The Delineation of Cellular Telecommunications Handset Industry and Its Potention: A case of...

95
Peta dan Potensi Industri Perangkat Telekomunikasi Seluler Indonesia Penulis: Riza Azmi, M.Kom (Puslitbang SDPPI) Editor: Adi Indrayanto, PhD (Pusat Mikroelektronika ITB) Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Badan Litbang SDM - Kementerian Komunikasi dan Informatika 2014 ISBN: 978-602-19425-5-0

Transcript of The Delineation of Cellular Telecommunications Handset Industry and Its Potention: A case of...

Peta dan Potensi Industri Perangkat Telekomunikasi Seluler Indonesia

Penulis:

Riza Azmi, M.Kom (Puslitbang SDPPI)

Editor:

Adi Indrayanto, PhD (Pusat Mikroelektronika ITB)

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika

Badan Litbang SDM - Kementerian Komunikasi dan Informatika

2014

ISBN: 978-602-19425-5-0

Peta dan Potensi Industri Perangkat Telekomunikasi

Seluler Indonesia

© Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia – 2014

Puslitbang SDPPI

Kementerian Komunikasi dan Informatika

Sanksi Pelanggaran Pasal 44:

1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak

mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau

memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara

paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak

Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).

2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan,

mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan

atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara

paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak

Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas

Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta

Peta dan Potensi

Industri Perangkat

Telekomunikasi

Seluler Indonesia Penulis:

Riza Azmi, M.Kom (Puslitbang SDPPI)

Editor:

Adi Indrayanto, PhD (Pusat Mikroelektronika ITB)

Puslitbang SDPPI – Badan Litbang SDM

Kementerian Komunikasi dan Informatika

Peta dan Potensi Industri Perangkat Telekomunikasi

Seluler Indonesia

Penulis:

Riza Azmi

Editor:

Adi Indrayanto, PhD

Design Sampul:

Ronaldi Wijaya

Layout Isi:

Riza Azmi

Penerbit:

Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia

Kementerian Komunikasi dan Informatika

Gedung B Lantai 4, Medan Merdeka Barat 9, Jakarta, 10110

e-mail : [email protected]

Telp./fax: +62 21 348 33640

Percetakan

Dicetak oleh PT. , isi diluar tanggung jawab Percetakan

Cetakan pertama, Desember 2014. Kota: Jakarta, Indonesia

Diterbitkan pertama kali oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia

© Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Puslitbang SDPI – Kementerian

Kementerian Komunikasi dan Informatika 2014

i

Ringkasan Eksekutif

Perkembangan telekomunikasi di Indonesia berkontribusi positif dan langsung

terhadap penerimaan negara baik dari sisi APBN maupun PNBP dengan rata-

rata 10 Triliun rupiah setiap tahun. Namun jika dilihat dari sisi lain,

perkembangan telekomunikasi menimbulkan defisit neraca perdagangan

yang disebabkan oleh impor perangkat telekomunikasi yang relatif besar

dibandingkan dengan penerimaan negara di sektor ini yaitu sekitar 24 Triliun

rupiah. Studi ini bertujuan memetakan Industri perangkat handset

telekomunikasi seluler dilihat dari value-chain industri ini dan melihat potensi

industri lokal dalam rangka mengurangi defisit tersebut.

Dari hasil studi ini, Industri perangkat telekomunikasi Indonesia secara umum

dapat dibagi menjadi 3 entitas besar yaitu Industri Perangkat Customer

Premises Equipment (CPE) Telekomunikasi, Industri Jaringan Telekomunikasi

dan Industri Konten atau Over the Top. Secara elemen value-chain, Industri

CPE telekomunikasi Indonesia sudah tergolong lengkap namun masih bertipe

relational dimana ketergantungan kuat antara merk dan manufaktur. Untuk

mengurangi biaya produksi, pemerintah perlu mendorongnya ke tipe value

chain modular dengan mengintensifkan masing-masing value-chain.

Industri perangkat jaringan telekomunikasi Indonesia dapat dikategorikan

masih bersifat hierarcy karena dimanufaktur dari hulu ke hilir (vertically

integrated) serta dalam hal ini pasar sebagian besar dikuasai oleh penanam

ii

modal asing. Dalam rangka mengurangi “Degree of Asimetry” untuk pasar ini

pemerintah dapat mendorong dari tipe Hierarcy ke Captive dengan cara

menarik industri berbasis R&D ke Indonesia. Indonesia sendiri juga memiliki

potensi untuk pembuatan perangkat jaringan telekomunikasi ini dilihat dari

portofolio yang ada.

Beberapa rekomendasi dari studi ini agar industri perangkat telekomunikasi

dapat berkembang yaitu dengan mendorong industri dari manufaktur ke

industri berbasis inovasi salah satunya dengan mengubah kebijakan TKDN

yang berbasis komponen menjadi TKDN berbasis inovasi. Selain itu, untuk

mencegah tingginya degree of asimetry dalam value-chain industri ini

pemerintah harus menggeser tipe value-chain di industri ini dengan

mendorong tumbuhnya value-network seperti mendorong industri kreatif.

Pemerintah juga perlu memberikan insentif melalui PNBP di sektor yang sama

dengan skema Carrot Incentive. Selain itu, pemerintah perlu mensiasati

barrier-to-entry dengan rekomendasi membuat konsorsium industri dan

memasukkannya ke dalam industri pertahanan di bidang telekomunikasi.

Kata Kunci: rantai nilai, modularitas produk, jaringan nillai, industri perangkat

handset telekomunikasi seluler

iii

Sambutan Kepala Puslitbang SDPPI

Pada tahun 2014 ini, Puslitbang SDPPI, Kementerian Komunikasi dan

Informatika melaksanakan kegiatan Pemetaan Industri Perangkat

Telekomunikasi Indonesia untuk melihat gambaran peta kekuatan dan

kelemahan industri lokal dalam menyediakan perangkat telekomunikasi di

dalam negeri. Walaupun kajian ini terlihat sepintas tidak terkait langsung

dengan tugas pokok dan fungsi Kementerian, namun kami memberanikan

diri mengambil langkah pertama kalinya menyusun peta dan roadmap

industri telekomunikasi ini dalam membantu industri perangkat telekomunikasi

menjadi tuan rumah di negara sendiri.

Adapun perangkat telekomunikasi yang dimaksud dalam kajian ini dibagi

menjadi 2 yaitu perangkat handset telekomunikasi seperti handphone, tablet

dan perangkat handset telekomunikasi seluler lainnya; serta perangkat

jaringan telekomunikasi seluler seperti BTS. Pertimbangan penelitian ini

membatasi pada 2 industri tersebut, dikarenakan pertama pasar untuk

perangkat handset telekomunikasi bernilai sekitar 54 milyar dalam setahun

atau terbesar untuk wilayah Asia-Tenggara; sementara penyediaan industri

manufaktur lokal terkait perangkat ini masih sangat kecil. Kedua, karena

perangkat jaringan telekomunikasi seluler merupakan perangkat vital yang

sampai dengan saat ini pemainnya masih dikuasai Penanam Modal Asing.

Dalam penulisannya, Kami menyadari terdapat beberapa kekurangan dan

membuka diri untuk masukan terkait kekurangan baik yang disengaja

ataupun tidak disengaja dalam buku ini.

Demikian sambutan saya, semoga buku ini berguna untuk melihat peta dan

potensi industri perangkat telekomunikasi seluler di Indonesia.

Jakarta, Desember 2014

Kepala Puslitbang SDPPI

Sunarno

iv

v

Sambutan Kepala Badan Litbang SDM

Sebagaimana kita ketahui, pertumbuhan industri telekomunikasi di Indonesia

dari tahun ke tahun semakin meningkat yang ditunjukkan dengan

pertumbuhan jumlah pelanggan telekomunikasi terutama dari industri

telekomunikasi bergerak seluler yang terus tumbuh pesat terutama sejak

tahun 2006. Sampai dengan saat ini tercatat tidak kurang dari 300 juta

pelanggan seluler di Indonesia atau meningkat 5 kali lipat dari 6 tahun yang

lalu. Pertumbuhan industri telekomunikasi bergerak seluler ini pada satu sisi

berdampak positif terhadap penerimaan negara bukan pajak yang

disetorkan ke negara, namun di sisi lain, Industri untuk perangkat jaringan

telekomunikasi terutama untuk perangkat jaringan seluler seperti BTS di

Indonesia masih sebagian besar dikuasai oleh penanam modal asing,

padahal di satu sisi merupakan perangkat vital telekomunikasi.

Terkait dengan hal tersebut, gambaran mengenai rantai nilai produksi dan

kesiapan industri lokal perangkat jaringan telekomunikasi yang konprehensif

diperlukan untuk melihat potensi lokal untuk industri ini. Pada prinsipnya, saya

meyakini bahwa industri lokal mampu bersaing dalam membuat perangkat

jaringan telekomunikasi.

Saya mengapresiasi terbitnya buku ini untuk melihat kondisi pasar industri ini

menurut pandangan industri lokal, bagaimana kelebihan/kekurangan dan

kesiapan industri perangkat telekomunikasi lokal; peluang dan tantangannya

serta bagaimana kebutuhan dukungan Industri ini dari pemerintah.

Demikian sambutan dari Saya. Semoga buku ini berguna dan dapat

memperkuat penyediaan perangkat infrastruktur telekomunikasi oleh anak-

anak bangsa.

Jakarta, Desember 2014

Kepala Badan Litbang SDM

DR. Basuki Yusuf Iskandar

vi

vii

Daftar Isi

Ringkasan Eksekutif .................................................................................................. i

Sambutan Kepala Puslitbang SDPPI ...................................................................... iii

Sambutan Kepala Badan Litbang SDM ................................................................. v

Daftar Isi .................................................................................................................. vii

Latar Belakang ......................................................................................................... 1

Landasan Teori dan Metode Penyusunan ............................................................ 3

Tata Kelola Value-Chain ......................................................................................... 3

Value Chain dan Value Network Industri Telekomunikasi ................................ 4

Product Modularity dalam Industri Perangkat Telekomunikasi ....................... 7

Peta Operasional Industri Telekomuniasi berbasis e-TOM ................................ 8

Metode Penyusunan Peta Industri Perangkat Telekomunikasi Seluler ........... 9

Gambaran Umum Industri Perangkat Telekomunikasi Indonesia ................... 13

Industri Perangkat Customer Premises Equipment Telekomunikasi Seluler . 13

Pangsa Pasar Perangkat CPE Telekomunikasi Seluler ................................. 13

Kondisi Impor Perangkat Telekomunikasi Seluler di Indonesia ................... 15

Industri Perangkat Jaringan Telekomunikasi ..................................................... 21

PT. Huawei Investment Tech Indonesia .......................................................... 22

PT. Nokia Solutions Networks Indonesia .......................................................... 22

PT. Ericsson Indonesia ......................................................................................... 23

PT. Samsung Telecommunication Indonesia................................................. 23

PT. ZTE Indonesia ................................................................................................. 24

Kebijakan Industri Perangkat Telekomunikasi ................................................... 25

Ketentuan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) ..................................... 25

Tata Cara Ketentuan Perizinan Impor Telepon Seluler, Komputer Genggam

(Handheld), dan Komputer Tablet ..................................................................... 26

viii

Tata Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari Kawasan

yang Telah Ditetapkan .......................................................................................... 30

Interpretasi Ketiga Peraturan Menteri Perindustrian, Perdagangan dan

Keuangan ................................................................................................................ 31

Potensi Lokal Industri Perangkat Jaringan Telekomunikasi .............................. 33

PT. INTI ....................................................................................................................... 33

PT. CMI Indonesia ................................................................................................... 36

PT. Xirka Silicon Technology (XST) ........................................................................ 38

PT. LEN Industri ......................................................................................................... 38

PT. Fusi Global Teknologi ....................................................................................... 39

Versatile Silicon ....................................................................................................... 40

Peta Industri Perangkat Telekomunikasi Seluler ................................................ 43

Peta Industri Perangkat Customer Premises Equipment Telekomunikasi

dalam Negeri .......................................................................................................... 43

Design House ....................................................................................................... 45

System Integrator ................................................................................................ 45

Manufaktur ........................................................................................................... 45

Brand Owner ....................................................................................................... 47

Retailer .................................................................................................................. 47

Peta Industri Perangkat Jaringan Telekomunikasi dalam Negeri ................. 49

Radio Network Infrastructure ............................................................................ 50

Billing Platform ..................................................................................................... 50

Network Solution ................................................................................................. 50

Service Managemen dan SIM-Card ............................................................... 50

Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman Industri Telekomunikasi

Indonesia ................................................................................................................ 53

Industri Perangkat CPE Telekomunikasi .............................................................. 53

Industri Perangkat Jaringan Telekomunikasi ..................................................... 57

Rekomendasi Pengembangan Industri Perangkat Telekomunikasi ............... 61

Mendorong Industri Berbasis Inovasi ................................................................... 61

ix

Tingkat Kandungan Dalam Negeri berbasis Inovasi ....................................... 63

Mendorong Berubahnya Tipe Value Chain ...................................................... 64

Menciptakan Value Network dalam Industri Perangkat Telekomunikasi ... 65

Bentuk Insentif Negara .......................................................................................... 65

Mencegah Barrier-to-Entry dalam Menumbuhkan Industri Dalam Negeri . 66

Penutup ................................................................................................................... 69

Simpulan ................................................................................................................... 69

Saran ......................................................................................................................... 69

Lampiran ................................................................................................................. 71

Daftar Pustaka ........................................................................................................ 75

x

1

Latar Belakang

Pertumbuhan industri telekomunikasi di Indonesia dari tahun ke tahun

semakin meningkat. Hal ini ditunjukkan dari pertumbuhan jumlah pelanggan

telekomunikasi terutama dari industri telekomunikasi bergerak seluler yang

terus bertambah sejak tahun 2006. Data dari Kementerian Komunikasi dan

Informatika menunjukkan bahwa jumlah pelanggan pada industri ini tahun

2006 sebesar 63 juta pelanggan dimana 5 tahun setelahnya meningkat

menjadi 211 juta pelanggan atau sebesar hampir 4 kali lipatnya [1].

Pertumbuhan industri telekomunikasi bergerak seluler ini juga berdampak

positif terhadap penerimaan negara. Menurut Direktorat Jenderal Sumber

Daya dan Perangkat Pos dan Informatika [2], kontribusi industri ini terhadap

pendapatan negara pada tahun 2013 sebesar 0.76% penerimaan total

negara atau sebesar 3.10% dari total PNBP ke negara. Peningkatan ini

sebagian besar dipengaruhi oleh permintaan terhadap akses data mobile,

sehingga sumbangan terhadap PNBP dari sektor permintaan lisensi frekuensi

meningkat tajam. Sejak tahun 2008 sampai dengan 2013 dapat dilihat bahwa

penerimaan dari PNBP frekuensi meningkat hampir 50% dimana pada tahun

2013 tercatat di sektor ini tercatat hampir 10,9 trilliun rupiah. Pada satu sisi

sumbangan di sektor ini cukup besar, namun di sisi lain dibandingkan dengan

penerimaan negara yang terkait dengan sektor ini, defisit perdagangan

telekomunikasi yang ditimbulkan terkait perangat telekomunikasi ini cukup

besar dikarenakan hampir sebagian besar Indonesia masih melakukan impor

perangkat untuk memenuhi kebutuhan perangkat ini. Data dari Kementerian

Perdagangan, nilai impor produk ini sebesar USD 2,09 milyar pada tahun 2012,

meningkat pada tahun 2013 sebesar USD 2,5 milyar dan sampai dengan

September 2014 sebesar USD 2,8 milyar.

Peningkatan industri telekomunikasi ini tidak lepas dari tingginya penetrasi

seluler di Indonesia yaitu pada tahun 2010 sebesar 211 juta pelanggan.

Dengan melihat asumsi bahwa pada tahun 2010 jumlah pelanggan sebesar

211 juta, maka diperkirakan jumlah handset untuk kategori industri ini paling

tidak sebesar 211 juta handset yang telah beredar di pasaran, jika 1

pelanggan tersebut setidaknya memiliki 1 handset. Menurut badan survey

GfK, sepanjang tahun 2012, Indonesia menempati posisi pertama di Asia

2

dalam penjualan pasar handset seluler, dimana 54 juta handset terjual hanya

dalam waktu satu tahun [3].

Pada satu sisi, hal tersebut dapat dinilai sebagai keuntungan tersendiri

dimana Indonesia merupakan salah satu pasar terbesar telekomunikasi di

Indonesia, namun di sisi lain, Industri Telekomunikasi di Indonesia terutama

industri manufaktur dapat dikatakan masih sangat rendah. Dari data [2]

komposisi sertifikasi untuk perangkat telekomunikasi yang masuk ke Indonesia

99,04% merupakan produk manufaktur dari luar negeri dengan komposisi

terbanyak 71.65% perangkat berasal dari negara Tiongkok sementara produk

sertifikasi asli dari Indonesia hanya berjumlah 29 dari 5.503 perangkat

telekomunikasi yang disertifikasi pada tahun tersebut.

Perkembangan industri telekomunikasi seluler ini selain sebagai pasar dari sisi

handset telekomunikasi juga merupakan pasar besar dari perangkat jaringan

telekomunikasi seperti Base Station Seluler. Hal ini dikarenakan selain pasar

potensial dari sisi konsumen yang cukup besar juga luasnya wilayah Indonesia

yang harus dicakup Operator Seluler. Jika dilihat komposisinya, pemain

perangkat jaringan ini seluler ini sebagian besar terdiri dari luar negeri seperti

Huawei, Nokia Solution Network, Ericson, ZTE, dan Samsung

Telecommunication.

Dari hal tersebut, pada satu sisi industri telekomunikasi tumbuh sangat pesat

di Indonesia namun di sisi lain, jumlah perangkat telekomunikasi lebih banyak

dari luar negeri, selain itu, data dan informasi mengenai Industri

Telekomunikasi ini terutama dari sisi manufaktur, rantai produksi dan

pemetaannya masih belum dapat ditemukan di Indonesia. Sehingga studi ini

akan melihat peta Industri Telekomunikasi di Indonesia tersebut secara holistik,

tidak hanya dari sisi manufaktur namun juga distributor dengan mengkaji

pemetaan dengan melihat Value Chain Governanance [4] dari industri ini

serta analisis Strength, Weakness, Threath and Opportunity dari industri ini.

3

Landasan Teori dan Metode

Penyusunan

Tata Kelola Value-Chain

TABEL 1 TEORI VALUE-CHAIN [4]

Tipe Tata

Kelola

Kompleksitas

Transaksi

Kodifikasi

Transaksi

Kapabilitas

Supply

Derajat

koordinasi dan

kemampuan

asimetris

Market Rendah Tinggi Tinggi Rendah

Modular Tinggi Tinggi Tinggi

Relasional Tinggi Rendah Tinggi

Captive Tinggi Tinggi Rendah

Hierarki Tinggi Rendah Rendah Tinggi

Menurut teori tata kelola value-chain [4], struktur value-chain dapat dilihat

dari 3 faktor utama yaitu:

1. Kompleksitas Transaksi, yaitu informasi dan pengetahuan tentang proses

dan spesifikasi produk

2. Kodifikasi Transaksi, yaitu informasi dan pengetahuan yang dapat

diklasifikasikan secara jelas tugas dan fungsinya

3. Kapabilitas Supply, yaitu supplier potensial terkait permintaan kebutuhan

Jika ketiga faktor tersebut dinilai dengan kategori Tinggi dan Rendah, maka

akan terdapat delapan kategori value-chain, dimana 5 diantaranya dapat

dijelaskan dan secara umum terjadi saat ini (Tabel 1) yaitu Market, Modular,

Relasional, Captive dan Hierarki. Jika dijelaskan lebih lanjut derajat koordinasi

dan kemampuan bervariasi antara tipe Market (rendah) ke tipe hierarki

(tinggi) sebagaimana pada Gambar 1, dimana hubungan antarelemen

tersebut dijelaskan.

4

GAMBAR 1 TEORI VALUE-CHAIN DAN HUBUNGAN ANTARA KETIGA FAKTOR [4]

Value Chain dan Value Network Industri Telekomunikasi

GAMBAR 2 VALUE CHAIN INDUSTRI TELEKOMUNIKASI [5]

5

Secara umum, generalisasi value-chain industri telekomunikasi dapat dibagi

menjadi 3 elemen yaitu Manufaktur Perangkat Telekomunikasi, Operator dan

Pelanggan [5]. Hubungan antara ke tiganya merupakan hubungan rantai

supply dimana masing-masing independen satu dan lainnya yang

menghasilkan nilai dan ketergantungan satu sama lain.

Terkait dengan manufaktur perangkat telekomunikasi, value chain industri

perangkat telekomunikasi secara global mengikuti sistem Product Modularity.

Hal ini dapat dijelaskan dengan teori tata kelola value chain [4], bahwa

rumitnya penyediaan komponen dalam pembuatan perangkat ini, namun di

sisi lain, dikarenakan tingginya permintaan terhadap produk ini

menyebabkan banyaknya muncul penyedia komponen secara global

seperti integrated circuit, software, dan pheriperalnya. Secara umum Value

Chain dapat dipetakan ke dalam Industri Perangkat Telekomunikasi Global

pada Gambar 3 yang secara umum terdiri dari pengembangan produk,

platform, integrasi, produk dan layanan pelanggan [6].

GAMBAR 3 VALUE CHAIN INDUSTRI PERANGKAT TELEKOMUNIKASI GLOBAL [6]

Keterkaitan dalam rantai supply ini di industri perangkat jaringan

telekomunikasi dapat dibagi sebagai suatu hubungan dari hulu ke hilir

sebagaimana dalam Gambar 4, dimana masing-masing sub-system dalam

6

rantai supply ini memposisikan dirinya masing-masing [7]. Relasi di industri

perangkat jaringan telekomunikasi ini, masih bersifat hierarki atau bersifat

vertikal [4].

GAMBAR 4 VALUE CHAIN TRADISIONAL INDUSTRI JARINGAN TELEKOMUNIKASI [7]

Dengan luasnya aplikasi bisnis telekomunikasi terutama dengan adanya

perubahan perilaku pasar, hubungan tersebut berubah dari Value Chain

kepada Value Network [7]. Perbedaan antara keduanya dalam studi kasus

penyelenggaraan telekomunikasi di Jepang [5] dan secara umum Value

Network lebih menekankan untuk menjawab 7 perubahan perilaku pasar

yaitu [7]:

1. Layanan berbasis transaksi (transaction) menjadi layanan berbasis

hubungan (relationship)

2. Digerakkan oleh marketing (Marketing Push) menjadi keinginan

pelanggan (Customer (subscriber) Pull)

3. Bertujuan untuk memperoleh pelanggan (Customer Acquisition) menjadi

memperoleh keloyalan pelanggan ((Profitable) Customer Retention)

4. Mendapatkan pendapatan per pengguna (Average revenue per User)

menjadi mendapatkan berapa keuntungan per-pengguna (Average

Profit per User)

5. Berbasis ke platform layanan (Intelligence in Platform) ke fokus pada

handset pintar (Intelligence in Handsets)

6. Memaksimalkan investasi (Investment in Infrastructure) menuju ke

memaksimalkan kegunaan aset yang ada (Leveraging ke Assets)

7. Fokus ke teknologi (Technology) menjadi memaksimalkan layanan yang

bisa disediakan teknologi (Content/Services)

Untuk menjawab perubahan ke tujuh perilaku tersebut secara cepat maka

operator cenderung melakukan Service Level Aggrement untuk secara

segera menciptakan value. Value Network sendiri cenderung dilakukan jika

7

terdapat banyak layanan-layanan pendukung dengan hubungan kompleks

dan cenderung singkat untuk menghasilkan layanan yang memenuhi ketujuh

perubahan tersebut.

Product Modularity dalam Industri Perangkat Telekomunikasi

Product Modularity merupakan pembagian pekerjaan komponen industri

yang fokus pada salah satu bidang dimana komponen tersebut dapat

digabungkan [8]. Pembagian ini sebagai industri horizontal [9], yaitu industri

yang fokus pada salah satu penyediaan komponen (Gambar 5). Dalam

industri vertikal atau industri tradisional, vendor membuat keseluruhan

perangkat dari hulu ke hilir. Dalam industri elektronika tradisional industri

vertikal memiliki ciri memiliki departemen design, sistem operasi, perakitan,

pemasaran sekaligus sebagai pemilik brand.

GAMBAR 5 VERTICALLY INTEGRATED VS. HORIZONTALLY SPECIALIZED [9]

Spesialisasi industri ini akan lebih efektif jika perusahaan memiliki spesialisasi

pembuatan komponen dengan melakukan koordinasi antar pembuat

komponen tersebut [10]. Efisiensi tersebut juga bebas dari skala perusahaan,

baik perusahaan skala besar maupun skala kecil [10]. Hubungan value-chain

yang efektif dan efisien dengan profit perusahaan dijabarkan dalam model

Vendor 4

Vendor 3

Vendor 2

Vendor 1 Design

Operating System

Manufacturing

Marketing

Vendor 1

Vendor 2

8

yang dibuat oleh Elgazzar (2012) [11], dimana hubungan ini dilihat dari hasil

evaluasi matriks dalam model dengan pendekatan Analytical Hierarcical

Proces. Dengan arsitektur yang sesuai, Products Modularity juga akan

meningkatkan products reusability dan meminimalkan hal-hal yang tidak

diperlukan sehingga berdampak pada Green Supply Chain atau rantai

supply yang efektif dan efisien [12].

Perusahaan-perusahaan yang melakukan pemisahaan fungsi ini diantaranya

Apple, Microsoft dan HP [9]. Dalam prakteknya, produk iPhone dari Apple,

tidak dimanufaktur oleh Apple sendiri. Dalam konteks ini, Apple hanya

melakukan design house dan merancang tampilan produknya. Perusahaan

yang melakukan manufaktur adalah Foxconn. Di negara-negara yang

menjadi basis pasar Apple, pemasaran dilakukan oleh perusahaan lokal,

sebagai contoh di Indonesia seperti PT. Global Teleshop, PT. Trikomsel atau PT.

Erajaya selaku distributor.

Peta Operasional Industri Telekomuniasi berbasis e-TOM

eTOM Framework (Enhanced Telecommunication Operation Map)

merupakan framework yang jamak digunakan oleh Industri Telekomunikasi di

dunia yang berasal dari TeleManagement Forum [13]. Framework ini

mendeskripsikan unit-unit dasar yang dimiliki oleh perusahaan telekomunikasi.

Secara umum eTOM terdiri dari 3 bagian besar yang dijabarkan pada eTOM

level 0 (Gambar 6) yaitu Strategi, Infrastruktur dan Produk; Operasi; dan

Manajemen Pendukung [13].

eTOM framework bekerja dengan proses dekomposisi dari level 0 secara

global sampai dengan level 3 yang rinci menyebutkan fungsi masing-masing

sub-sistem. Secara proses, eTOM tidak membatasi alur kerja masing-masing

elemen, namun proses secara dinamis berubah sesuai dengan skenario

tujuan perusahaan.

Dikaitkan dengan Value Chain[7], framework ini setidaknya menyediakan

fungsi untuk menangani infrastruktur, billing dan dan layanan ke pelanggan,

serta dapat mengadopsi perubahan dari Value Chain ke Value Network

dengan adanya elemen Strategy, Infrastucture and Product (SIP). Dalam

industri ini, hal yang berkaitan dengan industri perangkat jaringan

telekomunikasi adalah elemen pada SIP yang menentukan kebutuhan

perangkat jaringan.

9

GAMBAR 6 PETA PROSES DAN ELEMEN UMUM ETOM LEVEL 0 [13]

Metode Penyusunan Peta Industri Perangkat Telekomunikasi

Seluler

Dalam memetakan Industri perangkat Telekomunikasi di Indonesia kajian ini

menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Model yang dibangung untuk

memetakan industri perangkat handset telekomunikasi seluler menggunakan

modifikasi Supply Chain Modularity [9] yang dapat dilihat Tabel 2 dan Tabel

3. Dari kerangka tersebut dilakukan analisis Strength, Weakness, Threath and

Opportunity untuk melihat gambaran kondisi industri ini. Data dianalisis

dengan menggunakan kerangka Supply Chain Governance [4].

Data primer pada penelitian ini didapatkan dengan wawancara mendalam

kepada informan dari pihak industri perangkat handset telekomunikasi seluler

yaitu

10

1. Pemilik brand/merk handset dan industri manufaktur, meliputi PT Aries

Indo Global (AIG) dengan merk dagang EverCross, PT Maju Express

Indonesia dengan merk dagang MITO, PT Supertone dengan merk

dagang SPC, PT. Tiphone Mobile Indonesia dengan merk dagang TI-

Phone, PT. Teletama Artha Mandiri dengan merk dagang Venera, PT.

Zhou Internasional dengan merk dagang Asiafone, PT Arga Mas

Lestari dengan merk dagang AdvanDigital, PT. Tata Sarana Mandiri

dengan merk dagang IVIO, PT. SatNusa Persada (Design House

handset) dan PT. Sarana Kencana Mulya dengan merk dagang

Polytron.

2. Industri Perangkat Jaringan Telekomunikasi: PT Hariff Daya Tunggal

Engineering, PT LEN Industri (Persero), PT Industri Telekomunikasi

Indonesia, PT Xirka Silicon Technology, PT Compact Microwave

Indonesia, Versatile Silicon, PT Teknologi Riset Global dan PT. Fusi

Global Teknologi

3. Industri Eksisting yaitu Industri Perangkat Jaringan Telekomunikasi yang

meliputi PT. Huawei Investment Indonesia, Nokia-Solution Network,

dan Samsung Telecommunication.

Pemilihan kriteria informan yaitu mengetahui secara teknis pengembangan

produk dan menduduki jabatan tertentu disuatu instansi yang

mempengaruhi kebijakan terkait industri. Hal ini dimaksudkan agar, setiap

perubahan pada instansi tersebut dapat diperoleh dalam penelitian ini.

Data sekunder didapatkan dengan penggalian data ke sumber-sumber

terkait seperti: yaitu data impor perangkat handset telekomunikasi seluler dari

Kementerian Perdagangan, data sertifikasi perangkat telekomunikasi dan

data pelanggan telekomunikasi dari Direktorat Jenderal SDPPI, Kementerian

Komunikasi dan Informatika, data peredaran perangkat telekomunikasi CPE

di Indonesia yang didapat dari distributor perangkat telekomunikasi meliputi

PT. Erajaya, PT. Trikomsel, PT. Global Teleshop, BlackBerry Indonesia dan PT.

Apple Indonesia untuk melihat jumlah dan sumber data sekunder lainnya

seperti GfK Indonesia dan GfK Asia-Pasifik untuk melihat data interpolasi

peredaran jumlah perangkat telekomunikasi seluler.

11

TABEL 2 KERANGKA PETA INDUSTRI PERANGKAT TELEKOMUNIKASI

Elemen Konsep Sumber

Ind

ust

ri

Ja

rin

ga

n

Tele

ko

mu

nik

asi

Radio Network Infrastructure Sub sistem yang menyediakan infrastruktur jaringan radio [7]

Billing Platform Sub sistem yang menyediakan software penghitungan tarif [7], [13]

Network Solution Sub sistem pendukung manajemen infrastruktur dan strategi [13]

Service Management Sub sistem yang menyediakan dukungan layanan

pengguna

[13]

Service Provider Sub sistem sebagai pemegang merk dan lisensi [7], [5]

Chipset

CP

E

Design House Arsitektur handset [9]

System Integrator Penggabungan platform, hardware dan software [14]

Component Suppliers Penyedia komponen [15]

Manufacturing Assembly produk [9]

Brand Owner Pemilik merk [9]

Retailer Investor penjual [14], [15]

Over the Top: Layanan Pendukung/Konten

Konsumen

12

TABEL 3 KERANGKA ANALISIS INDUSTRI CPE TELEKOMUNIKASI

Nama

Generik

Gangnes

(2011) [9]

Model

Penelitian Keterangan

Chipset Sub sistem pada value chain yang memproduksi chipset.

OD

M

Design House Design House Sub sistem pada value chain yang menguasai arsitektur produk yang berhubungan dengan chipset. [9]

Operating

System

System

Integrator

Sub sistem pada value chain yang berhubungan dengan design tampilan suatu produk. Dengan asumsi sistem operasi

mengalami pengerucutan pada sistem operasi tertentu yaitu iOS, Android dan WindowsPhone [16], maka pada

penelitian ini definisi Operating System diganti dengan definisi system integrator. Hal ini dikarenakan Operating System

yang digunakan tidak dibuat sendiri oleh Sub-System sendiri namun telah disediakan dan dengan menitik beratkan

vendor atau sub-system yang menguasai penggabungan sub-component dalam mendesign tampilan produk. System

Integrator menggabungkan platform, software dan sistem. [14]

CM

Component

Suppliers

Sub-system yang membuat komponen perangkat[15]. Komponen ini mencakup supply material (plastik, logam, gelas),

supply komponen (memory, baterai, core chip, display dan periferal) [17].

Manufacturing Manufacturing Sistem yang melakukan produksi [15], [9]

OEM

Marketing Brand Owner Sistem yang memiliki brand dan melakukan pemasaran. [9]

Ma

rke

tin

g

Retailer

Sub-elemen yang membeli produk dalam skala besar untuk menjualnya kembali [15]. Walaupun dalam rantai supply

sub-elemen ini tidak terlibat dalam proses produksi, namun keberadaannya sebagai pemegang modal berperan

sangat penting dalam skala ekonomi. Sub elemen ini juga didefinisikan sebagai marketing, penjualan dan layanan

purna jual pengguna. [14]

13

Gambaran Umum Industri Perangkat

Telekomunikasi Indonesia

Industri Perangkat Customer Premises Equipment Telekomunikasi

Seluler

Pangsa Pasar Perangkat CPE Telekomunikasi Seluler

GAMBAR 7 SEGMENTASI PERANGKAT CPE DI INDONESIA (SUMBER: GFK)

7168

6459

55

12 1621

28 35

13 10 9 74

34 4 4 3

0,4 1 1 1 1,50,3 0,5 0,5 0,5 10,3 0,5 0,5 0,5 0,5

O C T 1 2 -

D E C 1 2

J A N 1 3 -

M A R 1 3

A P R L 1 3 -

J U N 1 3

J U L 1 3 - S E P 1 3 O C T 1 3 -

D E C 1 3

SMARTPHONE VS FEATURED PHONE

SMARTPHONE OTHERS

SMARTPHONE WINDOWS PHONE

SMARTPHONE IOS

SMARTPHONE A40 ASA TOUCH

SMARTPHONE BLACKBERRY

SMARTPHONE ANDROID

MOBILE PHONE

Source: GfK Indonesia

14

GfK melaporkan bahwa nilai pasar perangkat untuk CPE telekomunikasi

sebesar 54 triliun rupiah selama satu tahun, dimana usia penggantian

perangkat baru oleh pengguna memiliki umur paling lama 12 bulan [3].

Mereka melaporkan bahwa untuk wilayah Asia Tenggara, Indonesia

merupakan pasar terbesar untuk kategori ini. Pada tahun 2013 impor ponsel

mencapai 16.470 ton atau senilai dengan US$ 2,8 miliar atau Rp 33,4 triliun

dengan negara asal impor terbesar yaitu Tiongkok dengan 13.116 ton atau

US$ 1,6 miliar; Vietnam dengan 1.426 ton atau US$ 607,1 juta; Meksiko 239 ton

atau US$ 203,6 juta; Taiwan sebesar 271 ton atau US$ 190,8 juta; India 432 ton

atau US$ 56,5 juta; dan Hungaria dengan 63 ton atau US$ 51,5 juta.

Sementara sisanya dari Korea, Hong Kong, Singapura, Kanada, Australia,

Thailand, Amerika Serikat dan negara lainnya [18].

GAMBAR 8 SEGMENTASI HARGA CPE DI INDONESIA (SUMBER: GFK INDONESIA)

12,115,3

33,233,5

14,313,6

10,9 7,8

8,5 8,3

8,4 7,7

3,9 3,7

2,2 2,31,5 1,61,4 1,5

3,6 4,7

Y T D 1 1 Y T D 1 2

SHARE PER PRICE SEGMENT

>4000000IDR

>3500000IDR - 4000000IDR

>3000000IDR - 3500000IDR

>2500000IDR - 3000000IDR

>2000000IDR - 2500000IDR

>1500000IDR - 2000000IDR

>1000000IDR - 1500000IDR

>750000IDR - 1000000IDR

>500000IDR - 750000IDR

>250000IDR - 500000IDR

<=250000 IDR

Source: GfK Indonesia

15

Industri ini lebih menarik dibandingkan industri elektronik lainnya dikarenakan

pertama, dari sisi ukuran perangkat, relatif lebih mudah melakukan impor

daripada memanufakturnya dalam negeri. Industri elektronik lainnya seperti

mesin cuci, televisi atau kulkas, untuk menghemat biaya kirim lebih banyak

dilakukan assembly di dalam negeri. Sehingga, importasi produk ini

cenderung lebih besar dibandingkan jumlah manufakturnya di dalam negeri.

Kedua, nilai pasar produk ini lebih besar dibandingkan dengan produk

elektronik dengan usia pakai yang lebih cepat, dimana untuk produk

elektronik sekitar 3 sampai dengan 4 tahun. Ketiga, dengan masuknya

Indonesia dalam perjanjian Information Technology Agreement [19],

Indonesia ikut serta dalam tariff cutting mechanism untuk bea masuk produk

TIK, sehingga produk impor untuk kategori ini terutama produk handphone

telekomunikasi bernilai 0, padahal jika komponen produk telekomunikasi

dirakit di dalam negeri akan dikenai pajak sesuai dengan ketentuan berlaku.

Sehingga, sangat efisien bagi sebuah perusahaan untuk membuatnya di luar

negeri.

Dari sisi segmentasi harga, menurut laporan GfK yang dapat dilihat pada

Gambar 7 secara umum dapat terlihat bahwa segmentasi perangkat ini

menuju kepada segmentasi smartphone. Namun pada satu sisi, pasar untuk

featured-phone dengan harga di bawah 1 juta merupakan tren yang sangat

besar di Indonesia (Gambar 8). Sehingga, sebagian besar manufaktur lokal

menyasar segmen ini. Hal tersebut dapat dilihat dari rentang harga produk

telekomunikasi industri lokal yang masih menyasar featured-phone yang

nilainya dibawah satu juta rupiah. Hal ini dapat dihubungkan dengan

segmentasi produk ini sebesar 60% untuk pasar dibawah 1 juta rupiah pada

Gambar 8.

Kondisi Impor Perangkat Telekomunikasi Seluler di Indonesia

Beradasarkan data produk impor perangkat telekomunikasi dari Kementerian

Perdagangan bahwa nilai impor produk ini sebesar USD 7 milyar sepanjang

tahun 2012 sampai dengan September 2014. Nilai impor ini naik sebesar

16,76% antara tahun 2012 sampai dengan 2013 dan 8,20% antara tahun 2013

sampai dengan September 2014. Walaupun nilai impor ini mengalami

peningkatan, namun jumlah barang yang diimpor mengalami penurunan

sebesar (-3,61)% antara tahun 2012 sampai dengan 2013 dan (-13,47)%

antara tahun 2013 sampai dengan September 2014. Hal tersebut

dikarenakan pergeseran preferensi pasar dari low-end ke middle-end.

16

GAMBAR 9 SEGMENTASI PASAR CPE TELEKOMUNIKASI SELULER (SUMBER: KEMENTERIAN

PERDAGANGAN SD SEPTEMBER 2014, DIOLAH)

Dari data impor tersebut yang dapat terlihat pada rekapitulias pada Gambar

9, dapat dilihat bahwa CPE telekomunikasi seluler untuk kategori middle-end

masih menguasai produk impor ini yaitu hampir setengah dari produk impor.

Dari data tersebut dapat dilihat bahwa setiap tahunnya penurunan jumlah

pasar high-end menuju ke segmentasi middle-end dan secara garis besar,

pasar handset seluler lebih banyak untuk pasar Middle-End. Rekapitulasi ini

dikategorikan jika nilai impor tersebut harga satuannya di bawah Rp 500.000

dikategorikan sebagai handset low-end, harga satuannya di antara

Rp500.000 – Rp2.000.000 dikategorikan sebagai handset middle-end, dan

harga satuannya di atas Rp2.000.000 dikategorikan sebagai handset high-

end.

Low-End;

21,42%

Low-End;

28,50%Low-End;

17,72%

Low-End;

29,59%

Middle-End;

30,99%

Middle-End;

51,29%Middle-End;

70,69%Middle-End;

45,76%

High-End;

47,59%

High-End;

20,20%

High-End;

11,58%High-End;

24,65%

2 0 1 2 2 0 1 3 2 0 1 4 J AN - 1 3 S D S E P - 1 4

SEGMENTASI PASAR CPE TELEKOMUNIKASI

17

GAMBAR 10 PANGSA PASAR CPE TELEKOMUNIKASI SELULER BERDASARKAN MERK

(SUMBER: KEMENTERIAN PERDAGANGAN SD SEPTEMBER 2014, DIOLAH)

Data Kementerian Perdagangan, sejak tahun 2012 sampai dengan

September 2014, tercatat 117 merk perangkat seluler dengan Market-Share

yang dapat dilihat pada Lampiran 1. Adapun merk dengan pangsa pasar

terbesar yang dapat dilihat pada rekapitulasi Gambar 10 yaitu Samsung,

Nokia, Blackberry, Apple, Smartfren, Lenovo, Cross/Ever Cross, Sony, Mito,

Advan dan Oppo. Hampir setengah pangsa pasar produk ini dikuasai oleh

produk dengan merk Samsung, namun dari sisi jumlah perangkat yang

beredar 20% perangkat berasal dari Merk lokal Cross/EverCoss. Merk lokal

dengan Band Coss/EverCross, Advan dan Mito walaupun masuk ke dalam 10

besar pangsa pasar dari sisi jumlah namun masih menyasar kategori low-end

sehingga dari sisi market share lebih kecil. Sebagai perbandingan pada

Gambar 10 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan antara prosentase

22,76%

12,35%

19,09%

3,09%

0,82%

2,98%

1,49%

19,79%

0,76%

11,13%

0,95%

4,81%

11,28%

31,92%

15,60%

14,13%

6,63%

4,40%

2,91%

4,24%

3,25%

3,05%

1,56%

1,04%

0,00% 5,00% 10,00% 15,00% 20,00% 25,00% 30,00% 35,00% 40,00% 45,00%

OTHERS

SAMSUNG

NOKIA

BLACKBERRY

APPLE

SMARTFREN

LENOVO

CROSS

SONY

MITO

OPPO

ADVAN

Produk Impor Berdasarkan Merk Terbesar

Market Share Jumlah Handset

18

jumlah dan Market share (nilai impor) beberapa merk ini, dimana merk

dengan kualitas high-end dari sisi jumlah lebih sedikit namun lebih besar dari

sisi Market-Share (Tabel 4).

GAMBAR 11 MARKET-SHARE IMPOR CPE BERDASARKAN ASAL NEGARA (SUMBER:

KEMENTERIAN PERDAGANGAN SD SEPTEMBER 2014, DIOLAH)

0,257%

57,753%

0,000%

1,065%

1,121%

0,550%

0,003%

4,858%

0,001%

0,032%

5,020%

0,000%

0,000%

29,341%

0,000%

0,000%

59,646%

0,048%

0,054%

0,000%

0,679%

0,000%

0,269%

0,000%

0,000%

0,555%

0,016%

0,000%

38,373%

0,361%

0,07%

56,47%

0,05%

3,37%

7,59%

0,99%

4,20%

16,03%

0,41%

0,00%

10,82%

0,00%

0,00%

0,00%

0,00%

0,000% 10,000% 20,000% 30,000% 40,000% 50,000% 60,000% 70,000%

CANADA

CHINA

HONG KONG

HUNGARY

INDIA

KOREA, REPUBLIC OF

MALAYSIA

MEXICO

ROMANIA

SINGAPORE

TAIWAN, PROVINCE OF CHINA

THAILAND

UNITED STATES

VIET NAM

#N/A

Market-Share Impor Perangkat Telekomunikasi

Seluler

2012 2014 2013

19

TABEL 4 11 MERK TERBESAR BEREDAR DAN KATEGORI

Merk Kategori Market

SAMSUNG Middle-End

NOKIA Low-End

BLACKBERRY High-End

APPLE High-End

SMARTFREN Middle-End

LENOVO Middle-End

CROSS Low-End

SONY High-End

MITO Low-End

OPPO Middle-End

ADVAN Low-End

(Sumber: Kementerian Perdagangan sd September 2014, diolah)

Dengan melihat asal negara (Country of Origin) CPE telekomunikasi, dapat

dilihat pada Gambar 11 bahwa sebagian besar perangkat berasal dari

Tiongkok sebesar 81% kemudian Vietnam sebesar 17%, namun dari sisi nilai

impor, Tiongkok memiliki Market Share sebesar 60% sementara sepertiga

lainnya berasal dari Vietnam. Hal ini menunjukkan bahwa Tiongkok

merupakan basis manufaktur CPE telekomunikasi walaupun merk bukan

berasal dari negara tersebut, dimana pemegang merk cenderung

melakukan chain modularity untuk menghemat proses produksi mereka [9].

Dalam hal ini manufaktur dilakukan di Tiongkok dimana proses manufaktur

lebih murah, sementara distribusi dengan mendirikan perusahaan lokal di

Indonesia. Dari data tersebut, brand-brand lokal lebih banyak melakukan

produksinya di luar negeri dibandingkan di dalam negeri.

Perbandingan impor tiap tahun berdasarkan asal negara ini ditunjukkan

pada Gambar 11 dan Gambar 12, dimana selama 3 tahun terakhir, produk

CPE lebih banyak berasal dari Tiongkok dengan rata-rata 57% dengan jumlah

perangkat sebesar 84% dari seluruh total perangkat yang beredar. Di sisi lain,

jika dilihat dari perkembangannya, perangkat CPE yang berasal dari Vietnam,

baru memulai impornya sejak tahun 2013 dan menguasai Market-share

terbesar ke dua. Impor pada negara ini merupakan produk impor merk

Samsung yang di assembly di negara tersebut.

20

GAMBAR 12 JUMLAH PERANGKAT YANG DIIMPOR BERDASARKAN ASAL NEGARA (SUMBER:

KEMENTERIAN PERDAGANGAN SD SEPTEMBER 2014, DIOLAH)

2013; 0,033%

2013; 85,225%

2013; 0,000%

2013; 0,173%

2013; 1,866%

2013; 0,091%

2013; 0,000%

2013; 0,539%

2013; 0,000%

2013; 0,003%

2013; 1,353%

2013; 0,000%

2013; 0,000%

2013; 10,716%

2013; 0,000%

2014; 0,000%

2014; 77,082%

2014; 0,059%

2014; 0,028%

2014; 0,000%

2014; 0,130%

2014; 0,000%

2014; 0,061%

2014; 0,000%

2014; 0,000%

2014; 0,271%

2014; 0,003%

2014; 0,000%

2014; 22,304%

2014; 0,060%

2012; 0,006%

2012; 83,537%

2012; 0,131%

2012; 0,348%

2012; 9,899%

2012; 0,183%

2012; 0,698%

2012; 2,772%

2012; 0,095%

2012; 0,000%

2012; 2,331%

2012; 0,000%

2012; 0,000%

2012; 0,000%

2012; 0,000%

0,000% 10,000% 20,000% 30,000% 40,000% 50,000% 60,000% 70,000% 80,000% 90,000%

CANADA

CHINA

HONG KONG

HUNGARY

INDIA

KOREA, REPUBLIC OF

MALAYSIA

MEXICO

ROMANIA

SINGAPORE

TAIWAN, PROVINCE OF CHINA

THAILAND

UNITED STATES

VIET NAM

#N/A

Jumlah Barang Perangkat Telekomunikasi

Seluler

21

TABEL 5 KATEGORI HANDSET BERDASARKAN NEGARA

Negara

Pengimpor

2012 2013 2014 Keseluruhan

CANADA High-End High-End #N/A High-End

CHINA Low-End Low-End Middle-End Low-End

HONG KONG Low-End #N/A Middle-End Middle-End

HUNGARY High-End High-End Middle-End High-End

INDIA Low-End Low-End #N/A Low-End

KOREA SELATAN High-End High-End High-End High-End

MALAYSIA High-End High-End High-End High-End

MEXICO High-End High-End High-End High-End

ROMANIA High-End Middle-End #N/A Middle-End

SINGAPORE #N/A High-End #N/A High-End

TAIWAN,

PROVINCE OF

CHINA

High-End High-End Middle-End High-End

THAILAND #N/A #N/A High-End High-End

UNITED STATES High-End #N/A High-End High-End

VIET NAM #N/A Middle-End Middle-End Middle-End

(Sumber: Kementerian Perdagangan sd September 2014, diolah)

Jika dilihat market share negara lainnya cenderung turun tiap tahunnya, hal

ini dikarenakan tren dari perangkat CPE low-end dan high-end menuju ke

middle end, sebagai contoh untuk impor dari negara Meksiko yang menyasar

pasar High-End dan India yang menyasar pasar Low-End yang cenderung

turun. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5 yang merupakan rata-rata jenis

kategori perangkat dari negara tersebut. Dari tabel tersebut dapat dilihat

bahwa pergeseran kategori perangkat dari Tiongkok selama 3 tahun ini dari

produksi CPE low-end menjadi middle-end.

Industri Perangkat Jaringan Telekomunikasi

Industri Perangkat Jaringan Telekomunikasi terutama untuk jaringan bergerak

seluler secara keseluruhan dikuasai oleh Penanam Modal Asing. Industri ini

dapat dikategorikan sebagai industri dengan value chain hierarki [4] atau

masih integrated terutama di sisi perangkat infrastruktur radio, dikarenakan

masing-masing elemen dalam produk ini cenderung lebih susah untuk di bagi

menjadi perkomponen dan memiliki Intellectual Property yang tinggi seperti

Chipset, Cell, SingleRAN, dan RRU dengan sedikitnya pemain di industri ini

dengan persaingan ketat antar-vendor secara internasional, sehingga

vendor harus mengembangkan dan memanufakturnya secara in-house.

Tercatat ada 6 pemain di industri ini yang beroperasi di Indonesia yaitu PT.

22

Huawei Investment Tech Indonesia, Nokia Solution Network, Ericsson, Samsung

Telecommunication, dan ZTE Indonesia. Dari kelima pemain tersebut, market-

share dikuasai oleh Huawei sebesar 60% sejak tahun 2008.

PT. Huawei Investment Tech Indonesia

PT. Huawei Investment Tech Indonesia atau Huawei masuk ke Indonesia sejak

tahun 2002 dan mengambil alih market-share di industri ini sebesar 60% sejak

tahun 2008. Strategi pasar Huawei ditempuh melalui harga yang sangat

bersaing dan hampir gratis sehingga Huawei berhasil meningkatkan market-

sharenya dimana harga perangkat tersebut dioptimalkan dengan

penerimaan dari Managed-Services. Selain itu biaya upgrade dan

maintenance dibebankan kepada pengguna.

Huawei merupakan Market-leading di Indsutri ini dimana secara global

mengalokasikan untuk pengembangan dan riset sebesar 10% revenue. Selain

itu dengan keuntungan pabrikan di negeri Tiongkok, dimana perusahaan

dapat membuat perangkat lebih cepat dan lebih murah, maka Huawei

selalu siap dengan permintaan dan kebutuhan user. Kelebihan lain dari

Huawei adalah, mereka menguasai pangsa pasar untuk di daerah Jawa dan

Sumatera, sehingga sangat memudahkan untuk pemasangan dan

maintenance.

Dengan penguasaan Market-Sahre begitu besar perusahaan ini dapat

menerapkan Locking-Market dimana perpindahan merk perangkat sangat

membebani operator dari sisi migrasi ke perangkat baru dan juga dampak

ke pelanggan, sehingga user cenderung akan tetap memakai satu merk

yang memiliki kompatibilitas yang sama. Dengan harga perangkat akan

jenuh ke satu titik, sehingga keuntungan Huawei adalah, mereka sudah

menguasai pangsa pasar di bidang ini namun dengan harga yang relatif

sama.

PT. Nokia Solutions Networks Indonesia

Nokia Solution Network masuk ke Indonesia sejak1996 dengan nama Nokia

kemudian merger dengan Divisi jaringan Siemen dengan pembelian saham

70% menjadi Nokia-Siemens Network, kemudian tahun 2011 mengambil

penuh saham menjadi Nokia Solution Network. Saat ini mereka hanya

menguasai 20% pangsa pasar di produk ini.

23

NSN sendiri memiliki strategi dalam persaingan usaha di bidang ini yaitu

dengan technologi-leading dengan menginvestasikan sebesar 14% untuk

biaya R&D. Strategi ini ditempuh agar mereka mendapatkan user-based

yang besar pada saat technology-deploy pertama seperti di LTE dan 5G.

Dengan cara ini, mereka dapat mengunci user untuk menggunakan produk

mereka selama 5 tahun dengan cara Managed Service dan penggantian

alat. Strategi lain NSN ke depan dengan melihat tren Software Defined Radio

dibandingkan Hardware-Based yang dapat menghemat biaya produksi.

Tantangan NSN dimana mereka mengusai pangsa pasar untuk daerah

dengan infrastruktur transportasi yang sulit seperti di Kalimantan dan Papua,

sehingga biaya transportasi dan sumber daya manusia yang besar.

PT. Ericsson Indonesia

Ericsson didirikan oleh Lars Magnus Ericsson pada tahun 1876. Ericsson

merupakan anak perusahaan dari Telefonaktiebolaget LM Ericsson

(perusahaan registrasi number 556016-0680) yang berpusat di Stockholm,

Swedia. Ericsson telah hadir di 5 benua termasuk diantaranya di negara

Australia, Amerika, China, Canada, Singapore, Thailand, Korea, Japan,

German. Ericsson mulai dikenal di Indonesia pada tahun 1907. Ericsson

menyediakan infrastruktur untuk solusi dan layanan komunikasi tetap dan

bergerak kepada pelanggannya. Ericsson memasok jaringan selular (NMT)

pertama pada tahun 1987 dan merupakan pelopor dalam menyediakan

jaringan bergerak digital (GSM 900) di tahun 1995 dan juga jaringan GSM 1800

di tahun 2000 [20].

Dalam bidang jaringan telekomunikasi, saat ini PT. Ericsson Indonesia berfokus

pada jaringan 2G, 3G dan sudah siap mengimplementasikan teknologi LTE.

Saat ini Ericsson sedang melakukan uji coba LTE bersama dengan operator

XL.

PT. Samsung Telecommunication Indonesia

PT. Samsung Telecommunication Indonesia (Samsung Telecommunication)

masuk ke pasar infrastruktur telekomunikasi Indonesia sejak tahun 2003. Sejak

awal masuk, Samsung mengkhususkan pada pasar infrastruktur CDMA seperti

untuk Flexi-Telkom dan Mobile8, dimana Samsung menjadi pemain tunggal

untuk infrastruktur ini. Hal ini dikarenakan negara asal Samsung mengadopsi

24

CDMA sebagai teknologi dasar mereka dan pemain lainnya seperti NSN dan

Ericson fokus pada infrastruktur 2G dan 3G.

Sejak masuknya Huawei dan ZTE yang juga ikut bermain pada pasar ini,

Samsung hanya mendapatkan market-share sebesar 30%. Lini bisnis Samsung

sekarang untuk mensupport perangkat pada operator Smart-Fren.

Dikarenakan locking-user, maka sangat sulit untuk merebut kembali market-

share yang ada dikarenakan migrasi merk perangkat membutuhkan effort

yang lebih. Selain itu, Samsung tidak memiliki lini Managed Services

dikarenakan pangsa pasarnya yang sangat kecil

Kelebihan Samsung fokus kepada kualitas perangkat, namun dari satu sisi

mempengaruhi harga jual sehingga berimbas kepada kurang bersaingnya

harga dengan perangkat Huawei dan ZTE. Saat ini Samsung menguasai pasar

infrastruktur untuk wilayah Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi untuk

perangkat CDMA.

Strategi dalam menghadapi persaingan ke depan adalah dengan 2 cara

yaitu dengan menambah pangsa pasar dan penjualan dan menambah

variasi produk seperti infrastruktur akses sehingga bisa melakukan cross-

subsidy untuk harga perangkat infrastruktur telekomunikasi yang mereka jual

Dengan adanya roadmap dari Kementerian Kominfo untuk memigrasi

SmartFren dan WCDMA850 ke teknoogi netral yang mengarah ke LTE,

Samsung pada dasarnya akan mengikuti pola tersebut, namun jika

persaingan di ranah LTE ini sangat ketat, maka dipastikan akan keluar dari

pasar Indonesia dikarenakan harga pasar yang kurang sehat

PT. ZTE Indonesia

PT. ZTE Indonesia (ZTE) mulai masuk ke pasar Indonesia pada tahun 1999, PT

ZTE Indonesia telah tumbuh menjadi salah satu anak perusahaan ZTE terbesar

di luar negeri asaalnya dengan kantor pusat di Jakarta dan empat kantor

regional di Kalimantan (Balikpapan & Banjarmasin), Sumatera (Medan),

Sulawesi (Manado, Makassar), dan Jawa (Semarang, Bandung, dan

Surabaya). Saat ini untuk perangkat jaringan telekomunikasi, ZTE Indonesia

berfokus pada teknologi CDMA, 2G, 3G dan LTE. ZTE Indonesia juga

menjalankan bisnis sebagai Managed Service Provider (MSP) di bidang

telekomunikasi, yaitu menjalankan fungsi optimasi, monitoring, trouble

shooting, network planning dan lain-lain bagi klien-kliennya.

25

Kebijakan Industri Perangkat

Telekomunikasi

Ketentuan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN)

Peraturan Menteri Perindustrian Nomor: 16/M-IND/PER/2/2011 Tentang

Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Tingkat Komponen Dalam Negeri ini

mulai berlaku pada tanggal 21 Februari 2011 serta menjadi pedoman seluruh

produsen ponsel di tanah air. Peraturan Menteri ini digunakan dalam rangka

peningkatan penggunaan produk dalam negeri dan menciptakan

pengembangan industrilisasi telepon seluler. Hal seiring dengan semakin

meningkatnya volume impor produk tersebut yang tidak memenuhi standar,

maka standar mutu dan teknis produk tersebut harus lebih diperhatikan demi

melindungi kepentingan konsumen. Pada Pasal 1 ayat 1 di Peraturan menteri

ini menyatakan produk dalam negeri adalah barang/jasa termasuk rancang

bangun dan perekayasaan yang diproduksi atau dikerjakan oleh

perusahaan yang berinvestasi dan berproduksi di Indonesia, yang dalam

proses produksi atau pengerjaannya dimungkinkan penggunaan bahan

baku/komponen impor.

Aturan TKDN mendefinisikan produk dalam negeri adalah barang yang

diproduksi oleh perusahaan yang berinvestasi dan berproduksi di Indonesia

(wilayah kedaulatan negara - NKRI). Tingkat komponen dalam negeri, yang

selanjutnya disebut TKDN, didefinisikan sebagai besarnya komponen dalam

negeri pada barang, jasa dan gabungan barang dan jasa. Komponen

dalam negeri pada barang adalah penggunaan bahan baku, rancang

bangun dan perekayasaan yang mengandung unsur manufaktur, fabrikasi,

perakitan, dan penyelesaian akhir pekerjaan yang berasal dari dan

dilaksanakan di dalam negeri. Sedangkan komponen dalam negeri pada

jasa adalah penggunaan jasa sampai dengan penyerahan akhir dengan

memanfaatkan tenaga kerja termasuk tenaga ahli, alat kerja termasuk

perangkat lunak dan sarana pendukung yang berasal dari dan dilaksanakan

di dalam negeri. Seperti telah ditunjukkan sebelumnya bahwa penetapan

nilai TKDN didasarkan kriteria:

1. Untuk bahan material langsung berdasarkan negara asal

barang;

26

2. Untuk alat kerja/fasilitas kerja berdasarkan kepemilikan dan

negara asal;

3. Untuk tenaga kerja berdasarkan kewarganegaraan.

Sementara itu, biaya bahan (material) langsung, biaya tenaga kerja

langsung dan biaya tidak langsung pabrik dihitung sampai di lokasi

pengerjaan (pabrik workshop) untuk produk barang yang bersangkutan.

Penetapan kriteria di atas sifatnya subyektif berdasarkan pengetahuan yang

dimiliki. Hal ini memungkinkan nilai TKDN yang berbeda untuk produk

yang sama tapi diproduksi oleh perusahaan yang berbeda.

Tata Cara Ketentuan Perizinan Impor Telepon Seluler, Komputer

Genggam (Handheld), dan Komputer Tablet

Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 82/M-

DAG/PER/12/2012 Tentang Ketentuan Impor Telepon Seluler, Komputer

Genggam (Handheld), dan Komputer Tablet ini mulai berlaku pada tanggal

1 Januari 2013 dan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Nomor 38/M-DAG/PER/8/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri

Perdagangan Nomor 82/M-DAG/PER/12/2012 Tentang Ketentuan Impor

Telepon Seluler, Komputer Genggam (Handheld), dan Komputer Tablet ini

mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus serta menjadi acuan seluruh distributor

perusahaan elektronik di tanah air. Aturan ini diterbitkan guna mendukung

Kesehatan, Keamanan, Keselamatan dan Lingkungan (K3L), serta

industrialisasi telepon seluler dan komputer di masa yang akan datang.

Seiring dengan semakin meningkatnya volume impor ketiga jenis produk

tersebut yang tidak memenuhi standar, maka standar mutu dan teknis

produk tersebut harus lebih diperhatikan demi melindungi kepentingan

konsumen.

Kedua Peraturan Menteri Perdagangan tersebut diatas pada pasal 1 Ayat 4

menyatakan impor adalah kegiatan memasukan barang ke dalam Daerah

Pabean. Artinya Peraturan Menteri Perdagangan itu dapat didefinisikan

produk impor adalah produk yang dimasukan ke dalam Daerah Pabean,

bukan dilihat dari negara asal produk.

Dalam Peraturan Menteri Perdagangan ini, setiap telepon seluler, komputer

genggam dan komputer tablet yang diimpor harus memenuhi standar dan

persyaratan teknis yang berlaku, Beberapa contoh syarat teknis yang

ditetapkan, antara lain:

27

1. Syarat pelabelan serta manual dan kartu garansi purna jual dalam

bahasa Indonesia yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal

Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Kementerian

Perdagangan, dan standar teknis dari Kementerian Komunikasi dan

Informatika.

2. Untuk dapat melakukan impor ketiga jenis produk tersebut,

perusahaan harus mendapat penetapan Importir Terdaftar (IT) dan

Persetujuan Impor (PI) Telepon Seluler, Komputer Genggam dan

Komputer Tablet dari Menteri Perdagangan.

3. Untuk mendapatkan PI tersebut, Importer Terdaftar harus terlebih

dahulu mendapatkan Tanda Pendaftaran Produk (TPP) Impor dari

Direktur Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi (IUBTT),

Kementerian Perindustrian, dan Sertifikat Alat dan Perangkat

Telekomunikasi dari Kementerian Komunikasi dan Informatika.

4. Berdasarkan ketentuan, telepon seluler, komputer genggam dan

komputer tablet yang diimpor oleh Importer terdaftar hanya dapat

diperdagangkan dan atau dipindahtangankan kepada distributor

dan tidak kepada retailer ataupun konsumen langsung.

5. Impor ketiga jenis produk ini juga hanya dapat dilakukan melalui

pelabuhan laut dan udara tertentu. Untuk pelabuhan laut yang

diperbolehkan, yaitu Belawan di Medan, Tanjung Priok di Jakarta,

Tanjung Emas di Semarang, Tanjung Perak di Surabaya, dan

Soekarno-Hatta di Makassar.

6. Sementara itu, untuk pelabuhan udara adalah Polonia di Medan,

Soekarno-Hatta di Tangerang, Ahmad Yani di Semarang, Juanda di

Surabaya, dan Hasanuddin di Makassar.

7. Kemudian, surveyor yang ditunjuk oleh Menteri Perdagangan akan

melakukan verifikasi atau penelusuran teknis impor terlebih dahulu di

pelabuhan muat terhadap setiap pelaksanaan impor telepon seluler,

komputer genggam, dan komputer tablet.

Suatu perusahaan yang ingin menjadi importir, ada beberapa tahap yang

harus dilakukan: 1. Menjadi Importer Terdaftar (IT), yaitu perusahaan yang

disetujui untuk melakukan impor telepon seluler, komputer genggam

(handheld) dan komputer tablet untuk keperluan kegiatan usaha dengan

memperdagangkan dan atau memindahtangankan kepada pihak lain.

Perusahaan mengajukan permohonan kepada Menteri Perdagangan

melalui Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri dengan 9 (sembilan)

28

persyaratan yang harus dipenuhi; 2. Mendapatkan Persetujuan Importer (PI),

yaitu ijin impor telepon seluler, komputer genggam (handheld) dan komputer

tablet juga dengan mengajukan permohonan ke Kementerian Perdagangan

dengan 7 (tujuh) persyaratan yang harus dipenuhi; 3. Mendapatkan Tanda

Pendaftaran Produk (TPP), yaitu surat tanda pendaftaran produk yang akan

diimpor dengan tipe, nomor identitas telepon seluler, komputer genggam

(handheld), komputer tablet dan jumlah produk, yang diterbitkan oleh

pejabat instansi/ unit teknis terkait yang berwenang dari Kementerian

Perindustrian dan Sertifikat Alat dan Perangkat Telekomunikasi dari

Kementerian Komunikasi dan Informatika. Tahapan yang ketiga ini harus

dimiliki terlebih dahulu, sebelum mendapatkan Persetujuan Importer

(Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 82 tahun 2012, pasal 4 dan 7).

Dalam Peratuan Kementerian Perdagangan ini, perusahaan yang

mendapatkan Importer Terdaftar Telepon Selular, Komputer Genggam

(handheld) dan Komputer Tablet harus mengajukan permohonan tertulis

kepada Menteri Perdagangan melalui Direktur Jenderal Perdagangan Luar

Negeri, dengan melampirkan sejumlah kelengkapan, di antaranya:

1. Asli surat pernyataan kerjasama dengan paling sedikit 3 (tiga)

distributor;

2. Bukti pengalaman sebagai importer Telepon Selular, Komputer

Genggam (handheld) dan Komputer Tablet;

3. Bukti sebagai distributor Telepon Selular, Komputer Genggam

(handheld) dan Komputer Tablet paling singkat selama 3 (tiga) tahun;

4. Surat penunjukan atau kerjasama sebagai distributor Telepon Selular,

Komputer Genggam (handheld) dan Komputer Tablet.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri atas nama Menteri Perdagangan

menerbitkan Importer Terdaftar Telepon Selular, Komputer Genggam

(handheld) dan Komputer Tablet paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung

sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar. Penetapan sebagai

Importer Terdaftar Telepon Selular, Komputer Genggam (handheld) dan

Komputer Tablet berlaku selama 2 (dua) tahun, bunyi Pasal 5 Peraturan

Menteri perdagangan itu.

Dalam Peraturan Menteri Perdagangan itu, Importer Terdaftar Telepon Selular,

Komputer Genggam (handheld) dan Komputer Tablet juga harus

mendapatkan Persetujuan Impor (PI) melalui permohonan tertulis kepada

Menteri Perdagangan melalui Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri,

29

dengan mencantumkan Tanda Pendaftaran Produk (TPP) Impor dari Direktur

Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Impor (IUBTI) Kementerian

Perindustrian. Masa berlaku Persetujuan Impor yang dikeluarkan Kementerian

Perdagangan sama dengan masa berlaku Tanda Pendaftaran Produk Impor

dari Direktur Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Importer

Kementerian Perindustrian.

Dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 32 Tahun 2013 pasal 17

ditegaskan, penetapan sebagai Importer Terdaftar Telepon Selular,

Komputer Genggam (handheld) dan Komputer Tablet dapat dicabut izinnya

apabila perusahaan :

1. Tidak melakukan kewajiban mendirikan industri Telepon Seluler,

Komputer Genggam (Handheld) dan Komputer Tablet sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 8A;

2. Terbukti memperdagangkan dan/atau memindahtangankan

Telepon Selular, Komputer Genggam (handheld) dan Komputer

Tablet yang diimpornya kepada konsumen atau pengecer (retailer)

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2);

3. Tidak melakukan kewajiban penyampaian laporan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 15 sebanyak 2 (dua) kali;

4. Tidak melakukan impor Telepon Seluler, Komputer Genggam

(Handheld) dan Komputer Tablet dalam jangka waktu 6 (enam)

bulan berturut-turut;

5. Terbukti mengubah informasi yang tercantum dalam dokumen impor

Telepon Seluler, Komputer Genggam (Handheld) dan Komputer

Tablet ;

6. Melakukan pelanggaran di bidang kepabeanan berdasarkan

informasi dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian

Keuangan;

7. Dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap atas tindak pidana yang

berkaitan dengan penyalahgunaan dokumen impor teleponSeluler,

Komputer genggam (Handheld) dan Komputer Tablet.

Pencabutan sebagai Importer Terdaftar Telepon Selular, Komputer Genggam

(handheld) dan Komputer Tablet ditetapkan oleh Direktur Jenderal

Perdagangan Luar Negeri untuk dan atas nama Menteri Perdagangan, tegas

Pasal 18 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 82 Tahun 2012.

30

Kegiatan pelaksanaan verifikasi atau penelusuran teknis impor telepon seluler,

komputer genggam (handheld) dan komputer tablet sangat penting

dilaksanakan, hal ini sesuai dengan pasal 12 ayat 2. Peraturan Menteri

Perdagangan Nomor 82 tahun 2012. Untuk pendukung dasar hukum kegiatan

tersebut diterbitkan Keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Nomor 123/M-DAG/KEP/2/2013 tentang Penetapan Surveyor Sebagai

Pelaksana Verifikasi atau Penelusuran Teknis Impor Telepon Seluler, Komputer

Genggam (handheld), dan Komputer Tablet. Hal penting yang perlu

diketahui adalah Surveyor dalam hal ini PT. Surveyor Indonesia (Persero) dan

PT. Sucofindo (Persero) melakukan verifikasi atau penelusuran teknis impor

telepon seluler, komputer genggam (handheld), dan komputer tablet di

pelabuhan muat negara asal sebelum dikapalkan.

Tata Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari

Kawasan yang Telah Ditetapkan

Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 47/PMK.04/2012 Tentang Tata Laksana

Pemasukan Dan Pengeluaran Barang Ke Dan Dari Kawasan Yang Telah

Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas

Dan Pembebasan Cukai Pada Pasal 1, menyatakan:

Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah

darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat tertentu di zona

ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-

Undang Kepabeanan. (ayat 4).

Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di

pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu

lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat

Jenderal Bea dan Cukai. (ayat 5).

Kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan perdagangan bebas dan

pelabuhan bebas, yang selanjutnya disebut sebagai Kawasan Bebas,

adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan

Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari

pengenaan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas

Barang Mewah, dan cukai. (ayat 6).

Makna pasal 1 ayat 4, 5 dan 6 dapat dijelaskan bahwa kawasan pabean

merupakan tempat lalulintas barang yang dikenakan bea masuk dan pajak.

31

Sedangkan kawasan bebas adalah kawasan yang tidak dikenakan bea

masuk dan pajak. Barang-barang impor harus melalui kawasan pabean ini.

Interpretasi Ketiga Peraturan Menteri Perindustrian,

Perdagangan dan Keuangan

Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 82/M-

DAG/PER/12/2012 Tentang Ketentuan Impor Telepon Seluler, Komputer

Genggam (Handheld), dan Komputer Tablet dan Peraturan Menteri

Perdagangan Republik Indonesia Nomor 38/M-DAG/PER/8/2013 tentang

Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 82/M-

DAG/PER/12/2012 Tentang Ketentuan Impor Telepon Seluler, Komputer

Genggam (Handheld), dan Komputer Tablet mendefinisikan produk impor

adalah produk yang dimasukan ke dalam Daerah Pabean, bukan dilihat dari

negara asal produk.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 47/PMK.04/2012 Tentang Tata Laksana

Pemasukan Dan Pengeluaran Barang Ke Dan Dari Kawasan Yang Telah

Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas

Dan Pembebasan Cukai mendefinisikan Kawasan Bebas terpisah dari Daerah

Pabean dan aturan Perindustrian mendefinisikan produk dalam negeri

adalah barang yang diproduksi oleh perusahaan yang berinvestasi dan

berproduksi di wilayah kedaulatan Indonesia (NKRI).

Sehingga produk yang diproduksi di Kawasan Bebas Indonesia, walaupun

memiliki TKDN, tetap dianggap produk impor saat dikirim dari Kawasan Bebas

ke Daerah Pabean Indonesia.

Peraturan perundang-undangan yang ada selama ini berasumsi bahwa

produsen ponsel itu terintegrasi vertikal. Pada kenyataannya industri ponsel

dunia terbagi-bagi secara modular atau terspesialisasi horizontal untuk

mengejar economic of scales. Konsekuensi dari aturan yang ada, hanya

mengidentifikasi produsen ponsel “brand owner” atau importir, sementara

value chain industri ponsel yang lain tidak terakomodasi.

Untuk mendapatkan data rinci yang berkaitan dengan 1. Ketentuan Tingkat

Komponen Dalam Negeri (TKDN); 2. Impor telepon selelur, komputer

genggam (handheld) , dan komputer tablet; 3. Tata laksana pemasukan dan

pengeluaran barang ke dan dari kawasan yang telah ditetapkan, dapat

melihat peraturan perundang-undangan, dibawah ini, yaitu :

32

1. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor : 16/M-IND/PER/2/2011

Tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Tingkat Komponen

Dalam Negeri

2. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 82/M-

DAG/PER/12/2012 Tentang Ketentuan Impor Telepon Seluler,

Komputer Genggam (Handheld), dan Komputer Tablet.

3. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 38/M-

DAG/PER/8/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri

Perdagangan Nomor 82/M-DAG/PER/12/2012 Tentang Ketentuan

Impor Telepon Seluler, Komputer Genggam (Handheld), dan

Komputer Tablet.

4. Keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 123/M-

DAG/KEP/2/2013 tentang Penetapan Surveyor Sebagai Pelaksana

Verifikasi atau Penelusuran Teknis Impor Telepon Seluler, Komputer

Genggam (handheld), dan Komputer Tablet.

5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 47/PMK.04/2012 Tentang Tata

Laksana Pemasukan Dan Pengeluaran Barang Ke Dan Dari Kawasan

Yang Telah Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas Dan

Pelabuhan Bebas Dan Pembebasan Cukai.

33

Potensi Lokal Industri Perangkat

Jaringan Telekomunikasi

Secara umum, Indonesia memiliki potensi untuk membangun perangkat

jaringan telekomunikasi dengan diberikan kesempatan mengembangkan

produk jaringan seluler.

PT. INTI

Pada awal-awal tahun pendiriannya, PT. INTI merupakan laboratorium Pos,

Telepon dan Telegraf (PTT) serta Laboratorium Tadio dan Pusat Perlengkapan

Radio yang bernaung di bawah Jawatan Pos, Telepon, dan Telegraf.

Berdasarkan PP N0. 241 Tahun 1961 Jawatan Pos, Telepon dan Telegraf (PTT)

diubah status hukumnya menjadi Perusahaan Pos dan Telekomunikasi (PN

POSTEL). Dari PN Postel ini, dengan PP No. 300 tahun 1965 didirikan PN

Telekomunikasi. Bagian Penelitian dan Bagian Perlengkapan yang semual

terdapat pada PN POSTEL, digabungkan dan berganti nama menjadi

Lembaga Administrasi, Bagian Penelitian dan Bagian Industri[21].

Pada tanggal 25 Mei 1966, PN Telekomunikasi mulai mengadakan kerjasama

dengan perusahaan asing, yaitu Siemens AG dan pelaksanaannya

dibebankan kepada Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pos dan

Telekomunikasi (LPP Postel). Untuk merealisasikan kerjasama tersebut maka

pada tanggal 17 Februari 1968 dibentuk suatu bagian pabrik telepon dalam

organisasi LPP Postel dan LPP Postel diubah menjadi Lembaga Penelitian

Pengembangan Industri Pos dan Telekomunikasi (LPPI Postel) yang

berpangkal pada bagian pabrik telepon kemudian diresmikan oleh Presiden

Republik Indonesia kala itu, yaitu Presiden Suharto yang diwakili oleh Menteri

Ekuin Sri Sultan Hamengku Buwono IX pada tanggal 22 Juni 1968.

Berdasarkan Keputusan Menteri Negara BUMN Nomor: 036/M-PBUMN/1988,

INTI dimasukkan ke dalam kelompok Industry Strategis. Pada tanggal 17

Januari 1998 dikeluarkan sebuah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

No. 12 Tahun 1988 yang menghilangkan peran departemen teknis dalam

mengelola BUMN. Sebagai tindak lanjutnya, pembinaan INTI beralih ke

Kementerian Negara Pendayagunaan BUMN. Pada tahun yang sama BPIS

beralih status menjadi sebuah holding company dengan nama PT BPIS dan

sepuluh BUMN strategis dibawahnya menjadi anak perusahaan. Kondisi ini

34

berakhir pada tahun 2002, dimana PT. BPIS dibubarkan pada bulan Maret

2002 sesuai Peraturan Pemerintah Nomor: 52 Tahun 2002. Selanjutnya

pengelolaan INTI beralih kembali ke Kementerian Negara Pendayagunaan

BUMN[22].

35

TABEL 6 PORTOPOLIO PRODUK PT. INTI

Telecom Government Transportation Health Energy Defense

ICT

Consumer

Device

Home gateway Smart City

Smart Track Smart Med Smart Meter

Ra

da

r Le

ad

In

teg

rato

r

Smart

Phone

OTT Smart Fuel Smart Track

STB Smart Meeting Smart OBU Smart Clinic Smart

Controller

Smart TV

Smart OTT

Network TITO

PLC M2M M2M FTTH M2M

M2M Smart WAVE* FTTH WiFi FTTH

Application OTT Application Close user group

Prepaid Meter

Fleet

Management Smart Clinic

Smart

Meeting Smart home

BBM

Management Smart Hospital

Service OTT Service

IPP with

Renewable

Resources

Smart Fleet

Smart Clinic IPP Smart Edu Smart Parking

Smart Toll

Collection

36

Dalam menjalankan usahanya, saat ini PT. INTI bermitra dengan beberapa

perusahaan diberbagai bidang terkait telekomunikasi dan informasi

diantaranya Fixed Network (NSN, Alcatel Lucent, Huawei, Krone, 3M, Konet,

NWC, Siegers, WRI, UT Starcom), Wireless Network (Sagem

Telecommunications, Tongyu, Motorola, Ericsson, Samsung, JRC, Elora, Global

Celular), Support & Value Added (Rohde & Schwarz, Eltek Valere, Hoppecke,

Abacus Shoto, B&B, Leoh, IBT, Denyo, H&S, BPPT, LIPI), Mobile Device, IT &

Content (Cisco, Juniper, IBM, SunMicrosystem, HP, Dell, Oracle, Microsoft, HDS,

Intel, Motricity, F5, Via, Premiere Telco Hongkong, NetApp, Grandstream).

Adapun produk-produk yang dihasilkan oleh PT. INTI yaitu Genuine Product

(IP PBX, INTI Rectifier, Smart Clinic, Smart Control Unit); Joint Development

(Coastal Radar (LIPI), Smart Meeting (BPPT)) dan OEM (Smartphone).

PT. CMI Indonesia

PT. CMI Teknologi didirikan pada tahun 2004 yang pada awalnya dengan

nama GRE Services. PT. CMI Teknologi melanjutkan pekerjaan Compact

Microwave Indonesia (CMI), yang telah beroperasi sejak tahun 1987. PT. CMI

Teknologi merupakan sebuah perusahaan swasta di Indonesia yang memiliki

usaha dibidang RF dan Microwave, yang meliputi :

1. Telekomunikasi terrestrial dan Satelit, untuk penggunaan sipil, militer

maupun dunia aviasi.

2. Perangkat sensor dan penginderaan jarak jauh, seperti misalnya

Radar (Radio Detection and Raging).

3. Guidance Control, seperti radio pengendalian pada peluru kendali,

pesawat tanpa awak dan sejenisnya.

Selain itu, saat ini bidang usaha PT. CMI Teknologi telah merambah ke bidang

elektronik pertahanan dan khususnya dibidang telekomunikasi frekuensi

tinggi yang telah ditekuni selama 25 tahun telah mampu menciptakan sendiri

perangkat perangkatnya dan tidak terkait prinsipal. Salah satu produknya

yaitu stasiun bumi (satellite transceiver) yang telah berhasil diekspor.

Secara profil sebagai spesialisasi industri, PT CMI Teknologi memiliki sertifikasi

ISO 9001/2008 dan juga telah terakreditasi sebagai Industri Pertahanan sejak

Januari 2013. Selain itu memiliki kualifikasi sertifikasi Approved Maintenance

Organization (AMO) dan Distributor of Aeronautical Product yang merupakan

persyaratan pekerjaan dilingkungan penerbangan (aviasi)dimana

diperlukan dalam menekuni disiplin perangkat yang bekerja pada daerah

37

frekwensi tinggi (microwave). Selain itu, untuk persyaratan pmebuatan

komponen yang dijual berdasarkan ijin pemerintah pemilik teknologi, maka

CMI Teknologi telah terdaftar di United States Defense Department Trade

Control (DDTC) guna memenuhi ketentuan International Traffic in Arms

Regulation (ITAR) Chapter 129. PT CMI Teknologi menekuni bidang “Radio

Transmission” yang meliputi :

1. Telekomunikasi terrestrial dan Satellite, untuk penggunaan sipil, militer

maupun dunia aviasi.

2. Perangkat sensor dan penginderaan jarak jauh, seperti misalnya

Radar (Radio Detection and Raging).

3. Guidance Control, seperti radio pengendalian pada peluru kendali,

pesawat tanpa awak dan sejenisnya.

Adapun portofolio beberapa produk PT. CMI yaitu:

1. Dibidang Satellite Communication:

a. Satellite transceiver (20 – 125) Watt

b. Block up Converter

c. Up Down Converter

d. Sedang dikembangkan adalah satellite modem TDMA format.

2. Dibidang terrestrial radio:

a. Tactical Radio Communication HF, VHF dan UHF frequency.

b. Hand held radio communication

c. Sedang dikembangkan TDMA system untuk penggunaan

commercial maupun military dan optical fiber transmission

system.

3. Dibidang sensor dan penginderaan jarak jauh, CMI Teknologi telah

banyak memproduksi berbagai “microwave assembly” untuk

keperluan suku cadang Ground base Radar maupun Air Borne Radar.

Dalam waktu dekat CMI Teknologi akan menerbitkan produk “radar

system” yang murni buatan Indonesia.

4. Dibidang Control dan Pengendalian, PT CMI Teknologi belum secara

intensive menekuninya namun bidang ini yang memiliki kompetensi

yang sama dengan bidang lainya yang sedang ditekuni CMI

Teknologi, akan mulai ditekuni secara intensive dalam beberapa

tahun mendatang.

38

PT. Xirka Silicon Technology (XST)

Didirikannya XST bermula sejak tahun 2005 sampai dengan 2008 dengan

memulai usahanya sebagai design house yang melayani perusahaan

elektronik multinasional di Fukuoka, Jepang. XST didirikan tahun 2008 sebagai

sebuah perusahaan fabless yang berfokus pada chipset Baseband WiMax.

Sejak tahun 2011 XST mengembangkan kartu SIM dan pada tahun 2012

dilanjutkan dengan pengembangan produk kartu cerdas (smart card) dan

turunannya seperti kartu akses dan kartu ID dengan memanfaatkan teknologi

Near Field Communication (NFC) dan RFID. XST juga merupakan Principal

Member WiMax Forum.

Dalam melakukan pabrikasi sampai pembuatan silikon XST masih harus

dilakukan di Jepang atau Singapura dikarenakan alat untuk

memproduksinya sangat mahal, sementara skala produksi Xirka masih relatif

kecil. Xirka juga berpengalaman degan bekerjasama dengan Huawei untuk

perangkat WiMax dimana pemerintah mensyaratkan kandungan Tingkat

Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sehingga vendor global seperti Huawei,

mau tidak mau harus bermitra dengan vendor lokal.

PT. LEN Industri

PT. LEN Industri awalnya bernama Lembaga Elektronika Nasional (LEN) yang

didirikan pada tahun 1965 dan pada tahun 1991 menjadi Badan Usaha Milik

Negara (BUMN) bernama PT. LEN Industri yang berada di bawah koordinasi

Kementerian Negara BUMN. Selama ini Len telah mengembangkan bisnis

dan produk-produk dalam bidang elektronika untuk industri dan prasarana

dalam bidang:

1. Penyiaran, selama lebih dari 30 tahun telah memproduksi ratusan

Pemancar TV dan Radio yang telah terpasang di berbagai wilayah di

Indonesia.

2. Jaringan infrastruktur telekomunikasi

3. Elektronika untuk pertahanan, baik darat, laut, maupun udara.

4. Sistem Persinyalan Kereta Api di berbagai jalur kereta api di Pulau

Jawa dan Sumatera.

5. Sistem Elektronika Daya untuk kereta api listrik.

39

6. Pembangkit Listrik Tenaga Surya.

PT. LEN memiliki 3 (tiga) unit bisnis, yang terdiri dari Elektronika Pertahanan

(ELHAN), Information & Communication Technology (ICT), Elektronika

Transportasi (ELTRANS). Di bidang ICT sendiri produk yang dihasilkan oleh PT.

LEN Industri, disajikan pada Tabel 5.

TABEL 7 PRODUK PT. LEN INDUSTRI DI BIDANG INFORMATION & COMMUNICATION

TECHNOLOGY (ICT)

Smart Card Broadcasting IT

Computing

Toll System Fixed

Access

Wireless

Access

KTP

Elektronik

DVB T/T2 Database OBU (On

Board Unit

TITO Wimax

Paspor

Elektronik

Pemancar

TV

Kearsipan Contact

Center

OSP-FO

Akses

LTE

BPJS

Kesehatan

Set Top Box

PT. Fusi Global Teknologi

PT. Fusi Global Teknologi (Fusi) merupakan perusahaan baru yang bergerak

di bidang design dan produksi chipset bidang telekomunikasi terutama

wireless dan infrastruktur dan bergerak untuk spesialisasi bidang Digital Signal

Processing (DSP), Wireless Communications (ADSB, SSB), ASIC Front-end dan

Back-end design, FPGA Prototyping, VLSI Architecture & Design, PCB Design

(Analog, Digital and RF), Broadband (WiMax, LTE, DVB-T/T2), Near Field

Communication (NFC), Android Programming (NFC, GPS Navigation &

Tracking), Machine-to-machine technology (Wireless sensors) dan Industrial

Product Design meliputi prototyping dan produksi skala besar

PT Fusi Global Teknologi didirikan sejak tahun 2012. Secara pengalaman,

inisiasi ide pendiriannya dimulai pada tahun 2007 dengan proyek iBurst dan

2008 sampai dengan 2011 dengan proyek WiMAX, kemudian tahun 2012

dengan proyek LTE.

Adapun portofolio Fusi antara lain:

1. LTE Matlab Toolbox

LTE Matlab Toolbox merupakan simolator untuk LTE transport dan LTE

physical layer yang berjalan dalam Matlab

2. LTE Signal Generator

LTE Signal Generator merupakan pembangkit sinyal portabel yang

digunakan untuk membuat sinyal LTE dan WiMax secara kustomisasi.

40

3. LTE Signal Analyzer

LTE Signal Analyzer merupakan analyzer untuk LTE secara portabel

untuk mendeteksi sinyal LTE/WiMax

4. LTE Framework

LTE Framework merupakan software LTE NodeB yang dapat

digunakan baik itu untuk pengembangan, penelitian, prototyping

dan implementasi, baik untuk sistem benchmark, verifikasi atau tes

kesesuaian

5. WiMAX Subscriber Station

WiMAX Subscriber Station merupakan Indoor Access Point untuk

teknologi WiMax

6. WiMAX Small Cell Board

WiMAX Small Cell Board merupakan Base Station untuk teknologi

WiMax

7. Prototipe dan Produk lainnya

Fusi juga mengembangkan beberapa konsep dan produk seperti NFC

Enabled Wireless Devices, Wireless Mesh System, HF Audio, Digital Data

FSK, NFC Reader, RFID Reader, GPS Tracking Solution, e-Money, e-

Logistics dan Bluetooth Low Energy

Versatile Silicon

GAMBAR 13 PORTOFOLIO PRODUK VERSATILE SILICON

2006

• MPEG-4 AVC ASIC

2007

•iBurst FPGA implementation

•WiMax 802.16d

2009

•WiMax 802.16e

•Car navigation software

2010

•Li-Ion charging controller

•Electronic Module Incubator

2011

•Radiation-counter LSI

•GPS module

•BTS monitoring system

2012

•Contactless-LSI

•Card Reader

•Security Motor

2013

•Wireless-LSI

•E-Voting

2014

•UAV Controller

41

Versatile Silicon didirikan pada tahun 2006 dengan fokus perusahaan pada

layanan IC-design sampai, design System on Chip (SOC), Embedded

programming, PCB design sampai dengan 24 layer, Antenna Design, dan

FPGA Prototyping Electronics Module Development. Perusahaan ini juga

berpengalaman dalam membuat chip berbasis OFDM/OFDMA dan Crypto

processor. Adapun portofolio Versatile Silicon (Gambar 4-9).

42

43

Peta Industri Perangkat Telekomunikasi

Seluler

Secara umum, value chain industri telekomunikasi seluler Indonesia dapat

dibagi menjadi 3 elemen yaitu Service Provider, Layanan Pendukung dan

Handset Telekomunikasi.

GAMBAR 14 PETA INDUSTRI TELEKOMUNIKASI BERDASARKAN VALUE-CHAIN

Peta Industri Perangkat Customer Premises Equipment

Telekomunikasi dalam Negeri

GAMBAR 15 PETA INDUSTRI TELEKOMUNIKASI BERDASARKAN VALUE-CHAIN

Di dalam negeri, industri lokal yang memilki brand lokal di Indonesia tercatat

PT Aries Indo Global (AIG) dengan merk dagang EverCross, PT Maju Express

Indonesia dengan merk dagang MITO, PT Supertone dengan merk dagang

Chipset Design HouseSystem

IntegratorComponent

Suppliers

Manufacturing Brand Owner Retailer

44

SPC, PT. Tiphone Mobile Indonesia dengan merk dagang TI-Phone, PT.

Teletama Artha Mandiri dengan merk dagang Venera, PT. Zhou Internasional

dengan merk dagang Asiafone, PT Arga Mas Lestari dengan merk dagang

AdvanDigital. Adapun, industri lokal yang sudah mampu melakkan

manufaktur perangkat ini yaitu Polytron, PT. Panggung dan SatNusa.

Jika dilihat nilai estimasi market-share pasar produk telekomunikasi di dalam

negeri masih sangat jauh dibandingkan merk dari luar negeri. Hal ini

dikarenakan belum terintegrasinya sistem value-chain yang ada di Indonesia.

Jika melihat kategori supply chain secara lokal [4], industri di Indonesia masih

bersifat relasional, dimana dalam hal ini SatNusa, Panggung dan Polytron

yang sudah mampu memproduksi, bertindak sebagai lead-firm dalam

industri ini dan relasional supplier adalah pemilik brand lokal di dalam negeri.

Namun, jika dilihat secara global value-chain, sebagaimana matriks pada

Tabel 4-3, Indonesia secara umum sudah lengkap memiliki rantai supply

secara keseluruhan. Dalam diskusi sebelumnya [10], [9] dan [12] memberikan

argumen bahwa Product Modularity merupakan salah satu solusi dalam

efisiensi dan efektivitas industri suatu negara. Namun di sisi lain industri

komponen perangkat seperti perangkat peripheral seperti kamera, baterai,

display dan lain sebagainya masih memiliki ketergantungan terhadap rantai

supply global, sehingga impor perangkat peripheral ini cenderung lebih besar

dikarenakan belum adanya industri manufaktur ini di Indonesia.

TABEL 8 MATRIKS PETA SUPPLY CHAIN MODULARITY INDUSTRI CPE TELEKOMUNIKASI

INDUSTRI LOKAL

Vendor Design

House

System

Integrator

Manufaktur Brand Owner

TSM Ο Ο

SatNusa Ο

Polytron Ο Ο Ο

Advan Ο

MITO Ο

SPC Ο

EverCross Ο

AsiaFone Ο

TI-Phone Ο

Panggung Ο

Sumber: data diolah

45

Design House

Di Indonesia baru terdapat 1 perusahaan Design House yang terlisensi oleh

Qualcomm selaku vendor chipset utama dunia yaitu PT. Tata Sarana Mandiri

(TSM) yang berwadah dalam 1 group IDEA International Development

Limited, LtD yang berbasis di Tiongkok. Perusahaan ini juga merupakan satu-

satunya design house yang berada di Asia Tenggara. Perusahan ini terlisensi

untuk mendesign chipset Qualcomm 8260, 8960, 8064, 8926, 8974, dan 8916

yang tersegmentasi dari produk low-end sampai dengan high-end. Dengan

bekerja sama dengan PT. SatNusa Persada (SatNusa), TSM memproduksi IVIO,

yaitu ponsel 4G TD-LTE pertama yang Semi Knocked Down di Indonesia [23],

[24] dengan kisaran harga 2 juta.

System Integrator

Di Indonesia, sampai dengan saat ini, hanya TSM dan Polytron yang dapat

dikategorikan sebagai System Integrator. Pada prinsipnya, System Integrator

berperan sebagai sub-system yang melakukan design tampilan, membuat

dan menentukan komponen apa saja yang akan dipakai, serta

berhubungan langsung dengan supplier kompenen. Sehingga, pada satu sisi,

System Integrator selain berperan dalam merancang tampilan dan hasil akhir

suatu produk, juga berperan sebagai pemilik modal yang berhubungan

langsung dengan penyedia komponen.

Manufaktur

Sampai dengan saat ini, SatNusa, Polytron dan Panggung berpran sebagai

manufaktur perangkat CPE telekomunikasi. Sub-Elemen ini bertindak dalam

melakukan perakitan komponen dan melakukan testing produk.

SatNusa sendiri berlokasi di Batam dan didirikan pada tahun 1990.

Perusahaan ini sendiri memulai lini Electronics Manufacturing Services (EMS)

untuk perangkat telekomunikasi sejak Juni 2014. Perusahaan ini merupakan

perusahaan perangkat telekomunikasi pertama yang menyediakan solusi

semi-paripurna (Semi Knocked-Down) untuk perangkat telekomunikasi dari

surface-mount technology (SMT), sampai dengan assembly perangkat.

Dengan kemampuan tersebut, SatNusa dapat meraih TKDN sebesar 30%.

Selain itu, dengan lokasi di wilayah Free Trade Zone, Batam mengurangi biaya

pajak.

46

SatNusa memiliki 2 line produksi yang memiliki kapasitas 80.000 – 100.000 buah

per bulan untuk kategori perangkat telekomunikasi low-end dan 80.000 –

100.000 buah per bulan untuk kategori smartphone. Produksi tersebut dapat

ditingkat pada kapasitas 1.000.000 buah per bulan jika terdapat supply

dengan penambahan pada area manufaktur seluas 3.000m2.

Politron sendiri didirikan pada 16 Mei 1975 di Kudus dengan nama PT.

Indonesian Electronic & Engineering, dan berubah nama menjadi PT. Hartono

Istana Electronic pada 18 September 1976, dan menjadi PT. Hartono Istana

Teknologi. Polytron sendiri menghasilkan produk-produk Audio, Video dan

Home Aplliances dan baru memulai lini bisnis untuk perangkat telekomunikasi

sejak awal tahun tahun 2011 melalui anak perusahaannya PT. Sarana

Kencana Mulya dengan merk dagang handphone POLYTRON.

Polytron memiliki 3 pabrik di Kudus Krapyak Krapyak seluas 109.000M2,

109.000M2, Sidorekso Sidorekso-Kudus seluas 130.000M2 130.000M2 dan di

Sayung-Semarang seluas 300.000M2 dengan total karyawan lebih dari 9.000

orang. Polytron sendiri baru memproduksi perangkat telekomunikasi

(handphone, PDA dan smartphone) pada triwulan 3 2013 dengan kapasitas

perbulan sebanyak 360.000 pertahun dan direncanakan meningkat menjadi

840.000 pada tahun 2014 dan 1.200.000 pada tahun 2015. Dalam hal

penyediaan komponen, secara umum Polytron menyediakan solusi

paripurna (Semi Knocked-Down) dimana beberapa bagian komponen

diproduksi di dalam negeri seperti:

1. Baterai Charger (self design, in-house production)

2. Baterai LiOn (self design, in-house injection & welding)

3. Plastic Casing Injection (in-house injection production)

4. Plastic Casing Coating (in-house painting, printing & vacuum

metalizing)

5. Packaging (bekerjasama dengan Local Supplier)

6. PCB-A (in-house SMT pick & place)

7. Speaker (self design, in-house production)

8. Open Cell HP (clean room facility in-house production)

9. Software and Application development – in-house RnD

10. ID (Industrial Design) dan MD (Mechanical Design) development – in-

house Rnd

47

Panggung sendiri merupakan perusahaan yang dikenal dan

berpengalaman dalam assembly untuk produk-produk luar negeri seperti ZTE.

Walaupun melakukan assembly untuk produk luar negeri, Panggung sampai

dengan saat ini belum memiliki brand sendiri.

Brand Owner

Sejak meningkatnya kebutuhan perangkat telekomunikasi, terdapat banyak

sekali produk dengan brand-owner dari dalam negeri, namun proses produksi

hampir sebagian besar masih dilakukan di negara luar terutama Tiongkok.

Tercatat tidak kurang 80 merk yang merupakan brand dalam negeri

(Lampiran 2). Adapun beberapa brand yang masif beredar di pasaran yaitu

Polytron, Advan, MITO, SPC, EverCross, AsiaFone dan TI-Phone.

Secara umum, hampir semua brand tersebut hanya melakukan stamping

brand yang proses design dan produksinya dilakukan di luar negeri. Hal

tersebut dikarenakan Indonesia mengikuti kebijakan ICT Trade Aggrement

yang mewajibkan biaya impor produk sebesar 0% [19]. Dibandingkan

dengan memanufakturnya di dalam negeri, dimana biaya komponen

dikenakan pajak 5-7%, maka akan lebih menguntungkan jika pemilik brand

tersebut mengimpornya secara langsung. Tercatat hanya Polytron yang

memanufakturnya di dalam negeri, namun dengan komponen yang

sebagian besar sampai dengan saat ini masih dari luar negeri.

Retailer

Sub-System Retailer merupakan elemen yang sangat penting dikarenakan

pemegang modal utama dan menjadi penentu pasar. Retailer menyediakan

dana dalam jumlah besar dan memegang risiko untuk menjual semua

perangkat yang diberlinya. Menurut data dari Kementerian Perdagangan,

sampai dengan 2014, terdapat 160 perusahaan yang dapat dikategorikan

sebagai pemegang modal utama atau importir (Lampiran 2.3). Dari 160

perusahaan tersebut 10 importir menguasai 80% modal dimana samsung

sebagai importir terbesar di Indonesia sebesar 30% dari seluruh pasar atau

senilah 28 Triliun rupiah selama 3 tahun (Gambar 4-10).

Importir lokal yang juga menguasai modal di Indonesia yaitu Erajaya

Swasembada Tbk (12%), Trikomsel Oke Tbk (9,68%) dan Teletama Artha

Mandiri (6,12%). Sementara itu, jika dilihat dari banyaknya jumlah barang

yang diimpor, Aries Indo Global dan Maju Express Indonesia merupakan

48

importir yang mengimpor dalam jumlah terbesar namun dengan kategori

CPE Low-End. Kedua importir ini juga sekaligus sebagai pemegang merk yaitu

merk EverCross dan MITO.

GAMBAR 16 IMPORTIR PERANGKAT TELEKOMUNIKASI (SUMBER: KEMENTERIAN

PERDAGANGAN, 2012 SD SEPTEMBER 2014, DIOLAH)

Dari data tersebut, secara keseluruhan peta industri Indonesia dapat

digambarkan sebagaimana Gambar 4-10. Brand owner dibandingkan

dengan mengimpor produknya dapat mengolah sendiri di Indonesia dengan

memesannya kepada value chain pertama yaitu Tata Sarana Mandiri yang

mampu membuat design house untuk perangkat ini. Konsep tersebut

kemudian diberikan kepada System Integrator untuk dibuat design jadi

perangkat, design industri nya dan komponen yang dibutuhkan. Selanjutnya,

30,18%

12,00%

9,68%

6,12%

5,21%

4,46%

4,29%

3,45%

3,20%

2,29%

2,02%

11,64%

9,28%

7,41%

2,35%

6,12%

2,95%

20,30%

0,37%

11,45%

1,20%

0,40%

Samsung Electronics Indonesia

Erajaya Swasembada Tbk

Trikomsel Oke Tbk

Teletama Artha Mandiri

Parastar Echorindo

Smart Telecom

Aries Indo Global

Sinar Eka Selaras

Maju Express Indonesia

Lenovo Indonesia

Lainnya

IMPORT IR CPE TELEKOMUNIKASI

Jumlah Perangkat Market Share

49

proses produksi dapat dilakukan secara paralel jika diperlukan produksi yang

masif kepada manufaktur. Proses selanjutnya adalah proses advertensi dan

marketing yang diserahkan kepada pemegang modal yaitu distributor-

distributor pemilik gerai di Indonesia.

GAMBAR 17 PETA INDUSTRI TELEKOMUNIKASI BERDASARKAN VALUE-CHAIN

Peta Industri Perangkat Jaringan Telekomunikasi dalam Negeri

TABEL 9 PETA POTENSI KEMAMPUAN LOKAL INDUSTRI PERANGKAT JARINGAN

TELEKOMNIKASI

Elemen Penyedia Eksisting Potensi Kemampuan Lokal

Radio

Network

Infrastructure

Huawei, NSN, ZTE,

Samsung

Telecomunication,

Ericsson

PT Hariff Daya Tunggal

Engineering, PT Industri

Telekomunikasi Indonesia, PT

Compact Microwave

Indonesia, Versatile Silicon, PT

Teknologi Riset Global dan PT.

Fusi Global Teknologi

Billing

Platform

Amdocs, Acision PT Industri Telekomunikasi

Indonesia

Network

Solution

Huawei, NSN, ZTE,

Samsung

Telecomunication,

Ericsson

PT LEN Industri (Persero)

Service

Management

dan SIM-Card

Huawei, NSN, ZTE,

Ericsson, PT. LEN, Xirca

Chipset

PT LEN Industri (Persero), PT Xirka

Silicon Technology,

Di Indonesia, terdapat beberapa yang dikategorikan sebagai perusahaan

perekayasa elektronika, beberapa diantaranya telah dikumpulkan dalam

[25] dan [26]. Dari hasil pengumpulan data, terkait dengan indutri perangkat

DesignHouse

•Tata Sarana Mandiri

System Integrator

•SatNusa

•Polytron

Manufaktur

•SatNusa

•Polytron

•Panggung

BrandOwner

•IVIO

•Polytron

•Advan

•MITO

•SPC

•EverCross

•AsiaFone

•TI-Phone

Retailer

•Erajaya

•Trikomsel

•Teletama Artha Mandiri

•Parastar

50

telekomunikasi, dapat dikategorikan berdasarkan value-chain industri ini

beserta kemampuan lokal yang dimilikinya (Tabel 4-4).

Radio Network Infrastructure

Industri lokal yang memiliki potensi sebagai value-chain pada industri ini yaitu

PT Hariff Daya Tunggal Engineering, PT Industri Telekomunikasi Indonesia, PT

Compact Microwave Indonesia, Versatile Silicon, PT Teknologi Riset Global

dan PT. Fusi Global Teknologi. PT. INTI sendiri secara portofolio telah

mengerjakan beberapa produk jaringan telekomunikasi termasuk WiMax,

sementara PT. CMI Indonesia telah mampu membuat perangkat komunikasi

pertahanan termasuk design antena dan radio. Versatile Silicon, PT. Teknologi

Riset Global, Fusi telah mampu mendesign chipset untuk perangkat-

perangkat jaringan telekomunikasi.

Billing Platform

Billing Platform merupakan hal krusial dalam industri telekomunikasi seluler

yang mencatata dan merekam proses pembayaran dan penagihan ke

konsumen sekaligus menyediakan solusi paripurna dalam pendapatan

operator. Sampai dengan saat ini, platform pembayaran yang dipakai

dalam industri telekomunikasi seluler seperti Amdocs dan Acision. Untuk

industri lokal, dilihat dari portofolionya PT. INTI pada prinsipnya mampu

membuat platform untuk billing tersebut. Kesulitan untuk masuk ke dalam

pasar ini dikarenakan barrier-entry dari pemain lama seperti technology-

locking dan legacy system yang membuatnya sulit untuk berubah.

Network Solution

Saat ini, Network Solution menjadi satu dengan vendor industri jaringan

telekomunikasi seperti Huawei, NSN, ZTE, Samsung Telecomunication, Ericsson.

Berdasarkan protofolionya PT. LEN memiliki kemampuan dalam hal ini seperti

perancangan jaringan, network dimensioning, dan solusi jaringan lainnya.

Service Managemen dan SIM-Card

Managed Service biasanya terintegrasi dengan industri jaringan

telekomunikasi seperti Huawei, NSN, ZTE, Samsung Telecomunication, Ericsson.

Industri lokal yang memiliki pengalaman dalam managed service yaitu INTI.

Salah satu valu-chain dalam industri ini yang tidak kalah pentingnya yaitu SIM-

Card yang menyediakan dan merancang komponen kartu dengan

51

permintaan yang sangat tinggi. Perusahaan lokal yang memiliki kemampuan

ini yaitu Xirka. Pada satu sisi, industri SIM-Card memiliki pasar yang sangat

tinggi, di lapangan ditemui bahwa industri ini berjalan tidak sehat

dikarenakan perusahaan asing menjual harga produknya di bawah harga

produksi sehingga berpotensi mematikan industri lokal.

52

53

Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan

Ancaman Industri Telekomunikasi

Indonesia

Industri Perangkat CPE Telekomunikasi

Dengan melihat gambaran umum industri perangkat handset telekomunikasi

seluler di Indonesia dan dengan melihat peta rantai supply yang ada

berdasarkan model sebelumnya, maka kekuatan, kelemahan, peluang dan

ancaman industri perangkat handset telekomunikasi seluler di Indonesia

dapat digambarkan pada tabel 5-1. Secara umum, Indonesia sudah lengkap

memiliki value chain yang ada, bahkan Indonesia memiliki perusahaan

Design-House yang merupakan satu-satunya di Asia-Tenggara, selain itu

captive market yang cukup besar sekitar 300 juta pelanggan dengan prediksi

pada tahun 2014.

Di sisi lain, walaupun value-chain tersebut sudah lengkap, namun industri

yang ada di Indonesia belum terintegrasi satu sama lain sehingga industri ini

belum masif untuk mencapai economic scale. Selain itu, industri masih

berfokus pada sisi marketing dan manufaktur dan belum membuat design

perangkat.

Industri di Indonesia pada dasarnya memiliki peluang untuk tumbuh

dikarenakan nilai industri cukup besar yaitu berdasarkan prediksi [3] sebesar

54 milyar selama 1 tahun dengan usia handset rata-rata di bawah 12 bulan.

Selain itu dengan melihat tren pertumbuhan yang cukup signifikan dari tahun

ke tahun. Jika melihat tren teknologi, Industri di Indonesia memiliki peluang

dengan adanya life-cycle teknologi baru yaitu 4G, dimana dapat

menyediakan bisnis proses baru serta permintaan perangkat baru.

Adapun ancaman industri ini yaitu banyaknya produk impor dengan merk-

merk yang sudah diakui secara internasional. Selain itu dengan Indonesia

masuk kedalam perjanjian ICT Trade Aggrement dari WTO, maka produk

impor lebih diminati dikarenakan bea masuknya yang 0%.

TABEL 10 ANALISIS SWOT INDUSTRI PERANGKAT CPE TELEKOMUNIKASI INDONESIA

54

Strength Weakness Opportunity Thread

• Secara Produk

Modularity,

Indonesia sudah

lengkap memiliki

vendor yang

memiliki sub-

system yang

ada

• Indonesia

memiliki Design-

House yang

merupakan

satu-satunya di

Asia-Tenggara

• Jumlah

pelanggan

yang sangat

besar dengan

pasar potensial

(captive

market) sekitar

300 juta

pelanggan

seluler

• Masih belum

terintegrasinya

supply-chain

yang ada

• Belum masifnya

manufaktur

dalam negeri

dikarenakan

lebih banyak

melakukan

impor

(rendahnya

economic

scale)

• Fokus industri

hanya pada di

sisi manufaktur

dan marketing,

sementara dari

sisi design house,

dan system

integrator masih

kurang (ODM).

• Pengembangan

industri di

Indonesia masih

mindset

traditional

manufaktur

• Belum banyak

industri

komponen di

dalam negeri

• Pasar handset

telekomunikasi

cukup besar

senilai 54 milyar

selama 1 tahun

dengan usia

handset rata-

rata selama 1

tahun

• Pertumbuhan

jumlah

pelanggan

yang cukup

signifikan dari

tahun ke tahun

• Perubahan

teknologi 3G ke

4G memberikan

Life-cycle baru

untuk industri

telekomunikasi.

• Serbuan produk

impor dalam

negeri

• Ancaman merk

yang lebih

terkenal secara

internasional

• Perjanjian ITA

yang lebih

menguntungkan

impor, dari

pada

manufaktur di

dalam negeri

• Belum kuatnya

regulasi untuk

mendukung

pertumbuhan

industri ini

Dari sisi regulasi, masih terdapat beberapa kekurangan untuk menumbuhkan

industri ini. Dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor

82/M-DAG/PER/12/2012 Tentang Ketentuan Impor Telepon Seluler, Komputer

Genggam (Handheld), dan Komputer Tablet dan Peraturan Menteri

55

Perdagangan Republik Indonesia Nomor 38/M-DAG/PER/8/2013 tentang

Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 82/M-

DAG/PER/12/2012 Tentang Ketentuan Impor Telepon Seluler, Komputer

Genggam (Handheld), dan Komputer Tablet mendefinisikan produk impor

adalah produk yang dimasukan ke dalam Daerah Pabean, bukan dilihat dari

negara asal produk. Namun jika mengacu kepada Peraturan Menteri

Keuangan Nomor: 47/PMK.04/2012 Tentang Tata Laksana Pemasukan Dan

Pengeluaran Barang Ke Dan Dari Kawasan Yang Telah Ditetapkan Sebagai

Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas Dan Pembebasan

Cukai mendefinisikan Kawasan Bebas terpisah dari Daerah Pabean dan

aturan Perindustrian mendefinisikan produk dalam negeri adalah barang

yang diproduksi oleh perusahaan yang berinvestasi dan berproduksi di

wilayah kedaulatan Indonesia (NKRI). Sehingga produk yang diproduksi di

Kawasan Bebas Indonesia, walaupun memiliki TKDN, tetap dianggap produk

impor saat dikirim dari Kawasan Bebas ke Daerah Pabean Indonesia. Selain

itu, Peraturan perundang-undangan yang ada selama ini berasumsi bahwa

produsen ponsel itu terintegrasi vertikal. Pada kenyataannya industri ponsel

dunia terbagi-bagi secara modular atau terspesialisasi horizontal untuk

mengejar economic of scales. Konsekuensi dari aturan yang ada, hanya

mengidentifikasi produsen ponsel “brand owner” atau importir, sementara

value chain industri ponsel yang lain tidak terakomodasi.

Terkait dengan identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman

industri perangkat handset telekomunikasi seluler di Indonesia tersebut,

terdapat beberapa strategi untuk industri di Indonesia (Tabel 5-2). Hal ini

selain untuk mendorong industri dalam negeri juga untuk mengurangi defisit

impor untuk produk ini. Beberapa strategi yang dapat dilakukan yaitu dari

pihak industri dapat melakukan penguatan brand lokal dan menciptakan

variasi brand sasaran pasar terutama penguatan posisi pasar untuk tren

terbesar dari sisi harga yaitu dengan rentang mid-end device. Hal ini

sebagaimana dibahas sebelumnya bahwa tren perangkat telekomunikasi di

Indonesia menuju ke perangkat middle-end.

TABEL 0-11 STRATEGI SWOT INDUSTRI PERANGKAT HANDSET TELEKOMUNIKASI

SELULERINDONESIA

Strategi Strength Weakness

56

Opportunity

• Penguatan brand lokal dan

menciptakan variasi brand

sasaran pasar

• Penguatan posisi pasar untuk

tren terbesar dari sisi harga

yaitu dengan rentang mid-end

device

• Mewajibkan brand luar

memiliki salah satu sub-system

supply chain di Indonesia

terutama untuk design dan

riset.

Thread

• Menerapkan TKDN yang dapat

melindungi pasar dalam negeri

terutama porsi TKDN untuk R&D

seperti design house dan

system-integrator

• Insentif pajak bagi sub-system

yang membuka salah satu sub-

system supply chain di dalam

negeri

• Strategi bundling operator

dalam negeri untuk pemasaran

produk TKDN dalam negeri

• Penguatan supply-chain

dalam negeri dengan insentif

untuk komponen perangkat

Dari sisi pemerintah dapat mendorong dengan menerapkan TKDN yang

dapat melindungi pasar dalam negeri terutama porsi TKDN untuk R&D seperti

design house dan system-integrator. Selain itu dengan insentif pajak bagi sub-

system yang membuka salah satu sub-system supply chain di dalam negeri.

Pemerintah juga dapat menyediakan pasar untuk industri dalam negeri

dengan strategi bundling operator dalam negeri untuk pemasaran produk

TKDN dalam negeri. Pemerintah juga dapat membuat kebijakan untuk

mewajibkan brand luar memiliki salah satu sub-system supply chain di

Indonesia terutama untuk design dan riset, hal ini agar adanya transfer

knowledge untuk industri ini dan penguatan supply-chain dalam negeri

dengan insentif untuk komponen perangkat. Hal ini dikarenakan jika

dibandingkan dengan membuat di dalam negeri, maka opsi melakukan

impor lebih murah dikarenakan bea masuk untuk komponen ini masih besar.

57

Industri Perangkat Jaringan Telekomunikasi

TABEL 12 ANALISIS SWOT INDUSTRI PERANGKAT JARINGAN TELEKOMUNIKASI INDONESIA

Strength Weakness Opportunity Thread

• Pertumbuhan

jumlah

pelanggan

yang cukup

signifikan dari

tahun ke tahun,

sehingga

menjamin pasar

telekomunikasi

dapat tumbuh

• Masih belum

terintegrasinya

kemampuan

industri yang

ada untuk

membuat

produk jaringan

telekomunikasi

• Struktur value-

chain pasar

masih bertipe

Hierarcy atau

vendor

menguasai

semua lini

• Perubahan

teknologi 3G ke

4G memberikan

Life-cycle baru

untuk industri

telekomunikasi.

• Indonesia

memiliki potensi

industri lokal

untuk membuat

perangkat

jaringan

telekomunikasi

• Barrier-to-entry

vendor industri

eksisting

Terkait dengan industri perangkat jaringan telekomunikasi di Indonesia

identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman tergambar dalam

Tabel 5-1. Identifikasi tersebut didasarkan pada gambaran umum industri ini

serta peta industri ini di Indonesia secara value chain. Industri di Indonesia

pada dasarnya diuntungkan oleh pertumbuhan telekomunikasi yang diiringi

dengan jumlah pelanggan, sehingga hal ini menjamin pasar untuk industri ini

tetap dapat tumbuh. Selain itu, dilihat dari portofolio industri yang ada

Indonesia memiliki kesempatan untuk bermain dalam industri ini. Namun disisi

lain, dapat dilihat bahwa belum terintegrasinya kemampuan industri ini

sehingga pembuatan produk jaringan telekomunikasi belum terwujud. Selain

itu, struktur value-chain untuk industri ini masih bersifat Hierarki atau verticaly

integrated dimana satu vendor menguasai semua lini. Dengan adanya hal

tersebut, vendor incumbent memasttikan adanya barier to entry untuk pasar

ini. Kesempatan industri Indonesia terletak pada lyfe-cycle teknologi baru

yaitu 4G dimana kesempatan operator untuk mengupgrade atau mengganti

perangkatnya dikarenakan kebutuhan bandwidht yang terus meningkat.

58

TABEL 13 STRATEGI SWOT INDUSTRI PERANGKAT TELEKOMUNIKASI INDONESIA

Strategi Strength Weakness

Opportunity

• Memisahkan industri lokal

perangkat jaringan

telekomunikasi dalam pasar

sekarang untuk melindungi dan

mendorong tumbuhnya

economic scale perusahaan

dengan melibatkannya di

dalam industri pertahanan

• Mewajibkan brand luar

memiliki salah satu sub-system

supply chain di Indonesia

Thread

• Menerapkan TKDN yang dapat

melindungi pasar dalam negeri

terutama porsi TKDN yang

berbasis inovasi seperti R&D

• Memberikan insentif bagi

operator yang menggunakan

produk dengan TKDN yang

tinggi

• Penguatan supply-chain

dalam negeri dengan insentif

untuk komponen perangkat

Untuk mendorong tumbuhnya industri lokal, beberapa strategi yang dapat

dilakukan terkait identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman

tersebut yaitu dari pemerintah hendaknya memisahkan industri lokal

perangkat jaringan telekomunikasi dalam pasar sekarang untuk melindungi

dan mendorong tumbuhnya economic scale perusahaan dengan

melibatkannya di dalam industri pertahanan. Hal ini dikarenakan untuk

menghindari barrier to entry industri ini. Dengan dimasukkannya industri ini

dalam kateogori pertahanan dapat menumbuhkan kepercayaan diri

produsen lokal serta melindungi industri lokal yang baru tumbuh terutama dari

sektor telekomunkasi ini. Hal ini dapat dilakukan dengan membentuk

konsorsium industri pertahanan telekomunikasi yang dapat menjadi wadah

agar industri-industri dalam negeri mempunyai portofolio dan pasar yang

terlindungi dalam mengembangkan produk telekomunikasi. Setelah

konsorsium tersebut tumbuh, pemerintah kemudian dapat melepaskan

mereka ke dalam persaingan pasar industri telekomunikasi yang ada dengan

skema insentif dan pengawasan tertentu.

59

Hal yang dapat dilakukan selanjutnya yaitu dengan mewajibkan brand luar

memiliki salah satu sub-system supply chain di Indonesia, terutama bidang

riset dan design perangkat. Hal ini dilakukan agar proses transfer knowledge

untuk industri ini dapat berjalan, selain itu hal ini dimaksudkan untuk

memindahkan industri berbasis knowledge ke Indonesia yang memiliki nilai

tambah besar.

Kebijakan lainnya yang dapat diambil dengan menerapkan TKDN yang

dapat melindungi pasar dalam negeri terutama porsi TKDN yang berbasis

inovasi seperti R&D dan memberikan insentif bagi operator yang

menggunakan produk dengan TKDN yang tinggi serta penguatan supply-

chain dalam negeri dengan insentif untuk komponen perangkat. Hal ini

dilakukan agar efek insentif tersebut menjadi efek domino untuk peningkatan

industri di Indonesia.

60

61

Rekomendasi Pengembangan Industri

Perangkat Telekomunikasi

Pada satu sisi, Indonesia terikat pada perjanjuan Information Technology

Aggrement [19], dimana pajak impor masuk untuk barang TIK bernilai 0%,

sehingga sulit melakukan barrier impor perangkat ini. Walaupun Penerimaan

Negara Bukan Pajak dari sektor ini yang hanya 10,8 trilliun pada tahun 2013,

namun nilai impor hanya untuk industri handet sekitar USD 2,5 juta setiap

tahunnya atau sekitar Rp 30 Triliun, sementara menurut [3], nilai pasar

perangkat ini sekitar Rp 54 Triliun, sehingga terdapat margin hampir 50% dari

industri ini.

Pada satu sisi terdapat ketimpangan jika perangkat ini dimanufaktur di

Indonesia. Pemerintah mengenakan pajak masuk untuk impor komponen

perangkat telekomunikasi antara 5% - 7.5%, sehingga terdapat selisih harga

antara barang jadi dan barang yang dirakit di luar negeri yang

mengakibatkan kecenderungan untuk langsung mengimpor produk ini dari

negara lain.

Untuk mengembangkan industri perangkat telekomunikasi tersebut,

pemerintah dapat melakukan beberapa strategi untuk meningkatkan

kontribusi ke Negara. Jika pengenaan pajak masuk untuk perangkat

telekomunikasi tidak dapat dilakukan dikarenakan ITA, negara dapat

mengintensifkan penerimaan melalui industri berbasis inovasi dan

mendorong penciptaan Value Network. Selain itu, pemerintah dapat

memberikan Carrot Incentive atau insentif implisit dengan PNBP selaku

enabler nya.

Mendorong Industri Berbasis Inovasi

Dalam diagram smile of value creation atau value chain disaggregation

(Gambar ), secara empiris [27] medeskripsikan bahwa nilai tambah elemen

value chain paling besar berada pada industri berbasis inovasi yaitu fokus

pada Riset atau Marketing. Terkait dengan hal tersebut, pada rantai suplply

industri perangkat telekomunikasi, untuk meningkatkan potensi nilai tambah,

negara dapat mendorong pengembangan industri pada 2 elemen rantai

supply ini yaitu dengan memperbanyak value chain yang berbasis riset yaitu

62

Design House dan System Integrator serta mendorong tumbuhnya merk-merk

baru dengan sasaran marketing yang inovatif.

GAMBAR 18 KONSEP VALUE CHAIN DISAGGREGATION ATAU SMILE OF VALUE CREATION

[27]

Jika dikaitkan dengan pengenaan pajak sebagai komponen penerimaan

negara dalam industri ini, pengenaan pajak komponen dengan melihat

diagram value chain disaggregation cenderung menghasilkan nilai yang

lebih rendah. Dalam rangka mendorong industri perangkat telekomunikasi ini

untuk maju dan meningkatkan potensi penerimaan negara, negara pertama

dapat fokus untuk memberikan insentif pada 2 elemen value chain yang

menghasilkan added-value yang lebih besar, terutama pada bidang Design

House dan System Integrator. Pemberian insentif ini dapat berupa nilai

prosentase nilai TKDN yang lebih besar, sementara untuk manufaktur atau

pendirian pabrik diberikan prosentase nilai TKDN yang relatif di bawah R&D

misalnya penggunaan komponen. Kewajiban pendirian pabrik di Indonesia

dalam hal ini hanya akan meningkatkan jumlah tenaga kerja, namun memiliki

value leverage yang relatif kecil. [27] juga berargumen bahwa kebangkitan

ekonomi justru dengan mengkoneksikan value-chain dengan luar negeri,

sehingga pengenaan pajak terhadap komponen ini justru akan

memperlambat industri.

Dari sisi perangkat jaringan telekomunikasi, pemerintah perlu mendorong dan

memberikan insentif untuk perusahaan-perusahaan Penanam Modal Asing

untuk bekerja sama dalam bidang R&D. Selain itu, perlunya memisahkan

63

elemen-elemen value-chain industri perangkat jaringan telekomunikasi yang

berbasis industri inovasi seperti Billing Platform, Network Solution dan Service

Management untuk dikelola dalam negeri. Selama ini, rantai supply pada

value ini dengan mindet vertical-oriented dimana vendor cenderung

menyediakannya secara one-stop-solution yaitu antara Radio Network

Infrastructure, Billing Platform, Network Solution dan Service Management

dalam satu paket, sehingga kecenderungan locking service begitu tinggi. Di

sisi lain, pemerintah perlu mengatur open-platform compatibility untuk industri

ini, sehingga operator tidak dikunci untuk salah satu jenis perangkat dan sulit

untuk berpindah ke pada perangkat merk lain.

Hal kedua, shifting penerimaan dari pajak per-komponen dapat dikurangi

untuk menaikkan daya tarik pasar terhadap harga barang untuk industri lokal.

Dengan hal ini dari sisi penjualan yaitu marketing, iklan, dan layanan purna

jual yang memiliki value added yang lebih besar dapat tumbuh sehingga

setelah industri ini berkembang pemerintah cenderung memiliki penerimaan

yang lebih besar.

Tingkat Kandungan Dalam Negeri berbasis Inovasi

Secara umum Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) dihitung berdasarkan

prosentase material yang dihasilkan di dalam negeri [28], [29]. Pada satu sisi,

dengan cara ini dapat membatasi arus impor dalam negeri dengan

mengutamakan komponen dari dalam negeri, namun di sisi lain koneksi

value-chain dengan luar negeri untuk kebangkitan ekonomi dari sektor ini

justru dengan semakin berkurang [27].

Terkait dengan hal tersebut, pemerintah sebaiknya dapat menempatkan

industri di Indonesia berdasarkan spesialisasinya, sehingga kewajiban

membangun industri dalam negeri dapat disiasati dengan mengintensifkan

industri manufaktur dalam negeri untuk memperkuat “Economic Scale”

industri lokal [30].

Pola TKDN pun dapat diubah dari yang berbasis komponen menjadi TKDN

berbasis inovasi atau berbasis Riset dan Design perangkat. Hal ini dikarenakan

Inovasi memiliki value-added yang lebih besar dibandingkan manufaktur

[27]. Pada satu sisi, manufaktur dapat mengurangi tenaga kerja, namun di sisi

tenaga kerja kasar atau buruh, di sisi lain manufaktur hanya mendapatkan

value-added yang kecil. Prosentase untuk TKDN kemudian porsinya dapat

dibagi yaitu Inovasi: Manufaktur 25% berbanding 75%. Hal ini selain untuk

64

mengurangi Degree of Assimetry [4] juga bertujuan agar terdapat proses

transfer knowledge teknologi ke Indonesia, memindahkan industri berbasis

knowledge ke Indonesia yang memiliki nilai tambah besar dan mendorong

proses inovasi dibandingkan manufaktur/tenaga buruh.

Mendorong Berubahnya Tipe Value Chain

Perubahan tipe value chain pada dasarnya untuk mengurangi “Degree of

Asimetry” atau ketergantungan pada salah satu perusahaan. Selain itu, hal

ini dapat mengurangi biaya produksi [12]. Berdasarkan kategori value-chain

[4], tipe pasar perangkat telekomunikasi di Indonesia dapat dikategorikan

tipe Relational dimana masih dominannya hubungan “Lead Firm” dan

“Supplier”, sebagai contoh hubungan antara Manufaktur dan Brand Owner

(Supplier). Untuk mengurangi “Degree of Asimetry” dan untuk mengurangi

biaya pembuatan handset, pemerintah dapat mendorong berubahnya

value-chain di Indonesia dari tipe Relational ke Modular [12]. Perubahan ini

bertujuan untuk menciptakan “Economic of Scale” perusahaan. Peningkatan

skala ekonomis produk yang dihasilkan pada prinsipnya untuk

memaksimalkan margin perusahaan dengan cara menyediakan pasar bagi

masing-masing rantai supply. Akibat dari peningkatan skala ekonomis

tersebut dapat dapat miningkatkan kemandirian industri dalam negeri.

Jika melihat dari tipe pasar perangkat telekomunikasi di Indonesia, dapat

dikategorikan sebagai value-chain yang bersifat Hierarcy. Hal ini dikarenakan

dalam satu industri menguasai semua lini dari Hulu ke Hilir (vertically

integrated) misalnya vendor perangkat telekomunikasi menguasai dari sisi

Radio Infrastructure Network, Billing System, Network Planning sampai dengan

Managed Services. Untuk mengurangi “Degree of Asimetry” dalam rangka

menekan ketergantungan terhadap vendor dapat dilakukan dengan

mendorong value-chain di Indonesia dari tipe Hierarcy ke Captive dengan

cara menarik industri berbasis R&D ke Indonesia.

Hal tersebut dapat dilakukan dengan memperbesar prosentase nilai TKDN

untuk bidang Riset dan Design terutama untuk SDM tenaga kerja baik untuk

Perangkat Jaringan Telekomunikasi dan Perangkat Handset Telekomunikasi

yang dilakukan di dalam negeri. Hal ini bertujuan sebagai proses transfer

knowledge teknologi, memindahkan industri berbasis knowledge ke

Indonesia yang memiliki nilai tambah besar, dan mendorong proses inovasi

dibandingkan manufaktur/tenaga buruh. Selain itu dengan mewajibkan

65

perusahaan perangkat telekomunikasi dengan membuka standar protokol

koneksi.

Menciptakan Value Network dalam Industri Perangkat

Telekomunikasi

Untuk berubah dari value chain tradisional ke value network pemerintah

dapat menumbuhkan industri-industri kreatif yang fokus pada pertumbuhan

konten [5], [7]. Intensifikasi jaringan perlu ditingkatkan daripada meluaskan

jaringan dengan peningkatan hubungan ke pelanggan. Di sisi lain, seperti

dalam kasus di Jepang [7], pemerintah perlu memberikan insentif untuk

industri-industri konten dalam negeri seperti industri musik, video, publishing,

retail dan tiket dan penyiaran.

Di Indonesia sendiri 36% akses konten melalui handset adalah situs Social-

Networking dan situs yang paling sering diakses yaitu Google[31]. Selain itu,

online-shoping merupakan salah satu tren akses di Indonesia seperti akses

TokoBagus dan Kaskus yang menempati posisi 15 besar situs yang sering

diakses [31]. Terkait dengan pola tersebut, merupakan salah satu hal yang

potensial untuk menumbuh kembangkan industri berbasis konten dalam

negeri.

Salah satu momentum dalam perubahan yang mendukung penciptaan

industri jasa ini yaitu dengan peningkatan investor terhadap start-up

Indonesia. Investasi ke-6 terhadap start-up industri kreatif Tokopedia sebesar

USD 100jt merupakan bukti pengakuan potensi pasar di Indonesia [32],

sehingga perlunya pemerintah tetap menjaga momentum ini untuk

menciptakan Value Network dalam membangkitkan industri telekomunikasi.

Pada kenyataannya shifting value chain ke value network dengan 7

perubahan pola umum pasar berlanjut [7], sehingga untuk memberikan nilai

tambah pada industri telekomunikasi dengan mengintensifkan infrastruktur

yang ada dengan memberi nilai tambah pada industri ini.

Bentuk Insentif Negara

Secara umum, perkembangan telekomunikasi di Indonesia berdampak

positif dengan menyumbang rata-rata 10 triliun rupiah selama setahun [2],

namun di sisi lain menghasilkan defisit neraca perdagangan sebesar 24 triliun

rupiah pertahun. Dalam mengurangi defisit neraca perdagangan dari sektor

telekomunikasi, salah satu cara yang dapat digunakan yaitu dengan

66

melakukan penggelaran infrastruktur telekomunikasi dengan

memperbanyak value chain dalam negeri, baik dari sisi konten dengan

menumbuhkan value-network maupun dengan mengubah struktur value

chain dalam negeri dengan mengembangkan industri komponen perangkat

telekomunikasi dalam negeri.

Untuk menumbuhkan hal tersebut, pemerintah dapat memberikan insentif.

Insentif tersebut dapat berupa Carrot (penghargaan) atau Stick (hukuman)

dimana hal yang perlu diperhatikan bahwa kedua jenis insentif tersebut

merupakan sistem yang saling bersubtitusi bukan saling melengkapi [33],

sehingga pemberian carrot incentive lebih efisien tanpa diabungkan dengan

dengan Stick.

Salah satu skema insentif yang dapat diberikan dengan menggunakan

instrumen Biaya Hak Penggunaan Frekuensi (BHP). Pengurangan BHP ini

dapat dilakukan dengan syarat Operator Telekomunikasi telah

menggunakan infrastruktur Telekomunikasi dengan TKDN di atas dari yang di

wajibkan dalam regulasi atau penggunaan bundling handset telekomunikasi

oleh Operator Telekomunikasi dengan jumlah penjualan tertentu. Hal ini

bertujuan untuk menyediakan pasar untuk handset produksi dalam negeri.

Selain itu, dengan cara ini pemerintah menggunakan operator sebagai

indirect catalyst untuk yang memiliki daya tawar yang besar.

Mencegah Barrier-to-Entry dalam Menumbuhkan Industri Dalam

Negeri

Barrier to entry merupakan pencegahan industri incumbent untuk

mendapatkan profit normal tanpa adanya entry baru [34]. Pencegahan ini

merupakan berupa biaya yang dikeluarkan oleh incumbent untuk menjegah

pemain baru. Biasanya barrier to entry berbentuk keuntungan incumbent

dalam Scale of Economic sehingga membuat proses produksi lebih efisien.

Namun disisi lain selain hal tersebut [35] berpendapat bahwa loyalitas

terhadap brand membantu dalam mengurangi barrier-to-entry.

Jika dilihat industri perangkat telekomunikasi Indonesia, baik Industri CPE

Telekomunikasi maupun industri jaringan telekomunikasi, pemain-pemain

incumbent memiliki skala keekonomian yang sudah cukup untuk mencegah

industri lokal masuk. Di satu sisi, pemerintah melalui kebijakan [28] mewajibkan

importir membangun industri perangkat CPE dengan maksud untuk

67

mengurangi defisit impor di dalam negeri, namun di sisi lain kebijakan untuk

menumbuhkan Economic of Scale industri dalam negeri belum dibangun.

Industri-industri jaringan incumben seperti Huawei, NSN, Ericson, Samsung dan

ZTE juga melakukan hal serupa. Dalam hal ini sebagai contoh, untuk Huawei

sebagai incumben terbesar pada industri ini menerapkan harga hampir gratis

atau Rp.1 untuk setiap radio infrastruktur mereka, biaya didapatkan dari

managed-service dan upgrade produk.

Di lini value-chain industri telekomunikasi seperti Chipset telekomunikasi juga

mengalami tekanan terhadap ini. Industri luar negeri seperti Samsung,

Tsinghua Tongfang, EM Micro Electronic terindikasi menekan margin sampai

dengan margin minus untuk mematikan industri dalam negeri. Dalam skala

keekonomisan, industri seperti Xirka sulit berkembangdan bersaing pada

pasar seperti ini. Sehingga, jika industri-industri lokal pada semua lini value

chain ini masuk pada pasar yang sama, hanya akan membuang modal

perusahaan tersebut.

Barrier-to-entry ini menyebabkan industri lokal tidak bisa mengembangkan

produk dan berekspansi dengan produk dengan nilai tambah tinggi, selain

itu dikarenakan kecenderungan nilai import yang besar sehingga tenaga

kerja terdidik tidak termanfaatkan dan tidak terbentuknya ekosistem industri

di Indonesia.

Untuk mengatasi hal ini, pemerintah dapat memisahkan industri perangkat

telekomunikasi lokal yang baru tumbuh dengan pasar yang ada, salah

satunya dengan melibatkan industri perangkat telekomunikasi ini sebagai

industri pertahanan. Dalam Bagian Keenam Undang-Undang tersebut

dijelaskan untuk Perluasan Usaha dan Peningkatan Kapasitas Produksi [36] ,

pemerintah dapat menunjuk dan melindungi industri ini.

Hal ini untuk menumbuhkan kepercayaan diri produsen lokal dan melindungi

industri lokal yang baru tumbuh terutama dari sektor telekomunkasi ini.

Pemerintah dapat membentuk konsorsium industri pertahanan

telekomunikasi yang dapat menjadi wadah agar industri-industri dalam

negeri mempunyai portofolio dan pasar yang terlindungi dalam

mengembangkan produk telekomunikasi. Setelah konsorsium tersebut

tumbuh, pemerintah kemudian dapat melepaskan mereka ke dalam

persaingan pasar industri telekomunikasi yang ada dengan skema insentif

dan pengawasan tertentu.

68

69

Penutup

Simpulan

Industri perangkat telekomunikasi Indonesia secara umum dapat dibagi

menjadi 3 entitas besar yaitu Industri Perangkat Customer Premises Equipment

Telekomunikasi, Industri Jaringan Telekomunikasi dan Industri Konten atau

Over the Top. Secara elemen value-chain, Industri CPE telekomunikasi

Indonesia sudah tergolong lengkap namun masih bertipe relational dimana

ketergantungan kuat antara merk dan manufaktur. Untuk mengurangi biaya,

pemerintah perlu mendorongnya ke tipe value chain modular dengan

mengintensifkan masing-masing value-chain.

Industri perangkat jaringan telekomunikasi Indonesia bersifat hierarcy karena

dikerjakan dari hulu ke hilir (vertically integrated) dan pasar 100% dikuasai

oleh penanam modal asing. Dalam rangka mengurangi “Degree of Asimetry”

untuk pasar ini pemerintah dapat mendorong dari tipe Hierarcy ke Captive

dengan cara menarik industri berbasis R&D ke Indonesia. Indonesia sendiri

juga memiliki potensi untuk pembuatan perangkat jaringan telekomunikasi ini

dilihat dari portofolio yang ada.

Saran

Walaupun perkembangan telekomunikasi berkontribusi positif dan langsung

terhadap APBN negara, di satu sisi, pemerintah perlu mempertimbangkan

untuk membangun industri lokal. Hal ini dikarenakan defisit neraca impor

yang diakibatkan dari sektor ini cukup besar. Beberapa rekomendasi dari

studi ini agar industri perangkat telekomunikasi dapat berkembang yaitu

dengan mendorong industri dari manufaktur ke industri berbasis inovasi salah

satunya dengan mengubah kebijakan TKDN yang berbasis komponen

menjadi TKDN berbasis inovasi. Selain itu, untuk mencegah tingginya degree

of asimetry dalam value-chain industri ini pemerintah harus menggeser tipe

value-chain di industri ini dengan mendorong tumbuhnya value-network

seperti mendorong industri kreatif. Pemerintah juga perlu memberikan insentif

melalui PNBP di sektor yang sama dengan skema Carrot Incentive. Selain itu,

70

pemerintah perlu mensiasati barrier-to-entry dengan rekomendasi membuat

konsorsium industri dan memasukkannya ke dalam industri pertahanan di

bidang telekomunikasi.

71

Lampiran

Merk dan Market Share Produk di Indonesia (Sumber: Kementerian

Perdagangan, 2012 sd. September 2014)

MERK Market

Share

MERK Market

Share

MERK Market

Share

ACER 0,483% HTC 0,368% PIDION 0,012%

ACS 0,001% HUAWEI 0,164% PIXCOM 0,058%

ADVAN 1,035% IFONE 0,004% POINT 0,015%

AEDUPAC 0,003% IMO 0,194% POLYTRON 0,586%

AIRTEC 0,006% INI 0,497% PRINCE 0,025%

ALCATEL 0,077% INTERMEC 0,011% SAMSUNG 31,924%

ALDO 0,050% IT MOBILE 0,019% SIMTOP 0,004%

ALFALINK 0,006% ITU 0,020% SKY 0,087%

APPLE 6,634% IVIO 0,007% SMARTFREN 4,396%

ASIAFONE 0,635% JJ MOBILE 0,003% SONY 3,246%

ASUS 1,206% K-FONE 0,051% SPC 0,194%

AXIOO 0,269% KHAR 0,002% SPEED 0,070%

BEYOND 0,108% KINGBERRY 0,026% STEELE 0,072%

BLACKBERRY 14,129% K-TOUCH 0,011% STRAWBERRY 0,004%

BLACKFOX 0,010% LENOVO 2,912% SUNBERRY 0,035%

BLACKJELLY 0,008% LEXUS 0,007% TIGER 0,056%

BLUEBERRY 0,016% LG 1,078% TI-PHONE 0,067%

CERRY 0,006% MAXIS 0,032% TITAN 0,374%

CHERRY 0,219% MAXTRON 0,757% TORI 0,001%

CITYCALL 0,003% MICRON 0,012% TREQ 0,028%

CROSS 4,243% MITO 3,045% VENERA 0,445%

CYRUS 0,236% MIXCON 0,000% VERTU 0,000%

DGTEL 0,005% MMC 0,277% VGEN 0,008%

DTC 0,004% MOTOROLA 0,193% V-GEN 0,009%

EAGLE 0,000% MOVI 0,165% VION 0,013%

EPAD 0,026% MYFON 0,001% VIRTUV 0,004%

EXTREME 0,021% MYPHONE 0,000% VISIO 0,017%

FORME 0,002% N/A 0,236% VITELL 0,062%

G STAR 0,000% NEXCOM 0,106% VIVO 0,014%

G.PLUS 0,022% NEXIAN 0,645% WINMATE 0,002%

GOSCO 0,008% NINETOLOGY 0,014% XCOM 0,011%

GSTAR 0,178% NOKIA 15,599% XEVIAN 0,006%

GT 0,004% OLIVE 0,006% XIAOMI 0,059%

GVON 0,042% ONECLICK 0,005% XPERIA 0,010%

HAIER

MAXX

0,011% OPPO 1,555% XTAB 0,001%

HIMAX 0,024% O-RING 0,000% ZOID 0,011%

HISENSE 0,076% PHICOMM 0,011% ZTE 0,060%

HONEYWELL 0,002% PHICOMN 0,010% ZUPER 0,020%

HP 0,107% PHILIPS 0,000% ZYREX 0,039%

72

Data Importir Indonesia Berdasarkan Abjad (Kementerian Perdagangan,

2012 sd. September 2014)

A

1. Acer Indonesia

2. Acer Manufacturing

Indonesia

3. Akasha Wira International Tbk

4. Alpha Dunia Online

5. Alvotel

6. Aneka Kurnia Indah

7. Arga Mas Lestari

8. Aries Indo Global

9. Artha Comfortindo Perkasa

10. Asibo Sukses Berjaya

11. Astrindo Senayasa

12. Autojaya Idetech

13. Avanta Jaya Mandiri

14. Avnet Datamation Solutions

B

15. Bali Indo Comunication

16. Bangun Persada Tata Makmur

17. Bejana Nusa Agung

18. Berca Cakra Teknologi

19. Berkah Mandiri Sukses

20. Beyond Asia Technology

21. Bina Niaga Multiusaha

22. Bintang Cemerlang

23. Bintang Mahameru Utama

24. Bsp Tiga Utama

C

25. Cahaya Citra Infocomm

26. Citra Era Communication

27. Comtech Cellular

28. Comworks Indonesia

29. Csl Indonesia

D

30. Daftar Harga Eksim

31. Damai Sejati

32. Data Citra Mandiri

33. Datacomindo Mitrausaha

34. Datascrip

35. Dharma Kumala Utama

36. Dian Graha Elektrika

37. Dini Nusa Kusuma

38. Dua Rajawali

39. Duta Kalingga Pratama

40. Duta Sarana Sukses

41. Dwi Utama Perkasa

42. Dwiprana Ridhojaya

43. Dynatama Internusa

E

44. Ecs Indo Jaya

45. Emax Fortune International

46. Ensco Sarida Offshore

47. Erajaya Swasembada Tbk

48. Esolusindo Kencana

F

49. Formosa Karya Abadi

50. Fpx Indonesia

51. Freshindo Marketama

52. Fujitsu Indonesia

G

53. General Utama Expresindo

54. Global Mobile Technologie

73

55. Global Selular Networks

56. Globe Telekom Nusantara

57. Gvon Nusantara

H

58. Hewlett Packard Indonesia

59. Hidup Gaya Digital

60. Huawei Tech Investment

I

61. I Cherry Selular Indonesia

62. Ilufa Electronic Indonesia

63. Indo Global Solution

64. Indo Maz Mobile

65. Indomac Bhakti Karya

66. Indonesia Oppo Electronics

67. Industri Telekomunikasi

Indonesia

68. Ingram Micro Indonesia

69. Inter Digital Solutions

70. International Trading Co

71. Intersys

72. Inti Dufree Promosindo

73. Inti Gemilang Anugerah

K

74. Karya Niaga Makmur

75. Konten Indomedia Pratama

76. K-Touch Indonesia

L

77. Lasindo Sakti Indonesia

78. Lenovo Indonesia

79. Lg Electronics Indonesia

M

80. Madya Utama Expresindo

81. Maju Express Indonesia

82. Mandiri Makmur Mahardika

83. Markin Bright Comm

Indonesia

84. Media Power Technology

85. Mega Mobile Indonesia

86. Megah Abadi Sakti

87. Megasindo Pratama

88. Meghantara Multimedia

Solusindo

89. Mentari

90. Metrotech Jaya Komunika

Indonesia

91. Mikro Teknologi Indonesia

92. Mitra Komunikasi Nusantara

93. Mitra Telekomunikasi Selular

94. Mlw Telecom

95. Mobile Sarana Sentosa

96. Multindo Asia Nusantara

N

97. Naga Mas Kreasi Mandiri

98. Nec Indonesia

99. Nexco Jaya

100. Nipress Tbk

101. Nokia Indonesia

O

102. Oaktech Nusantara

P

103. Palliser Indonesia

104. Parastar Echorindo

105. Pasifik Satelit Nusantara

106. Pazia Pillar Mercycom

107. Pelangimas Indonesia

74

108. Persada Centra Digital

109. Pramatya Digital Telecom

110. Pramindo Ikat Nusantara

111. Procell Indonesia

112. Pusara Indo Prima

S

113. Sakura Jaya Mandiri

114. Samsung Electronics

Indonesia

115. Sarana Kencana Mulya

116. Saverindo Inti Persada

117. Selular Media Infotama

118. Sentra Primer Solusindo

119. Shambala Himalaya Persada

120. Sinar Bintang Nusantara

121. Sinar Eka Selaras

122. Sinar Jaya Sukses Mandiri

123. Sinar Samudra

124. Sistech Kharisma

125. Smart Telecom

126. Solusi Periferal

127. Sony Indonesia

128. Spektrum Mega Persada

129. Star Multimedia Abadi

130. Sukses Mandiri Aviation

131. Sumber Karunia Anugerah

132. Sumbersolusindo Hitech

133. Supertone

134. Surya Agung Jaya Mandiri

135. Surya Citra Multimedia

136. Synnex Metrodata Indonesia

T

137. Techking Enterprises Indonesia

138. Teleplan Indonesia

139. Teletama Artha Mandiri

140. Tera Data Indonusa

141. Tiphone Mobile Indonesia Tbk

142. Tranz Global Utama Indonesia

143. Tri Fortuna Indonesia

144. Triduta Mitra Sejahtera

145. Trikomsel Oke Tbk

146. Trinity

147. Trisakti Universal

U

148. Untung Anugrah Sejahtera

V

149. Vagus Multi Technology

150. Venus Inti Jaya

151. Vitell Mobile Indonesia

152. Vizta Telesindo Prakarsa

W

153. Wahana Datarindo Sempurna

154. Wahana Jaya Selular

155. Wellcomm Ritelindo Pratama

156. Wisma Inkopad Indonesia

Z

157. Zellda Unilands

158. Zhou Internasional

159. Zte Indonesia

160. Zyrexindo Mandiri Buana

75

Daftar Pustaka

[1] Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi, “Data Statistik Bidang Pos

dan Telekomunikasi, Semester II - 2010,” Jakarta, 2010.

[2] Ditjen SDPPI, “Data Statistik Bidang Pos dan Telekomunikasi, Semester II

- 2013,” 2013.

[3] GfK Asia, “GfK Press Release: Southeast Asias Mobile Phones Market

Grew,” Singapore, 2012.

[4] G. Gereffi, J. Humphrey, and T. Sturgeon, “The Governance of Global

Value Chains,” Rev. Int. Polit. Econ., vol. 12, no. 1, pp. 78–104, Feb. 2005.

[5] J. L. Funk, “The emerging value network in the mobile phone industry:

The case of Japan and its implications for the rest of the world,”

Telecomm. Policy, vol. 33, no. 1–2, pp. 4–18, Feb. 2009.

[6] K. Conly, “Comparative Analysis: Global Mobile Phone Industry,” 2010.

[7] J. Peppard and A. Rylander, “From Value Chain to Value Network  :

Insights for Mobile Operators From Value Chain to Value Network  :

Insights for Mobile Operators,” Eur. Manag. J., vol. 24, no. 2, pp. 128–141,

2006.

[8] F. Salvador, “Toward a Product System Modularity Construct: Literature

Review and Reconceptualization,” IEEE Trans. Eng. Manag., vol. 54, no.

2, pp. 219 – 240, 2007.

[9] B. Gangnes, A. Van Assche, and B. Canada, Product Modularity and

the Rise of Global Value Chains  : Insights from the Electronics Industry.

Montréal: CIRANO, 2011.

[10] M. Zhang, X. Zhao, and Y. Qi, “The Effects of Organizational Flatness,

Coordination, and Product Modularity on Mass Customization

Capability,” Int. J. Prod. Econ., vol. 158, pp. 145–155, Dec. 2014.

[11] S. H. Elgazzar, N. S. Tipi, N. J. Hubbard, and D. Z. Leach, “Linking Supply

Chain Processes’ Performance to a Company’s Financial Strategic

Objectives,” Eur. J. Oper. Res., vol. 223, no. 1, pp. 276–289, Nov. 2012.

76

[12] Y. Kristianto and P. Helo, “Product Architecture Modularity Implications

for Operations Economy of Green Supply Chains,” Transp. Res. Part E

Logist. Transp. Rev., vol. 70, pp. 128–145, Oct. 2014.

[13] ITU-T, “ITU-T Recommendation M.3050 – Supplement 4: Enhanced

Telecom Operations Map (eTOM),” Ge, 2008.

[14] J. Anderson and M. Zander, “The Changing World of Mobile Device:

Breaking up the Handset Value Chain,” 2007.

[15] R. Scanlon, “Aligning Product and Supply Chain Strategies in the Mobile

Phone Industry Signature of Author,” Massachusetts Institute of

Technology, 2009.

[16] Vision Mobile, “Terms of re-use Also by VisionMobile,” 2013.

[17] Danish Technological Institute, “Study on Internationalisation and

Fragmentation of Value Chains and Security of Supply: Case Study on

Mobile Devices,” Rotterdam, 2012.

[18] detikFinance, “Impor Ponsel Turun Sampai Rp 800 Miliar di Februari,”

2014. [Online]. Available:

http://finance.detik.com/read/2014/04/07/081258/2547223/4/1/impor

-ponsel-turun-sampai-rp-800-miliar-di-februari. [Accessed: 07-Oct-2014].

[19] World Trade Organization, “Information Technology Agreement —

introduction,” 1997. [Online]. Available:

http://www.wto.org/english/tratop_e/inftec_e/itaintro_e.htm#2.

[Accessed: 29-Sep-2014].

[20] An. Priskilla and N. Artini, “Evaluasi Sistem Informasi Distribusi pada PT.

Ericsson Indonesia,” Universitas Bina Nusantara, 2007.

[21] A. T. Pratiwi, “Analisis Atas Kinerja Perusahaan Sebelum Dan Sesudah

Penerapan Balanced Scorecard (Studi kasus pada PT. INTI (Persero)),”

Widyatama Repository, 2008. .

[22] A. S. Wibowo, “Laporan Praktek Kerja Lapangan di Bagian Purel (Public

Relations) PT. INTI (Persero),” Bandung, 2014.

[23] BatamPos, “Batam Pos – IVO, Smartphone Buatan Batam, Ramaikan

Pasar Ponsel Pintar,” 2014. [Online]. Available:

77

http://batampos.co.id/05-07-2014/ivo-smartphone-buatan-batam-

ramaikan-pasar-ponsel-pintar/. [Accessed: 07-Oct-2014].

[24] AntaraNews, “Ivo hadirkan ponsel 4G harga terjangkau - ANTARA

News,” 2014. [Online]. Available:

http://www.antaranews.com/berita/442534/ivo-hadirkan-ponsel-4g-

harga-terjangkau. [Accessed: 07-Oct-2014].

[25] KabarKita.Org, “Perusahaan Rekayasa Elektronika di Indonesia |

Elektrologi,” 2013. [Online]. Available:

http://elektrologi.kabarkita.org/perusahaan-rekayasa-elektronika-di-

indonesia/. [Accessed: 02-Oct-2014].

[26] KabarKita.Org, “Perusahaan Pendukung Elektronika di Indonesia |

Elektrologi,” 2013. [Online]. Available:

http://elektrologi.kabarkita.org/perusahaan-pendukung-elektronika-

di-indonesia/. [Accessed: 02-Oct-2014].

[27] R. Mudambi, “Location, Control and Innovation in Knowledge-Intensive

Industries,” J. Econ. Geogr., vol. 8, no. July, pp. 699–725, 2008.

[28] Menteri Perindustrian Republik Indonesia, Ketentuan dan Tata Cara

Penghitungan Tingkat Komponen Dalam Negeri. Indonesia:

Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, 2011.

[29] Menteri Komunikasi dan Informatika, Tata Cara Penilaian Pencapaian

Tingkat Komponen Dalam Negeri pada Penyelenggaraan

Telekomunikasi. 2009.

[30] Menteri Perdagangan Republik Indonesia, Perubahan Atas Peraturan

Menteri Perdagangan Nomor 82/M-DAG/PER/12/2012 tentang

Ketentuan Impor Telepon Seluler, Komputer Genggam (Handheld) dan

Komputer Tablet. Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, 2013.

[31] Opera Software ASA, “State of the Mobile Web: Focus on Indonesia,”

2013.

[32] R. Mamuaya, “Pendanaan Masif yang Diperoleh Tokopedia Menepis

Semua Keraguan terhadap Investasi di Bidang Teknologi Indonesia,”

Daily Social, 2014. [Online]. Available:

http://dailysocial.net/post/pendanaan-masif-yang-diperoleh-

78

tokopedia-menepis-semua-keraguan-terhadap-investasi-teknologi-

indonesia.

[33] E. Fehr and K. M. Schmidt, “Adding a Stick to the Carrot? The Interaction

of Bonuses and Fines,” No. 197, 2007.

[34] J. S. Bain, Barriers to New Competition. Cambridge: Harvard University

Press, 1956.

[35] R. P. McAffee, H. M. Mialon, and M. A. Williams, “What Is a Barrier to

Entry  ?,” in AEA Papers and Proceedings, 2004, vol. 91125.

[36] Presiden Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia

tentang Industri Pertahanan. Indonesia: Republik Indonesia, 2012.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika

Kementerian Komunikasi dan Informatika

Gedung B Lantai 4, Medan Merdeka Barat 9, Jakarta, 10110

e-mail : [email protected]

Telp./fax: +62 21 348 33640