Tata Ruang dan Pertanahan: Pengantar

51
Oswar Mungkasa Materi Kuliah Magister Teknik Perencanaan Universitas Tarumanegara 2014 Tata Ruang dan Pertanahan: Pengantar

Transcript of Tata Ruang dan Pertanahan: Pengantar

Oswar Mungkasa

Materi Kuliah

Magister Teknik PerencanaanUniversitas Tarumanegara

2014

Tata Ruang dan Pertanahan:Pengantar

Kisi-Kisi Tayangan2

Pendahuluan: Fakta dan Isu

Kebijakan Pertanahan di Indonesia: Regulasi, Jenis Kepemilikan,

Prosedur Registrasi, Kelembagaan Pertanahan, Program Pertanahan, Arah

Ke DepanKesimpulan

Pendahuluan: Fakta Tata Ruang Dari total tujuh RTR Pulau yang diamanatkan, telah ditetapkan empat RTR Pulau,

Dari total 76 RTR KSN yang diamanatkan, baru ditetapkan lima RTR KSN

Telah ditetapkan 24 Perda RTRW Provinsi (dari total 33 provinsi), 277 Perda RTRW Kabupaten (dari total 398 kabupaten) dan 71 Perda RTRW Kota (dari total 93 kota otonom)

3

Pendahuluan: Isu Tata Ruang

Belum Efektifnya Pemanfaatan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang

Masih banyak produk RTR termasuk Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan peraturan zonasi di kawasan perkotaan dan kawasan strategis lainnya yang belum terselesaikan. Belum termasuk tata ruang laut berupa Rencana Zoning Pulau Kecil dan Wilayah Pesisir (RZWP3K).

Siklus pelaksanaan penataan ruang, sebagaimana diatur oleh UUPR, terdiri dari perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang. Produk RTR adalah hasil dari tahap perencanaan. Mengingat bahwa masih ada produk rencana yang belum selesai, maka tahapan pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang belum dapat dilaksanakan secara efektif.

4

Pendahuluan: Isu Tata Ruang

Belum Efektifnya Kelembagaan Penyelenggaraan Penataan Ruang Isu kelembagaan juga sangat terkait dengan isu strategis pertama, khususnya dalam rangka penyelesaian produk RTR. Beberapa permasalahan yang teridentifikasi adalah masih belum memadainya kompetensi SDM bidang penataan ruang,

belum optimalnya operasionalisasi Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD), sehingga ditangani oleh BKPRN.

Sistem informasi penunjang pembangunan bidang tata ruang juga dipandang masih belum optimal. Idealnya, perlu ada sistem informasi terpadu yang dapat menjadi acuan bagi pengendalian pemanfaatan ruang maupun monitoring dan evaluasi.

5

Pendahuluan: Isu Tata Ruang

Belum dijadikannya RTRW sebagai acuan pembangunan berbagai sektor Rencana tata ruang harus menjadi acuan kebijakan spasial lintas sektor. Dengan demikian, rencana pembangunan dan RTR harus serasi satu dengan lainnya.

Masih banyak peraturan perundangan yang mengatur sektor tertentu kurang selaras dengan UU Penataan Ruang.

6

Pendahuluan: Fakta Pertanahan

Sampai dengan Tahun 2013 BPN telah menyusun Peta Dasar Pertanahan seluas 25,43 Juta Ha atau mencakup sekitar 13,31 persen dari Wilayah Nasional di luar kawasan hutan.

Peta Tematik yang telah disusun meliputi: Peta Sosial Ekonomi Berbasis Bidang seluas 495.000 Ha, Peta Zona Nilai Tanah dan Kawasan seluas 3.763.709 Ha, dan Peta Survei Potensi Tanah seluas 1.300.000 Ha. Sedangkan untuk Peta Zona Nilai Tanah dan Kawasan telah dilakukan pembaruan data seluas 19.200 Ha.

Untuk sertipikasi tanah (Legalisasi Aset) hingga Tahun 2013 telah dilakukan sertipikasi sebanyak 44.982.125 bidang tanah atau 51,80 persen dari total 86.845.839 bidang tanah secara Nasional.

Kemudian untuk IP4T, pada kurun waktu 2004-2012 telah dilakukan inventarisasi sebanyak 2.706.424 bidang. Selanjutnya untuk redistribusi tanah pada kurun waktu 1961-2012 telah dilakukan redistribusi seluas 2.177.550 hektar kepada 2.339.626 kepala keluarga (KK).

7

Pendahuluan: Fakta Pertanahan8

Pendahuluan: Isu Pertanahan

Belum Kuatnya Jaminan Kepastian Hukum Hak Masyarakat Atas Tanah Jaminan kepastian hukum hak masyarakat atas tanah masih menjadi isu utama, Faktor utama yang mempengaruhi kondisi kepastian hukum hak atas tanah belum dapat diperbaiki secara signifikan. Faktor dimaksud, antara lain cakupan peta dasar pertanahan, jumlah bidang tanah yang telah bersertipikat, kepastian batas kawasan hutan dan non hutan, penyelesaian kasus pertanahan dan penetapan batas tanah adat/ulayat.

Peta dasar pertanahan, pada akhir tahun 2013 telah terpetakan sebanyak 25,43 juta hektar atau sekitar 13,31 persen dari luas tanah non hutan.

Untuk bidang tanah bersertipikat, sertifikasi tanah pada akhir tahun 2013 telah mencapai 44.982.125 bidang tanah atau 51,80 persen dari total jumlah bidang Nasional.

Bila terjadi sengketa pertanahan yang tidak dapat diselesaikan melalui musyarawah, penyelesaian sengketa dilakukan melalui beberapa jenis pengadilan yang berbeda dengan kemungkinan keputusan pengadilan yang berbeda pula.

9

Pendahuluan: Isu Pertanahan

Masih Terjadinya Ketimpangan P4T serta Masih Rendahnya Kesejahteraan Masyarakat Ketimpangan Penguasaan, Pemilikan, Pemanfaatan, Pengelolaan Tanah (P4T) masih menjadi masalah

Kinerja Pelayanan Pertanahan yang Belum Optimal Walaupun telah dilakukan aplikasi sistem informasi pertanahan pada seluruh kantor Wilayah Pertanahan sebanyak 34 provinsi, dan pada 492 kantor Pertanahan di kabupaten/kota, namun tetap dirasakan bahwa pelayanan pertanahan belum optimal.

Kurangnya kinerja pelayanan pertanahan karena masyarakat harus menunggu cukup lama untuk dapat menyelesaikan pelayanan pertanahannya sebagai akibat kurangnya jumlah Juru Ukur Pertanahan. Pada saat ini komposisi perbandingan Juru Ukur pada keseluruhan pegawai BPN hanya mencapai 8 persen atau 1.689 orang untuk melayani pelayanan pertanahan di seluruh Indonesia.

10

Pendahuluan: Isu Pertanahan

Belum Terjaminnya Ketersediaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum Ketersediaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum

menjadi permasalahan karena pembebasan tanah menjadi berlarut-larut dan dalam waktu yang tidak dapat ditentukan. Dengan diterbitkannya UU No. 2/2012 tentang Pengadaaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum serta Perpres No. 71/2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum serta perangkat hukum turunannya, permasalahan kepastian dari sisi waktu pengadaan sebenarnya telah teratasi karena peraturan tersebut telah mengatur kerangka waktu pengadaan tanah maksimal. Namun demikian, peraturan tersebut belum dapat mengantisipasi permasalahan kepastian dari sisi perencanaan pengadaan tanah secara umum karena dalam peraturan tersebut diserahkan sepenuhnya kepada masing-masing instansi pemerintah yang membutuhkan tanah.

11

Pendahuluan: Isu Pertanahan12

Pendahuluan: Isu Tata Ruang dan Pertanahan terkait Perumahan

Tata ruang belum optimal, sehingga lokasi perumahan masih menimbulkan bangkitan lalu lintas yang signifikan Pemanfaatan ruang belum taat azas. Pengendalian dan

pengawasan masih belum efektif Sistem transportasi umum belum sepenuhnya mendukung

keberadaan kawasan perumahanHarga lahan yang relatif tidak terjangkau

Pengendalian lahan dilepas ke pasar

13

B. Kebijakan Pertanahan di Indonesia14

RegulasiJenis Kepemilikan Prosedur Registrasi

Kelembagaan PertanahanProgram Pertanahan

Arah Ke Depan

Regulasi Pertanahan

Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria UUPA merupakan UU produk nasional pertama yang menggantikan berbagai

peraturan bidang pertanahan warisan kolonial Belanda, sehingga ia dikenal dengan “karya agung” bangsa. Berdasarkan sejarah pembentukan dan isi UUPA dapat diketahui bahwa UU ini dimaksudkan sebagai UU payung bagi pengaturan bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Oleh karena itu, isi UU ini merupakan pokok-pokok aturan yang mengandung asas-asas, tujuan pokok dan aturan- aturan umum tentang penguasaan bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam.

Walaupun ruang lingkup materi muatan UU ini meliputi bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam, namun sasaran utama isinya adalah pengaturan tentang permukaan bumi yang disebut tanah. Lebih dari 90% isi UUPA mengatur tentang pertanahan, sehingga hukum pertanahan menjadi bagian utama dari hukum agraria. Dari 58 pasal yang ada dalam batang tubuh UUPA hanya 2 pasal saja yang mengatur bukan tanah.

UU sektoral di bidang kehutanan, pertambangan, sumberdaya air, perikanan, kelautan, dan sebagainya seharusnya merupakan jabaran dari UUPA.

15

Regulasi Pertanahan

Undang Undang lain bidang pertanahan sebagai pelaksana UUPA UU No. 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil UU No. 51 Prp. Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya

UU No. 56 Prp. Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian

UU No.20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak atas Tanah dan Benda-benda Yang Ada Di Atasnya

UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah

UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

16

Regulasi Pertanahan

Undang Undang sektoral bidang pengelolaan sumberdaya alam Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Undang-undang No. 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

UU No. 7 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumberdaya Air UU No. 5 Tahun 1990 tentang Perlindungan Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya

17

Regulasi Pertanahan

Undang-Undang Lainnya Terkait dengan Bidang Pertanahan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Undang-undang Otonomi Khusus dan Daerah Istimewa UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua

UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta

18

Jenis Kepemilikan

Girik Girik sebenarnya bukan salah satu jenis sertifikat properti. Girik

adalah bukti surat pembayaran pajak atas suatu lahan, yang merupakan bukti bahwa seseorang telah mengusai sebidang lahan.

Lahan dengan status girik adalah lahan bekas hak milik adat yang belum di daftarkan pada Badan Pertanahan Nasional (BPN). Jadi girik bukanlah merupakan bukti kepemilikan hak, tetapi hanya merupakan bukti penguasaan atas suatu lahan  dan pembayaran pajak atas tanah tersebut.

Girik tidak kuat status hukumnya seperti sertifikat, tetapi girik bisa dijadikan dasar untuk membuat sertifikat tanah. Jadi apabila akan mengadakan transaksi jual beli lahan girik, harus dipastikan bahwa nama yang tertera di dalam dokumen girik tersebut harus sama dengan nama yang tertera dalam akta jual beli. dibuktikan dengan dokumen pendukung yang dapat diterima yang merupakan sejarah kepemilikan lahan sebelumnya.

Sejarah kepemilikan lahan diperlukan apabila ingin meningkatkat status hukum suatu lahan menjadi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) maupun Sertifikat Hak Milik (SHM). Istilah Girik biasa dikenal dengan tanah adat, petok, ricik, ketitir dan lain-lain.

19

Jenis Kepemilikan

Sertifikat Hak Milik (SHM) Sertifikat Hak Milik (SHM) adalah jenis sertifikat yang pemiliknya

memiliki hak penuh atas kepemilikan suatu lahan  pada kawasan dengan luas tertentu yang telah disebutkan dalam sertifikat tersebut.

Status SHM adalah status yang paling kuat untuk kepemilikan lahan karena lahan sudah menjadi milik seseorang tanpa campur tangan ataupun kemungkinan pemilikan pihak lain. Status Hak Milik juga tidak terbatas waktunya seperti Sertifikat hak Guna Bangunan.

Melalui sertifikat ini, pemilik bisa menggunakannya sebagai bukti kuat atas kepemilikan tanah, dengan kata lain, bila terjadi masalah, maka nama yang tercantum dalam SHM adalah pemilik sah berdasarkan hukum.

Sertifikat Hak Milik (SHM)  juga bisa menjadi alat yang kuat untuk transaksi jual beli, atau juga jaminan kredit. Proses mendapatkan sertifikat tanah melalui notaris/PPAT agar diuruskan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) dimana notaris lebih mengetahui seluk beluk dan syarat pembuatan seritifikat tanah.

Untuk Sertifikat Hak Milik hanya diberlakukan untuk Warga Negara Indonesia (WNI) saja.

20

Jenis Kepemilikan

Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Sertifikat Hak Guna Bangunan adalah jenis sertifikat dimana pemegang sertifikat hanya bisa memanfaatkan lahan tersebut baik untuk mendirikan bangunan atau untuk keperluan lain dalam kurun waktu tertentu.

Untuk kepemilikan, lahannya dimiliki oleh negara. Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) mempunyai batas waktu tertentu misalnya 30 tahun dan dapat diperpanjang untuk waktu 20 tahun. Setelah melewati batas waktunya, pemegang sertifikat harus mengurus perpanjangan SHGB-nya.  

Lahan dengan status SHGB boleh dimiliki oleh non Warga Negara Indonesia (non WNI).  Lahan dengan status SHGB biasanya adalah lahan-lahan yang dikelola oleh developer seperti perumahan atau apartemen, tetapi juga tidak memungkiri juga untuk gedung perkantoran.

21

Jenis Kepemilikan

Hak Guna Usaha (HGU) hanya berlaku untuk WNI dan badan hukum Indonesia tanah negara melalui BPN untuk usaha pertanian, peternakan, perkebunan, dan perikanan

untuk individu minimal 5 hektar, maksimal 25 hektar untuk badan hukum, luasnya diatur pemerintah terkait

masa berlaku 35 tahun dan dapat diperpanjang 25 tahun

dapat dialihkan dengan dibebani hak tanggungan sebagai jaminan utang 

22

Jenis Kepemilikan

Hak Pakai (HP) hanya berlaku untuk WNI, WNA yang berdomisili di Indonesia, badan hukum asing, dan pemerintah

tanah negara melalui BPN dikeluarkan oleh menteri/pemerintah masa berlaku 25 tahun dan dapat diperpanjang 20 tahun

dapat dialihkan dan diatur dalam perjanjian dengan dibebani hak tanggungan sebagai jaminan utang

Hak Pengelolaan (HPL) hanya berlaku untuk pemerintah, PEMDA, BUMN, BUMD tanah pertanian dan non pertanian tidak ada jangka waktu

23

PROSES PELAKSANAAN SERTIPIKASI PRONA

Penyerahan DIPA PenyuluhanPenetapan

Lokasi

Pengumuman

Penerbitan SK

Hak/Pengesahan Data Fisik dan

Data Yuridis

(Penetapan Hak)

Penerbitan sertipikat/Pembukuan

Hak

Penyerahan Sertipikat

Pemeriksaan Tanah

Pengukuran dan

Pemetaan

Pengumpulan data (alat bukti/alas hak, Penetapan

Peserta)

Sedangkan biaya materai, pembuatan dan pemasanagan patok tanda batas, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan (PPh) bagi yang terkena ketentuan perpajakan menjadi beban kewajiban peserta program.

1 2 3

456

78

9 10

Biaya Berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

PROSES PEMBERIAN HAK MILIK

Waktu:38 (tiga puluh delapan) hari untuk: • Tanah pertanian yang luasnya tidak lebih dari 2 Ha• Tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih dari

2.000 m257 (lima puluh tujuh) hari untuk: • Tanah pertanian yang luasnya lebih dari 2 Ha• Tanah non pertanian yang luasnya lebih dari 2.000

m2 s.d. 5.000 m297 (sembilan puluh tujuh) hari untuk: • Tanah non pertanian yang luasnya lebih dari 5.000

m2

PENGUKURAN BIDANG TANAH ATAS PERMINTAAN INSTANSI DAN / ATAU MASYARAKAT

Waktu : 18 hari

PENGECEKAN SERTIPIKAT

Waktu : 1 hari

PEMECAHAN DAN PENGGABUNGAN BIDANG TANAH

Waktu : 15 hari

PERPANJANGAN JANGKA WAKTU HAK GUNA USAHA

Hak Guna Usaha:30 (tiga puluh) hari untuk luas tanah tidak lebih dari 200 Ha70 (tujuh puluh) hari untuk luas tanah lebih dari 200 Ha

Hak Guna Bangunan/Hak Pakai: 30 (tiga puluh) hari untuk luas tanah tidak lebih dari 2.000 m249 (empat puluh sembilan) hari untuk luas tanah lebih dari 2.000 m2 s.d. 150.000 m289 (delapan puluh sembilan) hari untuk luas tanah lebih dari 150.000 m2

PERPANJANGAN JANGKA WAKTU HAK GUNA BANGUNAN / HAK PAKAI

Hak Guna Usaha:30 (tiga puluh) hari untuk luas tanah tidak lebih dari 200 Ha70 (tujuh puluh) hari untuk luas tanah lebih dari 200 Ha

Hak Guna Bangunan/Hak Pakai: 30 (tiga puluh) hari untuk luas tanah tidak lebih dari 2.000 m249 (empat puluh sembilan) hari untuk luas tanah lebih dari 2.000 m2 s.d. 150.000 m289 (delapan puluh sembilan) hari untuk luas tanah lebih dari 150.000 m2

KONSOLIDASI TANAH SWADAYA

Waktu : 210 hari

Struktur Organisasi BPN32

Tugas Pokok dan Fungsi Kanwil BPNTugas melaksanakan sebagian tugas dan fungsi BPN di provinsi

Fungsi Penyusunan rencana, program dan penganggaran pelaksanaan tugas pertanahan

Pengoordinasian, pembinaan dan pelaksanaan survei, pengukuran, pemetaan, hak tanah dan pendaftaran tanah, pengaturan dan penataan pertanahan, pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat, pengkajian dan penanganan sengketa dan konflik pertanahan.

Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan pertanahan provinsi

Pengoordinasian pemangku kepentingan pengguna tanah Pengelolaan Sistem Informasi Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS) provinsi

Pengoordinasian penelitian dan pengembangan, dan pengoordinasian pengembangan SDM pertanahan

Pelaksanaan urusan tata usaha, kepegawaian, keuangan, sarana dan prasarana, perundang-undangan serta pelayanan pertanahan

33

Struktur Organisasi Kanwil BPN34

Tugas Pokok dan Fungsi Kantor Pertanahan Kab/Kota

Tugas melaksanakan sebagian tugas dan fungsi BPN di kabupaten/kota Fungsi

Penyusunan rencana, program dan penganggaran pelaksanaan tugas pertanahan

Pelayanan, perijinan dan rekomendasi pertanahan Pelaksanaan survei, pengukuran, dan pemetaan dasar, pengukuran dan

pemetaan bidang, pembukuan tanah, pemetaan tematik, dan survei potensi tanah

Pelaksanaan penatagunaan tanah, reforma agraria, konsolidasi tanah, penataan pertanahan wilayah pesisir, pulau kecil, perbatasan, dan wilayah tertentu

Pengusulan dan pelaksanaan penetapan hak tanah, pendaftaran hak tanah, pemeliharaan data pertanahan dan administrasi tanah aset pemerintah

Pelaksanaan pengendalian pertanahan, pengelolaan tanah negara, tanah terlantar dan tanah kritis, peningkatan pasrtisipasi dan pemberdayaan masyarakat

pengordinasian pemangku kepentingan pengguna tanah Pengelolaan Sistem Informasi Manajemen Pertanahan Nasional

(SIMTANAS) kab/kota Pemberian penerangan dan informasi pertanahan kepada masyarakat,

pemerintah, dan swasta. Pengoordinasian penelitian dan pengembangan, dan pengoordinasian

pengembangan SDM pertanahan Pelaksanaan urusan tata usaha, kepegawaian, keuangan, sarana dan

prasarana, perundang-undangan serta pelayanan pertanahan

35

Struktur Organisasi Kantor Pertanahan BPN Kab/Kota

36

Program Pertanahan Prioritas: LARASITA37

LARASITA merupakan layanan pertanahan bergerak (mobile land service) yang bersifat pro aktif atau "jemput bola" ke tengah-tengah masyarakat. Sebagai sebuah kebijakan inovatif, kelahiran LARASITA dilandasi keinginan pemenuhan rasa keadilan yang diperlukan, diharapkan dan dipikirkan oleh masyarakat, serta adanya kesadaran bahwa tugas-tugas berat itu tidak akan bisa diselesaikan hanya dari balik meja kantor tanpa membuka diri terhadap interaksi masyarakat yang kesejahteraannya menjadi tujuan utama pengelolaan pertanahan.

Menjawab kebutuhan berinteraksi dengan masyarakat tersebut, dilahirkan sebuah interface baru, yang didesain bukan hanya memberikan layanan administratif pertanahan, tetapi juga menyiapkan masyarakat dalam pelaksanaan reforma agraria, mendampingi dan memberdayakan masyarakat dalam konteks pertanahan, melakukan pendeteksian awal tanah terlantar, melakukan pendeteksian awal atas tanah terindikasi bermasalah, memasilitasi penyelesaian tanah bermasalah yang mungkin diselesaikan di lapangan, menyambungkan program BPN dengan aspirasi yang berkembang di masyarakat dan meningkatkan dan mempercepat legalisasi aset tanah masyarakat. Interface itu adalah LARASITA.

Program Pertanahan Prioritas: LARASITA38

Pengamatan pada Kantor Pertanahan yang dijadikan kantor percontohan menunjukkan bahwa antusiasme masyarakat terhadap layanan-layanan pertanahan melalui LARASITA secara signifikan mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tingkat antusiasme masyarakat terhadap layanan pertanahan melalui Kantor Pertanahan.

Pada penelitian lanjutan atas fenomena itu, diketahui bahwa masyarakat –khususnya pedesaan- mengalami kesenjangan informasi yang cukup lebar terhadap layanan pertanahan yang selama ini diselenggarakan di Kantor Pertanahan, dimana kesenjangan itu kemudian diperlebar oleh para perantara yang selalu berdiri diantara Kantor Pertanahan dan masyarakat.

Keberadaan para perantara tersebut, selain mempertajam kesenjangan formalitas antara masyarakat dan Kantor Pertanahan, pada prakteknya juga seringkali melakukan pembiasan informasi yang pada akhirnya merugikan masyarakat, baik karena pembiasan informasi tentang persyaratan, biaya maupun tentang waktu penyelesaian layanan pertanahan.

Program Prioritas: Reforma Agraria39

Reforma Agraria merupakan implementasi dari mandat Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (TAP MPR RI), Nomor IX/MPR/2001 Tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya

Reforma Agraria atau secara legal formal disebut juga dengan Pembaruan Agraria adalah proses restrukturisasi (penataan uang susunan) kepemilikan, penguasaan, dan penggunaan sumber-sumber agrarian (khususnya tanah). Dalam tataran operasional Reforma Agraria di Indonesia dilaksanakan melalui 2 (dua) langkah yaitu: Penataan kembali sistem politik dan hukum pertanahan

berdsarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undsang Pokok Agraria (UUPA ).

Proses Penyelenggaraan Land Reform Plus, yaitu penataan aset tanah bagi masyarakat dan Penataan akses masyarakat terhadap sumber-sumber ekonomi dan politik yang memungkinkan masyarakat untuk memanfaatkan tanahnya secara baik. Di dalam penyelenggaraan Land Reform Plus diselenggarakan dua hal penting yaitu Aset Reform dan Akses Reform.

Program Prioritas: Reforma Agraria40

Maksud dan Tujuan Reforma Agraria Maksud Reforma Agraria: menciptakan sumber-sumber kesejahteraan masyarakat yang

berbasis agraria menata kehidupan masyarakat yang lebih berkeadilan meningkatkan berkelanjutan sistem kemasyarakatan kebangsaan dan

kenegaraan indonesia, serta meningkatkan harmoni kemasyarakatan.

Tujuan Reforma Agraria: mengurangi kemiskinan menciptakan lapangan kerja memperbaiki akses masyarakat kepada sumber-sumber ekonomi,

terutama tanah menata ulang ketimpangan penguasaan pemilikan, penggunaan dan

pemanfaatan tanah dan sumber-sumber agraria mengurangi sengketa dan konflik pertanahan dan keagrariaan memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup meningkatkan ketanahan pangan dan energi masyarakat.

Program Prioritas: Reforma Agraria41

Prinsip-Prinsip Reforma Agraria menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia; menghormati supremasi hukum dengan mengakomodasi keanekaragaman

dalam unifikasi hukum; mensejahterakan rakyat, terutama melalui peningkatan kualitas

sumberdaya manusia Indonesia; mengembangkan demokrasi, kepatuhan hukum, transparansi dan

optimalisasi partisipasi rakyat; mewujudkan keadilan dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan,

pemanfaatan, dan pemeliharaan sumberdaya agraria dan sumberdaya alam;

memelihara keberlanjutan yang dapat memberi manfaat yang optimal, baik untuk generasi sekarang maupun generasi mendatang, dengan tetap memperhatikan daya tampung dan dukung lingkungan;

melaksanakan fungsi sosial, kelestarian, dan fungsi ekologis sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat;

mengakui dan menghormati hak masyarakat hukum adat dan keragaman budaya bangsa atas sumberdaya agraria dan sumberdaya alam;

Program Prioritas: Reforma Agraria42

Arah Kebijakan Reforma Agraria Pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perundang-

undangan yang berkaitan dengan agraria dalam rangka sinkronisasi kebijakan

Melaksanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (landreform) yang berkeadilan dengan memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat, baik tanah pertanian maupun tanah perkotaan.

Menyelenggarakan pendataan pertanahan melalui inventarisasi dan registrasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah secara komprehensif dan sistematis

Menyelesaikan konflik-konflik yang berkenaan dengan sumberdaya agraria yang timbul sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik dimasa mendatang

Memperkuat kelembagaan dan kewenangannya dalam rangka mengemban pelaksanaan pembaruan agraria dan menyelesaikan konflik-konflik yang berkenaan dengan sumberdaya agraria yang terjadi.

Program Prioritas: Legalisasi Aset43

Legalisasi aset adalah proses administrasi pertanahan yang meliputi adjudikasi (pengumpulan data fisik, data yuridis, pengumuman serta penetapan dan/atau penerbitan surat keputusan pemberian hak atas tanah), pendaftaran hak atas tanah serta penerbitan sertipikat hak atas tanah. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia untuk melegalisasi (mensertipikasi) aset berupa tanah belum bersertipikat milik (yang telah dimiliki/dikuasai) oleh perorangan anggota masyarakat atau perorangan anggota kelompok masyarakat tertentu.

Tanah milik yang telah bersertipikat selanjutnya akan dapat antara lain (disamping banyak lagi manfaat), dimanfaatkan sebagai sumber-sumber ekonomi masyarakat terutama dalam rangka penguatan modal usaha, sehingga berkontribusi nyata dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Kegiatannya antara lain berupa : Sertipikat Tanah Prona, Sertipikat Tanah Petani, Sertipikat Tanah Nelayan, Sertipikat Tanah UKM, Sertipikat Transmigrasi, Sertipikat Tanah Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)

Arah Kebijakan Pertanahan Nasional44

Bank Tanah45

Bank Tanah adalah akusisi tanah secara sistematis terhadap tanah yag belum dikembangkan , tanah terlantar, atau yang ditinggalkan kosong dan dianggap memiliki potensi untuk pengembangan (Bernhard Limbong)

Tujuan, mencakup (i) mengelola pola pertumbuhan perkotaan, (ii) memastikan ketersediaan tanah untuk keperluan tertentu; (iii) mengambil keuntungan modal dari peningkatan nilai tanah

Jenis Bank Tanah, yaitu (i) Bank tanah publik; (ii) bank tanah swasta. (iii) bank tanah campuran.

Mekanisme, (i) penyediaan tanah; (ii) pematangan tanah; (iii) pendistribuasian tanah;

Fungsi bank tanah adalah (i) penghimpun tanah; (ii) pengaman tanah; (iii) pengendali penguasaan tanah; (iv) pengelola tanah; (v) penilai tanah; (vi) penyalur tanah

Manfaat, (i) adanya keseimbangan abtara kebutuhan dan persediaan; (ii) jaminan nilai tanah yang wajar dan adil; (iii) mekanisme pasar tanah terkendali dan terjamin rasionalitas harganya.

Konsolidasi Tanah46

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi Tanah, “Konsolidasi tanah adalah kebijaksanaan pertanahan mengenai penataan kembali penguasaan dan penggunaan serta usaha pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan, untuk peningkatan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumber daya alam dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat.” ( Pasal 1 angka 1 ).

Berbeda dengan pembebasan lahan, konsolidasi tanah memungkinkan masyarakat pemilik tanah tidak dipindahkan ke lokasi lain, tetapi tetap menempati tanahnya dengan kondisi yang jauh lebih baik.

Prinsip dasar pelaksanaan konsolidasi tanah adalah penataan kembali bentuk, luas dan letak, penguasaan, pemilikan, dan penggunaan tanah, sehingga tertata apik dan teratur dilengkapi sarana prasarana dan semua kapling menghadap jalan.

Konsolidasi tanah merupakan kegiatan penataan yang dilakukan oleh masyarakat, dengan menyumbangkan sebagian tanahnya untuk dibangun Fasilitas Umum dan Fasilitas sosial,. Luasan tanah masyarakat akan berkurang, namun nilainya akan menigkat.

Konsolidasi Tanah47

Beberapa keuntungan konsolidasi tanah adalah; Rakyat tidak tergusur, bahkan menikmati nilai tambah

dari konsolidasi tanah Fasilitas umum, dan fasilitas sosial terbangun. Lingkungan lebih tertata. Aset tanah lebih terjamin dengan tersedianya sertipikat. Akibatnya nilai tanah naik.

Pemerintah dapat menyediakan fasilitas umum dan sosial dengan dana yang lebih sedikit.

Konsolidasi Tanah48

Beberapa keuntungan konsolidasi tanah adalah; Rakyat tidak tergusur, bahkan menikmati nilai tambah

dari konsolidasi tanah Fasilitas umum, dan fasilitas sosial terbangun. Lingkungan lebih tertata. Aset tanah lebih terjamin dengan tersedianya sertipikat. Akibatnya nilai tanah naik.

Pemerintah dapat menyediakan fasilitas umum dan sosial dengan dana yang lebih sedikit.

Konsolidasi Tanah49

.

Kesimpulan50

Kondisi tata ruang Indonesia masih belum optimal. Beberapa hal ditengarai menjadi penyebabnya: Penyelenggaraan penataan ruang di Indonesia belum

optimal terkendala oleh belum lengkapnya dokumen perencanaan yang seharusnya tersedia mulai dari RTRW Nasional, Provinsi, Kabupaten/kota, RTR Pulau, RTR Kawasan Strategis, dan Rencana Rinci.

Selain itu, kualitas SDM tata ruang masih belum memadai, sementara lembaga penyelenggara tata ruang masih baru terbentuk.

Ketersediaan tanah bagi kepentingan umum terkendala oleh harga tanah yang melambung tinggi. Hal ini membatasi kemampuan pemerintah dalam menata ruang

Regulasi terkait tata ruang masih belum harmonis UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria masih belum dilengkapi dengan perangkat regulasi yang lebih rinci, sehingga menyulitkan dalam pelaksanaannya. Selain itu, undang-undang sektoral yang lahir belakangan ternyata kurang serasi dengan UUPA

51

Terima kasih

[email protected] Scribd.com/tata ruang dan pertanahan pittsburgh.academia.edu/oswarmungkasa