negara kesatuan Republik Indonesia, dimana Indonesia
mempunyai kedaulatan dan hak berdaulat yaitu di perairan
pedalaman, perairan nusantara, laut wilayah, zona
tambahan, Zona Ekonomi Eksklusif, Landas Kontinen, dan
selat yang digunakan untuk pelayaran internasional;
5
h.praktek kepabeanan internasional sebagaimana diatur dalam
persetujuan perdagangan internasional.
2. Hal-Hal Baru Yang Diatur Dalam No. 10 Tahun 1995
Undang-Undang Kepabeanan mengatur hal-hal baru yang
sebelumnya tidak diatur dalam ketiga peraturan per Undang-
Undangan peninggalan pemerintah kolonial yang digantikannya,
antara lain ketentuan tentang Bea Masuk Anti Dumping, Bea
Masuk Imbalan, pengendalian impor atau ekspor barang hasil
pelanggaran hak atas kekayaan intelektual, pembukuan, sanksi
administrasi, penyidikan, dan lembaga banding.
Selain itu untuk meningkatkan kelancaran arus barang,
orang, dan dokumen, maka diatur pula antara lain:
a. pelaksanaan pemeriksaan secara selektif;
b. penyerahan Pemberitahuan Pabean melalui media elektronik
(hubungan antar komputer);
c. pengawasan dan pengamanan impor atau ekspor yang
pelaksanaannya dititikberatkan pada audit di bidang
kepabeanan terhadap pembukuan perusahaan;
d. peran serta anggota masyarakat untuk bertanggung jawab
atas Bea masuk melalui sistem menghitung dan membayar
sendiri Bea masuk yang terutang (self assessment), dengan
tatap memperhatikan pelaksanaan ketentuan larangan atau
pembatasan yang berkaitan dengan impor atau ekspor
barang, seperti barang pornografi, narkotika, uang
palsu, dan senjata api.
6
III. Latar Belakang Perubahan Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 TentangKepabeanan
Sebagaimana telah diuraikan diatas bahwa UU No. 10
Tahun 1995 tentang Kepabeanan telah diubah dengan UU No. 17
Tahun 2006. Terdapat 52 pasal yang diubah dan 36 pasal yang
ditambah. Terdapat pula 14 pasal yang dihapus, yang
sebagian besar adalah ketentuan untuk menghindari kekosongan
hukum.
Latar belakang diubahnya Undang-Undang Kepabeanan
secara umum meliputi 2 (dua) hal, yang pertama yaitu adanya
tuntutan dan masukan dari masyarakat dan yang kedua adalah
untuk menyesuaikan dengan perjanjian dan konvensi
internasional.
1. Alasan pertama, karena adanya tuntutan masyarakat.
Masyarakat (secara luas termasuk masyarakat usaha)
meminta agar Undang-Undang Kepabeanan:
a. Memberikan fasilitasi dan perlindungan perdagangan dan
industri.
Pesatnya perkembangan industri dan perdagangan
menuntut pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai untuk dapat memberikan insentif
perdagangan dan industri yang lebih luas berupa
pelayanan yang lebih cepat, lebih baik dan lebih
murah, contohnya jalur prioritas, perluasan fasilitas
penangguhan bea masuk, safe guard tariff, sehingga dapat
7
menjadi daya tarik bagi para investor baik dalam
negeri maupun luar negeri.
b.Mempertegas ketentuan mengenai pidana untuk menangkal
penyelundupan.
Rumusan ketentuan tindak pidana penyelundupan dalam UU
No. 10 Tahun 1995 kurang tegas, sehingga susah
menjerat pelanggar kepabeanan dengan pidana
penyelundupan karena jika pelaku telah memenuhi salah
satu kewajiban pabean saja walaupun tidak
sepenuhnya , tidak lagi dianggap sebagai penyelundupan
. Hal tersebut dianggap kurang memenuhi rasa keadilan
masyarakat. Oleh karena itu dipandang perlu untuk
merumuskan kembali tindakan-tindakan yang dapat
dikategorikan sebagai tindak pidana penyelundupan.
c.Memperberat sanksi terhadap pelanggaran kepabeanan
untuk menimbulkan efek jera .
Mengingat masih banyaknya kasus-kasus pelanggaran
kepabeanan yang terjadi karena masih ringannya sanksi
yang diatur didalam UU No. 10 Tahun 1995, maka untuk
menimbulkan efek jera bagi pelaku pelanggaran
kepabeanan, perlu ditetapkan pemberatan sanksi berupa
denda, serta memberlakukan sanksi pidana minimal dan
maksimal.
d.Memberikan kewenangan kepada Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai untuk mengawasi pengangkutan atas Barang
Tertentu dalam Daerah Pabean.
8
Salah satu tugas pokok Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai yang diamanatkan dalam Undang-Undang No. 10
Tahun 1995 adalah pengawasan atas lalu lintas barang
impor dan ekspor. Dalam perkembangannya muncul
keinginan masyarakat tentang perlunya pengawasan atas
lalu lintas barang tertentu dalam Daerah Pabean dengan
tujuan untuk mencegah pengurasan sumber daya alam
melalui praktek penyelundupan barang tertentu dengan
modus operandi antar pulau, antara lain :
- barang-barang strategis berupa kebutuhan pokok,
seperti: gula, beras, tepung terigu dan sebagainya;
- barang-barang yang dilarang atau dibatasi, seperti:
kayu gelondongan, flora dan fauna, barang purbakala
dan lain-lain;
- barang-barang yang dikenai pungutan ekspor;
- barang-barang yang disubsidi oleh Pemerintah seperti
bahan bakar minyak dan pupuk.
e. Kesetaraan pengenaan sanksi bagi Pegawai Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai yang turut serta dalam
pelanggaran kepabeanan.
UU No. 10 tahun 1995 tidak mengatur secara eksplisit
mengenai sanksi untuk pegawai yang dengan sengaja dan
melawan hukum melakukan kegiatan yang merugikan
Negara. Demi terciptanya azas kesetaraan hukum maka
dipandang perlu untuk mengatur secara khusus untuk
pegawai bea dan cukai.
9
2. Alasan kedua, untuk menyesuaikan dengan perjanjian
(agreement) dan konvensi (convention) Internasional.
Indonesia sebagai salah satu negara anggota World Trade
Organization (WTO) dan juga anggota World Customs Organization
(WCO) harus menyesuaikan ketentuan per Undang-Undangan
yang berkaitan dengan kepabeanan mengacu pada
kesepakatan-kesepakatan internasional yang dibuat oleh
lembaga-lembaga tersebut.
Kesepakatan-kesepakatan itu diantaranya adalah :
a.Agreement WTO tentang Safeguard Tariff (bea masuk tindakan
pengamanan) dan Agreement WTO tentang metode penetapan
nilai pabean;
b.Revised Kyoto Convention, yang mengatur tentang bea keluar,
pengangkutan barang tertentu, pemeriksaan pabean, Free
Trade Zone,dan kawasan berikat;
c.Arusha Declaration (Declaration of the Customs Cooperation
Council Concerning Good Governance And Integrity In Customs), yang
mengatur tentang Kode Etik Pegawai;
d.Nairoby Convention (International Convention On Mutual Adminstratif
Assistance For Prevention, Investigation and Repression of Customs
Offences), yang mengatur tentang barang yang dikenakan
larangan dan pembatasan serta upaya untuk
pemberantasan penyelundupan.
10
11
Rangkuman
1. Undang-Undang Kepabeanan peninggalan pemerintah
kolonial Belanda tidak sesuai lagi dengan kondisi
setelah kemerdekaan. Meskipun telah dilakukan
perubahan dan penambahan untuk menjawab tuntutan
pembangunan nasional, karena perubahan tersebut
bersifat partial dan tidak mendasar serta berbeda
falsafah yang melatarbelakangi, perubahan dan
penambahan tersebut belum dapat memenuhi tuntutan
dimaksud sehingga perlu dilakukan pembaruan.
2. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berwenang untuk
melakukan pengawasan atas lalu lintas barang impor dan
ekspor. Dasar hukum dari kewenangan tersebut adalah
Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
3. Undang-Undang Kepabeanan ini juga mengatur hal-hal
baru, antara lain ketentuan tentang Bea Masuk Anti
Dumping dan Bea Masuk Imbalan, pengendalian impor atau
ekspor barang hasil pelanggaran hak atas kekayaan
intelektual, pembukuan, sanksi administrasi,
penyidikan, dan lembaga banding.
4. Untuk meningkatkan pelayanan kelancaran arus barang,
orang, dan dokumen, diatur pula antara lain,
pelaksanaan pemeriksaan secara selektif, penyerahan
Pemberitahuan Pabean melalui media elektronik
12
Latihan
Untuk menguji pemahaman Anda terhadap materi
kegiatan belajar 1, silahkan kerjakan soal-
soal latihan berikut!
1. Jelaskan mengapa Undang-Undang Kepabeanan
warisan pemerintah kolonial Belanda tidak
lagi sesuai dengan kondisi saat ini
sehingga perlu diganti !
2. Jelaskan hal-hal baru yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 !
3. Jelaskan latar belakang diubahnya UU No.
10 Tahun 1995 dengan UU No. 17 Tahun
2006 !
4. Jelaskan hal-hal baru yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 !
KEGIATANBELAJAR
KETENTUAN UMUMUNDANG-UNDANG KEPABEANAN
Dalam kegiatan belajar ini kepada Anda akan dipaparkan
mengenai terminologi-terminologi yang digunakan dalam
Undang-Undang Kepabeanan. Terminologi-terminologi ini
penting untuk dipahami sangat berkaitan erat dengan konsep
kepabeanan yang akan dibahas pada kegiatan belajar
selanjutnya. Pada Undang-Undang Kepabeanan kegiatan belajar
ini diatur pada Bab I yaitu Ketentuan Umum.
13
Indikator Keberhasilan
Diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan :1) terminologi-terminologi yang digunakan dalam
Undang-Undang Kepabeanan,2) ketentuan umum di bidang impor dan ekspor,3) kewajiban pabean, pemeriksaan pabean dan
registrasi kepabeanan
2
I. Terminologi-terminologi Dalam Undang-
Undang KepabeananPasal 1 Undang-Undang Kepabeanan menjelaskan tentang
berbagai terminologi yang berhubungan dengan kepabeanan.
Pengertian-pengertian ini dirinci mulai angka 1 sampai
dengan butir 21 berikut ini.
a. Kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk
atau keluar daerah pabean serta pemungutan bea masuk dan
bea keluar (Pasal yang berkaitan dengan pngertian ini
adalah pasal 1 angka 15 tentang pengertian Bea masuk dan
Pasal 15a tentang ketentuan Bea Keluar).
b. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia
yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di
atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi
Eksklusif dan Landas Kontinen yang di dalamnya berlaku
Undang-Undang ini.
Gambar 1.1 : Daerah Pabean
14
Daerah Pabean meliputi seluruh wilayah Republik
Indonesia meliputi wilayah darat, laut dan udara serta
tempat-tempat tertentu di ZEE dan landas kontinen.
Tempat-tempat tertentu tersebut adalah tempat-tempat
tertentu di ZEE dan tempat-tempat tertentu di landas
kontinen, dimana pada tempat tersebut dilakukan kegiatan
tertentu. Kegiatan-kegiatan tertentu tersebut contohnya
adalah eksplorasi minyak, penelitian ilmiah,
pemberdayaan sumberdaya alam yang dilakukan oleh
pemerintah Indonesia di dalam laut sampai dasar laut
pada ZEE dan Landas Kontinen.
c. Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas
tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat
lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang
15
sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
Yang dimaksud pelabuhan laut di sini adalah pelabuhan
dan pelabuhan khusus. Pengertian pelabuhan yaitu tempat
yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya
dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan
pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang dipergunakan
sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun
penumpang dan/atau bongkar muat barang yang dilengkapi
dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan
penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan
intra dan antar moda transportasi. Sedangkan pengertian
pelabuhan khusus adalah pelabuhan yang dikelola untuk
kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan tertentu.
Bandar udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan
untuk mendarat dan lepas landas pesawat udara, naik
turun penumpang, dan/atau bongkar muat kargo dan/atau
pos, serta dilengkapi dengan fasilitas keselamatan
penerbangan dan sebagai tempat perpindahan antar moda
transportasi.
Tempat lain adalah tempat tertentu di daratan yang
berada dalam kawasan atau area industri dan tempat
tertentu lainnya yang berfungsi layaknya pelabuhan laut,
guna mendukung kegiatan impor dan/atau ekspor.
Penetapan suatu Kawasan Pabean ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Bea dan Cukai atau Pejabat yang ditunjuknya
atas nama Menteri Keuangan. Untuk memperoleh penetapan
sebagai Kawasan Pabean, Pengelola Pelabuhan Laut, Bandar
16
Udara, atau Tempat Lain mengajukan permohonan kepada
Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau pejabat yang
ditunjuknya atas nama Menteri Keuangan. Atas permohonan
penetapan sebagai Kawasan Pabean, Direktur Jenderal Bea
dan Cukai atau Pejabat yang ditunjuknya atas nama
Menteri Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan
dalam jangka waktu paling lama 45 (empat puluh lima)
hari sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau pejabat yang
ditunjuk atas nama Menteri Keuangan, akan memberikan
keputusan diterima atau ditolaknya permohonan penetapan
kawasan pabean tersebut.
Perlu Anda ketahui bahwa kawasan pabean hanya digunakan
untuk lalu lintas barang tujuan impor dan/atau tujuan
ekspor. Untuk kepentingan pengawasan di bidang
kepabeanan, Direktur Jenderal atau Pejabat yang
ditunjuknya atas nama Menteri Keuangan menetapkan batas-
batas kawasan dan pintu masuk/keluar atas suatu tempat
atau kawasan yang diajukan permohonan untuk penetapan
sebagai kawasan pabean. Kawasan Pabean merupakan kawasan
yang terbatas (restricted area). Barang selain untuk tujuan
impor dan/atau ekspor dilarang untuk ditimbun,
dimasukkan, dan/atau dikeluarkan ke dan/atau dari
kawasan pabean, kecuali untuk tujuan pengangkutan
selanjutnya.
d. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan DJBC tempat
dipenuhinya Kewajiban Pabean sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang ini.
17
e. Pos Pengawasan Pabean adalah tempat yang digunakan oleh
Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan pengawasan
terhadap lalu-lintas barang impor dan ekspor.
f. Kewajiban Pabean adalah semua kegiatan di bidang
Kepabeanan yang wajib dilakukan untuk memenuhi ketentuan
dalam Undang-Undang ini.
g. Pemberitahuan Pabean adalah pernyataan yang dibuat oleh
Orang dalam rangka melaksanakan Kewajiban Pabean dalam
bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam Undang-Undang
ini (Terkait dengan pasal 28 tentang ketentuan dan tata
cara mengenai Pemberitahuan Pabean).
h. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia
i. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah unsur pelaksana
tugas pokok dan fungsi Departemen Keuangan di bidang
Kepabeanan dan Cukai.
j. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk
melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang
ini.
k. Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
l. Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah
Pabean.
m. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari Daerah
Pabean.
n. Bea masuk adalah pungutan negara berdasarkan Undang-
Undang ini yang dikenakan terhadap barang yang diimpor.
o. Bea Keluar adalah pungutan Negara berdasarkan Undang-
Undang ini yang dikenakan terhadap barang ekspor. Bea
18
keluar dikenakan terhadap barang ekspor artinya bea
keluar dipungut atas barang yang sudah dimuat di sarana
pengangkut untuk dikeluarkan dari daerah pabean.
p. Tempat Penimbunan Sementara adalah bangunan dan/atau
lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di
Kawasan Pabean untuk menimbun barang sementara menunggu
pemuatan atau pengeluarannya (Terkait dengan pasal 43
tentang Tempat Penimbunan Sementara).
q. Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat atau
kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang
digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu
dengan mendapatkan penangguhan Bea masuk (Terkait dengan
pasal 44 tentang Tempat Penimbunan Berikat).
r. Tempat Penimbunan Pabean adalah bangunan dan/atau
lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu yang
disediakan oleh Pemerintah di Kantor Pabean yang berada
dibawah pengelolaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
untuk menyimpan barang yang dinyatakan tidak dikuasai,
barang yang dikuasai negara, dan barang yang menjadi
milik negara berdasarkan Undang-Undang ini (Terkait
dengan pasal 48 tentang Tempat Penimbunan Pabean).
s. Barang tertentu adalah barang yang ditetapkan oleh
instansi teknis terkait sebagai barang yang
pengangkutannya di dalam daerah pabean diawasi. Secara
eksplisit Undang-Undang Kepabeanan hanya mengatur
pengawasan atas lalulintas barang impor dan ekspor.
Dalam pelaksanaannya ternyata diperlukan adanya
kewenangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk
19
melakukan pengawasan atas lalu lintas barang tertentu
dalam daerah pabean. Hal ini mengingat letak geografis
Indonesia sebagai Negara kepulauan (archipelago) yang
berbatasan langsung dengan negara tetangga sering
menimbulkan masalah-masalah dalam pengawasan
pengangkutan barang tertentu, antara lain :
- barang-barang strategis, seperti : gula, beras, dan
tepung terigu.
- barang-barang yang dilarang dan dibatasi seperti kayu
gelondongan, flora dan fauna, dan barang purbakala.
- barang-barang yang dikenai pungutan ekspor.
- barang–barang yang disubsidi oleh pemerintah.
Adanya disparitas harga yang signifikan di dalam negeri
dengan luar negeri mendorong orang untuk menyelundupkan
barang tersebut melalui modus pengangkutan dalam daerah
pabean. Pengawasan barang tertentu ini bertujuan untuk
mencegah penyelundupan ekspor dengan modus pengangkutan
antar pulau. (Pasal yang berkaitan dengan hal ini adalah
pasal 4A, pasal 8C dan pasal 85A tentang ketentuan-
ketentuan yang berlaku terhadap barang tertentu).
t. Audit kepabeanan adalah kegiatan pemeriksaan laporan
keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti
dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan
usaha termasuk data elektronik, surat yang berkaitan
dengan kegiatan di bidang kepabeanan, dan/atau sediaan
barang dalm rangka pelaksanaan ketentuan peraturan
perUndang-Undangan dibidang kepabeanan (Pasal yang
20
terkait adalah pasal 49 sampai dengan pasal 52, pasal 86
dan pasal 86A).
u. Tarif adalah klasifikasi barang dan pembebanan bea masuk
atau bea keluar.
Dalam Undang-Undang ini pengertian tarif dipertegas
mencakup dua hal :
tarif yang berarti klasifikasi barang dan tarif sebagai
pembebanan bea masuk/bea keluar yang dapat berupa
advalorum atau spesifik (Pasal yang terkait yaitu pasal
12 sampai dengan pasal 14, pasal 16 dan pasal 17 ).
II. Ketentuan Umum di Bidang Impor danEkspor Dalam Undang-Undang Kepabeanan
Jika pada pasal 1 dijelaskan berbagai terminologi
dalam ruang lingkup kepabeanan, maka mulai pasal 2 dan
seterusnya akan dijelaskan tentang ketentuan atas
kegiatan di bidang impor dan ekspor. Ketentuan umum
dibidang impor diatur pada pasal 2 sebagai berikut.
Pasal 21) Barang yang dimasukkan ke dalam daerah pabean diperlakukan
sebagai barang impor dan terutang bea masuk.2) Barang yang telah dimuat di sarana pengangkut untuk dikeluarkan
dari daerah pabean dianggap telah diekspor dan diperlakukan sebagaibarang ekspor.
3) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan merupakanbarang ekspor dalam hal dapat dibuktikan bahwa barang tersebutditujukan untuk dibongkar di suatu tempat dalam daerah pabean.
21
Penjelasan Pasal 2:
Pada ayat 1 ditegaskan tentang pengertian impor secara
yuridis, yaitu pada saat barang memasuki daerah pabean
dan menetapkan saat barang tersebut terutang bea masuk
serta merupakan dasar yuridis bagi pejabat bea dan cukai
untuk melakukan pengawasan.
Pada ayat 2 ditegaskan tentang pengertian ekspor. Secara
nyata ekspor terjadi pada saat barang melintasi daerah
pabean, namun mengingat dari segi pelayanan dan
pengamanan tidak mungkin menempatkan pejabat bea dan
cukai di sepanjang garis perbatasan untuk memberikan
pelayanan dan melakukan pengawasan barang ekspor, maka
secara yuridis ekspor dianggap telah terjadi pada saat
barang tersebut telah dimuat di sarana pengangkut yang
akan berangkat ke luar daerah pabean. Yang dimaksud
dengan sarana pengangkut, yaitu setiap kendaraan,
pesawat udara, kapal laut, atau sarana lain yang
digunakan untuk mengangkut barang atau orang. Yang
dimaksud dimuat yaitu dimasukkannya barang ke dalam
sarana pengangkut dan telah diajukan pemberitahuan
pabean termasuk dipenuhinya pembayaran bea keluar.
Pada ayat 3 ditegaskan bahwa walaupun barang tersebut
telah dimuat di sarana pengangkut yang akan berangkat ke
luar daerah pabean, jika dapat dibuktikan barang
tersebut akan dibongkar di dalam daerah pabean dengan
menyerahkan suatu pemberitahuan pabean, barang tersebut
22
tidak dianggap sebagai barang ekspor ( Pasal yang
terkait yaitu Pasal 11A).
Dalam penjelasan ini dipertegas pengertian diekspor,
dimana suatu barang dapat dikatakan diekspor jika barang
tersebut telah dimuat di sarana pengangkut yang akan
berangkat keluar daerah pabean. Sedangkan untuk barang yang
akan dimuat di sarana pengangkut (misalnya barang tersebut
masih berada di Tempat Penimbunan Sementara atau di tempat-
tempat yang disediakan khusus untuk itu, termasuk di gudang
atau pabrik eksportir yang bersangkutan), belum dinyatakan
diekspor. Penegasan pengertian ekspor ini untuk menghindari
penyalahgunaan fasilitas ekspor (misalnya fasilitas KITE
atau ekspor fiktif) dengan cara tidak memuat barang yang
telah diberitahukan dalam pemberitahuan pabean sebagai
barang ekspor.
Namun demikian dalam hal sejumlah barang telah
dimuat di sarana pengangkut yang akan berangkat ke luar
Daerah Pabean, jika dapat dibuktikan barang tersebut akan
dibongkar di dalam Daerah Pabean dengan menyerahkan suatu
Pemberitahuan Pabean, barang tersebut tidak dianggap sebagai
barang ekspor. Pemberitahuan Pabean yang digunakan untuk
melindungi pengangkutan barang tersebut (barang yang berasal
dari dalam Daerah Pabean yang akan diangkut ke suatu tempat
dalam Daerah Pabean lain) melalui Luar Daerah Pabean adalah
BC 1.3.
23
Berkaitan dengan ketentuan umum di bidang ekspor,
ditambahkan pasal 2A yang berkaitan dengan bea keluar yang
pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 belum diatur.
Pasal 2A(1) Terhadap barang ekspor dapat dikenakan bea keluar.(2) Bea keluar dikenakan terhadap barang ekspor dengan tujuan untuk:
a. menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam negeri;b. melindungi kelestarian sumber daya alam;c. mengantisipasi kenaikan harga yang cukup drastis dari komoditi
ekspor tertentu di pasaran internasional; ataud. menjaga stabilitas harga komoditi tertentu di dalam negeri.
(3) Ketentuan mengenai pengenaan bea keluar terhadap barang eksporsebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturanpemerintah.
Pengenaan bea keluar dalam pasal ini dimaksudkan untuk
melindungi kepentingan nasional, bukan untuk membebani daya
saing komoditi ekspor di pasar internasional. Pada dasarnya
komoditi ekspor tidak dikenakan bea keluar, kecuali yang
termasuk dalam alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2A.
Sehingga dalam ayat ini digunakan kata ”dapat”. Pasal ini
merupakan landasan hukum pengenaan Bea Keluar atas barang
ekspor. Saat ini komoditi ekspor yang dikenakan bea keluar
adalah biji coklat (cacao), konsentrat mineral, Kulit
(jangat dan kulit mentah, jangat dan kulit pickled, kulit
disamak), kayu olahan, dan Crude Palm Oil (CPO) dengan produk
turunannya.
24
Kewajiban membayar bea keluar dikecualikan untuk barang
ekspor khusus seperti barang perwakilan negara asing beserta
pejabatnya (berdasarkan asas timbal balik); barang untuk
keperluan museum, kebun binatang dan semacamnya yang terbuka
untuk umum serta untuk konservasi alam; barang untuk
keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi; barang contoh yang tidak untuk diperdagangkan;
barang pindahan; barang pribadi penumpang, awak sarana
pengangkut, pelintas batas, barang kiriman sampai dengan
nilai Rp. 2.500.000,00 (dua setengah juta rupiah); barang
asal impor yang diekspor kembali; dan barang ekspor yang
akan direimpor.
III. Pemeriksaan Pabean Atas Barang Impor,Barang Ekspor dan Barang Tertentu
1. Pemeriksaan Pabean Atas Barang ImporKetentuan tentang pemeriksaan pabean atas barang impor
tercantum pada pasal 3 dengan redaksi sebagai berikut:
Pasal 3(1) Terhadap barang impor dilakukan pemeriksaan pabean.(2)Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang.(3)Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
secara selektif.(4)Ketentuan mengenai tata cara pemeriksaan pabean sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkanperaturan menteri
25
Penjelasan Pasal 3:
Pada ayat 1 ditegaskan bahwa pada prinsipnya atas seluruh
barang impor dilakukan pemeriksaan pabean, kemudian pada
ayat 2 dijelaskan ruang lingkup pemeriksaannya yaitu
berupa penelitian terhadap dokumen dan pemeriksaan atas
fisik barang. Pemeriksaan pabean ini bertujuan untuk
memperoleh data dan penilaian yang tepat mengenai
pemberitahuan pabean yang diajukan.
Pada ayat 3 diberikan ketentuan umum tentang pemeriksaan
pabean dimana pemeriksaan pabean dilakukan secara
selektif dengan mempertimbangkan risiko yang melekat pada
barang dan importir. Selektifitas dalam pemeriksaan ini
sejalan dengan perkembangan perdagangan internasional dan
dalam rangka memperlancar arus barang dan arus dokumen.
Selektifitas pemeriksaan pabean tidak terbatas pada
pemeriksaan fisik barang tetapi juga dalam penelitian
dokumen. Pemeriksaan pabean secara selektif ini
diwujudkan dengan pelayanan kepabeanan yang dikenal lima
jalur pelayanan yaitu jalur merah, jalur hijau, jalur
kuning, Jalur MITA Prioritas, dan Jalur MITA Non
Prioritas. Lima jalur pelayanan ini hanya ada di Kantor
Pelayanan Utama Bea dan Cukai (KPU BC). Sedangkan di
Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea dan Cukai (KPPBC)
selain KPU BC, hanya ada 4 jalur pelayanan yaitu Jalur
Merah, Jalur Hijau, Jalur Kuning dan Jalur Prioritas.
Pada dasarnya pemeriksaan dilakukan di daerah pabean,
26
namun dengan mempertimbangkan kelancaran arus barang
dan/atau pengamanan penerimaan negara, Menteri dapat
menetapkan pelaksanaan pemeriksaan pabean di luar daerah
pabean oleh pejabat bea dan cukai atau pihak lain yang
bertindak untuk dan atas nama Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai. Contoh pemeriksaan pabean di luar daerah Pabean
adalah pemeriksaan fisik barang yang dilakukan oleh PT
Surveyor Indonesia (Pasal terkait pemeriksaan barang
dapat Anda lihat pada pasal 82).
2. Pemeriksaan Pabean Atas Barang EksporKetentuan tentang pemeriksaan pabean atas barang ekspor
tercantum pada pasal 4 dengan redaksi sebagai berikut:
Pasal 4(1) Terhadap barang ekspor dilakukan penelitian dokumen.(2) Dalam hal tertentu, dapat dilakukan pemeriksaan fisik atas barang
ekspor.(3) Tata cara pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Penjelasan Pasal 4:
Pemeriksaan pabean dalam bentuk pemeriksaan fisik atas
barang ekspor harus diupayakan seminimal mungkin untuk
mendorong ekspor, terutama dalam kaitannya dengan upaya
untuk meningkatkan daya saing barang ekspor Indonesia
di pasar dunia dimana diperlukan kecepatan dan
kepastian bagi eksportir. Dengan demikian, sehingga
terhadap barang ekspor pada dasarnya hanya dilakukan
penelitian terhadap dokumen.
27
Namun demikian untuk memperoleh data dan penilaian yang
tepat mengenai pemberitahuan pabean yang diajukan,
pasal ini memberikan kewenangan kepada Menteri untuk
dalam hal-hal tertentu dapat menetapkan ketentuan
tentang pemeriksaan fisik atas barang ekspor. Contoh
pemeriksaan fisik atas barang ekspor adalah barang
ekspor yang akan diimpor kembali, barang yang
direekspor, barang ekspor yang pada saat impornya
mendapat fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor,
barang ekspor yang dikenakan bea keluar, barang ekspor
yang berdasarkan informasi dari Ditjen Pajak ada
pelanggaran Undang-Undang Perpajakan, dan bilamana ada
informasi yang meyakinkan melalui mekanisme Nota Hasil
Intelijen suatu barang ekspor diduga tidak benar.
3. Pengawasan Pengangkutan Barang Tertentu Dalam Daerah
Pabean. Ketentuan tentang pemeriksaan pabean atas barang
tertentu tercantum pada pasal 4A dengan redaksi sebagai
berikut:
Pasal 4A(1) Terhadap barang tertentu dilakukan pengawasan pengangkutannya dalam
daerah pabean.(2) Instansi teknis terkait, melalui menteri yang membidangi perdagangan,
memberitahukan jenis barang yang ditetapkan sebagai barang tertentukepada Menteri.
(3)Ketentuan mengenai pengawasan pengangkutan barang tertentusebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan atau
28
berdasarkan peraturan pemerintah.
Penjelasan Pasal 4A :
Pasal ini memberikan landasan hukum pengawasan
pengangkutan barang tertentu dalam daerah pabean oleh
Pejabat Bea dan Cukai. Pengawasan pengangkutan barang
tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya
dilakukan terhadap pengangkutan barang tersebut dari satu
tempat ke tempat lain dalam daerah pabean yang dilakukan
melalui laut. Pengawasan pengangkutan barang tertentu ini
bertujuan untuk mencegah penyelundupan ekspor dengan
modus pengangkutan antarpulau barang-barang strategis
seperti hasil hutan, hasil tambang, atau barang yang
mendapat subsidi. Mengingat kondisi geografis Indonesia
dengan mempertimbangkan efisiensi pengangkutannya, maka
pengawasan pabean tidak dilakukan terhadap barang
tertentu yang diangkut melalui darat atau udara.
Pada ayat 2 ditegaskan bahwa yang menetapkan suatu barang
merupakan barang tertentu adalah instansi teknis terkait
baik kementerian atau lembaga pemerintah nondepartemen
yang berwenang. Berdasarkan ketentuan ini kementerian
keuangan secara umum dan secara khusus DJBC sebagai
institusi pelaksana pengawasannya namun tidak berwenang
menetapkan.
IV. Pemenuhan Kewajiban Pabean danPemberitahuan Pabean
29
Ketentuan tentang kewajiban pabean dan pemberitahuan
pabean tercantum pada pasal 5 dengan redaksi sebagai
berikut:
Pasal 5(1) Pemenuhan kewajiban pabean dilakukan di kantor pabean atau tempat
lain yang disamakan dengan kantor pabean dengan menggunakanpemberitahuan pabean.
(2) Pemberitahuan pabean disampaikan kepada pejabat bea dan cukai dikantor pabean atau tempat lain yang disamakan dengan kantor pabean.
(3) Untuk pelaksanaan dan pengawasan pemenuhan kewajiban pabean,ditetapkan kawasan pabean, kantor pabean, dan pos pengawasanpabean.
(4) Penetapan kawasan pabean, kantor pabean, dan pos pengawasanpabean dilakukan oleh Menteri.
Penjelasan Pasal 5 :
Pada ayat 1 ditegaskan bahwa pemenuhan kewajiban pabean
hanya dapat dilakukan di kantor pabean atau yang
disamakan dengan kantor pabean. Hal ini perlu
ditegaskan karena melihat keadaan geografis negara
Republik Indonesia yang demikian luas dan merupakan
negara kepulauan, maka tidak mungkin menempatkan
pejabat bea dan cukai di sepanjang pantai untuk menjaga
agar semua barang yang dimasukkan ke atau yang
dikeluarkan dari daerah pabean memenuhi ketentuan yang
telah ditetapkan.
Sebagaimana ayat 1, pada ayat 2 juga ditegaskan bahwa
pemberitahuan pabean harus disampaikan ke pejabat bea
dan cukai di kantor pabean atau tempat lain yang
30
disamakan dengan kantor pabean. Pemenuhan kewajiban
pabean di tempat selain di kantor pabean dapat
diizinkan dengan pemenuhan persyaratan tertentu yang
akan ditetapkan oleh Menteri, sesuai dengan kepentingan
perdagangan dan perekonomian, atau apabila dengan cara
tersebut kewajiban pabean dapat dipenuhi dengan lebih
mudah, aman, dan murah. Pemberitahuan Pabean ini dalam
bentuk tulisan di atas formulir atau dalam bentuk media
elektronik. Contoh tempat lain yang disamakan dengan
kantor pabean untuk penyerahan pemberitahuan pabean
adalah apa yang disebut dengan KPPT (kawasan pelayanan
pabean terpadu). Pasal terkait yaitu Pasal 5a tentang
pemberitahuan pabean.
Pada ayat 3 dijelaskan perlunya penetapan kawasan
pabean, kantor pabean, dan pos pengawasan pabean untuk
kegiatan pelaksanaan pemenuhan kewajiban pabean dan
kegiatan pengawasannya. Kawasan pabean perlu ditetapkan
untuk keperluan pelayanan, pengawasan, kelancaran lalu
lintas barang dan ketertiban bongkar muat barang, serta
pengamanan keuangan negara. Sebagaimana kawasan pabean
dan kantor pabean, Pos pengawasan pabean ditetapkan
oleh Menteri. Pos pengawasan pabean diperlukan untuk
memudahkan pegawai bea dan cukai dalam melaksanakan
fungsi pengawasan dan merupakan bagian dari kantor
pabean dan di tempat tersebut tidak dapat dipenuhi
kewajiban pabean.
Selanjutnya untuk memperkuat ketentuan tentang
31
kewajiban pabean dan pemberitahuan pabean, ditambahkan
pasal 5A dengan redaksi sebagai berikut
Pasal 5A(1) Pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2)
dapat disampaikan dalam bentuk tulisan di atas formulir atau dalambentuk data elektronik.
(2) Penetapan kantor pabean tempat penyampaian pemberitahuan pabeandalam bentuk data elektronik dilakukan oleh Menteri.
(3) Data elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan alat buktiyang sah menurut Undang-Undang ini.
(4) Ketentuan mengenai tata cara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaturlebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
Penjelasan Pasal 5A:
Data elektronik (softcopy) pada ayat 1 adalah informasi
atau rangkaian informasi yang disusun dan/atau dihimpun
untuk kegunaan khusus yang diterima, direkam, dikirim,
disimpan, diproses, diambil kembali, atau diproduksi
secara elektronik dengan menggunakan komputer atau
perangkat pengolah data elektronik, optikal, atau cara
lain yang sejenis.
Pasal 5A ini mempertegas 2 hal yaitu :
1.Status hukum penggunaan data elektronik sebagai alat
bukti yang sah.
2.Penetapan Kantor Pabean tempat penyampaian
pemberitahuan pabean secara elektronik.
Dengan adanya ketentuan tersebut maka dapat Anda ketahui
bahwa pasal tersebut memberi penegasan kantor-kantor
pabean yang hanya melayani penyampaian pemberitahuan
32
pabean dalam bentuk data elektronik. Selain itu dengan
telah diterapkannya Sistem Komputer Pelayanan Kepabeanan
secara elektronik maka diperlukan suatu landasan hukum
mengenai keabsahan data yang dikirimkan secara
elektronik yang dapat digunakan sebagai alat bukti.
Pasal 5A inilah yang menjadi landasan keabsahan data
elektronik sebagai alat bukti. Contoh data Surat
Keterangan Impor dari BPOM yang dikirim secara
elektronik oleh importir melalui portal INSW . Hasil
print out SKI Impor yang di print dari portal INSW tersebut
merupakan alat bukti yang sah.
Pasal 6
(1) Terhadap barang yang diimpor atau diekspor berlaku segala ketentuansebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
(2)Dalam hal pengawasan pengangkutan barang tertentu tidak diatur olehinstansi teknis terkait, pengaturannya didasarkan pada ketentuan Undang-Undang ini.
(Pasal yang terkait adalah Pasal 4A tentang pengawasan
barang tertentu dan Pasal 8C tentang pengangkutan barang
tertentu)
Penjelasan Pasal 6:
Pasal ini mengandung arti bahwa segala sesuatu yang
berkaitan dengan penyelesaian kewajiban pabean atas
barang impor atau ekspor harus didasarkan pada ketentuan
dalam Undang-Undang ini yang pelaksanaan penegakannya
dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
33
Sedangkan terhadap barang tertentu dalam hal pengawasan
pengangkutannya tidak diatur oleh instansi terkait maka
teknis pengawasannya menggunakan ketentuan Undang-Undang
Kepabeanan beserta pemberitahuan pabean yang harus
dilakukan.
V. Registrasi Kepabeanan
Pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 ditambahkan
pasal yang berkaitan dengan kewajiban registrasi. Ketentuan
tentang kewajiban registrasi tercantum pada pasal 6A dengan
redaksi sebagai berikut:
Pasal 6A(1)Orang yang akan melakukan pemenuhan kewajiban pabean wajib
melakukan registrasi ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk mendapatnomor identitas dalam rangka akses kepabeanan.
(2)Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)orang yang melakukan pemenuhan kewajiban pabean tertentu.
(3)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebihlanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
Penjelasan Pasal 6A :
Pasal ini mewajibkan pengguna jasa mempunyai Nomor
Identitas yang disebut Nomor Identitas Kepabeanan (NIK)
untuk melakukan transaksi kepabeanan atau akses informasi
kepabeanan. Nomor Identitas pribadi itu dimaksudkan bahwa
hanya orang yang memiliki nomor identitas tersebut yang
dapat mengakses atau berhubungan dengan sistem teknologi
informasi kepabeanan. Nomor identitas tersebut dapat
34
diperoleh dengan cara regristrasi, misalnya registrasi
importir, eksportir, dan pengusaha pengurusan jasa
kepabeanan. Munculnya pasal tambahan ini dilatarbelakangi
banyaknya pelaku usaha yang tidak memenuhi kewajiban
pabean secara baik, dan ketika dilakukan penagihan hak-
hak negara yang bersangkutan tidak diketahui
keberadaannya bahkan ternyata ada diantara mereka yang
alamatnya fiktif.
Pengecualian kewajiban memiliki NIK yang dimaksud pada
ayat 2 diberikan kepada orang yang menyelesaikan
kewajiban pabean tertentu antara lain atas barang
penumpang, barang diplomatik atau barang kiriman melalui
pos atau perusahaan jasa titipan.
35
36
Rangkuman
1. Undang-Undang Kepabeanan hanya berlaku di Daerah
Pabean Indonesia.
2. Kawasan Pabean sepenuhnya dibawah pengawasan
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
3. Barang yang dimasukkan ke dalam Daerah Pabean
diperlakukan sebagai barang impor dan terutang Bea
masuk.
4. Barang yang akan dimuat ke sarana pengangkut untuk
dibawa ke luar Daerah Pabean dianggap telah
diekspor .
5. Terhadap barang impor dilakukan pemeriksaan pabean
yang meliputi pemeriksaan fisik dan penelitian
dokumen. Pemeriksaan pabean dilakukan secara
selektif .
6. Pada prinsipnya terhadap barang ekspor dilakukan
penelitian dokumen, kecuali dalam hal-hal tertentu
dapat dilakukan pemeriksaan fisik.
7. Terhadap barang tertentu dilakukan pengawasan
pengangkutannya dalam Daerah Pabean .
8. Pemenuhan kewajiban pabean wajib dilakukan di Kantor
Pabean dengan menggunakan pemberitahuan pabean.
37
Latihan
Untuk menguji pemahaman Anda terhadap materi bab 2,
silahkan kerjakan soal-soal latihan berikut!
1) Jelaskan perlunya pengawasan pengangkutan barang
tertentu dalam daerah pabean!
2) Jelaskan pengertian-pengertian :
a. Kepabeanan
b. Daerah Pabean
c. Kawasan Pabean
d. Kantor Pabean
e. Tempat Penimbunan Sementara
f. Tempat Penimbunan Berikat.
g. Tempat Penimbunan Pabean.
3) Jelaskan dalam hal apa suatu barang impor terutang Bea
masuk! Dimana pemenuhan kewajiban Pabean harus
dilakukan?
4) Jelaskan pengertian tentang barang dinyatakan diekspor
menurut ketentuan kepabeanan Indonesia!
5) Jelaskan pemeriksaan pabean terhadap barang impor dan
barang ekspor! Serta jelaskan pengawasan terhadap
barang tertentu!
6) Jelaskan kewajiban pabean dan dimana pemenuhan
KEGIATANBELAJAR
PENGANGKUTAN BARANG,IMPOR, DAN EKSPOR
Dalam kegiatan belajar ini kepada Anda akan dipaparkan
mengenai pengangkutan barang impor dan ekspor secara lebih
mendetail. Pada Undang-Undang Kepabeanan pembahasan pada
kegiatan belajar ini diatur pada Bab II.
I. Pengangkutan Barang
Dalam bagian ini akan dibahas mengenai ketentuan
pengangkutan barang impor, pengangkutan ekspor dan
38
Indikator Keberhasilan
Setelah mempelajari materi diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan :ketentuan pengangkutan barang impor, ekspor dan barang
tertentu.ketentuan impor untuk dipakai dan impor sementara.ketentuan ekspor.
3
pengangkutan barang tertentu. Pengangkutan barang meliputi
kedatangan sarana pengangkut, pengangkutan menuju tempat
penimbunan dan keberangkatan sarana pengangkut.
1. Kedatangan Sarana PengangkutTahap pertama dalam kegiatan impor barang adalah
dimulai dari pengangkutan barang menggunakan sarana
pengangkut baik alat angkut laut, udara maupun darat untuk
dimasukkan ke dalam daerah pabean. Ketentuan tentang
kedatangan saran pengangkut dan kewajiban pengangkut
tercantum pada pasal 7A.
Pasal 7A(1)Pengangkut yang sarana pengangkutnya akan datang dari:
a. luar daerah pabean; atau b. dalam daerah pabean yang mengangkut barang impor, barang ekspor,
dan/atau barang asal daerah pabean yang diangkut ke tempat laindalam daerah pabean melalui luar daerah pabean
wajib memberitahukan rencana kedatangan sarana pengangkut ke kantorpabean tujuan sebelum kedatangan sarana pengangkut, kecuali saranapengangkut darat.
(2)Pengangkut yang sarana pengangkutnya memasuki daerah pabean wajibmencantumkan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalammanifesnya.
(3)Pengangkut yang sarana pengangkutnya datang dari luar daerah pabeanatau datang dari dalam daerah pabean dengan mengangkut barangsebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyerahkan pemberitahuanpabean mengenai barang yang diangkutnya sebelum melakukanpembongkaran.
(4)Dalam hal tidak segera dilakukan pembongkaran, kewajiban sebagaimanadimaksud pada ayat (3) dilaksanakan:a. paling lambat 24 (dua puluh empat) jam sejak kedatangan
sarana pengangkut, untuk sarana pengangkut yang melalui laut;b. paling lambat 8 (delapan) jam sejak kedatangan sarana
pengangkut, untuk sarana pengangkut yang melalui udara; atau
39
c. pada saat kedatangan sarana pengangkut, untuk saranapengangkut yang melalui darat.
(5)Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dikecualikanbagi pengangkut yang berlabuh paling lama 24 (dua puluh empat) jam dantidak melakukan pembongkaran barang.
(6)Dalam hal sarana pengangkut dalam keadaan darurat, pengangkut dapatmembongkar barang impor terlebih dahulu dan wajib:a. melaporkan keadaan darurat tersebut ke kantor pabean terdekat
pada kesempatan pertama; danb. menyerahkan pemberitahuan pabean paling lambat 72 (tujuh
puluh dua) jam sesudah pembongkaran.(7)Pengangkut yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikitRp5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000,00 (limapuluh juta rupiah).
(8)Pengangkut yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud padaayat (3), ayat (4), atau ayat (6) dikenai sanksi administrasi berupa dendapaling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyakRp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(9)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), dan ayat (4) diaturlebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
( Pasal terkait Pasal 10A ayat 3, pasal 91 ayat 3, dan pasal
102 ).
Penjelasan Pasal 7A :
1) Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut (RKSP) merupakan
alat DJBC dalam melakukan atas pengawasan barang impor.
RKSP (BC 1.0) wajib diserahkan oleh pengangkut sebelum
kedatangan sarana pengangkut. RKSP wajib diserahkan
bilamana terdapat:
- Sarana pengangkut akan datang dari luar daerah pabean.
- Sarana pengangkut akan datang dari dalam daerah
pabean yang mengangkut barang impor, barang ekspor
dan/atau barang asal daerah pabean yang diangkut ke 40
tempat lain dalam daerah pabean melalui luar daerah
pabean.
Yang dimaksud dengan saat kedatangan sarana pengangkut
yaitu:
- Saat lego jangkar di perairan pelabuhan
untuk sarana pengangkut melalui laut.
- Saat mendarat di landasan bandar udara
untuk sarana pengangkut melalui udara.
Dengan demikian, RKSP juga wajib diserahkan oleh
pengangkut yang sarana pengangkutnya bukan trayek
internasional tetapi membawa barang impor dan/atau
barang ekspor. RKSP dikecualikan terhadap sarana
pengangkut darat.
2) Selain wajib menyerahkan RKSP, pengangkut juga wajib
menyerahkan pemberitahuan manifes (BC 1.1). Manifes
adalah daftar barang niaga yang dimuat dalam sarana
pengangkut. Manifest dibuat oleh sarana pengangkut
berdasarkan dokumen surat muatan (Bill of Lading atau Airway
Bill). Jadi sebenarnya dokumen Manifes adalah merupakan
rekapitulasi dari dokumen surat muatan. Penyerahan
manifes dilakukan sebelum dilakukan pembongkaran.
Kelalaian tidak mencantumkan barang dalam dalam manifes
diancam dengan pidana sesuai pasal 102.
Kewajiban menyerahkan manifes ini dikenakan kepada
pengangkut yang:
- Sarana pengangkutnya berasal dari
luar daerah pabean.
41
- Sarana pengangkutnya berasal dari
dalam daerah pabean tetapi mengangkut barang impor,
ekspor, atau barang yang berasal dari dalam daerah
pabean wajib menyerahkan manifest (inward manifest).
Kewajiban menyerahkan manifest ini berlaku untuk semua
sarana pengangkut, baik sarana pengangkut darat, laut
dan udara. Yang dimaksud barang adalah barang-barang
impor (cargo) yang merupakan barang niaga. Barang-barang
semacam barang ABK, peralatan kapal tidak termasuk
barang-barang yang wajib dimasukkan dalam manifest
tetapi diberitahukan dalam pemberitahuan tersendiri.
Pemberitahuan pabean yang disampaikan berisi informasi
tentang semua barang niaga yang diangkut dengan sarana
pengangkut, baik barang impor, barang ekspor, maupun
barang asal daerah pabean yang diangkut ke tempat lain
dalam daerah pabean melalui luar daerah pabean.
Sedangkan kewajiban menyerahkan pemberitahuan tersendiri
(daftar barang ABK, perbekalan kapal dsb) diatur
berdasarkan pasal 91 ayat 3 tentang pemeriksaan sarana
pengangkut.
3) Dikecualikan dari menyerahkan manifest terhadap sarana
pengangkut yang berlabuh kurang dari 24 jam di Kawasan
Pabean dan bukan untuk melakukan pembongkaran tetapi
untuk alasan lain seperti untuk mengisi air atau bahan
bakar. Dalam hal berlabuh lebih dari 24 jam maka
pengangkut tetap wajib menyerahkan pemberitahuan
manifesnya.
42
4) Pada dasarnya barang impor hanya dapat dibongkar setelah
diajukan pemberitahuan pabean tentang kedatangan sarana
pengangkut, namun Undang-Undang memberikan dispensasi
bilamana terjadi keadaan darurat, dimana sarana
pengangkut mengalami keadaan seperti kebakaran,
kerusakan mesin, yang tidak dapat diperbaiki, terjebak
dalam cuaca buruk, atau hal lain yang terjadi di luar
kemampuan manusia. Dalam hal demikian pembongkaran dapat
dilakukan terlebih dahulu, namun dalam waktu paling lama
selama 72 jam sejak dibongkar pengangkut wajib
menyerahkan pemberitahuan pabeannya. Pemberitahuan
pabean wajib diserahkan kepada kantor pabean terdekat.
Yang dimaksud dengan kantor pabean terdekat yaitu kantor
pabean yang paling mudah dicapai. Melaporkan keadaan
darurat sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini dapat
dilakukan dengan menggunakan radio panggil, telepon,
atau faksimile.
II. Pengangkutan menuju tempat penimbunan Tahap selanjutnya setelah tibanya sarana pengangkut di
kawasan pabean adalah dilakukannya pembongkaran dan
penimbunan barang impor. Ketentuan tentang pembongkaran dan
penimbunan barang impor tercantum pada pasal 8A.
Pasal 8A(1) Pengangkutan barang impor dari tempat penimbunan sementara atau
43
tempat penimbunan berikat dengan tujuan tempat penimbunansementara atau tempat penimbunan berikat lainnya wajib diberitahukanke kantor pabean.
(2) Pengusaha atau importir yang telah memenuhi kewajiban sebagaimanadimaksud pada ayat (1), tetapi jumlah barang impor yang dibongkarkurang dari yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean dan tidakdapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di luarkemampuannya, wajib membayar bea masuk atas barang impor yangkurang dibongkar dan dikenai sanksi administrasi berupa denda palingsedikit Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyakRp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
(3) Pengusaha atau importir yang telah memenuhi kewajibansebagaimana dimaksud pada ayat (1), tetapi jumlah barang impor yangdibongkar lebih dari yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabeandan tidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di luarkemampuannya, dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikitRp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
(4) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pengangkutan barangsebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan atauberdasarkan peraturan menteri.
Penjelasan Pasal 8A :
1) Pengangkutan yang dimaksud pada ayat 1 adalah
pengangkutan barang impor yang tidak melalui laut
(inland transportation), misalnya dari TPS di Tanjung Priok
Jakarta ke TPS di Bandung Jawa Barat. Pengusaha pada
ayat ini adalah pengusaha tempat penimbunan sementara
(TPS) atau pengusaha tempat penimbunan berikat (TPB),
sedangkan pengertian importir adalah orang yang
mengimpor.
2) Pengangkutan barang impor dari TPS dengan tujuan ke TPS
lainnya dilindungi dengan dokumen pabean pengangkutan
yaitu BC 1.2. Adapun pengangkutan barang impor dari TPS
44
ke TPB dilindungi dengan dokumen pelindung pengangkutan
yaitu BC 2.3. Sedangkan pengangkutan barang impor dari
TPB ke TPB dilindungi dengan dokumen pengangkutan BC
2.7. Mengapa setiap pergerakan barang impor harus
diberitahukan kepada pejabat bea dan cukai? Karena
barang impor tersebut belum diselesaikan kewajiban
pabeannya sehingga masih terutang bea masuk.
3) Ancaman sanksi administrasi berupa denda perlu
ditegaskan agar pelaku usaha mematuhi ketentuan Undang-
Undang kepabeanan atas barang impor yang masih terutang
bea masuk. Sanksi ini dikenakan terhadap Pengusaha
tempat penimbunan sementara, tempat penimbunan berikat
atau importir yang telah memenuhi kewajiban dimaksud,
tetapi jumlah barang impor yang dibongkar kurang dari
yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean dan tidak
dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di
luar kemampuannya.
Sanksi juga akan dikenakan terhadap Pengusaha tempat
penimbunan sementara, tempat penimbunan berikat atau
importir yang telah memenuhi kewajiban dimaksud,
tetapi jumlah barang impor yang dibongkar lebih dari
yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean dan tidak
dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di
luar kemampuannya.
(Pasal yang terkait yaitu Pasal 7A, pasal 44, dan pasal48)
45
Untuk barang-barang yang cara pengirimannya melalui
media khusus seperti listrik dan gas diatur tersendiri.
Ketentuan tentang pengangkutan dan pengiriman barang-barang
tersebut tercantum pada pasal 8B.
Pasal 8B(1)Pengangkutan tenaga listrik, barang cair, atau gas untuk impor atau
ekspor dapat dilakukan melalui transmisi atau saluran pipa yang jumlahdan jenis barangnya didasarkan pada hasil pengukuran di tempatpengukuran terakhir dalam daerah pabean.
(2)Pengiriman peranti lunak dan/atau data elektronik untuk impor atauekspor dapat dilakukan melalui transmisi elektronik.
(3)Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pengangkutan barangsebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pengiriman sebagaimanadimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkanperaturan menteri.
Penjelasan Pasal 8B :
1) Mengingat tenaga listrik, barang cair, atau gas bersifat
khusus, pengangkutan terhadap barang tersebut dilakukan
dengan cara khusus antara lain melalui transmisi atau
saluran pipa. Pemberitahuan pabean atas impor atau
ekspor barang tersebut harus didasarkan pada jumlah dan
jenis barang pada saat pengukuran di tempat pengukuran
terakhir dalam daerah pabean.
2) Dengan ketentuan ayat 2 ini, maka semua impor/ekspor
peranti lunak dan/atau data elektronik merupakan objek
bea masuk atau bea keluar. Pengenaannya didasarkan pada
pemberitahuan pabean yang disampaikan berdasarkan
prinsip self assessment. Pasal ini memberi tempat atau
ruang atau landasan bagi DJBC untuk memungut bea
46
masuk/bea keluar.
3) Piranti lunak (software) dapat berupa serangkaian program
dalam sistem komputer yang memerintahkan komputer apa
yang harus dilakukan. Piranti lunak dan data elektronik
(softcopy) merupakan barang yang menjadi objek dari
Undang-Undang ini dan pengangkutan atau pengirimannya
dapat dilakukan melalui transmisi elektronik misalnya
melalui media internet.
Undang-Undang Kepabeanan juga mengatur pengangkutan
barang tertentu yang tercantum pada pasal 8C.
Pasal 8C(1)Barang tertentu wajib diberitahukan oleh pengangkut baik pada
waktu keberangkatan maupun kedatangan di kantor pabean yangditetapkan.
(2)Barang tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilindungidokumen yang sah dalam pengangkutannya.
(3)Pengangkut yang telah memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud padaayat (1), tetapi jumlahnya kurang atau lebih dari yang diberitahukan dantidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di luarkemampuannya, dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikitRp5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000,00 (limapuluh juta rupiah).
(4)Pengangkut yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud padaayat (2), dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikitRp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyakRp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
(5)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebihlanjut dengan peraturan menteri.
Penjelasan Pasal 8C :
1) Untuk pelaksanaan ayat ini Menteri Keuangan akan
menetapkan kantor pabean keberangkatan dan kedatangan.
47
Yang dimaksud dengan dokumen yang sah yaitu dokumen yang
dipersyaratkan dalam pengangkutan barang tertentu.
Sanksi adminstrasi berupa denda dikenakan terhadap
kelebihan atau kekurangan barang tertentu pada saat
pengangkutan atau pembongkaran.
2) Namun dalam hal barang tertentu telah diberitahukan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) namun fisik barang
tidak sampai kantor tujuan maka dikenakan sanksi pidana
yang diatur dalam pasal 102D.
III. Keberangkatan Sarana Pengangkut
Selain pengawasan atas kedatangan sarana pengangkut,
Undang-Undang Kepabeanan juga mengatur tentang keberangkatan
sarana pengangkut. Keberangkatan disini bermakna sarana
pengangkut bergerak meninggalkan pelabuhan atau bandar udara
menuju tempat lainnya baik di daerah pabean maupun luar
daerah pabean. Ketentuan tentang keberangkatan sarana
pengangkut tercantum pada pasal 9A.
Pasal 9A(1)Pengangkut yang sarana pengangkutnya akan berangkat menuju:
a. ke luar daerah pabean; b. ke dalam daerah pabean yang mengangkut barang impor,
barang ekspor, dan/atau barang asal daerah pabean yang diangkutke tempat lain di dalam daerah pabean melalui luar daerah pabean
wajib menyerahkan pemberitahuan pabean atas barang yangdiangkutnya sebelum keberangkatan sarana pengangkut.
(2)Pengangkut yang sarana pengangkutnya menuju ke luar daerah pabean
48
wajib mencantumkan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dalam manifesnya.
(3)Pengangkut yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikitRp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyakRp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(4)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjutdengan atau berdasarkan peraturan menteri.
Penjelasan Pasal 9A :
1) Pengangkut yang sarana pengangkutnya akan berangkat
menuju luar Daerah Pabean wajib menyerahkan
pemberitahuan pabean atas barang yang diangkutnya
sebelum keberangkatan sarana pengangkut yaitu
pemberitahuan manifes (outward manifest) atau dikenal
dengan BC 1.1.
2) Kewajiban tersebut juga berlaku untuk sarana pengangkut
yang akan berangkat ke dalam Daerah Pabean yang
mengangkut barang impor, baik diangkut terus atau
diangkut lanjut, barang ekspor dan/atau barang asal
Daerah pabean yang diangkut ke tempat lain dalam Daerah
Pabean melalui luar Daerah Pabean.
3) Pemberitahuan manifes sebelum keberangkatan penting
untuk diketahui bea dan cukai karena sangat berguna
dalam kegiatan pengawasan atas barang impor ataupun
barang ekspor. Pelanggaran atas ketentuan ini diancam
dengan sanksi administrasi berupa denda, yakni paling
sedikit Rp. 10.000.000,00 dan paling banyak Rp.
100.000.000,00.
49
IV. Pembongkaran dan Penimbunan Setelah barang impor diangkut, tahap berikutnya adalah
kegiatan pembongkaran dan penimbunan. Ketentuan tentang
pembongkaran dan penimbunan tercantum pada pasal 10A.
Pasal 10A(1) Barang impor yang diangkut sarana pengangkut sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7A ayat (1) wajib dibongkar di kawasan pabean atau dapatdibongkar di tempat lain setelah mendapat izin kepala kantor pabean.
(2) Barang impor yang diangkut sarana pengangkut sebagaimana dimaksuddalam Pasal 7A ayat (1) dapat dibongkar ke sarana pengangkut lainnya dilaut dan barang tersebut wajib dibawa ke kantor pabean melalui jalur yangditetapkan.
(3) Pengangkut yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud padaayat (1), tetapi jumlah barang impor yang dibongkar kurang dari yangdiberitahukan dalam pemberitahuan pabean dan tidak dapatmembuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di luar kemampuannya,wajib membayar bea masuk atas barang impor yang kurang dibongkardan dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
(4) Pengangkut yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud padaayat (1), tetapi jumlah barang impor yang dibongkar lebih banyak dariyang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean dan tidak dapatmembuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di luar kemampuannya,dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp 25.000.000,00(dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (limaratus juta rupiah).
(5) Barang impor, sementara menunggu pengeluarannya dari kawasanpabean, dapat ditimbun di tempat penimbunan sementara.
(6) Dalam hal tertentu, barang impor dapat ditimbun di tempat lain yangdiperlakukan sama dengan tempat penimbunan sementara.
(7) Barang impor dapat dikeluarkan dari kawasan pabean atau tempat lainsebagaimana dimaksud pada ayat (6) setelah dipenuhinya kewajibanpabean untuk:a. diimpor untuk dipakai;
50
b. diimpor sementara;c. ditimbun di tempat penimbunan berikat;d. diangkut ke tempat penimbunan sementara di kawasan pabean
lainnya;e. diangkut terus atau diangkut lanjut; atauf. diekspor kembali.
(8) Orang yang mengeluarkan barang impor dari kawasan pabean atautempat lain sebagaimana dimaksud pada ayat (6), setelah memenuhisemua ketentuan tetapi belum mendapat persetujuan pengeluaran daripejabat bea dan cukai, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesarRp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
(9) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (5), ayat (6), dan ayat(7) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
( Pasal terkait yaitu pasal 7A)
Penjelasan Pasal 10A :
1) Ayat 1 menegaskan harusnya pembongkaran dilaksanakan di
kawasan pabean. Dalam hal tertentu pembongkaran di
tempat lain dapat dilakukan dengan memperhatikan teknis
pembongkaran atau sebab lain atas pertimbangan kepala
kantor pabean, misalnya sarana pengangkut tidak dapat
sandar di dermaga atau alat bongkar tidak tersedia di
kawasan pabean yang telah ditentukan. Contoh
pembongkaran langsung di dermaga importir karena sifat
barang yang perlu penanganan khusus yang peralatannya
hanya dimilki oleh importir di dermaganya sendiri.
2) Ayat 2 menjelaskan dimungkinkannya pembongkaran barang
dari sarana pengangkut yang satu ke sarana pengangkut
yang lainnya, dimana hal ini dapat dilakukan di
pelabuhan yang belum dapat disandari langsung sehingga
pembongkaran dilakukan di luar pelabuhan (reede). Yang
51
dimaksud dengan jalur yang ditetapkan yaitu jalur yang
harus dilalui oleh sarana pengangkut yang meneruskan
pengangkutan dari reede ke kantor pabean.
3) Ayat 3 mengatur bahwa apabila jumlah barang yang
dibongkar kurang dari jumlah yang diberitahukan dalam
pemberitahuan pabean, pengangkut berdasarkan ketentuan
pada ayat ini dianggap telah memasukkan barang impor
tersebut ke peredaran bebas sehingga selain wajib bayar
membayar bea masuk atas barang yang kurang dibongkar
tersebut, juga dikenai sanksi administrasi berupa denda.
Sanksi ini dikenakan jika yang bersangkutan tidak dapat
membuktikan bahwa kekurangan barang yang dibongkar
tersebut bukan karena kesalahannya. Dalam hal barang
yang diangkut dalam kemasan, yang dimaksud dengan jumlah
barang yaitu jumlah kemasan.
4) Sebagaimana ayat 3, pada ayat 4 diatur bahwa apabila
jumlah barang yang dibongkar lebih dari jumlah yang
diberitahukan dalam pemberitahuan pabean, pengangkut
dikenai sanksi administrasi berupa denda. Sanksi ini
dikenakan jika yang bersangkutan tidak dapat membuktikan
bahwa kelebihan barang yang dibongkar tersebut bukan
karena kesalahannya. Sanksi atas kelebihan jumlah barang
yang dibongkar lebih tinggi daripada bila kurang
dibongkar yaitu hingga paling banyak sebesar lima ratus
juta rupiah.
5) Pada prinsipnya barang impor dapat langsung dikeluarkan
dari kawasan pabean bila kewajiban pabeannya telah
dipenuhi. Dengan demikian tidak ada ketentuan yang
52
mengharuskan suatu barang ditimbun di tempat penimbunan
sementara (TPS), meskipun pada prakteknya mayoritas
barang impor terlebih dahulu ditimbun di TPS menunggu
penyelesaian kewajiban pabeannya.
6) Ayat 6 mengatur bahwa dalam hal tertentu yaitu apabila
penimbunan di tempat penimbunan sementara tidak dapat
dilakukan seperti kongesti, kendala teknis penimbunan,
sifat barang, atau sebab lain sehingga tidak
memungkinkan barang impor ditimbun, suatu barang impor
dapat ditimbun di tempat lain yang dipersamakan dengan
TPS. Termasuk dalam pengertian ini yaitu pemberian
fasilitas penimbunan selain di tempat penimbunan
sementara dengan tujuan untuk menghindari beban biaya
penumpukan yang mungkin atau yang telah timbul selama
dalam proses pemenuhan kewajiban pabean. Ketentuan yang
berlaku pada tempat penimbunan sementara berlaku di
tempat lain yang dimaksud pada ayat ini.
7) Ayat 7 menjelaskan tentang berbagai alternatif
pengeluaran barang impor dari kawasan pabean ke tempat
lainnya. Maksud dari barang diangkut terus yaitu barang
yang diangkut dengan sarana pengangkut melalui kantor
pabean tanpa dilakukan pembongkaran terlebih dulu,
sedangkan yang dimaksud dengan barang diangkut lanjut
yaitu barang yang diangkut dengan sarana pengangkut
melalui kantor pabean dengan dilakukan pembongkaran
terlebih dahulu.
Ekspor kembali (re-ekspor) adalah pengiriman kembali
barang impor keluar daerah pabean karena sebab tertentu
53
misalnya barang ternyata tidak sesuai dengan yang
dipesan atau adanya ketentuan baru dari pemerintah
bahwa tidak boleh diimpor ke dalam daerah pabean.
8) Ayat 8 menegaskan bahwa pengeluaran barang impor dari
kawasan pabean atau tempat lainnya harus mendapatkan
izin terlebih dahulu dari bea dan cukai. Dalam hal orang
telah memenuhi kewajiban pabean, namun izin belum
diterbitkan kemudian yang bersangkutan mengeluarkan
barang dari kawasan pabean maka hal ini merupakan
pelanggaran yang diancam dengan sanksi administrasi
berupa denda.
V. Impor Untuk Dipakai dan Impor Sementara
1. Impor Untuk DipakaiSalah satu tujuan dikeluarkannya barang impor dari
kawasan pabean adalah impor untuk dipakai. Pengertian impor
dipakai adalah barang impor dikeluarkan untuk dipakai,
dikuasai atau dimiliki. Impor dipakai bermakna importir
menguasai dan memiliki barang dimana terjadi perpindahan hak
kepemilikan dari eksportirnya. Hal ini berbeda dengan impor
sementara yang mana importir tidak memiliki barang yang
diimpor dan harus mengekspor kembali barangnya. Ketentuan
tentang impor untuk dipakai tercantum pada pasal 10B.
Pasal 10B
(1) Impor untuk dipakai adalah:
54
a. memasukkan barang ke dalam daerah pabean dengan tujuanuntuk dipakai; atau
b. memasukkan barang ke dalam daerah pabean untuk dimiliki ataudikuasai oleh orang yang berdomisili di Indonesia.
(2)Barang impor dapat dikeluarkan sebagai barang impor untuk dipakaisetelah:a. diserahkan pemberitahuan pabean dan dilunasi bea masuknya;b. diserahkan pemberitahuan pabean dan jaminan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42; atauc. diserahkan dokumen pelengkap pabean dan jaminan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42.(3)Barang impor yang dibawa oleh penumpang, awak sarana pengangkut,
atau pelintas batas ke dalam daerah pabean pada saat kedatangannyawajib diberitahukan kepada pejabat bea dan cukai.
(4)Barang impor yang dikirim melalui pos atau jasa titipan hanya dapatdikeluarkan atas persetujuan pejabat bea dan cukai.
(5)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat(4) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
(6)Orang yang tidak melunasi bea masuk atas barang impor sebagaimanadimaksud pada ayat (2) huruf b atau huruf c dalam jangka waktu yangditetapkan menurut Undang-Undang ini wajib membayar bea masuk yangterutang dan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 10%(sepuluh persen) dari bea masuk yang wajib dilunasi.
(Pasal terkait yaitu pasal 92A)
Penjelasan Pasal 10B :
1) Ayat 1 menjelaskan definisi impor dipakai baik secara
pengertian umum yaitu dipakai ataupun secara pengertian
khusus yaitu bilamana diimpor untuk dikuasai atau
dimiliki.
2) Ayat 2 memberikan ruang untuk pengeluaran barang impor
untuk dipakai sebelum melunasi bea masuk yang terutang
dengan menyerahkan jaminan. Namun importir wajib
menyelesaikan kewajibannya dalam jangka waktu yang
55
ditetapkan menurut Undang-Undang ini. Kemudahan ini
diberikan dengan tujuan untuk memperlancar arus barang.
3) Ayat 3 menegaskan tetap wajibnya penyerahan
pemberitahuan pabean atas impor yang dilakukan oleh
penumpang, awak sarana pengangkut, dan pelintas batas
pada saat kedatangannya.
Penumpang adalah setiap orang yang melintasi perbatasan
wilayah negara dengan menggunakan sarana pengangkut,
tetapi bukan awak sarana pengangkut dan bukan pelintas
batas.
A wak sarana pengangkut adalah setiap orang yang karena
sifat pekerjaannya harus berada dalam sarana pengangkut.
Pelintas batas adalah penduduk yang berdiam atau
bertempat tinggal dalam wilayah perbatasan negara serta
memiliki kartu identitas yang dikeluarkan oleh instansi
yang berwenang dan yang melakukan perjalanan lintas
batas di daerah perbatasan melalui pos pengawas lintas
batas.
Pemberitahuan atas impor oleh importir-importir tersebut
diatas dilakukan secara lisan atau tertulis. Hal ini
dimaksudkan untuk mengadopsi praktek pemberitahuan
secara lisan atau tertulis.
4) Pada ayat 4 yang dimaksud dengan persetujuan pejabat bea
dan cukai yaitu penetapan pejabat bea dan cukai yang
menyatakan bahwa barang tersebut telah dipenuhi
kewajiban pabean berdasarkan Undang-Undang ini.
5) Ayat 6 mengatur tentang pengenaan sanksi administrasi
berupa denda kepada importir yang memperoleh kemudahan
56
berdasarkan ketentuan pada ayat (2) huruf b atau huruf
c, yaitu mengimpor barang untuk dipakai sebelum melunasi
bea masuk dengan penyerahan jaminan, tetapi tidak
menyelesaikan kewajiban untuk membayar bea masuk menurut
jangka waktu yang ditetapkan berdasarkan Undang-Undang
ini.
Untuk mengantisipasi adanya kesalahan pemberitahuan
yang bersifat manusiawi, dibuat pasal 10C yang mengatur
dapatnya dilakukan perubahan pemberitahuan yang telah
diserahkan.
Pasal 10C
(1) Importir dapat mengajukan permohonan perubahan atas kesalahan datapemberitahuan pabean yang telah diserahkan sepanjang kesalahantersebut terjadi karena kekhilafan yang nyata.
(2)Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak apabila:a. barang telah dikeluarkan dari kawasan pabean;b. kesalahan tersebut merupakan temuan pejabat bea dan cukai; atauc. telah mendapatkan penetapan pejabat bea dan cukai.
Penjelasan Pasal 10C :
1) Kekhilafan yang nyata (honestly mistaken) adalah kesalahan
atau kekeliruan yang bersifat manusiawi dalam suatu
pemberitahuan pabean yang sering terjadi dalam bentuk
kesalahan penerapan peraturan yang seharusnya tidak
perlu terjadi, dan tidak mengandung persengketaan antara
pejabat bea dan cukai dengan pengguna jasa kepabeanan,
misalnya:
57
a.kesalahan tulis berupa kesalahan penulisan nama atau
alamat.
b.kesalahan hitung berupa kesalahan perhitungan bea
masuk atau pajak.
c.kesalahan penerapan aturan berupa ketidaktahuan adanya
perubahan peraturan, sering terjadi pada awal
berlakunya peraturan baru.
2) Penetapan pejabat bea dan cukai dapat juga merupakan
penetapan dengan menggunakan sistem komputer pelayanan,
misalnya persetujuan impor dan penetapan kekurangan bea
masuk menggunakan sistem pertukaran data elektronik
(PDE).
2. Impor SementaraTujuan lainnya pengeluaran barang impor dari kawasan
pabean adalah impor sementara. Impor sementara adalah impor
barang dimana importir tidak memiliki barang yang diimpor
dan harus mengekspor kembali barangnya. Ketentuan tentang
impor sementara tercantum pada pasal 10D.
Pasal 10D
(1)Barang impor dapat dikeluarkan sebagai barang impor sementara jikapada waktu importasinya benar-benar dimaksudkan untuk dieksporkembali paling lama 3 (tiga) tahun.
(2)Barang impor sementara sampai saat diekspor kembali berada dalampengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(3)Barang impor sementara dapat diberikan pembebasan atau keringananbea masuk.
(4)Barang impor sementara yang diberikan keringanan bea masuk, setiapbulan dikenai bea masuk paling tinggi sebesar 5% (lima persen) dari bea
58
masuk yang seharusnya dibayar.(5)Orang yang terlambat mengekspor kembali barang impor sementara
dalam jangka waktu yang diizinkan dikenai sanksi administrasi berupadenda sebesar 100% (seratus persen) dari bea masuk yang seharusnyadibayar.
(6)Orang yang tidak mengekspor kembali barang impor sementara dalamjangka waktu yang diizinkan wajib membayar bea masuk dan dikenaisanksi administrasi berupa denda 100% (seratus persen) dari bea masukyang seharusnya dibayar.
(7)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebihlanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
Penjelasan Pasal 10D
1) Impor sementara adalah kemudahan atas pemasukan barang
dengan tujuan tertentu, misalnya barang perlombaan;
kendaraan yang dibawa oleh wisatawan; peralatan
penelitian; peralatan yang digunakan oleh teknisi,
wartawan, dan tenaga ahli; kemasan yang dipakai
berulang-ulang; dan barang keperluan proyek yang
digunakan sementara waktu. Suatu barang dapat diberikan
kemudahan impor sementara bila yang pada saat
pengimporannya telah jelas bahwa barang tersebut akan
diekspor kembali paling lama 3 (tiga) tahun.
2) Barang impor sementara sampai saat diekspor kembali
berada dalam pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai, karena pada hakekatnya barang impor dimaksud
belum selesai kewajiban pabeannya, terutama dari aspek
pembayaran bea masuk. Barang impor sementara diberikan
izin untuk dikeluarkan dari kawasan pabean setelah
diserahkannya jaminan atas bea masuk yang terutang.
59
3) Barang impor sementara dapat diberikan pembebasan atau
keringanan bea masuk. Pasal ini memberikan landasan
hukum pembebasan atau keringanan bea masuk, dimana bila
kemudahan yang diberikan berupa keringanan maka bea
masuk dipungut maksimum sebesar 5 % per bulan dari bea
masuk yang seharusnya dibayar. Impor sementara dengan
fasilitas keringanan bea masuk mengacu pada Istambul
convention.
4) Pasal ini merupakan pindahan dari pasal 26 ayat (1)
huruf k Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 mengingat
kemudahan pembebasan atau keringanan bea masuk atas
barang impor sementara bukan merupakan fasilitas
pembebasan atas impor untuk dipakai.
5) Ayat 5 dan 6 menegaskan adanya sanksi administrasi
berupa denda yang akan dikenakan kepada importir
bilamana tidak mematuhi ketentuan impor sementara yaitu
harus mengekspor kembali barang impor sementara sebelum
tanggal jatuh tempo.
VI. Ketentuan EksporPada pembahasan sebelumnya telah kita uraikan pasal-
pasal yang mengatur tentang ketentuan atas impor dipakai dan
impor sementara. Selanjutnya akan diuraikan ketentuan
tentang ekspor. Ketentuan tentang ekspor tercantum pada
pasal 11A
Pasal 11A
60
(1)Barang yang akan diekspor wajib diberitahukan dengan pemberitahuanpabean.
(2)Pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidakdiperlukan terhadap barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut,pelintas batas, dan barang kiriman sampai dengan batas nilai pabeandan/atau jumlah tertentu.
(3)Pemuatan barang ekspor dilakukan di kawasan pabean atau dalam haltertentu dapat dimuat di tempat lain dengan izin kepala kantor pabean.
(4)Barang yang telah diberitahukan untuk diekspor, sementara menunggupemuatannya, dapat ditimbun di tempat penimbunan sementara atautempat lain dengan izin kepala kantor pabean.
(5)Barang yang telah diberitahukan untuk diekspor sebagaimana dimaksudpada ayat (1) jika ekspornya dibatalkan wajib dilaporkan kepada pejabatbea dan cukai.
(6) Eksportir yang tidak melaporkan pembatalan ekspor sebagaimana dimaksudpada ayat (5) dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesarRp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
(7)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat(4) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
(Pasal yang terkait adalah pasal 102A tentang penyelundupan
ekspor).
Penjelasan Pasal 10D
1) Barang yang akan diekspor wajib diberitahukan dengan
pemberitahuan pabean. Pemberitahuan pabean yang dimaksud
adalah Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) atau dikenal
dengan BC 3.0. Pemberitahuan pabean ekspor diperlukan
untuk sarana pengawasan terhadap barang yang akan
dikeluarkan dari daerah pabean.
2) Ayat 2 mengatur tentang pengecualian atas barang ekspor
kategori barang pribadi penumpang, barang awak sarana
pengangkut, dan barang pelintas batas, serta barang
61
kiriman sampai dengan batas nilai pabean dan/atau jumlah
tertentu (pada praktiknya yang berlaku adalah barang
kiriman melalui PT Pos Indonesia dengan berat tidak
melebihi 100 kg).
3) Ayat 3 menegaskan tentang pemuatan barang ekspor dimana
pada prinsipnya pemuatan barang ekspor harus dilakukan
di kawasan pabean, namun dalam hal tertentu pemuatan
dapat dilakukan di tempat lain dengan izin kepala
kantor. Kemudahan ini diberikan khususnya untuk
memperlancar arus barang ekspor tentu dengan tetap
memperhatikan unsur pengawasan.
4) Ayat 4 mengatur bahwa barang yang telah diberitahukan
untuk diekspor, sementara menunggu pemuatannya, dapat
ditimbun di tempat penimbunan sementara atau tempat lain
dengan izin kepala kantor pabean.
5) Ayat 5 mengatur tentang dimungkinkannya adanya
pembatalan ekspor karena hal tertentu. Yang dimaksud
dengan dibatalkan yaitu dibatalkan seluruhnya atau
sebagian. Barang yang telah diberitahukan untuk
diekspor, jika ekspornya dibatalkan, seluruhnya atau
sebagian, wajib dilaporkan kepada pejabat bea dan
cukai. Eksportir yang tidak melaporkan pembatalan ekspor
dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar
Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
62
63
Rangkuman
1. Pengangkut yang sarana pengangkutnya akan datang dariluar Daerah Pabean wajib memberitahukan pemberitahuanpabean sebelum kedatangannya. Pengangkut juga wajibmenyerahkan pemberitahuan pabean atas barang niagayang diangkutnya sebelum dilakukan pembongkaran.
2. Pengangkutan barang impor dari TPS atau TPB dengantujuan TPS atau TPB lainnya melalui darat, wajibdiberitahukan ke kantor pabean.
3. Pengangkut yang sarana pengangkutnya akan berangkatmenuju luar Daerah Pabean wajib menyerahkanpemberitahuan pabean atas barang yang diangkutnyasebelum keberangkatan sarana pengangkut.
4. Barang impor yang diangkut sarana pengangkut olehsarana pengangkut laut atau udara wajib dibongkar dikawasan pabean atau dapat dibongkar di tempat lainsetelah mendapat izin kepala kantor pabean.
5. Barang impor, sementara menunggu pengeluarannya darikawasan pabean, dapat ditimbun di TPS.
6. Impor untuk dipakai adalah memasukkan barang ke dalamdaerah pabean dengan tujuan untuk dipakai, atau untukdimiliki atau dikuasai oleh orang yang berdomisili diIndonesia. Syarat agar barang dapat dikeluarkan dengantujuan impor untuk dipakai adalah setelah diserahkanpemberitahuan pabean dan dilunasi bea masuknya .
7. Kewajiban menyerahkan pemberitahuan pabean jugadiwajibkan bagi barang impor yang dibawa penumpang,awak sarana pengangkut, dan pelintas batas.
8. Importir dapat mengajukan permohonan perubahan ataskesalahan data pemberitahuan pabean dengan syarat-syarat tertentu.
9. Barang impor dapat dikeluarkan sebagai barang imporsementara jika waktu importasinya benar-benardimaksudkan untuk diekspor kembali paling lama 3
64
Latihan
Untuk menguji pemahaman Anda terhadap materi kegiatan
belajar 3, silakan kerjakan soal-soal latihan berikut!
1. Jelaskan kewajiban pengangkut sebelum kedatangannya!
2. Jelaskan kewajiban pengangkut yang sarana
pengangkutnya datang dari luar Daerah Pabean !
3. Jelaskan kewajiban pengangkut yang datang dari luar
Daerah Pabean dalam hal pembongkaran tidak dapat
segera dilakukan!
4. Jelaskan ketentuan tentang pengangkutan barang
tertentu !
5. Jelaskan kewajiban pengangkut yang berkaitan dengan
pembongkaran barang impor !
6. Jelaskan apa yang dimaksud dengan barang impor untuk
dipakai; dan dalam hal apa barang impor dapat
dikeluarkan untuk dipakai !
7. Jelaskan pengertian penumpang, awak sarana pengangkut
dan pelintas batas!
8. Jelaskan ketentuan tentang barang penumpang, awak
sarana pengangkut dan pelintas batas !
9. Jelaskan besaran sanksi administrasi untuk orang yang
tidak melunasi bea masuk dalam jangka waktu yang
ditetapkan !
KEGIATANBELAJAR
TARIF DAN NILAI PABEAN
Dalam kegiatan belajar ini kepada Anda akan dipaparkan
mengenai tarif dan nilai pabean. Pemahaman yang baik tentang
tarif dan nilai pabean sangat penting karena pungutan impor
berupa bea masuk ditentukan dari tarif dan nilai pabean.
Pada Undang-Undang Kepabeanan kegiatan belajar ini diatur
pada Bab III.
I. Tarif dan Klasifikasi Barang
Tarif
65
Indikator Keberhasilan
Setelah mempelajari materi ini diharapkan mahasiswa mampu :Menjelaskan ketentuan penetapan tarif dan klasifikasi
barangMenjelaskan ketentuan penetapan nilai pabean
4
Sesuai dengan definisi pada pasal 1, tarif adalah
klasifikasi barang dan pembebanan bea masuk atau bea
keluar. Ketentuan tentang tarif dan klasifikasi barang pada
Undang-Undang Kepabeanan diatur pada pasal 12 sampai dengan
pasal 14.
Pasal 12
(1) Barang impor dipungut bea masuk berdasarkan tarif setinggi-tingginyaempat puluh persen dari nilai pabean untuk perhitungan bea masuk.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) :a. barang impor hasil pertanian tertentu;b. barang impor termasuk dalam daftar eksklusif Skedul XXI-Indonesia
pada Persetujuan Umum Mengenai tarif dan Perdagangan; danc. barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1).
(3) Pelaksanaan lebih lanjut ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.
Penjelasan Pasal 12
1) Ayat 1 mengatur bahwa besarnya tarif bea masuk
ditetapkan setinggi-tingginya empat puluh persen (40%)
termasuk bea masuk tambahan yang pada waktu disahkannya
Undang-Undang ini masih dikenakan terhadap barang-barang
tertentu. Ketentuan tarif setinggi-tingginya 40% ini
memperhatikan Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang
Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization
yaitu Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan
Dunia (WTO). Dengan tetap memperhatikan kemampuan daya
saing industri dalam negeri, kebijaksanaan umum di
66
bidang tarif harus senantiasa ditujukan untuk menurunkan
tingkat tarif yang ada dengan tujuan:
a.meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasaran
internasional;
b.melindungi konsumen dalam negeri; dan
c.mengurangi hambatan dalam perdagangan internasional
dalam rangka mendukung terciptanya perdagangan bebas.
Perlu Anda pahami bahwa tarif bea masuk tidak hanya
dikenakan menggunakan tarif persentase sebagaimana
diatur pada pasal 12 ayat 1 diatas. Terdapat beberapa
barang impor yang pengenaan tarif bea masuknya
menggunakan tarif spesifik dimana tarif dikenakan dalam
rupiah tertentu tiap satuan barang. Saat ini barang
impor yang dikenakan tarif spesifik adalah beras, gula,
minuman mengandung etil alkohol, dan film.
2) Ayat 2 mengatur tentang pengecualian atas batasan
besarnya tarif pada ayat 1, sesuai dengan Notifikasi
Indonesia pada Persetujuan Umum Mengenai Tarif dan
Perdagangan (GATT) yaitu :
a.produk pertanian tertentu sebagaimana tercantum dalam
Skedul XXI-Indonesia, tarif bea masuknya diikat pada
tingkat yang lebih tinggi dari empat puluh persen,
dengan tujuan untuk menghapus penggunaan hambatan
nontarif sehingga menjadi tarifikasi.
b.produk tertentu yang termasuk dalam daftar ekslusif
Skedul XXI-Indonesia (demi kepentingan nasional),
tarif bea masuknya tidak diikat pada tingkat tarif
67
tertentu sehingga dikecualikan dari ketentuan
pengenaan tarif maksimum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1). Namun, dalam jangka waktu tertentu tarif
atas produk tersebut akan diturunkan sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1.
c.produk tertentu yang termasuk dalam kerangka
perjanjian internasional.
3) Ayat 3 dibuat untuk mengantisipasi perkembangan
perdagangan internasional yang demikian cepat dan dengan
tetap memperhatikan kepentingan nasional, dimana Menteri
diberi kewenangan untuk menetapkan besarnya tarif bea
masuk setiap jenis barang dan melakukan perubahan
terhadap besarnya tarif tersebut
Pasal 13(1) Bea masuk dapat dikenakan berdasarkan tarif yang besarnya berbeda
dengan yang dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) terhadap:a. barang impor yang dikenakan tarif bea masuk berdasarkan perjanjian
atau kesepakatan internasional; ataub. barang impor bawaan penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas
batas, atau barang kiriman melalui pos atau jasa titipan.(2) Tata cara pengenaan dan besarnya tarif bea masuk sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri.
Penjelasan Pasal 13 :
1) Ayat 1 butir (a) menjelaskan bahwa tarif bea masuk
dapat dikenakan berbeda dengan tarif yang berlaku umum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1). Perlakuan
berbeda ini diberikan bilamana terdapat perjanjian atau
68
kesepakatan yang dilakukan Pemerintah Republik Indonesia
dengan pemerintah negara lain atau beberapa negara lain,
misalnya bea masuk berdasarkan Common Effective Preferential
Tariff for Asean Free Trade Area (CEPT for AFTA). Contoh lainnya
adalah adanya kesepakatan bilateral antara Indonesia
dengan Jepang yang dikenal dengan Indonesia - Japan Economic
Partnership Agreement (IJEPA). Kesepakatan-kesepakatan ini
pada prinsipnya mengarah pada penurunan tarif hingga
peniadaan bea masuk (tarif 0%) dalam skema perdagangan
bebas dunia.
2) Pada prinsipnya tarif bea masuk dikenakan untuk tiap
jenis barang yang diimpor. Ayat 1 butir (b) mengatur
tentang pengenaan tarif yang berbeda dari tarif yang
berlaku umum untuk tiap jenis barang yang diimpor untuk
barang impor bawaan penumpang, awak sarana pengangkut,
pelintas batas, dan barang kiriman melalui pos atau jasa
titipan. Cara pengenaannya misalnya dengan pengenaan
tarif rata-rata atau tarif tertinggi bilamana jenis
barang yang diimpor relatif banyak. Tujuan dari
pengenaan tarif berbeda ini dalam rangka mempermudah dan
mempercepat penyelesaian barang impor, mengingat sangat
terbatasnya waktu pelayanan dan barang-barang yang
dibawa oleh para penumpang, awak sarana pengangkut, dan
pelintas batas pada umumnya terdiri dari berbagai jenis
barang.
Klasifikasi Barang
69
Pasal 14(1) Untuk penetapan tarif bea masuk dan bea keluar, barang dikelompokkan
berdasarkan sistem klasifikasi barang.(2) Ketentuan tentang klasifikasi barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri.
Penjelasan pasal 14:
1) Untuk penetapan tarif bea masuk dan bea keluar
diperlukan pengelompokan barang secara sistematis dan
terperinci. Pengelompokan barang tidak hanya diperlukan
oleh bea dan cukai, namun juga oleh pelaku dagang,
pengangkut dan untuk keperluan data statistik. Maka
disusunlah "sistem klasifikasi barang" yaitu suatu
daftar penggolongan barang yang dibuat secara sistematis
dengan tujuan untuk mempermudah penarifan, transkasi
perdagangan, jasa pengangkutan, dan statistik.
Berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 35 Tahun 1993,
Indonesia telah menjadi contracting party dari ’International
Convention on the Harmonized Description and Coding System’ atau
sering disebut sebagai HS Convention, dimana dari buku HS
inilah disusun Buku Tarif Bea masuk Indonesia (BTBMI).
Setelah mengalami beberapa perubahan, pada tahun 2012
BTBMI yang semula hanya mencakup bea masuk berubah
menjadi Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) yang
mencakup bea masuk dan bea keluar.
2) Sebagai salah satu negara ASEAN, Indonesia bersama-sama
dengan negara anggota ASEAN memberlakukan nomenklatur
tarif untuk ASEAN sesuai kesepakatan yang tertuang
70
dalam Protocol Governing the implementation of the ASEAN Harmonized
Tariff Nomenclature (AHTN) yang mulai berlaku 1 Januari 2004.
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.
545/KMK.01/2003 tanggal 18 Desember 2003 tentang
penetapan Sistem Klasifikasi Barang Impor, menetapkan
nomenklatur tarif berdasarkan AHTN.
3) Sistem penomoran BTBMI yang kemudian diganti dengan
BTKI terdapat pada kolom pertama ‘Pos/Subpos/Pos Tarif’
yang mencatumkan nomor pos/subpos sebagai berikut:
6 (enam) digit pertama berasal dari teks HS - World
Customs Organization (HS-WCO) yang berlaku secara
internasional;
8 (delapan) digit berasal dari teks AHTN yang berlaku
di negara-negara Asean;
10 (sepuluh) digit merupakan teks Indonesia yang
berlaku untuk nasional Indonesia, kecuali :
- yang digit terakhirnya 00 (misalnya 8709.10.21.00)
berasal dari teks AHTN;
- yang digit terakhirnya 00.00 (misalnya
8709.11.00.00) berasal dari teks HS-WCO.
4) Pada ayat 2 dijelaskan bahwa besarnya prosentase tarif
barang impor ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dimana
besarnya tarif bea masuk atau bea keluar menyesuaikan
dengan perkembangan perdagangan internasional yang
demikian cepat, dengan tetap memperhatikan kepentingan
nasional.
71
II. Nilai Pabean
Nilai pabean adalah nilai yang digunakan sebagai dasar
perhitungan bea masuk. Nilai pabean digunakan untuk
menghitung bea masuk bilamana tarif bea masuknya menggunakan
tarif advalorum. Undang-Undang Kepabeanan mengatur cara
penetapan nilai pabean yang telah mengacu pada kesepakatan
internasional yaitu Agreement on Implementation of Article VII of
GATT 1994, sebagai salah satu persetujuan yang terlampir
didalam perjanjian internasional tentang pendirian badan
dunia WTO. Pada Undang-Undang Kepabeanan, ketentuan tentang
nilai pabean tercantum pasal 15.
Pasal 15(1) Nilai pabean untuk penghitungan bea masuk adalah nilai transaksi dari
barang yang bersangkutan.(2) Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan bea masuk tidak dapat
ditentukan berdasarkan nilai transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat(1), nilai pabean untuk penghitungan bea masuk ditentukan berdasarkannilai transaksi barang dari barang identik.
(3) Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan bea masuk tidak dapatditentukan berdasarkan nilai transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dan ayat (2), nilai pabean untuk penghitungan bea masuk ditentukanberdasarkan nilai transaksi dari barang serupa.
(3a) Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan bea masuk tidak dapatditentukan berdasarkan nilai transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat(1), ayat (2), dan ayat (3) nilai pabean untuk penghitungan bea masukditentukan berdasarkan ketentuan pada ayat (4) dan ayat (5) secaraberurutan, kecuali atas permintaan importir, urutan penentuan nilai pabeansebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat digunakan mendahului ayat (4).
(4) Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan bea masuk tidak dapatditentukan berdasarkan nilai transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat(1), ayat (2), dan ayat (3), nilai pabean untuk penghitungan bea masukditentukan berdasarkan metode deduksi.
72
(5) Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan bea masuk tidak dapatditentukan berdasarkan nilai transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat(1), ayat (2), ayat (3), dan metode deduksi sebagaimana dimaksud pada ayat(4), nilai pabean untuk penghitungan bea masuk ditentukan berdasarkanmetode komputasi.
(6) Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan bea masuk tidak dapatditentukan berdasarkan nilai transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat(1), ayat (2), ayat (3), metode deduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4),atau metode komputasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), nilai pabeanuntuk penghitungan bea masuk ditentukan dengan menggunakan tata carayang wajar dan konsisten dengan prinsip dan ketentuan sebagaimanadiatur pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) atau ayat (5) berdasarkandata yang tersedia di daerah pabean dengan pembatasan tertentu.
(7) Ketentuan mengenai nilai pabean untuk penghitungan bea masuk diaturlebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
Penjelasan pasal 15:
1) Ayat 1 menegaskan tentang nilai pabean yang digunakan
untuk menghitung bea masuk adalah nilai transaksi dari
barang yang diimpor, sepanjang memenuhi syarat-syarat
tertentu. Ayat-ayat selanjutnya pada pasal ini merupakan
rincian metode penetapan nilai pabean (5 metode lainnya)
bilamana nilai transaksi barang yang diimpor tidak
dapat digunakan, sehingga total terdapat 6 (enam) metode
untuk penetapan nilai pabean. Selengkapnya 6 (enam)
metode itu adalah:
a) Metode I yaitu metode nilai transaksi barang impor
yang bersangkutan;
b) Metode II yaitu metode nilai transaksi barang
identik;
73
c) Metode III yaitu metode nilai transaksi barang
serupa;
d) Metode IV yaitu metode deduksi;
e) Metode V yaitu metode komputasi; dan
f) Metode VI, yaitu metode fallback (pengulangan) yaitu
menggunakan data yang tersedia di daerah pabean
berdasarkan prinsip-prinsip dan tatacara yang wajar
sesuai sebelumnya yang diterapkan secara fleksibel.
Yang dimaksud dengan nilai transaksi adalah harga
sebenarnya dibayar atau seharusnya dibayar oleh pembeli
kepada penjual barang yang dijual untuk diekspor ke
daerah pabean. Dalam hal terdapat biaya-biaya yang belum
termasuk dalam transaksi yang disepakati dengan penjual,
nilai transaksi harus ditambah dengan biaya-biaya
berikut ini :
(1)biaya yang dibayar oleh pembeli yang belum tercantum
dalam harga yang sebenarnya atau yang seharusnya
dibayar berupa :
- komisi dan jasa, kecuali komisi pembelian;
- biaya pengemas, yang untuk kepentingan pabean,
pengemas tersebut menjadi yang tidak terpisahkan
dengan barang yang bersangkutan;
- biaya pengepakan meliputi biaya material dan upah
tenaga kerja pengepakan;
(2)Nilai dari barang dan jasa berupa :
- material, komponen, bagian, dan barang-barang
sejenis yang terkandung dalam barang impor;
74
- peralatan, cetakan, dan barang-barang yang
sejenis yang digunakan untuk pembuatan barang
impor;
- material yang digunakan dalam pembuatan barang
impor;
- teknik, pengembangan, karya seni, desain,
perencanaan dan sketsa yang dilakukan di mana saja
di luar daerah pabean dan diperlukan untuk
pembuatan barang impor, yang dipasok secara
langsung atau tidak langsung oleh pembeli, dengan
syarat barang dan jasa tersebut: a) dipasok dengan
cuma-cuma atau dengan harga diturunkan,
b) untuk kepentingan produksi dan penjualan untuk
ekspor barang impor yang dibelinya, dan
c) harganya belum termasuk dalam harga yang
sebenarnya atau yang seharusnya dibayar dari
barang impor yang bersangkutan;
(3)royalti dan biaya lisensi yang harus dibayar oleh
pembeli secara langsung atau tidak langsung sebagai
persyaratan jual beli barang impor yang sedang
dinilai, sepanjang royalti dan biaya lisensi tersebut
belum termasuk dalam harga yang sebenarnya dibayar
atau yang seharusnya dibayar dari barang impor yang
bersangkutan;
(4)nilai setiap bagian dari hasil/pendapatan yang
diperoleh pembeli untuk disampaikan secara langsung
atau tidak langsung kepada penjual, atas penjualan,
75
pemanfaatan, atau pemakaian barang impor yang
bersangkutan;
(5)biaya transportasi barang impor yang dijual untuk
diekspor ke pelabuhan atau tempat impor di daerah
pabean;
(6)biaya pemuatan, pembongkaran, dan penanganan yang
berkaitan dengan pengangkutan barang impor ke
pelabuhan atau tempat impor di daerah pabean;
(7)biaya asuransi.
2) Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan Bea masuk
tidak dapat ditentukan berdasarkan nilai transaksi
barang impor yang bersangkutan (metode I), maka nilai
pabean untuk menghitung Bea masuk dihitung berdasarkan
nilai transaksi dari barang indentik (metode II). Dua
barang dianggap identik apabila keduanya sama dalam
segala hal, meliputi karakter fisik, kualitas, dan
reputasinya sama serta diproduksi oleh produsen yang
sama di negara yang sama, atau diproduksi oleh produsen
lain di negara yang sama.
3) Dalam hal nilai pabean untuk menghitung Bea masuk tidak
dapat ditentukan berdasarkan nilai transaksi barang
identik (metode II) , maka penghitungan Bea masuk
dihitung berdasarkan nilai transaksi dari barang serupa
(metode III). Dua barang dianggap serupa jika mempunyai
karakter fisik dan komponen material sama, berfungsi
sama, secara komersial dapat saling dipertukarkan serta
dibuat dinegara yang sama oleh produsen yang sama atau
yang berbeda.
76
4) Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan bea masuk
tidak dapat ditentukan berdasarkan nilai transaksi
barang serupa (metode III) maka, nilai pabean untuk
penghitungan bea masuk dihitung berdasarkan metode
deduksi (metode IV). Yang dimaksud dengan "metode
deduksi" adalah metode untuk menghitung nilai pabean
barang impor berdasarkan data harga dari harga pasar
dalam daerah pabean dikurangi biaya/pengeluaran, antara
lain komisi/keuntungan, transportasi, asuransi, bea
masuk, dan pajak dalam rangka impor.
5) Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan bea masuk
tidak dapat ditentukan berdasarkan metode deduksi
(metode IV) maka nilai pabean untuk penghitungan bea
masuk dihitung berdasarkan metode komputasi (metode V).
Yang dimaksud dengan "metode komputasi" adalah metode
untuk menghitung nilai pabean barang impor berdasarkan
penjumlahan bahan baku, biaya proses pembuatan, dan
biaya/pengeluaran lainnya sampai barang tersebut tiba di
pelabuhan atau tempat impor di daerah pabean.
6) Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan bea masuk
tidak dapat ditentukan berdasarkan metode I sampai
dengan metode V tersebut diatas maka nilai pabean untuk
penghitungan bea masuk dihitung dengan menggunakan tata
cara yang wajar dan konsisten dengan prinsip dan
ketentuan metode I sampai dengan metode V berdasarkan
data yang tersedia di daerah pabean dengan pembatasan
tertentu. Yang dimaksud dengan 'pembatasan tertentu’
adalah bahwa dalam perhitungan nilai pabean barang impor
77
berdasarkan ayat ini tidak diizinkan ditetapkan
berdasarkan :
(1)harga jual barang produksi dalam negeri;
(2)suatu sistem yang menentukan nilai yang lebih tinggi
apabila ada dua alternatif nilai pembanding;
(3)harga barang di pasaran dalam negeri negara
pengekspor;
(4)biaya produksi, selain nilai yang dihitung
berdasarkan metode komputasi yang telah ditentukan
untuk barang identik atau serupa;
(5)harga barang yang diekspor ke suatu negara selain ke
Daerah Pabean;
(6)harga patokan;
(7)nilai yang ditetapkan dengan sewenang-wenang atau
fiktif.
7) Metode I sampai dengan metode VI harus diterapkan secara
hierarkhi (berurutan). Jadi Metode II baru dapat
diterapkan jika Metode I tidak dapat diterapkan.
Demikian juga metode IV baru dapat diterapkan jika
Metode I, II, dan III tidak dapat diterapkan. Atas
permintaan importir, metode V dapat digunakan mendahului
penetapan berdasarkan Metode IV. Metode V hanya
digunakan bilamana antara pembeli dan penjual memiliki
hubungan istimewa (saling berhubungan).
III. Penetapan Tarif dan Nilai Pabean
1. Penetapan Tarif dan Nilai Pabean Oleh Pejabat 78
Dalam rangka menjamin hak-hak negara, DJBC diberikan
kewenangan untuk melakukan penelitian dan penetapan tarif
dan nilai pabean. Bagaimana DJBC menetapkan tarif dan nilai
pabean diatur pada pasal 16 dan 17 Undang-Undang Kepabeanan.
Pasal 16(1) Pejabat bea dan cukai dapat menetapkan tarif terhadap barang impor
sebelum penyerahan pemberitahuan pabean atau dalam waktu 30 (tigapuluh) hari sejak tanggal pemberitahuan pabean.
(2) Pejabat bea dan cukai dapat menetapkan nilai pabean barang impor untukpenghitungan bea masuk sebelum penyerahan pemberitahuan pabeanatau dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pemberitahuanpabean.
(3) Dalam hal penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat(2) mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk kecuali importirmengajukan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (1),importir wajib melunasi bea masuk yang kurang dibayar sesuai denganpenetapan.
(4) Importir yang salah memberitahukan nilai pabean untuk penghitunganbea masuk sehingga mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masukdikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 100% (seratuspersen) dari bea masuk yang kurang dibayar dan paling banyak 1000%(seribu persen) dari bea masuk yang kurang dibayar.
(5) Dalam hal penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atauayat (2) mengakibatkan kelebihan pembayaran bea masuk, pengembalianbea masuk dibayar sebesar kelebihannya.
(6) Ketentuan mengenai penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) danayat (2) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
Penjelasan pasal 16 :
79
1) Penetapan tarif dan nilai pabean atas pemberitahuan
pabean secara self assesment hanya dilakukan dalam hal tarif
dan nilai pabean yang diberitahukan berbeda dengan tarif
yang ada dan/atau nilai pabean barang yang sebenarnya
sehingga:
(1)bea masuk kurang dibayar dalam hal tarif dan/atau
nilai pabean yang ditetapkan lebih tinggi;
(2)bea masuk lebih dibayar dalam hal tarif dan/atau
nilai pabean yang ditetapkan lebih rendah.
Dalam hal tertentu atas barang impor dilakukan penetapan
tarif dan nilai pabean untuk penghitungan bea masuk
setelah pemeriksaan fisik, tetapi sebelum diserahkan
pemberitahuan pabean. Dalam rangka memberikan kepastian
pelayanan kepada masyarakat, jika pemberitahuan pabean
sudah didaftarkan, penetapan harus sudah diberikan dalam
waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pendaftaran.
Batas waktu 30 (tiga puluh) hari dianggap cukup bagi
pejabat bea dan cukai untuk mengumpulkan informasi
sebagai dasar pertimbangan dalam melakukan penetapan.
2) Yang dimaksud dengan penetapan tarif sebelum penyerahan
pemberitahuan pabean yaitu penetapan tarif yang
dilakukan terhadap importasi tertentu secara official
assesment. Sedangkan yang dimaksud dengan penetapan nilai
pabean sebelum penyerahan pemberitahuan pabean yaitu
penetapan nilai pabean yang dilakukan terhadap importasi
tertentu seperti impor sementara, barang penumpang, atau
barang kiriman secara official assesment.
80
3) Dalam hal setelah dilakukan penelitian terdapat
kesalahan pemberitahuan yang mengakibatkan kekurangan
pembayaran bea masuk, maka importir wajib membayar
kekurangan pembayaran. Kewajiban membayar ini
dikecualikan jika importir mengajukan keberatan, namun
harus menyerahkan jaminan sebesar kekurangan pembayaran.
4) Importir yang salah memberitahukan nilai pabean untuk
menghitung Bea masuk sehingga mengakibatkan kekurangan
pembayaran Bea masuk dikenai sanksi administrasi berupa
denda paling sedikit seratus persen dan paling banyak
seribu persen dari bea masuk yang kurang dibayar. Dalam
hal penetapan tarif dan/atau nilai pabean dari Pejabat
Bea dan Cukai mengakibatkan kelebihan pembayaran bea
masuk, pengembalian bea masuk dibayar sebesar
kelebihannya.
5) Dalam hal pemberitahuan kedapatan sesuai atau benar,
pemberitahuan diterima dan dianggap telah dilakukan
penetapan oleh Pejabat Bea dan Cukai. Dalam hal tertentu
atas barang impor dilakukan penetapan tarif dan nilai
pabean untuk pemberitahuan bea masuk setelah pemeriksaan
fisik, tetapi sebelum diserahkan pemberitahuan pabean
misalnya barang kiriman melalui PT Pos Indonesia dan
barang kiriman melalui Perusahaan Jasa Titipan (PJT).
2. Penetapan Kembali Tarif dan Nilai Pabean oleh
Direktur Jenderal
81
Pasal 17(1) Direktur Jenderal dapat menetapkan kembali tarif dan nilai pabean untuk
penghitungan bea masuk dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terhitungsejak tanggal pemberitahuan pabean.
(2) Dalam hal penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbedadengan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, DirekturJenderal memberitahukan secara tertulis kepada importir untuk:a. melunasi bea masuk yang kurang dibayar; ataub. mendapatkan pengembalian bea masuk yang lebih dibayar.
(3) Bea masuk yang kurang dibayar atau pengembalian bea masuk yang lebihdibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibayar sesuai denganpenetapan kembali.
(4) Penetapan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2), apabiladiakibatkan oleh adanya kesalahan nilai transaksi yang diberitahukansehingga mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk, dikenaisanksi administrasi berupa denda paling sedikit 100% (seratus persen) daribea masuk yang kurang dibayar dan paling banyak 1000% (seribu persen)dari bea masuk yang kurang dibayar.
Penjelasan pasal 17 :
1) Pada dasarnya penetapan pejabat bea dan cukai sudah
mengikat dan dapat dilaksanakan. Akan tetapi, jika hasil
penelitian ulang atas pemberitahuan pabean atau dalam
hal pelaksanaan audit kepabeanan ditemukan adanya
kekurangan dan/atau kelebihan pembayaran bea masuk yang
disebabkan oleh kesalahan pemberitahuan tarif dan/atau
nilai pabean, Direktur Jenderal membuat penetapan
kembali. Waktu yang disediakan oleh Undang-Undang untuk
penetapan kembali adalah dua tahun terhitung sejak
tanggal Pemberitahuan Pabean. Waktu dua tahun dipandang
cukup untuk melakukan penelitian ulang, termasuk
melakukan audit kepabeanan.
82
2) Pada ayat 2 dinyatakan bahwa penetapan kembali
diterbitkan setelah adanya penetapan pejabat bea dan
cukai sebagaimana diatur pada pasal 16. Bilamana
penetapan kembali ternyata terdapat kekurangan
pembayaran maka importir harus melunasi bea masuk yang
kurang dibayar dan bilamana terdapat kelebihan
pembayaran maka importir mendapatkan pengembalian bea
masuk.
3) Pada dasarnya yang mengetahui besarnya suatu nilai
transaksi yang dilakukan hanyalah pihak penjual dan
pembeli sehingga kebenaran pemberitahuan nilai transaksi
semata-mata tergantung pada kejujuran pihak yang
bertransaksi. Oleh karena itu, kesalahan akibat
ketidakjujuran yang ditemukan dalam penelitian kembali
atau dalam pelaksanaan audit kepabeanan dikenai sanksi
administrasi berupa denda.
3. Penetapan Direktur Jenderal Sebelum Pemberitahuan
Pabean
Pasal 17ABerdasarkan permohonan, Direktur Jenderal dapat menetapkan klasifikasibarang dan nilai pabean atas barang impor sebagai dasar penghitungan beamasuk sebelum diajukan pemberitahuan pabean.
Penjelasan pasal 17A :
1) Ketentuan tentang penetapan Direktur Jenderal sebelum
diajukan pemberitahuan pabean dibuat untuk menyesuaikan
dengan praktik kepabeanan internasional yang lazim
83
dikenal sebagai Pre-Entry Classification dan Valuation Ruling. Pre-
Entry Classification adalah penetapan klasifikasi barang oleh
Direktur Jenderal terhadap importasi barang sebelum
diajukan pemberitahuan pabean atas permohonan importir,
sedangkan Valuation Ruling adalah penetapan nilai pabean
oleh Direktur Jenderal yang dibuat berdasarkan hasil
audit kepabeanan terhadap importasi barang yang telah
dan akan dilakukan oleh importir dalam jangka waktu
tertentu.
2) Kemudahan ini diberikan dalam rangka memberikan
pelayanan kepada pengguna jasa untuk tujuan
pemberitahuan pabean secara self assessment. Kemudahan ini
diberikan secara selektif kepada importir yang memiliki
kendala dalam penentuan tarif dan/atau nilai pabean atas
barang yang diimpor.
84
85
Rangkuman
1. Barang impor dipungut bea masuk berdasarkan tarif
setinggi-tingginya empat puluh persen dari nilai
pabean untuk perhitungan Bea masuk. Didalam
sistem tarif advalorum, besaran bea masuk
ditentukan oleh besaran tarif bea masuk dikalikan
dengan nilai pabean.
2. Untuk penetapan tarif bea masuk, barang
dikelompokkan berdasarkan sistem klasifikasi
barang. Sistem klasifikasi barang yang digunakan
tercantum dalam Buku Tarif Kepabeanan Indonesia
(BTKI). BTKI disusun berdasarkan ’Harmonized
Description and Coding System’ (HS).
3. Terdapat 6 (enam) metode untuk penetapan nilai
pabean. Ketentuan ini diadopsi dari Agreement on
Implementation of Article VII of the GATT 1994.
4. Pejabat Bea dan Cukai berwenang menetapkan tarif
dan nilai pabean atas barang impor dalam jangka
waktu sebelum atau 30 (tiga puluh) hari sejak
tanggal Pemberitahuan Pabean. Jika penetapan
dimaksud dikarenakan adanya kesalahan nilai
transaksi, selain diwajibkan membayar kekurangan
bea masuk, juga dikenai sanksi administrasi
sebesar 100% sampai dengan 1000% dari bea masuk
yang kurang dibayar.
5. Direktur Jenderal Bea dan Cukai berwenang
86
Latihan
Untuk menguji pemahaman Anda terhadap materi kegiatan
belajar 4, silakan kerjakan soal-soal latihan berikut!
1. Jelaskan perbedaan cara penghitungan bea masuk
dengan menggunakan tarif spesifik dan tarif
advalorum !
2. Jelaskan sistem klasifikasi barang yang berlaku
sekarang ini !
3. Jelaskan metode-metode penetapan nilai pabean !
4. Jelaskan akibat penetapan tarif dan nilai pabean
oleh Pejabat Bea dan Cukai dalam hal terjadi
kekurangan atau kelebihan pembayaran Bea masuk !
5. Jelaskan kewenangan Direktur Jenderal Bea dan Cukai
didalam menetapkan kembali tarif dan nilai pabean
KEGIATANBELAJAR
BEA MASUK ANTI DUMPING, BEAMASUK IMBALAN, BEA MASUK
TINDAKAN PENGAMANAN DAN BEA MASUKPEMBALASAN
Pada bab ini kepada Anda akan diuraikan mengenai Bea
masuk Anti dumping, Bea masuk imbalan, Bea masuk tindak
pengamanan dan Bea masuk pembalasan. Pada Undang-Undang
Kepabeanan kegiatan belajar ini diatur pada Bab IV.
87
Indikator Keberhasilan
Setelah mempelajari materi ini diharapkan mahasiswa mampu :Menjelaskan bea masuk anti dumping,Menjelaskan bea masuk imbalan,Menjelaskan bea masuk tindakan pengamanan,Menjelaskan bea masuk pembalasan.
5
I. Bea Masuk Anti Dumping
Pasal 18
Bea masuk Antidumping dikenakan terhadap barang impor dalam hal :a. harga ekspor dari barang tersebut lebih rendah dari nilai normalnya; danb. impor barang tersebut :
1. menyebabkan kerugian terhadap industri dalam negeri yangmemproduksi barang sejenis dengan barang tersebut;
2. mengancam terjadinya kerugian terhadap industri dalamnegeri yang memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut; dan
3. menghalangi pengembangan industri barang sejenis di dalam negeri.
Pasal 19(1) Bea masuk Antidumping dikenakan terhadap barang impor sebagaimanadimaksud dalam Pasal 18 setinggi-tingginya sebesar selisih antara nilai normaldengan harga ekspor dari barang tersebut.(2) Bea masuk Antidumping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakantambahan dari Bea masuk yang dipungut berdasarkan Pasal 12 ayat (1).
Penjelasan pasal 18 dan 19 :
1) Yang dimaksud dengan "harga ekspor" adalah harga yang
sebenarnya dibayar atau akan dibayar untuk barang yang
diekspor ke Daerah Pabean Indonesia. Dalam hal diketahui
adanya hubungan antara importir dan eksportir atau pihak
ketiga, atau karena alasan tertentu harga ekspor
diragukan kebenarannya, harga ekspor ditetapkan
berdasarkan :
- harga dari barang impor dimaksud yang dijual
kembali untuk pertama kali kepada pembeli yang bebas;
atau
88
- harga yang wajar, dalam hal tidak terdapat
penjualan kembali kepada pembeli yang bebas atau tidak
dijual kembali dalam kondisi seperti pada waktu
diimpor.
Yang dimaksud dengan "nilai normal" adalah harga yang
sebenarnya dibayar atau akan dibayar untuk barang
sejenis dalam perdagangan pada umumnya di pasar domestik
negara pengekspor untuk tujuan konsumsi. Dalam hal
tidak terdapat barang sejenis yang dijual di pasar
domestik negara pengekspor atau volume penjualan di
pasar domestik negara pengekspor relatif kecil sehingga
tidak dapat digunakan sebagai pembanding, nilai normal
ditetapkan berdasarkan:
- harga tinggi barang sejenis yang diekspor ke
negara ketiga; atau
- harga yang dibentuk dari penjumlahan biaya produksi,
biaya administrasi, biaya penjualan, dan laba yang
wajar (constructed value).
2) Yang dimaksud dengan "barang sejenis" adalah barang yang
identik atau sama dalam segala hal dengan barang impor
dimaksud atau barang yang memiliki karakteristik fisik,
teknik, atau kimiawi menyerupai barang impor dimaksud.
II. Bea masuk Imbalan
Pasal 21
Bea masuk Imbalan dikenakan terhadap barang impor dalam hal :
89
a. ditemukan adanya subsidi yang diberikan di negara pengekspor terhadapbarang tersebut; dan
b. impor barang tersebut :1. menyebabkan kerugian terhadap industri dalam negeri yang
memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut;2. mengancam terjadinya kerugian terhadap industri dalam negeri yang
memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut; atau3. menghalangi pengembangan industri barang sejenis di dalam negeri.
Pasal 22
(1) Bea masuk Imbalan dikenakan terhadap barang impor sebagaimanadimaksud dalam Pasal 21 setinggi-tingginya sebesar selisih antara subsididengan :a. biaya permohonan, tanggungan atau pungutan lain yang dikeluarkan
untuk memperoleh subsidi; dan/ataub. pungutan yang dikenakan pada saat ekspor untuk mengganti subsidi
yang diberikan kepada barang ekspor tersebut.(2) Bea masuk Imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
tambahan dari Bea masuk yang dipungut berdasarkan Pasal 12 ayat (1).
Penjelasan Pasal 21 dan 22 :
Yang dimaksud dengan "subsidi" adalah :
(1)Setiap bantuan keuangan yang diberikan oleh
pemerintah atau badan-badan Pemerintah baik langsung
maupun tidak langsung kepada perusahaan, industri,
kelompok industri, atau eksportir; atau
(2)setiap bentuk dukungan terhadap pendapatan atau harga
yang diberikan secara langsung atau tidak langsung
untuk meningkatkan ekspor atau menurunkan impor dari
atau ke negara yang bersangkutan.
90
III. Bea masuk Tindakan Pengamanan
Pasal 23A
Bea masuk tindakan pengamanan dapat dikenakan terhadap barang impordalam hal terdapat lonjakan barang impor baik secara absolut maupun relatifterhadap barang produksi dalam negeri yang sejenis atau barang yang secaralangsung bersaing, dan lonjakan barang impor tersebut:a. menyebabkan kerugian serius terhadap industri dalam negeri yang
memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut dan/atau barangyang secara langsung bersaing; atau
b. mengancam terjadinya kerugian serius terhadap industri dalam negeriyang memproduksi barang sejenis dan/atau barang yang secara langsungbersaing.
Pasal 23B(1) Bea masuk tindakan pengamanan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23A paling tinggi sebesar jumlah yang dibutuhkan untuk mengatasikerugian serius atau mencegah ancaman kerugian serius terhadap industridalam negeri.
(2) Bea masuk tindakan pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)merupakan tambahan dari bea masuk yang dipungut berdasarkan Pasal 12ayat (1).
Penjelasan Pasal 23A dan 23B :
1) Yang dimaksud dengan bea masuk tindakan pengamanan
(safeguard) yaitu bea masuk yang dipungut sebagai akibat
tindakan yang diambil pemerintah untuk memulihkan
kerugian serius dan/atau mencegah ancaman kerugian
serius terhadap industri dalam negeri sebagai akibat
dari lonjakan impor barang sejenis atau barang yang
secara langsung merupakan saingan hasil industri dalam
91
negeri dengan tujuan agar industri dalam negeri yang
mengalami kerugian serius dan/atau ancaman kerugian
serius tersebut dapat melakukan penyesuaian struktural.
2) Pengertian kerugian serius pada pasal ini adalah
kerugian nyata yang diderita oleh industri dalam negeri.
Kerugian tersebut harus didasarkan pada (shall be based on)
fakta-fakta bukan didasarkan pada tuduhan, dugaan, atau
perkiraan.
3) Dalam hal tindakan pengamanan telah ditetapkan dalam
bentuk kuota (pembatasan impor), maka bea masuk tindakan
pengamanan tidak harus dikenakan.
IV. Bea Masuk Pembalasan
Pasal 23C
(1)Bea masuk pembalasan dikenakan terhadap barang impor yang berasaldari negara yang memperlakukan barang ekspor Indonesia secaradiskriminatif.
(2)Bea masuk pembalasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakantambahan bea masuk yang dipungut berdasarkan Pasal 12 ayat (1).
Penjelasan Pasal 23C :
Bea masuk pembalasan dikenakan dalam hal barang ekspor
Indonesia diperlakukan secara tidak wajar oleh suatu negara
misalnya dengan pembatasan, larangan, atau pengenaan
tambahan bea masuk. Bilamana terjadi hal demikian maka
barang-barang dari negara yang bersangkutan dapat dikenai
tarif yang besarnya berbeda dengan tarif yang dimaksud 92
dalam Pasal 12 ayat (1).
V. Pengaturan dan Penetapan
Pasal 23D
(1) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pengenaan bea masukantidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, danbea masuk pembalasan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
(2) Besar tarif bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuktindakan pengamanan, dan bea masuk pembalasan sebagaimanadimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
93
94
Rangkuman
1) Bea masuk Antidumping dikenakan terhadap barang
impor dalam hal harga ekspor dari barang tersebut
lebih rendah dari nilai normalnya dan impor barang
tersebut menyebabkan kerugian terhadap
industri dalam negeri yang memproduksi barang
sejenis dengan barang tersebut; mengancam
terjadinya kerugian terhadap industri
dalam negeri yang memproduksi barang sejenis
dengan barang tersebut; atau menghalangi
pengembangan industri barang sejenis di dalam
negeri.
2) Bea masuk Imbalan dikenakan terhadap barang impor
dalam hal ditemukan adanya subsidi yang diberikan
di negara pengekspor terhadap barang tersebut; dan
impor barang tersebut menyebabkan kerugian
terhadap industri dalam negeri yang memproduksi
barang sejenis dengan barang tersebut; mengancam
terjadinya kerugian terhadap industri dalam negeri
yang memproduksi barang sejenis dengan barang
tersebut; atau menghalangi pengembangan industri
barang sejenis di dalam negeri.
3) Bea masuk tindakan pengamanan dikenakan terhadap
barang impor dalam hal terdapat lonjakan barang
impor baik secara absolut maupun relatif terhadap
barang produksi dalam negeri yang sejenis atau
95
Latihan
Untuk menguji pemahaman Anda terhadap materi kegiatan
belajar 4, silakan kerjakan soal-soal latihan berikut!
1. Jelaskan pengertian bea masuk anti dumping dan
jelaskan dalam hal apa bea masuk anti dumping
dikenakan atas barang impor !
2. Jelaskan alasan pengenaan bea masuk imbalan !
3. Jelaskan pengertian ‘harga normal’ dan ‘ subsidi’
dalam pengenaan bea masuk imbalan!
4. Jelaskan besaran bea masuk anti dumping dan bea masuk
imbalan !
5. Jelas alasan pengenaan bea masuk tindakan pengamanan
(safe guard tariff) !
KEGIATANBELAJAR
TIDAK DIPUNGUT, PEMBEBASAN,KERINGANAN, DAN PENGEMBALIAN BEA
MASUK
Pada bab ini materi yang akan diuraikan kepada Anda
berkaitan dengan tidak dipungutnya bea masuk, diberikannya
pembebasan bea masuk, diberikannya pembebasan atau
keringanan bea masuk, dan pengembalian bea masuk. Pada
Undang-Undang Kepabeanan kegiatan belajar ini diatur pada
Bab V.
96
Indikator Keberhasilan
Diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan:Tidak dipungutnya bea masuk,Diberikannya pembebasan bea masuk,Diberikannya pembebasan atau keringanan bea masuk, Diberikannya pengembalian bea masuk.
6
I. Bea Masuk Tidak Dipungut
Pasal 24
Barang yang dimasukkan ke Daerah Pabean untuk diangkut terus ataudiangkut lanjut ke luar Daerah Pabean tidak dipungut Bea masuk.
Penjelasan pasal 24 :
1) Pada dasarnya barang dari luar daerah pabean sejak
memasuki daerah pabean sudah terutang Bea masuk. Namun,
mengingat barang tersebut tidak diimpor untuk dipakai,
barang tersebut tidak dipungut Bea masuk.
2) Yang dimaksud dengan ‘barang diangkut terus’ adalah
barang impor yang diangkut melalui Kantor Pabean tanpa
melalui suatu pembongkaran terlebih dahulu. Sedangkan
yang dimaksud dengan ‘barang diangkut lanjut’ adalah
barang impor yang diangkut melalui suatu Kantor Pabean
melalui pembongkaran terlebih dahulu.
3) Sebagai contoh barang A diangkut oleh kapal berbendera
Singapura singgah di pelabuhan Tanjung Priok, kemudian
barang A diangkut terus oleh kapal berbendera Singapura
tersebut ke Australia. Atas barang A tersebut terhutang
bea masuk saat dimasukkan ke daerah pabean, namun tidak
dipungut bea masuk karena tidak digunakan untuk dipakai
di dalam daerah pabean, maka atas barang tersebut tidak
dipungut bea masuk.
97
II. Pembebasan Bea masuk
Pasal 25
(1) Pembebasan bea masuk diberikan atas impor:a. barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang
bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;b. barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang
bertugas di Indonesia;c. buku ilmu pengetahuan;d. barang kiriman hadiah/hibah untuk keperluan ibadah
untuk umum, amal, sosial, kebudayaan atau untuk kepentinganpenanggulangan bencana alam;
e. barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lainsemacam itu yang terbuka untuk umum serta barang untuk konservasialam;
f. barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmupengetahuan;
g. barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacatlainnya;
h. persenjataan, amunisi, perlengkapan militer dan kepolisian, termasuksuku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dankeamanan negara;
i. barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barangbagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
j. barang contoh yang tidak untuk diperdagangkan;k. peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;l. barang pindahan;m. barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas,
dan barang kiriman sampai batas nilai pabean dan/atau jumlahtertentu;
n. obat-obatan yang diimpor dengan menggunakan anggaranpemerintah yang diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat;
o. barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan,dan pengujian;
p. barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam
98
kualitas yang sama dengan kualitas pada saat diekspor;q. bahan terapi manusia, pengelompokan darah, dan bahan penjenisan
jaringan.(2) Dihapus.(3) Ketentuan tentang pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri.(4) Orang yang tidak memenuhi ketentuan tentang pembebasan bea masuk
yang ditetapkan menurut Undang-Undang ini wajib membayar bea masukyang terutang dan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesarpaling sedikit 100% (seratus persen) dari bea masuk yang seharusnyadibayar dan paling banyak 500% (lima ratus persen) dari bea masuk yangseharusnya dibayar.
(Pasal yang terkait yaitu pasal 34 tentang tanggung jawab
bea masuk)
Penjelasan pasal 25 :
1) Pembebasan bea masuk pada pasal ini adalah peniadaan
pembayaran Bea masuk yang diwajibkan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Kepabeanan. Pembebasan Bea
masuk yang diberikan dalam ketentuan pasal 25 Undang-
Undang Kepabeanan ini adalah pembebasan yang bersifat
mutlak, dalam arti bea masuk mutlak diberikan sepanjang
importir adalah mereka yang berhak sebagaimana diatur
Undang-Undang dan memenuhi prosedur yang ditetapkan.
2) Ayat 1 menjelaskan kategori barang impor yang
mendapatkan pembebasan, yaitu :
(1)Huruf a: Yang dimaksud dengan barang perwakilan
negara asing beserta para pejabatnya yaitu barang
milik atau untuk keperluan perwakilan negara asing
tersebut, termasuk pejabat pemegang paspor diplomatik 99
dan keluarganya di Indonesia. Pembebasan tersebut
diberikan apabila negara yang bersangkutan memberikan
perlakuan yang sama terhadap diplomat Indonesia.
(2)Huruf b: Yang dimaksud dengan barang untuk keperluan
badan internasional beserta pejabatnya yaitu milik
atau untuk keperluan badan internasional yang diakui
dan terdaftar pada Pemerintah Indonesia, termasuk
para pejabatnya yang ditugaskan di Indonesia.
Pembebasan ini tidak diberikan kepada pejabat badan
internasional yang memegang paspor Indonesia.
(3)Huruf c: Pembebasan bea masuk diberikan berdasarkan
rekomendasi dari kementerian terkait terhadap buku-
buku yang bertujuan untuk meningkatkan ilmu
pengetahuan dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa.
(4)Huruf d: Yang dimaksud barang keperluan ibadah untuk
umum yaitu barang-barang yang semata-mata digunakan
untuk keperluan ibadah dari setiap agama yang diakui
di Indonesia.
Yang dimaksud dengan barang keperluan amal dan sosial
yaitu barang yang semata-mata ditujukan untuk
keperluan amal dan sosial dan tidak mengandung unsur
komersial, seperti bantuan untuk bencana alam atau
pemberantasan wabah penyakit.
Yang dimaksud dengan barang untuk keperluan
kebudayaan yaitu barang yang ditujukan untuk
meningkatkan hubungan kebudayaan antarnegara.
100
Pembebasan bea masuk diberikan berdasarkan
rekomendasi dari kementerian terkait.
(5)Huruf e: pengertian terbuka untuk umum berarti tempat
yang terbuka untuk dikunjungi masyarakat dengan
karakteristik sebagaimana museum dan kebun binatang.
(6)Huruf f: Yang dimaksud dengan barang untuk keperluan
penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan yaitu
barang atau peralatan yang digunakan untuk melakukan
penelitian/riset atau percobaan guna peningkatan atau
pengembangan suatu penemuan dalam bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi. Pembebasan bea masuk
diberikan berdasarkan rekomendasi dari kementerian
terkait.
(7)Huruf g: diberikan pembebasan atas dasar kemanusiaan
(8)Huruf h dan i: diberikan pembebasan atas dasar untuk
mendukung pertahanan dan keamanan nasional.
(9)Huruf j: Yang dimaksud dengan barang contoh yaitu
barang yang diimpor khusus sebagai contoh, antara
lain untuk keperluan produksi (prototipe) dan pameran
dalam jumlah dan jenis yang terbatas, baik tipe
maupun merek.
(10) Huruf k: peti atau kemasan yang dibebaskan adalah
yang pada peti atau kemasan tersebut berisi jenazah
atau abu jenazah.
(11) Huruf l: Yang dimaksud dengan barang pindahan
yaitu barang-barang keperluan rumah tangga milik
101
orang yang semula berdomisili di luar negeri,
kemudian dibawa pindah ke dalam negeri.
(12) Huruf m: Yang dimaksud dengan barang pribadi
penumpang, awak sarana pengangkut, dan pelintas batas
yaitu barang-barang yang dibawa oleh mereka
sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 10B ayat
(3), sedangkan barang kiriman yaitu barang yang
dikirim oleh pengirim tertentu di luar negeri kepada
penerima tertentu di dalam negeri.
(13) Huruf n: anggaran pemerintah berarti telah
dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN)..
(14) Huruf o: Yang dimaksud dengan perbaikan yaitu
penanganan barang yang rusak, usang, atau tua dengan
mengembalikannya pada keadaan semula tanpa mengubah
sifat hakikinya.
Yang dimaksud dengan pengerjaan yaitu penanganan
barang, selain perbaikan tersebut di atas, juga
mengakibatkan peningkatan harga barang dari segi
ekonomis tanpa mengubah sifat hakikinya.
Pengujian meliputi pemeriksaan barang dari segi
teknik dan menyangkut mutu serta kapasitasnya sesuai
dengan standar yang ditetapkan.
Pembebasan atau keringanan dalam hal ini hanya dapat
diberikan terhadap barang dalam keadaan seperti pada
waktu diekspor, sedangkan atas bagian yang diganti
102
atau ditambah dan biaya perbaikan tetap dikenakan bea
masuk.
(15) Huruf p: Pembebasan bea masuk dapat diberikan
terhadap barang setelah diekspor, diimpor kembali
tanpa mengalami proses pengerjaan atau penyempurnaan
apapun, seperti barang yang dibawa oleh penumpang ke
luar negeri, barang keperluan pameran, pertunjukan,
atau perlombaan.
Terhadap barang yang diekspor untuk kemudian karena
suatu hal diimpor kembali dalam keadaan yang sama
dengan ketentuan segala fasilitas yang pernah
diterimanya dikembalikan.
(16) Huruf q: Bahan terapi manusia, pengelompokan
darah, dan bahan penjenisan jaringan yaitu:
- bahan terapi yang berasal dari manusia, yaitu darah
manusia serta turunannya (derivatif) seperti darah
seluruhnya, plasma kering albumin, gamaglobulin,
fibrinogen serta organ tubuh.
- bahan pengelompokkan darah yang berasal dari
manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, atau sumber
lain.
- bahan penjenisan jaringan yang berasal dari
manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, atau sumber
lain.
3) Ayat 3 memberikan wewenang kepada Menteri untuk mengatur
lebih lanjut persyaratan dan tata cara yang harus
103
dipenuhi guna memperoleh pembebasan berdasarkan pasal
ini.
4) Ayat (4): Yang dimaksud dengan tidak memenuhi ketentuan
antara lain digunakan tidak sesuai dengan tujuan dan
persyaratan yang ditetapkan, seperti fasilitas
pembebasan bea masuk atas impor barang contoh yang tidak
untuk diperdagangkan, tetapi pada kenyataannya
diperdagangkan. Pelanggaran atas ketentuan tentang
pembebasan ini ditemukan pada pengawasan, penelitian
kembali, dan/atau pelaksanaan audit kepabeanan.
III. Pembebasan Atau Keringanan Bea masuk
Pasal 26(1) Pembebasan atau keringanan bea masuk dapat diberikan atas impor:
a. barang dan bahan untuk pembangunan dan pengembangan industridalam rangka penanaman modal;
b. mesin untuk pembangunan dan pengembangan industri; c. barang dan bahan dalam rangka pembangunan dan pengembangan
industri untuk jangka waktu tertentu;d. peralatan dan bahan yang digunakan untuk mencegah pencemaran
lingkungan;e. bibit dan benih untuk pembangunan dan pengembangan industri
pertanian, peternakan, atau perikanan;f. hasil laut yang ditangkap dengan sarana penangkap yang telah
mendapat izin;g. barang yang mengalami kerusakan, penurunan mutu, kemusnahan,
atau penyusutan volume atau berat karena alamiah antara saat
104
diangkut ke dalam daerah pabean dan saat diberikan persetujuanimpor untuk dipakai;
h. barang oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang ditujukanuntuk kepentingan umum;
i. barang untuk keperluan olahraga yang diimpor oleh induk organisasiolahraga nasional;
j. barang untuk keperluan proyek pemerintah yang dibiayai denganpinjaman dan/atau hibah dari luar negeri;
k. barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada baranglain dengan tujuan untuk diekspor.
(2) Dihapus.(3) Ketentuan mengenai pembebasan atau keringanan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri.(4) Orang yang tidak memenuhi ketentuan pembebasan atau keringanan bea
masuk yang ditetapkan menurut Undang-Undang ini wajib membayar beamasuk yang terutang dan dikenai sanksi administrasi berupa dendasebesar paling sedikit 100% (seratus persen) dari bea masuk yangseharusnya dibayar dan paling banyak 500% (lima ratus persen) dari beamasuk yang seharusnya dibayar.
Penjelasan pasal 26 :
1) Pembebasan bea masuk yang dimaksud dalam pasal ini yaitu
pembebasan yang relatif, dalam arti bahwa pembebasan
yang diberikan didasarkan pada beberapa persayaratan dan
tujuan tertentu, sehingga terhadap barang impor dapat
diberikan pembebasan atau hanya keringanan bea masuk.
Yang dimaksud dengan keringanan bea masuk adalah
pengurangan sebagian pembayaran bea masuk yang
diwajibkan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
2) Ayat 1 menjelaskan kategori barang impor yang
mendapatkan pembebasan atau keringanan, yaitu :
105
(1)Huruf a: Yang dimaksud dengan penanaman modal pada
huruf ini yaitu penanaman modal asing dan penanaman
modal dalam negeri sebagaimana ditetapkan dalam
peraturan perUndang-Undangan yang berlaku.
(2)Huruf b: Yang dimaksud dengan mesin untuk pembangunan
dan pengembangan industri yaitu setiap mesin,
permesinan, alat perlengkapan instalasi pabrik,
peralatan, atau perkakas yang digunakan untuk
pembangunan dan pengembangan industri.
Pengertian pembangunan dan pengembangan industri
meliputi pendirian perusahaan atau pabrik baru serta
perluasan (diversifikasi) hasil produksi,
modernisasi, rehabilitasi untuk tujuan peningkatan
kapasitas produksi dari perusahaan atau pabrik yang
telah ada.
(3)Huruf c: Yang dimaksud dengan barang dan bahan yaitu
semua barang atau bahan, tidak melihat jenis dan
komposisinya, yang digunakan sebagai bahan atau
komponen untuk menghasilkan barang jadi, sedangkan
batas waktu akan diatur dalam keputusan
pelaksanaannya.
(4)Huruf d: yang diberikan kemudahan ini meliputi
barang-barang yang digunakan untuk mencegah
pencemaran lingkungan.
(5)Huruf e: Yang dimaksud dengan bibit dan benih yaitu
segala jenis tumbuh-tumbuhan atau hewan yang diimpor
dengan tujuan benar-benar untuk dikembangbiakkan
106
lebih lanjut dalam rangka pengembangan bidang
pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, atau
perikanan.
(6)Huruf f: Yang dimaksud dengan hasil laut yaitu semua
jenis tumbuhan laut, ikan atau hewan laut yang layak
untuk dimakan seperti ikan, udang, kerang, dan
kepiting yang belum atau sudah diolah dalam sarana
penangkap yang bersangkutan.
Yang dimaksud dengan sarana penangkap yaitu satu atau
sekelompok kapal yang mempunyai peralatan untuk
menangkap atau mengambil hasil laut, termasuk juga
yang mempunyai peralatan pengolahan.
Yang dimaksud dengan sarana penangkap yang telah
mendapat izin yaitu sarana penangkap yang berbendera
Indonesia atau berbendera asing yang telah memperoleh
izin dari Pemerintah Indonesia untuk melakukan
penangkapan atau pengambilan hasil laut.
(7)Huruf g: Dalam transaksi perdagangan kemungkinan
adanya perubahan kondisi barang sebelum barang
diterima oleh pembeli dapat saja terjadi. Sedangkan
prinsip pemungutan bea masuk dalam Undang-Undang ini
diterapkan atas semua barang yang diimpor untuk
dipakai sehingga, apabila terjadi perubahan kondisi
(kerusakan, penurunan mutu, kemusnahan, atau
penyusutan volume atau berat karena sebab alamiah),
barang tersebut tidak sepenuhnya dapat dipakai atau
memberikan manfaat sebagaimana diharapkan, wajar
107
apabila barang yang mengalami perubahan kondisi
sebagaimana diuraikan di atas tidak sepenuhnya
dipungut bea masuk. Oleh karena itu pembatasan pada
saat kapan terjadinya perubahan kondisi barang
tersebut, yaitu antara waktu pengangkutan dan
diberikannya persetujuan impor untuk dipakai.
(8)Huruf h: Yang dimaksud dengan kepentingan umum yaitu
kepentingan masyarakat yang tidak mengutamakan
kepentingan di bidang keuangan, misalnya proyek
pemasangan lampu jalan umum.
(9)Huruf i, j : Cukup jelas.
(10) Huruf k : misalnya barang yang diimpor
selanjutnya dipasang atau dirakit pada kendaraan
bermotor untuk tujuan ekspor.
3) Ayat 3 memberikan wewenang kepada Menteri untuk mengatur
lebih lanjut persyaratan dan tata cara yang harus
dipenuhi guna memperoleh pembebasan atau keringanan
berdasarkan pasal ini.
4) Ayat 4: Yang dimaksud dengan tidak memenuhi ketentuan
antara lain digunakan tidak sesuai dengan tujuan dan
persyaratan yang ditetapkan, seperti fasilitas
keringanan bea masuk atas impor barang untuk mesin
industri, tetapi pada kenyataannya diperdagangkan.
Pelanggaran atas ketentuan tentang pembebasan ini
ditemukan pada pengawasan, penelitian kembali, dan/atau
pelaksanaan audit kepabeanan.
108
IV. Pengembalian Bea masuk
Pasal 27
(1) Pengembalian dapat diberikan terhadap seluruh atau sebagian bea masukyang telah dibayar atas:a. kelebihan pembayaran bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal
16 ayat (5), Pasal 17 ayat (3), atau karena kesalahan tata usaha;b. impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26;c. impor barang yang oleh sebab tertentu harus diekspor kembali atau
dimusnahkan di bawah pengawasan pejabat bea dan cukai;d. impor barang yang sebelum diberikan persetujuan impor untuk dipakai
kedapatan jumlah yang sebenarnya lebih kecil daripada yang telahdibayar bea masuknya, cacat, bukan barang yang dipesan, atauberkualitas lebih rendah; atau
e. kelebihan pembayaran bea masuk akibat putusan Pengadilan Pajak.(2) Ketentuan tentang pengembalian bea masuk sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
Penjelasan pasal 27:
1) Pengertian pengembalian adalah bea masuk yang telah
dibayarkan dan masuk ke kas negara karena alasan
tertentu yang diatur Undang-Undang selanjutnya
dikembalikan kepada pembayar bea masuk.
2) Pengembalian Bea masuk dapat diberikan terhadap seluruh
atau sebagian Bea masuk yang telah dibayar atas :
a) kesalahan tata usaha antara lain adalah kesalahan
tulis, kesalahan hitung, atau kesalahan pencantuman
tarif.
b) kelebihan pembayaran Bea masuk yang disebabkan
penetapan Pejabat Bea dan Cukai tentang tarif dan
109
nilai pabean (Pasal 16 ayat (5) Undang-Undang
Kepabeanan) dan Penetapan Kembali oleh Direktur
Jenderal Bea dan Cukai tentang tarif dan nilai pabean
( Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Kepabeanan);
c) impor barang sebagaimana yang setelah dibayar Bea
masuk-nya kemudian mendapat fasilitas pembebasan Bea
masuk (pasal 25 Undang-Undang Kepabeanan) atau
pembebasan atau keringanan Bea masuk (pasal 26
Undang-Undang Kepabeanan) ;
d) impor barang yang oleh sebab tertentu harus diekspor
kembali atau dimusnahkan di bawah pengawasan Pejabat
Bea dan Cukai. Yang dimaksud dengan "sebab tertentu"
pada ayat ini adalah bahwa hal tersebut bukan
merupakan kehendak importir, melainkan disebabkan
oleh adanya kebijaksanaan Pemerintah yang
mengakibatkan barang yang telah diimpor tidak dapat
dimasukkan ke dalam Daerah Pabean sehingga harus
diekspor kembali atau dimusnahkan dibawah pengawasan
Pejabat Bea dan Cukai dalam kondisi yang sama.
e) impor barang yang sebelum diberikan persetujuan impor
untuk dipakai kedapatan jumlah yang sebenarnya lebih
kecil daripada yang telah dibayar bea masuknya,
cacat, bukan barang yang dipesan, atau berkualitas
lebih rendah.
f) kelebihan pembayaran Bea masuk sebagai akibat putusan
lembaga banding (Pengadilan Pajak).
110
111
Rangkuman
1) Barang yang dimasukkan ke dalam Daerah Pabean untuk
diangkut terus atau diangkut lanjut ke luar Daerah
Pabean tidak dipungut Bea masuk. Alasannya adalah
meskipun pada dasarnya barang dari luar Daerah
Pabean sejak memasuki Daerah Pabean sudah terutang
Bea masuk, namun mengingat barang tersebut tidak
diimpor untuk dipakai, barang tersebut tidak
dipungut Bea masuk.
2) Pembebasan Bea masuk diberikan berdasarkan ketentuan
pasal 25 Undang-Undang Kepabeanan. Yang dimaksud
dengan "pembebasan Bea masuk" adalah peniadaan
pembayaran Bea masuk yang diwajibkan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Kepabeanan.
3) Yang dimaksud dengan "keringanan Bea masuk" adalah
pengurangan sebagian pembayaran Bea masuk yang
diwajibkan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Kepabeanan.
4) Pembebasan relatif yaitu pembebasan yang diberikan
didasarkan pada beberapa persyaratan dan tujuan
112
Latihan
Untuk menguji pemahaman Anda terhadap materi
kegiatan belajar 6, silakan kerjakan soal-soal
latihan berikut!
1.Jelaskan perbedaan antara terminologi ’tidak dipungut
Bea masuk’, ’pembebasan Bea masuk’ dan ’pembebasan atau
keringanan Bea masuk’ !
2.Jelaskan jenis barang yang diberikan fasilitas
‘tidak dipungut Bea masuk’!
3.Jelaskan jenis barang yang diberikan fasilitas
‘pembebasan Bea masuk!
4.Jelaskan jenis barang yang diberikan fasilitas
‘pembebasan atau keringanan Bea masuk !
5.Jelaskan ketentuan sanksi adminstrasi dalam hal
terjadi penyalahgunaan fasilitas pembebasan
mutlak yang diatur pada pasal 25 dan pembebasan
KEGIATANBELAJAR
PEMBERITAHUAN PABEAN DAN TANGGUNGJAWAB BEA MASUK
Dalam kegiatan belajar ini akan diuraikan kepada Anda
mengenai ketentuan pemberitahuan pabean dan pihak-pihak yang
bertanggung jawab atas bea masuk yang terutang. Pada Undang-
Undang Kepabeanan kegiatan belajar ini diatur pada Bab VI.
I. Pemberitahuan Pabean dan
Pengurusannya
113
Indikator Keberhasilan
Diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan:Menjelaskan ketentuan penyerahan pemberitahuan pabean.Menjelaskan ketentuan tanggung jawab bea masuk.
7
1. Pemberitahuan Pabean
Pasal 28
Ketentuan dan tata cara tentang :a. bentuk, isi, dan keabsahan Pemberitahuan Pabean dan buku catatan
pabean;b. penyerahan dan pendaftaran Pemberitahuan Pabean;c. penelitian, perubahan, penambahan, dan pembatalan Pemberitahuan
Pabean dan catatan pabean;d. pendistribusian dan penatausahaan Pemberitahuan Pabean dan buku
catatan pabean;e. penggunaan dokumen pelengkap pabean;
diatur oleh Menteri.
Penjelasan Pasal 28Undang-Undang ini memberi kewenangan kepada Menteri untuk mengaturlebih lanjut hal-hal yang berkenaan dengan pemberitahuan pabean, bukucacatan pabean, dan dokumen pelengkap pabean, misalnya bentukpemberitahuan Pabean dan dokumen pelengkap pabean dapat ditetapkanbaik berupa tulisan di atas formulir, disket, maupun hubungan langsungantar komputer tanpa menggunakan kertas.Contoh Pemberitahuan Pabean adalah :- pemberitahuan kedatangan sarana pengangkut;- pemberitahuan impor untuk dipakai;- pemberitahuan impor sementara;- pemberitahuan pemindahan barang dari Kawasan Pabean ke Tempat
Penimbunan Berikat;- pemberitahuan pemindahan barang dari suatu Kantor Pabean ke Kantor
Pabean lain dalam Daerah Pabean;- pemberitahuan ekspor barang.
Yang dimaksud dengan "buku catatan pabean" adalah buku daftar atauformulir yang digunakan untuk mencatat Pemberitahuan Pabean dankegiatan Kepabeanan berdasarkan Undang-Undang ini. Buku catatan pabean, antara lain adalah daftar untuk mencatat :a. pemberitahuan kedatangan sarana pengangkut;b. pemberitahuan impor untuk dipakai;c. pemberitahuan ekspor barang;
114
d. barang yang dianggap tidak dikuasai;e. barang yang akan dilelang.
Yang dimaksud dengan "dokumen pelengkap pabean" adalah semuadokumen yang digunakan sebagai pelengkap Pemberitahuan Pabean,misalnya "invoice", "bill of lading", "packing list", dan "manifest".
Penjelasan Pasal 28 :
1) Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa prinsip
yang dianut dalam perUndang-Undangan kepabeanan atas
barang yang dimasukkan kedalam daerah pabean
diperlakukan sebagai barang impor dan terhutang bea
masuk. Mengingat bahwa tidak mungkin penyelesaian
formalitas atau kewajiban pabean dipenuhi pada saat
melintasi batas daerah pabean, maka kewajiban tersebut
dipindahkan ke Kawasan Pabean, yang dalam pengertian
sehari-hari merupakan kawasan pelabuhan (bisa juga
tempat lain) yang berada dibawah pengawasan DJBC. Oleh
karena Kawasan Pabean ini merupakan tempat untuk lalu
lintas barang atau tempat menimbun sementara barang yang
masih berada di bawah pengawasan pabean, maka barang
harus segera dikeluarkan dari tempat tersebut.
Penyelesaian kewajiban pabean atas barang-barang
dimaksud harus dilakukan dengan mengajukan pemberitahuan
pabean kepada Kantor Bea dan Cukai setempat. Kewajiban
pabean adalah semua kegiatan dibidang kepabeanan yang
wajib dilakukan untuk memenuhi ketentuan dalam Undang-
Undang kepabeanan.
2) Pemberitahuan pabean adalah pernyataan yang dibuat oleh
orang dalam rangka melaksanakan kewajiban pabean dalam
115
bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam perUndang-
Undangan kepabeanan yang berlaku. Dalam rangka tertib
administrasi dan untuk memberikan kemudahan terhadap
penyelesaian kewajiban pabean, maka jenis-jenis dan
bentuk pemberitahuan pabean telah ditetapkan berdasarkan
Keputusan Menteri Keuangan. Pemberitahuan pabean yang
diajukan dalam rangka memenuhi kewajiban pabean dapat
berupa tulisan diatas formulir, atau dapat juga melalui
pesan elektronik (electronic massage).
3) Undang-Undang Kepabeanan memberi kewenangan kepada
Menteri untuk mengatur ketentuan dan tata cara tentang :
- bentuk, isi, dan keabsahan Pemberitahuan Pabean dan
buku catatan pabean;
- penyerahan dan pendaftaran Pemberitahuan Pabean;
- penelitian, perubahan, penambahan, dan pembatalan
Pemberitahuan Pabean dan buku catatan pabean;
- pendistribusian dan penatausahaan Pemberitahuan Pabean
dan buku catatan pabean;
- penggunaan dokumen pelengkap pabean.
4) Pemberitahuan pabean harus disampaikan atas kegiatan
yang berhubungan dengan pemasukan barang kedalam daerah
pabean maupun kegiatan pengeluaran barang dari daerah
pabean. Pemberitahuan pabean tersebut meliputi:
(1) Pemberitahuan Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut
(BC 1.0).
(2) Pemberitahuan Kedatangan Sarana Pengangkut (Inward
Manifest – BC 1.1).
116
(3) Pemberitahuan Keberangkatan Sarana Pengangkut
(Outward Manifest – BC 1.1).
(4) Pemberitahuan Barang Impor yang Diangkut Lanjut (BC
1.2).
(5) Pemberitahuan Pengangkutan Barang Asal Daerah Pabean
dari Satu Tempat ke Tempat Lain Melalui Luar Daerah
Pabean (BC 1.3).
(6) Pemberitahuan Impor Barang (BC 2.0).
(7) Pemberitahuan Impor Barang Khusus (BC 2.1).
(8) Pemberitahuan Impor Barang Penumpang/Awak Sarana
Pengangkut (Customs Declaration – BC 2.2).
(9) Pemberitahuan impor atas barang kiriman melalui Pos,
berupa PPKP (Pencacahan dan Pembeaan Kiriman Pos).
(10) Pemberitahuan impor bagi penduduk di perbatasan,
berupa KILB (Kartu Identitas Lintas Batas).
(11) Pemberitahuan Pemasukan Barang Impor ke Tempat
Penimbunan Berikat (BC 2.3).
(12) Pemberitahuan Penyelesaian Barang Impor Yang
Mendapat Pembebasan Bea masuk dan/atau Cukai serta
PPN dan PPnBM Tidak Dipungut (Fasilitas KITE
dengan tujuan ke dalam DPIL - BC 2.4).
(13) Pemberitahuan Pengeluaran Barang Dari Tempat
Penimbunan Berikat (BC 2.5).
(14) Pemberitahuan Pengeluaran Barang Impor Dari Tempat
Penimbunan Berikat Dengan Jaminan (BC 2.6.1).
(15) Pemberitahuan Pemasukan kembali Barang Yang
Dikeluarkan Dari Tempat Penimbunan Berikat Dengan
Jaminan (BC 2.6.2).
117
(16) Pemberitahuan Pengeluaran Barang Untuk Diangkut Dari
Tempat Penimbunan Berikat ke Tempat Penimbunan
Berikat Lainnya (BC.2.7).
(17) Pemberitahuan Ekspor Barang (BC 3.0).
(18) Pemberitahuan Ekspor Barang Tertentu (BC 3.1).
(19) Pemberitahuan Pembawaan Mata Uang Tunai (BC 3.2).
(20) Pemberitahuan Pemasukan Barang Asal Tempat Lain
Dalam Daerah Pabean ke Tempat Penimbunan Berikat
(BC 4.0) .
(21) Pemberitahuan Pengeluaran Kembali Barang Asal Tempat
Lain Dalam Daerah Pabean Dari Tempat Penimbunan
Berikat (BC 4.1).
5) Berkaitan dengan penatausahaan dokumen pabean tersebut
diatas, Undang-Undang Kepabeanan telah mengatur mengenai
buku catatan pabean. Yang dimaksud dengan buku catatan
pabean adalah buku daftar atau formulir yang digunakan
untuk mencatat pemberitahuan pabean, dan kegiatan
kepabeanan lain sesuai ketentuan yang berlaku. Buku
catatan pabean digunakan antara lain sebagai daftar
untuk mencatat pemberitahuan pabean sebagaimana tersebut
diatas. Contoh buku daftar pabean antara lain seperti:
a) Daftar pemberitahuan kedatangan sarana
pengangkut (BCP BC 1.0);
b) Daftar pemberitahuan impor barang untuk dipakai
(BCP BC 2.0),
c) Daftar pemberitahuan ekspor barang (BCP BC 3.0)
dan sebagainya.
118
Disamping itu penggunaan buku catatan pabean juga
dilakukan terhadap kegiatan kepabeanan lainnya seperti
pencatatan barang yang dianggap tidak dikuasai (BCF
1.4), pencatatan barang yang akan dilelang/barang yang
dinyatakan tidak dikuasai (BCF 1.5).
6) Kewajiban importir atau eksportir atau pihak terkait
untuk mengajukan pemberitahuan pabean adalah mutlak
dilakukan berkaitan dengan kegiatan impor atau ekspor
sesuai ketentuan yang berlaku. Pengajuan pemberitahuan
pabean ini dalam beberapa hal harus dilengkapi dengan
dokumen terkait. Hal ini dilakukan oleh karena dokumen
pemberitahuan pabean dibuat berdasarkan dokumen
pelengkap pabean. Yang dimaksud dengan dokumen pelengkap
pabean adalah semua dokumen yang digunakan sebagai
pelengkap pemberitahuan pabean, contohnya : invoice, B/L
(bill of lading), packing list, manifest dan sebagainya. Adakalanya
pengertian dokumen pelengkap pabean ini digolongkan
lebih lanjut menjadi dokumen pelengkap pabean lainnya.
Dokumen pelengkap pabean lainnya adalah kelengkapan
dokumen kepabeanan lainnya sebagai pemenuhan ketentuan
kepabeanan. Contoh dokumen pelengkap pabean lainnya
seperti : SIUP (surat Ijin Usaha Perdagangan), IT
( Importir Terdaftar), ET (Eksportir Terdaftar),
Sertifikat Mutu, SKSHH (Surat Keterangan Sahnya Hasil
Hutan) dan perizinan lainnya dari instansi terkait.
7) Seperti yang telah disampaikan diatas bahwa pengajuan
pemberitahuan pabean kepada Kantor Pelayanan Bea dan
Cukai dapat dilakukan baik melalui pengajuan formulir 119
pemberitahuan, pemberitahuan pabean melalui disket,
maupun hubungan langsung antar komputer. Namun pilihan
penggunaan media pemberitahuan pabean tersebut bukan
merupakan pilihan bagi pengguna jasa kepabeanan. Dalam
hal disuatu kantor pabean sudah menerapkan sistem
pelayanan pabean secara elektronik, maka pengguna jasa
(importir/eksportir) juga harus menggunakan media
elektronik dalam pengajuan pemberitahuan pabean.
Sebaliknya jika disuatu kantor pabean masih menggunakan
pelayanan secara manual, maka importir/eksportir juga
harus menggunakan formulir pemberitahuan secara manual
dalam pengajuan pemberitahuan pabean.
8) Saat ini dibeberapa Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea
dan Cukai sudah menggunakan sistem pelayanan pabean
secara elektronik yang lebih dikenal dengan EDI
(Electronic Data Interchange) atau PDE (Pertukaran Data secara
Elektronik). Kantor pabean tersebut antara lain Kantor
Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjung Priok, Soekarno
Hatta, Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai
Tipe Madya Pabean Tanjung Perak. Pada beberapa Kantor
Pelayanan dan Pengawasan Bea dan Cukai walaupun sudah
menerapkan pemrosesan data secara elektronik, namun
belum on line dengan pengguna jasa. Dengan demikian
pengajuan dokumen kepabeanan dilakukan dengan pengajuan
formulir disertai disket berisi data pemberitahuan
pabean tersebut. Hal ini dilakukan antara lain pada
kantor KPPBC Lampung. Pada beberapa kantor pabean yang
tipenya lebih kecil dan kegiatan kepabeanannnya juga
120
sedikit masih menggunakan pelayanan kepabeanan dengan
menggunakan tulisan di atas formulir (manual).
Penggunaan sistem elektronik pada kantor kecil yang
kegiatannya sedikit dianggap kurang efisien dan tidak
ekonomis. Sistem pelayanan kepabeanan secara elektronik
diberlakukan pada pelayanan impor, pelayanan ekspor dan
pelayanan pengajuan dokumen pelayaran.
2. Pengurusan Pemberitahuan Pabean
Pasal 29
(1) Pengurusan pemberitahuan pabean yang diwajibkan Undang-Undang inidilakukan oleh pengangkut, importir, atau eksportir.
(2) Dalam hal pengurusan pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksudpada ayat (1) tidak dilakukan sendiri, importir atau eksportirmenguasakannya kepada pengusaha pengurusan jasa kepabeanan.
(3) Ketentuan tentang pengurusan pemberitahuan pabean diatur lebih lanjutoleh Manteri.
Penjelasan pasal 29 :
1) Pada dasarnya Undang-Undang ini menganut prinsip bahwa
semua pemilik barang dapat menyelesaikan kewajiban
pabean. Namun pada praktiknya tidak semua pemilik barang
mengetahui atau menguasai ketentuan tata laksana
kepabeanan atau tidak dapat menyelesaikan sendiri
kewajiban pabeannya.
2) Dalam kondisi demikian ayat 2 memberi kemungkinan
pemberian kuasa penyelesaian kewajiban pabean kepada
Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) yang 121
terdaftar di kantor pabean tempat penyelesaian kewajiban
pabeannya. Untuk dapat menjadi PPJK suatu perusahaan
harus memiliki penanggungjawab atau pegawai yang telah
memiliki sertifikat ahli kepabeanan dari Kementerian
Keuangan.
II. Tanggung Jawab Atas Bea masuk
Pasal 30
(1) Importir bertanggung jawab atas bea masuk yang terutang sejak tanggalpemberitahuan pabean atas impor.
(2)Bea masuk yang harus dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dihitung berdasarkan tarif yang berlaku pada tanggal pemberitahuanpabean atas Impor dan nilai pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal15.
(3)Bea masuk harus dibayar dalam mata uang rupiah.(4)Ketentuan mengenai nilai tukar mata uang yang digunakan untuk
penghitungan dan pembayaran bea masuk diatur lebih lanjut denganperaturan menteri.
Pasal 31
Pengusaha pengurusan jasa kepabeanan yang mendapat kuasa sebagaimanadimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) bertanggung jawab terhadap bea masukyang terutang dalam hal importir tidak ditemukan.
Pasal 32
(1) Pengusaha tempat penimbunan sementara bertanggung jawab atas beamasuk yang terutang atas barang yang ditimbun di tempat penimbunansementara.
(2) Pengusaha tempat penimbunan sementara dibebaskan dari tanggungjawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal barang yangditimbun di tempat penimbunan sementaranya:
122
a. musnah tanpa sengaja;b. telah diekspor kembali, diimpor untuk dipakai, atau diimpor sementara;
atauc. telah dipindahkan ke tempat penimbunan sementara lain, tempat
penimbunan berikat atau tempat penimbunan pabean.(3) Perhitungan bea masuk yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), sepanjang tidak dapat didasarkan pada tarif dan nilai pabean barangyang bersangkutan, didasarkan pada tarif tertinggi untuk golongan barangyang tertera dalam pemberitahuan pabean pada saat barang tersebutditimbun di tempat penimbunan sementara dan nilai pabean ditetapkanoleh pejabat bea dan cukai.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) termasuktata cara penagihan diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkanperaturan menteri
Pasal 33
(1) Pengusaha tempat penimbunan berikat bertanggung jawab terhadap beamasuk yang terutang atas barang yang ditimbun di tempat penimbunanberikatnya.
(2) Pengusaha tempat penimbunan berikat dibebaskan dari tanggung jawabsebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal barang yang ditimbun ditempat penimbunan berikatnya:a. musnah tanpa sengaja;b. telah diekspor kembali, diimpor untuk dipakai, atau diimpor
sementara; atauc. telah dipindahkan ke tempat penimbunan sementara, tempat
penimbunan berikat lain, atau tempat penimbunan pabean.(3) Perhitungan bea masuk atas barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang harus dilunasi didasarkan pada tarif yang berlaku pada saatdilakukan pencacahan dan nilai pabean barang pada saat ditimbun ditempat penimbunan berikat.
Pasal 34
(1) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26tidak lagi dipenuhi, bea masuk atas barang impor yang terutang menjaditanggung jawab:a. Orang yang mendapatkan pembebasan atau keringanan; atau
123
b. Orang yang menguasai barang yang bersangkutan dalam hal Orangsebagaimana dimaksud huruf a tidak ditemukan.
(2) Perhitungan bea masuk yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat(1) didasarkan pada tarif dan nilai pabean yang berlaku pada tanggalpemberitahuan pabean atas Impor.
Pasal 35
Barangsiapa yang kedapatan menguasai barang impor di tempat kedatangansarana pengangkutan atau di daerah perbatasan yang ditunjuk bertanggungjawab terhadap bea masuk yang terutang atas barang tersebut.
Penjelasan Pasal 30 - 35 :1) Pasal 30 hingga pasal 35 menjelaskan siapa saja yang
bertanggungjawab pada bea masuk yang terutang, yaitu
importir, PPJK, pengusaha TPS, pengusaha TPB, mereka
yang menerima fasilitas pembebasan atau keringanan bea
masuk, dan orang yang menguasai barang impor.
2) Pasal 30 menegaskan bahwa bea masuk atas barang impor
merupakan tanggung jawab importir yang bersangkutan.
Importir baru dinyatakan bertanggung jawab atas bea
masuk sejak didaftarkannya pemberitahuan pabean. Undang-
Undang Nomor 7 tahun 1994 tentang pengesahan Agreement
Establishing The WTO yang mensyaratkan perlunya mencantumkan
dalam legilasi nasional tentang mata uang yang harus
dipakai sebagai alat pembayaran bea masuk dan nilai
tukar (kurs). Untuk itu dalam pasal ini ditentukan jenis
mata uang yang dipakai untuk pembayaran Bea masuk adalah
rupiah. Dalam hal nilai barang impor masih dalam bentuk
mata uang asing, maka harus dikonversikan ke dalam mata
124
uang rupiah berdasarkan nilai tukar yang ditetapkan
Menteri Keuangan.
3) Pasal 31 mengatur bahwa PPJK merupakan pihak yang
bertanggung jawab atas bea masuk yang terutang jika
pengurusan pemberitahuan impor dikuasakan kepada
pengusaha pengurusan jasa kepabeanan dan importir tidak
ditemukan, misalnya melarikan diri.
4) Pasal 32 menjelaskan bahwa Pengusaha TPS
bertanggungjawab bilamana terdapat barang impor yang
kurang di tempat penimbunannya dan tidak dapat
mempertanggungjawabkannya. Apabila barang impor yang
harus dilunasi bea masuknya terdiri dari beberapa jenis
dengan satu nama umum (golongan barang), sedangkan jenis
barang yang sebenarnya tidak dapat diketahui, sebagai
dasar perhitungan bea masuk, diambil tarif tertinggi
yang berlaku atas golongan barang tersebut dan nilai
pabean ditetapkan oleh pejabat bea dan cukai. Selain
wajib membayar bea masuk pengusaha TPS juga dikenakan
sanksi administrasi berupa denda atas kelalaiannya
tersebut. Sebagai contoh di pelabuhan Tanjung Priok
terdapat barang impor yang ditimbun di TPS PT. X yang
tidak dapat dibuktikan pengeluarannya secara sah, maka
TPS PT. X harus bertanggung jawab terhadap bea masuk
yang terutang atas barang yang ditimbun di tempat
tersebut. Kecuali dapat dibuktikan bahwa barang dimaksud
musnah, di re-ekspor, di impor atau dipindahkan ke TPS
lain, TPB atau TPP.
125
5) Tanggung jawab bea masuk atas barang impor yang ditimbun
di TPS juga berlaku untuk pengusaha TPB dimana barang
impor ditimbun di TPBnya. Sebagai contoh barang yang
ditimbun di Kawasan Berikat berupa kain renda dan
kancing baju untuk dipasang pada baju, dan selanjutnya
diekspor atau diimpor untuk dipakai. Jika pada waktu
pencacahan oleh petugas ditemui adanya
kekurangan/kehilangan kain renda dan kancing baju
tersebut, maka atas kekurangan tersebut pihak pengusaha
Kawasan Berikat harus melunasi bea masuk beserta
pungutan impor lainnya (pajak-pajak dalam rangka impor).
Selain itu terhadap pengusaha TPB yang tidak dapat
mempertanggungjawabkan barang yang seharusnya berada di
tempat tersebut, dikenakan sanksi administrasi berupa
denda.
6) Pasal 34 menjelaskan bahwa pembebasan atau keringanan
bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal
26 pada hakikatnya tidak membebaskan importir dari
tanggung jawab bea masuk yang harus dilunasi, karena
pembebasan atau keringanan tersebut harus memenuhi
persyaratan tertentu yang telah ditetapkan secara
limitatif pada saat fasilitas tersebut diberikan. Dengan
demikian tidak tertutup kemungkinan bahwa fasilitas
tersebut pada suatu saat digunakan tidak sesuai dengan
ketentuan.
Untuk menghindari kemungkinan penyalahgunaan fasilitas
yang telah diberikan sehingga syarat yang telah
ditetapkan tidak lagi dipenuhi, Undang-Undang ini 126
menegaskan letak tanggung jawab atas bea masuk yang
terutang berada pada orang yang mendapatkan pembebasan
atau keringanan atau yang menguasai barang tersebut.
Tujuan perluasan tanggung jawab atas bea masuk dalam
Undang-Undang ini adalah untuk menjamin hak-hak negara.
7) Pasal 35 Undang-Undang Kepabeanan menegaskan siapa yang
harus bertanggung jawab atas barang impor yang
kedapatan berada dibawah penguasaan seseorang yang
tidak termasuk dalam pasal-pasal sebelumnya. Yang
dimaksud dengan tempat kedatangan sarana pengangkut
adalah pelabuhan laut, pelabuhan udara maupun darat.
Sedangkan tempat tertentu didaerah perbatasan yang
ditunjuk adalah suatu tempat di daerah perbatasan yang
merupakan bagian dari jalan perairan, daratan atau jalan
darat diperbatasan yang ditunjuk sebagai tempat lintas
batas (point of entry). Sebagai contoh pada saat kedatangan
penumpang dari luar negeri, awak sarana pengangkut,
pelintas batas atau siapapun yang kedapatan menguasai
barang impor di pelabuhan atau ditempat-tempat tertentu
diperbatasan, bertanggung jawab atas barang yang berada
padanya.
127
128
Rangkuman
1) Pemberitahuan pabean adalah pernyataan yang dibuat
oleh orang dalam rangka melaksanakan kewajiban
pabean dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam
perUndang-Undangan kepabeanan yang berlaku.
Pemberitahuan pabean dapat berupa tulisan diatas
formulir, atau dapat juga melalui pesan elektronik
(electronic massage).
2) Pihak-pihak yang wajib melakukan pengurusan
pemberitahuan pabean adalah pengangkut, importir
atau eksportir. Dalam hal dikehendaki oleh importir,
pengurusannya dapat dikuasakan kepada PPJK
3) Importir bertanggung jawab terhadap Bea masuk yang
terutang sejak tanggal Pemberitahuan Pabean atas
Impor. PPJK yang mendapat kuasa atas pengurusan
pemberitahuan pabean, bertanggung jawab terhadap
Bea masuk yang terutang dalam hal importir tidak
ditemukan.
4) Pihak lain yang berrtanggungjawab atas pungutan bea
masuk adalah pengusaha TPS. Dalam hal barang yang
ditimbun dipindahkan ke TPS lain atau ke TPB, maka
tanggung jawab atas bea masuk barang impor beralih
kepada pengusaha TPS lain atau pengusaha TPB.
129
Latihan
Untuk menguji pemahaman Anda terhadap materi
kegiatan belajar 7, silakan kerjakan soal-soal
latihan berikut!
1. Apa yang dimaksud dengan Pemberitahuan Pabean?
Berikan contoh dokumen pemberitahuan pabean
dibidang impor !
2. Sejak kapan importir bertanggung jawab terhadap
barang impor yang belum diselesaikaan kewajiban
pabeannya ?
3. Pada saat dilakukan pencacahan terhadap barang
impor yang ditimbun di Kawasan Berikat, ditemui
adanya kekurangan barang yang semestinya berada
di Kawasan Berikat tersebut. Siapa yang
bertanggung jawab atas bea masuk barang tersebut
dan sanksi apa yang diberikan terhadap pengusaha
Kawasan Berikat.
4. Pengusaha TPS bertanggung jawab atas barang impor
yang di timbun di TPS-nya. Dalam hal apa saja
pengusaha TPS dibebaskan dari tanggung jawab
KEGIATANBELAJAR
PEMBAYARAN, PENAGIHAN UTANG, DANJAMINAN
Dalam kegiatan belajar ini akan diuraikan kepada Anda
mengenai pembayaran, penagihan utang, dan jaminan. Pada
Undang-Undang Kepabeanan kegiatan belajar ini diatur pada
Bab VII.
I. PembayaranPengertian pembayaran pada kegiatan belajar ini adalah
pembayaran bea masuk yang dilakukan secara self assessment dan
130
Indikator Keberhasilan
Diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan:ketentuan pembayaran bea masuk, denda adminstrasi dan
bungaketentuan penagihan utang.tentang jaminan.
8
pembayaran atas hutang sebagai akibat adanya penetapan
Pejabat Bea dan Cukai. Hal ini perlu dipertegas karena
pembayaran yang diatur pada bagian ini bukan hanya
pembayaran Bea masuk saja, tetapi juga meliputi pembayaran
denda adminstrasi dan bunga.
Pasal 36
(1)Bea masuk, denda administrasi, dan bunga yang terutang kepada negaramenurut Undang-Undang ini, dibayar di kas negara atau di tempatpembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri.
(2)Bea masuk, denda administrasi, dan bunga sebagaimana dimaksud padaayat (1) dibulatkan jumlahnya dalam ribuan rupiah.
(3)Ketentuan mengenai tata cara pembayaran, penerimaan, penyetoranbea masuk, denda administrasi, dan bunga sebagaimana dimaksud padaayat (1) serta pembulatan jumlahnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2)diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
Pasal 37
(1) Bea masuk yang terutang wajib dibayar paling lambat pada tanggalpendaftaran pemberitahuan pabean.
(2) Kewajiban membayar bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dapat diberikan penundaan dalam hal pembayarannya ditetapkan secaraberkala atau menunggu keputusan pembebasan atau keringanan.
(2a) Penundaan kewajiban membayar bea masuk sebagaimana dimaksud padaayat (2):a. tidak dikenai bunga sepanjang pembayarannya ditetapkan secara
berkala;b. dikenai bunga sepanjang permohonan pembebasan atau keringanan
ditolak.(3) Ketentuan mengenai penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
ayat (2a) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
Pasal 37A
131
(1) Kekurangan pembayaran bea masuk dan/atau denda administrasi yangterutang wajib dibayar paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggalpenetapan.
(2) Atas permintaan orang yang berutang, Direktur Jenderal dapat memberikanpersetujuan penundaan atau pengangsuran kewajiban membayar beamasuk dan/atau denda administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)paling lama 12 (dua belas) bulan.
(3) Penundaan kewajiban membayar bea masuk dan/atau denda administrasisebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai bunga sebesar 2% (duapersen) setiap bulan dan bagian bulan dihitung 1 (satu) bulan.
(4) Ketentuan mengenai penundaan pembayaran utang sebagaimanadimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkanperaturan menteri.
Penjelasan pasal 36, 37, dan 37A :
1) Persyaratan untuk pengeluaran barang sebagai barang
impor untuk dipakai adalah dengan menyerahkan
pemberitahuan pabean dan melunasi bea masuk. Importir
membayar bea masuk dan pungutan impor lainnya ke kas
negara (dalam hal ini Bank Devisa Persepsi) sesuai
ketentuan yang berlaku. Tidak semua pembayaran bea masuk
dan pungutan impor lainnya harus dilakukan melalui Bank
Devisa Persepsi. Dalam hal di wilayah suatu Kantor
Pabean tidak ada atau belum ada Bank Devisa Persepsi,
pembayaran bea masuk dapat dilakukan di Kantor Bea dan
Cukai dengan mendapat tanda terima. Begitu juga atas
pemasukan/pengiriman barang melalui Pos, barang
penumpang dan pelintas batas, pelunasan bea masuk
dilakukan di Kantor Pabean setempat.
2) Pasal 36 menjelaskan bahwa pembayaran bea masuk, denda
administrasi dan bunga, dibulatkan jumlahnya dalam
132
ribuan penuh. Tujuan pembulatan ini adalah untuk
mempermudah perhitungan dan landasan hukum hasil
perhitungan, serta untuk menghindari kekeliruan dan
kesalahan perhitungan akibat pembulatan. Sebagai contoh
jika pembayaran bea masuk sebesar Rp450.735.600,00 maka
dibulatkan menjadi Rp450.736.000,00.
3) Kewajiban membayar Bea masuk yang timbul sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 harus dilunasi paling lambat pada
tanggal pendaftaran Pemberitahuan Pabean atas Impor
(untuk pembayaran yang dilakukan secara tunai). Namun
demikian kewajiban membayar bea masuk tersebut dapat
diberikan penundaan. Yang dimaksud dengan “penundaan”
adalah penundaan pembayaran Bea masuk dalam rangka
fasilitas pembayaran berkala dan penundaan pembayaran
Bea masuk karena menunggu keputusan pembebasan atau
keringanan. Atas penundaan kewajiban membayar bea masuk
dalam rangka fasilitas pembayaran berkala tidak dikenai
bunga. Sedangkan untuk penundaan dalam rangka menunggu
keputusan pembebasan atau keringanan, jika ditolak, maka
dikenakan bunga atas pembayaran bea masuk tersebut.
4) Kewajiban membayar bea masuk menurut pasal 37 tersebut
diatas timbul sejak tanggal pendaftaran pemberitahuan
pabean, sedangkan mengenai denda administrasi timbul
sejak diterimanya surat pemberitahuan oleh yang
bersangkutan. Undang-Undang Pabean juga memberikan
kelonggaran pelunasan bea masuk berupa pemberian
penundaan dengan persyaratan tertentu. Dapat dikatakan
juga bahwa penundaan adalah pemberian perpanjangan 133
jangka waktu pelunasan pembayaran bea masuk dan denda
administrasi, sampai batas waktu yang ditetapkan.
Perpanjangan jangka waaktu pembayaran ini diberikan
dengan pertimbangan bahwa pihak yang berutang menunjukan
itikad baik untuk menyelesaikan utangnya, tetapi pada
waktu yang ditentukan belum dapat melunasinya sehingga
perlu diberikan penundaan pelunasan utangnya. Pemberian
penundaan pembayaran bea masuk ini dalam hal tertentu
perlu dilakukan bagi pihak importir (yang biasanya
merupakan importir produsen) agar bidang usahanya masih
bisa tetap berjalan, disamping adanya jaminan
pembayarannya.
5) Dalam hal tertentu hasil penelitian pejabat bea dan
cukai kedapatan adanya kekurangan pembayaran bea masuk.
Atas penetapan kekurangan pembayaran bea masuk tersebut,
importir harus melunasinya dalam jangka waktu 60 hari
sejak surat pemberitahuan kekurangan pembayaran bea
masuknya. Jika pelunasan dilakukan melewati jangka waktu
60 hari (misalnya 10 hari setelah tanggal jatuh tempo)
maka disamping melunasi tagihan juga harus ditambah 2%
dari jumlah tagihan.
6) Direktur Jenderal dapat memberikan penundaan atau
pengangsuran pembayaran setelah mempertimbangkan
kemampuan Orang dalam membayar utangnya dengan
memperhatikan laporan keuangan dan kredibilitas Orang
tersebut.
134
II. Penagihan Utang
Pasal 38
(1) Utang atau tagihan kepada negara berdasarkan Undang-Undang ini yangtidak atau kurang dibayar dikenai bunga sebesar 2% (dua persen) setiapbulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejaktanggal jatuh tempo sampai hari pembayarannya, dan bagian bulandihitung 1 (satu) bulan.
(2)Penghitungan utang atau tagihan kepada negara menurut Undang-Undang ini dibulatkan jumlahnya dalam ribuan rupiah.
(3) Jatuh tempo sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagai berikut: a. dalam hal tagihan negara kepada pihak yang terutang yaitu 60 (enam
puluh) hari sejak tanggal penetapan sebagaimana diatur dalam Pasal37A ayat (1);
b. dalam hal tagihan pihak yang berpiutang kepada negara yaitu 30 (tigapuluh) hari sejak tanggal surat keputusan pengembalian oleh Menteri.
Pasal 39(1) Negara mempunyai hak mendahulu untuk tagihan pebean atas barang-
barang milik yang berutang.(2) Ketentuan tentang hak mendahulu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi bea masuk, denda administrasi, bunga, dan biaya penagihan.(3) Hak mendahulu untuk tagihan pabean melebihi segala hak mendahulu
lainnya, kecuali :a. biaya perkara semata-mata disebabkan oleh suatu penghukuman untuk
melelang barang bergerak dan/atau tidak bergerak;b. biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan suatu barang;c. biaya perkara yang semata-mata disebabkan oleh pelelangan dan
penyelesaian suatu warisan.(4) Hak mendahulu itu hilang setelah lampau waktu dua tahun sejak tanggal
diterbitkannya surat tagihan, kecuali apabila dalam jangka waktu tersebutdiberikan penundaan pembayaran.
(5) Dalam hal diberikan penundaan pembayaran, jangka waktu dua tahunsebagaimana dimaksud pada ayat (4) dihitung sejak tanggal penundaan
135
pembayaran diberikan.
Pasal 40(1) Hak penagihan atas utang berdasarkan Undang-Undang ini kedaluwarsa
setelah sepuluh tahun sejak timbulnya kewajiban membayar.(2) Masa kadaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat
diperhitungkan dalam hal :a. yang terutang tidak bertempat tinggal di Indonesia;b. yang terutang memperoleh penundaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 37 ayat (2); atauc. yang terutang melakukan pelanggaran Undang-Undang ini.
Pasal 41
Pelaksanaan penagihan utang dan penghapusan penagihan utang yang tidakdapat ditagih berpedoman pada peraturan perUndang-Undangan yangberlaku.
Penjelasan pasal 38, 39, 40, dan 41 :
1) Pasal 38 Kewajiban pelunasan bea masuk dilakukan sesuai
ketentuan yang berlaku. Artinya pembayaran bea masuk
harus sesuai dengan besarnya bea masuk atas barang yang
diimpor. Penetapan bea masuk adalah berdasarkan tarif
bea masuk terhadap harga barang impor. Oleh karena itu
jika keputusan pejabat pabean menetapkan bea masuk yang
lebih tinggi dari pada yang diberitahukan, atas
kekurangan pembayarannya akan ditagih. Apabila
pelunasannya dilakukan setelah tanggal jatuh tempo, maka
atas jumlah tagihan tadi ditambahkan dengan pungutan
bunga sebesar 2% perbulan. Contoh: Tagihan terhadap
importir sebesar 150 juta rupiah, jatuh tempo pada
tanggal 31 Agustus 2011. Jika pembayaran tagihan 136
dilakukan pada tanggal 20 September 2011, maka jumlah
yang harus dilunasi adalah 150 juta rupiah ditambah 3
juta rupiah ( 2% x Rp. 150.000.000,00) yaitu 153 juta
rupiah.
2) Pasal 39 menetapkan kedudukan negara sebagai kreditur
preferensi yang dinyatakan mempunyai hak mendahulu atas
barang-barang milik yang terutang. Setelah tagihan
pabean dilunasi, baru diselesaikan pembayaran kepada
pihak-pihak lainnya. Maksud ayat ini adalah untuk
memberi kesempatan kepada Pemerintah untuk mendapatkan
bagian lebih dahulu dari pihak-pihak lainnya atas harta
milik yang berutang untuk melunasi tagihan pabean.
3) Walaupun tagihan bea masuk wajib dilunasi oleh si
berutang, namun hak untuk melakukan penagihan utang
tersebut mempunyai batas waktu. Hak menagih utang akan
kadaluwarsa setelah lampau sepuluh tahun. Hal ini perlu
ditetapkan agar ada kepastian penagihan. Dalam pasal
tersebut diatur bahwa masa kadaluwarsa penagihan utang
tidak diberikan jika dalam masa penagihan utang, orang
yang berutang berada diluar negeri sehingga tidak dapat
ditagih. Demikian juga jika orang yang berutang tersebut
melakukan pelanggaran Undang-Undang Kepabeanan, yang
dilakukan dalam rentang waktu sepuluh tahun. Masa
kadaluwarsa sepuluh tahun juga tidak dapat
diperhitungkan jika yang bersangkutan memperoleh
penundaan pembayaran utangnya. Ketentuan masa
kadaluwarsa tersebut tidak hanya berlaku bagi tagihan
137
negara kepada yang berutang, namun juga berlaku untuk
tagihan pihak yang berpiutang kepada negara.
4) Pasal 41 mengatur tentang pelaksanaan tagihan piutang
negara, dalam hal ini tagihan bea masuk maupun denda
administrasi, dilakukan oleh pejabat bea dan cukai,
bahkan sampai ketingkat penyitaan dan pelelangan aset
yang bersangkutan. Namun pelaksanaan penagihan utang dan
penghapusan penagihan utang yang telah dinyatakan tidak
dapat ditagih, juga dapat diserahkan kepada instansi
pemerintah yang mengurus penagihan piutang negara (Badan
Urusan Piutang dan Lelang Negara). Dengan terbitnya
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan
Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, maka penagihan Bea
masuk dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Sedangkan untuk utang PDRI penagihannya dilakukan oleh
Direktorat Jenderal Pajak.
III. Jaminan
Pasal 42
(1) Jaminan yang disyaratkan menurut Undang-Undang ini dapatdipergunakan:
a. sekali; ataub. terus-menerus.
(2) Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk :a. uang tunai;b. jaminan bank;c. jaminan dari perusahaan asuransi; ataud. jaminan lainnya.
138
(3) Ketentuan tentang jaminan diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Penjelasan pasal 42 :
1) Jaminan dalam rangka kepabeanan yang selanjutnya disebut
jaminan adalah garansi pembayaran pungutan negara dalam
rangka kegiatan kepabeanan dan/atau pemenuhan kewajiban
yang disyaratkan dalam peraturan kepabeanan yang
diserahkan kepada kantor pabean. Sebagai contoh orang
yang sedang mengajukan fasilitas pembebasan bea masuk
kepada Menteri Keuangan. Importir dapat mengeluarkan
barang impornya dari Kawasan Pabean dengan tidak
membayar bea masuk, namun harus menyerahkan jaminan
sebesar bea masuk. Jaminan akan dikembalikan jika
keputusan Menteri Keuangan memberikan pembebasan bea
masuk. Sebaliknya jaminan akan dicairkan sebagai
penerimaan negara jika permohonan pembebasan bea
masuknya ditolak.
2) Jaminan yang disyaratkan menurut Undang-Undang
Kepabeanan dapat digunakan sekali saja atau secara terus
menerus.
Jaminan yang dapat digunakan terus menerus sebagaimana
dimaksud pada uraian sebelumnya adalah jaminan yang
diserahkan dalam bentuk dan jumlah tertentu dan dapat
digunakan dengan cara :
a.jaminan yang diserahkan dapat dikurangi setiap ada
pelunasan bea masuk sampai jaminan tersebut habis.
Contohnya jaminan yang dipertaruhkan oleh Pengusaha
Jasa Titipan. 139
b.Jaminan tetap dalam batas waktu yang tidak terbatas
sehingga setiap pelunasan bea masuk dilakukan dengan
tanpa mengurangi jaminan yang diserahkan. Sedangkan
contoh jaminan tetap adalah jaminan PPJK.
3) Jaminan yang dipersyaratkan dalam Undang-Undang
Kepabeanan dapat berbentuk :
a)Jaminan tunai, merupakan jaminan berbentuk uang tunai
yang langsung diserahkan ke Kantor Pabean. Atas
penyerahan jaminan diberikan tanda bukti penyerahan
jaminan.
b)Jaminan Bank atau Garansi Bank adalah jaminan dalam
bentuk warkat yang diterbitkan oleh Bank yang
mengakibatkan kewajiban membayar kepada pihak yang
memberi garansi, jika pihak yang dijamin ingkar janji
(wan prestasi). Jaminan Bank harus memenuhi
persyaratan tertentu yang ditetapkan, seperti jangka
waktu, format garansi, dan sebagainya.
c)Jaminan Perusahaan Asuransi atau Customs Bond adalah
perikatan penjaminan tiga pihak. Pihak pertama (surety –
penjamin) terikat untuk memenuhi kewajiban yang timbul
dari pihak kedua (principal – dalam hal ini importir)
terhadap pihak ketiga (obligee – pihak Bea Cukai), dalam
hal pihak kedua tidak memenuhi kewajibannya. Hanya
perusahaan asuransi yang ditetapkan dapat memberikan
jaminan kepada pihak Bea dan Cukai.
d)Jaminan lainnya dapat berupa jaminan Indonesia Exim
Bank, Jaminan perusahaan penjaminan, jaminan
perusahaan (corporate guarantee) dan jaminan tertulis.
140
Jaminan tertulis hanya dapat digunakan terbatas untuk
mempertaruhkan jaminan tertentu seperti : instansi
pemerintah, importir produsen, importir jalur
prioritas, impor sementara bagi perusahaan
pelayaran/penerbangan, dan impor lain yang ditetapkan
oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
141
142
Rangkuman1. Bea masuk, denda adminstrasi, dan bunga yang
terutang kepada Negara menurut Undang-Undang
Kepabeanan, dibayar di kas Negara atau di tempat
pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan.
2. Persyaratan untuk pengeluaran barang sebagai barang
impor untuk dipakai adalah dengan menyerahkan
pemberitahuan pabean dan melunasi bea masuk.
3. Dalam hal tagihan bea masuk atau denda tersebut
tidak dilunasi dalam jangka waktu tertentu (60
hari), maka atas tagihan tersebut dipungut bunga
sebesar 2% sebulan sebanyak-banyaknya 24 bulan
(bagian dari bulan dihitung satu bulan penuh).
4. Kewajiban membayar bea masuk timbul sejak tanggal
pendaftaran pemberitahuan pabean, sedangkan
mengenai denda administrasi timbul sejak
diterimanya surat pemberitahuan oleh yang
bersangkutan.
5. Undang-Undang memberikan kelonggaran pelunasan
pembayaran bea masuk dan denda administrasi, sampai
batas waktu yang ditetapkan.
143
Latihan
Untuk menguji pemahaman Anda terhadap materi
kegiatan belajar 8, silakan kerjakan soal-soal
latihan berikut!
1. Jelaskan siapa yang melakukan pemungutan bea
masuk dan kemana pembayaran bea masuk disetorkan?
2. Jika terjadi tagihan berupa kekurangan bea masuk
dan atau pengenaan denda administrasi atas
pengajuan dokumen impor, kapan tagihan tersebut
harus dilunasi?
3. Apa konsekuensinya jika pembayaran/pelunasan
tagihan dilakukan melewati jangka waktu jatuh
tempo?
4. Siapa yang wajib menghitung bea masuk dalam
pengajuan dokumen impor, dan mengapa bisa
terjadi timbulnya surat tagihan kekurangan bea
masuk?
5. Kapan timbulnya kewajiban membayar bea masuk, dan
kapan timbulnya kewajiban melunasi denda
administrasi ?
KEGIATANBELAJAR
TEMPAT PENIMBUNAN DI BAWAHPENGAWASAN PABEAN
Dalam kegiatan belajar ini akan diuraikan mengenai
ketentuan tempat penimbunan yang berada dibawah pengawasan
pabean, berupa tempat penimbunan sementara (TPS), tempat
penimbunan berikat (TPB) dan tempat penimbunan pabean (TPP).
Pada Undang-Undang Kepabeanan kegiatan belajar ini diatur
pada Bab VIII.
I. Tempat Penimbunan Sementara
144
Indikator Keberhasilan
Diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan:ketentuan tempat penimbunan sementara.ketentuan tempat penimbunan berikat.ketentuan tempat penimbunan pabean.
9
Pasal 43
(1) Di setiap Kawasan Pabean disediakan tempat penimbunan sementara yangdikelola oleh pengusaha tempat penimbunan sementara.
(2) Dalam hal barang ditimbun di tempat penimbunan sementara, jangkawaktu penimbunan barang paling lama tiga puluh hari sejakpenimbunannya.
(3)Pengusaha tempat penimbunan sementara yang tidak dapatmempertanggungjawabkan barang yang seharusnya berada di tempattersebut dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar dua puluh limapersen dari bea masuk yang seharusnya dibayar.
(4) Ketentuan tentang penunjukan tempat penimbunan sementara, tata carapenggunaannya, dan perubahan jangka waktu penimbunan diatur lebihlanjut oleh Menteri.
Penjelasan pasal 43 :
1) Sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1 Undang-Undang
Nomor 17 tahun 2006 tentang Kepabeanan definisi Tempat
Penimbunan Sementara adalah bangunan dan/atau lapangan
atau tempat lain yang di samakan dengan itu di Kawasan
Pabean untuk menimbun barang sementara menunggu pemuatan
atau pengeluarannya. Penetapan suatu kawasan, bangunan,
dan/atau lapangan sebagai TPS ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Bea dan Cukai atau pejabat yang ditunjuknya
atas nama Menteri Keuangan. TPS dapat berupa lapangan
penimbunan, lapangan penimbunan peti kemas, gudang
penimbunan, dan tanki penimbunan.
2) Mengingat penyediaan tempat penimbunan sementara
dimaksudkan untuk menimbun barang untuk sementara waktu,
perlu adanya pembatasan jangka penimbunan barang –barang
didalamnya. TPS terbagi menjadi 2 yaitu : 145
a) Tempat Penimbunan Sementara yang ada di dalam area
pelabuhan (laut atau udara) dibatasi paling lama 30
(tiga puluh) hari sejak tanggal penimbunan.
b) Tempat Penimbunan Sementara yang ada diluar area
pelabuhan (tempat lain yang disamakan) dibatasi
paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal
penimbunan.
3) Pembatasan waktu penimbunan di Tempat Penimbunan
Sementara tujuannya agar arus lalu lintas barang yang
keluar /masuk kawasan pabean /pelabuhan tidak terhambat
(kongesti). Tidak lancarnya pengeluaran barang dari
pelabuhan akan menyebabkan sewa gudang meningkat, resiko
kehilangan/kerusakan barang impor/ekspor sangat tinggi,
yang pada akhirnya akan menyebabkan ekonomi biaya
tinggi.
Pemuatannya artinya pemuatan barang ekspor ke sarana
pengangkut, pengeluarannya artinya pengeluaran barang
impor dari TPS/Kawasan Pabean.
4) Perlu diketahui bahwa TPS hanya boleh digunakan untuk
menimbun :
a) barang ekspor maupun barang impor sementara menunggu
pengeluaran atau pemuatannya.
b) Barang yang berasal dari dalam daerah pabean dengan
tujuan untuk ekspor, reekspor, dikirim ke tempat lain
dalam daerah pabean dengan melewati tempat di luar
daerah pabean.
146
II. Tempat Penimbunan Berikat (TPB)
Pasal 44
(1) Dengan persyaratan tertentu, suatu kawasan, tempat, atau bangunandapat ditetapkan sebagai tempat penimbunan berikat denganmendapatkan penangguhan bea masuk untuk:a. menimbun barang impor guna diimpor untuk dipakai, dikeluarkan ke
tempat penimbunan berikat lainnya atau diekspor;b. menimbun barang guna diolah atau digabungkan sebelum diekspor
atau diimpor untuk dipakai;c. menimbun barang impor, dengan atau tanpa barang dari dalam
daerah pabean, guna dipamerkan; d. menimbun, menyediakan untuk dijual dan menjual barang impor
kepada orang dan/atau orang tertentu;e. menimbun barang impor guna dilelang sebelum diekspor atau
diimpor untuk dipakai;f. menimbun barang asal daerah pabean guna dilelang sebelum
diekspor atau dimasukkan kembali ke dalam daerah pabean; ataug. menimbun barang impor guna didaur ulang sebelum diekspor atau
diimpor untuk dipakai.(1a) Menteri dapat menetapkan suatu kawasan, tempat, atau
bangunan untuk dilakukannya suatu kegiatan tertentu selain kegiatansebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai tempat penimbunan berikat.
(2) Ketentuan mengenai persyaratan, tata cara pendirian penyelenggaraan,pengusahaan, dan perubahan bentuk tempat penimbunan berikat diaturlebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah.
(Pasal yang terkait Pasal 1 tentang pengertian TPB, Pasal 45tentang pengeluaran barang dari TPB, pasal 46 tentangpembekuan TPB dan pasal 47 tentang kewajiban pengusaha TPBjika izinnya di cabut ).
Penjelasan pasal 44 : 147
1) Sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1 ayat 17
Undang-Undang Kepabeanan, Tempat Penimbunan Berikat
adalah “bangunan, tempat atau kawasan yang memenuhi persyaratan
tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu
dengan mendapatkan penangguhan Bea masuk”.
2) Dalam perkembangannya fasilitas Tempat Penimbunan
Berikat (TPB) yang diberikan selama ini dirasa belum
cukup menampung kebutuhan investor luar negeri. Agar
investor lebih berminat menanamkan modalnya di Indonesia
dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti
Vietnam, Thailand, Malaysia dan lain-lain, maka cakupan
kegiatan yang dapt diberikan fasilitas TPB perlu
diperluas. Untuk itu tujuan tertentu didirikannya Tempat
Penimbunan Berikat tercantum dalam pasal 44 Undang-
Undang Kepabeanan, sebagai berikut :
1.menimbun barang impor guna diimpor untuk dipakai,
dikeluarkan ke tempat berikat lainnya atau diekspor
(Gudang Berikat).
2.menimbun barang guna diolah atau digabungkan sebelum
diekspor atau diimpor untuk dipakai (Kawasan
Berikat ).
3.menimbun barang impor, dengan atau tanpa digabungkan
dengan barang dari dalam daerah pabean, guna
dipamerkan (Tempat Pameran Berikat ).
4.menimbun, menyediakan untuk dijual dan menjual barang
impor kepada orang tertentu (Toko Bebas Bea).
5.menimbun barang impor guna dilelang sebelum diekspor
atau diimpor untuk dipakai (Tempat Lelang Berikat). 148
6.menimbun barang asal daerah pabean guna dilelang
sebelum diekspor atau dimasukkan kembali ke dalam
daerah pabean (Tempat Lelang Berikat).
7.menimbun barang impor guna didaur ulang sebelum
diekspor atau diimpor untuk dipakai (Tempat Daur Ulang
Berikat).
3) Pasal ini pada dasarnya menambah tujuan pengeluaran
barang yang ditimbun di GB sehingga dapat dipindahkan ke
TPB lain, selain menegaskan kembali fungsi Kawasan
Berikat. Fungsi lain KB adalah mengatur pameran dalam
TPB, dimana pameran boleh dilakukan dengan
menggabungkan antara barang impor dengan barang asal
daerah pabean. Terhadap barang pameran tersebut dapat
dijual setelah bea masuk atas barang impor dilunasi.
Sedangkan ketentuan yang berhubungan dengan Toko Bebas
Bea (TBB) adalah mempertegas ketentuan TBB dimana
pembelinya adalah selain orang-orang tertentu
dimungkinkan juga adanya suatu kegiatan tertentu yang
didalamnya dilakukan kegiatan perdagangan yang
pembelinya siapa saja dengan membayar bea masuk.
Mengenai ketentuan baru mengenai Tempat Lelang Berikat
(TLB), dimana di dalam TLB ini memungkinkan barang dari
dalam daerah pabean digabungkan dengan barang impor
untuk dilelang.
Suatu hal yang baru dimana, di TPB memungkinkan kegiatan
daur ulang. Yang dimaksud dengan daur ulang yaitu suatu
kegiatan pengolahan limbah dan barang lainnya menjadi
149
produk yang mempunyai nilai tambah dan nilai ekonomi
yang lebih tinggi.
Pasal 45
(1) Barang dapat dikeluarkan dari tempat penimbunan berikat atas persetujuanpejabat bea dan cukai untuk:a. diimpor untuk dipakai;b. diolah;c. diekspor sebelum atau sesudah diolah;d. diangkut ke tempat penimbunan berikat lain atau tempat penimbunan sementara;e. dikerjakan dalam daerah pabean dan kemudian dimasukkan kembali ke tempat
penimbunan berikat dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri; atauf. dimasukkan kembali ke dalam daerah pabean.
(2) Barang dari tempat penimbunan berikat yang diimpor untuk dipakai berupa:a. barang yang telah diolah atau digabungkan;b. barang yang tidak diolah; dan/atauc. barang lainnyadipungut bea masuk berdasarkan tarif dan nilai pabean yang ditetapkan denganperaturan menteri.
(3) Orang yang mengeluarkan barang dari tempat penimbunan berikat sebelumdiberikan persetujuan oleh pejabat bea dan cukai tanpa bermaksud mengelakkankewajiban pabean, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesarRp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).
(4) Pengusaha tempat penimbunan berikat yang tidak dapat
mempertanggungjawabkan barang yang seharusnya berada di tempat tersebut
wajib membayar bea masuk yang terutang dan dikenai sanksi administrasi berupa
denda sebesar 100% (seratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar.
Penjelasan pasal 45 :
1) Adanya Tempat Penimbunan Berikat ini diharapkan untuk
menjamin adanya kelancaran arus barang dalam kegiatan
impor atau ekspor serta peningkatan produksi dalam
negeri dalam rangka pembangunan dan pengembangan ekonomi 150
nasional. Barang yang ditimbun di tempat penimbunan
berikat dapat dikeluarkan setelah mendapat persetujuan
pejabat Bea dan Cukai, untuk :
(1)diimpor untuk dipakai.
(2)diolah.
(3)diekspor sebelum atau sesudah diolah.
(4)diangkut ke tempat penimbunan berikat lain atau
tempat penimbunan sementara.
(5)dikerjakan dalam Daerah Pabean dan kemudian
dimasukkan kembali ke tempat penimbunan berikat
dengan persyaratan yang ditetapkan Menteri Keuangan.
(6)Memungkinkan TPB memberikan subkontrak, meminjamkan
dan mereparasi mesin ke Daerah Pabean Indonesia
Lainnya ( DPIL ).
(7)dimasukkan kembali ke dalam Daerah Pabean.
2) Barang dari tempat penimbunan berikat yang diimpor untuk
dipakai , berupa barang yang telah diolah atau
digabungkan, barang yang tidak diolah , dan/atau barang
lainnya dipungut bea masuk berdasarkan tarif dan nilai
pabean yang ditetapkan dengan peraturan Menteri
Keuangan. Ketentuan ayat 2 dari pasal ini ditujukan
untuk dapat mengenakan bea masuk berdasarkan tarif dan
nilai pabean dengan ketentuan yang berbeda berdasarkan
kateristik barang yang diimpor untuk dipakai.
3) Berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan orang yang
mengeluarkan barang dari tempat penimbunan berikat
sebelum diberikan persetujuan oleh pejabat Bea dan
Cukai tanpa bermaksud mengelakkan kewajiban pabean 151
dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp
75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah). Pengusaha
TPB yang tidak dapat mempertanggung jawabkan barang yang
seharusnya berada di tempat tersebut, wajib membayar bea
masuk yang terutang dan dikenai sanksi administrasi
sebesar 100% dari bea masuk yang seharusnya dibayar.
Pasal 46
(1) Izin tempat penimbunan berikat dibekukan bilamana penyelenggara tempatpenimbunan berikat :
a. berada dalam pengawasan kurator sehubungan tempat penimbunan berikat.b. menunjukkan ketidakmampuan dalam penyelenggaraan tempat penimbunan
berikat.(2) Pembekuan izin dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi pencabutan
bilamana penyelenggara tempat penimbunan berikat :a. tidak melunasi utangnya dalam jangka waktu yang ditetapkan; ataub. tidak mampu lagi mengusahakan tempat penimbunan berikat tersebut.
(3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberlakukan kembali bilamanapenyelenggara tempat penimbunan berikat :
a. telah melunasi utangnya; ataub. telah mengusahakan tempat penimbunan berikat tersebut.
(4) Izin tempat penimbunan berikat dalam hal :a. penyelenggara tempat penimbunan berikat untuk jangka waktu satu tahun
terus menerus tidak lagi melakukan kegiatan;b. penyelenggara tempat penimbunan berikat mengalami pailit;c. penyelenggara tempat penimbunan berikat bertindak tidak jujur dalam
usahanya; ataud. terdapat permintaan dari yang bersangkutan.
(5) Ketentuan tentang pembekuan, pemberlakuan kembali, dan pencabutan izin
tempat penimbunan berikat diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Penjelasan pasal 46:
1. Pasal 46 mengatur tentang pembekuan dan pencabutan TPB.
Pembekuan dilakukan bilamana penyelenggara berada dalam
152
pengawasan kurator atau menunjukkan ketidakmampuan dalam
penyelenggaraan tempat penimbunan berikat. Pembekuan
dihentikan bilamana penyelenggaran telah melunasi
utangnya atau telah mampu mengusahakan tempat penimbunan
berikat.
2. Izin TPB dicabut bilamana :
(1)penyelenggara tidak melunasi utangnya dalam jangka
waktu yang ditetapkan; atau
(2)penyelenggara tidak mampu lagi mengusahakan tempat
penimbunan berikat tersebut.
(3)penyelenggara tempat penimbunan berikat untuk jangka
waktu satu tahun terus menerus tidak lagi melakukan
kegiatan;
(4)penyelenggara tempat penimbunan berikat mengalami
pailit;
(5)penyelenggara tempat penimbunan berikat bertindak
tidak jujur dalam usahanya; atau
(6)terdapat permintaan dari yang bersangkutan.
Pasal 47
Bilamana izin tempat penimbunan berikat telah dicabut sebagaimana dimaksud dalamPasal 46, pengusaha dalam batas waktu tiga puluh hari sejak pencabutan izin harus :a. melunasi semua bea masuk yang terutang;b. mengekspor kembali barang yang masih ada di tempat penimbunan berikat; atauc. memindahkan barang yang masih ada di tempat penimbunan berikat ke tempat
penimbunan berikat lain.
Penjelasan pasal 47:
153
Pasal 47 mengatur tentang tindak lanjut penanganan barang
yang ditimbun di TPB ketika izin suatu TPB dicabut. Dalam
waktu 30 (tiga puluh) hari sejak pencabutan barang yang
masih terutang bea masuk harus diselesaikan dengan beberapa
alternatif pilihan, yaitu:
1. bea masuk yang terutang dilunasi,2. barang diekspor kembali, atau3. memindahkan barang ke tempat penimbunan berikat lain.
III. Tempat Penimbunan Pabean (TPP)
Pasal 48
(1) Di setiap kantor pabean disediakan tempat penimbunan pabean yangdikelola oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(2) Penunjukan tempat lain yang berfungsi sebagai tempat penimbunanpabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
Penjelasan pasal 48 :
1) Sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1 ayat 18
Undang-Undang Tempat Penimbunan Pabean adalah bangunan
dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu, yang
disediakan oleh pemerintah di Kantor Pabean, yang berada dibawah
pengelolaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk menyimpan barang
yang dinyatakan tidak dikuasai, barang yang dikuasai negara, dan barang
yang menjadi milik negara.
2) Disetiap kantor pabean disediakan tempat penimbunan
pabean. Penunjukan tempat lain yang berfungsi sebagai
154
156
Rangkuman
1. Di setiap Kawasan Pabean disediakan tempat
penimbunan sementara yang dikelola jangka waktunya
paling lama 30 hari.
2. Pengusaha TPS yang tidak dapat
mempertanggungjawabkan barang yang ditimbun dikenai
sanksi administrasi berupa denda.
3. Tujuan tertentu didirikannya Tempat Penimbunan
Berikat, adalah :
a)menimbun barang impor guna diimpor untuk dipakai,
dikeluarkan ke tempat penimbunan berikat lainnya
atau diekspor (Gudang Berikat).
b)menimbun barang guna diolah atau digabungkan
sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai
(Kawasan Berikat).
c)menimbun barang impor, dengan atau tanpa barang
dari dalam daerah pabean, guna dipamerkan (Tempat
Pameran Berikat).
d)menimbun, menyediakan untuk dijual dan menjual
barang impor kepada orang dan/atau orang tertentu
(Toko Bebas Bea).
e)menimbun barang impor guna dilelang sebelum
diekspor atau diimpor untuk dipakai (Tempat Lelang
157
Latihan
Untuk menguji pemahaman Anda terhadap materi
kegiatan belajar 9, silakan kerjakan soal-soal
latihan berikut!
1. Sebutkan perbedaan Tempat Penimbunan Sementara,
Tempat Penimbunan Berikat dan Tempat Penimbunan
Pabean !
2. Siapa yang berwenang menetapkan suatu kawasan
pabeaan sebagai TPS ?
3. Jelaskan sanksi apa yang akan dikenakan bilamana
pengusaha TPS tidak dapat mempertanggungjawabkan
barang yang ditimbun di TPSnya !
4. Jelaskan tujuan didirikannya TPB sesuai dengan
pasal 44 Undang-Undang Kepabeanan !
5. Jelaskan sanksi apa yang akan dikenakan bilamana
pengusaha TPB tidak dapat mempertanggungjawabkan
KEGIATANBELAJAR
PEMBUKUAN
Dalam kegiatan belajar ini akan diuraikan mengenai
ketentuan pembukuan dalam rangka audit kepabeanan. Pada
Undang-Undang Kepabeanan kegiatan belajar ini diatur pada
Bab IX.
I. Kewajiban PembukuanPasal 49
Importir, eksportir, pengusaha tempat penimbunan sementara, pengusahatempat penimbunan berikat, pengusaha pengurusan jasa kepabeanan, ataupengusaha pengangkutan wajib menyelenggarakan pembukuan.
Penjelasan pasal 49 :
158
Indikator Keberhasilan
Diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan ketentuan pembukuan untuk kepentingan audit kepabeanan
109
1) Pengertian pembukuan pada pasal ini adalah suatu proses
pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi yang meliputi dan
mempengaruhi keadaan harta, utang, modal, pendapatan,
dan biaya yang secara khusus menggambarkan jumlah harga
perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang kemudian
diikhtisarkan dalam laporan keuangan.
2) Para pihak yang berkewajiban menyelenggarakan pembukuan
adalah mereka yang terkait dengan barang ekspor/impor
yaitu importir, eksportir, pengusaha tempat penimbunan
sementara, pengusaha tempat penimbunan berikat,
pengusaha pengurusan jasa kepabeanan, atau pengusaha
pengangkutan.
3) Kewajiban menyelenggarakan pembukuan diperlukan untuk
pelaksanaan audit kepabeanan setelah barang dikeluarkan
dari kawasan pabean.
Yang dimaksud dengan pengusaha pengangkutan yaitu orang
yang menyediakan jasa angkutan barang impor atau ekspor
dengan sarana pengangkut di darat, laut, dan udara.
Pasal 50(1) Atas permintaan pejabat bea dan cukai, orang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 49 wajib menyerahkan laporan keuangan, buku, catatan dandokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitandengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, serta surat yangberkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan untuk kepentingan auditkepabeanan.
(2) Dalam hal orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berada ditempat, kewajiban untuk menyerahkan laporan keuangan, buku, catatandan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan
159
dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, surat yang berkaitandengan kegiatan di bidang kepabeanan beralih kepada yang mewakili.
Penjelasan pasal 50 :
1) Untuk kepentingan pemeriksaan pabean (audit) importir,
eksportir, pengusaha tempat penimbunan sementara,
pengusaha tempat penimbunan berikat, pengusaha
pengurusan jasa kepabeanan, atau pengusaha pengangkutan
wajib menyerahkan laporan keuangan, buku, catatan dan
dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang
berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data
elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan
di bidang kepabeanan.
2) Yang dimaksud dengan orang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak berada di tempat bagi orang berupa badan
hukum yaitu pimpinan badan hukum tersebut. Pengertian
dari ‘yang mewakili’ yaitu karyawan atau bawahan atau
pihak lain yang ditunjuk oleh orang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 49.
II. Tata Cara Pembukuan
Pasal 51(1) Pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 wajib diselenggarakan
dengan baik agar menggambarkan keadaan atau kegiatan usaha yangsebenarnya, dan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta,kewajiban, modal, pendapatan, dan biaya.
(2) Pembukuan wajib diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakanhuruf latin, angka Arab, mata uang rupiah, dan bahasa Indonesia, ataudengan mata uang asing dan bahasa asing yang diizinkan oleh menteri.
(3) Laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar 160
pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk dataelektronik, surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeananwajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun pada tempat usahanya diIndonesia.
(4) Ketentuan mengenai pedoman penyelenggaraan pembukuan diatur lebihlanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
Penjelasan pasal 51 :
1) Ketentuan pembukuan yang wajib dilakukan seperti pada
ayat (1) dan (2) dimaksudkan :
a) Pembukuan wajib diselenggarakan dengan baik agar
menggambarkan keadaan atau kegiatan usaha yang
sebenarnya, dan sekurang-kurang terdiri dari catatan
mengenai harta, kewajiban, modal, pendapatan, dan
biaya. Agar dapat digitung besarnya nilai transaksi
impor atau ekspor untuk menjamin tercapainya maksud
tersebut, pembukuan harus diselenggarakan dengan cara
atau sistem yg lazim dipakai di Indonesia misalnya
berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan.
b) Pembukuan wajib diselenggarakan di Indonesia dengan
menggunakan huruf latin, angka Arab, mata uang
rupiah, dan bahasa Indonesia atau dengan mata uang
asing dan bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri
Keuangan.
2) Kewajiban menyimpan pembukuan diatur selama 10 tahun
pada tempat usahanya di Indonesia. Maksud penyimpanan
selama 10 tahun ini adalah agar ketika Direktur Jenderal
Bea dan cukai akan melakukan audit kepabeanan, bukti
dasar pembukuan dan surat yang diperlukan masih tetap
161
ada dan dapat segera disediakan. Dalam hal data tersebut
berupa data elektronik, orang wajib menjaga keandalan
sistem pengolahan data yang digunakan agar data
elektronik yang disimpan dapat dibuka, dibaca atau
diambil kembali setiap waktu.
Pasal 52
(1) Orang yang tidak menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 49 dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesarRp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(2) Orang yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal51 ayat (1), ayat (2), atau ayat (3) dikenai sanksi administrasi berupa dendasebesar Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah)
Penjelasan pasal 52 :
1) Pasal 52 mengatur tentang sanksi yang akan dikenakan
bilmana Orang tidak menyelenggarakan pembukuan.
2) Ketentuan ayat 1 yaitu sanksi administrasi berupa denda
sebesar Rp. 50.000.000,00 dikenakan terhadap mereka yang
tidak menyelenggarakan pembukuan sesuai pasal 49.
3) Ketentuan ayat 2 yaitu sanksi administrasi berupa denda
sebesar Rp. 25.000.000,00 dikenakan terhadap mereka yang
tidak menyelengarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan
pasal 51 (sudah ada pembukuan namun tidak sesuai dengan
kaidah pembukuan yang benar).
162
163
Rangkuman
1. Importir, eksportir, pengusaha tempat penimbunan
sementara, pengusaha tempat penimbunan berikat,
pengusaha pengurusan jasa kepabeanan, atau
pengusaha pengangkutan wajib menyelenggarakan
pembukuan.
2. Ketentuan pembukuan yang wajib dilakukan oleh
orang adalah :
a) Pembukuan wajib diselenggarakan dengan baik
agar menggambarkan keadaan atau kegiatan usaha
yang sebenarnya, dan sekurang-kurang terdiri
dari catatan mengenai harta, kewajiban, modal,
pendapatan, dan biaya.
b) Pembukuan wajib diselenggarakan di Indonesia
dengan menggunakan huruf latin, angka Arab,
mata uang rupiah, dan bahasa Indonesia atau
dengan mata uang asing dan bahasa asing yang
diizinkan oleh Menteri Keuangan.
c) Wajib menyimpan pembukuan selama 10 tahun pada
tempat usahanya di Indonesia. Maksud
penyimpanan selama 10 tahun ini adalah agar
ketika Direktur Jenderal Bea dan cukai akan
melakukan audit kepabeanan, bukti dasar
164
Latihan
Untuk menguji pemahaman Anda terhadap materi
kegiatan belajar 10, silakan kerjakan soal-soal
latihan berikut!
1. Sebutkan pihak-pihak mana saja yang berkewajiban
untuk menyelenggarakan pembukuan dan menyimpan
catatan atau dokumen terkait dengan kegiatan
impor dan ekspornya !
2. Berapa lama jangka waktu kewajiban menyimpan
buku atau catatan terkait dengan impor atau
ekspor ?
3. Mengapa buku atau catatan tadi harus disimpan
selama itu !
4. Jelaskan cara melakukan pembukuan yang dapat
dipergunakan untuk kepentingan audit kepabeanan !
KEGIATANBELAJAR
LARANGAN DAN PEMBATASAN IMPORATAU EKSPOR
Dalam kegiatan belajar ini dibahas mengenai ketentuan
larangan dan pembatasan impor dan eskpor, pengendalian impor
atau ekspor barang hasil pelanggaran hak atas kekayaan
intelektual, dan penindakan atas barang yang terkait dengan
terorisme dan/atau kejahatan lintas negara. Pada Undang-
Undang Kepabeanan kegiatan belajar ini diatur pada Bab X.
165
Indikator Keberhasilan
Diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan :ketentuan larangan dan pembatasan impor atau ekspor.Pengendalian impor atau ekspor barang hasil pelanggaran
HAKI.penindakan atas barang yang terkait dengan terorisme
dan/atau kejahatan lintas negara
119
I. Larangan dan Pembatasan Impor atau
Ekspor
Pasal 53
(1) Untuk kepentingan pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuanlarangan dan pembatasan, instansi teknis yang menetapkan peraturanlarangan dan/atau pembatasan atas impor atau ekspor wajibmemberitahukan kepada Menteri.
(2) Ketentuan mengenai pelaksanaan pengawasan peraturan larangandan/atau pembatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebihlanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
(3) Semua barang yang dilarang atau dibatasi yang tidak memenuhi syaratuntuk diimpor atau diekspor, jika telah diberitahukan denganpemberitahuan pabean, atas permintaan importir atau eksportir:a. dibatalkan ekspornya;b. diekspor kembali; atau c. dimusnahkan di bawah pengawasan pejabat bea dan cukai
kecuali terhadap barang dimaksud ditetapkan lain berdasarkanperaturan perUndang-Undangan yang berlaku.
← Barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor yangtidak diberitahukan atau diberitahukan secara tidak benar dinyatakansebagai barang yang dikuasai negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal68, kecuali terhadap barang dimaksud ditetapkan lain berdasarkan peraturanperUndang-Undangan yang berlaku.
Penjelasan Pasal 53Ayat (1): Sesuai dengan praktik kepabeanan internasional, pengawasanlalulintas barang yang masuk atau keluar dari daerah pabean dilakukan olehinstansi pabean. Dengan demikian, agar pelaksanaan pengawasan peraturanlarangan dan pembatasan menjadi efektif dan terkoordinasi, instansi teknisyang bersangkutan wajib menyampaikan peraturan dimaksud kepada Menteriuntuk ditetapkan dan dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.Ayat (2): Cukup jelas.Ayat (3): Barang yang dilarang atau dibatasi impor atau ekspornya yang tidak
166
memenuhi syarat yaitu barang impor atau ekspor yang telah diberitahukandengan pemberitahuan pabean, tetapi tidak memenuhi persyaratansebagaimana diatur dalam ketentuan larangan atau pembatasan atas barangyang bersangkutan. Yang dimaksud dengan diberitahukan dengan pemberitahuan pabean dalampasal ini dapat berupa pemberitahuan kedatangan sarana pengangkut,pemberitahuan impor untuk dipakai, dan pemberitahuan ekspor barang. Permintaan importir atau eksportir untuk membatalkan ekspornya,mereekspor, atau memusnahkan tidak dapat disetujui jika peraturanperUndang-Undangan yang berlaku menetapkan lain.Ayat (4): Yang dimaksud dengan ditetapkan lain berdasarkan peraturanperUndang-Undangan yang berlaku yaitu bahwa peraturan perUndang-Undangan yang bersangkutan telah mengatur secara khusus penyelesaianbarang impor yang dibatasi atau dilarang, misalnya impor limbah yangmengandung bahan berbahaya dan beracun.
Penerapan sanksi administrasi pada ayat ini tidak mengurangi ketentuanpidana.
Penjelasan pasal 53 :
1) Dalam Undang-Undang Kepabeanan, ditetapkan bahwa dalam
rangka untuk kepentingan pengawasan yang dilakukan oleh
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terhadap pelaksanaan
ketentuan dan larangan dan pembatasan, maka instansi
teknis yang menetapkan larangan dan atau pembatasan atas
impor atau ekspor barang tertentu wajib memberitahukan
kepada Menteri Keuangan, sebagai atasan dari Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai. Pada hakekatnya pengawasan
terhadap pelaksanaan peraturan larangan dan pembatasan
dilakukan pada saat pemasukan atau pengeluaran barang ke
atau dari daerah pabean. Sesuai dengan praktek
kepabeanan internasional pengawasan lalu lintas barang
167
yang masuk atau keluar dari daerah pabean dilakukan oleh
instansi pabean (dalam hal ini Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai).
2) Suatu barang dilarang diimpor atau diekspor jika barang
tersebut sesuai ketentuan perUndang-Undang yang berlaku
dilarang untuk diimpor atau diekspor. Suatu barang
dibatasi impornya atau ekspornya jika barang tersebut
sesuai ketentuan perUndang-Undangan yang berlaku memang
dibatasi untuk diimpor atau diekspor. Pembatasan
tersebut dapat dilakukan dengan melalui proses
perizinan atau pembatasan jumlah yang diimpor atau
diekspor.
Contoh larangan impor : pakaian bekas.
Contoh pembatasan impor : Impor daging sapi harus
mendapatkan izin dari Dinas Karantina Hewan yang
menyatakan bahwa daging dalam kondisi sehat, juga harus
mendapatkan izin Impor dari Kementerian Perdagangan
terkait dengan jumlah daging yang dapat diimpor.
3) Agar pelaksanaan pengawasan peraturan larangan dan
pembatasan menjadi lebih efektif dan terkoordinasi,
maka instansi teknis yang bersangkutan dengan barang
impor atau ekspor yang dilarang atau dibatasi wajib
menyampaikan peraturan dimaksud kepada Menteri Keuangan
untuk ditetapkan dan dilaksanakan oleh Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai. Barang yang dilarang atau
dibatasi yang tidak memenuhi syarat untuk diekspor atau
diimpor, jika telah diberitahukan dalam Pemberitahuan
Pabean, atas permintaan importir atau eksportir harus 168
dibatalkan ekspornya, diekspor kembali, di atau
dimusnahkan dibawah pengawasan bea dan cukai, kecuali
terhadap barang dimaksud ditetapkan lain berdasarkan
peraturan perUndang-Undangan yang berlaku.
Maksud dari kalimat “kecuali terhadap barang dimaksud ditetapkan
lain berdasarkan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku” pada
ayat ini berarti permohonan importir atau eksportir
untuk membatalkan ekspornya, mengekspor kembali, atau
meminta untuk dimusnahkan di bawah pengawasan bea dan
cukai, tidak dapat diberikan jika peraturan peruandang-
undangan yang berlaku menetapkan lain.
Contoh : Limbah yang mengandung bahan berbahaya dan
beracun tunduk terhadap Undang-Undang lingkungan hidup.
Barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau
diekspor yang tidak memenuhi syarat adalah barang impor
atau ekspor yang telah diberitahukan dengan
Pemberitahuan Pabean, tetapi tidak memenuhi persyaratan
sebagaimana diatur dalam ketentuan larangan atau
pembatasan atas barang yang bersangkutan.
4) Barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau
diekspor yang tidak diberitahukan atau diberitahukan
secara tidak benar dinyatakan sebagai barang milik
negara.
Contoh : Dalam Pemberitahuan Impor Barang diberitahukan
biji gandum, namun pada waktu dilakukan pemeriksaan
fisik ternyata kedapatan beras. Atas barang impor
tersebut karena diberitahukan secara tidak benar maka
dinyatakan sebagai barang milik negara.
169
Namun tidak semua barang larangan dikuasai negara.
Terhadap barang dimaksud dapat ditetapkan lain
berdasarkan peraturan yang berlaku. Peraturan yang
bersangkutan telah mengatur secara khusus penyelesaian
barang impor yang dibatasi atau dilarang.
Contoh : Impor limbah yang mengandung bahan berbahaya
dan beracun. Atas barang tersebut tidak dikuasai
negara atau menjadi barang milik negara. Atas barang
impor tersebut wajib direekspor atau dimusnahkan di
bawah pengawasan pejabat bea dan cukai (penyelesaian ini
sesuai dengan penyelesaian barang impor yang dibatasi
atau dilarang yang telah diatur secara khusus pada
peraturan yang bersangkutan).
II. Pengendalian Impor atau Ekspor BarangHasil Pelanggaran HAKI
Pasal 54 sampai dengan 64 mengatur tentang pengendalian
impor atau ekspor atas barang yang diduga ada pelanggaran
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI).
Pasal 54Atas permintaan pemilik atau pemegang hak atas merek atau hak cipta, ketuapengadilan niaga dapat mengeluarkan perintah tertulis kepada pejabat beadan cukai untuk menangguhkan sementara waktu pengeluaran barang imporatau ekspor dari kawasan pabean yang berdasarkan bukti yang cukup, didugamerupakan hasil pelanggaran merek dan hak cipta yang dilindungi diIndonesia.
170
Pasal 55
Permintaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 diajukan dengan disertai :a. bukti yang cukup mengenai adanya pelanggaran merek atau hak cipta yang
bersangkutan;b. bukti pemilikan merek atau hak cipta yang bersangkutan;c. perincian dan keterangan yang jelas mengenai barang impor atau ekspor
yang dimintakan penangguhan pengeluarannya, agar dengan cepat dapatdikenali oleh pejabat bea dan cukai; dan
d. jaminan.
Penjelasan Pasal 55Kelengkapan bahan-bahan seperti tersebut dalam huruf a sampai denganhuruf d sangat penting dan karena itu kelengkapannya bersifat mutlak. Haltersebut dimaksudkan untuk menghindarkan penggunaan ketentuan ini dalampraktik dagangan yang justru bertentangan dengan tujuan pengaturan untukmengurangi atau meniadakan perdagangan barang-barang hasil pelanggaranmerek dan hak cipta.
Praktik dagang serupa itu, yang kadang kala dilakukan sebagai caramelemahkan atau melumpuhkan pesaing, pada akhirnya tidak menguntungkanbagi perekonomian pada umumnya. Oleh karena itu, keberadaan jaminan yangcukup nilainya memiliki arti penting setidaknya karena tiga hal. Pertama,melindungi pihak yang diduga melakukan pelanggaran dari kerugian yangtidak perlu. Kedua, mengurangi kemungkinan berlangsungnyapenyalahgunaan hak. Ketiga, melindungi pejabat bea dan cukai darikemungkinan adanya tuntutan ganti rugi karena dilaksanakannya perintahpenangguhan.
Pasal 56Berdasarkan perintah tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, pejabatbea dan cukai:a. memberitahukan secara tertulis kepada importir, eksportir, atau pemilik
barang mengenai adanya perintah penangguhan pengeluaran barangimpor dan ekspor;
b. melaksanakan penangguhan pengeluaran barang impor atau ekspor yangbersangkutan dari kawasan pabean terhitung sejak tanggal diterimanya
171
perintah tertulis ketua pengadilan niaga.
Penjelasan Pasal 56: Cukup jelas.
Pasal 57(1) Penangguhan pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 56 huruf b dilaksanakan untuk jangka waktu paling lama 10(sepuluh) hari kerja.
(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berdasarkanalasan dan dengan syarat tertentu, dapat diperpanjang satu kali untukpaling lama 10 (sepuluh) hari kerja dengan perintah tertulis ketuapengadilan niaga.
(3) Perpanjangan penangguhan terhadap pengeluaran barang impor atauekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai denganperpanjangan jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf d.
Penjelasan Pasal 57Ayat (1): Jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja tersebut merupakan jangka waktumaksimum bagi penangguhan. Jangka waktu tersebut disediakan untukmemberi kesempatan kepada pihak yang meminta penangguhan agar segeramengambil langkah-langkah untuk mempertahankan haknya sesuai denganperaturan perUndang-Undangan yang berlaku.Ayat (2): Perpanjangan jangka waktu penangguhan tersebut hanya dapatdilakukan dengan syarat yang ketat untuk mencegah kemungkinanpenyalahgunaan hak untuk meminta penangguhan.Ayat (3): Cukup jelas
Pasal 58(1) Atas permintaan pemilik atau pemegang hak atas merek atau hak cipta
yang meminta perintah penangguhan, ketua pengadilan niaga dapatmemberi izin kepada pemilik atau pemegang hak tersebut guna memeriksabarang impor atau ekspor yang diminta penangguhan pengeluarannya.
(2) Pemberian izin pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilakukan oleh ketua pengadilan niaga setelah mendengarkan danmempertimbangkan penjelasan serta memperhatikan kepentingan pemilikbarang impor atau ekspor yang dimintakan penangguhanpengeluarannya.
Penjelasan Pasal 58 172
Ayat (1): Pemeriksaan tersebut dilakukan dalam rangka identifikasi ataupencacahan untuk kepentingan pengambilan tindakan hukum atau langkah-langkah untuk mempertahankan hak yang diduga telah dilanggar.Pemeriksaan tersebut dilakukan dengan sepengetahuan pejabat bea dan cukai.Ayat (2): Karena permintaan penangguhan tersebut masih berdasarkandugaan, kepentingan pemilik barang juga perlu diperhatikan secara wajar.Kepentingan tersebut, antara lain kepentingan untuk menjaga rahasia dagangatau informasi teknologi yang dirahasiakan, yang digunakan untukmemproduksi barang impor atau ekspor tersebut. Dalam hal demikian,pemeriksaan hanya diizinkan secara fisik, sekedar untuk mengidentifikasi ataumencacah barang-barang yang dimintakan penangguhan.
Pasal 59(1) Apabila dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1), pejabat bea dan cukai tidak menerimapemberitahuan dari pihak yang meminta penangguhan pengeluaranbahwa tindakan hukum yang diperlukan untuk mempertahankan haknyasesuai dengan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku telahdilakukan dan ketua pengadilan niaga tidak memperpanjang secaratertulis perintah penangguhan, pejabat bea dan cukai wajib mengakhiritindakan penangguhan pengeluaran barang impor atau ekspor yangbersangkutan dan menyelesaikannya sesuai dengan ketentuan kepabeananberdasarkan Undang-Undang ini.
(2) Dalam hal tindakan hukum untuk mempertahankan hak telah mulaidilakukan sesuai dengan peraturan perUndang-Undangan yang berlakudalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sebagaimana dimaksud padaayat (1), pihak yang meminta penangguhan pengeluaran barang imporatau ekspor wajib secepatnya melaporkannya kepada pejabat bea dancukai yang menerima perintah dan melaksanakan penangguhan barangimpor atau ekspor.
(3) Dalam hal tindakan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telahdiberitahukan dan ketua pengadilan niaga tidak memperpanjang secaratertulis perintah penangguhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57ayat (2), pejabat bea dan cukai mengakhiri tindakan penangguhanpengeluaran barang impor atau ekspor yang bersangkutan danmenyelesaikannya sesuai dengan ketentuan kepabeanan berdasarkanUndang-Undang ini.
Penjelasan Pasal 59: Cukup jelas
173
Pasal 60Dalam keadaan tertentu, importir, eksportir, atau pemilik barang impor atau ekspor dapat mengajukan permintaan kepada ketua pengadilan niaga untuk memerintahkan secara tertulis kepada pejabat bea dan cukai agar mengakhiri penangguhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 dengan menyerahkan jaminan yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf d.
Penjelasan Pasal 60Yang dimaksud dengan keadaan tertentu tersebut, misalnya kondisi atau sifat barang yang cepat rusak.
Pasal 61(1) Apabila dari hasil pemeriksaan perkara terbukti bahwa barang impor atau
ekspor tersebut tidak merupakan atau tidak berasal dari hasil pelanggaranmerek atau hak cipta, pemilik barang impor atau ekspor berhak untukmemperoleh ganti rugi dari pemilik atau pemegang hak yang memintapenangguhan pengeluaran barang impor atau ekspor tersebut.
(2) Pengadilan niaga yang memeriksa dan memutus perkara sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dapat memerintahkan agar jaminan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 55 huruf d digunakan sebagai pembayaran ataubagian pembayaran ganti rugi yang harus dibayarkan.
Penjelasan Pasal 61: Cukup jelas
Pasal 62Tindakan penangguhan pengeluaran barang impor atau ekspor dapat puladilakukan karena jabatan oleh Pejabat Bea dan Cukai apabila terdapat buktiyang cukup bahwa barang tersebut merupakan atau berasal dari hasilpelanggaran merek atau hak cipta.
Penjelasan Pasal 62Tindakan karena jabatan ini dilakukan hanya kalau dimiliki bukti-bukti yangcukup. Tujuannya untuk mencegah peredaran barang-barang yang merupakanatau berasal dari hasil pelanggaran merek atau hak cipta yang berdampakburuk terhadap perekonomian pada umumnya. Dalam hal diambil tindakanserupa ini, berlaku sepenuhnya tata cara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Merek atau Undang-Undang tentang Hak Cipta.
Pasal 63Ketentuan penangguhan pengeluaran barang yang diduga merupakan hasil 174
pelanggaran hak atas kekayaan intelektual tidak diberlakukan terhadap barangbawaan penumpang, awak sarana pengangkut, pelintasbatas, atau barangkiriman melalui pos atau jasa titipan yang tidak dimaksudkan untuk tujuankomersial.Penjelasan Pasal 63: Cukup jelas
Pasal 64(1) Pengendalian impor atau ekspor barang yang diduga merupakan hasilpelanggaran hak atas kekayaan intelektual, selain merek dan hak ciptasebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, ditetapkan dengan peraturanpemerintah.(2) Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Pasal 54sampai dengan Pasal 63 diatur dengan peraturan pemerintah.
Penjelasan Pasal 64Ayat (1): Dengan tetap memperhatikan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994tentang Pengesahan Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia,penerapan ketentuan dalam pasal 54 sampai dengan Pasal 63 terhadap hakatas kekayaan intelektual, selain menyangkut merek dan hak cipta, dilakukansecara bertahap dengan mempertimbangkan kemampuan dan kesiapanpengelolaan sistem atas kekayaan intelektual.Ayat (2): Cukup jelas
Penjelasan Pasal 54 – 64 :
1) Perintah tertulis penangguhan pengeluaran dikeluarkan
oleh ketua pengadilan niaga yang daerah hukumnya
meliputi kawasan pabean, yaitu tempat kegiatan impor
atau ekspor tersebut berlangsung. Dalam hal impor barang
tersebut ditujukan ke beberapa kawasan pabean dalam
daerah pabean Indonesia permintaan perintah tersebut
ditujukan kepada dan dikeluarkan oleh ketua pengadilan
niaga yang daerah hukumnya meliputi kawasan pabean
pertama, yaitu tempat impor barang yang bersangkutan
ditujukan atau dibongkar. Dalam hal ekspor dilakukan
175
dari beberapa kawasan pabean, permintaan tersebut
ditujukan kepada dan dikeluarkan oleh ketua pengadilan
niaga yang daerah hukumnya meliputi kawasan pabean
pertama, yaitu tempat ekspor berlangsung. Yang dimaksud
dengan pengadilan niaga yaitu pengadilan niaga yang
berwenang berdasarkan peraturan perUndang-Undangan yang
berlaku. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai diberi tugas
untuk melakukan penangguhan sementara waktu atas
pengeluaran barang impor atau ekspor atas dugaan adanya
pelanggaran atas HAKI , atas perintah tertulis dari
ketua pengadilan niaga yang daerah hukumnya meliputi
kawasan pabean dimana kegiatan impor atau ekspor itu
berlangsung. Perintah tertulis tersebut dikeluarkan oleh
ketua pengadilan niaga atas permintaan pemilik atau
pemegang hak atas merek atau hak cipta.
2) Jenis-jenis HAKI yang ada dan telah ditetapkan dengan
Undang-Undang adalah:
a. Hak Cipta (Copy Right) , Undang-Undang Nomor 10
tahun 2003
b. Hak Merk Dagang (Trade Mark) Undang-Undang Nomor 15
tahun 2001
c. Hak Patent Undang-Undang Nomor 14 tahun 2001
d. Hak Desain Produk Industri Undang-Undang Nomor 31
tahun 2001
e. Rahasia Dagang Undang-Undang Nomor 30 tahun 2000
f. Desain Rangkaian Listrik Terpadu Undang-Undang Nomor
32 tahun 2000
g. Indikasi Geografis
176
3) Berkaitan dengan tugas dan fungsí DJBC sesuai ketentuan
yang diatur dalam pasal 54 Undang-Undang Kepabeanan,
pengendalian barang hasil pelanggaran HAKI meliputi hak
atas merek atau hak cipta. Tindakan Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai dalam melakukan penangguhan sementara
waktu pengeluaran barang impor atau ekspor di Kawasan
Pabean berdasarkan bukti yang cukup, atas perintah
tertulis Ketua Pengadilan Niaga setempat. Dalam hal
barang ekspor dilakukan di beberapa Kawasan Pabean,
permintaan tersebut ditujukan kepada dan dikeluarkan
oleh Ketua Pengadilan Niaga yang daerah hukumnya
meliputi Kawasan Pabean pertama yaitu Tempat Ekspor
berlangsung.
Permintaan pemilik atau pemegang HAKI sebagaimana
disebutkan diatas dengan disertai :
- bukti yang cukup mengenai adanya pelanggaran HAKI
(merk/hak cipta) yang bersangkutan
- Bukti pemilikan HAKI (merk, hak cipta) yang
bersangkutan
- Perincian atau keterangan yang jelas mengenai barang
impor / ekspor yang dimintakan penangguhan
pengeluarannya, agar dengan cepat dapat dikenali oleh
Pejabat Bea dan Cukai.
- Jaminan
Kelengkapan persyaratan diatas sangat penting dan
karena itu kelengkapannya bersifat mutlak. Hal ini
dimaksudkan untuk menghindarkan penggunaan ketentuan ini
dalam praktek dagang yang justru bertentangan dengan
177
tujuan pengaturan untuk mengurangi atau meniadakan
perdagangan barang-barang hasil pelanggaran HAKI (atas
merk/hak cipta) yang bersangkutan.
Praktek dagang serupa itu, yang kadangkala dilakukan
sebagai cara melemahkan atau melumpuhkan pesaing, yang
pada akhirnya tidak menguntungkan perekonomian pada
umumnya. Oleh karena itu, keberadaan jaminan yang cukup
nilainya memiliki arti yang penting setidaknya karena
tiga hal yaitu :
- melindungi pihak yang diduga melakukan pelanggaran
(importir/eksportir) dari kerugian yang tidak perlu.
- mengurangi kemungkinan berlangsungnya penyalahgunaan
HAKI
- Melindungi Pejabat Bea Cukai dari kemungkinan adanya
tuntutan ganti rugi karena dilaksanakannya perintah
penangguhan.
Pejabat Bea dan Cukai setelah menerima perintah
tertulis dari Ketua Pengadilan Negeri akan melakukan
tindakan :
- memberitahukan secara tertulis kepada
importir/eksportir atau pemilik barang mengenai
adanya perintah penangguhan pengeluaran barang impor
atau ekspornya;
- melaksanakan penangguhan pengeluaran barang impor
atau ekspor yang bersangkutan dari kawasan Pabean,
terhitung sejak tanggal diterimanya perintah tertulis
dari Ketua Pengadilan Negeri setempat.
178
4) Penangguhan pengeluaran barang dilaksanakan oleh Pejabat
Bea dan Cukai untuk jangka waktu paling lama 10
(sepuluh) hari kerja. Jangka waktu tersebut disediakan
untuk memberi kesempatan kepada pihak yang meminta
penangguhan agar segera mengambil langkah-langkah untuk
mempertahankan haknya sesuai dengan peraturan perUndang-
Undangan yang berlaku.
Penangguhan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja
berdasarkan alasan dan dengan syarat-syarat tertentu
dapat diperpanjang satu kali untuk paling lama 10
(sepuluh) hari kerja dengan perintah tertulis Ketua
Pengadilan Niaga setempat. Perpanjangan penangguhan
pengeluaran barang impor/ekspor disertai dengan
perpanjangan jaminan.
Atas permintaan pemilik/pemegang HAKI (merk/hak cipta)
yang telah meminta penangguhan, Ketua Pengadilan Negeri
setempat dapat memberi izin kepada pemilik/pemegang
HAKI, guna memeriksa barang impor /ekspor yang diminta
penangguhan pengeluarannya. Izin pemeriksaan tersebut
dilakukan dalam rangka identifikasi atau pencacahan
untuk kepentingan pengambilan tindakan hukum atau
langkah-langkah untuk mempertahankan hak yang diduga
telah dilanggar. Pemeriksaan tersebut sudah tentu
dilakukan dengan sepengetahuan Pejabat Bea dan Cukai.
Izin pemeriksaan diberikan setelah mempertimbangkan
kepentingan importir/eksportir.
Karena permintaan penangguhan tersebut masih berdasarkan
dugaan, maka kepentingan pemilik barang
179
(importir/eksportir) juga perlu diperhatikan secara
wajar.
Kepentingan yang dimaksud antara lain :
Kepentingan untuk menjaga rahasia dagang.
informasi teknologi yang dirahasiakan yang digunakan
untuk memproduksi barang impor/ekspor.
Dalam hal demikian, pemeriksaan hanya diizinkan
secara fisik, sekedar untuk identifikasi atau mencacah
barang-barang yang dimintakan penangguhan. Apabila
selama penangguhan tidak ada permintaan untuk
memperpanjang perintah penangguhan, Pejabat Bea dan
Cukai wajib mengakhiri tindakan penangguhan pengeluaran
barang impor/ekspor yang bersangkutan, dan segera
menyelesaikannya sesuai dengan ketentuan kepabeanan
berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
5) Dalam hal tertentu importir/eksportir atau pemilik
barang dapat mengajukan permintaan kepada Ketua
Pengadilan Niaga setempat untuk memerintahkan secara
tertulis kepada Pejabat Bea dan Cukai agar mengakhiri
penangguhan dengan menyerahkan jaminan yang sama dengan
jaminan yang diserahkan oleh pemilik HAKI. Yang dimaksud
dengan hal tertentu tersebut misalnya kondisi atau sifat
barang yang cepat rusak.
Apabila dari hasil pemeriksaan perkara di depan
pengadilan terbukti bahwa barang impor/ekspor tersebut
tidak merupakan atau tidak berasal dari hasil
pelanggaran HAKI (merk atau hak cipta) pemilik barang
impor/ekspor berhak memperoleh ganti rugi dari
180
pemilik/pemegang hak yang meminta penangguhan
pengeluaran barang impor/ekspor tersebut. Ganti rugi
diperoleh dengan membayar dari jaminan yang telah
dipertaruhkan oleh pemilik/ pemegang hak.
6) Penangguhan dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai karena
jabatan. apabila terdapat bukti yang cukup.
Tindakan karena jabatan ini dilakukan oleh Bea dan Cukai
hanya kalau dimiliki bukti yang cukup bahwa barang
tersebut merupakan pelanggaran HAKI (merk/hak cipta).
Tujuannya untuk mencegah peredaran barang-barang yang
merupakan atau berasal dari hasil pelanggaran HAKI yang
berdampak buruk terhadap perekonomian pada umumnya.
Dalam hal diambil tindakan karena jabatan ini, berlaku
sepenuhnya tata cara sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang tentang HAKI (Undang-Undang tentang Merk atau
Undang-Undang tentang Hak Cipta). Tindakan Pejabat Bea
dan Cukai karena jabatan tersebut dilakukan tanpa perlu
menunggu perintah tertulis di Ketua Pengadilan Negeri
setempat.
Ketentuan penangguhan pengeluaran barang yang diduga
merupakan hasil pelanggaran HAKI tidak diberlakukan
terhadap barang-barang tertentu yaitu:
a. Barang bawaan penumpang
b. Barang awak sarana pengangkut
c. Barang pelintas batas
d. Barang kiriman melalui pos
e. Barang kiriman jasa titipan yang tidak dimaksudkan
untuk tujuan komersil
181
III. Penindakan Atas Barang yang TerkaitDengan Terorisme dan/atau KejahatanLintas Negara
Pasal 64A
(1) Barang yang berdasarkan bukti permulaan diduga terkait dengan tindakan terorisme dan/atau kejahatan lintas negara dapat dilakukan penindakan oleh pejabat bea dan cukai.
(2) Ketentuan mengenai tata cara penindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
Penjelasan pasal 64A :
Ketentuan pasal ini dibuat sebagai landasan hukum bagi
pejabat bea dan cukai untuk melakukan penindakan terhadap
barang-barang yang diduga akan atau telah digunakan untuk
melakukan tindakan terorisme dan/atau kejahatan lintas
negara.
Yang dimaksud dengan penindakan di bidang kepabeanan
seperti penegahan, pemeriksaan dan lain-lain. Sebagai
contoh penindakan terhadap barang-barang kiriman pos yang
diduga digunakan untuk melakukan tindakan terorisme
dan/atau kejahatan lintas negara.
182
183
Rangkuman
1.Semua barang yang dilarang atau dibatasi yang tidak
memenuhi syarat untuk diimpor atau diekspor, jika
telah diberitahukan dengan pemberitahuan pabean,
atas permintaan importir atau eksportir:
a. dibatalkan ekspornya;
b. diekspor kembali; atau
c. dimusnahkan di bawah pengawasan pejabat bea dan
cukai
2.Barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor
atau diekspor yang tidak diberitahukan atau
diberitahukan secara tidak benar dinyatakan sebagai
barang yang dikuasai negara.
3.Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berwenang untuk
melakukan penangguhan sementara waktu atas
pengeluaran barang impor atau ekspor atas dugaan
adanya pelanggaran atas HAKI, atas perintah tertulis
dari ketua pengadilan niaga.
4.Penangguhan pengeluaran atau pemuatan dapat
184
Latihan
Untuk menguji pemahaman Anda terhadap materi
kegiatan belajar 11, silakan kerjakan soal-soal
latihan berikut!
1. Jelaskan ketentuan pengawasan yang dilakukan
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terhadap barang
larangan dan pembatasan !
2. Jelaskan penyelesaian barang yang dilarang
/dibatasi yang telah diberitahukan oleh
importir/eksportir dalam pemberitahuan pabean !
3. Apa syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh
pemilik HAKI pada saat mengajukan permintaan
kepada Ketua Pengadilan Negeri waktu meminta
penangguhan pengeluaran barang impor/ekspor yang
diduga melanggar HAKI ?
4. Apa maksud dari syarat-syarat seperti yang
tersebut soal nomor 3 diatas ?
5. Jelaskan tindakan penanguhan secara jabatan oleh
Bea dan Cukai dalam terhadap barang impor/ekspor
KEGIATANBELAJAR
BARANG YANG DINYATAKAN TIDAKDIKUASAI, BARANG YANG DIKUASAINEGARA DAN BARANG YANG MENJADI
MILIK NEGARA
Dalam kegiatan belajar ini dibahas mengenai ketentuan
barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang yang dikuasai
negara, dan barang yang menjadi milik negara. Pada Undang-
Undang Kepabeanan kegiatan belajar ini diatur pada Bab XI
I. Barang Dinyatakan Tidak Dikuasai 185
Indikator Keberhasilan
Diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan :barang yang dinyatakan tidak dikuasai.barang dikuasai negara.barang milik negara.
129
Pasal 65
(1) Barang yang dinyatakan sebagai barang tidak dikuasai adalah :a. barang yang ditimbun di tempat penimbunan sementara yang melebihi
jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2);b. barang yang tidak dikeluarkan dari tempat penimbunan berikat yang
telah dicabut izinnya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksuddalam Pasal 47; atau
c. barang yang dikirim melalui pos :1. yang ditolak oleh si alamat atau orang yang dituju dan tidak dapat
dikirim kembali kepada pengirim di luar Daerah Pabean;2. dengan tujuan luar Daerah Pabean yang diterima kembali karena
ditolak atau tidak dapat disampaikan kepada alamat yang dituju,dan tidak diselesaikan oleh pengirim dalam jangka waktu tiga puluhhari sejak diterimanya pemberitahuan dari kantor pos.
(2) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan di tempatpenimbunan pabean dan dipungut sewa gudang yang ditetapkan olehMenteri.
Pasal 66
(1) Barang yang dinyatakan sebagai barang tidak dikuasai selain yang dimaksud padaayat (3) pasal ini, oleh pejabat bea dan cukai segera diberitahukan secara tertuliskepada pemiliknya bahwa barang tersebut akan dilelang jika tidak diselesaikandalam jangka waktu enam puluh hari sejak disimpan di tempat penimbunanpabean.
(2) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sepanjang belum dilelang, olehpemiliknya dapat :
a. diimpor untuk dipakai setelah bea masuk dan biaya lainnya yang terutangdilunasi;
b. diekspor kembali setelah biaya yang terutang dilunasi;c. dibatalkan ekspornya setelah biaya yang terutang dilunasi;d. diekspor setelah biaya yang terutang dilunasi; ataue. dikeluarkan dengan tujuan tempat penimbunan berikat setelah biaya yang
terutang dilunasi.(3) Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) yang :
a. busuk segera dimusnahkan;
186
b. karena sifatnya tidak tahan lama, merusak, berbahaya, atau pengurusannyamemerlukan biaya tinggi dapat segera dilelang dengan memberitahukansecara tertulis kepada pemiliknya;
c. merupakan barang yang dilarang dinyatakan menjadi milik negarasebagaimana dimaksud dalamn Pasal 73; atau
d. merupakan barang yang dibatasi disediakan untuk diselesaikan olehpemiliknya dalam jangka waktu enam puluh hari terhitung sejak disimpan diTempat Penimbunan Pabean.
Pasal 67
(1) Pelelangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) dan ayat (3) huruf bdilakukan melalui lelang umum.
(2) Hasil lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah dikurangi bea masukyang terutang dan biaya yang harus dibayar, sisanya disediakan untuk pemiliknya.
(3) Pejabat bea dan cukai memberitahukan secara tertulis kepada pemiliknya sisa hasillelang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam waktu tujuh hari setelahtanggal pelelangan.
(4) Sisa hasil lelang menjadi miliki negara apabila tidak diambil oleh pemiliknya dalamjangka waktu sembilan puluh hari setelah tanggal surat pemberitahuansebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Harga terendah untuk barang yang akan dilelang sebagaimana dimaksud padaayat (1) ditetapkan oleh Menteri, jika harga yang ditetapkan tidak tercapai, barangdapat dimusnahkan atau untuk tujuan lain atas persetujuan Menteri.
Penjelasan pasal 65 - 67 :
1) Barang yang dinyatakan tidak dikuasai (BTD) adalah
pernyataan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang
mengambil alih hak pindah tangan ke pihak ke tiga dari
importir/eksportir. Namun demikian barang
impor/ekspor tersebut masih tetap milik
importir/eksportir. Pernyataan barang yang tidak
dikuasai ini tujuannya untuk mencegah terjadinya
kongesti, dimana kelancaran arus barang dari dan ke
pelabuhan terhambat/tidak lancar. Kongesti ini akan
187
menyebabkan sewa gudang meningkat, timbulnya kerusakan,
kehilangan barang impor/ekspor yang pada akhirnya akan
menyebabkan ekonomi biaya tinggi.
2) Semua barang impor/ekspor yang telah dinyatakan sebagai
barang yang tidak dikuasai dipindahkan ke Tempat
Penimbunan Pabean (TPP) dan dipungut sewa gudang.
Pejabat Bea dan Cukai segera memberitahukan secara
tertulis kepada pemilik barang impor/ekspor bahwa barang
yang tidak dikuasai akan dilelang jika tidak
diselesaikan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari
sejak disimpan di Tempat Penimbunan Pabean (TPP).
Barang yang tidak dikuasai yang berada di Tempat
Penimbunan Pabean sepanjang belum dilelang oleh
pemiliknya dapat :
a.Diimpor untuk dipakai setelah bea masuk dan biaya
lainnya yang terutang dilunasi.
b. Diekspor kembali setelah biaya yang terutang dilunasi
c. Dibatalkan ekspornya setelah biaya yang terutang
dilunasi
d. Diekspor setelah biaya yang terutang dilunasi
e.Dikeluarkan dengan tujuan Tempat Penimbunan Berikat
setelah biaya yang terutang dilunasi.
Yang dimaksud dengan biaya yang terutang antara lain
terdiri dari :
a.Sewa gudang di Tempat Penimbunan Sementara (TPS)
b.Sewa gudang di Tempat Penimbunan Pabean (TPP)
188
c.Biaya pemindahan barang yang tidak dikuasai dari TPS
ke TPP
3) Barang impor/ekspor yang telah dinyatakan sebagai barang
yang tidak dikuasai, apabila ada barang :
a.Busuk segera dimusnahkan.
b.Karena sifatnya tidak tahan lama, merusak, berbahaya
atau pengurusannya memerlukan biaya tinggi, barang
dapat segera dilelang dengan memberitahukan secara
tertulis kepada pemiliknya. Barang-barang tersebut
adalah sebagai berikut:
(1)Barang yang sifatnya tidak tahan lama antara lain
barang cepat busuk, contoh : buah segar, sayur
segar.
(2)Barang yang sifatnya merusak adalah barang yang
dapat merusak atau mencemari barang lainnya, contoh
: asam sulfat, belerang.
(3)Barang yang berbahaya adalah barang yang antara
lain mudah terbakar, meledak atau membahayakan
kesehatan.
(4)Barang yang memerlukan biaya tinggi adalah barang
yang pengurusannya memerlukan perlakuan khusus,
(5)contoh : binatang hidup, barang yang harus disimpan
dalam ruangan pendingin.
c.Jika BTD merupakan barang yang dilarang dinyatakan
menjadi milik negara.
d.Jika BTD merupakan barang yang dibatasi disediakan
untuk diselesaikan oleh pemiliknya dalam jangka waktu
189
60 (enam puluh) hari terhitung sejak disimpan di
Tempat Penimbunan Pabean.
4) Barang yang tidak dikuasai dilelang melalui lelang umum,
yaitu proses pelelangan untuk umum yang dilakukan oleh
pejabat lelang negara. Harga terendah dari barang yang
akan dilelang minimal sebesar bea masuk dan pungutan
impor lainnya serta biaya lainnya. Yang dimaksud dengan
harga terendah adalah harga serendah-rendahnya yang
harus dicapai dan ditetapkan oleh Menteri Keuangan,
yang terdiri dari :
a.Bea masuk dan PDRI ( Pajak Dalam Rangka Impor ).
b.Sewa gudang di TPS
c.Sewa gudang di TPP
d.Biaya lain misalkan : upah buruh, ongkos angkut untuk
memindahkan barang dari TPS ke TPP.
5) Apabila pelelangan berhasil maka hasil lelang akan
dikurangi dengan BM dan PDRI, sewa gudang di TPS dan
TPP, dan biaya lainnya, dan sisa hasil lelang disediakan
untuk pemiliknya. Dalam waktu 7 (tujuh) hari sisa hasil
lelang ini diberitahukan kepada pemiliknya
(importir/eksportir) untuk diambil. Sisa hasil lelang
ini menjadi milik negara apabila dalam jangka waktu 90
(sembilan puluh) hari sejak pemberitahuan yang diberikan
oleh Pejabat Bea dan Cukai tidak diambil oleh pemiliknya
(importir/eksportir).
II. Barang Yang Dikuasai Negara
190
Pasal 68
(1) Barang yang dikuasai negara adalah :a. barang yang dilarang atau dibatasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 53 ayat (4);b. barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah oleh pejabat bea
dan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1); atauc. barang dan/atau sarana pengangkut yang ditinggalkan di Kawasan
Pabean oleh pemilik yang tidak kenal.(2) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau huruf b
diberitahukan oleh pejabat bea dan cukai secara tertulis kepadapemiliknya dengan menyebutkan alasan dan barang sebagaimanadimaksud pada ayat (1) huruf c diumumkan selama tiga puluh hari sejakdisimpan di tempat penimbunan pabean.
(3) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan di tempatpenimbunan pabean.
Pasal 69
Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) yang :a. busuk segera dimusnahkan;b. karena sifatnya tidak tahan lama, merusak, berbahaya, atau
pengurusannya memerlukan biaya tinggi sepanjang bukan merupakanbarang yang dilarang atau dibatasi dapat segera dilelang denganmemberitahukan secara tertulis kepada pemiliknya; atau
c. merupakan barang yang dilarang atau dibatasi dinyatakan menjadibarang milik negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73.
Pasal 70Barang dan sarana pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat(1) huruf b diserahkan kembali kepada pemiliknya dalam jangka waktu tigapuluh hari sejak penyimpanan di tempat penimbunan pabean dalam hal :
a. Bea masuk yang terutang telah dibayar dan apabila merupakanbarang larangan atau pembatasan telah diserahkan dokumen atauketerangan yang diperlukan sehubungan dengan larangan ataupembatasan impor atau ekspor; atau
191
b. Bea masuk yang terutang telah dibayar dan apabila merupakanbarang larangan atau pembatasan telah diserahkan dokumen atauketerangan yang diperlukan sehubungan dengan larangan ataupembatasan impor atau ekspor serta telah diserahkan sejumlah uangditetapkan oleh Menteri sebagai ganti barang yang besarnya tidakmelebihi harga barang, sepanjang barang tersebut tidak diperlukanuntuk bukti di pengadilan.
Penjelasan Pasal 70: Cukup jelas
Pasal 71(1) Pelelangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf b dilakukan
melalui lelang umum.(2) Harga terendah untuk barang yang akan dilelang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri, dan jika harga yangditetapkan tidak tercapai, barang dapat dimusnahkan untuk tujuan lainatas persetujuan Menteri.
(3) Hasil lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan sebagai gantibarang yang bersangkutan sambil menunggu keputusan Menterisebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (2) atau untuk alat bukti disidang pengadilan.
Pasal 72(1) Pemilik barang dan/atau sarana pengangkut sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 68 dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepadaMenteri dalam jangka waktu tiga puluh hari sejak diberitahukan olehpejabat bea dan cukai dengan menyebutkan alasan dan bukti yangmenguatkan keberatannya.
(2) Dalam jangka waktu sembilan puluh hari sejak diterimanya permohonankeberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri memberikankeputusan bahwa :a. tidak terdapat pelanggaran terhadap Undang-Undang ini dan segera
memerintahkan agar dan/atau sarana pengangkut yang dikuasainegara atau uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf b danPasal 70 huruf b diserahkan kepada pemiliknya; atau
b. telah terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang ini, barangdan/atau sarana pengangkut atau uang sebagaimana dimaksuddalam Pasal 69 huruf b diselesaikan lebih lanjut berdasarkan Undang-
192
Undang ini.(3) Keputusan yang diambil sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diberitahukan kepada pemiliknya dan Direktur Jenderal.(4) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
Menteri tidak memberikan keputusan, permohonan yang bersangkutandianggap diterima.
Penjelasan pasal 68 – 72 :
1. Pengertian barang yang dikuasai negara (BDN) adalah
barang yang untuk sementara waktu penguasaannya berada
pada negara sampai dapat ditentukan status barang yang
sebenarnya. Perubahan status ini dimaksudkan agar
Pejabat Bea dan Cukai dapat memproses barang tersebut
secara administratif sampai dapat dibuktikan bahwa
terjadi kesalahan atau sama sekali tidak terjadi
kesalahan, sehingga masalah kepabeannya dapat
diselesaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini.
2. Barang yang dikuasai negara adalah :
a. Barang yang dibatasi atau dilarang yaitu barang yang
menurut ketentuan peraturan perUndang-Undangan yang
berlaku dinyatakan dilarang dan/atau dibatasi untuk
diimpor dan tidak diberitahukan atau diberitahukan
secara tidak benar, kecuali jika peraturan yang
melarang dan /atau membatasinya menentukan
penyelesaian lain atas barang tersebut.
b. Barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah oleh
Pejabat bea dan cukai. Barang yang dikuasai negara
dalam hal ini adalah barang impor/ekspor yang ditunda
pengeluarannya, pemuatannya atau pengangkutannya atau
193
sarana pengangkut yang ditunda keberangkatannya oleh
Pejabat Bea dan Cukai guna pemenuhan kewajiban pabean
berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 10
tahun 1995 tentang Kepabeanan yang telah direvisi
dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2006.
c. Barang dan atau sarana pengangkut yang ditinggalkan
di kawasan Pabean oleh pemilik yang tidak dikenal.
Yang dimaksud dengan barang dan/atau sarana
pengangkut yang ditinggalkan di kawasan pabean adalah
barang yang oleh pemiliknya ditinggalkan di Kawasan
pabean karena tidak memiliki dokumen yang diwajibkan
untuk itu. Sarana pengangkut yang ditinggalkan
biasanya sarana pengangkut yang kapasitasnya (daya
angkut) kecil. Contoh: Motor boat yang digunakan
mengangkut barang impor/ekspor yang tidak memenuhi
ketentuan yang berlaku (UU Nomor 10 tahun 1995 jo.
No.17 tahun 2006). Penggunaan sarana pengangkut
seperti ini biasanya terjadi di perbatasan wilayah
Republik Indonesia (Indonesia-Malaysia, Indonesia –
Singapore, atau di Kalimantan Timur (Tarakan-Tawao).
3. Barang yang dikuasai negara diberitahukan oleh Pejabat
Bea dan Cukai secara tertulis kepada pemiliknya dengan
menyebutkan alasannya. Pemberitahuan secara tertulis
adalah pemberitahuan yang diberikan secara tertulis
kepada pemilik atau kuasanya yang menyatakan bahwa
barang atau sarana pengangkut miliknya berada dalam
penguasaan negara, dan pemilik/kuasanya diminta untuk
menyelesaikan kewajiban pabeannya. Sedangkan barang yang
194
dikuasai negara yang ditinggalkan di kawasan pabean oleh
pemilik yang tidak dikenal diumumkan selama 30 (tiga
puluh) hari sejak disimpan di Tempat Penimbunan Pabean.
Pengumuman yang dilakukan adalah pengumuman yang
ditempelkan pada papan pengumuman yang terdapat di
kantor-kantor pabean atau diumumkan melalui media massa
seperti surat kabar.
4. Barang yang dikuasai negara disimpan di Tempat
Penimbunan Pabean dan bilamana barang merupakan :
a.Barang yang busuk segera dimusnahkan
b.Karena sifatnya tidak tahan lama, merusak, berbahaya
atau pengurusannya memerlukan biaya tinggi sepanjang
bukan merupakan barang yang dilarang atau dibatasi
dapat segera dilelang dengan memberitahukan secara
tertulis kepada pemiliknya.
c.Merupakan barang yang dilarang atau dibatasi
dinyatakan sebagai barang milik negara.
5. Barang yang dikuasai negara yang terdiri dari barang dan
atau sarana pengangkut yang ditegah oleh Pejabat Bea dan
Cukai diserahkan kembali kepada pemiliknya dalam jangka
waktu 30 (tiga puluh) hari sejak penyimpanan di Tempat
Penimbunan Pabean dalam hal :
a.Bea masuk yang terutang telah dibayar dan apabila
merupakan barang larangan atau pembatasan telah
diserahkan dokumen atau keterangan yang diperlukan
sehubungan dengan larangan atau pembatasan impor atau
ekspor, atau
195
b.Bea masuk yang terutang telah dibayar dan apabila
merupakan barang larangan atau pembatasan telah
diserahkan dokumen atau keterangan yang diperlukan
sehubungan dengan larangan atau pembatasan impor atau
ekspor serta telah diserahkan sejumlah uang yang akan
ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebagai ganti barang
yang besarnya tidak melebihi harga barang, sepanjang
barang tersebut tidak diperlukan untuk bukti
pengadilan.
6. Pemilik barang atau sarana pengangkut yang telah
dinyatakan sebagai barang yang dikuasai negara dapat
mengajukan keberatan secara tertulis kepada Menteri
Keuangan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak
diberitahukan oleh Pejabat Bea dan Cukai dengan
menyebutkan alasan dan bukti yang menguatkan
keberatannya. Dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh)
hari sejak diterimanya permohonan keberatan, Menteri
Keuangan memberikan keputusan bahwa :
a.Tidak terdapat pelanggaran terhadap terhadap Undang-
Undang Kepabeanan segera memerintahkan agar barang
dan /atau sarana pengangkut yang dikuasai negara atau
uang pengganti yang telah diserahkan harus
dikembalikan kepada pemiliknya, atau
b. Telah terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang
Kepabeanan, barang dan atau sarana pengangkut atau
uang pengganti yang telah diserahkan oleh pemilik
diselesaikan lebih lanjut berdasarkan Undang-Undang
Kepabeanan.
196
Keputusan Menteri Keuangan diberitahukan kepada pemilik
dan Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Apabila dalam
jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari Menteri Keuangan
tidak memberikan keputusan, maka permohonan keberatan
yang diajukan oleh pemilik dianggap diterima.
7. Barang-barang yang tidak tahan lama harus segera
dilelang tanpa memperhatikan batas waktu pelelangan,
kecuali terhadap barang larangan dan pembatasan. Barang
dilelang melalui lelang umum. Apabila harga terendah
tak tercapai, barang tersebut dapat dimusnahkan atau
ditetapkan untuk tujuan lain atas persetujuan Menteri
Keuangan. Terhadap barang yang harus segera dilelang,
hasil lelang disimpan sebagai ganti barang yang
bersangkutan sambil menunggu keputusan Menteri Keuangan
tentang permohonan keberatan yang diajukan oleh pemilik
barang, atau untuk alat bukti disidang pengadilan.
III. Barang Yang Menjadi Milik Negara
Pasal 73
(1) barang yang menjadi milik negara adalah :a. barang yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (3)
huruf c;b. barang yang dibatasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (3)
huruf d yang tidak diselesaikan oleh pemiliknya dalam jangka waktuenam puluh hari terhitung sejak disimpan di tempat penimbunanpabean.
197
c. barang dan/sarana pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68ayat (1) huruf b yang berasal dari tindak pidana yang pelakunya tidakdikenal;
d. barang dan/sarana pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68ayat (1) huruf c yang tidak diselesaikan dalam jangka waktusebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (2);
e. barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf c; atauf. barang dan/atau sarana pengangkut yang berdasarkan putusan hakim
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dinyatakan dirampasuntuk negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat 91) atauayat (2).
(2) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kekayaan negaradan disimpan di tempat penimbunan pabean.
(3) Ketentuan tentang penggunaan barang yang menjadi milik negaraditetapkan oleh Menteri.
Penjelasan pasal 73 :
1) Pengertian barang milik negara dalam konteks kepabeanan
adalah barang yang karena alasan tertentu sesuai Undang-
Undang kepabeanan dimiliki oleh negara. Barang yang
menjadi milik negara meliputi :
a. Barang yang dinyatakan tidak dikuasai yang merupakan
barang yang dilarang.
b. Barang yang dinyatakan tidak dikuasai yang merupakan
barang yang dibatasi yang tidak diselesaikan oleh
pemiliknya dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari
terhitung sejak disimpan di Tempat Penimbunan Pabean.
c. Barang dan atau sarana pengangkut yang ditinggalkan
di kawasan pabean oleh pemilik yang tidak dikenal,
yang berasal dari tindak pidana.
d. Barang dan atau sarana pengangkut yang ditinggalkan
oleh pemilik yang tidak dikenal di kawasan pabean
198
yang tidak diselesaikan oleh pemiliknya dalam jangka
waktu 30 (tiga puluh) hari sejak disimpan di Tempat
Penimbunan Pabean.
e. Barang yang dikuasai negara yang merupakan barang
yang dilarang atau dibatasi.
f. Barang dan atau sarana pengangkut yang berdasarkan
putusan hukum yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap, dinyatakan dirampas untuk negara.
2) Barang yang menjadi milik negara merupakan kekayaan
negara dan disimpan di Tempat Penimbunan Pabean.
Penggunaan barang yang menjadi milik negara ditetapkan
oleh Menteri Keuangan.
199
200
Rangkuman
1) Penetapan barang yang tidak dikuasai (BTD) tujuannya
untuk mencegah terhambatnya arus barang dari atau ke
pelabuhan (Kawasan Pabean). Barang yang dinyatakan
tidak dikuasai disimpan di Tempat Penimbunan Pabean.
Pejabat Bea dan Cukai segera memberitahukan secara
tertulis kepada pemilik barang impor/ekspor bahwa
barang yang tidak dikuasai akan dilelang jika tidak
diselesaikan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari
sejak disimpan di Tempat Penimbunan Pabean (TPP).
2) BTD bilamana merupakan barang yang dilarang
dinyatakan menjadi milik negara. BTD bilamana
merupakan barang yang dibatasi disediakan untuk
diselesaikan oleh pemiliknya dalam jangka waktu 60
(enam puluh) hari terhitung sejak disimpan di Tempat
Penimbunan Pabean. Harga lelang BTD minimal mencapai
harga terendah yang ditetapkan Menteri Keuangan.
3) Barang yang dikuasai negara adalah barang yang untuk
sementara waktu berada pada negara. Barang yang
dikuasai negara disimpan di Tempat Penimbunan
Pabean. Barang yang dikuasai negara dapat diserahkan
kepada pemiliknya setelah dilunasi bea masuknya dan
telah menyerahkan uang pengganti untuk itu, apabila
201
Latihan
Untuk menguji pemahaman Anda terhadap materi
kegiatan belajar 12, silakan kerjakan soal-soal
latihan berikut!
1) Sebutkan tempat-tempat penimbunan barang yang
berada dalam pengawasan Pabean !
2) Jelaskan apa yang dimaksud dengan barang yang
dinyatakan tidak dikuasai !
3) Sebutkan jenis-jenis barang yang dinyatakan tidak
dikuasai !
4) Sebutkan alternatif penyelesaian barang yang
dinyatakan tidak dikuasai yang dilakukan pemilik
barang !
5) Apa yang dimaksud dengan ”biaya lainnya yang
terutang” ?
6) Sebutkan komponen dari ”harga terendah” untuk
harga barang yang dinyatakan tidak dikuasai dalam
KEGIATANBELAJAR
WEWENANG KEPABEANAN
Dalam kegiatan belajar ini dibahas mengenai kewenangan
bagi pejabat Bea dan Cukai dalam Undang-Undang Pabean. Pada
Undang-Undang Kepabeanan kegiatan belajar ini diatur pada
Bab XII.
I. Kewenangan Umum
Pasal 74
(1) Dalam melaksanakan tugas berdasarkan Undang-Undang ini danperaturan perundang-undangan lain yang pelaksanaannya dibebankankepada Direktorat Jenderal, pejabat bea dan cukai untuk mengamankan
202
Indikator Keberhasilan
Diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan wewenang kepabeanan yang dimiliki oleh pejabat bea dan cukai
139
hak-hak negara berwenang mengambil tindakan yang diperlukan terhadapbarang.
(2) Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),pejabat bea dan cukai dapat dilengkapi dengan senjata api yang jenis dansyarat-syarat penggunaannya diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 75
(1) Pejabat bea dan cukai dalam melaksanakan pengawasan terhadap saranapengangkut di laut atau di sungai menggunakan kapal patroli atau saranalainnya.
(2) Kapal patroli atau sarana lain yang digunakan oleh pejabat bea dan cukaisebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilengkapi dengan senjata apiyang jumlah dan jenisnya ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Pasal 76
(1) Dalam melaksanakan tugas berdasarkan Undang-Undang ini pejabat beadan cukai dapat meminta bantuan Kepolisian Republik Indonesia, TentaraNasional Indonesia, dan/atau instansi lainnya.
(2) Atas permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepolisian RepublikIndonesia, Tentara Nasional Indonesia, dan/atau instansi lainnyaberkewajiban untuk memenuhinya.
Pasal 77
(1) Untuk dipenuhinya kewajibannya pabean berdasarkan Undang-Undang ini,pejabat bea dan Cukai berwenang menegah barang dan/atau saranapengangkut.
(2) Ketentuan tentang tata cara pencegahan diatur lebih lanjut denganperaturan pemerintah.
Penjelasan pasal 74 – 77 :
Bidang tugas pengawasan yang diemban oleh bea dan cukai
merupakan bidang tugas yang mengandung banyak risiko baik
203
fisik maupun psikis. Dengan kondisi tersebut diperlukan
dukungan sarana dan prasarana serta dukungan dari instansi
lainnya untuk berhasilnya pelaksanaan tugas. Secara umum
Undang-Undang Kepabeanan memberikan wewenang kepada pejabat
Bea dan Cukai untuk :
a. Menggunakan segala upaya terhadap orang, barang
maupun binatang untuk dipenuhinya ketentuan dalam
Undang-Undang ini.
b. Menggunakan berbagai upaya jika dianggap perlu
untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa di bidang
kepabeanan yang diduga sebagai tindak pidana
kepabeanan guna menentukan dapat atau tidaknya
dilakukan penyidikan menurut Undang-Undang.
c. Dapat menggunakan senjata api dalam rangka
menjalankan kewenangannya untuk mengambil tindakan
terhadap barang, orang atau binatang, untuk
mengamankan hak-hak negara .
d. Menggunakan kapal patroli yang dapat dilengkapi
dengan senjata api untuk melakukan pengawasan
terhadap sarana pengangkut di laut atau sungai.
e. Menegah barang dan sarana pengangkut. Pengertian
menengah barang adalah tindakan administrasi untuk
menunda pengeluaran, pemuatan, dan pengangkutan
barang impor atau ekspor sampai dipenuhinya kewajiban
pabean, sedangkan yang dimaksud dengan menegah sarana
pengangkut adalah tindakan untuk mencegah
keberangkatan sarana pengangkut.
204
f. Dapat meminta bantuan kepada instansi lain. Jika
dimintai bantuan oleh pejabat bea dan cukai, instansi
lain tersebut wajib memberi bantuan dan perlindungan
atau memerintahkan untuk melindungi pejabat bea dan
cukai dalam segala hal yang berkaitan dengan
pekerjaannya. Maksud dari bantuan tersebut adalah
sehubungan dengan segala kegiatan yang dilakukan oleh
pejabat bea dan cukai berdasarkan peraturan
perUndang-Undangan. Adapun instansi lain itu semua
instansi pemerintah baik sipil maupun militer,
contohnya Kepolisian RI, Tentara Nasional Indonesia,
atau Badan Karantina.
II. Wewenang Melakukan Penyegelan
Pasal 78
Pejabat bea dan cukai berwenang untuk mengunci, menyegel, dan/ataumelekatkan tanda pengaman yang diperlukan terhadap barang impor yangbelum diselesaikan kewajiban pabeannya dan barang ekspor atau barang lainyang harus diawasi menurut Undang-Undang ini yang berada di saranapengangkut, tempat penimbunan atau tempat lain.
Penjelasan Pasal 78Wewenang pejabat bea dan cukai yang diatur dalam ketentuan ini dimaksudkanuntuk lebih menjamin pengawasan yang lebih baik dalam rangka pengamanankeuangan negara.
Pasal 79(1) Segel dan/atau tanda pengaman yang digunakan oleh instansi pabean di
negara lain atau pihak lain dapat diterima sebagai pengganti segel atautanda pengaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78.
205
(2) Persyaratan dapat diterimanya segel atau tanda pengamannyasebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
Penjelasan Pasal 79Pasal ini memuat ketentuan mengenai wewenang Menteri untuk menetapkanbahwa penyegelan atau pembubuhan tanda pengaman sebagai pengganti segelyang dilakukan oleh pihak pabean di luar negeri atau pihak lain, dapat diterima.Dapat diterima mengandung pengertian bahwa penyegelan atau pembubuhantanda pengaman tersebut dianggap telah disegel atau dibubuhkan di dalamnegeri berdasarkan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku. Kemudahandemikian sudah tentu membantu kelancaran perdagangan Indonesia denganpihak luar negeri.
Apabila menurut pertimbangan Menteri, penyegelan atau pembubuhan tandapengaman yang telah dilakukan tersebut dianggap tidak cukup atau kurangaman, penyegelan atau pembubuhan tanda pengaman tidak dapat diterima.
Pasal 80(1) Pemilik dan/atau yang menguasai sarana pengangkut atau tempat-tempat
yang dikunci, disegel, dan/atau dilekati tanda pengaman oleh Pejabat Beadan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 wajib menjamin agarsemua kunci segel, atau tanda pengaman tersebut tidak rusak, lepas, atauhilang.
(2) Kunci, segel, atau tanda pengaman yang telah dipasang sebagaimanadimaksud dalam Pasal 78 dan Pasal 79 tidak boleh dibuka, dilepas, ataudirusak tanpa izin Pejabat Bea dan Cukai.
Pasal 81(1) Di atas sarana pengangkut atau di tempat lain yang berisi barang di bawah
pengawasan pabean dapat ditempatkan pejabat bea dan cukai.(2) Apabila di sarana pengangkut atau tempat lain sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak tersedia akomodasi, pengangkut atau pengusaha yangbersangkutan wajib memberikan bantuan yang layak.
(3) Pengangkut atau pengusaha yang tidak memberikan bantuan yang layaksebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administrasi berupadenda sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Penjelasan Pasal 81Ayat (1): Penempatan pejabat bea dan cukai sebagaimana dimaksud dalam
206
pasal ini dilaksanakan apabila pengamanan dalam bentuk penyegelansebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 tidak dapat dilakukan atau apabila ataspertimbangan tertentu, tindakan penjagaan oleh pejabat bea dan cukaimerupakan tindakan yang lebih tepat.Ayat (2): Ketentuan dalam ayat ini memberikan kewajiban kepada pengangkutatau pengusaha yang bersangkutan untuk memberikan bantuan kepada pejabatbea dan cukai yang ditugaskan, karena di tempat tersebut tidak tersediaakomodasi, agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, antara lainberupa tempat atau ruang kerja, akomodasi, serta makanan dan minuman yangcukup.Ayat (3): Cukup jelas
Penjelasan pasal 78 – 81 :
1) Tugas bea dan cukai adalah memastikan bahwa atas barang
yang belum selesai kewajiban pabeannya dilakukan
pengawasan efektif. Dalam kenyataannya tidaklah mungkin
seluruh obyek pengawasan di wilayah negara ini diawasi
atau dijaga terus menerus oleh petugas bea dan cukai.
Dalam hal tertentu barang yang masih belum diselesaikan
kewajiban pabeannya tidak perlu diawasi terus menerus
oleh pegawai bea dan cukai. Pengawasan atas barang
tersebut dapat dilakukan dengan melakukan penguncian,
penyegelan, dan/atau melekatkan tanda pengaman yang
diperlukan terhadap barang impor yang belum diselesaikan
kewajiban pabeannya dan barang ekspor atau barang lain
yang harus diawasi menurut Undang-Undang Kepabeanan ini
yang berada di sarana pengangkut, tempat penimbunan atau
tempat lain. Wewenang pejabat bea dan cukai yang diatur
dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk lebih menjamin
pengawasan yang lebih baik dalam rangka pengamanan
keuangan negara, karena tidak memungkinkan adanya
207
penjagaan dan pengawalan secara terus menerus oleh
pejabat bea dan cukai.
2) Pada pasal 79 diatur bahwa segel atau tanda pengaman
yang digunakan oleh instansi pabean di negara lain atau
pihak lain dapat diterima sebagai pengganti segel atau
tanda pengaman. Persyaratan dapat diterimanya segel atau
tanda pengaman sebagaimana dimaksud ditetapkan oleh
Menteri Keuangan. Dapat diterima mengandung pengertian
bahwa penyegelan atau pembubuhan tanda pengaman tersebut
dianggap telah disegel atau telah dibubuhkan di dalam
negeri berdasarkan peraturan perUndang-Undangan yang
berlaku. Kemudahan tersebut diharapkan dapat membantu
kelancaran perdagangan internasional. Namun apabila
menurut pertimbangan Menteri Keuangan, penyegelan yang
telah dilakukan tersebut dianggap tidak cukup atau
kurang aman, maka penyegelan atau pembubuhan tanda
pengaman dimaksud tidak dapat diterima.
3) Dalam pasal 80 disebutkan bahwa pemilik dan/atau orang
yang menguasai sarana pengangkut atau tempat-tempat yang
dikunci, disegel, dan/atau dilekati tanda pengaman oleh
pejabat bea dan cukai, wajib menjamin agar semua kunci
segel, atau tanda pengaman tersebut tidak rusak, lepas,
atau hilang. Kunci, segel, atau tanda pengaman yang
telah dipasang sebagaimana dimaksud diatas tidak boleh
dibuka, dilepas, atau dirusak tanpa izin pejabat bea dan
cukai. Adakalanya suatu barang atau sarana pengangkut
tidak dapat disegel. Dalam hal demikian tindakan yang
diambil adalah penempatan petugas ditempat tersebut. 208
Penempatan petugas tersebut dilaksanakan jika
pengamanan dalam bentuk penyegelan tidak dapat
dilakukan. Demikian juga jika dengan pertimbangan
tertentu, tindakan penjagaan oleh petugas bea dan cukai
merupakan tindakan yang lebih tepat untuk dilakukan.
4) Dalam pasal 81 Undang-Undang Kepabeanan disebutkan bahwa
di atas sarana pengangkut atau di tempat lain yang
berisi barang di bawah pengawasan pabean dapat
ditempatkan pejabat bea dan cukai. Lebih lanjut apabila
di sarana pengangkut atau tempat lain sebagaimana
dimaksud diatas tidak tersedia akomodasi, maka pihak
pengangkut atau pengusaha yang bersangkutan wajib
memberikan bantuan yang layak. Pengangkut atau pengusaha
yang tidak memberikan bantuan yang layak sebagaimana
dimaksud, dikenai sanksi administrasi berupa denda
sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). Akomodasi
yang patut disediakan untuk petugas bea dan cukai yang
mengawasi antara lain berupa tempat atau ruang kerja,
makanan dan minuman yang cukup dan hal-hal lainnya yang
berkaitan dengan dukungan untuk pelaksanaan tugas.
III. Wewenang Memeriksa Barang
1. Pemeriksaan Barang Biasa
Pasal 82
(1) Pejabat bea dan cukai berwenang melakukan pemeriksaan pabean atas
209
barang impor atau barang ekspor setelah pemberitahuan pabeandiserahkan.
(2) Pejabat bea dan cukai berwenang meminta importir, eksportir,pengangkut, pengusaha tempat penimbunan sementara, pengusahatempat penimbunan berikat, atau yang mewakilinya menyerahkan baranguntuk diperiksa, membuka sarana pengangkut atau bagiannya, danmembuka setiap bungkusan atau pengemas yang akan diperiksa.
(3) Jika permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipenuhi:a. pejabat bea dan cukai berwenang melakukan tindakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) atas risiko dan biaya yang bersangkutan; danb. yang bersangkutan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar
Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).(4) Dihapus.(5) Setiap orang yang salah memberitahukan jenis dan/atau jumlah barang
dalam pemberitahuan pabean atas impor yang mengakibatkankekurangan pembayaran bea masuk dikenai sanksi administrasi berupadenda paling sedikit 100% (seratus persen) dari bea masuk yang kurangdibayar dan paling banyak 1.000% (seribu persen) dari bea masuk yangkurang dibayar.
(6) Setiap orang yang salah memberitahukan jenis dan/atau jumlah barangdalam pemberitahuan pabean atas ekspor yang mengakibatkan tidakterpenuhinya pungutan negara di bidang ekspor dikenai sanksiadministrasi berupa denda paling sedikit 100% (seratus persen) daripungutan negara di bidang ekspor yang kurang dibayar dan paling banyak1.000% (seribu persen) dari pungutan negara di bidang ekspor yang kurangdibayar.
Penjelasan pasal 82 :
1) Dalam rangka pelaksanaan tugas dan memastikan kebenaran
pemberitahuan pabean atas barang yang diimpor atau
diekspor, maka untuk memperoleh data dan penilaian yang
tepat mengenai pemberitahuan atau dokumen yang diajukan,
pejabat bea dan cukai diberikan kewenangan untuk
memeriksa barang impor dan ekspor.
210
2) Pasal 82 tersebut memberikan wewenang kepada pejabat Bea
dan Cukai untuk melakukan pemeriksaan barang guna
memperoleh data dan penilaian yang tepat mengenai
pemberitahuan atau dokumen yang diajukan. Dalam
pelaksanaan pemeriksaan barang ini, pemilik barang atau
kuasanya wajib menghadiri pemeriksaan. Yang dimaksud
dengan menyerahkan barang untuk diperiksa adalah
menyiapkan barang ditempat pemeriksaan dan menyiapkan
peralatan pemeriksaan sehingga pejabat bea dan cukai
dapat melakukan pemeriksaan fisik barang.
3) Pada saat menjalankan kewenangannya untuk memeriksa
fisik barang impor atau barang ekspor, pejabat bea dan
cukai berwenang untuk meminta importir, eksportir,
pengusaha TPS, pengusaha TPB atau yang mewakilinya
menyerahkan barang untuk diperiksa, membuka sarana
pengangkut atau bagiannya, dan membuka setiap bungkusan
atau pengemas yang akan diperiksa.
4) Namun mengingat tingginya kegiatan perdagangan
internasional, impor dan ekspor, tidak mungkin dilakukan
pemeriksaan fisik barang atas semua
importasi/eksportasi. Karena jika dilakukan hal ini akan
menimbulkan hambatan dalam perdagangan dan mengakibatkan
biaya tinggi. Oleh karena itu pemeriksaan fisik barang
dilakukan secara selektif berdasarkan manajemen risiko
yang melekat pada profil importir dan profil barang
/komoditi. Hasil pemeriksaan tersebut merupakan salah
satu dasar yang digunakan untuk menghitung pungutan bea
masuk. 211
5) Setiap orang yang salah memberitahukan jenis dan/atau
jumlah barang dalam Pemberitahuan Pabean atas Impor yang
mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk wajib
membayar bea masuk yang kurang dibayar dan dikenai
sanksi administrasi berupa denda. Demikian juga
bilamana obyeknya barang ekspor. Setiap orang yang salah
memberitahukan jenis dan/atau jumlah barang dalam
Pemberitahuan Pabean atas Ekspor yang mengakibatkan
tidak terpenuhinya pungutan Negara dibidang ekspor,
dikenai sanksi administrasi berupa denda.
6) Penerapan Pasal 82 ayat 5 dan ayat 6 diputuskan oleh
pejabat setelah melakukan analisis bahwa kesalahan yang
dilakukan karena kelalaian tidak termasuk dalam kategori
pelanggaran pidana sebagaimana pasal 102 dan pasal 102A.
2. Pemeriksaan Karena Jabatan
Pasal 82A
(1) Untuk kepentingan pengawasan, pejabat bea dan cukai berwenangmelakukan pemeriksaan karena jabatan atas fisik barang impor ataubarang ekspor sebelum atau sesudah pemberitahuan pabeandisampaikan.
(2) Ketentuan mengenai tata cara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
Penjelasan pasal 82A:
212
1) Dalam rangka menjamin hak-hak negara, bea dan cukai
berwenang untuk melakukan pemeriksaan atas seluruh
barang impor. Dalam hal pemeriksaan biasa yang
dijelaskan pada pasal 82 tidak dipenuhi, maka pejabat
bea dan cukai berwenang melakukan pemeriksaan secara
jabatan atau dikenal dengan pemeriksaan secara ex officio.
2) Ketentuan mengenai tatacara sebagaimana dimaksud diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
Dalam pasal tersebut yang dimaksud dengan pemeriksaan
karena jabatan adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh
pejabat bea dan cukai karena kewenangan yang dimilikinya
berdasarkan Undang-Undang kepabeanan dalam rangka
pengawasan. Pemeriksaan karena jabatan ini dilakukan
oleh pejabat bea dan cukai dengan atau tanpa disaksikan
oleh pemilik barang atau kuasanya. Yang dimaksud dengan
pemberitahuan pabean ini adalah pemberitahuan pabean
untuk pengeluaran barang impor/ekspor dari kawasan
pabean, misalnya Pemberitahuan Impor Barang (PIB) atau
Pemberitahuan Eksor Barang (PEB).
3) Sebagai contoh jika barang impor terkena jalur merah
sehingga harus dilakukan pemeriksaan fisik barang, namun
dalam jangka waktu yang ditetapkan (3 hari) importir
tidak datang untuk menyerahkan hardcopy PIB dan dokumen
pelengkap pabeannya kepada pejabat bea dan cukai, maka
pemeriksaan akan dilakukan sendiri oleh pejabat bea dan
cukai tanpa dihadiri pemilik barang dengan resiko dan
biaya pemeriksaan ditanggung oleh pemilik barang.
213
3. Wewenang Barang Berupa Surat
Pasal 83
Surat yang dicurigai berisi barang impor atau barang ekspor yang dikirimmelalui pos dapat dibuka di hadapan si alamat, atau jika si alamat tidak dapatditemukan, surat dapat dibuka oleh pejabat bea dan cukai bersama petugaskantor pos.
Penjelasan pasal 83 :
1) Kewenangan pemeriksaan barang oleh pejabat bea dan cukai
juga meliputi kewenangan memeriksa surat yang diduga
berisi barang yang merupakan obyek bea masuk atau barang
yang dikenakan larangan atau pembatasan. Pada pasal 83
disebutkan bahwa surat yang dicurigai berisi barang
impor atau barang ekspor yang dikirim melalui Pos dapat
dibuka dihadapan si alamat atau jika si alamat tidak
dapat ditemukan, surat dapat dibuka oleh pejabat bea dan
cukai bersama petugas kantor pos. Sebagai contoh,
pejabat bea dan cukai mencurigai adanya barang larangan
(narkoba) yang disembunyikan/diselipkan dalam
surat/kiriman pos. Pejabat Bea dan Cukai tidak serta
merta dapat membukanya. Pemeriksaan kiriman pos harus
dilakukan bersama-sama petugas pos, atau dilakukan
dihadapan si penerima surat.
2) Pada prinsipnya rahasia surat yang dipercayakan kepada
Pos tidak dapat diganggu gugat. Namun dalam praktiknya
sering terjadi pengiriman barang yang berukuran kecil
dikirimkan dalam surat. Oleh karena itu surat yang
214
dicurigai berisi suatu barang, harus dapat dibuka untuk
kepentingan pemeriksaan kepabeanan.
3) Pada praktiknya pembukaan surat harus dapat
dipertanggung jawabkan hanya untuk keperluan pemeriksaan
barang tanpa membaca isi suratnya dan tidak bertentangan
dengan rahasia pos. Pembukaan surat tersebut harus
dilakukan bersama-sama dengan si alamat atau penerima
surat. Yang dimaksud dengan si alamat adalah penerima
surat dalam hal impor, atau pengirim dalam hal ekspor.
Dalam hal si alamat tidak ditemukan, maka pemeriksaan
harus didasarkan pada surat perintah dari DJBC dan
dilakukan bersama-sama dengan petugas Pos.
4. Wewenang Meminta Catatan dan Surat Menyurat, Serta Meminta Contoh Barang.
Pasal 84
(1) Pejabat bea dan cukai berwenang meminta kepada importir atau eksportiruntuk menyerahkan buku, catatan, surat menyurat yang bertalian denganimpor atau ekspor, dan mengambil contoh barang untuk pemeriksaanpemberitahuan pabean.
(2) Pengambilan contoh barang dapat pula dilakukan atas permintaan importir.
Penjelasan pasal 84 :
(1)Untuk melakukan pemeriksaan pemberitahuan yang diajukan
oleh importir atau eksportir secara self assesment, pejabat
bea dan cukai berwenang untuk meminta kepada importir
atau eksportir untuk menyerahkan catatan dan surat
menyurat yang berkaitan dengan ekspor dan impor dan
215
menyerahkan contoh barang. Atas penyerahan yang
dilakukan oleh importir atau eksportir tersebut
diberikan tanda bukti penerimaan oleh pejabat bea dan
cukai. Dalam hal permintaan pejabat bea dan cukai
sebagaimana dimaksud di atas tidak dipenuhi pejabat bea
dan cukai akan melakukan penetapan tarif dan/atau nilai
pabean berdasarkan data yang ada dan mungkin akan
mengakibatkan kerugian bagi yang bersangkutan.
Pengambilan contoh barang dapat pula dilakukan atas
permintaan importir. Sebagai contoh jika pemberitahuan
harga barang menurut pejabat bea dan cukai lebih rendah
maka pejabat bea dan cukai akan meminta bukti terkait
seperti kontrak pembelian, bukti tranfer pembayaran,
invoice dan sebagainya. Jika yang bersangkutan tidak
dapat memenuhinya maka pejabat bea dan cukai akan
menetapkan harga sesuai ketentuan yang berlaku. Segera
setelah penelitian selesai, buku, catatan, surat
menyurat dan/atau contoh barang dikembalikan kepada
pemiliknya.
(2)Pengambilan contoh barang atas permintaan importir
diperlukan untuk pembuatan pemberitahuan pabean.
Misalnya karena data spesifikasi barang yang kurang
jelas sehingga importir kesulitan untuk membuat
pemberitahuan pabeannya. Pihak importir dapat meminta
kepada pejabat bea dan cukai untuk melakukan pemeriksaan
pendahuluan. Untuk kepentingan pemeriksaan pendahuluan
tersebut, importir dapat mengajukan permohonan
pengambilan contoh barang.
216
5. Wewenang Memberikan Persetujuan atau Penundaan Persetujuan Impor atau Ekspor, dan Penolakan Pemberian Pelayanan.
Pasal 85
(1) Pejabat bea dan cukai memberikan persetujuan impor atau eksporsetelah pemberitahuan pabean yang telah memenuhi persyaratan diterimadan hasil pemeriksaan barang tersebut sesuai dengan pemberitahuanpabean.
(2) Pejabat bea dan cukai berwenang menunda pemberian persetujuanimpor atau ekspor dalam hal pemberitahuan pabean tidak memenuhipersyaratan.
(3) Pejabat bea dan cukai berwenang menolak memberikan pelayanankepabeanan dalam hal orang yang bersangkutan belum memenuhikewajiban kepabeanan berdasarkan Undang-Undang ini.
Penjelasan pasal 85 :
(1)Sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam pasal 85,
persetujuan impor atau ekspor dapat diberikan oleh
pejabat bea dan cukai dalam hal setelah pemberitahuan
pabean yang telah memenuhi persyaratan diterima dan
hasil pemeriksaan barang tersebut sesuai dengan
pemberitahuan pabean.
(2)Pejabat bea dan cukai berwenang menunda persetujuan
impor atau ekspor dalam hal pemberitahuan pabean tidak
memenuhi persyaratan. Disamping itu diatur juga bahwa
pejabat bea dan cukai berwenang menolak memberikan
pelayanan kepabeanan (memblokir atau me-reject) dalam hal
217
orang yang bersangkutan belum sepenuhnya memenuhi
kewajiban kepabeanan berdasarkan Undang-Undang
kepabeanan yang berlaku.
(3)Tujuan dari ketentuan ini adalah agar orang (pengguna
jasa) tersebut segera memenuhi kewajiban pabeannya.
Seperti yang telah diuraikan pada (pasal sebelumnya)
yang dimaksud dengan pemenuhan kewajiban pabean adalah
penyerahan pemberitahuan pabean dan/atau melunasi
pembayaran bea masuk atau bea keluar. Ketentuan tersebut
dimaksudkan bahwa dalam hal orang yang bersangkutan
telah memenuhi kewajiban pabeannya, pejabat bea dan
cukai segera memberikan pelayanan kepabeanan. Sebagai
contoh pemblokiran terhadap importir yang tidak
menyelesaikan SPTNP (Surat Penetapan Tarif dan Nilai
Pabean) pada waktunya.
6. Wewenang Pemeriksaan Pabean Terhadap Barang Tertentu
Pasal 85A
(1) Berdasarkan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku, pejabat beadan cukai dapat melakukan pemeriksaan pabean terhadap barang tertentuyang diangkut dalam daerah pabean.
(2) Pemeriksaan pabean terhadap barang tertentu sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dapat dilakukan pada saat pemuatan, pengangkutan,dan/atau pembongkaran di tempat tujuan.
(3) Ketentuan mengenai pemeriksaan pabean terhadap barang tertentusebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan atauberdasarkan peraturan menteri.
218
Penjelasan pasal 85A :
1) Pasal ini memberikan wewenang kepada pejabat bea dan
cukai untuk melakukan pemeriksaan pabean terhadap barang
tertentu di atas alat angkut, di tempat pemuatan, dan di
tempat pembongkaran di dalam daerah pabean. Kewenangan
ini merupakan kewenangan baru yang diberikan kepada
pejabat bea dan cukai oleh Undang-Undang Kepabeanan yang
baru. Seperti yang telah kita ketahui pada pasal
sebelumnya, yang dimaksud dengan pemeriksaan pabean
adalah pemeriksaan fisik barang dan/atau penelitian
dokumen. Adapun pengertian barang tertentu adalah
barang yang ditetapkan oleh instansi teknis terkait
sebagai barang yang pengangkutannya di dalam daerah
pabean diawasi, karena rawan untuk diselundupkan ke luar
daerah pabean. Meskipun hingga saat ini belum ada
penetapan, namun cukup banyak barang yang dapat
dikategorikan dalam barang tertentu ini misalnya kayu
gergajian, BBM (bahan bakar minyak) dan sebagainya.
2) Untuk membuat pasal ini bisa diaplikasikan, maka pasal
85A ayat 3 memberikan wewenang kepada Menteri Keuangan
untuk mengatur lebih lanjut atau mendelegasikannya
kepada Dirjen Bea dan Cukai untuk mengatur lebih lanjut
mekanisme pemeriksaan terhadap barang tertentu.
IV. Wewenang Memeriksa Pembukuan
219
Pasal 86
(1) Pejabat bea dan cukai berwenang melakukan audit kepabeanan terhadaporang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49.
(1a) Dalam melaksanakan audit kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat(1), pejabat bea dan cukai berwenang:
a. meminta laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadibukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usahatermasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatandi bidang kepabeanan;
b. meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari orang dan pihak lainyang terkait;
c. memasuki bangunan kegiatan usaha, ruangan tempat untukmenyimpan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yangmenjadi bukti dasar pembukuan, dan surat-surat yang berkaitandengan kegiatan usaha, termasuk sarana/media penyimpan dataelektronik, dan barang yang dapat memberi petunjuk tentang keadaankegiatan usaha yang berkaitan dengan kegiatan kepabeanan; dan
d. melakukan tindakan pengamanan yang dipandang perlu terhadaptempat atau ruangan penyimpanan dokumen yang berkaitan dengankegiatan kepabeanan.
(2) Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 yang menyebabkan pejabatbea dan cukai tidak dapat menjalankan kewenangan audit kepabeanandikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp75.000.000,00 (tujuhpuluh lima juta rupiah).
(3) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan audit kepabeanansebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan atauberdasarkan peraturan menteri.
Penjelasan pasal 86 :
1) Pasal ini memberikan wewenang kepada pejabat bea dan
cukai untuk melakukan pemeriksaan atas pembukuan yang
berkaitan dengan barang impor atau ekspor atau lebih
dikenal dengan audit kepabeanan. Audit kepabeanan
220
dilakukan dalam rangka pengawasan sebagai konsekuensi
diberlakukannya :
b.sistem self assesment,
c.ketentuan nilai pabean berdasarkan nilai transaksi,
dan
d.pemberian fasilitas tidak dipungut, pembebasan,
keringanan, pengembalian, atau penangguhan bea masuk
yang hanya dapat diawasi dan dievaluasi setelah barang
impor keluar dari kawasan pabean.
2) Audit kepabeanan bukan merupakan audit untuk menilai
atau memberikan opini tentang laporan keuangan, tetapi
untuk menguji tingkat kepatuhan orang terhadap ketentuan
peraturan perUndang-Undangan di bidang kepabeanan.
Laporan keuangan diminta dalam kegiatan audit kepabeanan
dengan tujuan hanya untuk memastikan bahwa pembukuan
yang diberikan oleh orang kepada pejabat bea dan cukai
adalah pembukuan yang sebenarnya yang digunakan untuk
mencatat kegiatan usahanya yang pada akhir periode
diikhtisarkan dalam laporan keuangan.
Selain itu, dengan laporan keuangan, pejabat bea dan
cukai dapat memperoleh informasi mengenai kegiatan orang
yang berkaitan dengan kepabeanan.
3) Dalam pasal 86 Undang-Undang Kepabeanan mengenai
kewenangan pemeriksaan pembukuan ditetapkan bahwa
pejabat bea dan cukai berwenang melakukan audit
kepabeanan terhadap orang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 49 yaitu importir, eksportir, pengusaha TPS,
221
pengusaha TPB, pengangkut, dan PPJK yang selanjutnya
disebut auditee.
4) Dalam melaksanakan audit kepabeanan, pejabat bea dan
cukai berwenang:
a. meminta laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen
yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang
berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data
elektronik, serta surat yang berkaitan dengan
kegiatan di bidang kepabeanan;
b. meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari orang
dan pihak lain yang terkait. Yang dimaksud dengan
pihak lain yang terkait, yaitu pihak-pihak yang
mempunyai hubungan dengan orang yang terkait dengan
transaksi yang dilakukan oleh orang tersebut,
misalnya pembeli di dalam negeri atas barang impor,
pembeli di luar negeri atas barang ekspor, pemasok
di dalam negeri atas barang ekspor, pemasok di luar
negeri atas barang impor, bank, dan pihak lain yang
diyakini dapat memberikan keterangan sehubungan
transaksi yang dilakukan oleh orang, seperti Pusat
Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan;
c. memasuki bangunan kegiatan usaha, ruangan tempat
untuk menyimpan laporan keuangan, buku, catatan dan
dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan
surat-surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha,
termasuk sarana/media penyimpan data elektronik, dan
barang yang dapat memberi petunjuk tentang keadaan
222
kegiatan usaha yang berkaitan dengan kegiatan
kepabeanan; dan
d. melakukan tindakan pengamanan yang dipandang perlu
terhadap tempat atau ruangan penyimpanan dokumen yang
berkaitan dengan kegiatan kepabeanan.
5) Ayat 2 mengatur bahwa perbuatan yang menyebabkan pejabat
bea dan cukai tidak dapat menjalankan wewenangnya
mencakup perbuatan tidak menyerahkan laporan keuangan,
buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar
pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha
termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan
dengan kegiatan di bidang kepabeanan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 50, dikenakan sanksi administrasi
berupa denda sebesar Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima
juta rupiah).
Pasal 86A
Apabila dalam pelaksanaan audit kepabeanan ditemukan adanya kekuranganpembayaran bea masuk yang disebabkan oleh kesalahan pemberitahuanjumlah dan/atau jenis barang, orang wajib membayar bea masuk yang kurangdibayar dan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksuddalam Pasal 82 ayat (5).
(Pasal terkait yaitu pasal 49, pasal 50, pasal 82A)
Penjelasan Pasal 86A :
(1)Dalam rangka memberikan pelayanan sebagai upaya untuk
memperlancar arus barang, maka pemeriksaan barang di
Kawasan Pabean diupayakan seminimal mungkin dengan
223
menggunakan metode pemeriksaan pabean secara selektif.
Artinya hanya terhadap barang impor dengan kriteria
tertentu yang dilakukan pemeriksaan pabean. Sehubungan
dengan hal tersebut , untuk mengetahui kebenaran
pemberitahuan pabean dalam rangka menjamin terpenuhinya
hak-hak negara, terhadap barang impor tersebut dilakukan
pemeriksaan pembukuan (setelah barang mendapat
persetujuan impor atau ekspor dan setelah keluar dari
kawasan pabean) melalui mekanisme audit kepabeanan.
(2)Audit kepabeanan hakikatnya memindah pemeriksaan pabean
yang seharusnya di awal saat barang berada di kawasan
pabean menjadi pemeriksaan setelah barang keluar dari
kawasan pabean (post clearance audit). Dengan demikian
apabila dalam pelaksanaan audit kepabeanan ditemukan
adanya kekurangan pembayaran bea masuk yang disebabkan
oleh kesalahan pemberitahuan jumlah dan/atau jenis
barang, orang wajib membayar bea masuk yang kurang
dibayar dan dikenai sanksi administrasi berupa denda
paling sedikit 100% dan paling banyak 1000% dari bea
masuk yang kurang dibayar. Ketentuan pada pasal 82 ayat
5 disamakan dengan tindak lanjut untuk temuan serupa
yang ditemukan dalam pemeriksaan barang dan pemeriksaan
dokumen oleh pejabat di front liner.
V. Wewenang Memeriksa Bangunan dan Tempat
Lain
224
Pasal 87
(1) Pejabat bea dan cukai berwenang melakukan pemeriksaan atas bangunandan tempat lain:a. yang penyelenggaraannya berdasarkan izin yang telah diberikan
menurut Undang-Undang ini; ataub. yang menurut pemberitahuan pabean berisi barang di bawah
pengawasan pabean.(2) Pejabat bea dan cukai berwenang melakukan pemeriksaan atas bangunan
dan tempat lain yang secara langsung atau tidak langsung berhubungandengan bangunan atau tempat sebagimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 88(1) Untuk pemenuhan kewajiban pabean berdasarkan Undang-Undang ini,
pejabat bea dan cukai berwenang memasuki dan memeriksa bangunanatau tempat yang bukan rumah tinggal selain yang dimaksud dalam Pasal87 dan dapat memeriksa setiap barang yang ditemukan.
(2) Selama pemeriksaan atas bangunan atau tempat sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dan atas permintaan pejabat bea dan cukai, pemilik atauyang menguasai bangunan atau tempat tersebut wajib menyerahkan suratatau dokumen yang berkaitan dengan barang yang berada di tempattersebut.
Pasal 89(1) Pemeriksaan atas bangunan atau tempat lain sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 87 ayat (2) atau Pasal 88 ayat (1) harus dengan surat perintahdari Direktur Jenderal.
(2) Surat perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperlukanuntuk melakukan :a. pemeriksaan bangunan atau tempat yang menurut Undang-Undang ini
berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;b. pengejaran orang dan/atau barang yang memasuki bangunan atau
tempat lain.(3) Pengelola bangunan atau tempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87
dan Pasal 88 tidak boleh menghalangi pejabat bea dan cukai yang masuk
225
ke dalam bangunan atau tempat lain dimaksud, kecuali bangunan atautempat lain tersebut merupakan rumah tinggal.
(4) Barangsiapa yang menyebabkan pejabat bea dan cukai tidak dapatmelaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 danPasal 88 dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 5.000.000,00(lima juta rupiah).
Penjelasan pasal 87 – 89 :1. Pasal 87 menegaskan perlunya pengawasan terhadap barang,
baik yang ditimbun di tempat penimbunan sementara, di
dalam tempat penimbunan berikat atau di tempat usaha
lainnya. Pengawasan dilakukan karena barang impor
memperoleh pembebasan, keringanan, atau penangguhan bea
masuk. Pengawasan juga dilakukan atas barang di tempat
yang mempunyai sediaan barang yang terkena ketentuan
larangan dan pembatasan. Dalam rangka pengawasan
tersebut d atas, ketentuan ini mengatur mengenai
kewenangan pejabat bea dan cukai untuk dapat melakukan
pemeriksaan terhadap bangunan dan tempat lain yang telah
diberi izin pengoperasian berdasarkan pemberitahuan atau
dokumen pabean terdapat barang wajib bea atau barang
yang dikenai peraturan larangan atau pembatasan.
2. Pasal 87 juga mengatur kewenangan pejabat bea dan cukai
untuk memeriksa tempat lain yang berhubungan baik
langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan tempat
yang diawasi bea dan cukai. Hal ini penting karena
dimungkinkan barang oleh yang bersangkutan telah
dipindahkan ke bangunan atau tempat lain yang mempunyai
hubungan langsung atau tidak langsung dengan bangunan
226
atau tempat lain yang sedang dilakukan pemeriksaan, maka
ditetapkan ketentuan ini.
“Berhubungan langsung” dalam ayat ini dimaksudkan adalah
hubungan secara fisik, sedangkan berhubungan tidak
langsung adalah hubungan yang secara fisik tidak
berhubungan secara langsung, tidak secara operasional
saling berhubungan. Dengan demikian, dapat dicegah usaha
untuk menghindari pemeriksaan atau menyembunyikan
barang.
3. Pasal 88 mengatur bahwa kewenangan pemeriksaan juga
berlaku untuk bangunan dan tempat lain yang bukan rumah
tinggal. Yang dimaksud bangunan dan tempat lain yang
bukan rumah tinggal dalam pasal 88 misalnya bangunan
yang didirikan khusus untuk menyimpan barang apa pun dan
pendirinya bukan dimaksudkan sebagai tempat usaha
berdasarkan Undang-Undang ini. Pemeriksaan dilakukan
bilamana terdapat petunjuk yang cukup ada barang yang
tersangkut pelanggaran, baik sebagai barang yang wajib
bea masuk maupun yang dikenai peraturan larangan dan
pembatasan. Selama pemeriksaan atas bangunan atau tempat
sebagaimana dimaksud, atas permintaan pejabat bea dan
cukai, pemilik atau yang menguasai bangunan atau tempat
tersebut wajib menyerahkan surat atau dokumen yang
berkaitan dengan barang yang berada di tempat tersebut.
4. Pasal 89 mengatur bahwa surat perintah dari Direktur
Jenderal diperlukan untuk melakukan pemeriksaan
terhadap:
227
a. Bangunan atau tempat lain yang secara langsung atau
tidak langsung berhubungan dengan bangunan atau tempat
yang penyelengaraannya berdasarkan izin yang telah
diberikan menurut Undang-Undang kepabeanan,
b. Bangunan atau tempat lain yang secara langsung atau
tidak langsung berhubungan dengan bangunan atau tempat
lain yang menurut pemberitahuan pabean berisi barang
di bawah pengawasan pabean,
c. Bangunan atau tempat yang bukan rumah tinggal yang
tidak berada di bawah pengawasan pabean.
Surat Perintah tersebut diatas tidak diperlukan dalam hal
:
a. pemeriksaan bangunan atau tempat yang menurut Undang-
Undang ini berada di bawah pengawasan Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai;
b. pengejaran orang dan/atau barang yang memasuki
bangunan atau tempat lain (hot persuit).
5. Pengelola bangunan atau tempat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 87 dan Pasal 88 tidak boleh menghalangi
pejabat bea dan cukai yang masuk ke dalam bangunan atau
tempat lain dimaksud. Barang siapa yang menyebabkan
pejabat bea dan cukai tidak dapat melaksanakan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 dan Pasal 88 dikenai
sanksi administrasi berupa denda. Namun pengenaan denda
tersebut tidak menghapus sanksi atas pelanggaran
kepabeanan yang mungkin dilakukan, misalnya di dalamnya
disimpan barang hasil penyelundupan, maka dapat diancam
sanksi pidana sesuai pasal 102.
228
VI. Wewenang Memeriksa Sarana PengangkutPasal 90
(1) Untuk pemenuhan kewajiban pabean berdasarkan Undang-Undang inipejabat bea dan cukai berwenang untuk menghentikan dan memeriksasarana pengangkut serta barang di atasnya.
(2) Sarana pengangkut yang disegel oleh penegak hukum lain atau dinas posdikecualikan dari pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Pejabat bea dan cukai berdasarkan pemberitahuan pabean sebagaimanadimaksud dalam Pasal 7A ayat (3) berwenang untuk menghentikanpembongkaran barang dari sarana pengangkut apabila ternyata barangyang dibongkar tersebut bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.
(4) Orang yang tidak melaksanakan perintah penghentian pembongkaransebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenai sanksi administrasi berupadenda sebesar Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
Pasal 91
(1) Untuk keperluan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat(1) atas permintaan atau isyarat pejabat bea dan cukai, pengangkut wajibmenghentikan sarana pengangkutnya.
(2) Pejabat bea dan cukai berwenang agar sarana pengangkut sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dibawa ke kantor pabean atau tempat lain yangsesuai untuk keperluan pemeriksaan atas biaya yang bersalah.
(3) Pengangkut atas permintaan pejabat bea dan cukai wajib menunjukkansemua dokumen pengangkutan serta pemberitahuan pabean yangdiwajibkan menurut Undang-Undang ini.
(4) Pengangkut yang menolak untuk memenuhi permintaan pejabat bea dancukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3)dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 5.000.000,00 (limajuta rupiah).
229
Penjelasan pasal 90 dan 91 :
1) Pejabat bea dan cukai diberi wewenang untuk
menghentikan dan memeriksa sarana pengangkut serta
barang yang ada di atasnya dalam rangka melakukan
pengawasan dan dipatuhinya peraturan perUndang-Undangan
kepabeanan ini dan peraturan perUndang-Undangan lain
yang pelaksanaannya dibebankan kepada DJBC. Penghentian
dan pemeriksaan terhadap sarana pengangkut ini dilakukan
baik ditengah laut, di perairan pelabuhan maupun di
daratan. Sudah barang tentu pemeriksaan ini dilakukan
hanya terhadap sarana pengangkut yang dicurigai membawa
atau mengangkut barang selundupan atau barang lain yang
tidak diberitahukan dalam pemberitahuan pabean. Oleh
karena itu tidak setiap sarana pengangkut dilakukan
pemeriksaan oleh pejabat bea dan cukai. Penghentian dan
pemeriksaan sarana pengangkut serta barang diatasnya
hanya dilakukan secara selektif, yang dilakukan
berdasarkan pengamatan maupun informasi yang
dikumpulkan.
2) Sarana pengangkut yang telah disegel oleh penegak hukum
lain, seperti kepolisian, kejaksaan atau dinas pos dapat
dikecualikan dari pemeriksaan ini. Apabila pejabat bea
dan cukai berkepentingan untuk melakukan pemeriksaan,
maka pelaksanaannya harus berkoordinasi dengan
instansi tersebut.
3) Dalam melakukan pengawasan atas sarana pengangkut yang
melakukan pembongkaran barang impor, pejabat bea dan
230
cukai berwenang untuk menghentikan pembongkaran tersebut
jika ternyata barang yang dibongkar (walaupun sudah
mendapat izin bongkar dari bea dan cukai), ternyata
sesuai ketentuan yang berlaku tidak boleh diimpor
(barang larangan impor). Sebagai contoh
importasi daging dari India. Pada saat diangkut ke
Indonesia belum ada larangan impor. Namun pada waktu
barang dibongkar di Pelabuhan Indonesia, terbit larangan
impor daging yang berasal dari India karena mengandung
penyakit tertentu. Sehingga seketika itu juga
pembongkaran terhadap barang impor tersebut dihentikan.
4) Pasal 91 menegaskan bahwa pengangkut wajib menghentikan
sarana pengangkutnya jika diminta oleh pejabat bea dan
cukai. Permintaan ini biasanya berupa isyarat, yaitu
tanda-tanda yang diberikan kepada nakhoda/pengangkut,
berupa isyarat tangan, isyarat bunyi, lampu, radio dan
sebagainya yang lazim dipergunakan sebagai isyarat untuk
menghentikan sarana pengangkut.
5) Pejabat bea dan cukai berwenang agar sarana pengangkut
dibawa ke Kantor Pabean atau tempat lain yang sesuai
untuk keperluan pemeriksaan atas biaya yang bersalah.
Jadi biaya bisa ditanggung oleh yang bersangkutan maupun
oleh pejabat bea dan cukai. Hal ini untuk menghindari
kesewenang-wenangan pejabat bea dan cukai.
Pengangkut juga wajib menunjukkan semua dokumen
pengangkutan serta Pemberitahuan Pabean yang diwajibkan.
Yang dimaksud dengan dokumen pengangkutan adalah semua
231
dokumen sesuai ketentuan pengangkutan nasional maupun
internasional.
6) Pengangkut yang menolak untuk memenuhi permintaan
pejabat bea dan cukai mulai dari menghentikan sarana
pengangkutnya, menolak dibawa ke kantor pabean untuk
diperiksa, dan menolak menyerahkan doumen, dikenai
sanksi administrasi berupa denda.
VII. Wewenang Memeriksa Badan
Pasal 92
(1) Untuk pemenuhan kewajiban pabean berdasarkan Undang-Undang iniatau peraturan perundangundangan lain tentang larangan danpembatasan impor atau ekspor barang, pejabat bea dan cukai berwenangmemeriksa badan setiap orang:a. yang berada di atas atau baru saja turun dari sarana pengangkut yang
masuk ke dalam Daerah Pabean;b. yang berada di atas atau siap naik ke sarana pengangkut yang
tujuannya adalah tempat di luar Daerah Pabean;c. yang sedang berada atau baru saja meninggalkan tempat penimbunan
sementara atau tempat penimbunan berikat; ataud. yang sedang berada di atau baru saja meninggalkan Kawasan Pabean.
(2) Orang yang diperiksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajibmemenuhi permintaan pejabat bea dan cukai menuju tempatpemeriksaan.
Penjelasan pasal 92:
1) Pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk memeriksa badan
setiap orang yang disangka membawa atau menyembunyikan
232
barang di dalam badan atau pakaian yang dikenakannya.
Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengantisipasi
adanya pelanggaran ketentuan kepabeanan, baik terkait
barang impor maupun barang ekspor.
2) Orang yang menjadi obyek pemeriksaan wajib memenuhi
permintaan pejabat bea dan cukai untuk menuju tempat
pemeriksaan. Tentu saja pemeriksaan badan ini harus
dilakukan sesuai dengan norma kesusilaan dan kesopanan.
Pemeriksaan badan tersebut dilakukan ditempat tertutup,
jika wanita diperiksa oleh petugas wanita dan
sebaliknya. Atas hasil pemeriksaan tersebut dibuatkan
berita acara yang ditandatangani oleh kedua belah pihak.
VIII. Kewenangan Khusus Direktur Jenderal
Pasal 92A
(1) Direktur Jenderal karena jabatan atau atas permohonan dari orang yangbersangkutan dapat:a. membetulkan surat penetapan tagihan kekurangan pembayaran bea
masuk yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahanhitung, dan/atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan Undang-Undang ini; atau
b. mengurangi atau menghapus sanksi administrasi berupa dendadalam hal sanksi tersebut dikenakan pada orang yang dikenai sanksikarena kekhilafan atau bukan karena kesalahannya.
(2) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan permohonan, pembetulan,pengurangan, atau penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
Penjelasan pasal 92A : 233
1) Dalam Undang-Undang kepabeanan yang baru, Direktur
Jenderal Bea dan Cukai diberikan kewenangan khusus untuk
membetulkan surat penetapan tagihan kekurangan
pembayaran bea masuk yang dalam penerbitannya terdapat
kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan
dalam penerapan ketentuan Undang-Undang ini. Pembetulan
surat tagihan kekurangan pembayaran Bea masuk ini
dilaksanakan dalam rangka menjalankan pemerintahan yang
baik, sehingga apabila terdapat kesalahan atau
kekeliruan yang bersifat manusiawi dalam suatu penetapan
perlu dibetulkan menjadi sebagaimana mestinya.
Pengertian membetulkan dapat berarti menambahkan atau
mengurangkan atau menghapuskan, tergantung pada sifat
kesalahan dan kekeliruannya.
2) Direktur Jenderal juga berwenang untuk mengurangi atau
menghapus sanksi administrasi berupa denda dalam hal
sanksi tersebut dikenakan karena yang bersangkutan
melakukan kekhilafan bukan kesalahan yang disengaja atau
kesalahan dimaksud terjadi akibat perbuatan orang lain
yang tidak mempunyai hubungan usaha dengannya serta
tanpa sepengetahuan dan persetujuannya.
234
fds
235
Rangkuman
1. Pejabat bea dan cukai berwenang untuk :
(1)menggunakan segala upaya terhadap orang, barang
maupun binatang untuk dipenuhinya ketentuan dalam
Undang-Undang ini.
(2)untuk menggunakan berbagai upaya untuk mencari
dan menemukan suatu peristiwa di bidang
kepabeanan yang diduga sebagai tindak pidana
kepabeanan.
(3)untuk menggunakan senjata api dalam rangka
menjalankan kewenangannya untuk mengambil
tindakan terhadap barang, orang atau binatang,
untuk mengamankan hak-hak negara .
(4)untuk menggunakan kapal patroli yang dapat
dilengkapi dengan senjata api untuk melakukan
pengawasan terhadap sarana pengangkut di laut
atau sungai.
(5)untuk menegah barang dan sarana pengangkut.
(6)untuk meminta bantuan kepada instansi lain
sehubungan dengan segala kegiatan yang dilakukan
oleh pejabat bea dan cukai berdasarkan peraturan
perUndang-Undangan.
(7)untuk melakukan penyegelan.
237
Latihan
Untuk menguji pemahaman Anda terhadap materi
kegiatan belajar 13, silakan kerjakan soal-soal
latihan berikut!
1. Jelaskan wewenang kepabeanan yang secara umum
dimiliki oleh pejabat bea dan cukai sesuai dengan
Undang-Undang nomor 17 tahun 2006 !
2. Jelaskan mengapa bea dan cukai diberi wewenang
untuk menggunakan senjata api !
3. Jelaskan wewenang kepabeanan pejabat bea dan
cukai yang berupa wewenang untuk pemeriksaan
badan !
4. Jelaskan wewenang kepabeanan pejabat bea dan
cukai yang berupa pemeriksaan atas barang !
5. Jelaskan wewenang kepabeanan pejabat bea dan
cukai yang berupa pemeriksaan atas sarana
pengangkut !
6. Jelaskan wewenang kepabeanan pejabat bea dan
KEGIATANBELAJAR
KEBERATAN DAN BANDING
Dalam kegiatan belajar ini dibahas mengenai kewenangan
bagi pejabat bea dan cukai dalam Undang-Undang Pabean. Pada
Undang-Undang Kepabeanan kegiatan belajar ini diatur pada
Bab XIII.
I. Keberatan
Pasal 93
(1) Orang yang berkeberatan terhadap penetapan pejabat bea dan cukaimengenai tarif dan/atau nilai pabean untuk penghitungan bea masukdapat mengajukan keberatan secara tertulis hanya kepada Direktur
238
Indikator Keberhasilan
Diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan :ketentuan tentang keberatan,ketentuan tentang banding.
149
Jenderal dalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penetapandengan menyerahkan jaminan sebesar tagihan yang harus dibayar.
(1a) Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak wajib diserahkandalam hal barang impor belum dikeluarkan dari kawasan pabean.
(2) Direktur Jenderal memutuskan keberatan sebagaimana dimaksud padaayat (1) dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak diterimanyapengajuan keberatan.
(3) Apabila keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak olehDirektur Jenderal, jaminan dicairkan untuk membayar bea masuk dan/atausanksi administrasi berupa denda yang ditetapkan, dan apabila keberatandikabulkan jaminan dikembalikan.
(4) Apabila dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sebagaimana dimaksudpada ayat (2) Direktur Jenderal tidak memberikan keputusan, keberatanyang bersangkutan dianggap dikabulkan dan jaminan dikembalikan.
(5) Apabila jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa uang tunaidan pengembalian jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat(4) dilakukan setelah jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak keberatandikabulkan, pemerintah memberikan bunga sebesar 2% (dua persen) setiapbulannya paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
(6) Ketentuan mengenai tatacara pengajuan keberatan sebagaimanadimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkanperaturan menteri.
Pasal 93A
(1) Orang yang berkeberatan terhadap penetapan pejabat bea dan cukaiselain tarif dan/atau nilai pabean untuk penghitungan bea masuk dapatmengajukan keberatan secara tertulis hanya kepada Direktur Jenderaldalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penetapan.
(2) Sepanjang keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyangkutkekurangan pembayaran bea masuk, jaminan wajib diserahkan sebesartagihan yang harus dibayar.
(3) Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak wajib diserahkandalam hal barang impor belum di keluarkan dari kawasan pabean.
(4) Direktur Jenderal memutuskan keberatan sebagaimana dimaksud padaayat (1) dalam jangka waktu 60 (enam puluh hari) sejak diterimanya
239
pengajuan keberatan.(5) Apabila keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak oleh
Direktur Jenderal, jaminan dicairkan untuk membayar bea masuk dan/atausanksi administrasi berupa denda yang ditetapkan, dan apabila keberatandikabulkan jaminan dikembalikan.
(6) Apabila dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sebagaimana dimaksudpada ayat (3) Direktur Jenderal tidak memberikan keputusan, keberatanyang bersangkutan dianggap dikabulkan dan jaminan dikembalikan.
(7) Apabila jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa uang tunaidan pengembalian jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat(6) dilakukan setelah jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak keberatanditerima, pemerintah memberikan bunga sebesar 2% (dua persen) setiapbulannya paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
(8) Ketentuan mengenai pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud padaayat (1) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
(Pasal terkait adalah pasal 16 tentang penetapan tarif dan
nilai pabean oleh pejabat bea dan cukai)
Penjelasan pasal 93 dan 93A :
(1)Pasal 93 dan 93A mengatur tentang hak Orang yang tidak
menerima atas keputusan pejabat. Sebagaimana diatur
dalam pasal 16 Undang-Undang Kepabeanan, pejabat Bea dan
Cukai menetapkan tarif dan nilai pabean untuk
perhitungan bea masuk atas pemberitahuan yang diajukan
oleh importir. Penetapan atas kekurangan bea masuk
maupun penetapan tagihan denda administrasi harus
dilunasi dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak
tanggal penetapan. Dalam hal yang bersangkutan tidak
sependapat dan merasa berkeberatan atas penetapan
pejabat bea dan cukai tersebut, importir/pengguna jasa
dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Bea
240
dan Cukai. Pemberian hak untuk mengajukan keberatan ini
untuk menjamin adanya kepastian hukum dan sebagai
manifestasi dari asas keadilan.
(2)Pada pasal 93 disebutkan bahwa orang yang berkeberatan
terhadap penetapan pejabat bea dan cukai mengenai tarif
dan/atau nilai pabean dapat mengajukan keberatan secara
tertulis hanya kepada Direktur Jenderal dalam waktu 60
(enam puluh) hari sejak tanggal penetapan dengan
menyerahkan jaminan sebesar tagihan yang harus dibayar
yaitu sebesar kekurangan Bea masuk, kekurangan Pajak
Dalam Rangka Impor, dan sanksi administrasi berupa
denda.
(3)Dalam hal tagihan telah dilunasi, keberatan tetap dapat
diajukan tanpa kewajiban menyerahkan jaminan. Jangka
waktu 60 (enam puluh) hari yang diberikan kepada
pengguna jasa kepabeanan ini dianggap cukup untuk
mengumpulkan data yang diperlukan guna pengajuan
keberatan kepada Direktur Jenderal. Dalam hal batas
waktu tersebut dilewati, hak yang bersangkutan menjadi
gugur dan penetapan dianggap disetujui. Penyerahan
jaminan untuk pemenuhan syarat pengajuan keberatan tidak
wajib diserahkan dalam hal barang impor belum
dikeluarkan dari kawasan pabean.
(4)Pasal 93A mengatur tentang dapat diajukannya keberatan
selain dari penetapan tarif dan/atau nilai pabean.
Keberatan yang dapat diajukan dalam pasal ini misalnya
penetapan berupa pencabutan fasilitas, blokir dan
penetapan sebagai akibat penafsiran peraturan. Tata cara
241
pengajuan keberatan baik terhadap penetapan tarif, nilai
pabean, denda administrasi dan keberatan lainnya adalah
sama, baik mengenai surat permohonan kepada Direktur
Jenderal Bea dan Cukai, jaminan dan jangka waktu
pengajuan.
Pasal 94
(1) Orang yang dikenai sanksi administrasi berupa denda dapat mengajukankeberatan secara tertulis hanya kepada Direktur Jenderal dalam jangka waktu 60(enam puluh hari) sejak tanggal penetapan dengan menyerahkan jaminan sebesarsanksi administrasi berupa denda yang ditetapkan.
(2) Direktur Jenderal memutuskan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya pengajuan keberatan.
(3) Apabila keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak oleh DirekturJenderal, jaminan dicairkan untuk membayar sanksi administrasi berupa dendayang ditetapkan, dan apabila keberatan dikabulkan, jaminan dikembalikan.
(4) Apabila dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sebagaimana dimaksud padaayat (2) Direktur Jenderal tidak memberikan keputusan, keberatan yangbersangkutan dianggap dikabulkan dan jaminan dikembalikan.
(5) Apabila jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa uang tunai danpengembalian jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4)dilakukan setelah jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak keberatan dikabulkan,pemerintah memberikan bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulannya palinglama 24 (dua puluh empat) bulan.
(6) Ketentuan mengenai tatacara pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud padaayat (1) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
Penjelasan pasal 94 :
1. Keberatan ke Direktur Jenderal Bea dan Cukai dapat juga
dilakukan atas pengenanaan Sanksi Administrasi berupa
denda.
2. Pasal 94 selanjutnya mengatur tentang tindak lanjut
proses keberatan. Direktur Jenderal Bea dan Cukai
242
memutuskan keberatan yang diajukan dalam jangka waktu
60 (enam puluh) hari sejak diterimanya pengajuan
keberatan. Penetapan jangka waktu 60 (enam puluh) hari
ini merupakan jangka waktu yang wajar mengingat Direktur
Jenderal juga perlu melakukan pengumpulan data dan
informasi dalam memutuskan suatu keberatan yang
diajukan.
3. Apabila keberatan sebagaimana dimaksud ditolak oleh
Direktur Jenderal, jaminan dicairkan untuk membayar bea
masuk dan/atau sanksi administrasi berupa denda yang
ditetapkan, dan apabila keberatan dikabulkan jaminan
dikembalikan.
4. Apabila dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari Direktur
Jenderal tidak memberikan keputusan, keberatan yang
bersangkutan dianggap dikabulkan dan jaminan
dikembalikan. Selanjutnya jika keberatan diterima,
sedangkan jaminan berupa uang tunai dan pengembalian
jaminan dilakukan setelah jangka waktu 30 (tiga puluh)
hari sejak keberatan dikabulkan, pemerintah memberikan
bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulannya (bagian
dari bulan dihitung satu bulan penuh) paling lama 24
(dua puluh empat) bulan.
II. Banding
243
Pasal 95
Orang yang berkeberatan terhadap penetapan Direktur Jenderal atas tarif dannilai pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2), keputusanDirektur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2), Pasal 93Aayat (4), atau Pasal 94 ayat (2) dapat mengajukan permohonan bandingkepada Pengadilan Pajak dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejaktanggal penetapan atau tanggal keputusan, setelah pungutan yang terutangdilunasi.
Penjelasan pasal 95 :
1) Banding adalah hak berikutnya dari pelaku usaha yang
tidak menerima atas surat keputusan keberatan Direktur
Jenderal Bea dan Cukai yang berisi penolakan sebagian
maupun seluruhnya. Banding juga dapat diajukan oleh
orang yang berkeberatan terhadap penetapan atas tarif
dan nilai pabean, penetapan selain tarif dan nilai
pabean, serta denda administrasi yang dibuat oleh
Direktur Jenderal.
2) Banding dapat diajukan kepada Pengadilan Pajak dalam
jangka waktu enam puluh hari sejak tanggal penetapan
atau tanggal keputusan, setelah pungutan yang terutang
dilunasi.
Pengadilan Pajak sebagaimana dimaksud diatas adalah
lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2002 yang mengadili sengketa pajak antara pelaku
usaha dengan fiskus. Permohonan banding kepada Pengadilan
Pajak diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia
dengan alasan yang jelas, dengan dilampiri salinan dari
penetapan atau keputusan tersebut.
244
3) Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir dan
bersifat tetap, artinya putusan Pengadilan Pajak tidak
dapat dilakukan banding, namun masih terbuka kemungkinan
untuk dilakukan upaya hukum luar biasa ke Mahkamah Agung
bilamana terdapat kondisi sebagai berikut :
a) Ada bukti baru yang bersifat menentukan
b) Ada tipu muslihat/kebohongan pada saat banding yang
telah dijatuhi pidana
c) Putusan bukan yang dituntut
d) Belum diputus tanpa diketahui sebab – sebabnya
e) Putusan tidak sesuai Undang - Undang yang berlaku
245
246
Rangkuman
1) Orang yang berkeberatan terhadap penetapan pejabat
bea dan cukai mengenai tarif dan/atau nilai pabean,
penetapan pejabat bea dan cukai selain tarif
dan/atau nilai dan dikenai sanksi administrasi
berupa denda, untuk penghitungan bea masuk dapat
mengajukan keberatan secara tertulis hanya kepada
Direktur Jenderal dalam waktu 60 (enam puluh) hari
sejak tanggal penetapan dengan menyerahkan jaminan
sebesar tagihan yang harus dibayar.
2) Penyerahan jaminan untuk pemenuhan syarat pengajuan
keberatan tidak wajib diserahkan dalam hal barang
impor belum dikeluarkan dari kawasan pabean.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai memutuskan
keberatan yang diajukan dalam jangka waktu 60 (enam
puluh hari) sejak diterimanya pengajuan keberatan.
3) Apabila keberatan sebagaimana dimaksud ditolak oleh
Direktur Jenderal, jaminan dicairkan untuk membayar
bea masuk dan/atau sanksi administrasi berupa denda
yang ditetapkan, dan apabila keberatan dikabulkan
jaminan dikembalikan. Apabila dalam jangka waktu 60
(enam puluh) hari Direktur Jenderal tidak memberikan
keputusan, keberatan yang bersangkutan dianggap
dikabulkan dan jaminan dikembalikan.
4) Apabila jaminan sebagaimana dimaksud diatas berupa
247
Latihan
Untuk menguji pemahaman Anda terhadap materi
kegiatan belajar 14, silakan kerjakan soal-soal
latihan berikut!
1) Jelaskan ketentuan pengajuan keberatan yang
dilakukan oleh importir atau eksportir
sebagaimana diatur dalam pasal 93 Undang-Undang
nomor 17 tahun 2006 !
2) Jelaskan penetapan pejabat bea dan cukai yang
dapat diajukan keberatan !
3) Berapa besarnya jaminan yang harus dipertaruhkan
oleh orang yang akan mengajukan keberatan atas
ketetapan tarif dan atau nilai pabean oleh
pejabat bea dan cukai ?
4) Jelaskan dalam hal apa jaminan tidak diperlukan
ketika diajukan keberatan !
KEGIATANBELAJAR
KETENTUAN PIDANA
Dalam kegiatan belajar ini akan dibahas materi yang
berkaitan dengan ketentuan pidana. Pada Undang-Undang
Kepabeanan kegiatan belajar ini diatur pada Bab XIV.
I. Ketentuan Pidana
Undang-Undang Kepabeanan disamping menetapkan peraturan
mengenai kepabeanan, juga menetapkan sanksi bagi
pelanggarnya. Pengenaan sanksi yang diatur dalam Undang-
Undang ada dua jenis, yaitu sanksi administrasi berupa denda
248
Indikator Keberhasilan
Diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan ketentuan pidana yang diatur dalam Undang-Undang Kepabeanan
159
dan sanksi pidana berupa kurungan/penjara dan/atau sanksi
pidana berupa denda.
Dalam Undang-Undang Kepabeanan sanksi pidana atau
ketentuan pidana diatur tersendiri dalam BAB XIV sebanyak
empat belas pasal, dari pasal 102 hingga pasal 111.
1. Tindak Pidana Penyelundupan Impor
Pasal 102
Setiap orang yang:a. mengangkut barang impor yang tidak tercantum dalam manifes
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A ayat (2);b. membongkar barang impor di luar kawasan pabean atau tempat lain tanpa
izin kepala kantor pabean;c. membongkar barang impor yang tidak tercantum dalam pemberitahuan
pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A ayat (3);d. membongkar atau menimbun barang impor yang masih dalam
pengawasan pabean di tempat selain tempat tujuan yang ditentukandan/atau diizinkan;
e. menyembunyikan barang impor secara melawan hukum;f. mengeluarkan barang impor yang belum diselesaikan kewajiban
pabeannya dari kawasan pabean atau dari tempat penimbunan berikatatau dari tempat lain di bawah pengawasan pabean tanpa persetujuanpejabat bea dan cukai yang mengakibatkan tidak terpenuhinya pungutannegara berdasarkan Undang-Undang ini;
g. mengangkut barang impor dari tempat penimbunan sementara atautempat penimbunan berikat yang tidak sampai ke kantor pabean tujuandan tidak dapat membuktikan bahwa hal tersebut di luar kemampuannya;atau
h. dengan sengaja memberitahukan jenis dan/atau jumlah barang impordalam pemberitahuan pabean secara salah,
249
dipidana karena melakukan penyelundupan di bidang impor dengan pidanapenjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 10(sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluhjuta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(Pasal yang terkait adalah pasal 7A (ayat 2) dan Pasal 7A
(3) tentang kedatangan sarana pengangkut).
Penjelasan pasal 102 :
1) Dalam Undang-Undang Kepabeanan yang baru (UU No.17/2006)
terjadi perubahan norma pengertian penyelundupan. Jika
dalam penjelasan Pasal 102 Undang-Undang Nomor 10 tahun
1995 dinyatakan bahwa suatu kegiatan termasuk
penyelundupan bilamana mengimpor barang tanpa
mengindahkan ketentuan yang berlaku. Pengertian “tanpa
mengindahkan” adalah sama sekali tidak memenuhi
ketentuan atau prosedur. Jika memenuhi salah satu
kewajiban pabean saja walaupun tidak sepenuhnya, tidak
lagi sebagai penyelundupan. Rumusan tindak pidana
penyelundupan dianggap kurang tegas sehingga tidak
memenuhi rasa keadilan masyarakat, dan oleh karenanya
dipandang perlu untuk merumuskan kembali tindakan-
tindakan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana
penyelundupan.
2) Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 diuraikan
perbuatan-perbuatan yang dikategorikan sebagai tindak
pidana penyelundupan. Hal demikian dianggap lebih tegas
dalam pelaksanaannya karena secara langsung merumuskan
250
tindakan-tindakan yang dapat dikategorikan sebagai
penyelundupan. Pemberatan sanksi pidana dan sanksi
pidana berupa denda untuk membuat jera atau
meminimalisasi kegiatan penyelundupan. Mengingat latar
belakang di atas, maka dalam Undang-Undang nomor 17
tahun 2006 ini, pasal 102 Undang-Undang Kepabeanan yang
lama ( Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 ) dipecah
menjadi dua pasal yaitu pasal 102 untuk pidana di bidang
impor dan pasal 102A untuk pidana di bidang ekspor.
3) Norma dalam pasal 102 menetapkan tindakan pidana yang
dianggap sebagai penyelundupan di bidang impor adalah :
a. Mengangkut barang impor yang tidak tercantum dalam
manifes sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A ayat (2).
Dimana dalam pasal 7A ayat 2 itu disebutkan bahwa
pengangkut yang sarana pengangkutnya memasuki daerah
pabean wajib mencantumkan barang yang diangkutnya
dalam manifest. Delik tersebut dapat terjadi mulai saat
sarana pengangkut memasuki daerah pabean. Hal ini
juga dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum bagi
kapal patrol bea dan cukai untuk melakukan tindakan
pengamanan hak-hak keuangan negara.
b. Membongkar barang impor di luar kawasan pabean atau
tempat lain tanpa izin kepala kantor pabean.
Sesuai ketentuan barang impor harus dibawa ke kantor
pabean dan dibongkar di kawasan pabean. Dalam hal
kedapatan barang impor yang dibongkar diluar kawasan
pabean tanpa izin maka orang/pengangkut dianggap
telah berupaya melakukan penyelundupan impor.
251
c. Membongkar barang impor yang tidak tercantum dalam
pemberitahuan pabean.
Sesuai ketentuan barang impor harus tercantum dalam
manifest dan diberitahukan ke kantor pabean oleh
pengangkutnya sebelum dilakukan pembongkaran. Dalam
hal kedapatan barang impor yang tidak tercantum dalam
manifest maka orang/pengangkut dianggap telah berupaya
melakukan penyelundupan impor.
d. Membongkar atau menimbun barang impor yang masih
dalam pengawasan pabean di tempat selain tempat
tujuan yang ditentukan dan/atau diizinkan.
Pengertian dari barang impor yang masih dalam
pengawasan pabean adalah barang impor yang kewajiban
pabeannya belum diselesaikan. Contoh membongkar atau
menimbun di tempat selain tempat tujuan yang
ditentukan atau diizinkan yaitu barang dengan tujuan
tempat penimbunan berikat A dibongkar atau ditimbun
di luar tempat penimbunan berikat A.
e. Menyembunyikan barang impor secara melawan hukum.
Contoh menyembunyikan barang secara melawan hukum
yaitu menyimpan barang di tempat yang tidak wajar
dan/atau dengan sengaja menutupi keberadaan barang
tersebut.
Yang dimaksud tempat yang tidak wajar antara lain di
dalam dinding kontainer, di dalam dinding koper, di
252
dalam tubuh, di dalam dinding kapal pada ruang mesin
kapal, atau tempat-tempat lainnya.
f. Mengeluarkan barang impor yang belum diselesaikan
kewajiban pabeannya dari kawasan pabean atau dari
tempat penimbunan berikat atau dari tempat lain di
bawah pengawasan pabean tanpa persetujuan pejabat bea
dan cukai yang mengakibatkan tidak terpenuhinya
pungutan negara berdasarkan Undang-Undang ini.
g. Mengangkut barang impor dari tempat penimbunan
sementara atau tempat penimbunan berikat yang tidak
sampai ke kantor pabean tujuan dan tidak dapat
membuktikan bahwa hal tersebut di luar kemampuannya.
h. Dengan sengaja memberitahukan jenis dan/atau jumlah
barang impor dalam pemberitahuan pabean secara salah.
Perbedaan pelanggaran yang dimaksud dalam huruf ini
dengan pelanggaran dalam Pasal 82 ayat (5) yaitu
bahwa pelanggaran ini didasarkan atas perbuatan yang
disengaja dan melawan hukum, sementara pelanggaran
pada pasal 82 ayat (5) karena unsur
kelalaian/kekhilafan yang tidak melawan hukum.
4) Orang yang melakukan tindakan-tindakan tersebut diancam
dengan pidana pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
253
2. Tindak Pidana Penyelundupan Ekspor
Pasal 102A
Setiap orang yang:a. mengekspor barang tanpa menyerahkan pemberitahuan pabean;b. dengan sengaja memberitahukan jenis dan/atau jumlah barang ekspor
dalam pemberitahuan pabean secara salah sebagaimana dimaksuddalam Pasal 11A ayat (1) yang mengakibatkan tidak terpenuhinyapungutan negara di bidang ekspor;
c. memuat barang ekspor di luar kawasan pabean tanpa izin kepala kantorpabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11A ayat (3);
d. membongkar barang ekspor di dalam daerah pabean tanpa izin kepalakantor pabean; atau
e. mengangkut barang ekspor tanpa dilindungi dengan dokumen yang sahsesuai dengan pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud dalamPasal 9A ayat (1)
dipidana karena melakukan penyelundupan di bidang ekspor dengan pidanapenjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 10(sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluhjuta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Penjelasan pasal 102A :
1) Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, tindak pidana
penyelundupan di bidang ekspor diatur tersendiri dalam
pasal 102A.
2) Kegiatan yang dikategorikan sebagai penyelundupan ekspor,
yaitu :
a. Mengekspor barang tanpa menyerahkan pemberitahuan
pabean.
b. Dengan sengaja memberitahukan jenis dan/atau jumlah
barang ekspor dalam pemberitahuan pabean secara salah
254
yang mengakibatkan tidak terpenuhinya pungutan negara
di bidang ekspor.
Maksud dari pungutan negara di bidang ekspor disini
adalah bea keluar. Perbedaan pelanggaran yang
dimaksud disini dengan pelanggaran yang dalam pasal
82 ayat 6 yaitu bahwa pelanggaran ini didasarkan atas
perbuatan yang disengaja dan melawan hukum.
c. Memuat barang ekspor di luar kawasan pabean tanpa
izin kepala kantor pabean.
Pengertian “memuat “ adalah memuat barang ekspor ke
dalam sarana pengangkut yang akan berangkat ke luar
daerah pabean.
d. Membongkar barang ekspor di dalam daerah pabean tanpa
izin kepala kantor pabean.
Ketentuan bahwa membongkar barang ekspor di dalam
daerah pabean harus izin kepala kantor pabean
dimaksudkan untuk mencegah pembongkaran kembali
barang ekspor yang telah dimuat di atas sarana
pengangkut dengan tujuan utama untuk mencegah ekspor
fiktif. Sebagai contoh barang ekspor dimuat di
Semarang untuk tujuan Singapura tetapi barang ekspor
tersebut dibongkar di Jakarta.
e. Mengangkut barang ekspor tanpa dilindungi dengan
dokumen yang sah sesuai dengan pemberitahuan pabean.
3) Orang yang melakukan tindakan-tindakan tersebut diancam
dengan pidana karena melakukan penyelundupan di bidang
ekspor dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
255
dan pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
3. Tindak Pidana Penyelundupan Yang Mengganggu Sendi-Sendi Perekonomian Negara
Pasal 102B
Pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 dan Pasal 102A yangmengakibatkan terganggunya sendi-sendi perekonomian negara dipidanadengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan pidana penjara palinglama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00(lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliarrupiah).
Penjelasan pasal 102B :
Lebih lanjut ditetapkan dalam pasal 102B, bahwa tindakan
penyelundupan impor dan ekspor tersebut diatas yang
mengakibatkan terganggunya sendi-sendi perekonomian negara
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun
dan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus
miliar rupiah). Coba Anda bandingkan dengan sanksi yang
terdapat pada pasal 102 dan pasal 102A. 256
4. Tindak Pidana Penyelundupan Oleh Aparat Penegak hukum
Pasal 102C
Dalam hal perbuatan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 102, Pasal102A, Pasal 102B dilakukan oleh pejabat dan aparat penegak hukum, pidanayang dijatuhkan dengan pidana sebagaimana ancaman pidana dalam Undang-Undang ini ditambah 1/3 (satu pertiga).
Penjelasan pasal 102C :
Pasal ini dibuat sebagai antisipasi adanya pelanggaran hukum
penyelundupan impor atau ekspor yang dilakukan oleh pejabat.
Harus disadari bahwa pejabat sebagai manusia juga berpotensi
melakukan pelanggaran, sehingga dengan adanya pasal ini
diharapkan ada upaya pencegahan dengan ancaman sanksi pidana
yang lebih berat dibandingkan dengan pelaku usaha dengan
sanksi pidana yang dijatuhkan adalah sanksi pidana
sebagaimana ancaman pidana dalam Undang-Undang ini ditambah
1/3 (satu pertiga).
5. Tindak Pidana Berupa Pengangkutan Barang Tertentu Tidak Sampai Ke Kantor Pabean Tujuan.
Pasal 102D
Setiap orang yang mengangkut barang tertentu yang tidak sampai ke kantorpabean tujuan dan tidak dapat membuktikan bahwa hal tersebut di luarkemampuannya dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun 257
dan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda palingsedikit Rp10.000.000.00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyakRp1.000.000.000.00 (satu miliar rupiah).
Penjelasan Pasal 102 D:
Pasal ini menguraikan tentang tindak pidana yang dilakukan
oleh orang yang mengangkut barang tertentu yang tidak sampai
ke kantor pabean tujuan dan tidak dapat membuktikan bahwa
hal tersebut di luar kemampuannya. Pasal ini dibuat untuk
mencegah adanya upaya penyelundupan ekspor atas barang-
barang tertentu yang secara nasional sangat strategis.
Pelanggaran pidana di bidang ini diancam dengan pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling
sedikit Rp10.000.000.00 (sepuluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp1.000.000.000.00 (satu miliar rupiah).
6. Tindak Pidana Pemalsuan Dokumen Kepabeanan
Pasal 103
Setiap orang yang:a. menyerahkan pemberitahuan pabean dan/atau dokumen pelengkap
pabean yang palsu atau dipalsukan;b. membuat, menyetujui, atau turut serta dalam pemalsuan data ke
dalam buku atau catatan;c. memberikan keterangan lisan atau tertulis yang tidak benar, yang
digunakan untuk pemenuhan kewajiban pabean; ataud. menimbun, menyimpan, memiliki, membeli, menjual, menukar,
memperoleh, atau memberikan barang impor yang diketahui atau
258
patut diduga berasal dari tindak pidana sebagaimana dimaksuddalam Pasal 102
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidanapenjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau pidana denda palingsedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyakRp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Penjelasan pasal 103 :
1. Pasal 103 memuat jenis pelanggaran pidana lainnya
seperti pemalsuan dokumen yang digunakan dalam
pemberitahuan pabean beserta ancaman sanksi pidana atas
pelanggaran tersebut.
Kategori tindak pidana yang termasuk dalam pasal ini
adalah :
a. Menyerahkan pemberitahuan pabean dan/atau dokumen
pelengkap pabean yang palsu atau dipalsukan.
Pengertian dokumen palsu atau dipalsukan antara lain
dapat berupa:
- dokumen yang dibuat oleh orang yang tidak berhak,
misalnya menggunakan invoice atau packing list palsu
dalam pengajuan dokumen impor.
- dokumen yang dibuat oleh orang yang berhak tetapi
memuat data tidak benar, yang mengakibatkan tidak
terpenuhinya pungutan negara berdasarkan Undang-
Undang Kepabeanan.
b. Membuat, menyetujui, atau turut serta dalam pemalsuan
data ke dalam buku atau catatan.
259
c. Memberikan keterangan lisan atau tertulis yang tidak
benar, yang digunakan untuk pemenuhan kewajiban
pabean.
Yang dimaksud dengan memberi keterangan lisan secara
tidak benar adalah memberitahukan secara lisan dalam
pemenuhan kewajiban pabean, terutama untuk penumpang
dan pelintas batas
d. Menimbun, menyimpan, memiliki, membeli, menjual,
menukar, memperoleh, atau memberikan barang impor
yang diketahui atau patut diduga berasal dari tindak
pidana penyelundupan impor.
2. Pelaku tindak pidana pada pasal ini dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana
penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau pidana
denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah). Tindak pidana ini dikena sanksi minimum
lebih tinggi dari pasal 102 karena pelakunya dianggap
memiliki pendidikan yang lebih tinggi (white collar crime)
7. Tindak Pidana Mengakses Sistem Elektronik Kepabeanan Secara Tidak Sah
Pasal 103 A
(1) Setiap orang yang secara tidak sah mengakses sistem elektronik yangberkaitan dengan pelayanan dan/atau pengawasan di bidangkepabeanan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)tahun dan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidanadenda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling
260
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).(2) Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan
tidak terpenuhinya pungutan negara berdasarkan Undang-Undang inidipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidanapenjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda palingsedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyakRp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Penjelasan pasal 103A :
1. Tindak pidana lainnya yang diatur dalam Undang-Undang
kepabeanan adalah bilamana terdapat Orang yang mengakses
sistem elektronik kepabeanan secara tidak sah. Yang
dimaksud dengan “mengakses” adalah tindakan atau upaya
yang dilakukan untuk login ke sistem kepabeanan.
Sedangkan yang dimaksud dengan “login” adalah memasuki
atau terhubung dengan suatu sistem elektronik sehingga
dengan masuk atau dengan keterhubungan itu pelaku dapat
mengirim dan/atau informasi melalui atau yang ada pada
sistem elektronik.
Sistem aplikasi dibuat oleh Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai dalam meningkatkan pelayanan dan pengawasan.
Sistem aplikasi ini bersifat open access melalui media
internet yang memungkinkan penyalahgunaan berupa:
a. illegal access dengan menggunakan ID registrasi (9
password ) orang lain tanpa hak untuk kepentingan
proses pelayanan kepabeanan yang bersangkutan yang
dapat merugikan keuangan Negara atau pengguna jasa
kepabeanan pemilik ID yang sah.
261
b. mengubah database “in house” atau aplikasi Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai untuk kepentingan mengubah
jalur dokumen, mengubah nilai pabean dan lain-lain.
c. notifikasi pembayaran melalui bank.
d. melakukan kegiatan hacking/cracking yang mengakibatkan
sistem IT Direktorat Jenderal Bea dan Cukai down atau
tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya.
2. Agar tidak terjadi penyalahgunaan, maka dalam Undang-
Undang ini dipandang perlu untuk menetapkan sanksi.
Sanksi yang diancamkan kepada orang yang secara tidak
sah mengakses sistem elektronik yang berkaitan dengan
pelayanan dan/atau pengawasan di bidang kepabeanan
adalah dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau pidana denda paling sedikit
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
3. Ancaman pidana atas akses ke sistem elektronik secara
tidak sah lebih berat bilamana akibat yang ditimbulkan
adalah tidak terpenuhinya pungutan negara, dimana
ancamannya berupa dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 2 (dua) tahun dan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
8. Tindak Pidana Kepabeanan Lainnya
262
Pasal 104
Setiap orang yang:a. mengangkut barang yang berasal dari tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 102, Pasal 102A, atau Pasal 102B;b. memusnahkan, memotong, menyembunyikan, atau membuang buku
atau catatan yang menurut Undang-Undang ini harus disimpan;c. menghilangkan, menyetujui, atau turut serta dalam penghilangan
keterangan dari pemberitahuan pabean, dokumen pelengkap pabean,atau catatan; atau
d. menyimpan dan/atau menyediakan blangko faktur dagang dariperusahaan yang berdomisili di luar negeri yang diketahui dapatdigunakan sebagai kelengkapan pemberitahuan pabean menurutUndang-Undang ini
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun, dan pidanapenjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling sedikitRp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyakRp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Penjelasan pasal 104 :
Pasal 104 mengatur tentang tindak pidana lainnya yang
sebagian masih berhubungan dengan tindak pidana
sebelumnya yaitu :
1. barang siapa yang mengangkut barang yang berasal dari
tindak pidana penyelundupan impor, penyelundupan
ekspor, penyelundupan impor dan ekspor yang
mengganggu sendi-sendi perekonomian Negara yang
diatur pada pasal 102, 102A, dan 102B.
2. barang siapa yang memusnahkan, memotong,
menyembunyikan, atau membuang buku atau catatan yang
menurut Undang-Undang ini harus disimpan.
263
3. barang siapa yang menghilangkan, menyetujui, atau
turut serta dalam penghilangan keterangan dari
pemberitahuan pabean, dokumen pelengkap pabean, atau
catatan.
4. barang siapa yang menyimpan dan/atau menyediakan
blangko faktur dagang dari perusahaan yang
berdomisili di luar negeri yang diketahui dapat
digunakan sebagai kelengkapan pemberitahuan pabean
menurut Undang-Undang ini. Ketentuan ini dibuat untuk
mencegah dilakukannya pemalsuan atau pemanipulasian
data pada dokumen pelengkap pabean, misalnya invoice.
9. Tindak Pidana Membuka, Melepas, Merusak Kunci,Segel, Atau Tanda Pengaman
Pasal 105
Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak membuka, melepas, ataumerusak kunci, segel atau tanda pengaman yang telah dipasang olehpejabat bea dan cukai dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1(satu) tahun dan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidanadenda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan palingbanyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Penjelasan pasal 105 :
Kunci, segel, atau tanda pengaman merupakan salah satu alat
yang digunakan untuk mengamankan hak-hak negara atas barang
yang belum selesai kewajiban pabeannya. Dengan demikian
setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak membuka,
melepas atau merusak tanpa izin dari pejabat bea dan cukai
264
merupakan pelanggaran yang termasuk kategori tindak pidana.
Yang dimaksud dengan merusak kunci, segel atau pengaman
lainnya adalah merusak secara fisik atau melakukan perbuatan
yang mengubah fungsi kunci, segel atau tanda pengaman.
10. Tindak Pidana Yang Dilakukan Oleh PPJK
Pasal 107
Pengusaha pengurusan jasa kepabeanan yang melakukan pengurusanPemberitahuan Pabean atas kuasa yang diterimanya dari importir ataueksportir, apabila melakukan perbuatan yang diancam dengan pidanaberdasarkan Undang-Undang ini, ancaman pidana tersebut berlakujuga terhadapnya.
Penjelasan pasal 107 :
Pasal ini menegaskan, jika pengusaha pengurusan jasa
kepabeanan (PPJK) yang melakukan pelanggaran terhadap
Undang-Undang ini dalam melaksanakan pekerjaan yang
dikuasakan oleh importir atau eksportir, yang bersangkutan
diancam dengan pidana yang sama dengan ancaman pidana
terhadap importir atau eksportir. Misalnya, jika pengusaha
pengurusan jasa kepabeanan memalsukan invoice yang diterima
dari importir sehingga pemberitahuan pabean yang diajukan
atas nama importir tersebut lebih rendah nilai pabeannya,
pengusaha pengurusan jasa kepabeanan dikenai ancaman pidana.
Terhadap perbuatan tersebut PPJK dapat dikenai ancaman
pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 103 huruf a, yaitu
265
menyerahkan pemberitahuan pabean dan/atau dokumen pelengkap
pabean yang palsu atau dipalsukan, yang dapat dipidana
dengan pidana penjara.
11. Tindak Pidana Yang Dilakukan Oleh Badan Hukum
Pasal 108
(1) Dalam hal suatu tindak pidana yang dapat dipidana menurut Undang-Undang ini dilakukan oleh atau atas nama suatu badan hukum, perseroanatau perusahaan, perkumpulan, yayasan atau koperasi, tuntutan pidanaditujukan dan sanksi pidana dijatuhkan kepada:a. badan hukum, perseroan atau perusahaan, perkumpulan, yayasan
atau koperasi tersebut; dan/ataub. mereka yang memberikan perintah untuk melakukan tindak pidana
tersebut atau yang bertindak sebagai pimpinan atau yang melalaikanpencegahannya.
(2) Tindak pidana menurut Undang-Undang ini dilakukan juga oleh atau atasnama badan hukum, perseroan atau perusahaan, perkumpulan, yayasanatau koperasi, apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orangyang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubunganlain bertindak dalam lingkungan badan hukum, perseoran atauperusahaan, perkumpulan, yayasan atau koperasi tersebut tanpamemperhatikan apakah orang tersebut masing-masing telah melakukantindakan secara sendiri-sendiri atau bersama-sama.
(3) Dalam hal suatu tuntutan pidana dilakukan terhadap badan hukum,perseroan atau perusahaan, perkumpulan, yayasan atau koperasi, padawaktu penuntutan diwakili oleh pengurus yang secara hukum dapatdimintai pertanggungjawaban sesuai bentuk badan hukum yangbersangkutan.
(4) Terhadap badan hukum, perseroan atau perusahaan, perkumpulan,yayasan atau koperasi yang dipidana dengan pidana sebagaimanadimaksud dalam Undang-Undang ini, pidana pokok yang dijatuhkansenantiasa berupa pidana denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satumiliar lima ratus juta rupiah) jika atas tindak pidana tersebut diancam
266
dengan pidana penjara, dengan tidak menghapuskan pidana dendaapabila atas tindak pidana tersebut diancam dengan pidana penjara danpidana denda.
Penjelasan pasal 108 :
1) Pasal ini memberikan kemungkinan dapat dipidananya suatu
badan hukum, perseroan atau perusahaan, termasuk badan
usaha milik negara atau daerah dengan nama dan dalam
bentuk apa pun, bentuk usaha tetap atau bentuk usaha
lainnya, perkumpulan, termasuk persekutuan, firma atau
kongsi, yayasan atau organisasi sejenis, atau koperasi
dalam kenyataan kadang-kadang orang melakukan tindakan
dengan bersembunyi di belakang atau atas nama badan-
badan tersebut di atas.
2) Dengan demikian selain badan tersebut, harus dipidana
juga mereka yang telah memberikan perintah untuk
melakukan tindak pidana atau yang sesungguhnya melakukan
tindak pidana tersebut. Dengan demikian orang yang
bertindak tidak untuk diri sendiri, tetapi wakil dari
badan tersebut, harus juga mengindahkan peraturan dan
larangan yang diancam dengan pidana, seolah-olah mereka
sendirilah yang melakukan tindak pidana tersebut. Atas
dasar hasil penyidikan, dapat ditetapkan tuntutan pidana
yang akan dikenakan kepada badan-badan yang bersangkutan
dan/atau pimpinannya. Sanksi pidana yang dijatuhkan
kepada badan tersebut senantiasa berupa pidana denda.
267
II. Penyelesaian Barang Hasil TindakPidana, Hal Pidana Denda, DanKadaluarsa Tindak Pidana
Pasal 109(1) Barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102, Pasal 103
huruf d, atau Pasal 104 huruf a, barang ekspor sebagaimana dimaksuddalam Pasal 102A, atau barang tertentu sebagaimana dimaksud dalamPasal 102D yang berasal dari tindak pidana, dirampas untuk negara.
(2) Sarana pengangkut yang semata-mata digunakan untuk melakukantindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 dan Pasal 102A,dirampas untuk negara.
(2a) Sarana pengangkut yang digunakan untuk melakukan tindak pidanasebagaimana dimaksud dalam Pasal 102D, dapat dirampas untuknegara.
(3) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikanberdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 73.
Pasal 110(1) Dalam hal pidana denda tidak dibayar oleh terpidana, sebagai gantinya
diambil dari kekayaan dan/atau pendapatan terpidana.(2) Dalam hal penggantian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
dapat dipenuhi, pidana denda diganti dengan pidana kurungan palinglama enam bulan.
Pasal 111Tindak pidana di bidang kepabeanan tidak dapat dituntut setelah lampauwaktu sepuluh tahun sejak diserahkan pemberitahuan pabean atau sejak
268
terjadinya tindak pidana.
Penjelasan pasal 109, 110, dan 111 :
1) Berkaitan dengan pelanggaran Undang-Undang Kepabeanan
yang diancam dengan sanksi pidana, barang yang berasal
dari tindak pidana dirampas untuk negara. Berkut ini
tindak pidana kepabeanan yang barangnya dirampas untuk
negara meliputi :
a) Barang dari pelanggaran sebagaimana tersebut pada
pasal 102 yaitu penyelundupan di bidang impor.
b) Barang dari pelanggaran sebagaimana tersebut pada
pasal 102A yaitu penyelundupan di bidang ekspor.
c) Barang dari pelanggaran sebagaimana tersebut pada
pasal 103 (a) yaitu menyerahkan pemberitahuan pabean
dan/atau dokumen pelengkap pabean yang palsu atau
dipalsukan.
d) Barang dari pelanggaran sebagaimana tersebut pada
pasal 104 (d) yaitu menyimpan dan/atau menyediakan
blangko faktur dagang dari perusahaan yang
berdomisili di luar negeri yang diketahui dapat
digunakan sebagai kelengkapan pemberitahuan pabean.
e) Barang dari pelanggaran sebagaimana tersebut pada
pasal 102D yaitu penyelundupan barang tertentu.
Barang-barang tersebut diatas diselesaikan dengan
ketentuan pasal 73 yaitu barang milik negara.
2) Sarana pengangkut yang semata-mata digunakan untuk
melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal
269
102 yaitu penyelundupan impor dan pasal 102A yaitu
penyelundupan ekspor dirampas untuk negara.
3) Sarana pengangkut yang digunakan untuk melakukan tindak
pidana yaitu mengangkut barang tertentu seperti yang
diatur pada pasal 102D, dapat dirampas untuk negara.
4) Secara umum pelaksanaan putusan pengadilan dilakukan
oleh penuntut umum. Barang impor/ekspor yang berdasarkan
putusan pengadilan dinyatakan dirampas untuk negara dan
menjadi milik negara yang pemanfaatannya ditetapkan oleh
Menteri Keuangan.
5) Pasal 110 mengatur tentang penyelesaian pidana denda,
dalam hal pidana denda tidak dibayar oleh terpidana,
maka sebagai gantinya diambil dari kekayaan dan/atau
pendapatan terpidana. Bilamana penggantian sebagaimana
dimaksud diatas tidak dapat dipenuhi, pidana denda
diganti dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam)
bulan.
6) Pasal 111 mengatur tentang kadaluwarsa tindak pidana
bahwasanya tindak pidana di bidang Kepabeanan tidak
dapat dituntut setelah lampau waktu 10 (sepuluh tahun)
sejak diserahkan Pemberitahuan Pabean atau sejak
terjadinya tindak pidana. Kadaluwarsa penuntutan tindak
pidana dibidang kepabeanan tersebut dimaksudkan untuk
memberikan suatu kepastian hukum, baik kepada masyarakat
usaha maupun kepada penegak hukum.
270
271
Rangkuman
1) Penyelundupan di bidang impor adalah :
a.Mengangkut barang impor yang tidak tercantum dalam
manifes.
b.Membongkar barang impor di luar kawasan pabean atau
tempat lain tanpa izin kepala kantor pabean.
c.Membongkar barang impor yang tidak tercantum dalam
pemberitahuan pabean.
d.Membongkar atau menimbun barang impor yang masih
dalam pengawasan pabean di tempat selain tempat
tujuan yang ditentukan dan/atau diizinkan.
e.Menyembunyikan barang impor secara melawan hukum;
f.Mengeluarkan barang impor yang belum diselesaikan
kewajiban pabeannya dari kawasan pabean atau dari
TPB.
g.Mengangkut barang impor dari TPS atau TPB yang tidak
sampai ke kantor pabean tujuan.
h.Dengan sengaja salah memberitahukan jenis dan/atau
jumlah barang
2.Tindak pidana penyelundupan ekspor meliputi :
a.Mengekspor barang tanpa menyerahkan pemberitahuan
pabean.
b.Dengan sengaja memberitahukan jenis dan/atau jumlah
barang ekspor dalam pemberitahuan pabean secara
272
Rangkuman
3. Tindak pidana kepabeanan lainnya meliputi :
a.Tindak pidana berupa penyelundupan yang mengganggu
sendi-sendi perekonomian Negara.
b.Tindak pidana berupa penyelundupan yang dilakukan
oleh aparat penegak hukum.
c.Tindak pidana berupa pengangkutan barang tertentu
yang tidak sampai ke kantor pabean tujuan.
d.Tindak pidana berupa pemalsuan dokumen kepabeanan.
e.Tindak pidana berupa mengakses sistem elektronika
kepabeanan secara tidak sah.
f.Tindak pidana terhadap pihak yang mengangkut
barang hasil penyelundupan.
g.Tindak pidana berupa memusnahkan, memotong,
menyembunyikan atau membuang buku, atau catatan,
yang menurut Undang-Undang Kepabeanan harus
disimpan.
h.Tindak pidana berupa menghilangkan, menyetujui,
atau turut serta dalam menghilangkan keterangan
dari pemberitahuan pabean, dokumen pelengkap
pabean, atau catatan.
i. Tindak pidana berupa menyimpan dan/atau
menyediakan blanko faktur dagang dari perusahaan
yang berdomisili di luar negeri yang diketahui
dapat digunakan sebagai kelengkapan pemberitahuan
273
Latihan
Untuk menguji pemahaman Anda terhadap materi
kegiatan belajar 15, silakan kerjakan soal-soal
latihan berikut!
1) Sebutkan tindak pidana yang termasuk tindak
pidana penyelundupan impor !
2) Sebutkan tindak pidana yang termasuk tindak
pidana penyelundupan ekspor !
3) Sebutkan tindak pidana lainnya yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 17 tahun 2006 selain tindak
pidana penyelundupan impor dan tindak pidana
penyelundupan ekspor !
4) Jelaskan ancaman pidana yang dikenakan pada
PPJK !
5) Jelaskan penyelesaian barang hasil tindak pidana
yang diatur dalam Undang-Undang nomor 17 tahun
2006 !
KEGIATANBELAJAR
PENYIDIKAN, PEMBINAAN PEGAWAI,DAN KETENTUAN LAIN-LAIN
Pada kegiatan belajar ini, kepada Anda akan diuraikan
mengenai penyidikan, pembinaan pegawai dan ketentuan lain-
lain. Pada Undang-Undang Kepabeanan kegiatan belajar ini
berada pada bab XV, XVA, dan XVI.
I. Penyidikan
274
Indikator Keberhasilan
Diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan :tentang penyidikan tindak pidana kepabeanan,pembinaan pegawai, ketentuan lainnya
169
Undang-Undang Kepabeanan mengatur hal-hal yang
berkaitan dengan penyidikan karena Undang-Undang ini berisi
pasal-pasal tentang perbuatan pidana dalam ruang lingkup
kepabeanan. Atas perbuatan yang termasuk dalam delik pidana
maka dilakukan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik
pegawai negeri sipil (PPNS) Bea dan Cukai. Pada Undang-
Undang Kepabeanan, ketentuan tentang penyidikan tercantum
pada BAB XV mulai pasal 112 hingga pasal 113.
Pasal 112
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat JenderalBea dan Cukai diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimanadimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang HukumAcara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidangkepabeanan.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) karena kewajibannyaberwenang :a. menerima laporan atau keterangan dari seseorang tentang adanya
tindak pidana di bidang kepabeanan;b. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi;c. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan dengan tindak
pidana di bidang kepabeanan;d. melakukan penangkapan dan penahanan terhadap orang yang
disangka melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan;e. meminta keterangan dan bukti dari orang yang disangka
melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan;f. memotret dan/atau merekam melalui media audiovisual terhadap
orang, barang, sarana pengangkut, atau apa saja yang dapatdijadikan bukti adanya tindak pidana di bidang Kepabeanan;
g. memeriksa catatan dan pembukuan yang diwajibkan menurut
275
Undang-Undang ini dan pembukuan lainnya yang terkait;h. mengambil sidik jari orang;i. menggeledah rumah tinggal, pakaian, atau badan;j. menggeledah tempat atau sarana pengangkut dan memeriksa
barang yang terdapat di dalamnya apabila dicurigai adanya tindakpidana di bidang kepabeanan;
k. menyita benda-benda yang diduga keras merupakan barang yangdapat dijadikan sebagai bukti sehubungan dengan tindak pidana dibidang kepabeanan;
l. memberikan tanda pengaman dan mengamankan apa saja yangdapat dijadikan sebagai bukti sehubungan dengan tindak pidana dibidang kepabeanan;
m. mendatangkan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannyadengan pemeriksaan perkara tindak pidana di bidang kepabeanan;
n. menyuruh berhenti orang yang disangka melakukan tindak pidana dibidang kepabeanan serta memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
o. menghentikan penyidikan;p. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan
tindak pidana di bidang kepabeanan menurut hukum yangbertanggung jawab.
(3) Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukandimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepadaPenuntut Umum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Pasal 113
(1) Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri, JaksaAgung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidangkepabeanan.
(2) Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang kepabeanansebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan setelah yangbersangkutan melunasi bea masuk yang tidak atau kurang dibayar,ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda empat kali jumlah
276
bea masuk yang tidak atau kurang dibayar.
Penjelasan pasal 112 dan 113 :
1. Pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terdapat pejabat
pegawai negeri sipil yang ditunjuk sebagai penyidik.
PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) ini diberi wewenang
khusus untuk melakukan penyidikan tindak pidana
dibidang kepabeanan. Kewenangan penyidikan tersebut
diatur dalam pasal 112 Undang-Undang Kepabeanan.
Kewenangan penyidikannya sangat luas, meliputi segala
hal yang perlu dilakukan untuk kelancaran penyidikan
dibidang kepabeanan. Atas tindakannya tersebut PPNS
memberitahukan dan menyampaikan hasil penyidikannya
langsung kepada Penuntut Umum (pihak Kejaksaan).
2. Pasal 112 bahwa Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di
lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai diberi
wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di
bidang Kepabeanan.
Penyidik Pegawai Negeri Sipil tersebut dalam
melaksanakan tugasnya sebagai penyidik diberikan
wewenang atas hal-hal sebagaimana disebutkan dalam pasal
112 ayat (2).
3. Penyidik sebagaimana dimaksud diatas harus
memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan
hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum sesuai dengan 277
ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana.
4. Selanjutnya dalam pasal 113 diatur mengenai persyaratan
dalam hal penyidikan tidak dilanjutkan. Walaupun
pelanggaran berkaitan dengan tindak pidana, namun untuk
kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri,
Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana
di Bidang Kepabeanan.
Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang
Kepabeanan tersebut hanya dilakukan setelah yang
bersangkutan melunasi Bea masuk yang tidak atau kurang
dibayar, ditambah dengan sanksi administrasi berupa
denda empat kali jumlah Bea masuk yang tidak atau kurang
dibayar.
II. Pembinaan Pegawai
Selain mengatur hal-hal yang berkaitan dengan substansi
kepabeanan, Undang-Undang Kepabeanan juga mengatur tentang
perilaku pegawai. Dalam rangka meningkatkan kinerja pejabat
bea dan cukai, diperlukan adanya standar sikap dan perilaku
bagi pejabat bea dan cukai dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya, agar kinerja pejabat bea dan cukai optimal. Pada
pasal-pasal berikut ini diatur secara eksplisit ketentuan
mengenai reward and punishment pada pegawai.
278
Pada Undang-Undang Kepabeanan, ketentuan tentang
pembinaan pegawai tercantum pada BAB XVA mulai pasal 113A
hingga pasal 113D.
Pasal 113A
(1) Sikap dan perilaku pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terikatpada kode etik yang menjadi pedoman pelaksanaan tugas sebagaimanadiatur dalam Undang-Undang ini.
(2) Pelanggaran terhadap kode etik oleh pegawai Direktorat Jenderal Beadan Cukai diselesaikan oleh Komisi Kode Etik.
(3) Ketentuan mengenai kode etik diatur lebih lanjut dengan peraturanmenteri.
(4) Ketentuan mengenai pembentukan, susunan, dan tata kerja Komisi KodeEtik diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri.
Pasal 113BApabila pejabat bea dan cukai dalam menghitung atau menetapkan bea masukatau bea keluar tidak sesuai dengan Undang-Undang ini sehinggamengakibatkan belum terpenuhinya pungutan negara, pejabat bea dan cukaidikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-Undangan yangberlaku.
Pasal 113C(1) Dalam hal terdapat indikasi tindak pidana kepabeanan yang menyangkut
pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Menteri dapat menugasi unitpemeriksa internal di lingkungan Departemen Keuangan untuk melakukanpemeriksaan pegawai guna menemukan bukti permulaan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut denganperaturan menteri.
Pasal 113D
279
(1) Orang perseorangan, kelompok orang, dan/atau unit kerja yang berjasadalam menangani pelanggaran kepabeanan berhak memperoleh premi.
(2) Jumlah premi diberikan paling banyak sebesar 50% (lima puluh persen)dari sanksi administrasi berupa denda dan/atau hasil lelang barang yangberasal dari tindak pidana kepabeanan.
(3) Dalam hal hasil tangkapan merupakan barang yang dilarang dan/ataudibatasi yang menurut peraturan perUndang-Undangan yang berlakutidak boleh dilelang, besar nilai barang sebagai dasar perhitungan premiditetapkan oleh Menteri.
(4) Ketentuan mengenai pemberian premi sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri.
Penjelasan Pasal 113A – 113D :
1. Pasal 113A menegaskan bahwa setiap pegawai Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya harus fokus pada fungsi pengawasan dan
pelayanan dalam menghimpun dana melalui pemungutan bea
masuk, melindungi kepentingan masyarakat, kelancaran
arus barang, orang, dokumen, dan dapat menciptakan iklim
usaha yang dapat lebih mendorong laju pembangunan
nasional.
Mengingat dalam pelaksanaan tugas Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai berkaitan erat dengan pengawasan dan
pelayanan, pegawai bea dan cukai yang melaksanakan tugas
dan wewenangnya harus mempertanggungjawabkan
perbuatannya di hadapan Komisi Kode Etik apabila
melanggar kode etik.
2. Pasal 113B mengatur bahwa apabila pejabat bea dan cukai
dalam menghitung atau menetapkan bea masuk atau bea
280
keluar tidak sesuai dengan Undang-Undang ini sehingga
mengakibatkan belum terpenuhinya pungutan negara,
pejabat bea dan cukai dikenai sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku.
Ketentuan ini diterapkan bilamana dipenuhi 2 (dua) unsur
akumulatif perbuatan yaitu :
a) Dalam menghitung/menetapkan bea masuk/bea keluar,
pejabat bea dan cukai tidak sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang ( Undang-Undang nomor 10/1995 dan
Undang-Undang Nomor 17/2006 serta peraturan
pelaksanaannya).
b) Dalam melakukan perbuatan sebagaimana tersebut butir
(1), harus dapat dibuktikan bahwa penetapan tersebut
mengakibatkan belum terpenuhinya pungutan Negara.
3. Pasal 113C mengatur bahwa dalam hal terdapat indikasi
tindak pidana kepabeanan yang menyangkut pegawai
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Menteri dapat
menugasi unit pemeriksa internal di lingkungan
Departemen Keuangan untuk melakukan pemeriksaan pegawai
guna menemukan bukti permulaan. Berkaitan dengan
pengawasan di bidang kepabeanan, dipandang perlu untuk
mencantumkan satu pasal khusus dalam Undang-Undang
Kepabeanan sebagai dukungan landasan hukum bagi unit
pengawasan internal dalam rangka membantu Menteri
Keuangan. Penyusunan Undang-Undang memposisikan bahwa
Undang-Undang Kepabeanan ini sebagai bagian dari hukum
fiskal. Sebagai hukum fiskal maka penanganan pelanggaran
281
berdasarkan Undang-Undang ini yang ada indikasi tindak
pidana kepabeanan yang dilakukan oleh pegawai bea dan
cukai, penyelesaiannya dilakukan melalui mekanisme
pemeriksaan internal oleh unit pemeriksa internal yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan terlebih dahulu dan tidak
serta merta diproses melalui mekanisme penyelesaian
tindak pidana umum.
4. Pasal 113D mengatur tentang reward (penghargaan) kepada
pihak yang berjasa dalam menangani pelanggaran pidana.
Yang dimaksud dengan berjasa yaitu berjasa dalam
menangani :
a)pelanggaran administrasi meliputi memberikan
informasi, menemukan baik secara administrasi maupun
secara fisik, sampai dengan menyelesaikan penagihan;
atau
b)pelanggaran pidana kepabeanan meliputi memberikan
informasi, melakukan penangkapan, penyidikan, dan
penuntutan.
Penambahan pasal 113D ini, ditujukan untuk meningkatkan
motivasi dan kinerja pegawai DJBC dan keikutsertaan
masyarakat dalam upaya penanggulangan pelanggaran
kepabeanan. Pasal 113D ini merupakan landasan hukum
pemberian premi kepada pegawai.
III. Ketentuan Lain-lain
282
Hal terakhir yang diatur Undang-Undang Kepabeanan
adalah tentang ketentuan lain-lain. Ketentuan lain-lain
mengatur tentang hal-hal yang belum diatur ada pasal-pasal
sebelumnya yang dipandang penting untuk dicantumkan pada
Undang-Undang Kepabeanan seperti pengenaan denda
administratif pada kondisi tertentu dan ketentuan tentang
free trade zone (kawasan perdagangan bebas). Pada Undang-Undang
Kepabeanan, ketentuan lain-lain tercantum pada BAB XVI mulai
pasal 114 hingga pasal 115C.
Pasal 114
(1) Semua pelanggaran yang oleh Undang-Undang ini diancam dengan sanksiadministrasi berupa denda yang dihitung berdasarkan persentase dari beamasuk, jika tarif atau tarif akhir bea masuk atas barang yang berkaitandengan pelanggaran tersebut nol persen, maka atas pelanggaran tersebut,si pelanggar dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp.5.000.000,00 (lima juta rupiah).
(2) Ketentuan tentang pengenaan sanksi administrasi dan penyesuaianbesarnya sanksi administrasi serta penyesuaian besarnya bunga menurutUndang-Undang ini ditetapkan lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Penjelasan pasal 114 :
1) Pasal ini menegaskan bahwa pengenaan denda adminstrasi
berupa denda yang dihitung berdasarkan persentase bea
masuk dirasa cukup memenuhi rasa keadilan karena besar
kecilnya sanksi dapat diterapkan secara proposional
dengan berat ringannya pelanggaran yang dapat
mengakibatkan kerugian Negara. Namun dalam era
globalisasi ekonomi, kebijaksanaan umum di bidang tarif
283
ditujukan untuk menurunkan tingkat tarif sehingga akan
terdapat beberapa jenis barang yang tarif bea masuknya
nol persen. Dengan demikian, pengenaan sanksi
administrasi berupa denda yang dihitung berdasarkan
persentase dari bea masuk tidak dapat lagi diterapkan
secara proporsional, sedangkan pelanggaran yang timbul
atas tidak dipenuhinya suatu ketetentuan tetap harus
diberikan sanksi. Oleh karena itu pelanggaran ketentuan
di bidang kepabeanan yang dilakukan terhadap impor barang
yang tarif atau tarif akhirnya nol persen, dikenai sanksi
administrasi berdasarkan satuan jumlah dalam rupiah.
2) Penetapan penyesuaian besarnya sanksi adminstrasi dan
besarnya bunga dengan peraturan pemerintah bertujuan
untuk mengantisipasi adanya perubahan nilai mata uang.
Sebagai contoh sanksi administrasi atas keterlambatan
melunasi pembayaran berkala oleh MITA Prioritas adalah
sebesar 10 % dari jumlah bea masuk yang dibayar. Jika
tarif bea masuk barang impor adalah 0%, maka besarnya
sanksi administrasi yang harus dibayar adalah Rp.
5.000.000,00.
Pasal 115
Persyaratan dan atas cara :a. barang yang diimpor dari suatu kawasan yang telah ditunjuk sebagai
daerah perdagangan bebas dan/atau pelabuhan bebas;b. Pemberitahuan Pabean di instalasi dan alat-alat yang berada di Landas
Kontinen Indonesia dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, diatur dengan peraturan pemerintah.
284
Pasal 115 mengatur tentang persyaratan dan tata cara :
1.Barang yang diimpor dari suatu kawasan yang telah
ditunjuk sebagai daerah perdagangan bebas dan/atau
pelabuhan bebas. Contoh daerah perdagangan bebas adalah
Sabang dan Batam, Bintan, Karimun (BBK).
2. Pemberitahuan pabean di instalasi dan alat-alat yang
berada di Landas Kontinen Indonesia dan Zone Ekonomi
Eksklusif Indonesia diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 115A
(1) Barang yang dimasukkan atau dikeluarkan ke dan dari serta berada dikawasan yang telah ditunjuk sebagai daerah perdagangan bebas dan/ataupelabuhan bebas dapat diawasi oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjutdengan atau berdasarkan peraturan pemerintah.
Penjelasan Pasal 115A :
1) Pasal ini menegaskan bahwa pemasukan dan pengeluaran
barang ke dan dari daerah perdagangan bebas (free trade
zone) dan/atau pelabuhan bebas diawasi oleh DJBC.
Pengawasan ini dimaksudkan untuk menghindari
penyalahgunaan terhadap pemasukan dan/atau pengeluaran
barang-barang larangan dan pembatasan seperti narkoba,
senjata api, bahan peledak.
2) Pengawasan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dapat
dilakukan terhadap barang yang dimasukkan atau
dikeluarkan ke dan dari serta berada di kawasan yang 285
telah ditunjuk sebagai daerah perdagangan bebas dan/atau
pelabuhan bebas bersesuaian dengan annex khusus bab II
Konvensi Internasional penyederhanaan dan harmonisasi
prosedur pabean (Kyoto Convention). Kyoto Convention mengatur
bahwa DJBC mempunyai kewenangan untuk melakukan
pengawasan terhadap lalulintas barang di Free Trade Zone.
Pasal 115B
(1) Berdasarkan permintaan masyarakat, Direktur Jenderal memberikaninformasi yang dikelolanya, kecuali informasi yang sifatnya tertentu.
(2) Ketentuan mengenai pemberian informasi sebagaimana dimaksud padaayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri.
Penjelasan Pasal 115B :Pada pasal ini diatur bahwa Direktur Jenderal dapat
memberikan informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat
sepanjang informasi itu bukan informasi tertentu (khusus).
Yang dimaksud informasi yang sifatnya tertentu yaitu
informasi yang menyangkut kerahasiaan negara atau yang
berdasarkan peraturan perUndang-Undangan harus
dirahasiakan.
Pasal 115C
(1) Setiap pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dilarangmemberitahukan segala sesuatu yang diketahuinya atau diberitahukankepadanya oleh orang dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untukmenjalankan ketentuan Undang-Undang ini kepada pihak lain yang tidak
286
berhak. (2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga terhadap
tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal untuk membantupelaksanaan ketentuan Undang-Undang ini.
(3) Menteri secara tertulis berwenang memerintahkan pegawai DirektoratJenderal Bea dan Cukai dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dan ayat (2) agar memberikan keterangan dan memperlihatkan buktidari orang kepada pejabat pemeriksa untuk keperluan pemeriksaankeuangan negara.
(4) Untuk kepentingan pemeriksaan di pengadilan dalam perkara pidana,atas permintaan hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Menteri dapatmemberi izin tertulis kepada pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukaidan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) untukmemberikan bukti dan keterangan yang ada padanya kepada hakim.
Penjelasan Pasal 115C :Pasal 115C ini ditambahkan pada Undang-Undang Kepabeanan
untuk menghindari penyalahgunaan kerahasiaan informasi yang
dimiliki oleh pejabat bea dan cukai maupun pihak lainnya
yang berkaitan dengan jabatan maupun pekerjaan dalam rangka
pelaksanaan Undang-Undang ini.
IV. Ketentuan Peralihan
Ketentuan peralihan diperlukan untuk memberikan
kepastian hukum atas adanya beberapa ketentuan yang berubah
melalui Undang-Undang Kepabeanan yang baru. Ketentuan
peralihan tercantum pada pasal II Undang-Undang Nomor 17
287
Tahun 2006. Mungkin anda bertanya dimana letak pasal I nya?
Pasal I terletak pada awal Undang-Undang ini sebelum Bab I
(Ketentuan Umum).
Pasal IIKetentuan Peralihan
1. Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku: a. peraturan pelaksanaan yang telah ada di bidang kepabeanan tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diatur denganperaturan pelaksanaan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini;
b. urusan kepabeanan yang pada saat berlakunya Undang-Undang inibelum dapat diselesaikan, penyelesaiannya dilakukan berdasarkanketentuan perUndang-Undangan di bidang kepabeanan yangmeringankan setiap orang.
2. Peraturan perUndang-Undangan sebagai pelaksanaan Undang-Undang iniditetapkan paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Sebagai penutup dari keseluruhan materi Undang-Undang
Kepabeanan ini dinyatakan bahwa Undang-Undang ini mulai
berlaku pada tanggal 15 Nopember 2006. Dengan demikian
seluruh pasal-pasal yang telah diatur pada Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1995 tentang Kepabeanan mulai berlaku pada tanggal
tersebut.
288
289
Rangkuman
1. Pelanggaran ketentuan di bidang kepabeanan yang
dilakukan terhadap impor barang yang tarif atau
tarif akhirnya nol persen, dikenai sanksi
administrasi berdasarkan satuan jumlah dalam
rupiah (lima juta rupiah). Penetapan penyesuaian
besarnya sanksi adminstrasi dan besarnya bunga
dengan peraturan pemerintah bertujuan untuk
mengantisipasi adanya perubahan nilai mata uang.
2. Dalam pasal 115 Undang-Undang Kepabeanan ini,
diatur mengenai persyaratan dan tata cara atas
barang yang diimpor dari suatu kawasan yang telah
ditunjuk sebagai daerah perdagangan bebas dan/atau
pelabuhan bebas.
3. Pemberitahuan pabean di instalasi dan alat-alat
yang berada di Landas Kontinen Indonesia dan Zone
Ekonomi Eksklusif Indonesia diatur dengan
peraturan pemerintah.
4. Sedangkan dalam pasal 115A, mengatur tentang
pengawasan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
dapat dilakukan terhadap barang yang dimasukkan
atau dikeluarkan ke dan dari serta berada di
kawasan yang telah ditunjuk sebagai daerah
290
Latihan
Untuk menguji pemahaman Anda terhadap kegiatan belajar
16, silahkan kerjakan soal-soal latihan berikut!
1. Jelaskan ruang lingkup kewenangan Penyidik PNS bea
dan cukai bilamana terjadi tindak pidana
kepabeanan !
2. Jelaskan ketentuan sanksi adminstrasi terhadap
pelanggaran kepabeanan yang sanksi adminstrasinya
berdasarkan prosentase dari tarif bea masuk namun
ternyata tarif atau tarif akhirnya 0 % !
3. Jelaskan mengapa pejabat bea dan cukai perlu
melakukan pengawasan atas barang yang diimpor
dari suatu kawasan yang telah ditunjuk sebagai
daerah perdagangan bebas dan/atau pelabuhan
bebas !
4. Apa yang harus dilakukan oleh pejabat bea dan
cukai untuk menghindari penyalahgunaan
kerahasiaan informasi yang dimiliki oleh Orang
PENUTUP
Sebagai mahasiswa Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, Anda
dituntut untuk memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang
cukup sebagai bekal Anda dalam bekerja. Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai membutuhkan pegawai yang berkompetensi tinggi
untuk memenuhi tuntutan pekerjaan yang semakin haari
tantangannya semakin berat.
Kata kunci meraih sukses adalah usaha yang sungguh-
sungguh dan tekad yang kuat. Man jadda wajada, siapa yang
bersungguh-sungguh Insya Allah akan mendapatkan apa yang
dicita-citakan. Untuk mendapatkan pemahaman yang benar dan
lengkap tentang Undang-Undang Kepabeanan, jangan belajar
hanya untuk keperluan praktis saja, namun bacalah dan
pelajari secara menyeluruh materi pada bahan ajar ini.
Dengan mempelajarai bahan ajar Undang-Undang Kepabeanan ini
Anda akan mendapatkan gambaran yang utuh mengenai ketentuan-
ketentuan yang ada di bidang kepabeanan. Pemahaman Anda
tentang Undang-Undang Kepabeanan sangat berguna dalam
mendukung pelaksanaan tugas sebagai calon pegawai yang
profesional dan berkompeten dalam ruang lingkup tugas di
bidang kepabeanan.
Akhirnya semoga bahan ajar ini bermanfaat khususnya
bagi mahasiswa Sekolah Tinggi Akuntansi Negara dan umumnya
bagi siapapun yang mempelajari bahan ajar ini. Ingatlah
bahwa keberhasilan orang-orang hebat di bidang apapun bukan
291
semata-mata merupakan anugerah dari yang Maka Kuasa saja,
namun kesuksesan dibangun dari kemauan untuk belajar
sepanjang masa, Longlife Learning.
292
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang nomor : 1 tahun 1973, tanggal 6 Januari 1973
tentang Landas Kontinen Indonesia
Undang-Undang nomor : 5 tahun 1983 , tanggal 18 Maret 1983
tentang Zone Ekonomi Eksklusif.
Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
Undang-Undang No. 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
Departemen Keuangan RI, Buku Tarif Kepabeanan Indonesia
(BTKI) 2012
Departemen Keuangan RI, Agreement on Implementation of Article VII of
the GATT 1994.
Peraturan Menteri Keuangan PMK- 70 tahun 2007 tentang
Kawasan Pabean dan Tempat Penimbunan Sementara.
Peraturan Menteri Keuangan, PMK-144/PMK.04/2007 tentang
Pengeluaran Barang Impor Untuk Dipakai.
Peraturan Menteri Keuangan, PMK-75/PMK.011/2012 tentang
Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan
Tarif Bea Keluar jo PMK-6/PMK.011/2014 tentang
Perubahan Kedua Atas PMK-75/PMK.011/2012.
Perdirjend Bea dan Cukai, P-06/BC/2009 tentang perubahan P-
40/BC/2008 tentang Tata Laksana Kepabeanan di Bidang
Ekspor.
293
Perdirjend Bea dan Cukai, P-08/BC/2009 tentang Perubahan P-
42/BC/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengeluaran
Barang Impor Untuk Dipakai.
Perdirjend Bea dan Cukai, P-06/BC/2006 tentang perubahan
Perdirjend BC Nomor 11/BC/2005 tentang Jalur
Prioritas.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Materi Sosialiasi UU
No. 17 Tahun 2006.
Modul Pengantar Kepabeanan, Mohamad Jafar, DTSD Kepabeanan
dan Cukai.
294